Laporan Fix Kehati Kel.8

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUM KONSERVASI ALAM Keanekaragaman Hayati : Status Perlindungan Invertebrata di Indonesia

Disusun oleh: Acep Rahadian Jatnika Stefan Nugroho Puteri Dwi Nuraeni Siti Aisyah Maulani Asri Aprilianti Anita Dwi Astuti Mentari Rizki Mayanda Pawitri 140410090025 140410090045 140410090004 140410090009 140410090013 140410090072 140410090073 140410090077

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat

keanekaragaman yang tinggi. Bahkan Indonesia dikatakan sebagai salah satu megabiodiversity country di dunia. Terdapat lebih dari 15 hingga 25% total keanekaragaman hayati ada di Indonesia. Data Bappenas 1993 menyebutkan bahwa Indonesia memiliki mammalia 515 jenis yang menempati peringkat pertama di dunia, reptilia lebih dari 600 jenis menempati peringkat ke-3, burung 1.539 jenis, amfibia 270 jenis, ikan 4.000 jenis dari 25.000 jenis yang ada di dunia, sedangkan jumlah invertebrata tidak terbilang banyaknya. Kegiatan manusia telah menyebabkan kepunahan banyak jenis makhluk hidup. Kecepatan kepunahan semakin meningkat dan sebagian jenis-jenis yang masih ada terancam punah. Upaya konservasi sangat diperlukan untuk menahan laju kepunahan satwa-satwa yang rentan. Konservasi sumberdaya alam hayati dilakukan melalui tiga kegiatan, yaitu: 1) perlindungan sistem penyangga kehidupan, 2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan 3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Dalam konteks ini, konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity) merupakan bagian tak terpisahkan dari pengertian konservasi sumberdaya alam hayati. Kapasitas memanfaatkan dan mengelola keanekaragaman hayati sangat beragam dan dipengaruhi oleh faktor budaya, nilai sosial, perbedaan lokasi, implementasi pembangunan wilayah, serta akses terhadap informasi dan teknologi. Peningkatan laju kerusakan keanekaragaman hayati diakibatkan oleh kesadaran yang kurang akan pentingnya pengelolaan keanekaragaman hayati. Hal tersebut dapat mempengaruhi proses ekologi dan fungsi ekosistem. Keanekaragaman hayati merupakan aset nasional suatu bangsa yang sangat potensial dalam mengembangkan berbagai bidang seperti ecotourisme,

biotechnology, agrobisnis, dan berbagai bidang lainnya yang berkaitan dengan pengembangan sumber-sumber keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, pemanfaatan keanekaragaman hayati tersebut hendaklah tidak dieksploitasi secara berlebihan, akan tetapi digunakan secara berkelanjutan (sustainable use) sehingga dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Dalam menghadapi perkembangan di masa sekarang ini, Indonesia harus melengkapi serta memperkuat perangkat hukum serta kelembagaan yang berkaitan dengan perlindungan terhadap keanekaragaman hayati. Selain itu, penegakkan hukum serta mengefektifkan institusi terkait merupakan upaya untuk melindungi sekaligus memanfaatkan potensi keanekaragaman hayati yang dimiliki dengan bijak. Sebagai bentuk upaya perlindungan serta pemanfaatan sumberdaya

keanekaragaman hayati dengan bijak maka hendaklah kita mampu mengetahui jenisjenis spesies yang ada di Indonesia serta mengetahui status perlindungannya. Dengan demikian maka kita dapat ikut berkontribusi dalam upaya konservasi

keanekaragaman hayati di Indonesia. 1.2 Identifikasi Masalah Permasalahan yang ingin diketahui adalah sebagai berikut: 1. Langkah apa yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk melindungi dan mengelola keanekaragaman hayatinya? 2. Bagaimana status konservasi spesies flora dan fauna di Indonesia? 1.3 Maksud, Tujuan dan Kegunaan Praktikum Adapun maksud dan tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui langkah-langkah atau cara yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam melindungi keanekaragaman hayati di Indonesia. 2. Untuk mengetahui jenis, status, distribusi, dan manfaat flora fauna di Indonesia. Kegunaan praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengkaji kebijakankebijakan mengenai konservasi keanekaragaman hayati yang berlaku di Indonesia dan internasional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di bumi, beserta interaksi diantara mereka dan antara mereka dengan lingkungannya. Keanekaragaman hayati atau keragaman hayati merujuk pada keberagaman bentukbentuk kehidupan: tanaman yang berbeda-beda, hewan dan mikroorganisme, gen-gen yang terkandung di dalamnya, dan ekosistem yang mereka bentuk (Anonim, 2011). Keanekaragaman hayati dapat disebabkan oleh faktor abiotik maupun oleh faktor biotik. Perbedaan keadaan udara, cuaca, tanah, kandungan air, dan intensitas cahaya matahari menyebabkan adanya perbedaan hewan dan tumbuhan yang hidup. Hal tersebut mengakibatkan adanya keanekaragaman hayati. Pada umumnya pola distribusi penyebaran tumbuhan dan hewan dikendalikan oleh faktor abiotik seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Perubahan pada faktor abiotik dapat menyebabkan organisme berkembang dan melakukan spesialisasi (Simbolon, 2009). Keanekaragaman hayati (Biodiversity) terbentuk dari berbagai macam makhluk hidup dengan ekosistemnya yang saling bergantung. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah hingga organisme tingkat tinggi. Namun secara garis besar tingkat keanekaragaman dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu (Wijaya, 2012) : 1. Keanekaragaman gen 2. Keanekaragaman spesies 3. Keanekaragaman ekosistem 2.1.1 Keanekaragaman Hayati Tingkat Gen Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, bahkan pada tingkat yang sangat kecil sekali seperti pada tingkat gen. Gen sendiri dapat diartikan sebagai materi genetik yang menurunkan sifat pada organisme, baik itu sifat yang tampak (fenotipe) maupun sifat yang tidak tampak (genotip). Gen

