132
LAPORAN ANALISIS DAYA SAING INDONESIA DAN ASEAN LAINNYA DI PASAR PRODUK UTAMA INDONESIA PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2015

LAPORAN ANALISIS DAYA SAING INDONESIA DAN ASEAN LAINNYA DI …bppp.kemendag.go.id/media_content/2017/08/Analisis_Daya_Saing... · Lebih lanjut, menurut klasifikasi World Bank (2014),

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN

ANALISIS DAYA SAING INDONESIA DAN ASEAN LAINNYA DI PASAR

PRODUK UTAMA INDONESIA

PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN

KEMENTERIAN PERDAGANGAN

2015

i

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI i

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR v

KATA PENGANTAR vii

ABSTRAK Viii

BAB I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penelitian

5

5

1.3. Ruang Lingkup Kajian 6

BAB II. TINJAUAN TEORITIS 7

2.1. Teori Perdagangan Internasional 7

2.2. Konsep Daya Saing 9

2.3. Penelitian Terdahulu 12

BAB III METODE PENELITIAN 15

3.1. Daya Saing Komparatif 15

3.2. Daya Saing Kompetitif 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19

4.1. Posisi dan Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia dan

Negara ASEAN Lainnya

23

4.2. Posisi dan Daya Saing Produk Kimia Indonesia dan

Negara ASEAN Lainnya

4.3. Posisi dan Daya Saing Produk Otomotif Indonesia dan

Negara ASEAN Lainnya

4.4. Posisi dan Daya Saing Produk Plastik Indonesia dan

Negara ASEAN Lainnya

4.5. Posisi dan Daya Saing Produk Logam Indonesia dan

Negara ASEAN Lainnya

4.6. Posisi dan Daya Saing Produk Mesin Indonesia dan

Negara ASEAN Lainnya

32

41

50

58

68

ii

4.7. Posisi dan Daya Saing Produk Kayu Indonesia dan

Negara ASEAN Lainnya

4.8. Posisi dan Daya Saing Produk Karet Indonesia dan

Negara ASEAN Lainnya

4.9. Posisi dan Daya Saing Produk TPT Indonesia dan

Negara ASEAN Lainnya

4.10. Posisi dan Daya Saing Produk Elektronik Indonesia

dan Negara ASEAN Lainnya

75

84

95

107

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 116

5.1. Kesimpulan

5.2. Rekomendasi Kebijakan

116

119

DAFTAR PUSTAKA 121

LAMPIRAN 123

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Perkembangan Perekonomian Global dan Perkembangan Perekonomian Beberapa Negara Tujuan Ekspor Non Migas Indonesia ......................................................................................... 1

Tabel 1.2. Target Pertumbuhan Ekspor Non Migas Indonesia ......................... 3

Tabel 1.3. Perkembangan Posisi Ekspor Indonesia di Pasar China ................. 4

Tabel 4.1. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Alas Kaki Dunia ..... 24

Tabel 4.2. Nilai RCA Produk Alas Kaki Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama ........................................................... 27

Tabel 4.3. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Kimia Dunia…….. .................................................................................... 33

Tabel 4.4. RCA Produk Kimia Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama.................................................................... 36

Tabel 4.5. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Otomotif Dunia ...... 42

Tabel 4.6. Nilai RCA Produk Otomotif Indonesia Dan Negara Asean Pesaing Di 10 Negara Tujuan Utama .......................................................... 45

Tabel 4.7. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Plastik Dunia……… ................................................................................... 50

Tabel 4.8. Nilai RCA Produk Plastik Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 53

Tabel 4.9. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Logam Dunia…….. .................................................................................... 58

Tabel 4.10. Nilai RCA Produk Logam Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama ............................................................... 61

Tabel 4.11. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Mesin-Mesin Dunia….. ........................................................................................ 68

Tabel 4.12. Nilai RCA Produk Mesin Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 71

Tabel 4.13. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Kayu Dunia ............ 76

Tabel 4.14. Nilai RCA Produk Kayu Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 79

Tabel 4.15. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Karet Dunia …….. . 84

iv

Tabel 4.16. Nilai RCA Produk Karet Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 88

Tabel 4.17. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama TPT Dunia ............. 96

Tabel 4.18. Nilai RCA TPT Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama .................................................................................. 99

Tabel 4.19. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Elektronik Dunia…….. ................................................................................. 108

Tabel 4.20. Nilai RCA Elektronik Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama .................................................................... 111

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Model Diamond Porter ............................................................... 17

Gambar 4.1. Interaksi Antar Faktor Daya Saing Dalam Porter’s Diamond ..... 21

Gambar 4.2. Posisi Produk Alas Kaki Indonesia dan ASEAN Lainnya Di Pasar Dunia…… .................................................................................. 25

Gambar 4.3. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk Alas Kaki Indonesia…… ............................................................................ 26

Gambar 4.4. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Alas Kaki ................. 32

Gambar 4.5. Posisi Produk Kimia Indonesia dan ASEAN Lainnya di Pasar Dunia .…….. .............................................................................. 34

Gambar 4.6. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk Kimia Indonesia .. 35

Gambar 4.7. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kimia ....................... 40

Gambar 4.8. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Otomotif ASEAN Lainnya di Pasar Dunia ........................................................................... 43

Gambar 4.9. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Otomotif Indonesia ......... 44

Gambar 4.10. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Otomotif ................... 49

Gambar 4.11. Posisi Produk Plastik Indonesia dan ASEAN Lainnya di Pasar Dunia ........................................................................................ 51

Gambar 4.12. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk Plastik Indonesia 52

Gambar 4.13. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Plastik ...................... 57

Gambar 4.14. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Logam ASEAN Lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 59

Gambar 4.15. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Logam Indonesia .................... 60

Gambar 4.16. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Logam ..................... 67

Gambar 4.17. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Mesin ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 69

Gambar 4.18. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Mesin Indonesia .............. 70

Gambar 4.19. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Mesin ....................... 74

vi

Gambar 4.20. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Kayu ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 77

Gambar 4.21. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Kayu Indonesia ............... 78

Gambar 4.22. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kayu ........................ 83

Gambar 4.23. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Karet ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 85

Gambar 4.24. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Karet Indonesia ............... 87

Gambar 4.25. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Karet ........................ 94

Gambar 4.26. Posisi Indonesia dan Eksportir TPT ASEAN lainnya di Pasar Dunia .. 97

Gambar 4.27. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor TPT Indonesia ................ 98

Gambar 4.28. Diagram Analisis Porter Diamond Produk TPT ........................ 106

Gambar 4.29. Posisi Indonesia dan Eksportir Elektronik ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................. 109

Gambar 4.30. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Elektronik Indonesia...... 110

Gambar 4.31. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Elektronik ............... 115

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

kajian dengan judul “Analisis Daya Saing Indonesia dan ASEAN lainnya di

Pasar Produk Utama Indonesia” ini dengan baik dan sesuai dengan waktu

yang telah dijadwalkan.

Ekspor non migas Indonesia saat ini masih didominasi oleh komoditas

primer. Dominasi komoditas primer tersebut menjadikan ekspor Indonesia

sangat rentan terhadap perubahan harga di pasar internasional yang dinamis.

Selain itu, kebergantungan terhadap ekspor komoditas primer menjadikan peran

perdagangan Indonesia dalam perdagangan global relatif stagnan yaitu hanya

sekitar 1% dari total ekspor dunia selama 5 tahun terakhir, 2010-2014. Di sisi

lain, permintaan dunia justru menunjukkan hal yang sebaliknya dimana

permintaan impor akan produk manufaktur jauh lebih besar dibandingkan

dengan permintaan akan komoditas primer. Salah satu langkah yang harus

dilakukan agar Indonesia dapat meningkatkan ekspor adalah dengan merubah

struktur ekspor Indonesia dari dominasi komoditas primer menjadi dominasi

produk manufaktur. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana

pemerintah Indonesia dan para stakeholders dapat bekerjasama membangun

sektor manufaktur yang berorientasi ekspor.

Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, maka Pusat Kebijakan

Perdagangan Luar Negeri melakukan kajian Daya Saing Indonesia dan ASEAN

lainnya di Pasar Produk Utama Indonesia. Kajian ini hanya akan berfokus pada

sepuluh produk manufaktur utama Indonesia dan juga fokus pada perbandingan

daya saing Indonesia dengan negara ASEAN mengingat ASEAN merupakan

pesaing terdekat bagi Indonesia. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih

jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan masukan dari semua pihak

untuk tahap pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa akan

datang.

Jakarta, September 2015

Tim Pengkaji

viii

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi Indonesia dan ASEAN lainnya serta melakukan evaluasi daya saing sepuluh produk manufaktur utama Indonesia di pasar tujuan utama ekspor Indonesia. Untuk mengidentifikasi posisi dan daya saing Indonesia, kajian ini menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis daya saing komparatif, sedangkan metode Porter Diamond’s digunakan untuk menganalisis daya saing kompetitif. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum, produk manufaktur Indonesia yang masih memiliki keunggulan yang cukup baik dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya adalah Alas Kaki, TPT, produk kayu dan otomotif. Vietnam dan Thailand merupakan pesaing utama Indonesia yang berasal dari ASEAN. Produk tersebut sebagian besar merupakan industri padat karya. Berdasarkan hasil analisis daya saing kompetitif untuk produk-produk tersebut, permasalahan utama yang dihadapi oleh industri dalam negeri adalah belum terciptanya iklim investasi yang kondusif di Indonesia, seperti kenaikan UMP dan demo buruh serta prosedur yang berbelit untuk mendapatkan insentif pajak. Dengan demikian, salah satu alternatif strategi dalam rangka peningkatan daya saing produk manufaktur Indonesia adalah hanya dengan menciptkan iklim investasi yang kondusif karena ekspor prduk manufaktur sangat bergantung pada FDI yang masuk ke Indonesia. Kata kunci: Daya Saing, Revealed Comparative Advantage (RCA), Porter

Diamonds

ABSTRACT

This study aims to identify Indonesia’s position and other ASEAN countries and to evaluate the competitiveness of Indonesian ten major manufactured products in the main export destinations for Indonesia. Revealed Comparative Advantage (RCA) is used for analyzing the comparative competitiveness, while Porter Diamond's method is used for analyzing the competitive competitiveness. The results show that in general, Indonesian manufacturing products that still have a comparative advantage compared to other ASEAN countries are Footwear, textile, wood products and automotive. Vietnam and Thailand are the Indonesia’s main competitors for those products. Moreover, those products are largely come from labor-intensive industry. Based on the results of the analysis of the competitive competitiveness, the main problem faced by the domestic industry is that conducive condition for investment in Indonesia is not yet developed, for instance the regulation on employee’s minimum salary and their strike and also complicated procedures to obtain tax incentives. Thus, the main strategy in order to increase the competitiveness of Indonesian manufactured products is only by creating a conducive investment climate because the export of manufacture products is really related to the FDI come in to Indonesia. Keywords: Competitiveness, Revealed Comparative Advantage (RCA), Porter Diamonds

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perekonomian Indonesia hingga semester I 2015 menunjukkan

adanya perlambatan. Hal tersebut ditandai oleh perekonomian pada

kuartal II 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,67%, turun

dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun

sebelumnya yang mencapai 5,12% (BPS, 2015). Perlambatan

ekonomi Indonesia tersebut tentu tidak terlepas dari situasi

perekonomian dunia yang masih belum menunjukkan kondisi yang

menggembirakan dimana di tahun 2015 diprediksi hanya akan

tumbuh sebesar 3,3% dan 3,6% di tahun 2016 (WEO, 2015).

Perekonomian beberapa negara-negara tujuan ekspor non migas

Indonesia seperti India, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Inggris

(UK) dan AS juga mengalami pelemahan pada triwulan II 2015

sehingga berdampak pada melambatnya kinerja ekspor Indonesia

terutama sektor non migas (trading economics, 2015) (Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Perkembangan Perekonomian Global dan Perkembangan Perekonomian Beberapa Negara Tujuan Ekspor

Non Migas Indonesia

Sumber: WEO dan trading economics, 2015

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2

Lebih lanjut, menurut klasifikasi World Bank (2014), Indonesia

masuk kedalam kelompok negara world middle income country, yaitu

negara dengan pendapatan per kapita antara USD 1026 sampai

dengan USD 4035. Wilson (2014) menyatakan bahwa beberapa

negara di Amerika Latin yang masuk kedalam kelompok world

middle income countries akan mengalami fenomena middle income

trap yaitu dimana negara tidak mengalami pertumbuhan ekonomi

pada periode tersebut. Oleh karena itu, Diop (2014)

merekomendasikan agar Indonesia tetap mempertahankan

pertumbuhan ekonomi di atas 6% agar dapat terhindar dari middle

income trap. Dengan demikian, strategi yang dilakukan untuk

meningkatkan dan atau menahan pelemahan pertumbuhan ekonomi

Indonesia lebih dalam adalah dengan mengembangkan dan

meningkatkan kinerja ekspor sehingga dapat terhindar dari middle

income trap. Performa ekspor yang baik akan menarik investor dan

selanjutnya akan menyerap tenaga kerja, memberi kontribusi pada

penerimaan pajak, serta dampak multiplier lainnya yang mendorong

pada pertumbuhan ekonomi.

Namun demikian, kinerja ekspor non migas semester I 2015

turun sebesar 6,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Di samping pelemahan perekonomian negara tujuan

ekspor non migas Indonesia, merosotnya harga komoditas di pasar

internasional juga diperkirakan menjadi salah satu pemicu

melemahnya kinerja ekspor Indonesia. Ekspor non migas Indonesia

saat ini masih didominasi oleh komoditas primer dengan pangsa

sebesar 65%, sementara ekspor produk manufaktur hanya memiliki

pangsa sebesar 35% dari total ekspor non migas Indonesia (BPS,

2015). Dominasi produk primer tersebut menjadikan ekspor

Indonesia sangat rentan terhadap perubahan harga di pasar

internasional yang sangat dinamis. Selain itu, kebergantungan

terhadap ekspor komoditas primer menjadikan peran perdagangan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3

Indonesia dalam perdagangan global relatif stagnan yaitu hanya

pada tingkatan 1% dari total ekspor dunia selama 5 tahun terakhir,

2010-2014 (UN Comtrade, 2015). Sementara itu, permintaan dunia

justru menunjukkan hal yang sebaliknya dimana permintaan impor

akan produk manufaktur mencapai 67% sementara permintaan

impor akan komoditas primer hanya mencapai 33%. salah satu

langkah yang harus dilakukan agar Indonesia dapat meningkatkan

ekspor adalah dengan merubah struktur ekspor Indonesia dari

dominasi komoditas primer menjadi dominasi produk manufaktur

guna mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada

tahun 2019, kontribusi produk manufaktur ditargetkan mencapai 65%

dari total ekspor Indonesia (Tabel 1.2).

Tabel 1.2. Target Pertumbuhan Ekspor Non Migas Indonesia

Sumber: Renstra Kementerian Perdagangan, 2015-2019

Di tengah kondisi pasar yang semakin terbuka, persaingan

diantara negara eksportir semakin ketat untuk memenangkan pasar

di negara tujuan yang sama. Sebagai contoh di pasar China, posisi

ekspor Indonesia bersaing dengan Philipina dan Vietnam (Tabel

1.3). Pada tabel tersebut terlihat nilai ekspor posisi Indonesia dipasar

China unggul dibandingkan Philipina dan Vietnam pada tahun 2010

dan 2014, namun pada triwulan pertama 2015 (Januari-Maret),

posisi ekspor Philipina (USD 4.3 milyar) telah menyamai Indonesia,

2015 2016 2017 2018 2019

Pertumbuhan Ekspor Non Migas (%) 8.0 9.9 11.9 13.7 14.3

Kontribusi Produk Manufaktur Terhadap Total

Ekspor (%)44.0 47.0 51.0 57.0 65.0

Pertumbuhan Ekspor Jasa (%) 12-14 13-16 14-17 18-18 16-19

Pertumbuhan Ekspor Non Migas ke Pasar Utama (%) 5.5 7.7 10.0 11.5 13.5

Pertumbuhan Ekspor Non Migas ke Pasar Prospektif

(%)9.7 11.9 14.3 15.9 18.0

TahunIndikator Sasaran

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4

bahkan Vietnam lebih unggul dari Indonesia (USD 4.9 milyar).

Penurunan performa ekspor pada triwulan pertama 2015,

menunjukkan perlunya upaya untuk mempertahankan daya saing

produk ekspor.

Tabel 1.3. Perkembangan Posisi Ekspor Indonesia di Pasar China

Sumber: Trademap, 2015 (diolah)

Perdagangan antar negara yang semula berdasarkan pada

teori keunggulan comparatif, kini telah bergeser menjadi keunggulan

kompetitif. Pengembangan teknologi memungkinkan negara-negara

yang semula tidak memiliki keunggulan komparatif, bisa menjadi

produsen utama produk ekspor yang memiliki keunggulan kompetitif.

Untuk itu Indonesia perlu sekali mengembangkan keunggulan

kompetitif produk ekspornya di pasar global.

Langkah tersebut tentu sejalan dengan salah satu misi

pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla

untuk dapat meningkatkan peran Indonesia di perdagangan global.

Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana

pemerintah Indonesia dan para stakeholders dapat bekerjasama

membangun sektor manufaktur yang berorientasi ekspor. Oleh

karena itu, dalam rangka mendukung misi pemerintah tersebut,

Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian

2010   2014   Jan-Mar 2015

World 1,393.9 1,963.1 372.9 8.30 (21.45) 100.00

1 Korea, South 138.0 190.3 40.7 7.96 (8.15) 10.91

2 Japan 176.3 162.7 33.1 (3.36) (11.30) 8.89

3 United States 101.3 153.1 35.6 10.93 (10.40) 9.56

4 Taiwan 115.6 152.3 32.3 8.07 (2.59) 8.67

5 China 106.8 143.8 29.5 8.80 (3.61) 7.90

8 Malaysia 50.4 55.8 12.0 1.73 (8.30) 3.22

14 Thailand 33.2 38.2 8.2 2.60 (11.81) 2.20

16 Singapore 24.6 30.5 6.5 5.20 (15.58) 1.73

19 Indonesia 20.8 24.6 4.3 3.49 (47.10) 1.16

25 Philippines 16.2 21.0 4.3 5.50 2.21 1.17

27 Vietnam 7.0 19.9 4.9 28.65 16.79 1.31

30 Myanmar 1.0 15.6 0.8 83.81 (49.71) 0.20

119 Brunei Darussalam 0.6 0.2 0.0 (34.95) (91.53) 0.00

Rank

USD MiliarGrowth (%)

15/14

Trend (%)

2010-14

Share (%)

2015Partner Country

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5

Perdagangan membuat kajian dengan judul “Analisis Daya Saing

Indonesia dan ASEAN lainnya di Pasar Produk Utama

Indonesia”. Kajian ini hanya akan berfokus pada 10 produk

manufaktur utama Indonesia serta hanya akan berfokus pada

perbandingan posisi dan daya saing Indonesia dengan negara

ASEAN karena negara-negara ASEAN merupakan pesaing terdekat

dan memiliki karakteristik sosial budaya yang hampir serupa dengan

Indonesia. Selain itu, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan

diimplementasikan pada awal tahun 2016 memberikan peluang dan

tantangan bagi perkembangan ekspor Indonesia kedepan terutama

menyangkut daya saing produk sektor manufaktur sehingga sangat

penting bagi Indonesia untuk mengetahui posisi dan daya saing

produk Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya di

pasar tujuan utama produk Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya di

beberapa pasar produk utama Indonesia;

2. Bagaimana daya saing beberapa produk utama Indonesia di

pasar ekspor utama;

3. Apa rekomendasi kebijakan yang perlu dirumuskan dalam rangka

peningkatan daya saing produk unggulan di pasar produk utama

Indonesia.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya di

beberapa pasar produk utama Indonesia;

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6

2. Untuk mengetahui daya saing beberapa produk utama Indonesia

di pasar ekspor utama;

3. Untuk memberikan rekomendasi kebijakan dalam rangka

peningkatan daya saing produk unggulan di pasar produk utama

Indonesia.

1.4. Ruang Lingkup Kajian

Kajian ini hanya akan berfokus pada 10 produk manufaktur

utama Indonesia antara lain: Tekstil dan Produk Tekstil (TPT),

Elektronika, Produk Kimia, Produk Kayu, Kertas dan Furniture,

Otomotif, Alas Kaki, Mesin-Mesin, Produk Logam, Produk Plastik dan

Produk Karet.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional telah terjadi sejak berabad-abad

yang lalu. Teori yang mendasarinya pun telah mengalami banyak

perubahan. Pada dasarnya teori perdagangan internasional

merupakan aplikasi prinsip-prinsip makroekonomi dan mikroekonomi

ke dalam konteks nasional. Namun banyak pula teori-teori lanjutan

yang berakar dalam ilmu ekonomi internasional itu sendiri.

Pada awalnya, orang-orang berpendapat bahwa satu-satunya

cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah

dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sesedikit mungkin

impor. Filosofi ekonomi ini disebut merkantilisme. Pada masa ini

pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk

mendorong ekspor dan mengurangi serta membatasi impor. Dalam

setiap kesempatan, kaum merkantilis selalu melakukan

pengendalian pemerintah yang ketat terhadap semua aktivitas

ekonomi dan mengajarkan nasionalisme ekonomi karena mereka

percaya bahwa sebuah negara hanya dapat memperoleh

keuntungan dari perdagangan dengan mengorbankan negara lain

(Salvatore, 1997).

Pandangan para merkantilis terhadap perdagangan

internasional menimbulkan teori-teori lain (teori klasik) mengenai

perdagangan internasional sebagai reaksi terhadap merkantilisme.

Teori yang pertama adalah teori keunggulan absolut yang

dikemukakan oleh Adam Smith. Menurut Adam Smith, perdagangan

antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute

advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki

keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi

sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8

kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi

lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan

dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam

memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan

menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut

(Salvatore, 1997).

Teori keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith

pada kenyataannya sulit untuk diimplementasikan karena tidak ada

negara yang benar-benar memiliki keunggulan absolut atas suatu

komoditas. Selain itu, ada pula beberapa negara yang memiliki

keunggulan absolut atas komoditas yang sama. Teori keunggulan

absolut Adam Smith tidak mampu menjelaskan fenomena-fenomena

tersebut sehingga muncul teori baru dalam menjelaskan

perdagangan internasional, yakni teori keunggulan komparatif

(comparative advantage) oleh David Ricardo. Teori ini mejelaskan

bahwa negara-negara harus berspesialisasi dalam memproduksi

komoditas dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut yang

lebih besar (jika negara itu memiliki keunggulan absolut atas kedua

komoditas yang diperdagangkan) atau dimana negara tersebut

memiliki kerugian absolut lebih kecil (jika negara itu memiliki

kerugian absolut atas kedua komoditas yang diperdagangkan)

(Husted dan Melvin, 2004).

Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah

negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut

terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih

tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang

menguntungkan kedua belah pihak. Teori keunggulan komparatif ini

didasari oleh beberapa asumsi, yaitu (1) hanya terdapat dua negara

dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat

mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak

ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9

tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi,

(7) menggunakan teori nilai tenaga kerja (Salvatore, 1997).

Teori klasik mengenai perdagangan internasional yang

dikemukakan oleh Adam Smith dan David Ricardo juga memiliki

beberapa kekurangan. Hal itu menyebabkan timbulnya teori baru

yang dikemukakan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin. Menurut

Heckscher dan Ohlin, sebuah negara mampu untuk berproduksi

dengan biaya yang lebih rendah (mempunyai keunggulan komparatif

pada) produk-produk yang dalam proses produksinya membutuhkan

jumlah faktor produksi (factor endowments) yang relatif banyak yang

terdapat pada negara tersebut (Husted dan Melvin, 2004). Dengan

kata lain, suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya

lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan

murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan

mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya

yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).

2.2. Konsep Daya Saing

Berdasarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang

tercantum dalam kamus Bahasa Indonesia tahun 1995, daya saing

adalah kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar

negeri dan kemampuannya untuk bertahan di dalam pasar tersebut.

