Laporan Intership

Embed Size (px)

Citation preview

PELAKSANAAN HABILITASI ANAK KETERLAMBATAN BICARA DI YAYASAN PENDIDIKAN ANAK AUTIS MUTIARA HATI KOTA MOJOKERTO

STUDI KASUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti mata kuliah Internship di Jurusan PLB FIP UNESA Tahun 2011

Oleh : IRMA KURNIASARI NIM. 071044214

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MEI 2011

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PELAKSANAAN STUDI KASUS

NAMA LENGKAP MAHASISWA : IRMA KURNIASARI NIM JURUSAN SPESIALISASI TEMPAT INTERNSHIP NAMA LEMBAGA : 071044214 : PENDIDIKAN LUAR BIASA : TUNARUNGU : KOTA MOJOKERTO : YAYASAN PENDIDIKAN ANAK AUTIS MUTIARA HATI ALAMAT : JALAN RAYA IJEN NO. 46 KOTA MOJOKERTO TELEPON WAKTU PELAKSANAAN : (0321) 326464 : APRIL MEI 2011

Surabaya, Mei 2011 Mengetahui Ketua/Kepala Lembaga Mahasiswa Pelaksana

Ayun Nani, S.Pd NIP.

Irma Kurniasari NIM. 071044214

Menyetujui Dosen Pembimbing

Drs. Edy Rianto,M.Pd NIP. 19561208 198503 1 003

BAB I PROFIL KASUS A. Identitas Anak 1. Nama Anak 2. Tempat/Tgl Lahir 3. Nama ayah 4. Nama Ibu 5. Alamat : Rouf Setiawan Arif : Mojokerto, 4 April 2007 : Djawadi Sunda Kelana : Purwaningrum : Jalan Argopuro IV/3 Kota Mojokerto 6. No. Telp Rumah/ Kantor/HP : 081330442147

B. Spesifikasi Kemampuan dan Performance Arif berusia 4 tahun, dalam usia tersebut dia belum dapat berkomunikasi atau berbicara dengan baik layaknya anak yang seumuran dengan dia, sehingga ia mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata-kata, lebih senang meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk. Kalau dipanggil namanya jarang sekali merespon atau menoleh, dengan kata lain tidak memberikan respon terhadap katakata, bersikap seolah-olah tuli. Tapi kadang kala juga ada respon. Arif memiliki fisik seperti anak anak normal lainnya, tidak terdapat kecacatan apapun. Badannya gemuk karena suka makan, kulitnya putih bersih, rambutnya ikal, hidungnya mancung. Sesuatu yang dia sukai adalah bola dan benda bergerak misalnya mobil-mobilan. Dalam hal makan, minum, BAK, BAB kadang masih membutuhkan pertolongan dari orang lain. Spesifikasi kemampuan yang dimiliki arif adalah 1. Motorik halus : Arif tidak memiliki kendala dalam perkembangan motorik halusnya, dia dapat memasukkan tali kedalam lubang-lubang boneka meskipun membutuhkan waktu yang agak lama. Dalam latihan motorik halus lainnya misalnya meronce, dia menunjukkan hasil yang baik, kegiatan hasta karya dengan melipat origami hasilnya juga cukup bagus. 2. Motorik kasar : Arif tidak memiliki kendala dalam motorik kasarnya. Arif senang bermain kejarkejaran dengan temantemannya pada saat

istirahat. Arif mampu menirukan gaya binatang baik merangkak, melata, jongkok, dan melompat pada saat bermain. 3. Intelektual : Arif memiliki IQ normal. Arif dapat memahami pelajaran yang diberikan kepadanya, misalnya mengurutkan angka 1 sampai dengan 10, menggolongkan benda sesuai dengan warnanya, dan menyusun puzzle. 4. Imitasi motorik kasar : Arif dapat melakukan imitasi motorik kasar dengan baik. Setiap instruksi yang diberikan oleh guru/terapis untuk ditirukan, dia lakukan dengan baik, namun untuk memahami perintah yang diberikan kepada Arif, harus disertai contoh perbuatan dari guru/terapis. Misalnya, tepuk tangan, pegang hidung, tunjuk mata. 5. Imitasi motorik halus : Dalam perkembangan imitasi motorik halus, Arif masih membutuhkan bantuan dari guru/terapis. Misalnya cara memegang pensil yang benar. Menulis huruf abjad dilakukan dengan menebali huruf abjad atau menyambung titiktitik yang berbentuk huruf abjad. C. Riwayat Perkembangan 1. Lahir 2. Berat Badan 3. Tinggi Badan 4. Duduk pada umur 5. Merangkak 6. Berdiri 7. Jalan D. Diagnosa Berdasarkan data-data yang diperoleh, perkembangan dan pertumbuhan Arif mengalami fase normal dari usia bayi ke usia anakanak. Diagnosa pada Arif adalah adanya gangguan keterlambatan bicara yang diakibatkan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan : Normal : 2,7 kilogram : 51 cm : 3-4 bulan : 5 bulan : 7 bulan : 1 tahun 3 bulan

ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan seperti ini sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuomotor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya. E. Prognosa Gangguan keterlambatan bicara yang terjadi pada Arif merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Beberapa jenis gangguan bicara dapat diterapi dengan terapi wicara, penatalaksanaan dapat melibatkan multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus yang terdiri dari fisioterapis, dokter, guru dan orang tua pasien.

BAB II KAJIAN TEORI A. Definisi bahasa Kata bahasa berasal dari bahasa latin lingua yang berarti lidah. Awalnya pengertiannya hanya merujuk pada bicara, namun selanjutnya digunakan sebagai bentuk sistem konvensional dari simbol-simbol yang dipakai dalam komunikasi.12 American Speech-Language Hearing Association Committee on Language mendefinisikan bahasa sebagai suatu sistem lambang

konvensional yang kompleks dan dinamis yang dipakai dalam berbagai cara berpikir dan berkomunikasi.13 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, bahasa didefinisikan sebagai suatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja bersama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.14,15 Kamus bahasa Inggris juga memberi definisi yang sama tentang bahasa.16 Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah pengucapan yang menunjukkan keterampilan seseorang

mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik.14,16 Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja ia dapat mengucapkan satu kata dengan jelas tetapi tidak dapat menyusun dua kata dengan baik, atau sebaliknya seorang anak mungkin saja dapat mengucapkan sebuah kata yang sedikit sulit untuk dimengerti tetapi ia dapat menyusun kata-kata tersebut dengan benar untuk menyatakan keinginannya.17 Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali tumpang tindih.17 Gangguan bicara dan bahasa

terdiri dari masalah artikulasi, suara, kelancaran bicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan kata-kata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang tidak normal (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme motorik oral dalam fungsinya untuk bicara dan makan.18 Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan

mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf, sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf tersebut sehingga

menimbulkan kesan cara bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.18 Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik. Anak-anak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain (contohnya kejang).18-20 Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir dan laring. Terdapat kecendrungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian anak.18,19 B. Epidemiologi Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia pra sekolah. Hampir sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai

gangguan keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-16 tahun. 1,21 Pada anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4% keterlambatan berbicara, 4,6% keterlambatan bicara dan bahasa, dan 6% keterlambatan bahasa). Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia remaja. Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala neurologi, sedangkan pada usia pra sekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15%. Menurut penelitian anak dengan riwayat sosial ekonomi yang lemah memiliki insiden gangguan bicara dan bahasa yang lebih tinggi daripada anak dengan riwayat sosial ekonomi menengah ke atas.1,21 Studi Cochrane terakhir telah melaporkan data keterlambatan bicara, bahasa dan gabungan keduanya pada anak usia pra sekolah dan usia sekolah. Prevalensi keterlambatan perkembangan bahasa dan bicara pada anak usia 2 sampai 4,5 tahun adalah 5-8%, prevalensi keterlambatan bahasa adalah 2,3-19%.22 Sebagian besar studi melaporkan prevalensi dari 40% sampai 60%.7,22,23 Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia belum pernah diteliti secara luas.1,24 Kendalanya dalam menentukan kriteria keterlambatan perkembangan berbahasa. Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006, dari 1.125 jumlah kunjungan pasien anak terdapat 10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa.25 Penelitian Wahjuni tahun 1998 disalah satu kelurahan di Jakarta Pusat menemukan prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak yang berusia dibawah tiga tahun.26 C. Neurolinguistik 1. Sistem Saraf Pusat Pada sebagian besar manusia area bahasa terletak pada hemisfer serebri kiri. Terdapat empat area bahasa secara konvensional yaitu dua area bahasa reseptif dan dua lainnya adalah eksekutif yang

menghasilkan bahasa. Dua area reseptif berhubungan erat dengan zona bahasa sentral. Area reseptif berfungsi mengatur persepsi bahasa yang diucapkan, yaitu area 22 posterior yang disebut area Wernicke dan girus Heschls (area 41 dan 42). Area yang mengatur persepsi bahasa tulisan menempati girus angulus (area 39) pada lobus parietal inferior anterior terhadap area reseptif visual. Girus supra marginal yang terletak di antara pusat bahasa auditori dan visual dan area temporal inferior yang terletak di anterior korteks asosiasi visual kemungkinan adalah bagian dari zona bahasa sentral juga. Area-area ini terletak pada pusat integrasi untuk fungsi bahasa visual dan auditori.27 Area Broadman 44 dan 45 disebut area Broca dan merupakan bagian eksekutif utama yang bertanggung jawab terhadap aspek motorik bicara. Secara visual kata-kata yang diterima diekspresikan dalam bentuk tulisan melalui area tulisan Exner.27 Area sensori dan motori terhubungkan satu dengan yang lain melalui fasikulus arkuatum yang melewati ismus lobus temporal kemudian memutari ujung posterior fisura silvii, sambungan lainnya melalui kapsula eksterna nukleus lentikular.27 Area penerimaan visual dan somatosensori terintegrasi pada lobus parietal, sedangkan penerimaan auditori terletak di lobus temporal. Serat pendek, menghubungkan area Broca dengan korteks rolandi bawah yang menginervasi organ bicara, otot bibir, lidah, farings dan larings. Area menulis Exner juga terintegrasi dengan organ motor untuk otot tangan. Area bahasa perisylvian juga terhubungkan dengan striata dan thalamus dan area korespondensi pada hemisfer non dominan melalui korpus kalosum dan komisura anterior.27 Tiga fungsi dasar otak adalah fungsi pengaturan, proses dan formulasi. Fungsi pengaturan bertanggung jawab untuk tingkat energi dan tonus korteks secara keseluruhan. Fungsi proses berlokasi di belakang korteks, mengontrol analisa informasi, pengkodean dan penyimpanan. Korteks yang lebih tinggi bertanggung jawab untuk memproses rangsangan sensori seperti rangsangan optik, akustik dan

