47
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas terselesaikannya tugas Laporan Kasus yang berjudul “Demam Thypoid”. Tugas ini disusun dalam rangka meningkatkan pengetahuan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Pediatri RSIJ Cempaka Putih. Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. dr. Suryono Wibowo, Sp.A sebagai pembimbing. 2. Orang tua yang selalu mendoakan keberhasilan penyusun. 3. Teman-teman sejawat atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga dengan adanya laporan tugas ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya. Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun sangat membutuhkan saran dan kritik untuk membangun laporan yang lebih baik di masa yang akan datang. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb. Jakarta, 29 Oktober 2013

Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan

Citation preview

Page 1: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran ALLAH SWT atas terselesaikannya tugas Laporan Kasus yang berjudul “Demam Thypoid”.

Tugas ini disusun dalam rangka meningkatkan pengetahuan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Pediatri RSIJ Cempaka Putih. Pada kesempatan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Suryono Wibowo, Sp.A sebagai pembimbing.

2. Orang tua yang selalu mendoakan keberhasilan penyusun.

3. Teman-teman sejawat atas dukungan dan kerjasamanya.

Semoga dengan adanya laporan tugas ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan berguna bagi penyusun maupun peserta didik lainnya.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun sangat membutuhkan saran dan kritik untuk membangun laporan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 29 Oktober 2013

Penyusun

Page 2: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Nur

TTL : Jakarta, 22-08-2005

Usia : 8 tahun 7 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Pisangan timur,Jakarta Timur

Tanggal MRS : 23 Oktober 2013

Ruangan : badar

Dokter Merawat : dr. Suryono wibowo, Sp. A

ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)

Keluhan Utama : Demam sejak 5 hari SMRS

Riw. Peny. Sekarang : Os demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan timbul

perlahan-lahan, makin lama makin meningkat, demam ↑↓,

meningkat pada malam hari, menggigil (-).terdapat

mual,muntah 1 hari yang lali,muntah 1 x sedikit,cair tidak

terdapat darah.terdapat pusing,nafsu makan menurun

BAK lancer.

BAB : kemarin os diare 2x berupa cairan,terdapat ampas,tidak

terdapat lender.

Kemudian pada saat di poliklinik anak rsij cempaka putih,os

diperiksa suhu = 39,2 C

Uji Tubex,IgM 6.0.

Page 3: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Riw. Peny. Dahulu : OS belum pernah sakit seperti ini.

Kejang demam (-), Asma (-), TB (-), tifoid (-), DBD (-)

Riw. Peny. Keluarga : Asma (-), Alergi (-), kejang demam (-), TB (-)

Riw. Pengobatan : Untuk keluhan sekarang, os berobat ke klinik 24 jam, tidak ada perbaikan

Riw. Kehamilan Ibu : Ibu OS rutin ANC di Bidan, selama hamil tidak pernah ada keluhan dan sakit

Riw. Kelahiran : Lahir SC ai partus tak maju, cukup bulan. BB lahir = 3500 gr, PB lahir = 51 cm, langsung menangis

Riw. Imunisasi : Menurut ibu imunisasi lengkap

Riw. Tumbuh Kembang : Tengkurap usia 5 bulan

Duduk usia 7 bulan

Berjalan usia 1 tahun

Kesan Tumbuh Kembang sesuai usia

Riw. Alergi : Tidak ada alergi obat; tidak ada alergi cuaca, debu; tidak ada alergi makanan (telur, susu, udang)

Riw. Makanan : Os diberi ASI sampai usia 6 bulan. MPASI setelah usia 6 bulan

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

TTV : N : 120 x/menit

RR : 24 x/menit

S : 39,2 oC

STATUS ANTROPOMETRI

BB : 19 kg

Page 4: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

PB : 129 cm

U : 8 tahun 2 bulan

– BB/U : 19 / 26 x 100 % = 73 % à gizi kurang

– PB/U : 129 / 127 x 100 % = 102 %à normal

– BB/PB : 19 / 26 x 100 % = 73 % à kurang

STATUS GENERALIS

• Kepala : Normochepal

– Bentuk : Normochepal

– Lingkar Kepala : ibu pasien tidak mengetahui

– Ubun-ubun cekung (-)

• Rambut : Hitam pendek, distribusi merata, tidak mudah rontok

• Alis : Madarosis (-/-)

• Mata : Mata tidak cekung

– Konjungtiva : anemis (-)/(-)

– Sklera : ikterik (-)/(-)

• Hidung : Normotia, deviasi septum (-), sekret (-)

• Telinga : Normotia, serumen (-/-)

• Mulut : Bibir pucat (-), stomatitis (-), lidah kotor (+), tonsil = T1-T1, faring

hiperemis (-)

• Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar Tiroid (-)

• Thoraks : normochest

INSPEKSI PALPASI PERKUSI AUSKULTASI PARU normochest,

simetris Bagian dada yang

tertinggal (-) sonor Vesikular +/+

Rhonki -/-

Page 5: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

inspirasi dan ekspirasi

Wheezing -/-

JANTUNG Ictus cordis tidak terlihat

Ictus cordis teraba Tidak dilakukan

BJ 1 & 2 tunggal,

murmur (-), gallop (-)

ABDOMEN cembung, petekie (-)

Supel, turgor kulit baik,

Hepatosplenomegali (-)

Timpani Bising usus (+)

Ekstremitas

atas bawah

Sianosis : -/- -/-

Akral : hangat hangat

Udem : -/- -/-

RCT : < 2” <2”

• Anus & Genitalia : dalam batas normal, fimosis (-)