terdapat pada kromoson atau inti sel setiap makhluk hidup. Satu individu mempunyai susunan perangkat gen yang berbeda dengan individu lainnya tergantung pada faktor penurunnya (Wijaya, 2012). Keanekaragaman tingkat gen adalah keanekaragaman atau variasi yang dapat ditemukan di antara organisme dalam satu spesies. Perangkat gen mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini, faktor lingkungan dapat memberi pengaruh terhadap kemunculan ciri atau sifat suatu individu. Misalnya dua individu memiliki perangkat gen yang sama, tetapi hidup di lingkungan yang berbeda maka kedua individu tersebut dapat saja memunculkan ciri dan sifat yang berbeda (Simbolon, 2009). 2.1.2 Keanekaragaman Hayati Tingkat Spesies Keanekaragaman hayati tingkat spesies memiliki perbedaan yang lebih mencolok dibanding dengan keanekaragaman hayati tingkat gen. Keanekaragaman hayati pada tingkat ini merupakan keanekaragaman yang terdapat pada makhluk hidup yang tidak satu jenis namun masih memiliki hubungan kekerabatan (Wijaya, 2012). Perbedaan yang terdapat di antara organisme berbeda jenis lebih banyak dibandingkan dengan di antara organisme satu jenis. Dua organisme yang berbeda jenis mempunyai perbedaan susunan gen yang lebih banyak daripada yang tergolong dalam satu jenis (Simbolon, 2009). Contoh keanekaragaman tingkat spesies adalah yang terjadi pada tumbuhan palem, kelapa, kurma, dan sagu. Walaupun tumbuhantumbuhan tersebut termasuk golongan palem-paleman, namun memiliki bentuk fisik dan sifat yang berbeda (Wijaya, 2012). Beraneka ragam jenis memiliki perilaku, strategi hidup, bentuk, rantai makanan, ruang dan juga ketergantungan antara jenis satu dengan yang lainnya. Adanya keanekaragaman yang tinggi akan menghasilkan kestabilan lingkungan yang lebih baik pula (Hameed, 2007).

2.1.3

Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem Makhluk hidup dalam kehidupan selalu melakukan interaksi dengan

lingkungannya, baik dengan lingkungan abiotik maupun lingkungan biotik. Bentuk interaksi tersebut akan membentuk suatu sistem yang dikenal dengan isitilah ekosistem (Simbolon, 2009). Keanekaragaman hayati pada tingkat ekosistem ini menyangkut makhluk hidup dan hubungannya dengan lingkungan. Makhluk hidup dan lingkungan adalah dua hal yang akan saling bergantung satu sama lain dan tidak dapat dipungkiri bahwa seluruh makhluk hidup pasti berinteraksi dengan lingkungannya (Wijaya, 2012). Keanekaragaman hayati tingkat ekosistem ini memetakan perbedaan yang cukup besar antara tipe ekosistem, keragaman habitat dan proses ekologi yang terjadi pada tiap-tiap ekosistem. Lebih sulit untuk menjelaskan keragaman ekosistem dibandingkan dengan keragaman spesies atau genetik dikarenakan oleh batasan dari komunitas (hubungan antar spesies) dan karena ekosistem lebih mudah berubah dan dinamis (Anonim, 2011). 2.1.4 Keanekaragaman Hayati Dunia dan Indonesia Kenekaragaman hayati terbesar ditemukan di hutan hutan tropik. Walaupun daerah tropika hanya mencangkup 7 % dari luas bumi, tetapi lebih dari separuh spesies dunia dapat ditemukan di tempat tersebut (Whitemore, 1990 dalam Husodo dan Fitriani, 2012). Salah satu negara yang terletak di daerah tropik yaitu Indonesia sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain. Masing-masing ekosistem ini memiliki keaneragaman hayati tersendiri (Elgisha, 2010).

2.1.5

Manfaat Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati dapat memberikan manfaat, baik secara ekonomi,

ilmu pengetahuan, sosial dan budaya. 1. Manfaat dari Segi Ekonomi Jenis flora dan fauna dapat diperbarui dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Beberapa jenis kayu memiliki manfaat bagi kepentingan masyarakat Indonesia maupun untuk kepentingan ekspor. Beberapa tumbuhan juga dapat dijadikan sebagai sumber makanan serta dapat dimanfaatkan sebagai obat-oabatan dan kosmetika. Sumber daya yang berasal dari hewan dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan untuk kegiatan industri. 2. Manfaat dari Segi Wisata dan Ilmu Pengetahuan Kekayaan aneka flora dan fauna sudah sejak lama dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Saat ini masih banyak jenis hewan dan tumbuhan yang belum dipelajari dan belum diketahui manfaatnya. Oleh sebab itu, keadaan tersebut masih dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengembangan pengetahuan dan penelitian bagi berbagai bidang pengetahuan. 3. Manfaat dari Segi Sosial dan Budaya Masyarakat Indonesia ada yang menetap di wilayah pegunungan, dataran rendah, maupun dekat dengan wilayah perairan. Masyarakat tersebut telah terbiasa dan menyatu dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Kegiatan memanen hasil hutan maupun pertanian merupakan kebiasaan yang khas bagi masyarakat yang tinggal di pegunungan atau dataran tinggi. Masyarakat tersebut yang hidup berdekatan dengan laut, sungai, dan hutan memiliki aturan tertentu dalam upaya memanfaatkan tumbuhan dan hewan. Masyarakat memiliki kepercayaan tersendiri mengenai alam. Adanya aturan-aturan tersebut menyebabkan keanekaragaman hayati akan terus terjaga kelestariannya (Simbolon, 2009). 2.1.6 Kepunahan Keanekaragaman Hayati Kepunahan spesies dapat diartikan bahwa tidak ada satu individu dari spesies itu masih hidup di dunia (Husodo dan Fitriani, 2012). Kelompok spesies yang rentan

terhadap kepunahan dapat digolongkan sebagai berikut (Terborgh, 1974 dalam Husodo dan Fitriani, 2012) : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. spesies dengan sebaran geografis yang sempit spesies yang hanya terdiri atas satu atau beberapa spesies spesies yang anggota populasinya sediki spesies yang ukuran populasinya menurun spesies dengan kepadatan populasi rendah spesies yang memerlukan daerah jelajah yang luas spesies hewan dengan ukuran tubuh besar spesies dengan kemampuan menyebar yang lemah spesies yang bermigrasi musiman