olfaktori. Data dari tiap sumber digabungkan dengan sumber sensori lainnya untuk dianalisa dan diformulasikan. Proses formulasi berlokasi pada lobus frontal, bertanggung jawab untuk formasi intensi dan perilaku. Fungsi utamanya adalah untuk mengaktifkan otak untuk pengaturan atensi dan konsentrasi.27 Meskipun hemisfer kiri dan kanan simetris untuk proses motorik dan sensoris, namun terdapat juga ketidaksimetrisan untuk fungsi khusus tertentu seperti bahasa. Dengan demikian, meskipun fungsinya berbeda, kedua hemisfer tersebut saling berintegrasi dan memberi informasi melalui korpus kalosum dan subkortikal lainnya. Fungsi yang menonjol dari hemisfer serebri kiri adalah sebagai fungsi dasar untuk bahasa. Teori yang paling umum mengatakan traktus kortikospinal berasal dari hemisfer kiri yang berisi lebih banyak serat dan menyilang lebih tinggi dibanding hemifer kanan. Belajar juga merupakan suatu faktor, terjadi banyak pergeseran dari kiri ke kanan (shifted sinistral). Pada sebagian anak terjadi pergeseran ke kanan hemisfer di usia muda, dan menjadi bertangan kidal.28 2. Proses fisiologi bicara Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.29 Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.27,29

Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat terdapat pusat-pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua pusat bahasa reseptif area 41 dan 42 (area wernick), merupakan pusat persepsi auditori-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus

pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif. Pusat-pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.27 Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.27,29 3. Proses reseptif Proses dekode Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada batang otak akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan rangsang mana yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh talamus dan selanjutnya diteruskan ke area korteks auditori pada girus Heschls, dimana sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini berasal dari sisi telinga yang berlawanan.27,29

Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna yang masuk. Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke lobus temporal kiri untuk diproses. Sementara masukan paralinguistik berupa intonasi, tekanan, irama dan kecepatan masuk ke lobus temporal kanan. Analisa linguistik dilakukan pada area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angular dan supramarginal membantu proses integrasi informasi visual, auditori dan raba serta perwakilan linguistik. Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi berupa penerimaan unit suara melalui telinga, dilanjutkan dengan dekode gramatika. Proses berakhir pada dekode semantik dengan pemahaman konsep atau ide yang disampaikan lewat pengkodean tersebut.27 4. Proses ekspresif Proses encode Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.27, 29 Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara mulut pembicara dan telinga pendengar.27,29-31 Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi. Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik.29-31

D. Perkembangan bahasa pada anak usia di bawah 3 tahun Perkembangan bahasa sangat berhubungan erat dengan maturasi otak. Secara keseluruhan terlihat dengan berat kasar otak yang berubah sangat cepat dalam 2 tahun pertama kehidupan. Hal ini disebabkan karena mielinisasi atau pembentukan selubung sistem saraf. Proses mielinisasi ini dikontrol oleh hormon seksual, khususnya estrogen. Hal ini menjelaskan kenapa proses perkembangan bahasa lebih cepat pada anak perempuan.3032

Pada usia sekitar 2 bulan, korteks motorik di lobus frontal menjadi lebih aktif. Anak memperoleh lebih banyak kontrol dalam perilaku motor volusional. Korteks visual menjadi lebih aktif pada usia 3 bulan, jadi anak menjadi lebih fokus pada benda yang dekat maupun yang jauh. Selama separuh periode tahun pertama korteks frontal dan hipokampus menjadi lebih aktif. Hal ini menyebabkan peningkatan kemampuan untuk mengingat stimulasi dan hubungan awal antara kata dan keseluruhan. Pengalaman dan interaksi bayi akan membantu anak mengatur kerangka kerja otak.32 Diferensiasi otak fetus dimulai pada minggu ke-16 gestasi. Selanjutnya maturasi otak berbeda dan terefleksikan pada perilaku bayi saat lahir. Selama masa prenatal batang otak, korteks primer dan korteks somatosensori bertumbuh dengan cepat. Sesudah lahir, serebelum dan hemisfer serebri juga tumbuh bertambah cepat terutama area reseptor visual. Ini menjelaskan bahwa maturasi visual terjadi relatif lebih awal dibandingkan auditori. Traktus asosiasi yang mengatur bicara dan bahasa belum sepenuhnya matur sampai periode akhir usia prasekolah.2 Pada neonatus, vokalisasi dikontrol oleh batang otak dan pons. Reduplikasi babbling menandakan maturasi bagian wajah dan area laring pada korteks motor. Maturasi jalur asosiasi auditorik seperti fasikulus arkuatum yang menghubungkan area auditori dan area motor korteks tidak tercapai sampai awal tahun kedua kehidupan sehingga menjadi keterbatasan dalam intonasi bunyi dan bicara.31,32 Pengaruh hormon estrogen pada maturasi

otak akan mempengaruhi kecepatan perkembangan bunyi dan bicara pada anak perempuan.32 Lundsteen membagi perkembangan bahasa dalam 3 tahap 32 : 1. Tahap pralinguistik a. 03 bulan, bunyinya di dalam (meruku) dan berasal dari tenggorok. b. 3-12 bulan, meleter, banyak memakai bibir dan langitlangit, misalnya ma, da, ba. 2. Tahap protolinguitik a. 12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat tubuh. Ia mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat mencapai 200 - 300). 3. Tahap linguistik a. 2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah. Tahap perkembangan bahasa diatas hamper sama dengan pembagian menurut Bzoch yang membagi perkembangan bahasa anak dari lahir sampai usia 3 tahun dalam empat stadium.34 1. Perkembangan bahasa bayi sebagai komunikasi prelinguistik (0-3 bulan). Periode lahir sampai akhir tahun pertama. Bayi baru lahir belum bisa menggabungkan elemen bahasa baik isi, bentuk dan pemakaian bahasa. Selain belum berkembangnya bentuk bahasa konvensional, kemampuan kognitif bayi juga belum berkembang. Komunikasi lebih bersifat reflektif daripada terencana. Periode ini disebut prelinguistik. Meskipun bayi belum mengerti dan belum bisa mengungkapkan bentuk bahasa konvensional, mereka mengamati dan memproduksi suara dengan cara yang unik. Klinisi harus menentukan apakah bayi mengamati atau bereaksi terhadap suara. Bila tidak, ini merupakan indikasi untuk evaluasi fisik dan audiologi. Selanjutnya intervensi direncanakan untuk membangun lingkungan yang

menyediakan banyak kesempatan untuk mengamati dan bereaksi terhadap suara.34 2. Kata-kata pertama : transisi ke bahasa anak (3-9 bulan). Salah satu perkembangan bahasa utama milestone adalah pengucapan katakata pertama yang terjadi pada akhir tahun pertama, berlanjut sampai satu setengah tahun saat pertumbuhan kosa kata berlangsung cepat, juga tanda dimulainya pembetukan kalimat awal. Berkembangnya kemampuan kognitif, adanya kontrol dan interpretasi emosional di periode ini akan memberi arti pada kata-kata pertama anak. Arti katakata pertama mereka dapat merujuk ke benda, orang, tempat, dan kejadian-kejadian di seputar lingkungan awal anak.34 3. Perkembangan kosa kata yang cepat : Pembentukan kalimat awal (9-18 bulan). Bentuk kata-kata pertama menjadi banyak, dan dimulainya produksi kalimat. Perkembangan komprehensif dan produksi kata-kata berlangsung cepat pada sekitar 18 bulan. Anak mulai bisa menggabungkan kata benda dengan kata kerja yang kemudian menghasilkan sintaks. Melalui interaksinya dengan orang dewasa, anak mulai belajar mengkonsolidasikan isi, bentuk dan pemakaian bahasa dalam percakapannya. Dengan semakin

berkembangnya kognisi dan pengalaman afektif, anak mulai bisa berbicara memakai kata-kata yang tersimpan dalam memorinya. Terjadi pergeseran dari pemakaian kalimat satu kata menjadi bentuk kata benda dan kata kerja.34 4. Dari percakapan bayi menjadi registrasi anak pra sekolah yang menyerupai orang dewasa (18-36 bulan). Anak dengan mobilitas yang mulai meningkat memiliki akses ke jaringan sosial yang lebih luas dan perkembangan kognitif menjadi semakin dalam. Anak mulai berpikir konseptual, mengkategorikan benda, orang dan peristiwa serta dapat menyelesaikan masalah fisik. Anak terus mengembangkan pemakaian bentuk fonem dewasa.34 Perkembangan bahasa anak dapat dilihat juga dari pemerolehan bahasa menurut komponen-komponennya.

1.

