95

Laporan CBNA Dan CBAP Aceh Barat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pemerintahan

Citation preview

  • This document has been produced with the nancial assistance of the European Union. The contents of this document are the sole responsibility of Aceh Local Governance Programme II (ALGAP II) and can under no circumstances be regarded as reecting the position of the European Union.

    U n i E r o p a

  • Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I i

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dankaruniaNya, Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Daerah KabupatenAceh Barat, telah dapat kami selesaikan.

    Berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah danUndang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara PemerintahPusat dan Daerah, telah memberikan ruang gerak yang luas bagi daerah untuk menentukanurusan rumah tangga sendiri berdasarkan kewenangan yang dimiliki, sesuai dengan aspirasimasayarakat. Dengan kewenangan untuk mengatur sendiri pembangunan dan pelayananpublik kepada masyarakat, daerah juga dihadapkan pada tantangan baru yaitu bagaimanamengartikulasikan kewenangan-kewenangan tersebut dalam penyelenggaraan pemerintahanyang mengedepankan prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan kepadamasyarakat. Tantangan yang dihadapi bertambah berat karena konflik yang berkepanjangandisusul gempa dan tsunami telah menganggu aktivitas pemerintahan di Kabupaten AcehBarat. Kewenangan, tugas dan tanggung jawab pemerintahan di Aceh semakin meningkatdengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang PemerintahanAceh. Hal ini telah mendorong upaya untuk melakukan pengembangan dan peningkatankapasitas pemerintahan untuk menjalankan tugas-tugas penyelenggaraan pemerintahan agardapat berjalan secara efektif, efisien dan berkelanjutan.

    Fokus utama dari pengembangan kapasitas ini diletakkan pada tema-tema lintas sektoralpemerintahan kabupaten, seperti pemerintahan yang baik, perencanaan daerah, pengelolaansumber daya manusia (SDM) aparatur dan pengembangan kelembagaan, pengelolaankeuangan daerah dan penganggaran. Kerangka kerjanya menekankan kepada kebutuhanuntuk menyusun setiap program pengembangan kapasitas daerah berdasar kebutuhan dankeperluan khusus di setiap daerah.

    Kebutuhan pengembangan kapasitas secara formal didukung dengan kebijakan nasionalberupa Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas Dalam RangkaMendukung Desentralisasi yang menjadi acuan pengembangan kapasitas pemerintahandaerah. Kebijakan ini selaras dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yangmenempatkan pengembangan kapasitas pemerintahan daerah sebagai salah satu programdaerah.

    Sehubungan dengan itu, program kerjasama teknis antara Pemerintah Kabupaten AcehBarat dan GTZ-ALGAP-II dilakukan proses pengkajian kebutuhan pengembangankapasitas pemerintahan daerah. Pengkajian ini berlangsung selama empat bulan, mulaipermulaan bulan Juli sampai dengan September 2007 dan dilanjutkan pada Nopember2007. Pengkajian ini difokuskan pada 4 (empa) tema utama yang bersifat lintas sektoral,yakni (1) Pengelolaan Sumber Daya Manusia dan Pengembangan Kelembagaan (2) PeranDPRK dan Peraturan Perundang-undangan, (3) Perencanaan Pembangunan (4) PengeloaanKeuangan Daerah dan Penganggaran.

  • Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I ii

    Keseluruhan proses pengkajian melibatkan satu tim yang terdiri dari tim teknis berjumlah20 orang dari unsur Pemerintah Kabupaten, Anggota DPRK yang dibentuk oleh PemerintahKabupaten Aceh Barat melalui Surat Keputusan Bupati, serta didukung oleh 2 orangfasilitator ALGAP II.

    Tim fasilitator selain berfungsi sebagai pengkaji, juga melakukan pendampingan dantransfer of knowledge and skills. Dengan pendekatan partisipatif, Tim Pengkajianmelakukan serangkaian pertemuan dan diskusi dengan para pejabat Pemerintah Kabupaten,pimpinan dan anggota DPRK, serta pihak-pihak lainnya yang terkait; yang menyorotiberbagai penilaian terhadap kapasitas yang diidentifikasi, gap kapasitas yang muncul,pengembangan kapasitas yang dibutuhkan, dan pada langkah selanjutnya disusun rancanganrencana tindak pengembangan kapasitas.

    Walaupun proses pengkajian kebutuhan pengembangan kapasitas ini berlangsung relatifsingkat dalam kurun waktu 4 bulan, namun demikian diharapkan laporan ini dapatdipergunakan sebagai dasar pertimbangan untuk membantu menentukan langkah-langkahkebijakan secara lebih tepat dalam upaya pengembangan kapasitas pemerintahan daerah diKabupaten Aceh Barat.

    Oleh karena itu, tahapan kegiatan berikutnya adalah agar rencana tindak pengembangankapasitas pemerintahan daerah yang telah disusun ini, dapat dibahas bersama oleh semuapihak dan pelaku pembangunan terkait (eksekutif, legislatif, lembaga masyarakat dan pihaklainnya) di dalam proses pengambilan keputusan untuk merumuskan programpengembangan kapasitas pemerintahan yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisiwilayah.

    Rencana tindak pengembangan kapasitas ini diharapkan akan berfungsi sebagai suatukerangka kerja terpadu dalam upaya pengembangan kapasitas di daerah dan selanjutnyadimasukkan sebagai bagian integral dalam Program Pembangunan Daerah (RPJM) danRencana Strategis (RENSTRA) SKPD. Dengan demikian dinas/instansi terkait jugamempunyai tanggung jawab untuk mengintegrasikan program dan kegiatan mereka.

    Walaupun demikian masih terbuka bagi semua pihak untuk memberikan saran, tanggapan, danmasukan dalam menyempurnakan laporan ini, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

    Dengan terbitnya laporan ini kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginyadisertai ucapan terima kasih kepada :1. Bapak Bupati, Wakil Bupati dan Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Barat yang selalu

    memberikan dorongan, bimbingan, arahan dan masukan-masukan penting demilancarnya program ini.

    2. Bapak Ketua DPRK, Sekretaris Dewan dan anggota DPRK yang telah memberikanarahan dan masukan penting

    3. Bapak Assisten 1 Bidang Administrasi Umum dan Pemerintahan, dan Kepala -kepalaBagian lingkup Sekretariat Kabupaten, Kepala-kepala Dinas, Badan, Kantor seKabupaten Aceh Barat yang telah memberikan masukan yang sangat bermanfaat sesuaidengan bidang tugasnya masing-masing

    4. Segenap anggota Tim Teknis Pengembangan Kapasitas Kabupaten Aceh Barat yang

  • Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I iv

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    PendahuluanPengembangan kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat merupakan suatu kebutuhanyang mendesak. Secara umum, kebutuhan ini terkait dengan persoalan bagaimana suatupemerintahan menjalankan mandat desentralisasi dan otonomi khusus seperti yang tertuangdalam UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004, serta UU 11/2006. Pengembangan kapasitasKabupaten Aceh Barat mendapat dukungan dari ALGAP II sesuai dengan surat dariGubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tanggal 21 Maret 2007 perihal: PelaksanaanProgram Pelaksanaan Proyek ALGAP di Provinsi NAD.

    Salah satu komponen ALGAP II adalah memberikan dukungan kepada DPRK danPemerintah Kabupaten untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menjalankankewenangannya sesuai dengan tugas dan fungsinya.

    Proses pengembangan kapasitas ini diawali dengan kegiatan-kegiatan pengkajian kebutuhanpengembangan kapasitas atau Capacity Building Need Assesment (CBNA) untukmengetahui kebutuhan daerah, baik dari segi kapasitas individu (sumberdaya manusia),kelembagaan (struktur organisasi dan tata laksana), maupun sistem (Peraturan Perundang-undangan). Sebagai tahap awal kegiatan pengkajian kebutuhan dilakukan LokakaryaEksplorasi.

    Pelaksanaan Lokakarya Eksplorasi merupakan tindak lanjut dari pertemuan Wakil BupatiKabupaten Aceh Barat dengan pihak ALGAP II yang didasari oleh Surat Keputusan BupatiAceh Barat Nomor 061/III//2007 tentang penetapan Tim Pengarah dan Tim TeknisPengkajian Kebutuhan dan Rencana Tindak Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah.

    Kebutuhan pengembangan kapasitas secara formal didukung dengan kebijakan nasionalberupa Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas Dalam RangkaMendukung Desentralisasi yang menjadi acuan pengembangan kapasitas pemerintahandaerah. Kebijakan ini selaras dengan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Aceh Barat yangmenempatkan pengembangan kapasitas pemerintahan daerah sebagai salah satu programprioritas.

    Dukungan dari lembaga internasional yang memberikan perhatian pada persoalan kapasitaspemerintahan daerah juga menjadi peluang bagi Kabupaten Aceh Barat untuk melakukanpengembangan kapasitas secara strategis dan berkelanjutan.

    Metodologi dan Pelaksanaan PengkajianPengkajian mencakup tiga dimensi kapasitas terpadu, yakni tingkatan individu,kelembagaan, dan tingkatan sistem. Ketiga tingkatan atau dimensi itu, masing-masingmemiliki ruang lingkup atau komponen yang saling mempengaruhi, yaitu:? Tingkat Sistem: kerangka peraturan dan kebijakan yang mendukung atau membatasi

    pencapaian tujuan kebijakan tertentu, perkembangan ekonomi, perkembangan socialdan politik;

  • Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I v

    ? Tingkat Kelembagaan: struktur organisasi, proses pengambilan keputusan, prosedurdan mekanisme kerja, instrumen manajemen, hubungan dan jaringan antar organisasi;

    ? Tingkat Individu: tingkat ketrampilan, kualifikasi, pengetahuan, sikap, etika danmotivasi individu yang bekerja dalam organisasi.

    Pengkajian kebutuhan pengembangan kapasitas pemerintahan daerah di Kabupaten AcehBarat berlangsung selama empat bulan, mulai permulaan Juli sampai dengan September2007 dan dilanjutkan pada Nopember 2007. Pengkajian kebutuhan pengembangan kapasitasdilakukan oleh Tim Teknis Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat didampingi oleh 2 (dua)Fasilitator dari GTZ ALGAP II, yaitu Harris Syarman dan Said Azhar. Pengkajian inidifokuskan pada 5 (lima) tema utama yang bersifat lintas sektoral, yakni:

    (1) Organisasi dan Tata Laksana,(2) Sumberdaya Manusia,(3) Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan(4) Perencanaan Pembangunan,(5) Keuangan Daerah dan Penganggaran

    Metodologi pengkajian bersifat pendekatan zooming-in dan zooming-out dengantingkatan kelembagaan diterapkan sebagai pintu masuk dalam proses pengkajian, didukungdengan serangkaian metodologi, instrumen, dan alat-alat kerja yang diperlukan. Pengkajiandimulai dengan pengumpulan data, lokakarya eksplorasi, analisis dokumen, wawancara,diskusi kelompok terfokus (FGD), pengkajian kemampuan organisasi (OCAT).

    Proses pengkajian terbagi dalam 3 fase utama, yakni fase persiapan, penggalian dan analisadata, serta fase perencanaan tindakan jangka menengah dan tahunan. Pengkajian inimelibatkan perangkat daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, DPRD, dinas daerah,lembaga teknis daerah Kabupaten Aceh Barat serta unsur dari lembaga swadayamasyarakat.