10. spesies dengan variasi genetik yang rendah 11. spesies yang memerlukan habitat khusus 12. spesies yang hanya dijumpai pada lingkungan utuh dan stabil 13. spesies yang membentuk kelompok 14. spesies yang telah terisolasi dan belum pernah kontak dengan manusia 15. spesies yang diburu atau dipanen oleh manusia 16. spesies yang berkerabat dekat dengan spesies yang telah punah atau terancam punah Faktor faktor yang dapat menyebabkan hilangnya kenekaragaman hayati yaitu (Simbolon, 2009) : 1. Hilangnya Habitat 2. Degradasi Habitat 3. Spesies - spesies Pendatang 4. Eksploitasi secara Berlebihan 5. Perubahan iklim 2.2 Status Spesies Status spesies adalah sebuah indikator kemungkinan spesies yang terancam agar dapat bertahan hidup. Pada sistem global, daftar spesies yang dikeluarkan oleh

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) merupakan status spesies yang paling banyak digunakan (Husodo dan Fitriani, 2012). IUCN Red List of Threatened Species atau disingkat IUCN Red List adalah daftar yang membahas status konservasi berbagai jenis makhluk hidup seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan yang dikeluarkan oleh IUCN. IUCN Red List menetapkan kriteria untuk mengevaluasi status kelangkaan suatu spesies. Kriteria ini relevan untuk semua spesies di seluruh dunia. Tujuannya adalah untuk memperingatkan betapa pentingnya masalah konservasi kepada publik dan pembuat kebijakan untuk menolong komunitas internasional dalam memperbaiki status kelangkaan spesies (Burhan, 2010). 2.2.1 Kategori Status Konservasi IUCN Beberapa kategori status konservasi yang dikeluarkan oleh IUCN setidaknya ada 9 kategori status, sebagai berikut (Alamendah, 2010) : 1. Extinct (EX; Punah). Status konservasi yag diberikan kepada spesies yang terbukti (tidak ada keraguan lagi) bahwa individu terakhir spesies tersebut sudah mati. Contoh satwa Indonesia yang telah punah : Harimau Jawa dan Harimau Bali. 2. Extinct in the Wild (EW; Punah Di Alam Liar). Status konservasi yang diberikan kepada spesies yang hanya diketahui berada di tempat penangkaran atau di luar habitat alami mereka. 3. Critically Endangered (CR; Kritis) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat.. Contoh satwa Indonesia yang berstatus kritis : Harimau Sumatra, Badak Jawa. 4. Endangered (EN; Genting atau Terancam) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar yang tinggi pada waktu yang akan datang. Contoh : Banteng, Anoa, Mentok Rimba, Maleo. 5. Vulnerable (VU; Rentan) adalah status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang. Contoh : Kasuari, Merak Hijau, dan Kakak Tua Maluku. 6. Near Threatened (NT; Hampir Terancam). Status konservasi yang diberikan kepada spesies yang mungkin berada dalam keadaan terancam atau mendekati

terancam kepunahan, meski tidak masuk ke dalam status terancam. Contoh : Alapalap Doria, Punai Sumba, 7. Least Concern (LC; Berisiko Rendah) adalah kategori IUCN yang diberikan untuk spesies yang telah dievaluasi namun tidak masuk ke dalam kategori manapun. 8. Data Deficient (DD; Informasi Kurang), Sebuah takson dinyatakan informasi kurang ketika informasi yang ada kurang memadai untuk membuat perkiraan akan risiko kepunahannya berdasarkan distribusi dan status populasi. 9. Not Evaluated (NE; Belum dievaluasi); Sebuah takson dinyatakan belum dievaluasi ketika tidak dievaluasi untuk kriteria-kriteria di atas. 2.2.2 Kategori Status Konservasi Pemerintah Indonesia Pemerintah Indonesia membagi status spesies ke dalam dua kategori berdasarkan Undang Undang No. 5 Tahun 1990 yaitu : 1. Tumbuhan dan satwa dilindungi yang digolongkan ke dalam Terancam punah Spesies yang memiliki populasi yang jarang

2. Tumbuhan dan satwa tidak dilindungi Untuk melaksanakan UU tersebut, spesies yang dilindungi telah didaftarkan sebagai suatu lampiran dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 (Husodo dan Fitriani, 2012). 2.3 Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Istilah konservasi mempunyai definisi pemanfaatan dan pengelolaan alam dan sumber daya alam yang bijaksana bagi kepentingan manusia. Konsep konservasi pada intinya adalah melindungi, memanfaatkan dan mempelajari. Kegiatan konservasi mencakup beberapa sektor, yaitu sektor ilmiah, sektor sosial budaya dan sektor pengolahannya (Hameed, 2007). Dalam usaha menjaga kelestarian sumber daya hayati agar tidak punah adalah dengan cara menjaga keutuhan lingkungan tempat hidup makhluk hidup. Oleh karena itu, untuk melestarikan keanekaragaman hayati, di Indonesia terdapat (Simbolon, 2009) :

1. Cagar Alam Cagar alam adalah kawasan perlindungan alam yang memiliki tumbuhan, hewan, dan ekosistem yang khas sehingga perlu dilindungi. Perkembangan dan pertumbuhan hewan dan tumbuhan berlangsung secara alami. Cagar alam dapat dimanfaatkan untuk penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, dan wisata. 2. Suaka Margasatwa Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa, dan untuk kelangsungan hidup satwa dapat dilakuakan pembinaan terhadap habitatnya. 3. Taman Nasional Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi. Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, dan wisata. 2.4 Invertebrata Invertebrata adalah hewan yang tidak mempunyai ruas-ruas tulang belakang. Invertebrata memiliki ciri-ciri, yaitu : Kerangka tubuh umumnya terdapat di luar tubuh (eksoskeleton), Alat ekskresi pada invertebrata tingkat rendah belum ditemukan, dan pada invertebrata tingkat tinggi belum memusat pada suatu organ, Sistem saraf masih sederhana dan pusat saraf belum ada kecuali pada beberapa jenis hewan yang pusat sarafnya berupa kumpulan simpul saraf (ganglion), Berkembang biak secara generatif dan vegetatif atau kedua-duanya, dan Peredaran darahnya terbuka, dari pembuluh darah masuk ke jantung dan sebagian lagi terus beredar melalui pembuluh darah balik untuk masuk ke bagian jantung yang lain (Astuti, 2007). Invertebrata mencakup beberapa filum yang terdiri dari filum Porifera, Coelenterata, Platyhelminthes, Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Arthropoda, dan Echinodermata.

