49
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya aktivitas budidaya, kondisi kualitas air semakin mengalami penurunan karena terus menerus digunakan untuk berproduksi tanpa memperhatikan kualitasnya. Dalam media air, mikroorganisme sangat cepat berkembang sehingga akan menjadi pathogen yang dapat menyerang ikan budidaya. Sehingga sering sekali terlihat ikan-ikan yang dibudidayakan sakit atau malah mengalami kematian akibat kualitas air yang buruk. Dalam kegiatan budidaya, penyakit merupakan permasalahan yang sangat serius dan menakutkan karena hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian yakni selain dapat mematikan ikan, hal ini juga dapat menurunkan mutu dari ikan itu sendiri. Kematian yang ditimbulkan oleh penyakit ikan sangat tergantung pada jenis penyakit, kondisi ikan dan kondisi lingkungan Menurut penyebabnya, penyakit ikan dibedakan atas penyakit infeksi (infectious diseases) dan non infeksi (non 1

LAPORAN GABUNGAN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN GABUNGAN

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya aktivitas budidaya, kondisi kualitas air

semakin mengalami penurunan karena terus menerus digunakan untuk

berproduksi tanpa memperhatikan kualitasnya. Dalam media air, mikroorganisme

sangat cepat berkembang sehingga akan menjadi pathogen yang dapat menyerang

ikan budidaya. Sehingga sering sekali terlihat ikan-ikan yang dibudidayakan sakit

atau malah mengalami kematian akibat kualitas air yang buruk.

Dalam kegiatan budidaya, penyakit merupakan permasalahan yang sangat

serius dan menakutkan karena hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian yakni

selain dapat mematikan ikan, hal ini juga dapat menurunkan mutu dari ikan itu

sendiri. Kematian yang ditimbulkan oleh penyakit ikan sangat tergantung pada

jenis penyakit, kondisi ikan dan kondisi lingkungan Menurut penyebabnya,

penyakit ikan dibedakan atas penyakit infeksi (infectious diseases) dan non infeksi

(non infectious diseases). Penyakit infeksi adalah penyakit yang menular yang

disebabkan oleh jasad parasitik, bakteri, jamur dan virus sedangkan penyakit non

infeksi adalah penyakit yang tidak menular. Penyakit yang sangat berbahaya dan

ditakutkan oleh kalangan pembudidaya yaitu penyakit infeksi karena akan sangat

cepat menyerang/menginfeksi ikan dalam suatu populasi sehingga akan

menurunkan produksi. Tentunya hal ini akan menimbulkan kerugian yang cukup

besar di kalangan pembudidaya (Afrianto, 1992).

1

Page 2: LAPORAN GABUNGAN

Dengan adanya beberapa permasalahan tersebut, sekiranya sangat penting

dilakukan pengkajian terhadap penyakit ikan agar kedepannya bisa diketahui

solusi dan upaya yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut.

1. 2. Tujuan dan manfaat

Tujuan dan manfaat dari praktikum Identifikasi Ektoparasit Dan

Endoparasit adalah mendiagnosa jenis-jenis parasit yang menginfeksi ikan serta

organ-organ yang terinfeksi.

Tujuan dan manfaat dari praktikum teknik pengawetan spesimen parasit

ikan adalah mempelajari teknik pengawetan spesimen parasit dan pembuatan

preparat permanen untuk tujuan identifikasi.

Tujuan dan manfaat dari praktikum siklus hidup digenea adalah untuk

mempraktekkan salah satu fase dalam siklus hidup parasit digenea.

Tujuan dan manfaat dari praktikum pengamatan terhadap ikan yang

keracunan bahan polutan adalah melihat gejala klinis pada ikan yang disebabkan

oleh adanya bahan polutan diperairan.

Tujuan dari praktikum pengamatan bakteri adalah agar mahasiswa dapat

mengenal bentuk-bentuk bakteri , setelah melakukan pewarnaan gram.

Tujuan dan manfaat dari praktikum pewarnaan dan pembuatan preparat

parasit darah adalah untuk mempraktekkan cara pembuatan sampel darah dan

pewarnaan parasit pada darah terutama golongan flagellata.

2

Page 3: LAPORAN GABUNGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

Parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang ber`ada pada tubuh,

insang, maupun lendir inangnya dan mengambil manfaat dari inang tersebut.

Dengan kata lain parasit hidup dari pengorbanan inangnya. Parasit dapat berupa

udang renik, protozoa, cacing, bakteri, virus, dan jamur. Manfaat yang diambil

parasit terutama adalah zat makanan dari inangnya (Sachlan, 1952).

Berdasarkan letak penyerangannya parasit dapat dibagi menjadi dua

kelompok. Kelompok pertama disebut ektoparasit yaitu parasit yang menempel

pada bagian luar tubuh ikan dan kelompok kedua adalah endoparasit yaitu parasit

yang berada dalam tubuh ikan (Heckmann, 2003).

Menurut Walker (2005) parasit dapat dibagi menjadi dua yaitu ektoparasit

dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidup diluar tubuh inang atau di

dalam liang-liang kulit yang mempunyai hubungan dengan luar kulit sedangkan

endoparasit adalah parasit yang hidup dibagian dalam tubuh ikan seperti hati,

limpa otak dan dalam sistem pencernaan, sirkulasi darah, pernapasan, dalam

rongga perut, daging, otot dan jaringan tubuh lainnya.