Sedangkan menurut Porter (2005), daya saing didefinisikan oleh

produktivitas suatu negara yang menggunakan sumber daya

manusia, modal, dan sumber daya alamnya. Pandangan daya saing

sebagai zero-sum game dibantah oleh Porter, karena menurutnya

daya saing berkaitan erat dengan produktivitas suatu negara dan

dengan meningkatkan produktivitas maka negara tersebut akan

meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Adapun yang

dimaksudkan dengan daya saing menurut World Economic Forum

(WEF) adalah ”seperangkat institusi, aturan, dan faktor yang

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10

menentukan level produktivitas suatu negara”. Menurut WEF ada 12

pilar daya saing yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga

kelompok, yaitu:

1. Kebutuhan dasar:

a. Institusi

b. Infrastruktur

c. Kestabilan makroekonomi

d. Kesehatan dan pendidikan dasar

2. Penambah/peningkat efisiensi:

a. Pendidikan lanjut dan pelatihan

b. Efisiensi pasar barang

c. Efisiensi pasar tenaga kerja

d. Pasar keuangan yang baik

e. Ketersediaan teknologi

f. Ukuran pasar

3. Faktor inovasi dan kecanggihan:

a. Kecanggihan bisnis

b. Inovasi

Terdapat dua cara untuk mengukur daya saing suatu

komoditas, yaitu melalui keunggulan komparatif dan keunggulan

kompetitif komoditas tersebut. Keunggulan komparatif merupakan

suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo. Ricardo

menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (labor

theory of value) yang menyatakan hanya ada satu faktor produksi

yang menentukan nilai suatu komoditas, yaitu faktor tenaga kerja.

Menurut teori nilai tenaga kerja, nilai atau harga sebuah komoditi

tergantung dari jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk

membuat komoditi tersebut (Salvatore, 1997). Teori ini tidak dapat

digunakan karena tenaga kerja bukanlah satu-satunya faktor

produksi dan tenaga kerja tidak bersifat homogen. Selanjutnya

seorang ekonomi bernama Haberler mendasarkan teori keunggulan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11

komparatif berdasarkan teori biaya oportunitas. Menurut teori biaya

oportunitas, biaya sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua

yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup

untuk emproduksi satu unit tambahan komoditi pertama sehingga

konsekuensinya adalah negara yang memiliki biaya oportunitas lebih

rendah dalam memproduksi sebuah komoditas akan memiliki

keunggulan komparatif atas komoditas tersebut.

Pemikiran para ekonom klasik seperti keunggulan komparatif

masih memiliki kekurangan karena menurut mereka keunggulan

komparatif di suatu negara bersumber dari perbedaan tingkat

produktivitas tenaga kerja (satu-satunya faktor produksi yang secara

eksplisit mereka perhitungkan). Namun, penjelasan yang cukup rinci

mengenasi sebab-sebab perbedaan tingkat produktivitas itu sendiri

tidak diberikan. Oleh karena itu Eli Heckscher dan Bertil Ohlin

mengembangkan lebih lanjut teori keunggulan komparatif yang biasa

disebut teori kepemilikan faktor (faktor endowment theory). Menurut

Heckscher dan Ohlin, sebuah negara akan mengekspor komoditi

yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif

melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia

akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber

daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).

Adapun teori keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan

oleh Porter pada tahun 1990. Keunggulan kompetitif suatu komoditi

merupakan keunggulan yang dapat dikembangkan dengan berbagai

usaha, oleh karena itu keunggulan kompetitif tidak menekankan

pada kondisi alami suatu komoditi. Menurut Porter (1990), daya

saing dapat diidentifikasikan dengan produktifitas, yakni tingkat

output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Adapun

faktor-faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi

adalah: (1) kondisi faktor; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait

dan penunjang; (4) strategi, struktur, dan persaingan perusahaan.

Terdapat dua hal yang menentukan interaksi antara keempat faktor

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12

tersebut, yaitu kesempatan dan kebijakan pemerintah. Secara

bersama-sama faktor-faktor tersebut membentuk sistem dalam

peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond

Theory.

2.3. Penelitian Terdahulu

Telah banyak penelitian mengenai daya saing yang dilakukan

di Indonesia.Salah satunya adalah penelitian yang dilaksanakan oleh

Ismail (2005). Penelitian tersebut secara umum bertujuan untuk

memperoleh gambaran mengenai perkembangan daya saing industri

pariwisata serta perannya terhadap perekonomian Indonesia.

Analisis yang digunakan adalah analisis trend dengan pembobotan

rating scale, serta analisis SWOT (strength, weak, opportunities,

threat).

Penelitian lain mengenai daya saing juga telah dilakukan oleh

Kartikasari (2008) dalam analisis daya saing komoditi tanaman hias

dan aliran perdagangan anggrek Indonesia di pasar internasional.

Penelitian tersebut menggunakan metode Revealed Comparative

Advantage (RCA). Seyoum (2007) juga telah melakukan penelitian

dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage

(RCA) untuk menganalisa daya saing usaha jasa tertentu, yaitu

bisnis, keuangan, jasa transprotasi dan pariwisata di negara

berkembang pada periode 1998–2003. Penelitian tersebut

menunjukkan bahwa negara-negara berkembang memiliki

keunggulan komparatif pada bidang travel/pariwisata dan

transportasi. Beberapa negara juga menunjukkan keunggulan

komparatif pada bidang keuangan dan bisnis. Walau begitu,

liberalisasi perdagangan dan kurangnya persiapan mengurangi

keunggulan komparatifnya pada beberapa tahun terakhir.

Amador dan Cabral (2008) melakukan penelitian mengenai

daya saing dengan menggunakan metode Constant Market Share

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13

Analysis (CMSA). Penelitian tersebut menganalisa performa ekspor

Portugal pada tahun 1968–2006. Kesimpulan yang diperoleh dari

penelitian tersebut adalah bahwa rata-rata pertumbuhan ekspor

Portugal selama periode tersebut lebih tinggi dibandingkan

pertumbuhan total ekspor dunia sehingga tiap tahunnya pangsa

pasar ekspor Portugal naik sebesar 0,4 persen.

Penelitian lain yang menggunakan metode Constant Market

Share Analysis (CMSA) telah dilakukan oleh Jiménez dan Martín

(2010), untuk mengetahui penyebab terjadinya perubahan pangsa

ekspor Euro Area dan negara-negara anggotanya pada periode

1994-2007. Penelitian tersebut menggunakan data nominal

perdagangan bilateral dari UNComtrade. Klasifikasi satu dan dua

digit digunakan untuk mengelompokkan produk menjadi 14 (tidak

termasuk produk minyak dan barang-barang yang tidak terklasifikasi

(unclassifiable goods), dimana masing-masing kelompok produk

diklasifikasikan sesuai dengan tingkat teknologinya, yaitu: rendah,

medium, dan tinggi. Penelitian ini juga menggunakan 14 pasar tujuan

ekspor. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa negara-negara

yang semakin baik perdagangan internasionalnya adalah: Slovakia,

Belanda, Finlandia, Slovenia, Ireland dan Spanyol dimana efek daya

saing memberikan dampak yang besar terhadap perubahan pangsa

pasar ekspornya. Adapun Perancis, Italia, Yunani, Portugal, dan

Jerman, kekuatan daya saing produk-produknya dalam perdagangan

internasional semakin menurun.

Lestari (2011) menganalisis daya saing ekspor produk alas kaki

indonesia di pasar Amerika Serikat periode 2000 sampai 2009

menggunakan metode RCA dan CMSA. Hasil analisis RCA

menunjukkan bahwa produk alas kaki Indonesia terlihat lebih unggul

secara komparatif jika dibandingkan dengan produk China.

Penelitian Narulita, dkk (2014) menyebutkan bahwa

berdasarkan analisis daya saing, nilai indeks RCA rata-rata sebesar

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14

6,54 untuk produk kopi. Artinya, secara komparatif kopi Indonesia

memiliki daya saing di pasar internasional. Berdasarkan analisis

Berlian Porter, kopi Indonesia juga memiliki keunggulan secara

komparatif yang didukung oleh kondisi faktor (sumber daya alam,

modal, tenaga kerja, IPTEK), industri terkait dan pendukung, peran

pemerintah dan kesempatan.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan menganalisis bagaimana kondisi daya saing dari

komoditi ekspor Indonesia baik daya saing komparatif maupun daya saing

kompetitif. Daya saing komparatif dapat melihat perbandingan daya saing

1 negara dengan negara lain yang menjadi mitra dagang. Daya saing

kompetitif hanya melihat dari sisi 1 negara saja. Dengan menganalisis

daya saing komoditi dari dua sisi (komparatif dan kompetitif), maka akan

diperoleh gambaran utuh mengenai keunggulan dari komoditi tersebut.

Untuk menganalisis daya saing komparatif maka akan digunakan metode

Revealed Comparative Advantage (RCA), sedangkan metode Porter

Diamond’s digunakan untuk menganalisis daya saing kompetitif.

Data untuk analisis daya saing merupakan data sekunder dari

UNcomtrade, WITs serta BPS. Data yang digunakan adalah data panel

dengan time series tahun 2010-2014 dan cross section Negara-negara

pesaing di pasar utama. Data primer yang dikumpulkan melalui survei,

diperlukan untuk menggali informasi terkait dengan hambatan untuk

meningkatkan daya saing serta program prioritas.

3.1. Daya Saing Komparatif

Revealed Comparative Advantage (RCA) merupakan sebuah

index yang digunakan untuk mengukur keuntungan maupun kerugian

relatif komoditi tertentu pada suatu negara yang tercermin pada pola

perdagangannya, seperti pangsa pasar ekspor. Metode yang

pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965 ini didasari

oleh konsep keunggulan komparatif Ricardian. Berdasarkan metode

RCA, perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan

keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel

yang diukur pada metode ini meliputi kinerja ekspor suatu produk

pada wilayah terhadap total ekspor wilayah tersebut yang kemudian

dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16

Metode RCA telah mengalami beberapa revisi dan modifikasi

(Vollrath, 199). Namun pada penelitian ini, metode RCA yang

digunakan adalah sama dengan RCA originalnya seperti yang

pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965.

Pada penelitian ini, metode RCA digunakan untuk mengukur

posisi daya saing dan ekspor buah-buahan tropis Indonesia di pasar

dunia. Adapun formula RCA tersebut adalah sebagai berikut:

RCA =

t

i

t

i

W

W

X

X

Dengan:iX = Nilai ekspor komoditi i Indonesia ke negara j

tX = Nilai total ekspor Indonesia ke negara j

iW = Nilai ekspor komoditi i dunia

tW = Nilai total ekspor dunia

Terdapat dua kemungkinan hasil yang dapat diperoleh, yaitu:

1. Nilai RCA yang diperoleh bernilai lebih dari satu (RCA>1). Hal

tersebut berarti negara tersebut memiliki keunggulan komparatif

diatas rata-rata dunia hingga komoditi tersebut memiliki daya

saing yang kuat.

2. Nilai RCA yang diperoleh kurang dari satu (RCA<1), yang berarti

bahwa negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dibawah

rata-rata dunia sehingga negara tersebut memiliki daya saing

yang lemah pada komoditas tersebut.

Keunggulan metode RCA adalah mengurangi dampak

pengaruh campur tangan pemerintah, sehingga keunggulan

komparatif suatu produk dari waktu ke waktu dapat terlihat secara

jelas. Adapun kekurangan dari metode RCA adalah sebagai berikut:

1. Asumsi bahwa suatu negara dianggap mengekspor semua

komoditi.

2. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan

yang sedang berlangsung sudah optimal atau belum.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17

3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang

berpotensi di masa mendatang.

3.2. Daya Saing Kompetitif

Untuk melakukan analisis daya saing kompetitif yang lebih

cenderung pada analisis deskriptif dapat digunakan metode model

daya saing internasional Porter. Teori Porter tentang daya saing

berangkat dari keyakinannya bahwa teori ekonomi klasik yang

menjelaskan tentang keunggulan komparatif tidak mencukupi, atau

bahkan tidak tepat. Menurut Porter, suatu negara memperoleh

keunggulan daya saing jika perusahaan (yang ada di negara

tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh

kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan

kemampuannya. Porter menawarkan Diamond Model sebagai tool of

analysis sekaligus kerangka dalam membangun resep memperkuat

daya saing.

Gambar 3.1. Model Diamond Porter

Dalam perjalanan waktu, diamond model-nya Porter menuai

kritik dari berbagai kalangan. Ada beberapa aspek yang tidak

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18

termasuk dalam persamaan Porter. Pertama, model diamond

dibangun dari studi kasus di sepuluh negara maju, sehingga tidak

terlalu tepat jika digunakan untuk menganalisis negara–negara

sedang berkembang. Kedua, meningkatnya kompleksitas akibat

globalisasi, serta perubahan sistem perekonomian mengikuti

perubahan rezim politik, menjadikan model diamond Porter hanya

layak sebagai pioner dan acuan pertama dalam kancah studi

membangun daya saing negara.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian daya saing Indonesia dan ASEAN lainnya di pasar produk

manufaktur Indonesia, bertujuan untuk mengidentifikasi posisi Indonesia

dan negara ASEAN lainnya di beberapa pasar produk manufaktur

unggulan Indonesia, mengevaluasi daya saing beberapa produk

manufaktur unggulan Indonesia di pasar ekspor utama, dan memberikan

rekomendasi kebijakan dalam rangka peningkatan daya saing produk

manufaktur unggulan di pasar utama produk. Produk manufaktur unggulan

ditetapkan berdasarkan nilai ekspor tertinggi. Dari data Trade Map, 10

produk manufaktur dengan nilai ekspor tertinggi berdasarkan HS 6 yaitu

alas kaki, elektronik, karet, kayu kertas & furnitur, kimia, logam, mesin,

otomotif, plastik, dan TPT (tekstil dan produk tekstil). Untuk menjawab

tujuan kajian, setiap produk ekspor unggulan masing-masing dibahas

mulai dari tujuan pertama sampai ketiga.

Tujuan pertama tentang posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya

di beberapa pasar produk manufaktur unggulan Indonesia dibahas

menggunakan hasil analisis kuadran berdasarkan nilai ekspor tahun 2013

dan pertumbuhan nilai ekspor dari tahun 2012-2013. Sumbu-X

menunjukkan nilai ekspor dari 10 negara ASEAN ke dunia (dalam ribu

US$), sedangkan sumbu-Y menunjukkan pertumbuhan nilai ekspor

(persen). Garis tengah kuadran sejajar sumbu Y merupakan rata-rata nilai

ekspor, dan garis tengah kuadran sejajar sumbu X merupakan rata-rata

pertumbuhan ekspor. Posisi di kuadran I menunjukkan nilai ekspor dan

pertumbuhan ekspor tinggi. Di kuadran II menunjukkan nilai ekspor tinggi

dan pertumbuhan ekspor rendah.

Ada 2 analisis kuadran yang dilakukan. Pertama untuk menjawab

tujuan satu yaitu mengetahui posisi Indonesia dibandingkan dengan

ekportir negara ASEAN lainnya di pasar dunia. Negara ASEAN yang

menjadi pesaing Indonesia di pasar dunia yaitu negara yang berada pada

kuadran I dan kuadran II untuk masing-masing produk. Analisis kuadran

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20

yang kedua untuk menentukan 10 Negara tujuan utama yang diperlukan

untuk menjawab tujuan dua.

Daya saing produk manufaktur Indonesia di 10 pasar utama yang

merupakan tujuan kedua, dibahas dari keunggulan komparatifnya

berdasarkan hasil analisis RCA (Revealed Comparative Advantage) tahun

2013. Negara pesaing Indonesia di 10 pasar utama tersebut, ditetapkan 5

negara pesaing dari ASEAN yang memiliki kontribusi ekspor tertinggi.

Tahun 2013 dijadikan dasar untuk menentukan daya saing, dengan

mempertimbangkan kelengkapan data pada saat penelitian dilakukan.

Disamping itu, nilai RCA pada tahun 2013 dianggap dapat

merepresentasikan kondisi daya saing terkini produk yang dianalisis.

Keunggulan metode RCA adalah mengukur share ekspor produk

suatu negara dibandingkan dengan share ekspor dunia produk tersebut ke

pasar tujuan yang sama. Nilai RCA yang dihasilkan berkisar antar nol

sampai tak terhingga. Suatu produk dikatakan memiliki daya saing di

negara tujuan ekspor apabila memiliki nilai RCA diatas satu. Sebaliknya,

produk yang memiliki nilai RCA dibawah satu dapat diklasifikasikan

sebagai produk yang tidak berdaya saing di negara tujuan ekspor.

Tujuan ketiga yaitu rekomendasi kebijakan dalam rangka

peningkatan daya saing menggunakan analisis Porter’s diamond dengan

mempertimbangkan hasil dari analisis kuadran dan RCA. Analisis daya

saing menggunakan model Porter’s Diamond ditujukan untuk menyusun

strategi-strategi kebijakan yang dapat meningkatan daya saing 10 produk

unggulan. Analisis dilakukan terhadap empat faktor utama dalam model

Porter’s Diamond, yaitu:

a. Kondisi faktor (Factor Condition, FC) yaitu posisi Indonesia dilihat dari

kondisi faktor–faktor produksi seperti Sumber Daya Alam, Sumber

Daya Manusia dari sisi keterampilan dan jumlah, modal, infrastruktur

serta IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21

b. Kondisi permintaan (Demand Condition, DC) yaitu keadaan permintaan

atas tekstil dan produk tekstil di dalam negeri maupun di negara-negara

tujuan ekspor.

c. Industri terkait dan industri pendukung (Related and Supporting

Industries, RSI) yaitu keberadaan atau ketiadaan industri pemasok

bahan baku dan industri terkait lainnya di negara tersebut yang secara

internasional bersifat kompetitif.

d. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan (Firm Strategy, Structure,

and Rivalry, FSSR) yaitu strategi yang umum dianut perusahaan,

struktur industri dan persaingan antar perusahaan dalam industri, baik

pesaing domestik maupun pesaing di pasar dunia.

Selain keempat komponen utama tersebut, ada dua faktor

pendukung yaitu peran pemerintahan (government) dan kesempatan

(opportunity). Keempat faktor utama dan dua faktor pendukung tersebut

saling berinteraksi (Porter 1998). Gambar 4.1 menunjukkan hubungan

interaksi antar faktor-faktor utama dan faktor pendukung penentu daya

saing menurut Porter.

Gambar 4.1. Interaksi Antar Faktor Daya Saing Dalam Porter’s

Diamond

Strategi Perusahaan,

struktur dan

Persaingan

Kondisi faktor Kondisi Permintaan

Industri terkait dan

penunjang

Kesempatan Peran

pemerintah

Peran

pemerintah Kesempatan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22

Dari hasil analisis faktor utama penentu, selanjutnya ditetapkan

faktor yang menjadi keunggulan dan faktor yang menjadi kelemahan bagi

daya saing masing-masing produk manufaktur. Faktor yang menjadi

keunggulan dalam menentukan daya saing produk manufaktur

dilambangkan dengan (+) sedangkan faktor yang menjadi kelemahan

disimbolkan dengan (-). Hasil keseluruhan interaksi antar faktor yang

saling mendukung sangat menentukan perkembangan yang dapat

menjadi competitive advantage produk manufaktur.

Analisis Porter’s Diamond untuk kesepuluh produk manufaktur

unggulan Indonesia dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi

melalui studi literatur, survey lapangan dan diskusi terbatasi. Survey

lapangan dilakukan pada 2 lokasi yakni Cikarang, Kabupaten Bekasi,

Jawa Barat dan Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Baik survey

lapangan Cikarang maupun Batam dilakukan pada tanggal 1 – 4

September 2015. Secara umum, hasil yang didapat dari kedua survey

lapangan adalah sebagai berikut:

a. Pada aspek kondisi permintaan, baik perusahaan eksportir di Cikarang

dan Batam menyatakan bahwa pihaknya melakukan ekspor sesuai

dengan pesanan dari pembeli luar negeri, sehingga desain atau

spesifikasi juga tergantung dari pesanan tersebut.

b. Pada aspek faktor kondisi, perusahaan eksportir masih memiliki

ketergantungan yang tinggi pada bahan baku impor. Selain itu,

perusahaan juga kerap terkendala dengan kondisi SDM.

c. Pada aspek industri terkait dan industri pendukung, perusahaan

eksportir saat ini tidak menghadapi kendala dalam mendapatkan

pasokan bahan baku.

d. Pada aspek strategi, struktur dan persaingan, perusahaan eksportir

menyatakan bahwa produk Indonesia memiliki kualitas lebih bagus

dibandingkan negara kompetitor, namun market campaign untuk

mempromosikan produk Indonesia belum optimal.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23

e. Pada aspek kebijakan pemerintah, sejauh ini regulasi dirasakan sudah

lebih baik dan perusahaan eksportir mengharapkan regulasi dan aturan

agar lebih ditingkatkan.

f. Pada aspek peluang, sebagian besar perusahaan eksportir

menyatakan optimis menghadapi perdagangan bebas.

4.1. Posisi dan Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia dan Negara

ASEAN Lainnya

4.1.1. Daya Saing Komparatif Produk Alas Kaki

Ekspor Indonesia ke pasar produk alas kaki utama

dunia, yaitu Amerika Serikat, Jerman dan Perancis masih

unggul dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Vietnam.

Vietnam berhasil mengungguli Indonesia di tiga pasar utama

tersebut. Selain Vietnam, Kamboja juga muncul menjadi

negara pesaing sekaligus ancaman bagi produk alas kaki

Indonesia. Kamboja merupakan negara ASEAN yang

posisinya tepat berada di bawah Indonesia. Impor AS, Jerman

dan Perancis dari Kamboja selama 2010-2014 mengalami

pertumbuhan yang signifikan masing-masing sebesar 57,6%;

9,2% dan 16,6% per tahun (Tabel 4.1).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24

Tabel 4.1. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Alas

Kaki Dunia

Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)

Pada Gambar 4.1. dapat diketahui bahwa untuk produk

alas kaki, posisi Indonesia di pasar dunia berada di kuadran II

dimana nilai ekspor produk alas kaki berada di atas rata-rata

namun pertumbuhan ekspornya berada di bawah rata-rata

negara ASEAN lainnya. Selain Indonesia, Vietnam juga

merupakan negara yang berada di kuadran II, dengan nilai

ekspor yang lebih besar dibandingkn dengan Indonesia.

Selain Vietnam, Filipina juga merupkan eksportir alas kaki

yang memiliki pertumbuhan ekspor yang tinggi, jauh di atas

rata-rata negara ASEAN lainnya dan dapat menjadi ancaman

Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014

(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking

Nilai Impor dari Pemasok

2014 (US$ Miliar)

Trend Impor dari Pemasok

2010-2014 (%)

Pertumb. Impor dari Pemasok

2014/2013 (%)

China 1 17.77 1.39 0.25

Viet Nam 2 3.79 21.25 23.83

Italy 3 1.47 11.62 8.36

Viet Nam 2 3.79 21.25 23.83

Indonesia 4 1.29 20.40 7.04

Cambodia 10 0.13 57.63 116.79

Thailand 11 0.11 -5.28 2.10

Myanmar 43 0.00 n/a 2274.83

Malaysia 53 0.00 -10.55 -32.41

Singapore 59 0.00 27.07 62.50

Philippines 62 0.00 -15.97 75.47

Lao People's Democratic Republic 107 0.00 n/a -75.00

Brunei Darussalam 110 0.00 n/a n/a

China 1 2.17 -0.97 -17.72

Italy 2 1.21 3.17 15.47

Netherlands 3 1.07 42.30 129.39

Viet Nam 4 0.81 -2.51 -32.44

Indonesia 11 0.34 0.59 -30.24

Cambodia 21 0.12 9.20 -6.30

Thailand 29 0.04 -9.66 -38.42

Malaysia 41 0.00 -26.65 -49.77

Myanmar 47 0.00 -46.18 11013.33

Philippines 50 0.00 79.53 737.60

Singapore 64 0.00 -36.33 -89.81

Lao People's Democratic Republic 105 0.00 n/a -100.00

Brunei Darussalam 121 0.00 n/a n/a

Italy 1 1.59 5.92 11.49

China 2 1.26 -4.18 -36.58

Belgium 3 0.92 62.44 789.84

Viet Nam 8 0.28 -12.49 -55.70

Indonesia 16 0.07 -22.24 -73.81

Cambodia 17 0.05 16.63 -3.95

Thailand 20 0.03 -13.08 -31.80

Myanmar 41 0.00 392.69 77.90

Singapore 42 0.00 43.01 277.02

Malaysia 58 0.00 -28.53 -70.06

Lao People's Democratic Republic 71 0.00 -40.71 -60.50

Philippines 89 0.00 -57.87 -87.08

Brunei Darussalam 157 - n/a -100.00

USA 27.04

Germany 10.98

France 7.87

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25

bagi Indonesia. Dengan demikian, Vietnam dan Filipina

merupakan pesaing utama produk alas kaki Indonesia.

Gambar 4.2. Posisi Produk Alas Kaki Indonesia dan

ASEAN Lainnya Di Pasar Dunia Sumber: Hasil Analisis

Amerika Serikat (AS) merupakan negara tujuan ekspor

utama produk alas kaki Indonesia dan terletak pada kuadran II

yang berarti bahwa nilai ekspornya besar namun

pertumbuhan ekspornya cenderung mengalami penurunan.

