73
i LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA UNIVERSITAS UDAYANA INDUSTRIALISASI KERAJINAN SENI KRIYA DI DESA MAS GIANYAR Nama Peneliti Utama dan Anggota Ketua: Dr. Ni Wayan Sukarini, M. Hum. (0009015901) Anggota: 1. Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. (0017095905) 2. Dr. Drs. I Made Rajeg, M. Hum. (0019105807) Dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana TA - 2017 Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian Nomor: 1208/UN14.2.1.II/LT/2017, tanggal 28 Agustus 2017 FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA NOPEMBER 2017 Bidang Unggulan: Sosial Budaya Kode/Nama Bidang Ilmu: 613/Humaniora

LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

  • Upload
    others

  • View
    21

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

i

LAPORAN AKHIR

HIBAH UNGGULAN UDAYANA

UNIVERSITAS UDAYANA

INDUSTRIALISASI KERAJINAN SENI KRIYA

DI DESA MAS GIANYAR

Nama Peneliti Utama dan Anggota

Ketua: Dr. Ni Wayan Sukarini, M. Hum. (0009015901)

Anggota: 1. Prof. Dr. Ni Luh Sutjiati Beratha, M.A. (0017095905)

2. Dr. Drs. I Made Rajeg, M. Hum. (0019105807)

Dibiayai oleh

DIPA PNBP Universitas Udayana TA - 2017

Sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian

Nomor: 1208/UN14.2.1.II/LT/2017, tanggal 28 Agustus 2017

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS UDAYANA

NOPEMBER 2017

Bidang Unggulan: Sosial Budaya

Kode/Nama Bidang Ilmu: 613/Humaniora

Page 2: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

ii

Page 3: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

iii

RINGKASAN

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perkembangan kerajinan seni kriya yang

sebelumnya oleh perajin dibuat dengan menggunakan keterampilan tangan serta memiliki

nilai estetika yang tinggi. Seiring dengan perkembangan teknologi dan permintaan pasar

industrialisasi terhadap seni kriya tidak dapat dihindari sehingga pengrjaannya tidak lagi

menggunakan keterampilan tangan, namun dibantu dengan mesin dan diproduksi secara

massal. Target khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah gagasan baru

terkait dengan pemertahanan identitas kebudayaan Bali melalui produk seni kriya yang

mengalami proses industrialisasi dan memiliki daya saing tinggi di pasar pariwisata.

Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan dan target ini adalah metode penelitian

kualitatif yang mencakup teknik pengamatan terlibat dan wawancara mendalam serta

analisis data secara deskriptif, holistik, dan interpretatif. Dengan demikian diharapkan

diperoleh pemahaman yang mendalam tentang seni kriya yang mengalami dinamika dari

aslinya sebagai akibat dari industrialisasi di tengah perkembangan pariwisata.

Kata Kunci: seni kriya, industrialisasi, pariwisata.

Page 4: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa, Tuhan Yang

Maha Kuasa karena berkat rakhmatNya penelitian ini dapat diselesaikan sesuai dengan

jadwal yang ditentukan. Penelitian dengan judul Industrialisasi Seni Kerajinan Di Desa

Mas Gianyar memanfaatkan pendanaan yang bersumber dari DANA PNBP

UNIVERSITAS UDAYANA tahun anggaran 2017. Pada kesempatan yang baik ini kami

dari tim peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu dari segi pendanaan, pemikiran, tenaga, waktu, dan juga motivasi sehingga

penelitian ini tidak menemui kendala yang berarti. Ucapan terima kasih disampaikan

kepada:

1. Ibu Rektor Universitas Udayana;

2. Bapak Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Udayana;

3. Ibu Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana;

4. Bapak Kepala Desa Mas, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar I Wayan

Gede Darmayuda;

5. Para informan dalam hal ini Bapak Ketut Dharma Eka Putra Siadja;

6. Seluruh staff dan karyawan-karyawati perusahaan kerajinan CV Dharma

Siadja.

Kami dari tim peneliti menyadari bahwa hasil penelitian dalam wujud laporan

akhir ini masih banyak memiliki kekurangan dan kelemahan dikarenakan oleh waktu

yang terbatas serta kemampuan tim peneliti yang perlu terus ditingkatkan dalam

menggali, menelaah dan menganalisis data yang diperoleh di lapangan untuk

Page 5: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

v

mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik di kemudian hari. Kami dari tim peneliti

tentu berharap bahwa laporan akhir penelitian ini dapat berkontribusi dan memiliki

manfaat bagi masyarakat dan khususnya bagi masyarakat di Desa Mas, Lembaga

Penelitian, dan tim peneliti sendiri.

Denpasar, Nopember 2017

a.n Tim Peneliti

Dr. Dra. Ni Wayan Sukarini, M.Hum.

