62
LAPORAN CASE Disusun oleh: Atifatur Rachmania S.Ked Atia Julika, S.Ked M. Albie, S.Ked Indah Fitri N, S.Ked 04084811416 073 04111001010 04111401011 04111401056 Pembimbing: Drg. Silviana

Laporan Case DM

  • Upload
    atiafr

  • View
    251

  • Download
    5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jb

Citation preview

Page 1: Laporan Case DM

LAPORAN CASE

Disusun oleh:Atifatur Rachmania S.Ked

Atia Julika, S.Ked

M. Albie, S.Ked

Indah Fitri N, S.Ked

04084811416073

04111001010

04111401011

04111401056

Pembimbing:

Drg. Silviana

BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

Page 2: Laporan Case DM

BAB I

REKAM MEDIK

1.1 Identifikasi Pasien

Nama : Misyati binti H.Ahmad Marzuki

Tempat Tanggal Lahir : Palembang, 14 Agustus 1953

Umur : 61 tahun

Suku : Palembang

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Alamat : Kalidoni

Telpon/Hp : -

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Kebangsaan : Indonesia

Peserta Asuransi : BPJS

1.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama :

Terdapat plak berwarna putih yang melapisi lidah

b. Riwayat Perjalanan Penyakit :

± 1 bulan SMRS, pasien mengeluh terdapat plak berwarna putih yang melapisi

lidah. Pasien kesulitan untuk membersihkan plak tersebut. Pasien mengeluh

terdapat rasa terbakar pada lidah dan daya pengecapan dirasakan berkurang.

Pasien belum pernah melakukan pengobatan untuk keluhan ini sebelumnya.

Pasien dirawat di bagian penyakit dalam dengan diagnosis Ganggren pedis

dextra, HHD kompensata, Hipertensi stage 2, dan Diabetes Melitus tipe 2

normoweight uncontrolled dan di konsulkan ke Poliklinik gigi dan mulut RSMH

karena keluhannya tersebut.

c. Keluhan Tambahan : -

Page 3: Laporan Case DM

d. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik :

Penyakit atau Kelainan Sistemik Ada Disangkal

Alergi : debu, dingin √

Penyakit Jantung √

Penyakit Tekanan Darah Tinggi √

Penyakit Diabetes Melitus √

Penyakit Kelainan Darah √

Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H √

Kelainan Hati Lainnya √

HIV/ AIDS √

Penyakit Pernafasan/paru √

Kelainan Pencernaan √

Penyakit Ginjal √

Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah √

Epilepsy √

e. Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya :

- Tambal gigi : -

- Cabut gigi : -

- Trauma: -

- Skeling : -

- Gigi palsu : -

- Alat ortodonti : -

f. Riwayat Kebiasaan

- Pasien menyikat gigi 1-2x sehari pada pagi hari saat mandi pagi dan kadang-

kadang pada malam hari sebelum tidur.

- Pasien mengunyah makanan pada sisi sebelah kanan

1.3 Pemeriksaan Fisik

a. Status Umum Pasien

1. Keadaan Umum Pasien : tampak sehat dan compos mentis

2. Berat Badan : 65 kg

Page 4: Laporan Case DM

3. Tinggi Badan : 155 cm

4. Vital Sign

- Nadi : 84x/menit, isi dan tegangan cukup

- TD : 130/80 mmHg

- RR : 18x/menit

- T : 36,7 0C

b. Pemeriksaan Ekstraoral

- Wajah : Simetris

- Bibir : Simetris

- KGB submandibula : Tidak teraba

- TMJ : Clicking sound (-)

c. Pemeriksaan Intraoral

- Mukosa bukal : tidak ada kelainan

- Mukosa labial : tidak ada kelainan

- Palatum : tidak ada kelainan

- Lidah : terdapat plak putih pada dorsum dan lateral lidah

- Dasar mulut : tidak ada kelainan

- Gingiva : tidak ada kelainan

- Plak : tidak ada

- Kalkulus : ada, di semua regio anterior dan posterior

rahang atas dan rahang bawah.

- Stain : tidak ada

- Kelainan gigi : missing teeth (+), 46 dan 47

d. Status Lokalis

Tampak:

- Karies : 15,12

- Radiks : 16,14,24,25,28

Page 5: Laporan Case DM

Gigi tampak depan

Rahang atas

R K R K R R R

Page 6: Laporan Case DM

Rahang bawah

Lidah

Gigi Lesi Sondase CE Perkusi Palpasi Diagnosis Terapi

16 radiks + - - - radiks

Pro Ekstrasi, pro

Konservasi dan

Dental Health

Education

15 D3 oklusal + + - - Karies Enamel

14 radiks + - - - Radiks

12D3 oklusal

D3 bukal + + - - Karies Enamel

24 radiks + - - - Radiks

25 radiks + - - - Radiks

28 radiks + + - - Radiks

e. Temuan Masalah

- Suspek kandidiasis oral

- Karies D3 pada gigi 15 dan 12 D/Karies Enamel.

- Radiks pada gig 16, 14, 24, 25, dan 28.

- Kalkulus di semua regio anterior dan posterior rahang atas dan rahang bawah

Page 7: Laporan Case DM

f. Perencanaan Terapi

- Pro Radiologi : Panoramik

- Dental Health Education

- Pro Ekstraksi

- Pro Konservasi

- Pro scalling

- Pro swab lidah

g. Prognosis

- Quo ad Vitam : Dubia ad bonam.

- Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam.

Page 8: Laporan Case DM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI GIGI

Bagian-bagian gigi

Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, gigi tersusun atas beberapa bagian.

Berikut bagian-bagian yang menyusun gigi:

a. Akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang

dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.

b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat menonjol di atas gusi sehingga

dapat dilihat.

c. Leher gigi adalah tempat bertemunya mahkota dan akar gigi

Anatomi gigi normal

Struktur Jaringan Gigi

Gigi terdiri dari beberapa jaringan pembentuk. Secara garis besar, jaringan pembentuk

gigi ada 3, yaitu email, dentin, dan pulpa

Page 9: Laporan Case DM

1. Email

Email adalah lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi. Email berasal dari epitel

(ektodermal) yang merupakan bahan terkeras pada tubuh manusia dan paling banyak

mengandung kalsium fosfat dalam bentuk Kristal apatit (96%).

Email merupakan jaringan semitranslusen, sehingga warna gigi bergantung kepada

warna dentin di bawah email, ketebalan email, dan banyaknya stain pada email.

Ketebalan email tidak sama, paling tebal di daerah oklusal atau insisal dan makin

menipis mendekati pertautannya dengan sementum.

2. Dentin

Dentin merupakan komponen terbesar jaringan keras gigi yang terletak di bawah

email. Di daerah mahkota ditutupi oleh email, sedangkan di daerah akar ditutupi oleh

sementum. Secara internal, dentin membentuk dinding rongga pulpa.

Dentin membentuk bagian terbesar dari gigi dan merupakan jaringan yang telah

mengalami kalsifikasi sama seperti tulang, tetapi sifatnya lebih keras karena kadar

garam kalsiumnya lebih besar (80%) dalam bentuk hidroksi apatit. Zat antar sel organik

(20%) terutama terdiri atas serat-serat kolagen dan glikosaminoglikan, yang disintesis

oleh sel yang disebut odontoblas. Odontoblas membentuk selapis sel-sel yang terletak di

pinggir pulpa menghadap permukaan dalam dentin.

Dentin peka terhadap rasa raba, panas, dingin, dan konsentrasi ion hidrogen.