Laboratorium 23 oktober 2013

Jenis 23-10-2013

Page 6: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Hb 12,0 g/dl

Leukosit 4,81 x 10 3 /µL

Trombosit 266x 10 3/µL

Hematokrit 35 %

Uji anti salmonella IgM

Tubex

6.0 (+)

RESUME :

An.Nur datang ker rumah sakit,dengan keluhan demam sejak 5 hari smrs,disertai muntah 1 x,cair,darah (-).disertai sakit perut,Bab terdapat 2 x cair sejak 1 hari smrs,(-)darah,(-)lender.terdapat penurunan nafsu makan

Pemeriksaan fisik : suhu : 39,2 C

Nadi :120 x /menit

RR : 24 x /menit

Coated tounge (+)

Gizi kurang

Assesment :

Demam Thypoid dengan gizi kurang

R/

Infus asering 20 tpm

Ceftriaxone dalam dextrose 5%,1 gr

Tempra Forte 4 dd 1

Page 7: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Cervic 2 dd 1

Dumin sup (extra),Bila panas > 39C

Follow Up

Tanggal S O A P

24-10-

2013

Demam (+),

Sakit Perut (+)

Bab 1 x ,normal

Bak Normal

S : 37,8°C

N : 120x / menit

R : 22 x / menit

Lab : hb : 10.1

Leuko : 4.78

Trombo : 250

Ht : 33

Tubex : 6.0 (+)

Demam

thyfoid

Th/ lanjutkan

Cek H2TL

Tanggal S O A P

25-10-

2013

Demam (-),

Sakit Perut

(-)

Bab 1

x ,normal

Bak Normal

Nafsu makan

baik

S : 36,9°C

N : 90x / menit

R : 22 x /

menit

Lab : hb : 12.1

Leuko : 6.78

Trombo : 250

Demam

thyfoid

Th/

lanjutkan

Cek H2TL

Bila t.a.a

blpl

Page 8: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Ht : 33

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM TYPHOID

Page 9: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

1. DEFINISI

Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan

oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan

bakterimia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri

sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe

usus dan Peyer’s patch.

Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan

gangguan kesadaran.

2. ETIOLOGI

Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella enterica sevoar typhi (S. Typi), bakteri gram

negatif, mempunyai flagela (motil), tidak berkapsul, tidak menghasilkan spora dan

fakultatif anaerob. Kuman ini mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks

yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi

juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap

multipel antibiotik.

Kuman ini dapat hidup baik dalam suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit

lebih rendah, serta mati dalam suhu 70°C ataupun oleh antiseptic. Sangat mirip namun

tidak terlalu menyebabkan kesakitan yang berat disebabkan oleh S. Paratyphi A dan

terkadang oleh S. Paratyphi B (Schotmulleri) dan S. Paratyphi C (Hirschfeldii).

Sembilan puluh enam persen (96%) kasus demam typhoid disebabkan S. Typhi,

sisanya disebabkan oleh S. Paratyphi.

Salmonella typhosa mempunyai 3 antigen, yaitu:

- Antigen O à Ohne Hauch à antigen somatic (tidak menyebar), dari tubuh

kuman

- Antigen H à Hauch (menyebar), terdapat pada flagel dan bersifat termolabil

- Antigen Vi àKapsul à merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan

melindungi antigen O terhadap fagositosis.

Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan

pembentukkan tiga macam antibodi yaitu aglutinin. Sampai saat ini, demam typhoid masih

merupakan masalah kesehatan karena:

- Kesehatan lingkungan yang kurang memadai

Page 10: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

- Penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat

- Serta tingkat sosial-ekonomi dan pendidikan yang kurang

3. EPIDEMIOLOGI

Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekuensi kejadian demam typhoid di Indonesia

pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994 terjadi peningkatan frekuensi menjadi

15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981

sampai dengan 1986 memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu

dari 19.596 menjadi 26.000 kasus.

Kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah

pedesaan 358/100.000 penduduk per tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000

penduduk per tahun atau sekitar 600.000 dan 1,5 juta kasus per tahun. Perbedaan insidens

di perkotaan berhubungan dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta

sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan

lingkungan. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada

91% kasus.

4. PATOGENESIS

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme,

yaitu:

(1) Penempelan dan invasi sel sel M peyer’s patch,

(2) Bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi di makrofag peyer’s patch, nodus

limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial.

(3) Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah

(4) Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan

menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.

Kuman Salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia bersama makanan dan

minuman yang tidak higienis yang terkontaminasi feses atau urin secara fecal-oral

transmision. Pada saat melewati lambung, dengan suasana asam (pH < 2), sebagian kuman

akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus tepatnya di

ileum dan yeyunum akan menembus dinding usus.

Page 11: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Penyakit ini timbul tergantung pada beberapa faktor, antara lain:

1. Jumlah organisme yang ditelan.

Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan S. Typhi sebanyak 105-109 yang

tertelan.

2. Kadar keasaman dalam lambung

Keasaman lambung dapat menghambat multiplikasi Salmonella dan pada pH

2,0 sebagian besar kuman akan terbunuh dengan cepat.

Jalur Masuknya Bakteri ke Dalam tubuh

Kuman Salmonella typhi masuk kedalam tubuh melalui makanan/minuman yang

tercemar ke dalam tubuh melalui mulut.Setelah kuman sampai di lambung maka mula-

mula timbul usaha pertahanan non spesifik yang bersifat kimiawi yaitu adanya suasana

asam oleh asam lambung dan enzim yang dihasilkan.

