Laporan Denny Suhendra

  • Upload
    -

  • View
    239

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    1/164

    1

    Oleh :

    DENNY SUHENDRA

    NIM. 111.050.002

    JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

    FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

    YOGYAKARTA

    2011

    GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI – MINERALISASI

    DAERAH DESA TEMBORO, KECAMATAN KARANG TENGAH,

    KABUPATEN WONOGIRI, PROPINSI JAWA TENGAH

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    2/164

    2

    HALAMAN PENGESAHAN

    Disusun Oleh :

    Denny Suhendra

    111.050.002

    Disusun Sebagai Salah Satu Syarat

    Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Geologi

    Yogyakarta, 16 Agustus 2011

    Menyetujui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Ir. Suprapto, MT  Ir. H. Achmad Rodhi, M.T.

    NIP : 19570514 199003 1 001  NIP: 19540511 198303 1 001

    Mengetahui,

    Ketua Jurusan

    Ir. Sugeng Raharjo, MT

    NIP. 19581208 199203 1 001

    KATA PENGANTAR

    GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI - MINERALISASI

    DAERAH DESA TEMBORO, KECAMATAN KARANG TENGAH

    KABUPATEN WONOGIRI,

    PROPINSI JAWA TENGAH

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    3/164

    3

    Puji & syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan YME, atas berkat rahmat dan

    karuniaNya akhirnya penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul

    “Geologi dan Studi Alterasi-Mineralisasi Daerah Desa Temboro, Kecamatan Karang

    Tengah, Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah, dengan baik.

    Dalam penyusunan laporan skripsi ini telah banyak pihak yang membantu,

    untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1.  Ir Sugeng Raharjo selaku Ketua Jurusan Teknik Geologi Universitas

    Pembangunan Nasional”Veteran”Yogyakarta, Fakultas Teknologi Mineral,Jurusan Teknik Geologi.

    2.  Ir. Suprapto, M.T. dan Ir. H. Achmad Rodhi, M.T. selaku pembimbing I dan

     pembimbing II, yang memberikan bimbingan dan memberikan kritik saran

    sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik.

    Akhir kata penulis berharap laporan ini akan bermanfaat bagi pembaca maupun

     penulis sendiri, Amin.

    Wassalam

    Yogyakarta, 16 Agustus 2011

    Denny Suhendra

    HALAMAN PERSEMBAHAN

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    4/164

    4

    Hasil Karyaku ini Aku Persembahkan Untuk :

    1. ALLAH S.W.T Pencipta serta Penguasa Alam Semesta yang telah melimpahkan

     banyak rahmatnya dan hidayahnya dalam setiap detik kehidupanku di bumi.

    2. Junjunganku Rasullullah Muhammad S.A.W yang membawa umat manusia menuju

    derajat yang lebih sempurna.

    3. Kedua orangtuaku, adik, serta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan

    kepadaku.

    4. Bapak Ir. Suprapto, M.T. dan Bapak Ir. H. Achmad Rodhi, M.T. selaku dosen

     pembimbing.

    5. Bapak Heri, S.T. selaku pembmbing lapangan.6. Teman – teman Panglima “Pangea 05”

    7. Serta semua pihak yang tidakdapat saya sebutkan satu persatu.

    GEOLOGI DAN STUDI ALTERASI - MINERALISASI

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    5/164

    5

    DAERAH DESA TEMBORO, KECAMATAN KARANG TENGAH

    KABUPATEN WONOGIRI,

    PROPINSI JAWA TENGAH

    Denny Suhendra111.050.002

    SARI

    Secara administratif lokasi penelitian berada di Propinsi Jawa Tengah,Kabupaten Wonogiri,Kecamatan Karang Tengah. termasuk dalam Lembar Ponorogo

    (1508-1) dan Lembar Pacitan (1507-5) Kabupaten Wonogiri. Lokasi penelitian terletak pada koordinat 1110 03’ 48,7’’ - 111006’32,00’’ BT dan 8000’22,8’’ LS - 7057’40,00’’

    LS. Perjalanan dapat ditempu dari kota jogja dengan menggunakan kendaran motormaupun mobil sekitar 3 jam dari kota jogja ,dengan luas area daerah telitian 5 x 5 Km

    dengan jarak tempuh 135 km 2. 

    Secara umum gemorfologi daerah telitian kurang lebih 90% dari luasan total

    area penelitian dibentuk oleh perbukitan-perbukitan homoklin dengan kemiringanlereng landai – sangat curam. Geomorfologi daerah telitian dibagi dua pembagian

    satuan asal, satuan bentuk asal fulvial dan satuan bentuk asal struktural. Satuan betukasal fluvial hanya terdiri dari satu satuan bentuk lahan yaitu satuan bentuk lahan dataran

    alluvial (F1), kemudian satuan bentuk asal struktural dibagi menjadi tiga satuan bentuklahan yaitu: perbukitan homoklin dengan kemiringan lereng landai (S1), perbukitan

    homoklin dengan kemiringan lereng curam (S2) dan perbukitan homoklin dengankemiringan lereng sangat curam ( S3)

    Stratigrafi daerah telitian disusun oleh litologi yang terbentuk akibat vulkanismegunung api, terbagi menjadi lima satuan dari tua ke muda yaitu: breksi Panggang, breksi

    Semilir, intrusi andesit, breksi Nlanggran, Endapan Aluvial.Struktur geologi yang berkembang yang terdiri dari 2 struktur, yang pertama

     Reverse right slip fault/ sesar mendatar kanan naik  dengan arah bidang N0050E/820 di

    desa Dlepih. Sesar kedua  Normal left slip faulth dengan arah N 0600E/78

    0  sesarmendatar kiri turun di desa Hargosari.

    Tipe alterasi pada daerah telitian terdiri dari tiga tipe alterasi, yaitu: alterasisilisifikasi, propilitik dan argilik. Penamaan tipe alterasi berdasarkan kandungan

    mineral sekunder yang hadir pada litologi daerah telitian.Endapan hidrotermalnya termasuk kedalam endapan epithermal dikarenakan

     pertama ditemukanya kekar-kekar yang terisi oleh kuarsa dan mineral sulfida, pada batuan dindingnya, pola alterasinya mengikuti pola struktur yang berkembang pada

    daerah telitian, tekstur dan struktur pada urat (vein) membetuk tekstur comb structuredan fine banding mineral biji yang ditemukan seperti Pirit, kalkopirit, sfalerit, galena,

     bornit, molydenit, tipe alterasi yang ditemukan propilitik dan argilik, dan silifikasi.Logam biji yang ditemukan seperti Zn, Pb, Cu, Ag, Au, Mo. Zonasinya makin kedalam

    makin tidak beraturan, seringkali kisaran vertikalnya sangat kecil.

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    6/164

    6

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iiHALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................... iii

    KATA PENGANTAR ............................................................................................. iv

    SARI ....................................................................................................................... v

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi

    DAFTAR FOTO ...................................................................................................... xi

    DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiv

    BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

    I.1 Latar belakang .............................................................................................. 1

    I. 2 Maksud dan tujuan ....................................................................................... 1

    I. 3 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

    I.4 Lokasi penelitian .......................................................................................... 2

    I.5 Hasil penelitian ............................................................................................. 4

    I.6 Manfaat penelitian ........................................................................................ 4

    BAB II METODELOGI PENELITIAN .................................................................. 5

    II.1 Metodologi penelitian ................................................................................. 5

    II.1.1 Tahapan-Tahapan Penelitian .................................................... 5

    II.1.1.1. Tahapan Pra – Mapping .......................................................... 5

    II.1.1.2 Tahapan Pemetaan (Mapping) ................................................. 6

    II.1.1.3 Pengolahan Data ...................................................................... 6

    II.1.1.4 Analisis Data ........................................................................... 7

    II.1.1.5 Alat dan Bahan ........................................................................ 10

    II.2 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 10

    II.3 Tahap Penyelesaian dan Penyajian Data ....................................................... 10

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    7/164

    7

    BAB III DASAR TEORI ......................................................................................... 12

    III.1 Larutan Hidrotermal ................................................................................... 12

    III.2 Klasifikasi Endapan Hidrotermal. ............................................................... 12

    III.3 Alterasi Hidrotermal ................................................................................... 13

    III.3.1 Alterasi Potasik ................................................................................ 14

    III.3.2 Alterasi Silisifikasi .............................................................................. 14

    III.3.3 Alterasi Filik ....................................................................................... 15

    III.3.4 Alterasi Argilik Lanjut (Advanced Argilic).......................................... 15

    III.3.5 Alterasi Argilik.................................................................................... 15

    III.3.6 Alterasi Propilitik ................................................................................ 16

    III.4 Endapan Epitermal ...................................................................................... 17

    III.4.1 Defenisi dan batasan ............................................................................ 17

    III.4.2 Karakteristik Endapan Epitermal ......................................................... 18

    III.5 Endapan Hidrotermal Masiv Sulfida ............................................................ 20

    III.5.I Tatanan Tektonik .................................................................................. 20

    III.5.2 Bentuk dan Ukuran .............................................................................. 20

    III.5.3 Zona Alterasi dan Mineralisasi ............................................................. 21

    III.5.4 Sumber dan Lingkungan Pengendapan Logam ..................................... 22

    III.5.5 Tipe-Tipe Deposit Galena ( Timah Hitam) ........................................... 23

    III.6 Endapan Sistem Porfiri ................................................................................ 25

    III.6.1 Sistem Porfiri Plutonik ......................................................................... 25

    III.6.2 Sistem Porfiri Vulkanik ........................................................................ 25

      III.6.3 Sistem Porfiri Klastik ........................................................................... 25

      III.6.4 Model alterasi ...................................................................................... 26

      III.6.5 Pola Alterasi – Mineralisasi Pada Sistem Porfiri ................................... 26

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    8/164

    8

    BAB IV GEOLOGI REGIONAL ............................................................................. 28

    IV.1 Fisiografi .................................................................................................... 28

    IV.2 Stratigrafi Pegunungan Selatan ................................................................... 28

    IV.2.1 Endapan Aluvial(Qa) .......................................................................... 29

    IV.2.2 Endapan Kipas Aluvial (Qaf) .............................................................. 29

    IV.2.3 Lahar Lawu (Qha) ............................................................................... 30

    IV.2.4 Lava Condrodimuko (Qvcl) ................................................................ 30

    IV.2.5 Lava anak (Qval)................................................................................. 30

    IV.2.6 Lava G.api Lawu (Qvl) ....................................................................... 30

    IV.2.7 Lava Jobolarangan (Qvjb) ................................................................... 30

    IV.2.8 Lava sidoramping (Qvsl) .................................................................... 31

    IV.2.9 Breksi Jobolarangan (Qvjb) ................................................................ 31

    IV.2.10 Tuff Tambal ( Qvri) ............................................................................ 31

    IV.2.11 Lava Butak (Qvbl) .............................................................................. 31

    IV.2.12 Tuff Butak (Qbt) ................................................................................. 31

    IV.2.13 Tuff Jobolarangan (Qvjt) .................................................................... 31

    IV.2.14 Batuan Gunung Willis (Qvw) ............................................................. 32

    IV.2.15 Formasi Wonosari (Tmwl) .................................................................. 32

    IV.2.16 Formasi Sampung (Tmsl) ................................................................... 32

