27
1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS “ADVANCING THE SDGS FOR PEOPLE AND THE PLANET” 27-28 Mei 2019, Ulanbator Mongolia ------------------------------------------------------------------------------------------------------------- I. PENDAHULUAN Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau SDGs menjadi agenda global yang berusaha diwujudkan negara-negara anggota PBB hingga 2030 mendatang. Berbagai legislasi, kebijakan, program, dan aksi dicanangkan baik itu di tingkat global, regional, dan nasional. Sustainable Development Goal (SDGs) dimaksudkan untuk fokus dan mengoordinasikan kebijakan nasional menuju visi bersama untuk kemanusiaan. SDGs dipandang sebagai titik awal utama untuk menyediakan lingkungan sosial dan alam yang berkualitas lebih baik, di mana semua warga negara bebas untuk sepenuhnya mewujudkan pembangunan manusia mereka sendiri. SDGs adalah kerangka kerja kebijakan yang inovatif dan menyeluruh yang berpotensi mendorong dunia menuju perubahan positif serta memastikan tidak ada yang tertinggal (no one left behind). Parlemen dan anggota parlemen berperan penting untuk menerjemahkan SDGs ke dalam undang-undang domestik, meminta pertanggungjawaban pemerintah dan menyelaraskan anggaran dengan rencana pembangunan berkelanjutan nasional. Oleh karena itu, parlemen penting dalam proses pengambilan keputusan untuk mewujudkan komitmen global ini. Dalam rangka untuk mendorong parlemen melembagakan SDGs di tingkat nasional, Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk kedua kalinya mengadakan Regional seminar for the Asia-Pacific Region; Parliaments on Achieving the Sustainable Development Goals. Seminar ini merupakan kelanjutan dari seminar regional yang diadakan di Vietnam pada tahun 2017 dan mengkaji isu-isu tambahan yang penting dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di wilayah Asia-Pasifik. Seminar regional kedua ini akan memberi parlemen kesempatan untuk membuat rekomendasi dan membahas peran penting yang dimainkan pendidikan dalam mencapai SDGs. Pendidikan sangat penting untuk memutus siklus kemiskinan dan membantu individu dan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan mereka dengan meningkatkan

LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

  • Upload
    others

  • View
    24

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

1

LAPORAN DELEGASI DPR RI

KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION

PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS

“ADVANCING THE SDGS FOR PEOPLE AND THE PLANET”

27-28 Mei 2019, Ulanbator – Mongolia

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

I. PENDAHULUAN

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau SDGs menjadi agenda global yang

berusaha diwujudkan negara-negara anggota PBB hingga 2030 mendatang. Berbagai

legislasi, kebijakan, program, dan aksi dicanangkan baik itu di tingkat global, regional,

dan nasional. Sustainable Development Goal (SDGs) dimaksudkan untuk fokus dan

mengoordinasikan kebijakan nasional menuju visi bersama untuk kemanusiaan. SDGs

dipandang sebagai titik awal utama untuk menyediakan lingkungan sosial dan alam yang

berkualitas lebih baik, di mana semua warga negara bebas untuk sepenuhnya

mewujudkan pembangunan manusia mereka sendiri. SDGs adalah kerangka kerja

kebijakan yang inovatif dan menyeluruh yang berpotensi mendorong dunia menuju

perubahan positif serta memastikan tidak ada yang tertinggal (no one left behind).

Parlemen dan anggota parlemen berperan penting untuk menerjemahkan SDGs ke

dalam undang-undang domestik, meminta pertanggungjawaban pemerintah dan

menyelaraskan anggaran dengan rencana pembangunan berkelanjutan nasional. Oleh

karena itu, parlemen penting dalam proses pengambilan keputusan untuk mewujudkan

komitmen global ini.

Dalam rangka untuk mendorong parlemen melembagakan SDGs di tingkat

nasional, Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk kedua kalinya mengadakan Regional

seminar for the Asia-Pacific Region; Parliaments on Achieving the Sustainable

Development Goals. Seminar ini merupakan kelanjutan dari seminar regional yang

diadakan di Vietnam pada tahun 2017 dan mengkaji isu-isu tambahan yang penting

dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di wilayah Asia-Pasifik.

Seminar regional kedua ini akan memberi parlemen kesempatan untuk membuat

rekomendasi dan membahas peran penting yang dimainkan pendidikan dalam mencapai

SDGs. Pendidikan sangat penting untuk memutus siklus kemiskinan dan membantu

individu dan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan mereka dengan meningkatkan

Page 2: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

2

pengetahuan mereka atau memengaruhi sikap mereka. Seminar ini akan memberikan

penekanan khusus pada bagaimana parlemen dan anggota parlemen dapat

mempromosikan "literasi lingkungan" dan meningkatkan kesadaran tentang perubahan

iklim dan pengurangan risiko bencana. Pertemuan ini juga akan menyoroti pentingnya

untuk memastikan bahwa populasi yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi tidak

ketinggalan.

BKSAP DPR RI memandang perlu untuk berpartisipasi dalam regional Seminar

yang terdiri dari serangkaian diskusi panel pleno yang dipimpin oleh para ahli yang

relevan. BKSAP DPR RI ingin bertemu dengan anggota parlemen se-Asia Pasifik untuk

berbagi pengalaman, dan terlibat dalam diskusi komprehensif tentang cara-cara paling

efisien untuk melembagakan SDG dan memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal

(No one left behind). Seminar ini akan berfungsi sebagai platform untuk memungkinkan

para peserta berkenalan dengan praktik-praktik cerdas dalam mengembangkan strategi

parlemen yang efektif untuk implementasi SDG.

A. DASAR PENGIRIMAN DELEGASI

Partisipasi Delegasi DPR RI menghadiri Second Regional Seminar for the Asia-

Pacific Region Parliaments on Achieving The Sustainable Development Goals pada

tanggal 27-28 Mei 2019 di Ulanbator – Mongolia, berdasarkan Surat Keputusan

Pimpinan DPR RI No. 12/PIMP/V/2018-2019 tanggal 10 Mei 2019.

B. SUSUNAN DELEGASI DPR RI

Susunan Delegasi DPR RI pada Second Regional Seminar for the Asia-Pacific

Region Parliaments on Achieving the Sustainable Development Goals pada tanggal

27-28 Mei 2019 di Ulanbator – Mongolia, terdiri dari:

1. Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si Ketua Delegasi/F-PD/A-432

Ketua BKSAP

2. Yth. Dave Akbarshah Fikarno, ME Anggota Delegasi/F-PG/A-264

Wakil Ketua BKSAP

3. Sarwo Budi Wiryanti Sukamdani Anggota Delegasi/F-PDIP/A-144

4. Hj. Saniatul Latifa, SE Anggota Delegasi/F-PG/A-243

Selama mengikuti persidangan, Delegasi DPR RI didampingi oleh pejabat SETJEN

dan BK DPR-RI, Tenaga Ahli BKSAP dan pejabat dari Kedutaan Besar Republik

Indonesia (KBRI) Beijing yang merangkap Mongolia.

C. MAKSUD DAN TUJUAN PENGIRIMAN DELEGASI

1) Sebagai sarana untuk meningkatkan diplomasi parlemen DPR RI di kancah

regional dan global.

2) Membagikan praktik cerdas dan pengalaman Indonesia dalam implementasi

SDGs.

3) Memperluas cakrawala pergaulan internasional anggota DPR RI terutama dalam

implementasi SDGs.

Page 3: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

3

4) Mendiseminasi WPFSD sebagai prakarsa DPR RI dalam upaya implementasi

SDGs.

5) Memperkuat kelembagaan DPR RI dari sisi diplomasi parlemen

Gb.1. Photo Session seluruh delegasi

D. PERSIAPAN PELAKSANAAN TUGAS

Sebagai persiapan substansi Delegasi DPR RI ke pertemuan dimaksud, BKSAP

telah menyiapkan bahan-bahan masukan untuk masing-masing pertemuan dengan

mempertimbangkan saran masukan Kementerian Luar Negeri, BAPPENAS dan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait isu-isu yang akan dibahas

dan poin-poin penting yang akan disampaikan Delegasi DPR RI dalam seminar

tersebut. Adapun untuk persiapan teknis, Sekretariat BKSAP DPR RI telah

melakukan koordinasi dengan pihak Kedutaan Besar RI di Beijing, Republik Rakyat

Tiongkok dan Parlemen setempat sebagai panitia.