2.4.1

Porifera Porifera adalah hewan yang berlubang lubang (berpori), hidup diair tawar,

dirawa, dilaut yang dangkal, air jernih dan tenang. Tubuhnya tersusun atas jaringan diploblastik (dua lapisan jaringan). Lapisan luar tersusun oleh sel epidermis dan lapisan dalam tersusun atas sel sel leher (koanosit). Tubuh menyerupai vas bunga, memiliki rongga tubuh (spongosol) dan lubang keluar (oskulum), tubuh lunak, permukaannya berpori (ostium). Porifera memiliki dua lapisan jaringan, yaitu: a) Lapisan luar, tersusun atas sel sel yang berbentuk pipih, berfungsi sebagai epidermis. Sel ini dinamakan pinakosit. b) Lapisan dalam, tersusun atas sel sel berbentuk corong dan memiliki flagel. Sel ini dinamakan koanosit. 1. Klasifikasi Porifera Porifera terdiri atas 4 Kelas, yaitu : a. Calcarea. Sel koanosit besar, kerangka tubuh dari CaCO3 , hidup dilaut dangkal. Contoh : Scypha. b. Hexactinellida. Tubuh enam cabang atau kurang, rangka dari silikat. Contoh : Pheronema. c. Demospongiae. Hidup di air tawar, di perairan yang terkena cahaya matahari, kerangka tubuh dari silikat, spongin, atau campuran keduanya. Contoh : Spongia. d. Selenospongiae. Memiliki spikula yang tersusun atas silikat. 2. Manfaat Porifera Porifera menguntungkan manusia karena sponnya dapat digunakan untuk alat gosok tubuh. Tubuh Porifera yang mati dapat digunakan sebagai hiasan. 2.4.2 Coelenterata Colenterata merupakan hewan yang memiliki rongga, hewan diploblastik, tubuh simetri radial. Lapisan selnya terdiri dari ektoderm dan endoderm. Diantara ekstoderm dan endoderm terdapat mesoglea. Pada tubuh bagian atas terdapat mulut, yang dikelilingi tentakel. Pada permukaan tentakel terdapat knidoblas (sel penyengat /

nematosis). Hidup di air tawar maupun air laut.Tubuhnya dapat melekat pada dasar perairan. Coelenterata memiliki dua bentuk, yaitu : a) Polip, hidup soliter (menyendiri) tetapi ada yang berkoloni, tidak dapat bergerak bebas, melekat pada dasar perairan. b) Medusa, dapat menghasilkan dua macam gamet yaitu gamet jantan dan betina. Medusa dapat melepaskan diri dari induk dan berenang bebas didalam air. Bentuk seperti payung dengan tentakel yang melambai lambai. 1. Klasifikasi Coelenterata. Coelenterata dibedakan menjadi 3 Kelas, yaitu : a. Hydrozoa. Hidup soliter berbentuk polip, sedang yang berkoloni berbentuk polip dan medusa. Contoh : Hydra, Obelia, Physalia. b. Scyphozoa. Hidup menempel pada dasar perairan. Medusa berukuran besar, banyak terdapat di tepi pantai sebagai ubur ubur. Tentakelnya mengandung nematosis yang dapat mengeluarkan racun. Contoh : Aurelia aurita (Ubur-ubur). c. Anthozoa. Disebut anemone laut. Tubuh berbentuk polip, hidup di air laut yang jernih. Dapat menghasilkan kerangka yang keras dari kapur. Kerangka inilah yang merupakan batu / terumbu karang. Ada juga yang kerangka luarnya dari zat tanduk. Contoh : Euplexaura antipathes (Akar bahar). 2. Manfaat Coelenterata Ubur ubur dapat dimakan, sedangkan anemon laut, mawar laut dapat digunakan sebagai hiasan dalam akuarium. Di laut hewan ini membentuk terumbu karang, sebagai tempat berlindung ikan dan tempat wisata. 2.4.3 Platyhelminthes ( Cacing pipih) Cacing merupakan hewan yang tubuhnya lunak, tidak bercangkang, tubuh simetri bilateral. Hidup dialam bebas, parasit pada organisme. Cacing memiliki tiga lapisan kulit, yaitu : 1. Ektoderm, lapisan luar berkembang menjadi kulit. 2. Mesoderm, lapisan tengah berkembang menjadi otot, dan beberapa organ tubuh.

3. Endoderm, lapisan dalam berkembang menjadi usus. Tubuh cacing pipih dorsoventral (pipih ke arah punggung dan perut), tidak berbuku buku. Habitat di sungai, danau, laut, parasit pada tubuh organisme lain. 1. Klasifikasi Platyhelminthes Platyhelminthes, terdiri dari 3 kelas, yaitu : a. Turbellaria (Cacing berbulu getar). Turbellaria merupakan cacing pipih, dapat bergerak dengan bulu getar. Hidup bebas , diair tawar yang jernih dan belum tercemar. Contoh : Planaria b. Trematoda (Cacing Isap). Cacing pipih yang hidup parasit pada hewan dan manusia. Memiliki alat penghisap yang dilengkapi dengan kait untuk melekatkan diri pada tubuh inang. Contoh : Fasciola hepatica, Chlonorchis, Schistosoma. 2. Manfaat Platyhelminthes Cacing pipih banyak merugikan manusia. Umumnya bersifat parasit. 2.4.4 Nemathelminthes Tubuh tersusun 3 lapisan (triploblastik), tidak beruas, gilig, pada bagian depan terdapat mulut, ukuran tubuh kecil. Kulit halus dan licin dan dilapisi kutikula. Hidup dialam bebas, air, tanah, parasit pada manusia dan hewan. Contoh : 1. Ascaris lumbricoides (Cacing Usus). Hidup dalam usus manusia, kedua ujung meruncing, berwarna merah muda. Cacing jantan kecil dan ekornya bengkok, yang betina besar dan ekor lurus. 2. Ancylostoma duodenale (Cacing Tambang). Hidup di usus manusia, menghisap darah penderita, dapat menginfeksi melalui kulit kaki. 3. Enterobius vermicularis (Cacing Kremi) menyebabkan rasa gatal pada dubur. Penularan mudah sekali dan tidak diperlukan inang perantara. 4. Trichinella spiralis. Pada usus manusia cacing dewasa dapat menghasilkan larva yang dapat menembus saluran peredaran darah. 5. Wuchereria bancrofti (Cacing Filaria). Bentuk seperti benang. Hidup dalam pembuluh getah bening di kaki, sehingga menyumbat pembuluh limfe. Akibatnya