    IV.2.17 Anggota Cendono Formasi Sampung (Tmcs) ..................................... 34

    IV.2.18 Formasi Nlanggran (Tmm) ................................................................. 34

    IV.2.19 Formasi Semilir (Tms) ........................................................................ 35

    IV.2.20 Formasi Dayakan (Tomd) ................................................................... 25

    IV.2.21 Formasi Panggang (Tomp) ................................................................. 36

    IV.2.22 Formasi Watupatok (Tomw) ............................................................... 36

    IV.3 Struktur geologi dan tektonik regional ....................................................... 39

    BAB V GEOLOGI DAERAH TELITIAN ............................................................... 41

    V.1 Geomorfologi Daerah Telitian ...................................................................... 41

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    9/164

    9

    V.2. Dasar Pembagian Satuan Geomorfologi ....................................................... 41

    V.2.1Satuan Bentuk Asal Fluvial .................................................................... 42

    V.2.2 Satuan Bentuk Asal Struktural .............................................................. 42

    V.2.2.1 Perbukitan Homoklin Dengan Kemiringan Lereng Landai ............ 42

    V.2.2.2 Perbukitan Homoklin Dengan Kemiringan Lereng Curam ............. 43

    V.2.2.3 Perbukitan Homoklin Dengan Kemiringan Lereng Sangat Curam . 44

    V.3 Stratigrafi daerah penelitian ......................................................................... 44

    V.3.1 Dasar Pembagian Satuan batuan ............................................................ 45

    V.3.1.1 Satuan Breksi Panggang .............................................................. 46

    V.3.1.2 Satuan Breksi Semilir .................................................................. 49V.3.1.3 Satuan Breksi Nglanggran ............................................................ 53

    V.3.1.4 Satuan Intrusi Andesit .................................................................. 56

    V.3.1.5 Satuan Endapan Aluvial .............................................................. 58

    V.4 Struktur Geologi .......................................................................................... 58

    V.5 Sejarah Geologi ........................................................................................... 62

    BAB VI ALTERASI DAN MINERALISASI .......................................................... 64

    VI.1 Alterasi Sungai Khayangan......................................................................... 64

    VI.1.1 Alterasi Propilitik............................................................................... 64

    VI.1.2 Alterasi Argilik .................................................................................. 68

    VI.1.3 Alterasi Silisifikasi ............................................................................ 75

    VI.2 Mineralisasi daerah telitian .................................................................. 78

    VI.2.1 Mineral Sulfida .................................................................................. 78

    VI.2.1.1 Mineral Galena (Pbs) ....................................................... 79

    VI.2.1.2 Mineral Pirit/Pyite (Fes2) .................................................. 80

    VI.2.1.3 Mineral Kalkopirit/Chalcopyrite (CuFes2) ........................ 81

    VI.2.1.4 Mineral Bornit/ Bornite (Cu5Fes4) ...................................... 82

    VI.3 Hubungan mineralisasi dengan sruktur dan litologi pada daerah penelitian . 82

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    10/164

    10

    VI.4 Hasil analisa sayatan poles/mineragrafi daerah telitian ............................... 83

    VI.5 Hasil analisa geokimia daerah telitian ......................................................... 87

    BAB VII KESIMPULAN ........................................................................................ 88

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 89

    LAMPIRAN .......................................................................................... 90

    1.1 Analisa Petrografi ..................................................................................1.1-1.12

    2.1 Analisa Struktur Geologi ........................................................................2.1-2.9

    3.1 Analisa Mikropaleontologi .....................................................................3.1-3.3

    4.1 Analisa AAS ....................................................................................4.1

    5.1 Analisa XRD ..........................................................................................5.1-5.2

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    11/164

    11

    DAFTAR FOTO

    Foto 1. Foto dataran aluvial ...................................................................................... 41

    Foto 2. Foto perbukitan homoklin dengan topografi bergelombang dengan lereng

    landai ...................................................................................................................... 43

    Foto 3. Foto perbukitan homoklin dengan topografi bergelombang dengan lerengcuram ........................................................................................................................ 43

    Foto 4. Foto perbukitan homoklin dengan topografi bergelombang dengan lereng

    sangat curam ............................................................................................................ 44

    Foto 5. Singkapan breksi laharik satuan breksi Panggang ......................................... 46

    Foto 6. Sayatan petrografi fragmen breksi laharik ..................................................... 47

    Foto 7. Singkapan lava basalt satuan breksi Panggang. .............................................. 48

    Foto 8. Sayatan petrografi lava basalt ............................................ .............................48

    Foto 9. Singkapan breksi vulkaniklastik satuan breksi Semilir ................................... 50

    Foto 10. Sayatan petrografi fragmen breksi polimik .................................................. 51

    Foto 11. Singkapan batupasir satuan breksi Semilir .................................................. .51

    Foto 12.Sayatan batupasir satuan breksi semilir ........................................................ 52

    Foto 13.Singkapan breksi batuapung polimik ............................................................ 52

    Foto 14.Sayatan petrografi breksi batuapung ............................................................. 52

    Foto 15.Singkapan batugamping, satuan breksi Semilir ............................................. 53

    Foto 16.Sayatan petrografi batugamping ................................................................... 53

    Foto 17. Singkapan breksi polimik pada LP 23 ......................................................... 54

    Foto 18.Sayatan petrografi andesit pada LP 23 .......................................................... 55

    Foto 19. Intrusi Andesit pada LP 20 .......................................................................... 57

    Foto 20. Sayatan petrografi Intrusi andesit pada LP 20 ............................................. 57

    Foto 21. Dataran aluvial ........................................................................................... 58

    Foto 22. Zona breksiasi daerah Desa Hargosari ......................................................... 61

    Foto 23. Zona breksiasi daerah Desa Dlepih .............................................................. 62

    Foto 24. Alterasi propilitik pada batuan beku andesit LP 20 ..................................... 65

    Foto 25. Alterasi propilitik pada batuan breksi laharik LP 37 ................................... 65

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    12/164

    12

    Foto 26. Sayatan petrografi Alterasi propilitik pada LP 37 ........................................ 66

    Foto 27. Alterasi argilik pada breksi batuapung LP 15 .............................................. 68

    Foto 28. Sayatan petrografi alterasi argilik pada LP 15 ............................................. .69

    Foto 29.Singkapan Alterasi argilik pada Lp 06 .......................................................... 69

    Foto 30. Sayatan petrografi dan singkapan alterasi argilik pada LP 45........ ................70

    Foto 31. Singkapan dan sayatan alterasi argilik pada LP 89 ....................................... 73

    Foto 32. Alterasi silisifikasi dan Singkapan masif kuarsa pada Lp 12 ........................ 76

    Foto 33. Sayatan petrografi masif kuarsa pada Lp 12 ............................................. 76

    Foto 34. Singkapan masif kuarsa dan wall rock   tempat endapan mineral sulfida ..... .77

    Foto 35. Mineral Galena (Pbs) pada batuan dinding .................................................. 79

    Foto 36. Sayatan poles/mineragraf i mineral Galena (Pbs) ......................................... 79Foto 37. Ore deposite mineral Galena ....................................................................... 79

    Foto 38. Mineral Pirit/Pyrite (Fes2) dalam urat .......................................................... 80

    Foto 39. Sayatan poles/mineragrafi mineral pirit (Fes2) ............................................. 80

    Foto 40. Mineral Kalkopirit/ Chalcopyrite (CuFes2) .................................................. 81

    Foto 41. Sayatan poles/mineragrafi mineral Kalkopirit/Chalcopyrite (CuFes2) .......... 81

    Foto 42. Mineral Bornit/ Bornite (Cu5Fes4) ................................................................ 82

    Foto 43. Sayatan poles / Mineragrafi pada LP 88 ................................................... ...83

    Foto 44. Sayatan poles / Mineragrafi pada LP 90 ..................................................... .84

    Foto 45. Sayatan poles / Mineragrafi pada LP 45 ..................................................... .85

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    13/164

    13

    DAFTAR TABEL

    Table 1. Tabel Jadwal Penelitian ............................................................................. 3

    Tabel 2. Klasifikasi Kemiringan Lereng Menurut Zuidam ........................................ 8Table 3. Tabel Karakteristik High Sulfidation/acid-sulphate dan Low Sulfidation/

    acid-sulphate ............................................................................................. 18

    Tabel 4. Model Geologi Endapan Timbal-Seng volkanogeni .................................... 23

    Tabel 5. Tabel stratigrafi Regional Wonogiri........................................................... 29

    Tabel 6. Tabel Stratigrafi Pegunungan Selatan ......................................................... 38

    Tabel 7.Kolom Stratigrafi Daerah Telitian ..................... ........................................... 45

    Tabel 8. Temperatur Pembentukan Mineral Lp 37 .................................................... 66

    Tabel 9. Grafik Analisa XRD lp 6 ............................................................................ .70

    Tabel 10.Temperatur Peembentukan Mineral, Alterasi Argilik Pada Lp 6 ................. 72

    Tabel 11. Hasil anlisa XRD Lp 45 ............................................................................ 74

    Tabel 12.Temperatur pembentukan mineral pada Lp 45 ........................................... 75

    Tabel 13.Temperatur pembentukan mineral pada Lp 12 ........................................... 77

    Tabel 14.Temperatur pembentukan mineral pada Lp 88 ........................................... 84

    Tabel 15.Temperatur pembentukan mineral pada Lp 90 ........................................... 85

    Tabel 16.Temperatur pembentukan mineral pada Lp 45 ........................................... 86

    Tabel 17 Hasil analisa Geokimia/AAS ................................ ................................... 87

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    14/164

    14

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar. 1 Indek Peta Lokasi Penelitian RIB Jawa Tengah ....................................... 3

    Gambar. 2 Klasifikasi Penamaan Sesar Rickard ........................................................ 9

    Gambar. 3 Bagan Alur Pikir Penelitian ..................................................................... 11

    Gambar. 4 Skema/ Model System Hidrotermal ......................................................... 19

    Gambar.5 Modifikasi Penggabungan Peta Geologi Lembar Ponorogo dan

    Lembar Pacitan ........................................................................................ 40

    Gambar. 6 Hasil Analisa XRD Lp 6 .......................................................................... 71

    Gambar. 7 Hasil Analisa XRD Lp 45 ........................................................................ 74

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    15/164

    15

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1. Latar Belakang

    Karakteristik dari suatu endapan mineral akan sangat dipengaruhi oleh kondisi

     pembentukannya. Kondisi tersebut sangat erat kaitannya dengan ketersediaan larutan

    hidrotermal, karakteristik larutan, tempat terjadinya mineralisasi, dan sumber dari

    larutan hidrotermal tersebut. Tiap-tiap karakteristik tersebut dapat dikenali dari mineral-

    mineral alterasi yang terekam dalam batuan akibat terpengaruh oleh larutan hidrotermal.

    Mineral-mineral ini yang kemudian dapat menjelaskan kondisi yang paling tepat untuk

    mendapatkan mineral bijih dalam tipe endapan tertentu.