    Hasil-hasil PengkajianLokakarya eksplorasi berhasil mengidentifikasi isu-isu atau masalah-masalah yang muncul.Isu dalam tema Organisasi dan Tata Laksana mengedepankan pembagian tugas danwewenang yang belum sepadan dengan beban tugas atau kurang jelas dan koordinasi yangmasih lemah. Tema Sumberdaya Manusia mengemukakan bahwa penempatan karyawanmasih belum selaras dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman serta keterampilankaryawan masih kurang memadai. Tema mengenai DPRK dan Perundang-undanganmengutarakan kesenjangan peran karena fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasanbelum berfungsi sebagaimana diharapkan. Dalam tema Perencanaan Pembangunan,masalah yang muncul adalah program pembangunan belum disusun secara sistematis danterpadu, belum berpihak pada publik dan visi dan misinya kurang jelas. Sementara untuktema Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penganggaran, isu yang muncul adalah perlunyaoptimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta transparansi dan akuntabilitas penggunaanggaran. Setelah itu, isu dalam setiap tema ditelurusi faktor penyebabnya melalui analisisdalam tiga tingkatan yang merupakan bagian integral dari pengkajian kebutuhanpengembangan kapasitas.

  • Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I vi

    Proses pengkajian selanjutnya adalah melakukan konfirmasi dan klarifikasi terhadap isu isudalam setiap tema yang telah dirumuskan kepada berbagai pihak (stakeholder), yangkemudian melakukan pendalaman terhadap kesenjangan yang ada atau masalah yang terkaitdengan isu-isu tersebut. Dari analisis kapasitas, diperoleh kesenjangan sebagai berikut:

    Isu Tema 1: Organisasi dan Tatalaksana- Pembagian tugas dan wewenang kurang jelas- Beban tugas dengan kapasitas individu belum sepadan- Koordinasi masih lemah

    Isu Tema 1: Sumber Daya Manusia- Kesenjangan keterampilan manajemen dan keterampilan teknis- Penempatan karyawan masih ada yang belum mengikuti prosedur yang ditetapkan- Motivasi karyawan belum sebagaimana diharapkan

    Isu Tema 3: Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan- Fungsi dan peran DPRK belum optimal

    Isu Tema 4: Perencanaan Pembangunan- Program pembangunan belum disusun secara sistematis dan terpadu- Pembangunan belum berpihak pada publik dan misi dan visinya kurang jelas

    Isu Tema 5: Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penganggaran- Pengumpulan Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum optimal- Transparansi dan akuntabilitas pengguna anggaran

    Rencana TindakRencana tindak pengembangan kapasitas jangka menengah dan tahunan disusunberdasarkan daftar kebutuhan pengembangan kapasitas yang telah diperoleh. Dalam prosespenyusunan rencana tindakan pengembangan kapasitas ini, dilakukan pemilihan prioritaspengembangan kapasitas yang diharapkan akan dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahunke depan untuk masing-masing tema utama. Masing-masing kebutuhan pengembangankapasitas dianalisa untuk merumuskan manfaat, dampak dan hasil yang akan diperoleh,serta kegiatan dan sumberdaya (masukan) yang diperlukan untuk mewujudkanpengembangan kapasitas.

    Rencana tindak pengembangan kapasitas yang telah dirumuskan oleh tim pengkajian inidiharapkan menjadi bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)Kabupaten Aceh Barat yang menjadi pedoman dan acuan dasar serta alat koordinasi bagipara stakeholder untuk pengelolaan program-program kegiatan tahunan serta alokasianggaran.

  • Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I vii

    RekomendasiPengembangan kapasitas merupakan proses pembelajaran yang terus menerus antaraberbagai pihak (stakeholder), dan oleh karenanya diperlukan komitmen yang tinggi daripara pengambil keputusan di daerah untuk senantiasa mengembangkan kapasitas sesuaidengan kebutuhan yang terus berkembang. Bertitik tolak dari kesenjangan-kesenjangankapasitas pada tingkatan didalam tema-tema pengkajian, maka ada beberapa haldirekomendasikan didalam laporan ini, yaitu:1. Menjadikan Pengembangan Kapasitas sebagai arus utama (mainstream) didalam

    pengembangan sistem kepemimpinan (leadership) daerah;2. Mengembangkan dan senantiasa memperbaharui komitmen pada berbagai tingkatan

    kepemimpinan untuk menerapkan pendekatan yang terpadu dan komprehensif didalammengembangkan kapasitas pemerintahan ;

    3. Melegalisasikan Program Pengembangan Kapasitas dalam bentuk Qanun yangmengikat semua pelaku, memasukkan didalam Dokumen Perencanaan Daerah (RPJMdan Renstra SKPD) secara integral sehingga menjadi usaha milik bersama, danmendapatkan kepastian pembiayaannya melalui APBK dan atau sumber-sumberpembiayaan lain (BRR, GTZ ALGAP II, atau Lembaga Donor Lainnya);

    4. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, terutama kepada para penyedia layanan(jasa) pengembangan kapasitas, baik di tingkat lokal, regional, nasional, maupuninternasional, agar kebutuhan-kebutuhan pengembangan kapasitas dapat dipenuhi;

    5. Menjalin kerjasama secara horisontal antar sesama daerah yang memiliki programpengembangan kapasitas untuk berbagi pengalaman

    6. Menjalin kerjasama dengan jaringan vertikal, agar pengalaman-pengalaman yang baikdari daerah dapat didiseminasikan ke daerah lain secara lebih luas.

  • Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I viii

    Prioritas Pengembangan Kapasitas Kabupaten Aceh BaratDalam Kurun Waktu 5 tahun (2008-2012)

    Tahun keNo Hasil pengembangan kapasitas yang ingin dicapai 1 2 3 4 5Tema 1: Organisasi dan Tata Lausana

    1Restrukturisasi perangkat daerah sesuai dengan PP No. 41 Tahun 2007termasuk pembagian tugas, penyusunan sistem dan prosedur yang berkaitandengan restrukturisasi tersebut

    ?

    Tema 2 : Sumber Daya Manusia

    ? ? ? ? ?1

    Tersedianya Sumberdaya Manusia bidang kepegawaian yang kompeten,fasilitas-fasilitas penunjang, prosedur dan petunjuk teknis mengenaipengelolaan SDM aparatur pemerintah secara professional

    Tema 3: Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan1 Tata Tertib yang baru dipedomani oleh anggota DPRK ?2 Badan Legislasi Daerah (Balegda) terbentuk ?

    3Fungsi Legislasi, penganggaran dan pengawasan DPRK berjalan denganbaik ?

    Tema 4: Perencanaan Pembangunan1 Pengembangan sistem partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan ? ? ? ? ?2 Penyusunan RPJP ?

    3 Penyusunan prosedur koordinasi antara Bappeda dengan SKPD dalamproses perencanaan ?

    4 Pengembangan sistem informasi antara Pemerintah Kabupaten Aceh Baratdengan masyarakat yang mendukung transparansi perencanaan ?Tema 5: Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penganggaran

    1 Penyempurnaan sistem pemungutan, pencatatan dan pelaporan PajakDaerah dan Retribusi Daerah ? ? ? ? ?

    2 Penyesuaian aspek legalitas berupa Qanun dan SK Bupati yang diperlukan ?

    3 Penyesuaian klasifikasi wajib retribusi dan struktur tarif yang mengandungazas keadilan dengan metode subsidi silang ?

    4 Pengakajian extensifikasi dan intensifikasi PAD sesuai dengan peraturanyang ditetapkan untuk menopang pertumbuhan PAD ?

    5

    Peningkatan keterampilan manajemen dan teknis untuk menyusun laporankeuangan pada setiap SKPD atau pengguna anggaran dan BendaharawanUmum Daerah (BUD) agar dapat disusun dan disajikan sesuai denganSistem Akuntansi Pemerintahan.

    ? ? ? ? ?

    6 Peningkatan keterampilan manajemen dan teknis perangkat daerah untukmenyusun APBD dan pemahaman pada setiap langkah penyusunan APBD ? ? ? ? ?

  • Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I ix

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR iRINGKASAN EKSEKUTIF ivDAFTAR ISI ix

    BAB SATU: PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG1.1. Ikhtisar Tentang Rencana Tindak Pengembangan Kapasitas ....................1.2. Kebutuhan Kapasitas Daerah, Prioritas Dan Hambatan.............................1.3. Pedoman Kerangka Hukum Dan Peraturan Perundang-Undangan ...........1.4. Kaitan Dengan Prioritas Nasional .............................................................1.5. Kerangka Pelaksanaan Dan Pengelolaan .................................................

    BAB DUA: PENILAIAN SITUASI2.1. Ruang Lingkup, Metode Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas2.2. Masalah-Masalah Pengembangan Kapasitas Yang Teridentifikasi ..........

    2.2.1.Organisasi dan Tata Laksana ............................................................2.2.2.Sumber Daya Manusia .....................................................................2.2.3.Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan ...........................2.2.4.Perencanaan Pembangunan ..............................................................2.2.5.Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penganggaran .........................

    2.3 Kebutuhan Pengembangan Kapasitas Utama ...........................................2.3.1.Organisasi dan Tata Laksana ...........................................................2.3.2.Sumber Daya Manusia ....................................................................2.3.3.Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan ..........................2.3.4.Perencanaan Pembangunan .............................................................2.3.5.Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penganggaran ..........................

    BAB TIGA: VISI DAN MISI3.1. Pemerintahan Daerah dan Visi Pembangunan ........................................3.2. Misi Pengembangan Kapasitas ...............................................................3.3. Stakeholder Utama dan Peran-Peran .....................................................3.4. Nilai-Nilai dan Prinsip Manajemen (Termasuk Jender) ........................

    BAB EMPAT: STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN HASIL-HASIL YANG DIHARAPKAN4.1. Penjelasan Menyeluruh Tentang Tujuan Pengembangan Kapasitas .......4.2. Hasil-Hasil Yang Diharapkan dan Indikator Kinerja Yang Terkait ........

    4.2.1.Organisasi dan Tata Laksana .............................................................4.2.2.Sumber Daya Manusia ......................................................................4.2.3.Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan .............................4.2.4.Perencanaan Pembangunan ...............................................................4.2.5.Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penganggaran ...........................

    12344

    699

    10111213

    1415151617

    18202132

    22232425262729

  • Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I x

    4.3. Hasil-Hasil dan Kegiatan Lintas Sektoral Yang Terkait ...........................4.3.1.Organisasi dan Tata Laksana ............................................................4.3.2.Sumber Daya Manusia.......................................................................4.3.3.Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan ...........................4.3.4.Perencanaan Pembangunan ..............................................................4.3.5.Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penganggaran...........................

    4.4. Prioritas Pengembangan Kapasitas ..........................................................4.5. Proses Pengkajian Ulang .........................................................................

    BAB LIMA: PELAKSANAAN RENCANA TINDAK PENGEMBANGAN KAPASITAS5.1. Pendekatan Pelaksanaan Secara Keseluruhan .........................................5.2. Kerangka Pembelanjaan Multi Tahun .....................................................5.3. Penyusunan Program Tahunan ................................................................