Diperkirakan bahwa rangsangan itu diterima oleh serat dentin dan diteruskan olehnya ke

serat saraf di dalam pulpa.

3. Pulpa

Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Pulpa berisi

pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Tugas dari pulpa adalah mengatur nutrisi/

makanan agar gigi tetap hidup, menerima rangsang, membentuk dentin baru bila ada

rangsangan panas, kimia, tekanan, atau bakteri yang dikenal dengan dentin sekunder.

Pulpa terdiri dari beberapa bagian, yaitu :

a. Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah

korona gigi dan selalu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi mempunyai

kemampuan untuk mengendapkan dentin sekunder, pengendapan ini mengurangi

ukuran dari rongga pulpa.

b. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.

Page 10: Laporan Case DM

c. Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar

gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah akar, tetapi

sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran.

d. Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar

berupa suatu lubang kecil.

e. Supplementary canal. Beberapa akar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu

foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih cabang dekat

apikalnya yang disebut multiple foramina/ supplementary canal.

f. Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa dihubungkan dengan

ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari satu saluran

pulpa, misalnya akar mesio-bukal dari M1 atas dan akar mesial dari M1 bawah

mempunyai 2 saluran pulpa yang berakhir pada sebuah foramen apikal.

Jaringan Pendukung Gigi

Keberadaan gigi didukung oleh jaringan-jaringan lain yang berada di dalam mulut

yang disebut jaringan periodontal yang terdiri dari empat komponen, yaitu sementum, gusi,

tulang alveolar, dan ligamen periodontal.

1. Sementum

Sementum merupakan jaringan keras gigi yang menyelubungi akar. Bila ada

rangsangan yang kuat pada gigi maka akan terjadi resorpsi/ penyerapan sel-sel

sementum pada sisi yang terkena rangsangan dan pada sisi lainnya akan terbentuk

jaringan sementum baru. Pembentukan sementum yang baru mengarah ke arah luar.

2. Gingiva

Gingiva atau gusi adalah jaringan lunak yang menutupi leher gigi dan tulang

rahang, baik yang terdapat pada rahang atas maupun rahang bawah. Fungsi gingival

adalah melindungi jaringan di bawah perlekatan terhadap lingkungan rongga mulut.

Gingiva sehat biasanya berwarna merah muda, tepinya runcing seperti pisau, tidak

mudah berdarah dan tidak sakit. Gingiva banyak mengandung pembuluh darah

sehingga sangat sensitif terhadap trauma atau luka. Secara anatomi, gingiva dibagi

atas tiga daerah :

a. Marginal gingiva (unattached gingiva), merupakan bagian gingiva yang

mengelilingi gigi seperti kerah baju dan tidak melekat langsung pada gigi, biasa

juga disebut juga dengan free gingiva.

Page 11: Laporan Case DM

b. Attached gingiva merupakan lanjutan dari marginal gingival dan disebut juga

mukosa fungsional.

c. Interdental gingival, merupakan bagian gingival yang mengisi ruang

interproksimal antara dua gigi yang bersebelahan.

3. Ligamentum Periodontal

Ligamentum periodontal merupakan struktur jaringan konektif yang mengelilingi

akar gigi dan mengikatnya ke tulang (menghubungkan tulang gigi dengan tulang

alveolar). Ligamen periodontal merupakan lanjutan jaringan gingiva yang

berhubungan dengan ruang sumsum tulang melalui saluran vaskuler. Fungsinya

seperti bantalan yang dapat menopang gigi dan menyerap beban yang mengenai gigi.

4. Tulang alveolar

Tulang alveolar disebut juga prosesus alveolaris yang mencakup tulang rahang

secara keseluruhan, yaitu maksila dan mandibula yang berfungsi membentuk dan

mendukung soket (alveoli) gigi.

Bentuk-bentuk Gigi Permanen

Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang. Di tiap

rahang terdapat:

a. Empat gigi depan (gigi insisivus) Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang lebar

untuk menggigit, hanya mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih besar daripada

gigi yang bawah.

b. Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini kuat dan

menonjol di “sudut mulut”. Hanya mempunyai satu akar.

c. Empat gigi pre-molar/ gigi molar kecil Mahkotanya bulat hampir seperti bentuk

kaleng tipis, mempunyai dua tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di sebelah lidah.

Kebanyakan gigi pre-molar mempunyai satu akar, beberapa mempunyai dua akar.

d. Enam gigi molar Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam mulut

digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai mahkota

persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga, empat, atau lima

tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan gigi molar di rahang

bawah mempunyai dua akar.

Page 12: Laporan Case DM

Gigi Permanen

Aspek pada gigi permanen

Macam-macam aspek pada gigi permanen:

Aspek incisal : tepi gigitan gigi geligi depan

Aspek oklusal : permukaan gigit.

Aspek labial : permukaan luar gigi geligi depan yang berkontak dengan

bibir.

Aspek radix : bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan ditopang

oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibulla.

Aspek palatal : permukaan dalam gigi geligi atas yang berkontak dengan

palatum. Digunakan juga istilah lingual.

Aspek bukal : permukaan gigi geligi belakang.

Aspek mesial : permukaan proksimal gigi yang lebih dekat ke garis

tengah.

Aspek distal : bagian gigi yang terjauh dari garis tengah.

Aspek lingual : permukaan dalam gigi yang berkontak dengan lidah.

Aspek proksimal : permukaan gigi yang berkontak dengan gigi

tetangganya, biasa disebut permukaan distal.

2.2 ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULA

Sendi temporomandibula terdiri atas artikulasi (persendian) yang terbentuk dari

fossa mandibularis ossis temporalis dan processus condylaris mandibula. Permukaan

artikuler yang cekung dari temporal dibatasi dibagian anterior oleh eminentia

articularis yang cembung. Diantara struktur tulang tersebut terdapat discus articularis

yang melekat erat pada kutub lateral dan medial processus condylaris, sementara

bagian posterior dari perlekatan tersebut bersifat elastis untuk memungkinkan

pergeseran kedepan bersama dengan processus condylaris. Pada bagian anterior, discus

Page 13: Laporan Case DM

articularis bersambung dengan fascia pterygoideus lateralis dan kapsula sendi. Kapsula

sendi ini dibagian lateral diperkuat oleh ligamentum temporomandibulais lateralis,

yang berfungsi untuk membatasi gerak satuan discus articularis-processus condylaris.

Rongga sendi superior dan inferior, yang dipisahkan discus articularis dan berada

dalam kapsula sendi, dilapisi oleh jaringan synovial yang menghasilkan cairan yang

dibutuhkan untuk pelumasan permukaan persendian. Otot mastikasi terdiri dari m.

masseter, m. temporalis, m. pterygoideus medialis, dan m. pterigoideus lateralis. Selain

itu terdapat m. digastricus yang juga berperan dalam fungsi mandibula.

Suplai saraf sensoris ke sendi temporomandibula didapat dari n.

auriculotemporalis dan n. masseter cabang dari n. mandibularis. Jaringan pembuluh

darah untuk sendi berasal dari a. temporalis superficial cabang dari a. carotis interna.

Anatomi sendi temporomandibula: A. saat posisi rahang terutup, processus condylaris mandibula menempati posisis

sentral dari fossa mandibularis ossis temporalis; B. saat membuka rahang, processus condylaris mandibula bergerak

menuju eminentia articularis.