Adapun tanda-tanda dari ikan yang telah terkena serangan penyakit atau

parasit adalah ikan terlihat pasif, lemah dan kehilangan keseimbangan, nafsu

makan mulai berkurang, malas berenang dan cenderung mengapung di permukaan

air, adakalanya ikan bergerak secara cepat dan tiba-tiba, selaput lendimya

berangsur-angsur berkurang atau habis. sehingga tubuh ikan tidak licin lagi

(kesat), pada permukaan tubuh ikan terjadi pendarahan, terutama dibagian dada,

perut atau pangkal ekor, di beberapa bagian tubuh ikan, sisiknya tampak rusak

3

Page 4: LAPORAN GABUNGAN

bahkan terlepas. Sering pula terlihat kulit ikan mengelupas, sirip dada, punggung

maupun ekor sering di jumpai rusak dan pecah-pecah, pada serangan yang lebih

hebat kadang-kadang hanya tinggal jari-jari siripnya saja, insang terjadi rusak

sehingga ikan sulit untuk bernafas, warna insang menjadi keputih-putihan atau

kebiru-biruan, dan bagian isi perutnya terutama hati, berwarna kekuning-kuningan

dan ususnya menjadi rapuh (Takashima dan Hibiya, 1995).

Menurut Supriyadi dan Taufik (1983) Berdasarkan daerah penyebaran,

penyakit atau parasit ikan dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu:

1.   Penyakit atau parasit pada kulit. Penyakit atau parasit ini menyerang bagian

kulit ikan sehingga dengan mudah dapat dideteksi. Apabila organisme

penyebabnya berukuran cukup besar, maka dengan mudah dapat langsung

diidentifikasi. Akan tetapi bila berukuran kecil harus di identifikasi dengan

mempergunakan sebuah mikroskop atau dengan mengamati akibat yang

timbulkan oleh serangan organisme-organisme tersebut. Biasanya ikan yang

terserang akan terlihat menjadi pucat dan timbul lendir secara berlebihan.

Organisme yang menyerang bagian kulit dapat berasal dari golongan bakteri,

virus, jamur atau lainnya. Bila disebabkan oleh jamur, maka akan terlihat bercak-

bercak berwama putih, kelabu atau kehitam-hitaman pada kulit ikan. Ikan yang

mengalami serangan penyakit atau parasit pada kulitnya, biasanya akan

menggosok-gosokkan badannya kebenda-benda disekelilingnya sehingga sering

kali menimbulkan luka baru yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi

sekunder. 

2.   Penyakit atau parasit pada insang. Penyakit atau parasit yang menyerang organ

insang agak sulit untuk dideteksi secara dini karena menyerang bagian dalam

4

Page 5: LAPORAN GABUNGAN

ikan. Salah satu cara yang dianggap cukup efektif untuk mengetahui adanya

serangan penyakit atau parasit pada insang adalah mengamati pola tingkah laku

ikan. Ciri utama ikan yang terserang organ insangnya adalah menjadi sulit untuk

bernafas. Selain itu, tutup insang akan mengembang sehingga sulit untuk ditutup

dengan sempurna. Jika serangannya sudah meluas, lembaran-lembaran insang

menjadi semakin pucat. Sering pula dijumpai adanya bintik-bintik merah pada

insang yang menandakan telah terjadi pendarahan (peradangan). Jika terlihat

bintik putih pada insang, kemungkinan besar di sebabkan oleh serangan parasit

kecil yang menempel.

3. Penyakit atau parasit pada organ dalam. Ciri utama ikan yang terkena serangan

penyakit atau parasit pada organ (alat-alat) dalamnya adalah terjadi

pembengkakan di bagian perut disertai dengan berdirinya sisik. Akan tetapi dapat

terjadi pula bahwa ikan yang terserang organ dalamnya memiliki perut yang

sangat kurus. Jika pada kotoran ikan sudah dijumpai bercak darah, ini berarti pad

usus terjadi pendarahan (peradangan). Jika serangannya sudah mencapai

gelembung renang biasanya keseimbangan badan ikan menjadi terganggu

sehingga gerakan berenangnya jungkir balik tidak terkontrol.

Salah satu kendala bagi ikan air tawar adalah adanya penyakit ikan yang

dapat disebabkan oleh penyebab infektif (parasit, jamur, bakteri, virus) maupun

non infektif (kualitas air, kandungan gizi pakan, genetik dan lain-lain). Penyakit

tersebut dapat dikendalikan melalui tindakan preventif (pencegahan) maupun

kuratif (pengobatan) dengan harapan didapatkan ikan yang sehat sehingga

menunjang keberhasilan budidaya ikan. Secara umum tindakan preventif terhadap

penyakit dapat dilakukan dengan cara melakukan pengolahan budidaya ikan

5

Page 6: LAPORAN GABUNGAN

secara baik, seperti melakukan persiapan kolam dengan baik dan tepat yaitu

pengeringan kolam, pengapuran dan pemupukan, melakukan pencucian akuarium

atau bak yang akan dipakai dengan menggunakan desinfektan, padat penebaran

optimal, melakukan penanganan ikan secara baik pada saat penebaran maupun

panen sehingga tidak menimbulkan luka yang dapat menyebabkan infeksi,

pencegah agar tidak terjadi kontak langsung antara ikan sakit dan sehat dengan

cara mengisolasi ikan yang terserang penyakit, pencegah penularan yang dapat

terjadi melalui peralatan yang dipakai, wadah maupun air media pemeliharaan,

menjaga agar kualitas air media tetap pada kondisi optimal, dan menjaga kualitas

pakan agar tetap baik dan cukup dalam jumlah pakan yang diberikan (Sarig,

1971).

Family Dactylogyridae tidak kurang dari 7 Genus dan lebih dari 150

Spesies yang termasuk di dalamnya baik pada air tawar maupun air laut.

Orgnisme ini panjangnya berukuran tidak lebih dari 2 mm. dan yang paling sering

ditemukan berukuran antara 0.2 – 0.5 mm. Memiliki 7 pasang jangkar ditepi dan

biasanya sepasang jangkar paling tengah pada opishaptor. Kadang-kadang pada

beberapa spesies memiliki 2 pasang. Dactylogyrus memiliki 2 hingga 4 titik

pigmen (mata). Ovarinya berbentuk bulat oval, dan testisnya sepasang. Semua

Dactylogyrus adalah ovipar tanpa uterus hanya struktur ootype pada waktunya

berisi satu telur. Genus yang biasanya ditemukan pada ikan adalah spesies

Dactylogyrus, spesies ini kadang-kadang ditemukan sebagai penyerang insang

karena paling sering ditemukan pada insang di inangnya (Walker, 2005).