Untuk dapat menimbulkan infeksi, diperlukan sekurang-kuraangnya 105 – 109 yang

tertelan melalui makanan dan minuman.Pada saat melewati lambung dengan suasana asam

(pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,

pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, Inhibitor pompa proton atau antasida

dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis bakteri. Sebagian kuman yang masuk ke

lambung akan dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus yaitu

kuman yang memiliki pertahanan lokal berupa motilitas dan flora normal usus kuman

berusaha menghanyutkan kuman dengan usaha pertahanan tubuh nonspesifik yaitu oleh

kekuatan peristaltik usus.

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat

pada sel sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus,

tepatnya di ileum dan yeyunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi peyer’s patch,

merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus

halus, mengikuti aliran ke kelenjer limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi

sitemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limfe.

Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan

oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun pejamu maka Salmonella typhi akan

Page 12: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk kedalam sirkulasi sistemik.

Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang

disukai oleh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu dan

peyer patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara

langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Eksresi organisme di empedu

dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.

Bakterimia I (1 – 7 hari)

Melalui mulut makanan dan air yang tercemar Salmonella typhi (106-109) masuk

kedalam tubuh manusia melalui esofagus, kuman masuk kedalam lambung dan sebagian

lagi kuman masuk kedalam usus halus. Di usus halus, kuman mencapai jaringan limfoid

plaque peyeri di ileum terminalis yang sudah mengalami hipertropi (ditempat ini sering

terjadi perdarahan dan perforasi). Lalu kuman menembus lamina propria, kemudian masuk

ke aliran limfe dan mencapai kelenjer mesenterial yang mengalami hipertrofi. Melalui

duktus thoracicus, sebagian kuman masuk kedalam aliran yang menimbulkan Bakterimia

I dan melalui sirkulasi portal dari usus halus, dan masuk kembali kedalam hati.

Bakterimia II (6 hari – 6 minggu)

Melalui sirkulasi portal dan usus halus, sebagian lagi masuk kedalam hati lalu kuman

ditangkap dan bersarang sebagian di RES: plaque peyeri di ileum terminalis, hati, lien,

bagian lain sistem RES, kemudian masuk kembali ke aliran darah dan menimbulkan

Bakterimia II lalu menyebar ke seluruh tubuh.

Penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam tifoid disebabkan

oleh endotoksin Salmonella typhi yang berperan pada patogenesis demam tifoid karena

salmonella typhi membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat

Salmonella typhi berkembang biak dan endotoksin Salmonella typhi merangsang sintesis

dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

Pada dasarnya tifus abdominalis merupakan penyakit retikuloendotelial sistem yang

menunjukkan diri terutama pada jaringan limfoid usus, limpa, hati dan sumsum tulang. Di

Page 13: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

usus, jaringan limfoid terletak di antemesenterial pada dindingnya, dan di namai Plaque

peyeri.

Usus yang terserang tifus umumnya ileum terminal atau distal, tetapi terkadang bagian

lain usus halus dan kolon proksimal juga dapat terinfeksi pada minggu I. Pada permukaan

plaque peyeri penuh dengan fagosit, membesar, menonjol, dan tampak seperti infiltrate

atau hiperplasia di mukosa usus. Pada akhir minggu pertama infeksi terjadi nekrosis dan

tukak. Tukak ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plaque

peyeri yang ada disitu. Kebanyakan tukaknya itu dangkal, kadang lebih dalam sampai

menimbulkan perdarahan. Perforasi terjadi pada tukak yang menembus serosa. Setelah

penderita sembuh biasannya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan

fibrosis.

Jaringan retikuloendotelial lain juga mengalami perubahan. Kelenjer limfe

mesenterial penuh fagosit sehingga kelenjer membesar dan melunak. Limpa biasannya

juga membesar dan melunak. Hati menunjukkan proliferasi sel Polimorfonuklear dan

mengalami nekrosis fokal. Jaringan sistem lain hampir selalu terlibat. Kandung empedu

selalu terinfeksi dan bakteri hidup dalam empedu. Sesudah sembuh, empedu penderita

dapat tetap mengandung bakteri dan penderita menjadi pembawa kuman.

Sel ginjal mengalami pembengkakan keruh yang mengandung koloni bakteri. Itu

sebabnya pada minggu minggu pertama ditemukan kumannya dalam air kemih. Bila

sembuh, penderita menjadi pembawa kuman yang menularkan lewat kemihnya. Parotitis

dan orkitis kadang bisa ditemukan, sedangkan Bronkitis hampir selalu ada, kadang

pneumonia dapat juga terjadi. Selain disebabkan oleh basil tifus, pneumonia pada tifus

abdominalis lebih sering terjadi sekunder oleh infeksi pneumococcus.

Otot jantung membengkak dan menjadi lunak serta memberikan gambaran

miokarditis. Biasanya Tekanan Darah turun dengan Nadi lambat (Bradikardi Relatif )

akibat miokarditis tersebut. Vena sering mengalami trombosis terutama V.femoralis,

V.sefana, dan sinus di otak. Otot lurik dapat mengalami degenerasi zenker berupa

hilangnya striae transversalis disertai pembengkakan otot.Otot yang sering terserang

adalah otot diafragma. M.rektus abdominis dan otot paha. Hal ini yang mendasari

kelemahan otot pada penderita demam tifoid. Toksin di otot dapat juga menyebabkan

rupture spontan disertai perdarahan local. Infeksi sekunder kemudian menyebabkan abses

di otot bersangkutan. Tulang dapat menunjukkan lesi supuratif berupa abses .Osteomielitis

Page 14: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

dapat berlangsung bertahun tahun . Yang paling sering terkena adalah tibia, sternum, iga,

dan ruas tulang belakang . Pada demam tifoid sering di dapat gambaran piogenik disertai

adanya basil tifus yang dapat hidup di darah. Infeksi di sumsum tulang ditunjukkan

dengan gambaran leukopenia disertai hilangnya sel Polimorfonuklear dan eosinofil dan

bertambahnya sel mononuklear.

