Author
dangtruc
View
219
Download
0
Embed Size (px)
LAPORAN
ANALISIS DAYA SAING INDONESIA DAN ASEAN LAINNYA DI PASAR
PRODUK UTAMA INDONESIA
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2015
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR v
KATA PENGANTAR vii
ABSTRAK Viii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan Penelitian
5
5
1.3. Ruang Lingkup Kajian 6
BAB II. TINJAUAN TEORITIS 7
2.1. Teori Perdagangan Internasional 7
2.2. Konsep Daya Saing 9
2.3. Penelitian Terdahulu 12
BAB III METODE PENELITIAN 15
3.1. Daya Saing Komparatif 15
3.2. Daya Saing Kompetitif 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19
4.1. Posisi dan Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
23
4.2. Posisi dan Daya Saing Produk Kimia Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.3. Posisi dan Daya Saing Produk Otomotif Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.4. Posisi dan Daya Saing Produk Plastik Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.5. Posisi dan Daya Saing Produk Logam Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.6. Posisi dan Daya Saing Produk Mesin Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
32
41
50
58
68
ii
4.7. Posisi dan Daya Saing Produk Kayu Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.8. Posisi dan Daya Saing Produk Karet Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.9. Posisi dan Daya Saing Produk TPT Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.10. Posisi dan Daya Saing Produk Elektronik Indonesia
dan Negara ASEAN Lainnya
75
84
95
107
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 116
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi Kebijakan
116
119
DAFTAR PUSTAKA 121
LAMPIRAN 123
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Perkembangan Perekonomian Global dan Perkembangan Perekonomian Beberapa Negara Tujuan Ekspor Non Migas Indonesia ......................................................................................... 1
Tabel 1.2. Target Pertumbuhan Ekspor Non Migas Indonesia ......................... 3
Tabel 1.3. Perkembangan Posisi Ekspor Indonesia di Pasar China ................. 4
Tabel 4.1. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Alas Kaki Dunia ..... 24
Tabel 4.2. Nilai RCA Produk Alas Kaki Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama ........................................................... 27
Tabel 4.3. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Kimia Dunia.. .................................................................................... 33
Tabel 4.4. RCA Produk Kimia Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama.................................................................... 36
Tabel 4.5. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Otomotif Dunia ...... 42
Tabel 4.6. Nilai RCA Produk Otomotif Indonesia Dan Negara Asean Pesaing Di 10 Negara Tujuan Utama .......................................................... 45
Tabel 4.7. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Plastik Dunia ................................................................................... 50
Tabel 4.8. Nilai RCA Produk Plastik Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 53
Tabel 4.9. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Logam Dunia.. .................................................................................... 58
Tabel 4.10. Nilai RCA Produk Logam Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama ............................................................... 61
Tabel 4.11. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Mesin-Mesin Dunia.. ........................................................................................ 68
Tabel 4.12. Nilai RCA Produk Mesin Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 71
Tabel 4.13. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Kayu Dunia ............ 76
Tabel 4.14. Nilai RCA Produk Kayu Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 79
Tabel 4.15. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Karet Dunia .. . 84
iv
Tabel 4.16. Nilai RCA Produk Karet Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama ................................................................. 88
Tabel 4.17. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama TPT Dunia ............. 96
Tabel 4.18. Nilai RCA TPT Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama .................................................................................. 99
Tabel 4.19. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Elektronik Dunia.. ................................................................................. 108
Tabel 4.20. Nilai RCA Elektronik Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing di 10 negara tujuan utama .................................................................... 111
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Model Diamond Porter ............................................................... 17
Gambar 4.1. Interaksi Antar Faktor Daya Saing Dalam Porters Diamond ..... 21
Gambar 4.2. Posisi Produk Alas Kaki Indonesia dan ASEAN Lainnya Di Pasar Dunia .................................................................................. 25
Gambar 4.3. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk Alas Kaki Indonesia ............................................................................ 26
Gambar 4.4. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Alas Kaki ................. 32
Gambar 4.5. Posisi Produk Kimia Indonesia dan ASEAN Lainnya di Pasar Dunia ... .............................................................................. 34
Gambar 4.6. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk Kimia Indonesia .. 35
Gambar 4.7. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kimia ....................... 40
Gambar 4.8. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Otomotif ASEAN Lainnya di Pasar Dunia ........................................................................... 43
Gambar 4.9. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Otomotif Indonesia ......... 44
Gambar 4.10. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Otomotif ................... 49
Gambar 4.11. Posisi Produk Plastik Indonesia dan ASEAN Lainnya di Pasar Dunia ........................................................................................ 51
Gambar 4.12. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk Plastik Indonesia 52
Gambar 4.13. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Plastik ...................... 57
Gambar 4.14. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Logam ASEAN Lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 59
Gambar 4.15. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Logam Indonesia .................... 60
Gambar 4.16. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Logam ..................... 67
Gambar 4.17. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Mesin ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 69
Gambar 4.18. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Mesin Indonesia .............. 70
Gambar 4.19. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Mesin ....................... 74
vi
Gambar 4.20. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Kayu ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 77
Gambar 4.21. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Kayu Indonesia ............... 78
Gambar 4.22. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kayu ........................ 83
Gambar 4.23. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk Karet ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................... 85
Gambar 4.24. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Karet Indonesia ............... 87
Gambar 4.25. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Karet ........................ 94
Gambar 4.26. Posisi Indonesia dan Eksportir TPT ASEAN lainnya di Pasar Dunia .. 97
Gambar 4.27. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor TPT Indonesia ................ 98
Gambar 4.28. Diagram Analisis Porter Diamond Produk TPT ........................ 106
Gambar 4.29. Posisi Indonesia dan Eksportir Elektronik ASEAN lainnya di Pasar Dunia ............................................................................. 109
Gambar 4.30. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Elektronik Indonesia...... 110
Gambar 4.31. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Elektronik ............... 115
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
kajian dengan judul Analisis Daya Saing Indonesia dan ASEAN lainnya di
Pasar Produk Utama Indonesia ini dengan baik dan sesuai dengan waktu
yang telah dijadwalkan.
Ekspor non migas Indonesia saat ini masih didominasi oleh komoditas
primer. Dominasi komoditas primer tersebut menjadikan ekspor Indonesia
sangat rentan terhadap perubahan harga di pasar internasional yang dinamis.
Selain itu, kebergantungan terhadap ekspor komoditas primer menjadikan peran
perdagangan Indonesia dalam perdagangan global relatif stagnan yaitu hanya
sekitar 1% dari total ekspor dunia selama 5 tahun terakhir, 2010-2014. Di sisi
lain, permintaan dunia justru menunjukkan hal yang sebaliknya dimana
permintaan impor akan produk manufaktur jauh lebih besar dibandingkan
dengan permintaan akan komoditas primer. Salah satu langkah yang harus
dilakukan agar Indonesia dapat meningkatkan ekspor adalah dengan merubah
struktur ekspor Indonesia dari dominasi komoditas primer menjadi dominasi
produk manufaktur. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana
pemerintah Indonesia dan para stakeholders dapat bekerjasama membangun
sektor manufaktur yang berorientasi ekspor.
Atas dasar pertimbangan tersebut di atas, maka Pusat Kebijakan
Perdagangan Luar Negeri melakukan kajian Daya Saing Indonesia dan ASEAN
lainnya di Pasar Produk Utama Indonesia. Kajian ini hanya akan berfokus pada
sepuluh produk manufaktur utama Indonesia dan juga fokus pada perbandingan
daya saing Indonesia dengan negara ASEAN mengingat ASEAN merupakan
pesaing terdekat bagi Indonesia. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, diharapkan masukan dari semua pihak
untuk tahap pengembangan dan penyempurnaan kajian ini di masa akan
datang.
Jakarta, September 2015
Tim Pengkaji
viii
ABSTRAK
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi posisi Indonesia dan ASEAN lainnya serta melakukan evaluasi daya saing sepuluh produk manufaktur utama Indonesia di pasar tujuan utama ekspor Indonesia. Untuk mengidentifikasi posisi dan daya saing Indonesia, kajian ini menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis daya saing komparatif, sedangkan metode Porter Diamonds digunakan untuk menganalisis daya saing kompetitif. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum, produk manufaktur Indonesia yang masih memiliki keunggulan yang cukup baik dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya adalah Alas Kaki, TPT, produk kayu dan otomotif. Vietnam dan Thailand merupakan pesaing utama Indonesia yang berasal dari ASEAN. Produk tersebut sebagian besar merupakan industri padat karya. Berdasarkan hasil analisis daya saing kompetitif untuk produk-produk tersebut, permasalahan utama yang dihadapi oleh industri dalam negeri adalah belum terciptanya iklim investasi yang kondusif di Indonesia, seperti kenaikan UMP dan demo buruh serta prosedur yang berbelit untuk mendapatkan insentif pajak. Dengan demikian, salah satu alternatif strategi dalam rangka peningkatan daya saing produk manufaktur Indonesia adalah hanya dengan menciptkan iklim investasi yang kondusif karena ekspor prduk manufaktur sangat bergantung pada FDI yang masuk ke Indonesia. Kata kunci: Daya Saing, Revealed Comparative Advantage (RCA), Porter
Diamonds
ABSTRACT
This study aims to identify Indonesias position and other ASEAN countries and to evaluate the competitiveness of Indonesian ten major manufactured products in the main export destinations for Indonesia. Revealed Comparative Advantage (RCA) is used for analyzing the comparative competitiveness, while Porter Diamond's method is used for analyzing the competitive competitiveness. The results show that in general, Indonesian manufacturing products that still have a comparative advantage compared to other ASEAN countries are Footwear, textile, wood products and automotive. Vietnam and Thailand are the Indonesias main competitors for those products. Moreover, those products are largely come from labor-intensive industry. Based on the results of the analysis of the competitive competitiveness, the main problem faced by the domestic industry is that conducive condition for investment in Indonesia is not yet developed, for instance the regulation on employees minimum salary and their strike and also complicated procedures to obtain tax incentives. Thus, the main strategy in order to increase the competitiveness of Indonesian manufactured products is only by creating a conducive investment climate because the export of manufacture products is really related to the FDI come in to Indonesia. Keywords: Competitiveness, Revealed Comparative Advantage (RCA), Porter Diamonds
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perekonomian Indonesia hingga semester I 2015 menunjukkan
adanya perlambatan. Hal tersebut ditandai oleh perekonomian pada
kuartal II 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,67%, turun
dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada periode yang sama tahun
sebelumnya yang mencapai 5,12% (BPS, 2015). Perlambatan
ekonomi Indonesia tersebut tentu tidak terlepas dari situasi
perekonomian dunia yang masih belum menunjukkan kondisi yang
menggembirakan dimana di tahun 2015 diprediksi hanya akan
tumbuh sebesar 3,3% dan 3,6% di tahun 2016 (WEO, 2015).
