54
LAPORAN PRAKTIKUM PEMODELAN MATEMATIKA DAN SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN Ms. EXCEL SOLVER DAN VBA. EDITOR Aplikasi Persamaan Diferensial Oleh: ADIAN RINDANG F151090101 SEKOLAH PASCA SARJANA TEKNIK MESIN PERTANIAN DAN PANGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Prak. Pemodelan Pak Santyanto

Citation preview

Page 1: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMODELAN MATEMATIKA DAN SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN Ms. EXCEL SOLVER DAN VBA. EDITOR

Aplikasi Persamaan Diferensial

Oleh:

ADIAN RINDANG F151090101

SEKOLAH PASCA SARJANA TEKNIK MESIN PERTANIAN DAN PANGAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Page 2: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

2

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN .......................................................................................................................................... 3

BAB 1 : PEMODELAN POPULASI MODEL MALTHUS DAN VERHULST : METODE SOLVER

APPLICATION ................................................................................................................................ 6

BAB 2 : PEMODELAN POPULASI MODEL MALTHUS DAN VERHULST : METODE VBA

APPLICATION .............................................................................................................................. 11

BAB 3 : PEMODELAN ABSORPSI OBAT (DRUG ABSORBTION) ..................................................... 14

BAB 4 : PEMODELAN PEMANASAN DAN PENDINGINAN AIR

(WATER HEATING AND COOLING) ........................................................................................... 20

BAB 5 : PEMODELAN HUKUM TORRICELLI DAN METODE PERBANDINGAN UNTUK LAJU

ALIRAN AIR .................................................................................................................................. 29

BAB 6 : PEMODELAN PERTUMBUHAN TERHAMBAT (INHIBITED GROWTH MODEL) ............ 35

BAB 7 : PEMODELAN KOMPETISI PADA SPESIES TERTENTU (COMPETING SPECIES) ........... 42

BAB 8 : PEMODELAN HEAT TRANSFER : EXPLICIT FINITE DIFFERENCE METHODS.............. 47

BAB 9 : PEMODELAN TRIDIAGONAL MATRIKS DENGAN VBA APPLICATION .......................... 51

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... 54

Page 3: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

3

1.Formulate real model 2.Assumptions for model3. Formulate

mathematical problem

4. Solve mathematical problem

5. Interpret Solution6. Validate model

7. Use model to explain, predict, decide, d

esign

PENDAHULUAN

Salah satu masalah tersulit yang dihadapi oleh para ilmuwan dan enginer pada setiap

penelitiannya adalah menginterpretasikan kejadian alam yang diamati kedalam suatu persamaan

yang dapat menggambarkan kejadian tersebut. Pada dasarnya sangat sulit untuk menggambarkan

kejadian tersebut secara keseluruhan dan biasanya dibutuhkan usaha yang keras untuk

mendapatkan suatu persamaan, akan tetapi kita dapat menambahkan beberapa asumsi yang

sederhana untuk menggambarkan persamaan tersebut sehingga dapat mendekati kejadian

aktualnya. Dalam hal ini kita harus dapat mengidentifikasi variabel-variabel penting serta mencari

hubungannya. Asumsi-asumsi serta hubungan-hubungan yang kita buat tersebut merupakan suatu

dasar untuk membangun sebuah model matematika dan pada umunya mengarahkan kita kedalam

suatu persoalan matematika (seperti yang terlihat pada gambar 1.1) dan selanjutnya kita dapat

memecahkan permasalahan tersebut secara matematika (analitik) atau dengan menggunakan cara

numerik (computer-aided numerical computation).

Gambar 1. Tahap-Tahap Penyelesaian Pemodelan

Pada umunya, setelah kita membuat suatu persamaan, kita akan membandingkan hasil dari

persamaan tersebut dengan data yang diperoleh dari pengukuran pada kondisi aktual, langkah ini

disebut juga dengan tahapan validasi model (kotak 6). Jika hasil yang kita peroleh dari persamaan

mendekati dengan data aktualnya, dapat diartikan bahwa model yang kita buat telah mendekati

kondisi aktual (kotak 7).

Edward and Hamson (1989) menjelaskan bahwa, penting untuk dipahami bahwa pemodelan

matematika dilakukan guna untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sistem. Walau demikian,

untuk permasalahan-permasalahan tertentu pasti ada satu bentu model yang tepat untuk

menyelesaikannya. Pada umumnya, kesuksesan membangun model bergantung kepada seberapa

sederhana model tersebut digunakan dan seberapa akurat model tersebut memprediksikan hasil

sesuai dengan kondisi yang ada. Satu hal yang perlu dicatat, bahwasannya beberapa model akan

Page 4: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

4

mempunyai jarak validitas yang terbatas dan tidak akan dapat digunakan apabila telah melewati

batas dari validitasnya. Sebagai contoh, kita akan menggunakan suatu persamaan untuk

memprediksi suatu prilaku sistem dalam jangka waktu yang panjang. Dalam hal ini, penting untuk

diingat bahwa suatu persamaan akan tetap dianggap valid selama hasil yang diprediksinya

mendekati kondisi aktual. Jika hasil prediksi tersebut nantinya mengarah pada beberapa

kesimpulan yang tidak lagi mendekati keadaan aktual dari prilaku sistem tersebut di masa yang

akan datang, maka kita harus memodifikasi dan memperbaiki asumsi-asumsi yang mendasari

pemodelan tersebut. Seperti inilah gambaran untuk membangun sebuah model, memang tidaklah

mudah, namun apabila kita berhasil memecahkannya, kita akan puas. Pada gambar dibawah ini

akan ditunjukkan beberapa tahapan pemecahan masalah-masalah pada bidang keteknikan oleh

Chapra and Canale (2002).

Gambar 2. The engineering problem-solving process

Seperti yang terlihat pada gambar 2 diatas, metode numerik dan penggunaan komputer

memberikan teknik pemecahan untuk permasalahan dengan perhitungan yang kompleks serta

dalam jangka waktu yang singkat kita dapat memecahkan perhitungan tersebut dalam waktu yang

sangat singkat. Metode numerik ini juga dapat memecahkan masalah-masalah kompleks seputar,

persamaan nonlinier, persamaan geometri yang kompleks serta sistem-sistem persamaan yang

Problem definition

Mathematical model THEORY DATA

Problem-solving tools: computer, statistics, numerical methods,

graphics, etc.

Numeric or graphic results

Societal interfaces: scheduling, optimization,

communication, public interaction, etc.

Implementation

Page 5: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

5

panjang. Oleh karena itu, jika metode numerik ini digunakan dalam pemrograman komputer maka

kita dapat mendesain program kita sendiri untuk memecahkan permasalahan pada pemodelan

yang kita bangun.

Didalam laporan ini terdapat beberapa contoh pemodelan matematika didalam berbagai

bidang yang berbeda, seperti model populasi, model laju aliran air, model pindah panas, model

eksplisit, model pertumbuhan terhambat, model peluruhan waktu obat, dan lain-lain, diselesaikan

dengan menggunakan model optimasi pada solver, dan beberapa metode numerik seperti Newton-

Rhapson dan orde ke empat Runge Kutta.

Page 6: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

6

BAB 1

PEMODELAN POPULASI MODEL MALTHUS DAN VERHULST: METODE SOLVER APPLICATION

1.1 Pendahuluan

Pada praktikum Teknik Pemodelan Matematika dan Simulasi yang dilaksanakan pada

tanggal 5 Oktober 2009, dibahas dua jenis model populasi yaitu model Malthus dan model Verhulst.

Kedua metode ini nantinya akan digunakan untuk memprediksikan tingkat pertumbuhan

penduduk di suatu daerah. Dalam tugas ini digunakan data pertumbuhan penduduk kabupaten Deli

Serdang, provinsi Sumatera Utara dari tahun 1988-2006 seperti yang terlihat pada tabel dibawah

ini:

Tahun Waktu

Jumlah

Penduduk

Metode

Malthus

Motode

Verhults

1988 0 1437683 1437683 1437683

1989 1 1447681 1588885.441 1477206.804

1990 2 1560079 1755989.982 1514889.957

1991 3 1590060 1940669.06 1550683.075

1992 4 1670873 2144771.007 1584559.498

1993 5 1719390 2370338.543 1616513.435

1994 6 1755483 2619629.223 1646557.823

1995 7 1791198 2895138.034 1674722.017

1996 8 1826200 3199622.359 1701049.408

1997 9 1851949 3536129.58 1725595.057

1998 10 1878062 3908027.574 1748423.42

1999 11 1904542 4319038.422 1769606.205

2000 12 1956996 4773275.658 1789220.416

2001 13 2002678 5275285.441 1807346.593

2002 14 1461823 5830092.054 1824067.266

2003 15 1486094 6443248.188 1839465.629

2004 16 1539697 7120890.515 1853624.414

2005 17 1582213 7869801.108 1866624.971

2006 18 1634115 8697475.316 1878546.52

Eror 1.0017E+14 3.38077E+11

1.2 Metode

Thomas Malthus (1978) menyatakan bahwa jika N = N (t) merupakan total populasi pada

suatu waktu (t) lalu dalam interval waktu tertentu dt, diasumsikan bahwa kelahiran (α) dan

kematian (βNdt) sebanding dengan jumlah populasi dN interval waktu dt, maka kenaikan dari tital

populasi dapat dihitung dengan persamaan:

……………………………………………………………………………………………...(1)

dimana γ= ,persamaan selanjutnya menjadi:

Page 7: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

7

……………………………………………………………………………………………………………………………………(2)

jika kedua sisi dari persamaan (1) kita integralkan maka menjadi:

…………………………………………………………………………………………………………………………..(3)

dimana A adalah konstanta integral. Jikan pada kondisi awal t = 0, N = No, maka log No = A maka

persamaan akan menjadi:

…………………………………………………………………………………………………………………………………(4)

Akan tetapi sejalan dengan bertambahnya waktu model populasi Malthus ini tidak lagi sesuai

dengan keadaan actual sehingga model ini tidak dapat digunakan lagi untuk memprediksi jumlah

populasi. Pada tahun 1837, Verhulst memodifikasi model ini, dia mengusulkan bahwa pada model

ini terdapat suatu batasan atas (N∞). Sekarang, perubahan populasi dN/dt diasumsikan sebanding

dengan jumlah populasi sekarang (N),sehingga persamaan akan menjadi:

………………………………………………………………………………………………………………………(5)

pemecahan solusi dari niali N ini dapat menggunakan persamaan:

……………………………………………………………………………………………….(6)

1.3 Simulasi

Dalam pemecahan persamaan (6) diatas, kita akan menggunakan Ms.Excel dan Solver

Application. Parameter input pada model ini seperti yang terlihat pada table dibawah ini:

Parameter Malthus Verhults

γ 0.1 0.1

N∞ 2000000

Pemecahan dengan menggunakan metode Solver Application dapat dilihat pada gambar

dibawah ini:

Page 8: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

8

Gambar 1.1 Pemodelan Populasi Penduduk Kabupaten Deli Serdang

1.4 Hasil dan Pembahasan

Grafik antara jumlah penduduk aktual, model Malthus dan Verhulst dapat dilihat seperti

dibawah ini.

