101
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Hasil Penelitian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Kelurahan Cilandak Barat, mengenai “Hubungan Antara Banjir dengan Kejadian Psikosomatik pada Usia Produktif di Kelurahan Cilandak Barat”. Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Novia I. S, M. Epid dan Dr. Aris Nurzamzami sebagai dokter pembimbing dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat ini. Semoga Laporan Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa Laporan Hasil Penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan dari para pembaca. Jakarta, 14 Maret 2014 Penulis 1

Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat ikm trisakti

Citation preview

Page 1: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Hasil Penelitian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Kelurahan Cilandak Barat, mengenai “Hubungan Antara Banjir dengan Kejadian Psikosomatik pada Usia Produktif di Kelurahan Cilandak Barat”.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang dihadapi. Namun, penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan semua pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Novia I. S, M. Epid dan Dr. Aris Nurzamzami sebagai dokter pembimbing dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat ini.

Semoga Laporan Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa Laporan Hasil Penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran diharapkan dari para pembaca.

Jakarta, 14 Maret 2014

Penulis

1

Page 2: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..………….1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………..…2

ABSTRAK………………………………………………………………………………………………….4

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………..6

1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………………................6

1.2 RUMUSAN MASALAH……………………………………………………………................7

1.3 TUJUAN PENELITIAN…………………………………………………………….…………7

1.4 HIPOTESIS PENELITIAN…………………………………………………………................8

1.5 MANFAAT PENELITIAN…………………………………………………………................8

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN…………………………………………………………...8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………………………9

2.1 DEFINISI PSIKOSOMATIK……………………………………………………………….....9

2.2 STRES DAN STRESSOR……………………………………………………………………..9

2.3 PATOFISIOLOGI…………………………………………………………………………….11

2.4 KRITERIA KLINIS…………………………………………………………………………..12

2.5 MANIFESTASI KLINIS……………………………………………………………………..13

2.6 PEMERIKSAAN……………………………………………………………………………..22

2.7 DIAGNOSIS………………………………………………………………………………….23

2.8 TERAPI……………………………………………………………………………………….24

2.9 KERANGKA TEORI………………………………………………………………………...27

BAB III KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL……..28

3.1 KERANGKA KONSEP………………………………………………………………………28

3.2 VARIABEL PENELITIAN…………………………………………………………………..28

3.3 DEFINISI OPERASIONAL………………………………………………………………….29

BAB IV METODE PENELITIAN………..………………………………………………………………33

4.1 DESAIN PENELITIAN………………………………………………………………………33

4.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN…………………………………………………….33

2

Page 3: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

4.3 POPULASI PENELITIAN…………………………………………………………………...33

4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI………………………………………………………36

4.5 INSTRUMEN PENELITIAN………………………………………………………………...36

4.6 ALUR PELAKSANAAN PENELITIAN DAN PENGAMBILAN DATA………………….37

4.7 RENCANA PENGOLAHAN DATA………………………………………………………...38

4.8 ANALISIS DATA……………………………………………………………………………38

BAB V HASIL PENELITIAN……………………………………………………………………………39

5.1 FAKTOR INDIVIDU…...……………………………………………………………………39

5.2 KARAKTERISTIK BANJIR.………………………………………………………………...40

5.3 HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INDIVIDU DAN PSIKOSOMATIK………………….41

5.4 HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK BANJIR DAN PSIKOSOMATIK………......43

BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………………………………………45

6.1 HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INDIVIDU DAN PSIKOSOMATIK………………….45

6.2 HUBUNGAN ANTARA FAKTOR BANJIR DAN PSIKOSOMATIK……………………..47

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………………………………49

7.1 KESIMPULAN……………………………………………………………………………….49

7.2 SARAN……………………………………………………………………………………….49

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………..50

LAMPIRAN 1 PLAN OF ACTION (POA). ……………………………………………………………..51

LAMPIRAN 2 KUESIONER PENELITIAN …………………………………………………………….52

LAMPIRAN 3 HASIL PENGOLAHAN DATA PENELITIAN…………………………………………62

3

Page 4: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

ABSTRAK

LATAR BELAKANG: Keluhan psikosomatik sering ditemukan pada praktik klinis dimana lebih dari 50% pasien dengan keluhan fisik yang tidak mempunyai penyebab objektif dari keluhannya itu. OBJEKTIF: Untuk menjelaskan hubungan antara faktor sosio-dermografi dan faktor banjir dengan kejadian psikosomatik pada usia produktif di Kelurahan Cilandak Barat periode banjir Januari 2014. METODE: Penelitian ini berjenis observasional analitik dengan menggunakan metode cross-sectional. Sampel sebanyak 100 orang dipilih melalui purposive sampling dan simple random sampling. Variabel diukur dengan menggunakan kuesioner psikosomatik dari Bradford Somatic Inventory seri 21 dan kuesioner banjir dari PMI serta dianalisa menggunakan chi-square. HASIL: Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian psikosomatik pada usia produktif di Kelurahan Cilandak Barat ialah usia (p=0.642), jenis kelamin (p=0.780), tingkat pendidikan (p=0.00), pekerjaan (p=0.003), status marital (p=0.065), kesiapan menghadapi banjir (p=0.009), ketinggian banjir (p=0.008), lama surutnya banjir (p=0.007) dan kejadian banjir berulang (p=0.015). KESIMPULAN: Faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna antara banjir dengan kejadian psikosomatik adalah tingkat pendidikan, pekerjaan, kesiapan menghadapi banjir, ketinggian banjir, lama surutnya banjir dan kejadian banjir berulang.

KATA KUNCI: Banjir, psikosomatik, usia.

4

Page 5: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

ABSTRACT

BACKGROUND: Psychosomatic complaints often found in clinical practice where more than 50% of patients with physical complaints that have no objective cause of the complaint. OBJECTIVE: To explain the association between the socio-dermografic and flood as a factor with the incidence of psychosomatic in the productive age in Puskesmas Kelurahan Cilandak Barat flood period in January 2014. METHODS: Outcomes measured in this observational-analytical research are based on Psychosomatic Questionnaire from Bradford Somatic Inventory 21 and Flood Questionnaire from PMI. This study uses cross-sectional methods and samples of 100 respondents were chosen by using purposive sampling technique and simple random sampling. The factors associated with each outcomes were analyzed by using chi-square. RESULT: Factors associated with the incidence of psychosomatic on reproductive age in Puskesmas Kelurahan Cilandak Barat is the age (p = 0642), gender (p = 0.780), education level (p = 0:00), occupation (p = 0.003), marital status (p = 0.065), flood preparedness (p = 0.009), flood heights (p = 0.008), duration of flooding reflux (p = 0.007) and recurrent flooding events (p = 0.015). CONCLUSION: Factors significantly associated with the incidence of psychosomatic between flooding is the level of education, occupation, flood preparedness, flood heights, duration of flooding reflux and recurrent flooding events.

KEY WORDS: Flood, psychosomatic, age.

5

Page 6: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hubungan antara psikis dan somatik telah menjadi perhatian para ahli dan para peneliti sejak dahulu. Aspek psikis dan somatik saling terkait secara erat dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kedua aspek saling mempengaruhi yang selanjutnya tercermin dengan jelas dalam ilmu kedokteran psikosomatik.

Keluhan psikosomatik sering ditemukan pada praktik klinis sehari-hari. Dokter umum juga seringkali mendapati pasien dengan keluhan psikosomatik. Kepustakaan melaporkan lebih dari 50% pasien dengan keluhan fisik yang tidak mempunyai penyebab objektif dari keluhannya itu. Keluhannya bisa dari kelelahan, nyeri dada, batuk, nyeri punggung, napas pendek, hingga berbagai keluhan yang melibatkan organ tubuh.2,3 Prevalensi distress psikologis tanpa gejala, yaitu psikosomatik pasca bencana pada korban banjir di Kentucky, USA, pada tahun 1990 menurut penelitian yang dilakukan oleh Phifer adalah sebesar 13.2 %. Sedangkan, pada Puskesmas Kelurahan Cilandak Barat sendiri dilaporkan angka kejadian psikosomatik sebesar 32 kasus pada Januari 2014.

Banjir adalah kata yang familiar bagi warga Jakarta. Setiap tahunnya warga dituntut untuk bersiap menghadapi banjir. Banjir merupakan bencana alam yang terjadi secara mendadak, yang mengakibatkan kerusakan lingkungan pemukiman, perubahan kualitas lingkungan oleh cemaran yang ditimbulkan dan kerawanan masalah kesehatan pada masyarakat yang terkena.

Pada kejadian banjir tahun 2013, hujan dengan intensitas lebat hingga sangat lebat terjadi merata di Jakarta. Hasil pantauan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada tanggal 17 Januari 2013, terdapat 9 titik lokasi pemantauan di wilayah Jabodetabek yang memantau curah hujan lebih dari sama dengan 100 mm/hari. Lokasi-lokasi tersebut adalah Tanjung Priok, Kemayoran, Pakubuwono, Halim Perdana Kusuma, dan lain-lain. Sedangkan pada 12 Januari 2014 sebanyak 10 lokasi pemantauan yang mencatat curah hujan lebih dari sama dengan 100 mm/hari.

Wilayah Kecamatan Cilandak terletak di sebelah Barat Daya Kota Jakarta di ketinggian + 50 m di atas permukaan laut dengan sudut kemiringan 0,25o serta curah hujan rata-rata 2.036 mm/tahun tidak merupakan pengecualian. Luas wilayah kecamatan Cilandak sendiri sebesar 17,35 m2 terbagi dalam lima kelurahan, 46 RW dan 475 RT, adapun daerah terluas adalah Kelurahan Cilandak Barat sebesar 6,04 km2 sedangkan yang terkecil Kelurahan Gandaria Selatan sebesar 1,77 km2. Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Cilandak tahun 2012 adalah 202.304 jiwa, terdiri dari penduduk pria sebanyak 102.981 jiwa dan penduduk wanita sebanyak 99.323 jiwa. Kelurahan Cilandak Barat memiliki penduduk terbanyak sebanyak 59.186 jiwa sedangkan kelurahan Gandaria Selatan memiliki penduduk paling sedikit, yaitu 24.606 jiwa. Kelurahan terpadat penduduknya adalah Kelurahan Pondok Labu sebanyak 15.590 jiwa/km2, sedangkan yang kepadatan penduduknya terkecil adalah Kelurahan Lebak Bulus sebanyak 9.505 jiwa/km2.

6

Page 7: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Kerentanan akibat paparan banjir tampaknya lebih besar pada individual dengan kerentanan sosial yang telah ada sebelumnya seperti faktor sosio-ekonomi, demografi, dan faktor kesehatan. Dampak banjir terutama diperparah akibat kurangnya kesadaran masyarakat, mobilitas terbatas atau keterbatasan kapasitas fisik, jaminan atau asuransi properti, dan jaringan sosial yang terbatas. Dampak yang lebih besar (yang berhubungan dengan non-medis) dari paparan banjir termasuk kerusakan properti dan kepemilikan benda lainnya, penyelamatan (rescue) atau bantuan langsung saat banjir, evakuasi, dan konsekuensi pasca-banjir dari aspek ekonomi.

Terjadinya genangan air di wilayah Kecamatan Cilandak selain diakibatkan oleh curah hujan yang terus menerus juga diakibatkan oleh banjir kiriman (luapan air) dari tiga sungai yang melalui wilayah Kecamatan Cilandak. Daerah/lokasi rawan banjir yang ada di wilayah Kecamatan Cilandak tercatat pada tahun 2012 berkisar antara 50 cm hingga 150 cm akibat luapan kali Krukut. Pada Januari 2013 tercatat sebanyak empat RW di Kelurahan Cilandak Barat yang tertimpa musibah banjir.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah terdapat hubungan antara karakteristik (demografi dan sosio-ekonomi) dan kejadian psikosomatik pada populasi yang terkena banjir di Kelurahan Cilandak Barat?

2. Apakah terdapat hubungan antara kesiapan menghadapi banjir dan kejadian psikosomatik pada populasi yang terkena banjir di Kelurahan Cilandak Barat?

3. Apakah terdapat hubungan antara banjir (ketinggian air, lama surutnya air dan kejadian banjir berulang) dan kejadian psikosomatik pada populasi yang terkena banjir di Kelurahan Cilandak Barat?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Menurunkan prevalensi kesakitan/morbiditas akibat psikosomatik di Kelurahan Cilandak Barat pasca banjir.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara karakteristik (demografi dan sosio-ekonomi) dan kejadian psikosomatik pada populasi yang terkena banjir di Kelurahan Cilandak Barat

2. Mengetahui hubungan antara kesiapan menghadapi banjir dan kejadian psikosomatik pada populasi yang terkena banjir di Kelurahan Cilandak Barat.

3. Mengetahui hubungan antara banjir (ketinggian air, lama surutnya air dan kejadian banjir berulang) dan kejadian psikosomatik pada populasi yang terkena banjir di Kelurahan Cilandak Barat.

7

Page 8: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

1.4 HIPOTESIS PENELITIAN

1. Adanya hubungan antara karakteristik (demografi dan sosio-ekonomi) dan kejadian psikosomatik pada populasi yang terkena banjir di Kelurahan Cilandak Barat.

2. Adanya hubungan antara kesiapan menghadapi banjir dan kejadian psikosomatik pada populasi yang terkena banjir di Kelurahan Cilandak Barat.

3. Adanya hubungan antara banjir (ketinggian air, lama surutnya air dan kejadian banjir berulang) dan kejadian psikosomatik pada populasi yang terkena banjir di Kelurahan Cilandak Barat.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1) Bagi peneliti:

Peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian serta lebih memperkaya wawasan dalam bidang kesehatan masyarakat pada umumnya terutama yang berkaitan dengan bidang yang diteliti.

2) Bagi instalasi/ profesi kedokteran:

(1) Sebagai bahan penambahan karya ilmiah pada bagian ilmu kesehatan masyarakat

(2) Institusi terkait dapat melakukan upaya yang berkenaan dengan penurunan angka kejadian psikosomatik di Kelurahan Cilandak Barat.

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Ruang lingkup tempat pada penelitian ini adalah Kelurahan Cilandak Barat di Jakarta Selatan.

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Ruang lingkup waktu pada penelitian ini adalah pada bulan Januari 2014.