    Beberapa kasus di dunia menunjukkan bahwa proses ubahan hidrotermal hanya

     berlaku pada suatu daerah tertentu dan belum tentu berlaku untuk daerah lain. Untuk

    mengetahui keberadaanya maka dilakukan pemetaan geologi di Desa Temboro,

    Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Wonogiri yaitu melalui tahapan interpretasi

    geomorfologi, observasi singkapan, pengukuran struktur geologi, pengamatan ubahan

    hidrotermal. Dari data yang diperoleh dapat diketahui penyebaran zona aletrasidan

    kemudian dapat ditentukan faktor-faktor yang telah mempengaruhi zona aletrasi danmineral-mineral yang terdapat di daerah tersebut.

    I.2. Maksud Dan Tujuan Penelitian

    Maksud dari penlelitian ini adalah agar penulis dapat menerapkan ilmu yang

    telah didapatkan selama duduk di bangku kuliah yang akan diaplikasikan dalam dunia

    kerja, sehingga nantinya diharapkan adanya integrasi antara ilmu-ilmu geologi yang

    didapat di perkuliahan dengan kondisi geologi daerah tersebut. Selain itu pelaksanaan

     penelitian ini bermaksud untuk memenuhi salah satu syarat wajib yang dilaksanakan

    dalam memperoleh tingkat pendidikan Sarjana Strata 1 pada Program Studi Teknik

    Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

    Yogyakarta.

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    16/164

    16

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi secara

    umum dan mempelajari tentang mineralisasi yang meliputi potensi dan penyebarannya.

    Studi ini didasarkan pada analisa petrologi, petrografi/sayatan tipis, mineragrafi/sayatan

     poles, xrd, geokimia/AAS, struktur geologi serta kehadiran dari mineral ubahan untuk

    mengetahui proses mineralisasi.

    1.3. Rumusan Masalah

    Galena ( Pbs ) merupakan salah satu endapan mineral penting yang banyak dicari oleh

     para ahli geologi karena mempunyai harga jual yang cukup tinggi . Dewasa ini

    kebutuhan akan mineral galena semakin meningkat sedangkan cadangan mineral galena

    yang telah diketahui keberadaannya semakin sedikit. Oleh karena itu, diperlukan

    eksplorasi guna mendapatkan cadangan mineral galena yang baru.

    Secara garis besar permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, meliputi:

    1  Bagaimana landasan aspek geologi, geomorfologi, stratigrafi, struktur

    geologi dan sejarah geologi di daerah penelitian ?

    2  Bagaimana tipe alterasi yang berkembang di daerah telitian berdasarkan

    analisa petrografi dan XRD ?

    3  Bagaimana karakter mineralisasi terutama mineral biji berdasarkan analisa

    AAS dan Mineragrafi/sayatan poles pada daerah telitian ?

    I.4. Lokasi Dan Waktu Penelitian

    Secara administratif lokasi penelitian berada di Desa Temboro, Kecamatan

    Karang Tengah, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah. termasuk dalam Peta

    Geologi Lembar Ponorogo (1508-1), dan Peta Geologi Lembar Pacitan (1507-5) .

    Lokasi penelitian terletak pada koordinat 1110 03’  48,7’’ - 111006’32,00’’ dan

    8000’22,8’’ LS - 7

    057’40,00’’ LS, sedangkan dalam koordinat UTM 506000 mE -

    511000 mE, 9112000 mS – 9116000 mS UTM zona 57 (. Perjalanan dapat ditempuh

    dari kota Jogjakarta dengan menggunakan kendaran sepeda motor maupun mobil

    selama 3 jam dari Kota Jogja dengan jarak tempuh 135 km (Koordinat Daerah

    Penelitian lihat Gambar 1.1), dengan luas area daerah telitian 5 x 5 Km2. 

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    17/164

    17

    Gambar .1 Indek Peta Lokasi Penelitian RIB Jawa Tengah dan Peta  Insert : Peta

    Indeks( Map source)

    Tabel. 1 Jadwal penelitian .

    Kegiatan Agustus 2009Septembe

    r 2009

    Oktober

    2009

    Studi Pustaka

    (dilakukan sebelum

    keberangkatan)

    Pengumpulan Data

    Analisis Data

    Interpretasi dan

    Diskusi

    Presentasi and

    Evaluasi

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    18/164

    18

    I.5. Hasil / Keluaran yang Diharapkan

    Hasil penelitian diharapkan terdiri dari :

    1.  Lintasan

    2.  Peta Geologi

    3.  Peta Geomorfologi

    4.  Peta Semi Detail Alterasi

    5.  Peta Alterasi .

    6.  Diketahui tipe alterasi hidrotermal apa saja di daerah telitian berdasarkan

    hasil analisa petrografi dan XRD.

    7. 

    Diketahui mineral biji apa saja yang terkandung di batuan yang teralterasi

     berdasarkan hasil analisa AAS (Atomic Absorbtion Spectrofotometry). 

    I.6. Manfaat 

    Bagi Keilmuan

    Berdasarkan hasil pemetaan geologi lapangan dan kajian data eksplorasi atau

    data pada daerah telitian maka diharapkan didapatkan data berupa : 

    a.  Diketahuinya kondisi geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi dan

    sejarah geologi daerah penelitian. b.  Diketahuinya potensi-potensi geologi yang terdapat di daerah telitian, baik

     berupa potensi bahan galian yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan.

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    19/164

    19

    BAB II 

    METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA 

    II.1.  Metodologi Penelitian 

    Metodologi yang  digunakan untuk   mencapai tujuan dari  skripsi ini  dilakukan 

    dengan studi   pustaka yaitu  mempelajari semua  literatur    baik yang   berasal  dari 

    text book , jurnal,  maupun laporan penelitian yang ada  kaitanya  dengan  skripsi ini, 

    serta  mencari beberapa   permasalahan yang akan mendasari  dalam latar belakang 

    dari kasus  yang sedang  diteliti, kemudian  melakukan kegiatan  survey lapangan 

    dalam menentukan lokasi pengamatan berdasarkan   pemetaan   permukaan, 

     pengambilan  sample serta melakukan   pendeskripsian  secara  megaskopis  dan mikroskopis  batuan, serta melakukan profil. 

    Secara umum metodologi yang digunakan adalah ; 

    -  Studi  pustaka 

    -  Melakukan kegiatan survey lapangan dalam menentukan lokasi  pengamatan 

    -  Pengambilan sample serta melakukan  pendeskripsian  megaskopis  batuan. 

    -  Pengambilan sample  petrografi 

    -  Pengambilan sampel XRD

    - Pengambilan sampel sayatan poles

    II.1.1.  Tahapan – Tahapan Penelitian 

    Penelitian lapangan secara  umum dibagi menjadi  dua  tahap yaitu tahap  pra-

    mapping dan tahap pemetaan (mapping). 

    II.1.1. 1. Tahap  Pra-Mapping 

    Tahap   pra-mapping  berupa kegiatan observasi dan  survey  lapangan guna

    menentukan lokasi dan  luas  daerah  penelitian  yang  sesuai dengan  topik judul  yang 

    akan diambil penulis, baik   sebagai  secara  studi  umum  (geologi)  maupun untuk   studi

    khusus (alterasi). Setelah  lokasi penelitian didapatkan pada tahap  ini juga 

    dilakukan perijinan  dan penyiapan peta dasar  guna memperlancar   proses pelaksanaan

    tahapan kerja  berikutnya.

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    20/164

    20

    II.1.1.2. Tahap Pemetaan ( Mapping)

    Tahapan yang dilakukan selama pelaksanaan meliputi : 

    -  Membuat  jalur  lintasan untuk  lokasi  pengamatan dan  pengambilan sample. 

    -  Pembuatan lintasan-lintasan yang telah dilalui untuk  dilakukan  ploting lokasi 

    -  Melakukan   pengamatan  litologi  dan   pengambilan  sample   pada   jalur    –  

     jalur lintasan  yang telah  direncanakan.  Adapun jalur   lintasan dengan 

     jarak yang memungkinkan dilakukan  pengambilan jalur  secara detail. 

    -  Pemetaan   batuan  yang  meliputi   pemerian   batuan   beserta   pemerian 

    mineral ubahan, yang  berhubungan dengan  alterasinya. 

    -  Pemetaan struktur  yang meliputi  pengukuran data kekar  dan sesar. 

    -  Melakukan  dokumentasi  pada  singkapan  yang  dijumpai  dengan  membuat sketsa dan foto serta memberi keterangan  pada foto . 

    -  Melakukan  evaluasi  terhadap  kegiatan  yang  telah  dilakukan  dan 

    merencanakan kegiatan pada hari berikutnya  berdasarkan hasil dari evaluasi 

    harian

    II.1.1.3. Pengolahan Data

    Tahap  pengolahan data yaitu dengan  melakukan  penggabungan dari hasil studi

     pustaka dan literatur   yang dilakukan di  studio dengan hasil   pengamatan  serta

     pengambilan data lapangan yang didukung oleh analisis laboratorium, yang meliputi: 

    -  Analisa  data  litologi  yang  diikuti  analisis   petrografi  dengan  tujuan 

    untuk mengetahui   jenis   batuan,   penyebaran   batuan,   pengambilan 

    interpretasi  dalam kaitannya  sebagai  host   rock   maupun  wall rock    pada

     proses  alterasi di daerah telitian. 

    - Analisa  paleontologi  dengan  tujuan  untuk   penunjang  data  profil  sebagai

     penentuan umur  relatif

    -  Melakukan   preparasi  semua  sample  yang  akan  dilakukan  untuk  

    analisa laboratorium sehingga sample  benar   – benar  dalam kondisi siap. 

    -  Analisa struktur   Geologi untuk mengetahui struktur geologi apa saja yang

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    21/164

    21

     berkembang pasa daerah telitian dan memberikan penamaan struktur

    tersebut. 

    Data yang diambil  berupa : 

    Kekar.  Dilakukan dengan  mengamati  singkapan  di lapangan dan

     pengukuran  terhadap  kedudukan   bidangnya  dengan  menggunakan

    kompas geologi. 

    Sesar.  Pengambilan data sesar dilakukan dengan cara   pengamatan

    singkapan  dilapangan.  Setelah  itu  dilakukan  pengukuran  dari  kedudukan

     bidang sesar (strike  dan dip),  dan  gores-garis  yang  terdapat pada bidang

    sesar   tersebut  (plunge,  bearing,  dan rake)  dengan menggunakan kompas

    geologi.-  Membuat  Peta   Lay out   hasil  dari pengambilan data lapangan berupa 

    Peta Lintasan, Peta Geomorfologi, Peta Geologi, Peta Alterasi. 

    -  Menyusun  laporan dari apa yang telah dilakukan penelitian  mengenai

    kondisi Geologi  dan  alterasi  dengan berbagai permasalahanya 

    hubungannya dengan struktur   serta  litologi yang  mengontrol  hingga

    sampai pada  solusi  terhadap permasalahan   – permasalahan yang  ada

    yaitu  berupa  saran  maupun kritikan yang  bersifat membangun.