Selanjutnya dilakukan optimumisasi dengan menggunakan solver sehinga diperoleh nilai γ

maksimum untuk model Malthus dan Verhulst.

0

1000000

2000000

3000000

4000000

5000000

6000000

7000000

8000000

9000000

10000000

0 5 10 15 20

Jumlah Penduduk

Metode Malthus

Motode Verhults

Page 9: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

9

Tahun Waktu Jumlah Penduduk

Metode

Malthus

Motode

Verhults

1988 0 1437683 1437683 1437683

1989 1 1447681 1456988.549 1472234.558

1990 2 1560079 1476553.337 1505389.232

1991 3 1590060 1496380.846 1537111.528

1992 4 1670873 1516474.604 1567379.365

1993 5 1719390 1536838.185 1596183.194

1994 6 1755483 1557475.213 1623524.957

1995 7 1791198 1578389.361 1649416.964

1996 8 1826200 1599584.348 1673880.697

1997 9 1851949 1621063.947 1696945.601

1998 10 1878062 1642831.978 1718647.889

1999 11 1904542 1664892.316 1739029.381

2000 12 1956996 1687248.886 1758136.408

2001 13 2002678 1709905.665 1776018.784

2002 14 1461823 1732866.684 1792728.872

2003 15 1486094 1756136.03 1808320.738

2004 16 1539697 1779717.842 1822849.405

2005 17 1582213 1803616.316 1836370.192

2006 18 1634115 1827835.704 1848938.16

Eror 4.11974E+11 3.32503E+11

Nilai γ untuk Malthus dan Verhulst setelah di-Solver menjadi:

Parameter Malthus Verhults

γ 0.013339 0.087288

N∞ 1998926

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang

Diperoleh γ maksimum untuk metode Malthus sebesar 0.013339 sedangkan metode Verhulst

sebesar 0.087288. Prediksi pertumbuhan penduduk dalam metode Malthus dan metode Verhulst

seperti yang ditunjukkan oleh grafik dibawah ini:

0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1400000

1600000

1800000

2000000

0 5 10 15 20

Metode Malthus

Motode Verhults

Page 10: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

10

hasil solver perbandingan nilai Malthus dan Verhulst terlihat tidak mempunyai perbedaan yang

besar.

Teori Malthus menyatakan bahwa umumnya penduduk suatu negara mempunyai

kecenderungan untuk bertambah menurut suatu deret ukur yang akan berlipat ganda tiap 30-40

tahun, kecuali bila terjadi bahaya kelaparan. Model populasi Malthus ini dirumuskan sebagai

berikut: . Dari data pertumbuhan penduduk kabupaten Deli Serdang diatas, rentang

waktu data yang diperoleh <20 tahun sehingga kelipatan tidak berbubah terlalu besar.

N∞ awal adalah 2.000.000 setelah dilakukan penghitungan dengan solver N∞ menjadi

1.998.926. Pada teori Verhulst N akan mendekati N∞ seperti yang terlihat pada grafik dibawah ini.

1.5 Kesimpulan

Pada nilai eror, model Verhulst mempunyai nilai eror yang lebih kecil dibandingkan dengan

model Malthus. Namun apabila dibandingkan dengan data sebenarnya eror yang terjadi pada kedua

model masih sangat besar. Sehingga belum dapat disarankan untuk menggunakan model Malthus

ataupun Verhulst untuk prediksi jumlah penduduk di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera

Utara.

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

0 5 10 15 20

Metode Verhulst

N tak hingga

Page 11: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

11

BAB 2

PEMODELAN POPULASI MODEL MALTHUS DAN VERHULST: METODE VBA APPLICATION

2.1 Pendahuluan

Pada praktikum terdahulu kita telah membahas pemodelan populasi metode Malthus dan

Verhulst. Kita menyelesaikan kedua pemodelan tersebut dengan menggunakan Solver Application

pada Ms. Excel. Pada praktikum kali ini kita akan mencoba untuk menyelesaikan kedua metode

tersebut dengan menggunakan VBA Application pada Ms. Ecxel.

2.2 Metode

Persamaan yang digunakan untuk memecahkan pemodelan ini sama dengan persamaan pada

praktikum sebelumnya.

2.3 Simulasi

Kode program yang dituliskan pada VBA Editor dalam Ms. Excel sebagai berikut:

Public t, No, Nx, Nm, Gamma As Double Sub Masukan() Gamma = Sheet1.Cells(3, 2) 'konstanta gamma No = Sheet1.Cells(4, 2) 'sebagai N awal Nx = Sheet1.Cells(5, 2) 'sebagai N tak hingga End Sub Sub run2() Jumdata = 50 For i = 0 To Jumdata t = Sheet1.Cells(8 + i, 1) Sheet1.Cells(8 + i, 4) = Verhulst(Gamma, Nx, t, No) Next i End Sub Sub run3() Jumdata = 50 For i = 0 To Jumdata t = Sheet1.Cells(8 + i, 1) Nm = Sheet1.Cells(58, 4) Sheet1.Cells(59 + i, 4) = Malthus(Nm, Gamma, t) Next i End Sub Private Sub CommandButton1_Click() Masukan run2 run3 End Sub

Sedangkan fungsi yang kita tuliskan pada module VBA Editor adalah

Function Verhulst(Gamma, Nx, t, No) Verhulst = Nx / (1 + (((Nx / No) - 1) * Exp(-Gamma * t)))

Page 12: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

12

End Function Function Malthus(Nm, Gamma, t) Malthus = Nm * Exp(Gamma * t) End Function

2.4 Hasil dan Pembahasan

Hasil pemodelan seperti yang terlihat pada gambar 2.1 dibawah ini:

Gambar 2.1 Hasil Pemodelan Populasi Verhulst dan Malthus

Pada pemodelan pertama kita menggunakan persamaan populasi Verhulst sedangkan pada

pemodelan kedua kita menggunakan persamaan Verhulst untuk jangka waktu t = 0 sampai t = 50

dan selanjutnya pada t = 51 sampai t = 100 kita menggunakan persamaan Malthus. Hasil dari kedua

pemodelan ini seperti terlihat pada gambar 2.2 ini.

Page 13: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

13

Gambar 2.2 Grafik Pemodelan Populasi Verhulst dan Malthus

2.5 Kesimpulan

Pada praktikum ini kita telah membuktikan bahwa model pertumbuhan populasi Malthus

dan Verhulst dapat diselesaikan dengan menggunakan VBA Application pada Ms. Excel.

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

0 50 100 150

t (Tahun)

Model Pertumbuhan Malthus dan Verhulst

Metode Verhulst

Metode Verhulst dan Malthus

Page 14: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

14

BAB 3

PEMODELAN ABSORPSI OBAT (DRUG ABSORPTION)

3.1 Pendahuluan

Persamaan diferensial tidak hanya mempunyai banyak peran penting didalam bidang

keteknikan namun juga dalam bidang kedokteran atau lebih spesifik lagi didalam bidang farmasi.

Didalam bidang ilmu farmasi ini akan dipelajari kadar atau dosis obat dalam darah pasien. Salah

satu aplikasi menarik dari penerapan persamaan diferensial ini adalah menduga penyerapan obat

didalam darah. Dengan membuat persamaan serta membangun modelnya kita dapat dengan

mudah dan cepat memprediksikan dosis obat yang optimal yang akan diberikan kepada pasien.

Dalam praktikum ini, kita akan mencoba mengembangkan model matematika dari absorpsi

obat dengan menggunakan persamaan diferensial. Terdapat dua metode yang akan dicobakan dan

hasil yang diperoleh nantinya akan dibandingkan dengan tujuan untuk menentukan metode mana

yang paling baik yang akan digunakan untuk memberikan obat kepada pasien.

3.2 Metode

Apabila suatu fungi y (t) adalah kuantitas obat pada darah dalam waktu t, maka perubahan

konsentrsi obat per satuan waktu dapat dimodelkan dengan suatu persamaan diferensial:

……………………………………………………………………………………………………………………….(1)

Dimana k adalah konstanta positif. Apabila pada saat t = 0 pasien diberikan dosis obat

sebanyak yo dan kemudian diberikan dosis obat lagi pada waktu selanjutnya maka akan terdapat

suatu konsentrasi yang besarnya bervariasi.