Perkembangan Pragmatik Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini, pertama-tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena lapar, popok basah. Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat perhatian ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga kemudian bayi akan menangis bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya. 34 Usia 3 minggu bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya wajah seseorang, tatapan mata, suara dan gelitikan. Ini disebut senyum sosial. Usia 12 minggu mulai dengan pola dialog sederhana berupa suara balasan bila ibunya memberi tanggapan. Usia 2 bulan bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya. Usia 5 bulan bayi mulai meniru gerak-gerik orang, mempelajari bentuk ekspresi wajah. Pada usia 6 bulan bayi mulai tertarik dengan bendabenda sehinga komunikasi menjadi komunikasi ibu, bayi dan bendabenda. Usia 7-12 bulan anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginannya. Gerak-gerik ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang mulai konsisten. Pada masa ini sampai sekitar 18 bulan, peran gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan satu suku kata. Usia 2 tahun anak kemudian memasuki tahap sintaksis dengan mampu merangkai kalimat 2 kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk dalam dialog singkat. Anak mulai memperkenalkan atau merubah topik dan mulai belajar memelihara alur percakapan dan menangkap persepsi pendengar. Perilaku ibu yang fasilitatif akan membantu anaknya dalam memperkenalkan topik baru. Lewat umur 3 tahun anak mulai berdialog lebih lama sampai beberapa kali giliran. Lewat umur ini, anak mulai mampu mempertahankan topik yang selanjutnya mulai membuat topik baru. Hampir 50 persen anak 5 tahun dapat mempertahankan topik melalui 12 kali giliran.4,34 Sekitar 36 bulan, terjadi peningkatan dalam keaktifan berbicara dan anak memperoleh kesadaran sosial dalam percakapan. Ucapan

yang ditujukan pada pasangan bicara menjadi jelas, tersusun baik dan teradaptasi baik untuk pendengar.2 Sebagian besar pasangan

berkomunikasi anak adalah orang dewasa, biasanya orang tua. Saat anak mulai membangun jaringan sosial melibatkan orang di luar keluarga, mereka akan memodifikasi pemahaman diri dan bayangan diri dan menjadi lebih sadar akan standar sosial. Lingkungan linguistik memiliki pengaruh bermakna pada proses belajar berbahasa. Ibu memegang kontrol dalam membangun dan mempertahankan dialog yang benar. Ini berlangsung sepanjang usia pra sekolah. 4,34 Anak berada pada fase monodialog, percakapan sendiri dengan kemauan untuk melibatkan orang lain. Monolog kaya akan lagu, suara, kata-kata tak bermakna, fantasi verbal dan ekspresi perasaan. 4 2. Perkembangan Semantik Karena faktor lingkungan sangat berperan dalam

perkembangan semantik, maka pada umur 6-9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang berada di sekitarnya. Leksikal dan pemerolehan konsep berkembang pesat pada masa pra sekolah. Terdapat indikasi bahwa anak dengan kosa kata lebih banyak akan lebih popular dikalangan teman-temannya. Diperkirakan terjadi penambahan 5 kata perhari di usia 18 bulan sampai 6 tahun.2 Pemahaman kata bertambah tanpa pengajaran langsung orang dewasa. Terjadi strategi pemetaan yang cepat di usia ini sehingga anak dapat menghubungkan suatu kata dengan rujukannya. Pemetaan yang cepat adalah langkah awal dalam proses pemerolehan leksikal. Selanjutnya secara bertahap anak akan mengartikan lagi informasiinformasi baru yang diterima.4 Definisi kata benda anak usia pra sekolah meliputi properti fisik seperti bentuk, ukuran dan warna, properti fungsi, properti pemakaian dan lokasi. Definisi kata kerja anak pra sekolah juga berbeda dari kata kerja orang dewasa atau anak yang lebih besar. Anak pra sekolah dapat menjelaskan siapa, apa, kapan, di mana, untuk

apa, untuk siapa, dengan apa, tapi biasanya mereka belum memahami pertanyaan bagaimana dan mengapa atau menjelaskan proses.4 Anak akan mengembangkan kosa katanya melalui cerita yang dibacakan orang tuanya. Begitu kosa kata berkembang, kebutuhan untuk mengorganisasikan kosa kata akan lebih meningkat, dan beberapa jaringan semantik atau antar relasi akan terbentuk.4 3. Perkembangan Sintaksis Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun pada beberapa anak terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Awalnya berupa kalimat dua kata. Rangkaian dua kata, berbeda dengan masa kalimat satu katasebelumnya yang disebut masa holofrastis.30 Kalimat satu kata bisa ditafsirkan dengan mempertimbangkan konteks penggunaannya. Hanya

mempertimbangkan arti kata semata-mata tidaklah mungkin kita menangkap makna dari kalimat satu kata tersebut.4,34 Peralihan dari satu kata menjadi kalimat yang merupakan rangkaian kata terjadi secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk yaitu penggabungan dua kata menjadi kalimat, rangkaian kata tersebut berada pada jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata tersebut memberi makna lebih dari satu maka anak membedakannya dengan menggunakan pola intonasi yang berbeda.4,34 Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak menjalani usia 2 tahun, yang mencapai puncaknya pada akhir usia 2 tahun. Tahap perkembangan sintaksis secara singkat terbagi dalam 34: a. Masa pra-lingual (sampai usia 1 tahun) b. Kalimat satu kata (1 - 1,5 tahun) c. Kalimat rangkaian kata (1,5 - 2 tahun) d. Konstruksi sederhana dan kompleks (3 tahun) Lewat usia 3 tahun anak mulai menanyakan hal-hal yang abstrak dengan kata tanya mengapa,kapan. Pemakaian kalimat

kompleks dimulai setelah anak menguasai kalimat empat kata sekitar usia 4 tahun.34 4. Perkembangan Morfologi Periode perkembangan ditandai dengan peningkatan panjang ucapan rata-rata, yang diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, mean length of utterance (MLU) adalah alat prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang berbahasa Inggris. MLU sangat erat berhubungan dengan usia dan merupakan prediktor yang baik untuk perkembangan bahasa.4 Dari usia 18 bulan sampai 5 tahun MLU meningkat kira-kira 1,2 morfem per tahun. Penguasaan morfem mulai terjadi saat anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun. Beberapa sumber yang membahas tentang morfem dalam kaitannya dengan morfologi semuanya merupakan bahasa Inggris yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia. 4,34 5. Perkembangan Fonologi Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode bahasa. Sebagian besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada kemampuannya menerima dan memproduksi unit fonologi. Selama usia pra sekolah, anak tidak hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi tapi juga mengembangkan kemampuan menentukan4

bunyi

mana

yang

dipakai

untuk

membedakan makna.

Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses konstruksi suku kata yang terdiri dari gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam babbling, anak menggunakan konsonan-vokal (KV) atau konsonan vokal-konsonan (KVK). Proses lainnya berkaitan dengan asimilasi dan substitusi sampai pada persepsi dan produksi suara.4 6. Perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif Myklebust membagi tahap perkembangan bahasa berdasarkan komponen ekspresif dan reseptif sebagai berikut 32:

a.

Lahir9 bulan : anak mulai mendengar dan mengerti, kemudian berkembanglah pengertian konseptual yang sebagian besar non verbal.

b.

Sampai 12 bulan : anak berbahasa reseptif auditorik, belajar mengerti apa yang dikatakan, pada umur 9 bulan belajar meniru kata-kata spesifik misalnya dada, muh, kemudian menjadi mama, papa.

c.

Sampai 7 tahun : anak berbahasa ekspresif auditorik termasuk persepsi auditorik kata-kata dan menirukan suara. Pada masa ini terjadi perkembangan bicara dan penguasaan pasif kosa kata sekitar 3000 buah.

d.

Umur 6 tahun dan seterusnya : anak berbahasa reseptif visual (membaca). Pada saat masuk sekolah ia belajar membandingkan bentuk tulisan dan bunyi perkataan.

e.

Umur 6 tahun dan seterusnya : anak berbahasa ekspresif visual (mengeja dan menulis).

E. Faktor resiko gangguan perkembangan bicara dan bahasa Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi

lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya.1, 2, 18, 22, 23 Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling

berhubungan. Hal lain dapat juga disebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.22, 23 Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.22 Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan

perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan seperti ini sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita dengan keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia sekolah akan normal seperti anak lainnya.23 Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.18, 22, 23 1. Faktor Internal Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti faktor persepsi, kognisi dan prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab keterlambatan bicara pada anak.31,35

a. Persepsi Kemampuan membedakan informasi yang masuk disebut persepsi. Persepsi berkembang dalam 4 aspek : pertumbuhan, termasuk perkembangan sel saraf dan keseluruhan sistem; stimulasi, berupa masukan dari lingkungan meliputi seluruh aspek sensori, kebiasaan, yang merupakan hasil dari skema yang sering terbentuk. Kebiasaan, habituasi, menjadikan bayi mendapat stimulasi baru yang kemudian akan tersimpan dan selanjutnya dikeluarkan dalam proses belajar bahasa anak. Secara bertahap anak akan mempelajari stimulasi-stimulasi baru mulai dari raba, rasa, penciuman kemudian penglihatan dan pendengaran. 4 Pada usia balita, kemampuan persepsi auditori mulai terbentuk pada usia 6 atau 12 bulan, dapat memprediksi ukuran kosa kata dan kerumitan pembentukan pada usia 23 bulan.4,36 Telinga sebagai organ sensori auditori berperan penting dalam perkembangan bahasa. Beberapa studi menemukan gangguan pendengaran karena otitis media pada anak akan mengganggu perkembangan bahasa.37 Sel saraf bayi baru lahir relatif belum terorganisir dan belum spesifik. Dalam perkembangannya, anak mulai membangun peta auditori dari fonem, pemetaan terbentuk saat fonem terdengar. Pengaruh bahasa ucapan berhubungan langsung terhadap jumlah kata-kata yang didengar anak selama masa awal perkembangan sampai akhir umur pra sekolah.4 b. Kognisi Anak pada usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam kelompok umum maupun konsep yang lebih besar. Anak belajar mewakilkan, melambangkan ide dan konsep. Kemampuan ini merupakan kemampuan kognisi dasar untuk pemberolehan bahasa anak.4 Beberapa teori yang menjelaskan hubungan antara kognisi dan bahasa: 4

1) Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran (cognitive determinism) 2) Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic determinism) 3) Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya pikiran dipengaruhi oleh bahasa. 4) Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas tapi kemampuan yang berkaitan. Sesuai dengan teori-teori tersebut maka kognisi

bertanggung jawab pada pemerolehan bahasa dan pengetahuan kognisi merupakan dasar pemahaman kata. c. Genetik Berbagai penelitian menunjukkan, bahwa gangguan bahasa merupakan kecendrungan dalam suatu keluarga yang dapat terjadi sekitar 40% hingga 70%. Separuh keluarga yang memiliki anak dengan gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki masalah bahasa. Orang tua dapat berpengaruh karena faktor keturunan sehingga mungkin bertanggung jawab terhadap faktor genetik. Mungkin sulit mengetahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguan bahasa tersebut, disebabkan46-48

oleh

kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa.