    II.1.1.4. Analisis Data 

    a. Analisa morfologi 

    Analisa morfologi  yaitu dengan membagi daerah penelitian menjadi beberapa

     bentuk lahan dengan menggunakan klasifikasi  Zuidam  (1983).  Pembagian   bentuk

    lahan.  ini  didasarkan atas   proses  geologi yang  membentuknya.  Selain itu juga 

    dilakukan penghitungan persen  kemiringan lereng  menurut metode Wenworth. 

    kemudian  hasilnya dikelompokkan  menurut klasifikasi kemiringan lereng 

    Zuidam(1983). Rumus metode wenworth adalah : 

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    22/164

    22

    Tabel  2. Klasifikasi kemiringan lereng menurut Zuidam (1983) 

    Tujuan  dari hasil analisa morfologi  yang didapat adalah untuk    pembuatan

     peta geomorfologi daerah penelitian.

     b. Analisa Struktur Geologi 

    Analisa struktur geologi ini  dilakukan  untuk mengetahui  struktur geologi 

    yang  terdapat pada daerah penelitian. Analisis secara stereografis dilakukan dengan

    cara memasukkan data struktur  geologi yang didapat sesuai dengan arah  pergerakan

    dan kedudukannya ke dalam stereonet  (wulf net ), kemudian dimasukkan  ke  dalam 

    klasifikasi  Rickard   (1972) (Gambar.2.1).  Setelah  itu  dilakukan   pengeplotan 

    kedudukan  dan   pergerakannya   pada peta. Interpretasi  kemenerusan  struktur  

    geologi  pada  daerah penelitian menggunakan hukum  V, juga dengan  pendekatan 

    fisiografi  dan  morfologi. Dari hasil  analisis tersebut dapat diketahui  hubungan

    struktur-struktur geologi yang ada  pada daerah penelitian. Tujuan dari hasil analisa 

    data struktur geologi  ini adalah untuk dasar    pembuatan peta geologi  dan 

    geomorfologi. 

    Klasifikasi ini menitikberatkan   pada   pergerakan relatif   sebenarnya, sehinggasangat  berguna dapat menafsirkan  tektonik   yang terjadi di daerah telitian serta

    orientasi terhadap tegasan  pembentuknya dari Anderson (1951). 

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    23/164

    23

    Gambar 2. Klasifikasi  penamaan sesar Rickard (1972) c. Analisa sayatan tipis 

    Analisa sayatan tipis   batuan  dengan  mikroskop   polarisator. Analisa 

    Sayatan Tipis mendapatkan  data  berupa  komposisi  dan  ciri fisik   batuan  secara

    mikroskopis,  sehingga dapat  diperoleh   penamaannya sesuai  dengan klasifikasi 

    Fischer, 1954  .  Data  sampel  batuan  dilakukan  analisa  laboratorium  seperti 

    analisa   petrografi  menurut  Williams,1954 untuk jenis batuan  volkanik,  dan 

    menurut Gilbert, 1954 untuk jenis batuan karbonat, analisa   petrografi  ini

    dilakukan  guna  mengetahui  nama   batuan secara mikroskopis, 

    Tujuan dari hasil analisis sayatan tipis ini adalah untuk   dasar   pembuatan satuan

     batuan peta geologi

    d. Analisa AAS ( Atomic Absorbtion Spectofotometry)

    Analisa AAS untuk mengetahui kandungan unsure kimia Au, Mo, Ag, Pb, dan

    Cu pada sampel batuan yang mengandung mineral bijih pada daerah gtelitian

    e. Analisa XRD ( X-Ray Defraction)

    Analisa XRD bertujuan untuk mengetahui mineral-mineral ubahan apa saja

    yang terdapat di daerah telitian

    f. Analisa Mineragrafi

    Analisa minerlgrafi/ sayatan poles bertujuan untuk mengetahui karakter

    mineral bijih yang terkandung dalam sampel batuan pada daerah telitian.

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    24/164

    24

    II.1.1.5. Alat dan Bahan 

    Untuk menunjang penelitian  lapangan  diatas   beberapa alat dan 

     perlengkapan yang dipergunakan penulis dalam membantu pengambilan data  di 

    lapangan antara lain : 

    a.  Peta dasar, berupa  peta topografi dengan skala 1:25.000.

     b.  Palu geologi, berupa palu batuan sedimen. 

    c.  Kompas geologi. 

    d.  Lup dengan  perbesaran 20X. 

    e GPS (Global Positioning system).

    f.  Komparator   batuan sedimen. 

    g.  Plastik sampel ukuran 2 kg dan larutan HCl 0,1  N.h.  Meteran dengan ukuran 30 m.

    i.  Buku catatan lapangan.

     j.  Alat tulis.

    II.2. Penelitian Terdahulu 

    Peneliti -  peneliti terdahulu: 

    1.  Bothe,1929 Stratigrafi  pegunungan selatan  bagian  barat. 

    2.  Van Bemmelen,1949. Pembagian zona fisografi  pulau Jawa. 

    3.   Nahrowi,1979. Stratigrafi Peggunungan selatan  pacitan. 

    4.  H.Sampurno,1998. Peta Geologi Regional Lembar  Ponorogo 

    II.3. Tahap Penyelesaian dan Penyajian Data

    Berdasarkan hasil dari hubungan dan perbandingan dari hasil analisa satu

    dengan yang lain, data akan disajikan berdasarkan output  berupa peta dan table.

    Sedangkan rekomendasi sebagai tahap akhir dan masukan perusahaan yang akan

    disajikan dalam bentuk laporan

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    25/164

    25

    PROPOSAL Studi Literatur

      Pustaka

     Pustaka Terdahulu 

    PERSIAPAN LAPANGAN

    PENGAMBILAN DATA

    PEMPROSESAN DAN

    ANALISA DATA

    Analisa Geologi

    : Topografi, kelurusan

    Struktur, Analisa data Kimia,

    : Pembuatan dan

    Pengamatan penyebaran unsure kimia

    Analisa Megaskopis

    HASIL ANALISA

    Pengamatan Morfologi

    Pengamatan Singkapan

    Pengamatan Litologi

    Pengamatan struktur  kelurusan

    OBSERVASI

      Peta Lintasan

      Pata Geologi

      Peta Geomorfologi

      Peta Altrasi

    LAPORAN PENELITIAN

    Gambar 3. Bagan Alur pikir penelitian

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    26/164

    26

    BAB III

    DASAR TEORI

    III.1 Larutan Hidrotermal

    Sistem hidrotermal dapat didifinisikan sebagai sirkulasi fluida panas (500 sampai

    >5000C), secara lateral dan vertikal pada temperatur dan tekanan yang bervariasi,

    dibawah permukaan bumi (Pirajno, 1992). Sistem ini mengandung dua komponen

    utama yaitu sumber panas dan fase fluida. Sirkulasi fluida hidrotermal menyebabkan

    himpunan mineral pada batuan dinding menjadi tidak stabil, cendrung menyesuaikan

    kesetimbangan baru dengan membentuk himpunan mineral yang sesuai dengan kondisi

    yang baru, yang dikenal dengan alterasi (ubahan) hidrotermal. Endapan hidrotermal

    terbentuk karena sirkulasi fluida yang melindi (leaching), mentransport, dan

    mengendapkan mineral-mineral baru sebagai respon terhadap perubahan kondisi fisik

    maupun kimiawi (Pirajno, 1992).

    Asal lain hidrotermal dari fluida meteorik pada air tanah, yang menerobos dalam

     perut bumi melalui rekahan. Kontaminasi dengan batuan dinding akan merubah

    komposisi kimia dari fluida meteorik tersebut, serta adanya konduksi batuan panas sisa

    intrusi. Larutan sisa magma akan membentuk fluida meteorik menjadi larutan

    hidrotermal, larutan ini naik kepermukaan serta mengisi rongga, rekahan, relatif sulit

    dibedakan dengan hidrotermal lainnya.

    III.2 Klasifikasi Endapan Hidrotermal.

    Klasifikasi dibuat dengan tujuan mengenal serta mempermudah cara eksplorasi

    deposit mineral. adanya perbedaan dalam pengklasifikasian, dikarenakan adanya

     perbedaan penekanan tertentu dalam tinjauannya. Klasifikasi endapan hidrotermal yangdiperkenalkan (Waldemer Lindgren,  1933 di dalam RG Roberts and PA Seahan )

    didasarkan atas perbedaan cara terbentuknya, kedalaman, serta P&T,

    menyatakan bahwa kebanyakan deposit mineral dibentuk melalui reaksi

    ”Physicochemical”larutan batuan yaitu :

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    27/164

    27

    III.2.1 Endapan Hipotermal dengan ciri sebagai berikut :

    - Temperatur pembentukan 5000- 600°C dengan tekanan yang relatif tinggi

    - Endapan berupa urat korok/dike yang berasosiasi dengan intrusi dalam

    kedalaman yang besar

    - Alterasi batuan dinding dicirikan dengan proses replacement  yang kuat.

    - Asosiasi mineralnya secara umum adalah sulfida misalnya : pirit, kalkopirit,

    galena dan spalerit serta oksidasi besi.

    III.2.2 Endapan Mesotermal dengan ciri sebagai berikut :

    - Temperatur pembentukan 2000- 500°C dengan tekanan tinggi.

    - Endapan berasosiasi dengan batuan beku asam - basa dan dekat dengan permukaan

     bumi.- Tekstur akibat cavity filling  jelas terlihat berupa crustrification  dan banding 

    sekalipun sering mengalami proses replacement.

    - Asosiasi mineralnya berupa sulfida : Au, kalkopirit, argentite, arsenit, stibnite dan

    oksida Sn.

    - Proses pengkayaan supergen encrichment  sering terjadi

    III.2.3 Endapan Epitermal, dengan ciri sebagai berikut :

    - Temperatur pembentukan 50-200°C dengan tekanan relatif rendah.

    - Tekstur replacement  tidak khas dan jarang terjadi

    - Endapan dapat dekat atau pada permukaan bumi

    - Umumnya mempunyai tekstur berlapis atau dapat berupa " fissure veins"

    - Struktur khasnya dapat berupa "cockade structure"

    - Asosiasi mineral logam dapat berupa Au dan Ag dengan gangue kalsit dan zeolit

    disamping kwarsa.

    III.3 Alterasi Hidrotermal

    Alterasi hidrotermal merupakan proses ikutan yang selalu menyertai proses

     pengendapan deposit-deposit hidrotermal. Pada prinsipnya proses ini merupakan proses

     pergantian unsur-unsur tertentu dari mineral yang ada pada batuan dinding digantikan

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    28/164

    28

    oleh unsur lain yang berasal dari larutan sehingga menjadi lebih stabil. Proses ini

     berlangsung dengan cara pertukaran ion dan tidak melalui proses pelarutan total, artinya

    tidak semua unsur penyusun mineral yang digantikan melainkan hanya unsur-unsur

    tertentu saja.

    Menurut (Borwne, 1978 dalam Corbett dan Leach,  1997), faktor yang

    mempengaruhi proses alterasi hidrotermal adalah sebagai berikut :

    -  Suhu

    -  Komposisi kimia fluida

    -  Konsentrasi larutan

    -  Komposisi batuan induk

    -  PermeabilitasPeningkatan suhu membentuk mineral yang terhidrasi lebih stabil, suhu juga

     berpengaruh terhadap tingkat kristalinitas mineral, pada suhu yang lebih tinggi akan

    membentuk suatu mineral menjadi lebih kristalin, kondisi suhu dengan tekanan dapat

    dideterminasi berdasarkan tipe alterasi yang terbentuk. Mineralogi alterasi banyak

    dipengaruhi oleh komposisi kimia fluida, menurut dan komposisi kimia fluida penting

    untuk mendeterminasi sistem potensial pembentuk bijih.