Perekonomian beberapa negara-negara tujuan ekspor non migas
Indonesia seperti India, Singapura, Korea Selatan, Taiwan, Inggris
(UK) dan AS juga mengalami pelemahan pada triwulan II 2015
sehingga berdampak pada melambatnya kinerja ekspor Indonesia
terutama sektor non migas (trading economics, 2015) (Tabel 1.1).
Tabel 1.1. Perkembangan Perekonomian Global dan Perkembangan Perekonomian Beberapa Negara Tujuan Ekspor
Non Migas Indonesia
Sumber: WEO dan trading economics, 2015
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 2
Lebih lanjut, menurut klasifikasi World Bank (2014), Indonesia
masuk kedalam kelompok negara world middle income country, yaitu
negara dengan pendapatan per kapita antara USD 1026 sampai
dengan USD 4035. Wilson (2014) menyatakan bahwa beberapa
negara di Amerika Latin yang masuk kedalam kelompok world
middle income countries akan mengalami fenomena middle income
trap yaitu dimana negara tidak mengalami pertumbuhan ekonomi
pada periode tersebut. Oleh karena itu, Diop (2014)
merekomendasikan agar Indonesia tetap mempertahankan
pertumbuhan ekonomi di atas 6% agar dapat terhindar dari middle
income trap. Dengan demikian, strategi yang dilakukan untuk
meningkatkan dan atau menahan pelemahan pertumbuhan ekonomi
Indonesia lebih dalam adalah dengan mengembangkan dan
meningkatkan kinerja ekspor sehingga dapat terhindar dari middle
income trap. Performa ekspor yang baik akan menarik investor dan
selanjutnya akan menyerap tenaga kerja, memberi kontribusi pada
penerimaan pajak, serta dampak multiplier lainnya yang mendorong
pada pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, kinerja ekspor non migas semester I 2015
turun sebesar 6,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Di samping pelemahan perekonomian negara tujuan
ekspor non migas Indonesia, merosotnya harga komoditas di pasar
internasional juga diperkirakan menjadi salah satu pemicu
melemahnya kinerja ekspor Indonesia. Ekspor non migas Indonesia
saat ini masih didominasi oleh komoditas primer dengan pangsa
sebesar 65%, sementara ekspor produk manufaktur hanya memiliki
pangsa sebesar 35% dari total ekspor non migas Indonesia (BPS,
2015). Dominasi produk primer tersebut menjadikan ekspor
Indonesia sangat rentan terhadap perubahan harga di pasar
internasional yang sangat dinamis. Selain itu, kebergantungan
terhadap ekspor komoditas primer menjadikan peran perdagangan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 3
Indonesia dalam perdagangan global relatif stagnan yaitu hanya
pada tingkatan 1% dari total ekspor dunia selama 5 tahun terakhir,
2010-2014 (UN Comtrade, 2015). Sementara itu, permintaan dunia
justru menunjukkan hal yang sebaliknya dimana permintaan impor
akan produk manufaktur mencapai 67% sementara permintaan
impor akan komoditas primer hanya mencapai 33%. salah satu
langkah yang harus dilakukan agar Indonesia dapat meningkatkan
ekspor adalah dengan merubah struktur ekspor Indonesia dari
dominasi komoditas primer menjadi dominasi produk manufaktur
guna mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pada
tahun 2019, kontribusi produk manufaktur ditargetkan mencapai 65%
dari total ekspor Indonesia (Tabel 1.2).
Tabel 1.2. Target Pertumbuhan Ekspor Non Migas Indonesia
Sumber: Renstra Kementerian Perdagangan, 2015-2019
Di tengah kondisi pasar yang semakin terbuka, persaingan
diantara negara eksportir semakin ketat untuk memenangkan pasar
di negara tujuan yang sama. Sebagai contoh di pasar China, posisi
ekspor Indonesia bersaing dengan Philipina dan Vietnam (Tabel
1.3). Pada tabel tersebut terlihat nilai ekspor posisi Indonesia dipasar
China unggul dibandingkan Philipina dan Vietnam pada tahun 2010
dan 2014, namun pada triwulan pertama 2015 (Januari-Maret),
posisi ekspor Philipina (USD 4.3 milyar) telah menyamai Indonesia,
2015 2016 2017 2018 2019
Pertumbuhan Ekspor Non Migas (%) 8.0 9.9 11.9 13.7 14.3
Kontribusi Produk Manufaktur Terhadap Total
Ekspor (%)44.0 47.0 51.0 57.0 65.0
Pertumbuhan Ekspor Jasa (%) 12-14 13-16 14-17 18-18 16-19
Pertumbuhan Ekspor Non Migas ke Pasar Utama (%) 5.5 7.7 10.0 11.5 13.5
Pertumbuhan Ekspor Non Migas ke Pasar Prospektif
(%)9.7 11.9 14.3 15.9 18.0
TahunIndikator Sasaran
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 4
bahkan Vietnam lebih unggul dari Indonesia (USD 4.9 milyar).
Penurunan performa ekspor pada triwulan pertama 2015,
menunjukkan perlunya upaya untuk mempertahankan daya saing
produk ekspor.
Tabel 1.3. Perkembangan Posisi Ekspor Indonesia di Pasar China
Sumber: Trademap, 2015 (diolah)
Perdagangan antar negara yang semula berdasarkan pada
teori keunggulan comparatif, kini telah bergeser menjadi keunggulan
kompetitif. Pengembangan teknologi memungkinkan negara-negara
yang semula tidak memiliki keunggulan komparatif, bisa menjadi
produsen utama produk ekspor yang memiliki keunggulan kompetitif.
Untuk itu Indonesia perlu sekali mengembangkan keunggulan
kompetitif produk ekspornya di pasar global.
Langkah tersebut tentu sejalan dengan salah satu misi
pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla
untuk dapat meningkatkan peran Indonesia di perdagangan global.
Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana
pemerintah Indonesia dan para stakeholders dapat bekerjasama
membangun sektor manufaktur yang berorientasi ekspor. Oleh
karena itu, dalam rangka mendukung misi pemerintah tersebut,
Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian
2010 2014 Jan-Mar 2015
World 1,393.9 1,963.1 372.9 8.30 (21.45) 100.00
1 Korea, South 138.0 190.3 40.7 7.96 (8.15) 10.91
2 Japan 176.3 162.7 33.1 (3.36) (11.30) 8.89
3 United States 101.3 153.1 35.6 10.93 (10.40) 9.56
4 Taiwan 115.6 152.3 32.3 8.07 (2.59) 8.67
5 China 106.8 143.8 29.5 8.80 (3.61) 7.90
8 Malaysia 50.4 55.8 12.0 1.73 (8.30) 3.22
14 Thailand 33.2 38.2 8.2 2.60 (11.81) 2.20
16 Singapore 24.6 30.5 6.5 5.20 (15.58) 1.73
19 Indonesia 20.8 24.6 4.3 3.49 (47.10) 1.16
25 Philippines 16.2 21.0 4.3 5.50 2.21 1.17
27 Vietnam 7.0 19.9 4.9 28.65 16.79 1.31
30 Myanmar 1.0 15.6 0.8 83.81 (49.71) 0.20
119 Brunei Darussalam 0.6 0.2 0.0 (34.95) (91.53) 0.00
Rank
USD MiliarGrowth (%)
15/14
Trend (%)
2010-14
Share (%)
2015Partner Country
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 5
Perdagangan membuat kajian dengan judul Analisis Daya Saing
Indonesia dan ASEAN lainnya di Pasar Produk Utama
Indonesia. Kajian ini hanya akan berfokus pada 10 produk
manufaktur utama Indonesia serta hanya akan berfokus pada
perbandingan posisi dan daya saing Indonesia dengan negara
ASEAN karena negara-negara ASEAN merupakan pesaing terdekat
dan memiliki karakteristik sosial budaya yang hampir serupa dengan
Indonesia. Selain itu, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan
diimplementasikan pada awal tahun 2016 memberikan peluang dan
tantangan bagi perkembangan ekspor Indonesia kedepan terutama
menyangkut daya saing produk sektor manufaktur sehingga sangat
penting bagi Indonesia untuk mengetahui posisi dan daya saing
produk Indonesia dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya di
pasar tujuan utama produk Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagaimana posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya di
beberapa pasar produk utama Indonesia;
2. Bagaimana daya saing beberapa produk utama Indonesia di
pasar ekspor utama;
3. Apa rekomendasi kebijakan yang perlu dirumuskan dalam rangka
peningkatan daya saing produk unggulan di pasar produk utama
Indonesia.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya di
beberapa pasar produk utama Indonesia;
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 6
2. Untuk mengetahui daya saing beberapa produk utama Indonesia
di pasar ekspor utama;
3. Untuk memberikan rekomendasi kebijakan dalam rangka
peningkatan daya saing produk unggulan di pasar produk utama
Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup Kajian
Kajian ini hanya akan berfokus pada 10 produk manufaktur
utama Indonesia antara lain: Tekstil dan Produk Tekstil (TPT),
Elektronika, Produk Kimia, Produk Kayu, Kertas dan Furniture,
Otomotif, Alas Kaki, Mesin-Mesin, Produk Logam, Produk Plastik dan
Produk Karet.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional telah terjadi sejak berabad-abad
yang lalu. Teori yang mendasarinya pun telah mengalami banyak
perubahan. Pada dasarnya teori perdagangan internasional
merupakan aplikasi prinsip-prinsip makroekonomi dan mikroekonomi
ke dalam konteks nasional. Namun banyak pula teori-teori lanjutan
yang berakar dalam ilmu ekonomi internasional itu sendiri.