Menurut Bishop Edmundson, Tallal, Whitehurst dan Lewis 1992 dalam berbagai laporan kasus sering memperlihatkan riwayat keluarga positif pada gangguan komunikasi. Sekitar 28% hingga 60% dari anak-anak dengan gangguan bicara dan bahasa mempunyai saudara kandung dan/atau orang tua yang juga mengalami kesulitan bicara dan bahasa.47, 48 Sedangkan menurut Tallal, Lewis dan Freebairn, anggota keluarga laki-laki lebih berpengaruh dari pada wanita.

Bagaimanapun, data terbanyak memperlihatkan anak-anak dengan hanya gangguan bahasa saja dan tidak pada anak dengan gangguan bicara terpisah (isolated speech disorders).48

Lewis dan Freebairn berhipotesa bahwa anak-anak dengan riwayat keluarga positif terhadap gangguan bicara akan

membentuk grup spesifik ke dalam populasi gangguan bicara. Penemuan mereka tidak mendukung hipotesa karena tidak ada perbedaan bermakna yang ditemukan pada pengukuran artikulasi, fonologi, bahasa, kemampuan-kemampuan oral-motor atau

kemampuan membaca dan menulis diantara anak-anak yang memiliki riwayat keluarga dengan gangguan bicara dibanding yang bukan.47 Lewis dan Freebair menyimpulkan bahwa riwayat keluarga dengan gangguan bahasa bisa dipertimbangkan sebagai faktor risiko yang dapat digunakan untuk identifikasi awal. Identifikasi awal tersebut memungkinkan dilakukan intervensi dini bagi anak-anak yang keluarganya memperlihatkan gangguan ini.47 Demikian pula anak yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat keterlambatan atau gangguan bahasa maka beresiko mengalami keterlambatan bahasa pula.46-48 Riwayat keluarga yang dimaksud antara lain anggota keluarga yang mengalami keterlambatan berbicara, memiliki gangguan bahasa, gangguan bicara atau masalah belajar. 48 d. Prematuritas Penyebab khusus berkaitan antara permasalahan periode pre atau perinatal dengan gangguan bicara dan bahasa juga telah dibuktikan. Infeksi selama kehamilan, imaturitas dan berat badan lahir rendah dilaporkan mempunyai49, 50

efek

negatif

pada

perkembangan bicara dan bahasa.

Bax Stevenson dan Menyuk menemukan perbedaan yang tidak bermakna sejumlah kejadian antara imaturitas dan berat badan lahir rendah anak. Sebaliknya Byers-Brown dan kawankawan melaporkan secara bermakna tentang keterlambatan proses pengeluaran suara dalam bicara pada bayi prematur.49 Weindrich berhubungan menemukan adanya faktor-faktor yang yang

dengan

prematuritas

mempengaruhi

perkembangan bahasa anak, seperti berat badan lahir, Apgar score, lama perawatan di rumah sakit, bayi yang iritatif, dan kondisi saat keluar rumah sakit.50 2. Faktor Eksternal (Faktor Lingkungan) Faktor lingkungan termasuk yang paling menentukan. Faktor lingkungan di mana seorang anak dibesarkan telah lama dikenal sebagai faktor penting yang menentukan perkembangan anak. Banyak anak yang berasal dari daerah yang sosial ekonominya buruk disertai berbagai layanan kesehatan yang tidak memadai, asupan nutrisi yang buruk merupakan keadaan tekanan dan gangguan lingkungan yang mengganggu berbagai pertumbuhan dan perkembangan anak, diantaranya gangguan bahasa.56-66 a. Pola asuh Law dkk juga menemukan bahwa anak yang menerima contoh berbahasa yang tidak adekuat dari keluarga, yang tidak memiliki pasangan komunikasi yang cukup dan juga yang kurang memiliki kesempatan untuk berinteraksi akan memiliki kemampuan bahasa yang rendah. 56 b. Lingkungan verbal Lingkungan verbal mempengaruhi proses belajar bahasa anak. Anak di lingkungan keluarga profesional akan belajar katakata tiga kali lebih banyak dalam seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan kemampuan verbal lebih rendah.57 Studi lain juga melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah merupakan faktor risiko keterlambatan bahasa pada anaknya. 58, 59 Chouhury dan beberapa peneliti lainnya mengungkapkan bahwa jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi antara orang tua dan anak.57, 59

Menurut Gore Eckenrode, McLoyd, McLoyd Wilson, masalah kemiskinan dapat menjadi penyebab meningkatnya risiko berbagai masalah dalam rumah tangga. Kemiskinan secara signifikan mempertinggi risiko terpaparnya masalah kesehatan seperti asma, malnutrisi, gangguan kesehatan mental kurang perhatian dan ketidak teraturan perawatan dari orang tua, defisit dalam perkembangan kognisi dan pencapaian keberhasilan.60, 63 Beberapa penelitian yang dilaporkan Attar Guerra, BrooksGunn, Liaw Brooks-Gunn dan McLoyd menjelaskan bahwa keluarga yang bermasalah, terpapar lebih besar faktor-faktor risiko daripada keluarga yang tidak berada dibawah tingkat kemiskinan, dan konsekuensi dari faktor-faktor risiko ini dapat lebih berat pada anak dalam keluarga ini.64,66 Anak yang terpapar berbagai faktor risiko, memiliki risiko mengalami gangguan perkembangan yang semakin meningkat. Salah satu yang termasuk gangguan perkembangan anak tersebut adalah specific language impairment (SLI). Hal ini telah dilaporkan oleh Spitz dan Tallal Flax, mereka menjelaskan secara umum tentang pencapaian yang buruk dalam berbahasa pada anak meskipun anak tersebut memiliki pendengaran dan intelegensi non verbal yang normal.63, 66 Penelitian Fazio, Naremore dan Connell, lebih

mengkhususkan hal ini bahwa dapat diartikan suatu kondisi yang menyebabkan seorang anak memiliki penilaian spesifik dibawah rata-rata standar tes bahasa, tetapi berada pada level rata-rata untuk tes intelegensi non verbal. Dengan demikian, pencegahan SLI dapat dengan mengidentifikasi faktor resiko anak sebelum diagnosis formal dibuat.66 Beberapa penelitian mengungkapkan faktor-faktor risiko biologi untuk SLI dan penempatan-penempatan faktor lain dengan melihat outcome anak-anak sekolah yang ditempatkan di neonatal intensive care units (NICUs) setelah lahir dengan segera.

Anak-anak dari populasi ini diketahui memiliki risiko untuk keterlambatan kognisi dan kesulitan akademik karena mereka biasanya lahir prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 g) atau mengalami respiratori distres.49,50 Menurut Resnick, Rice, Spitz OBrien dan Siegel Tomblin, sebagian besar literatur menyatakan bahwa meskipun anak-anak dari NICU lebih berisiko mengalami kesulitan kognisi seperti retardasi mental dan gangguan belajar, mereka tidak memiliki risiko yang meningkat untuk masalah spesifik bahasa, khususnya saat angka penilaian disesuaikan karena prematuritasnya.50 Beberapa penelitian yang dilakukan Beitchman, Hood Inglis, Spitz, Tallal Ross, Tomblin telah memperlihatkan bahwa gangguan bahasa umumnya memiliki kecenderungan dalam suatu keluarga berkisar antara 40% hingga 70%. Hampir separuh dari keluarga yang anak-anaknya mengalami gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki problem bahasa. Dengan demikian orang tua yang berpengaruh pada keturunan ini mungkin bertanggung jawab terhadap faktor-faktor genetik. Mungkin tidak diketahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguangangguan bahasa tersebut disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa.46-48 Kondisi lingkungan merupakan hal yang penting

menyangkut hasil perkembangan seorang anak. Beberapa anak yang datang dari keluarga yang tidak stabil dan kurangnya perhatian, perawatan, dan kurang memadainya kebutuhan nutrisi dan perawatan kesehatan, dapat membentuk level stress lingkungan yang merugikan bagi perkembangan anak termasuk bahasa. Risiko dari problem-problem bahasa juga dikaitkan dengan faktor sosioekonomi dan rendahnya status ekonomi.55, 59 Peneliti-peneliti lain mendiskusikan beberapa variabelvariabel lingkungan yang tampak lebih dapat diprediksi. Seperti yang dilaporkan Hoff-Ginsberg, Neils Aram, Pine, Tallal, Tomblin,

Tomblin dan Hardy faktor permintaan cara persalinan ternyata termasuk faktor risiko gangguan perkembangan bicara pada anak. Sedangkan menurut Paul, Rice, Tomblin dan Tomblin

menunjukkan pendidikan ibu yang rendah termasuk salah satu faktor risiko gangguan bahasa yang terjadi pada anak. Orang tua tunggal menurut Andrews, Goldberg, Wellen, Goldberg

McLaughlin dan Miller Moore juga merupakan faktor risiko yang harus diperhitungkan.59, 61, 62 Menurut Sameroff dan Barocas, tersusunnya model risiko perkembangan dapat digunakan untuk memprediksi dengan lebih akurat, dengan mengkombinasi satu atau lebih faktor-faktor risiko tersebut adalah efek komulatif dari risiko yang multipel.64 Dalam suatu model penelitian dari Sameroff menunjukkan beberapa faktor risiko sosial dan keluarga diantaranya adalah: masalah-masalah kesehatan mental ibu, kecemasan ibu, sikap otoriter ibu dalam mengasuh anak, hubungan ibu dan anak yang buruk, pendidikan ibu yang kurang dari menengah atas, orang tua yang kurang atau tidak memiliki keterampilan dalam pekerjaan, status etnik minoritas, tidak ada bapak, beberapa tekanan kehidupan tahun terdahulu, dan ukuran keluarga yang besar.63, 64 Dilaporkan bahwa semua faktor tersebut adalah rangkaian individu yang berkaitan dengan nilai IQ anak-anak pada usia 4 tahun dan sebagian besar mayoritas masih berhubungan dengan IQ pada usia 13 tahun. Selain itu, jumlah faktor risiko sebagaimana didefinisikan oleh risiko kumulatif dalam, adalah prediktor kuat IQ pada usia 4 tahun dengan 58% dan pada umur 13 dengan varians 61%.64 Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hooper, Burchinal, Roberts, Zeisel dan Neebe juga menyajikan fakta-fakta yang menggunakan model risiko komulatif untuk memprediksi

kemampuan kognitif dan bahasa pada bayi yang lebih dipengaruhi oleh status sosioekonomi yang rendah pada populasi Afrika