    Pada alterasi hidrotermal dapat dibagi menjadi 6 zona alterasi, yaitu :

    III.3.I Alterasi Potasik

    Menurut Corbett & Leach (1996), mineral utama dalam alterasi ini berupa

     potash feldspar sekunder & biotit sekunder, serta aktinolit + klinopiroksen.

    III.3.2 Alterasi Silisik

    Menurut Corbett & Leach (1996), zona alterasi ini dicirikan oleh kehadiran

    mineral dari kelompok silika yang stabil pada pH < 2. Kuarsa akan terbentuk

     pada suhu tinggi sedangkan pada suhu rendah (< 1000  C) akan terbentuk opal

    silika, kristobalit, tridimit, pada suhu menengah (1000

    -2000

      C) akan terbentuk

    kalsedon.

    III.3.3 Alterasi Filik

    Dicirikan oleh seritisasi hampir seluruh mineral silikat, kecuali kuarsa.

    Plagioklas feldspar tergantikan oleh serisit dan kuarsa halus. K-Feldspar

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    29/164

    29

    magmatik juga mengalami seritisasi tapi lebih kecil intensitasnya dari

     plagioklas.

    III.3.4 Alterasi Argilik Lanjut (Advanced Argilic)

    Alterasi ini terbentuk dari hasil pencucian alkali dan kalsium dari fase alumina

    seperti feldspar dan mika, tetapi hanya hadir jika aluminium tidak bersifat

    mobile, apalagi aluminium bergerak lagi diikuti dengn bertambahnya serisit dan

    terjadi alterasi serisit. Alterasi advanced argilik ini dicirikan oleh hadirnya

    mineral yang terbentuk pada kondisi asam terutama kaolinit, dickit, piropilit,

    diaspor, alunit, jarosit dan zunyit. Perlu dibedakan antara alterasi hipogen dan

    supergen. Alterasi advanced argilik hipogen terbentuk hasil kondensasi gas alam

    (terutama gas HCl) dan ketidakseimbangan SO2 dalam membentuk asam sulfurdan hidrogen sulfida. Alterasi advanced arrgilik supergen dapat terbentuk dalam

    2 macam, pertama terbentuk oleh kondensasi gas hasil pendidihan fluida

    hidrotermal yang membentuk air tanah yang teroksidasi. Oksidasi oleh atmosfer

    merubah H2S membentuk asam sulfur yang akan merombak silikat dan akan

    membentuk kaolinit dan alunit. Pada proses ikatan silikat terlepas akan

    membentuk desposit (dengan alunit) sebagai layer silikaan pada permukaan air

    tanah. Erosi yang datang kemudian membentuk layer silikaan yang berasal dari

    kaolinit dan membentuk silika cap. Kedua alterasi ini terbentuk oleh pelapukan

     batuan kaya sulfida, oksida sulfida membentuk asam sulfur yang merusak

     batuan kemudian membentuk kaolinit & alunit.

    III.3.5 Alterasi Argilik

    Menurut Corbett & Leach (1996), jenis alterasi ini dicirikan dengan kehadiran

    anggota dari kaolin (kaolinit dan dickit) dan illit (smektit, interlayer, illit-

    smektit, illit), serta asosiasi mineral transisi yang terbentuk pada pH menengah

    dan suhu rendah. Kelompok dari mineral temperatur rendah-transisi yaitu

    kelompok klorit-illit juga hadir.

    III.3.6 Alterasi Propilitik

    Jenis alterasi ini umumnya dicirikan oleh kehadiran mineral klorit – epidot –

    aktinolit (Corbett & Leach, 1996). Menurut White (1996), alterasi ini

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    30/164

    30

    mempunyai penyebaran yang terluas dan kaitannya secara langsung dengan

    mineralisasi sangat kecil. Kristal plagioklas mengalami argilitisasi dengan

    intensitas kecil, biotit mengalami perubahan menjadi klorit dengan atau tanpa

    karbonat.

    III.3.7 Pola ubahan (Style of alteration), (Pirajno, 1992)

    Kwantitas ubahan pada batuan yang disebabkan oleh derajat dan lamanya

     proses.

    a)  Pervasive

    Penggantian seluruh atau sebagian besar mineral pembentuk batuan.

    Semua mineral primer pembentuk batuan telah mengalami ubahan,

    walaupun intesitasnya berlainan.

    b)  Selectively pervasive

    Proses ubahan hanya terjadi pada mineral-mineral tertentu paa batuan.misalnya klorit pada andesit hanya mengganti piroksen saja,

    sedangkan plagioklas tidak ada yang terubah sama sekali.

    c) 

     Non-pervasive

    Hanya bagian tertentu dari keseluruhan batuan yang mengalami ubahan

    hidrotermal.

    III.3.8 Proporsi mineral (ubahan), (Kingston Morrison, 1997)

    Proporsi mineral ubahan tertentu dalam batuan.

    a)  Jarang (rare) : < 1%

     b)  Sedikit (minor ) :1-5%c)  Sedang(moderate) :5-10%

    d)  Banyak (major ) :10-15%

    e)  Melimpah ( predominat ) :>50%

    III.3.9 Intesitas Batuan, ( Kingston Morrison, 1997)

    a.  Tidak terubah (unaltered ) : Tidak ada mineral sekunder

     b.  Lemah (weak ) : Lemah < 25 vol.%

    c.  Sedang (moderat ) : Mineral sekunder 75.%

    e.  Intens (intese) : Seluruh mineral primer sekunder terubahKecuali kuarsa, zircon, apatit), tetapi strukturnya

    tetap primer masi terlihat.

    f.  Total (total) : seluruh mineral primer terubah (kecuali kuara

    zircon, dan apatit) serta tektur primer suah

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    31/164

    31

    III.3.10 Ukuran Mineral ( seperti yang digunakan pada batuan beku),

    ( Kingston Morrison, 1997)

    a.  Sangat halus (very fine) : < 0.001 mm

     b.  Halus ( fine) : 0.001-005 mmc.  Sedang (medium) : 0.05-0.25 mm

    d.  Kasar (coarse) :0.25-2.00 mm

    e.  Sangat kasar (very coarse): > 2.00 mm

    III.4 Endapan Epitermal

    III.4.1 Definisi dan Batasan

    Endapan biji epitermal ialah endapan yang terbentuk pada lingkungan

    hidrotermal dekat permukaan, mempunyai temperatur dan tekanan yang relative rendah,

     berasosiasi dengan kegiatan magmatisme kalk-alkali sub-areial, sering kali (tidak

    selalu) endapanya di jumpai di dalam produk volkanik dan sedimen volkanik. Endapan

    epitermal sering juga disebut sebagai endapan urat, pergantian, stocwork, hot spring,

    volcanic hosted   dan lain-lain. Perbedaan tersebut berdasarkan parameter yang

    digunakan dalam menggolongkan endapan epitermal.

    III.4.2 Karateristik

    Pada kenyataanya tidak mudah untuk membatasi ciri-ciri endapan yang

    termasuk epitermal dari sistem hidrotermal lainya. Seringkali kita mendapati

    kenampakan endapan, baik mineralogi maupun teksturnya merupakan gradasi dari

    endapan epitermal dengan endapan hidrotermal lain. Walaupun demikian Lindgren

    (1933) telah menulis membuat batasan endapan epitermal secara lengkap .

    Endapan Sistem Epitermal dibagi menjadi dua tipe berdasarkan sifat kimia dan

    fisika larutan hidrotermal yang tercermin dalam mineralogi ubahan (Hedenquist,

    1987 di dalam Corbett dan Leach, 1997) yaitu Epitermal bersulfida tinggi (high

    sulfidation) dan bersulfida rendah (low sulfidation). Sistem Epitermal bersulfida

    tinggi (high sulfidation) merupakan sistem yang terbentuk pada kondisi larutan

    teroksidasi akibat reaksi larutan hidrotermal yang mengandung gas-gas reaktif seperti

    CO2, SO2, H2S dan HCL dengan air meteorik relatif kecil (Rye, 1993 dalam Corbett

    dan Leach, 1997). Pada kondisi ini, gas-gas dalam larutan seperti SO2  dan H2S

    teroksidasi menjadi H2SO4. Kandungan HCL yang tinggi dalam larutan dan

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    32/164

    32

    teroksidasinya SO2  dan H2S menjadi H2SO4 menyebabkan larutan bersifat sangat

    asam. Pada kondisi ini, sulfur (S) cenderung berada dalam senyawa H2SO4 yang

    memiliki valensi 6+  yang merupakan valensi tertinggi dari sulfur sehingga disebut sebagai

    sistem epitermal  bersulfida tinggi (Hedenquist, 1987 dalam  C orbett dan Leach, 1997).Sedangkan sistem epitermal bersulfida rendah ( Low Sulfidation) merupakan sistem yang

    terbentuk akibat mineral-mineral diendapkan pada kondisi larutan tereduksi akibat reaksi

    dengan batuan samping dan air meteorik, sehingga pH larutan mendekati netral.

    Pada kondisi tersebut, sulfur (S) dominan berada dalam senyawa H2S yang memiliki

     bilangan oksida 2-  yang merupakan bilangan oksida terendah dari sulfur sehingga

    dinamakan sistem epitermal bersulfida rendah. (Hedenquist, 1987 dalam Corbett dan

    Leach, 1997).

    Tabel 3.  Karakteristik endapan High sulfidation (acid-sulphate) dan Low sulfidation(adularia-serisite) 

    (Heald, 1987 di dalam JV Lawles, PJ White, I Bogie, LA Paterson, AJ Cartwright,

    1998)

     HIGH SULFIDATION

    (ACID-SULPAHTE)

    (bersulfidasi tinggi)

     LOW SULFIDATION

    (ADULARIA-SERISIT)

    (bersulfida rendah)

    Tatanan

    struktur

    Pusat intrusi 4 dari 5 fakta di

    lapangan terjadi di tepi kaldera

    Kawsan struktural komplek di

    lingkungan vulkanik, biasanyaterdapat di kaldera

    Ukuran:Panjang/lebar

    Relatif kecil penyebaranya Beberapa sangat besar,

     biasanya 3:1 atau lebih besar

    Hubungan

    waktu

    Biji + host umurnya hampir sama

    (1 juta th)

    Mineralogi Enargit, pirit, native Au, elektrum

    dan sulfida logam

    Argentit, tetrahedrit, tennantit,

    native  silver dan emas, dan

    sulfida logam

    Data yang

    dihasilkan

    Endapan ini kaya perak dan emas,

    sering hadir juga Cu

    Endapan ini kaya akan perak

    dan emas, serta bermacam-

    macam logam.

