Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS
DYSTONIA
Pembimbing:
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan Sp.S, M.Sc
Disusun oleh:
Inayatul Maula
1820221059
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA
2019
2
A. IDENTITAS PASIEN
Nomor RM : 173xxx-20xx
Nama : Ny. R I
Tanggal Lahir : 10 Februari 1982
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Pringsari 04/04 Pringapus
Kab. Semarang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Umur : 37 tahun
Pendidikan : SMA
Status Marital : Menikah
Tanggal Periksa : 27 Juni 2019
Ruangan : Poliklinik Saraf
B. SUBJEKTIF/ANAMNESA
Diperoleh dari pasien serta keluarga pasien (autoanamnesis dan aloanamnesis)
serta dari catatan rekam medik, dilakukan pada tanggal 27 Juni dan 30 Juni 2019 di
poliklinik saraf dan rumah pasien.
a) Keluhan Utama
Kepala, mulut, dan tangan tidak berhenti bergerak.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan kepala, mulut, dan tangan tidak berhenti bergerak,
leher terasa kaku. Keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu, keluhan dirasakan
secara tiba – tiba, kemudian pasien berobat ke RS KS meskipun sudah minum obat
pasien mengatakan keluhannya belum berkurang, pasien juga sempat berobat ke
RSUD Banyumas, setelah minum obat pasien mnegatakan keluhannya berkurang.
Namun, saat obatnya habis pasien kembali merasakan keluhannya, selama 1 minggu
terakhir pasien tidak bisa tidur. Selain itu, pasien sering merasa cemas dan berpikiran
buruk terhadap suaminya.
3
1 bulan sebelum keluhan muncul pasien mengaku habis terjatuh dari motor tetapi
pasien mengaku saat jatuh kepala nya tidak terbentur apapun. Riwayat keluhan
seperti ini sebelumnya disangkal. Saat ini gigi pasien juga terasa sakit. BAB dan
BAK normal. Pasien mengaku saat ini dirinya tidak bisa melakukan aktivitas apapun.
Tidak ada kelemahan anggota gerak. Pasien juga kooperatif, fungsi kognitif baik.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat keluhan serupa : disangkal
2. Riwayat sakit telinga : disangkal
3. Riwayat stroke : disangkal
4. Riwayat tekanan darah tinggi : diakui, namun pasien jarang
mengkonsumsi obat penurun
tekanan darah
5. Riwayat penyakit jantung : disangkal
6. Riwayat penyakit DM : disangkal
7. Riwayat sinusitis : disangkal
8. Riwayat batuk lama : disangkal
9. Riwayat cedera / trauma kepala : disangkal
10. Riwayat sakit gigi / gigi berlubang : diakui, namun belum ke dokter
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat DM pada keluarga (+).
e) Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang Ibu Rumah Tangga, yang sehari – hari berjualan
snack di rumah
Datang dengan status pasien Umum, kesan ekonomi baik
Pasien menyangkal pernah minum minuman keras atau merokok
Pasien menyangkal memakai obat-obatan terlarang dan jamu jamuan rutin
f) Riwayat Pengobatan
Pasien meminum obat dari RSUD Banyumas yaitu THP 2x1 dan Risperidone
2mg 2x1
4
g) Anamnesis Sistem
1. Sistem cerebrospinal : pusing
2. Sistem kardiovascular : Tidak ada keluhan
3. Sistem respiratorius : Tidak ada keluhan
4. Sistem gastrointestinal : Tidak ada keluhan
5. Sistem neuromuskuler : kepala, mulut, dan tangan tidak berhenti
bergerak
6. Sistem urogenital : Tidak ada keluhan
7. Sistem integumen : Tidak ada keluhan
h) Resume Pasien
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis. Pasien berumur
37 tahun Pasien datang dengan keluhan kepala, mulut, dan tangan tidak berhenti
bergerak, leher terasa kaku. Keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu.
Sebelum berobat ke poliklini saraf RSUD Ambarawa pasien berobat ke
RS KS dan RSUD Banyumas dan mendapatkan pengobatan berupa obat THP dan
Risperidon. Saat obat habis gejala kembali muncul dan keluhan bertambah
mengakibatkan pasien tidak bisa tidur dimalam hari. Pada akhirnya pasien
mendatangi poliklinik saraf RSUD Ambarawa kemudian mendapatkan
pengobatan berupa obat risperidone, THP, dan alprazolam, keluhan belum
berkurang setelah minum obat tersebut. Pada kunjungan kedua pasien diberikan
Clonazepam dan didiagnosa distonia oleh dokter.