NIP 195901091984 03 2 001

Page 6: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ii

RINGKASAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR DIAGRAM viii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR FOTO x

LAMPIRAN-LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

1.2 Tujuan Penelitian

1.3 Urgensi Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.2 Konsep

2.2.1 Seni Kerajinan

2.2.2 Industrialisasi

2.3 Kerangka Teori

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

3.2 Metode dan Teknik Pemerolehan Data

3.3 Metode dan Teknik Analisis Data

3.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

1

1

5

6

7

7

14

14

16

18

20

20

21

22

24

Page 7: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

vii

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Desa Mas

4.2 Lokasi Desa Mas

4.3 Penduduk dan Demografi

4.4 Kehidupan Sosial Budaya dan Ekonomi

4.5 Deskripsi Pemilik Usaha

BAB V INDUSTRIALISASI SENI KRIYA DI DESA MAS, GIANYAR

DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA

5.1 Faktor Eksternal

5.1.1 Proses Produksi melalui Industrialisasi

5.1.2 Distribusi Produksi

5.1.3 Konsumen

5.2 Faktor Internal

BAB VI SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1 Publikasi

25

25

26

28

31

33

43

45

46

51

53

54

59

Page 8: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

viii

DAFTAR DIAGRAM

Nomor Judul Halaman

Diagram 1 Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif 23

Page 9: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur 28

Tabel 2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 29

Page 10: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

x

DAFTAR FOTO

Nomor Judul Halaman

Foto 4.1 Wawancara dengan pemilik usaha 41

Foto 4.2 Wawancara dengan staf perusahaan 41

Foto 4,3 Aktivitas mengamplas patung 42

Foto 4.4 Aktifitas memotong bahan baku kaca 42

Foto 4.5 Aktifitas mengisi bahan pada pola 42

Foto 5.1 Produksi hiasan ruangan 44

Foto 5.2 Produksi patung jerapah 44

Foto 5.3 Jenis-jenis patung 44

Foto 5.4 Berbagai jenis seni kriya 44

Foto 5.5 Bongkahan akar pohon 45

Foto 5.6 Aquarium kecil hasil perpaduan bongkahan kayu dan kaca 45

Foto 5.7 Terracotta 47

Foto 5.8 Jenis-jenis patung yang masih dalam proses 48

Foto 5.9 Jenis-jenis hiasan dinding 49

Foto 5.10 Hiasan dinding ukiran karawang 49

Foto 5.11 Hiasan dinding flora cat warna 50

Foto 5.12 Bahan baku MDF 51

Foto 5.13 Patung jerapah yang sudah finishing 55

Foto 5.14 Patung kucing yang sudah finishing 56

Foto 5.15 Hiasan dinding musim gugur 57

Page 11: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

xi

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1: artikel yang akan dipublikasikan di Jurnal Mudra

Page 12: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Jenis kepariwisataan yang dikembangkan di Bali adalah pariwisata budaya yang

dijiwai oleh Agama Hindu, seperti tertuang dalam Perda Nomor 2 Tahun 2012.

Pariwisata Budaya maksudnya adalah pariwisata dalam perkembangan dan

pengembangannya menggunakan kebudayaan Daerah Bali yang berlandaskan Agama

Hindu dan merupakan bagian dari kebudayaan nasional. Pengembangan kepariwisataan

di Bali diharapkan agar terjalinnya hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara

pariwisata dan kebudayaan. Tujuan pengembangan pariwisata budaya adalah untuk

memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan, dan meningkatkan mutu objek dan

daya tarik wisata, mempertahankan norma-norma dan nilai-nilai kebudayaan, agama dan

kehidupan alam Bali yang berwawasan lingkungan hidup, mencegah dan meniadakan

pengaruh-pengaruh negatif yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata (Ardika,

2008).

Kepariwisataan di Bali yang berkembang begitu pesat membuka peluang bagi

masyarakat Bali untuk berkarya dalam rangka menunjang sektor industri kecil maupun

industri rumah tangga. Industri merupakan suatu kegiatan untuk memproses dan

membuat barang dengan menggunakan sarana dan peralatan. Berkembangnya industri

kerajinan di Bali sebagai unit ekonomi membuka lapangan kerja baru bagi mereka yang

merasa jenuh bekerja di sektor non industri. Industri kerajinan sangat mendukung

Page 13: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

2

kepariwisataan dalam prioritas pembangunan daerah Bali. Akan tetapi, pengembangan

Pariwisata Budaya di Bali tidak sepenuhnya sesuai dengan amanat Perda Nomor 2 Tahun

2012. Hal ini dapat dipahami dari adanya industrialisasi pada produk seni kriya. Bukti

ini sesuai dengan pendapat Burns dan Holden (1995:112—113) bahwa pariwisata dapat

memunculkan proses industrialisasi terhadap budaya masyarakat lokal. Budaya yang

dianggap sebagai daya tarik wisata dapat dikonsumsi oleh wisatawan baik secara

langsung maupun tidak langsung. Fenomena seperti ini telah terjadi di Bali, dan

menunjukkan bahwa Budaya Bali khususnya yang berupa barang-barang kerajinan telah

dijadikan komoditas atau mengalami proses industrialisasi untuk dikonsumsi oleh

wisatawan sehingga menimbulkan kesan komersialisasi, bahkan memungkinkan

terjadinya penurunan kualitas.