Amerika. Hooper mengidentifikasi satu perangkat dari 10 faktorfaktor risiko sosial dan keluarga berdasarkan pada model risiko dari Sameroff berupa status kemiskinan, pendidikan ibu kurang dari sekolah menengah atas, ukuran keluarga yang besar, ibu yang tidak menikah, hidup yang penuh tekanan, dampak dari ibu yang depresi, interaksi ibu dan anak yang buruk, IQ ibu, kualitas lingkungan rumah, dan kualitas perawatan sehari-hari.59, 60, 64 Seluruh faktor risiko sosial dan keluarga dimasukkan ke dalam studi, saat bayi berusia 6 sampai 12 bulan. Peneliti-peneliti menemukan bahwa 9 dari 10 faktor-faktor risiko (tekanan hidup merupakan pengecualian) terkait dengan keberhasilan kognisi dan bahasa dari infan-infan. Komulatif indeks risiko dihubungkan dengan pengukuran bahasa dengan varians sekitar 12% sampai 17% tetapi bukan pengukuran kognisi.61, 63 Evans dan English menyajikan fakta-fakta bahwa anak-anak dengan orang tua berpenghasilan rendah terpapar faktor-faktor risiko lingkungan dalam jumlah yang lebih besar daripada yang berpenghasilan menengah. Mereka memperkenalkan tiga penyebab stress psikososial (kekerasan, pertengkaran keluarga, perpisahan anak dengan keluarga) dan tiga penyebab stress fisik (kekacauan, kegaduhan, kualitas rumah yang rendah) merupakan faktor risiko yang memberikan pengaruh negatif.61, 62 Dalam penelitiannya tentang lingkungan yang miskin, mereka menemukan hanya 20% anak-anak yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan yang rendah tidak terpapar satupun faktor risiko. Sebaliknya, 61% keluarga dengan penghasilan menengah tidak terpapar faktor risiko. Temuan ini menyatakan bahwa mayoritas anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah terpapar lebih banyak masalah kemelaratan daripada kelompok berpenghasilan menengah dan disfungsi kognitif, prilaku, atau sosial akan meningkat.58, 60

Sampai saat ini penelitian-penelitian terus mempelajari tentang perbedaan perkembangan bahasa anak yang diambil dari budaya dan latar belakang sosioekonomi yang berbeda dan pengaruh dari perbedaan-perbedaan ini terhadap pencapaian akademik selanjutnya.63 Robertson membandingkan kemampuan fonologi anak TK dari keluarga dengan kemampuan bahasa tinggi dan rendah dan menemukan bahwa anak-anak dari kemampuan bahasa rendah secara signifikan lebih buruk pada rangkaian pengukuran kognisi, linguistik, pra-baca. Dua tahun pemantauan terlihat bahwa anakanak ini tidak mengejar anak-anak dari keluarga kemampuan bahasa baik.64 Burt, Holm, and Dodd juga menemukan hubungan antara prestasi yang buruk dengan kemampuan bahasa yang rendah dengan menilai prestasi anak-anak pada beberapa tugas-tugas fonologi. Suatu usaha untuk menjelaskan keterkaitan antara kelemahan dan kegagalan sekolah.64 Hart and Risley mempelajari perbedaan antara kualitas bahasa ditujukan pada anak-anak dengan1

latar

belakang

kemampuan bahasa yang berbeda pada 2 /2 tahun pertama kehidupan mereka. Mereka melaporkan bahwa anak-anak dari latar belakang kemampuan bahasa yang rendah berada dalam kelemahan karena orang tua mereka atau pengasuh sangat jarang mengajak berbicara; akibatnya mereka miskin perbendaharaan kata dan kemampuan komunikasi dibanding kelompok dengan kemampuan bahasa yang lebih tinggi.64 c. Otitis media Menurut Grievink didapatkan sekitar 80% dari seluruh anak pra sekolah mengalami satu atau lebih episode otitis media Akut atau otitis media effusion. Selama episode ini, anak-anak mengalami fluktuasi kehilangan pendengaran, biasanya antara 20 dB dan 50 dB. Dari penilitian Gravel dan Nozza gangguan tersebut

mempengaruhi jumlah dan kualitas bicara dan bahasa yang didengar. 65 Roberts, Pagel Paden, Roberts Clarke-Klein, dan Schwartz telah melaporkan kemungkinan ada hubungan antara otitis media dengan atau tanpa efusi dan keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa. Artikel-artikel tersebut menyimpulkan bahwa banyak anak yang mengalami episode infeksi telinga tengah mempunyai gangguan bicara dan bahasa. Tetapi tidak semua anak yang mempunyai gangguan bicara dan bahasa mengalami infeksi telinga tengah.6 F. Diagnosis gangguan bicara pada anak Seperti pada gangguan perkembangan lainnya, kesulitan utama dalam diagnosis adalah membedakannya dari variasi perkembangan yang normal. Anak normal mempunyai variasi besar pada usia saat mereka belajar berbicara dan terampil berbahasa. Keterlambatan berbahasa sering diikuti kesulitan dalam membaca dan mengeja, kelainan dalam hubungan interpersonal, serta gangguan emosional dan perilaku. Untuk menegakkan diagnosa harus dilakukan pengujian terhadap intelektual nonverbal anak. Pengamatan pola bahasa verbal dan isyarat anak dalam berbagai situasi dan selama interaksi dengan anak-anak lain membantu memastikan keparahan bidang spesifik anak yang terganggu juga membantu dalam deteksi dini komplikasi perilaku dan emosional.1, 40, 41 1. Anamnesis Anamnesis pada gangguan bahasa dan bicara mencakup perkembangan bahasa anak. Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan antara lain: 42 a. Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya dengan respon berkedip, terkejut atau mengerakkan bagian tubuh b. Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif), misalnya diajak berbicara. c. Kapan bayi mulai mengeluarkan suara aaaggh.

d. Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi memalingkan atau mencari arah suara. e. Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum. f. Mengikuti perintah satu langkah, seperti beri ayah sepatu atau ambil koran. g. Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukan oleh anak, seperti mata, hidung, kuping dan sebagainya. American Psychiatric associations Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder (DSM IV) membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe.43 1) Gangguan bahasa ekspresif 2) Gangguan bahasa reseptif ekspresif 3) Gangguan phonological 4) Gagap Penjelasannya sebagai berikut : Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan gejala seperti perbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam kosakata, mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau membentuk kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak tetap relatif utuh. Gangguan menjadi jelas kira-kira pada usia 18 bulan, saat anak tidak dapat mengucapkan kata dengan spontan atau meniru kata dan menggunakan gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya. Jika anak akhirnya bisa berbicara, defisit bahasa menjadi jelas, terjadi kesalahan artikulasi seperti bunyi th, r, s, z, y. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan bahasa ekspresif juga ikut mendukung diagnosis.1, 10 Pada gangguan bahasa campuran reseptif ekspresif, selain ditemukan gejala-gejala gangguan bahasa ekspresif, juga disertai kesulitan dalam mengerti kata dan kalimat. Ciri klinis penting dari

gangguan tersebut adalah gangguan yang bermakna pada pemahaman bahasa. Gangguan ini biasanya tampak sebelum usia 4 tahun. Bentuk yang parah terlihat pada usia 2 tahun, bentuk ringan tidak terlihat sampai usia 7 tahun atau lebih tua. Anak dengan gangguan bahasa reseptif ekspresif campuran memiliki gangguan auditorik sensorik atau tidak mampu memproses simbol visual seperti arti suatu gambar. Mereka memiliki defisit dalam mengintegrasikan simbol auditorik maupun visual, contohnya mengenali atribut dasar yang umum untuk mainan truk atau mainan mobil penumpang. Anak dengan gangguan bahasa campuran reseptif ekspresif biasanya tampak tuli.1,10

Anak-anak dengan

kesulitan berbicara memiliki masalah dalam pengucapan, yaitu berhubungan dengan gangguan motorik, diantaranya kemampuan untuk memproduksi suara.19 Anak yang gagap dapat diketahui dari cara dia berbicara, dimana terjadi pengulangan atau perpanjangan suara, kata, atau suku kata. Biasanya sering terjadi pada anak lakilaki, sangat sering disertai mengedipkan mata dan menggoyangkan kepala. 20 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengungkapkan

penyebab lain dari gangguan bahasa dan bicara. Perlu diperhatikan ada tidaknya mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum dan lain-lain. Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan mengunyah, menjulurkan lidah, dan mengulang suku kata pa, ta, pata, pataka. 36 3. Pemeriksaan Penunjang a. BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) merupakan cara pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon terhadap stimulus auditorik.

b. Pemeriksaan audiometrik Pemeriksaan audiometrik diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil dan untuk anak-anak yang ketajaman

pendengarannya tampak terganggu. Ada 4 kategori pengukuran dengan audiometrik: 19, 20 1) Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi. Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang atau kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi. Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan anak. 19 2) Audiometrik bermain, merupakna pemeriksaan pada anak yang dilakukan sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia 3-4 tahun bila anak cukup kooperatif. 19, 44 3) Audiometrik bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus pada daftar yang disebut: phonetically balance word LBT (PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk menilai kemampuan anak dalam berbicara sehari-hari dan untuk menilai pemberian alat bantu dengar (hearing aid). 19, 44 4) Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.9 CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga didapatkan gambaran area otak yang abnormal.

