23
LAPORAN KASUS Ny. H , 51 tahun seorang Ibu Rumah tangga, berstatus menikah, alamat Burni sari RT 02/04, Jaya Giri, Sindang Barang, Cianjur. Tanggal masuk rumah sakit 06 juli 2015 Keluhanan Utama: Perut membesar Perjalanan Penyakit: Pasien mengeluh sejak 2 bulan SMRS perut pasien semakin lama semakin membesar. Awalnya perut kecil lalu semakin lama semakin membesar dan terasa meregang. Perut juga terasa nyeri yang menjalar ke bagian pinggang. 1 bulan yang lalu BAK berwarna seperti teh pekat, tidak disertai nyeri saat berkemih dan BAB berwarna kehitaman seperti aspal. 1 minggu yang lalu pasien merasa mata terlihat berwarna kuning. Keluhan disertai dengan lemas, mual, terkadang sesak karena perut yang membesar dan nafsu makan menurun. Keluhan tidak disertai batuk, panas badan,nyeri dada dan riwayat bengkak pada kaki maupun tangan. Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien mengaku ± 10 tahun yang lalu pernah menderita penyakit kuning dan saat itu terasa lemas, cepat lelah nafsu makan menurun. Tidak ada riwayat hipertensi dan DM, lergi terhadap obat dan cuaca. Riwayat Keluarga: Anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat yang sama dengan keluhan pasien. Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki diabetes, darah tinggi, penyakit kuning, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker, anemia, epilepsi, atau penyakit mental, urtikaria, rinitis serta alergi. Riwayat Pengobatan : Pasien mengaku belum berobat untuk penyakitnya yang sekarang. Riwayat Psikososial: Pasien menyangkal mempunyai riwayat merokok dan minum alkohol 1

Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Presentasi Kasus Sirosis Hepatis

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

LAPORAN KASUS

Ny. H , 51 tahun seorang Ibu Rumah tangga, berstatus menikah, alamat Burni sari RT 02/04, Jaya Giri, Sindang Barang, Cianjur. Tanggal masuk rumah sakit 06 juli 2015

Keluhanan Utama: Perut membesar

Perjalanan Penyakit: Pasien mengeluh sejak 2 bulan SMRS perut pasien semakin lama semakin membesar. Awalnya perut kecil lalu semakin lama semakin membesar dan terasa meregang. Perut juga terasa nyeri yang menjalar ke bagian pinggang. 1 bulan yang lalu BAK berwarna seperti teh pekat, tidak disertai nyeri saat berkemih dan BAB berwarna kehitaman seperti aspal. 1 minggu yang lalu pasien merasa mata terlihat berwarna kuning. Keluhan disertai dengan lemas, mual, terkadang sesak karena perut yang membesar dan nafsu makan menurun. Keluhan tidak disertai batuk, panas badan,nyeri dada dan riwayat bengkak pada kaki maupun tangan. Riwayat Penyakit Dahulu:Pasien mengaku ± 10 tahun yang lalu pernah menderita penyakit kuning dan saat itu terasa lemas, cepat lelah nafsu makan menurun. Tidak ada riwayat hipertensi dan DM, lergi terhadap obat dan cuaca.

Riwayat Keluarga:Anggota keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat yang sama dengan keluhan pasien.Tidak ada riwayat keluarga yang memiliki diabetes, darah tinggi, penyakit kuning, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal, kanker, anemia, epilepsi, atau penyakit mental, urtikaria, rinitis serta alergi.

Riwayat Pengobatan :Pasien mengaku belum berobat untuk penyakitnya yang sekarang.

Riwayat Psikososial: Pasien menyangkal mempunyai riwayat merokok dan minum alkohol

1

Page 2: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

Pemeriksaan Fisik

Vital Signs. Keadaan umu terlihat lemah, Kesadaran Compos mentis, Tekanan darah 100/70 mmHg. Frekuensi nadi (HR) 68 kali/ menit teratur, kuat angkat, isi cukup. Frekuensi pernapasan (RR) 16 x/ menit. Suhu 36,8 C.

Kulit. Telapak tangan hangat dan lembab, eritema palmaris (-) .clubbing finger (-). Kuku tidak sianosis.

