23
Laporan Hari/Tanggal : Senin/08 Oktober 2012 Analisis Mutu Mikrobilogi PJ Dosen : Neny Mariyani, STP Pangan Asisten Dosen : Yuvita Alfanurani, Amd UJI MIKROBIOLOGI SUSU Oleh: Kelompok 2 B / P1 Ayen Nita J3E111005 Vita Riswanti J3E111037 Astriana Puspaningtyas J3E111040 Nurul Ulfah Dzulfadilah J3E111046 Tia Esha Nombiga J3E111073 Diah Sri Lestari J3E111106

LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

Citation preview

Page 1: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

Laporan Hari/Tanggal : Senin/08 Oktober 2012Analisis Mutu Mikrobilogi PJ Dosen : Neny Mariyani, STPPangan Asisten Dosen : Yuvita Alfanurani, Amd

UJI MIKROBIOLOGI SUSU

Oleh:

Kelompok 2

B / P1

Ayen Nita J3E111005

Vita Riswanti J3E111037

Astriana Puspaningtyas J3E111040

Nurul Ulfah Dzulfadilah J3E111046

Tia Esha Nombiga J3E111073

Diah Sri Lestari J3E111106

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

DIREKTORAT PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pengujian susu dari

sapi yang terkena mastitis. Selain itu praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mampu

mengidentifikasi jenis-jenis bakteri yang dapat menjadi sumber kontaminasi pada

susu.

Page 3: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

BAB II

HASIL PENGAMATAN

2.1 Metode Mikroskopik Langsung (DMC) atau Metode Breed

Tabel 1. Jumlah sel per mililiter sampel A, B, dan C

Kelompok Sampel Diamater lensa ΣSel/ml

1 Susu A1 0.17 mm 2,2 ×106 sel/ml

2 Susu A2 0.17 mm 7,5 ×105 sel/ml

3 Susu B1 0.17 mm 8,5 ×106sel/ml

4 Susu B2 0.17 mm 7,8 ×106sel/ml

5 Susu C1 0.17 mm 2,7 ×106 sel/ml

6 Susu C2 0.17 mm 9,1×106 sel/ml

7 Susu C3 0.17 mm 3,1 ×106 sel/ml

Tabel 2. Jumlah mikroba dan jumlah area pandang yang harus diamati

Jumlah rata-rata bakteri per areal pandang

Jumlah areal pandang yang harus diamati

<0.5 50

0.5-1 25

1-10 10

10-30 5

>30 Dilaporkan sebagai TBUD

2.1.1 Perhitungan Jumlah Bakteri per ml susu A :

d = 0,17 mm → r = 0,085

Jumlah bakteri per ml = 10.000

πr2× Jumla h bakteri per areal pandang

= 10.000

3.14 ×0.0852×

1+3+2+4+1+1+2+1+1+110

= 7,5 ×105 bakteri/ml

Page 4: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

2.2 Uji Biru Metilen (MBRT)

Tabel 3. Hasil pengamatan uji MBRT

Kelompok Sampel Waktu Warna Endapan

1 dan 2 Susu A

30 menit ++++ -

60 menit ++++ -

90 menit +++ -

120 menit +++ -

3 dan 4 Susu B

30 menit ++++ -

60 menit ++++ -

90 menit +++ ++

120 menit ++ ++

5,6 dan 7 Susu C

30 menit ++++ -

60 menit ++++ -

90 menit +++ ++++

120 menit +++ +++

2.3 Uji Resazurin

Tabel 4. Perubahan warna hasil pengamatan Uji Resazurin

Kelompok Jenis sampel Warna

1 dan 2 Susu segar (A) Biru–biru kemerahan

3 dan 4 Susu segar dan mikroba (B) Biru- putih

5,6, dan 7 Susu segar dan mikroba (C) Merah muda - putih

Page 5: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

BAB III

PEMBAHASAN

Susu mengandung bermacam-macam unsur dan sebagian besar terdiri dari zat

makanan yang juga diperlukan bagi pertumbuhan bakteri. Oleh karenanya

pertumbuhan bakteri dalam susu sangat cepat, pada suhu yang sesuai. Jenis-jenis

Micrococcus dan Corybacterium sering terdapat dalam susu yang baru diambil.