    5.3.1. Prioritas Pengembangan Kapasitas Tahun Pertama Hingga Kelima ...5.3.2. Penjelasan Tahapan .......................................................................5.3.3. Hasil yang Diharapkan .................................................................... 5.3.3.1.Organisasi dan Tata Laksana .............................................. 5.3.3.2.Sumber Daya Manusia ...................................................... 5.3.3.3.Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan ............. 5.3.3.4.Perencanaan Pembangunan ................................................ 5.3.3.5.Keuangan Daerah dan Penganggaran .................................

    5.4. Pertanggung Jawaban dan Alokasi Tugas ................................................5.5. Proses-Proses Peninjauan dan Pengesahan ..............................................5.6. Struktur Pengelolaan ................................................................................

    5.6.1. Kebutuhan dan Perkiraan Anggaran ...............................................5.6.2. Sumber Dana dan Sumber Daya lain ..............................................

    5.7. Manajemen Pelaksanaan ..........................................................................5.7.1. Mekanisme Koordinasi, Dokumentasi dan Komunikasi ................5.7.2. Peran Serta Lembaga Donor ...........................................................

    BAB ENAM: MONITORING DAN EVALUASI6.1. Pemantauan Proses Prosedur dan instrumen ..........................................6.2. Pengukuran Kinerja: Evaluasi, manfaat dan dampak .............................6.3. Perencanaan Ulang Prosedur tahunan .....................................................

    31323233343536

    37373737393940434648525757575757585859

    737374

  • BAB SATU

    PENDAHULUAN DAN LATAR BELAKANG 1.1. Ikhtisar tentang Rencana Tindak Pengembangan Kapasitas Pengembangan kapasitas pada dasarnya adalah sebuah proses perubahan atau transformasi yang bertujuan untuk mendorong berbagai pihak untuk mengemban tanggung jawab baru, memperoleh keterampilan, mengubah perilaku, dan mendapat nilai-nilai baru, serta membuat kebijakan-kebijakan yang responsif. Proses transformasi tersebut menyoroti masalah-masalah pembangunan di bidang-bidang tertentu. Berdasarkan masukan-masukan yang diperoleh dari berbagai diskusi, dengar pendapat melalui serangkaian kegiatan pengkajian kebutuhan, temuan kesenjangan (gap) kapasitas untuk masing-masing tema pengkajian dan masalah-masalah terkait sesuai dengan tiga tingkatan kapasitas (individu, lembaga, sistem), maka dirumuskan rencana tindak pengembangan kapasitas jangka menengah dengan pendekatan-pendekatan pengelolaan yang bersifat lintas sektoral (yakni proses partisipasi, mekanisme koordinasi, perencanaan daerah, pengelolaan sumberdaya manusia dan pengembangan kelembagaan, serta pengelolaan keuangan daerah dan penganggaran), yang selanjutnya digunakan sebagai dokumen jangka menengah strategis yang mencantumkan semua komponen yang dibutuhkan untuk pengembangan kapasitas pemerintahan daerah di Kabupaten Aceh Barat.

    Rencana tindak pengembangan kapasitas ini akan menggambarkan prioritas pengembangan kapasitas dan masukan sumberdaya, jadual dan menentukan tanggung jawab untuk melaksanakannya. Hasil-hasil pengkajian akan memberikan informasi empiris tentang kesenjangan kapasitas yang ada untuk proses pengembangan kapasitas di daerah. Sementara strategi pengembangan kapasitas dapat mengidentifikasi langkah-langkah dan indikator kinerja yang diperlukan untuk mengurangi gap kapasitas antara penilaian kapasitas yang ada dan kebutuhankebutuhan yang akan datang secara rinci.

    Rencana tindak pengembangan kapasitas ini akan berfungsi sebagai suatu kerangka kerja terpadu dalam upaya pengembangan kapasitas di tingkat daerah, dan sebagai bagian dari rencana strategis (RENSTRA) SKPD, dan selanjutnya dimasukkan ke dalam anggaran tahunan guna membiayai kegiatan tersebut mengacu kepada perencanaan jangka menengah dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Oleh karena itu, rencana ini mencakup strategi yang dipakai dalam proses pengembangan kapasitas, dan memberikan kerangka koordinatif di berbagai lingkungan dan struktur organisasi di tingkat daerah.

    Program pengembangan kapasitas ini memerlukan proses konsultasi lebih lanjut untuk memperoleh persetujuan dari DPRK, biasanya dalam bentuk peraturan daerah (baca;Qanun). Sebagai salah satu komponen dari program tersebut, indikator-indikator untuk mengukur peningkatan kapasitas berdasarkan kinerja lembaga dan perorangan yang berkaitan dengan fungsi-fungsi pemerintahan daerah dan tercapainya hasil, manfaat serta dampak dari intervensi pengembangan kapasitas, maka ditetapkan dalam siklus pengembangan kapasitas meliputi; perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program pengembangan kapasitas secara berkesinambungan.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 1

  • 1.2. Kebutuhan Pengembangan Kapasitas Daerah, Prioritas dan Hambatan Kapasitas adalah kemampuan dari seorang individu, sebuah organisasi atau sebuah sistem untuk melaksanakan fungsi-fungsinya dan mencapai tujuan-tujuan secara efektif dan efesien. Pengembangan kapasitas pemerintahan perlu dilakukan karena: Merupakan kebutuhan organisasi yang terus menerus yang diakibatkan adanya

    kewenangan-kewenangan yang harus dijalankan seiring sistem pemerintahan yang desentralisasi (otonomi khusus bagi Aceh dan adanya UUPA) yang membutuhkan banyak aturan operasional dalam Qanun.

    Karena tuntutan masyarakat yang terus meningkat terhadap pelayanan kinerja pemerintah daerah.

    Akibat terjadinya perubahan paradigma pembangunan daerah yang disebabkan oleh perubahan sosial, ekonomi dan politik yang pesat.

    Semakin beragamnya pelaku dan kekuatan-kekuatan yang perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

    Besarnya peran dan pengaruh ekonomi internasional dan perusahaan multinasional dalam pembangunan daerah.

    Merosotnya kredibilitas dan terbatasnya kapasitas pengelolaan pemerintah daerah untuk mengatasi permasalahan daerah yang multi dimensional.

    Tuntutan desentralisasi (otonomi khusus bagi Aceh) peran dan tanggung jawab pembangunan dari pusat ke daerah dan perkembangan tehnologi informasi yang sangat pesat merupakan sederetan alasan lain signifikannya kebutuhan melakukan pengembangan kapasitas pemerintahan.

    Pengembangan kapasitas ini akan melibatkan pejabat pemerintah kabupaten, para anggota badan legislatif, dan perwakilan masyarakat untuk membentuk suatu pendekatan yang bersifat multi stakeholder terhadap pengembangan kapasitas pemerintahan daerah. Penyusunan aktivitas pengembangan kapasitas perlu menetapkan prioritas agar dapat memenuhi kebutuhan mendesak, sedangkan pengembangan strategi jangka menengah yang cocok akan menciptakan transformasi keseluruhan sistem tersebut secara bertahap. Dengan adanya jangka waktu yang lebih panjang, maka daerah mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membuat konsep yang terdiri dari beberapa tahapan pengembangan kapasitas dimana aktifitas-aktifitas selama satu tahun pertama adalah untuk meletakkan pondasi melanjutkan upaya pengembangan kapasitas pada tahun-tahun berikutnya. Penilaian prioritas bertujuan untuk menilai usulan-usulan pengembangan kapasitas dan membuat daftar prioritas, yang disesuaikan dengan konteks daerah dengan mencakup ketiga tingkatan kapasitas. Keputusan tentang prioritas harus dibuat secara transparan dan diterima oleh seluruh stakeholder, dan tidak mencerminkan persepsi dari seorang pejabat pemerintah pengambil keputusan belaka. Lebih lanjut, kebutuhan-kebutuhan sumberdaya untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas dispesifikasikan. Alokasi dari sumber daya finansial terlebih dahulu didasarkan pada anggaran daerah (APBK) dan sumber-sumber lain. Program pelaksanaan pengembangan kapasitas menjadi salah satu komponen dari rencana strategis pembangunan daerah yang dapat memberikan perspektif jangka

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 2

  • menengah, dan dimasukkan di dalam kerangka pengeluaran jangka menengah di tingkat daerah, serta ke dalam anggaran tahunan untuk diimplementasikan.

    Hambatan yang akan ditemui dalam rangka pengembangan kapasitas adalah adanya paradigma yang selama ini berkembang bahwa upaya-upaya pengembangan kapasitas lebih banyak yang berwawasan sektoral, dan ditujukan pada instansi-instansi sektoral. Seringkali prakarsa-prakarsa yang dilakukan selama ini hanya menekankan pada pelatihan (memperkuat kemampuan dan pengetahuan individu-individu), dan tidak cukup terfokus pada perubahan kelembagaan dan sistem dalam kerangka kerja operasional. Karena itu, prakarsa pengembangan kapasitas saat ini harus menyoroti kebutuhan pengembangan kapasitas pada semua tingkatan (individu, lembaga, sistem), karena jika tidak upaya-upaya tersebut tidak akan berkelanjutan dan tidak akan mencapai hasil-hasil yang diharapkan.

    1.3. Pedoman Kerangka Hukum dan Peraturan Perundang-undangan Kebijakan desentralisasi (otonomi khusus bagi Aceh; UU No 18/2001 dan UUPA No 11/2006) sebagaimana yang dirumuskan dalam No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat telah membuka peluang kepada pemerintahan daerah untuk menerima kewenangan dan tanggung jawab yang baru di mana fokus utama adalah pada pengelolaan lintas sektoral seperti penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan peran serta masyarat, perencanaan daerah, pengelolaan sumber daya manusia dan pengembangan kelembagaan, serta pengelolaan keuangan daerah dan penganggaran. Tugas-tugas ini merupakan persyaratan untuk meningkatkan kemampuan di bidang sektoral yang terkait dengan pelayanan publik kepada masyarakat. Pemerintah Kabupaten Aceh Barat secara khusus belum mengupayakan program pengembangan kapasitas dalam RPJM dan Renstra periode sebelumnya (Tahun 2002 2007). Upaya yang sudah dilakukan adalah hanya melakukan restrukturisasi organisasi yang dituang dalam beberapa Qanun (Qanun Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Barat Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Barat dan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Aceh Barat sebagaimana telah diubah dengan Qanun Aceh Barat Nomor 4 Tahun 2004. Qanun Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Dinas-Dinas Daerah Kabupaten Aceh Barat sebagaimana telah diubah dengan Qanun Aceh Barat Nomor 5 Tahun 2004. Qanun Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kabupaten Aceh Barat Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Susunan Organisasi Lembaga Teknis daerah Kabupaten Aceh Barat Sebagaimana telah diubah dengan Qanun Kabupaten Aceh Barat Nomor 6 Tahun 2004. Qanun Nomor 4 Tahun 2007 Tentang Susunan Organisasi Kantor Kecamatan Dalam Kabupaten Aceh Barat). Terlepas dengan kondisi yang ada, sebenarnya pengkajian pengembangan kapasitas yang sedang dilakukan atas fasilitasi GTZ-ALGAP II merupakan peluang bagi Pemerintah Kabupaten Aceh Barat untuk mengintegrasikan program pengembangan kapasitas dalam RPJM yang akan difinalkan penyusunan pada akhir Tahun 2007.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 3