Pasien belum pernah mengalami kejadian serupa, pasien mengatakan 1
bulan sebelum keluhan dirasakan sempat jatuh, namun pasien mengaku jatuhnya
tidak mengenai kepala. Pasien juga mengeluhkansakit gigi.
Riwayat hipertensi diakui oleh pasien namun pasien tidak mengkonsumsi
obat penurun tekanan darah secara rutin, riwayat DM pada keluarga diakui oleh
pasien. Pada keluarga pasien tidak pernah ada yang merasakan hal serupa. Pasien
merupakan seorang Ibu Rumah Tangga, tidak merokok dan juga minum alcohol.
5
C. DISKUSI PERTAMA
Berdasarkan hasil anamnesis pasien mengeluhkan kepala, mulut, dan tangan tidak
berhenti bergerak, leher terasa kaku, hal tersebut adalah distonia. Distonia adalah
gangguan gerak yang ditandai dengan adanya kontraksi otot yang terus menerus atau
intermiten yang menyebabkan adanya gerakan, postur atau keduanya yang abnormal,
repetitif. Distonik movement biasanya berpola, dapat memutar dan mungkin tremor.
Berdasarkan bagian tubuh yang terkena, distonia terbagi menjadi lima klasifikasi
1. Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
2. Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu, gejala yang sering timbul
yaitu cercival distonia, blepharospasme, oromandibular distonia, laryngeal
distonia, dan limb distonia
3. Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak berhubungan.
Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan tangan.
4. Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang berdekatan.
Contohnya mata, mulut, dan wajah bagian bawah.
5. Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama,
seringkali merupakan akibat dari stroke.
Pada pasien terdapat keluhan kepala, mulut, dan tangan tidak berhenti
bergerak, leher terasa kaku. Berdasarkan hasil anamnesis tersebut, dapat
disimpulkan pasien mengalami distonia tipe fokal yaitu terbatas pada bagian tubuh
tertentu, gejala yang sering timbul yaitu cercival distonia yang timbul karena adanya
kontraksi m. Sternocleidomastoideus, m. Trapezius, dan m. Cervical posterior.
Blepharospasme, oromandibular distonia, laryngeal distonia, dan limb distonia. Sering
terjadi pada usia 30 – 50 tahun, wanita tiga kali lipat lebih sering dibandingkan laki –
laki.
Pasien sering merasa cemas dan berpikiran buruk terhadap suaminya.
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengatakan akhir – akhir ini sering cemas terhadap
suami nya tanpa alasan yang jelas. Hal ini bisa saja terjadi karena perjalanan penyakitnya
yang kronis sehingga pasien akan mengeluhkan depresi atau anxietas.
6
Riwayat hipertensi diakui namun pasien tidak konsumsi obat secara rutin, riwayat
diabetes melitus di keluarga diakui disangkal, riwayat infeksi pada telinga disangkal,
riwayat nyeri gigi diakui, riwayat kejang sebelumnya disangkal, riwayat pingsan
disangkal, riwayat keganasan disangkal dan riwayat trauma disangkal. Pada keluarga
pasien riwayat keluhan serupa disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat diabetes
melitus diakui dan riwayat keganasan disangkal.
D. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis klinis : kontraksi abnormal otot wajah, leher, dan tangan, intermitten
Diagnosis topis : ganglia basalis
Diagnosis etiologis : distonia dd parkinson
DISTONIA
Distonia adalah gangguan gerak yang ditandai dengan adanya kontraksi otot yang
terus menerus atau intermiten yang menyebabkan adanya gerakan, postur atau keduanya
yang abnormal, repetitif.
Etiologi Distonia
Terganggunya aliran ke ganglia basalis diduga berperan dalam terjadinya distonia.
Adanya lesi di putamen dihubungkan dengan kejadian hemidistonia. Keterlibatan
putamen bilateral berperan dalam distonia generalisata.
Torticollis dan distonia tangan masing – masing diduga karena keterlibatan nucleus
caudatus dan thalamus. Adanya penyakit pada thalamus dan subthalamus, serta
kekacauan fungsi hipotalamus juga dicurigai.
