23
LAPORAN KASUS DYSTONIA Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S, M.Sc Disusun oleh: Inayatul Maula 1820221059 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA 2019

LAPORAN KASUS DYSTONIA · LAPORAN KASUS DYSTONIA Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S, M.Sc Disusun oleh: Inayatul Maula 1820221059 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN KASUS

DYSTONIA

Pembimbing:

dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S, M.Sc

Disusun oleh:

Inayatul Maula

1820221059

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA

2019

2

A. IDENTITAS PASIEN

Nomor RM : 173xxx-20xx

Nama : Ny. R I

Tanggal Lahir : 10 Februari 1982

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Pringsari 04/04 Pringapus

Kab. Semarang

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Umur : 37 tahun

Pendidikan : SMA

Status Marital : Menikah

Tanggal Periksa : 27 Juni 2019

Ruangan : Poliklinik Saraf

B. SUBJEKTIF/ANAMNESA

Diperoleh dari pasien serta keluarga pasien (autoanamnesis dan aloanamnesis)

serta dari catatan rekam medik, dilakukan pada tanggal 27 Juni dan 30 Juni 2019 di

poliklinik saraf dan rumah pasien.

a) Keluhan Utama

Kepala, mulut, dan tangan tidak berhenti bergerak.

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan kepala, mulut, dan tangan tidak berhenti bergerak,

leher terasa kaku. Keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, keluhan dirasakan

secara tiba – tiba, kemudian pasien berobat ke RS KS meskipun sudah minum obat

pasien mengatakan keluhannya belum berkurang, pasien juga sempat berobat ke

RSUD Banyumas, setelah minum obat pasien mnegatakan keluhannya berkurang.

Namun, saat obatnya habis pasien kembali merasakan keluhannya, selama 1 minggu

terakhir pasien tidak bisa tidur. Selain itu, pasien sering merasa cemas dan berpikiran

buruk terhadap suaminya.

3

1 bulan sebelum keluhan muncul pasien mengaku habis terjatuh dari motor tetapi

pasien mengaku saat jatuh kepala nya tidak terbentur apapun. Riwayat keluhan

seperti ini sebelumnya disangkal. Saat ini gigi pasien juga terasa sakit. BAB dan

BAK normal. Pasien mengaku saat ini dirinya tidak bisa melakukan aktivitas apapun.

Tidak ada kelemahan anggota gerak. Pasien juga kooperatif, fungsi kognitif baik.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat keluhan serupa : disangkal

2. Riwayat sakit telinga : disangkal

3. Riwayat stroke : disangkal

4. Riwayat tekanan darah tinggi : diakui, namun pasien jarang

mengkonsumsi obat penurun

tekanan darah

5. Riwayat penyakit jantung : disangkal

6. Riwayat penyakit DM : disangkal

7. Riwayat sinusitis : disangkal

8. Riwayat batuk lama : disangkal

9. Riwayat cedera / trauma kepala : disangkal

10. Riwayat sakit gigi / gigi berlubang : diakui, namun belum ke dokter

d) Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat DM pada keluarga (+).

e) Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan seorang Ibu Rumah Tangga, yang sehari – hari berjualan

snack di rumah

Datang dengan status pasien Umum, kesan ekonomi baik

Pasien menyangkal pernah minum minuman keras atau merokok

Pasien menyangkal memakai obat-obatan terlarang dan jamu jamuan rutin

f) Riwayat Pengobatan

Pasien meminum obat dari RSUD Banyumas yaitu THP 2x1 dan Risperidone

2mg 2x1

4

g) Anamnesis Sistem

1. Sistem cerebrospinal : pusing

2. Sistem kardiovascular : Tidak ada keluhan

3. Sistem respiratorius : Tidak ada keluhan

4. Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan

5. Sistem neuromuskuler : kepala, mulut, dan tangan tidak berhenti

bergerak

6. Sistem urogenital : Tidak ada keluhan

7. Sistem integumen : Tidak ada keluhan

h) Resume Pasien

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis. Pasien berumur

37 tahun Pasien datang dengan keluhan kepala, mulut, dan tangan tidak berhenti

bergerak, leher terasa kaku. Keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu.