5. MANIFESTASI KLINIS

Pada anak, periode inkubasi demam typhoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara

10-14 hari. Masa inkubasi yang tersingkat 4 hari jika infeksi melalui makanan, bisa sampai

30 hari jika infeksi melalui minuman. Gejala klinis demam typhoid sangat bervariasi, dari

gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat

sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi

dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya.

Gejala demam typhoid pada anak-anak biasa lebih ringan jika dibandingkan dengan

penderita dewasa. Pada minggu pertama sakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit

infeksi pada umumnya yaitu:

Demam

Nyeri kepala, nyeri otot

Anoreksia, mual, muntah, obstipasi, perasaan tidak enak diperut

Batuk-batuk

Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi menjadi lebih jelas, berupa:

Demam

Bradikardi relatif

Lidah yang khas (kotor ditengah dan tepi,ujung merah,lidah tremor)

Hepatomegali

Splenomegali

Page 15: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Meteorismus

Gangguan mental atau kesadaran

Dari literatur lain diperjelas lagi bahwa selama masa inkubasi dapat ditemukan gejala

prodromal yaitu:

Perasaan tidak enak badan

Lesu

Nyeri kepala

Pusing

Tidak bersemangat

Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu :

(1) Demam

Pada kasus-kasus yang khas, Demam berlangsung 3 minggu bersifat remiten. Selama

minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari (step-ladder

temprature chart), kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi

pada akhir minggu pertama. Pada minggu kedua penderita terus dalam keadaan demam,

dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun perlahan secara lisis dan kembali

normal kembali pada akhir minggu ketiga, kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti

kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap.

(2) Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah

(ragaden), lidah ditutupi selaput kotor (coated tongue) ujung dan tepinya kemerahan, jarang

disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan perut kembung (meteorismus), hati dan

Page 16: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

limpa membesar (hepatomegali dan spleenomegali) disertai nyeri pada perabaan, biasanya

didapatkan konstipasi akan tetapi mungkin juga normal bahkan dapat terjadi diare.

(3) Gangguan Kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak begitu dalam yaitu apatis

sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.Disamping gejala-gejala yang biasa

ditemukan tersebut mungkin juga dapat ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota

gerak dapat ditemukan roseola yaitu (bercak mukopapuler) bintik-bintik kemerahan karena

emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan pada minggu pertama demam, ukuran 1

– 6 mm ditemukan 40 % - 80 % penderita dan berlangsung singkat ( 2 – 3 hari ). Bercak ini

sering kali dijumpai pada daerah abdomen, thoraks, ekstremitas dan punggung pada orang

kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Jika tidak ada

komplikasi dalam 2 – 4 minggu, gejala dan tanda klinis menghilang namun malaise dan

letargi menetap 1 – 2 bulan. Kadang-kadang ditemukan bradikardi pada anak besar dan

mungkin pula ditemukan epistaksis.

6. DIAGNOSIS

IAnamnesis

Keluhan:

o Demam

o Nyeri kepala (frontal)

o Kurang enak diperut

o Nyeri tulang, persendian dan otot

o Konstipasi, Obstipasi

o Mual,Muntah

Page 17: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Gejala klinik yang pertama timbul disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan

gejala toksik umum, seperti letargi, sakit kepala, demam dan bradikardi. Demam ini khas

karena gejala peningkatan suhu setiap hari seperti naik tangga sampai dengan suhu 400 C atau

410C, yang dikaitkan dengan nyeri kepala, malaise dan menggigil. Ciri utama demam tifoid

adalah demam menetap yang persisten ( 4 sampai 8 minggu pada pasien yang tidak diobati ).

Selanjutnya gejala disebabkan oleh gangguan sistem retikuloendotelial, misalnya

kelainan hematologi, gangguan faal hati dan nyeri perut. Kelompok gejala lainnya

disebabkan oleh komplikasi seperti ulserasi di usus dengan penyulitnya. Masa tunas biasanya

5 sampai 14 hari, tetapi dapat sampai 5 minggu. Pada kasus ringan dan sedang, penyakit

biasannya berlangsung 4 minggu. Timbulnya berangsur, mulai dengan tanda malaise,

anoreksia, nyeri kepala, nyeri seluruh badan, letargi dan demam.

Pada minggu pertama terdapat demam remitten yang berangsur makin tinggi dan

hampir selalu disertai nyeri kepala. Biasanya terdapat batuk kering dan tidak jarang di

temukan epistaksis. Hampir selalu ada rasa tidak enak atau nyeri pada perut. Konstipasi

sering ada, namun diare juga ditemukan.

Pada minggu kedua, demam umumnya tetap tinggi (demam kontinu) dan penderita

tampak sakit berat. Perut tampak distensi dan terdapat gangguan pencernaan. Diare dapat

mulai, kadang disertai perdarahan saluran cerna. Keadaan berat ini berlangsung sampai

dengan minggu ketiga. Selain letargi, penderita mengalami delirium bahkan sampai koma

akibat endotoksemia.