Karena ganglia basalis berperan untuk mempertahankan postur kepala, ganglia
basalis dan vestibulo-ocular pathway terlibat dalam terjadinya distonia cervical. Adanya
gangguan neurotransmitter juga diduga menjadi penyebab distonia. Abnormalitas
serotonin, dopamin, dan norepinefrin pada beberapa struktur otak juga dihubungkan
dengan distonia. Pada review literature, terdapat penurunan kadar metabolit serotonin
7
asam 5-hidroxyindolacetic, pada 89 kasus ditemukan hubungan antara distonia dengan
obat – obatan yang mempengaruhi sistem serotonin.
Adanya mutasi pada tujuh gen berbeda yang telah dikaitkan dengan distonia. Mutasi
pada GTP cyclohydrolase I (GCHI) atau tyrosine hydroxylase (TH) merusak sintesis
dopamin di DYT5 distonia. Sebuah amino tunggal penghapusan asam di Torsina,
pendampig molekul dalam amplop nuklir dan retikulum endoplasma (RE).
Adanya trauma pada otak, infeksi, obat – obatan yang menginduksi distonia seperti
levodopa, agonis dopamin, antikonvulsan, dan calcium channel blockers. Kelainan
vaskular seperti iskemia, perdarahan, malformasi arteri. Neoplasma seperti tumor otak.
Trauma seperti trauma kepala.
Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada tujuan pembagian dan kelainan didasarkan pada kelainan
dimana gerakan distonik dapat terjadi. Sindrom distonia diklasifikasikan kedalam 3
axis : etiologi, usia saat onset, dan lokasi tubuh yang terkena
a. Berdasarkan etiologi
Distonia primer adalah ketika tidak ditemukannya degenarasi atau defek
struktural pada otak. Mayoritas penyebab distonia primer adalah karena
adanya mutasi gen ang dikenal sebagai DYT1. Yaitu gen yang terdapat pada
kromososm 9 pada 9q34. Sekitar 90 – 95 % kasus gejalanya dimulai dari
ekstrimitas kemudian menyebar ke bagian tubuh lain. Bentuk distonia ini
memiliki onset rata – rata usia 12 tahun dan jarang berkembang setelah usia
29 tahun. DYT6 distonia adalah distonia primer autosomal dominan yang
terdapat pada kromosom 8 (8p21q22). DYT6 lebih jarang daripada DYT 1
gangguannya dimulai di tempat awal kemudian menyebar ke beberapa bagian
tubuh, paling sering pada tungkai, kepala atau leher. Kesulitan dala artikulasi.
Distonia sekunder berasal dari penyebab sekunder. Termasuk karena
lingkungan seperti paparan karbon monoksida, sianida, mangan atau metanol:
kondisi dan penyakit yang mendasarinya seperti tumor otak, cerebral palsy,
8
parkinson, stroke, multipel sklerosis, cedera otak, infeksi atau karena 0bat –
obatan tertentu.
b. Berdasarkan usia
Infant distonia ( 0 – 2 tahun )
Anak – anak ( 3 – 12 tahun )
Remaja ( 13 – 20 tahun)
Dewasa muda ( 21 – 40 tahun )
Dewasa akhir ( >40 tahun )
c. Berdasarkan lokasi tubuh yang terkena
Distonia generalisata, mengenai sebagian besar atau seluruh tubuh
Distonia fokal, terbatas pada bagian tubuh tertentu, gejala yang sering
timbul yaitu cercival distonia, blepharospasme, oromandibular
distonia, laryngeal distonia, dan limb distonia
Distonia multifokal, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang tidak
berhubungan. Satu atau kedua kaki, tangan dan kaki, atau wajah dan
tangan.
Distonia segmental, mengenai 2 atau lebih bagian tubuh yang
berdekatan. Contohnya mata, mulut, dan wajah bagian bawah.
Hemidistonia, melibatkan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang
sama, seringkali merupakan akibat dari stroke.
Epidemiologi
Kejadian populasi yang sebenarnya dari prevalensi distonia tidak diketahui. Angka –
angka prevalensi tersedia biasanya didasarkan pada studi kasus yang didiagnosis.
Penelitian awal di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 329 orang per 1 juta populasi.
Penelitian yang lebih terbaru studi kasus di jepang dan eropa prevalensi distonia antara
101 – 150 orang per 1 juta populasi. Untuk prevalensi kasus distonia sekunder tidak
diketahui diperkirakan dari studi kasus sekitar <20 – 25% dari distonia primer. Bentuk
distonia primer yang paling umum adalah distonia fokal, salah satunya distonia cervical
adalah distonia paling umum terjadi dengan prevalensi antara 57 dan 290 orang per 1 juta
populasi. 44% pasien memiliki riwayat keluarga dengan distonia.
