Upload
radityarezha
View
259
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Presentasi Kasus Sirosis Hepatis
LAPORAN KASUS
Ny. H , 51 tahun seorang Ibu Rumah tangga, berstatus menikah, alamat Burni sari RT 02/04, Jaya Giri, Sindang Barang, Cianjur. Tanggal masuk rumah sakit 06 juli 2015
Keluhanan Utama: Perut membesar
Perjalanan Penyakit: Pasien mengeluh sejak 2 bulan SMRS perut pasien semakin lama semakin membesar. Awalnya perut kecil lalu semakin lama semakin membesar dan terasa meregang. Perut juga terasa nyeri yang menjalar ke bagian pinggang. 1 bulan yang lalu BAK berwarna seperti teh pekat, tidak disertai nyeri saat berkemih dan BAB berwarna kehitaman seperti aspal. 1 minggu yang lalu pasien merasa mata terlihat berwarna kuning. Keluhan disertai dengan lemas, mual, terkadang sesak karena perut yang membesar dan nafsu makan menurun. Keluhan tidak disertai batuk, panas badan,nyeri dada dan riwayat bengkak pada kaki maupun tangan. Riwayat Penyakit Dahulu:Pasien mengaku ± 10 tahun yang lalu pernah menderita penyakit kuning dan saat itu terasa lemas, cepat lelah nafsu makan menurun. Tidak ada riwayat hipertensi dan DM, lergi terhadap obat dan cuaca.
Riwayat Keluarga:Anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat yang sama dengan keluhan pasien.Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki diabetes, darah tinggi, penyakit kuning, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker, anemia, epilepsi, atau penyakit mental, urtikaria, rinitis serta alergi.
Riwayat Pengobatan :Pasien mengaku belum berobat untuk penyakitnya yang sekarang.
Riwayat Psikososial: Pasien menyangkal mempunyai riwayat merokok dan minum alkohol
1
Pemeriksaan Fisik
Vital Signs. Keadaan umu terlihat lemah, Kesadaran Compos mentis, Tekanan darah 100/70 mmHg. Frekuensi nadi (HR) 68 kali/ menit teratur, kuat angkat, isi cukup. Frekuensi pernapasan (RR) 16 x/ menit. Suhu 36,8 C.
Kulit. Telapak tangan hangat dan lembab, eritema palmaris (-) .clubbing finger (-). Kuku tidak sianosis.
Kepala, Mata, Telinga, Hidung, Tenggorokan. Kepala: distribusi rambut rata, tidak mudah rontok. Mata: Visus mata tidak diketahui. Konjungtiva anemis +/+ ; Sclera ikterik +/+ . Pupil isokor. Reflek cahaya +/+. Telinga: Normotia. Sekret tidak ada. Hidung: Mukosa merah muda, septum garis tengah. Tidak ada nyeri sinus. Tanpa pernapasan cuping hidung. Mulut: Mukosa oral merah muda. Lidah ditengah. Tonsil tenang, faring tidak hiperemis.
Leher. Trakea pada garis tengah. Tiroid tidak teraba membesar. Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar.
Thorax dan paru-paru. Pergerakan dinding dada simetris, tanpa retraksi. Paru-paru sonor. Vokal Fremitus simetris. Bunyi napas vesikuler, tanpa terdengar bunyi wheezing dan ronki pada kedua lapangan paru.
Kardiovaskular. Tekanan vena jugularis 2 cm di atas sudut sternum. Ictus cordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra. Baik S1 dan S2 murni, reguler. Tidak ada terdengar murmur sistolik dan diastolik.
Abdomen. Tampak Cembung. Tidak ada bekas luka. Bising usus aktif. tympani di 4 kuadran abdomen, terdapat shifting dullnes, undulasi (+), venektasi (+). Hepatomegali spleenomegali sulit dinilai. Teraba massa di abdomen atas permukaan berbenjol benjol, konsistensi keras, immobille, nyeri tekan. Tidak ada nyeri tekan sudut costovertebral (CVA).