Dactylogyrus sendiri adalah hewan yang kedalam golongan cacing-

cacingan. Berukuran sangat kecil dan tidak bisa dilihat dengan kasat mata, tetapi

6

Page 7: LAPORAN GABUNGAN

hanya bisa dilihat lewah mikroskop. Dalam tubuh ikan, hewan ini digolongkan

sebagai parasit. Artinya hewan yang mengambil makanan untuk hidupnya dari

hewan yang ditumpanginya. Keadaan itu menimbulkan kerusakan (Heckmann,

2003).

Dactylogyrus sp. merupakan parasit yang menyerang ikan air tawar dan

ikan air laut. Parasit ini juga merupakan parasit yang sering menyerang ikan carp.

Hidup di insang. Insang yang terserang parasit ini berubah warnanya menjadi

pucat dan keputih-putihan dan memproduksi lendir yang berlebih, tentunya ini

akan mengganggu pertukaran gas oleh insang. Parasit yang matang melekat pada

insang dan bertelur disana. Distribusinya luas, memiliki siklus hidup langsung dan

merupakan parasit eksternal pada insang, sirip, dan rongga mulut. Intensitas

reproduksi dan infeksi memuncak pada musim panas (Gusrina, 2008).

Sukadi (2004) mengemukakan bahwa ikan yang terserang Dactylogyrus sp

biasanya akan menjadi kurus, berenang menyentak-nyentak, tutup insang tidak

dapat menutupi dengan sempurna karena insangnya rusak, dan kulit ikan kelihatan

tak bening lagi selanjutnya Gusrina, (2008), mengemukakan gejala infeksi

Dactylogyrus sp pada ikan antara lain : pernafasan ikan meningkat, produksi

lendir berlebih, Insang yang terserang berubah warnanya menjadi pucat dan

keputih-putihan.

Penyerangan parasit Dactylogylus sp. ini dimulai dengan cacing dewasa

menempel pada insang atau bagian tubuh lainnya. Setelah matang gonad, telurnya

akan jatuh ke perairan. Dalam 2–3 hari dengan suhu 24–28 O C, telur yang jatuh

akan menjadi larva infektif kemudian membentuk dua tonjolan di bagian anterior.

Pecahnya telur tersebut terjadi akibat adanya tekanan dari dalam dorongan

7

Page 8: LAPORAN GABUNGAN

perkembangan larva. Kemudian larva akan keluar dan berenang bebas mencari

inang untuk tumbuh menjadi dewasa. Namun apabila pada suhu 20–28OC larva

Dactylogyrus sp. tidak bisa menemukan inangnya, ia tetap bisa bertahan sampai

12 jam karena telur Dactylogyrus sp. termasuk salah satu telur yang sangat

resisten terhadap lingkungan. Pada suhu 23OC telur akan menetas dalam 2,5 – 4

hari dan pada suhu 13 – 14OC larva akan menjadi dewasa dalam 4,5 minggu

(Sachlan, 1952).

Sebagai langkah pencegahan parasit ini adalah dengan memberi pakan

yang bergizi tinggi. kepadatan dikurangi, dan sirkulasi air harus berjalan lancar,

untuk ikan yang terlanjur sakit bisa diobati dengan larutan formalin 100-200 ppm,

sedangkan untuk ikan yang sudah terlanjur parah sebaiknya disingkirkan dan

dibakar agar tidak menulari ikan lain yang sehat (Sukadi, 2004).

Trichodina sp merupakan ektoparasit yang menyerang/menginfeksi kulit

dan insang, biasanya menginfeksi semua jenis ikan air tawar. Populasi Trichodina

sp di air meningkat pada saat peralihan musim, dari musim panas ke musim

dingin. Berkembang biak dengan cara pembelahan yang berlangsung di tubuh

inang, mudah berenang secara bebas, dapat melepaskan diri dari inang dan

mampu hidup lebih dari dua hari tanpa inang Parasit ini merupakan protozoa dari

golongan ciliata berukuran ± 50µm berbentuk bundar dengan sisi lateral

berbentuk lonceng, memiliki cincin dentikel sebagai alat penempel dan memiliki

silia di sekeliling tubuhnya (Afrianto, 1992).

Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniselular, termasuk klas

Schizomycetes, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri

tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup bakteri

8

Page 9: LAPORAN GABUNGAN

ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, patogen pada manusia, hewan

dan tumbuhan. Habitatnya tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai +

10 km diatas bumi), di dalam lumpur, dan di laut (Supriyadi, 1986).

Supriyadi (1986) menambahkan Bakteri mempunyai bentuk dasar bulat,

batang, dan lengkung. Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan

syarat pertumbuhan tertentu. Bakteri dapat mengalami involusi, yaitu perubahan

bentuk yang disebabkan faktor makanan, suhu, dan lingkungan yang kurang

menguntungkan bagi bakteri. Selain itu dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk

yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan pada syarat

pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri berukuran 0,5-10 μ.

Polusi atau pencemaran adalah keadaan dimana suatu lingkungan sudah

tidak alami lagi karena telah tercemar oleh polutan. Misalnya air sungai yang

tidak tercemar airnya masih murni dan alami, tidak ada zat-zat kimia yang

berbahaya, sedangkan air sungai yang telah tercemar oleh detergen misalnya,

mengandung zat kimia yang berbahaya, baik bagi organisme yang hidup di sungai

tersebut maupun bagi makhluk hidup lain yang tinggal di sekitar sungai tersebut

(Adit, 2010).

Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari lingkungan. Air limbah

detergen termasuk polutan karena didalamnya terdapat zat yang disebut ABS.