II. ISI LAPORAN

A. AGENDA SIDANG

Agenda yang dibahas dalam Second Regional Seminar for the Asia-Pacific Region

Parliaments on Achieving The Sustainable Development Goals adalah sebagai

berikut:

Opening session Welcoming keynote addresses by senior officials of the State Great Hural and the

Inter-Parliamentary Union (IPU)

- H.E. Mr. Zandanshatar Gombojav, Chairman of the State Great Hural

- Ms. Gabriela Cuevas Barron, President, Inter-Parliamentary Union

- H.E. Khurelsukh Ukhnaa, Prime Minister of Mongolia by Mr. Altangerel

Lkhamsuren

Page 4: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

4

Presentation by Mr. Riccardo Mesiano, Sustainable Development Officer

Environment and Development Division, United Nations Economic and Social

Commission for Asia and the Pacific “Achieving the Sustainable Development Goals (SDGs) by 2030: Trends and

progress in the Asia-Pacific region”

Briefing by Ms. Dulamsuren Oyunkhorol, MP, Mongolia, Chair of the

Standing Committee on Social Policy, Education, Culture and Science “Measures taken by the State Great Hural following the first meeting in Ho Chi

Minh, Viet Nam in 2017 and further steps”

Session I: Results obtained by Parliaments in the region by overseeing the

implementation of the SDGs: The role of the self-assessment This session will be dedicated to parliamentary activities that have been put in

place in order to advance the implementation of the SDGs at the national level.

Parliamentary representatives will be invited to present their experiences

regarding the introduction of parliamentary oversight mechanisms and

cooperation with the executive. A particular matter that will be considered is to

what extent parliaments used the IPU self-assessment toolkit to start their own

process of internal benchmarking and to assess their state of preparedness for

engagement with the SDGs.

Moderator : Ms. Oyundari Navaan - Yunden, MP, Mongolia, Member of

Bureau of the Standing Committee on Peace and Security, IPU

- Ms. Aleksandra Blagojevic, Programme Manager for International

Development, Inter-Parliamentary Union

- Mr. Dyfan Jones, Effective Governance Team Leader & Parliamentary

Development Specialist, United Nations Development Programme Pacific

Office in Fiji

- Hon. John Sala, MP, Vanuatu

Session II: Education as a critical precondition to break the cycle of poverty Ensuring quality education for all is not only central to the achievement of all

SDGs but in particular the goal to end extreme poverty. The aim of the debate on

this topic is to have an exchange of experiences in the fight against poverty in the

States in the region through education. Socially and economically marginalized

groups are the ones that face more difficulties in having access to education.

Members of parliament will have the opportunity to present their views on the

most efficient ways to address this issue in order to ensure that no one is left

behind.

Moderator : Mr. Uchral Nyam-Osor, MP, Mongolia, Member of the Bureau of

the Standing Committee on UN Affairs, IPU

- Ms. Marielza Oliveira, Director, UNESCO Beijing Cluster Office

- Mr. Baatarbileg Yondonperenlei, MP, Minister for Eduacation, Culture,

Science and Sport, Mongolia

Page 5: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

5

Session III: Ensuring good health and well-being for all through the SDGs Good health and well-being are key determinants of human development. This

session will discuss SDG 3 on health. It will present the challenges and latest

achievements in the region on maternal, child and adolescent health, HIV/AIDS

and other diseases, as well as in sexual and reproductive health. Participants will

discuss how countries can advance their national health agenda and improve

access to healthcare for women, girls and other marginalized and vulnerable

populations, including by addressing social and financial barriers and by

ensuring that healthcare facilities adequately respond to the needs of all. The

session will also focus on the importance of having constructive debates on how

education could play a central role in protecting the health and wellbeing of

children and young people.

Moderator: Mr. Purevdorj Bukhchuluun, MP, Mongolia

- Ms. Kaori Ishikawa, Head of Office, United Nations Population Fund

(UNFPA), Mongolia

- Ms. Khuat Thi Hai Oanh, Executive Director, Center for Support

Community Development Initiatives, Viet Nam

- Dr. Nurhayati Ali Assegaf, MP, Indonesia, Chair of World Parliamentary

Forum on Sustainable Development

Session IV: What are the lessons to be learned and what preventive measure

can be taken to fight against climate change? This session will allow participants to discuss climate change from an angle

mainly focused on the importance of building a culture of prevention and

promoting a transition to a low-carbon, resource efficient and socially inclusive

economy. Participants will have the opportunity to have an exchange on how

parliaments and parliamentarians could promote “environmental literacy” and

increase awareness on climate change and disaster risk reduction. The session

will also foresee the presentation of the newly published IPU study on “The role

of parliaments in advancing transition to green economy”.

Moderator: Mr. Ayursaikhan Tumurbaatar, MP, Chairman of the Standing

Committee on Security and Foreign Policy, Mongolia

- Ms. Ana Cristina Thorlund, Programme Officer, UNDRR Office for

Northeast Asia (ONEA) and Global Education and Training Institute (GETI),

Incheon, Republic of Korea

- Ms. So-Young Lee, Research Manager, Institute for Global Environmental

Strategies, Japan

- H.E. Tserenbat Namsrai, Minister of Environment and Tourism of Mongolia.

Roundtable Discussions

- Group I on the Role of Parliamentarians in ensuring the SDGs Implementation

- Group II on Health and related issues

- Group III on Climate Change and related issues

Page 6: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

6

Session V: Ensuring national ownership and supporting monitoring of

progress through the use of high-quality data This session will consider ways to engage citizens in the legislative and oversight

work of parliaments. The SDGs will in fact not be achieved without significant

public awareness and engagement. Participants will have the opportunity to

discuss how to ensure access to high quality data in order to measure and

monitor progress towards the SDGs and to identify innovative ways for citizens to

provide bottom-up feedback to policymakers on the implementation of the SDGs.

Particular attention will be given to practical ways to enhance this interaction,

including ways to effectively communicate on the SDGs and ensure that citizens

assume an active role in the SDGs implementation process.

Moderator: Mr. Ganzorig Temuulen, MP, Mongolia

- Hon. Ratu Epeli Nailatikau, Speaker of Parliament, Fiji

- Ms. Ayush Ariunzaya, Chairperson, National Statistics Office of Mongolia

- Mr. Batbayar Ochirbat, Executive Director, Transparancy International

Closing session – Adoption of the outcome document

B. JALANNYA PERSIDANGAN

Acara seminar ini dimulai dengan sesi pembukaan. Sesi ini diisi dengan beberapa

sambutan, presentasi pembuka, dan briefing. Sesi ini dipandu oleh Mr. Enkh-

Amgalan Luvsantseren, Vice Chairman of the State Great Hural (Parlemen)

Mongolia dan Chairman of the Inter-Parliamentary Group of Mongolia sekaligus

Ketua Pelaksana acara ini.

Sambutan pertama disampaikan oleh Ketua Parlemen Mongolia, H.E. Mr.

Zandanshatar Gombojav. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya

mencari solusi dan aksi nyata mengimplementasikan SDGs di negara masing-

masing. Parlemen harus memanfaatkan peran strategisnya dalam ikut menyukseskan

SDGs dengan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Parlemen dan anggota

parlemen harus bekerja keras dalam menguatkan kepemilikan nasional (national

ownership). Seminar regional kedua SDGs ini sejalan dengan momentum historis

komitmen parlemen untuk mewujudkan keadilan sosial dengan menjunjung prinsip-

prinsip kebersamaan tanpa meninggalkan siapa pun di belakang, termasuk kelompok

masyarakat rentan. 2030 adalah tahun yang menentukan kesuksesan SDGs. Untuk

saat ini, parlemen perlu mendukung pemerintah di negara masing-masing

membangun big data untuk mengevaluasi implementasi SDGs.

Sambutan kedua disampaikan oleh Presiden IPU Ms. Gabriela Cuevas Barron.

Presiden IPU menekankan bahwa IPU sejak didirikan pada tahun 1889 telah

berfokus pada pemuda, perempuan, dan hak-hak minoritas. Dalam menjalankan

fokus tersebut, IPU mengedepankan dialog politik dalam upaya ikut mewujudkan

perdamaian. Ia menyambut baik inisiatif Parlemen Mongolia bekerja sama dengan

IPU menghelat Seminar Regional kedua tentang SDGs di Asia Pasifik. Upaya ini

sejalan dengan aktivitas IPU dalam tahun-tahun terakhir terus berupaya menggalang

Page 7: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

7

inklusivitas, mengumpulkan praktik-praktik cerdas di setiap negara, serta

pengurangan risiko bencana (DRR).

Gb.2. Sambutan Presiden IPU

Sambutan Perdana Menteri Mongolia, H.E. Mr. Khurelsukh Ukhnaa dibawakan

oleh penasehat perdana menteri Mr. Altangerel Lkhamsuren. Perdana Menteri

menyambut semua peserta yang menghadiri Seminar Regional Kedua tentang SDGs.

Ia menjabarkan kerja-kerja Pemerintah dan Parlemen Mongolia dalam

mengimplementasikan SDGs di dalam negeri. Parlemen telah menyetujui “the

Mongolia Sustainable Development Vision-2030” sebagai rancangan pembangunan

jangka panjang Mongolia pada tahun 2016 dan telah memberi mandat pada

pemerintah untuk melaksanakannya. Mongolia telah mengintegrasikan visi

pembangunan jangka panjang ini dalam rencana kerja pemerintah, rencana aksi

pemerintah, program pemerintah, serta memprioritaskan anggaran tahunan bagi

sektor pembangunan berkelanjutan. Beberapa tantangan Mongolia antara lain:

adaptasi perubahan iklim, perlindungan lingkungan, polusi, dan keanekaragaman

hayati. Seminar regional kedua ini diharapkan dapat menjadi pertemuan pemerintah,

parlemen, organisasi internasional, para pakar dan akademisi untuk menghasilkan

dokumen keluaran menyukseskan SDGs.