8

Page 9: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI PSIKOSOMATIK

Psikosomatik berasal dari dua kata yaitu psiko yang artinya psikis, dan soma yang artinya tubuh. Dalam Diagnostic And Statistic Manual Of Mental Disorders edisi ke empat (DSM IV) istilah psikosomatik telah digantikan dengan kategori diagnostik faktor psikologis yang mempengaruhi kondisi medis.1,2

Ilmu kedokteran psikosomatik memiliki dimensi pengertian yang sangat luas, sejalan dengan konsep jiwa dan badan yang tidak dapat dipisahan antara satu dengan yang lain. Misi yang diemban oleh ilmu ini antara lain mendorong dan menggali secara luas dan ilmiah hubungan antara lain faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, dan perilaku manusia baik yang sehat maupun dalam keadaan sakit, dan mengintegrasikan bidang-bidang tersebut dalam memberikan edukasi dan tatalaksana gangguan psikosomatik. Sesuai dengan definisi WHO tahun 1994 mengenai pengertian sehat yang meliputi kesehatan fisis, psikologis, sosial, dan spiritual. Dalam pengertian kedokteran psikosomatik secara luas, aspek bio-psiko-sosial-spiritual tersebut sangat perlu dipahami untuk melakukan pendekatan dan pengobatan terhadap pasien secara holistik (menyeluruh) dan ekliktik (rinci) yaitu pendekatan psikosomatik.1

Gangguan psikosomatik adalah gangguan atau penyakit dengan gejala-gejala yang menyerupai penyakit fisis dan diyakini adanya hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial tertentu dengan timbulnya gejala-gejala tersebut. Ada juga yang memberikan batasan bahwa gangguan psikosomatik merupakan suatu kelainan fungsional suatu alat atau sistem organ yang dapat dinyatakan secara obyektif, misalnya adanya spasme, hipo atau hipersekresi, perubahan konduksi saraf dan lain-lain. Keadaan ini dapat disertai adanya kelainan organik/struktural sebagai akibat gangguan fungsional yang sudah berlangsung lama. Pada kenyataannya gangguan fisis dapat disebabkan oleh gangguan psikis dan sebaliknya gangguan-gangguan psikis dapat disebabkan oleh kondisi somatik medis seseorang. Ada yang menyatakan setiap penyakit dapat disebut psikosomatik sebab tidak ada penyakit somatik yang sepenuhnya bebas dari gejala psikis dan sebaliknya, gangguan psikis sering bermanifestasi berupa gangguan somatik.1

Menurut JC Heinroth yang dimaksud dnegan gangguan psikosomatik adalah gangguan psikis dan somatik yang menonjol dan tumpang tindih. Berdasarkan pengertian dan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud gangguan atau penyakit yang ditandai oleh keluhan-keluhan psikis dan somatik yang dapat merupakan kelainan fungsional suatu organ dengan ataupun tanpa gejala obyektif dan dapat pula bersamaan dengan kelainan organik/struktural yang berkaitan erat dengan stresor atau peristiwa organik tertentu. Gangguan fungsional yang dapat ditemukan bersamaan dengan gangguan struktural organis dapat berhubungan sebagai berikut :1

9

Page 10: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Gangguan fungsional yang lama dapat menyebabkan atau mempengaruhi timbulnya gangguan struktural seperti asma bronkial, hipertensi, penyakit jantung koroner, artritis reumatoid, dan lain-lain.

Gangguan atau kelainan struktural dapat menyebabkan gangguan psikis dan menimbulkan gejala-gejala gangguan fungsional seperti pada pasien dengan kanker, penyakit jantung, gagal ginjal, dan lain-lain.

Gangguan fungsional dan struktural organik berada bersamaan oleh sebab yang berbeda (suatu koinsidensi).

Dalam kenyataannya di klinik jarang sekali faktor psiko-emosi seperti frustasi, konflik, ketegangan, dan sebagainya, dikemukakan sebagai keluhan utama pasien. Justru keluhan-keluhan somatik yang beraneka ragam yang selalu ditonjolkan pasien. Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien pada umumnya terletak di bidang penyakit dalam seperti keluhan sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, saluran cerna, saluran urogenital, dan sebagainya. Keluhan-keluhan tersebut adalah manifestasi adanya ketidakseimbangan sistem saraf autonom vegetatif seperti sakit kepala, pusing, serasa mabuk, cenderung untuk sesak nafas, gangguan pada lambung dan usus, diare, anoreksia, kaki dan tangan dingin, kesemutan, merasa panas atau dingin seluruh tubuh, dam banyak lagi gejala lainnya. Seringkali keluhan berpindah-pindah dari sistem organ ke sistem lainnya dan kemudian menghilang dalam waktu singkat.1

2.2 STRES DAN STRESOR

2.2.1 Pengertian Stres

Stres sebenarnya secara umum memberikan pengertian gangguan psikosomatik, sehingga tidak jarang dalam praktek kedokteran istilah stres cenderung digunakan sebagai suatu diagnosis. Menurut Hans Selye seorang ahli fisiologi dan pakar stres yang dimaksud dengan stres ialah suatu respons tubuh yang tidak spesifik terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Jadi merupakan respons automatik tubuh yang bersifat adaptif pada setiap perlakuan yang menimbulkan perubahan fisis atau emosi yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisis yang optimal suatu organisme. Reaksi fisiologis ini disebut sebagai general adaption syndrome. Respons tubuh terhadap perubahan-perubahan tersebut dibagi menjadi tiga fase yaitu:1

Alarm reaction (reaksi peringatan): Pada fase ini tubuh dapat mengatasi stresor (perubahan) dengan baik.

The stage of resistance (reaksi pertahanan): Reaksi terhadap stresor sudah mencapai/melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala-gejala psikis dan somatik.

Stage of exhaustion (reaksi kelelahan): Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas.

Baik dari sudut pandang kedokteran maupun psikologis, dalam keadaan stres terjadi perubahan-perubahan psikis, fisiologis, biokemis, dan lain-lain reaksi tubuh di samping adanya proses adaptasi Pada saat perubahan itu sudah mengganggu fungsi psikis dan somatik, timbul keadaan yang disebut distres, yang secara klinis merupakan gangguan psikosomatik. Dalam keadaan demikian seseorang akan dibawa atau datang ke dokter dengan manifestasi gangguan fisis seperti sakit dada, merasa berdebar-debar, sakit kepala, sakit ulu hati, dan lain-lain.1

10

Page 11: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

2.2.2 Pengertian Stresor

Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang. Karena adanya stresor terpaksa seseorang harus menyesuaikan diri untuk menanggulangi stresor yang timbul. Dengan kata lain, jelas bahwa stresor ialah suatu keadaan yang dapat menimbulkan stres. Jenis-jenis stresor dapat dikelompokkan sebagai berikut: masalah perkawinan, keluarga, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan, hukum, keuangan, perkembangan, penyakit fisis, dan lain-lain. Adapun yang membagi stresor menjadi:1

Stresor fisis seperti panas, dingin, bising, dan lain sebagainya. Stresor sosial seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, pekerjaan, karir, masalah

keluarga, hubungan interpersonal dan lain-lain. Stresor psikis misalnya frustasi, rendah diri, perasaan berdosa, masa depan yang tidak

jelas. dan sebagainya.

Menurut Thomas Holmes dan Richard Rahe, di dalam skala urutan penyesuaian kembali sosial (social read justment rating scale) menuliskan 43 peristiwa kehidupan yang disertai oleh jumlah gangguan dan stres pada kehidupan orang rata-rata, sebagai contohnya kematian pasangan 100 unit perubahan kehidupan, perceraian 73 unit, perpisahan perkawinan 65 unit, dan kematian anggota keluarga dekat 63 unit. Skala dirancang setelah menanyakan pada ratusan orang dengan berbagai latar belakang untuk menyusun derajat relatif penyesuaian yang diperlukan oleh perubahan lingkungan kehidupan. Penelitian terakhir telah menemukan bahwa orang yang menghadapi stres umum secara optimis bukan secara pesimis adalah tidak cenderung mengalami gangguan psikosomatik, dan jika orang tersebut mengalaminya mereka mudah pulih dari gangguan.3

2.3 PATOFISIOLOGI

Gangguan psikis/konflik emosi yang menimbulkan gangguan psikosomatik ternyata diikuti oleh perubahan-perubahan fisiologis dan biokemis pada tubuh seseorang. Perubahan fisiologi ini berkaitan erat dengan adanya gangguan pada sistem saraf autonom vegetatif, sistem endokrin, dan sistem imun. Oleh karena itu belakangan ini perubahan-perubahan fisiologi tersebut dapat diterangkan dalam bidang ilmu baru yaitu psiko-neuro-endokrinologi atau psikoneuroimunologi atau psiko-neuro-imuno-endokrinologi. Perubahan pada ketiga sistem ini terjadi secara bersamaan dan saling tumpang tindih. Beberapa teori yang menerangkan mengenai patofisiologi gangguan psikosomatik adalah sebagai berikut:1

Gangguan keseimbangan saraf autonom vegetatif: Pada keadaan ini konflik emosi yang timbul diteruskan melalui korteks serebri ke sistem limbik kemudian hipotalamus dan akhirnya ke sistem saraf autonom vegetatif. Gejala klinis yang timbul dapat berupa hipertoni simpatik, hipotoni simpatik, hipertoni parasimpatik, ataksi vegetatif (bila koordinasi antara simpatik dan parasimpatik sudah tidak ada lagi), dan amfotoni (bila gejala hipertoni simpatik dan parasimpatik terjadi silih berganti).

Gangguan konduksi impuls melalui neurotransmiter: Gangguan konduksi ini disebabkan adanya kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di presinaps atau adanya gangguan sensitivitas pada reseptor-reseptor postsinaps. Beberapa neurotransmiter yang telah diketahui berupa amin biogenik antara lain noradrenalin, dopamin, dan serotonin.

11

Page 12: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Hiperalgesia alat viseral: Meyer dan Gebhart (1994) mengemukakan konsep-konsep dasar terjadinya gangguan fungsional pada organ viseral yaitu adanya visceral hyperalgesia. Keadaan ini mengakibatkan respons refleks yang berlebihan pada beberapa bagian alat viseral tadi. Konsep ini telah dibuktikan pada kasus-kasus non-cardiac chest pain, non-ulcer dyspepsia, dan irritable bowel syndrome.

Gangguan sistem endokrin/hormonal: Perubahan-perubahan fisiologi tubuh yang diakibatkan stres dapat terjadi akibat gangguan sistem hormonal. Perubahan tersebut terjadi melalui hypothalamic-pituitary-adrenal axis. Hormon yang berperan pada jalur ini antara lain: hormon pertumbuhan, prolaktin, ACTH, dan katekolamin.

Perubahan pada sistem imun: Perubahan tingkah laku dan stres selain dapat mengaktifkan sistem endokrin melalui hypothalamus-pituitary axis (HPA) juga dapat mempengaruhi imunitas seseorang sehingga mempermudah timbulnya infeksi dan penyakit neoplastik. Fungsi imun menjadi terganggu karena sel-sel imunitas yang merupakan immunotransmitter mengalami berbagai perubahan. Contohnya pada keadaan depresi, jumlah neutrofil dalam sirkulasi meningkat, sedangkan jumlah sel NK (natural killer) menurun, limfosit T dan B menurun; sel T-helper dan T-supressor menurun. Aktivitas sel NK dan proliferasi limfosit menurun, dan produksi interferon menurun. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi imunitas adalah sebagai berikut:

a. Kualitas dan kuantitas stres yang timbul.b. Kemampuan individu dalam mengatasi stres secara efektif.c. Kualitas dan kuantitas rangsang imunitas.d. Lama stres.e. Latar belakang lingkungan sosio-kultural pasien.f. Faktor individu pasien (umur, jenis kelamin, status gizi).

2.4 KRITERIA KLINIS

2.4.1 Kriteria klinis gangguan psikosomatik dibagi menjadi dua, yaitu:1

Kriteria Negatif (yang biasanya tidak ada)

· Tidak didapatkan kelainan-kelainan organik pada pemeriksaan yang teliti sekalipun, walaupun mempergunakan alat-alat canggih. Bila ada kelainan organic belum tentu bukan psikosomatik, sebab:

Bila penyakit psikosomatik tidak diobati, dalam jangka waktu yang cukup lama dapat menimbulkan kelainan-kelainan organik pada alat-alat yang

dikeluhkan.

Secara kebetulan ada kelainan organik, tapi kelainan ini tidak dapatmenerangkan keluhan yang ada pada pasien tersebut, yang dinamakankoinsidensi.

Sebelum timbulnya psikosomatik, telah ada lebih dahulu kelainan organiknya tetapi tidak disadari oleh pasien. Baru disadari setelah diberitahu oleh

orang lain atau kadang-kadang oleh dokter yang mengobatinya. Hal ini membuatnya menjadi takut, khawatir dan gelisah, yang dinamakan iatrogen.

12

Page 13: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

· Tidak didapatkan kelainan psikiatri. Tidak ada gejala-gejala psikotik yakni tidak ada disintegrasi kepribadian, tidak ada distorsi realitas. Masih mengakui bahwa dia sakit, masih mau aktif berobat.

Kriteria Positif (yang biasanya ada)

Keluhan-keluhan pasien ada hubungannya dengan emosi tertentu. Keluhan-keluhan tersebut berganti-ganti dari satu sistem ke sistem lain, yang

dinamakan shifting phenomen atau alternasi. Adanya imbalans vegetatif (ketidakseimbangan susunan saraf otonom). Penuh dengan stress sepanjang kehidupan (stressful life situation) yang menjadi

sebab konflik mentalnya. Adanya perasaan yang negatif yang menjadi titik tolak keluhan-keluhannya. Adanya faktor pencetus (faktor presipitasi) proksimal dari keluhan-keluhannya. Adanya faktor predisposisi yang dicari dari anamnesis longitudinal. Yang

membuat pasien rentan terhadap faktor presipitasi itu. Faktor predisposisi dapat berupa faktor fisik/somatik, biologi, stigmata neurotik, dapat pula faktor psikis dan sosiokultural.

Untuk kriteria-kriteria ini tidak perlu semuanya ada tetapi bila ada satu atau lebih, presumtif, indikatif untuk penyakit psikosomatik.2

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Beberapa manifestasi klinis dari gangguan psikosomatik antara lain:3

· Terdapat suatu kondisi medis umum

· Faktor psikologis secara merugikan mempengaruhi kondisi medis umum dengan cara sebagai berikut:

- Faktor psikologis telah mempengaruhi perjalanan kondisi medis umum seperti yang ditunjukkan oleh hubungan temporal yang erat antara faktor psikologis dan perkembangan atau eksaserbasi dari atau keterlambatan penyembuhan dari kondisi medis umum.

- Faktor psikologis mempengaruhi terapi kondisi medis umum.

- Faktor psikologis berperan dalam risiko kesehatan individu.

- Respon psikologis yang berhubungan dengan stres mencetuskan atau mengeksaserbasi gejala kondisi medis umum.

Yang dimaksud dengan faktor psikologis tersebut adalah:3

· Gangguan mental mempengaruhi kondisi medis (misalnya gangguan depresi berat memperlambat penyembuhan infark miokard).

· Gangguan psikologis mempengaruhi kondisi medis (misalnya gejala depresi memperlambat pemulihan setelah pembedahan, kecemasan mengeksasebasi asma).

13

Page 14: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

· Sifat kepribadian atau gaya menghadapi masalah mempengaruhi kondisi medis (misalnya penyangkalan patologis terhadap kebutuhan pembedahan pada seorang pasien dengan kanker, perilaku bermusuhan dan tertekan berperan pada penyakit kardiovaskuler).