Jenis deterjen yang banyak digunakan di rumah tangga sebagai bahan pencuci

pakaian adalah deterjen anti noda. Deterjen jenis ini mengandung ABS (alkyl

benzene sulphonate) yang merupakan deterjen tergolong keras. Deterjen tersebut

sukar dirusak oleh mikroorganisme (nonbiodegradable) sehingga dapat

menimbulkan pencemaran lingkungan (Karmana, 2007).

9

Page 10: LAPORAN GABUNGAN

Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat

penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas

manusia. Danau, sungai, lautan dan air tanah adalah bagian penting dalam siklus

kehidupan manusia dan merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Selain

mengalirkan air juga mengalirkan sedimen dan polutan. Berbagai macam

fungsinya sangat membantu kehidupan manusia. Pemanfaatan terbesar danau,

sungai, lautan dan air tanah adalah untuk irigasi pertanian, bahan baku air minum,

sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya

berpotensi sebagai objek wisata (Arif, 2011).

Polusi atau pencemaran adalah keadaan dimana suatu lingkungan sudah

tidak alami lagi karena telah tercemar oleh polutan. Misalnya air sungai yang

tidak tercemar airnya masih murni dan alami, tidak ada zat-zat kimia yang

berbahaya, sedangkan air sungai yang telah tercemar oleh detergen misalnya,

mengandung zat kimia yang berbahaya, baik bagi organisme yang hidup di sungai

tersebut maupun bagi makhluk hidup lain yang tinggal di sekitar sungai

tersebut.Polutan adalah zat atau substansi yang mencemari lingkungan.

Lingkungan perairan yang tercemar limbah deterjen kategori keras dalam

konsentrasi tinggi akan mengancam dan membahayakan kehidupan biota air dan

manusia yang mengkonsumsi biota tersebut.Selain itu banyak dari kita yang

belum tahu bahaya atau dampak yang ditimbulkan dari bahan-bahan kimia yang

sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari (Matsjeh, 1996).

 Detergen adalah pembersih sintetis campuran berbagai bahan, yang

digunakan untuk membantu pembersihan dan terbuat dari bahan-bahan turunan

minyak bumi. Yaitu senyawa kimia bernama alkyl benzene sulfonat (ABS) yang

10

Page 11: LAPORAN GABUNGAN

direaksikan dengan natrium hidroksida (NaOH).  Dibanding dengan sabun,

detergen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih

baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.  Akan tetapi sabun lebih mudah

diurai oleh mikroorganisme (Adit, 2010).

11

Page 12: LAPORAN GABUNGAN

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan tempat

Praktikum Parasit dan Penyakit Ikan ini dilaksanakan pada hari senin

mulai tanggal 22 Oktober, 29 Oktober, 5 november, 12 November, 19 November,

26 November, dan 3 Desember 2012 pukul 15.00 – 17.00 WIB. Yang bertempat

di Laboratorium Parasit Dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Riau.

3.2. Alat Dan Bahan

3.2.1. Metode dasar dalam identifikasi ektoparasit dan endoparasit

Adapun bahan yang digunakan yaitu ikan Nila (Oreochromis niloticus),

ikan Pantau (Rasbora bornensis), dan ikan Sepat siam yang masih hidup

berukuran kecil, sedangkan alat yang digunakan yaitu mikroskop, gunting bedah,

pinset, slide glass, mistar ukur, cover glass dan alat tulis.

3.2.2. Teknik pengawetan spesimen parasit

Adapun bahan yang digunakan yaitu ikan Nila (Oreochromis niloticus)

yang masih hidup berukuran besar, aquades, dan safranin. Sedangkan alat yang

digunakan yaitu petri disk, slide glass, pipet tetes, cover glass dan alat tulis.

3.2.3. Pengamatan terhadap ikan yang keracunan bahan polutan

Adapun bahan yang digunakan yaitu ikan Mas (Cyprinus carpio) ukuran

5-10 cm, deterjen bubuk, bayclin dan randup. Sedangkan alat yang digunakan

yaitu wadah stoples volume 5-10 liter, stopwatch, gunting bedah, pinset dan alat

tulis.

12

Page 13: LAPORAN GABUNGAN

3.2.4. Pengamatan terhadap bakteri

Adapun bahan yang digunakan yaitu Aeromonas sp, aquades, alcohol

absolute, minyak emersi, kristal violet, lugol dan safranin. Sedangkan alat yang

digunakan yaitu jarum ase, kaca objek, mikroskop, lampu bunsen, pipet tetes.

3.2.5. Pewarnaan dan pembuatan preparat parasit darah

Adapun bahan yang digunakan yaitu ikan lele (Clarias gariepinus) yang

masih hidup berukuran besar, larutan natrium citrate 3,8%, alkohol absolute dan

larutan giemsa. Sedangkan alat yang digunakan yaitu jarum suntik, slide glass,

cover glass dan alat tulis.

3.2.6. Pengamatan terhadap siklus digenea

Adapun bahan yang digunakan yaitu siput, aquades. Sedangkan alat yang

digunakan yaitu lampu, slide glass, cover glass, cawan petri, dan pipet paestur.

3.3. Metode Praktikum

Metode yang dipergunakan pada praktikum ini adalah metode langsung

dimana objek diteliti dan diamati secara langsung oleh praktikan.

3.4. Prosedur Pratikum

3.4.1. Metode dasar dalam identifikasi ektoparasit dan endoparasit

1. Ikan yang sakit dimasukkan kedalam wadah

2. Ambil satu ekor ikan dan ambil lendir dibagian sisik ikan kemudian

letakkan di diatas slide glass dan amati dibawah mikroskop

3. Kemudian ambil insangnya dan letakkan diatas slide glass dan amati jenis

bakterinya dibawah mikroskop

4. Bedah ikan tersebut dan ambil ginjalnya kemudian amati dibawah

mikroskop

13

Page 14: LAPORAN GABUNGAN

5. Gambar jenis-jenis parasit yang didapat dalam kertas gambar

3.4.2. Pengawetan spesimen parasit

1. Ikan diambil dari tempatnya lalu diambil lendirnya dari bagian atas

kebawah

2. Liat diabgian insang sisik dan daerah luar ikan dan amati dibawah

mikroskop

3. Bedah ikannya dan liat dibagian ususnya

4. Lalu amati dan gambar parasit apa yang didapatkan

3.4.3. Pengamatan siklus hidup digenea

1. Ambil siput dari lokasi-lokasi peternakan ikan

2. Pindahkan beberapa siput pada cawan petri, lalu dipenuhi dengan air

3. Tutup cawan petri tanpa ada gelembung udara. Jika terbentuk gelembung

udara, ulangi lagi mengisi cawan petri dengan aquades

4. Sinari cawan petri yang berisi siput tersebut dengan cahaya atau lampu

kuat.