Ekstremitas. Akral Hangat, tidak ada edema, RCT <2detik
Pemeriksaaan penunjang :Hematologi rutin 06 Juli 2015
Hematologi Rutin
Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hemoglobin 9.9 12 – 16 g/dl
Hematokrit 28.3 37 – 47 %
Eritrosit 3.14 4.2 – 5.4 10^6/ul
Leukosit 6.6 4.8 – 10.8 10^3/ul
Trombosit 140 150 – 450 10^3/ul
MCV 88.9 80 – 84 fL
MCH 28.4 27 – 31 pg
2
MCHC * 35.0 33 – 37 %
RDW-SD *85.5 10 – 15 fL
PDW 15.7 9 – 14 fL
MPV 9.3 8 – 12 fL
Diferential Hasil Nilai Rujukan
Satuan
LYM % 9.5 26 – 36 %
MXD % 1.3 0 – 11 %
NEU % 84,5 40 – 70 %
Absolut
LYM # 0.6 1.00 – 1.43
10^3/ul
MXD # 0.1 0 – 12 10^3/ul
NEU # 5.3 1.8 – 7.6 10^3/ul
Fungsi hati Hasil Nilai Rujukan
Satuan
SGOT
SGPT
686
79
15 – 37
12 - 78
U/l
U/l
Fungsi hati
Hasil Nilai Rujukan
Satuan
HbsAg Reactive (+)
Reactive (-)
Protein total
8.39 6.7 -7.9 g/dL
3
Albumin 2.82 3.4 – 5.0 g/dL
Globulin 5.57 1.5 – 3.0 g/dL
Diagnosis :1. Sirosis Hepatis ec. Hepatitis B
Dd/ Karsinoma Hepar
Planning1. Infus D5% 500cc/24jam2. Diet Nasi Tim3. Furosemid 3x40mg IV4. Vit K 3x1 amp 5. Spinolakton 1x100mg6. Propanolol 3x10mg7. Pungsi Asites, didapatkan hasil cairan berwana kemerahan (kirim Lab cek SAAG)8. HbsAg9. Usg Abdomen
Follow Up
08 juli 2015
S O A P
Bengkak perut berkurang, lemas.
TD: 110/70 N: 68 x/ menit,RR: 20x/ menitSuhu: 36,3 CKA +/+, SI +/+RH-/-, WH -/-Asites (+), BU (+), H/L tidak terabaHasil Lab :SAAG : 2.89 g.dl
Karsinoma Hepar dengan Sirosis Hepatis ec . Hepatitis B
Infus D5% 500cc/24jam Diet Nasi Tim Furosemid 3x40mg IV Vit K 3x1 amp Spinolakton 1x100mg Propanolol 3x10mg
9 juli 2015
S O A P
Bengkak diperut (perbaikan), lemas dan mual.Belum BAB 3 hari.
TD: 110/70 N: 68 x/ menit,RR: 20x/ menitSuhu: 36,3 CKA +/+, SI +/+RH-/-, WH -/-Asites (+), BU (+),
Karsinoma Hepar dengan Sirosis Hepatis ec . Hepatitis B
Infus D5% 500cc/24jam Diet Nasi Tim Furosemid 3x40mg IV Vit K 3x1 amp Spinolakton 1x100mg Propanolol 3x10mg Laksadin 3x1
4
H/L tidak terabaHasil USG :Menyokong ke arah CA hepar
Hasil USG : Menyokong gambaran hepatoselular karsinoma lobus kanan dan kiri
ditandai adanya lesi hipoekhoik inhomogen. Batas tidak tegas, tepi ireguler berukuran
lebih dari 6 cm. Asites abdoment bawah.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Suatu penyakit hati menahun berupa kerusakan parenkim difus yang ditandai oleh perubahan
sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar, dan seluruh sistem arsitektur hati yang
disebabkan oleh fibrosis difus, penumpukan jaringan ikat kolagen, serta regenerasi noduler
5
hepatosit.6 Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang
berarti kuning orange (orange yellow), karena adanya perubahan warna pada nodul-nodul yang
terbentuk. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis dari hepatosit kolapsnya jaringan penyangga,
sumbatan pembuluh darah dan regenerasi dan parenkim dari parenkim hati yang tersisa.2
2.2 Klasifikasi dan Etologi 1,2
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3
mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan
makronodular.Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini
juga kurang memuaskan.
Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1)
alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak dan 5)
metabolik, keturunan dan terkait obat. Adapun penyebab dari sirosis hepatik antara lain:
1. Hepatitis virus tipe B dan C
Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis
sebesar 40-50%,dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak
diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Sekitar 30-
40% pasien sirosis memiliki HBsAg(+) dan kira-kira pada 10-20% terdapat tanda
infeksi masa lalu yaitu anti-HB core (+).