Kita dapat memecahkan persamaan (2.1) dengan:

……………………………………………………………………………………………………………………..(2)

Dalam memodelkan absorpsi obat ini terdapat dua metode yang akan kita coba, yaitu:

(a). Metode 1

Pada metode ini, pemberian dosis obat pada selang waktu tertentu diberikan sebesar

nilai yo sehingga diharapkan konsentrasi obat akan mencapai nilai saturasi sebesar ys

(b). Metode 2

Sedangkan pada metode ini, akan diberikan dosis obat untuk awalnya langsung

diberikan sebesar nilai ys dimana nilai ys adalah nilai saturasi dari metode 1 akan tetapi

pemberian dosis obat selanjutnya akan diberikan sebesar yo dengan mengharapkan

konsentrasi obat akan konstan sebesar ys .

Pada metode 1 setelah menentukan waktu T, pada dosis kedua, maka kita dapat mengatur

nilai yo, jumlah dosis pada darah, sebelum pada saat t = T dapat diketahui dengan:

Page 15: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

15

……………………………………………………………………………………………………………………….(3)

Pada saat setelah waktu t = T, jumlah dosis yaitu:

……………………………………………………………………………………....(4)

Maka menurut Burghes and Borrie (1981)persamaan ys menjadi:

……………………………………………………………………………….………………………………………….(5)

Pada metode 2, dosis awal yang diberikan dalam jumlah besar (ys) lalu pada waktu T

......................................................................................................................................(6)

Setelah itu, pasien diberikan dosis kedua (yd), yang memberikan persamaan ys menjadi:

…………………………………………………………………………………………………….………….(7)

Maka diperoleh:

……………………………………………………………………………………………………..……………(8)

3.3 Simulasi

Setelah kita menentukan persamaan diferinsial yang akan kita gunakan, selanjutnya kita akan

membuat simulasinya dengan menggunakan Spreadsheet Ms. Excel, VBA Application.

Gambar 2.1 Hasil Simulasi dari Drug Accumulation

Page 16: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

16

Kode Program pada VBA Editor:

Public num_data, drug_cycle As Integer Public start_dose, dose_regular As Double Public time_step As Double Public i As Integer Public k Sub data() start_dose = Sheet1.Cells(4, 2) '#Dosis awal k = Sheet1.Cells(5, 2) '#nilai k num_data = Sheet1.Cells(6, 2) '#banyak data time_step = Sheet1.Cells(7, 2) '#time step simulasi drug_cycle = Sheet1.Cells(8, 2) '#pemberian obat berkala dose_regular = Sheet1.Cells(9, 2) '#Dosis selanjutnya End Sub Sub cetakwaktu() step = 0 For i = 1 To num_data Sheet1.Cells(2 + i, 4) = (i - 1) * time_step 'waktu metode1 Sheet1.Cells(2 + i, 5) = step 'waktu metode2 '#jika dosis obat diberikan waktu direset ke 0 If i Mod drug_cycle = 0 Then step = 0 Else step = step + time_step End If Next i End Sub Sub proses1() 'Metode 1 '# melakukan loop untuk peluruhan obat metode 1 base_decay = dose_regular For i = 1 To num_data Sheet1.Cells(2 + i, 7) = exp_decay(base_decay, k, Sheet1.Cells(2 + i, 5)) If i Mod drug_cycle = 0 Then base_decay = Sheet1.Cells(2 + i, 7) + dose_regular End If Next i 'Mencari Titik Tertinggi stepc = 1 For i = 1 To num_data If Sheet1.Cells(2 + i, 5) = 0 Then Sheet1.Cells(2 + stepc, 9) = Sheet1.Cells(2 + i, 4) Sheet1.Cells(2 + stepc, 10) = Sheet1.Cells(2 + i, 7) 'Sheet1.Cells(2 + stepc, 11)= Sheet1.Cells(2 + i, 8) stepc = stepc + 1 End If Next i End Sub Sub proses2() 'metode 2 '# melakukan loop untuk peluruhan obat metode 2 base_decay = start_dose For i = 1 To num_data

Page 17: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

17

Sheet1.Cells(2 + i, 8) = exp_decay(base_decay, k, Sheet1.Cells(2 + i, 5)) If i Mod drug_cycle = 0 Then base_decay = Sheet1.Cells(2 + i, 8) + dose_regular End If Next i 'Mencari Titik Tertinggi stepc = 1 For i = 1 To num_data If Sheet1.Cells(2 + i, 5) = 0 Then Sheet1.Cells(2 + i, 11) = Sheet1.Cells(2 + i, 4) Sheet1.Cells(2 + i, 12) = Sheet1.Cells(2 + i, 8) 'Sheet1.Cells(2 + stepc,12) = Sheet1.Cells (2 + i, 8) stepc = stepc + 1 End If Next i End Sub Private Sub CommandButton1_Click() data cetakwaktu proses2 End Sub

Gambar 2.2 Kode Program pada VBA Editor

Page 18: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

18

Kode Program Pada Modul VBA Editor

Function exp_decay(y, k, t) 'exp_decay=Y 'Fungsi Peluruhan Obat exp_decay = y * Exp(-k * t) End Function

3. 4 Hasil

Model Absorpsi Obat

Hasil simulasi yang telah dilakukan dengan menggunakan VBA Application dapat dilihat pada

gambar 2.3 dibawah ini:

Gambar 2.3 Grafik Kedua Metode Drug Accumulation

Metode 1

Pada metode 1 ini diberikan inject dosage awal sebesar 50 unit dan untuk dosis reguler ini

obat diinjeksikan setiap selang waktu 15 menit sekali. Dari gambar diatas kita dapat melihat

bagaimana absorbsi obat didalam darah setelah terakumulasi selama selang waktu penginjeksian.

Obat yang telah diinjeksikan tersebut akan meluruh seperti persamaan (2.1) diatas. Pada simulasi

ini digunakakan interfal waktu (step) 1 menit untuk mengamati penyerapan obat selama 300 menit

dengan konstanta obat (k) adalah 0,01.

Dari hasil simulasi diatas kita dapat melihat bahwa pada metode 1 ini, grafik bergerak dengan

lambat untuk mencapai nilai Ys sehingga nilai kosentrasi obat juga akan sangat lambat untuk

mencapai nilai saturasinya, bahkan setelah 300 menit pemberian dosis reguler, nilai konsentrasi

obat didalam arah tidak mencapai 380.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

0

17 34 51 68 85 102

119

136

153

170

187

204

221

238

255

272

289

306

Methods Of Drug Accumulation

metode 1

peak 1

metode 2

Page 19: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

19

Metode 2

Pada metode ini, diberikan inject dosis awal sebesar nilai Ys pada metode 1 yaitu 380. Untuk

membandingkan kedua metode tersebut, dalam simulasi metode 2 ini juga akan digunakan interfal

waktu (step) 1 menit untuk mengamati penyerapan obat selama 300 menit dan kontanta obat (k)

yang digunakan juga sebesar 0,01. Dari simulasi, dapat dilihat hasil dari metode 2. Metode ini

peluruhan obat didalam darah terlihat lebih cepat mencapai nilai konsentrasi obat yang diinginkan.

Walaupun pada injeksi yang kedua diberikan dosis obat sebesar 50. Metode 2 terlihat memberikan

keuntungan daripada metode 1. Akan tetapi dalam prakteknya, memberikan obat dalam dosis yang

besar diawal injeksi akan memberikan dampak yang buruk pada tubuh. Masing-masing dari kedua

metode ini mempunyai kekurangan, jika kedua metode ini digabungkan maka akan dapat

memberikan keuntungan.

3. 5 Kesimpulan

Penyerapan obat dapat dimodelkan dengan persamaan diferensial dengan persamaan umum

yang digunakan adalah Kedua metode dari pemberian obat telah disimulasikan. Kedua

metode ini masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Metode 1 bergerak sangat

lambat untuk mencapai nilai konsentrasi obat saturasi sedangkan metode 2 sebaliknya. Akan tetapi

pemberian obat dalam dosis yang besar diwal injeksi akan memberikan dampak yang buruk bagi

tubuh. Untuk menutupi masing-masing kekurangan ini, pada prakteknya kita dapat

menggabungkan kedua metode ini, yaitu dengan memberikan dosis dua kali lipat diawal injeksi

(2Yo) lalu pada injeksi berikutnya diberikan dosis sebesar Yo. Dengan metode gabungan ini,

kelebihan dari keduanya dapat digunakan dan kekurangannya dapat diminimalisasikan.

Page 20: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

20

BAB 4

PEMODELAN PEMANASAN DAN PENDINGINAN AIR (WATER HEATING AND COOLING)

4.1 Pendahuluan

Aplikasi diferensial sangat luas, tidak hanya pada kejadian dialam saja tapi juga dapat

diaplikasikan pada bidang teknik dan lain sebagainya. Pada kebanyakan orang sering mengatakan:

sangat bijaksana untuk tidak menghidupkan pemanas air selama 24 jam. Pada bab ini, kita akan

mensimulasikan sebuah pemanas air yang akan terus dinyalakn selama 24 jam dan kita akan

melihat waktu pemanas yang dibutuhkan serta suhu air yang dihasilkkan nantinya.

Sebuah alat pemanas air (immersion heater) seperti yang ditunjukkan oleh gambar dibawah

adalah sebuah alat yang sering diletakkan pada tangki atau pada kontainer dan berfungsi untuk

memanaskan air didalamnya. Pada skala rumah tangga, alat pemanas ini sering digunakan untuk

memanaskan air untuk mandi dan mencuci. Tangki air pada gambar dibawah ini akan dipenuhi

dengan air dingin yang kemudian akan dipanasi dengan menggunakan alat pemanas (immersion

heater). Pada tangki tersebut terdapat dua proses yang terjadi yaitu proses pendinginan dan

pemanasan air didalam tangki. Proses pemanasan terjadi ketika alat pemanas dihidupkan dan

proses pendinginan terjadi apabila alat pemanas dimatikan.