5. Amati cercaria yang dikeluarkan dari siput, lalu pindahkan pada slide glass

tutup dengan cover glass

6. Amati dibawah mikroskop majemuk dan gambar larva cercaria tersebut

3.4.4. Pengamatan terhadap ikan yang keracunan bahan polutan

1. Siapkan wadah kemudian isi wadah dengan air

2. Larutkan bahan pencemar, aduk sampai homogen

3. Masukkan ikan

4. Amati tingkah laku ikan,mucus dan bukaan mulutnya selama lebih kurang

30 menit

14

Page 15: LAPORAN GABUNGAN

5. Ikan yang sudah mati kemudian dibedah dan diamati warna jantung,

insang, hati dan ginjalnya

6. Catat di kertas gambar hasil yang diperoleh

3.4.5. Pengamatan terhadap bakteri

1. Ambil satu kolom bakteri dengan jarum ose, letakkan diatas kaca objek,

teteskan sedikit akuades lalu buat preparat ulas, kemudian kering anginkan

selanjutnya dilewatkan diatas api lampu bunsen 3 kali, tujuan untuk fiksasi

2. Genangi dengan zat warna kristal violet 1-2 menit

3. Buang kelebihan warna dengan cara memberi larutan lugol selama 1 menit

4. Cuci dengan alkohol absolute beberapa detik, bilas dengan air kran

mengalir

5. Genangi dengan safranin selama 2-3 menit lalu cuci dengan air kran

mengalir

6. Amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 × 100 (teteskan minyak

emersi ke preparat)

7. Gambar bentuk-bentuk bakteri dan apa warnanya

3.4.6. Pewarnaan dan pembuatan preparat parasit darah

1. Ambil darah dari ikan lele dengan menggunakan jarum suntik.

Penggumpalan darah dapat dihindari dengan menggunakan larutan

natrium citrate 3,8% atau heparin

2. Letakkan setetes darah pada salah satu ujung slide glass yang tidak

berminyak

15

Page 16: LAPORAN GABUNGAN

3. Tempelkan salah satu ujung slide glass yang lain pada slide glass yang

mengandung darah, lalu geser kearah menjauhi darah untuk menciptakan

lapisan tipis darah

4. Biarkan kering udara lapisan spesimen darah tersebut

5. Warnai dengan larutan giemsa dan biarkan kering

6. Amati dan gambar parasit darah dibawah mikroskop

16

Page 17: LAPORAN GABUNGAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Identifikasi Ektoparasit dan Endoparasit

Ikan yang digunakan sebagai ikan sampel adalah ikan nila (Oreochromis

niloticus) dan ikan pantau (Rasbora bornensis). Untuk ukuran ikan nila adalah TL

205 mm, BdH 70 mm, dan SL adalah 175 mm. Sementara ikan pantau TL 50 mm,

SL 45 mm, BdH 10 mm, dan HdL 7 mm.

Dari praktikum yang dilakukan di dapatkan beberapa ektoparasit antara lain

adalah Dactylogirus sp. yang menyerang insang ikan, lalu terdapat jenis cacing

yang juga menyerang insang, namun belum diketahui jenisnya.

Gambar 1. Dactylogirus sp.

Gambar 2. Cacing yang belum diketahui spesiesnya

Selanjutnya pada bagian tubuh (integumen) pada sisik ditemukan parasit

dari golongan Trichodina sp.

17

Page 18: LAPORAN GABUNGAN

Gambar 3. Trichodina sp.

Untuk parasit golongan endoparasit tidak dapat ditemukan dari ikan uji

berupa ikan pantau dan ikan nila di karenakan waktu yang tidak memadai dan

pengamatan yang terbatas.

4.1.2 Siklus Hidup Digenia

Dari pengamatan yang dilakukan di dapatkan hasil cercaria dari keong mas

1 jenis yang tidak teridentifikasi.

Gambar 4. Cercaria pada siput

Cercaria merupakan fase setealah redia dan sporocyst, yang selanjutnya

cercaria akan keluar dari inang ke perairan bebas dan mencari inang baru.

4.1.3 Teknik Pengawetan Spesimen Parasit pada Ikan

Ikan uji adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan hasil pengukuran

morfometrik sebagai berikut TL 170 mm dan BdH 60 mm. Dari hasil pengamatan

didapatkan 2 jenis ektoparasit, yang pertama adalah Apiosoma blanchard pada

sisik ikan nila (Oreochromis niloticus).

18

Page 19: LAPORAN GABUNGAN

Gambar 5. Apiosoma blanchard

Dan 1 jenis lagi ektoparasit yang di dapat pada insang ikan nila, yaitu

Dactylogirus sp.

Gambar 6. Dactylogirus sp.