Kepala, Mata, Telinga, Hidung, Tenggorokan. Kepala: distribusi rambut rata, tidak mudah rontok. Mata: Visus mata tidak diketahui. Konjungtiva anemis +/+ ; Sclera ikterik +/+ . Pupil isokor. Reflek cahaya +/+. Telinga: Normotia. Sekret tidak ada. Hidung: Mukosa merah muda, septum garis tengah. Tidak ada nyeri sinus. Tanpa pernapasan cuping hidung. Mulut: Mukosa oral merah muda. Lidah ditengah. Tonsil tenang, faring tidak hiperemis.

Leher. Trakea pada garis tengah. Tiroid tidak teraba membesar. Kelenjar Getah Bening tidak teraba membesar.

Thorax dan paru-paru. Pergerakan dinding dada simetris, tanpa retraksi. Paru-paru sonor. Vokal Fremitus simetris. Bunyi napas vesikuler, tanpa terdengar bunyi wheezing dan ronki pada kedua lapangan paru.

Kardiovaskular. Tekanan vena jugularis 2 cm di atas sudut sternum. Ictus cordis teraba di ICS V linea midklavikula sinistra. Baik S1 dan S2 murni, reguler. Tidak ada terdengar murmur sistolik dan diastolik.

Abdomen. Tampak Cembung. Tidak ada bekas luka. Bising usus aktif. tympani di 4 kuadran abdomen, terdapat shifting dullnes, undulasi (+), venektasi (+). Hepatomegali spleenomegali sulit dinilai. Teraba massa di abdomen atas permukaan berbenjol benjol, konsistensi keras, immobille, nyeri tekan. Tidak ada nyeri tekan sudut costovertebral (CVA).

Ekstremitas. Akral Hangat, tidak ada edema, RCT <2detik

Pemeriksaaan penunjang :Hematologi rutin 06 Juli 2015

Hematologi Rutin

Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hemoglobin 9.9 12 – 16 g/dl

Hematokrit 28.3 37 – 47 %

Eritrosit 3.14 4.2 – 5.4 10^6/ul

Leukosit 6.6 4.8 – 10.8 10^3/ul

Trombosit 140 150 – 450 10^3/ul

MCV 88.9 80 – 84 fL

MCH 28.4 27 – 31 pg

2

Page 3: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

MCHC * 35.0 33 – 37 %

RDW-SD *85.5 10 – 15 fL

PDW 15.7 9 – 14 fL

MPV 9.3 8 – 12 fL

Diferential Hasil Nilai Rujukan

Satuan

LYM % 9.5 26 – 36 %

MXD % 1.3 0 – 11 %

NEU % 84,5 40 – 70 %

Absolut

LYM # 0.6 1.00 – 1.43

10^3/ul

MXD # 0.1 0 – 12 10^3/ul

NEU # 5.3 1.8 – 7.6 10^3/ul

Fungsi hati Hasil Nilai Rujukan

Satuan

SGOT

SGPT

686

79

15 – 37

12 - 78

U/l

U/l

Fungsi hati

Hasil Nilai Rujukan

Satuan

HbsAg Reactive (+)

Reactive (-)

Protein total

8.39 6.7 -7.9 g/dL

3

Page 4: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

Albumin 2.82 3.4 – 5.0 g/dL

Globulin 5.57 1.5 – 3.0 g/dL

Diagnosis :1. Sirosis Hepatis ec. Hepatitis B

Dd/ Karsinoma Hepar

Planning1. Infus D5% 500cc/24jam2. Diet Nasi Tim3. Furosemid 3x40mg IV4. Vit K 3x1 amp 5. Spinolakton 1x100mg6. Propanolol 3x10mg7. Pungsi Asites, didapatkan hasil cairan berwana kemerahan (kirim Lab cek SAAG)8. HbsAg9. Usg Abdomen

Follow Up

08 juli 2015

S O A P

Bengkak perut berkurang, lemas.

TD: 110/70 N: 68 x/ menit,RR: 20x/ menitSuhu: 36,3 CKA +/+, SI +/+RH-/-, WH -/-Asites (+), BU (+), H/L tidak terabaHasil Lab :SAAG : 2.89 g.dl

Karsinoma Hepar dengan Sirosis Hepatis ec . Hepatitis B

Infus D5% 500cc/24jam Diet Nasi Tim Furosemid 3x40mg IV Vit K 3x1 amp Spinolakton 1x100mg Propanolol 3x10mg

9 juli 2015

S O A P

Bengkak diperut (perbaikan), lemas dan mual.Belum BAB 3 hari.