    Alterasi Argilik lanjutan hingga argilik Serisitik hingga argilik

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    33/164

    33

    (±serisitik)

    Temperatur 3000-2000

    0C (data terbatas) 200

    0-300

    0C

    Salinitas 1-24 wt%Nacl eq 0-13 wt%Nacl eq

    Sumber fluida Dominan meteorik, kemungkinan

    komponen magmatik yang

    signifikan

    Dominan meteorik

    Sumber

    sulfide sulfur

    Tempat yang dalam,

    kemungkinan dekat magmatik

    Tempat yang dalam,

    kemungkinan berasal dari

     pencucian bantuan dindingSumber yangmembawa

    Batuan vulkanik atau fluida

    magmatikBatuan Prekambrium atau

    Fanerozoikum dibawah

    vulkanik

    Gambar. 4 Skema/model sistem hidrotermal

    ( Hedenquist, 1997 dalam Corbertt and Leach, 1997)

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    34/164

    34

    III.5 Endapan Hidrotermal Masif Sulfida

    Endapan bijih tipe kuroko adalah satu tipe endapan bijih masif sulfida yang

    cukup penting. Pembentukan endapan masif sulfida sering berasosiasi dengan sebagian

     besar jenis batuan pada kerak bagian atas. Pada Umumnya endapan ini ditemukan

     berasosiasi dengan endapan vulkanik bawah laut. Endapan yang berasosiasi dengan

    vulkanik bawah laut ini sering dikenal dengan endapan sulfida vulkanogenik yang

    terutama banyak mengandung tembaga dan timah maupun emas serta perak sebagai by

     product. Pembentukanya relatif sama endapan bijih seluruh dunia, akan tetapi endapan

    ini dapat dikenal sebagai endapan tipe kuroko. Istilah kuroko dalam bahasa jepang

     berarti bijih hitam. Endapan bijih ini juga sering disebut dengan endapan polimetalik(Zn-Pb-Cu) dan (Au-Ag).

    Bijih masif sulfida yang cukup penting yaitu endapan timah hitam biasanya

     berasal dari mineral galena (PbS), mempunyai bentuk kristal kubik dan kadang-

    kadang oktahedron, sering berasosiasi dengan mineral sfalerite, fluorite, pirit dan

    magnetite. Pb terdapat pada mineral galena (PbS), umumnya adalah sulfida,

    ditemukan di vein yang berasosiasi dengan sfalerite, pyrite, marcasite, chalcopyrite,

    cerrussite, anglesite, dolomite, calcite, quartz, barite, dan fourite.

    III.5.1 Tatanan tektonik

    Magmatisme yang membentuk dari endapan sulfida masiv. Pada umumnya

     berhubungan dengan lingkungan tektonik pada busur kepulauan, pemekaran pada

     belakang busur atau back arc, pemekaran kerak samudra, maupun palung depan busur

    atau Fore arc. Endapan tipe kuruko berasosiasi dengan stadia akhir dari pembentukan

     busur kepulauan (Sawkins,1976) atau vulkanisme pada awal pembentukan belakang

     busur (Hutchinson, 1980 dalam Edwards, 1986). Sera rejim tektonik yang berkembang

    adalah rejim tensional.

    III.5.2 Bentuk dan Ukuran

    Tubuh bijih kuroko pada umumnya masif dengan tekstur berlapis, lentikuler

    atau kadang tidak beraturan, terdiri dari beberapa bagian bijih. Ukuran tubuh bijih

    sangat bervariasi mulai dari panjang 800 m, lebar 300 m dengan ketebalan 100 m.

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    35/164

    35

    Ukuran butir halus dengan bentuk stuktur colloform, nodule dan berlapis konsentris

    (Guilbert,1986).

    Ciri – ciri endapan tipe kuroko (Sangser,1972 dalam Guilbert 1986)

      Berasosiasi dengan batuan vulkanik bawah laut berafinitas kalk-alkalin

      Cendrung terbentuk yang setempat – setempat yang berhubungan langsung

    dengan pusat aktifias vulkanisme

      Berhubungan dengan vulkanisme eksplosif yang berkomposisi asam.

      Terdiri dari 2 tipe tubuh bijih, yaitu sulfida masif dan pipa. Bijih masif pada

    umumnya berlapis dan sejajar dengan batuan vulkanik klastik disekitarnya,

    sedangkan bijih berbentuk pipa akan memotong bidang perlapisan

      Umumnya ditutupi oleh lapisan feruginos chert hematite. 

      Memperlihatkan zonasi komposisi, dengan pengkayaan (Pb-Zn) dan

     pengurangan Cu kerah atas.

    III.5.3 Zona mineralisasi dan alterasi

    Tubuh bijih tipe kuroko, dapat dibagi beberapa bagian (Hirokhoshi,1969 dalam

    Guilbert 1986, Hutchinson) zona mineralisasi berturut – turut dari bawah keatas adalah :

      Bijih silikaan (keiko) pirit-kalkopirit-kwarsa dengan stuktur stockwork yang

    terdiseminasi dengan batuan vulkanik.

      Bijih kuning (oko) terutama terdiri dari pirit-kalkopirit dan (sfalerit,barit,kuarsa)

    sebagai bijih yang berapis.

      Bijih hitam (kuroko) terdiri sfalerite-galena-barite dan sedikit

    kalkopirit,enargit,markasite serta beberapa mineral bornit juga hadir dalam

     beberapa endapan serta memiliki tekstur bijih yang berlapis.

      Bijih Gipsum (sekkoko) yang terdiri dari mineral gipsum anhidrit (pirit-

    kalkopirit-splerite-galena-kuarsa-lempung) zona ini berbentuk vein

      Bijih pirit (ryukoko) terdiri dari pirite dan sedikit kalkopirite kursa zona yang

     berbentuk pipa atau vein yang memanjang dari bawah keatas.

      Bijih barite terdiri dari hampir seluruh barite yang mempunyai bijih berlapis

    tipis

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    36/164

    36

      Lapisan ferriginous chert terdiri dari kriptokristalin kuarsa dan hematite yang

    menutupi bijih silfida yang dibawahnya bijih ini berlapis tipis.

    Tubuh bijih tipe kuroko, terdapat empat zona alterasi yang dikenal pada tubuh bijih

    kuroko (Matsukuma dan Horikhosi,1970 dalam Guilbert,1986)

      Silisifikasi yang disertai dengan sedikit serisit dan klorite. Zona ini terdapat

    dibawah tubuh bijih

      Serisit, klorite dan kuarsa yang berasosiasi dengan tubuh bijih

      Serisit, klorite dan pirit yang tedapat diatas bijih

      Monmorilonit dan zeolite yang terebar pada bagian tepi

    III.5.4 Sumber dan lingkungan pengendapan Logam

    Peranan dari densitas air klorida (brine) sangat penting didalam mengontrol tipe

    mineralisasi pada endapan sulfida masiv. Pada awalnya densitas air klorida kurang dari

    densitas air laut kemudian akan mengalami kenaikan melebihi densitas air laut sebelum

    akhir turun lagi (Sato,1977 dalam Mitchell,1981)

    Serta menurut ( Horikoshi,1969 dalam Guilbert,1986) sumber pembentukan dari

    endapan masif sulfida

      Adanya aktivitas vulkanik yang menghasilkan debris piroklastik yang

    mengandung banyak dasit disekitar kawah

      Pembentukan kubah dan aliran lava yang berkomposisi dasitik dan riolitik

    menyebabkan piroklastik dasitik mengalami resedimentasi membentuk arus

    turbidite menumpang pada batuan sedimen laut berukuran halus yang telah

    terbentuk sebelumnya.

      Intusi dome tersebut pada saat mendekati dasar laut kemudian membentuk

    erupsi eksplosif menghasilkan lapisan anglomerat dan breksi.

      Setelah ledakan tersebut, diikuti naiknya larutan yang membawa sulfur dan

    logam dasar, menorobos lava dan piroklastik. Pada saat mencapai batuan breksi

    dan tufa jenuh air garam didekat dasar air laut, larutan tersebut be reaksi secara

    cepat membentuk endapan sufida masiv bersamaan dengan silika, gypsum,

     barite yang semua me-replace batuan piroklastik didekat dasar laut.

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    37/164

    37

    Pegendapan bijih tipe kuroko diyakini terbentuk pada dasar lautan air yang cukup dalam

    (Solomon dan Walshe 1979 dalam Mitchell 1981). Hal ini didukung oleh sato (1977),

    yang menyebutkan bahwa endapan tipe kuroko dikosaka terbentuk pada kedalaman air

    sekitar 800 m dengan temperatur 3000C, serta salinitas kurang dari 10%.

    Sumber logam endapan tipe kuroko, secara genetik berhubungan dengan generasi dari

    magma toletik yang dikontrol oleh subduksi (Horikoshi 1976 dalam Mitchell 1981).

    Yang mengandung bijih berasal dari stadia akhir fraksional magma atau hasil leaching

     batuan beku yang lebih tua yang dilalui air klorida (Lambert dan Sato dalam Mitchell

    1981).

    III.5.5 Tipe-Tipe Deposit Galena (Timah Hitam)

    Tabel 4. Model Geologi Endapan Timbal-Seng volkanogeni (Horikoshi & Sato,

    1970).

    Ciri-ciri dan kriteria endapan ini :

    • Tipe batuan Vulkanik laut felsik:-intermediet, berasosiasi dengan sedimen.

    • Tekstur aliran, tuf, piroklas, breksia, dan tekstur-tekstur vulkanik lain.

    • Umur : Archean - Cenozoic.

    • Tektonik patahan dan rekahan-rekahan lokal.

    • Tipe endapan berassosiasi urat-urat kuarsa dengan emas.

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    38/164

    38

    • Deskripsi endapan mineral logam zona bawah (pirit, sphalerite, kalkopirit,

     pirotit, galena, barit); zona luar (pirit, kalkopirit, emas, perak).

    • Tekstur/struktur sebagian besar (60%) merupakan sulfida; kadangkadang

    ditemukan per(apisan zona disseminated atau stockwork sulfida.

    • Alterasi yang menyelubungi zona endapan antara lain: zeolit,

    montmorilonit, kadang-kadang silika, klorit, dan serisit.

    • Kontrol bijih pada bagian felsik didominasi batuan-batuan vulkanik/sedimen

    vulkanik: pada bagian pusat batuan vulkanik; kadang-kadang breksiasi dan

    dome fclsik.

    • Pelapukan kuning, merah, dan cuklat.

    • Contoh lokasi endapan ini: Kidd Creek, Kanada, Jepang, Macuchi, Equador.

    Gambar .6 Model Geologi Paleozoic volcanic-hosted massive sulphide deposit

    (J. Bruce Gemmell, Ross R. Large & Khin Zaw, 1998).

    Ciri-ciri dan kriteria endapan ini:

    • Berada Berada pada back-arc dan inter-arc rift volcanic basins 

    • Umur Ordovisium dan Silur

    • Bentuk endapan berupa Zn-Pb massive sulphide lens

    • Mineral-mineral utamanya adalah: pyrite, sfalerite, galena,

    chalcopyrite dan arsenopyrite.

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    39/164

    39

    • Mineral-mineral ikutannya seperti: chlorite, sericite, quarts, barite,

    carbonat.

    • Contoh endapan ini: Australia Timur, Japan, Norwegia, Canada.

    III.6 Endapan sistem porfiri

    Sistem porfiri dibagi menjadi tiga yaitu: plutonik, vulkanik, dan klasik,

     berdasarkan pengaruh dari geologi regional dan lokal McMillan dan Penteleyev

    (1980) .