Sebelum berobat ke poliklini saraf RSUD Ambarawa pasien berobat ke

RS KS dan RSUD Banyumas dan mendapatkan pengobatan berupa obat THP dan

Risperidon. Saat obat habis gejala kembali muncul dan keluhan bertambah

mengakibatkan pasien tidak bisa tidur dimalam hari. Pada akhirnya pasien

mendatangi poliklinik saraf RSUD Ambarawa kemudian mendapatkan

pengobatan berupa obat risperidone, THP, dan alprazolam, keluhan belum

berkurang setelah minum obat tersebut. Pada kunjungan kedua pasien diberikan

Clonazepam dan didiagnosa distonia oleh dokter.

Pasien belum pernah mengalami kejadian serupa, pasien mengatakan 1

bulan sebelum keluhan dirasakan sempat jatuh, namun pasien mengaku jatuhnya

tidak mengenai kepala. Pasien juga mengeluhkansakit gigi.

Riwayat hipertensi diakui oleh pasien namun pasien tidak mengkonsumsi

obat penurun tekanan darah secara rutin, riwayat DM pada keluarga diakui oleh

pasien. Pada keluarga pasien tidak pernah ada yang merasakan hal serupa. Pasien

merupakan seorang Ibu Rumah Tangga, tidak merokok dan juga minum alcohol.

5

C. DISKUSI PERTAMA

Berdasarkan hasil anamnesis pasien mengeluhkan kepala, mulut, dan tangan tidak

berhenti bergerak, leher terasa kaku, hal tersebut adalah distonia. Distonia adalah

gangguan gerak yang ditandai dengan adanya kontraksi otot yang terus menerus atau

intermiten yang menyebabkan adanya gerakan, postur atau keduanya yang abnormal,

repetitif. Distonik movement biasanya berpola, dapat memutar dan mungkin tremor.

Berdasarkan bagian tubuh yang terkena, distonia terbagi menjadi lima klasifikasi

1. Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh

2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu, gejala yang sering timbul

yaitu cercival distonia, blepharospasme, oromandibular distonia, laryngeal

distonia, dan limb distonia

3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan.

Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan tangan.

4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.

Contohnya mata, mulut, dan wajah bagian bawah.

5. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama,

seringkali merupakan akibat dari stroke.

Pada pasien terdapat keluhan kepala, mulut, dan tangan tidak berhenti

bergerak, leher terasa kaku. Berdasarkan hasil anamnesis tersebut, dapat

disimpulkan pasien mengalami distonia tipe fokal yaitu terbatas pada bagian tubuh

tertentu, gejala yang sering timbul yaitu cercival distonia yang timbul karena adanya

kontraksi m. Sternocleidomastoideus, m. Trapezius, dan m. Cervical posterior.

Blepharospasme, oromandibular distonia, laryngeal distonia, dan limb distonia. Sering

terjadi pada usia 30 – 50 tahun, wanita tiga kali lipat lebih sering dibandingkan laki –

laki.

Pasien sering merasa cemas dan berpikiran buruk terhadap suaminya.

Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengatakan akhir – akhir ini sering cemas terhadap

suami nya tanpa alasan yang jelas. Hal ini bisa saja terjadi karena perjalanan penyakitnya

yang kronis sehingga pasien akan mengeluhkan depresi atau anxietas.

6

Riwayat hipertensi diakui namun pasien tidak konsumsi obat secara rutin, riwayat

diabetes melitus di keluarga diakui disangkal, riwayat infeksi pada telinga disangkal,

riwayat nyeri gigi diakui, riwayat kejang sebelumnya disangkal, riwayat pingsan

disangkal, riwayat keganasan disangkal dan riwayat trauma disangkal. Pada keluarga

pasien riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat diabetes

melitus diakui dan riwayat keganasan disangkal.

D. DIAGNOSIS SEMENTARA

Diagnosis klinis : kontraksi abnormal otot wajah, leher, dan tangan, intermitten

Diagnosis topis : ganglia basalis

Diagnosis etiologis : distonia dd parkinson

DISTONIA

Distonia adalah gangguan gerak yang ditandai dengan adanya kontraksi otot yang

terus menerus atau intermiten yang menyebabkan adanya gerakan, postur atau keduanya

yang abnormal, repetitif.