Gambar 3.1 Immersion Heater

Proses pendinginan dan pemanasan air dapat digambarkan dengan pengembangan model

dari persamaan diferensial yaitu dengan mengaplikasikan hukum pendinginan Newton. Model ini

menggambarkan secara metematis perubahan tenperatur pada air dengan pemberian suhu yang

berbeda dari lingkungan sekitarnya. Hukum Newton ini menyatakan bahwa nilai rata-rata

perubahan temperatur akan sebanding dengan perbedaan suhu antara air dengan suhu lingkungan

yang ada disekitar air tersebut.

Kita mungkin sering bertanya-tanya apakah lebih murah untuk mematikan alat pemanas

pada malam hari kemudian menghidupkannya pada saat akan digunakan atau menggunakan

termostat untuk mengontrol suhunya sepanjang malam? Memodelkan proses pendinginan dan

Hot water cylinder

Immersion heater

Page 21: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

21

pemanasan air dengan menggunakan persamaan diferensial ini bertujuan untuk memperoleh cara

yang lebih ekonomis dalam mengopersikan kedua proses tersebut dengan menggunakan alat

pemanas. Pada metode ini akan digunakan dua metode untuk mengopersikan alat pemanas. Hasil

kedua metode tersebut akan dibandingkan untuk memperoleh cara yang optimal dalam

mengoperasikan alat pemanas.

4.2 Metode

Pada praktikum ke-4 ini kita akan memodelkan proses pendinginan dan pemanasan air

dengan menggunakan alat pemanas. Proses dimulai dengan mengisi penuh tangki dengan air

dingin, dimana air tersebut nantinya akan dipanaskan dengan alat pemanas (seperti yang

ditunjukkan pada gambar dibawah ini). Beberapa asumsi akan digunakan dalam model ini yaitu:

1. Temperature air akan sama disetiap titik pada tangki

2. Panas akan dihasilkan pada nilai Q yang kontan untuk setiap waktu t

3. Seluruh air yang ada pada tangki terpanaskan.

Gambar 3.2 Diagram Pemodelan Pemanasan Air

Pada proses pemanasan air ini berlaku persamaan sebagai berikut:

…………………………………………………………………………………………………………………...(1)

Dimana T adalah suhu pada waktu t (oC), q adalah energi panas (watt), mw adalah massa air

(kg), cw adalah kapasitas panas air (J/kgoC), mc adalah massa casing (kg), Cc adalah massa jenis

casing (J/kgoC), t adalah waktu (detik). Sedangkan pada proses pendinginan berlaku persamaan:

............................................................................................................................................................................(2)

Nilai k adalah konstanta positif dimana k bernilai:

………………………………………………………………………………………………………………………….(3)

dimana j adalah koefisien pindah panas (W/moC) dan a adalah luas area (m2).

cw

cc

mw

cw

Page 22: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

22

Dalam praktikum ini disimulasikan dua metode yaitu:

1. Metode Single On-Off

Pada metode ini kita menghitung perubahan suhu air panas setiap 50 detik sekali yang akan

dibiarkan mendingin dari pukul 11.00 malam sampai dengan pukul 07.00 pagi. Suhu awal

air adalah 45oC. Setelah itu heater dinyalakan sampai suhu menjadi seperti suhu semula

lagi.

Pada simulasi ini kita akan menentukan besarnya temperature pada pukul 07.00 pagi dan

menentukan berapa lama waktu (t) yang dibutuhkan untuk mengembalikakan air ke suhu

semula yaitu 45oC. Kita akan menentukan waktu dengan menggunakan persamaan sebagai

berikut:

…………………………........................................................................................(4)

Dimana Takhir dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

………………………………………………………………………………………………….(5)

Dimana ttotal adalah waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan air, dimulai dari tawal

sampai takhir (detik).

2. Metode Termostat

Pada metode ini kita menggunakan thermostat untuk mengontrol suhu selama malam hari.

Dalam metode dua ini, kondisi awal air sama dengan metode 1. Pada waktu suhu air

mencapai temperature 42oC alat pemanas akan dinyalakan dan akan dimatikan kembali

ketika suhu mencapai 45oC lagi. Pada simulasi ini kita akan melihat perubahan suhu air

serta mengamati waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi tempertur air normal.

Pada proses pemanasan, untuk menghitung waktu kenaikan suhu air dari 42oC sampai 45oC

digunakan persamaan sebagai berikut:

…………………………………………………………………………………………………(6)

Sedangkan pada proses pendinginan, menghitung penurunan suhu 45oC menjadi 42oC,

digunakan persamaa:

…………………………………………………………………………………………………………………..(7)

Masing-masing dari kedua metode ini akan kita selesaikan dengan menggunakan Aplikasi VBA

didalam Ms. Excel.

Page 23: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

23

4.3 Simulasi

Persamaan untuk memecahkan simulasi ini selanjutnya akan kita tulis didalam VBA Editor

pada Mx. Excel, seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 3.1 Simulasi Heating and Cooling

Data awal yang digunakan pada simulasi ini adalah sebagai berikut:

Simbol Jumlah Unit

Suhu Awal Ta 45 oC

Masa Air -mw Ma 50 kg

Masa Casing - mc Mk 5 kg

Panas Jenis Air - Cw Ca 4200 J/KgoC

Panas Jenis Casing CC Ck 400 J/KgoC

koefisien pindah panas - j j 10 W/moC

luas area - a A 1 m2

Kalor -q q 5000 W/moC

Waktu Awal Pendinginan Wawal 0 detik

WaktuAkhir Pendinginan Wakhir 28800 detik

Thermostat drop below T_Thermo 42 oC

Page 24: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

24

Kode program pada VBA editor Public Sub Data()Ta, Ma, Mk, Ca, Ck, Jj, A, q, takhir, Wduga, W_selang, Data1, Data2, Data_Total As Double Public Wawal, Wakhir, Tdb, Data_Terakhir As Integer Public Kk, X_wpendinginan Ta = Sheet1.Cells(3, 4) ' Suhu awal air sebelum didinginkan Ma = Sheet1.Cells(4, 4) ' Masa air Mk = Sheet1.Cells(5, 4) ' masa Casing Ca = Sheet1.Cells(6, 4) ' Panas Jenis Air Ck = Sheet1.Cells(7, 4) ' Panas Jenis Casing Jj = Sheet1.Cells(8, 4) ' Koefisien Pindah Panas A = Sheet1.Cells(9, 4) ' Luas q = Sheet1.Cells(10, 4) ' Kalor Wawal = Sheet1.Cells(12, 4) 'waktu awal pendinginan Wakhir = Sheet1.Cells(13, 4) 'waktu akhir pendinginan pada pukul 7 pagi Tdb = Sheet1.Cells(15, 4) ' Batas suhu termostat 'Untuk mencari nilai (k) digunakan rumus dibawah ini Kk = (Jj * A) / ((Ma * Ca) + (Mk * Ck)) ' selang waktu pengamatan dalam detik W_selang = 50 'Banyak data untuk pendinginan dari jam 11 malam sampai jam 7 pagi yang diamati per 50 detik adalah Data1 = Wakhir / W_selang ' Mencari Waktu suhu pendinginan kembali ke suhu awal setelah dpanaskan ' dengan rumus Wduga=(Mw.Cw+Mc.Cc)(Tawal-Takhir)/q ' dan Takhir= Tawal.exp(-ttotal*k), maka takhir = Ta * exp(-Wakhir * Kk) Wduga = (((Ma * Ca) + (Mk * Ck)) * (Ta - takhir)) / q 'Banyak data untuk pemanasan sampai suhu kembali ke suhu awal adalah Data2 = Int(Wduga / W_selang) 'fungsi int untuk memperoleh pembulatan hasil bagi 'banyaknya baris untuk keseluruhan waktu adalah Data_Total = Data1 + Data2 End Sub Sub Waktu_Keseluruhan() For i = 1 To Data_Total + 2 ' karena Data2 merupakan pembulatan maka perlu ditambahkan 2 agar memenuhi waktu yang diinginkan Sheet1.Cells(2 + i, 8) = (i - 1) * W_selang Next i End Sub Private Sub CommandButton1_Click() Data Waktu_Keseluruhan

Page 25: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

25

Pendinginan1 Pemanasan1 metode_2 End Sub Sub Pendinginan1() ' Pendinginan Metode 1 For i = 1 To Data1 + 1 Sheet1.Cells(2 + i, 9) = Exp_Pendinginan(Ta, Kk, Sheet1.Cells(2 + i, 8)) Next i Data_Terakhir = i + 1 'Menetukan posisi baris terakhir pada waktu pendinginan yaitu pada detik ke 28800 End Sub Sub Pemanasan1() ' Pemanasan Meode 1 t_Akhir_Pendinginan = Sheet1.Cells(Data_Terakhir, 9) For i = (Data_Terakhir + 1) To Data_Total + 4 w_pemanasan = Sheet1.Cells(i, 8) - Sheet1.Cells(Data_Terakhir, 8) Sheet1.Cells(i, 9) = t_Akhir_Pendinginan + Exp_Pemanasan(q, Ma, Mk, Ca, Ck, w_pemanasan) 'Suhu Pemanasan adalah Peningkatan suhu air akibat pemanasan ditambahkan suhu terakhir pada kondisi jam 7 pagi Next i End Sub Sub metode_2() Dim Temporer1 ' Seluruh proses metode akan mengikuti alur perintah berikut ini kemudian bersiklus sampai i mencapai jumlah Data_Total+2 t_Pendinginan = W_selang t_Pemanasan = W_selang Sheet1.Cells(3, 10) = Ta Temporer1 = Sheet1.Cells(3, 10) For i = 2 To Data_Total + 2 If (Temporer1 >= Ta) Then Pendingin = nyala Pemanas = mati ElseIf (Temporer1 <= Ta) Then Pendingin = mati Pemanas = nyala End If If (Pendingin = nyala) And (Temporer1 >= Tdb) Then Temporer1 = Exp_Pendinginan(Ta, Kk, t_Pendinginan) Sheet1.Cells(2 + i, 10) = Temporer1 t_Pendinginan = t_Pendinginan + W_selang t_Pemanasan = W_selang ElseIf (Pemanas = nyala) And (Temporer1 <= Ta) Then temporer2 = Exp_Pemanasan(q, Ma, Mk, Ca, Ck, t_Pemanasan) Temporer1 = Temporer1 + temporer2 Sheet1.Cells(2 + i, 10) = Temporer1 t_Pemanasan = t_Pemanasan + W_selang t_Pendinginan = W_selang End If