4.1.4 Pengamatan Terhadap Ikan yang Keracunan Bahan Polutan

Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil pengamatan terhadap ikan yang terkena polutan

Tabel Kontrol PergerakanBukaan

Operculum

Kondisi Jantung,

Hati, Insang, dan

Lendir

Kontrol

10 menit pertama

10 menit kedua

10 menit ketiga

Normal, aktif

Normal, aktif

Normal aktif

814/10 menit

1563/ 10 menit

1231/10 menit

Jantung merah pucat,

hati merah cerah,

insang pucat, lendir

tidak terlalu banyak

Bayclin Jantung pucat, hati

19

Page 20: LAPORAN GABUNGAN

10 menit pertama

10 menit kedua

10 menit ketiga

Mulai loncat-

lobcat pada menit

ke 6, lendir

meningkat. Pada

menit 8 ikan tidak

mampu

membalikkan

tubuh

Ikan diam di

dasar perairan

Ikan diam didasar

periran, tidak

bergerak

1123/10 menit

600/10 menit

140/10 menit

merah pucat, insang

pucat, dan banyak

mengeluarkan lendir

Deterjen

10 menit pertama

10 menit kedua

10 menit ketiga

Ikan lemas,

pergerakan sedikit

Kejang-kejang,

berenang tidak

beraturan, dan

akhirnya lebih

banyak diam

Ikan tidak

bergerak lagi

710/ menit

200/10 menit

111/10 menit

Jantung pucat, hati

pucat, insang pucat,

lendir banyak

20

Page 21: LAPORAN GABUNGAN

Round up

10 menit pertama

10 menit kedua

10 menit ketiga

Pergerakan

agresif dan tidak

menentu, ikan

stress

Pergerakan

melemah

Ikan semakin

lemah dan

kemudian tidak

bergerak

1089/10 menit

727/10 menit

567/10 menit

Jantung pucat, hati

pucat, insang merah

pucat, dan cukup

banyak lendir

Dari pengamatan yang dilakukan di dapatkan bahwa ikan yang di letakkan

pada wadah berisi larutan bayclin paling cepat mati dibanding ikan pada wadah

lainnya.

4.1.5 Pengamatan Bakteri

Dari hasil yang di amati di dapatkan gambar pengamatan dengan mikroskop

sebagai berikut:

Gambar 7. Bakteri yang diamati dibawah mikroskop

21

Page 22: LAPORAN GABUNGAN

4.1.6 Pewarnaan dan pembuatan Preparat Parasit Darah

Dari hasil praktikum yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:

Gambar 8. Penampakan eritrosit dan leukosit melalui mikroskop

Gambar 9. Penampakan trombosit, monosit, dan basofil

Jumlah Eritrosit = ∑n x 104 sel/ml

= 473 x 104 sel/ml

22

Page 23: LAPORAN GABUNGAN

= 4.730.000 sel/ml

Jumlah Leukosit = ∑n x 500 sel/ml

= 974 x 500 sel/ml

= 487.000 sel/ml

Dari hasil ini berarti jumlah leukosit melebihi batas normal yaitu 200.000-300.000

sel/ml. Artinya terjadi keabnormalan pada jumlah leukosit, hal ini dimungkinkan

karena ikan mengalami sakit atau terserang parasit sehingga produksi leukosit

meningkat.

Gambar 10. Penampakan granulosit basofil

4.2. Pembahasan

Dactylogyrus sp mempunyai ophistapor (posterior suvker) dengan 1 – 2

pasang kait besar dan 14 kait marginal yang terdapat pada bagian posterior.

Kepala memiliki 4 lobe dengan dua pasang mata yang terletak di daerah pharynx.

Dactylogyrus merupakan ektoparasit cacing yang ditemukan menyerang

insang ikan dan jarang ditemukan pada permukaan tubuh ikan. Ikan yang

23

Page 24: LAPORAN GABUNGAN

terinfeksi tampak stress, berenang terus menerus, berkumpul di dekat pintu

pemasukan air. Insang berwarna pucat, ditutup oleh lendir, dan sering berbentuk

seperti mozaik. Pada titik dimana jangkar cacing mencengkeram, terlihat adanya

kerusakan epithelium dan terganggunya jaringan. Rusaknya epithelium ditambah

dengan produksi lendir yang berlebihan, akan mengganggu pertukaran gas

oksigen. Akibatnya sel-selnya akan mati dan tidak berfungsi. Akibatnya ikan akan

mati dan tidak berfungsi. Akibatnya ikan akan mati karena tidak dapat bernafas

dengan baik. Parasit cacing ini termasuk parasit penting, karena secara nyata dapat

merusak filament insang, dan relatif lebih sulit dikendalikan (Walker, 2005).

Efek patologi dari parasit Dactylogyrus sp adalah kerusakan yang sangat

parah pada insang yaitu: pendempetan antara lamella sekunder (fusion),

pembengkakan pada ujung lamella sekunder (distal hyperflasia), pembengkakan

pada pangkal lamella sekunder (basal hyperflasia), dan terjadinya produksi

lendir/mucus yang berlebihan. Menurut Takhasima dan Hibiya (1995), apabila

terjadi kelebihan sel mucus pada lamella primer dan fusion (pendempetan lamella)

dan hyperflasia pada lamnella sekunder maka ini merupakan tanda kerusakan

yang sudah parah akibat parasit, bakteri, atau kerusakan akibat zat kimia.

Penyerangan dimulai dengan cacing dewasa menempel pada insang atau

bagian tubuh lainnya. Setelah matang gonad, telurnya akan jatuh ke perairan.

Dalam 2 – 3 hari dengan suhu 24 – 28 O C, telur yang jatuh akan menjadi larva

infektif kemudian membentuk dua tonjolan di bagian anterior. Pecahnya tersebut

terjadi akibat adanya tekanan dari dalam dorongan perkembangan larva.

Kemudian larva akan keluar dan berenang bebas mencari inang untuk tumbuh

24

Page 25: LAPORAN GABUNGAN

menjadi dewasa. Bila dalam 10 jam tidak menemukan inang yang cocok, maka

larva tersebut akan mati.

Pada suhu 20 – 28 O C larva Dactylogyrus sp. Yang tidak menemukan

inang hanya bisa bertahan 12 jam. Telur Dactylogyrus sp. Sangat resisten

terhadap lingkungan. Pada suhu 23 O C telur akan menetas dalam 2,5 – 4 hari.