Kegiatan dalam industri kerajinan ini dapat mengubah barang-barang secara

mekanis yaitu membuat produk baru sesuai dengan pesanan (made to order), sebagai

komoditas wisatawan. Di Bali, terdapat industri kerajianan tangan yang sangat beragam,

misalnya industri pembuatan kerajinan barang-barang anyaman, kerajinan perak dan

emas, kerajinan ukiran kayu, dan lain-lain. Desa-desa yang ada di Bali khususnya yang

terdapat di Kabupaten Gianyar sudah sangat terkenal dengan seni kerajinannya dengan

ciri khasnya dari masing-masing desa, misalnya Desa Tegallalang terkenal dengan seni

patungnya, Ubud dengan seni lukis dan ukiran kayunya, Celuk seni kerajinan emas dan

peraknya. Hasil kerajinan dari desa-desa tersebut memiliki kekhasan tersendiri, seperti

patung burung garuda merupakan hasil produksi Desa Tegallalang, Ubud dengan patung

lumba-lumba, lukisan, dan perhiasan yang terbuat dari emas ataupun perak berukir adalah

produk khas dari Desa Celuk, Gianyar. Barang-barang kerajianan ini dibuat untuk dijual

Page 14: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

3

atau diekspor ke manca negara. Di samping itu, dewasa ini ada pula wisatawan yang

memesan (made to order) barang-barang kerajinan tersebut. Dari hasil pengamatan

tampaknya bahwa ada industrialisasi yang terjadi pada barang-barang kerajinan yang

diproduksi oleh desa-desa tersebut, terutama barang-barang kerajinan yang dibeli melalui

pesanan (made to order). Dengan kata lain barang-barang kerajinan made to order telah

mengalami proses industrialisasi.

Studi yang dilakukan oleh Graburn menunjukkan bahwa sejak tahun 1959 patung-

patung manusia dari suku Indian Inuit telah diciptakan untuk dijual dan diekspor. Lebih

lanjut Graburn mengatakan bahwa patung-patung yang dipesan oleh para wisatawan akan

mengalami industrialisasi karena disesuaikan dengan selera pemesan. Menurut Graburn,

sejak tahun 1980–1990, hasil karya seniman Inuit (suku bangsa Indian di Kanada

Selatan) mendapat pengaruh yang kuat dari budaya barat melalui pariwisata, televisi, dan

media lainnya. Para seniman Inuit mulai menghasilkan komposisi yang kompleks dari

hasil kerajinannya. Ini bertujuan untuk memperkenalkan hasil kerajinan yang bersifat

non Inuit karena isu sosial. Tujuan utamanya adalah agar industri kerajinannya bisa

berhasil. Keberhasilannya dapat ditunjukkan oleh siapa pembelinya (dari negara mana

saja pembelinya). Fenomena serupa juga terjadi pada desa-desa yang memproduksi seni

kerajianan di Bali saat ini.

Menurut Ryan (2005), industri pariwisata menyediakan produk yang berbeda

untuk segmen pasar yang berbeda pula. Sebagai akibatnya, para perajin cenderung

memanipulasi produksinya dengan mengikuti keinginan wisatawan sebagai pemesan

dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan yang lebih banyak (dari barang-barangnya

yang bisa terjual) agar bisa menyambung hidupnya.

Page 15: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

4

Ardika, (2007:13) menulis dalam sebuah artikel tentang Tinggalan Arkeologi dan

Era Globalisasi, menyatakan bahwa telah terjadi beberapa perubahan sejak 10.000 tahun

yang lalu yang dinamakan perubahan Gelombang pertama di mana terjadi revolusi

pertanian, yaitu terjadinya perubahan dan transisi dari masyarakat yang sistem mata

pencahariannya berburu dan meramu ke sistem bercocok tanam (agraris). Perubahan ke

dua (Gelombang ke dua) terjadi pada 300 tahun yang lalu di mana periode ini diawali

dengan revolusi industri yang terjadi di Eropa, Amerika, Pasifik, dan termasuk juga

Indonesia. Pada Gelombang ke tiga kebudayaan global telah merambah semua Negara di

dunia sehingga di era global ini isu tentang kebudayaan, agama, etnik, gender, dan cara

hidup menjadi lebih penting dari isu tentang konflik ekonomi yang terjadi pada masa

industri. Di samping itu, adanya penolakan terhadap keseragaman (counter trend) yang

ditimbulkan oleh kebudayaan global sehingga muncul hasrat untuk mempertahankan

keunikan budaya sendiri. Dalam hal ini menurut Ardika, tinggalan arkeologi sebagai

warisan masa lalu akan tetap menjadi sumber inspirasi dan daya tarik untuk wisatawan.

Pariwisata juga memberi dampak positif dan negatif terhadap tinggalan arkeologi. Era

globalisasi cenderung menimbulkan homoginitas kebudayaan, akan tetapi keunikan dan

keaslian kebudayaan lokal atau nasional masih perlu dipertahankan termasuk tinggalan

arkeologi. Oleh sebab itu, keberagaman dalam konteks budaya global yang perlu

dikembangkan. Fenomena itu terjadi pada budaya Bali khususnya terhadap seni kriya.

Sejauh ini belum ditemukan kajian yang mendalam tentang industrialisasi yang

terjadi terhadap hasil seni kriya akibat selera pasar (pemesan). Oleh sebab itu, penelitian

untuk mengetahui implikasi industrialisasi terhadap seni kriya perlu dilaksanakan.

Industrialisasi yang terjadi terhadap barang-barang seni kriya karena keinginan pemesan

Page 16: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

5

perlu mendapat perhatian. Oleh sebab itu, penelitian yang mendalam tentang hal ini

perlu dilaksanakan. Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1. Jenis seni kriya apa sajakah yang mengalami dinamika dari aslinya sebagai akibat

dari industrialisasi?

2. Aspek apa sajakah dari seni kriya yang mengalami dinamika atau perubahan

akibat dari industrialisasi?