Pada minggu ketiga tampak gejala fisik lain berupa bradikardi relatif limpa membesar

lunak. Perbaikan dapat mulai terjadi pada akhir minggu ketiga dengan suhu badan menurun

dan keadaan umum tampak membaik. Tifus abdominalis dapat kambuh satu sampai dua

minggu setelah demam hilang.kekambuhan ini dapat ringan dapat juga berat, dan mungkin

terjadi sampai dua atau tiga kali.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik ditemukan:

Page 18: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

o Demam yang tinggi

o Perut distensi disertai dengan nyeri tekan perut

o Bradikardi relatif

o Hepatosplenomegali

o Kelainan makulopapular berupa roseola (rose spot) dengan diameter 2 – 5 mm

terdapat pada kulit perut bagian atas dan dada bagian bawah. Rose spot tersebut

agak meninggi dan dapat menghilang jika ditekan.Kelainan yang berjumlah kurang

lebih 20 buah ini hanya tampak selama 2 – 4 hari pada minggu pertama> Bintik

merah muda juga dapat berubah menjadi perdarahan kecil yang tidak mudah

menghilang yang sulit dilihat pada pasien berkulit gelap (jarang ditemukan pada

orang Indonesia)

o Jantung membesar dan melunak

o Bila sudah terjadi perforasi maka akan didapatkan tekanan sistolik yang menurun,

kesadaran menurun, suhu badan meningkat, nyeri perut dan defans muskuler akibat

rangsangan peritoneum.

o Perdarahan usus sering muncul hipovolemik. Kadang ada pengeluaran melena atau

darah segar.

o Bila telah ada peritonitis difusa akibat perforasi usus, perut tampak distensi, bising

usus hilang, pekak hati hilang dan perkusi daerah hati menjadi timpani. Selain itu,

pada colok dubur terasa sfinger yang lemah dan ampulanya kosong. Penderita

biasannya mengeluh nyeri perut, muntah dan kurva suhu – denyut nadi

menunjukkan tanda salib maut.

o Pemeriksaan radiologi menunjukkan adanya udara bebas di bawah diafragma,

sering disertai gambaran ileus paralitik

Pemeriksaan Laboratorium

Page 19: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis “Observasi

tifus abdominalis”. Untuk memastikan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan:

(1) Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosa

a. Pemeriksaan darah tepi

Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia. Pada

permulaan sakit, mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan

darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana akan

tetapi sangat berguna untuk membantu diagnosis yang tepat.

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Dapat digunakan untuk menyokong diagnosa, pemeriksaan ini tidak termasuk

pemeriksaan rutin sederhana. Terdapat sumsum tulang berupa hiperaktif RES

dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoeisis, granulopoeisis dan

trombopoiesis berkurang.

(2) Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis

Biakan empedu untuk menemukan Salmonella typhosa dan pemeriksaan

widal adalah pemeriksaan yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus

abdominalis yang pasti. Kedua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu

masuk dan setiap minggu berikutnya.

a. Biakan Empedu

Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita biakan dalam

minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses,

mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu, pemeriksaan

yang positif dari contoh darah yang digunakan untuk menegakkan diagnosis,

sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali berturut-turut

digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak

menjadi pembawa kuman (karier).

b. Biakan Darah

Page 20: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Seringkali positif pada awal penyakit sedangkan biakan urin dan tinja positif

setelah terjadi septikemia sekunder. Biakan sumsum tulang dan kelenjer limfe atau

jaringan retikuloendotelial lainnya.sering masih positif setelah darah steril.

Biakan darah positif ditemukan pada 70% - 80% penderita pada minggu

pertama sakit, sedangkan pada akhir minggu ketiga, biakan darah positif hanya pada

10 penderita. Setelah minggu keempat penyakit sangat jarang kuman ditemukan

dalam darah. Bila terjadi relaps maka biakan darah akan positif kembali.

Pada penelitian mendeteksi DNA kuman Salmonell typhi dalam darah dengan

teknik hibridisasi asam nukleat dan metode penggandaan DNA dengan polymerase

chain reaction (PRC). Cara ini dilaporkan dapat mengidentifikasi kuman dalam

jumlah yang amat sedikit.

Identifikasi kuman melalui Uji Serologi

(1) Pemeriksaan Widal

Dasar pemeriksaan adalah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita

dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif

ialah bila terjadi reaksi aglutinasi.yang bertujuan untuk menentukan adanya

antibodi, yaitu agglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita tifoid.

Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan yaitu

pengenceran tertinggi yang dapat menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat

diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O.Titer yang bernilai

1/200 atau lebih atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk

membuat diagnosa. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis,

karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama

sembuh. Tidak selalu pemeriksaan widal positif walaupun penderita sungguh-

sungguh menderita tifus abdominalis sebagaimana terbukti pada autopsi setelah

penderita meninggal dunia.

Sebaliknya titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut:

Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, Karena infeksi basil Coli

patogen dalam usus.

Page 21: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Pada Neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat

Terdapat infeksi silang dengan ricketsia.

Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya kuman peroral atau pada keadaan

infeksi subklinis.

Antibodi (aglutinin) yang spesifik terhadap salmonella typhi akan positif

dalam serum pada:

(a) Pasien demam tifoid

(b) Orang yang pernah tertular Salmonella.

(c) Orang yang pernah di vaksinasi terhadap demam tifoid

Akibat infeksi oleh Salmonella typhi, maka didalam tubuh pasien membuat antibodi

(aglutinin), yaitu:

(a) Aglutinin O

Aglutinin O adalah antibody yang dibuat karena rangsangan dari antigen O yang

berasal dari tubuh kuman.

(b) Aglutinin H

Aglutinin H adalah antibodi yang dibuat karena rangsangan dari antigen H yang

berasal dari flagella kuman.