Negara tujuan ekspor produk alas kaki Indonesia yang

memiliki pertumbuhan ekspor tinggi meskipun nilai ekspornya

masih relatif rendah antara lain Portugal dan Iran.

Pert

umbu

han

Nila

i Eks

por P

rodu

k A

las

Kaki

Neg

ara

ASE

AN

Tahu

n 20

12-2

013

(Per

sen)

Nilai Ekspor Komoditi Alas Kaki Negara-Negara ASEAN (USD Ribu)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26

Gambar 4.3. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk

Alas Kaki Indonesia Sumber: Hasil Analisis

Tabel 4.2. menunjukkan nilai RCA produk alas kaki dari

Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5

negara pesaing utama dari ASEAN. Produk alas kaki

Indonesia seluruhnya memiliki daya saing (comparative

advantege) di seluruh 10 negara tujuan ekspor. Negara

pesaing utama produk alas kaki Indonesia, Vietnam juga

memiliki daya saing di seluruh 10 negara tujuan utama ekspor

Indonesia. Bahkan, Vietnam selalu memiliki nilai RCA yang

selalu lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia.

Pe

rtu

mb

uh

an

Nila

i E

ksp

or

Pro

du

k A

las k

ak

i

Ta

hu

n 2

01

2-2

01

3 (

Pe

rse

n)

Nilai Ekspor Produk Alas kaki Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27

Tabel 4.2. Nilai RCA Produk Alas Kaki Indonesia dan Negara ASEAN

Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama

Sumber: Hasil Analisis

4.1.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk

Alas Kaki

Kondisi Faktor

Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumber daya

input, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber

daya modal, sumber daya IPTEK dan sumber daya

infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah sesuai dengan

kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input, semakin besar

pula peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya

saing.

Kondisi faktor industri alas kaki di Indonesia berdasarkan

hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi terbatas,

secara rinci diuraikan berikut ini:

1. Bahan baku masih harus impor karena belum mampu

menghasilkan produk plastik yang berkualitas di dalam

negeri (-);

2. SDM lokal sudah cukup terampil dan memahami industri

plastik (+);

3. Energi sudah mencukupi sesuai dengan yang dbutuhkan

namun yang menjadi masalah adalah harga yang cukup

Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura

Amerika Serikat 5.53 0.00 0.42 10.49 0.01 0.01

Inggris 13.80 0.36 1.34 15.53 0.02 0.17

Belanda 6.47 0.00 0.32 17.15 0.01 0.06

Jepang 1.13 0.01 0.17 3.91 0.32 0.15

Jerman 11.98 0.13 0.40 12.43 0.02 0.01

Cina 6.09 0.04 0.78 28.38 0.21 0.04

Belgium 32.17 0.01 0.23 55.29 - 0.16

Peru 12.31 1.73 0.07 38.50 - 0.04

Italy 5.25 0.04 0.57 8.64 0.01 0.44

Australia 2.17 0.02 0.19 4.84 0.05 0.14

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28

tinggi. Saat ini, sebagian besar industri alas kaki Indonesia

menggunakan listrik yang disuplai oleh pihak swasta

dengan jaminan bahwa tidak akan terjadi gangguan dalam

pasokan, namun demikian harga yang dibayarkan lebih

besar jika dibandingkan dengan yang disediakan oleh PLN

(-);

4. Untuk pengembangan teknologi hingga saat ini masih

diadopsi dari perusaan dari luar negeri (-);

5. Selain itu, kondisi politik nasional yang selalu berpolemik

dan tututan buruh yang tidak bisa ditangani oleh

pemerintah. (-);

6. Pelemahan IDR terhadap US Dollar menjadi permasalahan

bagi industri (-);

7. Terdapat permasalahan modal dalam pengembangan

produksi, untuk mengadopsi teknologi membutuhkan

investasi yang sangat besar, mesin-mesin yang digunakan

saat ini sudah puluhan tahun sehingga harus diremajakan

(-);

8. Infrastruktur saat ini sudah cukup bagus namum perlu

perbaikan dalam proses pelayanan di pelabuhan dan

proses dokumen (+);

9. Jaringan pemasaran saat ini sudah cukup baik baik di

dalam maupun di luar negeri (+).

Industri Terkait dan Penunjang

Peran industri pendukung dan industri terkait dengan

industri alas kaki Indonesia merupakan salah satu faktor

penting dalam menunjang daya saing produk alas kaki

Indonesia. Kondisi industri yang terkait dengan industri

berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas

diantaranya sebagai berikut:

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29

1. Ketersediaan bahan baku penunjang di dalam negeri sudah

cukup banyak dengan harga yang terjangkau dan bersaing

dengan satu dan lainnya (+);

2. Bahan baku utama saat ini masih tergantung ke luar negeri,

produsen-produsen biji plastik belum membuka pabriknya

di Indonesia. Biji plastik tersebut diperlukan terutama untuk

memproduksi sepatu olahraga (sportwear) (-);

3. Bahan baku utama lainnya yaitu kulit juga masih

bergantung pada bahan baku impor karena pasokan dalam

negeri yang tidak mencukupi (-).

Kondisi Permintaan

Permintaan produk alas kaki terdiri dari permintaan

domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan

akan menciptakan pasar. Kondisi permintaan produk alas kaki

berdasarkan hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi

terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Desain dan spesifikasi produk dibuat berdasarkan

permintaan customer yang dikembangkan di luar negeri (-);

2. Kuantitas barang tergantung dari customer yang melakukan

pemesanan tidak ada batasan jumlah baik untuk lokal

maupun ekspor serta negara tujuan ekspor dari head office.

(+);

3. Saat ini permintaan pasar secara rata-rata memiliki pangsa

sekitar 30% dari total penjualan dan cenderung menurun

beberapa tahun terakhir mulai dari tahun 2006 (-);

4. Tujuan ekspor utama adalah pasar Amerika Serikat yang

tren pertumbuhannya terus meningkat (+).

Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Kondisi persaingan dalam industri alas kaki sangat ketat

terutama dengan negara-negara tetangga ASEAN. Produk

alas kaki nasional bersaing cukup ketat dengan produk

terutama dari negara Vietnam di pasar internasional. Kondisi

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30

strategi, struktur dan persaingan pada industri alas kaki

berdasarkan hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi

terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk barang sejenis yang diproduksi di dalam atau di luar

negeri secara kualitas tidak jauh berbeda dan terkadang

barang di dalam negeri jauh lebih bagus (+);

2. Marketing campaign terhadap produk alas kaki Indonesia di

pasar luar negeri dirasa sudah cukup baik (+);

3. Negara seperti RRT dan Vietnam telah menghasilkan

barang subtitusi (-);

4. Salah satu pemicu menurunnya tren permintaan impor

dunia akan produk alas kaki Indonesia adalah karena

perusahaan asing lebih memilih melakukan investasinya ke

negara-negara lain seperti Vietnam dan Kamboja (-);

5. Sebagian besar produk alas kaki Indonesia yang diekspor

merupakan produk dari merk yang telah dikenal secara

internasional, dengan demikian layanan purna jual tentu

berkaian dengan pemegang merk langsung (+).

Kebijakan Pemerintah

Industri alas kaki merupakan industri padat karya

sehingga kebijakan pemerintah terkait dengan tenaga kerja

dan upah tenaga kerja merupakan faktor yang paling esensial.

Berikut merupakan beberapa kebijakan pemerintah yang

memberikan dampak signifikan dalam mempengaruhi daya

saing produk alas kaki Indonesia antara lain:

1. Insentif yang diberikan pemerintah adalah pemberian

program restrukturisasi dalam hal investasi. Hingga saat ini,

tidak terdapat kebijakan pemerintah yang berpengaruh

terhadap industri yang terkait (-);

2. Kebijakan pemerintah terkait upah buruh masih sangat

memberatkan pelaku usaha. Kenaikan upah buruh saat ini

tengah dijadikan salah satu senjata kampanye bagi para

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31

pemimpin daerah. Penentuan upah buruh tanpa didasari

dengan perhitungan dan proyeksi yang matang menjadi

beban bagi para pelaku usaha (-);

3. Belum terdapat regulasi atau kebijakan yang dapat

mengontrol aksi demo buruh (-);

4. Birokrasi pemerintah masih dirasa berbelit-belit dan harus

terus ditingkatkan (-).

Kesempatan

1. Depresiasi IDR terhadap US Dollar dirasa merugikan

karena hampir sebagian besar bahan baku industri alas

kaki Indonesia masih didominasi dan bergantung pada

bahan baku impor (-);

2. Beberapa perjanjian perdagangan bebas memberikan

pengaruh bagi ekspor produk alas kaki Indonesia terutama

untuk membuka akses pasar (+);

3. Produk alas kaki yang berasal dari kulit atau alas kaki untuk

pria dan wanita cukup tinggi. Industri banyak

memanfaatkan AKFTA untuk dapat masuk ke pasar Korea

Selatan yang demandnya terus meningkat (+).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32

Gambar 4.4. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Alas Kaki

Sumber: Hasil Analisis

4.2. Posisi dan Daya Saing Produk Kimia Indonesia dan Negara

ASEAN Lainnya

4.2.1. Daya Saing Komparatif Produk Kimia

AS, Jerman dan RRT merupakan pasar utama produk

kimia dunia. Ekspor Indonesia ke pasar produk kimia utama

dunia, yaitu Amerika Serikat (AS) dan Jerman masih unggul

dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Malaysia dan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33

Singapura. Sementara untuk pasar RRT, Indonesia masih

unggul dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali

Singapura dan Thailand. Namun demikian, tren pertumbuhan

impor produk kimia di pasar RRT dari Indonesia selama

periode 2010-2014 menunjukkan pertumbuhan yang positif

hampir setara dengan singapura dengan pertumbuhan lebih

dari 10% per tahun. Lebih lanjut, pada periode yang sama

impor produk kimia AS dari Indonesia juga menunjukkan

pertumbuhan yang relatif lebih besar jika dibandingkan

dengan Malaysia dan Singapura. Negara ASEAN lain yang

juga memiliki performa ekspor yang cukup baik adalah

Vietnam, meskipun secara umum posisinya masih berada di

bawah Indonesia (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Kimia

Dunia

Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)

Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014

(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking

Nilai Impor dari Pemasok

2014 (US$ Miliar)

Trend Impor dari Pemasok

2010-2014 (%)

Pertumb. Impor dari Pemasok

2014/2013 (%)

Ireland 1 24.34 -3.96 8.76

Germany 2 21.78 12.07 13.63

Canada 3 20.08 0.72 -0.27

Singapore 12 5.54 1.61 10.21

Malaysia 27 0.81 13.94 29.83

Indonesia 29 0.66 26.60 -15.83

Thailand 37 0.36 12.66 2.79

Viet Nam 42 0.22 2.13 6.38

Philippines 56 0.10 -3.42 -11.32

Brunei Darussalam 73 0.02 30.68 128.71

Lao People's Democratic Republic 91 0.00 -29.84 -55.56

Cambodia 121 0.00 n/a 2150.00

Netherlands 1 23.46 14.25 34.64

Belgium 2 20.59 18.07 92.61

Switzerland 3 13.85 5.72 -6.88

Singapore 27 0.41 -23.94 -83.83

Malaysia 44 0.12 -17.19 -67.00

Indonesia 46 0.11 -2.32 -48.99

Thailand 49 0.09 2.64 -16.64

Viet Nam 51 0.06 18.00 49.90

Philippines 61 0.03 9.39 -68.41

Lao People's Democratic Republic 128 0.00 1.51 -97.57

Brunei Darussalam 171 0.00 n/a n/a

Myanmar 172 0.00 n/a -100.00

Cambodia 174 0.00 n/a -100.00

Korea, Republic of 1 18.53 10.38 -4.21

Japan 2 16.85 3.38 -7.60

United States of America 3 13.69 4.17 1.86

Singapore 7 4.44 12.10 5.96

Thailand 9 3.05 10.94 -12.09

Indonesia 10 2.56 10.84 44.08

Malaysia 14 1.98 6.95 -16.03

Viet Nam 39 0.31 32.63 139.93

Philippines 48 0.14 -3.13 23.27

Brunei Darussalam 56 0.04 -3.93 162.14

Lao People's Democratic Republic 61 0.03 56.48 3114.65

Myanmar 80 0.01 44.65 49.80

Cambodia 113 0.00 -48.33 -54.55

USA 187.64

Germany 133.11

China 126.28

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34

Pada Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa untuk produk

kimia, posisi Indonesia di pasar dunia berada di kuadran I

dimana nilai ekspor dan pertumbuhan ekspornya berada di

atas rata-rata negara ASEAN. Selain Indonesia, Malaysia dan

Thailand juga berada di kuadran I dengan nilai dan

pertumbuhan ekspor produk kimia di atas rata-rata negara

ASEAN. Dengan demikian, pesaing utama produk kimia

Indonesia yang berasal dari negara ASEAN di pasar dunia

adalah Malaysia, Thailand dan Singapura. Nilai ekspor produk

kimia Singapura tertinggi dibandingkan dengan ASEAN

lainnya meskipun pertumbuhan ekspornya cenderung

menurun berada di bawah rata-rata ASEAN.

Gambar 4.5. Posisi Produk Kimia Indonesia dan ASEAN

Lainnya di Pasar Dunia

Sumber: Hasil Analisis

Negara tujuan ekspor produk kimia Indonesia sebagian

besar besar berada di kuadran II antara lain: RRT, Malaysia

dan India. Ekspor Indonesia ke negara tersebut memiliki nilai

yang cukup besar namun pertumbuhan ekspornya cenderung

Pert

umbu

han

Nila

i Eks

por

Prod

ukKi

mia

Neg

ara

ASE

AN

Tahu

n 20

12-2

013

(Per

sen)

Nilai Ekspor Produk Kimia Negara-Negara ASEAN (Ribu US$)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35

stagnan dan atau mengalami penurunan. Pasar tujuan ekspor

yang dinilai prospektif adalah pasar ASEAN yaitu Vietnam dan

Filipina karena pertumbuhan ekspor yang tinggi pada tahun

2013 meskipun nilai ekspornya masih relatif rendah (Gambar

4.5).

Gambar 4.6. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk

Kimia Indonesia

Sumber: Hasil Analisis

Di pasar tujuan utama eskpor produk kimia Indonesia,

yaitu RRT dan Malaysia, produk kimia Indonesia mampu

berdaya saing dengan produk dari negara lain. Sementara itu,

di pasar India dan Amerika Serikat yang juga merupakan

importir utama produk kimia dunia, Indonesia masih kalah

bersaing jika dibandingkan dengan Singapura.

Nilai Ekspor Produk Kimia Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)

Pe

rtu

mb

uh

an

Nil

ai E

ksp

or

Pro

du

kK

imia

Ta

hu

n 2

01

2-2

01

3 (

Pe

rse

n)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36

Tabel 4.4. RCA Produk Kimia Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing

di 10 Negara Tujuan Utama

Sumber: Hasil Analisis

4.2.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk

Kimia

Kondisi Faktor

Kondisi faktor industri Kimia di Indonesia berdasarkan

hasil studi literatur, survey dan diskusi terbatas, secara rinci

diuraikan berikut ini:

1. Kebutuhan produk kimia domestik sangat tinggi. Sebagai

contoh, kebutuhan propilena dalam negeri pada saat ini

mencapai 4,5 juta ton per tahun. Sedangkan industri hulu

dalam negeri hanya mampu menghasilkan propilena

sebesar 2,5 juta ton (-);

2. Bahan baku masih sangat bergantung pada impor (-);

3. Masih rendahnya penelitian dan pengembangan pada

industri kimia. Penelitian dan pengembangan di industri

kimia diharapkan dapat meningkatkan proses produksi

untuk memangkas biaya produksi, melakukan diversifikasi

produk, dan mengembangkan produk baru (-);

Negara Tujuan Ekspor

IndonesiaIndonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura

United States of America 0.49 0.07 0.17 0.12 0.26 1.40

China 1.17 0.42 1.99 0.12 1.00 1.39

India 0.51 0.20 1.32 0.65 0.70 2.35

Mexico 1.43 1.94 0.12 0.14 0.28 1.02

Singapore 0.78 0.67 1.12 0.21 0.16 -

Turkey 0.80 1.71 0.30 0.22 0.37 0.46

Malaysia 1.29 - 0.64 0.31 0.50 0.74

Viet Nam 1.20 0.40 1.04 - - 0.82

Philippines 1.24 5.65 0.66 0.52 - 1.10

Nigeria 2.96 14.77 0.52 1.22 1.04 0.19

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37

4. Infrastruktur belum memadai, seperti pengolahan limbah,

jalur hijau yang memisahkan unit industri dari pemukiman

manusia, terminal penyimpanan bahan kimia, dan

pelabuhan (-);

5. Ketatnya regulasi lingkungan. Industri kimia harus

memperhatikan masalah keamanan, kesehatan, dan

lingkungan (+);

6. industri kimia adalah industri terbesar kedua yang dikenai

tindakan anti-dumping di dunia (-);

7. Pemeriksaan Bareskrim dan BNN menjadi salah satu

penghambat ekspor (-).

Industri Terkait dan Penunjang

Peran industri pendukung dan industri terkait dengan

industri Kimia Indonesia merupakan salah satu faktor penting

dalam menunjang daya saing. Industri yang terkait dengan

industri Kimia berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi

terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Rantai nilai industri kimia terkait erat dengan sektor

ekonomi produktif yaitu pangan, sandang, dan papan, serta

penyediaan bahan baku berbagai industri hilir antara lain

industri cat dan coating, elektronik, serta otomotif (-);

2. Bahan baku penunjang masih dipenuhi dari impor (-).

Kondisi Permintaan

Permintaan produk Kimia terdiri dari permintaan

domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan

akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri

maupun luar negeri, permintaan terhadap produk Kimia

sangat tinggi. Kondisi permintaan produk industri Kimia

berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas

diantaranya sebagai berikut:

1. Impor dunia USD 1,7 triliun (2013), tumbuh rata-rata 7,4%

per tahun (+).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38

2. Pasar utama: AS (10,6%), Jerman (7,6%), China (7,5%),

dan Belgia (5,9%).

3. pemasok utama: Jerman (11,3%), AS (10,2), Belgia (7,5%),

dan China (6,1%). Indonesia peringkat ke-30 (0,6%), atau

tumbuh 20,3% per tahun dengan pasar utama ekspor

China, Malaysia, dan Singapura (+).

Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Kondisi strategi, struktur dan persaingan pada industri

Kimia berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas

diantaranya sebagai berikut:

1. investasi pembangunan pabrik kimia membutuhkan dana

sangat besar dan membutuhkan dukungan kebijakan serta

insentif dan iklim usaha yang kondusif (-);

2. Pasar Fokus pasar: AS, China, Belanda, Jepang,

Malaysia, Singapura, Thailand, India, Korsel, dan Filipina;

Pasar potensial: Jerman, Belgia, Perancis, Inggris, dan

Italia (+);

3. Meningkatkan teknologi industri kimia untuk meningkatkan

proses produksi maupun pengembangan produk baru

dengan cara transfer teknologi intra-firm dan transfer

teknologi dari perusahaan asing melalui FDI (+);

4. Meningkatkan standar keamanan, kesehatan, dan

perlindungan lingkungan dan regulasi lingkungan karena

banyak negara pengimpor produk kimia yang memilih

produk/proses produksi produk kimia yang lebih aman.

Selain itu, regulasi lingkungan merupakan salah satu

alasan negara maju untuk merelokasi pabrik kimia ke

negara berkembang (+);

5. Fokus kepada penelitian dan pengembangan untuk

pengembangan produk, inovasi proses produksi, dan

penelitian mengenai keamanan pemakaian produk kimia.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39

Hal ini juga dapat dilakukan dengan kerjasama antara

industri dengan akademisi (+);

6. Melakukan promosi dan pemasaran produk kimia Indonesia

di pasar internasional (+).

Kebijakan Pemerintah

1. Perlunya perbaikan infrastruktur terutama logistik dan

proses handling di pelabuhan (-);

2. Iklim usaha dalam negeri kondusif, terutama isu

ketenagakerjaan, energi, kepastian hukum dan biaya tidak

jelas (-);

3. Peraturan pemerintah dirasa masih banyak kontra produktif

dan belum ada sinergi antar K/L terkait (-);

4. Perlu adanya pengembangan PTA, FTA, dsb untuk

menghadapi non-tariff barriers (-);

5. investasi pembangunan pabrik kimia membutuhkan dana

sangat besar dan membutuhkan dukungan kebijakan serta

insentif dan iklim usaha yang kondusif (-);

6. Regulasi lingkungan. Industri kimia harus memperhatikan

masalah keamanan, kesehatan, dan lingkungan. (+);

7. Perijinan yang dibutuhkan untuk melakukan impor sangat

berbelit-belit (-).

Kesempatan

1. Belum ada Banyak pabrik yang berusia relatif tua dengan

teknologi proses yang kurang up-to-date, sehingga

membutuhkan dukungan revitalisasi;

2. Industri kimia dasar diproyeksikan bakal tumbuh sejauh 6%

bila penerapan program penghiliran berlangsung lebih

intensif (+);

3. Selama triwulan ketiga tahun ini industri kimia dasar,

barang kimia, dan farmasi termasuk dalam tiga besar

bidang usaha yang mendapat kucuran investasi terbanyak.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40

Penanaman modal dalam negeri (PMDN) ke sektor itu

adalah yang terbanyak kedua senilai Rp5,6 triliun dari 32

proyek. Nilai penanaman modal asing (PMA) adalah yang

terbesar ketiga US$998,9 juta dari 115 proyek (+).

Gambar 4.7. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kimia

Sumber: Hasil Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41

4.3. Posisi dan Daya Saing Produk Produk Otomotif Indonesia dan

Negara ASEAN Lainnya

4.3.1. Daya Saing Komparatif Produk Otomotif

Tiga pasar otomotif utama dunia mulai dari yang terbesar

berturut-turut adalah Amerika Serikat, Jerman, dan RRT

(Tabel 4.5). Di pasar Amerika Serikat, negara eksportir

terbesar adalah Mexico, Kanada dan Jepang. Adapun

Indonesia berada pada urutan ke 51, kalah bersaing dengan

Thailand dan Vietnam. Di pasar Jerman, Indonesia berada

pada posisi 45, lebih rendah dibandingkan Thailand, Kamboja,

Malaysia dan Vietnam. Adapun di pasar RRT, produk otomotif

Indonesia juga kalah dengan Malaysia dan Thailand. Dari

ketiga pasar otomotif utama dunia tersebut, pesaing utama

Indonesia dari negara ASEAN antara lain Thailand, Vietnam

dan Malaysia. Thailand merupakan negara yang paling unggul

dibandingkan Indonesia dan negara ASEAN lainnya sebagai

pemasok produk otomotif dunia.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42

Tabel 4.5. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Otomotif

Dunia

Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)

Gambar 4.7 juga menunjukkan bahwa pesaing utama

Indonesia di pasar otomotif global adalah Thailand. Thailand

berada pada kuadran pertama karena selain memiliki nilai

ekspor otomotif yang tinggi, ekspor otomotif Thailand juga

mencatatkan pertumbuhan yang tinggi lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan ekspor Indonesia dan rata-rata

negara ASEAN lainnya. Indonesia berada di kuadran II

bersama Singapura yang berarti nilai ekspor Indonesia

cenderung lebih besar dibandingkan rata-rata negara ASEAN

lainnya, namun memiliki nilai pertumbuhan yang lebih rendah

dibandingkan rata-rata pertumbuhan negara ASEAN lainnya.