Page 26: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

26

Next i End Sub Private Sub CommandButton2_Click() Range("H3:J608").Select Selection.ClearContents Range("H1").Select End Sub

Persamaan yang Digunakan

Persamaan yang digunakan pada simulasi ini dituliskan pada modul VBA Editor: Function Exp_Pendinginan(Tt, k, t) ' fungsi pendinginan Exp_Pendinginan = Tt * exp(-k * t) End Function Function Exp_Pemanasan(q, m1, m2, c1, c2, t) 'fungsi pemanasan Exp_Pemanasan = (q * t) / ((m1 * c1) + (m2 * c2)) End Function

Gambar 3.2 Kode Program Heating and Cooling

Page 27: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

27

4.4 Hasil dan Pembahasan

Metode Single On-Off

Pada metode ini, alat pemanas dihidupkan dari pagi dan dimatikan pada pukul 11.00 malam,

hal ini yang sering dilakukan kebanyakan orang sehari-hari. Pada pukul 11.00 malam suhu air pada

tangki adalah 45oC. Setelah alat pemanas dimatikan maka air menjadi dingin dan biasanya orang-

orang akan menghidupkannya kembali pada pukul 07.00 pagi. Berdasarkan pada fakta ini, dari

hasil simulasi yang telah dilakukan kita dapatkan suhu air pada pukul 07.00 pagi yaitu 11.82 :C

(seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.3). Pada gambar tersebut kita juga dapat melihat bahwa

suhu air turun sangat drastis dari 45oC menjadi 11.82oC, atau dengan kata lain kita dapat

menyatakan bahwasannya dengan mematikan pemanas yang memiliki energi panas (q) sebesar

5.000 watt maka suhu air akan turun sekitar 33oC dalam jangka waktu 8 jam dan apabila pemanas

dihidupkan kembali air akan memanas dan suhu air akan naik menjadi 45oC kembali. Proses

pemanasan untuk mencapai air pada suhu awal dibutuhkan waktu 24 menit seperti yang terlihat

pada gambar dibawah ini. Energi listrik yang dibutuhkan untuk memanaskan air pada metode ini

adalah, 5 kWatt energi panas yang digunakan = 5 x (24/60) = 2 unit energi listrik yang dibutuhkan.

Gambar 3.3 Grafik Penurunan Suhu Metode Single On-Off dan Termostat

Gambar 3.3 Grafik Simulasi Pemodelan Pemanasan dan Pendinginan Air MetodeTermostat

Pada metode ini, penggunaan termostat berfungsi untuk mengontrol suhu air sepanjang

malam. Suhu kontrol termostat adalah 42:C. Termostat akan hidup apabila suhu air telah mencapai

42:C dan akan mati ketika suhu air mencapai 45:C. Dengan menggunakan persamaan persamaan

(6) diatas, kita peroleh waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air sebesar 3:C adalah 2.5

menit dan dengan menggunakan persamaan (7) kita memperoleh waktu yang dibutuhkan untuk

mendinginkan air dari suhu 42:C sampai ke suhu 45:C adalah 24.5 menit. Jadi waktu yang

Page 28: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

28

dibutuhkan untuk memanaskan dan mendinginkan air pada metode ini adalah 2.5 + 24.5 = 27

menit (seperti yang terlihat pada gambar 3.3 diatas).

Pada metode 1, waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan air adalah dalam 8 jam dan

memanaskanya hanya sekali salama 24 menit, sedangkan pada metode 2 waktu untuk menaikkan

suhu air terjadi sebanyak 19.5 kali ulangan (seperti yang dapat dilihat pada gambar diatas). Jadi

pemanas akan hidup setiap (19.5 x 2.5) menit = 48.75 menit. Dari simulasi waktu ini kita dapat

menduga berapa energi listrik yang dibutuhkan untuk memanaskan air. Pemanas air membutuhkan

5 kWatt = 5 x (48.75/60) = 4.0625 unit energi listrik yang dibutuhkan.

Dari simulasi yang telah dilakukan kita dapat melihat bahwa pada metode 2 memiliki

keuntungan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan air lebih cepat apabila dibandingkan

dengan metode 1. Namun, pada metode 2 kita membutuhkan jumlah energi listrik lebih banyak

daripada metode 1. Oleh karena itu konsekuensinya adalah kita akan membayar tagihan listrik

lebih mahal.

4.5 Kesimpulan

Pemanasan dan pendinginan air dapat dimodelkan dengan menggunakan persamaan

diferensial. Dalam praktikum ini telah dicoba dua metode atau cara untuk mengoperasikan alat

pemanas air. Masing-masing dari kedua metode tersebut memiliki keuntungan dan kekurangan.

Pada metode pertama, alat pemanas dimatikan pada malam hari lalu dinyalakan lagi pada pagi hari

ketika akan digunakan, waktu yang dibutuhkan untuk memanaskan air dengan metode lambat

sedangkan sebaliknya pada metode 2, dengan menggunakan termostat yang dapat mengontrol

suhu air sepanjang malam, waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air cepat. Namun, pada

metode 2 ini kita akan membutuhkan energi listrik yang banyak atau dengan kata lain kita akan

membayar tagihan listrik lebih mahal daripada metode 1.

Page 29: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

29

BAB 5

PEMODELAN HUKUM TORRICELLI DAN METODE PERBANDINGAN UNTUK LAJU ALIRAN AIR

5.1 Pendahuluan

Salah satu cara untuk mengalirkan air dengan laju yang rendah untuk irigasi tanaman

adalah dengan menempatkan sebuah lubang kecil pada dasar tangki irigasi tersebut. Air yang

keluar dengan perlahan dari dasar tangki dapat dimanfaatkan untuk memberikakan pengairan

pada tanaman yang lebih luas. Perubahan jumlah air didalam tangki setelah pengairan selama

beberapa waktu dapat kita modelkan dengan persamaan diferensial. Pada praktikum ke-4 ini akan

dicoba untuk merumuskan sebuah model dari laju aliran air tersebut dan selanjutnya akan

membandingkannya dengan Hukum Torricelli karena dalam menduga laju aliran air ini harus dapat

memenuhi Hukum Torricelli tersebut.

5.2 Metode

Pada gambar 4.1 dibawah ditunjukkan suatu aliran air di lubang kecil, pada bejana yang

memiliki ketinggian air dari dasar lubang setinggi (h) dari permukaan air, maka air dalam bejana

akan berkurang seiring dengan bertambahnya waktu. Dalam praktikum ini kita akan memodelkan

pengurangan air dengan cara perbandingan dan dengan Hukum Torricelli.

Gambar 4.1 Skema Model Laju Aliran Air 1. Model Perbandingan

Pada model ini, laju pengurangan tinggi air akan sebanding dengan ketinggian air, artinya

ketika air di dalam tangki masih banyak, pengurangan yang terjadi juga sangat cepat dan

akan semakin melambat apabila ketinggian (h) mendekati 0. Model ini dapat kita tulis

dalam suatu persamaan diferinsial sebagai berikut:

………………………………………………………………………………………………………………………(1)

dimana λ = a/A dan (a) adalah konstanta positif, (A) adalah luas lubang pada tangki. Solusi

persamaan (1) diatas adalah sebagai berikut:

…………………………………………………………………………………………………………………….(2)

dimana K adalah arbitary constant. Nilai dari K dan λ akan ditentukan dengan dari

percobaan yang akan dilakukan dengan menggunakan bantuan Solver Application pada Ms.

Excel.

Dengan merubah persamaan (2) kedalam bentuk logaritma natural, maka persamaan baru

diperoleh:

Page 30: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

30

……………………………………………………………………………………………………………..(3)

2. Hukum Toricelli

Pada bagian ini kita akan membandingkan model yang telah kita buat menggunakan

metode 1 diatas dengan Hukum Torricelli. Dengan persamaan Torricelli akan

diperhitungkan pengaruh gravitasi bumi yang menarik air jatuh sehingga kecepatan aliran

airnya akan mengikuti persamaan dibawah ini:

…………………………………………………………………………………………………………………….(4)

Dimana (g) adalah percepatan gravitasi bumi yang bernilai 9,8 m/s2

Jika lubang memiliki luas sebesar (A) maka debit (Q) yang dihasilkan adalah sebesar

Q = AV…………………………………………………………………………………………………………………………..(5)

Dengan mengganti V seperti pada persamaan (4) maka persamaan (5) menjadi:

…………………………………………………………………………………………………………………..(6)

Apabila (u) adalah volume air di dalam bejana, maka penyusutan air per satuan waktu

adalah (du/dt), (h) adalah tinggi air dalam bejana dan (Q) adalah debit air yang keluar

melalui lubang, maka hubungan antara (u) dan (Q) adalah

……………………………………………………………………………………………………………………….(7)

Dengan u = Ah maka

………………………………………………………………………………………………………………………(8)

Maka persamaan debit air (Q) menjadi

………………………………………………………………………………………………………………….....(9)

Dengan mensubsitusikan persamaan (6) kedalam persamaan (9) maka dapat dibentuk

sebuah persamaa diferensial:

………………………………………………………………………………………………………….(10)

Lalu persamaan (10) diatas dapat kita bentuk menjadi:

…………………………………………………………………………………………………………………(11)

Dengan ………………………………………………………………………………………………………..(12)

Dengan aplikasi Persamaan Diferensial Pemisahan Variabel (Variabels Separable) maka

persamaan (12) menjadi:

………………………………………………………………………………………………………….(13)

atau

………………………………………………………………………………………………….(14)

………………………………………………………………………………………………………..(15)

Dimana B adalah konstanta integrasi, lalu persamaan (11) dapat dirubah menjadi:

…………………………………………………………………………………………………………(16)

Page 31: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

31

5.3 Simulasi

Persamaan-persamaan diatas akan kita selesaikan dengan cara numerik yaitu pada

persamaan (2) dan persamaan (16) dengan bantuan VBA Editor pada Ms. Excel seperti pada

gambar 4.2 :

Gambar 4.2 Kode Program dalam VBA Editor Kode program dituliskan dalam modul VBA Editor sebagai berikut: Function torricelli(B, u, t)

torricelli = ((B / 2) - (u * t / 2)) ^ 2 End Function Function model(K, d, t)

model = K * Exp(-d * t) End Function

Page 32: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

32

Data percobaan yang digunakan untuk menentukan konstanta K, λ, β dan μ adalah:

Burghes and Borrie (1981) halaman 59. Pada percobaan ini digunakan lubang aliran air sebesar 2 mm yang diletakkan didekat dasar

tangki pada salah satu sisi tangki.

5.4 Hasil dan Pembahasan

Dengan menggunakan simulasi VBA Editor diperoleh hasil simulasi sebagai berikut:

Gambar 4.3 Simulasi Model Hukum Torricelli dan Perbandingan Untuk Laju Aliran Air

t (s) h (cm)

179.7 1

146.5 2

120.7 3

101 4

83.5 5

67.7 6

53.7 7

41.3 8

29 9

17.3 10

6.5 11

Page 33: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

33

Hasil dari simulasi seperti terlihat pada tabel dibawah ini:

Waktu (second)

Ketinggian Air (cm)

Experiment Model Torricelli’s

Law

6.5 11 11.36374 10.88726

17.3 10 10.08357 9.944365

29 9 8.858949 8.971085

41.3 8 7.731544 8.001927

53.7 7 6.740152 7.080951

67.7 6 5.772756 6.10879

83.5 5 4.846695 5.09782

101 4 3.993352 4.08474

120.7 3 3.211116 3.078441

146.5 2 2.413552 1.975417

179.7 1 1.671443 0.914558 Tabel 4.2 Hasil Simulasi Laju Aliran Air pada Tangki

Dari hasil simulasi kita peroleh nilai-nilai kontanta K, λ, μ dan β yaitu: K=12.21128, λ=0.011067, µ=0.027058, and β=6.775048. Oleh karena itu persamaan (2) dan (16) diatas sekarang dapat ditulis menjadi:

Perbandingan antara Kedua Metode

Dengan menggunakan persamaan (2) kita dapat menentukan ketinggian air didalam botol

pada saat (t) kapan saja. Hasil dari pemodelan laju aliran air ini diplotkan kedalam grafik yang

terlihat pada gambar dibawah ini. Dari gambar dibawah ini kita juga dapat melihat bahwa

ketinggian air yang dihasilkan oleh pemodelan dengan rumus perbandingan tidak jauh berbeda

dengan data yang digunakan (berdasarkan Burghes and Borrie (1981) halaman 60). Selisih

maksimum dari kedua model adalah 0.6714433 cm yang terjadi pada detik ke-179.7 tepat ketika

air mulai mengalir keluar tangki.

Dengan persamaan (16) kita juga dapat menentukan ketinggian air yang terdapat didalam

tangki pada saat (t) kapan saja. Seperti yang terlihat pada grafik dibawah, bahwa hasil dari simulasi

Hukum Torricelli juga tidak jauh berbeda dengan hasil data percobaan (berdasarkan Burghes and

Borrie (1981) halaman 60). Selisih maksimum dari kedua model hanya sebesar 0.11274438 cm,

lebih kecil apabila dibandingkan dengan model perbandingan diatas. Selisih maksimum ini terjadi

pada t = 179.7 detik, juga terjadi beberapa saat setelah air mulai mengalir.

Page 34: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

34

5.5 Kesimpulan

Dalam simulasi kali ini telah dipelajari hubungan antara laju aliran air dengan ketinggian air

di dalam tangki. Dari simulasi ini juga kita dapat menentukan waktu yang dibutuhkan untuk

mengosongkan tangki. Hubungan antara kedua faktor ini dapat dibentuk menjadi suatu persamaan

diferensial dan dicari solusinya dengan menggunakan metode perbandingan serta Hukum

Torricelli. Perbandingan hasil dari kedua metode ini tidak terlalu jauh berbeda dengan data

eksperimental yang diperoleh dari Burghes and Borrie (1981) hal 59. Pemecahan solusi ini

dilakukan dengan menggunakan bantuan VBA Editor pada Ms. Excel.

Page 35: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

35

BAB 6

PEMODELAN PERTUMBUHAN TERHAMBAT (INHIBITED GROWTH MODEL)

6.1 Pendahuluan

Model pertumbuhan cukup penting untuk digunakan dibeberapa bidang keteknikan.

Perubahan jumlah populasi (dN/dt) pada suatu model pertumbuhan ini secara garis besar

diasumsikan sebanding dengan jumlah populasi aktual (N) pada waktu (t). Dari beberapa

praktikum sebelumnya kita telah membahas tentang model pertumbuhan Malthus yang dapat

memprediksikan pertumbuhan yang tidak terbatas.

……………………………………………………………………………………………………………………………………(1)

Setelah diamati dalam jangka waktu (t), model pertumbuhan ini tidak dapat menggambarkan

jumlah populasi yang akurat dan sesuai dengan jumlah populasi aktualnya. Oleh karena itu, model

Malthus ini harus dimodifikasi sehingga dapat sesuai dengan kondisi populasi aktual dan seiring

dengan ini juga kita telah mengenal model pertumbuhan Verhulst yang telah kita ketahui bersama

dari praktikum sebelumnya bahwa model Verhulst ini lebih mendekati pada kondisi aktual

populasi.

…………………………………………………………………………………………………………………………...(2)

Pada praktikum kali ini kita akan coba memodelkan suatu model pertumbuhan yang telah

dimodifikasi. Model ini disebut juga dengan model pertumbuhan makanan terbatas. Pada

persamaan (2) diatas kita dapat memprediksi jumlah pertumbuhan individu per satuan waktu

sebagai berikut:

………………………………………………………………………………………………………………………(3)

dengan prediksi bahwa hubungan N pada persamaan ini akan linier.

Smith (dalam Ecology, No 44, 1963) pada percobaannya telah mengembangkan suatu

model populasi bakteri yang dibatasi oleh makanan dan menemukan kurva pertumbahan yang

sigmoid, akan tetapi dia tidak mendapatkan bentuk linier dari hubungan antara laju pertumbuhan

individu dengan pertumbuhan populasi. Pada praktikum kali ini akan dicoba untuk menyelesaikan

model tersebut dengan menggunakan persamaan diferensial implisit dengan metode numerik.

Metode numerik yang digunakan adalah metode Newton Rhapson dan selanjutnya kita dapat

menentukan jumlah populasi dari bakteri tersebut pada setiap waktu (t).

6.2 Metode

Smith (Ecology 1963 No 44), memodelkan suatu pertumbuhan bakteri yang terbatasi oleh

makanan (food limited). Smith memodifikasi persamaan (2) tersebut dengan mengganti nilai (1-

N/N∞); dengan (1-F/T) sehingga persamaannya menjadi:

Page 36: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

36

……………………………………………………………………………………………………………………….(4)

dimana (F) adalah laju populasi mengkonsumsi makanan dan (T) adalah laju saturasi. Nilai (F)

dapat dicari dengan menggunakan persamaan:

…………………………………………………………………………………………………………………………..(5)

dimana nilai λ dan μ akan konstan. Pada saat saturasi F = T dan N = N∞ sehingga kita akan

mendapatkan nilai T = λ N∞ lalu dengan menggunakan persamaan (4) kita dapatkan persamaan:

…………………………………………………………………………………………………….(6)

dimana v = γμ/μ maka diperoleh persamaan akhir:

……………………………………………………………………………………………………………………...(7)

kita dapat menyelesaikan persamaan ini dengan cara pemisahan variabel (Variables Separable

Differential Equations) sehingga menjadi:

………………………………………………………………………………………………………………(8)

lalu diperoleh:

…………………………………………………………………………………………..(8)

persamaan akhirnya menjadi:

……………………………………………………………………………………………………………………….(9)

dimana k = eA adalah konstanta integrasi.

Persamaan (9) diatas merupakan suatu persamaan implisit, dimana N = f (t) dan nilai N

eksplisit berupa F (N) = f (t). Selanjutnya penyelesaian persamaan implisit tersebut kita gunakan

metode numerik Newton Rhapson. Pada metode ini, pencarian nilai N dapat dilakukan dari nilai N

coba-coba sampai nilai N yang mendekati nilai sebenarnya dalam bentuk:

……………………………………………………………………………………………………………………(10)

persamaan ini akan terus diiterasi sampai terjadi suatu konvergensi nilai N dimanan nilai tersebut

akan memenuhi persamaan:

|Ni+1 = Ni|< ε……………………………………………………………………………………………………………………………(11)

dimana ε merupakan suatu bilangan yang sangat kecil atau iterasi akan dihentikan apabila kondisi

ini tidak tercapai. Dalam simulasi ini kita akan membatasi nilai ε.