2.3 FISIOLOGI SENDI TEMPORO MANDIBULA

M. pterigoideus lateralis pars superior pada prinsipnya bersifat pasif, dan

berkontraksi hanya pada penutupan paksa saja. Kontraksi m. pterigoideus lateralis

inferior terjadi selama pergerakan membuka mulut dan mengakibatkan pergeseran

processus condylaris ke anterior. Selain itu m. pterigoideus lateralis pars inferior juga

berfungsi dalam pergerakan mandibula ke lateral dan protusi dari mandibula.

Kerjasama antara sendi pada kedua sisi memungkinkan diperolehnya rentang gerakan

mandibula yang menyeluruh. M. masseter menyebabkan elevasi dan protusi dari

mandibula serta berperan dalam proses mengunyah yang efektif. M. temporalis

Page 14: Laporan Case DM

memiliki fungsi utama untuk elevasi dan retrusi dari mandibula. M. pterigoideus

medialis berfungsi untuk elevasi, protusi dan pergerakan mandibula ke lateral.

Sedangkan m. digastricus berperan dalam gerakan mandibula ke belakang dan dalam

proses mengunyah.

Setiap gerakan mandibula berawal dari posisi interkuspasi maksimal dan berakhir

pada posisi itu pula, yang pada dasarnya dapat dibedakan dalam 3 fase, yaitu: 1. Fase

membuka, saat gigi meninggalkan kontak dengan lawannya dan mandibula turun. 2.

Fase menutup, saat mandibula bergerak kembali ke atas sampai terjadinya kontak

pertama antara gigi-geligi bawah dan gigi-geligi atas. 3. Fase oklusi, yaitu saat

mandibula kembali ke posisi interkuspasi maksimal dengan dipandu oleh bergesernya

kontak gigi-geligi bawah dan gigi geligi atas.

Posisi mandibula pada akhir gerakan menutup mulut sangat ditentukan oleh

panduan yang diberikan oleh gesekan kontak antara gigi-geligi bawah dan atas setelah

dicapai kontak pertama antara kedua lengkung gigi-geligi tersebut (fase 3). Hanya bila

gesekan kontak tersebut lancar dan terjadi bersamaan antara semua gigi posterior

posisi mandibula akan stabil. Apabila ada kontak prematur antara salah satu gigi, maka

gesekan konak tersebut akan menjadi tidak lancar dan mungkin akan membuat

mandibula harus menyimpang dari pola gerakannya yang normal, sehingga possi akhir

yang dicapainya juga akan menyimpang dari normal. Apabila penyimpangan ini

berjalan lama maka posisi akhir kondilus kanan dan kiri akan menjadi asimetri yang

diikuti oleh diskus artikularnya.

Page 15: Laporan Case DM

2.4 DIABETES MELITUS

Definisi

Diabetes adalah suatu penyakit karena tubuh tidak mampu mengendalikan jumlah

gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini menyebabkan hiperglikemia, suatu keadaan

gula darah yang tingginya sudah membahayakan.

Faktor utama pada diabetes ialah insulin, suatu hormon yang dihasilkan oleh

kelompok sel beta di pankreas. Insulin memberi sinyal kepada sel tubuh agar

menyerap glukosa. Insulin, bekerja dengan hormon pankreas lain yang disebut

glukagon, juga mengendalikan jumlah glukosa dalam darah. Apabila tubuh

menghasilkan terlampau sedikit insulin atau jika sel tubuh tidak menanggapi insulin

dengan tepat terjadilah diabetes.

Diabetes biasanya dapat dikendalikan dengan makanan yang rendah kadar

gulanya, obat yang di minum, atau suntikan insulin secara teratur.Meskipun begitu,

penyakit ini lama kelamaan minta korban juga, terkadang menyebabkan komplikasi

seperti kebutaan dan stroke.

Etiologi

Penyebab diabetes mellitus sampai sekarang belum diketahui dengan pasti tetapi

umumnya diketahui karena kekurangan insulin adalah penyebab utama dan faktor

herediter memegang peranan penting.

a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

Sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille

Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia

(meningkatnya kadar gula darah).

Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh

karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan)

misalnya coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan

dipercaya mempunyai peranan dalam terjadinya DM.

Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau–pulau langerhans

pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon

autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor

herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini.

Page 16: Laporan Case DM

b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

Virus dan kuman leukosit antigen tidak nampak memainkan peran terjadinya

NIDDM. Faktor herediter memainkan peran yang sangat besar. Riset melaporkan

bahwa obesitas salah satu faktor determinan terjadinya NIDDM sekitar 80%

klien NIDDM adalah kegemukan. Overweight membutuhkan banyak insulin

untuk metabolisme. Terjadinya hiperglikemia disaat pankreas tidak cukup

menghasilkan insulin sesuai kebutuhan tubuh atau saat jumlah reseptor insulin

menurun atau mengalami gangguan. Faktor resiko dapat dijumpai pada klien

dengan riwayat keluarga menderita DM adalah resiko yang besar. Pencegahan

utama NIDDM adalah mempertahankan berat badan ideal. Pencegahan sekunder

berupa program penurunan berat badan, olah raga dan diet. Oleh karena DM

tidak selalu dapat dicegah maka sebaiknya sudah dideteksi pada tahap awal

tanda-tanda atau gejala yang ditemukan adalah kegemukan, perasaan haus yang

berlebihan, lapar, diuresis dan kehilangan berat badan, bayi lahir lebih dari berat

badan normal, memiliki riwayat keluarga DM, usia diatas 40 tahun, bila

ditemukan peningkatan gula darah.

Epidemologi

Menurut data terkini dari International Diabetes Federation (IDF), seramai 285

juta orang di seluruh dunia menghidap diabetes. Angka ini dikemukakan pada 20th

World Diabetes Congress di Montreal, Canada. Hanya di asia tenggara sahaja seramai

59 juta orang menghidap diabetes. Dari pada jumlah itu Indonesia merupakan salah

satu negara dengan kasus diabetes yang paling tinggi yaitu seramai 7 juta orang.

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4

terbesar dalam jumlah penderita Diabetes Melitus (DM). Sementara di Medan sendiri

menempati urutan pertama diatas penyakit jantung koroner.

Pada tahun 2009 ini diperkirakan terdapat lebih dari 14 juta orang dengan

diabetes, tetapi baru 50% yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar

30% yang datang berobat teratur.

Menurut kepala Dinas Kesehatan Kota Medan, Edwin Effendi. Penyakit DM di

Medan, sejak September-Oktober 2009 merupakan penyakit dengan penderita

terbanyak, yang terus mengalami peningkatan jumlahnya, jika dibanding dengan

jumlah pasien Penyakit Jantung Koroner atau yang lainnya kata.

Page 17: Laporan Case DM

Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta

pelayanan kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian

penyakit diabetes mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang

segala lapisan umur dan sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di

Indonesia di dapatkan prevalensi sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar

dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian

di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan prevalensi 5,7%.

Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti

akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi

prevalensi Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes

Mellitus, suatu jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM.

Faktor Resiko

1. Kedua orang tuanya pernah menderita DM.

2. Pernah mengalami gangguan toleransi glukosa kemudian normal kembali.

3. Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.

Klasifikasi

American Diabetis Association (ADA) memperkenalkan sistem klasifikasi

berbasis etiologi dan kriteria diagnosa untuk diabetes yang diperbaharui pada tahun

2010. Sistem klasifikasi ini mengelaskan tipe diabetes, antaranya :

1. Diabetes Mellitus Tipe 1 (IDDM)

2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (NIDDM)

3. Diabetes Autoimun Fase Laten

4. Maturity-Onset diabetes of youth

5. Lain-lain sebab.

Patofisiologi

a. DM Tipe I

Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan

insulin karena hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini

menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.

Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul

Page 18: Laporan Case DM

glukosuria (glukosa dalam darah) dan ekskresi ini akan disertai pengeluaran

cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotic) sehingga pasien akan

mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).

Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak

sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala peningkatan selera

makan (polifagia). Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis

(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan

sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton

yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya

ketoasidosis.

b. DM Tipe II

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor

kurang dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak

dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.

Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk

mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah

yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan.Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya

maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II.

Manifestasi Klinis

a. Poliuria

Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane dalam sel

menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma meningkat atau

hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau

cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari

hiperosmolariti dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic (poliuria).

b. Polidipsia

Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan

penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari

dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor haus teraktivasi menyebabkan

Page 19: Laporan Case DM

seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia).

c. Poliphagia

Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar insulin

maka produksi energi menurun, penurunan energi akan menstimulasi rasa lapar.

Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan lebih banyak makan (poliphagia).

d. Penurunan berat badan

Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan cairan

dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka sel akan

menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami atrofidan penurunan

secara otomatis.

e. Malaise atau kelemahan.

Diagnosa

Kriteria untuk diagnosis termasuk pengukuran kadar A1c hemoglobin (HbA1c),

kadar glukosa darah sewaktu atau puasa, atau hasil dari pengujian toleransi glukosa oral.

The American Diabetes Association mendefinisikan diabetes mempunyai dua

kemungkinan yaitu pada pengukuran kadar glukosa darah puasa,ia menunjukkan bacaan

sebanyak minimal 126 mg / dL setelah puasa selama 8 jam. Kriteria lainnya adalah

kadar glukosa darah sewaktu minimal 200 mg / dL dengan adanya kelainan berupa

poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, kelelahan, atau gejala karakteristik lain dari

diabetes. Pengujian kadar glukosa sewaktu dapat digunakan untuk skrining dan

diagnosis, namun sensitivitas hanyalah 39% hingga 55%.

Uji diagnostik yang utama untuk diabetes adalah tes toleransi glukosa oral, di mana

pasien akan diminta untuk berpuasa selama 8 jam dan kemudian ditambah dengan beban

75 g glukosa. Diagnosis terhadap diabetes akan ditegakkan sekiranya kadar glukosa

darah melebihi 199 mg / dL. Selain itu, kadar glukosa darah puasa dianggap abnormal

sekiranya berkisar antara 140-199 mg / dL selepas 2 jam mengambil beban glukosa.

American Diabetes Association mendefinisikan terdapat gangguan pada kadar glukosa

darah puasa sekiranya KGD diantara 100-125 mg / dL.

Pengujian tingkat HbA1c, yang tidak memerlukan puasa sangat berguna baik untuk

diagnosis atau skrining. Diabetes dapat didiagnosa sekiranya kadar HbA1c adalah

minimum 6,5% pada 2 pemeriksaan yang terpisah.

Gestational Diabetes dimana diperlukan 75-g atau 100-g uji toleransi glukosa oral

Page 20: Laporan Case DM

untuk mengkonfirmasi hasil tes skrining yang positif.

Penatalaksanaan

Diabetes Mellitus jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai

penyakit dan diperlukan kerjasama semua pihak untuk meningkatan pelayanan

kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan berbagai usaha, antaranya:

a. Perencanaan Makanan

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang

dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik

yaitu :

1. Karbohidrat sebanyak 60 – 70 %

2. Protein sebanyak 10 – 15 %

3. Lemak sebanyak 20 – 25 %

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut

dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori

dipakai rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga

didapatkan :

1. Berat badan kurang = < 90% dari BB Ideal

2. Berat badan normal = 90-110% dari BB Ideal

3. Berat badan lebih = 110-120% dari BB Ideal

4. Gemuk = > 120% dari BB Ideal.

Jumlah kalori yang diperlukan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori

basal yaitu untuk laki-laki 30 kkal/kg BB, dan wanita 25 kkal/kg BB, kemudian

ditambah untuk kebutuhan kalori aktivitas (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi

status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress

akut sesuai dengan kebutuhan.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi

dalam beberapa porsi yaitu :

1. Makanan pagi sebanyak 20%

2. Makanan siang sebanyak 30%

3. Makanan sore sebanyak 25%

4. 2-3 porsi makanan ringan sebanyak 10-15 % diantaranya.

Page 21: Laporan Case DM

b. Latihan Jasmani

Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang

lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit

penyerta.

Sebagai contoh olah raga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit,

olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.

c. Obat Hipoglikemik :

1. Sulfonilurea

Obat golongan sulfonylurea bekerja dengan cara :

a. Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan.

b. Menurunkan ambang sekresi insulin.

c. Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan BB normal dan

masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang

dianjurkan pada keadaan insufisiensi renal dan orangtua karena resiko

hipoglikema yang berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon juga

dipakai untuk pasien dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.

2. Biguanid

Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin.Sebagai obat tunggal

dianjurkan pada pasien gemuk (imt 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT 27-

30) dapat juga dikombinasikan dengan golongan sulfonylurea.

3. Insulin

Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :

a. Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam

keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.

b. DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet

(perencanaan makanan) .

c. DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif

maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah dan

dinaikkan perlahan – lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien. Bila

sulfonylurea atau metformin telah diterima sampai dosis maksimal tetapi

tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan

kombinasi sulfonylurea dan insulin.

Page 22: Laporan Case DM

d. Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu

pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang

bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman

pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat

yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih

baik. Edukasi merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan diabetes .

Komplikasi

Diabetes Mellitus bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan komplikasi

pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, saraf, dan

lain-lain.

2.5 KARIES GIGI

Def i nisi

Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi

adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai

akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh

pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen

organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi

terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak

dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi

demineralisasi yang disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada

permukaan gigi dan waktu.

Karies adalah kerusakan yang terbatas pada jaringan gigi mulai dari email gigi hingga

menjalar ke dentin. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan

keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Proses ini ditandai timbulnya white

spot pada permukaan gigi. White spot merupakan bercak putih pada permukaan gigi.

Penjalaran karies mula-mula terjadi pada email. Bila tidak segera dibersihkan dan ditambal,

karies akan menjalar ke bawah hingga sampai ke ruang pulpa yang berisi saraf dan

pembuluh darah, sehingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi tersebut bisa mati.

Page 23: Laporan Case DM

Klasifikasi

Karies memiliki kedalaman yang berbeda. Derajat keparahannya dikelompokan

menjadi:

a. Karies pada email

Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit, namun bila ada rangsangan yang berasal

dari makanan atau minuman yang dingin akan terasa linu.

b. Karies pada dentin

Ditandai dengan adanya rasa sakit apabila tertimbun sisa makanan. Apabila sisa

makanan disingkirkan maka rasa sakit akan berkurang.

c. Karies pada pulpa

Gigi terasa sakit terus menerus sifatnya tiba tiba atau muncul dengan sendirinya.

Rasa sakit akan hilang sejenak apabila diberi obat pengurang rasa sakit

Berdasarkan Stadium Karies (dalamnya karies)

Page 24: Laporan Case DM

a. Karies Superfisialis

dimana karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena.

Karies Superfisialis

b. Karies Media

dimana karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

Karies Media

c. Karies Profunda

dimana karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah

mengenai pulpa.