Pencemaran berikutnya timbul dari sapi, alat-alat pemerahan yang kurang bersih dan

tempat - tempat penyimpanan yang kurang bersih, debu, udara, lalat dan penanganan

oleh manusia (Buckle, et. al., 1987).

Emulsi lemak yaitu globulan pada susu dikelilingi globula yang mengandung

glikoprotein, lipid polar, sterol dan beberapa enzim termasuk xanthine oksida.

Sayangnya, akibat dengan adanya membran tersebut maka struktur dapat dengan

mudah rusak pada saat ada tekanan dan pendinginan (Robinson, 1987).

Kualitas mikrobial dalam susu segar sangat penting bagi penilaian dan produksi

produk susu yang berkualitas. Susu dapat disebut telah rusak apabila terdapat

gangguan dalam tekstur, warna, bau dan rasa pada kondisi dimana susu tersebut

sudah tidak patut lagi dikonsumsi oleh manusia. Kerusakan yang disebabkan oleh

mikroorganisme dalam makanan sering melibatkan degradasi dari zat zat nutrisi

seperti protein, karbohidrat dan lemak, baik oleh mikroorganisme itu sendiri maupun

enzim yang diproduksinya (Anonimous, 2006). Susu yang masih terdapat di dalam

kelenjar susu, dinyatakan sebagai susu steril tetapi susu yang telah dikeluarkan dari kelenjar

susu dan kotak dengan udara sekitar, belum tentu masih steril seperti pada saat di dalam

kelenjar susu. Untuk menguji kesterilan dari susu tersebut maka perlu diadakan uji

mikrobiologi. Uji ini dapat dilakukan dengan metode DMC atau direct microscopic count

(perhitungan mikroskop langsung), uji reduktase biru metilen atau BM dan uji resazurin.

3.1 Metode Mikroskopik Langsung (DMC) atau Metode Breed

Page 6: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

Pada praktikum uji mikrobiologi susu digunakan beberapa metode analisis

salah satunya metode breed. Hitungan mikroskopik dengan metode Breed sering

digunakan untuk menganalisis susu yang mengandung bakteri dalam jumlah yang

tinggi. Misalnya susu yang diperoleh dari sapi yang terkena mastitis, yakni suatu

penyakit infeksi yang menyerang kelenjar susu sapi. Cara ini merupakan suatu cepat,

yaitu menghitung bakteri langsung dengan menggunakan mikroskop.

Metode Breed memeliki kelemahan yaitu tidak dapat dilakukan terhadap susu

yang dipasteurisasi karena secara mikroskopik tidak dapat dibedakan antara sel-sel

bakteri yang masih hidup atau yang telah mati karena perlakuan pasteurisasi. Dalam

metode Breed, luas areal pandang mikroskop yang akan digunakan harus dihitung

terlebih dahulu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengukur diameter areal

pandang menggunakan micrometer yang dapat dilihat melalui lensa minyak emersi.

Untuk menghitung jumlah bakteri didalam contoh, sebanyak 0,01 ml contoh dipipet

dengan pipet mikro dandisebarkan di atas gelas obyek sehingga mencapai luas 1 cm2,

kemudian didiamkan sampai kering, difiksasi, dan diwarnai dengan birumetilen

(methylene blue levowitz). Rata-rata jumlah bakteri per areal pandang mikrokop

dihitung setelah mengamati 10 sampai 60 kali areal pandang, tergantung dari

jumlah bakteri per areal pandang.

Pada sapi yang terserang mastitis, susunya biasanya mengandung sel-seldarah

putih dalam jumlah tinggi. Setelah pewarnaan dengan biru metilen, sel-sel darah putih

akan terlihat sebagai sel yang bulat atau berbentuk tidak teratur, bewarna biru dengan

ukuran lebih besar daripada bakteri.