Selanjutnya, presentasi disampaikan oleh Mr. Riccardo Mesiano, perwakilan

UNESCAP yang menjelaskan trend dan perkembangan SDGs di kawasan Asia

Pasifik. Kawasan Asia Pasifik menunjukkan kemajuan besar di beberapa goals,

seperti goal 1 (kemiskinan), 4 (pendidikan berkualitas), dan 7 (energi). Sementara

Page 8: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

8

stagnansi terdapat di goal 3 (kesehatan), 5 (kesetaraan gender), 6 (air bersih dan

sanitasi), 8 (pertumbuhan ekonomi), 12 (konsumsi dan produksi), dan 17

(kemitraan).

Terdapat sekitar 30 persen indikator yang membutuhkan peningkatan intensif atau

koreksi arah untuk memenuhi 2030 target adalah lingkungan. Sepuluh dari 11

indikator teratas yang paling memburuk sejak tahun 2000 adalah lingkungan, dengan

emisi gas rumah kaca (GRK) dari pertanian dan timbulan limbah berbahaya

mengambil dua tempat teratas untuk perputaran yang paling dibutuhkan. Kemajuan

untuk tujuan yang berkaitan dengan lingkungan juga termasuk yang paling sulit

diukur karena kurangnya data: 24 persen dari target yang kurang bukti adalah

lingkungan.

Untuk kawasan Asia Pasifik, disebutkan bahwa tindakan perlu diprioritaskan untuk

Goal 16 (institusi kuat). Beberapa prioritas antara lain: untuk melokalisasi Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan dengan cara memasukkan Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan 16 dalam perencanaan lokal, pemantauan anggaran, dan pelaporan

sistem. Ia juga melanjutkan perlu juga untuk memperkuat akses ke informasi dan

keterlibatan masyarakat. Perlu juga membuat data dan pelaporan untuk Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan 16. Dalam hal ini penting untuk penguatan kapasitas

sistem statistik nasional untuk berkolaborasi dengan beragam pemangku

kepentingan dalam pengumpulan data terpilah, dengan fokus khusus pada kelompok

rentan, termasuk orang-orang penyandang cacat dan kelompok masyarakat adat.

Pastikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 16 dilaporkan setiap tahun dengan

cara yang mirip dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 17.

Gb.3. Delegasi DPR RI menghadiri Opening Ceremony

Page 9: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

9

Selain itu, untuk meningkatkan pembiayaan sektor publik melalui perpajakan

progresif, pengembangan kapasitas kelembagaan, dan partisipasi masyarakat yang

bermakna. Beliau juga menyarankan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan

dengan melembagakan platform dan mekanisme multi-pemangku kepentingan yang

inklusif untuk memastikan akuntabilitas, aksesibilitas dan transparansi melalui

berbagi informasi, pengumpulan data, pelaporan kemajuan dari bawah ke atas, serta

peninjauan alokasi dan pengeluaran dana berdasarkan standar internasional.

Yang terakhir harus menjadi prioritas, adalah pengawasan dan akuntabilitas dengan

cara memperkuat peran lembaga pengawas dan melibatkan aktor non-negara dalam

perencanaan, pelaksanaan, tinjauan kinerja, dan pelaporan Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan di semua tingkat pemerintahan.

Gb.4. Jalannya Seminar Regional

Acara dilanjutkan dengan briefing yang dibawakan oleh Ms. Oyunkhorol

Dulamsuren, Ketua Standing Committee on Social Policy, Education, Culture and

Science Parlemen Mongolia. Dalam sambutannya ia mengemukakan kesadaran

sebagai anggota parlemen untuk memainkan peran untuk memastikan implementasi

SDGs berjalan baik. Anggota parlemen harus berkomitmen kuat terhadap penguatan

kepemilikan nasional SDGs, mengawasi pemerintah, serta menjamin undang-undang

yang dihasilkan sesuai dengan capaian SDGs. Seminar regional kedua ini,

menurutnya, menekankan pada peran pendidikan dalam pengentasan kemiskinan,

memastikan layanan kesehatan untuk semua orang, perlindungan lingkungan,

pengurangan risiko perubahan iklim. Ia menekankan seminar regional kedua ini

sebagai platform pertukaran ide dan pandangan, pencarian solusi, dan asesmen

implementasi SDGs. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa seminar regional kedua ini

juga dimaksudkan sebagai penggalangan kerja sama internasional demi terwujudnya

pembangunan berkelanjutan.

Page 10: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

10

Selanjutnya terdapat 5 (lima) sesi yang membahas tema-tema sebagai berikut:

Sesi I : Results obtained by Parliaments in the region by overseeing the

implementation of the SDGs : The role of self-assessment

Sesi ini didesain untuk pencarian upaya parlemen dalam memajukan

implementasi SDGs di tingkat nasional. Dalam konteks ini, sesi ini akan

mendiskusikan lebih jauh tentang mekanisme pengawasan parlemen dan kerja

sama antara parlemen dan eksekutif dalam mengimplementasikan SDGs.

Sesi ini dipandu oleh Ms. Oyundari Navaan-Yunden, anggota parlemen

Mongolia dan anggota Biro Standing Committee on Peace and Security IPU,

yang diisi presentasi oleh, Programme Manager for International Development,

Inter-Parliamentary Union, Mr. Dyfan Jones, Effective Governance Team

Leader & Parliamentary Development Specialist, United Nations Development

Programme Pacific Office in Fiji dan anggota parlemen Vanuatu.

Ms. Aleksandra Blagojevic, yang merupakan Manajer Program Pembangunan

Internasional IPU memaparkan pelembagaan SDGs dalam konteks kerja-kerja

parlemen. Dia memulai dengan tren global yang menunjukkan telah dilakukan 19

seminar regional SDGs di tingkat parlemen, tren menurunnya angka kemiskinan

dan diskriminasi terhadap perempuan. Kemudian dia menjelaskan kuantitas peran

parlemen dalam pelembagaan SDGs melalui survei global yang dilakukan oleh

IPU. Survei global tersebut memakai dua dimensi: (1) aktivitas parlemen; dan (2)

mekanisme parlemen.

Dimensi pertama ditemukan beberapa data, yakni : sekitar 60 persen responden

mengatakan komisi parlemen telah melakukan penyelidikan atau mengajukan

pertanyaan pada pihak eksekutif tentang implementasi SDGs; sekitar 56%

responden menjawab terdapat sesi pelatihan/sesi peningkatan untuk anggota

parlemen dan 46 % untuk staf. Hal yang penting untuk dicatat adalah sekitar 64

persen parlemen menjawab bahwa komisi terkait tidak menerbitkan laporan

SDGs, dan 51% parlemen menjawab bahwa pemerintah melaporkan

implementasi SDGs pada parlemen.

Sementara survei dengan memakai dimensi kedua menunjukkan : 52% parlemen

mempunyai mekanisme parlemen dalam pelembagaan SDGs. Mekanisme

parlemen meliputi: sistem penjuru (focal point) dan badan atau komite khusus

SDGs. Sekitar 43% parlemen yang mengarusutamakan SDGs pada komisi/badan

terkait; hanya sekitar 25% parlemen yang bertanggung jawab mengkoordinasikan

SDGs pada badan/ komite khusus SDGs. Untuk mekanisme parlemen dalam

pelaporan Voluntary National Review (VNR) menunjukkan : 52% parlemen tidak

terlibat dalam rapat dengar pendapat dengan pemerintah untuk merumuskan

rekomendasi dan kesimpulan VNR; 52% parlemen tidak diajak urun rembuk

terkait kesimpulan dan rekomendasi pemerintah yang diadopsi dalam HLPF

Page 11: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

11

sebagai hasil akhir; 41% parlemen diikutsertakan dalam delegasi resmi HLPF;

hanya 43% parlemen yang dikonsultasikan terkait laporan VNR yang

disampaikan pemerintah dalam VNR.

Pelajaran yang dapat ditarik dari survei di atas : Jika pelembagaan SDG dalam

pekerjaan Parlemen diambil sebagai langkah pertama menuju keterlibatan yang

efektif, sekitar 50% dari parlemen telah mengambil langkah itu; Tahap

selanjutnya adalah implementasi sistematis dan penggunaan mekanisme

parlemen. Selanjutnya tidak ada satu ukuran untuk semua tentang pelembagaan

SDGs di parlemen. Di akhir paparannya, dibahas pula Self-Assessment Toolkit

yang dirilis IPU. Menurutnya, toolkit berguna untuk membantu mengidentifikasi

baseline, strategi yang dirancang dan prioritas bersama untuk melembagakan

tujuan dan terlibat dalam implementasi: Rencana aksi yang ingin dikembangkan.