Etiologi Distonia

Terganggunya aliran ke ganglia basalis diduga berperan dalam terjadinya distonia.

Adanya lesi di putamen dihubungkan dengan kejadian hemidistonia. Keterlibatan

putamen bilateral berperan dalam distonia generalisata.

Torticollis dan distonia tangan masing – masing diduga karena keterlibatan nucleus

caudatus dan thalamus. Adanya penyakit pada thalamus dan subthalamus, serta

kekacauan fungsi hipotalamus juga dicurigai.

Karena ganglia basalis berperan untuk mempertahankan postur kepala, ganglia

basalis dan vestibulo-ocular pathway terlibat dalam terjadinya distonia cervical. Adanya

gangguan neurotransmitter juga diduga menjadi penyebab distonia. Abnormalitas

serotonin, dopamin, dan norepinefrin pada beberapa struktur otak juga dihubungkan

dengan distonia. Pada review literature, terdapat penurunan kadar metabolit serotonin

7

asam 5-hidroxyindolacetic, pada 89 kasus ditemukan hubungan antara distonia dengan

obat – obatan yang mempengaruhi sistem serotonin.

Adanya mutasi pada tujuh gen berbeda yang telah dikaitkan dengan distonia. Mutasi

pada GTP cyclohydrolase I (GCHI) atau tyrosine hydroxylase (TH) merusak sintesis

dopamin di DYT5 distonia. Sebuah amino tunggal penghapusan asam di Torsina,

pendampig molekul dalam amplop nuklir dan retikulum endoplasma (RE).

Adanya trauma pada otak, infeksi, obat – obatan yang menginduksi distonia seperti

levodopa, agonis dopamin, antikonvulsan, dan calcium channel blockers. Kelainan

vaskular seperti iskemia, perdarahan, malformasi arteri. Neoplasma seperti tumor otak.

Trauma seperti trauma kepala.

Klasifikasi

Klasifikasi didasarkan pada tujuan pembagian dan kelainan didasarkan pada kelainan

dimana gerakan distonik dapat terjadi. Sindrom distonia diklasifikasikan kedalam 3

axis : etiologi, usia saat onset, dan lokasi tubuh yang terkena

a. Berdasarkan etiologi

Distonia primer adalah ketika tidak ditemukannya degenarasi atau defek

struktural pada otak. Mayoritas penyebab distonia primer adalah karena

adanya mutasi gen ang dikenal sebagai DYT1. Yaitu gen yang terdapat pada

kromososm 9 pada 9q34. Sekitar 90 – 95 % kasus gejalanya dimulai dari

ekstrimitas kemudian menyebar ke bagian tubuh lain. Bentuk distonia ini

memiliki onset rata – rata usia 12 tahun dan jarang berkembang setelah usia

29 tahun. DYT6 distonia adalah distonia primer autosomal dominan yang

terdapat pada kromosom 8 (8p21q22). DYT6 lebih jarang daripada DYT 1

gangguannya dimulai di tempat awal kemudian menyebar ke beberapa bagian

tubuh, paling sering pada tungkai, kepala atau leher. Kesulitan dala artikulasi.

Distonia sekunder berasal dari penyebab sekunder. Termasuk karena

lingkungan seperti paparan karbon monoksida, sianida, mangan atau metanol:

kondisi dan penyakit yang mendasarinya seperti tumor otak, cerebral palsy,

8

parkinson, stroke, multipel sklerosis, cedera otak, infeksi atau karena 0bat –

obatan tertentu.

b. Berdasarkan usia

Infant distonia ( 0 – 2 tahun )

Anak – anak ( 3 – 12 tahun )

Remaja ( 13 – 20 tahun)

Dewasa muda ( 21 – 40 tahun )

Dewasa akhir ( >40 tahun )

c. Berdasarkan lokasi tubuh yang terkena

Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh

Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu, gejala yang sering

timbul yaitu cercival distonia, blepharospasme, oromandibular

distonia, laryngeal distonia, dan limb distonia

Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak

berhubungan. Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan

tangan.

Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang

berdekatan. Contohnya mata, mulut, dan wajah bagian bawah.

Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang

sama, seringkali merupakan akibat dari stroke.

Epidemiologi

Kejadian populasi yang sebenarnya dari prevalensi distonia tidak diketahui. Angka –

angka prevalensi tersedia biasanya didasarkan pada studi kasus yang didiagnosis.

Penelitian awal di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 329 orang per 1 juta populasi.

Penelitian yang lebih terbaru studi kasus di jepang dan eropa prevalensi distonia antara

101 – 150 orang per 1 juta populasi. Untuk prevalensi kasus distonia sekunder tidak

diketahui diperkirakan dari studi kasus sekitar <20 – 25% dari distonia primer. Bentuk

distonia primer yang paling umum adalah distonia fokal, salah satunya distonia cervical

adalah distonia paling umum terjadi dengan prevalensi antara 57 dan 290 orang per 1 juta

populasi. 44% pasien memiliki riwayat keluarga dengan distonia.

9

Patofisiologi

Mekanisme neurofisiologi utama terjadinya distonia adalah adanya penurunan inhibisi

kortikal, peningkatan eksitabilitas kortikal, proses sensoris yang abnormal. Adanya

proses sensorimotor yang abnormal dan maladaptive cortical plasticity pada patogenesis

distonia dihasilkan oleh beberapa fenomena klinis. Sehubungan dengan perubahan atau

gangguan pada feedback sensorimotor, contohnya termasuk kejadian distonia spesifik

seperti writer’s cramp dan musician dystonia dalam perilaku yang repetitif; adanya

trauma perifer menyebabkan distonia pada daerah yang terkena; blefarospasme yang

terjadi setelah iritasi atau mata kering. Dalam penelitian terhadap monyet, gerakan

repetitif dan memberatkan dapat menyebabkan munculnya gerakan – gerakan abnormal

yang mengarah ke distonia dan terjadi degradasi pada bidang reseptif tangan di korteks

sensorik primer.

Mekanisme Genetik dan Molekular

DYT1 onset anak – anak dengan rata – rata usia 12 tahun dan onset sebelum usia 26

tahun. Usia 64 tahun juga pernah dilaporkan. Pertama kali biasanya mengenai ekstrimitas

dan sekitar 65% pasien secara progresif selama 5 – 10 tahun menjadi distonia generalisata

atau distonia multifokal. DYT1 jarang mengenai otot kranial, DYT 1 disebabkan karena

adanya delesi GAG pada exon 5 gen DYT1 (TOR1A), yang menyebabkan hilangnya

asam glutamat pada area C terminal di protein. Mutasi gen ini diwariskan secara

autosomal dominan.

Gejala Klinis

Distonia terkadang didiagnosis sebagai stress, kekakuan leher atau gangguan psikologis.

Gangguan yang intermitten menyebabkan dokter menyimpulkan bahwa gangguan

psikologis adalah penyebab utamanya. Diagnosis sulit ditegakkan karena gejala distonia

mirip dengan banyak kondisi lain. Distonia muncul setelah gerakan tertentu, tetapi pada

tahap lanjut hal tersebut dapat muncul saat istirahat. Hal tersebut biasanya mempengaruhi

kelompok otot yang sama sehingga menyebabkan munculnya pola gerakan berulang.

10

Gejala pada penderita distonia antara lain leher berputar diluar kesadaran, tremor,

kesulitan berbicara. Gejala tersebut dapat disebabkan karena :

Cedera ketika lahir

Infeksi

Reaksi terhadap obat tertentu

Trauma

Stroke

Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun cedera, dan

disebut distonia primer atau distonia idiopatik. Distonia juga bisa merupakan gejala

dari penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya diturunkan

Gejala dan Tanda

Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris

kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki keatas atau

kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.

Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika pendertita

merasa lelah

Tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara

Awal mula serangan :

1. Reaksi distonia akut

Spasme otot dan kontraksi involunter yang timbul beberapa menit. Kelompok otot

yang paling sering terjadi yaitu otot wajah, leher, lidah, ekstraokuler,

bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, dan sikap badan yang tidak

biasa.