3. Apakah implikasi industrialisasi seni kriya terhadap produk yang dihasilkan?

1.2 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan industrialisasi yang

terjadi pada seni kriya. Pada tataran teori, penelitian ini akan menawarkan sebuah model

analisis dengan menerapkan teori globalisasi yang selaras dengan objek kajian penelitian

ini sehingga dapat terungkap secara jelas dan tepat hasil penelitian ini.

Secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi jenis-jenis seni kriya yang mengalami industrialisasi.

2. Mendeskripsikan bentuk-bentuk seni kriya yang mengalami industrialisasi dari

aslinya.

3. Menjelaskan implikasi industrialisasi seni kriya terhadap produk yang dihasilkan.

Page 17: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

6

1.3 Urgensi Penelitian

Penelitian ini akan memberikan kontribusi bagi para perajin, pemerhati, pakar,

peneliti di bidang pariwisata. Hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi mereka yang

ingin mengetahui jenis seni kriya yang mengalami industrialisasi khususnya yang dibeli

wisatawan dengan cara memesan terlebih dahulu (made to order). Dengan mengetahui

jenis-jenis kerajinan yang mengalami perubahan bentuk, penyebab terjadinya

industrialisasi atau pemicu industrialisasi. Para pakar atau pemerhati kepariwisataan dan

ahli kebudayaan/kerajinan akan memperoleh pengetahuan dan pandangan baru tentang

industrialisasi kerajianan Bali.

Di samping itu, penelitian ini akan berkontribusi juga bagi para pembuat

kebijakan dalam memahami kekhasan yang dinginkan/dimiliki oleh pembeli yang

memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Hal ini terkait dengan pandangan bahwa

telah terjadi proses saling mempengaruhi antara budaya satu dengan yang lainnya, dan

kondisi seperti ini tampaknya sulit untuk dihindari.

Page 18: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Ada lima artikel yang terkait langsung dengan penelitian ini yang akan dikaji

sebagai berikut. Graburn (2000) telah melaksanakan studi tentang patung Inuit yang

dituangkan dalam artikelnya berjudul ‘The Nelson Graburn and the Aesthetics of Inuit

Sculpture’ sejak tahun 1959. Studi tersebut menunjukkan bahwa patung-patung manusia

dari suku Inuit diciptakan untuk dijual dan diekspor. Lebih lanjut Graburn mengatakan

bahwa patung-patung yang dipesan oleh para wisatawan mengalami industrialisasi karena

disesuaikan dengan selera pasar yaitu siapa pemesannya, dan dari negara mana mereka

berasal. Menurut Graburn, sejak tahun 1980 – 1990, hasil karya seniman Inuit (suku

bangsa di Kanada Selatan) mendapat pengaruh yang kuat dari budaya barat melalui

pariwisata, televisi, dan media lainnya. Para perajin Inuit mulai menciptakan komposisi

yang kompleks dari hasil kerajinannya. Ini bertujuan untuk memperkenalkan hasil

kerajinan yang bersifat non Inuit sebagai akibat dari isu sosial. Tujuan utama dari

terjadinya industrialisasi adalah agar hasil kerajinannya bisa terjual dengan cepat.

Keberhasilannya dapat ditunjukkan dengan menyebutkan siapa-siapa saja pembeli hasil

kerajinan non Inuit.

Ryan (2005), menulis pada sebuah artikel yang berjudul ‘Who Manages

Indigenous Tourism Product – Aspiration and Legitimization’. Artikel tersebut

menyatakan bahwa industri pariwisata selalu menyediakan produk yang berbeda karena

segmen pasar yang berbeda pula. Fenomena seperti ini mengakibatkan terjadinya

Page 19: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

8

industrialisasi terhadap produk yang dijual oleh para perajin, sehingga para perajin sering

memanipulasi produknya karena harus mengikuti keinginan pasar, yaitu wisatawan

sebagai pemesan. Keadaan seperti ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari

barang-barang kerajinan yang laku terjual, untuk menyambung hidup mereka yang hanya

memperoleh pendapatan dari sektor pariwisata sehingga industrialisasi pada barang-

barang hasil kerajinan yang diproduksi akan dilaksanakan.

Ardika (2008), dalam sebuah tulisannya dengan judul Pariwisata dan

Industrialisasi Kebudayaan Bali menyatakan bahwa pariwisata dapat menimbulkan

proses industrialisasi terhadap budaya masyarakat lokal karena budaya dianggap sebagai

objek yang memiliki daya tarik sehingga dikonsumsi oleh wisatawan, yang selanjutnya

mengalami proses komersialisasi. Kenyataan seperti ini baik secara langsung maupun

tidak langsung akan menurunkan kualitas kebudayaan Bali.

Lebih lanjut Ardika (2008) menyatakan bahwa dalam dunia kepariwisataan

merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Sadar ataupun tidak sadar pariwisata dan

industri telah mengubah makna kebudayaan Bali. Watson dan Kopachevsky (1994), juga

berpendapat bahwa industrialisasi seni kriya sudah merambah ke seluruh sektor

pariwisata serta sistem kapitalis pada umumnya seperti yang diungkapkan oleh Britton

(1991). Ardika (2008) mencontohkan pertunjukan tari Barong yang ada di Desa

Batubulan telah mengalami industrialisasi budaya Bali karena memiliki ciri-ciri sebagai

berikut: (1) pengemasannya (packaging) terkait dengan durasi waktu sekitar satu jam, (2)

penggunaan barong tiruan (simulacra), dan (3) upacara pada saat pertunjukan dibuat

sangat sederhana. Pertunjukan tari Barong untuk wisatawan dipromosikan melalui

Page 20: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

9

pemasaran (marketing) oleh berbagai komponen industri pariwisata (Pitana, 2006: 266—

267).