Dan terakhir rencana implementasi disesuaikan dengan realitas masing-masing

parlemen serta Parlemen dapat memilih alat evaluasi utama.

Pembicara kedua adalah Effective Governance Team Leader & Parliamentary

Development Specialist, United Nations Development Programme Pacific Office

in Fiji, Mr. Dyfan Jones, yang berbagi pengalaman tentang peran parlemen

dalam pengawasan pelaksanaan SDGs. Ia menyebut penilaian diri (self-

assessment) sebagai katalisator untuk aksi nyata. Urutan kerjanya adalah :

penilaian diri-aksi-hasil. Untuk menggerakkan penilaian diri menuju aksi terdapat

tiga hal yang harus diwujudkan parlemen: kerangka kerja pelembagaan, kapasitas

kelembagaan, realitas politik. Dari itu semua, komite/badan menjadi kunci

mekanisme parlemen dalam pengawasan pelaksanaan SDGs.

Pembicara ketiga adalah anggota parlemen Vanuatu, Hon. John Sala. Menarik

dari paparan Vanuatu adalah lokalisasi SDGs Vanuatu dalam tiga pilar :

masyarakat (di antara tujuan yang ingin dicapai adalah menggelorakan identitas

kultural, pendidikan berkualitas), lingkungan (ketahanan pangan dan nutrisi,

pertumbuhan ekonomi hijau, masyarakat tangguh bencana dan iklim), dan

ekonomi (pertumbuhan ekonomi yang stabil dan merata, peningkatan

infrastruktur, dan memperkuat ekonomi desa).

Parlemen Vanuatu melakukan self-assessment terkait pelaksanaan SDGs.

Hasilnya adalah: Peluang Lebih Banyak, Pantau Kemajuan, Kurangnya Data

Yang Andal, dan Kurangnya Pemahaman oleh Anggota Parlemen. Dari hasil

evaluasi tersebut, Parlemen Vanuatu terus meningkatkan fungsi-fungsi parlemen:

pembuatan undang-undang terkait SDGs, anggaran pro SDGs, political will,

representasi konstituen, dan pengawasan program pemerintah terkait SDGs. Saat

ini Parlemen Vanuatu terus melangkah ke depan dengan program: jalan ke depan:

(1) Program dukungan untuk Parlemen; (2) Program untuk peningkatan

kesadaran Anggota Parlemen; (3) Political Will berupa reformasi Politik di

tingkat Partai Politik; (4) Program Penjangkauan konstituen; (5) Membangun

Page 12: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

12

kapasitas Sistem di masing-masing Komisi yang ada di parlemen; (6) Kerjasama

multi-pihak; (7) Daftar periksa untuk RUU yang diajukan di Parlemen.

Sesi II : Education as a Critical Precondition to Break the Cycle of Poverty

Tujuan dari sesi kedua ini adalah untuk pertukaran pengalaman tentang

pelaksanaan pendidikan dalam memerangi kemiskinan di negara-negara di

kawasan Asia Pasifik. Perlu digarisbawahi bahwa para pemangku kepentingan

nasional perlu memastikan pendidikan yang berkualitas untuk semua orang tidak

hanya penting bagi pencapaian semua SDGs tetapi khususnya pada tujuan untuk

mengakhiri kemiskinan ekstrem.

Moderator sesi ini adalah Mr. Nyam-Osor Uchral, anggota parlemen Mongolia,

dengan pembicara Ms. Marielza Oliveira, Direktur UNESCO Beijing Cluster

Office dan Hon. Baatarbileg Yondonperenlei, Minister for Eduacation, Culture,

Science and Sport, Mongolia.

Ms. Marielza Oliveira memaparkan kontribusi UNESCO mengedepankan

SDGs dalam program dan kebijakan. Menurutnya, UNESCO berkontribusi

langsung terhadap 9 tujuan dalam SDGs, yaitu : SDG 4 (pendidikan berkualitas),

SDG 5 (kesetaraan jender), SDG 6 (air bersih dan sanitasi), SDG 9 (industri,

inovasi, dan infrastruktur), SDG 11 (kota dan masyarakat berkelanjutan), SDG 13

(Aksi Iklim), SDG 14 (kehidupan air), SDG 15 (kehidupan darat), SDG 16

(institusi kuat). Dari kesembilan tujuan tersebut, menurutnya, pendidikan

berkualitas dan inklusif untuk semua adalah kunci utama dalam pemberantasan

kemiskinan. Lebih jauh ia mengatakan agar pendidikan menjadi transformatif

dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan yang baru, 'pendidikan

seperti biasa' tidak akan cukup.

Oleh karena itu, UNESCO merekomendasikan beberapa hal, di antaranya :

Perlunya kolaborasi semua sektor; Pemerintah perlu memandang pendidikan

formal dan non-formal serta pelatihan keterampilan sebagai kunci upaya mereka

untuk mengatasi masalah lintas-sektor; Kementerian Pendidikan dan Kementerian

Tenaga Kerja harus bekerja sama untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan

pengentasan kemiskinan; Sistem pendidikan membutuhkan peningkatan dan

pembiayaan yang dapat diprediksi; perlu peningkatan ekuitas dan Inklusi; dan

terakhir perlu mengubah fokus pendidikan: a) Dalam mengembangkan kebijakan

keterampilan, pertimbangkan kebutuhan jangka menengah dan panjang serta

implikasi pertumbuhan berkelanjutan; b) Program pendidikan kewarganegaraan,

perdamaian dan keberlanjutan bisa menjadi pengungkit penting bagi kemajuan

SDGs; c) Mempromosikan pendidikan kewarganegaraan global.

Page 13: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

13

Pada kesempatan kedua, pembicara adalah Hon. Baatarbileg Yondonperenlei,

Minister for Education, Culture, Science and Sport, Mongolia, menyampaikan

tantangan implementasi SDGs terkait dengan kualitas pendidikan. Beliau berbagi

pengalaman Mongolia dalam implementasi SDGs pendidikan berkualitas. Yang

dimulai dengan perlunya aksesibilitas dan lingkungan belajar untuk layanan

pendidikan. Dari titik ini beliau memulai dengan komitmen Pemerintah

menyediakan pendidikan gratis untuk semua anak. Pemerintah mengalokasikan

4,7% GDP Mongolia atau rata-rata 17,2% anggaran negara untuk sektor

pendidikan. Kemudian, beliau berpendapat negara perlu menyediakan pendidikan

berkualitas yang merata.. Mongolia melaksanakan reformasi pendidikan dengan

memasukkan pendidikan kesehatan dan pendidikan kewarganegaraan dalam

kurikulum nasional. Untuk memastikan sistem pendidikan menyediakan peluang

yang merata untuk pembelajaran, Mongolia telah meratifikasi "Undang-Undang

tentang Hak Penyandang Cacat" pada tahun 2016. Turunan dari UU ini dibuat

Peraturan bagi siswa penyandang cacat untuk mendaftar di sekolah reguler dan

taman kanak-kanak. Serta Etnis minoritas seperti anak Kazakh dan Tuva

menyumbang 5 persen dari semua anak berusia 0-14. Perlu bagi pemerintah untuk

memastikan persiapan guru dan pengembangan profesional berkelanjutan.

Mongolia dalam hal ini telah menerapkan undang-undang pendukung

pengembangan guru pada tahun 2018. Hal terakhir yang perlu dilakukan

pemerintah adalah mempersiapkan profesional terampil yang kompatibel dengan

permintaan pasar tenaga kerja, dan sistem pendidikan pembelajaran seumur

hidup.

Sesi III : Ensuring Good Health and Well-Being for All through the SDGs

Sesi ketiga ini membahas SDGs 3 tentang kesehatan, yang akan mendiskusikan

bagaimana negara-negara anggota PBB dapat memajukan agenda kesehatan

nasional mereka dan meningkatkan akses ke layanan kesehatan untuk wanita,

anak perempuan dan populasi yang terpinggirkan dan rentan lainnya, termasuk

dengan mengatasi hambatan sosial dan keuangan dan dengan memastikan bahwa

fasilitas layanan kesehatan secara memadai menanggapi kebutuhan semua orang.

Sesi ini juga upaya untuk mencari jalan bagaimana pendidikan dapat memainkan

peran sentral dalam melindungi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak dan

remaja.

Sesi ini dipandu oleh Mr. Purevdorj Bukhchuluun, MP, Mongolia. Pembicara

pertama adalah Ms. Kaori Ishikawa, Head of Office, United Nations Population

Fund (UNFPA), Mongolia, Ms. Khuat Thi Hai Oanh, Executive Director,

Center for Support Community Development Initiatives, Viet Nam dan Dr.