Pada awalnya, orang-orang berpendapat bahwa satu-satunya
cara bagi sebuah negara untuk menjadi kaya dan kuat adalah
dengan melakukan sebanyak mungkin ekspor dan sesedikit mungkin
impor. Filosofi ekonomi ini disebut merkantilisme. Pada masa ini
pemerintah harus menggunakan seluruh kekuatannya untuk
mendorong ekspor dan mengurangi serta membatasi impor. Dalam
setiap kesempatan, kaum merkantilis selalu melakukan
pengendalian pemerintah yang ketat terhadap semua aktivitas
ekonomi dan mengajarkan nasionalisme ekonomi karena mereka
percaya bahwa sebuah negara hanya dapat memperoleh
keuntungan dari perdagangan dengan mengorbankan negara lain
(Salvatore, 1997).
Pandangan para merkantilis terhadap perdagangan
internasional menimbulkan teori-teori lain (teori klasik) mengenai
perdagangan internasional sebagai reaksi terhadap merkantilisme.
Teori yang pertama adalah teori keunggulan absolut yang
dikemukakan oleh Adam Smith. Menurut Adam Smith, perdagangan
antara dua negara didasarkan pada keunggulan absolut (absolute
advantage). Jika sebuah negara lebih efisien daripada (atau memiliki
keunggulan absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi
sebuah komoditi, namun kurang efisien dibanding (atau memiliki
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 8
kerugian absolut terhadap) negara lain dalam memproduksi komoditi
lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan
dengan cara masing-masing melakukan spesialisasi dalam
memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan
menukarkannya dengan komoditi lain yang memiliki kerugian absolut
(Salvatore, 1997).
Teori keunggulan absolut yang dikemukakan oleh Adam Smith
pada kenyataannya sulit untuk diimplementasikan karena tidak ada
negara yang benar-benar memiliki keunggulan absolut atas suatu
komoditas. Selain itu, ada pula beberapa negara yang memiliki
keunggulan absolut atas komoditas yang sama. Teori keunggulan
absolut Adam Smith tidak mampu menjelaskan fenomena-fenomena
tersebut sehingga muncul teori baru dalam menjelaskan
perdagangan internasional, yakni teori keunggulan komparatif
(comparative advantage) oleh David Ricardo. Teori ini mejelaskan
bahwa negara-negara harus berspesialisasi dalam memproduksi
komoditas dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut yang
lebih besar (jika negara itu memiliki keunggulan absolut atas kedua
komoditas yang diperdagangkan) atau dimana negara tersebut
memiliki kerugian absolut lebih kecil (jika negara itu memiliki
kerugian absolut atas kedua komoditas yang diperdagangkan)
(Husted dan Melvin, 2004).
Menurut hukum keunggulan komparatif, meskipun sebuah
negara kurang efisien dibanding (atau memiliki kerugian absolut
terhadap) negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih
tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang
menguntungkan kedua belah pihak. Teori keunggulan komparatif ini
didasari oleh beberapa asumsi, yaitu (1) hanya terdapat dua negara
dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat
mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak
ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi konstan, (5)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 9
tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi,
(7) menggunakan teori nilai tenaga kerja (Salvatore, 1997).
Teori klasik mengenai perdagangan internasional yang
dikemukakan oleh Adam Smith dan David Ricardo juga memiliki
beberapa kekurangan. Hal itu menyebabkan timbulnya teori baru
yang dikemukakan oleh Eli Heckscher dan Bertil Ohlin. Menurut
Heckscher dan Ohlin, sebuah negara mampu untuk berproduksi
dengan biaya yang lebih rendah (mempunyai keunggulan komparatif
pada) produk-produk yang dalam proses produksinya membutuhkan
jumlah faktor produksi (factor endowments) yang relatif banyak yang
terdapat pada negara tersebut (Husted dan Melvin, 2004). Dengan
kata lain, suatu negara akan mengekspor komoditi yang produksinya
lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan
murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia akan
mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber daya
yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).
2.2. Konsep Daya Saing
Berdasarkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang
tercantum dalam kamus Bahasa Indonesia tahun 1995, daya saing
adalah kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar
negeri dan kemampuannya untuk bertahan di dalam pasar tersebut.
Sedangkan menurut Porter (2005), daya saing didefinisikan oleh
produktivitas suatu negara yang menggunakan sumber daya
manusia, modal, dan sumber daya alamnya. Pandangan daya saing
sebagai zero-sum game dibantah oleh Porter, karena menurutnya
daya saing berkaitan erat dengan produktivitas suatu negara dan
dengan meningkatkan produktivitas maka negara tersebut akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Adapun yang
dimaksudkan dengan daya saing menurut World Economic Forum
(WEF) adalah seperangkat institusi, aturan, dan faktor yang
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 10
menentukan level produktivitas suatu negara. Menurut WEF ada 12
pilar daya saing yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Kebutuhan dasar:
a. Institusi
b. Infrastruktur
c. Kestabilan makroekonomi
d. Kesehatan dan pendidikan dasar
2. Penambah/peningkat efisiensi:
a. Pendidikan lanjut dan pelatihan
b. Efisiensi pasar barang
c. Efisiensi pasar tenaga kerja
d. Pasar keuangan yang baik
e. Ketersediaan teknologi
f. Ukuran pasar
3. Faktor inovasi dan kecanggihan:
a. Kecanggihan bisnis
b. Inovasi
Terdapat dua cara untuk mengukur daya saing suatu
komoditas, yaitu melalui keunggulan komparatif dan keunggulan
kompetitif komoditas tersebut. Keunggulan komparatif merupakan
suatu konsep yang dikembangkan oleh David Ricardo. Ricardo
menganggap keabsahan teori nilai berdasar tenaga kerja (labor
theory of value) yang menyatakan hanya ada satu faktor produksi
yang menentukan nilai suatu komoditas, yaitu faktor tenaga kerja.
Menurut teori nilai tenaga kerja, nilai atau harga sebuah komoditi
tergantung dari jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk
membuat komoditi tersebut (Salvatore, 1997). Teori ini tidak dapat
digunakan karena tenaga kerja bukanlah satu-satunya faktor
produksi dan tenaga kerja tidak bersifat homogen. Selanjutnya
seorang ekonomi bernama Haberler mendasarkan teori keunggulan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 11
komparatif berdasarkan teori biaya oportunitas. Menurut teori biaya
oportunitas, biaya sebuah komoditi adalah jumlah komoditi kedua
yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup
untuk emproduksi satu unit tambahan komoditi pertama sehingga
konsekuensinya adalah negara yang memiliki biaya oportunitas lebih
rendah dalam memproduksi sebuah komoditas akan memiliki
keunggulan komparatif atas komoditas tersebut.
Pemikiran para ekonom klasik seperti keunggulan komparatif
masih memiliki kekurangan karena menurut mereka keunggulan
komparatif di suatu negara bersumber dari perbedaan tingkat
produktivitas tenaga kerja (satu-satunya faktor produksi yang secara
eksplisit mereka perhitungkan). Namun, penjelasan yang cukup rinci
mengenasi sebab-sebab perbedaan tingkat produktivitas itu sendiri
tidak diberikan. Oleh karena itu Eli Heckscher dan Bertil Ohlin
mengembangkan lebih lanjut teori keunggulan komparatif yang biasa
disebut teori kepemilikan faktor (faktor endowment theory). Menurut
Heckscher dan Ohlin, sebuah negara akan mengekspor komoditi
yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif
melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan ia
akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumber
daya yang relatif langka dan mahal di negara itu (Salvatore, 1997).
Adapun teori keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan
oleh Porter pada tahun 1990. Keunggulan kompetitif suatu komoditi
merupakan keunggulan yang dapat dikembangkan dengan berbagai
usaha, oleh karena itu keunggulan kompetitif tidak menekankan
pada kondisi alami suatu komoditi. Menurut Porter (1990), daya
saing dapat diidentifikasikan dengan produktifitas, yakni tingkat
output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Adapun
faktor-faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditi
adalah: (1) kondisi faktor; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait
dan penunjang; (4) strategi, struktur, dan persaingan perusahaan.
Terdapat dua hal yang menentukan interaksi antara keempat faktor
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 12
tersebut, yaitu kesempatan dan kebijakan pemerintah. Secara
bersama-sama faktor-faktor tersebut membentuk sistem dalam
peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porters Diamond
Theory.
2.3. Penelitian Terdahulu
Telah banyak penelitian mengenai daya saing yang dilakukan
di Indonesia.Salah satunya adalah penelitian yang dilaksanakan oleh
Ismail (2005). Penelitian tersebut secara umum bertujuan untuk
memperoleh gambaran mengenai perkembangan daya saing industri
pariwisata serta perannya terhadap perekonomian Indonesia.
Analisis yang digunakan adalah analisis trend dengan pembobotan
rating scale, serta analisis SWOT (strength, weak, opportunities,
threat).
Penelitian lain mengenai daya saing juga telah dilakukan oleh
Kartikasari (2008) dalam analisis daya saing komoditi tanaman hias
dan aliran perdagangan anggrek Indonesia di pasar internasional.
Penelitian tersebut menggunakan metode Revealed Comparative
Advantage (RCA). Seyoum (2007) juga telah melakukan penelitian
dengan menggunakan metode Revealed Comparative Advantage
(RCA) untuk menganalisa daya saing usaha jasa tertentu, yaitu
bisnis, keuangan, jasa transprotasi dan pariwisata di negara
berkembang pada periode 19982003. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa negara-negara berkembang memiliki
keunggulan komparatif pada bidang travel/pariwisata dan
transportasi. Beberapa negara juga menunjukkan keunggulan
komparatif pada bidang keuangan dan bisnis. Walau begitu,
liberalisasi perdagangan dan kurangnya persiapan mengurangi
keunggulan komparatifnya pada beberapa tahun terakhir.
Amador dan Cabral (2008) melakukan penelitian mengenai
daya saing dengan menggunakan metode Constant Market Share
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 13
Analysis (CMSA). Penelitian tersebut menganalisa performa ekspor
Portugal pada tahun 19682006. Kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian tersebut adalah bahwa rata-rata pertumbuhan ekspor
Portugal selama periode tersebut lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan total ekspor dunia sehingga tiap tahunnya pangsa
pasar ekspor Portugal naik sebesar 0,4 persen.