Karies Profunda

Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :

D1: Dalam keadaan gigi kering, terlihat lesi putih pada permukaan gigi.

D2:Dalam keadaan gigi basah, sudah terlihat adanya lesi putih pada

permukaan gigi.

D3: Terdapat lesi minimal pada permukaan email gigi.

Page 25: Laporan Case DM

D4: Lesi email lebih dalam, tampak bayangan gelap dentin atau lesi sudah

mencapai bagian ndentino enamel junction (DEJ).

D5: Lesi telah mencapai dentin.

D6: Lesi telah mencapai pulpa.

Etiologi

Teori multifaktorial Keyes menyatakan penyebab karies gigi mempunyai banyak

faktor seperti: host atau tuan rumah yang rentan, agen atau mikroorganisme yang

kariogenik, substrat atau diet yang cocok, dan waktu yang cukup lama. Faktor-faktor

Page 26: Laporan Case DM

tersebut digambarkan sebagai tiga lingkaran yang bertumpang tindih. Untuk terjadinya

karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung.

a. Faktor host atau tuan rumah

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap

karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor

kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies

karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur

yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak

mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan

tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium,

fosfat, karbonat, fluor), air 1%, dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami

mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat, sedikit

karbonat, dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel.

Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan

enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi

tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan

organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dari pada gigi tetap. Selain

itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap dan email

orang muda lebih lunak dibandingkan orang tua. Mungkin alasan ini menjadi salah

satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anak-anak.

Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies adalah:

1. Pit dan fisur pada permukaan oklusal molar dan premolar; pit bukal molar dan pit

palatal insisif;

2. Permukaan halus di daerah aproksimal sedikit di bawah titik kontak;

3. Email pada tepian di daerah leher gigi sedikit di atas tepi gingival;

Page 27: Laporan Case DM

4. Permukaan akar yang terbuka, yang merupakan daerah tepat melekatnya plak pada

pasien dengan resesi gingiva karena penyakit periodonsium;

5. Tepi tumpatan terutama yang kurang atau mengemper;

6. Permukaan gigi yang berdekatan dengan gigi tiruan dan jembatan.

b. Faktor agen atau mikroorganisme

Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak

adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang

berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada

permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi

mikroorganisme dalam plak yang berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus

gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus

mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis, dan Streptokokus salivarius serta

beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya

laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak

gigi berkisar 104-105 sel/mg plak. Walaupun demikian, Streptokokus mutans yang

diakui sebagai penyebab utama karies.

c. Faktor substrat atau diet

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena

membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada

permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak

dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam serta

bahan lain yang aktif yang menyebabkan timbulnya karies. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa

cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang

banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak

mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat

memegang peranan penting dalam terjadinya karies.

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi bakteri mulut dan secara

langsung terlibat dalam penurunan pH. Dibutuhkan waktu tertentu bagi plak dan

karbohidrat yang menempel pada gigi untuk membentuk asam dan mampu

mengakibatkan demineralisasi email, tidak semua karbohidrat sama derajat

Page 28: Laporan Case DM

kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks misalnya pati (polisakarida) relatif tidak

berbahaya karena tidak dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan

karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan meresap ke dalam

plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh bakteri, sehingga makanan dan minuman

yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai level yang

menyebabkan demineralisasi email. Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa

waktu, untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh

karena itu konsumsi gula yang berulang-ulang menyebabkan demineralisasi email.

d. Faktor waktu

Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang

berkembang dalam beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan karies

untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.

Proses Karies Gigi

Proses terjadinya karies gigi diawali oleh proses pembentukan plak secara fisiologis

pada permukaan gigi. Plak terdiri atas komunitas mikroorganisme atau bakteri yang dapat

bekerja sama serta memiliki sifat fisiologi kolektif. Beberapa bakteri mampu melakukan

fermentasi terhadap substrat karbohidrat (seperti sukrosa dan glukosa), untuk memproduksi

asam, menyebabkan pH plak akan menurun sampai di bawah 5 dalam 1-3 menit.

Penurunan pH plak secara berulang-ulang akan mengakibatkan demineralisasi pada

permukaan gigi. Namun, asam yang diproduksi dapat dinetralkan oleh saliva, sehingga pH

saliva meningkat dan berlangsungnya pengambilan mineral. Keadaan ini disebut dengan

remineralisasi. Hasil kumulatif dari proses demineralisasi dan mineralisasi dapat

menyebabkan kehilangan mineral sehingga lesi karies terbentuk.

Proses karies dapat terjadi di seluruh permukaan gigi dan merupakan proses alami.

Pembentukan biofilm dan aktifitas metabolik oleh mikroorganisme tidak dapat dicegah.

Perkembangan lesi ke dalam dentin bisa mengakibatkan invasi bakteri dan mengakibatkan

kematian pulpa dan penyebaran infeksi ke dalam jaringan periapikal sehingga

menyebabkan rasa sakit.

Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna putih mengkilat

pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor yang harus ada dalam

proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu. Makanan yang mengandung

gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak (coccus) maka berbentuk asam (H+) dan

Page 29: Laporan Case DM

jika berlangsung terus menerus, maka lama kelamaan pH plak menjadi ± 5. Asam (H+)

dengan pH ini akan masuk kedalam sub surface dan akan melarutkan kristal-kristal

hidroxyapatit yang ada, lama kelamaan kalsium akan keluar dari email, proses ini disebut

sub surface decalsifikasi.

Akibat Karies yang Tidak Dirawat

Terjadinya demineralisasi lapisan email, menyebabkan email menjadi rapuh. Jika

karies gigi dibiarkan tidak dirawat, proses karies akan terus berlanjut sampai ke lapisan

dentin dan pulpa gigi, apabila sudah mencapai pulpa gigi biasanya penderita mengeluh

giginya terasa sakit. Jika tidak dilakukan perawatan, akan menyababkan kematian pulpa,

serta proses radang berlanjut sampai ke tulang alveolar. Beberapa masalah akan timbul

pada karies yang tidak terawat apabila dibiarkan seperti pulpitis, ulserasi, fistula dan abses.

a. Pulpitis

Pulpitis adalah proses radang pada jaringan pulpa gigi, yang pada umumnya

merupakan kelanjutan dari proses karies. Jaringan pulpa terletak di dalam jaringan

keras gigi sehingga bila mengalami proses radang, secara klinis sulit untuk

menentukan seberapa jauh proses radang tersebut terjadi. Menurut Ingle, atap pulpa

mempunyai persarafan terbanyak dibandingkan bagian lain pada pulpa. Jadi, saat

melewati pembuluh saraf yang banyak ini, bakteri akan menimbulkan peradangan awal

pulpitis. Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis dibagi

menjadi:

1. Pulpitis reversible, yaitu inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya

dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal. Gejala karies

enamel simtomatik ditandai oleh rasa sakit yang tajam dan hanya sebentar. Lebih

sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas. Tidak

timbul spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya di hilangkan.

2. Pulpitis Irrevesible, yaitu lanjutan dari pulpitis reversible. Pulpitis irreversible

merupakan inflamasi parah yang tidak bisa pulih walaupun penyebabnya

dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadi nekrosis. Biasanya, gejala

asimtomatik atau pasien hanya mengeluhkan gejala yang ringan. Nyeri pulpitis

irreversible ini dapat tajam, tumpul, setempat, atau difus (menyebar) dan dapat

berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam

Page 30: Laporan Case DM

Pulpitis

b. Ulkus Traumatik

Ulkus traumatik atau ulserasi adalah ulserasi akibat trauma, dapat disebabkan

kontak dengan sisa mahkota gigi atau akar yang tajam akibat proses karies gigi.