Untuk menghindari dan meminimalisir adanya proses industrialisasi,

komersialisasi, konsumerisme, dan degradasi kebudayaan Bali dalam kaitannya dengan

pengembangan pariwisata budaya di daerah Bali, Ardika (2008) mengusulkan: (1)

peningkatan kesadaran masyarakat Bali untuk menggali kearifan lokal untuk

mempertahankan nilai-nilai keagamaan dan estetika kebudayaan Bali, (2) perlu dibuat

peraturan dalam bentuk Perda sebagai payung hukum yang harus dipedomani untuk

melindungi, melestarikan, dan mencegah proses industrialisasi kebudayaan Bali,

khususnya yang memiliki kaitan dengan daya tarik wisata, (3) pemberian informasi

kepada wisatawan atau pihak-pihak terkait dengan industri pariwisata tentang nilai-nilai

religiusitas dan estetika kebudayaan Bali, dan (4) para perajin atau seniman untuk

mematenkan hasil karyanya, atau mendaftarkan hak ciptanya agar terhindar dari peniruan

atau pemalsuan. Tulisan ini memiliki kaitan yang sangat erat dengan penelitian yang

akan dilaksanakan karena adanya langkah-langkah yang harus dilakukan untuk terhindar

dari proses industrialisasi kebudayaan Bali.

Ardika dkk. (2012) telah mengadakan penelitian yang berjudul Pengembangan

Pariwisata Budaya Bernuansa Ekonomi Kreatif yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di

Bali. Untuk mengembangkan pariwisata budaya yang berkelanjutan di Desa Tenganan

Pegringsingan dan Sidemen harus berdasarkan aneka modal (capital), yaitu modal

budaya, sosial, dan ekonomi sehingga usaha itu bisa maju dan berkelanjutan. Jenis usaha

yang dikembangkan di kedua desa tersebut adalah tenun ikat dan seni prasi, dan khusus

di Desa Sidemen mulai berkembang fasilitas pariwisata berupa penginapan/vila dan

Page 21: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

10

restoran. Ada dua kendala yang dihadapi dalam mengembangkan pariwisata budaya baik

yang bersifat internal maupun eksternal. Secara internal, perajin merasakan keterbatasan

dalam jumlah modal uang dan tenaga kerja (tukang tenun, pendesain motif untuk kain

tenun dan/atau pelukis prasi. Di samping itu, keterbatasan kemampuan instansi terkait

untuk melakukan pembinaan para perajin.

Ada bererapa hal menarik yang dapat dipahami dari hasil penelitian tersebut,

yakni telah terjadi industrialisasi dalam rangka pengembangan industri kreatif baik untuk

kerajinan tenun ikat maupun seni melukis prasi pada kedua desa tersebut. Pembuatan

kain geringsing merupakan warisan budaya masyarakat Tenganan Pegringsingan yang

sejak zaman kolonial (Ramsayer, 1983:17) hingga saat ini dapat memberi kesejahteraan

untuk masyarakat setempat. Saat ini, permintaan akan kain geringsing semakin

meningkat sehingga terjadi inovasi dalam pewarnaan, dan motif baru. Inovasi atau

perubahan yang terjadi karena adanya penenun sewaan yang berasal dari Desa Sidemen

sebagai akibat dari meningkatnya permintaan terhadap produksi kerajinan tenun

gringsing di Tenganan Pegringsingan.

Di sisi lain, motif lubeng kain gringsing yang dibuat di desa Tenganan saat ini

diaplikasikan pada kain tenun ikat endek di desa Sidemen. Bukti ini menunjukkan bahwa

telah terjadi pertukaran motif dan sistem pewarnaan antara kain geringsing dan kain

endek sebagai akibat dari adanya penenun sewaan yang berasal dari luar desa Tenganan

Pegringsingan, khususnya dari Desa Sidemen. Fenomena ini terjadi mungkin sebagai

strategi untuk memenuhi selera konsumen atau pasar, sehingga penenun terpaksa

membuat motif baru dengan tujuan agar produknya bisa terjual.

Page 22: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

11

Di samping adanya pertukaran motif dan pewarnaan yang terjadi pada desa

Tenganan Pegringsingan dan Sidemen dalam produk kain tenun, pertukaran modal

budaya yang lain terjadi pula pada seni melukis dan menulis di atas daun lontar yang

dikenal dengan seni prasi. Seni prasi pada awalnya berkembang di desa Sidemen,

kemudian dijual ke Desa Tenganan Pegringsingan. Prasi yang dibuat di Desa Sidemen

mengambil cerita dari mitos Ramayana atau Maha Barata yang ditulis/digambar pada

daun lontar. Seperti yang telah disampaikan di atas, bahwa karena permintaan dan

kebutuhan yang meningkat, masyarakat di desa Tenganan Pegringsingan juga membuat

prasi. Akan tetapi, perajin prasi di desa Tenganan Pegringsingan mengembangkan

bukan saja gambar pada prasi tersebut diambil dari cerita Ramayana dan Maha Barata,

tetapi motif baru seperti peta pulau Bali, kalender, dan kartu nama yang digambar pada

prasi tersebut. Dua contoh di atas menunjukkan munculnya industrialisasi karena faktor

ekonomi, yaitu adanya keinginan perajin pada kedua desa tersebut untuk mencari

keuntungan sebanyak-banyaknya untuk menopang hidup dengan menciptakan atau

mengadakan perubahan terhadap komoditas yang sangat laku terjual atau sesuai dengan

selera pasar. Fenomena seperti ini dapat terjadi pada produk seni kriya saat ini melalui

mekanisme made to order.