  • Pengembangan kapasitas dalam hal pemerintahan lintas sektoral didasarkan pada Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas Dalam Rangka Mendukung Desentralisasi yang telah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS, dan menguraikan kebijakan-kebijakan untuk memperkuat kapasitas instansi nasional dan daerah agar sepenuhnya dapat menerapkan kebijakan desentralisasi (otonomi khusus bagi Aceh) sesuai dengan UU No. 32/ 2004 dan UU No. 33/ 2004. Namun demikian pemahaman tentang pengembangan kapasitas berdasarkan Kerangka Nasional tersebut, masih perlu ditingkatkan; disamping upaya untuk lebih memampukan daerah-daerah memperkirakan ruang lingkup dan kompleksitas proses pengembangan kapasitas. Proses yang dilakukan secara partisipatif dan terbuka dengan luas, serta menghubungkan inisiatif pengembangan kapasitas dengan proses perencanaan pembangunan dan penganggaran regular di daerah sangat dibutuhkan. 1.4. Kaitan dengan Prioritas Nasional Sebagai bagian dari usahanya untuk menjamin pelaksanaan desentralisasi (otonomi khusus bagi Aceh) yang efektif dan efisien sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.33/ 2004, Undang-undang No.34/ 2004 dan peraturan pelaksanaannya, Pemerintah telah menyusun Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan Kapasitas Dalam Rangka Mendukung Desentralisasi sebagai bagian dari upaya Pemerintah untuk memfasilitasi upaya-upaya daerah dalam pengembangan kapasitasnya dengan melibatkan multi stakeholder. Kerangka Nasional tersebut menguraikan kebijaksanaan pengembangan kapasitas dalam konteks desentralisasi, menjelaskan peranan dan tanggung jawab dari stakeholder lain yang terlibat (seperti pemerintah pusat, daerah-daerah, lembaga donor), dan menentukan beberapa prinsip dan kegiatan pengembangan kapasitas. Di antara prinsip -prinsip tersebut adalah penetapan bahwa pengembangan kapasitas daerah untuk mendukung desentralisasi di daerah-daerah harus didasarkan pada permintaan, yaitu pengembangan tersebut harus didasarkan pada analisa kebutuhan khusus daerah dan harus sejalan dengan prioritas dan program daerah. Sehubungan dengan itu, pengembangan kapasitas telah menjadi strategi utama dari Pemerintah untuk mendukung terlaksananya desentralisasi . Selain menyarankan masukan yang konkrit bagi prakarsa pengembangan kapasitas (terutama bidang-bidang lintas sektoral seperti pengelolaan keuangan, pengelolaan sumberdaya manusia, pengembangan organisasi, perencanaan dan pembangunan ekonomi serta peran DPRK dan peraturan perundang-undangan), kerangka kerjanya menekankan pada kebutuhan untuk menyusun setiap program pengembangan kapasitas daerah berdasarkan kebutuhan dan keperluan khusus masing -masing daerah. 1.5. Kerangka Pelaksanaan dan Pengelolaan Pengembangan kapasitas terdiri atas fase-fase (seperti pengkajian, perumusan strategi, pelaksanaan tindakan, pemantauan dan evaluasi) secara berkelanjutan dan berkaitan secara erat satu sama lainnya. Pengembangan kapasitas mencakup tingkatan yang berbeda agar menjadi lebih efektif dan berkelanjutan yakni:

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 4

  • tingkatan individu, yakni kemampuan dan kualifikasi individu, pengetahuan, sikap, etos kerja dan motivasi, dari orang -orang yang bekerja dalam organisasi

    tingkatan kelembagaan, yakni struktur organisasi, proses pengambilan keputusan dalam organisasi, tata cara dan mekanisme kerja, instrumen pengelolaan, hubungan dan jaringan antar organisasi

    tingkatan sistem, yakni kerangka peraturan, kebijakan, dan kondisi lingkungan yang mendukung atau menghambat pencapaian tujuan kebijakan tertentu.

    Pengembangan kapasitas sebagai suatu proses yang saling terkait terdiri dari beberapa unsur yang saling berhubungan ditempuh melalui proses dan tahapan antara lain sebagai berikut: pengkajian kebutuhan pengembangan kapasitas melalui berbagai aktifitas dengan

    menggunakan berbagai perangkat dan instrumen perumusan program pengembangan kapasitas yang melibatkan berbagai

    stakeholder implementasi program pengembangan kapasitas dengan menggunakan sumberdaya

    sendiri atau sumberdaya yang disediakan oleh pihak lain, dan akhirnya evaluasi atas dampak-dampak dari kegiatan pengembangan kapasitas. Kerangka pengelolaan ini akan dilaksanakan oleh para pelaku utama yang bertanggung jawab atas aspek-aspek pengelolaan, seperti perencanaan, pengelolaan dan pelaksanaan, koordinasi, pengawasan dan penilaian; serta keterlibatan peran mereka masing-masing yang bersifat sinergi dan terpadu.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 5

  • BAB DUA

    PENGKAJIAN SITUASI 2.1. Ruang Lingkup, Metode Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas Metodologi Pengkajian Kebutuhan Pengembangan Kapasitas bertumpu pada pengkajian 3 tingkatan kapasitas, yakni kapasitas individu, kelembagaan atau organisasi maupun kapasitas sistem. Variabel-variabel yang lebih spesifik dari 3 tingkatan kapasitas tersebut secara operasional menjadi unit-unit pengkajian. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam gambar 1.

    Gambar 1. Tiga Tingkatan Kapasitas Pengkajian

    Dalam melakukan pengkajian pengembangan kapasitas di Kabupaten Aceh Barat ini, tim pengkajian menggunakan tingkatan kelembagaan sebagai pintu masuk untuk mulai melakukan proses pengkajian. Pintu masuk pada tingkatan kelembagaan dipilih karena ruang lingkupnya yang bersifat mezzo, tidak terlalu makro seperti tingkatan sistem ataupun terlalu mikro seperti tingkatan individual. Pengkajian kelembagaan dengan demikian memungkinkan pengkajian pada dimensi sistem dan individu (zooming-in dan zooming-out, lihat Gambar 2).

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 6

  • Gambar 2. Metodologi Pengkajian

    Pintu Masuk - Zooming in dan out

    Lembaga atau institusi yang terlibat sebagai responden dalam proses pengkajian ini berjumlah 107 orang yang terdiri dari beberapa komponen, yakni:

    a. Sekretariat Kabupaten b. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) c. Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) d. Badan Pemberdayaan Masyarakat e. Dinas Pertanian dan Peternakan f. Dinas Kehutanan dan Perkebunan g. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi h. Dians Kebersihan, Pertamanan dan Lingkungan Hidup i. Dinas Perikanan dan Kelautan j. Dinas Kesehatan k. Kantor Pertambangan dan Energi l. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRK) m. Organisasi Non -Pemerintah

    Pengkajian dilaksanakan antara bulan Juli dan Oktober 2007, dengan beberapa peristiwa kunci sebagai berikut:

    a. Lokakarya Eksplorasi (4 Juli 2007) b. Perencaaan proses (5 8 Juli 2007) c. Pelaksanaan pengkajian (9 Juli 30 Agustus 2007) d. Presentasi hasil pengkajian (2 Nopember 2007) e. Penyusunan rancangan program (5-14 Nopember 2007) f. Lokakarya hasil pengkajian dan rancangan program (15 Nopember 2007) g. Inventarisir masukan-masukan dari SKPD ( 26 30 Nopember 2007) h. Presentasi rancangan rencana tindak (6 Desember 2007).

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 7

  • Proses pelaksanaan pengkajian kebutuhan pengembangan kapasitas dapat dilihat pada diagram di bawah ini.

    Gambar 3. Proses Kerja Pengkajian

    Gambar 3. Diagram Proses Pengkajian

    Kerangka strategis bagi pelaksanaan pengembangan kapasitas adalah dengan menilai kondisi pada saat sekarang dibandingkan dengan tujuan dan visi yang ingin dicapai atau kerangka normatif yang seharusnya ada. Selanjutnya menentukan strategi yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan sumber dana yang tersedia agar kegiatan yang dilakukan dapat memberikan hasil, manfaat dan dampak yang diharapkan.

    Pengkajian akan melihat bagaimana proses pelayanan di dalam suatu organisasi pemerintahan saling berhubungan; bagaimana unit-unit suatu organisasi bekerja untuk mencapai tujuan organisasi. Alat pengkajian khusus untuk menilai kapasitas suatu organisasi seperti OCAT (Organizational Capacity Assessment Tool) digunakan untuk memperoleh gambaran tentang hubungan saling melayani antar unit-unit di dalam suatu organisasi.

    Namun begitu, pengkajian ini juga melihat proses pelayanan antar organisasi: bagaimana organisasi pemerintahan daerah yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda bekerja untuk saling memberikan pelayanan kepada masyarakat. Alat-alat pengkajian yang lebih umum seperti kelompok diskusi terfokus (Focus Group Discussion/FGD), dan wawancara semi struktur secara mendalam diterapkan dalam proses ini.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 8

  • Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai situasi kapasitas pemerintahan daerah terkait dengan tema pokok kajian, metode lokakarya dan konsultasi publik dengan berbagai unsur pemerintahan dan masyarakat juga diterapkan dalam proses pengkajian ini. Singkatnya, metode-metode yang digunakan dalam proses pengkajian adalah: a. Lokakarya Eksplorasi Penentuan Isu-isu Utama b. Wawancara dengan responden-responden kunci c. Focus Group Discussion (FGD) d. Studi dan analisis dokumen-dokumen yang relevan dan terkait dengan masalah

    yang menjadi sasaran pengkajian e. Penilaian Kapasitas Organisasi (OCAT/Organizational Capacity Assessment Tools

    dan Penilaian mekanisme Perencanaan Pembangunan) f. Lokakarya perumusan kerangka aksi pengembangan kapasitas dengan menggunakan

    Kerangka Kerja Logis (KKL) g. Lokakarya penyajian hasil pengkajian kebutuhan pengembangan kapasitas untuk

    memperoleh feed back dari para stakeholder terkait.

    Alat/instrumen yang diterapkan dalam proses pengkajian adalah: a. Kuesioner Semi Terbuka b. OCAT/Organizational Capacity Assessment Tools c. Pedoman Penilaian Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah d. Kerangka Kerja Logis. Dalam melakukan pengkajian, tim teknis terdiri dari 20 orang dari unsur Pemerintah Daerah, DPRK, dan lembaga swadaya masyarakat yang didukung oleh dua orang fasilitator GTZ-ALGAP-II. Tim fasilitator selain berfungsi sebagai pengkaji, juga melakukan pendampingan dan transfer of knowledge and skills untuk tim teknis daerah. 2.2. Masalah-Masalah Pengembangan Kapasitas yang Teridentifikasi Ada lima (5) tema utama lintas sektoral yang menjadi fokus pengkajian pengembangan kapasitas, yakni: (1) Organisasi dan Tata Laksana (2) Sumber Daya Manusia (3) Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan, (4) Perencanaan Pembangunan dan (5) Keuangan Daerah dan Penganggaran 2.2.1 Organisasi dan Tata Laksana 2.2.1.1 Pembagian Tugas dan Wewenang Keterampilan manajemen dalam membagi tugas dan wewenang dan memberikan bimbingan pada setiap individu masih ada yang belum selaras dengan fungsi dan jabatannya. Keadaan itu dapat diidentifikasi dari : Pembagian tugas pada umumnya belum dijabarkan secara tertulis pada setiap

    individu. Pembagian tugas tidak disertai pedoman teknis mengenai prosedur melakukan

    pekerjaan Pengarahan atau bimbingan tentang tugas yang didelegasikan masih kurang

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 9

  • 2.2.1.2 Koordinasi Koordinasi adalah pengaturan tata hubungan untuk memperoleh kesatuan dalam tindakan. Koordinasi akan efektif apabila informasi sebagai bahan pengambilan keputusan disusun secara sistematis dan tepat waktu sesuai dengan Sistem Tata Kerja yang dimuat dalam Tupoksi. Selain itu, koordinasi internal akan mempengaruhi efektivitas koordinasi eksternal . Penyusunan laporan sebagaimana Sistem Tata Kerja sebagai sumber informasi dalam pengambilan keputusan pada sebagian besar SKPD menunjukkan : Laporan berkala tidak diterbitkan secara teratur Prosedur penyusunan laporan tidak sesuai dengan ketentuan Kabag dan/atau Kabid jarang melakukan evaluasi dan pengarahan kepada Kepala

    Seksi/Sub Bagian sebagaimana ketentuan dalam Sistem Tata Kerja. Demikian juga pengarahan yang dilakukan Kepala Seksi/Sub Bagian pada karyawannya masih kurang efektif.