2. Akatisia

Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma ekstrapiramidal yang

diinduksi oleh obat antipsikotik. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif

kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya

kaki yang tidak bisa tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk

duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel. Akatisia terkadang sulit

11

dinilai dan sering salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi dari pasien psikotik,

yang disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.

3. Kronik

a. Tardive dyskinesia

Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3 bulan atau setelah

pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk oral dan 8 minggu

untuk injeksi depot, maupun setelah pemakaian dalam jangka waktu yang

lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih). Penderita yang menggunakan

APG I dalam jangka waktu yang lama sekitar 20-30% akan berkembang

menjadi tardive dyskinesia. Seluruh APG I dihubungkan dengan risiko tardive

dyskinesia. Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang

tubuh, dan ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oralfacial

meliputi mengecap-ngecap bibir (lip smacking), menghisap (sucking), dan

mengerutkan bibir (puckering) atau seperti facial grimacing. Gerakan lain

meliputi gerakan irregular dari limbs, terutama gerakan lambat seperti

koreoatetoid dari jari tangan dan kaki, gerakan menggeliat dari batang tubuh

b. Tardive distonia

Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive. Gerakan

distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan involunter serta

mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang tubuh, leher (contoh

torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contoh meige’s syndrome).

Diagnosis Distonia

Karena terdapat begitu banyak menifestasi dan peyebab klinis yang berbeda, tidak terdapat

algoritma sedrhana untuk diagnosis distonia. Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya

adalah pemeriksaan fisik neurologis. Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis.

Pasien dengan distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk mendeteksi

adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan obat dalam serum untuk

tranquilizer mayor tidak berkorelasi dengan baik dengan keparahan klinis dari overdosis dan

12

tidak bermanfaat pada pengobatan akut. Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea darah,

kreatinin darah, glukosa darah, dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai status hidrasi, fungsi

ginjal, status asam basa, dan termasuk hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.

Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot yang terlihat dari

peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM. Perusakan otot juga menghasilkan

myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi

memperburuk penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap

Diagnosis Banding

1. Parkinson

2. Chorea

3. Myoclonus

4. Tics

5. Balismus

6. Torticolis

Tatalaksana distonia

a. Farmakologis

1) Terapi awal untuk distonia umum, distonia onset usia anak / remaja.

Dasar terapi : terdapat defek pada sintesa dopamin jumlah dopamin di

striatum dan subs Nigra berkurang.

Dosis awal :

levodopa / carbidopa : 100 /25 mg, 2 kali sehari.

ditingkatkan menjadi 250 /25 , 3 kali sehari.

Jika tidak ada perbaikan selama 2 bulan, terapi tetap diteruskan dan ditambah

THP

2) Antikolinergik

Trihexiphenidyl (THP)

Dosis yang disarankan :

1/2 tablet malam hari

13

ditingkatkan sampai 12 mg /hari dalam 4 minggu.

70 % pasien dengan distonia umum akan perbaikan dengan dosis

antikolinergik yang tinggi.

Dosis THF yang diperlukan 30 – 40 mg perhari.

Efek samping : pandangan kabur, mulut kering, bingung, hilangnya memori.

3) Gabaergik

Baclofen merupakan Gabaergik.

Menstimulasi reseptor GABA B,

Dosis awal : 10 mg dan ditingkatkan tiap minggu

Dosis maksimum 30 mg, 3-4 kali/hari.

Efek samping termasuk : mengantuk, bingung

4) Benzodiazepin

Dapat efektif untuk distonia fokal, segmental atau umum.

Clonazepam (klonopin):

a. dosis awal 0,25 mg dan ditingkatkan bertahap

b. dosis maksimal 4 mg / hari.

efek samping : mengantuk, bingung, sulit konsentrasi

5) Toxin Botulinum

Toxin botulinum tipe A dapat digunakan sebagai terapi lini pertama untuk

distonia cranial primer atau distonia cervical, efektif untuk distonia fokal.

Diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum, mekanisme kerja nya adalah

dengan menghambat pelepasan asetilkolin presinaptik pada neuromuskular

junction, terdapat 7 serotipe toxin botullinum, hanya tipe A dan B yang

digunakan di klinik. Efek dari injeksi toksin ini akan terlihat beberapa jam

setelah injeksi, injeksi toksin botulinum pada otot – otot yang terkait (paling

sering m. Strenocleidomastoideus, m. Trapezius, dan splenius capitis) akan

menurunkan kontraksinya kurang lebih 3 bulan.

Distonia tortikolis :

Dosis 100-400 U disuntikkan

Onset of action 3-5 hari.

Dilaporkan : 80 - 90 % penderita distonia cervical akan membaik setelah 12

14

minggu

Pasien blefarospasme :

Diberi dosis 5 -10 U tiap mata,

Disuntik di orbicularis okuli.

Dilaporkan : 90 % penderita blefarospasme menunjukkan perbaikan

dengan pemakaian 14 minggu

b. Non Farmakologis

1) Operasi

Operasi dibutuhkan jika terapi lain tidak efektif. Tujuan dari pembedahan

adalah untuk menghambat jalur yang bertanggung jawab terhadap adanya

gerakan abnormal. Beberapa diantaranya adalah thalamotomy, pallidotomy.

Operasi lain termasuk rhizotomy cervicalis anterior, atau memotong saraf

pada titik – titik yang mempersarafi otot yang berkontraksi (denervasi perifer

selektif)

2) Deep Brain Stimulation (DBS)

DBS telah digunakan baru – baru ini dan menunjukkan beberapa keberhasilan.

E. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 30 Juni 2019.

Status Generalis

a. Keadaan umum: Tampak sakit sedang

b. Kesadaran : Compos Mentis/ GCS = E4M6V5= 15

c. TD : 130/80 mmHg

d. Nadi : 91 x/menit, Reguler

e. Pernapasan : 20 x/menit, Reguler

f. Suhu : 36,7oC

g. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan

h. Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),

Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)

15

OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Reflek

kornea (+) Ptosis (-), Eksoftalmus (-)

Konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-)

i. THT : rhinorea (-), otorhea (-)

j. Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis

1) Faring : Mukosa hiperemis (-), T1-T1 tenang, Uvula ditengah, arcus

faring simetris

2) Lidah : Atrofi papil lidah (-), lidah deviasi (-)

k. Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar, trachea

ditengah

l. Thoraks :

1) Cor :

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di ICS 5 linea

midclavikula sinistra,

Perkusi :

Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra

Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra

Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea midclavicula

sinistra

Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

2) Pulmo :

Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat statis dan

dinamis, retraksi dada (-)

Perkusi : Sonor di semua lapang paru

Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan dan kiri

16

Auskultasi : Suara dasar paru (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

m. Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak

teraba

n. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)

Status Psikiatrikus

a. Cara berpikir : Wajar, sesuai umur

b. Tingkah laku : Wajar, pasien sadar

c. Ingatan : Baik, amnesia (-)

d. Kecerdasan : Baik, sesuai tingkat pendidikan

Status Neurologis

a. Sikap : Simetris dan lurus

b. Gerakan abnormal : kontraksi involunteer m. sternocleidomastoideus

c. Cara berjalan : tidak ada kelainan

d. Kognitif : Tidak ada gangguan komunikasi

Pemeriksaan Saraf Kranial

Saraf Kranialis Kanan Kiri

N. I Olfaktorius

Daya Penghidu Normal Normal

N. II Optikus

Daya Penglihatan

Lapang Penglihatan

N

N

N

N

17

Melihat Warna N N

N. III Okulomotorius

Ptosis

Gerakan mata ke medial

Gerakan mata ke atas

Gerakan mata ke bawah

Nistagmus

Eksoftalmus

Enoftalmus

Pupil - Besar

- Bentuk

Refleks terhadap sinar

langsung/tidak langsung

Melihat ganda

(-)

Baik

Baik

Baik

(-)

(-)

(-)

3mm

Bulat, isokor, sentral

(+)

(-)

(-)

Baik

Baik

Baik

(-)

(-)

(-)

3mm

Bulat, isokor, sentral

(+)

(-)

N.IV Trokhlearis

Pergerakan mata

(ke bawah-lateral)