TD: 110/70 N: 68 x/ menit,RR: 20x/ menitSuhu: 36,3 CKA +/+, SI +/+RH-/-, WH -/-Asites (+), BU (+),

Karsinoma Hepar dengan Sirosis Hepatis ec . Hepatitis B

Infus D5% 500cc/24jam Diet Nasi Tim Furosemid 3x40mg IV Vit K 3x1 amp Spinolakton 1x100mg Propanolol 3x10mg Laksadin 3x1

4

Page 5: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

H/L tidak terabaHasil USG :Menyokong ke arah CA hepar

Hasil USG : Menyokong gambaran hepatoselular karsinoma lobus kanan dan kiri

ditandai adanya lesi hipoekhoik inhomogen. Batas tidak tegas, tepi ireguler berukuran

lebih dari 6 cm. Asites abdoment bawah.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Suatu penyakit hati menahun berupa kerusakan parenkim difus yang ditandai oleh perubahan

sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar, dan seluruh sistem arsitektur hati yang

disebabkan oleh fibrosis difus, penumpukan jaringan ikat kolagen, serta regenerasi noduler

5

Page 6: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

hepatosit.6 Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang

berarti kuning orange (orange yellow), karena adanya perubahan warna pada nodul-nodul yang

terbentuk. Gambaran ini terjadi akibat adanya nekrosis dari hepatosit kolapsnya jaringan penyangga,

sumbatan pembuluh darah dan regenerasi dan parenkim dari parenkim hati yang tersisa.2

2.2 Klasifikasi dan Etologi 1,2

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3

mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan

makronodular.Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini

juga kurang memuaskan.

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1)

alkoholik, 2) kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak dan 5)

metabolik, keturunan dan terkait obat. Adapun penyebab dari sirosis hepatik antara lain:

1. Hepatitis virus tipe B dan C

Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis

sebesar 40-50%,dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak

diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Sekitar 30-

40% pasien sirosis memiliki HBsAg(+) dan kira-kira pada 10-20% terdapat tanda

infeksi masa lalu yaitu anti-HB core (+).

2. Alkohol

Merupakan penyebab yang sering dari sirosis hepatik khususnya di negara barat.

Perkembangan sirosis tergantung dari jumlah dan seringnya mengkonsumsi alkohol

dimana konsumsi alkohol yang kronis dan dalam jumlah yang besar menyebabkan

kerusakan pada sel hati. Sebanyak 30 % individu yang mengkonsumsi minuman keras

sebanyak 8-16 ons sehari dalam 10 tahun atau lebih dapat berkembang menjadi

sirosis. Alkohol dapat menyebabkan penyakit hati mulai dari yaug sederhana yaitu

fatty liver (steatosis), fatty liver yang disertai inflamasi (steatohepatitis), sampai

sirosis hepatik.

3. Metabolik

Hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha 1 antitripsin,

galaktosemia, tirosinemia kongenital, DM dan penyakit penimbunan Glikogen.

4. Kolestasis kronik atau sirosis biliar sekunder intra dan ekstrahepatik

5. Bendungan aliran vena hepatika, dapat terjadi pada penyakit vena oklusif, penyakit

perikarditis konstriktif dan syndrome Budd-chiari.

6. Gangguan imunitas seperti pada hepatitis lupoid

7. Toksin dan obat seperti MTX, INH, Metildopa

6

Page 7: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

8. Operasi pintas usus halus pada obesitas. Dalam hal ini dikaitkan dengan masa transit

yang pendek sehingga metabolit-metabolit antara lain garam empedu dalam

komposisi yang berbeda mencapai usus besar dan mengalami penyerapan kembali

sehingga menimbulkan reaksi radang menahun di dalam hati.

9. Malnutrisi, infeksi seperti malaria, sistosomiasis

Mengenai malaria sebagai penyebab sirosis belum ada kepastian, sebab parasit

malaria tidak menyebabkan sumbatan yang kronis pada pembuluh darah lobus

didalam daerah porta atau dalam sinusoid seperti halnya pada infeksi sistosomiasis.

Mungkin dihubungkan dengan kemudahan timbulnya keadaan malnutrisi atau

keracunan kronis yang dapat menyebabkan peradangan kronis dalam hati.