Adapun pesaing prospektif Indonesia berada pada kuadran IV

Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014

(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking

Nilai Impor dari Pemasok

2014 (US$ Miliar)

Trend Impor dari Pemasok

2010-2014 (%)

Pertumb. Impor dari

Pemasok 2014/2013 (%)

Mexico 1 68.27 14.01 13.95

Canada 2 56.26 5.11 0.49

Japan 3 46.48 3.72 -9.08

Thailand 19 0.73 24.93 15.53

Viet Nam 25 0.19 23.31 17.37

Indonesia 31 0.09 4.09 14.27

Malaysia 33 0.09 9.82 23.58

Singapore 39 0.04 15.64 8.74

Philippines 40 0.04 9.05 31.86

Cambodia 43 0.02 41.79 2.99

Brunei Darussalam 102 0.00 n/a 1260.00

Myanmar 159 0.00 n/a n/a

Czech Republic 1 11.33 9.37 24.61

Spain 2 10.52 8.21 10.47

France 3 9.67 2.98 9.21

Thailand 29 0.23 3.06 -1.69

Cambodia 33 0.14 86.07 -21.13

Malaysia 37 0.10 5.67 -5.99

Viet Nam 41 0.06 22.24 51.36

Indonesia 45 0.05 -6.10 18.23

Singapore 47 0.04 -2.96 -54.75

Philippines 59 0.01 -17.48 -30.21

Myanmar 114 0.00 n/a 166.67

Brunei Darussalam 125 0.00 n/a 0.00

Germany 1 27.39 10.51 21.42

Japan 2 15.97 -0.78 9.92

United States of America 3 14.17 33.25 31.62

Malaysia 20 0.22 15.49 74.68

Thailand 22 0.19 27.08 40.66

Indonesia 23 0.19 23.45 134.35

Viet Nam 24 0.11 50.00 169.03

Philippines 32 0.06 61.08 35.81

Singapore 33 0.04 -3.33 -69.57

Cambodia 48 0.00 n/a 214.24

Lao People's Democratic Republic 104 0.00 n/a -50.00

Brunei Darussalam 131 0.00 n/a n/a

USA 265.44

Germany 107.20

China 89.49

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43

yakni Laos, Kamboja, Vietnam dan Malaysia. Walaupun

keempat negara ini memiliki nilai ekspor yang lebih rendah

dibandingkan rata-rata negara ASEAN lainnya, namun nilai

pertumbuhan ekspor jauh lebih tinggi.

Gambar 4.8. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk

Otomotif ASEAN Lainnya di Pasar Dunia

Sumber: Hasil Analisis

Pasar utama ekspor produk otomotif Indonesia belum

menyasar ke negara importir utama dunia, khususnya

Amerika Serikat. Pada Gambar 4.6 (kuadran I dan II) terlihat

bahwa 10 negara tujuan ekspor utama produk otomotif

Indonesia adalah Australia, Brazil, RRT, Perancis, Jerman,

India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Filipina.

Nilai Ekspor Produk Otomotif 10 Negara Asean ke Dunia (USD Ribu)

Pert

um

bu

han

Nila

i Eks

po

r Pro

du

k O

tom

oti

fTa

hu

n 2

012-

2013

(Pe

rsen

)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44

Gambar 4.9. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Otomotif

Indonesia

Sumber: Hasil Analisis

Tabel 4.6. menunjukkan untuk produk otomotif, negara

ASEAN belum mampu untuk berdaya saing di pasar Jerman

dan RRT yang dapat dilihat dari nilai RCA di pasar tujuan

ekspor tersebut kurang dari satu. Sementara itu, produk

otomotif Indonesia ternyata juga belum mampu untuk berdaya

saing dengan negara ASEAN lainnya. Produk ekspor

Indonesia ini hanya memiliki dayas aing di pasar Filipina,

walaupun masih kalah jika dibandingkan dengan Thailand.

Filipina dan Thailand merupakan negara pesaing utama

Indonesia. Selain itu, diperkirakan Vietnam juga akan menjadi

pesaing prospektif bagi Indonesia di pasar otomotif.

Nilai Ekspor Otomotif Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)

Pe

rtu

mb

uh

an

Nila

i Ek

spo

r O

tom

oti

f

Tah

un

20

12

-20

13

(P

ers

en

)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45

Tabel 4.6. Nilai RCA Produk Otomotif Indonesia Dan Negara Asean

Pesaing Di 10 Negara Tujuan Utama

Sumber: Hasil Analisis

4.3.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk

Otomotif

Kondisi Faktor

Kondisi faktor industri otomotif di Indonesia berdasarkan

hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan

berikut ini:

1. Bahan baku otomotif sebagian besar berasal dari lokal

(55%) sedangkan impor (45%) (-);

2. Sudah banyaknya SDM dalam jasa Service Otomotif yang

telah dibuat. (+);

3. Produktivitas faktor produksi, khususnya tenaga kerja

rendah. besaran kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi)

tidak sebanding dengan besaran kenaikan produktivitas (-);

4. Masih banyak impor komponen otomotif ke dalam negeri

sementara peruntukakannya masih belum jelas apakah

tujuannya untuk produksi ataukah tujuannya untuk after

market (-);

5. Ada indikasi impor ilegal karena impor komponen CKD

(completely knock down) tidak terlalu besar namun mobil

yang ada di dalam negeri jumlahnya sangat besar (-);

Indonesia Thailand Malaysia Philiphina Vietnam Singapore

Australia 0.05 3.47 0.05 0.03 0.02 0.14

Brazil 0.92 2.39 0.15 22.54 0.10 0.18

China 0.06 0.17 0.10 0.09 0.24 0.15

France 0.01 0.75 0.06 4.36 0.01 0.02

Germany 0.12 0.50 0.25 0.01 0.08 0.28

India 0.31 5.48 0.18 56.27 1.09 0.64

Japan 0.69 2.46 0.10 0.13 1.27 0.19

Korea, Republic of 0.02 0.50 0.04 4.95 0.20 0.83

Malaysia 0.94 3.55 0.18 0.33 0.29

Philippines 2.58 4.53 0.11 0.51 0.15

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46

6. Keleluasaan untuk melakukan pengembangan usaha

sangat terbatas bagi Indonesia (-);

7. Semua bahan baku (spesifikasi, dll), teknologi yang

digunakan, kuantitas dan negara tujuan ekspor masih

ditentukan oleh pihak prinsipal (luar negeri) (-);

8. Perjanjian ASEAN Industrial Cooperation (AICO) membuat

sistem produksi otomotif menjadi terfragmentasi khususnya

di negara-negara ASEAN sehingga negara A khusus untuk

membuat produk tertentu, sementara negara B khusus

untuk membuat bagian yang lain (+).

Industri Terkait dan Penunjang

Peran industri pendukung dan industri terkait dengan

industri otomotif Indonesia merupakan salah satu faktor

penting dalam menunjang daya saing otomotif. Industri yang

terkait dengan industri otomotif berdasarkan hasil studi

literatur dan diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Industri terkait dalam otomotif yang paling utama adalah

industri besi dan baja serta mesin sebagai komponen

utama. Saat ini Produksi besi dan baja Indonesia belum

dapat memenuhi kebutuhan nasional. Setidaknya setiap

tahun Indonesia masih mengimpor 2 Juta Ton Baja. Industri

mesin juga belum menunjukan kemampuannya dalam

pemenuhan kebutuhan dalam negeri (-);

2. Krakatau Steel sebagai produsen baja nasional dinilai

sudah tidak lagi efisien namun tetap terus diberikan

perlindungan melalui pengenaan Bea Masuk Anti Dumping

(BMAD) terhadap produk-produk baja dari luar negeri.

Dengan demikian, industri hulu tidak berkembang di

Indonesia (-).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 47

Kondisi Permintaan

Permintaan produk otomotif terdiri dari permintaan

domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan

akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri

maupun luar negeri, permintaan terhadap produk otomotif

sangat tinggi untuk keperluan sehari-hari. Kondisi permintaan

produk industri otomotif berdasarkan hasil studi literatur dan

diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Permintaan produk otomotif di dalam negeri tinggi (90%),

10% ekspor (+);

2. Konsumen lokal dalam memilih produk produk otomotif,

mengutamakan faktor kualitas, sehingga cenderung

memilih merek Jepang (-);

3. Pendapatan serta kemampuan daya beli masyarakat

Indonesia masih relatif rendah (-);

4. Di pasar suku cadang domestik, masih banyak terdapat

merk-merk palsu (bajakan) (-);

5. PMA mampu mengekspor sekitar 15-30% dari produksinya

sementara untuk produk after market (suku cadang) dapat

mengekspor sekitar 70% dari produksi (+);

6. Produk otomotif Indonesia banyak diekspor ke negara-

negara Timur Tengah dan Afrika karena spesifikasi otomotif

yang digunakan masih berbentuk Euro 4. Untuk negara

tujuan ekspor lainnya, seperti pasar Eropa dan Amerika

Serikat karena di pasar tersebut spesifikasi otomotif yang

digunakan adalah Euro 2. Indonesia belum mampu

memproduksi Euro 2 (-).

Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Kondisi persaingan dalam industri otomotif sangat ketat

terutama perusahaan di luar negeri. Perusahaan luar negeri

masuk sebagai pesaing industri otomotif nasional, karena

Indonesia menganut sistem perdagangan bebas, terutama

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 48

dengan negara-negara ASEAN-RRT. Sehingga produk

otomotif nasional akan bersaing dengan produk negara lain

baik di pasar dalam negeri maupun di pasar internasional.

Kondisi strategi, struktur dan persaingan pada industri

otomotif berdasarkan hasil studi literatur dan otomotif

diantaranya sebagai berikut:

1. Perusahaan otomotif terus tumbuh. Jumlah Perusahaan

sedang dan besar Industri otomotif dan perlengkapan pada

tahun 2009 mencapai 282 dan meningkat pada tahun 2013

menjadi 286 perusahaan (+);

2. Di pasar internasional, industri otomotif nasional

menghadapi pesaing produsen otomotif murah seperti

China dan India (-);

3. Keseluruhan anggota dari GAIKINDO merupakan OEM

(Original Equipment Manufacturer) baik untuk produk mobil,

motor dan juga sparepart (genuine sparepart) sehingga

sebagian besar mempunyai hak untuk memproduksi tetapi

tidak mempunyai hak untuk menjual secara umum tanpa

seijin pemilik merk dagang (investor) (-).

Kebijakan Pemerintah

1. Kebijakan Mobil Murah LCGC meningkatkan Pasar

dikalangan menengah kebawah (+);

2. Meningkatkan penggunaan mobil hibrida sebagai program

jangka pendek dan mengembangkan teknologi mobil listrik

untuk program jangka panjang. Kedua kebijakan itu sudah

ditegaskan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

dalam pecanangan gerakan penghematan energi nasional

pada Selasa (29/5) (+);

3. Di Indonesia insentif pajak, seperti tax holiday merupakan

sesuatu yang sangat sulit didapatkan, sementara itu negara

pesaing Indonesia seperti Vietnam, pemerintah Vietnam

justru berani memberikan banyak sekali tax holiday (-);

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 49

4. Terhambat perizinan SNI yang saat ini dijadikan perizinan

teknis (-).

Kesempatan

1. Ketidakstabilan politik dan ekonomi, menganggu kestabilan

nilai tukar yang selanjutnya berdampak pada fluktuasi biaya

produksi. (-);

2. Permintaan produk otomotif dalam negeri maupun luar

negeri selalu tinggi (+);

3. Program pemerintah tentang pengembangan industri

otomotif dalam negeri (+).

Gambar 4.10. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Otomotif

Sumber: Hasil Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 50

4.4. Posisi dan Daya Saing Produk Plastik Indonesia dan Negara

ASEAN Lainnya

4.4.1. Daya Saing Komparatif Produk Plastik

Ekspor Indonesia ke tiga pasar produk plastik utama

dunia, yaitu RRT, Amerika Serikat, dan Jerman masih kalah

bersaing dengan Thailand, Singapura, Malaysia dan Vietnam.

Tren impor produk plastik Indonesia di ketiga importir utama

produk plastik dunia tersebut cenderung mengalami

penurunan kecuali di pasar RRT yang tetap tumbuh sebesar

11,5% per tahun (Tabel 4.7).

Tabel 4.7. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Plastik Dunia

Sumber: Trademap, 2015

Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014

(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking

Nilai Impor dari Pemasok

2014 (US$ Miliar)

Trend Impor dari Pemasok

2010-2014 (%)

Pertumb. Impor dari Pemasok

2014/2013 (%)

Korea, Republic of 1 12.46 3.96 -0.86

Taipei, Chinese 2 10.05 -0.57 -4.99

Japan 3 9.98 -2.24 -1.63

Singapore 5 4.21 12.05 22.94

Thailand 7 3.85 8.60 6.82

Malaysia 11 1.60 4.87 3.20

Indonesia 25 0.36 11.49 -0.89

Viet Nam 26 0.32 58.95 7.03

Philippines 27 0.30 -4.51 -10.54

Cambodia 71 0.01 135.66 23.38

Myanmar 84 0.00 52.50 118.32

Lao People's Democratic Republic 96 0.00 n/a n/a

Brunei Darussalam 143 0.00 n/a n/a

China 1 14.91 9.10 6.38

Canada 2 11.40 4.49 5.86

Mexico 3 4.67 10.20 13.23

Thailand 11 0.53 5.46 2.17

Singapore 17 0.33 10.35 2.08

Malaysia 21 0.25 5.56 2.43

Viet Nam 23 0.21 12.66 22.30

Indonesia 26 0.18 -7.31 10.39

Philippines 38 0.06 8.57 -9.12

Cambodia 43 0.03 23.01 53.53

Lao People's Democratic Republic 75 0.00 -8.99 16.77

Brunei Darussalam 170 0.00 n/a n/a

Myanmar 171 0.00 n/a n/a

Netherlands 1 7.19 6.16 22.10

Belgium 2 6.89 4.36 16.93

France 3 4.03 3.57 0.53

Viet Nam 28 0.15 15.14 -4.80

Thailand 32 0.11 7.35 -12.79

Malaysia 36 0.05 1.54 -13.90

Singapore 38 0.05 -13.15 -45.94

Indonesia 49 0.02 -7.29 -8.46

Philippines 58 0.01 2.78 9.51

Cambodia 88 0.00 -40.23 70.59

Myanmar 90 0.00 n/a 512.50

Lao People's Democratic Republic 94 0.00 78.10 105.26

Brunei Darussalam 163 0.00 n/a n/a

China 75.20

USA 50.12

Germany 44.93

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 51

Pada Gambar 4.10 dapat diketahui bahwa untuk produk

plastik, posisi Indonesia di pasar dunia berada di kuadran III

dimana nilai ekspornya masih relatih rendah, namun

pertumbuhan ekspornya tinggi. Singapura, Thailand dan

Malaysia merupakan eskportir terbesar produk plastik yang

berasal dari ASEAN. Ketiga negara tersebut berada di

kuadran I dan II sehingga ketiga negara tersebut merupakan

pesaing utama produk plastik Indonesia.

Gambar 4.11. Posisi Produk Plastik Indonesia dan ASEAN

Lainnya di Pasar Dunia

Sumber: Hasil Analisis

Jepang merupakan negara tujuan ekspor utama produk

plastik Indonesia dan terletak pada kuadran II yang berarti

bahwa nilai ekspornya besar namun pertumbuhan ekspornya

cenderung mengalami penurunan. Negara tujuan ekspor

produk plastik Indonesia yang memiliki pertumbuhan ekspor

Pe

rtu

mb

uh

an

Nil

ai E

ksp

or

Pro

du

kP

last

ikN

ega

ra A

SEA

NTa

hu

n 2

01

2-2

01

3 (

Pe

rse

n)

Nilai Ekspor Produk Plastik Negara-Negara ASEAN (USD Ribu)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 52

tinggi dan dapat menjadi negara tujuan ekspor potensial

antara lain China, Vietnam dan India.

Gambar 4.12. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk

Plastik Indonesia

Sumber: Hasil Analisis

Tabel 4.8 menunjukkan nilai RCA produk plastik dari

Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5

negara pesaing utama dari ASEAN. Produk plastik Indonesia

hanya memiliki daya saing (comparative advantage) di negara

Filipina, di negara tujuan ekspor lainnya kirang berdaya saing

karena memiliki nilai RCA di bawah 1. Sementara itu, pesaing

utama produk plastik Indonesia yaitu Thailand dan Filipina,

hampir seluruhnya memiliki daya saing di negara tujuan

ekspor Indonesia.

Pe

rtu

mb

uh

an

Nila

i Ek

spo

r P

rod

uk

Pla

stik

Tah

un

20

12

-20

13

(P

ers

en

)

Nilai Ekspor Produk Plastik Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 53

Tabel 4.8. Nilai RCA Produk Plastik Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama

Sumber: Hasil Analisis

4.4.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk

Plastik

Kondisi Faktor

Kondisi faktor industri plastik di Indonesia berdasarkan

hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi terbatas,

secara rinci diuraikan berikut ini:

1. Bahan baku masih sangat bergantung pada impor. Di

Indonesia, biji plastik yang berkualitas belum mampu

diproduksi (-);

2. Belum adanya integrasi yang baik antara industri hulu

dengan industri hilir serta utilisasi yang rendah (-);

3. Biaya infrastruktur dan logistik yang tinggi merupakan

hambatan bagi industri petrokimia (-);

4. Gas alam yang notabenenya digunakan sebagai sumber

energi merupakan salah satu bahan baku dari industri

plastik. Indonesia kaya akan gas alam, sehingga bahan

Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura

Amerika Serikat 0.49 0.68 1.18 0.48 0.51 0.99

Jepang 0.95 1.32 3.61 1.90 0.73 1.60

Cina 0.43 0.95 3.01 0.62 0.22 2.45

Malaysia 0.63 - 1.42 0.40 0.47 1.28

Philipina 1.15 2.77 2.25 1.36 - 2.32

Singapura 0.44 1.24 0.69 0.45 0.23 -

Vietnam 0.81 1.16 1.50 - 0.58 1.01

Belanda 0.14 0.15 0.38 1.27 0.09 0.45

Bangladesh 0.69 1.13 4.50 0.51 0.64 1.18

Taipei Chinese 0.28 0.49 1.91 0.68 0.34 1.19

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 54

baku tersebut tidak harus diekspor tapi dapat digunakan

sebagai bahan baku industri plastik (+).

Industri Terkait dan Penunjang

Peran industri pendukung dan industri terkait dengan

industri plastik Indonesia merupakan salah satu faktor penting

dalam menunjang daya saing produk plastik Indonesia.

Kondisi industri yang terkait dengan industri berdasarkan hasil

studi literatur dan diskusi terbatas diantaranya sebagai

berikut:

1. Tidak banyak industri yang bermain di bidang industri

plastik sehingga terkait dengan bahan baku dan penunjang

masih sepenuhnya bergantung pada impor (-).

Kondisi Permintaan

Permintaan produk alas kaki terdiri dari permintaan

domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan

akan menciptakan pasar. Kondisi permintaan produk alas kaki

berdasarkan hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi

terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Impor dunia terus tumbuh sebesar rata-rata 9,6% per tahun

(+);

2. Permintaan akan produk plastik dunia meningkat seiring

dengan naiknya produk makanan olahan karena plastik

merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari industri

makanan (+);

Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Kondisi persaingan dalam industri plastik sangat ketat

terutama dengan negara-negara tetangga ASEAN. Kondisi

strategi, struktur dan persaingan pada industri plastik

berdasarkan hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi

terbatas diantaranya sebagai berikut:

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 55

1. Industri plastik dalam negeri saat ini sedang menghadapi

dilema, apabila gas tersebut diolah menjadi bahan baku

maka energi dalam negeri akan kekurangan dan sebaliknya

(-);

2. Biji plastik yang merupakan bahan baku utama industri

plastik masih impor, pemain utama industri plastik dalam

negeri adalah satu-satunya PT. Candra Asih (-);

3. Di Thailand, industri petrokiamia merupakan state company

sehingga sangat dilindungi (-);

4. Di Singapura, industri petrokimia sangat berkembang

karena pemerintah mengizinkan pulau-pulau yang ada

sebagai pusat refinery sehingga Singapura memanfaatkan

gas yang diekspor oleh Indonesia untuk diolah lebih lanjut

(-);

5. Sementara Di vietnam, keunggulan Vietnam adalah

bagaimana pemerintah menarik investor, pemerintah

Vietnam banyak memberikan keringanan pajak sehingga

invesasi masuk (-).

Kebijakan Pemerintah

Berikut merupakan beberapa kebijakan pemerintah yang

memberikan dampak signifikan dalam mempengaruhi daya

saing produk plastik Indonesia antara lain:

1. Insentif yang diberikan pemerintah adalah pemberian

program restrukturisasi dalam hal investasi, untuk

mendapatkan tax holiday diperlukan waktu lebih dari 1

tahun dan belum jelas (-);

2. Perlu ada pendekatan terkait standar technical barrier,

misalnya walaupun Indonesia sudah memiliki FTA bilateral

dengan Jepang namun produk ekspor Indonesia masih

susah untuk masuk ke pasar Jepang (-);

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 56

3. Hendaknya pemerintah dapat fokus pada produk dimana

Indonesia telah memiliki keunggulkan komparatif

setidaknya dalam hal bahan baku (-)

Kesempatan

1. Depresiasi IDR terhadap US Dollar dirasa merugikan

karena hampir sebagian besar bahan baku masih

didominasi dan bergantung pada bahan baku impor (-)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 57

Gambar 4.13. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Plastik

Sumber: Hasil Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 58

4.5. Posisi dan Daya Saing Produk Logam Indonesia dan Negara

ASEAN Lainnya

4.5.1. Daya Saing Komparatif Produk Logam

Ekspor Indonesia ke pasar produk logam utama dunia,

yaitu Amerika Serikat, Jerman dan RRT masih kalah bersaing

dibandingkan negara ASEAN lainnya, terutama Thailand,

Vietnam dan Malaysia. Di samping ketiga negara tersebut,

Kamboja memiliki performa ekspor produk logam yang cukup

baik. Impor AS dan RRT selama 5 tahun terakhir dari

Kamboja menunjukkan peningkatan yang signifikan sebesar

129.4 persen dan 88.5 persen meskipun nilai impornya masih

relatif sangat kecil (Tabel 4.9).

Tabel 4.9. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk

Logam Dunia

Sumber: Trademap, 2015

Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014

(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking

Nilai Impor dari Pemasok

2014 (US$ Miliar)

Trend Impor dari Pemasok

2010-2014 (%)

Pertumb. Impor dari

Pemasok 2014/2013 (%)

China 1 15.62 8.28 14.16

Canada 2 9.58 1.28 9.70

Mexico 3 7.04 8.29 16.53

Thailand 20 0.74 8.98 -3.20

Viet Nam 23 0.49 19.78 -16.79

Malaysia 32 0.25 10.25 -1.82

Indonesia 36 0.20 0.69 16.92

Philippines 42 0.13 25.56 -8.11

Singapore 54 0.06 11.83 4.06

Cambodia 72 0.01 129.39 147.14

Lao People's Democratic Republic 73 0.01 316.78 33.75

Brunei Darussalam 120 0.00 n/a n/a

Italy 1 6.02 2.04 1.49

Netherlands 2 5.22 7.03 40.85

France 3 4.90 -0.67 2.91

Viet Nam 32 0.12 6.30 -1.32

Thailand 34 0.10 13.83 10.73

Malaysia 38 0.07 -12.01 -16.83

Indonesia 45 0.03 -33.45 -59.62

Philippines 55 0.02 -31.99 10.71

Singapore 62 0.01 -2.86 -3.47

Cambodia 84 0.00 -65.94 -34.41

Brunei Darussalam 127 0.00 n/a -81.82

Myanmar 136 0.00 n/a -50.00

Lao People's Democratic Republic 151 0.00 n/a n/a

Japan 1 9.03 -7.69 -0.16

Korea, Republic of 2 5.85 0.35 5.79

Germany 3 3.53 9.76 20.13

Singapore 11 0.63 30.02 173.15

Myanmar 17 0.29 n/a 2190.67

Malaysia 23 0.20 -4.50 -10.57

Thailand 24 0.18 4.29 0.24

Viet Nam 34 0.08 -10.45 3.66

Indonesia 43 0.05 4.30 74.68

Philippines 58 0.01 -13.99 -7.81

Lao People's Democratic Republic 67 0.00 n/a 36.22

Cambodia 99.00 0.00 88.52 157.14

Brunei Darussalam 113.00 0.00 n/a n/a

USA 80.82

Germany 52.25

China 34.04

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 59

Kinerja ekspor produk logam Indonesia relatif lebih baik

di pasar tujuan ekspor Amerika Serikat (USA) dibandingkan

dengan Jerman dan Cina. Indonesia perlu mencermati kinerja

ekspor produk logam di pasar Jerman karena trendnya

menunjukkan penurunan sebesar 33.45 persen selama

periode 2010-2014.

Gambar 4.14. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk

Logam ASEAN Lainnya di Pasar Dunia

Sumber: Hasil Analisis

Gambar 4.13. juga menunjukkan bahwa, posisi

Indonesia di pasar produk logam dunia berada pada kuadran

II dimana nilai ekspor relatif tinggi dan diatas rata-rata,

sedangkan pertumbuhan ekspor masih dibawah rata-rata dari

seluruh negara ASEAN. Tidak ada negara-negara ASEAN

yang berada di kuadran I, artinya baik nilai ekspor maupun

pertumbuhan ekspor produk logam tidak ada yang tinggi.