Srabismus konvergen

Baik

(-)

Baik

(-)

18

N.V Trigeminus

Sensibilitas muka

Reflek kornea

Trismus

Membuka mulut

Menggigit

Refleks bersin

Normal

(+)

(-)

Baik

Baik

Baik

Normal

(+)

(-)

Baik

Baik

Baik

N.VI Abducen

Gerakan mata ke lateral

Strabismus konvergen

Normal

(-)

Normal

(-)

N.VII Fasialis

Sulcus nasolabialis

Kedipan mata

Sudut Mulut

Mengerutkan dahi

Menutup mata

Meringis

Mengembungkan pipi

Baik

Baik

Baik

(+)

(+)

(+)

(+)

Baik

Baik

Baik

(+)

(+)

(+)

(+)

19

Daya Kecap 2/3 anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.VIII Vestibulokoklearis

Detik arloji

Suara berisik

Weber

Rinne

Swabach

(+)

(+)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

(+)

(+)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

N.IX Glossofaringeus

Daya kecap 1/3 belakang

Refleks Muntah

Arcus pharynx

Tersedak

Sengau

(+)

(-)

Simetris

(-)

(-)

(+)

(-)

Simetris

(-)

(-)

N.X Vagus

Arcus pharynx

Menelan

Berbicara

Simetris uvula di tengah

Normal, tidak tersedak

Baik

20

N.XI Accecorius

Mengangkat bahu

Memalingkan kepala

Tropi otot bahu

Sikap Bahu

Baik

Baik

Eutrofi

Simetris

Baik

Baik

Eutrofi

Simetris

N.XII Hypoglossus

Sikap lidah

Artikulasi

Menjulurkan lidah

Tremor lidah

Fasikulasi

Atrofi otot lidah

Deviasi (-)

Baik

Lateralisasi (-)

(-)

(-)

Eutrofi

Deviasi (-)

Baik

Lateralisasi (-)

(-)

(-)

Eutrofi

Pemeriksaan Laboratorium

-

21

Pemeriksaan Radiologi

Foto Head CT Scan

Hasil:

Tak tampak gambaran infark maupun perdarahan intrakranial.

Tampak kesuraman di sinusitis frontalis – ethmoidalis – sinusitis maksilaris

kiri.

22

F. DISKUSI KEDUA

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis distonia. Pada

pasien ini didapatkan pada pemeriksaan status neurologis didapatkan adanya kontraksi

abnormal dari m. sternocleidomastoideus.

Dari pemeriksaan radiologi CT scan tidak menunjukkan adanya infark atau perdarahan

didapatkan kesan etiologi dari distonia adalah idiopatik. Selain itu, untuk menyingkirkan

bahwa pada pasien ini merupakan distonia primer bukan sekunder karena adanya

parkinson bahwa pada pasien ini tidak didapatkan adanya tanda – tanda parkinson seperti

tremor, rigiditas, bradikinesia dan defisit memori pada pasien ini.

Data dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan

bahwa distonia yang terjadi pada pasien ini merupakan distonia fokal.

G. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis Klinis : kontraksi abnormal otot wajah, leher, dan tangan

Diagnosis Topis : ganglia basalis

Diagnosis Etiologi : Distonia fokal

PLANNING

a. Terapi :

1. Risperidone 2 mg 2x1

2. THP 2x1

3. Alprazolam 1x1

23

PROGNOSIS

Death : Dubia ad bonam

Disease : Dubia

Dissability : Dubia ad bonam

Discomfort : Dubia

Dissatisfaction : Dubia

Distutition : Dubia

FOLLOW UP

27 Juni 2019 S: kepala, mulut tidak berhenti bergerak

O:

TD: 140/80

N: 86x

RR: 20

T: 36,6

A: Distonia

P: Risperidone 2 mg 2x1, THP 2x1,

Alprazolam 1x1

30 Juni 2019 S: kepala, mulut masih tidak bisa berhenti

bergerak, sulit tidur

O:

TD: 150/100

N: 80

RR: 20

T: 36,8

A: Distonia

P: Risperidone 2 mg 2x1, THP 2x1,

Alprazolam 1x1, Clonazepam