    III.6.1 Sitem porfiri plutonik

    Sistem ini dicirikan oleh minimnya zona mineralisai yang konsentris. Dibentuk

    oleh pluton batholit yang sangat besar dengan fase yang sangat komplek dankebanyakan secara kimia mempunyai afinitas alk-alkalin. Breksiasi sangat umum

    yang berasosiasi dengan dike satdia akhir. Proses alterasi banyak dikontrol oleh

    rekahan, yang sebagian besar membentuk zona alterasi zona filik dan argilik,

    sedangkan alterasi potasik didapatkan secara lokal. Tipe struktur mineralisasi

     berasosiasi dengan stockwork, dengan zonasi sulfida memperlihatkan kenaikan Fe ke

    arah luar, yaitu kalkopirit dan bornit. 

    III.6.2 Sistem Porfiri Vulkanik

    Sistem ini dicirikan oleh batuan subvolkanik yang menerobos batuan vulkanik

    ekstrusif cogenetik-nya. Sistem ini dibagi menjadi tipe kalk-alkalik dan tipe alkalik

    umumnya berupa plug yang kecil (0,2-10km2) maupun sill dan dike yang terbentuk

    sub-volkanik. Pada tubuh batuan ini mempunyai inti alterasi potasik yang berukuran

    kecil, setempat memperlihatkan zona alterasi filik atau argilik, sedangkan zona

    alterasi porpilitik tersebar luas.

    III.6.3 Sistem Porfiri klastik ( hipabisal )

    Terdiri dari stock post –oregenic, sebagai komplek batuan beku yang tersusun

    oleh plug , diatrema, breksi dan dike.Umumnya mempunyai area yang relatif kecil

    (0.5-2km2), tetapi mempunyai dimensi vertikal yang besar, dengan zona alterasi tipe

     potasik, filik dan porfilitik terdapat dibagian tepi tubuh intrusi. Pada bagian inti (core)

    intrusi mineralisasi terbentuk lebih sedikit dibanding bagian tepi (shell), biasanya

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    40/164

    40

    dibagian tengah didominasi pirit, yang dikelilingi rangkaian zonasi yang di dominasi

    oleh mineral molbdneit, kalkopirit, dan terakhir adalah mineral pirit.

    III.6.4 Model Alterasi

    -  Pola alterasi pada umumnya pada tubuh intrusi dan juga pada batuan

    sekitarnya.

    -  Tipe alterasi yang terbentuk ialah potasik, filik, argilik, porfilitik.

    -  Proses Mineralisasi dan alterasi pad sistem ini sangat di pengaruhi oleh

    larutan magmatik maupun oleh air meteorit.

    III.6.5 Pola Alterasi dan mineralisasi pada sistem porfiri

    Pola alterasi dan mineralisasi pada sistem porfiri sangat tergantung padakomposisi batuan intrusi dan batuan dinding dan permeabilitas. Berdasarkan pola

    alterasi, mineralisasi dan tipe batuan intrusinya, endapan biji pada porpiri, sistem

     porfiri dibagi menjadi 2 model yaitu:

    1.  Model monzoit-kuarsa (Lowel Guilbert model)

    2.  Model diorit

    III.6.5.1 Model monzonit-kuarsa 

    -  Pada umunya batuan beku intrusinya berupa monzonit-kuarsa porfiri dan

    diorit-kuarsa pofiri, dengan pola alterasi pada bagian paling dalam adalah tipe

     potasik, kemudian kerah luar beturut-turut adalah tipe filik, argilik, dan

     porpilitik.

    -  Mineral biji yang umum pada model ini adalah pirit, kalkopirit, bornit

    molybdebit dan sedikit Au.

    III.6.5.2 Model diorit 

    -  Model ini berasosiasi dengan batuan-batuan diorit porfiri dan senit porfiri. Pola

    alterasi pada model ini tidak selengkap pada model monzonit-kuarsa, tetapi

     pada umumnya hanya didapatkan tipe alterasi potasik pada bagian dalam dan

     pada tipe porpilitik pada bagian luarnya.

    -  Mineral-mineral yang bijih yang hadir antara lain pirit, magnetit, kalkopirit,

     bornit, sedikit molybdenit, dan Au merupakan biji yang penting.

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    41/164

    41

    Gambar. 6 Pola alterasi Model Monzonit-Kuarsa Gambar. 7 Pola Alterasi Model Diorit

    Gambar. 8 Model zona ubahan dan mineralisasi dalam

    sistem Porfiritik ( Lowell and Guilbert, 1970)

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    42/164

    42

    BAB IV

    GEOLOGI REGIONAL

    IV.1. Fisiografi

    Secara administratif daerah Wonogiri terletak di selatan Kabupaten Karang

    Anyar dan sebelah barat berbatasan dengan D.I. Yogyakarta, sebelah timur daerah

    Wonogiri tepat berbatasan dengan Propinsi Jawa Timur. Sebagian besar wilayah daerah

    Wonogiri termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan, bagian utara dibatasi oleh G.

    Lawu termasuk kedalam gunung api Kuarter, sedangkan bagian selatan termasuk

    kedalam jalur gunungapi Pegunungan Selatan. Utara S. Tirtomoyo terdapat perbukitan

    dengan arah timur laut – baratdaya, sebelah selatan dari S. Tirtomoyo terdapat

     perbukitan tinggi, selain terlipat juga tersesarkan, sebagian besar morfologi terdapattonjolan yang dibentuk oleh batuan terobosan.

    IV.2. Stratigrafi Daerah Pegunungan Selatan

    Daerah Pegunungan selatan yang membujur mulai dari Yogyakarta kearah timur

    Yogyakarta kearah timur Wonosari, Wonogiri, Pacitan menerus ke daerah Malang

    selatan, terus ke daerah Blambangan, batuan Oligosen Akhir-Miosen awal di lembar

    Ponorogo (daerah telitian) dibagi menjadi 2 fasies yaitu: 1. Fasies turbidit yaitu pada

    Formasi Dayakan dan 2. Fasies gunung api pada Formasi Watupatok dan Formasi

    Panggang, ketiga satuan ini mempunyai hubungan beda fasies menjari, dan ditindih

    selaras pada Formasi Semilir, kemudian Formasi Nglanggran mempunyai litologi

     berupa batuan gunungapi andesit – basalt menindih selaras pada Formasi di bawahnya.

    Kumpulan batuan Oligosen - Miosen itu ditutupi oleh batu gamping tua yaitu Formasi

    Sampung, Formasi Sampung masih di pengaruhi oleh gejala longsoran. Runtuhnya

    klastika gampingan bagian atas ialah anggota Cendono Formasi Sampung. Formasi

    Sampung yang berumur akhir Miosen awal diterobos oleh intrusi batuan andesit, dasit,

     basalt. Runtuhan tersebut ditindih tidak selaras oleh batu gamping muda N12-N17 

    (Miosen Tengah- Pliosen) yaitu Formasi Wonosari yang dikuasai oleh batu gamping

    terumbu. Batuan gunung api muda yang berumur Kuarter menindih tidak selaras pada

    Formasi yang lebih tua.Formasi gunung api Kuarter berdasarkan batuannya dibedakan

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    43/164

    43

    menjadi 2 kelompok yaitu : 1. Kelompok Jobolarangan/Gunung Lawu tua yang berumur

    Plistosen, dan 2. Kelompok Gunung Lawu muda yang berumur Holosen. Gunung Lawu

    masigiat sampai sekarang (Sampurno dan Samudra,1997 )

    Tabel. 5 Tabel stratigrafi regional daerah Wonogiri dan sekitarnya menurut:

    (Sampurno dan Samudra, 1997) 

    IV.2.1. Endapan Aluvial

    Terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lanau dan lumpur sebagai endapan sungai.

    IV.2.2. Endapan kipas AluvialTerdiri dari kerakal, lanau yang bersisipan dengan pasir, yang terongok di bawah gawir

    yang curam dan tersesarkan.

    Qa

    Qaf

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    44/164

    44

    IV.2.3. Lahar Lawu

    Komponen andesit,basal dan sedikit batu apung beragam ukuran yang bercampur

    dengan pasir gunung api.Tersebar terutama mengisi di wilayah dataran di kaki gunung

    api atau membentuk perbukitan rendah. Di karang tengah endapan ini mengandung

    kepingan gigi dan tulang vetebrata jenis Bovidae. Mata air ditemuakan di satuan ini.

     

    IV.2.4. Lava Condrodimuko

    Lava andesit yang terlelerkan dari kawah Condrodimuko ke arah barat

    daya.Pelamparanya kearah barat laut dibatasi dengan sesar turun yang memotong

    G.lawu ke selatan oleh sesar Cemorosewu.

    IV.2.5. Lava AnakLava andesit yang mengalir daripusatnya G. Anak, Lava yang berwarna kelabu itu

    disusun oleh plagioklas,sedikit kuarsa, feldsfar dan amfibol. Aliran lava ini ketimur laut

    membentuk pematang rendah hingga kerucut parasiter G.mijil.Tebalnya tidak kurang

    dari 10 meter.

    IV.2.6. Lava G.api Lawu

    Terdiri dari tuff dan breksi gunung berapi.bersisipan lava yang bersusunan andesit.Tuff

     berbutir kasar hingga sangat kasar mengandung kepingan andesit, batuapung, feldsfar

    serta sedikit piroksin dan amfibol.sebagian felsdfarnya terubah lempung dan klorit,

    tebal lapisan lebih dari 2 meter, Breksi gunung api berwarna ke kelabu hitam terdiri dari

    komponen andesit berukuran 5 – 20 cm, terpilah buruk, butiran menyudut, masa dasar

     berupa batupasir gunung api kasar yang bersifat tuffan.Tebalnya lebih dari 5 meter,

    Lava berwrna hitam kelabu bersusunan andesit, terdiri dari plagioklas, feldsfar, sedikit

    mineral mafik dan kaca gunung api sebagian sisipan tebal rata-ratanya 1 m.

    IV.2.7. Lava Jobolarangan

    Lava andesit yang mengandung andesine,kuarsa, feldsfar dan sedikit

    hormblende.Aliran lava ke barat daya berasal dari G.Jobolarangan yang merupakan

     pucak tertinggi di kompleks lawu tua.

    Qha

    Qvcl

    Qval

    Qvl

    Qvjl

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    45/164

    45

    IV.2.8. Lava Sidoramping

    Lava bersusunan andesit berwarna kelabu tua, porfiritik: terdiri dari

     plagioklas,kuarsa dan feldsfar di dalam mikrolit plagioklas dan kaca gunungapi. Lava

     berstruktur alir ini berasal dari kompleks G.Sidoramping. G.puncakdalang, G.kukusan

    dan G.Nampiyungan,arah aliran umumnya ke barat.Lekuk seperti kawah di puncak

    G.silamuk diduga bekas letusan yang terbuka ke barat.

    IV.2.9. Breksi Jobolarangan

    Breksi gunungapi yang bersisipan lava: kedua bersusunan andesit.Sebaranya

    terutamamenempati puncak G.Lawu,dengan kemiringan lereng 30 – 50%. Tebalnya

    mencapai puluhan meter.G. Nguwrak,G.Bulu dan G. Kukusan yang disusun oleh breksi

    gunungapi yang merupakan Lawu tua yang dikelilingi oleh Endapan lahar.IV.2.10. Tuff Tambal

    Tuff kasar berwarna coklat merah, Bersusunan  Andesite, disusun oleh kepingan

    Andesite, kuarsa, feldsfar dan sedikit batuapung. Merupakan hasil dari letusan kerucut

     parasiter G.Tambal yang tebalnya kurang lebih dari 5 meter.