Sutjiati Beratha dkk (2015) jenis kerajianan Bali yang mengalami dinamika dari

aslinya sebagai akibat dari pesanan (made to order) dan mengalami proses komodifikasi

adalah seni kerajinan patung yang terdiri atas: patung garuda, patung gajah, patung

jerapah. Di samping itu, ada juga cermin, panil, perhiasan, dan lukisan. Aspek-aspek

seni kerajinan Bali yang mengalami perubahan akibat dari pesanan (made to order)

adalah bentuk, bahan, ukuran, pewarnaan. Pada awalnya patung seperti patung garuda

Page 23: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

12

sebagai hiasan bangunan tradisional Bali, sebagai hiasan bale saka roras atau bale sake

kutus, hiasan di pura-pura, dan bale gede. Patung garuda dianggap memiliki nilai

filosofis sehingga saat itu belum menjadi produk untuk diperdagangkan (non komoditas).

Akan tetapi, sejak tahun 1980 an masyarakat mulai giat bekerja dan berlomba-lomba

membuat berbagai bentuk patung garuda untuk dikomersialkan. Hal serupa juga terjadi

pada jenis patung-patung lain, panil dan perhiasan yang mengalami perubahan bentuk

dan diproduksi secara massal. Patung garuda, patung gajah, patung jerapah, panil dan

cermin pada awalnya terbuat dari kayu nangka, kayu jati, kayu cempaka, kayu waru,

kayu suwar, namun saat ini bahan patung-patung, cermin, dan panil adalah kayu waru,

albesia, dan plywood atau MDF karena kayu-kayu tersebut sangat lunak sehingga mudah

untuk dibentuk. Sedangkan untuk perhiasan, Desa Celuk sejak dahulu sangat terkenal

karena industri kerajinan emas dan perak, akan tetapi saat ini sudah berubah, perhiasan

yang dipesan melalui made to order untuk produksi massal terbuat dari kuningan dan

alpaka, namun tetap dilapisi baik emas maupun perak. Para perajin juga mengubah

teknologi yang mereka biasa gunakan, pada awalnya mereka menggunakan tangan dan

saat ini menggunakan mesin dengan sistem cetak (casting). Ukuran dan pewarnaan

untuk semua jenis seni kriya dari penelitian ini mengalami perubahan, warna-warna yang

pada mulanya mengambil warna alami, dan sekarang diganti dengan zat-zat pewarna

pabrik.

Para seniman Bali melakukan perubahan ataupun komodifikasi terhadap produk

kerajianan sebagai akibat dari pesanan (made to order) karena dua faktor yaitu faktor

eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal disebabkan oleh made to order pesanan

dari kosumen yang umumnya mengikuti selera pasar. Di samping itu, adanya pola

Page 24: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

13

produksi, dan pengaruh pariwisata. Sedangkan untuk faktor internal, para perajin di Desa

Kedisan, Ubud, dan Celuk menggunakan imajinasinya untuk berinovasi secara kreatif

agar tercipta desain-desain baru dari patung-patung, panil, cermin, dan perhiasan yang

diproduksi oleh perajin di ke tiga desa tersebut. Mereka tampaknya selalu mengikuti

selera pasar sehingga produk mereka sangat disukai oleh konsumen sehingga mereka

memproduksi produknya secara massal. Di samping itu, para perajin ingin mengubah

kehidupan sosial ekonomi mereka dan mereka memproduksi seni kerajinan kriya menjadi

komoditas yang mudah dijual di pasar dengan harga murah.

Kajian pustaka di atas menunjukkan bahwa penelitian tentang industrialisasi seni

kriya di desa Mas, Gianyar belum pernah dilakukan. Hasil penelitian ini dapat

menjelaskan bahwa telah terjadi industrialisasi terhadap seni kriya karena kebutuhan

pasar, yaitu permintaan atas cendera mata yang semakin meningkat, sehingga diproduksi

secara massal dengan menggunakan teknologi moderen seperti peralatan mesin. Luaran

dari penelitian ini selain berupa laporan penelitian, juga artikel ilmiah yang akan

dipublikasikan di jurnal terakreditasi secara nasional.

Page 25: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

14

2.2 Konsep

Secara umum konsep dapat diartikan sebagai suatu representasi abstrak dan

umum tentang sesuatu. Sifatnya yang abstrak dan umum sehingga merupakan suatu hal

yang bersifat mental. Representasi sesuatu itu terjadi dalam pikiran. Sebuah konsep

mempunyai rujukan pada kenyataan. Penelitian ini menerapkan dua konsep yaitu konsep

seni kerajinan atau seni kriya dan konsep industrialisasi seperti diuraikan berikut ini.

2.2.1 Seni Kerajinan atau Seni Kriya

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kriya diartikan sebagai pekerjaan

(kerajinan tangan). Dalam bahasa Inggris disebut Craft yang berarti energi atau kekuatan,

maksudnya adalah suatu keterampilan dalam mengerjakan atau membuat sesuatu yang

digunakan sebagai wadah.