Penelitian lain yang menggunakan metode Constant Market
Share Analysis (CMSA) telah dilakukan oleh Jimnez dan Martn
(2010), untuk mengetahui penyebab terjadinya perubahan pangsa
ekspor Euro Area dan negara-negara anggotanya pada periode
1994-2007. Penelitian tersebut menggunakan data nominal
perdagangan bilateral dari UNComtrade. Klasifikasi satu dan dua
digit digunakan untuk mengelompokkan produk menjadi 14 (tidak
termasuk produk minyak dan barang-barang yang tidak terklasifikasi
(unclassifiable goods), dimana masing-masing kelompok produk
diklasifikasikan sesuai dengan tingkat teknologinya, yaitu: rendah,
medium, dan tinggi. Penelitian ini juga menggunakan 14 pasar tujuan
ekspor. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa negara-negara
yang semakin baik perdagangan internasionalnya adalah: Slovakia,
Belanda, Finlandia, Slovenia, Ireland dan Spanyol dimana efek daya
saing memberikan dampak yang besar terhadap perubahan pangsa
pasar ekspornya. Adapun Perancis, Italia, Yunani, Portugal, dan
Jerman, kekuatan daya saing produk-produknya dalam perdagangan
internasional semakin menurun.
Lestari (2011) menganalisis daya saing ekspor produk alas kaki
indonesia di pasar Amerika Serikat periode 2000 sampai 2009
menggunakan metode RCA dan CMSA. Hasil analisis RCA
menunjukkan bahwa produk alas kaki Indonesia terlihat lebih unggul
secara komparatif jika dibandingkan dengan produk China.
Penelitian Narulita, dkk (2014) menyebutkan bahwa
berdasarkan analisis daya saing, nilai indeks RCA rata-rata sebesar
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 14
6,54 untuk produk kopi. Artinya, secara komparatif kopi Indonesia
memiliki daya saing di pasar internasional. Berdasarkan analisis
Berlian Porter, kopi Indonesia juga memiliki keunggulan secara
komparatif yang didukung oleh kondisi faktor (sumber daya alam,
modal, tenaga kerja, IPTEK), industri terkait dan pendukung, peran
pemerintah dan kesempatan.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 15
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan menganalisis bagaimana kondisi daya saing dari
komoditi ekspor Indonesia baik daya saing komparatif maupun daya saing
kompetitif. Daya saing komparatif dapat melihat perbandingan daya saing
1 negara dengan negara lain yang menjadi mitra dagang. Daya saing
kompetitif hanya melihat dari sisi 1 negara saja. Dengan menganalisis
daya saing komoditi dari dua sisi (komparatif dan kompetitif), maka akan
diperoleh gambaran utuh mengenai keunggulan dari komoditi tersebut.
Untuk menganalisis daya saing komparatif maka akan digunakan metode
Revealed Comparative Advantage (RCA), sedangkan metode Porter
Diamonds digunakan untuk menganalisis daya saing kompetitif.
Data untuk analisis daya saing merupakan data sekunder dari
UNcomtrade, WITs serta BPS. Data yang digunakan adalah data panel
dengan time series tahun 2010-2014 dan cross section Negara-negara
pesaing di pasar utama. Data primer yang dikumpulkan melalui survei,
diperlukan untuk menggali informasi terkait dengan hambatan untuk
meningkatkan daya saing serta program prioritas.
3.1. Daya Saing Komparatif
Revealed Comparative Advantage (RCA) merupakan sebuah
index yang digunakan untuk mengukur keuntungan maupun kerugian
relatif komoditi tertentu pada suatu negara yang tercermin pada pola
perdagangannya, seperti pangsa pasar ekspor. Metode yang
pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965 ini didasari
oleh konsep keunggulan komparatif Ricardian. Berdasarkan metode
RCA, perdagangan antar wilayah sebenarnya menunjukkan
keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu wilayah. Variabel
yang diukur pada metode ini meliputi kinerja ekspor suatu produk
pada wilayah terhadap total ekspor wilayah tersebut yang kemudian
dibandingkan dengan pangsa nilai produk dalam perdagangan dunia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 16
Metode RCA telah mengalami beberapa revisi dan modifikasi
(Vollrath, 199). Namun pada penelitian ini, metode RCA yang
digunakan adalah sama dengan RCA originalnya seperti yang
pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa pada tahun 1965.
Pada penelitian ini, metode RCA digunakan untuk mengukur
posisi daya saing dan ekspor buah-buahan tropis Indonesia di pasar
dunia. Adapun formula RCA tersebut adalah sebagai berikut:
RCA =
t
i
t
i
W
W
X
X
Dengan:iX = Nilai ekspor komoditi i Indonesia ke negara j
tX = Nilai total ekspor Indonesia ke negara j
iW = Nilai ekspor komoditi i dunia
tW = Nilai total ekspor dunia
Terdapat dua kemungkinan hasil yang dapat diperoleh, yaitu:
1. Nilai RCA yang diperoleh bernilai lebih dari satu (RCA>1). Hal
tersebut berarti negara tersebut memiliki keunggulan komparatif
diatas rata-rata dunia hingga komoditi tersebut memiliki daya
saing yang kuat.
2. Nilai RCA yang diperoleh kurang dari satu (RCA
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 17
3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk-produk yang
berpotensi di masa mendatang.
3.2. Daya Saing Kompetitif
Untuk melakukan analisis daya saing kompetitif yang lebih
cenderung pada analisis deskriptif dapat digunakan metode model
daya saing internasional Porter. Teori Porter tentang daya saing
berangkat dari keyakinannya bahwa teori ekonomi klasik yang
menjelaskan tentang keunggulan komparatif tidak mencukupi, atau
bahkan tidak tepat. Menurut Porter, suatu negara memperoleh
keunggulan daya saing jika perusahaan (yang ada di negara
tersebut) kompetitif. Daya saing suatu negara ditentukan oleh
kemampuan industri melakukan inovasi dan meningkatkan
kemampuannya. Porter menawarkan Diamond Model sebagai tool of
analysis sekaligus kerangka dalam membangun resep memperkuat
daya saing.
Gambar 3.1. Model Diamond Porter
Dalam perjalanan waktu, diamond model-nya Porter menuai
kritik dari berbagai kalangan. Ada beberapa aspek yang tidak
http://3.bp.blogspot.com/-I1V0GTOwk0M/Ub28j6v2coI/AAAAAAAACdU/JcGV07FvxS8/s1600/1.pngPuska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 18
termasuk dalam persamaan Porter. Pertama, model diamond
dibangun dari studi kasus di sepuluh negara maju, sehingga tidak
terlalu tepat jika digunakan untuk menganalisis negaranegara
sedang berkembang. Kedua, meningkatnya kompleksitas akibat
globalisasi, serta perubahan sistem perekonomian mengikuti
perubahan rezim politik, menjadikan model diamond Porter hanya
layak sebagai pioner dan acuan pertama dalam kancah studi
membangun daya saing negara.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian daya saing Indonesia dan ASEAN lainnya di pasar produk
manufaktur Indonesia, bertujuan untuk mengidentifikasi posisi Indonesia
dan negara ASEAN lainnya di beberapa pasar produk manufaktur
unggulan Indonesia, mengevaluasi daya saing beberapa produk
manufaktur unggulan Indonesia di pasar ekspor utama, dan memberikan
rekomendasi kebijakan dalam rangka peningkatan daya saing produk
manufaktur unggulan di pasar utama produk. Produk manufaktur unggulan
ditetapkan berdasarkan nilai ekspor tertinggi. Dari data Trade Map, 10
produk manufaktur dengan nilai ekspor tertinggi berdasarkan HS 6 yaitu
alas kaki, elektronik, karet, kayu kertas & furnitur, kimia, logam, mesin,
otomotif, plastik, dan TPT (tekstil dan produk tekstil). Untuk menjawab
tujuan kajian, setiap produk ekspor unggulan masing-masing dibahas
mulai dari tujuan pertama sampai ketiga.
Tujuan pertama tentang posisi Indonesia dan negara ASEAN lainnya
di beberapa pasar produk manufaktur unggulan Indonesia dibahas
menggunakan hasil analisis kuadran berdasarkan nilai ekspor tahun 2013
dan pertumbuhan nilai ekspor dari tahun 2012-2013. Sumbu-X
menunjukkan nilai ekspor dari 10 negara ASEAN ke dunia (dalam ribu
US$), sedangkan sumbu-Y menunjukkan pertumbuhan nilai ekspor
(persen). Garis tengah kuadran sejajar sumbu Y merupakan rata-rata nilai
ekspor, dan garis tengah kuadran sejajar sumbu X merupakan rata-rata
pertumbuhan ekspor. Posisi di kuadran I menunjukkan nilai ekspor dan
pertumbuhan ekspor tinggi. Di kuadran II menunjukkan nilai ekspor tinggi
dan pertumbuhan ekspor rendah.
Ada 2 analisis kuadran yang dilakukan. Pertama untuk menjawab
tujuan satu yaitu mengetahui posisi Indonesia dibandingkan dengan
ekportir negara ASEAN lainnya di pasar dunia. Negara ASEAN yang
menjadi pesaing Indonesia di pasar dunia yaitu negara yang berada pada
kuadran I dan kuadran II untuk masing-masing produk. Analisis kuadran
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 20
yang kedua untuk menentukan 10 Negara tujuan utama yang diperlukan
untuk menjawab tujuan dua.
Daya saing produk manufaktur Indonesia di 10 pasar utama yang
merupakan tujuan kedua, dibahas dari keunggulan komparatifnya
berdasarkan hasil analisis RCA (Revealed Comparative Advantage) tahun
2013. Negara pesaing Indonesia di 10 pasar utama tersebut, ditetapkan 5
negara pesaing dari ASEAN yang memiliki kontribusi ekspor tertinggi.
Tahun 2013 dijadikan dasar untuk menentukan daya saing, dengan
mempertimbangkan kelengkapan data pada saat penelitian dilakukan.