kaki menjadi bengkak dan membesar seperti kaki gajah. Penyakit karena cacing Filaria dinamakan Elephantiasis. 2.4.5 Annelida Bentuk tubuh gilig, memanjang, tersusun segmen. Segmen-segmen yang sama dinamakan metameri. Tubuh tersusun triploblastik. Annelida terdiri 3 kelas, yaitu : 1. Polychaeta. Cacing ini banyak memiliki rambut, beruas-ruas, tiap ruas memiliki parapodia dan seta, memiliki sadel (klitelum),hidup dilaut. Contoh : Eunice viridis. 2. Oligochaeta. Memiliki sedikit seta. Pada bagian depan terdapat ruas yang berbeda warna, dinamakan klitelum yang tersusun tiga ruas, didalamnya terdapat kelenjar yang berguna membungkus telur. Contoh : Pheretima sp. , Lumbricus sp. 3. Hirudinea. Merupakan cacing penghisap darah atau golongan lintah, tubuh beruasruas, pipih, berwarna hitam kecoklatan,hidup diair dan didarat. Contoh : Hirudo medicinalis, Haemadipsa javanica (Pacet). 2.4.6 Mollusca Tubuh lunak, tidak beruas-ruas, simetri bilateral, memiliki lapisan mantel yang berfungsi memproduksi zat kapur sebagai bahan cangkang, memiliki cangkang atau tidak. Cangkang terbuat dari zat kapur, terletak diluar tubuh, ada juga yang didalam tubuh. Molusca terdiri 5 kelas, yaitu : 1. Amphieura. Tubuh pipih, tidak ditemukan bagian kepala , memiliki punggung yang dilindungi cangkang. Contoh : Chaetopleura apiculata, Neomenia carimata. 2. Gastropoda. Bergerak menggunakan perut, memiliki cangkang yang melintir, kepala dibagian depan, pada bagian kepala terdapat tentakel panjang yang terdapat bintik mata dan tentakel pendek berfungsi sebagai indera pembau dan peraba. Hidup di darat, air tawar,laut. Bersifat hermafrodit, perkawinan silang. Pembuahan terjadi ditubuh betina. Contoh : Achatina fulica (bekicot). 3. Scaphopoda. Memiliki cangkok berbentuk silinder, kedua ujung terbuka, kaki muncul dari ujung cangkang yang berfungsi untuk menggali pasir. Hidup di laut, terpendam dipasir atau lumpur. Contoh : Dentalium vulgare.

4. Bivalvia. Memiliki dua cangkang yang setangkup. Kedua cangkang diikat oleh jaringan ikat yang berfungsi sebagai engsel. Cangkang tersusun atas : Periostrakum : lapisan terluar, tipis, terdiri zat tanduk Prismatik : lapisan tengah, tersusun CaCo3 Nakreas : lapisan terdalam, mengkilap, merupakan lapisan mutiara. Contoh : Ostrea (tiram), Panope generosa (kerang raksasa), Corbicula (remis). Manfaat Mollusca : 1. Menghasilkan daging sebagai sumber protein. 2. Penghasil mutiara 3. Untuk hiasan 2.4.7 Arthropoda Tubuh bersegmen, alat gerak bersegmen, rangka luar berupa kutikula. Hidup didarat, air tawar, air laut, pohon -pohon, menempel pada hewan piaraan. Arthropoda terdiri dari 4 kelas, yaitu : 1. Crustacea (Udang). Hidup di air, tubuh terdiri dari kepala-dada (Cephalothorax), badan belakang (Abdomen). Contoh : Neptunus pelagicus (rajungan), Portunus sexdentalus (kepiting), Penaeus (udang windu), Cambarus virilis(udang air tawar). 2. Arachnoidea. Ditemukan di dalam atau di permukaan tanah, tubuh terdiri kepaladada, abdomen. Antara cephalothorax dan abdomen terdapat pedisel (bagian menyempit). Contoh : Thelyphonus condutus (kalajengking), Araneus (laba-laba). 3. Myriapoda. Hewan berkaki banyak, tubuh beruas ruas, terdiri dari kepala (caput), perut (abdomen), tidak memiliki dada, ditemukan didalam atau permukaan tanah. Contoh : Julus terristris (Keluwing), Scolopendra sp.(Lipan). 4. Insecta / Hexapoda. Tubuh terdiri atas kepala (caput), dada (thorax), perut (abdomen). Hidup bebas dialam, hidup parasit, dapat beradaptasi dengan segala kondisi. Klasifiksi Insecta / Hexapoda : a. Apterygota. Serangga tidak bersayap, tidak bermetamorfosis, kepala, dada, perut tidak jelas perbedaannya, mulut menggigit. Contoh : Lepisma (kutu buku)