Secara umum, pengertian seni kriya adalah sebuah karya seni yang dibuat dengan

menggunakan keterampilan tangan (hand skill) dan memperhatikan segi fungsional

(kebutuhan fisik) dan keindahan (kebutuhan emosional). Karya seni kriya dikategorikan

sebagai karya seni rupa terapan nusantara. Dalam perkembangannya, karya seni kriya

identik dengan seni kerajinan karena terlihat dari cara pembuatan Karya Seni Kriya

dengan menggunakan tangan (hand made).

Seni Kerajinan telah ada sejak zaman Prasejarah dilihat dari benda-benda temuan

sejak zaman Batu Muda (Neolitikum) yang mana manusia sudah mulai tinggal menetap.

Benda karya seni kriya tersebut adalah tembikar di mana tembikar terbuat dari tanah liat

dan digu embikar di zaman Neolitikum menjadi sebuah hiasan sebagai lambang atua

Page 26: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

15

simbol kehidupan spritual. Di periode selanjutnya, seni kriya berkembang baik dalam

aspek fungsi, peningkatan kualitas bahan, bentuk dan corak hiasannya. Awalnya benda

tersebut berbentuk sederhana, dalam perkembangannya menjadi bentuk macam-macam

dan rumit yang disertai hiasan yang membuat banyak variasi dan detailnya.

Seni kerajinan adalah cabang seni yang menekankan pada keterampilan tanggan

lebih tinggi dalam proses pengerjaannya. Seni kerajinan atau lebih sering disebut dengan

seni kriya berasal dari kata ‘Kr’ dalam bahasa sansekerta, ‘Kr’ ini memiliki arti

mengerjakan. Dari kata tersebutlah muncul kata karya, kriya dan juga kerja. Seni

kerajinan atau seni kriya ini dianggap sebagai seni yang unik dan berkualitas tinggi

karena dikerjakan oleh craftmanship yang tinggi. Hingga kini seni kerajinan terus

berkembang dengan pesat dan munculnya berbagai karya baru. Seni kerajinan tumbuh

atas desakan kebutuhan praktis dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia

berdasarkan pengalaman yang diperoleh disetiap harinya. Sentuhan bahan pewarna yang

biasanya mirip dengan warna alami dibuat dari komponen bahan baku sehingga

menciptakan sebuah keindahan dengan nilai seni tinggi. Perkembangan terknologi

membawa pengaruh positif terhadap perkembangan seni kerajinan. Sehingga munculnya

berbagai kerajinan tangan, maupun anyaman dengan kombinasi menarik yang mampu

membuat karya seni tersebut memiliki nilai jual tinggi.

Secara garis besar, fungsi seni kriya ada tiga yaitu (1) sebagai hiasan (dekorasi).

Banyak hasil produk dari seni kriya digunakan untuk benda pajangan. Seni kriya tersebut

lebih mengutamakan keindahan dari pada fungsinya sehingga seni kriya jenis ini

mengalami berbagai pengembangan. Contohnya hiasan dinding, karya seni ukir, patung,

Page 27: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

16

cinderamata dan lain sebagainya; (2) sebagai benda terapan (siap pakai). Seni kriya ini

lebih mengutamakan fungsinya sebagai benda yang siap pakai, nyaman, namun tidak

menghilangkan unsur keindahannya. Contohnya senjata, furnitur, keramik dan lain

sebagainya; (3) benda mainan, yaitu seni kriya sebagai alat permainan yang biasanya

dengan bentuk sederhana dan bahan yang mudah didapatkan dan dikerjakan, dengan

harga yang relatif murah. Contohnya adalah boneka, kipas kertas, congklak, dan lain-lain.

Bentuk karya seni kriya nusantara sangat beragam dan juga bahan alam yang

digunakan dan dari berbagai karya tersebut ada yang masih mempertahankan

keanekaragaman hiasan tradisional dan ada juga yang telah mengembangkannya karena

tuntutan pasar. Jenis-jenis seni kriya ditentukan pada bahan dan teknik yang digunakan.

Berdasarkan bahan yang digunakan ada seni kriya kayu, kulit, tekstil, batu, logam, dan

keramik. Berdasarkan teknik pengerjaannya ada seni kriya pahat atau ukir, tenun,

anyaman, batik, dan bordir.

2.2.2 Industrialisasi

Industri mempunyai dua pengertian yaitu pengertian secara luas dan pengertian

secara sempit. Dalam pengertian secara luas, industri mencakup semua usaha dan

kegiatan di bidang ekonomi yang bersifat produktif. Sedangkan pengertian secara sempit,

industri atau industri pengolahan adalah suatu kegiatan yang mengubah suatu barang

dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang setengah jadi

atau barang jadi. Dalam hal ini termasuk kegiatan jasa industri dan pekerja perakitan

(assembling). Dalam istilah ekonomi, industri mempunyai dua pengertian. Pertama,

industri merupakan himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, contoh industri kertas

Page 28: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

17

berarti himpunan perusahaan-perusahaan penghasil kertas. Kedua, industri adalah sektor

ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah barang mentah

menjadi barang setengah jadi atau barang jadi (Dumairy, 1996).

Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah

sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga

bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana masyarakat berfokus pada ekonomi yang

meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang

semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi di mana perubahan

sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.