· Gangguan kesehatan maladatif mempengaruhi kondisi medis (misalnya tidak melakukan olahraga, seks yang tidak aman, atau sikap makan yang berlebihan).

· Respon fisiologis yang berhubungan dengan stres mempengaruhi kondisi medis (misalnya eksasebasi ulkus, hipertensi, aritmia, atau nyeri kepala yang berhubungan dengan stres).

· Faktor psikologi lain yang tidak ditentukan mempengaruhi kondisi medis(misalnya faktor personal, kultural atau religius).

2.5.1 Kelainan Spesifik Pada Gangguan Psikosomatik1,2

1) Sistem Kardiovaskuler

Mekanisme yang terjadi pada psikosomatik dapat melalui rasa takut atau kecemasan yang akan mempercepat denyutan jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah, menimbulkan kelainan pada ritme dan EKG. Kehilangan semangat dan putus asa mengurangi frekuensi, daya pompa jantung dan tekanan darah. Gejala-gejala yang sering didapati antara lain takikardia, palpitasi, aritmia, nyeri perikardial, napas pendek, lelah, merasa seperti akan pingsan, sukar tidur. Gejala- gejala seperti ini sebagian besar merupakan manifestasi gangguan kecemasan.

(1) Penyakit arteri koroner

---- Penyakit arteri koroner menyebabkan penurunan aliran darah ke jantung yang ditandai oleh rasa tidak nyaman, tekanan pada dada dan jantung episodik. Keadaan ini biasanya ditimbulkan oleh penggunaan tenaga dan stres dan dihilangkan oleh istirahat atau nitrogliserin sublingual. Flanders Dunbar menggambarkan pasien dengan penyakit jantung koroner sebagai kepribadian agresif-kompulsif dengan kecenderungan bekerja dengan waktu yang panjang dan untuk meningkatkan kekuasaan. Meyer Fiedman dan Ray Rosenman mendefinisikan kepribadian tipe A tipe B. Kepribadian tipe A adalah berhubungan erat dengan perkembangan penyakit jantung koroner. Mereka adalah orang yang berorientasi tindakan berjuang keras untuk mencapai tujuan yang kurang jelas dengan cara permusuhan kompetitif. Mereka sering agresif, tidak sabar, banyak bergerak dan berjuang dan marah jika dihalangi. Kepribadian tipe B adalah kebalikannya. Mereka cenderung santai, kurang agresif, kurang aktif berjuang untuk mencapai tujuannya.

---- Untuk menghilangkan ketegangan psikis yang berhubungan dengan penyakit, klinisi menggunakan obat psikotropika, contohnya diazepam. Terapi medis harus suportif dan menentramkan, dengan suatu penekanan psikologis untuk menghilangkan stres psikis, kompulsivitas dan ketegangan.

14

Page 15: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

(2) Hipertensi esensial

Penderita hipertensi tampak dari luar menyenangkan, patuh dan kompulsif walaupun kemarahan mereka tidak di ekspresikan secara terbuka, mereka memiliki kekerasan yang terhalangi, yang ditangani secara buruk. Mereka tampak memiliki presdiposisi untuk hipertensi, yaitu bila terjadi stres kronis pada kepribadian kompulsif yang terpresdiposisi secara genetik yang telah merepresi dan menekan kekerasan, dapat terjadi hipertensi. Keadaan ini cenderung terjadi pada kepribadian tipe A.1 Psikoterapi suportif dan dan teknik perilaku (biofeedback, meditasi, terapi relaksasi) telah dilaporkan berguna dalam pengobatan hipertensi.

(3) Gagal jantung kongestif

Faktor psikologis seperti stres, dan konflik emosional non spesifik, sering kali bermakna dalam memulai atau eksaserbasi gangguan. Intinya bahwa psikoterapi suportif adalah penting pada pengobatannya.

(4) Sinkop vasomotor (vasodepressor)

Sinkop vasomotor ditandai oleh kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh serangan vasovagal. Rasa khawatir atau takut akut menghambat impuls untuk berkelahi atau melarikan diri, dengan demikian menampung darah di anggota gerak bawah, dari vasodilatasi pembuluh darah didalam tungkai. Reaksi tersebut menyebabkan penurunan pasokan darah ke otak, sehingga terjadi hipoksia otak dan kehilangan kesadaran.

(5) Aritmia jantung

Aritmia yang potensial membahayakan hidup kadang-kadang terjadi dengan luapan emosional dan trauma emosional. Terapi yang digunakan untuk membantu melindungi terhadap aritmia akibat emosi adalah psikotropika dan beta-blocker seperti propanolol.

(6) Fenomena Raynaud

Fenomena Raynaud seringkali disebabkan oleh stres eksternal. Terapi dapat diobati dengan psikotropika suportif, relaksasi progesif atau biofeedback dan dengan melindungi tubuh dari dingin dan menggunakan sedatif ringan.

(7) Jantung psikogenik bukan penyakit

Beberapa pasien adalah bebas dari penyakit jantung tetapi masih mengeluh gejala yang mengarah ke jantung. Mereka seringkali menunjukkan keprihatinan morbid tentang jantung mereka dan rasa takut akan penyakit jantung yang meningkat. Rasa takut mereka dapat terentang dari masalah kecemasan yang dimanifestasikan oleh fobia atau hipokondriasis parah, sampai pada keyakinan waham bahwa mereka menderita penyakit jantung. Pengobatan psikofarmaka ditujukan pada gejala yang menonjol. Obat antiansietas dapat digunakan pada kecemasan yang berat.

15

Page 16: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

2) Sistem Pernapasan

(1) Asma bronkialis

Faktor genetik, alergik, infeksi, stres akut dan kronis semuanya berperan dalam menimbulkan penyakit. Stimuli emosi bersama dengan alergi penderita menimbulkan konstriksi bronkioli bila sistem saraf vegetatif juga tidak stabil dan mudah terangsang. Walaupun pasien asma karateristiknya memiliki kebutuhan akan ketergantungan yang berlebihan, tidak ada tipe kepribadian yang spesifik yang telah diindentifikasi. Pasien asmatik harus diterapi dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain menghilangkan stres, penyesuaian diri, menghilangkan alergen, serta mengatur kerja sistem saraf vegetatif dengan obat-obatan.

(2) Hay fever

Faktor psikologis yang kuat berkombinasi dengan elemen energi untuk menimbulkan Hay Fever. Faktor psikiatrik, medis, dan alergik harus dipertimbangkan sebagai terapi hay fever.1

(3) Sindroma hiperventilasi

Sindroma hiperventilasi disebut juga dispneu nerveous (freud), pseudo-asma, distonia pulmonal. Gambaran klinis berupa:1,5

· Parastesia, terutama pada ujung tangan dan kaki.

· Gejala-gejala sentral seperti gangguan penglihatan berupa mata kabur yang dikenal sebagai blurry eyes. Penderita juga mengeluh bingung, sakit kepala dan pusing.

· Keluhan pernafasan seperti dispneu, takipneu, batuk kering, sesak dan perasaan tidak dapat bernafas bebas.

· Keluhan jantung. Sering dijumpai kelainan yang menyerupai angina pektoris dan juga ditemukan pada kelainan fungsional jantung dan sirkulasi.

· Keluhan umum, seperti kaki dan tangan dingin yang sangat menganggu, cepat lelah, lemas, mengantuk, dan sensitif terhadap cuaca.

3) Sistem Gastrointestinal

(1) Dispepsia fungsional

Kriteria psikologis diperlukan karena diagnosis dengan penemuan negative organis dan keluhan vegetatif tidak mencukupi. Dari evaluasi psikis ditemukan:

• Gejala bersifat neurosis.

• Depresi dan anxietas.

• Berkeinginan untuk dirawat dan dimanja dan untuk memiliki objek yang diinginkan.

16

Page 17: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Patofisiologi terjadinya sindrom dispepsia masih diperdebatkan karena penyebabnya bersifat multi-faktorial. Peran faktor psikososial pada dispepsia fungsional sangat penting karena dapat menyebabkan hal-hal seperti menimbulkan perubahan fisiologi saluran cerna, perubahan penyesuaian terhadap gejala-gejala yang timbul, mempengaruhi karakter dan perjalanan penyakitnya, serta mempengaruhi prognosis.

Beberapa faktor yang diduga menyebabkan sindrom dispepsia antara lain karena peningkatan asam lambung, dismotilitas lambung, gastritis dan duodenitis kronis, stres psikososial, serta faktor lingkungan dan lain-lain seperti makanan, genetik, dan sebagainya. Rangsangan psikis/emosi sendiri secara fisiologi dapat mempengaruhi lambung dengan dua cara yaitu:

• Jalur neurogen: Rangsangan konflik emosi pada korteks serebri mempengaruhi kerja hipotalamus anterior dan selanjutnya ke nukleus vagus, nervus vagus, lalu ke lambung.

• Jalur neuro-hormonal: Rangsangan pada korteks serebri diteruskan ke hipotalamus anterior selanjutnya ke hipofisis anterior yang mengeluarkan kortikotropin. Hormon ini merangsang produksi asam lambung.

Faktor psikis dan emosi dapat mempengaruhi saluran cerna dan mengakibatkan perubahan sekresi asam lambung, mempengaruhi motilitas dan vaskularisasi mukosa lambung, serta menurunkan ambang rangsang nyeri.

(2) Ulkus peptikum

Sifat kepribadian ulkus menjadi faktor presdiposisi. Sifat kepribadiannya antara lain:1,8

• Tingkah laku: Orang tersebut biasanya tegang, selalu was-was, sangat aktif dalam berbagaibidang. Tidak mudah menerima kenyataan bila dia gagal.

• Kepandaian: Mempunyai kepandaian dalam berbagai bidang yang dikerjakan sekaliguspada waktu yang bersamaan.

• Pertanggungjawaban: Mempunyai tanggung jawab yang sangat besar bahkan sampai memikirkanpekerjaan orang lain.

• Pengenalan terhadap penyakitnya: Tidak menghiraukan penyakitnya, sering terlambat makan, merasa sakit uluhati tapi masih mau bekerja terus, sering datang terlambat ke dokter.

• Umur: Terbanyak pada usia 30-an, karena banyak faktor stres, kesulitan dalam bidang ekonomi dan keluarga.

• Jenis kelamin/ bangsa: Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita. Kulit hitam lebih jarang dibandingkan kulit putih.

• Faktor sosial: Sering ditemukan dikota besar dan daerah industri. Stres dan kecemasan yang disebabkan oleh berbagai konflik yang tidak spesifik dapat menyebabkan hiperasiditas lambung dan hipersekresi pepsin, yang menyebabkan suatu ulkus. Psikoterapi merupakan terapi yang dapat dipakai untuk konflik ketergantungan pasien.

17

Page 18: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Biofeedback dan terapi relaksasi mungkin berguna. Terapi medis lain yang digunakan antara lain cimetidine, famotidine.

(3) Kolitis ulserativa

Tipe kepribadian dari pasien dengan Kolitis ulserativa menunjukkan sifat kompulsif yang menonjol. Pasien cenderung pembersih, tertib, rapi, tepat waktu, hiperintelektual, malu-malu, dan terinhibisi dalam mengungkapkan kemarahan. Stres non-spesifik dapat memperberat penyakit ini. Terapi yang dianjurkan pada kolitis ulserativa yang akut adalah psikoterapi yang non-konfrontatif dan suportif dengan psikoterapi interpretatif selama periode tenang. Terapi medis terdiri dari tindakan medis non-spesifik, seperti antikolinergik dan anti diare.

(4) Konstipasi psikogenik

Konstipasi dikenal sebanyak dua macam, yaitu karena gangguan fungsi (konstipasi simpel) dan gejala suatu penyakit (konstipasi simtomatik). Pada konstipasi psikogenik termasuk salah satu dari gangguan fungsi. BAB biasanya terjadi setelah timbul rangsangan di hipotalamus yang diteruskan ke kolon lalu ke sfingter ani melalui saraf otonom. Pada waktu tertentu seperti pada seseorang yang sedang murung, kecewa, putus asa, dan lain-lain, rangsangan tersebut kemungkinan tidak muncul. Penyebabnya karena rangsangan di hipotalamus menurun sampai tidak ada, sehingga rangsangan di kolonpun sangat berkurang. Bila hal ini terjadi berlarut-larut dapat terjadi atoni kolon dan konstipasi kronik.

(5) Diare psikogenik

Pasien dengan diare psikogenik biasanya timbul karena adanya konflik dalam batinnya, di mana ia tidak dapat mengatasi problem tersebut. Masalah-masalah tersebut dapat memberikan rangsangan berlebihan pada susunan saraf pusat terutama hipotalamus yang dapat menimbulkan hiperperistaltik.

Sifat diare psikogenik pada umumnya menunjukkan sering BAB (frekuensi yang meningkat), bersifat lembek, hampir tidak pernah bersifat cair, jarang disertai darah dan lendir, serta tidak pernah disertai panas. Timbulnya keluhan ini sebagai akibat dari ketegangan jiwa atau konflik psikis yang tidak dapat diatasi oleh pasien. Keluhan lainnya seperti kembung, ruktus, flatus, atau kadang-kadang perut dirasa tegang. Banyak pula yang mengeluhkan gejala vasomotor, mudah berkeringat, berdebar-debar, rasa takut, lemah, pusing atau sakit kepala.

Pada umumnya pasien dengan diare psikogenik pandai menceritakan keluhan lokasi tempat yang paling nyeri, kapan mendapat serangan, penyebaran serangan nyeri, dan sebagainya. Timbulnya diare selalu didahului dengan konflik jiwa dan stres psikis.

4) Sistem Muskuloskeletal

(1) Artritis rematoid

Stres psikologis mungkin mempresdiposisikan pasien pada artritis rematoid dan penyakit autoimun melalui supresi kekebalan. Orang artritik merasaterkekang, terikat dan terbatas. Karena banyak orang artritik memiliki riwayat aktivitas fisik. Mereka seringkali memiliki rasa marah

18

Page 19: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

yang terepresi tentang pembatasan fungsi otot-otot mereka, yang memperberat kekakuan dan imobilitas mereka.

----Kriteria diagnostik untuk rasa sakit psikosomatik adalah:1

· Saat rasa sakit bersamaan dengan krisis emosional.

· Kepribadian yang khusus.

· Perbedaan frekuensi pada pria dan wanita.

· Hubungan dengan gangguan psikosomatik yang lain.

· Riwayat keluarga.

· Hilang timbul.

· Hilang pada perubahan lingkungan, pergaulan, kebudayaan.