Disamping itu, nilai RCA pada tahun 2013 dianggap dapat
merepresentasikan kondisi daya saing terkini produk yang dianalisis.
Keunggulan metode RCA adalah mengukur share ekspor produk
suatu negara dibandingkan dengan share ekspor dunia produk tersebut ke
pasar tujuan yang sama. Nilai RCA yang dihasilkan berkisar antar nol
sampai tak terhingga. Suatu produk dikatakan memiliki daya saing di
negara tujuan ekspor apabila memiliki nilai RCA diatas satu. Sebaliknya,
produk yang memiliki nilai RCA dibawah satu dapat diklasifikasikan
sebagai produk yang tidak berdaya saing di negara tujuan ekspor.
Tujuan ketiga yaitu rekomendasi kebijakan dalam rangka
peningkatan daya saing menggunakan analisis Porters diamond dengan
mempertimbangkan hasil dari analisis kuadran dan RCA. Analisis daya
saing menggunakan model Porters Diamond ditujukan untuk menyusun
strategi-strategi kebijakan yang dapat meningkatan daya saing 10 produk
unggulan. Analisis dilakukan terhadap empat faktor utama dalam model
Porters Diamond, yaitu:
a. Kondisi faktor (Factor Condition, FC) yaitu posisi Indonesia dilihat dari
kondisi faktorfaktor produksi seperti Sumber Daya Alam, Sumber
Daya Manusia dari sisi keterampilan dan jumlah, modal, infrastruktur
serta IPTEK (ilmu pengetahuan dan teknologi).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 21
b. Kondisi permintaan (Demand Condition, DC) yaitu keadaan permintaan
atas tekstil dan produk tekstil di dalam negeri maupun di negara-negara
tujuan ekspor.
c. Industri terkait dan industri pendukung (Related and Supporting
Industries, RSI) yaitu keberadaan atau ketiadaan industri pemasok
bahan baku dan industri terkait lainnya di negara tersebut yang secara
internasional bersifat kompetitif.
d. Strategi perusahaan, struktur dan persaingan (Firm Strategy, Structure,
and Rivalry, FSSR) yaitu strategi yang umum dianut perusahaan,
struktur industri dan persaingan antar perusahaan dalam industri, baik
pesaing domestik maupun pesaing di pasar dunia.
Selain keempat komponen utama tersebut, ada dua faktor
pendukung yaitu peran pemerintahan (government) dan kesempatan
(opportunity). Keempat faktor utama dan dua faktor pendukung tersebut
saling berinteraksi (Porter 1998). Gambar 4.1 menunjukkan hubungan
interaksi antar faktor-faktor utama dan faktor pendukung penentu daya
saing menurut Porter.
Gambar 4.1. Interaksi Antar Faktor Daya Saing Dalam Porters
Diamond
Strategi Perusahaan,
struktur dan
Persaingan
Kondisi faktor Kondisi Permintaan
Industri terkait dan
penunjang
Kesempatan Peran
pemerintah
Peran
pemerintah Kesempatan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 22
Dari hasil analisis faktor utama penentu, selanjutnya ditetapkan
faktor yang menjadi keunggulan dan faktor yang menjadi kelemahan bagi
daya saing masing-masing produk manufaktur. Faktor yang menjadi
keunggulan dalam menentukan daya saing produk manufaktur
dilambangkan dengan (+) sedangkan faktor yang menjadi kelemahan
disimbolkan dengan (-). Hasil keseluruhan interaksi antar faktor yang
saling mendukung sangat menentukan perkembangan yang dapat
menjadi competitive advantage produk manufaktur.
Analisis Porters Diamond untuk kesepuluh produk manufaktur
unggulan Indonesia dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi
melalui studi literatur, survey lapangan dan diskusi terbatasi. Survey
lapangan dilakukan pada 2 lokasi yakni Cikarang, Kabupaten Bekasi,
Jawa Barat dan Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Baik survey
lapangan Cikarang maupun Batam dilakukan pada tanggal 1 4
September 2015. Secara umum, hasil yang didapat dari kedua survey
lapangan adalah sebagai berikut:
a. Pada aspek kondisi permintaan, baik perusahaan eksportir di Cikarang
dan Batam menyatakan bahwa pihaknya melakukan ekspor sesuai
dengan pesanan dari pembeli luar negeri, sehingga desain atau
spesifikasi juga tergantung dari pesanan tersebut.
b. Pada aspek faktor kondisi, perusahaan eksportir masih memiliki
ketergantungan yang tinggi pada bahan baku impor. Selain itu,
perusahaan juga kerap terkendala dengan kondisi SDM.
c. Pada aspek industri terkait dan industri pendukung, perusahaan
eksportir saat ini tidak menghadapi kendala dalam mendapatkan
pasokan bahan baku.
d. Pada aspek strategi, struktur dan persaingan, perusahaan eksportir
menyatakan bahwa produk Indonesia memiliki kualitas lebih bagus
dibandingkan negara kompetitor, namun market campaign untuk
mempromosikan produk Indonesia belum optimal.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 23
e. Pada aspek kebijakan pemerintah, sejauh ini regulasi dirasakan sudah
lebih baik dan perusahaan eksportir mengharapkan regulasi dan aturan
agar lebih ditingkatkan.
f. Pada aspek peluang, sebagian besar perusahaan eksportir
menyatakan optimis menghadapi perdagangan bebas.
4.1. Posisi dan Daya Saing Produk Alas Kaki Indonesia dan Negara
ASEAN Lainnya
4.1.1. Daya Saing Komparatif Produk Alas Kaki
Ekspor Indonesia ke pasar produk alas kaki utama
dunia, yaitu Amerika Serikat, Jerman dan Perancis masih
unggul dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Vietnam.
Vietnam berhasil mengungguli Indonesia di tiga pasar utama
tersebut. Selain Vietnam, Kamboja juga muncul menjadi
negara pesaing sekaligus ancaman bagi produk alas kaki
Indonesia. Kamboja merupakan negara ASEAN yang
posisinya tepat berada di bawah Indonesia. Impor AS, Jerman
dan Perancis dari Kamboja selama 2010-2014 mengalami
pertumbuhan yang signifikan masing-masing sebesar 57,6%;
9,2% dan 16,6% per tahun (Tabel 4.1).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 24
Tabel 4.1. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Alas
Kaki Dunia
Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)
Pada Gambar 4.1. dapat diketahui bahwa untuk produk
alas kaki, posisi Indonesia di pasar dunia berada di kuadran II
dimana nilai ekspor produk alas kaki berada di atas rata-rata
namun pertumbuhan ekspornya berada di bawah rata-rata
negara ASEAN lainnya. Selain Indonesia, Vietnam juga
merupakan negara yang berada di kuadran II, dengan nilai
ekspor yang lebih besar dibandingkn dengan Indonesia.
Selain Vietnam, Filipina juga merupkan eksportir alas kaki
yang memiliki pertumbuhan ekspor yang tinggi, jauh di atas
rata-rata negara ASEAN lainnya dan dapat menjadi ancaman
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari Pemasok
2014/2013 (%)
China 1 17.77 1.39 0.25
Viet Nam 2 3.79 21.25 23.83
Italy 3 1.47 11.62 8.36
Viet Nam 2 3.79 21.25 23.83
Indonesia 4 1.29 20.40 7.04
Cambodia 10 0.13 57.63 116.79
Thailand 11 0.11 -5.28 2.10
Myanmar 43 0.00 n/a 2274.83
Malaysia 53 0.00 -10.55 -32.41
Singapore 59 0.00 27.07 62.50
Philippines 62 0.00 -15.97 75.47
Lao People's Democratic Republic 107 0.00 n/a -75.00
Brunei Darussalam 110 0.00 n/a n/a
China 1 2.17 -0.97 -17.72
Italy 2 1.21 3.17 15.47
Netherlands 3 1.07 42.30 129.39
Viet Nam 4 0.81 -2.51 -32.44
Indonesia 11 0.34 0.59 -30.24
Cambodia 21 0.12 9.20 -6.30
Thailand 29 0.04 -9.66 -38.42
Malaysia 41 0.00 -26.65 -49.77
Myanmar 47 0.00 -46.18 11013.33
Philippines 50 0.00 79.53 737.60
Singapore 64 0.00 -36.33 -89.81
Lao People's Democratic Republic 105 0.00 n/a -100.00
Brunei Darussalam 121 0.00 n/a n/a
Italy 1 1.59 5.92 11.49
China 2 1.26 -4.18 -36.58
Belgium 3 0.92 62.44 789.84
Viet Nam 8 0.28 -12.49 -55.70
Indonesia 16 0.07 -22.24 -73.81
Cambodia 17 0.05 16.63 -3.95
Thailand 20 0.03 -13.08 -31.80
Myanmar 41 0.00 392.69 77.90
Singapore 42 0.00 43.01 277.02
Malaysia 58 0.00 -28.53 -70.06
Lao People's Democratic Republic 71 0.00 -40.71 -60.50
Philippines 89 0.00 -57.87 -87.08
Brunei Darussalam 157 - n/a -100.00
USA 27.04
Germany 10.98
France 7.87
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 25
bagi Indonesia. Dengan demikian, Vietnam dan Filipina
merupakan pesaing utama produk alas kaki Indonesia.
Gambar 4.2. Posisi Produk Alas Kaki Indonesia dan
ASEAN Lainnya Di Pasar Dunia Sumber: Hasil Analisis
Amerika Serikat (AS) merupakan negara tujuan ekspor
utama produk alas kaki Indonesia dan terletak pada kuadran II
yang berarti bahwa nilai ekspornya besar namun
pertumbuhan ekspornya cenderung mengalami penurunan.
Negara tujuan ekspor produk alas kaki Indonesia yang
memiliki pertumbuhan ekspor tinggi meskipun nilai ekspornya
masih relatif rendah antara lain Portugal dan Iran.