2. Alkohol
Merupakan penyebab yang sering dari sirosis hepatik khususnya di negara barat.
Perkembangan sirosis tergantung dari jumlah dan seringnya mengkonsumsi alkohol
dimana konsumsi alkohol yang kronis dan dalam jumlah yang besar menyebabkan
kerusakan pada sel hati. Sebanyak 30 % individu yang mengkonsumsi minuman keras
sebanyak 8-16 ons sehari dalam 10 tahun atau lebih dapat berkembang menjadi
sirosis. Alkohol dapat menyebabkan penyakit hati mulai dari yaug sederhana yaitu
fatty liver (steatosis), fatty liver yang disertai inflamasi (steatohepatitis), sampai
sirosis hepatik.
3. Metabolik
Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha 1 antitripsin,
galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM dan penyakit penimbunan Glikogen.
4. Kolestasis kronik atau sirosis biliar sekunder intra dan ekstrahepatik
5. Bendungan aliran vena hepatika, dapat terjadi pada penyakit vena oklusif, penyakit
perikarditis konstriktif dan syndrome Budd-chiari.
6. Gangguan imunitas seperti pada hepatitis lupoid
7. Toksin dan obat seperti MTX, INH, Metildopa
6
8. Operasi pintas usus halus pada obesitas. Dalam hal ini dikaitkan dengan masa transit
yang pendek sehingga metabolit-metabolit antara lain garam empedu dalam
komposisi yang berbeda mencapai usus besar dan mengalami penyerapan kembali
sehingga menimbulkan reaksi radang menahun di dalam hati.
9. Malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistosomiasis
Mengenai malaria sebagai penyebab sirosis belum ada kepastian, sebab parasit
malaria tidak menyebabkan sumbatan yang kronis pada pembuluh darah lobus
didalam daerah porta atau dalam sinusoid seperti halnya pada infeksi sistosomiasis.
Mungkin dihubungkan dengan kemudahan timbulnya keadaan malnutrisi atau
keracunan kronis yang dapat menyebabkan peradangan kronis dalam hati.
10. Tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik/ heterogenous.
2.3 Patogenesis
Akibat nekrosis sel-sel hati yang meliputi daerah luas (hepatoseluler) menyebabkan
terjadinya kolaps lobulus hati dan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya
septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi
sirosis hati hampir sama atau sama. Septa bisa terbentuk dari sel retikulum penyangga yang
kolaps dan berubah menjadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang
satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini
menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan
menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel
duktulus, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. 1,5
Fibrogenesis sebenarnya adalah proses penyembuhan hati yang ditandai oleh akumulasi
matriks ekstraseluler dengan pembentukan jaringan parut yang membungkus daerah yang
mengalami jejas, namun hal ini menyebabkan rusaknya arsitektur hati yang normal. Sel yang
mempunyai peran sentral dalam fibrogenesis adalah sel-sel stelate hati ( Hepatic Stellate Cell:
HSC ), yang letaknya di daerah perisinusoid. Pada hati normal HSC hanya mengekspresikan
kolagen 1 dalam jumlah sangat sedikit. Sebaliknya HSC yang mengalami aktifasi akibat
nekrosis sel hati akan mengalami proliferasi berubah menjadi matriks ekstraseluler dalam
jumlah besar.2
2.4 Diagnosa
Keluhan1,2
Keluhan pasien sirosis Hepatis tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati
disebabkan karena proses hepatitis kronik yang masih aktif yang berjalan bersamaan dengan
7
sirosis hepatik yang sedang terjadi. Dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini).
1. Fase kompensasi sempurna:
Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau samar-samar dan tidak khas seperti
pasien merasa tidak bugar, kelelahan, selera makan menurun, perut kembung, mual,
mencret, konstipasi, berat badan menurun, nyeri tumpul atau perasaan berat pada kuadran
kanan atas dan lain-lain. Keluhan tersebut tidak banyak berbeda dengan pasien hepatitis
kronik aktif tanpa sirosis hepatik dan tergantung pada luasnya kerusakan hati. Pada
beberapa kasus bahkan tidak terdiagnosa selama hidupnya dan baru diketahui sewaktu
dilakukan autopsi.