Mastitis adalah peradangan pada ambing yang biasanya disebabkan oleh

infeksi kuman. Banyak kuman yang dapat menyebabkan mastitis termasuk bakteri,

kapang, dan khamir. Spesies yang sering menyebabkan mycoplasma mastitis adalah

Mycoplasma bovis. Mikroorganisme ini umumnya berada pada saluran pernafasan

atas, sering dihubungkandengan saluran pernafasan komplek dan pneumonia enzootic

pada sapi (Jasper, 1984). Sapi harus yang dicurigai terinfeksi mycoplasma jika

mempunyai mastitis yang bersifat purulen dan kadang tidak menampakkan gejala

Page 7: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

klinis yang nyata. Sapi umumnya terkena mastitis lebih dari satu kwartir, dengan

diikuti terjadi penurunan produksi susu.

Dalam praktikum uji analisis mikrobiologi susu dengan metode breed ini

digunakan 3 sampel, yaitu sampel susu segar dan dua jenis susu yang ditambahkan

bakteri dengan intensitas yang berbeda. Hasil yang didapatkan pada sampel A1

setelah dilakukan perhitungan adalah 2,2 ×106 sel/ml, sampel A2 adalah 7,5 ×105

sel/ml. Pada sampel B1 banyaknya bakteri yaitu 8,5 ×106sel/ml, sedangkan untuk

sampel B2 sebesar 7,8 ×106sel/ml. Sampel C1 jumlah bakteri hasil perhitungan yaitu

2,7 ×106 sel/ml, sampel C2 yaitu 9,1×106 sel/ml, dan sampel C3 sebesar 3,1 ×106

sel/ml. Berdasarkan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa sampel A mempunyai

jumlah bakteri yang paling sedikit, karena sampel A merupakan susu hasil proses

UHT. Susu UHT (ultra high temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan

pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135-145 derjat

Celcius) selama 2-5 detik (Amanatidis, 2002).

Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh

mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Selain itu susu UHT

merupakan susu yang sangat higienis karena bebas dari seluruh mikroba

(patogen/penyebab penyakit dan pembusuk) serta spora sehingga potensi kerusakan

mikrobiologis sangat minimal, bahkan hampir tidak ada. Kontak panas yang sangat

singkat pada proses UHT menyebabkan mutu sensori (warna, aroma dan rasa khas

susu segar) dan mutu zat gizi, relatif tidak berubah. Maka dari itu jumlah bakteri pada

susu sampel A jauh lebih sedikit dibanding dengan susu sampel B dan C. Setelah

dilakukan pengujian terlihat bakteri yang berbentuk batang yang diduga Bacillus sp,

bakteri ini memegang peranan penting dalam pembusukan air susu karena mampu

menguraikan protein. Rata-rata jumlah bakteri per areal pandang mikroskop dalam

sekali pengamatan adalah 1, sehingga perlu dilakukan pengamatan pada jumlah areal

pandang yang harus diamati sebanyak 10 kali. Pada sampel B dan C mempunyai

jumlah mikroba yang paling banyak, karena sampel tersebut sebelumnya telah

ditambahkan sejumlah bakteri. Dari segi penampakan pun sampel B dan C

mempunyai tingkat kekeruhan yang paling tinggi dan sedikit mengental. Adanya

Page 8: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

koagulasi dan pemecahan protein terjadi akibat penurunan pH oleh asam-asam

organik. Koagulasi dan pemecahan protein inilah yang menyebabkan tekstur susu

rusak yaitu menjadi pecah dan menggumpal. Setelah dilakukan pengamatan melalui

mikroskop ditemukan sejumlah bakteri yang berbentuk kapsul yang diduga dari jenis

Escherisia coli. E. coli ini bila ditemukan dapat menurunkan kualitas susu, adanya E.

Coli dalam susu segar diduga karena kurang higienisnnya proses pengolahan susu,

selain itu lingkungan yang terkontaminasi oleh kotoran sapi dapat menjadi faktor

lainnya.

3.2 Uji MBRT

Salah satu pengujian mikrobiologi susu adalah uji bitu metilen atau MBRT.