Timpanometri digunakan untuk mengukur kelenturan membrane timpani dan system osikuler. 19 Selain tes audiometrik, bisa juga digunakan tes

intelegensi. Paling dikenal yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ performance, IQ gabungan: 43 1) Skala intelegensi Wechsler untuk anak III: penyelesaian susunan gambar. Tes ini terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum, seperti gambar pemandangan. Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan anak diminta untuk

mengidentifikasinya. Respon dinilai sebagai salah atau benar. 2) Skala intelegensi Wechsler utuk anak III: mendesain balok, anak diberikan pola bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat replikanya menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai salah atau benar. Tabel 1. Diagnosis banding beberapa penyebab gangguan perkembangan bahasa dan bicara. Kemampuan pemecahan Pola masalah perkembangan visuo-motor Normal Hanya ekspresif yang terganggu Normal Disosiasi Kurang normal Normal Kurang normal Disosiasi, deviansi Disosiasi

Diagnosis Keterlambatan Fungsional Gangguan Pendengaran Redartasi mental Gangguan komunikasi sentral Kesulitan belajar Autis

Bahasa reseptif Normal Kurang normal Kurang normal Kurang normal

Bahasa ekspresif Kurang normal Kurang normal Kurang normal Kurang normal

normal, Normal kurang normal Kurangnor normal, kurang mal normal

normal, kurang normal Tampaknya normal, normal, selalu lebih

Deviansi, disosiasi

Mutisme elektif

Normal

Normal

baik dari bahasa normal, kurang normal

G. Penatalaksanaan Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan bicara dan bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini menjadi sebuah dilema, diagnosis sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif. Tata laksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan di masa sekolah1, 6, 25 Gangguan bicara dan bahasa pada anak cenderung membaik seiring pertambahan usia, dan pada dasarnya perkembangan bahasa

dilatarbelakangi perawatan primer orang tua dan keluarga terhadap anak. Usaha preventif pada masa neonatus, bayi dan balita dapat dilakukan dengan memberi pujian dan respon terhadap segala usaha anak untuk mengeluarkan suara, serta memberi tanda terhadap semua benda dan kata yang menggambarkan kehidupan sehari-hari. Pola intonasi suara dapat diperbaiki sejalan dengan respon anak yang semakin mendekati pola orang dewasa. Secara umum, anak akan berusaha untuk lebih baik saat orang dewasa merespon apa yang diucapkannya tanpa menekan anak untuk mengucapkan suara atau kata tertentu. Sebagai motivasi ketika seorang anak berbicara satu kata secara jelas, pendengar sebaiknya merespon tanpa paksaan dengan memperluas hingga dua kata. 1, 2, 6, 15, 25

Tindakan kuratif penatalaksanaan gangguan bicara dan bahasa pada anak disesuaikan dengan penyebab kelainan tersebut. Penatalaksanaan dapat melibatkan multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus yang terdiri dari fisioterapis, dokter, guru dan orang tua pasien. Beberapa jenis gangguan bicara dapat diterapi dengan terapi wicara, tetapi hal ini membutuhkan perhatian medis seorang dokter. Anak-anak usia sekolah yang memiliki gangguan bicara dapat diberikan pendidikan program khusus. Beberapa sekolah tertentu menyediakan terapi wicara kepada para murid selama jam sekolah, meskipun menambah hari belajar.1, 6

Konsultasi dengan psikoterapis anak diperlukan jika gangguan bicara dan bahasa diikuti oleh gangguan tingkah laku, sedangkan gangguan bicaranya dievaluasi oleh ahli terapi wicara. 15

BAB III PELAKSANAAN INTERVENSI A. Program Intervensi Nama Anak Tempat/Tgl Lahir Nama ayah Nama Ibu Alamat : Rouf Setiawan Arif : Mojokerto, 4 April 2007 : Djawadi Sunda Kelana : Purwaningrum : Jalan Argopuro IV/3 Kota Mojokerto

No. Telp Rumah/ Kantor/HP : 081330442147

- Kelayakan dan kesesuaian : Setelah melihat perkembangan dan kemampuan yang telah dimiliki oleh Arif, kami merumuskan bahwa anak ini mengalami keterlambatan bicara. - Intervensi akan dimulai tanggal 4 April 2011. - Intervensi akan diberikan di Yayasan Pendidikan Anak Autis Mutiara Hati, Jalan Raya Ijen no. 46 Kota Mojokerto dengan kelas khusus (Self Contained). - Pelayanan yang dibutuhkan dalam meningkatkan kemampuan bicara anak saat ini yaitu terapi wicara - Materi pengajaran wicara yaitu 1. Latihan pernafasan 2. Latihan membantu kesadaran letak titik artikulasi 3. Mengajarkan membaca kata benda yang didalamnya ada huruf b, m dan p sebanyak 3 kata benda disetiap pertemuan. - Peralatan yang dibutuhkan : 1. Kertas, bola kecil, terompet, lilin dan korek api 2. Kartu kata bergambar 3. Cermin 4. Lembar evaluasi

Jadwal terapi wicara No 1 2 3 4 5 6 7 8 Tanggal 7 April 2011 8 April 2011 14 april 2011 15 April 2011 21 April 2011 22 April 2011 28 April 2011 29 April 2011 Waktu 09.30-10.00 wib 09.30-10.00 wib 09.30-10.00 wib 09.30-10.00 wib 09.30-10.00 wib 09.30-10.00 wib 09.30-10.00 wib 09.30-10.00 wib Kegiatan Terapi wicara Terapi wicara Terapi wicara Terapi wicara Terapi wicara Terapi wicara Terapi wicara Terapi wicara

B. Pelaksanaan Program Intervensi - Kegiatan terapi wicara dilakukan selama 30 menit dikelas khusus (Self Contained). Kegiatan akan dibagi menjadi 3 bagian yaitu pembukaan, inti dan penutup. Terapis dan siswa akan duduk dikursi dan saling berhadapan. - Kegiatan pembuka (10 menit) 1. Terapis melatih pernafasan anak dengan menggunakan lilin yang menyala, bola kecil yang ditiup, dan terompet 2. 3. Siswa meniup lilin, bola kecil, dan terompet sesuai intruksi terapis Terapis mengajak siswa untuk melakukan pelemasan organ wicara yaitu dengan berkumur-kumur, memajukan mulut, menjulurkan lidah kedepan dan ditarik, menggembungkan kedua pipi atau secara bergantian dan diarahkan ke kanan dan ke kiri 4. 5. Siswa mengikuti intruksi dari terapis Terapis menyuruh siswa menirukan membaca kata ba,bi,bu,be,bo, ma,mi,mu,mu,mo, pa,pi,pu,pe,po secara berulang-ulang, serta membetulkan letak titik artikulasi bila terjadi kesalahan 6. Siswa menirukan membaca kata dan mengulang kembali bila kurang tepat

- Kegiatan inti (15 menit) 1. Terapis menunjukan kartu kata bergambar, lalu membaca kata yang terdapat dikartu 2. Siswa memperhatikan terapis 3. Terapis menyuruh siswa menirukan kata yang diucapkan oleh terapis 4. Siswa menirukan kata yang diucapkan terapis 5. Terapis membetulkan letak titik artikulasi bila siswa mengucapkan kata kurang tepat 6. Siswa mengulang menirukan kata dengan benar 7. Terapis memberikan reward dengan mengajak TOS - Kegiatan penutup (5 menit) 1. Terapis memberikan satu kartu kata bergambar secara acak untuk dibaca oleh siswa 2. Siswa membaca kartu kata bergambar 3. Terapis mengevaluasi kata yang diucapkan oleh siswa dengan mengisi lembar evaluasi C. Penilaian Hasil Intervensi Untuk mengetahui kemajuan Arif selama intervensi, terapis menggunakan lembar hasil belajar yang meliputi kemampuan fonologik dan kemampuan morfologik. Di akhir kegiatan intervensi, Arif di tes dengan daftar kata-kata untuk mengetahui kebenaran artikulasi, kemudian hasil tersebut dianalisis. D. Hasil Intervensi Hasil intervensi dapat diketahui melalui hasil evaluasi yang terapi berikan kepada klien sebagai berikut :

Pertemuan ke 1 Tanggal Waktu : 7 April 2011 : 09.30-10.00 wib Daftar kata-kata pemeriksaan artikulasi No 1 2 3 Kata mama palu bola Penilaian + +

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan Lembaran kemampuan pengucapan fonem No 1 2 3 4 5 6 7 8 Fonem /a/ /e/ /i/ /o/ /u/ /b/ /m/ /p/ + + + + 0 + Posisi Fonem Awal Tengah + Akhir +

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan

Pertemuan ke 2 Tanggal Waktu : 8 April 2011 : 09.30-10.00 wib Daftar kata-kata pemeriksaan artikulasi No 1 2 3 Kata papa mata bibi Penilaian + + +

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan Lembaran kemampuan pengucapan fonem No 1 2 3 4 5 6 7 8 Fonem /a/ /e/ /i/ /o/ /u/ /b/ /m/ /p/ + + + + + + + + Posisi Fonem Awal Tengah + Akhir +

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan

Pertemuan ke 3 Tanggal Waktu : 14 April 2011 : 09.30-10.00 wib Daftar kata-kata pemeriksaan artikulasi No 1 2 3 Kata sapu jambu bobo Penilaian +

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan Lembaran kemampuan pengucapan fonem No 1 2 3 4 5 6 7 8 Fonem /a/ /e/ /i/ /o/ /u/ /b/ /m/ /p/ + + x + + 0 + 0 + Posisi Fonem Awal Tengah + Akhir

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan

Pertemuan ke 4 Tanggal Waktu : 15 April 2011 : 09.30-10.00 wib Daftar kata-kata pemeriksaan artikulasi No 1 2 3 Kata pipa mobil babi Penilaian +

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan Lembaran kemampuan pengucapan fonem No 1 2 3 4 5 6 7 8 Fonem /a/ /e/ /i/ /o/ /u/ /b/ /m/ /p/ + + + + + 0 0 + 0 Posisi Fonem Awal Tengah + Akhir +

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan

Pertemuan ke 5 Tanggal Waktu : 21 April 2011 : 09.30-10.00 wib Daftar kata-kata pemeriksaan artikulasi No 1 2 3 Kata sapi kolam bapak Penilaian +