10. Tidak diketahui penyebabnya dinamakan sirosis kriptogenik/ heterogenous.

2.3 Patogenesis

Akibat nekrosis sel-sel hati yang meliputi daerah luas (hepatoseluler) menyebabkan

terjadinya kolaps lobulus hati dan memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya

septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologinya berbeda, gambaran histologi

sirosis hati hampir sama atau sama. Septa bisa terbentuk dari sel retikulum penyangga yang

kolaps dan berubah menjadi parut. Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang

satu dengan yang lainnya atau porta dengan sentral (bridging necrosis).

Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini

menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran darah porta, dan

menimbulkan hipertensi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel

duktulus, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. 1,5

Fibrogenesis sebenarnya adalah proses penyembuhan hati yang ditandai oleh akumulasi

matriks ekstraseluler dengan pembentukan jaringan parut yang membungkus daerah yang

mengalami jejas, namun hal ini menyebabkan rusaknya arsitektur hati yang normal. Sel yang

mempunyai peran sentral dalam fibrogenesis adalah sel-sel stelate hati ( Hepatic Stellate Cell:

HSC ), yang letaknya di daerah perisinusoid. Pada hati normal HSC hanya mengekspresikan

kolagen 1 dalam jumlah sangat sedikit. Sebaliknya HSC yang mengalami aktifasi akibat

nekrosis sel hati akan mengalami proliferasi berubah menjadi matriks ekstraseluler dalam

jumlah besar.2

2.4 Diagnosa

Keluhan1,2

Keluhan pasien sirosis Hepatis tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati

disebabkan karena proses hepatitis kronik yang masih aktif yang berjalan bersamaan dengan

7

Page 8: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

sirosis hepatik yang sedang terjadi. Dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan

hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini).

1. Fase kompensasi sempurna:

Pada fase ini pasien tidak mengeluh sama sekali atau samar-samar dan tidak khas seperti

pasien merasa tidak bugar, kelelahan, selera makan menurun, perut kembung, mual,

mencret, konstipasi, berat badan menurun, nyeri tumpul atau perasaan berat pada kuadran

kanan atas dan lain-lain. Keluhan tersebut tidak banyak berbeda dengan pasien hepatitis

kronik aktif tanpa sirosis hepatik dan tergantung pada luasnya kerusakan hati. Pada

beberapa kasus bahkan tidak terdiagnosa selama hidupnya dan baru diketahui sewaktu

dilakukan autopsi.

2. Fase dekompensasi:

Pada fase ini sirosis hepatik sudah dapat ditegakkan diagnosanya dengan bantuan

pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Terutama bila

timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti eritema

palmaris, spider nevi, vena kolateral pada dinding perut, ikterus, edema pretibial dan

ascites. Ikterus dengan air kencing berwarna seperti air teh pekat mungkin akibat penyakit

yang berlanjut atau kearah keganasan. Bisa juga pasien datang dengan keluhan gangguan

pembekuan darah seperti pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid dan kadang

pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder. Sebagian pasien datang dengan gejala

hematemesis, hematemesis dan melena, atau melena saja akibat pendarahan varises

esofagus. Bisa juga pasien datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati

hepatika sampai koma hepatik.

Pemeriksaan Fisik

Manifestasi klinis dari sirosis hepatis merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis,

yaitu gagal sel hati dan hipertensi portal.

8

Page 9: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

1. Manifestasi gagal hepatoseluler

- Ikterus, suatu keadaan dimana plasma, kulit dan selaput lendir menjadi kuning yang

disebabkan kegagalan sel hati membuang bilirubin dari darah (bilirubinemia). Keadaan

ini mudah dilihat pada sklera. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl ikterus

tak terlihat. Selain itu bisa tampak warna urine gelap seperti teh. 1,2,5

- Spider nevi, terlihat pada kulit khususnya sekitar leher , bahu dan dada. Merupakan

pelebaran arteriol-arteriol bawah kulit yang berbentuk titik merah yang agak menonjol

dari permukaan kulit dengan beberapa garis radier yang merupakan kaki-kakinya

sepanjang 2-3 mm dengan bentuk seperti laba-laba. Bila pusatya ditekan, maka kaki-

kakinya akan ikut menghilang. Spider nevi merupakan salah satu tanda

hiperestrogenisme akibat menurunnya kemampuan sel hati mengubah estrogen dan

derivatnya.4

- Eritema palmaris, ditemukan pada ujung-ujung jari tangan serta telapak tangan daerah

tenar dan hipotenar. Merupakan tanda hiperestrogenisme dengan dasar yang sama

seperti spider nevi.1,4

- Kelainan lain akibat hiperestrogenisme antara lain ginekomasti, alopesia daerah