2. Fase dekompensasi:
Pada fase ini sirosis hepatik sudah dapat ditegakkan diagnosanya dengan bantuan
pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti eritema
palmaris, spider nevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan
ascites. Ikterus dengan air kencing berwarna seperti air teh pekat mungkin akibat penyakit
yang berlanjut atau kearah keganasan. Bisa juga pasien datang dengan keluhan gangguan
pembekuan darah seperti pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid dan kadang
pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder. Sebagian pasien datang dengan gejala
hematemesis, hematemesis dan melena, atau melena saja akibat pendarahan varises
esofagus. Bisa juga pasien datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati
hepatika sampai koma hepatik.
Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis dari sirosis hepatis merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis,
yaitu gagal sel hati dan hipertensi portal.
8
1. Manifestasi gagal hepatoseluler
- Ikterus, suatu keadaan dimana plasma, kulit dan selaput lendir menjadi kuning yang
disebabkan kegagalan sel hati membuang bilirubin dari darah (bilirubinemia). Keadaan
ini mudah dilihat pada sklera. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl ikterus
tak terlihat. Selain itu bisa tampak warna urine gelap seperti teh. 1,2,5
- Spider nevi, terlihat pada kulit khususnya sekitar leher , bahu dan dada. Merupakan
pelebaran arteriol-arteriol bawah kulit yang berbentuk titik merah yang agak menonjol
dari permukaan kulit dengan beberapa garis radier yang merupakan kaki-kakinya
sepanjang 2-3 mm dengan bentuk seperti laba-laba. Bila pusatya ditekan, maka kaki-
kakinya akan ikut menghilang. Spider nevi merupakan salah satu tanda
hiperestrogenisme akibat menurunnya kemampuan sel hati mengubah estrogen dan
derivatnya.4
- Eritema palmaris, ditemukan pada ujung-ujung jari tangan serta telapak tangan daerah
tenar dan hipotenar. Merupakan tanda hiperestrogenisme dengan dasar yang sama
seperti spider nevi.1,4
- Kelainan lain akibat hiperestrogenisme antara lain ginekomasti, alopesia daerah
pektoralis, aksila dan pubis serta dapat terjadi atropi testis pada laki-laki. Sedangkan
pada wanita berupa mengurangnya menstruasi hingga amenore. Hal ini terjadi akibat
meningkatnya konversi androstenedione menjadi estrone dan estradiol dan menurunnya
degradasi estradiol di hati. 2,5
- Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan oleh peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat dan kegagalan
fungsi hati.2,5
- Ensefalopati hepatikum hingga koma hepatikum. Merupakan gangguan neurologi berupa
penurunan kesadaran diduga akibat kelainan metabolisme amonia dan peningkatan
kepekaan otak terhadap toksin.2
2. Manifestasi hipertensi portal
Hipertensi portal merupakan peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas normal
yaitu 6-12 cm H2O akibat peningkatan resistensi aliran darah melalui hati dan peningkatan
aliran arteri splangnikus, dimana kedua hal tersebut mengurangi aliran keluar melalui vena
hepatika dan meningkatkan aliran masuk secara bersama-sama sehingga menghasilkan
beban berlebihan pada sistem portal. Hipertensi portal akan menimbulkan beberapa
kelainan berikut:
- Varises esofagus. Dengan meningginya tekanan vena porta, tekanan dalam
pembuluh darah kolateral juga akan meninggi sehingga jelas terlihat pembuluh darah
esofagus menjadi lebar dan berkelok-kelok.9
- Kotateral dan kaput medussaeu, merupakan dilatasi vena-vena superficial dinding
abdomen dan dilatasi vena sekitar umbilikus. 4
- Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronik
akibat bendungan dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis. 2
- Asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.
Asites yang berhubungan dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu
contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme
transudasi. Menurut teori vasodilatasi perifer, faktor patogenesis pembentukan asites
yang amat penting adalah hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktor lokal dan
gangguan fungsi ginjal yang sering disebut faktor sistemik (Gambar 2). 2
- Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites, dan dapat dijelaskan
sebagai akibat hipoalbuminemia dan retensi garam serta air.