Ulserasi akibat trauma sering terjadi pada daerah mukosa pipi dan bagian perifer lidah.

Secara klinis ulserasi biasanya menunjukkan permukaan sedikit cekung dan oval

bentuknya. Pada awalnya daerah eritematous di jumpai di bagian perifer, yang

perlahan-lahan warnanya menjadi lebih muda karena proses keratinisasi. Bagian

tengah ulkus biasanya berwarna kuning-kelabu. Setelah pengaruh traumatik hilang,

ulkus akan sembuh dalam waktu 2 minggu.

Ulkus Traumatik

c. Fistula

Fistula terjadi karena peradangan karies kronis dan pernanahan pada daerah

sekitar akar gigi (periapical abcess). Peradangan ini akan menyebabkan kerusakan

tulang dan jaringan penyangga gigi. Peradangan yang terlalu lama menyebabkan

Page 31: Laporan Case DM

pertahanan tubuh akan berusaha melawan, dan mengeluarkan jaringan yang telah rusak

dengan cara mengeluarkan nanah keluar tubuh melalui permukaan yang terdekat,

daerah yang terdekat adalah menembus tulang tipis dan gusi yang menghadap ke pipi,

melalui saluran yang disebut fistula. Jika saluran ini tersumbat, maka akan terjadi

pengumpulan nanah.

Fistula

d. Abses

Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada

pulpa yang terinfeksi, sehingga menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar

ke arah jaringan periapikal secara progresif. Pada saat infeksi mencapai akar gigi,

patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri,

ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.

Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan infeksi

bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses yaitu

Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam

proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk

mendeposisi fibrin, sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang

berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan

hyaluronidas

Page 32: Laporan Case DM

Abses periapikal

e. Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan radang pulpa

akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat trauma.

Nekrosis pulpa dapat bersifat parsial atau total. Ada dua tipe nekrosis pulpa, yaitu:

1. Tipe koagulasi, di sini terdapat jaringan yang larut, mengendap, dan berubah

menjadi bahan yang padat.

2. Tipe liquefaction, enzim proteolitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan

yang lunak atau cair.

Nekrosis pul pa

Tindakan

a. Penambalan

Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat disembuhkan

dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati

dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang

pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.

Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan

gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi

yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab karies telah

Page 33: Laporan Case DM

masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk

meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi ulang. Tambalan terbuat dari berbagai

bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan

tambalan yang digunakan adalah perak amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca,

emas tuang, porselen. Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak

digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari

luar. Perak amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas

lebih mahal tetapi lebih kuat dan bisa digunakan pada karies yang sangat besar.

Campuran damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya

mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih mahal

dari pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi belakang yang

digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan dengan warna yang

sama dengan gigi. Bahan ini diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi

keuntungan lebih pada orang-orang yang cenderung mengalami pembusukan pada

garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan untuk menggantikan daerah yang rusak

karena penggosokan gigi yang berlebihan.

b. Pencabutan

Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan sudah

sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah rusak

tersebut. Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, dimana biasanya

pembiusan dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan

pembiusan pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien tidak merasakan

sakit pada saat pencabutan dilakukan.

2.6 KALKULUS GIGI

Def i nisi

Kalkulus disebut juga tartar, yaitu suatu lapisan deposit (bahan keras yang melekat

pada permukaan gigi) mineral yang berwarna kuning atau coklat pada gigi karena

dental plak yang keras. Struktur permukaan kalkulus yang kasar memudahkan

Page 34: Laporan Case DM

timbunan plak gigi. Kalkulus melekat erat mengelilingi mahkota dan akar gigi, juga

pada gigi tiruan dan restorasi gigi. Menurut Kamus Kedokteran Gigi (F.J Harty dan R

Ogston), kalkulus yang dahulu disebut tartar atau calcareous deposits terdiri atas

deposit plak yang termineralisasi, yang keras yang menempel pada gigi. Kalkulus

dapat juga diartikan massa kalsifikasi yang terbentuk dan melekat pada permukaan

gigi, objek solid lainnya di dalam mulut. Menurut Drg Irene Sukardi, Sp Perio, karang

gigi berasal dari plak yang bercampur dengan zat kapur pada ludah sehingga lama-

kelamaan akan mengendap. Kalkulus jarang ditemukan pada gigi susu dan tidak sering

ditemukan pada gigi permanen anak usia muda. Meskipun demikian, pada usia 9 tahun

kalkulus sudah dapat ditemukan pada sebagian besar rongga mulut, dan pada hampir

seluruh rongga mulut individu dewasa.

Kalkulus terjadi karena pengendapan garam kalsium fosfat, kalsium karbonat, dan

magnesium fosfat. Komposisi kalkulus dipengaruhi oleh lokasi kalkulus dalam mulut

serta waktu pembentukan kalkulus. Komposisi kalkulus terdiri dari 80% masa

anorganik, air, dan matriks organik (protein dan karbohidrat), sel-sel epitel

deskuamasi, leukosit. Masa anorganik terutama terdiri dari fosfat, kalsium, dalam

bentuk hidroksiapatite, brushite, dan fosfat oktakalsium. Selain itu, juga terdapat

sejumlah kecil kalsium karbonat, magnesium, fosfat, dan florida. Kandungan florida

adalah beberapa lebih besar daripada pada plak.

Macam Kalkulus

Berdasakan lokasinya Kalkulus ada 2 macam, yaitu :

1. Kalkulus supragingiva

Letak = di sebelah koronal dari tepi gingival (diatas gingival). Kalkulus terdeposit

mula-mula pada permukaan gigi yang berlawanan dengan duktus saliva, pada

Page 35: Laporan Case DM

permukaan lingual insisivus bawah dan permukaan bukal molar atas, tetapi dapat

juga terdeposit pada setiap gigi dan geligi tiruan yang tidak dibersihkan dengan

baik, misalnya permukaan oklusal gigi yang tidak mempunyai antagonis. Warna =

agak kekuningan kecuali bila tercemar faktor lain seperti tembakau, anggur, pinang.

Bentuk = cukup keras, rapuh, mudah dilepas dari gigi dengan alat khusus. Sumber

mineral diperoleh dari saliva. Dapat terlihat langsung di dalam mulut.

2. Kalkulus subgingiva

Letak = akar gigi di dekat batas apical poket yang dalam, pada kasus yang parah,

bahkan dapat ditemukan jauh lebih dalam sampai ke apeks gigi (dibawah gingival).

Bentuk = bewarna hijau tua atau hitam, lebih keras daripada kalkulus supragingiva,

melekat lebih erat pada permukaan gigi. Melekat pada permukaan akar dan

distribusinya tidak berhubungan dengan glandula saliva tetapi dengan adanya

inflamasi gingival dan pembentukan poket, suatu fakta terefleksi dari namanya

‘kalkulus seruminal’. Sumber mineral diperoleh dari serum darah. Tidak dapat

terlihat langsung dalam mulut

Proses Pembentukan Kalkulus

Sejumlah penelitian menunjukkan, penyebab dari beberapa masalah rongga mulut

adalah dental plaque atau plak gigi. Setelah kita menyikat gigi, pada permukaan gigi akan

terbentuk lapisan bening dan tipis yang disebut pelikel. Pelikel ini belum ditumbuhi kuman.