Uji ini dapat memberikan perkiraan jumlah bakteri dalam susu dengan mengamati

waktu yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan aktifitas dengan memberikan

perubahan pada zat biru metilen. Semakin tinggi jumlah bakteri dalam susu semakin

cepat perubahan warna yang terjadi. Pada uji biru metilen kali ini menggunakan 2 sampel

yang berbeda. Sampel A berisikan susu segar, dan sampel B berisikan susu segar yang

telah ditambahkan bakteri (susu rusak) dan sampel C berisikan susu segar yang telah

ditambahkan banyak bakteri. Pengujian ini dilakukan dengan cara memipet 10 ml contoh

susu bersuhu 36oC kedalam tabung reaksi steril bertutup ulir. Kemudian ditambahkan 1

ml larutan biru metilen tiosianat. Tabung reaksi dibalikkan 3 kali agar biru metilen

tiosianat dan susu tercampur. Lalu tabung reaksi tersebut ditempatkan didalam water

bath 36oC. Setelah 5 menit, tabung reaksi dibalikkan lagi untuk mencampur zat warna.

Kemudian dilakukan pengamatan dengan mengamati perubahan warna setiap 30

menit sampai 4/5 bagian contoh susu didalam tabung berubah warna menjadi putih.

Berdasarkan hasil pengamatan, dari kedua sampel tersebut baik dari sampel A

yang berisi susu segar maupun sampel B dan sampel C yang berisi susu segar yang

ditambahkan bakteri kedalamnya terjadi perubahan warna menjadi biru pudar setelah

30 menit ke-4 dan menghasilkan endapan pada 30 menit ke-3. Jika dilihat pada

sampel A dan sampel B bahwa kedua sampel tersebut mempunyai mutu yang masih

dikatakan baik karena keduanya mengalami perubahan sedikit dari warna awal biru

Page 9: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

sangat pekat menjadi biru pekat dan tidak terdapatnya endapannya sampai 30 menit

ke-4. Kemudian pada sampel B dan C mengalami perubahan pada 30 menit ke 3

namun pada 30 menit ke-4 endapannya telah berkurang

Organisme atau bakteri yang tumbuh dalam susu akan menghasilkan oksigen.

Jika oksigen habis, maka akan terjadi reaksi oksidasi-reduksi untuk kelangsungan

hidup mikroba. Sitrat yang merupakan metabolit mikroba berfungsi sebagai donor

hidrogen, methylene blur sebagai aseptor hidrogen, dan enzim reduktase yang

diproduksi mikroba merupakan katalis. Reaksi oksidasi yang terjadi harus dapat

menghasilkan energi untuk pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, dengan enzim

reduktase mikorba menurunkan potensial oksidasi-reduksi, dengan mereduksi

methylene blue. Karena zat methylene blue tereduksi makan akan terjadi perubahan

warna dimana warna methylene akan berubah menjadi methylene white dimana

menandakan jumlah aktifitas mikroba yang meningkat dengan cepat.

Mekanisme biru metilen dalam uji reduktase susu yaitu didalam susu segar

terdapat enzim reduktase yang dibentuk oleh kuman yang dapat mereduksi zat

methylene blue menjadi methylene white. Penambahan zat methylene blue untuk

mengetahui aktivitas enzim reduktase pada susu. Apabila terdapat aldehid hasil

aktivitas enzim reduktase, maka methylene blue akan tereduksi, namun enzim ini

tidak akan aktif pada suhu 1300C

Pada uji biru metilen ini digunakan sampel susu segar A. Pengujian ini

dilakukan dengan cara memipet 10 ml contoh suhu kedalam tabung reaksi steril.

Kemudian ditambahkan 1 ml larutan biru metilen thiosianat, lalu tabung reaksi

dihomogenkan dengan cara dibolak-balikan 3 kali. Lalu tabung reaksi tersebut ditaruh

didalam penangas air 360C. Setetlah 5 menit, tabung reaksidibalikan lagi untuk

mencampur zat warna. Kemudian dilakukan pengamatan hingga 7 kali setiap 30

menit hingga 4/5 bagian susu pudar atau berubah warna. Namun pada praktikum

kelompok B P1, pengamatan yang dilakukan hanya sebanyak 4 kali.