Nurhayati Ali Assegaf, MP, Indonesia, Chair of World Parliamentary Forum on

Sustainable Development

Page 14: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

14

Ms. Kaori Ishikawa menyampaikan paparan tentang kesamaan antara SDGs dan

the Programme of Action of the1994 International Conference on Population and

Development (ICPD). Program Aksi Konferensi Internasional Populasi dan

Pembangunan (ICPD) tahun 1994 diadopsi oleh 179 Negara Anggota

Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kairo, Mesir. ICPD didasarkan pada hak asasi

manusia dan pembangunan berkelanjutan. Menurut Kaori Ishikawa titik

persamaan terletak pada beberapa poin, seperti : "pembangunan berkelanjutan"

sebagai tujuan akhir; berpusat dan berbasis hak asasi manusia, termasuk

kesehatan dan hak seksual dan reproduksi; menempatkan kesetaraan gender di

jantung agenda; pengakuan adanya tantangan global yang saling terkait dan saling

bergantung; memiliki mandat universal—berlaku untuk semua negara; menyadari

kebutuhan kuat akan pendekatan terpadu untuk mencapai pembangunan

berkelanjutan; beberapa tujuan dalam SDGs semisal SDG 3 & 5, serta target di

bawah SDG tumpang tindih secara substansial dengan ICPD.

Selanjutnya beliau memaparkan kontribusi kunci UNFPA terhadap pencapaian

SDGs. Tujuan UNFPA adalah untuk mencapai akses universal kekesehatan

seksual dan reproduksi dan hak untuk semua (SDG 3.7 dan 5.6). Terkait peran

parlemen dan anggota parlemen, dijelaskan bahwa parlemen dan anggota

parlemen dapat memberikan dukungan politik untuk membuat pemerintah

bertanggung jawab atas implementasi SDG. Saat memantau kemajuan, parlemen

dan anggota parlemen harus memastikan bahwa nilai hak asasi manusia, termasuk

kesetaraan jender yang dilakukan dalam perjanjian internasional terpenuhi.

Sejumlah negara di Asia dan Pasifik naik statusnya dari negara berpenghasilan

rendah ke negara berpenghasilan menengah. Tidak seperti tujuan pembangunan

milenium yang memfokuskan investasi keuangan dari negara-negara donor, SDG

mengutamakan investasi keuangan domestik. Anggota parlemen memiliki peran

penting untuk memastikan investasi ini harus ditujukan kepada yang rentan

termasuk anak-anak, orang muda, orang tua, orang cacat agar tidak meninggalkan

siapa pun.

Pembicara kedua Ms. Khuat Thi Hai Oanh, Executive Director, Center for

Support Community Development Initiatives, Viet Nam, yang mengatakan

anggota parlemen harus berperan mewujudkan universal health coverage (UHC).

Anggota parlemen harus memastikan konsultasi negara terjadi, terlebih anggota

parlemen harus melibatkan pemangku kepentingan untuk berpartisipasi secara

luas. Anggota parlemen dapat menginisiasi agar kepala pemerintahan atau pihak

eksekutif untuk menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi. Anggota parlemen harus

memastikan bahwa negara berkontribusi untuk membuat deklarasi politik

inklusif, ambisius, dapat ditindaklanjuti, dan bertanggung jawab. Terutama

anggota parlemen harus memastikan untuk membuat UHC komitmen nyata &

prestasi nyata.

Page 15: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

15

Pembicara ketiga adalah Dr. Nurhayati Ali Assegaf, MSi, yang merupakan

Ketua World Parliamentary Forum on Sustainable Development (WPFSD),

Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, dan Ketua Panitia

Kerja (Panja) SDGs DPR RI. Beliau memberikan presentasi yang bertajuk

“Ensuring Good Health and Well-Being for All through the SDGs.” Dalam

paparannya beliau menyebutkan bahwa masalah kesehatan sangat terkait erat

dengan tujuan SDGs lainnya seperti pengentasan kemiskinan, penyediaan

pendidikan berkualitas, infrastruktur, mewujudkan kesetaraan jender dan

penguatan peran peran perempuan. Oleh karena itu implementasi Universal

Health Coverage (UHC) menjadi krusial dalam pencapaian Tujuan ketiga SDGs

yakni Menjamin Kehidupan Yang Sehat Untuk Semua. Pencapaian UHC, masih

menurutnya, dengan demikian membutuhkan komitmen, advokasi, dan tindakan

legislatif yang dilakukan melalui praktik. Dalam konteks ini, anggota parlemen

memiliki peran kunci dalam memajukan sistem kesehatan. Melalui undang-

undang, parlemen memberikan strategi untuk mencapai dan meningkatkan sistem

kesehatan. Parlemen juga memiliki suara dalam memutuskan anggaran untuk

perbaikan sektor kesehatan. Selain itu, parlemen memiliki mandat rakyat untuk

mengawasi dan mengevaluasi program pemerintah tentang kesehatan.

Selanjutnya, beliau mengungkapkan pengalaman Indonesia dalam menyediakan

layanan kesehatan bagi warga negara. Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia telah memastikan penyediaan layanan kesehatan dasar kepada warga

negara melalui Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. Undang-

undang ini mengamanatkan bahwa pemerintah harus mengalokasikan 5% dari

APBN untuk sektor kesehatan. Beliau juga menyebut Undang-Undang Nomor

40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor

24/2011 tentang Badan Pelayanan Jaminan Sosial sebagai komitmen DPR RI

dalam meningkatkan sistem perawatan kesehatan dengan menerapkan Cakupan

Kesehatan Universal (UHC) melalui pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan

Kesehatan (BPJS) pada bulan Januari 2014. Dia menyebut hingga Februari 2019,

ada lebih dari 217 juta warga negara Indonesia (81,8%) telah terdaftar dalam

program ini. Lebih lanjut ia mengatakan: “Belum pernah sebelumnya di

Indonesia ada upaya yang berani untuk mereformasi layanan kesehatan. Secara

global, ini mungkin merupakan upaya paling berani dalam cakupan kesehatan

universal dekade ini; Dengan rencana untuk mencakup hampir 267 juta orang

Indonesia, BPJS akan menjadi skema UHC terbesar di dunia. Ini adalah bagian

dari dukungan DPR RI untuk pencapaian SDGs melalui berbagai produk baik

rekomendasi kebijakan maupun undang-undang.”

Page 16: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

16

Gb.5. Ketua BKSAP saat menyampaikan paparan sebagai Pembicara di Sesi III

Di akhir paparan, beliau ia juga menyerukan kerja sama aktif antara pemerintah-

parlemen-masyarakat dalam mewujudkan program kesehatan. Beliau menyebut

Puskesmas, Suami Siaga, dan Keluarga Berencana sebagai contoh kolaborasi

aktif dan kokoh antara para pemangku kepentingan dalam mewujudkan program

layanan kesehatan di Indonesia. Ketiganya diakui secara global berperan penting

dalam hal kesehatan reproduksi, pembatasan populasi, penurunan angka kematian

ibu dan anak. Ketiga program tersebut adalah implementasi Tujuan 16 SDGs

tentang kelembagaan yang kuat serta Tujuan 17 tentang Kemitraan dalam

pencapaian SDGs.

Sesi IV : What are the lessons to be learned and what preventive measures can

be taken to fight against climate change?

Sesi ini akan membahas perubahan iklim dengan fokus pada pentingnya

membangun budaya pencegahan dan mempromosikan transisi ke ekonomi rendah

karbon, efisiensi sumber daya, dan inklusif secara sosial. Sesi ini memberikan

kesempatan untuk bertukar pikiran tentang bagaimana parlemen dan anggota

parlemen dapat mempromosikan "literasi lingkungan" dan meningkatkan

kesadaran tentang perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana.

Page 17: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

17

Sesi dipandu oleh Hon. Mr. Ayursaikhan Tumurbaatar, anggota parlemen

Mongolia. Tampil sebagai pembicara pertama adalah Ms. Ana Cristina

Thorlund, Programme Officer, UNDRR Office for Northeast Asia (ONEA) and

Global Education and Training Institute (GETI), Incheon, Republic of Korea dan

Ms. Soyoung Lee, Research Manager, Institute for Global Environmental

Strategies, Japan.

Ms. Ana Cristina Thorlund berbicara tentang peran parlemen dalam adaptasi

perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana. Beliau memberikan catatan

tentang peran strategis parlemen, yakni (1) Mempercepat pencapaian Target

Kerangka Sendai (Sendai Framework): dengan mendukung pengembangan

Strategi DRR nasional dan lokal (selaras dengan Kerangka Sendai); (2)

Penguatan kerangka hukum nasional: Mengembangkan undang-undang baru yang

relevan atau mengubah amandemen risiko bencana dan menetapkan alokasi

anggaran; (3) Mempromosikan mekanisme untuk menindaklanjuti, menilai secara

berkala, dan melaporkan secara publik tentang kemajuan rencana nasional dan

lokal untuk Pengurangan Risiko Bencana; (4) Memastikan semua investasi

memiliki informasi risiko, yang penting untuk pembangunan berkelanjutan dan

masyarakat inklusif; (5) Mengawasi dan mengadvokasi pengumpulan yang lebih

baik dan ketersediaan data bencana nasional yang lebih besar.