9
Patofisiologi
Mekanisme neurofisiologi utama terjadinya distonia adalah adanya penurunan inhibisi
kortikal, peningkatan eksitabilitas kortikal, proses sensoris yang abnormal. Adanya
proses sensorimotor yang abnormal dan maladaptive cortical plasticity pada patogenesis
distonia dihasilkan oleh beberapa fenomena klinis. Sehubungan dengan perubahan atau
gangguan pada feedback sensorimotor, contohnya termasuk kejadian distonia spesifik
seperti writer’s cramp dan musician dystonia dalam perilaku yang repetitif; adanya
trauma perifer menyebabkan distonia pada daerah yang terkena; blefarospasme yang
terjadi setelah iritasi atau mata kering. Dalam penelitian terhadap monyet, gerakan
repetitif dan memberatkan dapat menyebabkan munculnya gerakan – gerakan abnormal
yang mengarah ke distonia dan terjadi degradasi pada bidang reseptif tangan di korteks
sensorik primer.
Mekanisme Genetik dan Molekular
DYT1 onset anak – anak dengan rata – rata usia 12 tahun dan onset sebelum usia 26
tahun. Usia 64 tahun juga pernah dilaporkan. Pertama kali biasanya mengenai ekstrimitas
dan sekitar 65% pasien secara progresif selama 5 – 10 tahun menjadi distonia generalisata
atau distonia multifokal. DYT1 jarang mengenai otot kranial, DYT 1 disebabkan karena
adanya delesi GAG pada exon 5 gen DYT1 (TOR1A), yang menyebabkan hilangnya
asam glutamat pada area C terminal di protein. Mutasi gen ini diwariskan secara
autosomal dominan.
Gejala Klinis
Distonia terkadang didiagnosis sebagai stress, kekakuan leher atau gangguan psikologis.
Gangguan yang intermitten menyebabkan dokter menyimpulkan bahwa gangguan
psikologis adalah penyebab utamanya. Diagnosis sulit ditegakkan karena gejala distonia
mirip dengan banyak kondisi lain. Distonia muncul setelah gerakan tertentu, tetapi pada
tahap lanjut hal tersebut dapat muncul saat istirahat. Hal tersebut biasanya mempengaruhi
kelompok otot yang sama sehingga menyebabkan munculnya pola gerakan berulang.
10
Gejala pada penderita distonia antara lain leher berputar diluar kesadaran, tremor,
kesulitan berbicara. Gejala tersebut dapat disebabkan karena :
Cedera ketika lahir
Infeksi
Reaksi terhadap obat tertentu
Trauma
Stroke
Sekitar 50% kasus tidak memiliki hubungan dengan penyakit maupun cedera, dan
disebut distonia primer atau distonia idiopatik. Distonia juga bisa merupakan gejala
dari penyakit lainnya, yang beberapa diantaranya diturunkan
Gejala dan Tanda
Gejala awal adalah kemunduran dalam menulis (setelah menulis beberapa baris
kalimat), kram kaki dan kecenderungan tertariknya satu kaki keatas atau
kecenderungan menyeret kaki setelah berjalan atau berlari pada jarak tertentu.
Leher berputar atau tertarik diluar kesadaran penderita, terutama ketika pendertita
merasa lelah
Tremor dan kesulitan berbicara atau mengeluarkan suara
Awal mula serangan :
1. Reaksi distonia akut
Spasme otot dan kontraksi involunter yang timbul beberapa menit. Kelompok otot
yang paling sering terjadi yaitu otot wajah, leher, lidah, ekstraokuler,
bermanifestasi sebagai tortikolis, disartria bicara, dan sikap badan yang tidak
biasa.
2. Akatisia
Merupakan bentuk yang paling sering dari sindroma ekstrapiramidal yang
diinduksi oleh obat antipsikotik. Manifestasi klinis berupa perasaan subjektif
kegelisahan (restlessness) yang panjang, dengan gerakan yang gelisah, umumnya
kaki yang tidak bisa tenang. Penderita dengan akatisia berat tidak mampu untuk
duduk tenang, perasaannya menjadi cemas atau iritabel. Akatisia terkadang sulit
11
dinilai dan sering salah diagnosis dengan ansietas atau agitasi dari pasien psikotik,
yang disebabkan dosis antipsikotik yang kurang.