Berdasarkan hasil pengamatan sampel A dari 30 menit pertama hingga 30

menit ke-4 perubahan warna yang terlihat warna biru yang terbentuk semakin pekat

hingga pengamatan terakhir. Dapat disimpulkan bahwa susu sampel A memiliki mutu

Page 10: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

yang baik dimana dengan tidak adanya perubahan warna yang terjadi menandakan

jumlah mikroba dalam susu tersebut sedikit dan tidak mengalami pertumbuhan yang

signifikan. Hal ini dapat disebabkan mungkin karena pengamatan seharusnya

dilakukan sampai 7 kali agar mendapatkan hasil data yang akurat. Namun

berdasarkan klasifikasi yang ada, sampel A tidak termasuk kelas manapun, karena

pengamatan yang dilakukan hanya sebanyak 4 kali atau 2 jam. Sehingga praktikan

tidak mengetahui perubahan warna yang terjadi setalah 4 kali pengamatan.

3.3 Uji Resazurin

Kualitas susu salah satunya dilihat dari kualitas mikrobiologisnya. Susu

merupakan media pertumbuhan yang tepat untuk organisme perusak yang umum.

Perubahan yang tidak dikehendaki dalam susu dipengaruhi oleh pertumbuhan

mikroba dan metabolismenya. Susu rusak diakibatkan oleh mikrorganisme yang

dapat merombak senyawa di dalam susu. Misalnya bakteri asam laktat yang

merombak laktosa dalam susu menjadi asam laktat sehingga susu menjadi basi.

Salah satu pengujian mikrobiologi susu adalah dengan uji resazurin. Dasar

dari uji ini yaitu kemampuan bakteri untuk mereduksi warna. Semakin memudarnya

warna susu menunjukkan bahwa susu tersebut mengandung jumlah bakteri yang

cukup tinggi dan mutu dan kualitasnya rendah, sebaliknya, Jika warna susu tetap

berwarna biru berarti susu tersebut memiliki mutu dan kualitas yang bagus dan

memiliki sedikit jumlah bakteri bahkan tidak ada bakteri yang mereduksi

resazurin tersebut.

Adapun beberapa krtiteria penilaian berdasarkan warna dan mutu dari susu

tersebut sebagai berikut,

Tabel 5. Mutu susu berdasarkan warna hasil pengujian

Warna Mutu

Biru Excellent

Biru-biru kemerahan Good

Biru kemerahan-merah muda Fair (sedang)

Merah muda-ke putih-putihan Poor/ jelek

Page 11: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

Putih Bad / sangat jelek

Pengujian dilakukan dengan memasukkan 10 ml sampel susu segar ke dalam

tabung reaksi kemudian ditambah dengan 1 ml larutan resazurin dan dipanaskan

dalam water bath pada suhu 36oc selama 30 menit. Kemudian di panaskan lagi ke

dalam water bath sampai 1 jam. Lalu diamati perubahan warna yang terjadi pada

masing-masing sampel.

Berdasarkan hasil percobaan yang di dapat bahwa pada sampel A berisikan

susu segar, mengalami sedikit perubahan warna dari warna biru menjadi biru

kemerahan dan terbukti tidak terdapat mikroba yang tumbuh dari sampel A tersebut.

Berdasarkan kriteria penilaian mutu dan warnanya adalah susu tersebut tergolong

susu yang memiliki mutu dan kualitas yang bagus (good) karena hanya sedikit bakteri

yang mereduksi resazurin. Kemungkinan susu yang digunakan sebagai sampel A

merupaka susu UHT yang telah mengalami proses pasteurisasi sehingga ketika di

teliti menggunakan uji resazurin tidak di temukan adanya mikroba yang tumbuh.

Sedangkan untuk sampel B yaitu susu segar yang ditambahkan dengan sedikit

mikroba mengalami perubahan warna yaitu dari warna biru menjadi warna putih.

Berdasarkan kriteria penilaian mutu dan warna adalah susu tersebut tergolong susu

yang yang memiliki kualitas yang jelek (poor) karena pada sampel B terdapat jumlah

mikroba yang banyak dengan adanya perubahan warna yang terjadi.