Apabila pelikel sudah ditumbuhi kuman disebutlah dengan plak. Plak berupa lapisan tipis

bening yang menempel pada permukaan gigi, terkadang juga ditemukan pada gusi dan

lidah. Lapisan itu tidak lain adalah kumpulan sisa makanan, segelintir bakteri, sejumlah

protein dan air ludah. Plak selalu berada dalam mulut karena pembentukannya selalu

terjadi setiap saat, dan akan hilang bila menggosok gigi atau menggunakan benang khusus.

Plak yang dibiarkan, lama kelamaan akan terkalsifikasi (berikatan dengan kalsium) dan

mengeras sehingga menjadi karang gigi. Mineralisasi plak mulai di dalam 24-72 jam dan

rata-rata butuh 12 hari untuk matang.

Karang gigi menyebabkan permukaan gigi menjadi kasar dan menjadi tempat

menempelnya plak kembali sehingga kelamaan karang gigi akan semakin mengendap, tebal

dan menjadi sarang kuman. Karang gigi dapat terlihat kekuningan atau kehitaman, warna

kehitaman biasanya akibat bercampur dengan rokok, teh, dan zat lain yang dapat

Page 36: Laporan Case DM

meninggalkan warna pada gigi. Jika dibiarkan menumpuk, karang gigi dapat meresorbsi

(menyerap) tulang alveolar penyangga gigi dan akibatnya gigi mudah goyang dan tanggal.

Gigi tidak terlepas dari jaringan penyangga gigi, yakni jaringan periodontal. Jaringan

periodontal ini yang menjadi tempat tertanamnya gigi. Jaringan ini terdiri dari gusi,

sementum, jaringan pengikat tulang penyangga gigi (alveolar). Jaringan penyangga gigi

inilah yang mengikat gigi, pembuluh darah dan persarafan menjadi satu kesatuan.

Karang gigi mengandung banyak kuman-kuman yang dapat menyebabkan penyakit

lain di daerah sekitar gigi. Bila tidak dibersihkan, maka kuman-kuman dapat memicu

terjadinya infeksi pada daerah penyangga gigi tersebut. Bila sudah infeksi maka masalah

lebih lanjut bisa timbul. Penderita biasanya mengeluh gusinya terasa gatal, mulut berbau

tak sedap, sikat gigi sering berdarah, bahkan adakalanya gigi dapat lepas sendiri dari

jaringan penyangga gigi. Infeksi yang mencapai lapisan dalam gigi (tulang alveolar) akan

menyebabkan tulang pernyangga gigi menipis sehingga pada perbandingan panjang gigi

yang tertanam pada tulang dan tidak tertanam 1:3, gigi akan goyang dan mudah tanggal.

Selain mengakibatkan gigi tanggal, kuman infeksi jaringan penyangga gigi juga dapat

menyebar ke seluruh tubuh. Melalui aliran darah, kuman dapat menyebar ke organ lain

seperti jantung. Karena itu ada beberapa kasus penyakit yang sebenarnya dipicu oleh

infeksi dari gigi, ini disebut infeksi fokal. Penyakit infeksi otot jantung (miokarditis)

termasuk penyakit yang dapat disebabkan oleh infeksi fokal.

Oleh karena itu, masalah karang gigi tidak dapat disepelekan. Bila plak sudah

mengendap menjadi karang gigi maka penyikatan sekeras apapun dengan sikat gigi biasa

tidak akan menghilangkannya. Satu-satunya cara untuk mengatasi karang gigi adalah

dengan pergi ke dokter gigi untuk dibersihkan agar terhindar dari penyakit yang lebih berat

dan tentunya butuh biaya yang lebih besar.

Karang gigi harus dibersihkan dengan alat yang disebut scaler. Ada yang manual

ataupun dengan ultrasonic scaler. Setelah dibersihkan dengan scaler, karang gigi akan

hilang dan gigi menjadi bersih kembali. Namun, karang gigi dapat timbul kembali apabila

kebersihan gigi tidak dijaga dengan baik. Dianjurkan melakukan tindakan pencegahan

sebelum karang gigi timbul yaitu dengan menyikat gigi secara teratur dan sempurna.

Dental floss juga perlu digunakan untuk membersihkan permukaan antar dua gigi yang

sering menjadi tempat terselipnya makanan dan menjadi tempat penimbunan plak. Obat

kumur yang mengandung clorhexidine dapat digunakan untuk mencegah timbulnya plak,

obat ini dapat digunakan setelah penyikatan gigi.

Page 37: Laporan Case DM

Beberapa macam teori dikemukakan oleh para peneiti mengenai proses pembentukan

kalkulus, antara lain:

1. Teori CO

Menurut teori ini pengendapan garam kalsium fosfat terjadi akibat adanya

perbedaan tekanan CO dalam rongga mulut dengan tekanan CO dari duktus saliva,

yang menyebabkan pH saliva meningkat sehingga larutan menjadi jenuh.

2. Teori Protein

Pada konsentrasi tinggi, protein klorida saliva bersinggungan dengan permukaan

gigi maka protein tersebut akan keluar dari saliva, sehingga mengurangi stabilitas

larutannya dan terjadi pengendapan garam kalsium fosfat.

3. Teori Fosfatase

Fosfatase berasal dari plak gigi, sel-sel epitel mati atau bakteri. Fosfatase membantu

proses hidrolisa fosfat saliva sehingga terjadi pengendapan garam kalsium fosfat.

4. Teori Esterase

Esterase terdapat pada mikrorganisme, membantu proses hidrolisis ester lemak

menjadi asam lemak bebas yang dengan kalsium membentuk kalsiumfosfat.

5. Teori Amonia

Pada waktu tidur, aliran saliva berkurang, urea saliva akan membentuk ammonia

sehingga pH saliva naik dan terjadi pengendapan garam kalsium fosfat.

6. Teori pembenihan

Plak gigi merupakan tempat pembentukan inti ion-ion kalsium dan fosfor yang akan

membentuk kristal inti hidroksi apatit dan berfungsi sebagai benih kristal kalsium

fosfat dari saliva jenuh.

7. Teori rokok

Tar dalam asap rokok juga memperbesar peluang terjadinya radang gusi, yaitu

penyakit gusi yang paling sering terjadi disebabkan oleh plak bakteri dan fakor lain

yang dapat menyebabkan bertumpuknya plak di sekitar gusi. Tar dapat diendapkan

pada permukaan gigi dan akar gigi sehingga permukaan ini menjadi kasar dan

mempermudah perlekatan plak. Dari perbedaan penelitian yang telah dilakukan plak

dan karang gigi lebih banyak terbentuk pada rongga mulut perokok dibandingkan

bukan perokok. Penyakit jaringan pendukung gigi yang parah, kerusakan tulang

penyokong gigi dan tanggalnya gigi lebih banyak terjadi pada perokok daripada

bukan perokok. Pada perawatan penyakit jaringan pendukung gigi pasien perokok

Page 38: Laporan Case DM

memerlukan perawatan yang lebih luas dan lebih lanjut. Padahal pada pasien bukan

perokok dan pada keadaan yang sama cukup hanya dilakukan perawatan standar

seperti pembersihan plak dan karang gigi.

8. Bikarbonat

Bila bikarbonat meningkat, maka pH meningkat, lalu rongga mulut bersifat basa

dan mengakibatkan pengendapan kalsium fosfat terbentuklah kalkulus atau karang

gigi. Konsentrasi bikarbonat paling tinggi pada muara kelenjar parotis dan

submandibular sehingga mengakibatkan kalsium fosfat saliva pada daerah tersebut

tidak stabil sehingga mudah mengendap (brushite).