    2.2.2 Sumber Daya Manusia 2.2.2.1 Penempatan SDM Dengan berbagai pertimbangan prosedur penempatan SDM dan analisis jabatan yang diperlukan masih belum dapat diterapkan seutuhnya. Adakalanya, intervensi dilakukan terhadap Bagian Kepegawaian untuk menempatkan karyawan pada posisi tertentu. 2.2.2.2 Kemampuan SDM Keterampilan teknis masih banyak yang belum mencukupi karena ada penempatan yang tidak sesuai dengan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dibutuhkan. Faktor lain adalah bimbingan atau pengarahan pada karyawan masih belum efektif 2.2.2.3 Tenaga fungsional seperti dokter, paramedis dan perencana masih kurang Jumlah Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Barat 12 dengan jumlah pegawai 389 orang. Dari jumlah tersebut terdapat 7 dokter dan sebagian diantara mereka sedang mengikuti pendidikan di Universitas Gajah Mada. Pegawai dengan latar belakang pendidikan sarjana lainnya adalah Kedokteran Gigi (1), Keperawatan (2), Kesehatan Masyarakat (5) dan Ekonomi/Manajemen/Administrasi (9) . Sisanya berasal dari berbagai jurusan pendidikan tingkat menengah di bidang kesehatan dan umum. Penempatan mereka belum merata pada Puskesmas yang ada karena dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : jumlah penduduk, fasilitas kesehatan yang dimiliki, sarana dan prasarana transportasi dan kondisi lainnya. Penempatan pegawai di bidang perencanaan sangat dipengaruhi oleh tingkat rutinitas, beban penugasan dan kualifikasi pendidikan dan pengalaman tertentu yang pada gilirannya dihadapkan pada pilihan efektivitas penggunaan dana antara mengangkat pegawai dengan spesialisasi khusus atau menggunakan jasa pelayanan tertentu dari kalangan external pada saat diperlukan. 2.2.2.4 Motivasi pegawai masih rendah Banyak faktor yang mempengaruhi motivasi pegawai, antara lain : keselarasan pembagian tugas dan wewenang, tingkat keterampilan, koordinasi, tingkat penghasilan

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 10

  • yang diterima karyawan belum mencukupi baginya, sikap manajemen dan sebagainya. Tentu saja bagi setiap individu alasannya berbeda-beda 2.2.3 Peran DPRK dan Peraturan Perundang-Undangan

    2.2.3.1 Kurang Berfungsinya Tim Penertiban Perda Tim Penertiban Perda adalah unit kerja yang bertugas melaksanakan penertiban terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda), yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kurang berfungsinya tim ini lebih dikarenakan oleh persoalan kemandirian lembaga, karena sampai saat ini Satuan Polisi Pamong Praja masih menjadi salah satu bidang di Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Lingkungan Hidup. Isu ini tidak dikaji karena Pemerintah Kabupaten Aceh Barat sedang melakukan restrukturisasi berdasarkan PP Nomor 41 Tahun 2007. 2.2.3.2 Peraturan Sering Berubah-Ubah Isu kedua adalah peraturan sering berubah-ubah karena pemberlakuan suatu produk hukum dari Pemerintah Pusat tidak berlangsung lama dan relatif cepat diganti dengan peraturan yang baru. Kondisi ini menyulitkan pegawai karena kapasitasnya untuk mempedomani peraturan baru masih terbatas sehingga menimbulkan persoalan baru bagi peningkatan kapasitas pegawai. 2.2.3.3 Tidak adanya Tim Pengkaji/Perumus Qanun Untuk Realisasi UUPA Permasalahan ini sebenarnya terangkum dalam peran dan fungsi DPRK secara keseluruhan, karena tim perumus qanun sebagai upaya merealisasi UUPA merupakan salah satu peran DPRK bidang legislasi, di samping peran pengawasan dan penganggaran Pengkajiannya digabung dalam isu keempat yang berikut. 2.2.3.4 Fungsi Kontrol Legislatif Lemah Setelah digabung dengan isu nomor tiga, permasalahan di atas menjadi peran dan fungsi DPRK belum optimal, penggabungan ini dilakukan agar lebih fokus dan juga karena ada kesamaan substansi dengan isu nomor tiga. Penggabungan ini juga akan dilakukan dalam usulan kebutuhan pengembangan kapasitas. Belum optimalnya peran dan Fungsi DPRK dikarenakan: DPRK Aceh Barat masih mempedomani Tata Tertib lama yang dirumuskan pada

    Tahun 2007, sehingga tidak mampu menjawab tuntutan dari UUPA khususnya pembentukan Badan Legislasi Daerah (Balegda). Akibatnya Qanun yang selama ini dihasilkan menimbulkan masalah baik kuantitas--selama 4 tahun 48 Perda/Qanun yang dihasilkan, itu sebagian besar Perda/Qanun tentang anggaran, susunan organisasi dan PAD--maupun kualitas--yang hanya didasarkan pada rancangan yang diajukan oleh eksekutif di mana kajian akademis dan sosiologis serta uji publik agak kurang dan rumusannya terkesan parsial, khususnya beberapa Qanun tentang PAD.

    Masih terbatasnya pengalokasian waktu buat kerja pansus dalam Surat Keputusan Pimpinan DPRK, sehingga berakibat kurang efektifnya kerja investigasi dan pelaporan hasil kerja tim pansus.

    Fungsi dari alat kelengkapan DPRK belum optimal, seperti Badan Kehormatan Dewan (BKD) yang belum berani menerapkan prinsip reward and punishment terhadap anggota dewan.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 11

  • Belum maksimalnya penerapan mekanisme koordinasi, baik internal maupun eksternatidak terjadwal secara periodikjuga tidak didukung oleh media komunikasi untuk informasi kegiatan dan hasil yang sudah dicapai oleh DPRK sebagai bahan koordinasi baik dengan eksekutif maupun masyarakat.

    Panitia Khusus (Pansus) juga belum efektif dalam mengadvokasi hasil temuan investigasi dan pengaduan masyarakat.

    Kurangnya pendelegasian wewenang kepada masing-masing alat kelengkapan dewan (salah satunya peran komisi), sehinga hasil kerja komisi kurang mendapat respons untuk tindakan follow up sebagaimana yang diharapkan.

    Keterbatasan Kompetensi Anggota DPRKkarena disebabkan latar belakang pendidikan dan tidak adanya dukungan tenaga ahli--berimplikasi pada lemahnya kemampuan legal drafting dan monitoring serta penganggaran.

    Pemahaman terhadap mekanisme anggaran dan tupoksi masing-masing SKPD juga masih terbatas sehingga berpengaruh dalam menjalankan fungsi budgeting dan monitoring.

    Keterbatasan kemampuan advokasi, guna menindaklanjuti temuan investigasi dan pengaduan dari masyarakat.

    Etos kerja dan penempatan calon anggota DPRK oleh partai politik yang cenderung bias gender menjadi penyebab lain kesenjangan kapasitas.

    2.2.4 Perencanaan Pembangunan 2.2.4.1 Program belum disusun secara sistematis dan terpadu Dalam Tupoksi antara lain disebutkan bahwa tugas pokok Bappeda dalam Bidang Ekonomi dan Litbang adalah menyusun rencana dan program kerja serta mengkoordinasikan kegiatan perencanaan pembangunan pertanian dan peternakan, kehutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan, koperasi dan pengembangan dunia usaha, pertambangan dan energi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Bidang Ekonomi dan Litbang mempunyai kaitan yang erat dengan pengembangan pola dan mekanisme baru dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi, perluasan kesempatan kerja serta pengentasan kemiskinan. Bidang ini masih belum berperan sebagaimana diharapkan. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) belum disusun yang seyogianya dipedomani dalam melakukan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) . Namun perlu dicatat bahwa RPJM periode 2007-2012 sedang disusun dengan pendekatan partisipatif melalui penjaringan aspirasi masyarakat oleh aparat Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Pelibatan mereka adalah untuk mengetahui kebutuhan prioritas dan mendorong terciptanya rasa memiliki. Hasil penjaringan aspirasi masyarakat dipadukan dengan visi, misi dan program Kepala Daerah, setelah itu dimusyawarahkan dalam forum Musrenbang. 2.2.4.2 Pembangunan belum berpihak pada publik dan misinya kurang jelas Pembangunan yang harus dihadapi pasca bencana alam dan kemampuan pemerintah daerah yang masih terbatas berdampak pada penetapan prioritas pembangunan yang diarahkan pada program dan kegiatan yang belum dilakukan oleh BRR dan komponen

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 12

  • lain yang berpartisipasi dalam kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi. Dalam tahun anggaran 2005, 2006 dan 2007, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat telah mengalokasikan dana pada program-program pemberdayaan masyarakat melalui sektor-sektor pertanian dan peternakan, kehutanan dan perkebunan, kelautan dan perikanan, perindustrian dan perdagangan, pertambangan dan energi, prasarana wilayah, cipta karya dan sumber daya air dan sektor sektor lainnya. Walaupun program dan kegiatan setiap sektor ditetapkan berdasarkan prioritas pembangunan yang terpadu, terarah dan tanggap terhadap kondisi yang sedang dihadapi, namun skala pembangunan masih terbatas sesuai dengan daya serap anggaran , seperti dikemukakan dalam tabel berikut ini

    2005 *) 2006 *) 2007 *) 2005 2006 2007 **)Distan/KPPKP 5,921,372 13,359,148 15,399,112 46.50% 65.42% 63.71%Dishunbut 2,984,281 5,134,836 5,951,604 44.51% 54.03% 42.17%DKP 1,490,345 6,114,212 7,981,303 50.19% 77.16% 76.67%Disperindagkop 3,270,134 3,157,958 3,596,665 50.69% 28.56% 22.35%Tamben 691,387 3,221,460 4,558,645 25.21% 77.21% 80.47%

    Realisasi/Anggaran Belanja Publik (% Total Belanja SKPD)Belanja Aparatur dan Publik % Belanja Publik

    *) Realisasi 2005 , anggaran 2006 dan 2007 dalam ribuan rupiah **) Belanja langsung publik