(2) Nyeri punggung bawah

Seringkali seorang pasien dengan nyeri punggung bawah melaporkan bahwa nyerinya dimulai saat trauma psikologis atau stres. Disamping itu reaksi pasien terhadap nyeri adalah tidak sebanding secara emosional, dengan kecemasan dan depresi yang berlebihan.1

5) Sistem endokrin

(1) Hipertiroidisme

Hipertiroidisme (tirotoksikosis) adalah suatu sindroma yang ditandai oleh perubahan biokimiawi dan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari kelebihan hormon tiroid endogen atau eksogen yang kronis. Gejala medis yang sering muncul berupa intoleransi panas, keringat berlebihan, diare, penurunan berat badan, takikardi, palpitasi dan muntah. Gejala dan keluhan psikiatrik yang muncul antara lain ketegangan, eksitabilitas, iritabilitas, bicara tertekan, insomnia, mengekspresikan rasa takut yang berlebihan terhadap ancaman kematian.

(2) Diabetes melitus

Diabetes melitus adalah suatu gangguan metabolisme dan sistem vaskuler yang dimanifestasikan oleh gangguan penanganan glukosa, lemak, dan protein tubuh. Riwayat herediter dan keluarga sangat penting dalam onset diabetes. Onset yang mendadak sering kali berhubungan dengan stress emosional yang mengganggu keseimbangan homeostatik pasien yang terpredisposisi. Menurut Meninger ada 3 gangguan mental yang dijumpai pada diabetes:1

· Depresi

· Anxietas

· Fatik (letih)

19

Page 20: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

(3) Gangguan Endokrin Pada Wanita

Premenstrual syndrome (PMS), ditandai oleh perubahan subjektif mood, rasa kesehatan fisik, dan psikologis umum yang berhubungan dengan siklus menstruasi. Secara khusus, perubahan kadar estrogen, progesteron, dan prolaktin dihipotesiskan berperan penting sebagai penyebab. Gejala biasanya dimulai segera setelah ovulasi, meningkat secara bertahap, dan mencapai intensitas maksimum kira-kira lima hari sebelum periode menstruasi dimulai. Faktor psikososial, dan biologis telah terlibat di dalam patogenesis gangguan.1 Penderitaan menopause (menopause distress), adalah suatu keadaan yang terjadi setelah tidak adanya periode menstruasi selama satu tahun yang disebut menopause. Banyak gejala psikologis yang dihubungkan dengan menopause, termasuk kecemasan, kelelahan, ketegangan, labilitas emosional, mudah marah (iritabilitas), depresi, pening, dan insomnia. Tanda dan gejala fisik adalah keringat malam, muka kemerahan dan kilatan panas (hot flash). Keadaan ini kemungkinan berhubungan dengan sekresi luteinizing hormone (LH). Fungsi yang tergantung pada estrogen hilang secara berurutan dan wanita mungkin mengalami perubahan atrofik pada permukaan mukosa, disertai oleh vaginitis, pruritus, dispareunia, dan stenosis.2

Wanita mungkin juga mengalami perubahan dalam metabolisme kalsium dan lemak, kemungkinan sebagai efek sekunder dari penurunan kadar estrogen, dan perubahan tersebut mungkin disertai oleh sejumlah masalah medis yang terjadi pada tahun-tahun pasca menopause, seperti osteoporosis dan atero-sklerosis koroner.

Keparahan gejala menopause tampaknya berhubungan dengan kecepatan pemutusan hormon, jumlah deplesi hormon, kemampuan konstitusional wanita untuk menahan proses ketuaan, kesehatan dan tingkat aktivitas mereka, serta artipsikologis ketuaan bagi mereka. Kesulitan psikiatrik yang bermakna secara klinis dapat berkembang selama siklus kehidupan fase involusional. Wanita yang sebelumnya mengalami kesulitan psikologis, seperti harga diri yang rendah dan kepuasan hidup yang rendah, kemungkinan rentan terhadap kesulitan selama menopause.1

6) Sistem Kekebalan Tubuh

(1) Penyakit infeksi

Penelitian klinis menyatakan bahwa variabel psikologis mempengaruhi kecepatan pemulihan dari mononukleosis infeksius dan influenza. Stres dan keadaan psikologis yang buruk menurunkan daya tahan terhadap tuberkulosis dan mempengaruhi perjalanan penyakit. Dengan demikian perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis orang.

(2) Gangguan alergi

Bukti klinis menyatakan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan pencetus alergi. Asma bronkial adalah contoh utama proses patologis yang melibatkan hipersensitifitas segera yang berhubungan dengan proses psikososial.

20

Page 21: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

7) Kulit

(1) Pruritus menyeluruhPruritus psikogenik menyeluruh adalah tidak ada penyebab organik . Kemarahan yang terekspresi dan kecemasan yang terekspresi merupakan penyebab paling sering, karena secara disadari atau tidak mereka menggaruk dirinya sendiri secara kasar.

(2) Pruritus setempat

· Pruritus ani

· Pruritus vulva

(3) Hiperhidrosis

Hiperhidrosis dipandang sebagai fenomena kecemasan yang diperantarai oleh sistem saraf otonom. Ketakutan, kemarahan dan ketegangan dapat menyebabkan meningkatnya sekresi keringat, karena manusia memiliki dua mekanisme berkeringat yaitu termal dan emosional. Berkeringat emosional terutama tampak pada telapak tangan, telapak kaki dan aksila. Berkeringat termal paling jelas pada dahi, leher, punggung tangan dan lengan bawah.

8) Nyeri Kepala

(1) Migren

Migren adalah ganguan paroksismal yang ditandai oleh nyeri kepala rekuren, dengan atau tanpa gangguan visual dan gastrointestinal. 2/3 pasien memiliki riwayat gangguan yang sama. Kepribadian obsesional yang jelas terkendali dan perfeksionistik, yang menekan marah, dan yang secara genetik berpresdisposisi pada migren mungkin menderita nyeri kepala tersebut. Mekanisme terjadinya migren psikosomatik berupa:

· Vasospasme arteri serebri

· Distensi arteri karotis eksterna

· Edema dinding arteri

---- Pada periode prodromal migren paling baik diobati dengan Ergotamine, Tartrate (Cafergot), dan analgetik. Psikoterapi bermanfaat untuk menghilangkan efek konflik dan stres.

(2) Tension (kontraksi otot)

Terjadi pada 80% populasi selama perode stres emosional. Kepribadian tipe A yang tegang, berjuang keras dan kompetitif peka terhadap gangguan ini. Stres emosional sering kali disertai kontraksi otot kepala dan leher yang lama melebihi beberapa jam dapat menyempitkan pembuluh darah yang menyebabkan iskemia.

Gejalanya berupa nyeri tumpul dan berdenyut dimulai pada subocipitalis yang menyebar keseluruh kepala. Kulit kepala nyeri terhadap sentuhan, biasanya bilateral dan tidak disertai gejala prodromal seperti mual dan muntah. Onset cenderung pada sore dan malam hari. Pada stadium awal dapat diberikan anti ansietas, pelemas otot dan pemijatan atau aplikasi panas pada

21

Page 22: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

kepala dan leher. Jika terdapat depresi yang mendasari anti depresan perlu diberikan. Jika kronis psikoterapi merupakan terapi pilihan.

(9) Keganasan

(1) Masalah pasien

Reaksi psikologis mereka adalah rasa takut akan kematian, cacat, ketidakmampuan, rasa takut ditelantarkan dan kehilangan kemandirian, rasa takut diputuskan dari hubungan, fungsi peran dan finansial, kecemasan, kemarahan, dan rasa bersalah. Setengah dari pasien kanker menderita gangguan mental berupa gangguan penyesuaian 68%, gangguan depresi berat 13% dan delirium 8%. Pada pasien kanker sering ditemukan pikiran dan keinginan bunuh diri.

(2) Masalah yang berkaitan dengan pengobatan

· Terapi radiasi; Efek samping terapi radiasi adalah ensefalopati yang berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

· Kemoterapi; Efek samping kemoterapi berupa mual dan muntah.

· Rasa sakit; Pasien kanker dengan rasa sakit memiliki insidensi depresi dan kecemasan yang lebih tinggi dibanding mereka yang tanpa rasa sakit.

(3) Masalah keluarga

---- Kecemasan dan depresi dalam anggota keluarga memerlukan intervensi yang aktif. Keluarga harus memberikan pelayanan untuk pasien.

2.6 PEMERIKSAAN

Biasanya penderita datang kepada dokter dengan keluhan-keluhan, tetapi tidak didapatkan penyakit atau diagnosis tertentu, namun selalu disertai dengan keluhan dan masalah. Pada 239 penderita dengan gangguan psikogenik Streckter telah menganalisis gejala yang paling sering didapati yaitu 89% terlalu memperhatikan gejala-gejala pada badannya dan 45% merasa kecemasan, oleh karena itu pada pasien psikosomatik perlu ditanyakan beberapa faktor yaitu:1

• Faktor sosial dan ekonomi, kepuasan dalam pekerjaan, kesukaran ekonomi, pekerjaan yang tidak tentu, hubungan dengan dengan keluarga dan orang lain, minatnya, pekerjaan yang terburu-buru, kurang istirahat.

• Faktor perkawinan, perselisihan, perceraian dan kekecewaan dalam hubungan seksual, anak-anak yang nakal dan menyusahkan.

• Faktor kesehatan, penyakit-penyakit yang menahun, pernah masuk rumah sakit, pernah dioperasi, adiksi terhadap obat-obatan, atau tembakau.

• Faktor psikologik, stres psikologik, keadaan jiwa waktu dioperasi, waktu penyakit berat, status didalam keluarga dan stres yang timbul.

22

Page 23: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

----Quirido membagi cara pemeriksaan dalam 3 lapangan:2

· Lapangan psikis

· Lapangan sosial

· Lapangan somatis

---- Yang ditujukan pada lapangan kejiwaan dinamakan psikoterapi indentik. Yang ditujukan pada lapangan sosial dan somatik disebut psikoterapi non identik, yang terdiri dari pemeriksaanfisik, mengobati kelainan fisik dengan obat, memperbaiki kondisi sosial ekonomi, lingkungan, kebiasaan hidup sehat.

2.7 DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV untuk Gangguan Somatisasi:

1) Adanya riwayat keluhan-keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun yang berlangsung dalam periode beberapa tahun dan mencari-cari penyembuhannya atau terjadi hambatan bermakna dalam fungsi-fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting lainnya.

2) Setiap kriteria berikut selama ini harus terpenuhi dimana gejala-gejala individu terjadi pada suatu waktu dalam perjalanan gangguan:

(1) 4 gejala nyeri: riwayat nyeri pada minimal 4 tempat atau fungsional (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, ekstremitas, dada, rektum, sewaktu koitus atau miksi).

(2) 2 gejala gastrointestinal: riwayat sedikitnya 2 gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya nausea (mual), meteorismus, vomitus diluar kehamilan, diare, intoleransi beberapa jenis makanan).

(3) 1 gejala seksual: riwayat sedikitnya ada 1 gejala seksual atau gejala reproduksi selain nyeri (misalnya indiferen seksual, disfungsi ereksi atau ejakulasi, siklus haid iregular, hipermenorrhea, vomitus sepanjang masa kehamilan).

(4) 1 gejala pseudoneurologis: riwayat sedikitnya 1 gejala atau defisit yang mengarah pada suatu kondisi neurologis yang tidak hanya nyeri (gejala-gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisa atau kelemahan lokal, sukar menelan atau terasa adanya massa di tenggorok, aphonia, retensi urinae,  halusinasi, kehilangan sensasi nyeri dan raba, visus ganda, kebutaan, tuli, kejang; gejala-gejala disosiatif seperti amnesia; kehilangan kesadaran selain pingsan).

3)Adanya 1 atau 2:

Setelah penelitian yang sesuai; gejala-gejala pada kriteria B tidak dapat dijelaskan berdasarkan kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dari zat

(penyalahgunaan obat atau medikasi). Ketika ada kaitan dengan suatu kondisi medis umum, keluhan-keluhan fisik atau

hambatan sosial atau pekerjaan adalah berlebihan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik atau temuan-temuan laboratorium.

23

Page 24: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Gejala-gejala tidak (dimaksudkan) dibuat-buat atau disengaja (seperti pada gangguan buatan atau malingering).

Lewis memberikan beberapa kriteria khusus untuk diagnosis gangguan psikosomatik yaitu:

1) Gejala-gejala yang didapat mempunyai permulaan, akibat, manifestasi dan jalannya yang sangat mencurigakan akan adanya gangguan psikosomatik.

2) Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium tidak didapatkan penyakit organik yang dapat menyebabkan gejala-gejala.

3) Adanya suatu stres atau konflik yang menyulitkan penderita.

4) Reaksi penderita terhadap stres ini banyak hubungannya dengan gejala gejala yang dikeluhkannya, yaitu bahwa gejala-gejala itu secara psikosomatik merupakan manifestasi fisik dari konflik atau penyelesaian masalah yang tidak memuaskan.

5) Terjadinya stres harus memiliki korelasi antara waktu dan timbulnya keluhan, bertambah beratnya penyakit yang ada.

Sementara itu untuk diagnosis perlu dievaluasi faktor-faktor sebagai berikut:

· Komponen organik versus komponen non-organik.

· Komponen fungsional nonpsikogenik versus psikogenik.

· Dasar kestabilan emosi (kepribadian premorbid dan predisposisi).

· Stres yang menimbulkan gejala-gejala.

· Beratnya gangguan fisik atau psikologik.

2.8 TERAPI

Di Amerika Serikat 1/3 penderita yang datang berobat pada dokter umum tidak mempunyai gangguan organik, 1/3 yang lain mempunyai gangguan organik tetapi keluhannya berlebihan. Dengan kesabaran dan simpati banyak penderita dengan gangguan psikosomatik dapat ditolong. Kita dapat menerangkan kepada penderita tidak dapat sesuatu dalam tubuhnya yang rusak atau yang kurang, tidak terdapat infeksi dan kanker, hanya anggota tubuhnya bekerja tidak teratur. Untuk menerangkan bagaimana emosi dapat mengganggu tubuh dapat diambil contoh sehari-hari seperti orang yang malu mukanya akan menjadi merah, orang yang takut menjadi gemetar dan pucat. Dapat dipakai perumpamaan menurut pendidikan dan pengetahuan penderita.

---- Setelah dibuat diagnosis gangguan psikosomatik, terdapat 3 fase terapi yaitu:2

Fase 1: Ialah fase pemeriksaan dan pemberian ketenangan, penderita dan dokter bersama-sama berusaha dan saling membantu melalui anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik yang teliti dan tes laboratorium bila perlu. Diusahakan membuktikan bahwa tidak terdapat penyakit organik

24

Page 25: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

dan dijelaskan kepada penderita tentang mekanisme fisiologik serta keterangan tentang gejala-gejala. Berikan kesempatan kepada penderita untuk bertanya.

Fase 2: Merupakan fase pendidikan, fase ini dokter lebih banyak bicara. Untuk memberi keterangan tentang keluhan, meyakinkan serta menenangkan pasien, dapat dikatakan antara lain:

·Bahwa gejala-gejalanya benar ada, dapat dimengerti kalau ia mengeluh dan menderita.