Pada suhu 13 – 14 O C larva akan menjadi dewasa dalam 4,5 minggu.

Trichodina sp. menginfeksi dengan cara menempel di lapisan epitel ikan

dengan bantuan ujung membran yang tajam. Setelah menempel, parasit segera

berputar-putar sehingga merusak sel-sel di sekitar tempat penempelannya,

memakan sel-sel epitel yang hancur dan mengakibatkan iritasi yang serius. Pada

lingkungan dengan populasi parasit yang cukup tinggi, umumnya apabila kadar

bahan organik cukup tinggi, kondisi ini menjadi lebih berbahaya (Sachlan, 1952).

Ikan yang terserang parasit Trichodina sp., akan menjadi lemah dengan

warna tubuh yang kusam dan pucat (tidak cerah), produksi lendir yang berlebihan

dan nafsu makan ikan turun sehingga ikan menjadi kurus, gerakan lamban, sering

menggosok-gosokkan tubuhnya pada dinding kolam, iritasi, tubuh ikan tampak

mengkilat karena produksi lendir yang bertambah dan pada benih ikan sering

mengakibatkan sirip rusak atau rontok (Fujaya, 1999).

Beberapa penelitian membuktikan bahwa ektoparasit Trichodina sp.,

mempunyai peranan yang sangat penting terhadap penurunan daya tahan tubuh

ikan dengan rendahnya sistem kekebalan tubuh maka akan terjadinya infeksi

sekunder. Kematian umumnya terjadi karena ikan memproduksi lendir secara

berlebihan dan akhirnya kelelahan atau bisa juga terjadi akibat terganggunya

25

Page 26: LAPORAN GABUNGAN

sistem pertukaran oksigen, karena dinding lamela insang dipenuhi oleh lendir

(Supriyadi dan Taufik, 1983).

Air yang tercemari detergen dapat mengancam kehidupan organisme

yang hidup di dalamnya, salah satunya adalah ikan. Selain ikan masih banyak

organisme lain, seperti fitoplankton, zooplankton/protozoa, cyanobacteria, dan

lain-lain. Jika organisme-organisme seperti fitoplankton mati, maka zooplankton

akan mati karena tidak ada makanan, ikan-ikan pun akan mati karena zooplankton

yang biasa dimakan tidak ada. Dengan kata lain detergen dan polutan lainnya

yang mencemari air dapat memusnahkan seluruh organisme yang hidup di

dalamnya (Adit, 2010).

Besar tidaknya pengaruh detergen dan polutan lainnya pada ikan dan

makhluk hidup lain tergantung pada konsentrasi polutan tersebut. Semakin tinggi

konsentrasi polutan, semakin besar pengaruhnya.

Eritrosit merupakan tipe sel darah yang jumlahnya paling banyak dalam

darah. Sebagian besar vertebrata mempunyai eritrosit berbentuk lonjong dan

berinti kecuali mamalia (Susanto, 2004). Eritrosit berbentuk elips, pipih dan

bernukleus yang berisi pigmen-pigmen pernafasan yang berwarna kuning hingga

merah, yang disebut haemoglobin yang berfungsi mengangkut oksigen (Darmadi,

2005). Eritrosit normal 5 juta-6 juta sel/cc. Jumlah eritrosit sangat bervariasi

antara individu yang satu dengan yang lainnya. Jumlah eritrosit diperbanyak

apabila terjadi perubahan dan atau pada waktu berada di daerah tinggi dengan

tujuan menormalkan pengangkutan O2 ke jaringan (Kusumawati, 2004). Jumlah

eritrosit dipengaruhi oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh, variasi harian, dan

26

Page 27: LAPORAN GABUNGAN

keadaan stress. Banyaknya jumlah eritrosit juga disebabkan oleh ukuran sel darah

itu sendiri (Nelson, 2001).

Leukosit dalam darah jumlahnya lebih sedikit daripada eritrosit dengan

rasio 1 : 700 (Fujaya, 2004). Leukosit adalah bagian dari sel darah yang berinti,

disebut juga sel darah putih. Di dalam darah normal didapati jumlah leukosit rata-

rata 4000- 11.000 sel/cc. Jika jumlahnya lebih dari 11000 sel/mm3 maka keadaan

ini disebut leukositosis dan bila jumlah kurang dari 4000 sel/mm3 maka disebut

leucopenia. Fluktuasi jumlah leukosit pada tiap individu cukup besar pada kondisi

tertentu seperti stres, umur, aktifitas fisiologis dan lainnya. Leukosit berperan

penting dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap benda-benda

asing. Jumlah leukosit lebih banyak diproduksi jika kondisi tubuh sedang sakit

apabila dalam sirkulasi darah jumlah leukositnya lebih sedikit dibanding dengan

eritrositnya (Poedjiani dan Suryati, 2005). Susanto (2004) menyatakan bahwa, sel

darah putih berperan dalam melawan infeksi.

27

Page 28: LAPORAN GABUNGAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Penyakit adalah terganggunya kesehatan ikan yang diakibatkan oleh

berbagai sebab yang dapat mematikan ikan. Secara garis besar penyakit yang

menyerang ikan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi

(penyakit menular) dan non infeksi (penyakit tidak menular). Penyakit menular

adalah penyakit yang timbul disebabkan oleh masuknya makhluk lain kedalam

tubuh ikan, baik pada bagian tubuh dalam maupun bagian tubuh luar. Makhluk

tersebut antara lain adalah virus, bakteri, jamur dan parasit. Penyakit tidak

menular adalah penyakit yang disebabkan antar lain oleh keracunan makanan,

kekurangan makanan atau kelebihan makanan dan mutu air yang buruk.

Penyakit dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang

di dalam tubuh ikan sehingga organ tubuh ikan terganggu. Jika salah satu atau

sebagian organ tubuh terganggu, akan terganggu pula seluruh jaringan tubuh

ikan . Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja,

melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan

(kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan) dan kondisi jasad patogen (agen

penyakit). Dari ketiga hubungan faktor tersebut dapat mengakibatkan ikan sakit.