3. Kronik
a. Tardive dyskinesia
Terjadi setelah menggunakan antipsikotik minimal selama 3 bulan atau setelah
pemakaian antipsikotik dihentikan selama 4 minggu untuk oral dan 8 minggu
untuk injeksi depot, maupun setelah pemakaian dalam jangka waktu yang
lama (umumnya setelah 6 bulan atau lebih). Penderita yang menggunakan
APG I dalam jangka waktu yang lama sekitar 20-30% akan berkembang
menjadi tardive dyskinesia. Seluruh APG I dihubungkan dengan risiko tardive
dyskinesia. Umumnya berupa gerakan involunter dari mulut, lidah, batang
tubuh, dan ekstremitas yang abnormal dan konsisten. Gerakan oralfacial
meliputi mengecap-ngecap bibir (lip smacking), menghisap (sucking), dan
mengerutkan bibir (puckering) atau seperti facial grimacing. Gerakan lain
meliputi gerakan irregular dari limbs, terutama gerakan lambat seperti
koreoatetoid dari jari tangan dan kaki, gerakan menggeliat dari batang tubuh
b. Tardive distonia
Ini merupakan tipe kedua yang paling sering dari sindroma tardive. Gerakan
distonik adalah lambat, berubah terus menerus, dan involunter serta
mempengaruhi daerah tungkai dan lengan, batang tubuh, leher (contoh
torticolis, spasmodic disfonia) atau wajah (contoh meige’s syndrome).
Diagnosis Distonia
Karena terdapat begitu banyak menifestasi dan peyebab klinis yang berbeda, tidak terdapat
algoritma sedrhana untuk diagnosis distonia. Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya
adalah pemeriksaan fisik neurologis. Pemeriksaan laboratorium tergantung pada tampilan klinis.
Pasien dengan distonia simplek tidak membutuhkan tes. Pemeriksaan kualitatif untuk mendeteksi
adanya antipsikotik tidak tersedia secara luas. Selain itu, kandungan obat dalam serum untuk
tranquilizer mayor tidak berkorelasi dengan baik dengan keparahan klinis dari overdosis dan
12
tidak bermanfaat pada pengobatan akut. Pemeriksaan rutin elektrolit, nitrogen urea darah,
kreatinin darah, glukosa darah, dan bikarbonat bermanfaat dalam menilai status hidrasi, fungsi
ginjal, status asam basa, dan termasuk hipoglikemi sebagai penyebab kelainan sensorium.
Kontraksi otot yang terus menerus sering menyebabkan perusakan otot yang terlihat dari
peningkatan potassium, asam urat, dan keratin kinase-MM. Perusakan otot juga menghasilkan
myoglobin yang diserap oleh ginjal, sehingga menyebabkan disfungsi tubulus ginjal. Dehidrasi
memperburuk penyerapan ini. Pada myoglobinuria, urin menjadi berwarna cokelat gelap
Diagnosis Banding
1. Parkinson
2. Chorea
3. Myoclonus
4. Tics
5. Balismus
6. Torticolis
Tatalaksana distonia
a. Farmakologis
1) Terapi awal untuk distonia umum, distonia onset usia anak / remaja.
Dasar terapi : terdapat defek pada sintesa dopamin jumlah dopamin di
striatum dan subs Nigra berkurang.
Dosis awal :
levodopa / carbidopa : 100 /25 mg, 2 kali sehari.
ditingkatkan menjadi 250 /25 , 3 kali sehari.
Jika tidak ada perbaikan selama 2 bulan, terapi tetap diteruskan dan ditambah
THP
2) Antikolinergik
Trihexiphenidyl (THP)
Dosis yang disarankan :
1/2 tablet malam hari
13
ditingkatkan sampai 12 mg /hari dalam 4 minggu.
70 % pasien dengan distonia umum akan perbaikan dengan dosis
antikolinergik yang tinggi.
Dosis THF yang diperlukan 30 – 40 mg perhari.
Efek samping : pandangan kabur, mulut kering, bingung, hilangnya memori.
3) Gabaergik
Baclofen merupakan Gabaergik.
Menstimulasi reseptor GABA B,
Dosis awal : 10 mg dan ditingkatkan tiap minggu
Dosis maksimum 30 mg, 3-4 kali/hari.