·Bahwa gejala-gejalanya sering terdapat juga pada orang lain yang sudah kita obati.

·Bahwa tidak ada kanker atau penyakit berbahaya lain.

·Bahwa gejala-gejala itu timbul karena ketegangan sehari-hari dan gangguan emosional.

·Bahwa gejala itu tidak akan segera hilang, diperlukan beberapa waktu, tetapi akan hilang atau berkurang bila diobati dengan baik.

·Bahwa kita semua mengalami ketegangan, kekecewaan, godaan dan kecemasan.

·Bahwa kelelahan fisik atau jiwa dapat mengurangi daya tahan tubuh sehingga timbul gejala.

·Bahwa kita apabila terlalu terburu-buru akan timbul ketegangan jiwa.

·Bahwa tubuh kita bereaksi terhadap ketegangan yang terlalu berat. Sering gejala merupakan pekerjaan alat tubuh yang bekerja berlebihan.

·Bahwa ini akan lebih baik bila pasien mengerti akan penyebab gejala.

Fase 3: Ialah fase keinsafan intelektual dan emosional. Pada fase ini pasien yang lebih banyak bicara.Terjadi pengakuan, katarsis dan wawancara psikiatrik. Hal ini harus berjalan sangat pribadi, rahasia, tanpa sering terganggu dan dalam suasana penuh kepercayaaan dan pengertian. Dokter menjelaskan saja agar pembicaraan berjalan dengan baik, tidak terlalu menyimpang dari pokok pembicaraan.2

Menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam melakukan pengobatan psikosomatik adalah: 1) terapi somatik/simtomatik; 2) psikoterapi dan sosioterapi (psikoedukasi); serta 3) psikofarmakoterapi.1

Terdapat 3 golongan senyawa psikofarmaka:1

1. Obat tidur (hipnotik): Diberikan dalam jangka waktu pendek 2-4 minggu. Obat yang dianjurkan adalah senyawa benzodiazepine berkhasiat pendek seperti nitrazepam, flurazepam, dan triazolam. Pada insomnia dengan kegelisahan dapat diberikan senyawa fenotiazin seperti tioridazin, prometazin.

2. Obat penenang minor dan mayor:

25

Page 26: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

- Obat penenang minor

Diazepam merupakan obat yang efektif yang dapat digunakan pada anxietas, agitasi, spasme otot, delirium, epilepsi. Benzodiazepine hanya diberikan pada anxietas hebat maksimal 2 bulan.

- Obat penenang mayor

Yang paling sering digunakan adalah senyawa fenotiazin dan butirofenon seperti clorpromazin, tioridazin dan haloperidol. Antidepresan yang dianjurkan adalah senyawa trisiklik dan tetrasiklik seperti amitriptilin, imipramin, mianserin dan maprotilin yang dimulai dengan dosis kecil yang kemudian ditingkatkan.

3.Antidepresan: Gejala-gejala psikosomatik sering bermanifestasi sebagai depresi. Obat anti depresan klasik antara lain senyawa golongan trisiklik dan tetrasiklik (contoh : Amitriptilin, Imipramin, Mianserin, dll). Antidepresan golongan trisiklik sudah jarang dipakai karena memiliki efek samping yang biasa terjadi antara lain toksik terhadap jantung, aritmia, lidah dan mulut kering, peningkatan TIO, dan sedasi yang kurang menguntungkan pada pasien geriatri. Beberapa antidepresan baru dengan efek samping minimal antara lain:

• Golongan SSRI (Selective Serotonine Reuptake Inhibitor) seperti sertralin, fluoksetin, fluvoksamin.

• Golongan SSRE (Selective Serotonine Reuptake Enhancer) seperti Venlafaksin.

• Golongan RIMA (Reversible Inhibitory Monoamine Oxydase type A) seperti Moklobemid.

• Golongan NaSSA (Nor-adrenaline and Serotonine Selective Anti-depressant) seperti Mirtazapin.

• Golongan Atipik seperti Trazodon dan Nefazodon.

Golongan benzodiazepin umumnya bermanfaat pada gangguan ansietas, namun pada ansietas menyeluruh/GAD (Generalized Anxiety Disorder) dengan obat pilihan yaitu buspiron, karena efek buspiron yang lambat maka awal pengobatan sering dikombinasikan dengan golongan benzodiazepin.

Perlu ditegaskan ulang bahwa penggunaan psikofarmaka hendaknya bersama-sama dengan pemberian psikoterapi yang efektif untuk hasil yang lebih baik.

2.9 KERANGKA TEORI

26

Page 27: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

27

Faktor Kerentanan Pasca Banjir

Faktor demografi : Usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status marital

Faktor sosio-ekonomi

Faktor keparahan banjir: ketinggian air, lama surutnya banjir, kesiapan

menghadapi banjir, kejadian banjir berulang

Morbiditas Psikologis

Depresi, kecemasan, insomnia, PTSD,

psikosomatik

Page 28: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

BAB III

KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP

3.2 VARIABEL PENELITIAN

3.2.1 VARIABEL BEBAS/INDEPENDENT

1. Usia 2. Jenis kelamin 3. Tingkat pendidikan 4. Pekerjaan5. Status marital6. Kesiapan menghadapi banjir7. Ketinggian air saat banjir8. Durasi lama surutnya air saat banjir9. Kejadian banjir berulang

28

Usia

Jenis kelamin

Tingkat pendidikan

Pekerjaan

Status Marital

Faktor Individu

Kejadian Psikosomatik

Ketinggian air

Lama surut

Kejadian berulang

Faktor Banjir

Kesiapan menghadapi banjir

Page 29: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

3.2.2 VARIABEL TERGANTUNG/DEPENDENT

Kejadian psikosomatik.

3.3. DEFINISI OPERASIONAL

No. Variabel Definisi Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Daftar Pustaka

1. Variabel tergantung

Psikosomatik

Faktor psikologis

yang merugikan

dan mempengaru

hi kondisi medis pasien,

dimana muncul berbagai

keluhan pada berbagai

sistem organ (neuro,

digestif, KV, RM, kulit,

nefrourologi, respirasi) yang tidak didukung oleh hasil

positif pada pemeriksaan medis. Pada penelitian keluhan

berdasarkan sistem organ

yang dirasakan

subjek dirangkum

menjadi psikosomatik

saja.

Wawancara

Kuesioner Bradford Somatic

Inventory 21

1. Ya, bila 14 gejala dari 21

pertanyaan positif

2. Tidak, bila kurang dari 14

gejala yang ditemukan

positif

Ordinal Kaplan, Saddock,

2010

29

Page 30: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

No. Variabel Definisi Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Daftar Pustaka

2. Variabel bebas

Usia

Usia subjek saat

dilakukan penelitian

Wawancara

Kuesioner 1.Middle age (45-59 tahun)

2.Elderly (60-74 tahun)

Ordinal WHO, 2010

3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin subjek yang dilakukan penelitian

Wawancara

Kuesioner 1. Laki-laki

2.Perempuan

Nominal BKKBN, 2008

4. Tingkat Pendidikan

Pendidikan formal

terakhir yang sedang atau

pernah dicapai

oleh subjek

Wawancara

Kuesioner 1. Pendidikan rendah

(tamat/tidak tamat SD, tidak

tamat SMP, tamat SMP, tidak tamat

SMA)

2. Pendidikan tinggi (tamat

SMA dan sederajat hingga

perguruan tinggi)

Ordinal Depdikbud RI, 2008

5. Pekerjaan Pekerjaan subjek saat dilakukan penelitian

Wawancara

Kuesioner 1. Bekerja

2. Tidak bekerja

Ordinal Depsos RI, 2005

No. Variabel Definisi Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Daftar Pustaka

30

Page 31: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

6. Status Marital

Status pernikahan subjek yang dilakukan penelitian, kemudian

digolongkan menjadi menikah (married) dan tidak menikah (single,

cohabitating, separated, divorced, widow)

Wawancara

Kuesioner 1. Single

2. Married

3. Cohabitating

4. Separated

5. Divorced

6. Widow

Nominal WHO, 2010

7. Kesiapan menghadapi

banjir

Persiapan yang

dilakukan subjek

sebelum datangnya

banjir

Wawancara

Kuesioner PMI

1. Memiliki kesiapan (>50%

jawaban ya)

2. Tidak memiliki

kesiapan (<50% jawaban ya)

Ordinal PMI, 2013

8. Ketinggian air saat banjir

Ketinggian air yang

merendam wilayah

kelurahan Cilandak

Barat

Wawancara

Kuesioner 1. <50 cm

2. >50 cm

Ordinal Dinkes DKI, 2013

No. Variabel Definisi Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur Skala Daftar Pustaka

31

Page 32: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

9. Lama surutnya air saat banjir

Rentang waktu surut banjir pada kelurahan Cilandak

Barat

Wawancara

Kuesioner 1. < 24 jam

2. > 24 jam

Ordinal Dinkes DKI, 2013

10. Kejadian banjir

berulang

Banjir yang terjadi rutin

atau tidaknya setiap tahun

pada kelurahan Cilandak

Barat

Wawancara

Kuesioner 1. Setiap tahun

2. Hanya pada tahun tertentu

Nominal Dinkes DKI, 2013

BAB IV

METODE PENELITIAN

32

Page 33: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

4.1 DESAIN PENELITIAN

Rancangan penelitian ini adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu data yang dikumpulkan sesaat atau data yang diperoleh pada saat melakukan penelitian. Hal ini bermaksud mencari hubungan antara satu keadaan dengan keadaan yang lain yang terdapat dalam populasi yang sama. Pendekatan tersebut berarti penelitian itu dilakukan pada suatu saat tertentu dan tidak diikuti lebih lanjut.

4.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Cilandak Barat pada bulan Januari-Februari 2014.

4.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga berusia 15-64 tahun di Kelurahan Cilandak Barat yang tempat tinggalnya terendam banjir pada musim hujan periode Januari-Februari 2014, yaitu di RW 1, RW 2, RW 11 dan RW 12, lebih spesifiknya pada RT yang terendam banjir berdasarkan data dari kelurahan berjumlah 2.116 jiwa.

Sampel

Besar sampel minimal dalam penelitian ini sesuai dengan rumus berikut ini untuk populasi infinit:

Keterangan

n0: Besar sampel optimal yang dibutuhkan.

z: Pada tingkat kemaknaan 95% besarnya 1,96.

p: Prevalensi distress psikologis dengan gejala psikosomatik pasca bencana pada korban banjir di Kentucky, USA, menurut penelitian yang dilakukan oleh Phifer, et all. Tahun 1990, yaitu sebesar = 13.2 %.

q: Prevalensi distress psikologis tanpa gejala psikosomatik pasca bencana pada korban banjir di Kentucky, USA, menurut penelitian yang dilakukan oleh Phifer, et all. Tahun 1990, yaitu sebesar = 13.2 %.

d: Akurasi dari ketepatan pengukuran, untuk p = > 10% adalah 0,05.

Rumus populasi finit:

33

n0 = 1,96 2 x … x (1-…) (0,05)2

n0 = z 2 x p x q d2

n0 = …

Page 34: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Keterangan

z : Target pada tingkat kesalahan.

n : Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit.

n0 : Besar sampel dari populasi infinit.

N :Besar populasi finit (seluruh warga di kelurahan Cilandak Barat yang tempat tinggalnya terendam banjir, yaitu di RW 1, RW 2, RW 11, dan RW 12).

d : Persisi=5%.

Rumus populasi infinit:

Rumus populasi finit:

Sampel yang dibutuhkan sebanyak minimal 75 jiwa. Terdiri dari laki-laki atau perempuan berusia antara 15-64 tahun yang terdapat di RW 1, RW 2, RW 11 dan RW 12 Kelurahan Cilandak Barat yang terendam banjir.

Penelitian ini menggunakan metode cross sectional, pengambilan data sampel menggunakan purposive sampling dari tingkat kecamatan secara umum sampai RT yang terkena banjir secara khusus. Kemudian, pengumpulan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling pada tiap rumah di wilayah RT yang terendam banjir sampai melebihi jumlah minimal sampel untuk mewakili populasi yang diteliti sesuai hasil dari penghitungan diatas, yaitu 75 jiwa.

34

n = _...__ 1+ (…/….)

n = __n0_ 1+ (n0/N)

n= …

n0 = (1,96) 2 x 0, 103 x 0, 89 7 (0,05)2

n0 = z 2 x p x q d2

n0 = 72,43

n = 72,43 1+ (72,43 / 2116)

n = __n0_ 1+ (n0/N) n ≈ 74,9

Page 35: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Bagan cara pengambilan sampel:

4.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

Kriteria Inklusi:

1. Warga kelurahan cilandak barat yang berdomisili di RW 1, RW 2, RW 11, dan RW 12 yang tempat tinggalnya terendam banjir.

2. Berusia 15-64 tahun.

3. Bersedia menjadi responden pada saat pengambilan sampel.

35

Kecamatan Cilandak

Kel. Pondok Labu

Kel. Cilandak Barat

Kel. Cipete Selatan

Kel. Gandaria Selatan

Kel. Lebak Bulus

RW2 RW3 RW4 RW5 RW6 RW7 RW8 RW9 RW10RW1 RW13RW12RW11

RT10

RT11

RT12

RT13

RT8 RT6 RT5

RT6

RT11

RT9

1124Jiwa 415 Jiwa 262 Jiwa 315 Jiwa

Purposive sampling

Purposive sampling

Purposive sampling

Simple random sampling

20 Responden53 Responden 12 Responden 15 Responden

Page 36: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Kriteria Eksklusi:

1. Memiliki hendaya fisik untuk dapat berpartisipasi dalam mengisi kuesioner.2. Memiliki ciri psikotik berupa waham untuk dapat berpartisipasi dalam mengisi kuesioner.3. Memiliki ciri psikotik berupa halusinasi untuk dapat berpartisipasi dalam mengisi

kuesioner.

4.5 INSTRUMEN PENELITIAN

No. INSTRUMEN FUNGSI INSTRUMEN

1. Kuesioner Bradford Somatic Inventory 21

Untuk mengetahui psikosomatik pada responden.

2. Kuesioner Palang Merah Indonesia

Untuk mengetahui kesiapan responden dalam menghadapi banjir.

3. Anamnesis Untuk mengetahui, apakah gejala-gejala yang dirasakan dipengaruhi banjir, karakteristik banjir dan menyingkirkan adanya cirri psikotik pada responden.

4. Pemeriksaan Fisik Untuk menegakkan diagnosis psikosomatik, dimana tidak ditemukam pemeriksaan fisik yang berarti pada responden.

4.6 ALUR PELAKSANAAN PENELITIAN DAN PENGAMBILAN DATA

36

Proposal penelitian disetujui

Pengumpulan sampel (Peneliti melakukan penyebaran kuesioner kepada 100 responden)

Kuesioner kembali

Page 37: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

4.7 RENCANA PENGOLAHAN DATA

PENGOLAHAN DATA

Data yang telah diperoleh diolah secara elektronik setelah melalui proses penyuntingan, pemindahan data ke komputer dan tabulasi. Data yang telah terkumpul dari hasil kuesioner diolah dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS statistics 17.0.