Beliau juga menggarisbawahi hasil Parliamentarian Meeting on the Occasion of

Global Platform for Disaster Risk Reduction 2019. Anggota parlemen harus

memastikan kebutuhan untuk koherensi antara rencana perubahan iklim nasional,

strategi pengurangan risiko bencana dan rencana pembangunan nasional; anggota

parlemen harus memainkan peran kunci dalam perencanaan/investasi yang

memberi informasi risiko; Perempuan memainkan peran penting sebagai agen

perubahan untuk ketahanan. Legislasi yang dihasilkan parlemen dapat membantu

memastikan perempuan terlibat di semua tingkatan; dan terakhir Anggota

parlemen dapat menjembatani tingkat nasional dan lokal.

Tampil sebagai pembicara kedua adalah Ms. Soyoung Lee, mempresentasikan

tentang Manfaat Bersama Sosial untuk Mencapai SDGs. Ia memulai dengan tren

kebijakan international pengendalian iklim. Ketika negara-negara menerapkan

Perjanjian Paris 2015 dan Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan,

seharusnya Nationally Determined Contribution (NDC) dan SDGs menjadi

prioritas perencanaan pembangunan nasional.

NDC dan SDGs menekankan pada tumbuhnya keberlanjutan dan inklusivitas:

kebutuhan untuk memastikan tindakan mitigasi perubahan iklim konsisten dengan

prioritas lingkungan dan kebutuhan sosial ekonomi lainnya. Kita dapat membuat

manfaat bersama dengan cara: Peningkatan kualitas udara/air; Peningkatan

lingkungan kerja/penciptaan pekerjaan hijau; Pengurangan kemiskinan;

Kesetaraan gender; Keamanan energi; Peluang pendidikan; dan Partisipasi lokal.

Page 18: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

18

Untuk itu, perlu kerja bersama mewujudkan kemitraan multipihak untuk manfaat

lebih. Ada tiga sasaran dari kemitraan multipihak ini, yakni: pengembangan

kapasitas institusional, dialog kebijakan, dan inisiatif proyek percontohan.

Belaiu menjelaskan lebih lanjut bahwa proyek percontohan melibatkan

perempuan dalam inisiatif nyata di lapangan yang membangun pengetahuan dan

keterampilan untuk mitigasi perubahan iklim sambil mendapatkan manfaat mata

pencaharian lainnya. Secara bersamaan, pengembangan kapasitas kelembagaan

dan pengarusutamaan kebijakan memberdayakan kelompok perempuan dan

perempuan, melibatkan mereka dalam keputusan yang dapat membantu mencapai

hasil yang lebih tahan lama. Di akhir paparan, beliau memberikan kesimpulan

bahwa: (1) fokus pada interaksi antara perubahan iklim dan mata pencaharian

orang-orang yang kurang mampu; (2) Mencapai manfaat tambahan memerlukan

pengakuan manfaat sosial dari perubahan iklim-mulai dari penciptaan lapangan

kerja hijau hingga kesetaraan gender; (3) Perlu kebijakan untuk mencapai

manfaat tambahan yang ramah lingkungan dan berkeadilan sosial; (4) Mencapai

manfaat tambahan melalui pemerintahan partisipatif dapat memberikan

kesuksesan jangka panjang.

Pembicara ketiga adalah H.E. Tserenbat Namsrai, Menteri Lingkungan dan

Pariwisata Mongolia, memaparkan kebijakan dan aksi nasional Mongolia dalam

perubahan iklim. Menurutnya, NDC dan SDGs turut berkontribusi dalam

kebijakan dan aksi nasional Mongolia. Mongolia juga tengah mengembangkan

diversifikasi keuangan untuk perubahan iklim dan ekonomi hijau. Mekanisme

pembiayaan Mongolia bersumber dari: pertama, APBN Mongolia. Tidak kurang

dari 2 persen dari Produk Domestik Bruto Mongolia akan dialokasikan untuk

pembangunan Hijau, pengadaan publik hijau (2020-20%, 2030-30%), serta

kebijakan pajak pemerintah, undang-undang dan insentif. Kedua, pendanaan yang

bersumber dari dana internasional semisal: Green climate fund, Adaptation fund,

dan Global Environmental Facility. Ketiga, bersumber dari kemitraan publik-

swasta (public-private partnership), di antaranya: Sustainable Finance Initiative,

dan Mongolian Green Finance Corporation.

Sesi V : Engaging with citizens to ensure national ownership and support

monitoring of progress through the Use of high-quality Data

Sesi ini mendiskusikan cara dan upaya untuk melibatkan warga negara dalam

kerja legislatif dan pengawasan parlemen. Seperti diketahui bahwa SDGs tidak

akan tercapai tanpa kesadaran dan keterlibatan publik yang signifikan. Sesi ini

juga membahas bagaimana memastikan akses ke data berkualitas tinggi untuk

mengukur dan memantau kemajuan menuju SDGs dan untuk mengidentifikasi

cara-cara inovatif bagi warga negara untuk memberikan umpan balik dari bawah

ke atas kepada para pembuat kebijakan tentang implementasi SDGs.

Page 19: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

19

Sesi ini dipandu oleh Mr. Ganzorig Temuulen, anggota parlemen Mongolia.

Pembicara pertama adalah Hon. Ratu Epeli Nailatikau, Ketua Parlemen Fiji.

Beliau berbagi tentang kondisi Fiji yang merupakan negara pulau dan

membutuhkan penyesuaian dalam kebijakan dan aksi nasional. Fiji telah

mengembangkan manajemen sistem daur ulang sampah, menekan polusi air dan

udara, dan menerapkan pajak dan pengadaan barang dan jasa hijau. Berbagai

kebijakan dan program ini untuk memastikan pembangunan ekonomi hijau yang

erat berkaitan dengan SDGs di Fiji. Terkait dengan data untuk mengukur

pencapaian SDGs, beliau mengusulkan agar parlemen mengundang pemerintah

untuk membuat metodologi asesmen yang disepakati bersama. Asesmen yang

disepakati inilah kemudian menjadi patokan dalam pengawasan implementasi

SDGs.

Pembicara kedua adalah Ms. Ayush Ariunzaya, Chairperson, National Statistics

Office of Mongolia, memaparkan Memastikan Kepemilikan Nasional dan

Memperkuat Sistem Statistik nasional untuk memenuhi Permintaan Data SDG.

Beliau menyebut tantangan penyediaan data dan statistik dalam implementasi

SDGs, yakni : sistem statistik nasional kelebihan beban, kegagalan koordinasi

dalam kolaborasi data, dan kurangnya pembiayaan untuk pengembangan

kapasitas statistik. Untuk mengatasi tantangan tersebut, ia menyebut perlu

pendekatan baru dalam pengembangan kapasitas. Pertama, perlu pendekatan

holistik untuk pengembangan kapasitas. Pendekatan holistik menyasar pada tiga

tingkat: individu, organisasi, sistem. Siklus data juga bermuara dari hulu ke hilir:

pengumpulan, produksi, analisis, diseminasi. Kedua, pandangan integratif pada

ekosistem data baru. Pendekatan kedua ini fokus pada penggunaan data dan

memenuhi kebutuhan pengguna. Selain itu, perlu kemitraan dan koordinasi

dengan penyedia data baru (yang dihasilkan warga, geospasial, data besar).

Ketiga, konsep "Industri 4.0." konsep ini membutuhkan digitalisasi,

interoperabilitas & efektivitas kolektif.

Pembicara ketiga adalah Mr. Ochirbat Batbayar, Executive Director,

Transparency International. Beliau mengeksplorasi hambatan-hambatan dalam

pengawasan SDGs. Menurutnya, efektivitas pengawasan SDGs parlemen sering

terhambat oleh beberapa hal : a) keterlibatan yang tidak memadai dalam

perencanaan nasional SDGs; b) rendahnya keterlibatan sipil yang sistematis dan

kurangnya keseimbangan gender; c) sumber daya tidak mencukupi dan

kurangnya kemauan politik; dan d) kegagalan memperbaharui struktur dan proses

untuk mencerminkan perencanaan SDGs nasional. Menurut beliau, perlu

penguatan kapasitas anggota parlemen dalam membuat asesmen kesesuaian

antara program dan realisasi untuk tujuan memantau pencapaian SDGs nasional.