(c) Aglutinin Vi

Aglutinin Vi adalah antibody yang dibuat karena rangsangan dari antigen Vi yang

berasal dari simpai kuman.

Dari ketiga aglutinin diatas, hanya aglutinin O dan aglutinin H yang

ditentukan titernya untuk menegakkan diagnosis

Faktor-faktor yang mempengaruhi uji Widal, yaitu:

(a) Faktor-faktor yang berhubungan dengan pasien

- Keadaan umum pasien

Page 22: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

- Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

- Pengobatan dini dengan antibiotik

- Penyakit-penyakit tertentu

- Obat-obat imunosupresif atau kortikosteroid

- Infeksi klinis atau subklinis oleh Salmonella sebelumnya

(b) Faktor-faktor yang berhubungan dengan teknis

- Aglutinasi silang

- Konsentrasi suspense antigen

- Strain Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen

Interpretasi uji Widal, yaitu:

Makin tinggi titernya, maka makin besar kemungkinan pasien menderita demam

tifoid

Tidak ada consensus mengenai tingginya titer uji Widal yang mempunyai nilai

diagnostik pasti untuk demam tifoid

Uji Widal positif atau negatif dengan titer rendahtidak menyingkirkan diagnosis

demam tifoid.

Uji Widal positif dapat disebabkan oleh septicemia karena Salmonella lain.

Uji Widal bukan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan kesembuhan pasien,

karena pada seseorang yang telah sembuh dari demam tifoid, aglutinin akan tetap

berada dalam darah untuk waktu yang lama.

Uji Widal tidak dapat menentukan spesies Salmonella sebagai penyebab demam

tifoid, karena beberapa spesies Salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang

sama, sehingga dapat menimbulkan reaksi aglutinasi yang sama pula.

Page 23: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

(2) Tubex TF

Tes TUBEX merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang

sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang

berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan

menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada

Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat  dalam diagnosis infeksi akut karena

hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam

waktu beberapa menit.

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini,

beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim

dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian

lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.9 Tes ini

dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara

rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.

Interpretasi tes Tubex TF:

Scoring 2 : (-)

Scoring 3 :(Borderline,ulangi pemeriksaan 3 – 5 hari

kemudian)

Scoring 4 – 5 : (+) Lemah

Scoring 6 – 10 : (+) Kuat ,indikasi mutlak

(3) Metode enzyme immunoassay (EIA)

             Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik

IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM

menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap

IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah

endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi

peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus

akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M yang merupakan

modifikasi dari metode Typhidot telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga

Page 24: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen

terhadap Ig M spesifik.

Penelitian oleh Purwaningsih dkk (2001) terhadap 207 kasus demam tifoid

bahwa spesifisitas uji ini sebesar 76.74% dengan sensitivitas sebesar 93.16%, nilai

prediksi positif sebesar 85.06% dan nilai prediksi negatif sebesar 91.66%.

Sedangkan penelitian oleh Gopalakhrisnan dkk (2002) pada 144 kasus demam tifoid

mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 98%, spesifisitas sebesar 76.6% dan

efisiensi uji sebesar 84%.Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 79% dan

spesifisitas sebesar 89%.

Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non tifoid

bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji

Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna

tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif.2,8 Dikatakan bahwa Typhidot-M ini

dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk

mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.

 Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan

spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang

dengan penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran

nitroselulosa sedikit), tidak menggunakan alat yang khusus sehingga dapat

digunakan secara luas di tempat yang hanya mempunyai fasilitas kesehatan

sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman. Keuntungan lain adalah bahwa

antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum ditandai dan diblok

dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4°C dan bila hasil

didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum pasien

(4) Metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak

antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen

flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering

dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah

double antibody sandwich ELISA. Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas

uji ini sebesar 95% pada sampel darah, 73% pada sampel feses dan 40% pada

sampel sumsum tulang. Pada penderita yang didapatkan S. typhi pada darahnya, uji

Page 25: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

ELISA pada sampel urine didapatkan sensitivitas 65% pada satu kali pemeriksaan

dan 95% pada pemeriksaan serial serta spesifisitas 100%. Penelitian oleh Fadeel dkk

(2004) terhadap sampel urine penderita demam tifoid mendapatkan sensitivitas uji

ini sebesar 100% pada deteksi antigen Vi serta masing-masing 44% pada deteksi

antigen O9 dan antigen Hd. Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih

memerlukan penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan,

terutama bila dilakukan pada minggu pertama sesudah panas timbul, namun juga

perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga pada kasus dengan Brucellosis.

(5) pemeriksaan dipstik.

Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda dimana

dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi dengan

menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S. typhi sebagai

pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized sebagai reagen kontrol.

Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan

alat yang spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas

laboratorium yang lengkap.

Penelitian oleh Gasem dkk (2002) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 69.8%

bila dibandingkan dengan kultur sumsum tulang dan 86.5% bila dibandingkan

dengan kultur darah dengan spesifisitas sebesar 88.9% dan nilai prediksi positif

sebesar 94.6%. Penelitian lain oleh Ismail dkk (2002) terhadap 30 penderita demam

tifoid mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 90% dan spesifisitas sebesar 96%.

Penelitian oleh Hatta dkk (2002) mendapatkan rerata sensitivitas sebesar 65.3%

yang makin meningkat pada pemeriksaan serial yang menunjukkan adanya

serokonversi pada penderita demam tifoid Uji ini terbukti mudah dilakukan,

hasilnya cepat dan dapat diandalkan dan mungkin lebih besar manfaatnya pada

penderita yang menunjukkan gambaran klinis tifoid dengan hasil kultur negatif atau

di tempat dimana penggunaan antibiotika tinggi dan tidak tersedia perangkat

pemeriksaan kultur secara luas.