Efek samping termasuk : mengantuk, bingung
4) Benzodiazepin
Dapat efektif untuk distonia fokal, segmental atau umum.
Clonazepam (klonopin):
a. dosis awal 0,25 mg dan ditingkatkan bertahap
b. dosis maksimal 4 mg / hari.
efek samping : mengantuk, bingung, sulit konsentrasi
5) Toxin Botulinum
Toxin botulinum tipe A dapat digunakan sebagai terapi lini pertama untuk
distonia cranial primer atau distonia cervical, efektif untuk distonia fokal.
Diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum, mekanisme kerja nya adalah
dengan menghambat pelepasan asetilkolin presinaptik pada neuromuskular
junction, terdapat 7 serotipe toxin botullinum, hanya tipe A dan B yang
digunakan di klinik. Efek dari injeksi toksin ini akan terlihat beberapa jam
setelah injeksi, injeksi toksin botulinum pada otot – otot yang terkait (paling
sering m. Strenocleidomastoideus, m. Trapezius, dan splenius capitis) akan
menurunkan kontraksinya kurang lebih 3 bulan.
Distonia tortikolis :
Dosis 100-400 U disuntikkan
Onset of action 3-5 hari.
Dilaporkan : 80 - 90 % penderita distonia cervical akan membaik setelah 12
14
minggu
Pasien blefarospasme :
Diberi dosis 5 -10 U tiap mata,
Disuntik di orbicularis okuli.
Dilaporkan : 90 % penderita blefarospasme menunjukkan perbaikan
dengan pemakaian 14 minggu
b. Non Farmakologis
1) Operasi
Operasi dibutuhkan jika terapi lain tidak efektif. Tujuan dari pembedahan
adalah untuk menghambat jalur yang bertanggung jawab terhadap adanya
gerakan abnormal. Beberapa diantaranya adalah thalamotomy, pallidotomy.
Operasi lain termasuk rhizotomy cervicalis anterior, atau memotong saraf
pada titik – titik yang mempersarafi otot yang berkontraksi (denervasi perifer
selektif)
2) Deep Brain Stimulation (DBS)
DBS telah digunakan baru – baru ini dan menunjukkan beberapa keberhasilan.
E. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 30 Juni 2019.
Status Generalis
a. Keadaan umum: Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis/ GCS = E4M6V5= 15
c. TD : 130/80 mmHg
d. Nadi : 91 x/menit, Reguler
e. Pernapasan : 20 x/menit, Reguler
f. Suhu : 36,7oC
g. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
h. Mata : OS : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+),
Reflek kornea (+), Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
15
OD : pupil bulat, ø 3mm, refleks cahaya langsung (+), Reflek
kornea (+) Ptosis (-), Eksoftalmus (-)
Konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-)
i. THT : rhinorea (-), otorhea (-)
j. Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis
1) Faring : Mukosa hiperemis (-), T1-T1 tenang, Uvula ditengah, arcus
faring simetris
2) Lidah : Atrofi papil lidah (-), lidah deviasi (-)
k. Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar, trachea
ditengah
l. Thoraks :
1) Cor :
Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : kuat angkat, ictus cordis teraba 2 cm medial di ICS 5 linea
midclavikula sinistra,
Perkusi :
Kanan jantung : ICS IV linea sternalis dextra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Kiri jantung : ICS V, 2cm medial linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
2) Pulmo :
Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat statis dan
dinamis, retraksi dada (-)
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Palpasi : Taktil fremitus simetris kanan dan kiri
16
Auskultasi : Suara dasar paru (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
m. Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak
teraba
n. Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, edema (-/-)
Status Psikiatrikus
a. Cara berpikir : Wajar, sesuai umur
b. Tingkah laku : Wajar, pasien sadar
c. Ingatan : Baik, amnesia (-)
d. Kecerdasan : Baik, sesuai tingkat pendidikan
Status Neurologis
a. Sikap : Simetris dan lurus
b. Gerakan abnormal : kontraksi involunteer m. sternocleidomastoideus