Untuk melakukan pencarian nilai N pada nilai t tertentu maka dibuat suatu persamaan berbentuk

F(N) = 0, persamaan (9) dapat dirubah menjadi:

…………………………………………………………………………………………………………….(12)

pada nilai t tertentu maka nilai eγt akan konstan, sehingga dengan melakukan pemisahan konstanta-

konstanta seperti berikut ini:

Page 37: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

37

……………………………………………………………………………………………………………………………….(13)

…………………………….………………………………………………………………………………………………..(14)

……………………………………………………………………………………………………….…………………………(15)

dan F(N) = 0 berbentuk

…………………………………………………………………………………………………(16)

dihitung juga nilai turunan dari fungsi tersebut seperti:

………………………………………………………….……………………………………….(17)

6.3 Simulasi

Nilai variabel dan kontanta yang digunakan dalam pemodelan ini seperti yang terdapat pada

tabel dibawah ini:

Kita cari solusi untuk model ini dengan menggunakan VBA Editor pada Ms. Excel.

Kode Program yang dituliskan pada VBA Editor adalah sebagai berikut: Public iter, itmax As Integer Public epsilon As Double Public f_val As Double Public xi, xf As Double Public k, gamma, n_unlimit, v As Double Public N_trial As Double Public t As Double Public c1, c2, c3, N As Double Public start_row As Double Public x_awal, x_akhir, delta_x As Double Public num_data As Integer Public i As Integer Sub masukan() x_awal = Sheet1.Cells(8, 2) x_akhir = Sheet1.Cells(9, 2) delta_x = Sheet1.Cells(10, 2)

Constants Newton-Rhapson

Parameter

N∞ 100 epsilon 0.00001

ν 0.01 max iteration 50

К 0.05 N coba awal 0

γ 0.3

Independent variable (t)

Mulai 0

Sampai 20

Step 0.5

Page 38: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

38

num_data = Int((x_akhir - x_awal) / delta_x) xi = Sheet1.Cells(5, 4) itmax = Sheet1.Cells(4, 4) epsilon = Sheet1.Cells(3, 4) f_val = 10 n_unlimit = Sheet1.Cells(3, 2) v = Sheet1.Cells(4, 2) k = Sheet1.Cells(5, 2) gamma = Sheet1.Cells(6, 2) End Sub Sub proses() For i = 0 To num_data t = x_awal + (i * delta_x) c1 = n_unlimit c2 = 1 + v c3 = k * Exp(gamma * t) iter = 1 f_val = 10 While ((iter <= itmax) And (f_val > epsilon)) xf = xi - (func_implicit1(xi, c1, c2, c3) / func_implicit_deriv1(xi, c1, c2, c3)) f_val = Abs(xf - xi) xi = xf Sheet1.Cells(17 + i, 4 + iter) = iter Sheet1.Cells(17 + i, 3 + iter) = xf iter = iter + 1 Wend Sheet1.Cells(17 + i, 3 + iter) = "konvergen" Sheet1.Cells(17 + i, 1) = t Sheet1.Cells(17 + i, 2) = xf Sheet1.Cells(17 + i, 3) = iter Next i End Sub Private Sub CommandButton1_Click() masukan proses End Sub Private Sub CommandButton2_Click() For i = 0 To num_data For j = 1 To iter Sheet1.Cells(17 - 1, 3 + j).Clear Sheet1.Cells(17 + i, 3 + j).Clear Next j Sheet1.Cells(17 + i, 3 + iter).Clear Sheet1.Cells(17 + i, 1).Clear Sheet1.Cells(17 + i, 2).Clear Sheet1.Cells(17 + i, 3).Clear Next i End Sub

Page 39: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

39

Gambar 5.1 Kode Program Pada VBA Editor

Selanjutnya fungsi yang dituliskan pada program adalah

Function func_implicit1(N, c1, c2, c3) func_implicit1 = N - (c3 * ((c1 - N) ^ c2)) End Function Function func_implicit_deriv1(N, c1, c2, c3) func_implicit_deriv1 = 1 + (c2 * c3 * ((c1 - N) ^ (c2 - 1))) End Function

Page 40: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

40

6.4 Hasil dan Pembahasan

Kurva yang diperoleh dari simulasi ini berupa kurva sigmoid seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 5.2 Grafik Model Pertumbuhan Terhambat

Diawal model kita membuat nilai coba-coba untuk No = 0 setelah disimulasikan kita

memperoleh nilai N yang sangat berkembang dengan cepat. Nilai N ini juga dapat stabil dengan

hanya 3-4 kali iterasi.

Perkembangan jumlah populasi dari mikroba per satuan waktu t dapat kita lihat dengan

menggunakan model ini. Pada awal perkembangan kita memperoleh nilai populasi sebesar

4.972750231 dan setelah t20 kita peroleh jumlah populasinya sebesar 95.34538319.

6.5 Kesimpulan

Seperti yang telah kita lakukan simulasinya, Model perkembangan bakteri ini dapat kita

pecahkan dengan menggunakan metode numerik Newton Rhapson. Dan hasilnya sesuai dengan

yang diharapkan.

0

20

40

60

80

100

120

0 5 10 15 20 25

Po

pu

lasi

(N)

Waktu (t)

Model Pertumbuhan Terhambat

Inhibited Growth Model

Page 41: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

41

Gambar 5.3 Hasil Simulasi Pemodelan Pertumbuhan Terhambat

Page 42: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

42

BAB 7

PEMODELAN KOMPETISI PADA SPESIES TERTENTU (Competing Species)

7.1 Pendahuluan

Populasi dari suatu spesies akan berubah seiring dengan berubahnya waktu. Perubahan

populasi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, perubahan iklim, persediaan makanan,

perubahan lingkungan, saling memangsa dalam rantai makanan. Pada bab sebelumnya kita telah

menyelesaikan model pertumbuhan yang pada pengembangan modelnya kita asumsikan hanya

akan dibatasi dengan persediaan makanan saja dan tidak akan bergantung pada keberadaan

spesies lainnya. Untuk memperbaiki model tersebut, kita akan memasukkan suatu faktor tambahan

yaitu faktor kompetisi antar spesies yang nantinya faktor tersebut akan mempengaruhi jumlah

populasi dari suatu spesies. Namun, pada praktikum kali ini, kompetisi antar spesies akan dibatasi

pada satu faktor saja misal, faktor persediaan makanan saja, tidak termasuk faktor saling

memangsa antar spesies. Sebagai contohnya, jika ada dua spesies binatang X dan Y yang memakan

jenis makanan yang sama pada satu daerah, maka jumlah spesies binatang X akan mempengaruhi

jumlah spesies binatang Y dan begitu pula sebaliknya. Populasi kedua spesies tersebut akan

mempengaruhi satu sama lainnya karena keterbatasan persediaan makanan.

Pada praktikum kali ini, penyelesaian model yang berupa persamaan diferensial implisit

akan menggunakan Metode Rungge Kutta Orde 4. Digunakan metode ini karena mudah dan

memberikan hasil simulasi yang baik selain itu keakuratan metode ini juga dapat menentukan

jumlah populasi dari kedua spesies tersebut pada waktu kapan saja.

7.2 Metode

Suatu spesies X dan Y keberadaannya akan saling mempengaruhi. Adapun keberadaan kedua

spesies tersebut terhadap waktu digambarkan dengan persamaan berikut ini:

…………………………………………………………………………………………………………………...(1)

…………………………………………………………………………………………………………………...(2)

dimana (t) adalah waktu dan (x), (y) adalah jumlah populasi dari masing-masing spesies X dan Y.

Untuk memecahkan persamaan (1) dan (2) diatas kita akan menggunakan metode numerik

Rungge Kutta Orde 4, dengan persamaan umum sebagai berikut:

………………………………………………………………………………………..(3)

dimana masing-masing k1, k2, k3 dan k4 didefinisikan sebagai:

………………………………………………………………………………………………………………………..(4)

………………………………………………………………………………………………………..(5)

Page 43: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

43

……………………………………………………………………………………………….……….(6)

………………………………………………………………………………………………………..(7)

Dengan (h) adalah parameter Rungge Kutta. Persamaan (3) sampai (7) akan kita gunakan

untuk menghitung jumlah populasi spesies Y pada waktu (t) sedangkan untuk menghitung jumlah

populasi pada spesies X kita juga menggunakan persamaan yang sama (persamaan 3-7) hanya

dengan merubah posisi (y) dengan (x) saja. Dalam model ini, persamaan (3) mempunyai arti

sebagai berikut: f (xm , ym) = 2ym - xm - 3.5ym

7.3 Simulasi

Penyelesaian metode numerik ini kita lakukan pada Ms. Excel dengan VBA Editor seperti

yang terlihat pada gambar 6.1 dibawah ini:

Gambar 6.1 Kode Program pada VBA Editor

Kode Program Model Kompetisi pada Spesies X dan Y Public h, N, Xo, Yo, dt As Double Sub Data() dt = Sheet1.Cells(3, 3) 'sebagai perubahan waktu h = Sheet1.Cells(4, 3) 'sebagai parameter rungge kutte N = Sheet1.Cells(5, 3) 'sebagai total waktu Xo = Sheet1.Cells(6, 3) 'sebagai jumlah populasi awal spesies X Yo = Sheet1.Cells(7, 3) 'sebagai jumlah populasi awal spesies Y End Sub