2.7 KANDIDASIS ORAL

Definisi

Kandidiasis oris atau Kandidiasis oral adalah infeksi jamur pada mukosa mulut orang

dewasa yang disebabkan oleh Candida albicans, suatu patogen oportunistik yang terkait

dengan imun kompromais. Secara klinis adalah plak keputihan pada mukosa mulut yang

jika dikerik meninggalkan dasar kemerahan dan bintik kecil perdarahan. Kandidiasis oris

dapat menyebar ke esofagus, menimbulkan Kandida esofagitis dengan disfagia dan

menyebar ke seluruh tubuh.

Klasifikasi

Etiopatogenesis

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang bersifat jangka panjang dan ditandai

dengan terjadinya hiperglikemia. Semakin tinggi kadar glukosa dalam darah pada

Page 39: Laporan Case DM

penderita DM, semakin besar peluang penderita tersebut untuk mengalami komplikasi.

Munculnya kandidasis dalam rongga mulut penderita DM, dapat disebabkan oleh banyak

hal, seperti: terjadinya defisiensi imun, terjadi keadaan hiperglikemia yang dapat

menimbulkan terjadinya disfungsi kelenjar saliva (aliran saliva berkurang, viskositas

saliva menjadikental dan kadar glukosa dalam saliva menjadi tinggi), adanya komplikasi

pada DM berupa microangiopathy yang mempengaruhi pembuluh darah, adanya

metabolisme yang mengakibatkan terjadinya malnutrisi dan adanya pemakaian gigi tiruan

pada penderita DM.

Defisiensi imun pada umumnya dapat dibedakan atas defisiensi imun primer dan

sekunder. Defisiensi imun pada penderita DM umunya defisiensi imun sekunder. Adanya

defisiensi imun pada penderita DM mengakibatkan terjadinya penurunan sistem imun

yang menyebabkan antimikroba pada saliva tidak dapat berfungsi dengan baik sehingga

memicu timbulnya kandidasis.

Keadaan hiperglikemia pada penderita DM juga dapat menyebabkan kandidasis,

karena terjadinya disfungsi aliran saliva, adanya kehilangan cairan dari tubuh dalam

jumlah yang banyak, sehingga aliran saliva berkurang. Selain itu, keadaan hiperglikemia

dapat mengakibatkan viskositas saliva menjadi kental dan tingginya kadar glukosa

dimana glukosa merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman dan jamur.

Adanya gangguan metabolisme pada penderita DM dapat menimbulkan malnutrisi.

Nutrisi yang buruk sudah jelas menurunkan resistensi terhadap infeksi .

Pada penderita DM yang memakai gigi tiruan, dapat menimbulkan kandidasis. Hal

ini disebabkan karena basis gigi tiruan yang melekat pada mukosa penderita

mengakibatkan kadar oksigen berkurang dan pH pada rongga mulut menurun, menjadikan

rongga mulut dalam keadaan asam sehingga lebih mudah terkena infeksi jamur.

Penegakan diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis kandidiasis, maka dapat dibantu dengan adanya

pemeriksaan penunjang, antara lain :

1.      Pemeriksaan langsung

Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10 % atau

dengan pewarnaan gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu

Page 40: Laporan Case DM

2.      Pemeriksaan biakan

Bahan yang akan diperiksa ditanam dalam agar dekstrosa glukosa Sabouraud,

dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol ) untuk mencegah

pertumbuhan bakteri. Perbenihan disimpan dalam suhu kamar atau lemari suhu 37 0C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony. Identifikasi

Candida albicans dilakukan dengan membiakkan tumbuhan tersebut pada corn

meal agar.

BAB III

ANALISIS KASUS

Page 41: Laporan Case DM

Pasien ny. Misyati binti H.Ahmad Marzuki, 61 tahun, dikonsulkan ke Poli Gigi dan

Mulut RSMH Palembang karena mengeluh terdapat plak berwarna putih yang melapisi

lidah sejak ± 1 bulan SMRS. Pasien kesulitan untuk membersihkan plak tersebut. Pasien

mengeluh terdapat rasa terbakar pada lidah dan daya pengecapan dirasakan berkurang.

Pasien dirawat di bagian penyakit dalam dengan diagnosis Ganggren pedis dextra, HHD

kompensata, Hipertensi stage 2, dan Diabetes Melitus tipe 2 normoweight uncontrolled.

Keluhan lain pada gigi tidak ada. Pasien belum pernah melakukan pengobatan untuk

keluhan ini sebelumnya.

Pasien tidak pernah melakukan perawatan gigi sebelumnya. Pasien suka makan

permen dan menyikat gigi 1-2x sehari pada pagi hari saat mandi pagi dan kadang-kadang

pada malam hari sebelum tidur. Pasien juga punya kebiasaan mengunyah pada satu sisi

yaitu pada sisi kanan. Saat datang ke Poli Gigi dan Mulut, pasien tampak kompos mentis,

berat badan 65 kg, dan tinggi badan 155 cm. Nadi pasien 84x/menit, isi dan tegangan

cukup, tekanan darah 130/80 mmHg, pernafasan 18x/menit, dan suhu 36,70C.

Pada pemeriksaan ekstra oral, tidak terdapat kelainan. Pada pemeriksaan intraoral,

erdapat plak berwarna putih yang pada dorsum dan lateral lidah, terdapat kalkulus di semua

regio anterior dan posterior rahang atas dan rahang bawah dan terdapat missing teeth pada

46 dan 47. Pada status lokalis ditemukan adanya karies pada gigi 15 dan 12 dan radiks pada

gigi 16, 14, 24,25, dan 28. Kelainan gigi dan mulut yang lain tidak ditemukan.

Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah pro radiologi berupa

pemeriksaan x-ray panoramik. Pada pasien diberikan dental health education mencakup

edukasi dalam pemilihan makanan misalnya menghindari makanan yang terlalu manis

seperti permen, dan menjaga kebersihan mulut dengan cara menggosok gigi dengan cara

yang benar minimal dua kali sehari. Pasien juga direncanakan untuk ditatalaksana pro

ekstraksi, pro konservasi, pro scalling dan pro swab lidah jika KU memungkinkan dan gula

darah dalam keadaan stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Page 42: Laporan Case DM

Sihombing, Juminah. 2009. Karakteristik Penderita Karies Gigi yang Berobat di Rumah

Sakit umum dr. Pingardi Medan tahun 2007. Medan: Universitas Sumatera Utara.

diakses melalui http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20092/4 /Chapter

%20II.pdf

Kaban S. Pengembangan Model Pengendalian Kejadian Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2

Di Kota Sibolga Tahun 2005. Tesis. Medan: Percetakan USU. 2005: 8

Daliemunthe SH. Hubungan Timbal Balik Antara Periodontitis dengan Diabetes Melitus.

Dentika Dent J 2003; 8(2): 120-25

Vernino AR. Etiologi Penyakit Periodontal. Dalam: ed. Amaliya, Juwono L. Silabus

Periodonti. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004: 13

Boedi S. Aspek klinis dan penetapam diagnosis kandidasis mulut. Majalah ilmiah

Kedokteran Gigi FKG Usakti. Juni 2001; 16 (44): 86-95

Southerland JH, Taylor GW, Offenbacher S. Diabetes periodontal infection: making the

connection. Clinical Diabetes. 2005; 23 (4): 171-178