c. Cara berjalan : tidak ada kelainan
d. Kognitif : Tidak ada gangguan komunikasi
Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf Kranialis Kanan Kiri
N. I Olfaktorius
Daya Penghidu Normal Normal
N. II Optikus
Daya Penglihatan
Lapang Penglihatan
N
N
N
N
17
Melihat Warna N N
N. III Okulomotorius
Ptosis
Gerakan mata ke medial
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Nistagmus
Eksoftalmus
Enoftalmus
Pupil - Besar
- Bentuk
Refleks terhadap sinar
langsung/tidak langsung
Melihat ganda
(-)
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)
(-)
3mm
Bulat, isokor, sentral
(+)
(-)
(-)
Baik
Baik
Baik
(-)
(-)
(-)
3mm
Bulat, isokor, sentral
(+)
(-)
N.IV Trokhlearis
Pergerakan mata
(ke bawah-lateral)
Srabismus konvergen
Baik
(-)
Baik
(-)
18
N.V Trigeminus
Sensibilitas muka
Reflek kornea
Trismus
Membuka mulut
Menggigit
Refleks bersin
Normal
(+)
(-)
Baik
Baik
Baik
Normal
(+)
(-)
Baik
Baik
Baik
N.VI Abducen
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Normal
(-)
Normal
(-)
N.VII Fasialis
Sulcus nasolabialis
Kedipan mata
Sudut Mulut
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Meringis
Mengembungkan pipi
Baik
Baik
Baik
(+)
(+)
(+)
(+)
Baik
Baik
Baik
(+)
(+)
(+)
(+)
19
Daya Kecap 2/3 anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N.VIII Vestibulokoklearis
Detik arloji
Suara berisik
Weber
Rinne
Swabach
(+)
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(+)
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N.IX Glossofaringeus
Daya kecap 1/3 belakang
Refleks Muntah
Arcus pharynx
Tersedak
Sengau
(+)
(-)
Simetris
(-)
(-)
(+)
(-)
Simetris
(-)
(-)
N.X Vagus
Arcus pharynx
Menelan
Berbicara
Simetris uvula di tengah
Normal, tidak tersedak
Baik
20
N.XI Accecorius
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
Tropi otot bahu
Sikap Bahu
Baik
Baik
Eutrofi
Simetris
Baik
Baik
Eutrofi
Simetris
N.XII Hypoglossus
Sikap lidah
Artikulasi
Menjulurkan lidah
Tremor lidah
Fasikulasi
Atrofi otot lidah
Deviasi (-)
Baik
Lateralisasi (-)
(-)
(-)
Eutrofi
Deviasi (-)
Baik
Lateralisasi (-)
(-)
(-)
Eutrofi
Pemeriksaan Laboratorium
-
21
Pemeriksaan Radiologi
Foto Head CT Scan
Hasil:
Tak tampak gambaran infark maupun perdarahan intrakranial.
Tampak kesuraman di sinusitis frontalis – ethmoidalis – sinusitis maksilaris
kiri.
22
F. DISKUSI KEDUA
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis distonia. Pada
pasien ini didapatkan pada pemeriksaan status neurologis didapatkan adanya kontraksi
abnormal dari m. sternocleidomastoideus.
Dari pemeriksaan radiologi CT scan tidak menunjukkan adanya infark atau perdarahan
didapatkan kesan etiologi dari distonia adalah idiopatik. Selain itu, untuk menyingkirkan
bahwa pada pasien ini merupakan distonia primer bukan sekunder karena adanya
parkinson bahwa pada pasien ini tidak didapatkan adanya tanda – tanda parkinson seperti
tremor, rigiditas, bradikinesia dan defisit memori pada pasien ini.
Data dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan
bahwa distonia yang terjadi pada pasien ini merupakan distonia fokal.
G. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : kontraksi abnormal otot wajah, leher, dan tangan
Diagnosis Topis : ganglia basalis
Diagnosis Etiologi : Distonia fokal
PLANNING
a. Terapi :
1. Risperidone 2 mg 2x1
2. THP 2x1
3. Alprazolam 1x1
23
PROGNOSIS
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia
Dissability : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia
Dissatisfaction : Dubia
Distutition : Dubia
FOLLOW UP
27 Juni 2019 S: kepala, mulut tidak berhenti bergerak
O:
TD: 140/80
N: 86x
RR: 20
T: 36,6
A: Distonia
P: Risperidone 2 mg 2x1, THP 2x1,
Alprazolam 1x1
30 Juni 2019 S: kepala, mulut masih tidak bisa berhenti
bergerak, sulit tidur
O:
TD: 150/100
N: 80
RR: 20
T: 36,8
A: Distonia
P: Risperidone 2 mg 2x1, THP 2x1,
Alprazolam 1x1, Clonazepam