Pert
umbu
han
Nila
i Eks
por P
rodu
k A
las
Kaki
Neg
ara
ASE
AN
Tahu
n 20
12-2
013
(Per
sen)
Nilai Ekspor Komoditi Alas Kaki Negara-Negara ASEAN (USD Ribu)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 26
Gambar 4.3. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk
Alas Kaki Indonesia Sumber: Hasil Analisis
Tabel 4.2. menunjukkan nilai RCA produk alas kaki dari
Indonesia di 10 negara tujuan ekspor utama serta nilai RCA 5
negara pesaing utama dari ASEAN. Produk alas kaki
Indonesia seluruhnya memiliki daya saing (comparative
advantege) di seluruh 10 negara tujuan ekspor. Negara
pesaing utama produk alas kaki Indonesia, Vietnam juga
memiliki daya saing di seluruh 10 negara tujuan utama ekspor
Indonesia. Bahkan, Vietnam selalu memiliki nilai RCA yang
selalu lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia.
Pe
rtu
mb
uh
an
Nila
i E
ksp
or
Pro
du
k A
las k
ak
i
Ta
hu
n 2
01
2-2
01
3 (
Pe
rse
n)
Nilai Ekspor Produk Alas kaki Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 27
Tabel 4.2. Nilai RCA Produk Alas Kaki Indonesia dan Negara ASEAN
Pesaing di 10 Negara Tujuan Utama
Sumber: Hasil Analisis
4.1.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porters Diamond Produk
Alas Kaki
Kondisi Faktor
Kondisi faktor meliputi semua ketersediaan sumber daya
input, yaitu sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber
daya modal, sumber daya IPTEK dan sumber daya
infrastruktur. Ketersediaan input dalam jumlah sesuai dengan
kebutuhan serta semakin tinggi kualitas input, semakin besar
pula peluang industri dan negara dalam meningkatkan daya
saing.
Kondisi faktor industri alas kaki di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi terbatas,
secara rinci diuraikan berikut ini:
1. Bahan baku masih harus impor karena belum mampu
menghasilkan produk plastik yang berkualitas di dalam
negeri (-);
2. SDM lokal sudah cukup terampil dan memahami industri
plastik (+);
3. Energi sudah mencukupi sesuai dengan yang dbutuhkan
namun yang menjadi masalah adalah harga yang cukup
Indonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura
Amerika Serikat 5.53 0.00 0.42 10.49 0.01 0.01
Inggris 13.80 0.36 1.34 15.53 0.02 0.17
Belanda 6.47 0.00 0.32 17.15 0.01 0.06
Jepang 1.13 0.01 0.17 3.91 0.32 0.15
Jerman 11.98 0.13 0.40 12.43 0.02 0.01
Cina 6.09 0.04 0.78 28.38 0.21 0.04
Belgium 32.17 0.01 0.23 55.29 - 0.16
Peru 12.31 1.73 0.07 38.50 - 0.04
Italy 5.25 0.04 0.57 8.64 0.01 0.44
Australia 2.17 0.02 0.19 4.84 0.05 0.14
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 28
tinggi. Saat ini, sebagian besar industri alas kaki Indonesia
menggunakan listrik yang disuplai oleh pihak swasta
dengan jaminan bahwa tidak akan terjadi gangguan dalam
pasokan, namun demikian harga yang dibayarkan lebih
besar jika dibandingkan dengan yang disediakan oleh PLN
(-);
4. Untuk pengembangan teknologi hingga saat ini masih
diadopsi dari perusaan dari luar negeri (-);
5. Selain itu, kondisi politik nasional yang selalu berpolemik
dan tututan buruh yang tidak bisa ditangani oleh
pemerintah. (-);
6. Pelemahan IDR terhadap US Dollar menjadi permasalahan
bagi industri (-);
7. Terdapat permasalahan modal dalam pengembangan
produksi, untuk mengadopsi teknologi membutuhkan
investasi yang sangat besar, mesin-mesin yang digunakan
saat ini sudah puluhan tahun sehingga harus diremajakan
(-);
8. Infrastruktur saat ini sudah cukup bagus namum perlu
perbaikan dalam proses pelayanan di pelabuhan dan
proses dokumen (+);
9. Jaringan pemasaran saat ini sudah cukup baik baik di
dalam maupun di luar negeri (+).
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri alas kaki Indonesia merupakan salah satu faktor
penting dalam menunjang daya saing produk alas kaki
Indonesia. Kondisi industri yang terkait dengan industri
berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas
diantaranya sebagai berikut:
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 29
1. Ketersediaan bahan baku penunjang di dalam negeri sudah
cukup banyak dengan harga yang terjangkau dan bersaing
dengan satu dan lainnya (+);
2. Bahan baku utama saat ini masih tergantung ke luar negeri,
produsen-produsen biji plastik belum membuka pabriknya
di Indonesia. Biji plastik tersebut diperlukan terutama untuk
memproduksi sepatu olahraga (sportwear) (-);
3. Bahan baku utama lainnya yaitu kulit juga masih
bergantung pada bahan baku impor karena pasokan dalam
negeri yang tidak mencukupi (-).
Kondisi Permintaan
Permintaan produk alas kaki terdiri dari permintaan
domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan
akan menciptakan pasar. Kondisi permintaan produk alas kaki
berdasarkan hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi
terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Desain dan spesifikasi produk dibuat berdasarkan
permintaan customer yang dikembangkan di luar negeri (-);
2. Kuantitas barang tergantung dari customer yang melakukan
pemesanan tidak ada batasan jumlah baik untuk lokal
maupun ekspor serta negara tujuan ekspor dari head office.
(+);
3. Saat ini permintaan pasar secara rata-rata memiliki pangsa
sekitar 30% dari total penjualan dan cenderung menurun
beberapa tahun terakhir mulai dari tahun 2006 (-);
4. Tujuan ekspor utama adalah pasar Amerika Serikat yang
tren pertumbuhannya terus meningkat (+).
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi persaingan dalam industri alas kaki sangat ketat
terutama dengan negara-negara tetangga ASEAN. Produk
alas kaki nasional bersaing cukup ketat dengan produk
terutama dari negara Vietnam di pasar internasional. Kondisi
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 30
strategi, struktur dan persaingan pada industri alas kaki
berdasarkan hasil studi literatur, survey lapangan dan diskusi
terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk barang sejenis yang diproduksi di dalam atau di luar
negeri secara kualitas tidak jauh berbeda dan terkadang
barang di dalam negeri jauh lebih bagus (+);
2. Marketing campaign terhadap produk alas kaki Indonesia di
pasar luar negeri dirasa sudah cukup baik (+);
3. Negara seperti RRT dan Vietnam telah menghasilkan
barang subtitusi (-);
4. Salah satu pemicu menurunnya tren permintaan impor
dunia akan produk alas kaki Indonesia adalah karena
perusahaan asing lebih memilih melakukan investasinya ke
negara-negara lain seperti Vietnam dan Kamboja (-);
5. Sebagian besar produk alas kaki Indonesia yang diekspor
merupakan produk dari merk yang telah dikenal secara
internasional, dengan demikian layanan purna jual tentu
berkaian dengan pemegang merk langsung (+).
Kebijakan Pemerintah
Industri alas kaki merupakan industri padat karya
sehingga kebijakan pemerintah terkait dengan tenaga kerja
dan upah tenaga kerja merupakan faktor yang paling esensial.
Berikut merupakan beberapa kebijakan pemerintah yang
memberikan dampak signifikan dalam mempengaruhi daya
saing produk alas kaki Indonesia antara lain:
1. Insentif yang diberikan pemerintah adalah pemberian
program restrukturisasi dalam hal investasi. Hingga saat ini,
tidak terdapat kebijakan pemerintah yang berpengaruh
terhadap industri yang terkait (-);
2. Kebijakan pemerintah terkait upah buruh masih sangat
memberatkan pelaku usaha. Kenaikan upah buruh saat ini
tengah dijadikan salah satu senjata kampanye bagi para
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 31
pemimpin daerah. Penentuan upah buruh tanpa didasari
dengan perhitungan dan proyeksi yang matang menjadi
beban bagi para pelaku usaha (-);
3. Belum terdapat regulasi atau kebijakan yang dapat
mengontrol aksi demo buruh (-);
4. Birokrasi pemerintah masih dirasa berbelit-belit dan harus
terus ditingkatkan (-).
Kesempatan
1. Depresiasi IDR terhadap US Dollar dirasa merugikan
karena hampir sebagian besar bahan baku industri alas
kaki Indonesia masih didominasi dan bergantung pada
bahan baku impor (-);
2. Beberapa perjanjian perdagangan bebas memberikan
pengaruh bagi ekspor produk alas kaki Indonesia terutama
untuk membuka akses pasar (+);
3. Produk alas kaki yang berasal dari kulit atau alas kaki untuk
pria dan wanita cukup tinggi. Industri banyak
memanfaatkan AKFTA untuk dapat masuk ke pasar Korea
Selatan yang demandnya terus meningkat (+).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 32
Gambar 4.4. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Alas Kaki
Sumber: Hasil Analisis
4.2. Posisi dan Daya Saing Produk Kimia Indonesia dan Negara
ASEAN Lainnya
4.2.1. Daya Saing Komparatif Produk Kimia
AS, Jerman dan RRT merupakan pasar utama produk
kimia dunia. Ekspor Indonesia ke pasar produk kimia utama
dunia, yaitu Amerika Serikat (AS) dan Jerman masih unggul
dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali Malaysia dan
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 33
Singapura. Sementara untuk pasar RRT, Indonesia masih
unggul dibandingkan negara ASEAN lainnya, kecuali
Singapura dan Thailand. Namun demikian, tren pertumbuhan
impor produk kimia di pasar RRT dari Indonesia selama
periode 2010-2014 menunjukkan pertumbuhan yang positif
hampir setara dengan singapura dengan pertumbuhan lebih
dari 10% per tahun. Lebih lanjut, pada periode yang sama
impor produk kimia AS dari Indonesia juga menunjukkan
pertumbuhan yang relatif lebih besar jika dibandingkan
dengan Malaysia dan Singapura. Negara ASEAN lain yang
juga memiliki performa ekspor yang cukup baik adalah
Vietnam, meskipun secara umum posisinya masih berada di
bawah Indonesia (Tabel 4.3).