Diagnosis Pasti

Bila ditemukan kuman Salmonella typhi dari darah, urin, tinja, dan sumsum tulang

belakang, cairan duodenum, atau rose spots. Berkaitan dengan pathogenesis maka kuman

Page 26: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang diawal penyakit, Sedangkan pada

stadium berikutnya didalam urin dan tinja. Hasil biakan positif memastikan demam tifoid,

namun hasil yang negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya bergantung

pada beberapa faktor, seperti:

Jumlah darah yang diambil

Perbandingan volume darah dan media empedu

Waktu pengambilan darah

Menurut Watson jumlah rata-rata kuman 7,6 per ml darah, walaupun penderita dalam

keadaan bakterimia, sehingga untuk biakan diperlukan 5 – 10 ml darah. Untuk menetralisir

efek bakterisidal oleh antibodi atau komplemen yang dapat menghambat pertumbuhan

kuman, maka darah harus diencerkan 5 - 10 kali, waktu pengambilan darah yang paling

baik ialah saat demam tinggi atau sebelum pemakaian antibiotik. Karena setelah

pemberian antibiotik kuman sudah sukar ditemukan dalam darah.

7. DIAGNOSIS BANDING

Bila terdapat demam lebih dari satu minggu sedangkan penyakit yang dapat

menerangkan demam itu belum jelas, perlulah dipertimbangkan pula penyakit selain tifus

abdominalis, yaitu penyakit sebagai berikut:

Paratifoid A,B,C

Influenza

Malaria

Tuberkulosis

Dengue

Salmoneilosis

Pneumonia lobaris

8. KOMPLIKASI

Page 27: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

1. Relaps, febris timbul kembali setelah ± 10 hari afebris atau setelah 3 minggu

diberikan terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi dapat ditemukan

setelah beberapa bulan, terutama dengan penderita yang mendapat terapi tidak

adekuat (Manson-Bahr), limfa yang tetap teraba adalah gejala penting dari

impending relaps. Insidensi 10% - 20%.

Patogenesa :

Penderita diserang oleh banyak strain tetapi hanya satu strain yang bermanifestasi,

sedang strain yang lainnya bersembunyi, waktu relaps disebabkan oleh kuman yang

tersembunyi. Chloramfenikol menghambat atau memperlambat pembentukkan

antibodi, sehingga memudahkan relaps tapi justru relaps pada titer antibodi yang

tinggi hal ini dibuktikan dengan titer widal, yaitu penularan bukan oleh karena

kekebalan. Salmonella typhi istirahat dalam sel dan baru aktif pada saat sel tubuh

tersebut mati.

2. Perdarahan usus, biasanya timbul pada hari ke 14 - ke 21 dari perjalanan penyakit.

Dapat berupa perdarahan yang minimal sampai perdarahan tersembunyi yang masif.

Yang ditandai dengan :

a. Penurunan suhu mendadak.

b. Tanda-tanda shock.

Tensi turun mendadak sampai dibawah normal

Nadi cepat dan kecil

Sianosis.

Tachypnoe.

Kulit dingin dan lembab.

Perdarahan per ani yang tidak selalu tampak.

3. Perforasi usus, biasanya muncul pada akhir minggu ke III, umumnya terjadi di daerah

sekitar 60cm dari bagian akhir ileum. Dengan gejala yang kita dapatkan adalah:

Page 28: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

KU buruk.

Reaksi tubuh dan mental menjadi lambat.

Tiba-tiba menjadi gelisah dan mengeluh nyeri perut.

Muntah-muntah.

Suhu tiba-tiba turun.

Pernafasan cepat dan hanya menggunakan otot-otot intercostal.

Dinding perut tegang, defence musculare, terutama di perut sebelah kanan (pada

lokasi ileum).

Pekak hati menghilang.

Perkusi menjadi tympani.

Bising usus menurun sampai hilang.

Foto RO BNO : tampak udara bebas dalam rongga perut terutama dibawah

diafragma. Preperitoneal fat hilang karena terdapat oedem dan pengumpulan

exudat.

4. Miokarditis, keluhan klinis terjadi pada minggu ke II sampai minggu ke III, berupa :

Takikardia.

Nadi kecil dan lemah.

Bunyi jantung redup.

Gallop rhythm.

Tekanan darah turun atau peningkatan tekanan vena tanpa ada gejala

dekompresi lain.

5. Cholecystitis

Page 29: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

6. Thypoid toxic, secara klinis terjadi perubahan mental yang terdiri dari disorientasi,

kebingungan, delirium > 5 hari, yang dapat diikuti dengan/tanpa munculnya gejala

neurologis : afasia, ataxia, perubahan refleks, konvulsi dan lain-lainnya. Thypoid

toxic dapat dibagi menjadi :

a. Meningocerebral

Demam > 6 hari dan menjadi delirium, setengah sadar atau tidak sadar.

Selalu ada kaku kuduk.

Tanda kernig dapat positif atau negatif.

Refleks tendo menjadi meninggi terutama APR.

Liquor cerebro spinal normal.

Prognosa: dapat sembuh sempurna

b. Encephalitis diffus

Demam tinggi diikuti penurunan kesadaran.

Refleks tendo dapat positif atau menurun, refleks dinding perut negatif.

Rangsang meningen negatif.

Setelah berlangsung lebih dari 1 minggu akan sembuh sempurna.

c. Encephalitis akut

Tiba-tiba hiperpireksia.