Gambar 2. Bagan Patogenesis Asites sesuai Teori Vasodilatasi Perifer
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Sel - sel darah
Pemeriksaan darah tepi memperlihatkan Hb yang mungkin agak rendah dengan
gambaran normokromik normositik, hipokromik mikrositik atau makrositik. Keadaan
anemia yang timbul dapat disebabkan akibat perdarahan gastrointestinal akut dan 10
Hipertensi Porta
Sirosis Hati
Vasodilatasi Arteriolae Splangnikus
Tekanan Intrakapiler dan Koefisien Filtrasi meningkat
Volume efektif darah arteri menurun
Aktivasi ADH, sistem simpatis, RSSA
Retensi air dan garamTerbentuk Asites
Pembentukan cairan limfe lebih besar daripada aliran balik
kronis, dapat juga merupakan sebagian keadaan hipersplenisme sehingga juga ada
lekosit yang rendah dan trombosit yang rendah. Sedangkan pada sirosis alkoholik, Hb
yang rendah disebabkan oleh efek penekanan langsung sumsum tulang oleh alkohol. 1,2,4
b. Biokimia Darah
Pemeriksaan biokimia yang penting untuk sirosis hati meliputi pemeriksaan serum
glutamil oksalo asetat transaminase (SGOT) atau aspartat aminotrasferase (AST) akan
meninggi. Demikian pula serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) atau alanin
aminotrasferase (ALT) juga meninggi. Kenaikan kadar enzim transaminase tidak
merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan
kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. 1
Alakali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.
Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan
sirosis bilier primer.
Gamma-glutamiltranspeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik,
karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan
bocornya GGT dari hepatosit.
Bilirubin total akan meninggi tetapi jarang yang amat meninggi di atas 10 mg%
sampai 15 mg%. Fraksi bilirubin direk dan indirek umumnya hampir sama. 4
Protein total mungkin agak rendah, terutama bila ditemukan keadaan malnutrisi.
Fraksi protein akan memperlihatkan albumin yang menurun dan globulin yang meninggi.
Albumin sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis. Globulin konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi
imunoglobulin.2
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas. Pemeriksaan Na, K dan Cl perlu dalam rangka
menentukan pembatasan garam dalam diit dan penggunaan diuretikum terutama pada
penderita dengan asites dan edema.
Pada sirosis hati yang lanjut sering terjadi peninggian kadar gula darah. Hal ini
dikaitkan dengan berkurangnya kemampuan sel hati untuk membentuk glikogen. Keadaan
gula darah yang sukar dikendalikan pada sirosis hati mempunyai prognosis yang kurang
baik.4
11
2. Pemeriksaan Serologi
a. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg dan HbcAg, dan bila mungkin
HBV DNA, HCV RNA adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati.
b. Pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menetukan apakah telah terjadi
transformasi kearah keganasan. Nilai AFP yang terus naik (>500-1000) mempunyai nilai
diagnostik untuk suatu hepatoma / kanker hati primer. 1
3. Pemeriksaan Hemostasis
Pemeriksaan hemostasis pada sirosis hati amat penting dalam kaitannya dengan
keadaan hipertensi portal dan kemungkinan perdarahan baik dari varises esofagus maupun
perdarahan dari gusi dan epistaksis. Pemanjangan masa protrombin (PTT) merupakan
petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vitamin K parenteral dapat
memperbaiki masa protrombin.
4. Pemeriksaan Penunjang Lainnya.
a. Biopsi hati
Diagnosis pasti sirosis hati dapat ditegakkan secara mikroskopis dengan melakukan
biopsi hati. Dapat dilakukan dengan cara biopsi hati perkutaneus atau biopsi terarah
sambil melakukan peritoneoskopi. Biopsi sulit dikerjakan dalam keadaan asites yang
banyak dan hati yang mengecil.1
b. USG Abdomen
Pada saat ini pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin
penyakit hati karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun
sensitifitasnya kurang. Yang dilihat pada USG antara lain tepi hati, permukaan,
pembesaran, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta,
pelebaran saluran empedu, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL ( Space
Occupying Lesion). Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan iregular
dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. 2 Sonografi dapat mendukung obstruktif
batu kandung empedu dan saluran empedu. 1
c. Esofagoskopi
Dengan Esofagoskopi dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati /
hipertensi portal. Kelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan
varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan
(red color sign) berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan
yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut
dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan perdarahan yang lebih
besar.1
d. Sidikan Hati12
Radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil parenkim hati, sel
retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor
hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat
pengambilan radio nukleid hati secara bertumpuk-tumpuk (patchy) dan difus.
e. Pemeriksaan Cairan Asites
Dilakukan dengan pungsi asites. Melalui pungsi asites dapat dijumpai tanda-tanda
infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat. Pemeriksaan
yang dilakukan terhadap cairan pungsi antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur
cairan, dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.