    SKPD

    2.2.5 Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penganggaran 2.2.5.1. Pendapatan Asli Daerah Belum Optimal Kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk membiayai kegiatan operasional dan pembangunan masih terbatas; sekitar 5% dari jumlah pendapatan. Namun ada beberapa jenis pajak daerah dan retribusi yang tidak mencapai target yang ditetapkan dalam APBD, misalnya dalam tahun 2006 realisasi Pajak Restoran (77,7%), Pajak Bahan Galian C (52,6%), Retribusi Kebersihan (65,4%). Disamping itu target yang dianggarkan dalam tahun 2007 jauh diatas realisasi tahun 2006, misalnya Pajak Restoran (133,1%), Pajak Bahan Galian C (232,4%), Retribusi Kebersihan (220,7%) . Ada beberapa faktor kesenjangan, antara lain : Pajak Daerah : Data wajib pajak belum disusun secara sistematis Harga pasar untuk penetapan Pajak Bahan Galian C berdasarkan harga tahun 2003 Juru tagih pajak restoran tidak dirotasi Retribusi Kebersihan : Jumlah pegawai Seksi Kebersihan 4 orang, terdiri dari 1 Kepala Seksi, 2 PNS dan 1

    PHL. Tidak ada pegawai yang khusus bertugas menagih. Penagihan dibantu supir atau petugas yang lain Jumlah wajib retribusi yang dianggarkan masih jauh dibawah cakupan pelayanan. Perda out of date (No. 4 Tahun 1999) Ketentuan tarif Retribusi Kebersihan yang digunakan tidak jelas landasan

    hukumnya Subsidi silang dalam tarif tidak sesuai realita karena pengelompokan wajib retribusi

    berdasarkan jumlah sampah yang diangkut Kesadaran Wajib Pajak (WP) dan Wajib Retribusi (WR) masih kurang

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 13

  • Jumlah WR yang dipungut masih rendah, padahal cakupan pelayanan sampah perkotaan 100%

    2.2.5.2 Transparansi dan Akuntabilitas Pengguna Anggaran Dalam Proses Penganggaran partisipasi publik meningkat karena terdapat transpransi, akuntabilitas, mengedepankan prinsip-prinsip good governance dalam pelayanan kepada masyarakat. Kondisi ini dapat dicapai apabila Keandalan (reliability) informasi keuangan yang disajikan dalam perhitungan anggaran sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, juga Sistem Akuntansi Pemerintahan diterapkan dalam penyusunan laporan keuangan dan didukung dengan perangkat data dan proses yang memadai, namun konidisi ini belum berjalan dengan baik di kabupaten Aceh Barat. 2.3 Kebutuhan Utama Pengembangan Kapasitas

    2.3.1 Organisasi dan Tata Laksana

    A. Tingkatan Individu Peningkatan interaksi sesama karyawan agar tugas dan wewenang yang

    didelegasikan kepadanya dapat menghasilkan sinergi dalam melakukan tugas pokok dan fungsi setiap jenjang organisasinya

    Peningkatan keterampilan manajemen untuk melakukan bimbingan dan pengarahan agar karyawan dapat mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugasnya

    Peningkatan pemahaman mengenai kandungan Renstra SKPD yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD masing-masing yang berpedoman pada RPJM Kabupaten yang bersifat indikatif.

    B. Tingkatan Kelembagaan Penjabaran TUPOKSI setiap perangkat daerah yang didelegasikan pada masing-

    masing karyawan agar lebih jelas dan dilengkapi dengan prosedur yang diperlukan.

    Pelaksanaan analisis jabatan pada setiap perangkat daerah untuk menjamin tugas-tugas yang dilimpahkan pada setiap karyawan sesuai dengan kapasitasnya

    Penilaian kinerja aparatur berdasarkan azas profesionalitas yang mengedepankan keahlian berdasarkan kode etik dan peraturan yang ditetapkan

    Peningkatan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi pada setiap perangkat daerah melalui penyusunan petunjuk teknis agar sistem tata kerja

    sebagaimana dimuat dalam Tupoksi dapat dipedomani. C. Tingkatan Sistem Percepatan Penyusunan Qanun Kabupaten Aceh Barat untuk penataan kembali

    organisasi perangkat daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, serta kebutuhan Kabupaten Aceh Barat.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 14

  • 2.3.2 Sumber Daya Manusia

    A. Tingkatan Individu Peningkatan keterampilan teknis agar tugas-tugas yang dilimpahkan pada setiap

    karyawan dapat dilaksanakan sesuai dengan sistem dan prosedur yang ditetapkan Peningkatan perilaku disiplin oleh setiap pegawai pada setiap perangkat daerah

    B. Tingkatan Kelembagaan Perencanaan pengembangan sumberdaya manusia agar pemilihan, penempatan

    dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia sesuai dengan tugas dan fungsi setiap perangkat daerah .

    Melakukan pelatihan berdasarkan analisis kebutuhan pelatihan, penyusunan program pelatihan dan monitoring atas hasil-hasil pelatihan.

    Penilaian dan promosi pegawai berdasarkan azas transparansi dan akuntabilitas sesuai kriteria yang ditetapkan.

    C. Tingkatan Sistem Penyusunan reward and punishment yang mendapat kekuatan hukum (Qanun)

    untuk meningkatkan integritas karyawan sesuai dengan kemampuan daerah 2.3.3 Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan

    A. Tingkatan Individu Peningkatan kompetensi legislasi (legal drafting ), penganggaran, pengawasan,

    serta daya tanggap para anggota DPRK, Undang-Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, serta kebutuhan Kabupaten Aceh Barat.

    Peningkatan pemahaman Tupoksi SKPD dalam rangka efektivitas penganggaran dan pengawasan

    Peningkatan Kemampuan advokasi guna follow up hasil temuan pansus dan pengaduan yang disampaikan masyarakat.

    Penguatan etos kerja dan kemampuan gender analisis B. Tingkatan Kelembagaan Pembentukan Badan Legislasi Daerah (Balegda) dan penetapan personil yang

    menjadi pengelola guna meningkatkan fungsi dan peran legislasi oleh DPRK. Penerapan mekanisme reward and punishment bagi anggota DPRK yang

    perangkat daerah melalui penyusunan petunjuk teknis agar sistem tata kerja sebagaimana dimuat dalam Tupoksi dapat dipedomani.

    C. Tingkatan Sistem Percepatan Penyusunan Qanun Kabupaten Aceh Barat untuk penataan kembali

    organisasi perangkat daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh, serta kebutuhan Kabupaten Aceh Barat.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 15

  • 2.3.4. Perencanaan Pembangunan Daerah A. Tingkatan Indvidu Peningkatan pemahaman bagi aparatur perangkat daerah mengenai sistem

    perencanaan pembangunan daerah khususnya mengenai kaitan antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan.

    Meningkatkan pemahaman bagi aparatur perangkat daerah mengenai indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact)

    Peningkatan kapasitas stakeholder masyarakat dalam proses pembangunan sejak tahap awal perencanaan, serta menjamin terjadinya proses kontrol yang berimbang (checks and balances). Transparansi, akuntabilitas dan demokrasi merupakan hal yang perlu dikembangkan melalui proses partisipasi masyarakat.

    Peningkatan keterampilan monitoring atas pelaksanaan rencana pembangunan oleh setiap aparatur perangkat daerah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan agar data yang diperlukan dapat digunakan sebagai bahan analisis

    B. Tingkatan Kelembagaan Meningkatkan koordinasi antar perangkat daerah untuk menjamin agar tujuan dan

    sasaran pembangunan yang tertuang dalam dokumen perencanaan pembangunan dapat diterapkan melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah.

    Bappeda memberikan arahan pada setiap perangkat daerah untuk menyusun pedoman teknis mengenai tata cara mengevaluasi kinerja pembangunan yang meliputi metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing proyek pembangunan.

    Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya untuk menilai kinerja pembangunan

    Pembangunan sistem jaringan (network system) informasi yang terpadu untuk mempermudah dan memperlancar proses pengumpulan, pengiriman dan pengolahan data baik sektoral maupun lintas sektoral dan mendukung partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan

    C. Tingkatan Sistem Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) agar dapat

    dipedomani dalam melakukan penjabaran dari visi, misi dan program Kepala Daerah dalam RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)

    Percepatan Penyusunan Qanun untuk mengesahkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) periode 2007-2012 yang sedang disusun dengan pendekatan partisipatif melalui penjaringan aspirasi masyarakat oleh aparat Pemerintah Kabupaten Aceh Barat. Pelibatan mereka adalah untuk mengetahui kebutuhan prioritas dan mendorong terciptanya rasa memiliki. Hasil penjaringan aspirasi masyarakat dipadukan dengan visi, misi dan program Kepala Daerah, setelah itu dimusyawarahkan dalam forum Musrenbang.

    Penjabaran RPJM pada setiap perangkat daerah (SKPD) yang dituangkan dalam renstra-SKPD.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 16

  • 2.3.5 Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penganggaran

    A. Tingkatan Individu Peningkatan keterampilan manajemen dan teknis untuk menyusun laporan

    keuangan pada setiap SKPD atau pengguna anggaran dan Bendaharawan Umum Daerah (BUD) agar dapat disusun dan disajikan sesuai dengan Sistem Akuntansi Pemerintahan.

    Peningkatan keterampilan manajemen dan teknis perangkat daerah untuk menyusun APBD dan pemahaman pada setiap langkah penyusunan APBD

    Peningkatan keterampilan manajemen dan teknis perangkat daerah yang mengelola Pendapatan Asli Daerah

    Peningkatan kesadaran dan partisipasi Wajib Pajak dan/atau Wajib Retribusi B. Tingkatan Kelembagaan Peningkatan keandalan laporan keuangan pada setiap pengguna anggaran

    dan/atau perangkat daerah melalui penyusunan dan penerapan sistem dan prosedur akuntansi berdasarkan prinsip-prinsip SAP sesuai dengan kebutuhan dan kompleksitas kegiatan.

    Peningkatan sistem dan prosedur pengelolaan PAD sesuai dengan kondisi setiap perangkat daerah yang mengelolanya agar intensifikasi dan ekstensifikasi pengumpulan PAD dapat dilakukan sesuai peraturan yang berlaku

    C. Tingkatan Sistem Penyempurnaan azas legalitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Qanun) dan

    SK Bupati yang diperlukan sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi kedudukannya

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 17

  • BAB TIGA

    VISI DAN MISI

    3.1 Pemerintahan Daerah dan Visi Pembangunan Kabupaten Aceh Barat dengan ibukota Meulaboh, merupakan kabupaten induk dari Kabupaten Nagan Raya dan Aceh Jaya yang dilakukan pemekaran berdasarkan UU No.4/2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya, dan Kabupaten Aceh Tamiang. Seiring dengan kebutuhan menjalankan pemerintahan sesuai dengan maksud dan tujuan UU yang berkaitan dengan desentralisasi (otonomi khusus bagi Aceh) dan otonomi daerah, maka pada tahun 2007 Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat akan menetapkan Program Pembangunan Daerah (RPJM) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2007-2012 yang menjadi acuan bagi semua pelaku pembangunan di Kabupaten Aceh Barat. RPJM Kabupaten Aceh Barat sedang dalam proses pembahasankarena ada beberapa revisi yang dilakukan untuk penyempurnaan--dan dalam waktu dekat akan dituangkan dalam Qanun Kabupaten Aceh Barat sebagai produk formal yang mendasari seluruh pengelolaan pembangunan daerah Kabupaten Aceh Barat hingga Tahun 2012. Proses dan tahapan penyusunan program pembangunan daerah Kabupaten Aceh Barat Tahun 2007-2012 ini melibatkan berbagai pihak pelaku (stakeholder) secara komprehensif dan terpadu lewat kegiatan yang diberi nama Jaring Asmara (menjaring aspirasi masyarakat). Dengan melalui berbagai pengkajian dan analisis dalam berbagai lokakarya yang melibatkan semua pihak dan semua pelaku pembangunan di Kabupaten Aceh Barat, maka telah diperoleh bahan masukan untuk menetapkan Visi Kabupaten Aceh Barat. Perumusan visi tersebut telah memperhatikan berbagai aspek kehidupan masyarakat dan karakteristik daerah Kabupaten Aceh Barat.