Sumber penyakit atau agen penyakit itu antara lain adalah parasit, cendawan atau

jamur, bakteri dan virus.

Di lingkungan alam, ikan dapat diserang berbagai macam penyakit.

Demikian juga dalam pembudidayaannya, bahkan penyakit tersebut dapat

28

Page 29: LAPORAN GABUNGAN

menyerang ikan dalam jumlah besar dan dapat menyebabkan kematian ikan,

sehingga kerugian yang ditimbulkannya pun sangat besar. Penyebaran penyakit

ikan di dalam wadah budidaya sangat bergantung pada jenis sumber penyakitnya,

kekuatan ikan (daya tahan tubuh ikan) dan kekebalan ikan itu sendiri  terhadap

serangan penyakit. Selain itu cara penyebaran penyakit itu biasanya terjadi

melalui air sebagai media tempat hidup ikan, kontak langsung antara ikan yang

satu dengan ikan yang lainnya dan adanya inang perantara.

Jumlah kisaran ikan dalam keadaan normal adalah untuk sel darah merah

adalah 20.000-3.000.000 sel/ml, sedangkan sel darah putih sekitar 20.000-150.000

sel/ml. Dari hasil pengamatan dan perhitungan didapatkan bahwa ikan lele berada

pada kisaran jumlah yang banyak untuk sel darahnya. Hal tersebut disebabkan

karena adanya adaptasi fisiologi antara ikan lele dengan lingkungan tempat

hidupnya, di lumpur. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuhnya pada kondisi

lingkungan yang rendah kadar oksigen dan rentan akan serangan pada tubuhnya,

maka ikan lele dilengkapi dengan jumlah sel darah yang tergolong banyak.

5.2. Saran

Saran yang bisa diberikan untuk para praktikan adalah agar para

praktikan benar-benar melakukan praktikum ini sesuai prosedur yang ada,

sehingga hasil yang diperoleh bisa dipertanggung jawabkan. Karena ilmu yang

bisa kita peroleh dari praktikum ini sangat banyak dan bermanfaat bagi kita

kedepannya.

29

Page 30: LAPORAN GABUNGAN

DAFTAR PUSTAKA

Adit 2010. Bahan Kimia Berbahaya dalam Kehidupan Sehari-Hari. From http://klikbelajar.com/pelajaran-sekolah/pelajaran-kimia/bahan-kimia-berbahaya-dalam-kehdupan-sehari-hari/ . [diakses pada tanggal 07 Desember 2012].

Afrianto, E., 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Arif 2011. Kimia. http://k2oke.multiply.com/journal/item/43/Kimia . [diakses pada tanggal 07 Desember 2012].

Darmadi, Goenarso. 2005. Fisiologi Hewan. Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar

Fujaya, Yusinta. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. PT Rineka Cipta, Jakarta. 179 hal.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Diakses Dari http://ftp.lipi.go.id/pub/Buku_Sekolah_Elektronik/SMK/Kelas%20XII/Kelas%20XII_smk_budidaya_ikan_gusrina.pdf. [ diakses pada tanggal 07 Desember 2012].

Heckmann, R. 2003. Other Ectoparasites Infesting Fish; Copepods, Branchiurans, Isopods, Mites and Bivalves, Aquaculture Magazine, USA.

Karmana, Oman. 2007. Cerdas Belajar Biologi Kelas XI. Grafindo: Bandung.

Kusumawati, Diah. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Gadjah Mada Press.Yogyakarta.

Matsjeh, Sabirin., dkk. 1996. Kimia Organik 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nelson, J.S. 2001. Fisher Of The World. New York 524 p: John Wiley And Sons.

Poedjiani, Anna dan Suryati, Titin. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press, Jakarta.

30

Page 31: LAPORAN GABUNGAN

Sachlan, M. 1952. Notes on parasites of freshwater fishes in Indonesia. Contrib. Inl. Fish.Res. Stat. No. 2. 1 - 60.

Sarig, S. 1971. Diseases of Warmwater Fishes. TFH Publ., Neptune            City, New Jersey.

Sukadi, F., 2004. Kebijakan pengendalian hama dan penyakit ikan dalam mendukung akselerasi pengembangan perikanan budidaya. Disampaikan pada Seminar Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV di Univ. Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Supriyadi, H. 1986. The susceptibility of various fish species to infection by the bacterium Aeromonas hydrophila. p. 241 -  242. In J.L. Maclean, L.B. Dizon and L.V. Hosillos (eds) The first Asian Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.

Supriyadi, H. dan P. Taufik. 1983. Penelitian pendahuluan   immunisasi ikan dengan cara vaksinasi. Bull. Pen. PD .4 (1): 34 -36.

Susanto, Heru. 2004. Budidaya Ikan di Perkarangan. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hal.

Takashima, F dan Hibiya, T. 1995. Fish Histologi Normal and Parthological Features of Second Edition. Kadausha. Tokyo.Talunga, J. 2007. Tingkat Infeksi dan Patologi Parasit Monogenea (Cleiododiscus sp) pada Insang Benih Ikan Patin (Pangasius pangasius). Skripsi. Universitas Hasanuddin

Walker, Peter. 2005. Problematic Parasites, Department of Animal Ecology and Ecophysiology Radboud University Nijmegen, Netherlands.

31

Page 32: LAPORAN GABUNGAN

LAMPIRAN

32

Page 33: LAPORAN GABUNGAN

Alat dan Bahan yang digunakan Selama praktikum

Ikan Sepat siam Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan Lele (Clarias Sp.) Bayclin Preparat Bakteri

Methanol Safranin Aquades Giemsa

Oven Mikroskop Haemocytometer

33

Page 34: LAPORAN GABUNGAN

k

Stopwatch Nampan Jarum suntik

Objek dan cover glass Petri disk

Lampu Bunsen Gunting bedah

34