pektoralis, aksila dan pubis serta dapat terjadi atropi testis pada laki-laki. Sedangkan

pada wanita berupa mengurangnya menstruasi hingga amenore. Hal ini terjadi akibat

meningkatnya konversi androstenedione menjadi estrone dan estradiol dan menurunnya

degradasi estradiol di hati. 2,5

- Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan oleh peningkatan

konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat dan kegagalan

fungsi hati.2,5

- Ensefalopati hepatikum hingga koma hepatikum. Merupakan gangguan neurologi berupa

penurunan kesadaran diduga akibat kelainan metabolisme amonia dan peningkatan

kepekaan otak terhadap toksin.2

2. Manifestasi hipertensi portal

Hipertensi portal merupakan peningkatan tekanan vena porta yang menetap di atas normal

yaitu 6-12 cm H2O akibat peningkatan resistensi aliran darah melalui hati dan peningkatan

aliran arteri splangnikus, dimana kedua hal tersebut mengurangi aliran keluar melalui vena

hepatika dan meningkatkan aliran masuk secara bersama-sama sehingga menghasilkan

beban berlebihan pada sistem portal. Hipertensi portal akan menimbulkan beberapa

kelainan berikut:

- Varises esofagus. Dengan meningginya tekanan vena porta, tekanan dalam

pembuluh darah kolateral juga akan meninggi sehingga jelas terlihat pembuluh darah

esofagus menjadi lebar dan berkelok-kelok.9

Page 10: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

- Kotateral dan kaput medussaeu, merupakan dilatasi vena-vena superficial dinding

abdomen dan dilatasi vena sekitar umbilikus. 4

- Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronik

akibat bendungan dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis. 2

- Asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum.

Asites yang berhubungan dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu

contoh penimbunan cairan di rongga peritoneum yang terjadi melalui mekanisme

transudasi. Menurut teori vasodilatasi perifer, faktor patogenesis pembentukan asites

yang amat penting adalah hipertensi porta yang sering disebut sebagai faktor lokal dan

gangguan fungsi ginjal yang sering disebut faktor sistemik (Gambar 2). 2

- Edema perifer umumnya terjadi setelah timbulnya asites, dan dapat dijelaskan

sebagai akibat hipoalbuminemia dan retensi garam serta air.

Gambar 2. Bagan Patogenesis Asites sesuai Teori Vasodilatasi Perifer

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Sel - sel darah

Pemeriksaan darah tepi memperlihatkan Hb yang mungkin agak rendah dengan

gambaran normokromik normositik, hipokromik mikrositik atau makrositik. Keadaan

anemia yang timbul dapat disebabkan akibat perdarahan gastrointestinal akut dan 10

Hipertensi Porta

Sirosis Hati

Vasodilatasi Arteriolae Splangnikus

Tekanan Intrakapiler dan Koefisien Filtrasi meningkat

Volume efektif darah arteri menurun

Aktivasi ADH, sistem simpatis, RSSA

Retensi air dan garamTerbentuk Asites

Pembentukan cairan limfe lebih besar daripada aliran balik

Page 11: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

kronis, dapat juga merupakan sebagian keadaan hipersplenisme sehingga juga ada

lekosit yang rendah dan trombosit yang rendah. Sedangkan pada sirosis alkoholik, Hb

yang rendah disebabkan oleh efek penekanan langsung sumsum tulang oleh alkohol. 1,2,4

b. Biokimia Darah

Pemeriksaan biokimia yang penting untuk sirosis hati meliputi pemeriksaan serum

glutamil oksalo asetat transaminase (SGOT) atau aspartat aminotrasferase (AST) akan

meninggi. Demikian pula serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) atau alanin

aminotrasferase (ALT) juga meninggi. Kenaikan kadar enzim transaminase tidak

merupakan petunjuk tentang berat dan luasnya kerusakan parenkim hati. Kenaikan

kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. 1

Alakali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan

sirosis bilier primer.

Gamma-glutamiltranspeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali

fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik,

karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan

bocornya GGT dari hepatosit.

Bilirubin total akan meninggi tetapi jarang yang amat meninggi di atas 10 mg%

sampai 15 mg%. Fraksi bilirubin direk dan indirek umumnya hampir sama. 4

Protein total mungkin agak rendah, terutama bila ditemukan keadaan malnutrisi.