Page 44: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

44

Sub Proses() t = 0 xx = Xo yy = Yo For i = 0 To N 'tampilkan data Sheet1.Cells(10 + i, 2) = t Sheet1.Cells(10 + i, 3) = xx Sheet1.Cells(10 + i, 4) = yy 'menghitung nilai x k1x = dxdt(xx, yy) k2x = dxdt(xx + (h / 2), yy + ((h * k1x) / 2)) k3x = dxdt(xx + (h / 2), yy + ((h * k2x) / 2)) k4x = dxdt(xx + h, yy + (h * k3x)) xx = xx + (h / 6) * (k1x + (2 * k2x) + (2 * k3x) + k4x) 'menghitung nilai y k1y = dydt(yy, xx) k2y = dydt(yy + h / 2, xx + h * k1y / 2) k3y = dydt(yy + h / 2, xx + h * k2y / 2) k4y = dydt(yy + h, xx + h * k3y) yy = yy + (h / 6) * (k1y + 2 * k2y + 2 * k3y + ky4) t = t + dt Next i End Sub Private Sub CommandButton1_Click() Data Proses End Sub Private Sub CommandButton2_Click() Range("B10:D210").Select Selection.Clear Range("B11").Select End Sub

Kode Pada Modul Function dxdt(Xo, Yo) dxdt = Xo - (2 * Yo) - (0.2 * Xo) End Function Function dydt(Yo, Xo) dydt = (2 * Yo) - Xo - (3.5 * Yo) End Function

Page 45: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

45

7.4 Hasil

Dalam simulasi ini kita gunakan beberapa parameter yaitu: No Parameter Symbols Value Unit 1 ParameterRungge-Kutta h 0.01 - 2 Total waktu N 100 Tahun 3 Perubahan waktu dt 1 Tahun 4 Populasi awal spesies X Xo 10000 - 5 Populasi awal spesies Y Yo 15000 -

Adapun hasil simulasi model seperti yang terlihat pada gambar 6.2 dibawah ini:

Gambar 6.2 Hasil Simulasi pada Ms. Excel

Pada simulasi ini kita mengamati perubahan kedua spesies X dan Y dalam jangka waktu 100

tahun. Perubahan jumlah populasi ini akan dihitung per 1 tahun. Grafik perubahan populasi dari

kedua spesies tersebut dapat dilihat pada gambar 6.3 dibawah ini:

Page 46: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

46

Gambar 6.3 Grafik Kompetisi Spesies X dan Y Terhadap Perubahan Waktu

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa kedua spesies tersebut X dan Y akan berkurang seiring dengan perubahan waktu. Asumsi pada awal pembuatan model ini adalah spesies X dan Y akan saling berkompetisi dalam memperoleh makanan. Setelah dilakukan simulasi terlihat bahwa persaingan antara spesies X dan Y dalam mempertahankan makanan dalam 100 tahun menyebabkan jumlah populasi dari masing-masing spesies tersebut berkurang. 7.5 Kesimpulan

Metode Rungge Kutta Orde 4 cukup efektif untuk menggambarkan model kompetisi pada spesies tertentu. Terlihat bahwa kedua spesies X dan Y berkurang seiring dengan bertambahnya waktu.

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

0 20 40 60 80 100 120

N (

Po

pu

lasi

)

t (Tahun)

Competing Species

Spesies X

Spesies Y

Page 47: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

47

L = 20 cm

With 0<t<infinity

Figure 7.1 Diagram of The Conduction of Rod System

BAB 8

PEMODELAN HEAT TRANSFER : FINITE DIFFERENCE METHODS

8.1 Introduction

In this section we will introduce the idea of explicit finite-difference methods and show how

they can be used to solve hyperbolic and parabolic. The basic idea is that after a PDE like : Ut = Uxx is

replaced by its finite-difference approximation, we can solve for the solution explicitly at one value

of time in terms of the solution at earlier values of time. In this way, an initial-boundary-value

problem (hyperbolic or parabolic) can be solved by consecutively finding the solution at large and

large values of time.

8.2 Methods

Consider the problem of heat flow along a rod initially at temperature To. On both side of the

rod are insulated with temperature at 0 °C. We assume it as a one dimensional rod of length L for

which we make the following assumptions:

1. The rod is made of single homogeneous conducting material

2. The rod is laterally insulated (heat flows only in the x direction)

3. The rod is thin I temperature at all points of a cross sect.

In other words, we solve the problem:

PDE : .............................................................................................................................................................................(1)

IC : T(x,0) = 50oC, with 0<x<20 ...........................................................................................................................................(2)

BC : T (0,t) = 30OC

: T (20,t) = 30oC …………………………………………………………………………(3)

and Nt = Nx = 11 nodes, k = Δt = 0.005, h = Δx = 0.1

Explicit method is used i.e finite difference method to solved this model. This is the explicit

finite-difference formula:

................................................................................................................. (4)

T=0°C T=0°C

T0

Page 48: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

48

8.3 Simulation

We use the VBA Editor in Ms. Excel to calculate this model. These codes are written in module

of Ms. Excel.

Public Nx, Nt, dk, dh Sub initial() Nx = Sheet1.Cells(3, 3) Nt = Sheet1.Cells(4, 3) dk = Sheet1.Cells(5, 3) dh = Sheet1.Cells(6, 3) dx = 0.2 For i = 1 To Nt - 1 x = 0 For j = 1 To Nx Sheet1.Cells(10 + i, 2 + j) = "" If i = 1 Then Sheet1.Cells(9 + i, 2 + j) = 50 'ic If j = 1 Then Sheet1.Cells(10 + i, 2 + j) = 30 'bc If j = 11 Then Sheet1.Cells(10 + i, 2 + j) = 30 x = x + dx Next j Next i End Sub Sub hitung() For i = 1 To Nt - 1 For j = 1 To Nx - 2 Sheet1.Cells(9 + i + 1, 3 + j) = Sheet1.Cells(9 + i, 3 + j) + (dk / (dh ^ 2)) * (Sheet1.Cells(9 + i, 3 + j + 1) + Sheet1.Cells(9 + i, 3 + j - 1) - 2 * Sheet1.Cells(9 + i, 3 + j)) Next j Next i End Sub Sub hitung2() For i = 1 To Nt - 1 For j = 1 To Nx - 1 Sheet1.Cells(9 + i + 1, 3 + j) = Sheet1.Cells(9 + i, 3 + j) + (dk / (dh ^ 2)) * (Sheet1.Cells(9 + i, 3 + j + 1) + Sheet1.Cells(9 + i, 3 + j - 1) - 2 * Sheet1.Cells(9 + i, 3 + j)) Next j Next i End Sub

Page 49: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

49

Figure 7.1 The function to calculate T’s written in the module of VBA.

8.4 Results and Discussion

The results of the model is presented in Figure 7.2 and 7.3 below.

Figure 7.2 Results of The Model

0

10

20

30

40

50

60

0 0.5 1 1.5 2 2.5

T (

Te

mp

era

ture

)

x (Length)

Heat Transfer: Explicit Finite-Difference Method

t = 0

t = 1

t = 2

t = 3

t = 4

t = 5

t = 6

t = 7

t = 8

t = 9

Page 50: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

50

Figure 7.3 Results of The Model in Ms. Excel

8.5 Conclusion

As we see the results, we know that finite-difference can solve the heat conduction problem.

Page 51: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

51

BAB 9

PEMODELAN TRIDIAGONAL MATRIKS DENGAN VBA APPLICATION

9.1 Introduction

To show how time-dependent problems can be solved by another finite-difference scheme as

implicit methods. In this metod, we again replace the partial derevative in the problem by their

finite –difference approximations, but unlike explicit methods (where we solved for Ui + 1.j explicitly

in terms of earlier values), in implicit methods, we solve a system of equations in order to find the

solution at the largest value of time. In other words, for each new value of time we solve a system of

algebraic equations to find all the values.

9.2 Methods

To solve the tridiagonal system we use a method that transforms a tridiagonal system of the

form:

………………………………………………………………………………………………………………………………(1)

………………………………………………………………………………………………………………………(2)

Where j = 1,2,……….,n-2

and

………………………………………………………………………………………………………………………………(1)

………………………………………………………………………………………………………………………(2)

Where j = 1,2,……….,n-1

9.3 Simulation

The codes are written in VBA Editor in Ms. Excel

Const mn As Integer = 4 Dim a(mn), b(mn), c(mn), d(mn) Sub readdata() For j = 1 To mn a(j) = Cells(7 + j, 2) b(j) = Cells(7 + j, 3) c(j) = Cells(7 + j, 4) d(j) = Cells(7 + j, 9) Next j End Sub Rem Thomas Algorithm to solve tridiagonal matrics Sub Thomas(mn, a, b, c, d) b(1) = b(1)

Page 52: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

52

c(1) = c(1) / b(1) For l = 2 To (mn - 1) b(l) = b(l) - a(l) * c(l - 1) c(l) = c(1) / b(1) Next l b(mn) = b(mn) - a(mn) * c(mn - 1) d(1) = d(1) / b(1) For l = 2 To mn d(l) = (d(l) - a(l) * d(l - 1)) / b(l) Next l d(mn) = d(mn) For l = (mn - 1) To 1 Step -1 d(l) = d(l) - c(l) * d(l + 1) Next l End Sub Sub solusi() Call readdata Call Thomas(mn, a, b, c, d) For j = 1 To mn Cells(7 + j, 6) = d(j) Next j End Sub Private Sub CommandButton1_Click() Call solusi End Sub

9.4 Result As the figure 2.1 show:

Page 53: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

53

9.5 Conclusion

The VBA Editor can be use to solved the implicit method-Tridiagonal Matrics.

Page 54: Laporan Akhir Pemodelan Matematika dan Simulasi

54

DAFTAR PUSTAKA

Burghes, D.N., Borrie. M.S. 1981. Modelling with Differential Eqations. Ellis Horwood Ltd. New York. Edwards, D. and Hamson, M. 1989. Guide to Mathematical Modeling. The Macmillan Press Ltd.

London. Farlow, S.J. 1937. Partial Difference Equations For Scientists and Engineers. Dover Publications, Inc.

New York. LeVeque, R.J. 2006. Finite Diference Methods For Differential Equations. University of Washington.