    Upaya untuk mewujudkan visi yang telah dirumuskan, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat kemudian menentukan 10 (sepuluh) butir misi yang juga merupakan tujuan-tujuan umum pembangunan daerah, yang rinciannya dituangkan dalam RPJM dan RENSTRA Tahun 2007 -2012 yang tidak hanya mengacu pada sektor-sektor (sektoral), melainkan lebih mengarah pada bidang-bidang pembangunan dan perwilayahan pembangunan. Kabupaten Aceh Barat mempunyai fokus program pembangunan yang berbasis masyarakat gampong (desa).

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 18

  • Untuk lebih jelas visi dan misi pemerintah Kabupaten Aceh Barat dapat dilihat dalam gambar berikut ini;

    Gambar 4. Visi dan Misi

    VISIMewujudkan Aceh Barat yang damai, Bermartabat dan Berperadaban Tinggi, Serta

    Sumberdaya Manusia yang Berkualitas Dengan Landasan Iman dan Taqwa Kepada Allah SWT Serta Sebagai Mitra Terdepan Ibukota Provinsi Dalam Menghadapi Dunia Global

    2015

    MISI 1. Mewujudkan perdamaian abadi di Aceh Barat secara menyeluruh, berkelanjutan dan

    bermartabat bagi semua pihak berdasarkan kesepakatan dama MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka

    2. Menciptakan situasi dan lingkungan yang kondusif melalui terselenggaranya reformasi politik yang sehat dengan menjunjung tinggi supremasi hukum negara dan syariat Islam serta HAM

    3. Meningkatkan dan memperbaiki fungsi pelayanan publik yang tidak koruptif dan kolutif dengan mengembangkan sistem administrasi pemerintahan dan pembangunan yang efektif, efesien, dan transparan serta meningkatkan profesionalisme aparatur pemerintah sesuai dengan keahlian dan pengalaman

    4. Meningkatkan kerjasama pembangunan dengan semua pihak terkait dalam dan luar negeri dan memfasilitasi percepatan proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh Barat pasca gempa, tsunami dan konflik dengan prioritas pembangunan pada bidang perumahan, sarana dan prasarana pemukiman, penerangan, air bersih dan sanitasi, perhubungan (jalan, jembatan dan pelabuhan), ekonomi rakyat, pendidikan, kesehatan dan pranata sosial sehingga pada tahun 2008 terwujud Aceh Barat bebas barak.

    5. Melaksanakan pembangunan Aceh Barat berbasis pada masyarakat dan pedesaan melalui pengembangan berbagai sektor pembangunan (pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, perdagangan dan industri, pariwisata dan sektor lainnya).

    6. Melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana perhubungan, transportasi, penerangan dan pasar di daerah terisolir atau ytertinggal dengan tetap mempertahankan kelestarian lingkungan dan ekosistem sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

    7. Meningkatakan kualitas pendidikan di semua jenjang pendidikan sesuai dengan standar mutu nasional untuk menghasilkan generasi yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, akhlakul karimah dan religius, yang mampu bersaing di tingkat nasional dan internasional melalui peningkatan prasarana dan sarana pendidikan yang baik, guru dan praksis pendidikan berkualitas, pemberian kesempatan belajar bagi seluruh lapisan masyarakat, dan pembebasan iuran sekolah

    8. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat yang adil dan merata melalui pelayanan yang responsive, ramah, dan biaya terjangkau tanpa membedakan status social masyarakat di seluruh unit pelayanan kesehatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat serta mengupayakan tersedianya asuransi kesehatan bagi masyarakat Aceh Barat.

    9. Meningkatkan daya saing Aceh Barat melalui kerjasama dan kegiatan investasi pada bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya dengan berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri guna mempercepat pembangunan daerah; menciptakan dan memperluas lapangan kerja, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, dan pertumbuhan ekonomi.

    10. Mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang berperadaban tinggi sesuai dengan budaya dan nilai-nilai adapt istiadat Aceh Barat, serta norma-norma syariat Islam dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat, serta meningkatkan peran kelompok sosial masyarakat, organisasi pemuda, perempuan, lembaga swadaya masyarakat dan mahasiswa sebagai mobilisator pembangunan daerah yang partisipatif dan berkelanjutan.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 19

  • Dari sepuluh misi di atas, misi-misi yang relevan dan dominan dalam pengembangan kapasitas antara lain adalah sebagai berikut :

    Meningkatkan dan memperbaiki fungsi pelayanan publik yang tidak koruptif dan kolutif dengan mengembangkan sistem administrasi pemerintahan dan pembangunan yang efektif, efesien, dan transparan serta meningkatkan profesionalisme aparatur pemerintah sesuai dengan keahlian dan pengalaman.

    Mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang berperadaban tinggi sesuai dengan budaya dan nilai-nilai adat istiadat Aceh Barat, serta norma-norma syariat Islam dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat, serta meningkatkan peran kelompok sosial masyarakat, organisasi pemuda, perempuan, lembaga swadaya masyarakat dan mahasiswa sebagai mobilisator pembangunan daerah yang partisipatif dan berkelanjutan.

    Melaksanakan pembangunan Aceh Barat berbasis pada masyarakat dan pedesaan melalui pengembangan berbagai sektor pembangunan (pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, perdagangan dan industri, pariwisata dan sektor lainnya).

    Sejalan dengan kebutuhan peningkatan pelayanan kepada masyarakat sebagai misi yang menjadi dampak dari pengembangan kapasitas pemerintah, dari sisi luas wilayah dan jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat saat ini lebih memungkinkan karena hanya tingga 12 kecamatan, 32 mukim dan 321 desa setelah melakukan pemekaran kepada dua kabupaten lain, yakni Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Jaya. 3.2. Misi Pengembangan Kapasitas Pengembangan kapasitas di Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu program pembangunan yang telah dicanangkan dan direncanakan akan dituangkan dalam RPJM dan Renstra Tahun 2007-2012. Hal ini dimaksudkan agar lembaga pemerintah dapat berfungsi secara efektif, DPRK dapat menjalankan fungsi legislasi, budget dan kontrol terhadap pemerintah secara akuntabel dan menggunakan hak-hak inisiatif untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Pengembangan kapasitas bertujuan agar terciptanya tata kepemerintahan yang baik (good governance). Pengembangan kapasitas bagi pemerintahan daerah akan menjadi upaya terpadu bagi semua pelaku pada tingkat daerah dengan cara mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dan mengkaitkannya dengan layanan pengembangan kapasitas tertentu yang disediakan oleh penyedia jasa yang memiliki kemampuan. Dengan demikian, pengembangan kapasitas mempunyai misi antara lain : mengkaji kebutuhan akan pengembangan kapasitas bagi pemerintahan daerah sesuai

    kondisi setempat dalam rangka memperkuat dan mengembangkan kapasitas kelembagaan Pemerintah Kabupaten, kelembagaan legislatif, kelembagaan masyarakat lainnya,

    merancang konsep dan strategi pengembangan kapasitas, menerapkan rencana program tindak tahunan atas dasar rencana jangka menengah, memonitor dan mengevaluasi program pengembangan kapasitas yang telah

    ditetapkan untuk perencanaan kembali,

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 20

  • mengembangkan dan menata otonomi khusus dalam konteks Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pelayanan masyarakat yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten.

    Dengan demikian program pengembangan kapasitas ini bertujuan antara lain untuk menciptakan sistem komunikasi dan koordinasi yang efektif di antara pihak-pihak pelaku pembangunan.

    3.3. Stakeholder Utama dan Peran-peran Oleh karena program pengembangan kapasitas merupakan dokumen perencanaan sebagai bagian dari Renstra yang disepakati bersama oleh semua pihak dan semua pelaku, maka program yang bersifat lintas sektoral ini akan menjadi pedoman dan acuan serta menyediakan alat koordinasi bagi semua stakeholder di daerah seperti DPRK, Pemerintah Kabupaten dan perangkatnya, organisasi non-pemerintah (Ornop), sektor swasta dan kelompok-kelomopok masyarakat lainnya di dalam menyelenggarakan pembangunan daerah jangka menengah serta menyediakan acuan untuk pengendalian dan evaluasi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan daerah Kabupaten Aceh Barat. Fokus pengembangan kapasitas pada proses pemerintahan terkait dengan tema-tema pengkajian lintas sektoral (pemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat, perencanaan daerah, pengelolaan sumber daya manusia aparatur dan pengembangan kelembagaan, dan pengelolaan keuangan daerah dan penganggaran). Dengan demikian, stakeholder utamanya adalah Pemerintah Kabupaten, DPRK dan lembaga-lembaga masyarakat. 3.4. Nilai-nilai dan Prinsip Manajemen (Termasuk Jender) Pengembangan kapasitas mengandung makna sebagai pemersatu pandangan dan langkah seluruh pelaku pembangunan di daerah dalam menyelenggarakan pengelolaan pembangunan mulai dari aspek perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi secara partisipatif, transparan dan akuntabel.

    Program pengembangan kapasitas daerah, legislasi dan peraturan daerah bertujuan agar peraturan-peraturan daerah yang telah diundangkan sesuai dengan aspirasi masyarakat dan keadaan wilayah serta dapat dilaksanakan menganut prinsip kesetaraan dan akuntabilitas publik.