b. Pterygota Serangga bersayap, terdiri dari beberapa ordo antara lain : Odonata, contoh : Capung Orthoptera, contoh : Stagmomantis (belalanng sembah) Isoptera/Archiptera, contoh: Helmithermes sp.(rayap). Hemiptera, contoh : Cimex (kutu busuk), Leptocorisa acuta (walang sangit) Homoptera, contoh : Pediculus capitis (kutu kepala) Coleoptera, contoh : Dysticus marginalis (kepik air) Lepidoptera, contoh : Attacus atlas (Kupu Gajah) Diptera, contoh : Musca domestika (lalat rumah), Culex sp. Shiponoptera, contoh : Clenocephalus felis (kutu kucinng) Hymenoptera, contoh : Apis cerana (lebah madu), Xylocopa sp. Peranan serangga bagi manusia yaitu : a. Yang Menguntungkan : 1. Lebah madu menghasilkan madu. 2. Ulat sutera, penghasil benang sutera 3. Membantu penyerbukan 4. Pengendali populasi hama secara biologis (serangga predator). 5. Membantu mengurai sampah b. Yang Merugikan 1. Larva Lepidoptera merusak daun tanaman. 2. Nyamuk dan lalat penular penyakit 3. Walang sangit merusak padi 4. Wereng merusak padi 2.4.8 Echinodermata Hewan yang memiliki kulit berduri, kulit keras terbuat dari zat kapur maupun kitin, tubuh simetri radial, memiliki lima lengan, mulut dibawah dan anus diatas, hidup dilaut dengan air yang jernih, dan tidak bergelombang.

1. Klasifikasi Echinodermata Echinodermata terdiri atas 5 kelas, yaitu : a. Asteroidea. Bentuk seperti bintang, organ bercabang kelima lengan, warna hitam, biru kecoklatan, merah jingga. Di jumpai di pantai. Contoh : Culcita sp. b. Ophiuroidea. Lengan panjang menyerupai ular, sering disebut bintang ular laut, tidak memiliki anus. Warna kehitam hitaman, terdapat disela sela bebatuan. Contoh : Ophiolepsis sp. (Bintang Ular) c. Crinoidea. Mirip dengan tumbuhan, memiliki 5 lengan yang bercabang cabang, melekat pada bebatuan. Contoh : Antedon, Ptilocrinus pinnatus (Lilia Laut) d. Echinoidea. Tubuh dipenuhi duri yang terbuat dari zat kapur, ada yang pendek dan panjang, bentuk bulat, tidak memiliki lengan. Contoh : Deadema saxatile. e. Holothuroidea. Tubuh tidak berduri, kulit halus dan lunak, bentuk tubuh seperti ketimun, warna coklat, kehitaman dan putih, banyak dijumpai ditepi pantai. Contoh : Holothuria atra (Teripang Hitam) 2. Manfaat Echinodermata Bintang laut untuk hiasan. Teripang untuk bahan kerupuk. Sebagai pembersih pantai (Rustono, 2009).

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 HasilStatus PP dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi IUCN terancam punah terancam punah terancam punah dilindungi dilindungi rentan punah terbatas tidak terancam punah (Apendix II) dilindungi terancam punah dilindungi

INSECTA No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama Spesies Cethosia myrina Ornithoptera chimaera Ornithoptera goliath Ornithoptera paradisea Ornithoptera priamus Ornithoptera rotschildi Ornithoptera tithonus Trogonotera brookiana Troides amphrysus Troides andromanche Troides criton Nama Daerah Kupu bidadari Kupu sayap burung peri Kupu sayap burung goliat Kupu sayap burung surga Kupu sayap priamus Kupu burung rotsil Kupu burung titon Kupu trogon Kupu raja Kupu raja Kupu raja Keterangan populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan akan punah bila terjadi perdagangan besar-besaran populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan endemik

12 13 14 15 16 17 18

Troides haliphron Troides helena Troides hypolitus Troides meoris Troides miranda Troides plato Troides rhadamantus

Kupu raja Kupu raja Kupu raja Kupu raja Kupu raja Kupu raja Kupu raja Kupu raja Kupu raja Akar bahar, Koral hitam (semua jenis dari genus Anthiphates) Ketam kelapa Kepala kambing Triton terompet Kima tapak kuda, Kima kuku beruang Kima Cina Nautilus berongga Ketam tapak kuda Kima kunia, Lubang

dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi

dilindungi tidak terancam punah (Apendix II) dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi

populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan akan punah bila terjadi perdagangan besar-besaran Endemik Maluku dan Sulawesi populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan c Endemik Pulau Timor populasi menurun akibat kerusakan habitatnya, reproduksi lambat, meningkatnya penangkapan Endemik Pulau Tanibar Endemik Jawa dan Sumatera

19 Troides riedeli 20 Troides vandepolli ANTHOZOA 21 Anthiphates spp.

dilindungi

terancam punah

meningkatnya penangkapan

BIVALVIA 22 Birgus latro 23 24 25 26 27 28 29 Cassis cornuta Charonia tritonis Hippopus hippopus Hippopus porcellanus Nautilus popillius Tachipleus gigas Tridacna crocea

dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi

terancam punah terancam punah terancam punah terancam punah terancam punah terancam punah terancam punah terancam punah

masa perkembangan larva sangat lama meningkatnya penangkapan dikarenakan motif dan protein yang dimiliki meningkatnya penangkapan dikarenakan motif dan protein yang dimiliki meningkatnya penangkapan meningkatnya penangkapan meningkatnya penangkapan meningkatnya penangkapan meningkatnya penangkapan

30 31 32 33 34 35

Tridacna derasa Tridacna gigas Tridacna maxima Tridacna squamosa Trochus niloticus Turbo marmoratus

Kima selatan Kima raksasa Kima kecil Kima sisik, Kima seruling Troka, Susur bundar Batu laga, Siput hijau

dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi dilindungi

terancam punah terancam punah melimpah terancam punah terancam punah terancam punah

meningkatnya penangkapan meningkatnya penangkapan meningkatnya penangkapan dan habitatnya yang mudah ditemukan meningkatnya penangkapan meningkatnya penangkapan meningkatnya penangkapan