Page 20: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

20

C. PARTISIPASI DELEGASI DPR-RI

Delegasi DPR RI telah berpartisipasi dalam setiap sesi. Wakil Ketua BKSAP DPR

RI, Sdr. Dave Akbarshah Fikarno, ME mewakili Delegasi DPR RI memberikan

intervensi pada acara tersebut. Pada Sesi I beliau mengatakan bahwa parlemen perlu

menciptakan sistem evaluasi yang mencakup metode, aturan, dan prosedur kerja

untuk memastikan bahwa pemerintah representatif, transparan, mudah diakses,

akuntabel, dan seefektif mungkin. Oleh karena itu, beliau menyerukan bahwa

Parlemen perlu membentuk Komite/Badan SDGs yang memastikan koordinasi

keseluruhan komite lain dan memastikan bahwa pekerjaan mereka mendukung

implementasi SDG. Tujuan keseluruhan dari Komite SDGs tersebut adalah sebagai

pengakuan atas peran vital Parlemen dan Anggota Parlemen dalam meningkatkan

perencanaan, implementasi, pemantauan dan pertanggungjawaban intervensi dalam

pembangunan melalui legislasi dan alokasi sumber daya serta melalui pengawasan

dan pengawasan parlemen terhadap pekerjaan eksekutif.

Beliau juga menyebut praktik cerdas yang dimiliki DPR RI dengan membentuk

Panitia Kerja SDGs di bawah koordinasi BKSAP DPR RI untuk mempersiapkan dan

mengarusutamakan kerja SDGs di Parlemen. Panja SDGs terdiri dari anggota

parlemen dari Fraksi dan Komisi yang berbeda di DPR, memberikan legitimasi

untuk mengambil peran memperdalam kesadaran tentang SDGs pada seluruh

anggota DPR RI dan melihat SDGs dari berbagai perspektif.

Gb.6. Wakil Ketua BKSAP, Dave Akbarshah Fikarno saat menyampaikan intervensi

Page 21: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

21

Sementara pada Sesi II, Sdr. Dave Akbarshah Fikarno, ME kembali

mengemukakan intervensinya tentang pentingnya peran pendidikan dalam

pengentasan kemiskinan. Ia menyebut keterkaitan pendidikan dengan kesehatan.

Menurutnya ibu-ibu yang terdidik akan menghasilkan sosok ibu yang sadar dalam

menerapkan pola hidup sehat dengan keseimbangan gizi dan nutrisi. Dikatakan pula

bahwa pendidikan kewirausahaan perlu diterapkan sejak dini untuk menghasilkan

usahawan muda yang berhasil menciptakan lapangan kerja. Pemerintah perlu

membuat kebijakan dan intensif dalam menciptakan banyak usahawan muda.

Di akhir intervensinya, beliau berbagi pengalaman tentang penerapan program

pendidikan Indonesia yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia,

antara lain adalah upaya Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan sumber daya ke

sekolah-sekolah dengan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan

mendukung orang tua mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah melalui Program

Indonesia Pintar (PIP).

C. HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Persidangan diakhiri dengan mengadopsi Outcome Document yang berisi poin-poin

sebagai berikut :

1) SDGs adalah kerangka kerja universal yang inovatif yang dimaksudkan untuk

membantu memfokuskan dan mengoordinasikan kebijakan nasional ke arah

pembangunan yang menyeluruh termasuk dari perspektif ekonomi, sosial dan

lingkungan. SDGs juga menyediakan platform untuk kerja sama dan dialog.

2) Untuk berkontribusi pada transformasi ini, setiap Parlemen perlu meningkatkan

kapasitasnya untuk memenuhi SDGs sesegera mungkin, dan mengidentifikasi

prioritas dan tindakan strategisnya sendiri. Pengetahuan dan peningkatan

kesadaran tentang SDGs harus ditingkatkan melalui pelatihan dan seminar

untuk memastikan bahwa anggota parlemen dan staf parlemen dapat

memperkuat kompetensi mereka dan mengambil keputusan berdasarkan

informasi tentang langkah-langkah praktis yang harus mereka lakukan untuk

memajukan pelaksanaan tujuan dan memantau kemajuan.

3) Perangkat Penilaian Mandiri SDG IPU/UNDP telah membuktikan katalis

penting untuk tindakan parlementer terhadap SDGs. IPU mendorong semua

parlemen untuk menggunakan perangkat ini untuk mengidentifikasi mekanisme

yang paling cocok untuk keterlibatan mereka dalam implementasi SDGs.

4) Setiap parlemen harus menemukan cara yang efektif untuk meminta

pertanggungjawaban pemerintah dalam tujuan-tujuan SDGs dan memastikan

bahwa undang-undang dan anggaran yang mendukungnya telah disahkan dan

disetujui. Fungsi pengawasan parlemen adalah salah satu basis demokrasi.

Page 22: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

22

Mekanisme pengawasan, seperti rapat dengar pendapat komisi, penyelidikan

dan laporan, merupakan alat penting untuk menilai dampak konkret dari

kebijakan dan program pemerintah. Sarana yang tepat untuk koordinasi juga

harus diidentifikasi melalui latihan penilaian diri untuk memastikan bahwa SDG

terintegrasi secara transversal dan komprehensif ke dalam pekerjaan parlemen.

5) Menekankan pentingnya mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa

kesetaraan gender secara memadai diperhitungkan secara lintas sektoral dan

bahwa kebijakan dan program terkait SDGs mencerminkan kebutuhan spesifik

kaum miskin, terpinggirkan, dan rentan. Sebagai wakil rakyat yang terpilih,

anggota parlemen memiliki peran penting dalam menjangkau dan melibatkan

populasi yang terpinggirkan. Anggota parlemen juga memiliki tanggung jawab

penting dalam memastikan berjalannya kebijakan publik serta dampak

kebijakan tersebut bagi masyarakat.

6) Partisipasi perempuan dalam politik adalah penting bukan hanya karena itu

dapat memastikan parlemen lebih representatif dan inklusif, tetapi juga karena

kesetaraan gender sangat penting untuk pemerintahan yang demokratis dan

untuk pencapaian SDGs.

7) Data terpilah yang berkualitas, dapat diakses, tepat waktu dan dapat diandalkan

adalah penting untuk mengukur kemajuan terhadap prioritas nasional yang telah

ditetapkan. Setiap negara perlu terus memperbarui dan meningkatkan kapasitas

statistiknya untuk mengumpulkan dan memproses data, termasuk dalam

kaitannya dengan identifikasi populasi yang terpinggirkan dan pemrograman

bagi kaum miskin.

8) Sebagaimana dicatat dalam Deklarasi Doha yang diadopsi pada Majelis IPU ke-

140, pendidikan adalah hak asasi manusia mendasar yang memberikan individu

keterampilan nyata yang tidak hanya memungkinkan pekerjaan yang produktif,

tetapi juga mengembangkan keterampilan hidup yang mendorong keterlibatan

masyarakat dan menjamin kohesi sosial berdasarkan nilai-nilai umum. Untuk

itu, memastikan pendidikan yang berkualitas adalah penting dalam pencapaian

semua SDGs dan dalam memutus siklus kemiskinan. Parlemen berkomitmen

untuk mendukung mekanisme dan langkah-langkah pembiayaan yang bekerja

untuk mempromosikan pendidikan berkualitas dan memungkinkan akses yang

adil ke pendidikan untuk semua.

9) Kesehatan dan kesejahteraan warga negara adalah pusat pencapaian SDGs.

Parlemen harus mengambil tindakan untuk memajukan agenda kesehatan

nasional dan mempromosikan pengarusutamaan kesehatan dalam rencana dan

strategi pembangunan nasional. Untuk itu, layanan kesehatan dan fasilitas

kesehatan harus memenuhi kebutuhan semua warga negara, termasuk

perempuan, anak perempuan, remaja, dan populasi rentan dan terpinggirkan

lainnya. Meskipun terdapat kemajuan di wilayah ini tentang kesehatan ibu dan

Page 23: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

23

anak, akses ke perawatan dan pencegahan HIV, dan akses ke layanan kesehatan

seksual dan reproduksi, ada kebutuhan untuk hukum dan kebijakan yang lebih

kuat, serta penegakan yang lebih kuat, untuk menangani masalah sosial dan

keuangan yang masih ada hambatan yang membatasi kesetaraan dalam akses ke

layanan kesehatan. Lebih jauh, parlemen didorong untuk berinvestasi dalam

mendidik warga negara tentang kesehatan, khususnya kesehatan anak-anak dan

kaum muda.

10) Mendukung upaya untuk membangun kemauan politik dan memperkuat

komitmen terhadap Universal Health Coverage (UHC) dan sistem kesehatan

berkelanjutan. Anggota parlemen memiliki tanggung jawab penting untuk

mendesak menyediakan data berkualitas yang mengidentifikasi kelompok-

kelompok yang terpinggirkan dan kurang terlayani serta mengadopsi kerangka

kerja hukum yang mendukung akses ke layanan kesehatan yang berkualitas dan

perlindungan keuangan untuk semua. Krisis kesehatan dan ancaman kesehatan

yang muncul sehubungan dengan perubahan iklim di kawasan Asia-Pasifik telah

menunjukkan bahwa sistem kesehatan yang tangguh diperlukan untuk

pencegahan dan respons terhadap wabah penyakit.