Hal ini terjadi karena mikroba mampu mereduksi resazurin menjadi

hidroresofurin (tidak berwarna). Sehingga dapat dikatakan bahwa sampel susu segar

yang ditambahkan dengan mikroba sebelum di panaskan ke dalam water bath

memiliki kualitaas mutu yang sedang dan setelah dilakukan pemanasan dalam water

bath di peroleh warna putih, maka dapat dikatakan bahwa sampel tersebut mutunya

tidak bagus. Hal ini terjadi karena kemampuan mikroba yang mampu mereduksi

warna sehingga mengalami perubahan menjadi warna putih dan hal ini jelas terbukti

karena sampel awal yang di gunakan adalah sampel susu segar yang telah di

dicampur dengan mikroba. Sedangkan pada sampel C yaitu susu segar yang

ditambahkan dengan banyak mikroba mengalami perubahan warna dari merah muda

menjadi warna putih. Berdasarkan kriteria penilaian mutu dan warna adalah susu

Page 12: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

tersebut tergolong susu yang memiliki kualitas yang buruk (bad) karena pada sampel

C terdapat jumlah mikroba yang banyak. Hal ini terjadi karena dalam sampel C

mengandung banyak bakteri yang mampu mereduksi resazurin menjadi

resofurin(merah muda) kemudian direduksi kembali menjadi hidroresofurin (tak

berwarna). Sehingga larutan menjadi tidak berwarna. Jika dilihat dari hasil

tersebut,dapat disimpulkan bahwa analisis praktikum telah dilakukan secara benar ,

sampel C mengalami perubahan warna lebih cepat dibandingkan dengan kedua

sampel, baik sampel A maupun sampel B karena sampel C memiliki jumlah bakteri

yang banyak yang mereduksi resazurin tersebut. Hal ini terjadi karena susu yang

mengalami kerusak diakibatkan oleh mikrorganisme yang dapat merombak senyawa

yang ada di dalam susu.

Page 13: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa uji mikrobiologi pada susu

dapat menggunakan metode breed, uji MBRT, dan uji resazurin.

Metode breed digunakan untuk menganalisis susu yang mengandung bakteri

dalam jumlah yang tinggi. Sampel A mempunyai kandungan bakteri yang lebih

sedikit dibandingkan dengan sampel B dan C.

Dari hasil pengamatan uji MBRT, sampel yang memiliki kualiatas sampel

yang paling baik karena dapat mempertahankan warna yang paling lama.

Berdasarkan uji resazurin, sampel A memiliki kualitas susu yang baik

dibandingkan dengan baik sampel B maupun sampel C karena pada sampel A

memiliki sedikit bakteri bahkan tidak adanya bakteri yang mereduksi resazurin.

4.2 Saran

Dalam pengolahan susu harus dilakukan dengan higienis karena dapat

mempengaruhi kualitas dari susu itu sendiri. Susu yang terkontaminasi bakteri dapat

menyebabkan penyakit bagi manusia yang mengonsumsinya.

Page 14: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. http://repository.usu.ac.id. Mikro-susu. [12 Oktober 2012]

Angkap, J. 2010. Mycoplasma Mastitis Pada Sapi Perah. http://duniaveteriner.com [12 Oktober 2012]

Budi, U. 2006. Dasar Ternak Perah. Medan: Departemen Peternakan FP USU.

Siagian, A. 2002. Mikroba Patogen Pada Makanan Dan Sumber Pencemarannya. Medan: FKM Universitas Sumatera Utara.

Sri, B. 1998. Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Wibowo, Marlia Singgih. 2011. Uji Sterilitas. Bandung: Sekolah Farmasi ITB

Page 15: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Hasil Praktikum

A. Metode Breed Sampel A

B. Uji MBRT

Gambar 1. Bakteri pada susu A (metode breed)

Gambar 2. Susu hasil proses waterbath pada uji MBRT

Page 16: LAPORAN Analisis mutu mikrobiologi pangan pada susu

C. Uji Resazurin

Gambar 3. Hasil uji resazurin