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan Lembaran kemampuan pengucapan fonem No 1 2 3 4 5 6 7 8 Fonem /a/ /e/ /i/ /o/ /u/ /b/ /m/ /p/ + + 0 0 + Posisi Fonem Awal Tengah + Akhir

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan

Pertemuan ke 6 Tanggal Waktu : 22 April 2011 : 09.30-10.00 wib Daftar kata-kata pemeriksaan artikulasi No 1 2 3 Kata pohon domba minum Penilaian -

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan Lembaran kemampuan pengucapan fonem No 1 2 3 4 5 6 7 8 Fonem /a/ /e/ /i/ /o/ /u/ /b/ /m/ /p/ + + 0 0 + + + 0 Posisi Fonem Awal Tengah Akhir +

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan

Pertemuan ke 7 Tanggal Waktu : 28 April 2011 : 09.30-10.00 wib Daftar kata-kata pemeriksaan artikulasi No 1 2 3 Kata sampo debu beli Penilaian + -

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan Lembaran kemampuan pengucapan fonem No 1 2 3 4 5 6 7 8 Fonem /a/ /e/ /i/ /o/ /u/ /b/ /m/ /p/ + + Posisi Fonem Awal Tengah + 0 + 0 + Akhir

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan

Pertemuan ke 8 Tanggal Waktu : 29 April 2011 : 09.30-10.00 wib Daftar kata-kata pemeriksaan artikulasi No 1 2 3 Kata atap pepaya sebab Penilaian -

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan Lembaran kemampuan pengucapan fonem No 1 2 3 4 5 6 7 8 Fonem /a/ /e/ /i/ /o/ /u/ /b/ /m/ /p/ + + 0 Posisi Fonem Awal + Tengah + Akhir +

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Rekap daftar kata-kata pemeriksaan artikulasi Fonem /p/ Posisi dan Ucapan Anak Awal palu pipa pepaya pohon /m/ mata mobil /b/ bapak bibi bola Ucapan + + + + Tengah papa sapi sampo sapu jambu mama domba babi beli bobo debu Ucapan + + + + + + kolam minum sebab Akhir atap Ucapan

Hasil kata-kata yang mampu diucapkan oleh arif adalah sebagai berikut : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan : 10 :6 :0 :0 :8

berdasarkan hasil rekap diatas maka dapat diketahui bahwa pengucapan kata Arif dalam habilitasi baik

Rekap lembaran kemampuan pengucapan fonem Posisi Fonem yang berhasil No Fonem Awal 1 2 3 4 5 6 7 8 /a/ /e/ /i/ /o/ /u/ /b/ /m/ /p/ 1 5 4 5 diucapkan Tengah 7 2 4 6 1 6 3 6 Akhir 5 5 3 4 1 2 1 13 2 9 9 5 12 9 12 Jumlah

Berdasarkan pengucapan fonem yang dilakukan Arif dalam evaluasi habilitasi, didapatkan hasil sebagai berikut : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan : 58 :3 :1 : 14 :1

berdasarkan hasil rekap diatas maka dapat diketahui bahwa pengucapan fonem Arif dalam habilitasi baik B. Pembahasan Menurut Depdikbud tahun 1986 (Ayriza, 2005 : 85), Chaer (2003 : 204), serta Purwanto dan Alim (1997 : 35), huruf konsonan yang harus dapat dilafalkan dengan benar untuk membaca permulaan adalah b, d, k, l, m, p, s, dan t. Huruf huruf ini, ditambah dengan huruf huruf vokal akan digunakan sebagai indikator kemampuan membaca permulaan, sehingga menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u. . Terapis menggunakan huruf a, b, e, i, m, o, p, dan u sebagai indikator dalam pembelajaran wicara dan indikator penilaian ketepatan

artikulasi. Dalam habilitasi, terapis memberikan terapi wicara yang didalamnya terdapat kegiatan mengucapkan kata yang terdiri dari huruf a, b, e, i, m, o, p, dan u. Kata-kata tersebut dievaluasi dan dinilai ketepatan artikulasinya. Cara alat ucap bekerja dan bunyi yang dihasilkannya akan dipaparkan sebagai berikut : Jika bibir bawah dan bibir atas merapat akan menghasilkan 3 bunyi artikulasi. Perbedaan bunyi satu dengan yang lainnya ditentukan oleh kerja pita suara dan kerja anak tekak yang membuat udara keluar melalui saluran yang berbeda. Bibir bawah dan bibir atas merapat untuk menahan udara, pita suara bergetar (bersuara), anak tekak aktif, artinya anak tekak naik ke atas untuk menutup aliran udara ke rongga hidung kemudian udara dikeluarkan secar tiba-tiba akan menghasilkan artikulasi /b/ seperti pada kata babi, bibi dan bapak. Bunyi /b/ adalah bunyi bilabial, letusan atau plosif dan bersuara. Bibir bawah dan bibir atas merapat untuk menahan udara, pita suara tidak bergetar, anak tekak aktif, kemudian udara dikeluarkan secara tiba-tiba akan menghasilkan artikulasi /p/ seperti pada kata papa, palu dan pepaya. Bunyi /p/ adalah bunyi bilabial, plosif dan tidak bersuara (pita suara tidak bergetar). Bibir bawah dan bibir atas merapat untuk menahan udara, pita suara bergetar, anak tekak pasif artinya turun menutup udara ke rongga mulut, kemudian udara dikeluarkan akan menghasilkan artikulasi /m/ seperti pada kata mama, mata dan mobil. Bunyi /m/ adalah bunyi bilabial, bersuara, sengau atau nasal (udara keluar melalui hidung). Pengucapan setiap vokal ditentukan oleh posisi lidah, bibir, dan rahang. Posisi lidah akan menghasilkan vokal dengan ciri depan belakang, posisi bibir akan menghasilkan vokal dengan ciri bundar tak bundar dan posisi rahang akan menghasilkan vokal sempit atau lapang. Karena pembentukannya tidak semata-mata oleh salah satu diantara ketiga alat tadi tetapi oleh ketiga alat itu, maka akan terjadi kombinasi karena

memang koordinasi gerak terlaksana. Hal itulah yang akan membuat perbedaa-perbedaan antara vokal yang satu dengan yang lainnya, sedangkan persamaannya terletak pada pergerakan pita suara dan anak tekak. Seluruh pengucapan vokal pita suara bergetar. Jadi seluruh vokal bersuara, anak tekak aktif yakni naik untuk menutup udara ke lubang hidung. Dengan demikian, seluruh vokal tidak ada yang sengau atau nasal.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa gangguan keterlambatan bicara yang terjadi pada Arif diakibatkan oleh keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan seperti ini sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya. Gangguan keterlambatan bicara yang terjadi pada Arif merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Beberapa jenis gangguan bicara dapat diterapi dengan terapi wicara, penatalaksanaan dapat melibatkan multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus yang terdiri dari fisioterapis, dokter, guru dan orang tua pasien. Dalam habilitasi atau terapi wicara yang telah dilaksanakan di Lembaga Terapi Mutiara Hati selama 1 bulan, didapatkan hasil bahwa Arif mengalami peningkatan dalam kemampuan wicara. B. Saran/Rekomendasi Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan

atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi

lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mencegah keterlambatan bicara pada anak adalah ibu menjaga kondisi kesehatan selama masa mengandung, dengan cara memeriksakan kehamilan ke dokter atau rumah sakit secara rutin, selektif dalam mengkonsumsi makanan, tidak minum obat secara sembarangan saat hamil kecuali dengan anjuran atau resep dari dokter, tidak stres, tidak kelelahan dan berlebihan dalam beraktifitas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjiningsih. Perkembangan anak dan permasalahannya. Dalam:Narendra MB,Sularyo TS, Soetjiningsih, Suyitno H, 2. Ranuh IG, penyunting. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja; E disi I. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, Sagung Seto, 2002; 91 3. Busari JO, Weggelaar NM. How to investigate and manage the child who i s slow to speak. BMJ 2004; 328:272 276 4. Parker S, Zuckerman B, Augustyn M. Developmental and behavioral Pedi atrics (2nd ed): Language Delays. Philadelphia : Lippincott Williams & W ilkins, 2005 5. Owens RE. Language Development an Introduction, 5th edition. New York:Allyn and Bacon; 2001. 6. Smith C, Hill J, Language Development and Disorders of Communication and Oral Motor Function. In : Molnar GE, Alexander MA,editors. Pediatric Rehabilitation. Philadelphia: Hanley and Belfus;1999.p. 57-79. 7. Rydz D, Srour M, Oskoui M, Marget N, Shiller M, Majnemer A, et.al. Screening for developmental delay in the setting of a community pediatr clinic: A Prospective assessment of parent-Report questionnaires. Pediatrics 2006;118;e1178-e1186. 8. Silva PA, Williams SM, McGee R. A longitudinal study of children with developmental language delay at age three; later intelligence , reading and behavior problems. Dev Med Child Neurol 1987;29;630-640. 9. Chris V, Suzanne H, Erik JA, Scherder, Ben M, Esther H. Motor Profile of Children With Development Speech and Language Disoreders. Pediatris, v0l 120 no 1 July, pp.e158-e163. 10. K. Alcock. Oral movements and language. Down Syndrome Research and Practice 11(1), 1-8. 2006 The Down Syndrome Educational Trust. All Rights Reserved. ISSN: 0968-7912. Diunduh dari http://information. downsed. Org/ dsrp/11/01 11. Moore CA, Ruark JL. (1996). Does speech emerge from earlier appearing oral motor behaviors? Journal of Speech and Hearing Research 1996;39(5), 1034-1047. 12. Dworkin JP, Culatta RA . Oral structural and neuromuscular characteristics in children with normal and disordered articulation. Journal of Speech and HearingmDisorders 1985;50(2), 150-156. 13. Chaer A, Psiokolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Abdi.. 2003 14. Owens RE. Language Development an Introduction, 5th edition. New York:Allyn and Bacon; 2001. 15. Salim P, Salim Y, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi kedua.Jakarta: Modern English Press;1995. 16. Alwi H, Sugono D, Adiwinata SS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ketiga, Departement Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai pustaka;2005. 17. Oxford Learners Dictionary, New Ediition. Oxford University Press. 2003 18. Coplan, James. Normal speech and language development : Pediatric In R eview1995; 9199