Tidak sadar dan kejang umum 24 jam setelah onset.

Bisa timbul kejang ulang.

Prognosa : buruk

d. Meningitis akut

Liquor cerebro spinal : jernih dengan pleositosis ringan.

Page 30: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Electro encephalograph : gambaran encephalopati.

e. Bisa terjadi karena dikaitkan dengan sistem imunologis atau kekebalan seseorang.

f. Dapat dikaitkan pula dengan kepribadian seseorang, orang yang gampang histeris,

akan lebih gampang jatuh ke dalam toxic typhoid.

g. Pasien dalam keadaan delirium / bicara ngaco / berteriak-teriak dan mengalami

agitasi.

h. Terdapat gerakan-gerakan seperti menarik-narik seprei.

7. Hepatitis typhosa

8. Pneumotyphoid

9. Pankreatitis typhosa

10. Carrier typhosa, setelah 6 bulan diperiksa 3 x berturut-turut selang 1 bulan masih

tetap positif (pada pemeriksaan faeces yang dibiakkan).

9. PENATALAKSANAAN

1. Terapi secara umum

(1). Non medikamentosa

Perawatan :

Istirahat sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi

sebaiknya sampai akhir minggu ke III oleh karena bahaya perdarahan dan perforasi.

Tujuannya untuk :

Mempercepat penyembuhan.

Mencegah perforasi usus.

Page 31: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Karena banyak gerak akan menyebabkan gerakan peristaltik

meningkat, dengan peningkatan peristaltik maka akan terjadi peningkatan dari

aktifitas pembuluh darah, hal ini akan meningkatkan kadar toksin yang masuk ke

dalam darah, dapat menyebabkan peningatan dari suhu tubuh.

Mobilisasi berangsur-angsur dilakukan setelah pasien 3 hari

bebas demam.

Dietetik :

Harus cukup kalori, protein, cairan dan elektrolit.

Makanan mudah dicerna

Prinsip pengelolaan dietetik pada typhoid padat dini, rendah

serat/rendah selulosa.

Setelah demam reda,dpt diberikan makan yang lebih padat

Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis

ada luka di ileum terminale bila banyak selulosa maka akan menyebabkan

peningkatan kerja usus, hal ini menyebabkan luka makin hebat.

(2). Medika mentosa:

• Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14 hari

atau 5-7 hari setelah demam

• Ampisilin 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x pemberian I.V

• Amoksilin 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4x pemberian oral

• Sefalosporin generasi III:

• Sefriakson 100 mg/kgBB/hari dibagi 1 atau 2 dosis (maks 4 gr/hari) selama 5-7 hari.

• Sefotaksim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis

• Cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari

10. PENCEGAHAN

Page 32: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar Salmonella typhi, maka

setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi.

Salmonella typhi didalam air mati apabila dipanasi setinggi 570 C untuk beberapa menit atau

dengan proses iodinasi/klorinasi.

Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 570C beberapa menit dan secara merata juga

dapat mematikan kuman Salmonella typhi. Penurunan endemisitas suatu Negara/daerah

tergantung pada baik buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah

serta tingkat kesadaran individu terhadap hygiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu

menekan angka kejadian demam tifoid.

Vaksin Demam Tifoid

Saat sekarang dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang

berisi:

Kuman yang dimatikan

Kuman hidup

Komponen Vi dari Salmonella typhi

Vaksin yang berisi kuman Salmonell typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella

paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) telah puluhan tahun digunakan dengan cara

pemberian suntikan subkutan; namun vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang

terbatas, disamping efek samping lokal pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin yang

berisi kuman Salmonella typhi hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan peroral tiga kali

dengan interval pemberian selang sehari, member daya perlindungan 6 tahun. Vaksi Ty-21a

diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. Pada penelitian dilapangan didapat hasil efikasi

proteksi yang berbanding terbalik dengan derajat transmisi penyakit. Vaksin yang berisi

komponen Vi dari Salmonella typhi diberikan secara suntikan intramuskular memberikan

perlindungan 60-70% selama 3 tahun.

11. PROGNOSIS

Prognosis pasien demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia, keadaan

kesehatan sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di Negara maju, dengan terapi

Page 33: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

antibiotic yang adekuat, angka mortalitas < 1%. Di Negara berkembang, angka

mortalitasnya > 10%, biasannya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan

pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan

hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan

mortalitas yang tinggi.

Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan S.ser.typhi ≥

3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier pada

anak-anak rendak dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari

seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier

kronis dibandingkan dengan populasi umum.Walaupun karier urin kronis juga dapat

terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.

DAFTAR PUSTAKA

Hassan, Rusepno dkk Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, FKUI. 2002

Prof.Herry Garna,dr.,Sp.A(K),Ph.D, Heda Melinda Nataprawira,dr.Sp.A(K),M.Kes.

Pedoman diagnosis dan terapi,Edisi Ke-3, Ilmu Kesehatan Anak, Universitas

Padjadjaran. 2004

Juwono,rahmat.Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:FKUI. 2003

Pusponegoro, hardiono.,dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak.Edisi I.Jakarta:

Badan Penerbit IDAI. 2004

Robert M. Kliegman and friends, Nelson Essentials of Pediatrics, 5th edition, Elsevier

Saunders,USA. 2006

Saefullah M noer.Buku Ajar penyakit dalam.Jilid I.Edisi ketiga.Jakarta:Balai penerbit

FKUI.2002

Page 34: Laporan Kasus Dr Suryono Herli

Soedarmo,sumarmo.,dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis .Edisi kedua.Jakarta:Bagian

Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2002