4.8 ANALISIS DATA

Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan pada masing-masing variabel. Hasil ini berupa distribusi dan persentase pada variabel-variabel yang diteliti.

Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Dalam analisis ini, dilakukan uji prevalensi rasio untuk menilai adanya hubungan antara semua variabel bebas dan tergantung. Uji prevalensi rasio digunakan karena variabel bebas dan tergantung bersifat dikotomi.

37

Page 38: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

BAB V

HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukan pemilihan responden berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, sampel yang berhasil dikumpulkan saat penelitian adalah 100 responden dari 75 sampel yang dibutuhkan. Dari 100 responden, didapatkan 66 menderita psikosomatik (66%) sedangkan 44 lainnya (44%) tidak menderita psikosomatik.

5.1. Faktor Individu

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Responden.

Dari 100 sampel yang diteliti, penelitian

ini melibatkan berbagai variasi usia

yang terdiri dari 15 responden

(15%) remaja, 62 responden (62%) dewasa, dan

23 responden (23%) lansia. Dimana 51 responden (51%) diantaranya berjenis kelamin

laki- laki dan 49 responden (49%) lainnya berjenis

38

Faktor Individu n (%)

Usia Remaja 15 (15)

Dewasa 62 (62)

Lansia 23 (23)

Jenis Kelamin Laki-laki 51 (51)

Perempuan 49 (49)

Status Marital Menikah 61 (61)

Tidak Menikah 39 (39)

Tingkat Pendidikan Pendidikan Tinggi 47 (47)

Pendidikan Rendah 53 (53)

Pekerjaan Bekerja 53 (53)

Tidak Bekerja 47 (47)

Kesiapan Menghadapi Banjir

Siap 41 (41)

Tidak Siap 59 (59)

Page 39: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

kelamin perempuan. Dari total tersebut, 61 responden (61%) sudah menikah dan 39 responden (39%) lainnya belum menikah. 47 responden (53%) berpendidikan tinggi dan 53 respomden (47%) berpendidikan rendah. 53 responden (53%) bekerja dan 47 responden (47%) tidak bekerja. Adapun dalam hal kesiapan menghadapi banjir, 41 responden (41%) siap menghadapi banjir, sementara 59 responden (59%) tidak siap menghadapi banjir.

5.2 Karakteristik Banjir

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik Banjir.

Dari 100 sampel yang diteliti, 70 responden (70%) menyatakan banjir di lingkungannya mencapai ketinggian >50 cm, sementara 30 lainnya (30%) menyatakan banjir di lingkungannya <50 cm. Adapun lama surut air diakui lebih dari 24 jam oleh 65 responden (65%), dan 35 responden lainnya menyatakan banjir di wilayahnya surut dalam waktu kurang dari 24 jam. 81 responden (81%) mengaku tempat tinggalnya selalu mengalami banjir tiap tahun di musim hujan, sementara 19 lainnya (19%) menyatakan tempat tinggalnya tidak selalu mengalami banjir tiap tahunnya.

5.3 Hubungan antara Faktor Individu dan Kejadian Psikosomatik

Tabel 5.3 Hubungan antara Faktor Individu dengan Kejadian Psikosomatik di Kelurahan Cilandak Barat.

Karakteristik Responden Psikosomatik PR 95% CI P

39

Karakteristik Banjir n (%)

Ketinggian Air >50 cm 70

<50 cm 30

Lama Surut Air >24 Jam 65

<24 Jam 35

Banjir Tahunan Ya 81

Tidak 19

Page 40: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Lower-UpperYa (%) Tidak (%)

Usia Lansia 17 (73.9 6 (26.1) -* -* 0.624

Dewasa 40 (64.5) 22 (35.5)

Remaja 9 (60.0) 6 (40.0)

Jenis Kelamin Perempuan 33 (67.3) 16 (35.3) 1.040 0.491-2.576 0.780

Laki-laki 33 (64.7) 18 (32.7)

Tingkat Pendidikan Rendah 46 (86.8) 7 (13.2) 2.037 3.319-23.713 0.000

Tinggi 20 (42.6) 27 (57.4)

Pekerjaan Tidak Bekerja 38 (80.9) 9 19.1) 1.532 1.525-9.317 0.003

Bekerja 28 (52.8) 25 (47.2)

Status Marital Tidak Menikah 30 (76.9) 9 (23.1) 1.303 0.938-5.710 0.065

Menikah 36 (59.0) 25 (41.0)

Kesiapan Menghadapi Banjir

Tidak Siap 45 (76.3) 14 (23.7) 1.490 1.299-7.214 0.009

Siap 21 (51.2) 20 (48.8)

*kategori “Usia” tidak memakai table 2x2, sehingga Prevalence Ratio & 95% Confidence Interval tidak berhasil didapatkan datanya dengan uji chi square melalui program statistik SPSS 17.0.

Berdasarkan tabel diatas, dari 100 orang total seluruh responden, dapat terlihat 9 atau 60% dari total 15 responden remaja menderita psikosomatik, sedangkan 6 atau 40% responden lainnya tidak. Adapun untuk kategori usia dewasa tampak 40 atau 64.5% dari total 62 responden dewasa menderita psikosomatik, sedangkan 22 atau 35.5% responden

40

Page 41: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

lainnya tidak. Dan untuk kategori lansia tampak 17 atau 73.9% dari total 23 responden lansia menderita psikosomatik, sedangkan 6 atau 26.1% responden lainnya tidak menderita psikosomatik. Tingkat kemaknaan statistik menurut uji chi square menunjukkan hasil yang tidak bermakna (p=0.624).

Berdasarkan tabel diatas, didapati dari 49 orang total responden perempuan, 33 (67.3%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 16 (35.3%) orang lainnya tidak menderita psikosomatik. Dan dari 51 orang total responden laki-laki, didapati 33 (64.7%) orang menderita psikosomatik, sedangkan 18 (32.7%) orang lainnya tidak. Responden yang berjenis kelamin perempuan memiliki risiko 1.040 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibanding yang berjenis kelamin laki-laki, namun menurut uji statistik tidak bermakna (p=0.780).

Berdasarkan tabel diatas, dari 53 orang total responden dengan tingkat pendidikan rendah, 46 (86.8%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 7 (13.2%) orang lainnya tidak menderita psikosomatik. Dan dari 47 orang total responden dengan tingkat pendidikan tinggi, didapati 20 (42.6%) orang menderita psikosomatik, sedangkan 27 (57.4%) orang lainnya tidak. Responden dengan tingkat pendidikan rendah memiliki risiko 2.037 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibanding responden dengan tingkat pendidikan tinggi, dan menurut uji statistik bermakna (95% CI = 3.319-23.713; p=0.000).

Berdasarkan tabel diatas, dari 47 orang total responden yang tidak bekerja, didapati 38 (80.9%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 9 (19.1%) orang lainnya tidak menderita psikosomatik. Dan dari 53 orang total responden yang bekerja, didapati 28 (52.8%) orang menderita psikosomatik, sedangkan 25 (47.2%) orang lainnya tidak. Responden yang tidak bekerja memiliki risiko 1.532 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibanding responden yang memiliki pekerjaan dan menurut uji statistik bermakna (95% CI = 1.525-9.317; p=0.003).

Berdasarkan tabel diatas, dari 39 orang total responden yang tidak menikah, didapati 30 (76.9%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 9 (23.1%) orang lainnya tidak menderita psikosomatik. Dan dari 61 orang total responden yang menikah, didapati 36 (59.0%) orang menderita psikosomatik, sedangkan 25 (41.0%) orang lainnya tidak. Responden yang tidak menikah memiliki risiko 1.303 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibanding responden yang menikah, namun menurut uji statistik tidak bermakna (p=0.065).

Berdasarkan tabel diatas, dari 59 orang total responden yang tidak siap menghadapi banjir, didapati 45 (76.3%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 14 (23.7%) orang lainnya tidak menderita psikosomatik. Dan dari 41 orang total responden yang siap menghadapi banjir, didapati 21 (51.2%) orang menderita psikosomatik, sedangkan 20 (48.8%) orang lainnya tidak. Responden yang tidak siap menghadapi banjir memiliki risiko 1.490 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibanding responden yang siap menghadapi banjir, dan menurut uji statistik bermakna (95% CI = 1.299-7.214; p=0.009).

41

Page 42: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

5.4 Hubungan antara Karakteristik Banjir dan Kejadian Psikosomatik

Karakteristik Responden

Psikosomatik

PR95% CI

Lower-UpperP

Ya (%) Tidak (%)

Ketinggian Air >50 cm 52 (74.3) 18 (25.7) 1.591 1.348-8.083 0.008

<50 cm 14 (46.7) 16 (53.3)

Lama Surut Air >24 jam 49 (75.4) 16 (24.6) 1.551 1.358-7.744 0.007

<24 jam 17 (48.6) 18 (51.4)

Banjir Berulang Ya 58 (71.6) 23 (28.4) 1.490 1.237-9.721 0.015

Tidak 8 (42.1) 11 (57.9.)

Tabel 5.4 Hubungan antara Faktor Individu dengan Kejadian Psikosomatik di Kelurahan Cilandak Barat.

Berdasarkan tabel diatas, didapati 70 responden melaporkan ketinggian air >50 cm di lingkungan tempat tinggal mereka. Dari 70 responden tersebut, 52 (74.3%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 18 (25.7%) orang lainnya tidak. Sementara itu terdapat 30 orang yang melaporkan ketinggian air <50 cm di lingkungan tempat tinggal mereka. Dari 30 responden tersebut, 14 (46.7%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 16 (24.6%) orang lainnya tidak. Responden yang tinggal di lingkungan yang terendam banjir setinggi >50 cm memiliki risiko 1.591 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibandingkan yang terendam banjir setinggi <50 cm, dan menurut uji statistik bermakna (95% CI = 1.348-8.083; p=0.008).

Berdasarkan tabel diatas, didapati 65 responden melaporkan lama surut air banjir di wilayahnya >24 jam. Dari 65 responden tersebut, 49 (75.4%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 16 (24.6%) orang lainnya tidak. Sementara itu terdapat 35 orang yang melaporkan lama surut air banjir di wilayahnya <24 jam. Dari 35 responden tersebut, 17 (48.6%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 18 (51.4%) orang lainnya tidak. Responden yang lama surut air banjir di wilayahnya >24 jam memiliki risiko 1.551 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibandingkan responden yang lama surut air banjir di wilayahnya <24 jam, dan menurut uji statistik bermakna (95% CI = 1.358-7.744; p=0.007).

42

Page 43: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Berdasarkan tabel diatas, terdapat 81 responden yang wilayahnya selalu mengalami banjir tiap tahunnya. Dari 81 responden tersebut, 58 (71.6%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 23 (28.4%) orang lainnya tidak. Sementara itu terdapat 19 responden yang wilayahnya tidak selalu mengalami banjir tiap tahunnya. Dari 19 responden tersebut, 8 (42.1%) orang diantaranya menderita psikosomatik, sedangkan 11 (57.9%) orang lainnya tidak. Responden yang wilayahnya selalu mengalami banjir tiap tahunnya memiliki risiko 1.490 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibandingkan responden yang wilayahnya tidak selalu mengalami banjir tiap tahunnya, dan menurut uji statistik bermakna (95% CI = 1.237-9.721; p=0.015).

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INDIVIDU DENGAN KEJADIAN PSIKOSOMATIK

43

Page 44: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

6.1.1 Hubungan antara Usia dengan Kejadian Psikosomatik

Penelitian ini melibatkan 3 kategori usia, yaitu remaja, dewasa, dan lansia. Dari total 100 orang sampel, 15 orang diantaranya berada di rentang usia remaja, 62 responden merupakan dewasa, dan 23 responden sisanya ialah lansia. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa baik pada kelompok umur remaja, dewasa, ataupun lansia, lebih banyak yang menderita psikosomatik dibandingkan yang tidak mengalami psikosomatik. Namun perbedaan yang paling mencolok terdapat di kategori lansia, dan yang paling tidak mencolok ialah kategori remaja. Hal ini menunjukkan bahwa dari 3 kategorial usia yang diteliti, lansia memiliki kecenderungan menderita psikosomatik yang paling besar dan remaja memiliki kecenderungan menderita psikosomatik yang terkecil. Meskipun berdasarkan uji statistik chi square hasil tersebut tidak bermakna (p=0.624), namun penelitian yang dilakukan oleh Phifer 19904 turut menyatakan bahwa penduduk berusia 55-64 tahun adalah faktor risiko yang secara signifikan lebih besar untuk mengalami gejala psikosomatik. Studi lain menyetujui (Lowe, 2013)5 bahwa lansia memiliki faktor risiko untuk mengalami distres (dengan skor >4 menggunakan instrumen GHQ12) dibandingkan dengan kelompok usia lain.

6.1.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Psikosomatik

Dari total 100 orang sampel yang diteliti, didapati 49 responden berjenis kelamin perempuan dan 51 responden lainnya berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan sampel berjenis kelamin perempuan lebih banyak yang menderita psikosomatik dibandingkan yang tidak menderita psikosomatik. Adapun sampel berjenis kelamin laki-laki juga memiliki angka kejadian psikosomatik yang lebih tinggi dibanding yang tidak mengalami psikosomatik. Meskipun kedua jenis kelamin sama-sama lebih banyak yang menderita psikosomatik daripada yang tidak, hasil analisis statistik menunjukkan responden yang berjenis kelamin perempuan memiliki risiko 1.040 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibanding yang berjenis kelamin laki-laki. Hasil ini sesuai dengan studi di Polandia5 yang menyatakan bahwa wanita memiliki gejala psikologis yang lebih besar dibanding pria, namun menurut studi yang dilakukan Phifer di Kentucky, 19904, Laki-laki memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami psikosomatik pasca banjir. Ketidak konsistenan ini menunjukkan penelitian mengenai hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian psikosomatik sejauh ini masih belum menunjukkan hubungan yang signifikan. Pada penelitian inipun didapati rasio prevalensi yang hanya sedikit diatas 1 (PR=1.040) dengan interval keyakinan 95% di rentang 0.491-2.576. hal ini menunjukkan bahwa perempuan sebagai faktor risiko psikosomatik pada penelitian ini belum tentu sepenuhnya benar karena interval keyakinan masih melewati 1. Jadi masih ada kemungkinan faktor jenis kelamin perempuan justru merupakan faktor protektif terhadap kejadian psikosomatik dalam penelitian ini.