Pe

rtu

mb

uh

an

Nil

ai E

ksp

or

Pro

du

kLo

gam

Ne

gara

ASE

AN

Tah

un

20

12

-20

13

(P

ers

en

)

Nilai Ekspor Komoditi Produk Logam Negara-Negara ASEAN (USD Ribu)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 60

Akan tetapi, produk logam Singapura, Malaysia, dan Thailand

menjadi pesaing utama Indonesia di pasar.

Pada Gambar 4.14 (kuadran I dan II), ditunjukkan bahwa

10 negara tujuan ekspor utama produk logam Indonesia

adalah Singapura, Jepang, Amerika Serikat, Australia,

Malaysia, Thailand, Uruguay, Kongo, Belanda, dan UEA. Di

pasar utama tersebut Indonesia harus bersaing dengan

eksportir dari negara ASEAN seperti yang ditunjukkan oleh

nilai RCA (daya saing comparative) pada Tabel 4.10.

Gambar 4.15. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Logam

Indonesia

Sumber: Hasil Analisis

Tabel 4.10 menunjukkan nilai RCA produk logam dari

Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5

negara pesaing utama dari ASEAN. Produk logam Indonesia

dapat mengungguli produk yang sejenis dari negara ASEAN

lainnya, dimana daya saing produk ini dapat jauh lebih tinggi

di pasar tujuan ekspor Indonesia. Adapun pasar tujuan ekspor

Pe

rtu

mb

uh

an

Nila

i Ek

spo

r P

rod

uk

Loga

m

Tah

un

20

12

-20

13

(P

ers

en

)

Nilai Ekspor Produk Logam Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 61

dimana produk logam Indonesia lebih berdaya saing

dibandingkan dengan negara ASEAN adalah Australia,

Kongo, Belanda, dan Uruguai. Akan tetapi, di pasar Jepang

produk logam Indonesia kurang berdaya saing jika

dibandingkan dengan Thailand. Sedangkan di pasar Malaysia,

Thailand, Amerika Serikat dan EU produk logam Indonesia

tidak memiliki daya saing.

Tabel 4.10. Nilai RCA Produk Logam Indonesia dan Negara ASEAN

Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama

Sumber: Hasil Analisis

4.5.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk

Logam

Kondisi Faktor

Kondisi faktor industri logam di Indonesia berdasarkan

hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan

berikut ini:

1. Impor bahan baku industri masih relatif tinggi, yaitu sekitar

76.05 persen terhadap nilai ekspor nasional. Padahal kalau

ditelusuri barang yang diimpor tersebut berasal dari bahan

alam yang banyak terdapat di Indonesia. Sampai sejauh

ini, kemandirian industri dalam negeri dengan pengolahan

Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura

Singapura 2.90 1.40 0.82 0.76 0.17 -

Jepang 1.78 0.43 2.17 0.83 1.24 0.58

Amerika Serikat 0.51 0.74 0.83 0.57 0.35 0.19

Australia 3.01 1.89 1.92 0.69 2.66 0.31

Malaysia 0.87 - 0.39 0.51 0.71 0.40

Thailand 0.77 0.59 - 0.92 0.27 0.25

Uruguai 5.86 0.43 0.19 0.01 - 0.58

Kongo 3.49 0.01 0.04 0.21 - 1.47

Belanda 1.57 0.43 0.43 0.76 0.02 0.46

UEA 0.71 0.65 0.52 0.12 0.05 0.37

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 62

bahan mentah sampai menjadi bahan jadi di negeri sendiri

masih jauh dari harapan. Bahkan pada sektor industri

logam Aluminium (AL), Ferro Nikel (Fe-Ni) dan Tembaga

(Cu) yang notabene sebagian besar masih merupakan

industri asing sehingga seluruh produknya diperuntukkan

bagi negara asing tersebut.

2. Industri logam seperti baja sudah mulai menyesuaikan diri

dengan kondisi keterbatasan bahan baku. Di antaranya

mengganti bahan baku serap dengan bahan baku yang

sudah diolah terlebih dahulu.

3. Bahan baku tidak diproduksi di dalam negeri, sehingga

industri baja Indonesia mengalami kesulitan untuk

berkembang.

Industri Terkait dan Penunjang

Peran industri pendukung dan industri terkait dengan

industri logam Indonesia merupakan salah satu faktor penting

dalam menunjang daya saing logam. Industri yang terkait

dengan industri logam berdasarkan hasil studi literatur dan

diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Industri logam merupakan salah satu industri dasar yang

menunjang produksi barang modal yang menopang

industri lainnya. Dengan logam sebagai bahan baku

utama, industri ini diakui memiliki peran terhadap

pengembangan industri nasional.

2. Komponen utama dari peralatan atau mesin yang

digunakan dalam kegiatan industri disuplai oleh industri

logam.

Kondisi Permintaan

Permintaan produk logam terdiri dari permintaan

domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan

akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 63

maupun luar negeri, permintaan terhadap produk logam

sangat tinggi untuk keperluan seharai. Kondisi permintaan

produk industri logam berdasarkan hasil studi literatur dan

diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Permintaan produk logam pada 2013, yakni Besi dan Baja

mencapai 6.93 persen atau meningkat dibandingkan tahun

2012 sebesar 5.86 persen. Salah satu hal yang

menyebabkan peningkatan pertumbuhan tersebut adalah

adanya realisasi beberapa proyek pada industri material

dasar logam, antara lain PT Krakatau Posco, PT Delta

Prima Steel, PT Indobaja Dayatama dan PT Molten

Aluminium Indonesia.

2. Permintaan logam seperti besi dan baja diproyeksi akan

naik sesuai dengan dimulainya berbagai proyek

pembangunan oleh pemerintah. Begitu pula dengan proyek

pembangunan properti dan infrastruktur dari kalangan

swasta dinilai masih akan menunjukkan pertumbuhan

permintaan produk logam. China, Jerman, dan Jepang

merupakan pemasok utama Produk Logam dunia dengan

pangsa masing-masing 15,5%, 8,8%, dan 6,5% terhadap

total ekspor Produk Logam dunia 2013.

3. Sementara itu, permintaan dunia akan produk logam

meningkat rata-rata 7,8% per tahun selama 2009-2013 dan

mencapai USD 717,6 miliar di tahun 2013.

4. Meskipun Indonesia masih kecil dalam memenuhi

kebutuhan dunia dengan pangsa 0,4% (USD 2,9 miliar),

namun ekspor Produk Logam Indonesia naik cukup

signifikan 8,7% per tahun selama 5 tahun terakhir. Negara

utama tujuan ekspornya adalah Australia dengan pangsa

19,1%, Singapura (14,3%), dan Malaysia (9,4%).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 64

Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Kondisi persaingan dalam industri logam sangat ketat

terutama perusahaan di luar negeri. Kondisi strategi, struktur

dan persaingan pada industri logam berdasarkan hasil studi

literatur dan diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Dari berbagai aspek yang mendukung masuknya barang

logam Cina ke Indonesia, yang paling berpengaruh adalah

Cost (Harga). Dengan harga murah yang ditawarkan,

peralatan canggih yang mampu memproduksi ribuan

barang dalam sekali produksi, membuat Cina mampu

menguasai industri logam Indonesia.

2. Produksi baja dalam setahun 8 juta ton/ tahun, sedangkan

China memproduksi 850 juta ton per tahun. Oleh karena

itu, industri baja nasional sangat terancam dan bersaing

ketat dengan China. 1% produksi China sama dengan

produksi baja Indonesia setahun.

Kebijakan Pemerintah

1. Investiasi di sektor industri logam saat ini belum banyak

padahal sangat dibutuhkan untuk pengembangan industri.

Di antaranya untuk produk seperti pelat besi, pig iron,

green pipe, slab stainless steel, billet stainless steel, atau

batang stainless steel.

2. Kebijakan pemerintah untuk menumbuhkan industri

pengkayaan mineral (Mineral Enrichment Industry)

sehingga dapat diproses dengan mudah untuk menyuplai

industri hilirnya. Hal ini menandakan sangat diperlukannya

upaya untuk meningkatkan kepercayaan pada kemampuan

dalam negeri dalam mengolah sumber daya alam

Indonesia sedemikian rupa sehingga ketergantungan pada

impor bisa dikurangi.

3. Adanya kebijakan pembatasan impor bahan baku besi

bekas (scrap) karena isu lingkungan membuat

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 65

pertumbuhan sektor industri logam di tahun 2013 ini turun

di kisaran 4-5 persen.

4. Pemberlakuan tarif bea masuk produk-produk impor

melalui skema kerjasama internasional relatif rendah,

sedangkan non-tariff measure untuk produk logam perlu

dikembangkan secara optimal. Hal ini dilakukan untuk

menekan penggunaan jumlah produk impor dan

mendorong tumbuhnya industri dalam negeri

5. Pemerintah melalui Program Peningkatan Penggunaan

Produk Dalam Negeri (P3DN) diharapkan dapat

memberikan dukungan agar mampu menjadi pemicu

penggunaan produk logam dalam negeri, terutama proyek

yang dibiayai oleh APBN.

6. Teknologi dan kapasitas belum memadai untuk

pembangunan industri pengolahan logam yang besar

7. Biaya energi di Indonesia cukup mahal.

8. Inefisiensi biaya produksi

9. Kesulitan dalam membuang limbah karena diperlukan

perijinan yang sangat panjang dan rumit untuk membuang

limbah (manajemen pembuangan limbah).

10. Kesulitan memperoleh bahan baku berupa scrap yang

merupakan bahan baku daur ulang industri karena

KemenhutLH dimasukkan ke dalam kategori limbah B3.

11. Terkait SNI wajib, saat ini Indonesia sangat mudah dalam

mengimpor baja.

Kesempatan

1. Ketergantungan yang tinggi terhadap bahan baku impor (-)

2. Semakin meningkatnya realisasi proyek-proyek pemerintah

dan swasta yang membutuhkan bahan baku dari produk

logam. (+)

3. Ekspansi industri menuju logam modern dan efisien (+)

4. Kebijakan ekspor mineral logam berjalan efektif (+)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 66

5. Perijinan harus trasparan dan cepat selain ijin ekspor juga

ijin pengelolaan limbah. Selain itu, hendaknya scrap tidak

lagi dikategorikan dalam limbah B3. (+)

6. Penyediaan tenaga listrik dan teknologi yang lebih maju

untuk dapat menarik investasi asing dalam menanamkan

modal di industri pengolahan logam nasional. (+)

7. Perbaikan manajemen industri kecil agar tetap bertahan

(+)

Strategi pengembangan ekspor produk logam

1. Perluas fokus pasar: Australia, Singapura, Malaysia, dan

Jepang. Semantara itu, ada sar potensial: Korea dan

Meksiko

2. Pengembangan industri logam nasional menuju industri

logam modern dan efisien dengan memanfaatkan sumber

daya lokal.

3. R&D bagi pengembangan produk baru untuk diversifikasi

produk

4. Memberikan insentif fiskal kepada perusahaan yang

melakukan ekspor

5. Meningkatkan peran market intelligence Perwakilan

Perdagangan (Atdag) dan ITPC dalam identifikasi peluang

pasar, informasi kebutuhan produk, hambatan

perdagangan, jaringan distribusi dan logistik di negara

tujuan ekspor

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 67

Gambar 4.16. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Logam

Sumber: Hasil Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 68

4.6. Posisi dan Daya Saing Produk Mesin Indonesia dan Negara

ASEAN Lainnya

4.6.1. Daya Saing Komparatif Produk Alas Mesin

Tiga pasar mesin-mesin utama dunia mulai dari yang

terbesar berturut-turut adalah Amerika Serikat, RRT, dan

Jerman (Tabel 4.11). Di pasar Amerika dan Jerman, Posisi

pertama dikuasai China. Indonesia berada diranking 36 untuk

pasar Amerika dan ranking 51 di pasar Jerman. Sementara di

pasar China, posisi pertama dikuasai Jepang, sedangkan

Indonesia di ranking 31.

Tabel 4.11. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Mesin-Mesin

Dunia

Sumber: Trademap, 2015

Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014

(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking

Nilai Impor dari Pemasok

2014 (US$ Miliar)

Trend Impor dari Pemasok

2010-2014 (%)

Pertumb. Impor dari

Pemasok 2014/2013 (%)

China 1 51.20 10.39 10.90

Mexico 2 41.35 9.78 9.24

Japan 3 33.69 7.73 2.11

Thailand 17 2.07 13.47 26.18

Singapore 19 1.63 9.08 15.94

Malaysia 23 1.20 5.92 11.50

Philippines 27 1.08 4.41 11.85

Viet Nam 30 0.76 32.75 24.69

Indonesia 36 0.44 7.64 18.35

Cambodia 115 0.00 68.71 121.71

Brunei Darussalam 133 0.00 40.98 7.69

Lao People's Democratic Republic 192 0.00 n/a n/a

Japan 1 31.48 -9.66 3.57

Germany 2 29.56 1.98 9.06

United States of America 3 18.17 5.84 6.53

Singapore 9 2.89 5.48 11.99

Thailand 14 1.73 4.73 17.36

Malaysia 16 1.58 12.29 15.31

Viet Nam 21 0.91 17.41 21.76

Philippines 25 0.79 3.37 5.27

Indonesia 31 0.34 -0.05 -11.55

Cambodia 50 0.02 596.74 38.70

Lao People's Democratic Republic 86 0.00 72.41 -50.19

Myanmar 87 0.00 -6.63 -43.13

Brunei Darussalam 131 0.00 n/a n/a

China 1 10.71 6.01 -3.89

Austria 2 10.46 3.81 5.55

France 3 10.37 3.28 3.15

Thailand 29 0.61 5.00 -4.62

Malaysia 30 0.51 -1.55 -22.50

Singapore 31 0.49 4.37 -1.62

Viet Nam 42 0.17 26.46 34.93

Philippines 43 0.14 6.70 -34.00

Indonesia 51 0.08 -11.84 -24.86

Lao People's Democratic Republic 81 0.002 n/a -21.99

Myanmar 94 0.001 n/a 2239.29

Brunei Darussalam 106 0.000 -9.21 -41.67

Cambodia 111 0.000 n/a 59.40

USA 263.56

China 155.53

Germany 132.69

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 69

Jika dibandingkan dengan dengan eksportir mesin dari

negara ASEAN lainnya, Indonesia kalah bersaing dengan

Thailand, Singapura, Vietnam, dan Malaysia. Bahkan

Thailand menjadi yang paling unggul diantara negara ASEAN

sebagai pemasok mesin-mesin di ketiga importir mesin-mesin

dunia (Tabel 4.11).

Gambar 4.17. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk

Mesin ASEAN lainnya di Pasar Dunia Sumber: Hasil Analisis

Gambar 4.16 juga menunjukkan bahwa, posisi Indonesia

di pasar produk mesin dunia berada pada kuadran III dimana

nilai ekspor dan pertumbuhan ekspor masih dibawah rata-rata

dari seluruh negara ASEAN. Pesaing utama Indonesia dari

negara ASEAN untuk produk mesin di pasar dunia

berdasarkan Gambar 13 adalah Malaysia, Thailand, dan

Singapura (nilai ekspor tinggi di kuadran II). Negara-negara

ASEAN tersebut juga menjadi pesaing Indonesia di pasar

utama tujuan ekspor Indonesia untuk produk mesin.

Nilai Ekspor Mesin-Mesin 10 Negara Asean ke Dunia (USD Ribu)

Pert

umbu

han

Nila

i Eks

por M

esin

-Mes

inTa

hun

2012

-201

3 (P

erse

n)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 70

Pasar utama ekspor produk mesin Indonesia belum

menyasar ke negara importir utama dunia (Tabel 4.11). Pada

Gambar 4.17 (kuadran I dan II), ditunjukkan bahwa 10 negara

tujuan ekspor utama produk mesin Indonesia adalah Australia,

Brazil, Jepang, Malaysia, Belanda, Oman, Peru, Philipina,

Saudi Arabia dan Singapura. Di pasar utama tersebut

Indonesia harus bersaing dengan ekportir dari Negara ASEAN

seperti yang ditunjukkan oleh nilai RCA (daya saing

comparative) pada Tabel 4.12.

Gambar 4.18. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Mesin

Indonesia

Sumber: Hasil Analisis

Tabel 4.12. menunjukkan nilai RCA produk mesin dari

Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5

negara pesaing utama dari ASEAN. Di 10 negara tujuan

utama, hanya di pasar Peru produk mesin Indonesia memiliki

daya saing dengan nilai RCA 1. Di 9 negara tujuan lainnya,

nilai RCA dibawah satu atau tidak berdaya saing. Sedangkan

di pasar negara tujuan ekspor lainnya daya saing Indonesia

Nilai Ekspor Komoditi Mesin Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)

Pe

rtu

mb

uh

an

Nila

i Ek

spo

r P

rod

uk

Me

sin

-me

sin

Tah

un

20

12

-20

13

(P

ers

en

)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 71

masih kalah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Sebagai contoh, di pasar Jepang maka pesaing Indonesia

yang lebih berdaya saing daripada Indonesia adalah Thailand,

Philipina, Vietnam dan Singapura.

Tabel 4.12. Nilai RCA Produk Mesin Indonesia dan Negara ASEAN

Pesaing di 10 negara tujuan utama

Sumber: Hasil Analisis

4.6.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Mesin

Kondisi Faktor

Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumberdaya

input, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya manusia,

sumberdaya modal, sumberdaya IPTEK dan sumberdaya

infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah sesuai dengan

kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input, semakin besar

pula peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya

saing.

Kondisi faktor industri mesin di Indonesia berdasarkan

hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan

berikut ini:

1. Bahan baku mesin sebagian besar berasal dari impor

(65%) sedangkan lokal (35%) (-)

2. Bahan baku dikenakan Bea Masuk sebesar 0%-10%

Indonesia Thailand Malaysia Philiphina Vietnam Singapore

Australia 0.58 0.78 0.33 0.94 0.12 0.58

Brazil 0.30 1.50 0.34 0.45 0.36 0.79

Japan 0.35 2.10 0.44 1.06 1.04 4.44

Malaysia 0.45 1.17 0.80 0.16 0.27

Netherlands 0.17 1.11 0.33 2.45 0.22 1.57

Oman 0.20 0.91 2.86 0.33 0.83 3.39

Peru 1.00 0.45 0.39 0.06 0.13 0.79

Philippines 0.65 1.27 0.99 1.44 1.32

Saudi Arabia 0.18 0.87 0.73 0.10 1.68 1.43

Singapore 0.57 0.78 0.58 0.81 0.79 0.40

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 72

3. Tenaga kerja kurang berkualitas.

4. Kurangnya SDM dalam jasa Service Mesin yang telah

dibuat.

Industri Terkait dan Penunjang

Peran industri pendukung dan industri terkait dengan

industri mesin Indonesia merupakan salah satu faktor penting

dalam menunjang daya saing mesin. Industri yang terkait

dengan industri mesin berdasarkan hasil studi literatur dan

diskusi terbatas diantaranya Industri terkait dalam mesin yang

paling utama adalah industri besi dan baja sebagai komponen

utama. Saat ini Produksi besi dan baja Indonesia belum dapat

memenuhi kebutuhan nasional. Setidakanya setiap tahun

Indonesia masih mengipor 2 Juta Ton Baja. (-)

Kondisi Permintaan

Permintaan produk mesin terdiri dari permintaan

domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan

akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri

maupun luar negeri, permintaan terhadap produk mesin

sangat tinggi untuk keperluan seharai. Kondisi permintaan

produk industri mesin berdasarkan hasil studi literatur dan

diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Permintaan produk mesin di dalam negeri tinggi

(senbagian besar masih impor). Pasar mesin perkakas di

Tanah Air mencapai Rp 856 miliar pada 2012

dibandingkan tahun sebelumnya Rp 800 miliar (+)

2. Konsumen lokal dalam memilih produk produk mesin,

mengutamakan faktor harga, sehingga cenderung memilih

produk impor yang murah (dari China)

3. Permintaan produk mesin di pasar internasional semakin

berkembang seiring dengan terjadinya pertumbuhan

ekonomi. Impor dunia terhadap mesin mencapai USD 1,8

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 73

triliun (2013), tumbuh rata-rata 9,4% per tahun: pasar

utama: AS (13,1%), China (8,0%), dan Jerman (7,0%) (+)

Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Kondisi persaingan dalam industri mesin sangat ketat

terutama perusahaan di luar negeri. Perusahaan luar negeri

masuk sebagai pesaing industri mesin nasional, karena

Indonesia menganut sistem perdagangan bebas, terutama

dengan negara-negara ASEAN China. Sehingga produk

mesin nasional akan bersaing dengan produk negara lain baik

di pasar dalam negeri maupun di pasar internasional. Kondisi

strategi, struktur dan persaingan pada industri mesin

berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas

diantaranya sebagai berikut:

1. Perusahaan mesin terus tumbuh. Jumlah Perusahaan

sedang dan besar Industri mesin dan perlengkapan pada

tahun 2009 mencapai 285 dan meningkat pada tahun 2013

menjadi 312 perusahaan..

2. Di pasar internasional, industri mesin nasional menghadapi

pesaing produsen mesin murah seperti China (-)

Kebijakan Pemerintah

1. Alokasi dana research and development (R&D) yang

hanya mencapai 0,1% (-)

2. Tidak ada upaya Pemerintah untuk melindungi perusahaan

dalam negeri dari pesaing-pesaing luar (-)

3. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong

realisasi penurunan bea masuk (BM) komponen kapal

menjadi nol persen. Pasalnya, saat ini pelaku industri

galangan kapal dalam negeri dikenakan PPN (pajak

pertambahan nilai) sebesar 10 persen dan BM untuk

komponen produksi kapal sebesar 5-10 persen. Dengan

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 74

begitu, industri galangan kapal lebih berdaya saing dan

meningkatkan produksi serta pasokan kapal dari industri

dalam negeri.

Kesempatan

1. Ketidakstabilan politik dan ekonomi, menganggu kestabilan

nilai tukar yang selanjutnya berdampak pada fluktuasi

biaya produksi. (-)

2. Permintaan produk mesin dalam negeri maupun luar

negeri selalu tinggi (+)

3. Program pemerintah tentang pengembangan industri

mesin kapal. (+)

Gambar 4.19. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Mesin

Sumber: Hasil Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 75

4.7. Posisi dan Daya Saing Produk Kayu Indonesia dan Negara

ASEAN Lainnya

4.7.1. Daya Saing Komparatif Produk Kayu

Tiga pasar kayu utama dunia mulai dari yang terbesar

berturut-turut adalah Amerika Serikat, Jerman dan Perancis

(Tabel 4.13). Di pasar Amerika posisi pertama dikuasai China,

sementara di pasar Perancis dikuasai oleh Polandia.

Indonesia berada diranking 5 untuk pasar Amerika dan

ranking 25 di pasar Jerman. Sementara di pasar Perancis,

posisi pertama dikuasai Jerman, sedangkan Indonesia di

ranking 22. Diduga produk kayu yang masuk ke Jerman di re-

ekspor ke Negara Perancis. Jika dibandingkan dengan

dengan eksportir kayu dari negara ASEAN lainnya, Indonesia

kalah bersaing dengan Vietnam. Di pasar Perancis, Vietnam

jauh lebih unggul (rangking 17). Bahkan di tahun 2013-2014,

ekspor Indonesia ke Perancis turun hingga 10% sementara

Vietnam justru meningkat 6.3%.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 76

Tabel 4.13. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Kayu Dunia

Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu, BPPKP)

Gambar 4.19. juga menunjukkan bahwa, posisi

Indonesia di pasar produk kayu dunia berada pada kuadran II

dimana nilai ekspor masih diatas rata-rata dari seluruh negara

pesaing ASEAN, sedangkan pertumbuhan ekspor dibawah

rata-rata dari seluruh Negara pesaing ASEAN. Pesaing utama

Indonesia dari negara ASEAN untuk produk kayu di pasar

dunia berdasarkan Gambar 4.1 adalah Malaysia, Thailand,

Philipina dan Vietnam (nilai ekspor tinggi di kuadran II).

Negara-negara ASEAN tersebut juga menjadi pesaing

Indonesia di pasar utama tujuan ekspor Indonesia (Gambar

4.2.) untuk produk kayu.

Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014

(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking

Nilai Impor dari Pemasok

2014 (US$ Miliar)

Trend Impor dari Pemasok

2010-2014 (%)

Pertumb. Impor dari Pemasok

2014/2013 (%)

China 1 25.02 5.51 6.42

Canada 2 13.73 1.12 1.43

Mexico 3 8.64 11.90 10.85

Viet Nam 4 3.76 14.54 18.94

Indonesia 5 1.54 7.79 11.54

Malaysia 9 0.99 -1.08 -0.96

Thailand 19 0.33 -3.73 8.71

Philippines 28 0.16 2.94 3.63

Cambodia 43 0.04 265.75 59.75

Singapore 44 0.03 9.82 38.04

Myanmar 85 0.00 n/a 6.89

Lao People's Democratic Republic 115 0.00 1.97 -30.53

Brunei Darussalam 186 0.00 n/a n/a

Poland 1 5.35 7.74 12.51

Austria 2 2.61 1.75 4.89

China 3 2.61 -0.25 1.57

Viet Nam 24 0.21 -2.77 0.67

Indonesia 25 0.17 -9.45 2.31

Malaysia 37 0.07 -7.77 2.91

Thailand 43 0.05 0.33 -13.83

Philippines 53 0.01 -1.85 21.91

Singapore 55 0.01 -12.15 -20.65

Myanmar 69 0.00 38.60 38.78

Cambodia 102 0.00 7.86 130.77

Brunei Darussalam 106 0.00 n/a -83.87

Lao People's Democratic Republic 108 0.00 n/a -47.06

Germany 1 4.17 -2.25 5.68

Italy 2 2.65 -2.43 1.78

Belgium 3 1.95 1.55 45.25

Viet Nam 17 0.15 -1.92 6.30

Indonesia 22 0.12 -10.60 -10.75

Malaysia 28 0.06 -6.41 -5.05

Thailand 36 0.03 -3.65 -26.62

Philippines 49 0.01 -2.40 -11.58

Singapore 52 0.01 -6.64 18.04

Cambodia 104 0.00 -33.15 -33.66

Lao People's Democratic Republic 118 0.00 4.35 320.00

Myanmar 125 0.00 -8.45 -85.71

Brunei Darussalam 178 0.00 n/a n/a

USA 67.38

Germany 33.53

France 19.25

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 77

Gambar 4.20. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Kayu

ASEAN lainnya di Pasar Dunia

Sumber: Hasil Analisis

Pasar utama ekspor produk kayu Indonesia belum

menyasar ke negara importir utama dunia (Tabel 4.13). Pada

Gambar 4.20 (kuadran I dan II), ditunjukkan bahwa 10 negara

tujuan ekspor utama produk kayu Indonesia adalah China,

India, Vietnam, Jepang, Malaysia, Philipina, Saudi Arabia,

Singapura, Taipei dan Uni Emirat Arab. Di pasar utama

tersebut Indonesia harus bersaing dengan ekportir dari

Negara ASEAN seperti yang ditunjukkan oleh nilai RCA (daya

saing comparative) pada Tabel 4.14.

Nilai Ekspor Produk Kayu 10 Negara Asean ke Dunia (USD Ribu)

Pert

um

bu

han

Nila

i Eks

po

r Pr

od

uk

Kay

uTa

hu

n 2

012-

2013

(Pe

rsen

)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 78

Gambar 4.21. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Kayu

Indonesia

Sumber: Hasil Analisis

Tabel 4.14 menunjukkan nilai RCA produk kayu dari

Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5

negara pesaing utama dari ASEAN. Di 10 negara tujuan

utama, Indonesia memiliki daya saing dengan nilai RCA

antara 1.16 (di pasar India) hingga 6.38 (di pasar China). Di

pasar China, Vietnam, Saudi Arabia, dan pasar Singapura

daya saing Indonesia kalah jika dibandingkan dengan daya

saing Malaysia. Di pasar India, daya saing Indonesia kalah

dengan Thailand. Sementara di Uni Emirat Arab daya saing

Indonesia jauh dibawah daya saing Vietnam.

Nilai Ekspor Produk Kayu Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)

Pe

rtu

mb

uh

an

Nila

i E

ksp

or

Pro

du

k K

ayu

Ta

hu

n 2

01

2-2

01

3 (

Pe

rse

n)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 79

Tabel 4.14. Nilai RCA Produk Kayu Indonesia dan Negara ASEAN

Pesaing di 10 negara tujuan utama

Sumber: Hasil Analisis

4.7.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk

Kayu

Kondisi Faktor

Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumber daya

input, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber

daya modal, sumber daya IPTEK dan sumber daya

infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah sesuai dengan

kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input, semakin besar

pula peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya

saing.

Kondisi faktor industri kayu di Indonesia berdasarkan

hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan

berikut ini:

1. Indonesia memiliki cadangan hutan alami terbesar di Asia

dan ketiga terbesar di dunia, dengan luas sekitar lebih dari

100 juta hektar. (+)

Indonesia Thailand Malaysia Philiphina Vietnam Singapore

China 6.38 1.28 6.62 - - 0.18

India 1.16 2.04 0.92 0.01 0.05 0.51

Viet Nam 3.35 0.90 32.23 0.79 0.12 0.21

Japan 2.84 1.33 2.78 - 0.01 0.36

Malaysia 2.01 0.48 - 0.01 0.65

Philippines 6.36 1.27 0.52 0.03 0.41

Saudi Arabia 1.03 0.51 1.68 0.01 0.02 0.16

Singapore 4.05 2.12 17.41 0.01 0.06 0.37

Taipei, Chinese 1.41 0.48 0.64 0.14 0.06

United Arab Emirates 1.50 0.27 0.10 1.51 5.55 0.05

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 80

2. Industri kayu masih kekurangan bahan baku kayu (BBK)

dengan kualitas A. (-)

3. Rasio antara bahan baku lokal dan impor: industri kayu

lapis (95% lokal dan 5% impor), industri kertas (70% lokal

dan 30% impor), dan industri furnitur (95% lokal dan 5%

impor).

4. Kualitas kayu Indonesia lebih baik dibandingkan kayu

China seperti Eboni, Jati, Mahoni, Merbau, Ulin dan lain-

lain. (+)

5. Teknologi produk kayu yang digunakan masih rendah

tingkat efisiensi dan efektivitasnya.

6. Inovasi dan design SDM untuk produk kayu masih rendah.

7. Infrastruktur yang masih sulit menjadikan harga bahan

baku kayu menjadi terlalu tinggi.

Industri Terkait dan Penunjang

Peran industri pendukung dan industri terkait dengan

industri kayu Indonesia merupakan salah satu faktor penting

dalam menunjang daya saing produk kayu. Industri yang

terkait dengan industri kayu berdasarkan hasil studi literatur

dan diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Ketersediaan bahan baku kayu (BBK) untuk jenis tertentu

dengan kualitas A seperti kayu jati semakin sulit untuk

didapatkan oleh industri. Kelangkaan BBK tersebut

menyebabkan harga semakin meningkat, yang artinya

biaya produksi industri kayu juga akan meningkat. (-)

2. Industri hilir kayu terus berkembang antara lain furniture,

pulp, kertas, kerajinan, plywood, moulding dan produk kayu

lainnya. (+)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 81

Kondisi Permintaan

Permintaan produk kayu terdiri dari permintaan domestik

dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan akan

menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri maupun luar

negeri, permintaan terhadap produk kayu sangat tinggi untuk

keperluan industri. Kondisi permintaan produk industri kayu

berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas

diantaranya sebagai berikut:

1. Sebagian besar produk kayu Indonesia telah diekspor ke

berbagai negara dan kawasan. (+)

2. Produk industri kayu lapis hampir 90% ekspor ditujukan ke

pasar Jepang, industri kertas ditujukan untuk pasar AS,

Asia dan Timur Tengah, serta industry furnitur telah

menembus pasar AS, EU, dan Asia Timur. (+)

3. Sementara itu, untuk permintaan domestik untuk produk

kayu dengan kualitas baik menurun karena harganya yang

meningkat. (-)

Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Kondisi strategi, struktur dan persaingan pada industri

karet berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas

diantaranya sebagai berikut:

1. Perusahaan produk kayu Indonesia cukup terdiferensiasi

berdasarkan produk kayu yang semakin berkembang. (+)

2. Pemasaran produk kayu Indonesia telah berhasil mencapai

Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Korea dan kawasan

Timur Tengah. Indonesia memiliki pesaing di produk kayu

yaitu China, Brasil dan negara ASEAN. Indonesia masih

memiliki daya saing pada kualitas bahan baku dan design

produk kayu. (+)

3. Tarif bea masuk (BM) impor produk kayu di beberapa

negara tujuan ekspor potensial masih tinggi. (-)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 82

4. Terdapat beberapa tuduhan dumping terhadap produk

kayu Indonesia seperti kertas. (-)

Kebijakan Pemerintah

1. Pemerintah berperan dalam menjaga pasokan bahan baku

dengan melarang ekpor kayu log/gelondongan.

2. Pemerintah mengeluarkan peraturan untuk produk kayu

Indonesia yang berorientasi ekspor agar memiliki sertifikasi

Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK).

Kesempatan

1. Depresiasi Rupiah terhadap Dollar dalam jangka pendek

akan menyebabkan ekspor produk kayu meningkat karena

harga produk kayu Indonesia menjadi lebih murah, maka

untuk bertahan di jangka panjang maka daya saing, inovasi

dan efisiensi industri kayu harus ditingkatkan.

2. Penggunaan jenis bahan baku kayu yang belum

dimanfaatkan dan dikenal (lesser-known species) sebagai

solusi bahan baku kayu alternatif.

3. Penelitian dan pengembangan produk kayu sehingga

inovasi dan design akan lebih baik.

4. Produk kayu Indonesia telah memiliki sertifikat SVLK.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 83

Gambar 4.22. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kayu

Sumber: Hasil Analisis

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 84

4.8. Posisi dan Daya Saing Produk Karet Indonesia dan Negara

ASEAN Lainnya

4.8.1. Daya Saing Komparatif Produk Karet

Tiga pasar karet utama dunia mulai dari yang terbesar

berturut-turut adalah Amerika Serikat, Jerman dan China

(Tabel 4.15). Di pasar Amerika, posisi pertama dikuasai

China, di pasar Jerman didominasi oleh Perancis. Indonesia

berada diranking 10 untuk pasar Amerika dan ranking 25 di

pasar Jerman. Sementara di pasar China, posisi pertama

dikuasai Thailand, sedangkan Indonesia di ranking 7.

Tabel 4.15. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Karet Dunia

Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)

Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014

(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking

Nilai Impor dari Pemasok

2014 (US$ Miliar)

Trend Impor dari Pemasok

2010-2014 (%)

Pertumb. Impor dari

Pemasok 2014/2013 (%)

China 1 6.14 15.45 9.18

Canada 2 2.97 0.50 -3.32

Japan 3 2.28 -1.16 -3.46

Thailand 6 1.67 5.30 0.64

Malaysia 7 1.30 3.31 0.12

Indonesia 10 0.67 5.24 -3.93

Viet Nam 21 0.14 6.09 3.27

Philippines 22 0.14 19.16 83.91

Singapore 41 0.02 -8.63 100.71

Cambodia 91 0.00 67.05 -48.08

Lao People's Democratic Republic 124 0.00 n/a -100.00

Brunei Darussalam 143 0.00 n/a n/a

France 1 14.12 3.88 -0.12

Czech Republic 2 1.29 -2.17 -0.35

Poland 3 1.28 3.61 4.32

Malaysia 16 0.27 3.69 -26.41

Thailand 20 0.22 -1.71 -32.42

Indonesia 25 0.12 -6.53 -14.48

Viet Nam 36 0.03 29.15 41.87

Singapore 42 0.01 -8.58 -55.45

Philippines 45 0.01 -13.38 -0.93

Cambodia 67 0.00 169.69 -64.24

Myanmar 76 0.00 n/a n/a

Brunei Darussalam 85 0.00 n/a 175.00

Thailand 1 1.94 6.06 -20.86

Malaysia 2 1.33 -2.27 -20.51

Japan 3 1.12 -1.58 -2.26

Indonesia 7 0.28 17.07 -44.13

Viet Nam 9 0.19 3.04 154.24

Singapore 17 0.06 3.18 -5.38

Philippines 31 0.02 -19.99 -51.30

Myanmar 44 0.00 -13.19 129.10

Cambodia 46 0.00 342.05 -72.40

Lao People's Democratic Republic 108 0.00 n/a -100.00

Brunei Darussalam 120 0.00 n/a n/a

USA 25.04

Germany 52.19

China 8.41

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 85

Meskipun Indonesia termasuk penghasil karet

terbesar dunia, namun jika dibandingkan dengan eksportir

karet dari negara ASEAN lainnya, Indonesia kalah bersaing

dengan Thailand dan Malaysia (Tabel 4.15). Selama periode

2010-2014 ekspor Indonesia pertumbuhannya negative di

pasar Amerika dan Jerman. Di pasar China, pada periode

yang sama pertumbuhannya positif. Namun pada setahun

terakhir (periode 2013-2014), pertumbuhan ekspor Indonesia

di ketiga pasar utama negatif antara -4% (di pasar Amerika)

hingga -44% (di pasar China).

Gambar 4.23. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Karet

ASEAN lainnya di Pasar Dunia

Sumber: Hasil Analisis

Gambar 4.22. juga menunjukkan bahwa, posisi

Indonesia di pasar produk karet dunia berada pada kuadran II

dimana nilai ekspor masih diatas rata-rata dari seluruh negara

pesaing ASEAN, sedangkan pertumbuhan ekspor sedikit

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 86

dibawah rata-rata dari seluruh Negara pesaing ASEAN.

Pesaing utama Indonesia dari negara ASEAN untuk produk

karet di pasar dunia berdasarkan Gambar 4.22 adalah

Malaysia dan Thailand (nilai ekspor tinggi di kuadran II).

Negara-negara ASEAN tersebut juga menjadi pesaing

Indonesia di pasar utama tujuan ekspor Indonesia (Gambar

4.23) untuk produk karet. Ada kemungkinan karet yang di

ekspor ke Malaysia dan Thailand, hanya transit sementara,

atau diolah lebih lanjut, kemudian di re-ekspor oleh kedua

Negara tersebut ke pasar utama dunia.

Pasar utama ekspor produk karet Indonesia belum

menyasar ke negara importir utama dunia (Tabel 4.22). Pada

Gambar 4.23 (kuadran II dan II), ditunjukkan bahwa 10 negara

tujuan ekspor utama produk karet Indonesia adalah Amerika,

Jepang, China, Australia, Philipina, Malaysia, Jerman,

Singapura, India dan Meksiko. Di pasar utama tersebut

Indonesia harus bersaing dengan ekportir dari Negara ASEAN

seperti yang ditunjukkan oleh nilai RCA (daya saing

comparative) pada Tabel 4.16.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 87

Gambar 4.24. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Karet

Indonesia

Sumber: Hasil Analisis

Tabel 4.23 menunjukkan nilai RCA produk karet dari

Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5

negara pesaing utama dari ASEAN. Di 10 negara tujuan

utama, hanya di pasar Malaysia produk karet Indonesia yang

tidak memiliki daya saing dengan nilai RCA 0.56. Di 9 negara

tujuan lainnya, nilai RCA diatas satu atau berdaya saing.

Daya saing tertinggi terjadi di pasar karet Amerika. Di Pasar

karet China, Indonesia bersaing dengan Malaysia dan

Thailand. Daya saing karet Indonesia kalah dengan Thailand

kecuali di pasar Amerika, Jerman dan Meksiko. Secara umum

produk karet Indonesia lebih berdaya saing dibandingkan

dengan Malaysia, Vietnam, Philipina dan Singapura.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 88

Tabel 4.16. Nilai RCA Produk Karet Indonesia dan Negara ASEAN

Pesaing di 10 negara tujuan utama

Sumber: Hasil Analisis

4.8.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond Produk

Karet

Kondisi Faktor

Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumber daya

input, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber

daya modal, sumber daya IPTEK dan sumber daya

infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah sesuai dengan

kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input, semakin besar

pula peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya

saing.

Kondisi faktor industri karet di Indonesia berdasarkan

hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan

berikut ini:

1. Persaingan antara penggunaan karet alam dan karet

sintetis semakin meningkat ditunjukkan oleh semakin

menurunnya laju permintaan di negara asia pasifik

termasuk China. (-)

Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura

Amerika Serikat 11.48 6.09 7.11 0.64 0.39 0.12

Jepang 7.61 1.57 8.75 1.41 0.59 0.12

Cina 6.72 8.43 22.17 8.96 0.23 0.68

Australia 1.57 1.05 1.62 0.43 0.41 0.10

Philipina 3.53 1.95 5.07 1.10 - 0.62

Malaysia 0.56 - 5.54 5.20 1.76 0.12

Jerman 7.05 8.24 5.13 1.45 0.19 0.24

Singapura 2.40 0.86 3.84 0.82 0.67 -

India 3.98 0.97 9.07 12.50 1.65 0.46

Meksiko 5.36 2.76 2.22 0.60 0.25 0.06

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 89

2. Perkembangan teknologi karet remah saat ini sudah

sedemikian pesat dikarenakan tingginya permintaan pasar

terhadap karet remah untuk dijadikan bahan pembuatan

komponen teknik terutama ban kendaraan bermotor, dan

ditunjang dengan jaminan ketersediaan bahan bakunya

(bahan oleh karet). Pada tahun 1969 terdapat 65 pabrik,

kini terdapat sekitar 115 pabrik karet remah yang aktif

beroperasi di Indonesia. (+)

3. Faktor gangguan alam dan harga masih menjadi faktor

penentu utama dalam peningkatan produksi karet di

Indonesia. (-)

4. Lahan perkebunan karet Indonesia merupakan lahan

perkebunan karet terbesar di dunia dengan luas lahan

yang dimiliki pada tahun 2010 sekitar 3,44 juta hektar

((Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011). (+)

5. Kepemilikan perkebunan karet di Indonesia didominasi

oleh perkebunan karet rakyat yang hampir 85%

perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan

rakyat. (+)

6. Industri menyediakan lapangan pekerjaan bagi tenaga

kerja di Indonesia dimana tenaga kerja yang terserap oleh

industri ini tahun 1993 hingga 2008 lebih dari 20.000

tenaga kerja setiap tahunnya. (+)

7. Mutu karet yang dihasilkan oleh Indonesia masih dibawah

karet Thailand dan Malaysia walaupun dilihat kuantitas

produksinya tinggi. Karet yang dihasilkan dari segi mutu

masih belum bisa bersaing dengan produsen lain. Hal

tersebut diduga karena proses produksi karet Indonesia

kurang efektif, bahan baku yang digunakan tidak

memenuhi standar mutu, dan teknologi yang digunakan

belum maksimal (-)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 90

8. Pengusahaan karet rakyat sebagian besar masih

menggunakan alat tradisional dan belum menggunakan

teknologi modern sehingga hasil yang diperoleh kurang

maksimal. (-)

9. Karet alam yang dijual oleh rakyat kurang memenuhi

standard dan kotor yang tidak memenuhi ketentuan dalam

Peraturan Menteri Pertanian No. 38/2008 bahwa karet

yang dijual harus dalam keadaan bersih.

10. Sarana transportasi masih buruk dan menyebabkan biaya

yang besar bagi industri sehingga industri tersebut menjadi

kurang efektif seperti yang terjadi di daerah Kalimantan

dan Sumatera. (-)

11. Infrastruktur-infrastruktur tidak dibangun secara langsung.

Keadaan infrastruktur yang kurang memadai menyebabkan

proses pemasaran dan pengangkutan komoditi karet

kurang efektif. (-)

Industri Terkait dan Penunjang

Peran industri pendukung dan industri terkait dengan

industri karet Indonesia merupakan salah satu faktor penting

dalam menunjang daya saing karet. Industri yang terkait

dengan industri karet berdasarkan hasil studi literatur dan

diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Sebagian besar bahan baku karet untuk produksi karet

diperoleh dari hasil perkebunan karet rakyat. Perkebunan

karet rakyat merupakan perkebunan yang diusahakan

sendiri oleh rakyat dengan menggunakan peralatan yang

masih sederhana dan cenderung memiliki produktivitas

kecil. Bibit karet yang digunakan bukan merupakan bibit

unggul sehingga kurang produktif. Karet alam yang

diperoleh dari haisl perkebunan karet rakyat sebagai bahan

baku industri karet remah tidak sesuai dengan standar

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 91

mutu yang dibutuhkan industri. Karet yang dijual oleh

rakyat cenderung kotor sehingga memerlukan proses

pembuatan karet remah dengan bahan baku yang kotor

dan menjadikan proses produksi kurang efektif dan

memerlukan modal besar. (-)

2. Industri karet hilir belum berkembang dan terdiferensiasi

dengan baik dimana hanya pabrik ban otomotif yang telah

bersaing di internasional.

Kondisi Permintaan

Permintaan produk karet terdiri dari permintaan

domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan

akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri

maupun luar negeri,permintaan terhadap produk karet sangat

tinggi untuk keperluan industri. Kondisi permintaan produk

industri karet berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi

terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Sebagian besar karet Indonesia diekspor ke luar negeri

dan hanya sekitar tujuh persen karet yang dikonsumsi oleh

industri dalam negeri.

2. Pangsa pasar karet Indonesia adalah negara yang

memerlukan karet untuk bahan baku industri dalam

negerinya seperti industri ban, sarung tangan, dan barang-

barang yang terbuat dari karet. (+)

3. Tujuan ekspor karet Indonesia terbesar adalah ke Amerika

Serikat, Jepang, dan disusul oleh China. (+)

Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Kondisi persaingan dalam industri karet sangat ketat,

baik antar perusahaan di dalam negeri, maupun dengan

perusahaan di luar negeri. Perusahaan luar negeri masuk

sebagai pesaing industri karet nasional, karena Indonesia

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 92

menganut sistem perdagangan bebas, terutama dengan

negara-negara ASEAN China. Sehingga produk karet nasional

akan bersaing dengan produk negara lain baik di pasar dalam

negeri maupun di pasar internasional. Kondisi strategi, struktur

dan persaingan pada industri karet berdasarkan hasil studi

literatur dan diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Perusahaan karet khususnya karet remah Indonesia

berjumlah 183 perusahaan dan tersebar di seluruh wilayah

Indonesia (BPS, 2010) (+)

2. Sistem tata niaga pada karet rakyat memperlihatkan

struktur yang sangat kompleks dan mengarah pada bentuk

pasar oligopsonistik. (-)

3. Komoditi karet Indonesia di pasar internasional sangat

bersaing karena Indonesia merupakan penghasil karet

terbesar kedua setelah Thailand yang disusul dengan

Malaysia. (+)

4. Pemasaran karet Indonesia dipasarkan ke Amerika

Serikat, Jepang, China, Korea, dan lain-lain. Persaingan

yang ketat antar negara produsen karet dunia merupakan

suatu tantangan yang besar bagi Indonesia. Persaingan

tersebut terkait dengan jumlah produksi, penjualan, dan

standar mutu karet dari masing-masing negara. (+)

5. Karet yang dipasarkan baik di pasar internasional maupun

dalam negeri berupa karet alam dan karet sintesis. Salah

satu jenis karet yang menjadi komoditi ekspor unggulan

Indonesia adalah karet remah (crumb rubber). (+)

6. Karet remah yangdiproduksi Indonesia dideferensasikan

berdasarkan mutu. Strategi tersebut diterapkan agar

konsumen memiliki pilihan untuk menggunakan karet

remah berdasarkan mutu dan kualitas sesuai dengan

kebutuhan. (+)

Kebijakan Pemerintah

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 93

1. Pemerintah berperan dalam mengembangkan industri

karet terkait dengan permodalan, penetapan harga, dan

pemasaran karet baik dalam negeri maupun luar negeri

2. Pemerintah membuat aturan untuk melindungi industri

karet Indonesia seperti standar karet alam yang digunakan

untuk bahan baku karet alam bersih.

Kesempatan

1. Peran kesempatan merupakan peluang yang terjadi di luar

kendali produsen karet, pemerintah, dan industri. Dalam

hal ini peran kesempatan terjadi pada saat krisis ekonomi

tahun 1998. Krisis menyebabkan nilai rupiah terdepresiasi

terhadap dollar US. Hal ini menyebabkan harga karet

Indonesia murah sedangkan nilai dollar meningkat, maka

dari krisis ini nilai ekspor karet Indonesia meningkat

sehingga meningkatkan pendapatan petani karet

Indonesia.

2. Penggunaan produk karet untuk proyek infrastruktur

pemerintah akan segera dilakukan.

3. Penelitian dan pengembangan produk karet selain ban

masih sedikit.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 94

Gambar 4.25. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Karet

Sumber: Hasil Analisis

Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan

1. Perusahaan karet remah Indonesia bertambah,

183 perusahaan dan tersebar. (+)

2. Struktur tata niaga karet rakyat sangat

kompleks dan oligopsonistik. (-)

3. Sangat bersaing di pasar internasional karena

Indonesia penghasil karet terbesar kedua. (+)

4. Pemasaran karet Indonesia dipasarkan ke

Amerika Serikat, Jepang, China, Korea, dan

lain-lain. (+)

5. Komoditi ekspor unggulan Indonesia adalah

karet remah (crumb rubber). (+)

6. Karet remah yang diproduksi Indonesia

dideferensasikan berdasarkan mutu. (+)

Kondisi faktor:

1. Permintaan impor dari China menurun (-)

2. Teknologi karet terus berkembang (+)

3. Produksi terkendala harga rendah (-)

4. Lahan perkebunan karet Indonesia besar (+)

5. 85% perkebunan rakyat (+)

6. Tenaga kerja yang diserap sangat besar (+)

7. Mutu karet Indonesia masih dibawah karet

Thailand dan Malaysia (-)

8. Pengusahaan karet rakyat masih tradisional

seringkali masih kotor (-).