Fraksi protein akan memperlihatkan albumin yang menurun dan globulin yang meninggi.

Albumin sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan

perburukan sirosis. Globulin konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan,

antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi

imunoglobulin.2

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas. Pemeriksaan Na, K dan Cl perlu dalam rangka

menentukan pembatasan garam dalam diit dan penggunaan diuretikum terutama pada

penderita dengan asites dan edema.

Pada sirosis hati yang lanjut sering terjadi peninggian kadar gula darah. Hal ini

dikaitkan dengan berkurangnya kemampuan sel hati untuk membentuk glikogen. Keadaan

gula darah yang sukar dikendalikan pada sirosis hati mempunyai prognosis yang kurang

baik.4

11

Page 12: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

2. Pemeriksaan Serologi

a. Pemeriksaan marker serologi pertanda virus seperti HbsAg dan HbcAg, dan bila mungkin

HBV DNA, HCV RNA adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hati.

b. Pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menetukan apakah telah terjadi

transformasi kearah keganasan. Nilai AFP yang terus naik (>500-1000) mempunyai nilai

diagnostik untuk suatu hepatoma / kanker hati primer. 1

3. Pemeriksaan Hemostasis

Pemeriksaan hemostasis pada sirosis hati amat penting dalam kaitannya dengan

keadaan hipertensi portal dan kemungkinan perdarahan baik dari varises esofagus maupun

perdarahan dari gusi dan epistaksis. Pemanjangan masa protrombin (PTT) merupakan

petunjuk adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vitamin K parenteral dapat

memperbaiki masa protrombin.

4. Pemeriksaan Penunjang Lainnya.

a. Biopsi hati

Diagnosis pasti sirosis hati dapat ditegakkan secara mikroskopis dengan melakukan

biopsi hati. Dapat dilakukan dengan cara biopsi hati perkutaneus atau biopsi terarah

sambil melakukan peritoneoskopi. Biopsi sulit dikerjakan dalam keadaan asites yang

banyak dan hati yang mengecil.1

b. USG Abdomen

Pada saat ini pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin

penyakit hati karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun

sensitifitasnya kurang. Yang dilihat pada USG antara lain tepi hati, permukaan,

pembesaran, homogenitas, asites, splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta,

pelebaran saluran empedu, daerah hipo atau hiperekoik atau adanya SOL ( Space

Occupying Lesion). Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan iregular

dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. 2 Sonografi dapat mendukung obstruktif

batu kandung empedu dan saluran empedu. 1

c. Esofagoskopi

Dengan Esofagoskopi dapat dilihat varises esofagus sebagai komplikasi sirosis hati /

hipertensi portal. Kelebihan endoskopi ialah dapat melihat langsung sumber perdarahan

varises esofagus, tanda-tanda yang mengarah akan kemungkinan terjadinya perdarahan

(red color sign) berupa cherry red spot, red whale marking, kemungkinan perdarahan

yang lebih besar akan terjadi bila dijumpai tanda diffus redness. Selain tanda tersebut

dapat dievaluasi besar dan panjang varises serta kemungkinan perdarahan yang lebih

besar.1

d. Sidikan Hati12

Page 13: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

Radionukleid yang disuntikkan secara intravena akan diambil parenkim hati, sel

retikuloendotel dan limpa. Bisa dilihat besar dan bentuk hati, limpa, kelainan tumor

hati, kista, filling defek. Pada sirosis hati dan kelainan difus parenkim terlihat

pengambilan radio nukleid hati secara bertumpuk-tumpuk (patchy) dan difus.

e. Pemeriksaan Cairan Asites

Dilakukan dengan pungsi asites. Melalui pungsi asites dapat dijumpai tanda-tanda

infeksi (peritonitis bakterial spontan), sel tumor, perdarahan dan eksudat. Pemeriksaan

yang dilakukan terhadap cairan pungsi antara lain pemeriksaan mikroskopis, kultur

cairan, dan pemeriksaan kadar protein, amilase dan lipase.

2.5 Penatalaksanaan

Terapi sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal

serta etiologi dari sirosis itu sendiri. Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,

menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan

penanganan komplikasi. Pengobatan untuk sirosis dekompensata adalah sebagai berikut:

1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang cukup baik memerlukan istirahat yang

cukup, makanan yang adekuat dan seimbang. Protein diberikan dengan jumlah 1 g/kg BB

dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Lemak antara 30% - 40 % jumlah kalori dan

sisanya adalah hidrat arang. Bila timbul tanda-tanda ensefalopati jumlah protein

diturunkan.1

2. Untuk asites; tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2

gram atau 90 mmol/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.

Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respon

diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tana adanya edema

kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak

adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian

furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari.

Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter

dan dilindungi dengan pemberian albumin.

3. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau melena

saja). Pasien dirawat di rumah sakit sebagai kasus perdarahan saluran cerna atas.

- Pertama dilakukan pemasangan NGT tube untuk mengetahui apakah

perdarahan berasal dari saluran cerna, disamping melakukan aspirasi cairan lambung

yang berisi darah dan untuk mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau belum.

- Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik di bawah 100 mmHg, nadi di atas

100x/ menit atau Hb di bawah 9 g% dilakukan pemberian IVFD dekstrosa atau salin

dan tranfusi darah secukupnya.13

Page 14: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

- Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 g dalam 500 cc cairan D5% atau salin.

- Untuk mencegah rebleeding dopat diberikan cbat penyekat reseptor beta

(beta bloker) secara oral dalam dosis yang dapat menurunkan denyut nadi sampai 25%.

4. Peritonitis bakterial spontan biasa dijumpai pada pasien sirosis alkoholik dengan asites.

Terapi diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim 2 g/8 jam i.v, amoksisilin atau

golongan aminoglikosida.

5. Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCl pada

hipokalemia, mengurangi pemasukan protein makanan, aspirasi cairan lambung bagi

pasien yang mengalami perdarahan pada varises, pemberian neomisin per oral untuk

strerilisasi usus dan pemberian antibiotik pada keadaan infeksi sistemik. Laktulosa

membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk

mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat

badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

6. Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur

keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati merupakan terapi definitif pada pasien

sirosis dekompensata. Namun, sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang

harus dipenuhi resipien terdahulu.

2.6 Komplikasi

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien

sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang

sering dijumpai antara lain peritonitisbakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh

satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini

tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri,

peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut

menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.

Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh sampai 40%

pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka

kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu

tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara.

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-

mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan

kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks

dan hipertensi portopulmonal.

2.7 Prognosis14

Page 15: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,

beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-

Pugh (Tabel 1) digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani

operasi. Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati,

dan INR. Klasifikasi ini terdiri dari A, B, C, klasifikasi ini berkaitan dengan kelangsungan hidup.

Angka kelangsungan hidup selama 1 tahun untuk penderita dengan Child-Pugh A, B, dan C

berturut-turut ialah 100%, 80%, dan 45%. Klasifikasi ini juga dapat digunakan untuk menilai

prognosis penderita sirosis hepatis. 2,5

Tabel 1. Klasifikasi Child-Pugh untuk Menentukan Prognosis5

Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati

Derajat Kerusakan A B C

Bilirubin Serum

(μmol/dl)

< 35 35 - 50 > 50

Albumin Serum

(gr/dl)

> 35 30- 35 < 30

Asites - Mudah dikontrol Sulit dikontrol

Ensefalopati - Minimal Berat/koma

Nutrisi Baik Minimal Berat/koma

Angka Kelangsungan Hidup Selama 1

Tahun

100% 80% 45%

15

Page 16: Laporan Kasus I Sirosis Hepatis

DAFTAR PUSTAKA

Cirrhosis and its complication-introduction. In : Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E,

Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J (eds). Harrison principles of internal medicine. 17th

ed. USA 2008 : McGraw-Hill Companies. pp. 6195-206.

Nurdjanah S. Sirosis hati. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (eds). Buku

ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta 2009: pusat penerbitan ilmu penyakit dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.443-6.

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 5, Jilid 1. Jakarta: Interna

Publishing.

Wibawa DN, Astera WM. Sirosis Hepatis. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Dalam RSUP

Sanglah. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar 2004.

Ogilvie A. Cirrhosis of The Liver. Available at:

http://www.notdoctor.co.uk/diseases/faets/cirrhosis.htm .

Boedi S. Liver Cirrhosis. 2004. Available at: http://www.kusaeni.com/blog/cirrhosis .

Anugerah P. Sirosis Hati Dalam Patofisiologi Proses-Proses Penyakit. Penerbit

Buku Kedokteran Edisi Keempat. EGC .Jakarta 1998;445-453.

The American Gastroenterological Association.

16