Tabel 4.3. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Produk Kimia
Dunia
Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari Pemasok
2014/2013 (%)
Ireland 1 24.34 -3.96 8.76
Germany 2 21.78 12.07 13.63
Canada 3 20.08 0.72 -0.27
Singapore 12 5.54 1.61 10.21
Malaysia 27 0.81 13.94 29.83
Indonesia 29 0.66 26.60 -15.83
Thailand 37 0.36 12.66 2.79
Viet Nam 42 0.22 2.13 6.38
Philippines 56 0.10 -3.42 -11.32
Brunei Darussalam 73 0.02 30.68 128.71
Lao People's Democratic Republic 91 0.00 -29.84 -55.56
Cambodia 121 0.00 n/a 2150.00
Netherlands 1 23.46 14.25 34.64
Belgium 2 20.59 18.07 92.61
Switzerland 3 13.85 5.72 -6.88
Singapore 27 0.41 -23.94 -83.83
Malaysia 44 0.12 -17.19 -67.00
Indonesia 46 0.11 -2.32 -48.99
Thailand 49 0.09 2.64 -16.64
Viet Nam 51 0.06 18.00 49.90
Philippines 61 0.03 9.39 -68.41
Lao People's Democratic Republic 128 0.00 1.51 -97.57
Brunei Darussalam 171 0.00 n/a n/a
Myanmar 172 0.00 n/a -100.00
Cambodia 174 0.00 n/a -100.00
Korea, Republic of 1 18.53 10.38 -4.21
Japan 2 16.85 3.38 -7.60
United States of America 3 13.69 4.17 1.86
Singapore 7 4.44 12.10 5.96
Thailand 9 3.05 10.94 -12.09
Indonesia 10 2.56 10.84 44.08
Malaysia 14 1.98 6.95 -16.03
Viet Nam 39 0.31 32.63 139.93
Philippines 48 0.14 -3.13 23.27
Brunei Darussalam 56 0.04 -3.93 162.14
Lao People's Democratic Republic 61 0.03 56.48 3114.65
Myanmar 80 0.01 44.65 49.80
Cambodia 113 0.00 -48.33 -54.55
USA 187.64
Germany 133.11
China 126.28
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 34
Pada Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa untuk produk
kimia, posisi Indonesia di pasar dunia berada di kuadran I
dimana nilai ekspor dan pertumbuhan ekspornya berada di
atas rata-rata negara ASEAN. Selain Indonesia, Malaysia dan
Thailand juga berada di kuadran I dengan nilai dan
pertumbuhan ekspor produk kimia di atas rata-rata negara
ASEAN. Dengan demikian, pesaing utama produk kimia
Indonesia yang berasal dari negara ASEAN di pasar dunia
adalah Malaysia, Thailand dan Singapura. Nilai ekspor produk
kimia Singapura tertinggi dibandingkan dengan ASEAN
lainnya meskipun pertumbuhan ekspornya cenderung
menurun berada di bawah rata-rata ASEAN.
Gambar 4.5. Posisi Produk Kimia Indonesia dan ASEAN
Lainnya di Pasar Dunia
Sumber: Hasil Analisis
Negara tujuan ekspor produk kimia Indonesia sebagian
besar besar berada di kuadran II antara lain: RRT, Malaysia
dan India. Ekspor Indonesia ke negara tersebut memiliki nilai
yang cukup besar namun pertumbuhan ekspornya cenderung
Pert
umbu
han
Nila
i Eks
por
Prod
ukKi
mia
Neg
ara
ASE
AN
Tahu
n 20
12-2
013
(Per
sen)
Nilai Ekspor Produk Kimia Negara-Negara ASEAN (Ribu US$)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 35
stagnan dan atau mengalami penurunan. Pasar tujuan ekspor
yang dinilai prospektif adalah pasar ASEAN yaitu Vietnam dan
Filipina karena pertumbuhan ekspor yang tinggi pada tahun
2013 meskipun nilai ekspornya masih relatif rendah (Gambar
4.5).
Gambar 4.6. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Produk
Kimia Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Di pasar tujuan utama eskpor produk kimia Indonesia,
yaitu RRT dan Malaysia, produk kimia Indonesia mampu
berdaya saing dengan produk dari negara lain. Sementara itu,
di pasar India dan Amerika Serikat yang juga merupakan
importir utama produk kimia dunia, Indonesia masih kalah
bersaing jika dibandingkan dengan Singapura.
Nilai Ekspor Produk Kimia Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Pe
rtu
mb
uh
an
Nil
ai E
ksp
or
Pro
du
kK
imia
Ta
hu
n 2
01
2-2
01
3 (
Pe
rse
n)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 36
Tabel 4.4. RCA Produk Kimia Indonesia dan Negara ASEAN Pesaing
di 10 Negara Tujuan Utama
Sumber: Hasil Analisis
4.2.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porters Diamond Produk
Kimia
Kondisi Faktor
Kondisi faktor industri Kimia di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur, survey dan diskusi terbatas, secara rinci
diuraikan berikut ini:
1. Kebutuhan produk kimia domestik sangat tinggi. Sebagai
contoh, kebutuhan propilena dalam negeri pada saat ini
mencapai 4,5 juta ton per tahun. Sedangkan industri hulu
dalam negeri hanya mampu menghasilkan propilena
sebesar 2,5 juta ton (-);
2. Bahan baku masih sangat bergantung pada impor (-);
3. Masih rendahnya penelitian dan pengembangan pada
industri kimia. Penelitian dan pengembangan di industri
kimia diharapkan dapat meningkatkan proses produksi
untuk memangkas biaya produksi, melakukan diversifikasi
produk, dan mengembangkan produk baru (-);
Negara Tujuan Ekspor
IndonesiaIndonesia Malaysia Thailand Vietnam Philipina Singapura
United States of America 0.49 0.07 0.17 0.12 0.26 1.40
China 1.17 0.42 1.99 0.12 1.00 1.39
India 0.51 0.20 1.32 0.65 0.70 2.35
Mexico 1.43 1.94 0.12 0.14 0.28 1.02
Singapore 0.78 0.67 1.12 0.21 0.16 -
Turkey 0.80 1.71 0.30 0.22 0.37 0.46
Malaysia 1.29 - 0.64 0.31 0.50 0.74
Viet Nam 1.20 0.40 1.04 - - 0.82
Philippines 1.24 5.65 0.66 0.52 - 1.10
Nigeria 2.96 14.77 0.52 1.22 1.04 0.19
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 37
4. Infrastruktur belum memadai, seperti pengolahan limbah,
jalur hijau yang memisahkan unit industri dari pemukiman
manusia, terminal penyimpanan bahan kimia, dan
pelabuhan (-);
5. Ketatnya regulasi lingkungan. Industri kimia harus
memperhatikan masalah keamanan, kesehatan, dan
lingkungan (+);
6. industri kimia adalah industri terbesar kedua yang dikenai
tindakan anti-dumping di dunia (-);
7. Pemeriksaan Bareskrim dan BNN menjadi salah satu
penghambat ekspor (-).
Industri Terkait dan Penunjang
Peran industri pendukung dan industri terkait dengan
industri Kimia Indonesia merupakan salah satu faktor penting
dalam menunjang daya saing. Industri yang terkait dengan
industri Kimia berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi
terbatas diantaranya sebagai berikut:
1. Rantai nilai industri kimia terkait erat dengan sektor
ekonomi produktif yaitu pangan, sandang, dan papan, serta
penyediaan bahan baku berbagai industri hilir antara lain
industri cat dan coating, elektronik, serta otomotif (-);
2. Bahan baku penunjang masih dipenuhi dari impor (-).
Kondisi Permintaan
Permintaan produk Kimia terdiri dari permintaan
domestik dan permintaan luar negeri. Adanya permintaan
akan menciptakan pasar. Baik konsumen dalam negeri
maupun luar negeri, permintaan terhadap produk Kimia
sangat tinggi. Kondisi permintaan produk industri Kimia
berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas
diantaranya sebagai berikut:
1. Impor dunia USD 1,7 triliun (2013), tumbuh rata-rata 7,4%
per tahun (+).
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 38
2. Pasar utama: AS (10,6%), Jerman (7,6%), China (7,5%),
dan Belgia (5,9%).
3. pemasok utama: Jerman (11,3%), AS (10,2), Belgia (7,5%),
dan China (6,1%). Indonesia peringkat ke-30 (0,6%), atau
tumbuh 20,3% per tahun dengan pasar utama ekspor
China, Malaysia, dan Singapura (+).
Strategi, Struktur dan Persaingan Perusahaan
Kondisi strategi, struktur dan persaingan pada industri
Kimia berdasarkan hasil studi literatur dan diskusi terbatas
diantaranya sebagai berikut:
1. investasi pembangunan pabrik kimia membutuhkan dana
sangat besar dan membutuhkan dukungan kebijakan serta
insentif dan iklim usaha yang kondusif (-);
2. Pasar Fokus pasar: AS, China, Belanda, Jepang,
Malaysia, Singapura, Thailand, India, Korsel, dan Filipina;
Pasar potensial: Jerman, Belgia, Perancis, Inggris, dan
Italia (+);
3. Meningkatkan teknologi industri kimia untuk meningkatkan
proses produksi maupun pengembangan produk baru
dengan cara transfer teknologi intra-firm dan transfer
teknologi dari perusahaan asing melalui FDI (+);
4. Meningkatkan standar keamanan, kesehatan, dan
perlindungan lingkungan dan regulasi lingkungan karena
banyak negara pengimpor produk kimia yang memilih
produk/proses produksi produk kimia yang lebih aman.
Selain itu, regulasi lingkungan merupakan salah satu
alasan negara maju untuk merelokasi pabrik kimia ke
negara berkembang (+);
5. Fokus kepada penelitian dan pengembangan untuk
pengembangan produk, inovasi proses produksi, dan
penelitian mengenai keamanan pemakaian produk kimia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 39
Hal ini juga dapat dilakukan dengan kerjasama antara
industri dengan akademisi (+);
6. Melakukan promosi dan pemasaran produk kimia Indonesia
di pasar internasional (+).