2.5 Penatalaksanaan
Terapi sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal
serta etiologi dari sirosis itu sendiri. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan
penanganan komplikasi. Pengobatan untuk sirosis dekompensata adalah sebagai berikut:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang cukup baik memerlukan istirahat yang
cukup, makanan yang adekuat dan seimbang. Protein diberikan dengan jumlah 1 g/kg BB
dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Lemak antara 30% - 40 % jumlah kalori dan
sisanya adalah hidrat arang. Bila timbul tanda-tanda ensefalopati jumlah protein
diturunkan.1
2. Untuk asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram atau 90 mmol/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tana adanya edema
kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak
adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian
furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari.
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter
dan dilindungi dengan pemberian albumin.
3. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena
saja). Pasien dirawat di rumah sakit sebagai kasus perdarahan saluran cerna atas.
- Pertama dilakukan pemasangan NGT tube untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari saluran cerna, disamping melakukan aspirasi cairan lambung
yang berisi darah dan untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau belum.
- Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik di bawah 100 mmHg, nadi di atas
100x/ menit atau Hb di bawah 9 g% dilakukan pemberian IVFD dekstrosa atau salin
dan tranfusi darah secukupnya.13
- Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 g dalam 500 cc cairan D5% atau salin.
- Untuk mencegah rebleeding dopat diberikan cbat penyekat reseptor beta
(beta bloker) secara oral dalam dosis yang dapat menurunkan denyut nadi sampai 25%.
4. Peritonitis bakterial spontan biasa dijumpai pada pasien sirosis alkoholik dengan asites.
Terapi diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim 2 g/8 jam i.v, amoksisilin atau
golongan aminoglikosida.
5. Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCl pada
hipokalemia, mengurangi pemasukan protein makanan, aspirasi cairan lambung bagi
pasien yang mengalami perdarahan pada varises, pemberian neomisin per oral untuk
strerilisasi usus dan pemberian antibiotik pada keadaan infeksi sistemik. Laktulosa
membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk
mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat
badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.
6. Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur
keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati merupakan terapi definitif pada pasien
sirosis dekompensata. Namun, sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang
harus dipenuhi resipien terdahulu.
2.6 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang
sering dijumpai antara lain peritonitisbakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh
satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini
tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh sampai 40%
pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu
tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.
Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-
mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan
kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks
dan hipertensi portopulmonal.
2.7 Prognosis14
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-
Pugh (Tabel 1) digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani
operasi. Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati,
dan INR. Klasifikasi ini terdiri dari A, B, C, klasifikasi ini berkaitan dengan kelangsungan hidup.
Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita dengan Child-Pugh A, B, dan C
berturut-turut ialah 100%, 80%, dan 45%. Klasifikasi ini juga dapat digunakan untuk menilai
prognosis penderita sirosis hepatis. 2,5
Tabel 1. Klasifikasi Child-Pugh untuk Menentukan Prognosis5
Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati
Derajat Kerusakan A B C
Bilirubin Serum
(μmol/dl)
< 35 35 - 50 > 50
Albumin Serum
(gr/dl)
> 35 30- 35 < 30
Asites - Mudah dikontrol Sulit dikontrol
Ensefalopati - Minimal Berat/koma
Nutrisi Baik Minimal Berat/koma
Angka Kelangsungan Hidup Selama 1
Tahun
100% 80% 45%
15
DAFTAR PUSTAKA
Cirrhosis and its complication-introduction. In : Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E,
Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J (eds). Harrison principles of internal medicine. 17th
ed. USA 2008 : McGraw-Hill Companies. pp. 6195-206.
Nurdjanah S. Sirosis hati. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta 2009: pusat penerbitan ilmu penyakit dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.443-6.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Interna
Publishing.
Wibawa DN, Astera WM. Sirosis Hepatis. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam RSUP
Sanglah. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar 2004.
Ogilvie A. Cirrhosis of The Liver. Available at:
http://www.notdoctor.co.uk/diseases/faets/cirrhosis.htm .
Boedi S. Liver Cirrhosis. 2004. Available at: http://www.kusaeni.com/blog/cirrhosis .
Anugerah P. Sirosis Hati Dalam Patofisiologi Proses-Proses Penyakit. Penerbit
Buku Kedokteran Edisi Keempat. EGC .Jakarta 1998;445-453.
The American Gastroenterological Association.
16