3.2

Pembahasan Keanekaragaman hayati adalah seluruh keanekaan bentuk kehidupan di bumi,

beserta interaksi dengan lingkungannya. Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada berbagai tingkat kehidupan, mulai dari organisme tingkat rendah hingga organisme tingkat tinggi. Manfaat yang diperoleh dari keanekaragaman hayati sangat melimpah, diantaranya dapat memberikan manfaat baik secara ekonomi, ilmu pengetahuan, sosial maupun budaya. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga keanekaragaman hayati dari kepunahan. Salah satu upaya tersebut dengan mendirikan taman nasional, hutan lindung, dan cagar alam. Indikator kepunahan suatu spesies dapat dilihat dari status spesies hewan tersebut. Status spesies adalah sebuah indikator kemungkinan spesies yang terancam agar dapat bertahan hidup. Dalam usaha untuk menjaga kelestarian sumber daya hayati agar tidak punah adalah dengan menjaga keutuhan lingkungan tempat tinggal makhluk hidup. Cagar Alam merupakan kawasan perlindungan alam yang memiliki tumbuhan, hewan, dan ekosistem yang khas sehingga perlu dilindungi. Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa. Untuk menjaga kelangsungan hidup satwa dapat dilakuakan dengan cara pembinaan terhadap habitatnya. Sedangkan taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang memiliki ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi. Taman nasional dapat dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, dan wisata. Selain upaya-upaya diatas, upaya konservasi lainnya pun sedang gencar dilakukan oleh banyak kalangan pada saat ini. Istilah konservasi mempunyai definisi pemanfaatan dan pengelolaan alam dan sumber daya alam yang bijaksana bagi kepentingan manusia. Tidak terlepas dari spesies lainnya, invertebrata merupakan salah satu spesies yang mendapatkan perhatian dalam bidang konservasi. Invertebrata merupakan hewan yang tidak mempunyai ruas-ruas tulang belakang. Spesies-spesies invertebrata antara lain adalah porifera (hewan yang berlubang berpori, hidup di air tawar, di

rawa, di laut yang dangkal, air jernih dan tenang), coelenterata, platyhelminthes, nemethelminthes, annelida, dan mollusca. Saat ini pemerintah telah menerapkan indikator-indikator atau status konservasi spesies yang memungkinkan pelestariaan pada keterbaruan dalam pengelolaan sember daya alam yang dapat diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat ditanggulangi. Pemerintah menetapkan status spesies itu ke dalam spesies dilindungi dan spesies tidak dilindungi agar dapat dilakukan perlakuan yang berbeda untuk pemanfaatan, kelestarian dan kesejahteraan rakyat. Dalam

pelaksanaannya, pemerintah Indonesia menerapkan undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan-keputusan serta kebijakan lainnya yang dapat melindungi dan mengikat semua pihak. Upaya Pemerintah Indonesia dalam konservasi keanekaragaman hayati yaitu dengan menetapkan Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah tersebut didasari karena tumbuhan dan satwa merupakan bagian dari sumber daya alam yang tidak ternilai harganya sehingga harus dirawat, dipelihara dan dijaga kelestariannya melalui upaya pengawetan jenis. Peraturan Pemerintah tersebut dibentuk untuk melaksanakan Undang - Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Alamendah, 2012). Pada sistem global, daftar status spesies dikeluarkan oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Tujuan dari didirikannya IUCN adalah untuk membantu komunitas di seluruh dunia dalam konservasi alam (Hambarsika, 2010). IUCN merupakan organisasi utama di dunia untuk mendukung tindakan-tindakan yang menjamin kelestarian alam dan sumber daya alam untuk kebudayaan, ilmiah dan ekonomi jangka panjang. Berdasarkan hasil yang diperoleh, banyak spesies-spesies invertebrata yang berasal dari kelas insecta, anthozoa dan bivalvia yang mendapatkan status perlindungan dari Peraturan Pemerintah (PP) dan IUCN. Selain mendapat status dilindungi, sebagian dari spesies-spesies ini juga mendapat status terancam punah

karena jumlahnya yang terus menurun. Kepunahan ini bisa terjadi karena beberapa faktor dan faktor yang paling mendukung adalah akibat campur tangan manusia. Insecta sering disebut serangga atau heksapoda. Heksapoda berasal dari kata heksa berarti 6 (enam) dan kata podos berarti kaki. Heksapoda berarti hewan berkaki enam. Salah satu jenis insekta yang sangat terkenal dan sering kita jumpai sehari-hari di berbagai tempat adalah kupu-kupu. Kupu-kupu mempunyai beragam jenis, namun sekarang ini populasinya kian menurun. Status kupu-kupu di Indonesia menurut peraturan pemerintah, sebagian besar masih dilindungi. Sedangkan menurut IUCN, selain memberikan status perlindungan kepada kupu-kupu tersebut, IUCN juga memberikan status terancam punah untuk beberapa spesies, antara lain kupu-kupu bidadari, kupu-kupu raja, kupu-kupu trogon, dll. Sebagian besar kupu-kupu ini memiliki status terancam punah karena sifatnya yang endemik. Banyaknya kupu kupu yang dilindungi menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 disebabkan selain karena penangkapan kupu kupu yang semakin meningkat juga karena berkurangnya serta rusaknya habitat bagi kupu kupu tersebut. Rusaknya habitat kupu-kupu umumnya disebabkan karena ulah manusia serta perubahan cuaca yang semakin tidak menentu dan perubahan ekosistem pada habitat asli kupu-kupu (Parenrengi, 2010). Selain faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, pencemaran udara pun merupakan faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah populasi kupu-kupu di Indonesia. Tingkat pencemaran udara yang terus meningkat di Indonesia akan berpengaruh pada menurunnya jumlah populasi kupu-kupu di Negara ini. Apalagi kupu-kupu merupakan binatang yang sangat peka terhadap perubahan udara di lingkungannya (Parenrengi, 2010). Populasi yang menurun tersebut semakin

mengancam keberadaan kupu-kupu di alam karena tidak diimbangi dengan jumlah individu baru yang lahir. Hal tersebut mengartikan bahwa kupu-kupu yang populasinya semakin menurun justru memiliki proses reproduksi yang lambat. Anthozoa atau dikenal dengan terumbu karang merupakan salah satu dari tiga kelas dalam Filum Coelenterata. Terumbu karang merupakan sekumpulan hewan karang yang saling bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga. Kumpulan karang

dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip (Oksatriandhi, 2011). Pemerintah Indonesia masih menerapkan status anthozoa sebagai spesies yang dilindungi karena keberadaannya yang masih mencukupi walaupun semakin berkurang, contohnya yaitu semua jenis dari genus Anthiphates (akar bahar, koral hitam). Sedangkan, IUCN menetapkan status terancam punah bagi anthozoa dari genus tersebut karena keberadaannya yang semakin berkurang dan jarang ditemukan lagi. Saat ini, kondisi terumbu karang di Indonesia terancam rusak karena banyak dipengaruhi oleh faktor alam seperti perubahan iklim maupun akibat ulah manusia sendiri. Kerusakan tersebut akibat kelalaian dan ketidakpedulian manusia terhadap kelestarian terumbu karang, serta menggunakan zat-zat yang dapat merusak kelestariannya yang akan berdampak pada kepunahan terumbu karang jika tidak diambil tindakan pencegahan. Selain itu, kerusakan lainnya dapat disebabkan oleh masih maraknya nelayan yang menggunakan bahan peledak dan ditambah pula dengan adanya pencemaran air laut. Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki terumbu karang terkaya di dunia. Sekitar 85.200 km2 atau sekitar 18% luas total terumbu karang dunia yang jumlahnya 284.300 km2 berada di hamparan dalam samudera di Indonesia(Oksatriandhi, 2011). Dalam pengertian paling luas, kerang berarti semua moluska dengan sepasang cangkang (Bivalvia). Pemerintah Indonesia masih menerapkan status bivalvia sebagai spesies yang dilindungi karena keberadaannya yang masih mencukupi walaupun jumlahnya semakin berkurang. IUCN sendiri menetapkan status terancam punah bagi sebagian besar bahkan seluruh spesies bivalvia karena keberadaannya yang semakin berkurang dan jarang ditemukan lagi. Kepunahan ini dikarenakan oleh penangkapan yang dilakukan oleh manusia. Setiap tahun penangkapan bivalvia akan bertambah seiring dengan meningkatnya permintaan konsumen, sedangkan tingkat reproduksi dari bivalvia itu sendiri sangat rendah. Selain itu, keberadaan logam berat dalam suatu perairan dapat menyebabkan terganggunya ekosistem yang terdapat dalam perairan sehingga menyebabkan matinya organisme tertentu, salah satunya yaitu barasal dari spesies kerang-kerangan.

BAB IV KESIMPULAN 1. Untuk melindungi keanekaragaman hayati Indonesia, Pemerintah Indonesia telah menetapkan PP No.7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa sebagai tindak lanjut dari Undang - Undang No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 2. Pemerintah Indonesia menciptakan kawasan konservasi keanekaragaman hayati yang terdiri dari Cagar Alam, Suaka Margasatwa dan Taman Nasional. Setiap kawasan tersebut memiliki fungsinya masing-masing dalam konservasi

keanekaragaman hayati. 3. Menurut PP No.7 Tahun 1999, status hewan invertebrata yang terdiri dari kelas insekta (ordo Lepidoptera), kelas anthozoa dan kelas bivalvia, seluruh spesiesnya berstatus dilindungi. 4. Menurut IUCN Red List, invertebrata dari kelas insekta ordo lepidoptera sebagian besar dilindungi, tetapi adapula yang terancam punah, rentan punah, terbatas dan tidak terancam punah. Untuk kelas anthozoa, status hewan dari genus Anthiphates umumnya dilindungi. Begitu pula bagi seluruh hewan dari kelas bivalvia, menurut IUCN statusnya pun dilindungi.

DAFTAR PUSTAKA Alamendah. 2010. Kategori Status Konservasi IUCN Red List. http://alamendah. wordpress.com/2010/01/14/kategori-status-konservasi-iucn-red-list/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2012. Alamendah. 2012. PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan satwa. http://alamendah.wordpress.com/peraturan-hukum/peraturan-pemerin tah/. Diakses pada tanggal 17 Maret 2012. Anonim. 2011. Keanekaragaman Hayati Laut. http://web.ipb.ac.id/~mujizat/index. php?option=com_content&task=view&id=17&Itemid=37. tanggal 16 Maret 2012. Astuti, L.S. 2007. Klasifikasi Hewan Penamaan, Ciri dan Pengelompokannya. Kawasan Pustaka. Jakarta. Burhan. Status Spesies di IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources). http://wajhuljannati.blogspot.com/2010/12/statusspesies-di-iucn-international.html. Diakses pada tanggal 15 Maret 2012. Elgisha, G.K. 2010. Keanekaragaman Hayati di Indonesia. http://grandmall10.word press.com/2010/02/10/keanekaragaman-hayati-di-indonesia/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2012. Hambarsika, A. 2010. Status Konservasi. http://madearmada.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 17 Maret 2012. Hameed. 2007. Keanekaragaman Sumber Daya Alam Hayati dan Konservasinya. http:// hameedfinder.blogspot.com/2007/06/keanekaragaman-sumber-dayaalam-hayati.html 11.13. Diakses pada tanggal 16 Maret 2012. Husodo, T. M.Si. dan Fitriani, N. S.Si, MT. 2012. Pengantar Praktikum Konservasi Alam. Jurusan Biologi FMIPA Unpad. Jatinangor. Diakses pada

Oksatriandhi, B. 2011. Menurunnya Jumlah Populasi Terumbu Karang di Perairan Gresik Akibat Polusi Laut. http://benny-oksatriandhi.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 17 Maret 2012. Parenrengi, A.S. 2010. Bantimurung The Kingdom of Butterfly. http://raja-kupu kupu.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 17 Maret 2012. Rustono, J. 2009. Invertebrata. http://jarotrustono.wordpress.com/2009/03/25/inver tebrata/. Diakses pada tanggal 17 Maret 2012. Simbolon, A.A. 2009. Keanekaragaman Hayati. http://arnold040993.wordpress.com /2009/ 02/17/keanekaragaman-hayati/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2012. Wijaya, A. 2012. Pengertian Keanekaragaman Hayati. http://iwak-pithik.blog spot.com/2012/01/pengertian-keanekaragaman-hayati.html. Diakses pada tanggal 16 Maret 2012.