6.1.3 Hubungan antara Pendidikan dengan Kejadian Psikosomatik

Penelitian yang melibatkan 100 sampel ini mendapatkan 53 responden dengan tingkat pendidikan rendah dan 47 responden dengan tingkat pendidikan tinggi. Hasil penelitian kami menunjukkan sampel dengan tingkat pendidikan rendah lebih banyak yang menderita psikosomatik dibanding yang tidak. Sedangkan sampel dengan tingkat pendidikan tinggi lebih sedikit yang menderita psikosomatik dibanding yang tidak menderita psikosomatik. Hasil analisis statistik menunjukkan responden dengan tingkat pendidikan rendah memiliki risiko

44

Page 45: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

2.037 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibanding responden dengan tingkat pendidikan tinggi, hasil ini sesuai dengan studi di US (Phifer,1990)4 yang menyatakan kerentanan pada kelompok pendidikan rendah menyertai tingkat sosio ekonomi yang rendah merupakan kelompok yang memiliki faktor risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan psikosomatik pasca banjir.

6.1.4 Hubungan antara Pekerjaan dengan Kejadian Psikosomatik

Dari 100 sampel yang diteliti, didapati 47 responden yang tidak bekerja dan 53 responden yang bekerja. Hasil penelitian menunjukkan sampel yang tidak bekerja lebih banyak yang menderita psikosomatik dibanding yang tidak menderita psikosomatik. Namun demikian, sampel yang bekerja pun juga memiliki angka kejadian psikosomatik lebih banyak dibanding yang tidak psikosomatik. Namun hasil analisis statistik menunjukkan responden yang tidak bekerja memiliki risiko 1.532 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibanding responden yang bekerja, dan menurut uji statistik chi square bermakna (95% CI = 1.525-9.317; p=0.003). Pada studi Phifer, 19904 menyatakan korban bencana banjir dengan status pekerjaan lebih rendah memiliki distres yang lebih tinggi dibanding yang status pekerjaannya lebih tinggi. Kerentanan pada golongan sosio ekonomi yang lebih rendah menghadapi peristiwa seperti banjir (stressful events) mungkin berhubungan dengan defisit dalam mengatasi sumber masalah (coping tactics) dan rendahnya dukungan sosial.

6.1.5 Hubugan antara Status Marital dengan Kejadian Psikosomatik

Dari 100 sampel yang diteliti dalam penelitian ini terdapat 39 responden yang tidak menikah dan 61 responden menikah. Hasil penelitian kami menunjukkan responden yang tidak menikah lebih banyak yang menderita psikosomatik dibanding yang tidak menderita psikosomatik. Namun demikian, responden yang menikah juga menunjukkan angka psikosomatik yang lebih tinggi dibanding yang tidak psikosomatik. Adapun hasil analisis statistik menunjukkan responden yang tidak menikah memiliki risiko 1.303 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibandingkan responden yang menikah, Studi yang terfokus pada gangguan depresi pasca-banjir di Amerika5 menyatakan bahwa dampak psikosomatik pasca banjir yang lebih besar menyerang kelompok penduduk tidak menikah (single, separated, or divorced), sementara studi lain di korea (Heo JH, 2008)10 menyatakan sebaliknya, bahwa dampak banjir lebih besar dialami oleh kelompok penduduk yang menikah. Penelitian ini pun menurut uji statistik tidak bermakna (p=0.065), dengan PR=1.303 dan 95% CI=0.938-5.710. hal ini menunjukkan kelompok tidak menikah dalam populasi yang diteliti dalam penelitian ini belum tentu merupakan faktor risiko terhadap terjadinya psikosomatik, tapi juga bisa merupakan faktor protektif terhadap angka kejadian psikosomatik.

6.1.6 Hubungan antara Kesiapan Individu untuk Menghadapi Banjir dengan Kejadian Psikosomatik

Dari 100 sampel yang diteliti didapati 59 responden tidak siap menghadapi banjir dan 41 responden memiliki kesiapan untuk menghadapi banjir. Hasil penelitian menunjukkan responden yang tidak siap menghadapi banjir lebih banyak yang menderita psikosomatik dibanding yang tidak terkena psikosomatik. Adapun responden yang siap menghadapi banjirpun juga memiliki angka psikosomatik lebih tinggi dibanding yang tidak menderita psikosomatik. Namun hasil

45

Page 46: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

analisis statistik menunjukkan responden yang tidak siap menghadapi banjir memiliki risiko 1.490 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibanding responden yang siap menghadapi banjir, dan menurut uji statistik bermakna (95% CI = 1.299-7.214; p=0.009). Hasil ini sesuai dengan studi yang dilakukan di Inggris12 melaporkan bahwa kejadian PTSD dangan gangguan somatic meningkat terutama disebabkan oleh minimnya persiapan menghadapi banjir. Studi lain5

juga mengatakan melalui survey bahwa penduduk yang terkena banjir memiliki kesehatan fisik dan jiwa yang lebih buruk menyertai kurangnya persiapan terhadap banjir.

6.2 HUBUNGAN ANTARA FAKTOR BANJIR DENGAN KEJADIAN PSIKOSOMATIK

6.2.1 Hubungan antara Ketinggian Air saat Banjir dengan Kejadian Psikosomatik

Pada kelompok responden dengan ketinggian air banjir <50 cm di lingkungan tempat tinggal mereka lebih sedikit yang menderita psikosomatik dibanding yang tidak menderita psikosomatik. Hasil analisis statistik menunjukkan responden yang tinggal di lingkungan yang terendam banjir setinggi >50 cm memiliki risiko 1.591 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibandingkan yang terendam banjir <50 cm, dan menurut uji statistik chi square bermakna (95% CI = 1.348-8.083; p=0.008). Hasil ini sesuai dengan studi yang dilakukan Tunstall et all, 200612 yang mengatakan tingginya air saat peristiwa banjir adalah salah satu faktor risiko mayor dari distres psikis yang dapat memicu kepada kelainan somatik dan PTSD sebagai dampak pasca-banjir. Survey mengatakan, masalah dengan asuransi (mengenai kerusakan property) menjadi salah satu penyebabnya. (Paranjothy, 2007)11

6.2.2 Hubungan antara Lama Surutnya Air saat Banjir dengan Kejadian Psikosomatik

Dari 100 sampel yang diteliti, 65 responden melaporkan lama surut air banjir di wilayahnya >24 jam, dan 35 responden lainnya melaporkan lama surut air banjir di wilayahnya <24 jam. Hasil penelitian kami menunjukkan responden yang lama surut air banjir di wilayahnya >24 jam memiliki angka kejadian psikosomatik lebih tinggi dibanding yang tidak psikosomatik. Sementara responden yang lama surut air banjir di wilayahnya <24 jam memiliki angka kejadian psikosomatik lebih rendah dibanding yang tidak psikosomatik. Hasil analisis statistik menunjukkan responden yang lama surut air banjir di wilayahnya >24 jam memiliki risiko 1.551 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibandingkan responden yang lama surut air banjir di wilayahnya <24 jam. Hasil ini dan hasil sesuai dengan studi studi di Amerika5 yang menyatakan dampak yang lebih luas dari paparan banjir mencakup kerusakan properti, lama surut dan ketinggian air meningkatkan faktor risiko kerentanan terhadap kesehatan jiwa dan meningkatnya keluhan somatik. Menurut studi tersebut, kemungkinan respon individual menghadapi peristiwa banjir dengan menerapkan pengembangan strategi adaptatif.

6.2.3 Hubungan antara Frekuensi Banjir yang Terjadi Setiap Tahun dengan Kejadian Psikosomatik

Dari 100 sampel yang diteliti, 81 responden mengaku wilayahnya selalu mengalami banjir tiap tahunnya dan 19 responden mengaku wilayahnya tidak selalu mengalami banjir tiap tahunnya. Hasil penelitian kami menunjukkan responden yang wilayahnya selalu mengalami banjir tiap tahunnya memiliki angka kejadian psikosomatik yang lebih tinggi dibanding yang tidak psikosomatik. Sementara responden yang wilayahnya tidak selalu mengalami banjir tiap tahunnya memiliki angka kejadian psikosomatik lebih rendah dibanding yang tidak mengalami

46

Page 47: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

psikosomatik. Hasil analisis statistik menunjukkan responden yang wilayahnya selalu mengalami banjir tiap tahunnya memiliki risiko 1.490 kali lebih besar untuk menderita psikosomatik dibandingkan responden yang wilayahnya tidak selalu mengalami banjir tiap tahunnya, dan menurut uji statistik bermakna (95% CI = 1.237-9.721; p=0.015).

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN

47

Page 48: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah kita bahas pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Hubungan antara karakteristik/faktor individu (demografi dan sosio-ekonomi) dan kejadian psikosomatik pada daerah banjir di Kelurahan Cilandak Barat.

Ada hubungan bermakna antara pendidikan, pekerjaan dan kesiapan individu untuk menghadapi banjir dan kejadian psikosomatik pada daerah banjir di Kelurahan Cilandak Barat.

Ada hubungan antara usia, jenis kelamin dan status marital dan kejadian psikosomatik pada daerah banjir di Kelurahan Cilandak Barat, namun tidak bermakna.

2. Hubungan antara banjir (ketinggian air, lama surutnya air dan kejadian banjir berulang) dan kejadian psikosomatik pada daerah banjir di Kelurahan Cilandak Barat. Ada hubungan bermakna antara ketinggian air, lama surutnya air dan kejadian banjir berulang dengan kejadian psikosomatik di Kelurahan Cilandak Barat.

7.2 SARAN1. Puskesmas

a. Melakukan skrining, pemeriksaan serta pencatatan data secara baik dan benar mengenai angka kejadian psikosomatik di Kelurahan Cilandak Barat.

b. Meningkatkan upaya penyuluhan kepada masyarakat mengenai pengetahuan tentang psikosomatik.

2. Masyarakat

Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menyadari adanya anggota masyarakat yang membutuhkan konseling kejiwaan ke Puskesmas Kecamatan Cilandak dalam menyelasaikan masalah personal yang sedang dihadapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.2089-187.

2. Kaplan HI, Saddock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri. Jilid II. 7th ed. Jakarta: Bina Rupa Aksara; 2010. p.276-303.

48

Page 49: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

3. Benuto LT. Guide to Psychological Assessment with Hispanics. New York: Springer; 2013. p. 299.

4. Phifer JF. Psychological distress and somatic symptoms after natural disaster: Differential vulnerability. Psychology and Aging 1990 Sep;5(3):412-20. Available at: http://psycnet.apa.org/journals/pag/5/3/412/

5. Lowe D, Ebi KL, Forsberg B. Factors Increasing Vulnerability to Health Effects before, during, and after Floods. International Journal of Environmental Research and Public Health 2013 Dec 11;10(12):7015-67. Available at: http://www.mdpi.com/1660-4601/10/12/7015

6. Wahlström L, Michélsen H, Schulman A, Backheden H, Keskinen-Rosenqvist R. Longitudinal course of physical and psychological symptoms after a natural disaster. Europe Journal Psychotraumatology 2013 Dec 27;4(1):21892. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3933827/

7. Interian A, Allen LA, Gara MA, Escobar JI, Diaz-Martinez AL. Somatic complaints in primary care: Further examining the validity of the patient health questionnaire (PHQ-15). Psychosomatics 2006;47:392-8. Available at: http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0033318206711161

8. Aragona M, Monteduro MD, Colosimo F, Masiano B, Geraci S. Effect of gender and marital status on somatization symptoms of immigrants from various ethnic groups attending a primary care service. German Journal of Psychiatry 2008 Jul 3; 11:64-72. Available at: http://gjpsy.uni-goettingen.de/gjp-article-aragona.pdf

9. Nakao M. Work-related stress and psychosomatic medicine. Nakao BioPsychoSocial Medicine 2010;4. Available at: http://www.bpsmedicine.com/content/4/1/4

10. Heo JH, Kim MH, Koh SB, Noh S, Park JH, Ahn JS et al. A prospective study on changes in health status following flood disaster. Psychiatry Investigation 2008;5:186-92. Available at: http://synapse.koreamed.org/search.php?where=asummary&id=1073&code=0162PI

11. Paranjothy S, Gallacher J, Amlôt R, Rubin GJ, Page L, Tony B et al. Psychosocial impact of the summer 2007 floods in England. BMC Public Health 2011 Mar 3;11:145. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3062606/

12. Tunstall S, Tapsell S, Green C, Floyd P, George C. The health effects of flooding: Social research results from England and Wales. Journal Water Health 2006;4:365-80. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17036844

LAMPIRAN 1

PLAN OF ACTION ( POA )

PENYULUHAN MENGENAI HUBUNGAN ANTARA BANJIR DAN KEJADIAN PSIKOSOMATIK PADA USIA PRODUKTIF DI KELURAHAN CILANDAK BARAT

PERIODE FEBRUARI-MARET 2014

49

Page 50: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

NO KEGIATAN TUJUAN SASARAN METODE TEMPAT WAKTU BIAYA

1. PERSIAPAN

Menyusun rencana kerja

Pendekatan intern

Mempermudah pelaksanaan penjelasan

program kerja

Seluruh masyarakat yang tempat tinggalnya terendam

oleh banjir

Presentasi dan

diskusi

Wilayah Kelurahan Cilandak

Barat

Februari 2014

Swadana

2. Pelaksanaan

Melakukan penyuluhan

Memberikan informasi dan

edukasi tentang persiapan

menghadapi banjir dan

manajemen stress saat banjir datang

Seluruh masyarakat

yang menggunakan jamban,

baik jamban bersama maupun jamban

yang ada dirumah masing masing

Presentasi dan

diskusi

Wilayah Kelurahan Cilandak

Barat

Februari 2014

Swadana

3. Evaluasi Mengetahui keberhasilan penyuluhan

Seluruh masyarakat yang tempat tinggalnya terendam

banjir

Diskusi dan

survey pencatatan

Wilayah Kelurahan Cilandak

Barat

Maret 2014

Swadana

Melakukan survey masyarakat di

wilayah Kelurahan Cilandak Barat

melalui kuesioner Bradford Somatic Inventory 21 dan

kuesioner banjir PMI

LAMPIRAN 2

KUESIONER PSIKOSOMATIK BRADFORD SOMATIC INVENTORY 21

Pengisian dari kuesioner ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara banjir dengan kejadian psikosomatik (gangguan kesehatan kejiwaan) pada usia produktif di Kelurahan Cilandak Barat. Apabila anda menyetujui untuk mengisi kuesioner ini, silahkan isi biodata berikut lalu

50

Page 51: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

dilanjutkan untuk mengisi pertanyaan - pertanyaan yang telah disediakan. Terima kasih kami ucapkan atas perhatian saudara/i.

Nama :

Alamat (RT/RW) :

Status :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Bersedia untuk mengisi kuesioner psikosomatik Bradford Somatic Inventory 21.