Kebijakan Pemerintah
1. Perlunya perbaikan infrastruktur terutama logistik dan
proses handling di pelabuhan (-);
2. Iklim usaha dalam negeri kondusif, terutama isu
ketenagakerjaan, energi, kepastian hukum dan biaya tidak
jelas (-);
3. Peraturan pemerintah dirasa masih banyak kontra produktif
dan belum ada sinergi antar K/L terkait (-);
4. Perlu adanya pengembangan PTA, FTA, dsb untuk
menghadapi non-tariff barriers (-);
5. investasi pembangunan pabrik kimia membutuhkan dana
sangat besar dan membutuhkan dukungan kebijakan serta
insentif dan iklim usaha yang kondusif (-);
6. Regulasi lingkungan. Industri kimia harus memperhatikan
masalah keamanan, kesehatan, dan lingkungan. (+);
7. Perijinan yang dibutuhkan untuk melakukan impor sangat
berbelit-belit (-).
Kesempatan
1. Belum ada Banyak pabrik yang berusia relatif tua dengan
teknologi proses yang kurang up-to-date, sehingga
membutuhkan dukungan revitalisasi;
2. Industri kimia dasar diproyeksikan bakal tumbuh sejauh 6%
bila penerapan program penghiliran berlangsung lebih
intensif (+);
3. Selama triwulan ketiga tahun ini industri kimia dasar,
barang kimia, dan farmasi termasuk dalam tiga besar
bidang usaha yang mendapat kucuran investasi terbanyak.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 40
Penanaman modal dalam negeri (PMDN) ke sektor itu
adalah yang terbanyak kedua senilai Rp5,6 triliun dari 32
proyek. Nilai penanaman modal asing (PMA) adalah yang
terbesar ketiga US$998,9 juta dari 115 proyek (+).
Gambar 4.7. Diagram Analisis Porter Diamond Produk Kimia
Sumber: Hasil Analisis
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 41
4.3. Posisi dan Daya Saing Produk Produk Otomotif Indonesia dan
Negara ASEAN Lainnya
4.3.1. Daya Saing Komparatif Produk Otomotif
Tiga pasar otomotif utama dunia mulai dari yang terbesar
berturut-turut adalah Amerika Serikat, Jerman, dan RRT
(Tabel 4.5). Di pasar Amerika Serikat, negara eksportir
terbesar adalah Mexico, Kanada dan Jepang. Adapun
Indonesia berada pada urutan ke 51, kalah bersaing dengan
Thailand dan Vietnam. Di pasar Jerman, Indonesia berada
pada posisi 45, lebih rendah dibandingkan Thailand, Kamboja,
Malaysia dan Vietnam. Adapun di pasar RRT, produk otomotif
Indonesia juga kalah dengan Malaysia dan Thailand. Dari
ketiga pasar otomotif utama dunia tersebut, pesaing utama
Indonesia dari negara ASEAN antara lain Thailand, Vietnam
dan Malaysia. Thailand merupakan negara yang paling unggul
dibandingkan Indonesia dan negara ASEAN lainnya sebagai
pemasok produk otomotif dunia.
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 42
Tabel 4.5. Posisi Indonesia dan ASEAN di Pasar Utama Otomotif
Dunia
Sumber: Trademap, 2015 (diolah Puska Daglu)
Gambar 4.7 juga menunjukkan bahwa pesaing utama
Indonesia di pasar otomotif global adalah Thailand. Thailand
berada pada kuadran pertama karena selain memiliki nilai
ekspor otomotif yang tinggi, ekspor otomotif Thailand juga
mencatatkan pertumbuhan yang tinggi lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan ekspor Indonesia dan rata-rata
negara ASEAN lainnya. Indonesia berada di kuadran II
bersama Singapura yang berarti nilai ekspor Indonesia
cenderung lebih besar dibandingkan rata-rata negara ASEAN
lainnya, namun memiliki nilai pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan rata-rata pertumbuhan negara ASEAN lainnya.
Adapun pesaing prospektif Indonesia berada pada kuadran IV
Pasar UtamaNilai Impor Dari Dunia 2014
(US$ Miliar)Pemasok by Negara Ranking
Nilai Impor dari Pemasok
2014 (US$ Miliar)
Trend Impor dari Pemasok
2010-2014 (%)
Pertumb. Impor dari
Pemasok 2014/2013 (%)
Mexico 1 68.27 14.01 13.95
Canada 2 56.26 5.11 0.49
Japan 3 46.48 3.72 -9.08
Thailand 19 0.73 24.93 15.53
Viet Nam 25 0.19 23.31 17.37
Indonesia 31 0.09 4.09 14.27
Malaysia 33 0.09 9.82 23.58
Singapore 39 0.04 15.64 8.74
Philippines 40 0.04 9.05 31.86
Cambodia 43 0.02 41.79 2.99
Brunei Darussalam 102 0.00 n/a 1260.00
Myanmar 159 0.00 n/a n/a
Czech Republic 1 11.33 9.37 24.61
Spain 2 10.52 8.21 10.47
France 3 9.67 2.98 9.21
Thailand 29 0.23 3.06 -1.69
Cambodia 33 0.14 86.07 -21.13
Malaysia 37 0.10 5.67 -5.99
Viet Nam 41 0.06 22.24 51.36
Indonesia 45 0.05 -6.10 18.23
Singapore 47 0.04 -2.96 -54.75
Philippines 59 0.01 -17.48 -30.21
Myanmar 114 0.00 n/a 166.67
Brunei Darussalam 125 0.00 n/a 0.00
Germany 1 27.39 10.51 21.42
Japan 2 15.97 -0.78 9.92
United States of America 3 14.17 33.25 31.62
Malaysia 20 0.22 15.49 74.68
Thailand 22 0.19 27.08 40.66
Indonesia 23 0.19 23.45 134.35
Viet Nam 24 0.11 50.00 169.03
Philippines 32 0.06 61.08 35.81
Singapore 33 0.04 -3.33 -69.57
Cambodia 48 0.00 n/a 214.24
Lao People's Democratic Republic 104 0.00 n/a -50.00
Brunei Darussalam 131 0.00 n/a n/a
USA 265.44
Germany 107.20
China 89.49
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 43
yakni Laos, Kamboja, Vietnam dan Malaysia. Walaupun
keempat negara ini memiliki nilai ekspor yang lebih rendah
dibandingkan rata-rata negara ASEAN lainnya, namun nilai
pertumbuhan ekspor jauh lebih tinggi.
Gambar 4.8. Posisi Indonesia dan Eksportir Produk
Otomotif ASEAN Lainnya di Pasar Dunia
Sumber: Hasil Analisis
Pasar utama ekspor produk otomotif Indonesia belum
menyasar ke negara importir utama dunia, khususnya
Amerika Serikat. Pada Gambar 4.6 (kuadran I dan II) terlihat
bahwa 10 negara tujuan ekspor utama produk otomotif
Indonesia adalah Australia, Brazil, RRT, Perancis, Jerman,
India, Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Filipina.
Nilai Ekspor Produk Otomotif 10 Negara Asean ke Dunia (USD Ribu)
Pert
um
bu
han
Nila
i Eks
po
r Pro
du
k O
tom
oti
fTa
hu
n 2
012-
2013
(Pe
rsen
)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 44
Gambar 4.9. Posisi Negara Tujuan Utama Ekspor Otomotif
Indonesia
Sumber: Hasil Analisis
Tabel 4.6. menunjukkan untuk produk otomotif, negara
ASEAN belum mampu untuk berdaya saing di pasar Jerman
dan RRT yang dapat dilihat dari nilai RCA di pasar tujuan
ekspor tersebut kurang dari satu. Sementara itu, produk
otomotif Indonesia ternyata juga belum mampu untuk berdaya
saing dengan negara ASEAN lainnya. Produk ekspor
Indonesia ini hanya memiliki dayas aing di pasar Filipina,
walaupun masih kalah jika dibandingkan dengan Thailand.
Filipina dan Thailand merupakan negara pesaing utama
Indonesia. Selain itu, diperkirakan Vietnam juga akan menjadi
pesaing prospektif bagi Indonesia di pasar otomotif.
Nilai Ekspor Otomotif Indonesia ke Negara Mitra Dagang (USD Ribu)
Pe
rtu
mb
uh
an
Nila
i Ek
spo
r O
tom
oti
f
Tah
un
20
12
-20
13
(P
ers
en
)
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 45
Tabel 4.6. Nilai RCA Produk Otomotif Indonesia Dan Negara Asean
Pesaing Di 10 Negara Tujuan Utama
Sumber: Hasil Analisis
4.3.2. Daya Saing Kompetitif: Analisis Porters Diamond Produk
Otomotif
Kondisi Faktor
Kondisi faktor industri otomotif di Indonesia berdasarkan
hasil studi literatur dan diskusi terbatas, secara rinci diuraikan
berikut ini:
1. Bahan baku otomotif sebagian besar berasal dari lokal
(55%) sedangkan impor (45%) (-);
2. Sudah banyaknya SDM dalam jasa Service Otomotif yang
telah dibuat. (+);
3. Produktivitas faktor produksi, khususnya tenaga kerja
rendah. besaran kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi)
tidak sebanding dengan besaran kenaikan produktivitas (-);
4. Masih banyak impor komponen otomotif ke dalam negeri
sementara peruntukakannya masih belum jelas apakah
tujuannya untuk produksi ataukah tujuannya untuk after
market (-);
5. Ada indikasi impor ilegal karena impor komponen CKD
(completely knock down) tidak terlalu besar namun mobil
yang ada di dalam negeri jumlahnya sangat besar (-);
Indonesia Thailand Malaysia Philiphina Vietnam Singapore
Australia 0.05 3.47 0.05 0.03 0.02 0.14
Brazil 0.92 2.39 0.15 22.54 0.10 0.18
China 0.06 0.17 0.10 0.09 0.24 0.15
France 0.01 0.75 0.06 4.36 0.01 0.02
Germany 0.12 0.50 0.25 0.01 0.08 0.28
India 0.31 5.48 0.18 56.27 1.09 0.64
Japan 0.69 2.46 0.10 0.13 1.27 0.19
Korea, Republic of 0.02 0.50 0.04 4.95 0.20 0.83
Malaysia 0.94 3.55 0.18 0.33 0.29
Philippines 2.58 4.53 0.11 0.51 0.15
Puska Daglu, BP2KP, Kementerian Perdagangan 46
6. Keleluasaan untuk melakukan pengembangan usaha
sangat terbatas bagi Indonesia (-);
7. Semua bahan baku (spesifikasi, dll), teknologi yang
digunakan, kuantitas dan negara tujua