11) Perubahan iklim menghadirkan ancaman serius bagi kesehatan dan

kesejahteraan manusia, dan mengancam keuntungan pembangunan di kawasan

Asia Pasifik, sehingga penting untuk membangun budaya pencegahan dan

mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon, efisien sumber daya, dan

inklusif secara sosial. Secara khusus, anggota parlemen harus mempromosikan

"literasi lingkungan" dan meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim dan

pengurangan risiko bencana di antara warga negara. Untuk melakukannya,

anggota parlemen perlu memaksimalkan peran mereka sebagai legislator dan

pengawas, dan meningkatkan kerja sama dan kemitraan dengan tujuan untuk

berbagi informasi dan pengalaman pada skala regional dan global.

12) Risiko bencana dan degradasi lingkungan merupakan tantangan penting bagi

kawasan dan oleh karena itu menjadi bagian tak terpisahkan dari keterlibatan

parlemen dalam perubahan iklim dan program pendidikan nasional. Parlemen

perlu memastikan bahwa undang-undang melindungi lingkungan dan langkah-

langkah pencegahan dimasukkan dalam anggaran untuk menghindari dampak

perubahan iklim dan bencana alam.

13) Parlemen di semua negara harus memainkan peran aktif dalam persiapan dan

pengawasan Laporan Nasional Sukarela ke Forum Politik Tingkat Tinggi

(HLPF). Parlemen juga harus terwakili dalam delegasi nasional ke HLPF untuk

lebih memperkuat kepemilikan laporan dan memfasilitasi keterlibatan parlemen

dalam menindaklanjuti hasil dan rekomendasi.

Page 24: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

24

14) Meminta IPU dan Parlemen Mongolia untuk membawa kesimpulan dan

rekomendasi kepada komunitas parlemen global di Majelis IPU ke-141 di

Belgrade, Serbia serta meminta IPU untuk mempromosikan keterlibatan

parlementer dengan SDGs dengan terus bekerja dengan PBB dan mitra terkait

lainnya menuju keberhasilan implementasi Agenda 2030 untuk Pembangunan

Berkelanjutan.

D. LAIN-LAIN

Selain itu, di sela-sela sesi konferensi, Ketua delegasi Yth. Dr. Nurhayati Ali

Assegaf, M.Si melakukan Kunjungan Kehormatan dan pertemuan bilateral, sebagai

berikut :

a. Kunjungan Kehormatan dengan H.E. Battulga Khaltmaa, Presiden

Mongolia

Presiden menekankan bahwa parlemen sangat berperan dalam usaha-usaha

pencapaian SDGs di masing-masing negara. Dalam kesempatan tersebut Presiden

IPU Gabriela Cuevas Baron menyampaikan terima kasih atas kesediaan Mongolia

sebagai tuan rumah event tersebut yang merupakan kontribusi besar Mongolia

dalam mendukung pencapaian SDGs. Selain itu, Presiden IPU juga

menyampaikan secara singkat kegiatan-kegiatan IPU termasuk salah satu prioritas

IPU untuk meningkatkan peran masyarakat di parlemen, yang akan

menghasilkan penerapan hukum bagi warga negara.

Gb.7. Courtesi Call para Ketua Delegasi kepada Presiden Mongolia

Di akhir pertemuan, Presiden mencatat bahwa ada banyak hal baik dan buruk

dalam perjalanan perkembangan Mongolia sejak bertransisi ke demokrasi pada

tahun 1990, tetapi Mongolia masih merupakan oasis demokrasi.

Page 25: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

25

b. Pertemuan bilateral dengan H.E. Lenkh-Amgalan, Deputy Speaker of the

State Great Hural of Mongolia (Parlemen Mongolia)

Dalam pertemuan tersebut, Wakil Ketua Parlemen mengucapkan selamat atas

terselenggaranya Pemilu secara serentak di Indonesia. Dalam kesempatan

tersebut selain berdiskusi mengenai partai politik, Ketua Delegasi turut

mengundang anggota Parlemen Mongolia untuk berpartisipasi pada the 3rd World

Parliamentary Forum on Sustainable Development yang akan diselenggarakan

pada tanggal 4-5 September 2019 di Bali. Ditegaskan pula bahwa inisiatif ini

merupakan yang pertama kali dilakukan oleh Parlemen Indonesia dalam

mendukung pencapaian SDGs oleh para anggota parlemen;

Gb.8. Bilateral Meeting Ketua BKSAP dengan Wakil Ketua Parlemen Mongolia

III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

1) Anggota BKSAP DPR RI terlibat secara aktif sebagai narasumber dan peserta

dalam The Second Regional Seminar for the Asia-Pacific Region; Parliaments

on Achieving the Sustainable Development Goals.

2) Partisipasi aktif Indonesia dalam memajukan SDGs dapat dilihat dari

penunjukan Dr. Nurhayati Ali Assegaf sebagai narasumber dalam Sesi III yang

membahas tentang kesehatan.

Page 26: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

26

3) Parlemen harus memastikan kebijakan pendidikan nasional yang dijalankan oleh

pemerintah memenuhi unsur inklusivitas baik itu untuk semua kalangan sosial

maupun untuk warga rentan dan difabel.

4) Parlemen perlu mendorong pemerintah nasional masing-masing untuk

memberlakukan Universal Health Coverage (UHC) yang menyasar

perlindungan kesehatan bagi semua warga negara.

5) Parlemen mempunyai peran strategis yang harus dimainkan dalam

penggalangan kerja sama internasional demi terwujudnya pembangunan

berkelanjutan.

6) Parlemen perlu mengembangkan sistem evaluasi (self-assessment) untuk dapat

mengawasi pelaksanaan SDGs oleh pemerintah. Sistem evaluasi ini penting

untuk menancapkan kepemilikan SDGs (national ownership) di suatu negara.

7) Keberadaan komite atau badan yang mengawasi implementasi SDGs mutlak

dipunyai oleh parlemen demi mendukung kerja parlemen dalam pengawasan.

8) Parlemen dan anggota parlemen harus mempromosikan "literasi lingkungan"

dan meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim dan pengurangan risiko

bencana.

9) Ketersediaan data penting untuk mengukur pelaksanaan SDGs. Oleh karena itu,

parlemen harus mendorong pemerintah untuk memastikan akses ke data

berkualitas tinggi untuk mengukur dan memantau kemajuan menuju SDGs

B. REKOMENDASI

1) Keterlibatan BKSAP DPR RI dalam forum-forum parlemen khususnya Panitia

Kerja SDGs perlu ditingkatkan intensitasnya mengingat pentingnya pencapaian

SDGs di tingkat global, regional, maupun nasional.

2) Keterlibatan BKSAP DPR RI dalam forum parlemen internasional maupun

regional penting dilakukan guna mendapatkan informasi tangan pertama tentang

SDGs dari para panelis dan peserta.

3) BKSAP DPR RI perlu mendorong para anggotanya untuk menjadi narasumber

ataupun panelis dalam forum internasional. Kehadiran para anggota BKSAP

DPR RI dapat memberikan perspektif Indonesia dalam agenda atau persoalan

global.

4) BKSAP DPR RI perlu mendorong capaian, praktik cerdas, dan pengalaman

Indonesia untuk didiseminasikan dalam forum-forum internasional.

5) BKSAP DPR RI harus terus mendorong Pemerintah Indonesia untuk terus

meningkatkan sistem satu data yang komprehensif dan tepat guna untuk

pengukuran keberhasilan implementasi SDGs di lapangan.

6) Laporan kerja kunjungan ke Mongolia ini akan disebarluaskan ke komisi-komisi

dan badan terkait untuk ditindaklanjuti dalam pembahasan undang-undang,

rapat kerja dengan pemerintah, dan rapat dengar pendapat umum (RDPU)

dengan pemerintah.

Page 27: LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL ......1 LAPORAN DELEGASI DPR RI KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT

27

7) BKSAP perlu diberikan otoritas penuh sebagai penjuru (focal point) SDGs di

DPR RI. Ke depan BKSAP dapat mengawasi dan memanggil pemerintah terkait

pelaksanaan SDGs.

8) DPR RI perlu segera membuat mekanisme parlemen dalam memantau kinerja

pemerintah dalam implementasi SDGs.

IV. PENUTUP

A. ANGGARAN

Biaya yang digunakan untuk melakukan perjalanan 4 (empat) Anggota, 1 (satu)

Sekretaris Delegasi dan 1 (satu) Tenaga Ahli BKSAP adalah Rp. 386.309.690,-

(Tiga Ratus Delapan Puluh Enam Juta Tiga Ratus Sembilan Ribu Enam Ratus

Sembilan Puluh Rupiah).

B. KETERANGAN LAMPIRAN

Laporan ini dilengkapi oleh lampiran hasil-hasil persidangan sebagai berikut:

Outcome Document

Program

List of Participants

Demikian pokok-pokok laporan Delegasi DPR RI ke Second Regional Seminar for

the Asia-Pacific Region Parliaments on Achieving The Sustainable Development

Goals pada tanggal 27-28 Mei 2019 di Ulanbator – Mongolia.

Semoga bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Mei 2019