9. Infrastruktur buruk, sehingga biaya distribusi

besar (-)

Kondisi Permintaan

1. Sebagian besar diekspor, hanya sekitar

7% untuk dalam negeri (+)

2. Pangsa pasar negara yang membutuhkan

ban, sarung tangan dan produksi barang-

barang terbuat dari karet, (+)

3. Tujuan ekspor terbesar Amerika Serikat,

Jepang dan China.

Industri terkait dan penunjang

1. Perkebunan sebagian besar

perkebunan rakyat yang tidak

menggunakan bibit unggul

sehingga produktivitas kecil. (-)

2. Penyadap menggunakan alat

sederhana sehingga

produktivitas karet kecil (-)

3. Karet alam rakyat untuk bahan

baku karet remah tidak sesuai

standar industri (-).

Kesempatan:

1. Depresiasi nilai rupiah

2. Penggunaan produk

karet untuk proyek

infrastruktur

pemerintah akan segera

dilakukan.

3. Penelitian dan

pengembangan produk

karet selain ban masih

sedikit

Kesempatan

1. Pertumbuhan

industri otomotif

menjadi acuan

pertumbuhan

industri ban yang

menggunakan

karet.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 95

4.9. Posisi dan Daya Saing TPT Indonesia dan Negara ASEAN

Lainnya

4.9.1. Daya Saing Komparatif TPT

Ekspor Indonesia ke tiga pasar utama TPT dunia,

yaitu Amerika Serikat (AS), Jerman dan Jepang masih unggul

dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Vietnam.

Vietnam merupakan salah satu pesaing utama TPT Indonesia

yang berasal dari kawasan ASEAN. Tren Impor pasar utama

TPT dunia, AS, Jerman dan Jepang dari Vietnam

menunjukkan adanya peningkatan yang cukup signifikan yaitu

masing-masing sebesar 11,5%; 7,4% dan 21,1%. Sementara

itu, tren pertumbuhan impor ketiga negara tersebut dari

Indonesia menunjukkan hal sebaliknya dimana justru

mengalami penurunan di pasar Jerman sebesar 5,1% per

tahun, sementara tren impor AS dari Indonesia pada periode

yang sama hanya tumbuh 1,3% per tahun. Di pasar Jepang,

tren impor produk TPT dari Indonesia masih cukup baik

dibandingkan dengan pasar AS dan Jerman dengan

pertumbuhan sebesar 20,6% per tahun. Selain Vietnam,

Kamboja dan Thailand juga menjadi pesaing produk TPT

Indonesia meskipun posisinya masih berada di bawah

Indonesia. Namun demikian, kedua negara tersebut dapat

menjadi ancaman bagi produk TPT Indonesia karena tren

impor TPT ketiga pasar utama dunia yaitu AS, Jerman dan

Jepang yang cukup besar (Tabel 4.17).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 96

Tabel 4.17. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama TPT Dunia

Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)

Berdasarkan kuadran nilai ekspor dan pertumbuhan

nilai ekspor dapat diketahui bahwa posisi Indonesia berada di

kuadran IV. Artinya nilai ekspor dan pertumbuhan ekspor

produk TPT Indonesia relatif rendah. Jika dibandingkan

dengan Thailand, Singapura, dan Malaysia maka posisi

produk TPT Indonesia masih kalah. Produk TPT dari ketiga

negara tersebut berada pada kuadran I dan II.

Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014

(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking

Nilai Impor dari Pemasok 2014

(US$ Miliar)

Trend Impor dari Pemasok

2010-2014 (%)

Pertumb. Impor dari Pemasok

2014/2013 (%)China 1 42.98 2.35 1.14Viet Nam 2 9.93 11.50 13.47India 3 7.40 4.74 6.24Indonesia 5 5.28 1.27 -3.53Cambodia 9 2.60 2.06 -3.01Thailand 17 1.34 -5.66 -2.00Philippines 19 1.19 0.86 -1.84Malaysia 28 0.59 2.49 2.52Singapore 66 0.02 -15.60 -32.23Myanmar 74 0.02 n/a 663.26Lao People's Democratic Republic 81 0.01 -31.89 22.30Brunei Darussalam 93 0.00 -4.62 -3.49China 1 10.29 -5.16 -18.47Turkey 2 4.51 -2.56 -13.73Netherlands 3 4.47 18.10 67.38Viet Nam 17 0.91 7.35 -5.63Indonesia 19 0.67 -5.07 -18.66Cambodia 20 0.65 16.77 -16.45Thailand 31 0.22 -9.75 -18.35Myanmar 42 0.11 5.72 80.00Philippines 48 0.08 9.42 -7.84Lao People's Democratic Republic 49 0.08 8.75 -0.05Malaysia 51 0.07 -8.89 -39.70Singapore 106 0.00 -42.03 -83.54Brunei Darussalam 180 0.00 n/a -100.00China 1 26.13 0.15 -10.70Viet Nam 2 3.14 21.07 12.73Indonesia 3 1.44 20.58 3.61Thailand 5 0.87 10.25 6.08Myanmar 7 0.56 29.61 17.05Cambodia 11 0.48 51.25 59.44Malaysia 13 0.28 11.69 11.34Philippines 17 0.15 14.09 -10.66Lao People's Democratic Republic 31 0.03 34.93 -2.39Singapore 53 0.01 29.71 71.35Brunei Darussalam 159 0.00 n/a n/a

USA 114.92

Germany 52.19

Japan 38.66

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 97

Gambar 4.26. Posisi Indonesia dan Eksportir TPT ASEAN

lainnya di Pasar Dunia

Sumber: Hasil Analisis

Indonesia mengekspor TPT ke beberapa negara

tujuan ekspor utama seperti Jepang, Amerika Serikat, Cina,

Mesir, Korea Selatan, Kanada, dan Thailand. Dimana di pasar

tersebut, TPT Indonesia harus bersaing dengan TPT dari

negara ASEAN lainnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai RCA

yang tersedia pada Tabel 4.18.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 98

Gambar 4.27. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor TPT

Indonesia

Sumber: Hasil Analisis

Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan salah

satu produk unggulan ekspor Indonesia yang memiliki daya

saing. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan TPT dari negara

ASEAN lainnya yang juga mengekspor ke negara tujuan yang

sama maka TPT Indonesia masih kalah bersaing. Hal ini

terjadi di pasar Jepang, Amerika Serikat, Cina, Mesir, Korea

Selatan, Kanada, dan Thailand. Bahkan di Jepang, TPT

Indonesia tidak memiliki daya saing. TPT Indonesia hanya

dapat mengalahkan TPT dari negara ASEAN lainnya di pasar

Italia, Turki, dan Australia. Untuk menghadapi persaingan

pasar global yang semakin ketat, produk TPT Indonesia

dituntut untuk terus melakukan peningkatan daya saingnya.

Upaya untuk peningkatan daya saing industri TPT dapat

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 99

dilakukan melalui: substitusi bahan baku/bahan penolong

impor, pemanfaatan energi secara efisien dan diversifikasi

energi, serta minimalisasi dan pemanfaatan kembali limbah

industri.

Tabel 4.18. Nilai RCA TPT Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di

10 negara tujuan utama

Sumber: Hasil Analisis

4.9.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond TPT

Kondisi Faktor

Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan

sumberdaya input, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya

manusia, sumberdaya modal, sumberdaya IPTEK dan

sumberdaya infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah

sesuai dengan kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input,

semakin besar pula peluang industri dan negara dalam

meningkatkan daya saing.

Kondisi faktor industri TPT di Indonesia berdasarkan

hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan

berikut ini:

Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura

Jepang 0.89 0.22 0.70 3.91 0.38 0.02

Amerika Serikat 5.48 0.62 1.15 8.01 2.61 0.36

Cina 1.22 0.35 0.90 4.87 0.35 0.17

Mesir 3.15 1.24 0.48 3.52 5.58 0.01

Italia 1.91 0.40 1.49 1.51 1.80 0.31

Turki 8.20 4.81 2.04 6.74 3.73 0.86

Australia 1.07 0.31 0.38 0.86 0.40 0.08

Korea Selatan 2.04 0.54 1.35 11.95 0.86 0.11

Kanada 8.05 1.37 1.77 9.01 2.79 0.35

Thailand 1.77 0.51 - 2.70 0.34 0.26

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 100

1. Bahan baku tekstil sebagian besar berasal dari impor.

Impor bahan baku kapas hingga 99,2%dari kebutuhan

(www.kemenperin.go.id), rayon impor dari Polandia.

Tingginya komponen bahan baku impor tersebut

menyebabkan biaya input sangat tergantung dari nilai tukar

dan harga di pasar internasional. Jika nilai tukar melemah

atau gagal panen di negara asal,maka akan meningkatkan

harga bahan baku selanjutnya akan mengganggu

produksi(-)

2. Kebijakan pemberian fasilitas KITE (kemudahan impor

tujuan ekspor) untuk bahan baku (raw material) impor

berupa pembebasan bea masuk (melalui restitusi) bagi

industri TPT yang berlokasi di kawasan berikat (+)

3. Harga energi tidak stabil (kadang solar murah, kadang gas

yang murah). Pengusaha harus menyesuaikan peralatan

pabrik untuk memperoleh bahan bakar relatif murah.

Mengubah peralatan pabrik memerlukan biaya mahal. (-)

4. Listrik sering mati tanpa pemberitahuan, menyebabkan

inefisiensi tenaga kerja. Pada pabrik pemintalan (yarn),

jika terjadi mati listrik secara tiba-tiba pada saat produksi

berjalan, diperlukan waktu sekitar 4-5 jam bagi operator

untuk mengatur kembali posisi benang pintal. (-)

5. Industri produk tektil (garmen) bersifat padat karya. Upah

buruh selalu naik, sementara produktivitas tidak berubah,

ditambah dengan kenaikan harga bahan baku, akibatnya

margin keuntungan industri TPT semakin kecil. (-)

6. Tenaga kerja kurang berkualitas, produktivitas tenaga

rendah karena sering melakukan demo, didominasi oleh

tenaga kerja wanita yang sering cuti, dan turn over

(pergantian buruh) tinggi.

7. Buruh sering melakukan demo yang bersifat anarkhist

(merusak)(-)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 101

8. Hampir semua teknologi dipasok dan dikendalikan secara

eksternal (-)

9. Mesin-mesin yang digunakan menggunakan teknologi

lama (-)

Industri Terkait dan Penunjang

Peran industri pendukung dan industri terkait dengan

industri TPT Indonesia merupakan salah satu faktor penting

dalam menunjang daya saing TPT. Industri yang terkait

dengan industri TPT berdasarkan hasil studi literatur dan

diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Industri TPT dibangun oleh subsector industri TPT yang

terdiri dari subsektor fiber, yarn, fabric, garment, dan other

textile. Sub industri garment memerlukan bahan baku

fabric memerlukan bahan baku yarn, sedangkan yarn

menggunakan bahan baku fiber (serat, rayon atau

polyester). Rantai pasok tersebut mengilustrasikan bahwa

antar sub sistem memiliki ketergantungan yang sangat

tinggi. Akan tetapi industri paling hulu (yaitu kapas) belum

bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri, sehingga industri

TPT sangat terpengaruh oleh nilai tukar.

2. Pabrik polyolefindi dalam negeri dapat memenuhi seluruh

kebutuhan bahan baku tekstil polyester (+)

3. Ketersediaan kain perca impor sebagai bahan baku tekstil

murah (+)

4. Perbankan menyediakan kredit untuk peremajaan mesin

sejak tahun 2005 (+)

Kondisi Permintaan

Permintaan produk TPT terdiri dari permintaan

domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan

akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri

maupun luar negeri, permintaan terhadap produk TPT sangat

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 102

tinggi untuk keperluan seharai. Neraca perdagangan TPT

selalu positif meskipun impor TPT juga tinggi. Hal ini

menunjukkan bahwa produk TPT Indonesia diminati oleh

konsumen luar negeri. Kondisi permintaan produk industri

TPT berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas

diantaranya sebagai berikut:

1. Permintaan produk TPT di dalam negeri tinggi (hampir

60% dari produksi). (+)

2. Konsumen lokal dalam memilih produk TPT,

mengutamakan faktor harga, sehingga cenderung memilih

produk impor yang murah (dari Korea, China)

3. Permintaan produk TPT di pasar internasional semakin

berkembang seiring dengan terjadinya pertumbuhan

ekonomi. Permintaan impor produk TPT tidak hanya oleh

pasar tradisionil (Jepang, Amerika, Eropa), tetapi sudah

penetrasi ke pasar non tradisionil (Turki, Amerika Latin,

Afrika) (+)

4. Bea masuk ke negara tujuan ekspor tinggi (Turki bisa

mencapai 150% dari nilai invoice).

5. Tuduhan dumping sering terjadi di negara-negara yang

menerapkan safeguard di sektor tekstil dari produk hulu

sampai dengan produk hilir (seperti di Turki dan Argentina),

sehingga harus mengeluarkan biaya tambahan untuk

lawyer. (-)

Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Kondisi persaingan dalam industri TPT sangat ketat,

baik antar perusahaan di dalam negeri, maupun dengan

perusahaan di luar negeri.Perusahaan luar negeri masuk

sebagai pesaing industri TPT nasional, karena Indonesia

menganut sistem perdagangan bebas, terutama dengan

negara-negara ASEAN China. Sehingga produk TPT nasional

akan bersaing dengan produk negara lain baik di pasar dalam

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 103

negeri maupun di pasar internasional.Kondisi strategi, struktur

dan persaingan pada industri TPT berdasarkan hasil studi

literatur dan diskusi terbatas diantaranya sebagai berikut:

1. Perusahaan TPT terus tumbuh.Dari hasil kajian

sebelumnya diperoleh informasi bahwa jumlah industri TPT

di Indonesia tahun 2010 mencapai 2.689 perusahaan, atau

meningkat sebesar 0,99 persen dibandingkan dengan

tahun 2009.

2. Di pasar internasional, industri TPT nasional menghadapi

pesaing produsen TPT murah seperti Vietnam, India,

China, dan Srilanka (-)

3. Struktur produk tekstil bervariasi, yaitu berbahan baku

katun (sekitar 42 persen dari seluruh produksi tekstil

nasional), tekstil sintetis (sekitar 50 persen) dan sisanya

tekstil rayon, sehingga ada alternatif produk lain jika ada

goncangan di produk jenis tertentu (+)

4. Beberapa industri TPT melakukan integrasi secara vertical,

atau melakukan kontrak kerjasama dengan supplyer bahan

baku. Strategi ini dapat meningkatkan efisiensi karena

bahan baku dan proses produksi berada pada satu lokasi

(atau saling berdekatan), serta menjamin kontinuitas

pasokan bahan baku. (+)

5. Praktek-praktek oportunistik perusahaan TPT yang hanya

mengejar keuntungan jangka pendek, mengakibatkan

industri tidak memperhatikan strategi jangka panjang untuk

menciptakan teknologi produksi yang efisien. (-)

6. Tuduhan dumping sering ditujukan kepada ekportir TPT

nasional oleh negara-negara yang menerapkan

safeguard,mulai dari produk hulu sampai dengan produk

hilir di sektor tekstil (seperti di Turki dan Argentina).

Perlakuan seperti ini otomatis menambah pengeluaran

untuk biaya lawyer.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 104

Kebijakan Pemerintah

1. Tingginya biaya kapital (suku bunga) (-)

2. Tidak ada upaya Pemerintah untuk melindungi perusahaan

TPT dalam negeri dari pesaing-pesaing luar (contoh Turki

melakukan safeguard bagi industri TPT dari hulu hingga

hilir). (-)

3. Produk tekstil mulai dari benang, kain, hingga baju, dikenai

PPn di tiap tahap, sehingga pajak keseluruhan menjadi

besar, sehingga harga tidak kompetitif. (-)

4. PMK No. 147/PMK.04/2011 menuntut bahwa tahun 2016,

semua kawasan berikat harus berlokasi di kawasan

industri. Padahal tidak semua kota penghasil produk tekstil

tujuan ekspor memiliki kawasan industri (contoh di

Bandung, pengusaha tekstil untuk ekspor tidak berada di

kawasan industri). (-)

5. Kebijakan yang mensyaratkan luas industri minimum 2 ha

untuk memperoleh fasilitas berikat (bounded area),

menghambat pengusaha tekstil skala kecil untuk terlibat

dalam ekspor kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) (-)

6. Import kain perca untuk bahan baku benang dianggap

import limbah sehingga dikenai tarif tinggi. (-)

7. Permendag 56M/DAG/PER/12/2008 tentang pengaturan

produk tertentu, salah satunya produk garmen, mengurangi

impor garmen illegal. (+)

8. Keberadaan BUMN ASEI yang menjamin transaksi ekspor,

terutama untuk memperlancar pencairan LC dengan

jaminan 180 hari (masuk produk manufacture), serta

menjamin barang (non transportasi) sebesar 85 persen

dari nilai barang bila importir gagal bayar.(-)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 105

9. Keberadaan lembaga internasional WCO (World Customs

Organization), Certification of Conformit (perusahaan yang

ditunjuk oleh pemerintah Saudi Arabia), yang menfasilitasi

informasi persyaratan-persyaratan ekspor (apa saja yang

diperlukan) di negara tujuan. (-)

10. Keberadaan Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi),

API menjadi katalisator antara pengusaha dan pemerintah,

untuk mengatasi persoalan terkait industri TPT. (-)

11. Pembayaran restitusi tarif impor bahan baku tektil yang

jangka waktunya lama antara 1-2 tahun, sehingga

mengganggu cash flow perusahaan. (-)

Kesempatan

1. Ketidakstabilan politik dan ekonomi, menganggu kestabilan

nilai tukar yang selanjutnya berdampak pada fluktuasi

biaya produksi. (-)

2. Permintaan produk TPT dalam negeri maupun luar negeri

selalu tinggi (+)

3. Kreavititas dan daya inovasi dapat menciptakan pasar

garmen (-)

4. Insentif dari Kementrian Perindustrian bagi industri yang

melakukan restrukturisasi mesin (yang sudah tua) dengan

harga mesin lebih dari 500 juta, berupa pengembalian

biaya pembelian sebesar 10% dari harga. (+)

5. Investasi pada industri fabric (spinning, painting maupun

finishing), yang mempekerjakan minimum 150 orang TK,

mendapatkan fasilitas pengurangan biaya investasi

sebesar 30% dari penanamam modal.(+)

6. Program MP3EI, mendorong Kementerian Perindustrian

menyediakan dana pengembangan industri tektil untuk

meningkatkan daya saing tekstil. (+)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 106

7. Industri TPT negara lain (Vietnam, India, China, dan

Srilanka) memiliki rancangan produk yang selalu up to date

menjual dengan harga murah (-)

8. Program pemerintah tentang pengembangan industri tekstil

rayon (yang bahan bakunya relatif melimpah). (+)

Gambar 4.28. Diagram Analisis Porter Diamond Produk TPT

Sumber: Hasil Analisis

Strategi Perusahaan, struktur dan

Persaingan

1. Pertumbuhan pelaku industri,

persaingan makin ketat (-)

2. Persaingan dengan produk TPT

impor yang murah (-)

3. Produk tekstil bervariasi, sesuai

bahan baku (+)

4. Integrasi vertical oleh beberapa

perusahaan (+)

5. Opportunistik perusahaan,

strategi jangka panjang tidak

diperhatikan (-)

6. Ekportir menyewa lawyer untuk

melawan tuduhan dumping

Kondisi faktor:

1. bahan baku kapas 99,2% impor (-)

2. fasilitas KITE impor bahan baku (+)

3. listrik makin mahal & sering mati (-)

4. tenaga kerja upah naik, produktivitas

rendah (-)

5. teknologi relatif tua, dikendalikan

secara eksternal (-)

Kondisi Permintaan

1. Pasar produk TPT selalu tumbuh baik

di dalam maupun luar negeri (+)

2. Konsumen lokal pertimbahan utama

harga murah, meskipun didominasi

produk impor (-)

3. Hambatan perdagangan: bea masuk

tinggi dan tuduhan dumping (-)

Industri terkait dan penunjang

1. Industri bahan baku,

pengolah produk antara,

jumlahnya cukup banyak (+)

2. Bahan baku bisa

menggunakan kain perca (+)

3. Perbankan menyediakan

kredit peremajaan mesin (+)

Kesempatan:

1. Ketidakstabilan sosial

ekonomi dan politik,

menyebabkan nilai

tukar berfluktuasi

2. Insentif dari

pemerintah untuk

restrukturisasi, dan

investasi industri TPT

Kesempatan

1. Permintaan produk

TPT dalam dan luar

negeri tinggi

2. Kreativitas dan

inovasi bisa

menciptakan pasar

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 107

4.10. Posisi dan Daya Saing Elektronik Indonesia dan Negara ASEAN

Lainnya

4.10.1. Daya Saing Komparatif Elektronik

Secara umum, ekspor Indonesia ke tiga pasar produk

elektronik utama dunia, yaitu Republik Rakyat Tiongkok

(RRT), Amerika Serikat (AS) dan Jerman masih kalah

bersaing dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya,

terutama Malaysia, Filipina, Vietnam dan Singapura. Tren

pertumbuhan impor negara-negara yang pasar utama

elektronik dunia, RRT, AS dan Jerman dari Indonesia selama

5 tahun terakhir, 2010-2014 seluruhnya menunjukkan

penurunan masing sebesar -6,9%; -1,9% dan -4,2% per tahun.

Sementara itu, tren pertumbuhan impor ketiga pasar utama

tersebut dari negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Filipina,

Vietnam dan Singapura sebagian besar masih menunjukkan

pertumbuhan yang positif meskipun nilainya menunjukkan

angka yang tidak signifikan masih berada di bawah 10%.

Negara ASEAN lain yang juga dapat menjadi ancaman bagi

produk elektronik Indonesia adalah Kamboja. Ekspor

elektronik Kamboja selama 5 tahun terakhir menunjukkan

performa yang cukup baik, hal tersebut terlihat dari tingginya

tren pertumbuhan impor elektronik tiga pasar utama elektronik

dunia dari Kamboja yang masing-masing tumbuh sebesar

671,2%; 169,1% dan 113,2% per tahun (Tabel 2).

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 108

Tabel 4.19. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Elektronik

Dunia

Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)

Pesaing utama Indonesia dalam memasuki pasar

TPT dunia dari sesama negara ASEAN adalah Singapura,

Thailand, Malaysia dan Vietnam. Singapura memiliki nilai

ekspor TPT yang lebih tinggi di pasar dunia dibandingkan

negara ASEAN lainnya.

Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014

(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking

Nilai Impor dari Pemasok

2014 (US$ Miliar)

Trend Impor dari Pemasok

2010-2014 (%)

Pertumb. Impor dari

Pemasok 2014/2013 (%)

China 1 126.90 9.51 -8.90

Taipei, Chinese 2 109.32 11.92 -2.80

Korea, Republic of 3 104.76 8.79 -0.31

Malaysia 5 36.46 1.94 -6.94

Philippines 8 14.52 2.69 8.66

Thailand 9 14.48 -5.80 4.45

Singapore 10 12.40 1.37 -4.34

Viet Nam 11 9.19 56.60 19.21

Indonesia 19 1.49 -6.94 -7.46

Myanmar 50 0.04 31.08 7.07

Cambodia 53 0.03 671.23 482.13

Lao People's Democratic Republic 76 0.00 74.87 -22.68

Brunei Darussalam 153 0.00 n/a n/a

China 1 224.72 5.96 5.44

Mexico 2 83.37 3.07 2.25

Japan 3 24.62 -3.38 -5.57

Malaysia 4 22.92 5.59 15.15

Thailand 8 13.31 7.15 7.17

Viet Nam 10 6.23 52.46 65.88

Philippines 12 5.69 5.76 9.55

Singapore 14 5.22 -10.64 -14.54

Indonesia 18 2.35 -1.93 7.83

Cambodia 74 0.01 169.07 66.93

Brunei Darussalam 104 0.00 43.24 400.00

Lao People's Democratic Republic 130 0.00 n/a n/a

Myanmar 191 0.00 n/a n/a

China 1 33.77 -8.37 -25.31

Netherlands 2 25.63 24.76 186.12

Czech Republic 3 12.59 5.84 37.45

Malaysia 13 4.42 -4.67 -9.26

Viet Nam 19 2.67 56.16 -15.85

Philippines 20 2.53 6.04 3.15

Thailand 22 1.96 -2.21 -18.88

Singapore 24 1.67 -14.45 -35.59

Indonesia 35 0.52 -4.22 -30.99

Brunei Darussalam 102 0.00 -4.17 -36.25

Myanmar 131 0.00 31.89 224.00

Cambodia 132 0.00 113.17 -49.31

Lao People's Democratic Republic 153 0.00 n/a -75.82

China 574.81

USA 497.85

Germany 185.27

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 109

Gambar 4.29. Posisi Indonesia dan Eksportir Elektronik

ASEAN lainnya di Pasar Dunia

Sumber: Hasil Analisis

Dalam Gambar 4.28 terlihat bahwa dibandingkan

negara ASEAN lainnya, Singapura merupakan negara

pemasok TPT terbesar di pasar dunia. Kendati demikian,

pertumbuhan ekspor Singapura tidak jauh lebih besar

dibandingkan rata-rata pertumbuhan negara ASEAN lainnya.