    Komitmen pada kesetaraan laki-laki dan perempuan (kesetaraan jender) perlu dimasukkan dalam setiap kebijakan dan program untuk mengurangi kesenjangan kemajuan antara laki-laki dan perempuan guna terlaksananya pengarusutamaan jender dalam setiap kebijakan dan program. Tugas dari gender-equality ini tidak hanya terbatas pada program pemberdayaan perempuan, tetapi secara aktif memastikan bahwa setiap kebijakan dan program setiap dinas, badan, kantor telah merespon faktor kesenjangan jender.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 21

  • BAB EMPAT

    STRATEGI PENGEMBANGAN KAPASITAS DAN HASIL-HASIL YANG DIHARAPKAN

    4.1. Penjelasan Menyeluruh tentang Tujuan Pengembangan Kapasitas Kabupaten Aceh Barat memerlukan penguatan kapasitas mereka dalam memenuhi tanggung jawab baru sesuai dengan semangat otonomi khusus. Intervensi pengembangan kapasitas pada tingkat daerah harus terkait dengan penguatan kebijakan dan kerangka hukum guna mencapai tujuan kebijakan pengembangan daerah. Pada tingkat kelembagaan, struktur organisasi, tata cara pengambilan keputusan yang memungkinkan partisipasi lebih besar dari masyarakat sipil, dan sistem manajemen memerlukan perbaikan agar dapat meningkatkan pelayanan bagi masyarakat. Sementara di tingkat individu diperlukan adanya peningkatan keterampilan dan sikap yang profesional serta peningkatan motivasi dalam bekerja. Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan dalam Rangka Mendukung Desentralisasi yang menggaris bawahi prinsip -prinsip utama strategi pengembangan kapasitas, menekankan bahwa kebutuhan untuk menyusun program pengembangan kapasitas pemerintahan daerah berdasarkan kebutuhan dan keperluan khusus masing-masing daerah. Dengan demikian tujuan pengembangan kapasitas pemerintahan daerah antara lain :

    1. Percepatan pelaksanaan desentralisasi (otonomi khusus bagi Aceh) sesuai dengan ketentuan yang berlaku

    2. Penataan secara proporsional tugas pokok, fungsi, sistem, mekanisme dan tanggung jawab dalam rangka pelaksanaan pengembangan dan peningkatan kapasitas lintas sektoral terkait dengan tema-tema utama yakni pemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat, perencanaan daerah, pengelolaan sumber daya manusia (SDM) aparatur dan pengembangan kelembagaan, dan pengelolaan keuangan daerah dan penganggaran

    3. Mobilisasi sumber-sumber dana pemerintah, pemerintah kabupaten dan sumber lainnya

    4. Penggunaan sumber-sumber dana secara efisien dan efektif. 5. Sehubungan dengan itu, pengembangan kapasitas sebagai suatu proses untuk

    meningkatkan kemampuan individu, kelompok, organisasi, atau masyarakat ditempuh dengan maksud untuk :

    a. Menganalisis lingkungan mereka, b. Mengidentiiikasi masalah-masalah, kebutuhan, isu -isu dan kesempatan, c. Merumuskan strategi untuk mengatasi masalah-masalah, isu -isu dan kebutuhan

    tersebut, d. Merancang sebuah rencana tindakan yang sesuai kondisi dan kebutuhan daerah

    untuk meningkatkan kapasitas lintas sektoral e. Mengumpulkan dan mempergunakan secara efektif dan efisien atas dasar

    sumberdaya yang berkelanjutan untuk melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi rencana-rencana tindakan tersebut, dan

    f. Mempergunakan umpan balik untuk proses pembelajaran.

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 22

  • Strategi pengembangan kapasitas yang digunakan untuk mendukung tercapainya tujuan dimaksud, dilakukan melalui suatu proses pengkajian kebutuhan pengembangan kapasitas dan merupakan kerangka kerja logis secara sistematis dalam penentuan dampak, manfaat dan hasil pengembangan kapasitas, serta jenis-jenis kegiatan dan masukan-masukan yang diperlukan untuk setiap hasil pengembangan kapasitas yang ingin dicapai yakni: Dampak pengembangan kapasitas (keuntungan yang berkelanjutan yang mana

    diharapkan dari kinerja yang telah diperbaiki? ) Manfaat pengembangan kapasitas (bagaimana lembaga/individu akan

    meningkatkan kinerja mereka dengan menggunakan hasil-hasil yang telah diperoleh?)

    Hasil-hasil pengembangan kapasitas (pelayanan dan/atau produk yang mana akan disediakan oleh lembaga/individu yang melakukan pengembangan kapasitas? )

    Kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas (kegiatan-kegiatan apa saja yang diperlukan untuk mencapai hasil-hasil pengembangan kapasitasbaik di tingkat sistem, lembaga dan individu )

    Masukan-masukan (apa saja diperlukan untuk melaksanakan kegiatan pengembangan kapasitas?)

    Dengan demikian, diharapkan tugas-tugas inti dari Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat (pemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat, perencanaan daerah, pengelolaan sumberdaya manusia dan pengembangan kelembagaan, pengelolaan keuangan dan penganggaran) dapat dikelola secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. 4.2. Hasil-hasil yang Diharapkan dan Indikator Kinerja yang Terkait Berdasarkan hasil analisa situasi terhadap kapasitas saat ini, kesenjangan kapasitas dan kapasitas yang diperlukan, maka tersusun hasil-hasil pengembangan kapasitas yang diharapkan ingin dicapai dalam kurun waktu tahun 2008 hingga tahun 2012. Kabupaten Aceh Barat berkeinginan segera meletakkan pondasi upaya pengembangan kapasitas daerah dengan memulai aktifitas-aktifitas pada tahun 2008. Oleh karena itu rencana tindak pengembangan kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat disusun dari tahun 2008 hingga tahun 2012 yang meliputi : Pengelolaan Organisasi dan Tata Laksana Pengelolaan Sumberdaya Manusia Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan Perencanaan Pembangunan Pengelolaan Keuangan Daerah dan Penganggaran, sebagaimana dijelaskan dalam tabel-tabel yang berikut

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 23

  • 4.2.1 Organisasi dan Tata Laksana Isu : Pembagian tugas dan wewenang belum jelas atau belum selaras dengan beban tugas Koordinasi masih lemah

    Lembaga yang terlibat: Perangkat Daerah Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat

    Strategi Indikator Asumsi Dampak: - Urusan pemerintahan yang

    dilakukan oleh setiap perangkat daerah semakin efektif dan citranya dalam masyarakat bertambah baik

    - Citra pemerintahan di mata

    masyarakat meningkat

    Manfaat: - Kegiatan yang dilakukan oleh

    perangkat daerah sesuai dengan hasil penyempurnaan tugas pokok dan fungsinya dan uraian tugas karyawan

    - Koordinasi internal dan

    eksternal semakin efektif karena didukung oleh informasi yang disusun sesuai dengan pedoman yang ditetapkan

    - Keluhan pegawai mengenai pembagian tugas dan wewenang berkurang

    - Bimbingan pada karyawan dilakukan secara teratur

    - Karyawan dalam melaksanakan kegiatannya sesuai dengan pembagian tugas, wewenang dan pedoman teknis yang diberikan

    - Laporan diterbitkan secara teratur oleh setiap jenjang hirarkis SKPD sesuai dengan pedoman teknis dan dikonsolidasikan oleh Sekretariat SKPD

    Hasil: - Kemampuan perangkat

    daerah pada setiap jenjang hirarkis dalam menyusun pedoman teknis semakin baik

    - Keterampilan manajemen SKPD pada setiap jenjang hirarkis semakin efektif

    - Kapasitas individu meningkat karena pembagian tugas dan wewenang sesuai dengan peran yang diharapkan dari setiap karyawan

    - Organisasi perangkat daerah

    disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007

    - Tugas pokok dan fungsi setiap perangkat daerah tersusun dengan baik

    - Uraian tugas pada setiap karyawan dan petunjuk teknis yang menjelaskan uraian tugas diberikan pada karyawan

    Penempatan pengelola setiap jenjang hirarkis SKPD khususnya Sekretariat SKPD sesuai dengan hasil analisis jabatan Penjabaran uraian tugas, penyusunan pedoman teknis dan analisis jabatan difasilitasi oleh Setdakab Bagian Organisasi dan terkoordinir dengan baik

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 24

  • 4.2.2 Sumber Daya Manusia Isu: Penempatan karyawan belum sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman Keterampilan karyawan masih kurang

    Lembaga yang terlibat Perangkat Daerah Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat

    Strategi Indikator Asumsi Dampak: - Penilaian masyarakat atas

    pelayanan yang dilakukan oleh karyawan semakin baik

    - Motivasi karyawan dalam

    melakukan pelayanan kepada masyarakat meningkat

    - Sinergi antara karyawan dengan stakeholder masyarakat semakin erat

    Manfaat: - Penyusunan program dan

    kegiatan pembangunan dapat dilakukan lebih baik karena kualitas dan motivasi sumberdaya manusia lebih memadai

    - Monitoring lebih mudah karena keterampilan manajemen dan keterampilan teknis cukup memadai

    - Keluhan pegawai mengenai

    penempatan karyawan semakin berkurang

    - Interaksi antar karyawan lebih baik

    - Tugas-tugas yang didelegasikan kepada karyawan dapat diselesaikan sesuai dengan jadual yang ditetapkan

    Hasil: - Kemampuan perangkat

    daerah dalam menyusun sistem dan prosedur penempatan pegawai semakin meningkat

    - Peningkatan keterampilan manajemen dan keterampilan teknis sesuai dengan program pengembangan sumberdaya manusia

    - Motivasi karyawan meningkat

    - Penempatan karyawan lebih selaras dengan beban tugas yang diembannya

    - Kesepadanan antara latar belakang pendidikan dan/atau pengalaman karyawan dengan beban tugas yang diembannya lebih merata

    - Sistem reward and punishment dipedomani sesuai dengan prosedur yang ditetapkan

    Analisis kebutuhan pelatihan, pemilihan metode pelatihan dan pelaksanaan pelatihan difasilitasi oleh Kantor Diklat dan dikoordinir dengan baik

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasitas Pemerintahan Kabupaten Aceh Barat, Jilid I 25

  • 4.2.3. Peran DPRK dan Peraturan Perundang-undangan Isu:

    Fungsi dan Peran DPRK Belum Optimal

    Lembaga yang Terlibat Sekretariat DPRK, Setdakab (Bagian Organisasi, Bagian Pemerintahan, BPKKD) Partai Politik Strategi Indikator Asumsi

    Dampak: - Kepercayaan masyarakat

    terhadap DPRK meningkat - Pelaksanaan aspirasi masyarakat

    lebih terarah dan optimal - Resistensi masyarakat terhadap

    Qanun berkurang - Hubungan eksekutif dengan

    legislatif semakin harmonis

    - Keluhan masyarakat dari tahun ke tahun berkurang

    - Permasalahan yang disampaikan masyarakat dapat diselesaikan dengan baik

    - misinformasi dan miskomunikasi antara DPRK dengan para stakeldolder dapat dihilangkan

    Manfaat: - Fungsi legislasi, penganggaran

    dan pengawasan DPRK meningkat.

    - Alat kelengkapan DPRK berperan sebagaimana diharapkan

    - Peningkatan dalam mengadvokasi tindak-lanjut hasil kerja pansus

    - Kerja Komisi ditanggapi lebih

    cepat - Jumlah dan mutu Qanun meningkat - DPRK mampu bersikap kritis dan

    konstruktif terhadap eksekutif sesuai dengan ketentuan Tata Tertib DPRK

    Hasil: - Kemampuan legal drafting

    anggota dewan meningkat - Mekanisme pengawasan dan

    penganggaran lebih dipahami - Kemampuan advokasi terhadap

    eksekutif untuk menyelesaikan temuan dan pengaduan masyarakat lebih baik

    - Tata Tertib yang baru dapat

    disusun - Alat kelengkapan DPRK

    dilengkapi sesuai dengan keperluan - Kendala kemampuan anggota

    dewan dalam proses pembahasan APBD dapat dikurangi

    - Prosedur dan mekanisme legal drafting dan konsultasi publik dalam legal drafting tersusun

    Analisis kebutuhan pelatihan, pemilihan metode pelatihan dan pelaksanaan pelatihan difasilitasi oleh Kantor Diklat dan dikoordinir dengan baik

    Laporan Akhir Pengembangan Kapasi