Jakarta, …/………/2014

( )

TTD dan Nama Lengkap

1. Jenis kelamin anda?

Laki-laki

Perempuan

2. Usia saudara saat ini?

16-25 tahun

26-35 tahun

36-45 tahun

46-55 tahun

56-65 tahun

Di atas 65 tahun

51

Page 52: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

3. Apakah anda pernah mengalami sakit kepala yang berat?

Ya

Tidak

4. Apakah anda pernah mengalami nyeri atau tekanan di leher dan pundak anda?

Ya

Tidak

5. Apakah anda pernah merasa ada sesuatu yang bergerak di perut anda?

Ya

Tidak

6. Apakah anda merasa nyeri di dada atau jantung?

 Ya

Tidak

7. Apakah mulut dan tenggorakan anda terasa kering?

Ya

Tidak

8. Apakah anda mengalami kesulitan buang air besar?

Ya

Tidak

52

Page 53: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

9. Apakah anda merasa kurang energi (lemah) di kebanyakan waktu?

Ya

Tidak

10. Apakah anda pernah berkeringat banyak?

Ya

Tidak

11. Apakah tangan dan kaki anda terasa dingin?

Ya

Tidak

12. Apakah anda pernah merasa sensasi tercekik di kerongkongan anda?

Ya

Tidak

13. Apakah kaki dan tangan anda terasa kesemutan?

Ya

Tidak

14. Apakah anda merasa nyeri dan sakit di seluruh badan anda?

Ya

Tidak

53

Page 54: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

15. Apakah anda pernah berdebar-debar?

Ya

Tidak

16. Apakah anda pernah merasa gemetaran/menggigil/terguncang?

Ya

Tidak

17. Apakah anda pernah berkemih/kencing lebih sering?

Ya

Tidak

18. Apakah anda merasa perut penuh dan ingin muntah?

Ya

Tidak

19. Apakah anda merasa lelah walaupun anda tidak bekerja?

Ya

Tidak

20. Apakah anda sering bersendawa atau merasa seperti banyak gas di perut?

Ya

Tidak

54

Page 55: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

21. (Khusus laki-laki) Apakah anda pernah merasa kesulitan ereksi?

Ya

Tidak

22. (Khusus laki-laki) Apakah anda merasa adanya air mani pada urin?

Ya

Tidak

23. Apakah anda pernah merasa tekanan di kepala seperti akan meledak?

Ya

Tidak

ANAMNESIS

1. Apakah keluhan yang anda rasakan muncul/diperberat saat terjadi banjir?

Ya

Tidak

2. Apakah keluhan yang anda rasakan terjadi berulang kali dalam 1 bulan terakhir?

Ya

Tidak

3. Apakah anda merasa seperti ada yang mengikuti atau mengincar anda?

Ya

55

Page 56: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Tidak

4. Apakah anda merasa memiliki kekuatan atau kelebihan yang tidak dimiliki

orang lain pada umumnya?

Ya

Tidak

5. Apakah anda merasa digila-gilai oleh lawan jenis?

Ya

Tidak6. Jika salah satu dari pertanyaan 3, 4 dan 5 menjawab iya, apakah anda merasa yakin?

Ya

Tidak7. Apakah anda pernah melihat, mendengar, mencium hal yang orang lain tidak pernah rasakan?

Ya

Tidak

8. Jika iya, apakah anda merasa yakin?

Ya

Tidak9. Apakah hal tersebut terjadi secara berulang-ulang?

Ya

Tidak

10. Berapakah ketinggian air saat terjadi banjir?

Kurang dari 50 cm

56

Page 57: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Lebih dari 50 cm

11. Berapa lama surutnya air saat terjadi banjir?

Kurang dari 24 jam

Lebih dari 24 jam

12. Apakah banjir terjadi pada setiap tahun?

Ya

Tidak

KUESIONER BANJIR PALANG MERAH INDONESIA

Perilaku Pengurangan Risiko Bencana

No Perilaku Pengurangan Risiko Bencana Jawaban

1 Mempunyai rencana penyelamatan keluarga (siapa melakukan apa) bila terjadi kondisi darurat bencana.

1. Ya

2. Tidak

2 Saat banjir bertambah parah dan tidak memungkinkan tetap tinggal di rumah, keluarga segera mengungsikan seluruh anggota keluarga yang sangat rentan seperti bayi, anak-anak, ibu hamil dan lansia

1. Ya

2. Tidak

57

Page 58: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

3 Keluarga memiliki sendiri peralatan penyelamatan dan evakuasi sederhana seperti pelampung, rakit sederhana, dll untuk mengantisipasi risiko bencana.

1. Ya

2. Tidak

4 Keluarga menyimpan stok air bersih dan air minum dalam jumlah dan kualitas yang memadai yang dapat digunakan selama terjadi bencana banjir.

1. Ya

2. Tidak

5 Selama bencana banjir, keluarga hanya menggunakan air bersih untuk keperluan masak, dan keperluan MCK (Mandi, Cuci dan Kakus)

1. Ya

2. Tidak

No Perilaku Pengurangan Risiko Bencana Jawaban

6 Telah menyiapkan pakaian secukupnya, khususnya pakaian dalam dan keperluan pribadi lainnya sebelum darurat bencana banjir.

1. Ya

2. Tidak

7 Membangun rumah di tidak berdekatan dengan sungai dan berada di wilayah area yang terkena ancaman banjir

58

Page 59: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

1. Ya

2. Tidak

8 Tetap menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh, gosok gigi secara teratur dan mandi setiap hari.

1. Ya

2. Tidak

9 Tidak membuang sampah, limbah dan material lainnya sembarangan di rumah, sekitar rumah maupun sungai.

1. Ya

2. Tidak

10 Keluarga telah mempersiapkan : tabungan, asuransi jiwa/harta/benda, tanah/rumah di tempat lain, dll, untuk kewaspadaan keluarga terhadap kemungkinan terjadinya bencana

1. Ya

2. Tidak

11 Apabila terjadi bencana, keluarga mempunyai kerabat, sanak keluarga, teman, baik di dalam desa maupun di luar desa yang siap membantu

1. Ya

2. Tidak

59

Page 60: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

12 Terlibat aktif dalam rapat-rapat untuk persiapan dan perencanaan pengurangan risiko bencana yang ada di lingkungannya

1. Ya

2. Tidak

13 Terlibat aktif dalam kegiatan pelatihan-pelatihan atau simulasi tentang pengurangan risiko bencana

1. Ya

2. Tidak

14 Ikutserta dalam kegiatan gotong royong membersihkan di lingkungan dalam rangka pengurangan risiko bencana

1. Ya

2. Tidak

15 Terlibat aktif dalam pembangunan sarana mitigasi struktural dalam rangka pengurangan risiko bencana yang ada di lingkungannya

1. Ya

2. Tidak

Total memiliki Perilaku ”Sesuai yang diharapkan”

60

Page 61: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

LAMPIRAN 3

HASIL PENGOLAHAN DATA

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

USIA * PSIKOSOMATIK 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

USIA * PSIKOSOMATIK Crosstabulation

PSIKOSOMATIK

YA TIDAK Total

USIA REMAJA Count 9 6 15

% within USIA 60.0% 40.0% 100.0%

DEWASA Count 40 22 62

% within USIA 64.5% 35.5% 100.0%

LANSIA Count 17 6 23

% within USIA 73.9% 26.1% 100.0%

61

Page 62: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Total Count 66 34 100

% within USIA 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig. (2-

sided)

Pearson Chi-Square .943a 2 .624

Likelihood Ratio .966 2 .617

Linear-by-Linear Association .874 1 .350

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.10.

Risk Estimate

Value

Odds Ratio for USIA (REMAJA / DEWASA)

a

a. Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells.

62

Page 63: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

GENDER * PSIKOSOMATIK 100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

63

Page 64: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

GENDER * PSIKOSOMATIK Crosstabulation

PSIKOSOMATIK

YA TIDAK Total

GENDER PEREMPUAN Count 33 16 49

% within GENDER 67.3% 32.7% 100.0%

LAKI-LAKI Count 33 18 51

% within GENDER 64.7% 35.3% 100.0%

Total Count 66 34 100

% within GENDER 66.0% 34.0% 100.0%

64

Page 65: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig. (2-

sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .078a 1 .780

Continuity Correctionb .005 1 .946

Likelihood Ratio .078 1 .780

Fisher's Exact Test .835 .473

Linear-by-Linear Association .077 1 .782

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.66.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for GENDER (PEREMPUAN / LAKI-LAKI)

1.125 .491 2.576

For cohort PSIKOSOMATIK = YA

1.041 .786 1.379

For cohort PSIKOSOMATIK = TIDAK

.925 .535 1.600

N of Valid Cases 100

b. Computed only for a 2x2 table

65

Page 66: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

PENDIDIKAN * PSIKOSOMATIK

100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

PENDIDIKAN * PSIKOSOMATIK Crosstabulation

PSIKOSOMATIK

YA TIDAK Total

PENDIDIKAN RENDAH Count 46 7 53

% within PENDIDIKAN 86.8% 13.2% 100.0%

TINGGI Count 20 27 47

% within PENDIDIKAN 42.6% 57.4% 100.0%

Total Count 66 34 100

% within PENDIDIKAN 66.0% 34.0% 100.0%

66

Chi-Square Tests

Value DfAsymp. Sig. (2-

sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 21.725a 1 .000

Continuity Correctionb 19.799 1 .000

Likelihood Ratio 22.725 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 21.508 1 .000

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.98.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for PENDIDIKAN (RENDAH / TINGGI)

8.871 3.319 23.713

For cohort PSIKOSOMATIK = YA

2.040 1.440 2.890

For cohort PSIKOSOMATIK = TIDAK

.230 .110 .478

N of Valid Cases 100

b. Computed only for a 2x2 table

Page 67: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

PEKERJAAN * PSIKOSOMATIK

100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

PEKERJAAN * PSIKOSOMATIK Crosstabulation

PSIKOSOMATIK

YA TIDAK Total

PEKERJAAN TIDAK BEKERJA Count 38 9 47

% within PEKERJAAN 80.9% 19.1% 100.0%

BEKERJA Count 28 25 53

% within PEKERJAAN 52.8% 47.2% 100.0%

Total Count 66 34 100

% within PEKERJAAN 66.0% 34.0% 100.0%

67

Page 68: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for PEKERJAAN (TIDAK BEKERJA / BEKERJA)

3.770 1.525 9.317

For cohort PSIKOSOMATIK = YA

1.530 1.145 2.045

For cohort PSIKOSOMATIK = TIDAK

.406 .211 .780

N of Valid Cases 100

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

MARITAL_STATUS * PSIKOSOMATIK

100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

68

Page 69: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

MARITAL_STATUS * PSIKOSOMATIK Crosstabulation

PSIKOSOMATIK

YA TIDAK Total

MARITAL_STATUS TIDAK MENIKAH Count 30 9 39

% within MARITAL_STATUS 76.9% 23.1% 100.0%

MENIKAH Count 36 25 61

% within MARITAL_STATUS 59.0% 41.0% 100.0%

Total Count 66 34 100

% within MARITAL_STATUS 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig. (2-

sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 3.399a 1 .065

Continuity Correctionb 2.648 1 .104

Likelihood Ratio 3.502 1 .061

Fisher's Exact Test .084 .051

Linear-by-Linear Association 3.365 1 .067

69

Page 70: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.26.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for MARITAL_STATUS (TIDAK MENIKAH / MENIKAH)

2.315 .938 5.710

For cohort PSIKOSOMATIK = YA

1.303 .994 1.709

For cohort PSIKOSOMATIK = TIDAK

.563 .295 1.076

N of Valid Cases 100

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KETINGGIAN * PSIKOSOMATIK

100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

70

Page 71: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

KETINGGIAN * PSIKOSOMATIK Crosstabulation

PSIKOSOMATIK

YA TIDAK Total

KETINGGIAN >50 cm Count 52 18 70

% within KETINGGIAN 74.3% 25.7% 100.0%

<50 cm Count 14 16 30

% within KETINGGIAN 46.7% 53.3% 100.0%

Total Count 66 34 100

% within KETINGGIAN 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig. (2-

sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 7.139a 1 .008

Continuity Correctionb 5.961 1 .015

Likelihood Ratio 6.945 1 .008

Fisher's Exact Test .011 .008

Linear-by-Linear Association 7.067 1 .008

71

Page 72: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.20.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for KETINGGIAN (>50 cm / <50 cm)

3.302 1.348 8.083

For cohort PSIKOSOMATIK = YA

1.592 1.060 2.391

For cohort PSIKOSOMATIK = TIDAK

.482 .287 .811

N of Valid Cases 100

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

LAMA_SURUT * PSIKOSOMATIK

100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

72

Page 73: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

LAMA_SURUT * PSIKOSOMATIK Crosstabulation

PSIKOSOMATIK

YA TIDAK Total

LAMA_SURUT 1.00 Count 49 16 65

% within LAMA_SURUT 75.4% 24.6% 100.0%

2.00 Count 17 18 35

% within LAMA_SURUT 48.6% 51.4% 100.0%

Total Count 66 34 100

% within LAMA_SURUT 66.0% 34.0% 100.0%

73

Page 74: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Chi-Square Tests

Value dfAsymp. Sig. (2-

sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 7.289a 1 .007

Continuity Correctionb 6.143 1 .013

Likelihood Ratio 7.166 1 .007

Fisher's Exact Test .009 .007

Linear-by-Linear Association 7.216 1 .007

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.90.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for LAMA_SURUT (1.00 / 2.00)

3.243 1.358 7.744

For cohort PSIKOSOMATIK = YA

1.552 1.074 2.243

For cohort PSIKOSOMATIK = TIDAK

.479 .281 .816

N of Valid Cases 100

b. Computed only for a 2x2 table

74

Page 75: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

BANJIR_TAHUNAN * PSIKOSOMATIK

100 100.0% 0 .0% 100 100.0%

BANJIR_TAHUNAN * PSIKOSOMATIK Crosstabulation

PSIKOSOMATIK

YA TIDAK Total

BANJIR_TAHUNAN Ya Count 58 23 81

% within BANJIR_TAHUNAN 71.6% 28.4% 100.0%

TIDAK Count 8 11 19

% within BANJIR_TAHUNAN 42.1% 57.9% 100.0%

Total Count 66 34 100

% within BANJIR_TAHUNAN 66.0% 34.0% 100.0%

Chi-Square Tests

75

Page 76: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

Value dfAsymp. Sig. (2-

sided)Exact Sig. (2-

sided)Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square 5.968a 1 .015

Continuity Correctionb 4.726 1 .030

Likelihood Ratio 5.687 1 .017

Fisher's Exact Test .029 .016

Linear-by-Linear Association 5.909 1 .015

N of Valid Cases 100

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.46.

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for BANJIR_TAHUNAN (Ya / TIDAK)

3.467 1.237 9.721

For cohort PSIKOSOMATIK = YA

1.701 .986 2.932

For cohort PSIKOSOMATIK = TIDAK

.490 .293 .822

N of Valid Cases 100

b. Computed only for a 2x2 table

76

Page 77: Laporan Hasil Penelitian Psikosomatik

77