Hal yang sama juga dialami oleh Thailand. Nilai Ekspor

Thailand memang cenderung lebih besar dibandingkan negara

ASEAN lainnya, namun pertumbuhan Thailand hanya sedikit

lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ASEAN.

Adapun posisi Indonesia juga tidak begitu menguntungkan.

Secara nilai, ekspor TPT Indonesia berada dibawah nilai rata-

rata ASEAN. Selain itu, pertumbuhan ekspor Indonesia pun

hanya berada sedikit diatas rata-rata pertumbuhan ASEAN.

Pe

rtu

mb

uh

an N

ilai

Eksp

or

Ko

mo

dit

i El

ekt

ron

ik N

ega

ra A

SEA

NTa

hu

n 2

01

2-2

01

3 (

Pe

rse

n)

Nilai Ekspor Komoditi Elektronik Negara-Negara ASEAN (Ribu USD)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 110

Adapun pesaing prospektif yang justru harus diwaspadai oleh

Indonesia adalah Vietnam dan Kamboja. Kendati memiliki nilai

ekspor yang relatif lebih rendah dibandingkan rata-rata negara

ASEAN lainnya, namun pertumbuhan kedua negara tersebut

cukup tinggi. Berdasarkan gambar 4.29 dapat terlihat bahwa

pasar produk utama TPT Indonesia antara lain Jepang,

Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Thailand, RRT,

Malaysia, Philipina, Cina, Hongkong dan Korea Republik.

Negara-negara ini akan dihitung nilai RCAnya dibandingkan

dengan ekspor dari negara ASEAN lain.

Gambar 4.30. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor

Elektronik Indonesia

Sumber: Hasil Analisis

Untuk produk elektronik, Indonesia hanya memiliki

daya saing di pasar Jerman yang ditunjukkan oleh nilai RCA

Nilai Ekspor Komoditi Elektronik Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)

Pe

rtu

mb

uh

an N

ilai

Eksp

or

Ko

mo

dit

i El

ekt

ron

ikTa

hu

n 2

01

2-2

01

3 (

Pe

rse

n)

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 111

lebih dari satu.Walaupun berdaya saing, produk elektronik

Indonesia tetap kalah jika dibandingkan dengan negara

ASEAN lainnya. Hal ini dapat diketahui dari Tabel 4.20 yang

menunjukkan bahwa nilai RCA Indonesia untuk produk

elektronik lebih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN

lainnya. Secara umum, pesaing Indonesia di 10 negara tujuan

ekspor Indonesia untuk produk elektronik adalah Malaysia dan

Singapura. Saat ini, pasar elektronik Indonesia dikuasai

produk impor, termasuk yang berkualitas rendah.

Tabel 4.20. Nilai RCA Elektronik Indonesia dan Negara ASEAN

Pesaing di 10 negara tujuan utama

Sumber: Hasil Analisis

4.10.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porter’s Diamond TPT

Kondisi Faktor

Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan

sumberdaya input, yaitu sumberdaya alam, sumberdaya

manusia, sumberdaya modal, sumberdaya IPTEK dan

sumberdaya infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah

sesuai dengan kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input,

semakin besar pula peluang industri dan negara dalam

meningkatkan daya saing.

Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura

Jepang 0.40 1.38 1.52 1.18 2.18 3.37

Amerika Serikat 0.53 3.17 2.16 0.42 2.38 2.53

Singapura 0.54 1.24 0.69 0.79 2.44 -

Jerman 1.17 4.50 2.20 2.20 5.10 4.34

Thailand 0.27 2.38 - 1.25 2.11 2.30

Cina 0.07 1.50 0.62 0.61 1.73 1.75

Malaysia 0.12 - 0.73 0.89 1.14 0.98

Philipina 0.30 1.02 0.68 0.87 - 1.44

Cina Hongkong 0.42 1.74 1.14 1.33 1.63 1.31

Korea Republik 0.22 1.08 1.33 0.38 1.86 3.30

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 112

Kondisi faktor industri elektronik di Indonesia

berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara

rinci diuraikan berikut ini:

1. Bahan baku/penolong produk Elektronik masih didominasi

impor dengan rasio sebagai berikut: mesin cuci (20% lokal,

80% impor); TV LCD (10% lokal, 90% impor), lemari

pendingin (70% lokal, 30% impor).

2. Chipset untuk produk elektronik masih dikuasai dan

disupply oleh negara produsen utama. Alih teknologi untuk

dua komponen ini tidak sepesat barang pendukung lain.

3. Diversifikasi produk AC belum terealisasi karena biaya

produksi tinggi.

4. Kebijakan perusahaan elektronik asing masih ditentukan

oleh prinsipal seperti investasi dan ekspansi.

5. Energi berupa listrik dimana tarif dasar listrik tinggi jika

dibandingkan ASEAN lainnya.

6. Standar produk elektronik sudah dapat mengikuti standar

internasional.

Industri Terkait dan Penunjang

Industri yang terkait dengan industri elektronik:

1. Produk elektronik merek lokal banyak bekerja sama

dengan industri penunjang lapis pertama dan kedua. Tapi

untuk merek-merek asing biasanya melibatkan produsen

komponen lapis kedua saja (www.industri.bisnis.com).

2. Belum ada industri dalam negeri yang memproduksi dan

memasok polyurethane (PU), panel, compressor, dan

motor listrik.

3. Industri hulu elektronik belum berkembang dengan baik

seperti kimia dasar dan besi baja.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 113

Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan produk industri elektronik:

1. Indonesia peringkat ke-31 (0,4%) dan tumbuh menurun

6,7% per tahun periode 2009-2013 dengan pasar utama

ekspor Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan

Hongkong.

2. Impor dunia USD 3,6 Triliun (2013), tumbuh rata-rata 5,5%

per tahun periode 2009-2013. Pasar utama adalah China

(16,5%), AS (13,3%), Hong Kong (10,9%), dan Jerman

(5,0%).

3. Perkembangan target ekspor mayoritas ditentukan

berdasarkan keputusan prinsipal baik dari produk maupun

pasar tujuan ekspor.

4. Indonesia dan Filipina memproduksi mesin cuci, kulkas,

dan TV LCD kelas medium dan low end sedangkan

Thailand memproduksi barang high end.

5. Pesaing utama produk sejenis adalah Korsel & Cina

6. Rasio output yang di ekspor ke luar negeri 3%, dalam

negeri 97%

Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan

Kondisi strategi, struktur dan persaingan pada industri

elektronik:

1. Pasar Indonesia yang besar menjadi daya tarik bagi

investor untuk mengembangkan industrinya

2. Saat ini terdapat sekitar 220 produsen komponen

elektronika di Indonesia

Kebijakan Pemerintah

1. Kebijakan impor ponsel dan komputer genggam menjadi

peluang bagi industri elektronik untuk mendirikan pabrik di

Indonesia (Permendag No. 38 tahun 2013 tentang

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 114

Ketentuan Impor Telepon Seluler, Komputer Genggam

(handheld) dan Komputer Tablet)

2. Izin penerbitan PEB dari Bea Cukai terhambat masalah

server

3. Disharmonisasi tarif bea masuk. Tarif bea masuk produk

jadi untuk elektronik lebih rendah daripada komponennya.

4. Masalah infrastruktur terutama logistik dan proses handling

di pelabuhan

5. Iklim usaha dalam negeri tidak kondusif, terutama isu

ketenagakerjaan, energi, kepastian hukum dan biaya tidak

jelas

6. Insentif fiskal untuk industri belum maksimal seperti

fasilitas tax holiday.

Kesempatan

1. Belum ada industri dalam negeri yang memproduksi dan

memasok polyurethane (PU), panel, compressor, dan

motor listrik.

2. Industri hulu elektronik belum berkembang dengan baik

seperti kimia dasar dan besi baja.

3. Insentif fiskal dari pemerintah belum maksimal.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 115

Gambar 4.31. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Elektronik

Sumber: Hasil Analisis

Strategi Perusahaan, struktur dan

Persaingan

1. Pasar Indonesia yang besar

menjadi daya tarik bagi investor

untuk mengembangkan

industrinya (+)

2. Saat ini terdapat sekitar 220

produsen komponen elektronika

di Indonesia (+)

Kondisi faktor:

1. Bahan baku/penolong produk masih

didominasi impor dengan rasio sebagai

berikut: mesin cuci (20% lokal, 80%

impor); TV LCD (10% lokal, 90%

impor), lemari pendingin (70% lokal,

30% impor) (-)

2. Alih teknologi untuk komponen chipset

tidak sepesat barang pendukung lain (-)

3. Kebijakan perusahaan elektronik asing

masih ditentukan oleh prinsipal (-)

4. Diversifikasi produk masih terkendala

biaya produksi tinggi (-)

5. Tarif listrik tinggi di Indonesia (-)

6. Standard dan kualitas produk sudah

mengikuti standar internasional (+)

Kondisi Permintaan

1. Indonesia peringkat ke-31 (0,4%) dan

tumbuh menurun 6,7% per tahun periode

2009-2013 dengan pasar utama ekspor

Singapura, Jepang, Amerika Serikat dan Hongkong (-)

2. Konsumen lokal pertimbahan utama

harga murah, meskipun didominasi

produk impor (-)

3. Perkembangan target ekspor mayoritas

ditentukan berdasarkan keputusan

prinsipal baik dari produk maupun pasar

tujuan ekspor (-)

4. Indonesia mampu memproduksi produk

elektronik low end dan medium (+)

Industri terkait dan penunjang

1. Produk elektronik lokal

banyak bekerja sama

dengan industri penunjang

lapis pertama dan kedua.

Tapi untuk produk asing

biasanya hanya melibatkan

produsen komponen lapis

kedua saja.

2. Belum ada industri dalam

negeri yang memproduksi

dan memasok polyurethane

(PU), panel, compressor,

dan motor listrik.

3. Industri hulu/dasar

elektronik belum

berkembang baik.

Kesempatan:

1. Industri hulu

elektronik belum

berkembang baik.

2. Belum ada

dukungan industri

pendukung.

3. Insentif fiskal dari

pemerintah belum

maksimal.

Kesempatan

1. Deregulasi regulasi

impor produk

elektronik

2. Permintaan produk

elektronik dalam dan

luar negeri tinggi.

3. Kreativitas dan

inovasi bisa

menciptakan pasar.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 116

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1. Kesimpulan

1. Posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya di Pasar Produk

Manufaktur Utama Dunia adalah sebagai berikut:

a. Ekspor Indonesia ke tiga pasar TPT utama dunia, yaitu

Amerika Serikat, Jerman dan Jepang masih unggul

dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Vietnam.

b. Ekspor Indonesia ke tiga pasar produk plastik utama dunia,

yaitu RRT, Amerika Serikat, dan Jerman masih kalah

bersaing dengan Thailand, Singapura, Malaysia dan

Vietnam.

c. Ekspor Indonesia ke pasar produk kayu, kertas dan

furniture utama dunia, yaitu Amerika Serikat, Jerman dan

Perancis masih unggul dibandingkan negara ASEAN

lainnya, kecuali Vietnam.

d. Ekspor Indonesia ke pasar produk kimia utama dunia, yaitu

Amerika Serikat dan Jerman masih unggul dibandingkan

negara ASEAN lainnya, kecuali Malaysia dan Singapura.

Sementara untuk pasar RRT, Indonesia masih unggul

dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Singapura

dan Thailand.

e. Ekspor Indonesia ke tiga pasar produk karet utama dunia,

yaitu Amerika Serikat, Jerman dan RRT masih unggul

dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Thailand dan

Malaysia.

f. Ekspor Indonesia ke pasar produk logam utama dunia,

yaitu Amerika Serikat, Jerman dan RRT masih kalah

bersaing dibandingkan negara ASEAN lainnya, terutama

Thailand, Vietnam dan Malaysia.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 117

g. Ekspor Indonesia ke tiga pasar otomotif utama dunia, yaitu

Amerika Serikat dan RRT masih unggul dibandingkan

negara ASEAN lainnya, kecuali Thailand. Sementara untuk

pasar Jerman, Indonesia masih kalah bersaing dengan

negara ASEAN lainnya.

h. Ekspor Indonesia ke tiga pasar mesin-mesin utama dunia,

yaitu Amerika Serikat, RRT, dan Jerman masih kalah

bersaing dengan negara ASEAN lainnya.

i. Ekspor Indonesia ke tiga pasar produk elektronik utama

dunia, yaitu RRT, Amerika Serikat, dan Jerman masih

kalah bersaing dengan negara ASEAN lainnya, terutama

Malaysia dan Filipina.

j. Ekspor Indonesia ke pasar produk alas kaki utama dunia,

yaitu Amerika Serikat, Jerman dan Perancis masih unggul

dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Vietnam.

2. Secara umum, produk manufaktur Indonesia yang masih

memiliki keunggulan yang cukup baik dibandingkan dengan

negara ASEAN lainnya di pasar utama produk manufaktur

Indonesia berdasarkan data RCA adalah produk Alas Kaki,

TPT, Produk Kayu dan Otomotif.

3. Vietnam dan Thailand merupakan pesaing utama Indonesia

terutama untuk produk manufaktur dimana posisi Indonesia

masih memiliki daya saing yang cukup baik,

4. Ekspor produk manufaktur Indonesia memiliki hubungan yang

sangat kuat dengan jumlah investasi atau FDI yang masuk ke

Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar produk

manufaktur saat ini diproduksi dengan menggunakan

mekanisme Global value Chain (Rantai Nilai Global);

5. Pasar tujuan ekspor utama sepuluh produk manufaktur

Indonesia adalah Amerika Serikat, Eropa dan RRT. Rata-rata

nilai daya saing sepuluh produk tersebut sudah lebih baik

dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya kecuali untuk

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 118

produk otomotif, plastik dan produk kimia yang memiliki nilai

RCA kurang dari satu pada beberapa Negara tujuan ekspor

komoditi tersebut. Posisi daya saing Indonesia di pasar dunia

untuk masing-masing produk manufaktur ekspor secara

berurutan adalah:

a. Produk Mesin : Daya saing Indonesia masih kalah jika

dibandingkan Thailand dan Singapura di 10 negara tujuan

ekspor produk mesin Indonesia;

b. Produk Otomotif : Indonesia masih kalah jika dibandingkan

dengan Philipina dan Thailand di 10 negara tujuan utama

ekspor Indonesia;

c. Produk Kayu : Indonesia memiliki daya saing yang sangat

baik jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

Malaysia dan Thailand berada pada urutan ke-2 dan ke-3

setelah Indonesia;

d. Produk Logam : Indonesia memiliki daya saing untuk

produk logam di 10 negara tujuan ekspor utama, kemudian

disusul oleh Philipina dan Thailand;

e. Produk Karet : Thailand merupakan negara yang memiliki

daya saing yang baik untuk produk karet di 10 negara

tujuan ekspor Indonesia. Sementara Indonesia berada di

urutan ke-2 dan Malaysia berada pada urutan ke-3;

f. Produk Alas Kaki : Vietnam dan Indonesia merupakan

negara yang sama-sama memiliki daya saing yang sangat

baik untuk produk alas kaki di 10 negara tujuan ekspor

Indonesia;

g. Produk Plastik : Thailand dan Singapura memiliki daya

saing di hampir seluruh negara tujuan ekspor produk plastik

Indonesia. Malaysia dan Vietnam berada di urutan ke-3 dan

ke-4 setelah Thailand dan Singapura. Daya saing produk

plastik Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan

negara ASEAN lainnya;

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 119

h. Tekstil dan Produk tekstil (TPT) : Indonesia dan Vietnam

merupakan negara yang sama-sama memiliki daya saing

yang kuat untuk tekstil dan produk tekstil;

i. Produk Elektronik : Malaysia, Filipina dan Singapura

merupakan negara yang sama-sama memiliki daya saing

yang baik untuk produk elektronik di 10 pasar tujuan ekspor

elektronik Indonesia. Thailand dan Vietnam berada pada

posisi ke-4 dan ke-5, sementara Indonesia masih kalah

dbandingkan dengan negara ASEAN lainnya;

j. Produk kimia : Indonesia memiliki daya saing yang baik

untuk produk kimia di 10 negara tujuan utama ekspor

Indonesia, kemudian disusul oleh Singapura, Malaysia dan

Thailand.

5.2. Rekomendasi Kebijakan

1. Secara khusus, yang menjadi tugas dan fungsi Kementerian

Perdagangan dalam rangka mendukung iklim investasi dan

mendorong ekspor produk manufaktur Indonesia, antara lain:

a. Memberikan kemudahan prosedur bagi impor bahan baku

yang selanjutnya akan diproduksi dan berorientasi ekspor;

b. Penetapan produk manufaktur yang akan menjadi target

utama untuk peningkatan ekspor sehingga dapat lebih

terfokus;

c. Produk manufaktur utama yang direkomendasikan untuk

peningkatan ekspornya adalah Alas Kaki, TPT, Produk

Kayu dan Produk Otomotif.

2. Secara umum, beberapa alternatif strategi yang dapat

dilakukan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif

antara lain:

- Mengeluarkan regulasi terkait sistem pengupahan (Upah

Minimum Provinsi) dengan besaran dan jangka waktu

kenaikan yang jelas dan terukur;

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 120

- Proses perijinan satu atap;

- Kemudahan atau menyederhanakan prosedur untuk

mendapatkan insentive pajak (tax holiday);

- Memberikan kemudahan prosedur bagi impor bahan baku

yang selanjutnya akan diproduksi dan berorinetasi ekspor;

- Perbaikan infrastruktur;

- Penetapan produk manufaktur yang akan menjadi target

utama produk untuk ditingkatkan ekspornya sehingga dapat

lebih terfokus.

3. Lebih lanjut, beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat

disampaikan untuk setiap produk yang dianalisis adalah

sebagai berikut:

- Produk Mesin: kebijakan khusus untuk pemenuhan bahan

baku mesin yang diperoleh dari impor, kerjasama yang

semakin intensif antara Kementerian Pertanian dan

Kementerian Perindustrian terutama terkait penggunaan

mesin pertaian dalam bentuk pelatihan dan penggunaan

mesin pertanian produksi dalam negeri;

- Produk Otomotif: kepastian iklim usaha untuk menarik

investor (pemegang merk) seperti Honda, Toyota, Daihatsu

supaya mau berinvestasi di Indonesia; peningkatan

produktivitas tenaga kerja melalui pelatihan-pelatihan;

- Produk Kayu: peningkatan produktivitas melalui pelatihan

keterampilan bagi tenaga kerja, terutama pelatihan desain

produk, pengawasan terhadap illegal logging;

- Produk Logam: Pemberlakuan non-tariff measure untuk

produk logam perlu dikembangkan secara optimal. Hal ini

dilakukan untuk menekan penggunaan jumlah produk impor

dan mendorong tumbuhnya industri dalam negeri;

- Produk Karet: Pemerintah membuat aturan untuk

melindungi industri karet Indonesia seperti standar karet

alam yang digunakan untuk bahan baku karet alam bersih;

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 121

- Produk Alas Kaki: sebagai industri yang padat karya,

kebijakan UMR hingga saat ini masih memberatkan

industri. Dengan demikian, perlu adanya kebijakan yang

mengatur penetapan UMR;

- Produk Plastik: kemudahan untuk mendapatkan tax holiday

sehingga dapat menarik investor;

- Tekstil dan Produk Tekstil (TPT): Kestabilan nilai tukar

rupiah sangat mempengaruhi industri TPT karena sebagian

besar bahan baku berasal dari impor. Selain itu, kestabilan

harga listrik dan harga energi perlu dijaga. Pengusaha

harus menyesuaikan peralatan pabrik untuk memperoleh

bahan bakar relatif murah. Mengubah peralatan pabrik

memerlukan biaya mahal. Di samping itu, sebagai industri

padat karya adanya kebijakan yang mengatur penetapan

UMR tentu sangat penting bagi pengembangan industri

TPT dalam negeri;

- Produk Elektronik: Perlu dilakukan review kembali

mengenai Permendag No. 70 tentang pembatasan

distribusi barang elektronik di pasar modern;

- Produk Kimia: Perlu membahas dan mengkaji mengenai

tentang technical barrier di negara tujuan ekspor, walaupun

sudah memiliki kesepakatan FTA tapi tetap susah untuk

dapat masuk ke pasar tujuan ekspor.

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 122

DAFTAR PUSTAKA

Amador dan Cabral (2008) Portugal Export Performance: CMSA approach. Journal of Social Sciences. 1(1): 75-78. Doi: 2233-3878.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2015). Data Perdagangan Luar Negeri Indonesia

Diop, 2014. Indonesia Avoiding the Middle Income Trap. https://www.gov.uk/government/publications/indonesia-avoiding-the-middle-income-trap/indonesia-avoiding-the-middle-income-trapResearch and analysis. (diakses 10 Februari 2015)

Estherhuizen D. 2006. Measuring and analyzing competitiveness in the agribusiness sector: Methodological and analytical framework. University of Pretoria

Ferto, I. and L. J. Hubbard. 2003. Revealed comparative advantage and competitiveness in hungarian agri-food sectors. The World Economy 26(2): 247-259

Gopal, N., P. Jeyanthi et al.,2009. Indian finfish exports- an analysis of export performance and revealed competitice advantage. Agricultural Economic arch Review.

Husted, S.L., Melvin, M. (2004). International Economics. Pearson/Addison-Wesley

Ismail, M. 2005. Daya saing industri pariwisata serta perannya terhadap perekonomian Indonesia. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Jiménez dan Martín. 2010. World Export share of Euro Area: CMSA model. World Institute for Development Economics Research. 101(2): 1-25. Doi: 978-92-9230-157-6.

Kartikasari, A. 2008. Analisis Daya Saing Tanaman Hias dan Anggrek Indonesia Periode 1978-2006”. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Bogor.

Lestari UH. 2011. Analisis Daya saing Ekspor Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Serikat Periode 2000-2009 [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Michael E. Porter. 2007. Strategi Bersaing (competitive strategy). Tangerang : Kharisma Publishing Group.

Porter, M.E., 2005. The Competitive Advantage of Nations. Harvard Business Review.

Renstra Kementerian Perdagangan, 2015-2019 TARGET EKSPOR.

Sari Nalurita, Ratna Winandi Asmarantaka, dan Siti Jahroh. 2014. Analisis Daya saing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi

Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 123

Indonesia. Jurnal Agribisnis Indonesia, Vol 2, No 1, halaman 63-74.

Salvatore D. 1997. International Economics 5th Edition. New York (US): Macmillan Publishing Company

Seyoum, L. 2007. Competitiveness of services business in Developing countries. UNU-WIDER Reasearch Paper 101: 1-23

UN Comtrade, 2015. Commodity Trade. [diunduh Agustus 2015]. Tersedia pada: http://www.unctadstat.unctad.org.

Vollarath, T.L. 1991. A Theoretical evaluation of alternative trade intensity measures of revealed comwirtschanftliches Archive. parative advantage. Weltwirtschaftliches Archiv, 130, 265- 79

Wilson, W.T.(2014). Beating the Middle-Income Trap in Southeast Asia. The Heritage Foundation Report No. 156. (diakses 5 Februari 2015)

World Bank. 2014, “Data: Indicators,” http://data.worldbank.org/indicator (diakses 3 Februari, 2015).

[WEF] World Economic Forum. 2015. http://www.weforum.org/events/world-economic-forum-annual-meeting-2015

Wilson, W.T. 2014. Kathryn and Shelby Cullom Davis Institute for National Security and Foreign Policy. The Heritage Foundation. (diakses 5 Februari 2015)