19. Markum, AH. Gangguan perkembangan berbahasa. Dalam : Markum, Ism ael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991; 5669 20. Virginia W, Meredith G, Dalam : Adam, boeis highler. Gangguan bicara d an bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok. Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997 ; 397410. 21. Kaplan, Harold I. Gangguan komunikasi. Dalam : I Made Wiguna, editor. Sinopsis psikiatri : Bina Rupa Aksara, 1997 ; 76682 22. British medical journal. Language disorders: a 10 year research update review. Bmj ; 2000. 23. Council on Children with Disabilities, Section on Developmental Behavioral Pediatrics, Bright Futures Steering committee and Medical Home Initiatives for Children with special needs Project Advisory Committee. Identifying infants and young children with developmental disorders in the Medical Home: An algorithm for developmental surveillance and screening. Pediatrics 2006;118;405-420. 24. Law J, Bowle J, Harris F, Harkness A, Nye C., Screening for speech and language delay; a systematic review of literature, In: Health Technology Assessment 1998 Vol2(9). 25. Sidiarto L. Berbagai gangguan berbahasa pada anak. Proceedings of Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya Keempat. Jakarta: Penerbit Kanisius; 1991. 26. Departemen Rehabilitasi Medik. Buku laporan pasien rawat jalan. Jakarta. 2006 27. Wahjuni S. Pemeriksaan Penyaring Keterlambatan Perkembangan Bahasa pada Anak Batita dengan Early Language Milestone Scale di Kelurahan Paseban Jakarta Pusat. Jakarta. FKUI. 1998 28. Victor M, Ropper AH. Priciples of Neurology Adams and Victors, seventh edition. McGraw-Hill.2001. 29. Lundsteen SW, Tarrow NB. Guiding young childrens learning. New York; Mc Graw Hill; 1981. 30. Rahyono FX. Dalam : Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Editor : Kurhayanti.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2007,hal 32-37. 31. Myklebust M. Prelinguistic Communication. In: Yule W, Rutter M,eds. Language development and disorders; Clinics in developmental medicine. 1968. 32. Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku ajar fisi ologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 1997 ; 90919 33. Myklebust M. Prelinguistic Communication. In: Yule W, Rutter M,eds. Language development and disorders; Clinics in developmental medicine. 1968. 34. Heidi M. Feildman Evaluation and management of speech and language di sorder in preschool children. Pediatrics in Review 2005 ; 26 (4) 131142. 35. Maturana HR, Biology of Language: The Epistemology of Reality. IN: Psychology and Biology of Language and Thought. New York :Academic Press; 1978.p.27-63.

36. Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang a nak. Jakarta EGC, 1995 ; 23740 37. Blum NJ, Baron MA. Speech and language disorders. In: Schwartz MW, ed. Pediatric primary care: a problem oriented approach. St. Louis: Mosby, 1997:845-9. 38. Departemen kesehatan RI. Pedoman penggolongan dan diagnosis ganggua n jiwa III. Edisi I. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes R I, 1995 ; 39. Soedjatmiko. Deteksi dini gangguan tumbuh kembang balita. Sari Pediatri 1995; 3. 40. Simkin Z, Conti G. Evidence of reading difficulty in subgroups children w ith specific language impairment. Child language teaching and therapy 200 6 ; 22 (3) ; 3153 41. Roberts, Susan. Speech and language disorders. Dalam : Harvey D, Miles M, Smyth D, editor. Community Child Health and Pediatrics. London : Bu tterworth Heinemann, 1997 ; 50512 42. Bzoch K, League R. Receptive Expressive Emergent Language Test (REEL), 3nd ed. Pro-Ed. Austin. 2003. 43. Anitta Florence ST, Modifikasi Skala Reseptive Expresive Emergent Language sebagai instrument penyaring keterlambatan bahasa anak usia 18 sampai 36 bulan, Jakarta oktober 2008 44. Bzoch K, League R. Receptive Expressive Emergent Language Test (REEL), 3nd ed. Pro-Ed. Austin. 2003. 45. Anitta Florence ST, Modifikasi Skala Reseptive Expresive Emergent Language sebagai instrument penyaring keterlambatan bahasa anak usia 18 sampai 36 bulan, Jakarta oktober 2008 46. Fisher S, Vargha-Khadem F, Watkins KE, Monaco AP, Pembry, ME. Localisation of a gene implicated in a severe speech and language disorder. Nature Genetics 1998, 18, 168. 47. Vargha-Khadem F, Watkins K, Alcock KJ, Fletcher P, Passingham R. Praxic and nonverbal cognitive deficits in a large family with a genetically transmitted speech and language disorder. Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 1995, 92(3), 930933. 48. Gopnik, M. & Crago, M. B.. Familial aggregation of a developmental language disorder. Cognition 1991, 39, 1-50. 49. Liaw, F., & Brooks-Gunn, J. (1994). Cumulative familial risks and low birthweight childrens cognitive and behavioral development. Journal of Clinical Child Psychology, 23, 360372. 50. Halsey, C. L., Collin, M. F., & Anderson, C. L. (1993). Extremely low birth weight children and their peers: A comparison of preschool performance. Pediatrics, 91, 807811. 51. Johnston J. Factors that Influence Language Development. In : Tremblay RE, Barr RG, Peters R, eds. Encyclopedia of Language and Literacy Development (pp1-6). London. Canadian language and Literacy Research network. 2006. 52. Fox A, Dodd B, Howard D. Risk factors for speech disorders in children. Int J Lang Common Disord 2002;37(2):117-131.

53. Delgado, Christine E. F.; Vagi, Sara J.; Scott, Keith G.Early Risk Factors for Speech and Language Impairments. Exceptionality, v13 n3 p173-191 2005 54. Fox A V; Dodd Barbara; Howard David. Risk factors for speech disorders in children. International journal of language & communication disorders / Royal College of Speech & Language Therapists 2002;37(2):117-31. 55. Fox A. V.1; Dodd B.1; Howard D.1Risk factors for speech disorders in children. International Journal of Language & Communication Disorders, Volume 37, Number 2, 1 April 2002 , pp. 117-131(15) 56. OCallaghan, Michael, Williams, Gail M.Andersen, Margaret J. Bor, William Najman, Jake M. Social and Biological Risk Factors for Mild and Borderline Impairment of Language Comprehension in a Cohort of Five-Year-Old Children. Developmental Medicine and Child Neurology. 1995-01-01;37,12,1051-1061 57. Tina L. Stanton-Chapman, Derek A. Chapman, Ann P. Kaiser, Terry B. Hancock .Cumulative Risk and Low-Income Childrens Language Development. Topics in Early Childhood Special Education, Vol. 24, No. 4, 227-237, 2004 58. Adams, C. D., Hillman, N., & Gaydos, G. R. Behavioral difficulties in toddlers: Impact of sociocultural and biological risk factors. Journal of Clinical Child Psychology, 1994. 23, 373381. 59. Brooks-Gunn, J., Klebanov, P., & Liaw, F. The learning, physical, and emotional environment of the home in the context of poverty: The infant health and development program. Children and Youth Services Review, 1995. 17, 251276. 60. Duncan, G., Klebanov, P., & Brooks-Gunn, J. (1994). Economic deprivation and early childhood development. Child Development, 65, 296 318. 61. Evans, G. W., & English, K. (2002). The environment of poverty: Multiple stressor exposure, psychophysiological stress, and socioe-motional adjustment. Child Development, 73, 12381248. 62. Fazio, B. B., Naremore, R. C., & Connell, P. J. (1996). Tracking children from poverty at-risk for specific language impairment: A 3-year longitudinal study. Journal of Speech and Hearing Research, 39, 611624. 63. Halpern, R. (2000). Early childhood intervention for low-income children and families. In J. P. Shonkoff & S. J. Meisels (Eds.), Handbook of early childhood intervention (2nd ed., pp. 361386). Cambridge, England: Cambridge University Press. 64. Hoff-Ginsberg, E. (1998). The relation of birth order and socioeco-nomic status to childrens language experience and language development. Applied Psycholinguistics, 19, 603629. 65. Brant LJ, Gordon-Salant S, Pearson JD, Klein LL, Morrell CH, Metter EJ, Fozard JL. Risk factors related to age-associated hearing loss in the speech frequencies. J Am Acad Audiol. 1996 Jun;7(3):152-60.

A. Identitas Anak Nama Anak Tempat/Tgl Lahir Nama ayah Nama Ibu Alamat : Rouf Setiawan Arif : Mojokerto, 4 April 2007 : Djawadi Sunda Kelana : Purwaningrum : Jalan Argopuro IV/3 Kota Mojokerto No. Telp Rumah/ Kantor/HP : 081330442147

B. Riwayat Perkembangan Lahir Berat Badan Tinggi Badan Duduk pada umur Merangkak Berdiri Jalan : Normal : 2,7 kilogram : 51 cm : 3-4 bulan : 5 bulan : 7 bulan : 1 tahun 3 bulan

C. Kemampuan Anak Kesukaan Cara Berkomunikasi : Mainan bergerak (mobil) dan bola : Teriak dan menunjuk dengan jari

Memakai baju, BAB atau BAK : Masih ditolong Makan dan minum Memakai sepatu : Sendiri : Masih ditolong

Daftar kata-kata pemeriksaan artikulasi Fonem /p/ Posisi dan Ucapan Anak Awal palu pipa pepaya pohon /m/ mata mobil /b/ bapak bibi beras bola Ucapan .... . . . . Tengah papa sapi sampo sapu jambu mama domba babi Ucapan .... . . . . . . . kolam minum aib sebab . . Akhir atap stop tiup Ucapan .... .

.. beli .. bobo debu

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan

Lembaran kemampuan pengucapan fonem No 1 2 3 4 5 6 7 8 Fonem /a/ /e/ /i/ /o/ /u/ /b/ /m/ /p/ Posisi Fonem Awal Tengah Akhir

Keterangan : + pengucapan baik kadang kadang baik x subsitusi/penggantian 0 omisi/penghilangan - distorsi/pengkacauan