    IV.2.11. Lava Butak

    Lava andesit berwarna hitam kelabu dan bersifat porfiritik terdiri

    dari:plagioklas,feldsfar,kuarsa dan sedikit hormblende didalam masa dasar mikrolit

     plagioklas dan kaca gunungapi. Sebagian besar felsdfarnya terubah menjadi lempung,

    aliran lava ini diduga bersal dari kerucut parasiter G.Butak, umumnya terkekarkan

    melembar, setempat meniang.Tebal dari 2 meter.

    IV.2.11. Tuff Butak

    Tuff bersusunan andesit,berwarna coklat merah, lapuk sebagai hasil lentusan kerucut

     parasiter G.Butak di tenggara G.Jobolarangan.

    IV.2.12. Tuff Jobolarangan

    Tuff lavili dan Breksi batuapung, masing-masing mempunyai tebal rata-rata 5 dan 4

    meter. Satuan tersebar di G.Jobolaranagan. Di daerah Sarangan dan Watugarit

    seutuhnya dengan satuan yang lebih muda yaitu endapan lawu muda dibatasi dengan

    sesar Cemorosewu.Batuan gunungapi ini dihasilkan oleh G.Jobolarangan atau Lawu

    tua.

    Qvsl

    Qvjb

    Qvn

    Qvbl

    Qbt

    Qvjt

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    46/164

    46

    IV.2.13. Batuan Gunungapi Wilis

    Terutama Tuff batuapung berwarna merah disusun oleh:kuarsa, feldsfar, piroksi,

    kaca gunungapi dan komponen batuapung dasitan.Tebal lapisan rata-rata 2meter.Satuan ini merupakan hasil dari G.Wilis di Madiun.

    IV.2.14. Formasi Wonosari

    Terutama batugamping terumbu dan kalkarenit, bersisipan batu gamping konglomerat

    dan napal.Batugamping terumbu berwarna kelabu atau kelabu kecoklatan pejal dan

    kompak, mengandung. Foraminifera, moluska, ganggang, koral dan briozoa. Litologi

    ini membentuk bukit – bukit rendah berbentuk kerucut berjulang sekitar 20 meter atau

    sebagai lensa di dalam kalkarenit. Kalkarenit kelabu coklat setempat berselingan

    dengan batugamping konglomerat dan napal, mengandung foraminifera dan moluska.

    Tebalnya berkisar 1 – 2 meter. Batugamping Konglomerat mengandung batugamping

    hablur berukuran 3 – 5 cm dan mempunyai tebal 1 meter.Napal berwarna kecoklatan,

    kuning atau hijau banyak mengandung foraminifera kecil plankton. ( Groborotalia

    menardi, Gt Stakensis, Globigerina praebulldoide, Globigerinoides immartus, Orbulina

    universa, Globoguadrina altispira dan Sphaeroidinelopsis subdehiscens ), menunjukan

    umur akhir Miosen Tengah – Pliosen.Sedangkan Foraminifera Bentos kecil yang

    terdapat di napal seperti Robulus sp, Bolivina sp, Eponides sp, Rotalia sp, Bulimina sp,

    Uvigerina sp, Lagena sp, Pygro sp, dan  Bathysiphon sp, menunjukan lingkungan

    dangkal,yaitu Neritik pinggir hingga luar atau pada kedalaman 100 – 200 m.Sebaranya

    meliputi daerah Batuwarno, dan besentuhan secara sesar dengan andesit.Tidak

    terubahnya batugamping oleh terobosan tersebut menunjukkan pengendapanya yang tak

    selaras di atas batuan terobosan, secara genang laut..

    IV.2.15.Formasi Sampung

    Perulangan Kalkarenit dan Napal,batugamping terumbu,batulempung gampingan dan

    Qvw

    Tmw

    Tmsl

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    47/164

    47

    napal tuffan, setempat bersisipan dengan konglomerat anekahbahan.

    Kalkarenitnyaberwarna kelabu hingga kecoklatan, kompak, keras dan berlapis baik.

    Kalkarenit berbutir kasar mengandung komponen batuan beku, batuan sedimen dan

    kepingan foraminifera atau moluska. Setempat berstruktur perairan.Tebal lapisan rata-

    rata 30 cm.Napal berwarna kehijauan atau berwarna kecoklatan atau kehijauan di

    daerah Sampung bersifat ufan dan banyak mengandung foraminifera kecil.

    Batugamping terumbu umumnya berwarna kelabu, pejal, mengandung foraminifera,

    koral, ganggang (  Lithophylium goniolithon  ) dan brizoa.Setempat berupa lensa di

    dalam kalkarenit. Sebagai sisipan di dalam batugamping, batulempung gampingan

    mempunyai tebal rata-rata 20-30 cm. Konglomerat anekabahan setebal 50 cm disusun

    oleh komponen andesit,basalt, batupasir, batulempung, rijang, dan kuarsa, berukuran 2-5 cm. Struktur sedimen yang teramati adalah perlapisan bersusun. Di beberapa tempat

    dijumpai bongkahan batugamping di dalam batulempung atau napal, dicirikan oleh

     pelengseran bawah laut dalam pembentukanya. Gua-gua batugamping di sampung di

    daerah krast yang tidak begitu luas. Pada salah satu gua ditemukan adanya fosil tulang

    vetebrata dan artefak.Penampang kompleks terumbu di sampung menunjukan

     perkembangan di sampung. Penampang kompleks terumbu di sampung menunjukan

     perkembangan terumbu: dinding terumbu di timur, paparan terumbu di depan, di tengah

    dan jalur peralihan terumbu-depan di barat. Tidak dijumpainya endapan laguna

    menunjukan kompleks sampung sebagai  fringging reef   yang termasuk selama genang

    laut. Foraminifera pada batugamping diantaranya adalah  Lepidocyclina sumatrensis,

     L.parva, Cycloclpeus indopacificus, C.annulatus, Miogypsina thecidrformis, M.

    Complanata, Flosculinela bontangensis, Operculina sp, Upigerina hispidocostata dan

     Bolivina barbata. Kumpulan fosil tersebut mencirikan umur TF bawah atau sekitar

    akhir Miosen awal dan terbentuk di lingkungan laut dangkal. Sifat tufan pada batuan

    menunjukan adanya kegiatan gunungapi di daerah sekitarnya.Batuan piritan dan bersifat

    lebih keras disekitar badengan disebabkan oleh terobosan dasit dan andesit. Satuan ini

    menindi selaras pada Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran, sebarnya hanya daerah

    Sampung dan Badengan. Di lereng tenggara G. Lawu dengan tebal sekitar 150 meter.

    Batugamping kelabu yang terpiritkan dan kemudiana di korelasi dengan Formasi

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    48/164

    48

    Aajosari di daerah Pacitan dan Tulung Agung, yang sebagian terpualamkan akibat

    terobosan andest Hormblnde ( Samudra, S. Gafoer dan Tjokrosapoetro, 1992). Satuan

    diberi nama sesuai dengan lokasi tipenya di Desa Sampung, pada lembar ini ( lembar

     ponorogo )

    IV.2.16.Anggota Cendono Formasi Sampung

    Terutama batupasir gampingan, breksi anekabahan dan batupasir. Batupasir gampingan

     berwarna coklat muda, berukuran sedang – kasar, berlapis baik dan menpunyai tebal

    sekitar 5 meter. Lithologi ini berkembang di bagian bawah satuan. Breksi anekabahan

    disusun oleh andesit, basalt, batugamping,batupasir dan batu lempung, berukuran 3 – 10

    cm, dalam masa dasar batu pasir kasar yang sebagian gampingan. Runtunanya

    mengkasar ke atas, tak berlapis dan mempunyai tebal sekitar 10 m. Batupasirnya

    sebagian bersifat Tufan, setempat mengandung bongkahan breksi dan batu gamping

    hablur. Umumnya menempati bagian atas satuan, tersingkap setebal 3 m.Struktur

    sedimenya berupa perarian sejajar, perlapisan bersusun dan setempat berperarian

    menggelombang. Satuan tidak mengandung fosil dan umunya diduga permulaan

    miosen tengah, tebal seluruh satuan sekitar 200 meter, menindih selaras Formasi

    Sampung dan diterobos oleh andesit.Penerobosan tersebut mengakibatkan sebagian

     batupasirnya mengersik. Bongkahan bereksi dan batugamping di dalam batupasir

    menunjukan pelengseran bawahlaut. Sebaranya meliputi daerah G.Cendono,

    G.Pertapaan dan G. Sindoro.Satuan dinamakan sesuai dengan singkapanya yang baik di

    G.Cendono, di lereng tenggara G.Lawu.

    IV.2.17. Formasi Nglanggran

    Runtuhnya batuan gunungapi bersusunan andesit-basalt yang disusun oleh breksi

    gunungapi dan batupasir. Komponen breksi berukuran antara 5-40 cm,menyudut

    tanggung hingga menyudut. Pemilahan sangat buruk. Tebal rata-rata sekitar 2 meter.

    Tmcs

    Tmm

  • 8/20/2019 Laporan Denny Suhendra

    49/164

    49

    Setempat breksi berubah secara berangsur menjadi batupasir atau menampakan

    sentuhan yang jelas dan membentuk struktur isi. Batupasir berwarna kelabu coklat

     berukuran sedang hingga sangat kasar dan mempunyai tebal 50-100 meter. Setempat

    tersingkap perselingan breksi da batupasir. Bagian bawah runtuhan yang bersisipan

    dengan breksi batuapung atau batupasir kerikilan mencirikan hubungan menjari dengan

    Formasi Semilir .Runtuhanbatuan gunungapiini diduga berumur Miosen awal

    yangterbentuk dilingkungan darat hingga peralihan hingga laut dangkal.Tebal satuan

    sekitar 500 m.Sebaranya ke barat dapat diikuti pada lembar Surakarta.

    IV.2.18. Formasi Semilir

    Runtunan turbidit dikuasai oleh breksi batuapung dan perulangan batupasir kerikilan,

     batupasir dan batulempung. Breksi batuapung sebagian terkloritkan sehingga berwarna

    kehijauan, terutama disusun oleh batuapung besusunan dasit dan sedikit andesit dan

     basalt dan batupasir.Tebal lapisan antara 1-5 m. Batupasir kerikilan dan batupasir

    disusun oleh komponen andesit,basalt, batupasir dan sedikit batuapung: berstruktur

     perlapisan bersusun perarian sejajar.Tebal lapisan rata-rata 75 cm. Batulempung

     berwarna coklat hingga kelabu, tebal rata-rata hingga 30 cm, setempat berstruktur

    kovolut.Fosil tidak dijumpai,tetapi satuan sejenis yang tersingkap di daerah surakarta

    mengandung foraminifera yang kumpulanya menunjukan umur N5-N9. Atau Miosen

    awal.Satuan ini terbentuk di lingkungan laut dalam pada kipas tengah bersaluran dari

    suatu sistem kipas bawah laut. Bagian bawah satuan menjemari dengan Formasi

    Panggang,Dayakan,Watupatok, sedang bagian atas berangsur berubah menjadi Formasi

     Nglanggaran.Tebal satuan ini lebih dari 750 meter.

    IV.2.19. Formasi Dayakan

    Perulangan batupasir dan batulempung setebal beberapa cm. Merupakan