Dalam industrialisasi ada perubahan filosofi manusia di mana manusia mengubah

pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan

atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi,

kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi

industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang

menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya

alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung

rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.

Industrialisasi dalam pengertian lain adalah proses ekonomi yang mencakup

seluruh sektor ekonomi yang memiliki hubungan atau keterkaitan antara yang satu

dengan lainnya dengan indusrti pengolahan. Artinya industrialisasi bertujuan

meningkatkan nilai tambah seluruh sektor ekonomi dengan industri pengolahan sebagai

Page 29: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

18

leading sektor, maksudnya adalah dengan adanya perkembangan industri maka akan

memacu dan mengangkat pembangunan sektor-sektor lainnya (Arsyad, 2004).

2.3 Kerangka Teori

Menurut Robertson (1992), globalisasi adalah suatu proses yang dapat

menghasilkan dunia tunggal di mana seluruh masyarakat di dunia saling bergantung

dalam beberapa aspek kehidupan, seperti politik, ekonomi, dan budaya. Jhamtani (2001)

menyatakan bahwa proses globalisasi berakar dari pemikiran dan kemauan Negara Barat

(yang telah berkembang) kemudian berkembang luas ke negara-negara yang sedang

berkembang. Globalisasi berkaitan dengan westernisasi karena paradigma Barat dianggap

bersifat global dan universal, tetapi negara-negara timur yang masih dianggap bersifat

lokal dan cenderung primitif. Dari penjelasan ini, tampaknya globalisasi identik dengan

westernisasi, dan atau pasar bebas. Menarik untuk dikemukakan di sini bahwa

penyeragaman bisa terjadi sebagai akibat dari dominannya cara berpikir secara Barat.

Misalnya, cara masyarakat meniru gaya hidup, dan sistem berpikir yang berorientasi

Barat, sehingga berdampak pada gaya hidup dan sistem berpikir Timur mulai

ditinggalkan. Bukti ini menunjukkan bahwa budaya Barat menjadi lebih dominan

dibandingkan dengan budaya Timur.

Teori yang mendasari penelitian ini adalah teori globalisasi. Menurut

Appadurai (1993:296), arus kebudayaan global (global cultural flow) dapat dimengerti

melalui hubungan antara lima komponen yang menjadi ciri-ciri kebudayaan global. Ke

lima komponen tersebut adalah: (1) ethnoscapes, (2) technoscapes, (3) mediascapes, (4)

finanscapes, dan (5) ideoscapes. Kelima komponen tersebut dalam penelitian ini

Page 30: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

19

sekaligus dijadikan parameter untuk menentukan kebudayaan global, karena analisis

penelitian ini akan meliputi: Ethnoscapes, yaitu perpindahan penduduk atau orang dari

suatu negara ke negara lain. Sebagai contoh wisatawan, imigran, pengungsi, tenaga kerja

yang merupakan ciri dari kebudayaan global. Technoscapes atau sering pula disebut

dengan arus teknologi yang mengalir begitu cepat ke semua negara. Mediascapes adalah

penyebaran informasi melalui media ke semua belahan dunia. Finanscapes merupakan

aspek finansial yang tampaknya agak sulit untuk diprediksi di era globalisasi. Ideoscapes

mengacu kepada komponen yang memiliki kaitan dengan masalah politik, seperti

demokrasi, kedaulatan, kesejahteraan, hak, kebebasan.

Melalui kelima parameter di atas industrialisasi yang terjadi pada seni kriya bisa

diteliti, karena dapat terjadi pada sistem produksi yang meliputi bahan, bentuk, ukuran,

dan warna, dan lain-lain. Oleh sebab itu, globalisasi dapat melibatkan pasar kapitalis dan

relasi sosial, serta aliran komoditas yang melampaui batas-batas nasional menuju

masyarakat global. Dengan melihat kondisi seperti ini, teori globalisasi seperti yang

diuraikan di atas sangat tepat untuk diterapkan pada penelitian ini karena akan mampu

memecahkan ke tiga permasalahan penelitian ini.

Page 31: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

20

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di desa yang menghasilkan barang kerajinan yang ada di

Kabupaten Daerah Tingkat II Gianyar, Bali, yaitu Desa Mas yang masuk dalam

Kecamatan Ubud. Desa tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena kerajinan

membuat ukiran dan patung dari kayu, kerajinan emas dan perak merupakan aktivitas

sebagian anggota masyarakat sebagai mata pencaharian untuk kelangsungan hidup.

Dengan demikian di desa tersebut berkembang industri besar, sedang, kecil atau industri

rumah tangga.

Industri kerajinan di Desa Mas menjadi industri budaya yang mengalami

perkembangan sangat pesat sejak tiga dasa warsa terakhir ini. Industrialisasi tersebut

disebabkan oleh adanya pembeli barang-barang kerajinan yang dijual itu dengan cara

memesan atau made to order dalam jumlah banyak sehingga harus diproduksi secara

massal. Penjualan barang kerajinan seperti ini mengikuti selera pembeli yang umumnya

adalah wisatawan manca negara. Oleh sebab itu, originalitas atau kekhasan kerajinan

yang pembuatannya menggunakan keterampilan tangan akan mengalami perubahan

karena menggunakan mesin. Kondisi seperti ini sudah berlangsung dalam kurun waktu

yang relatif lama berkenaan dengan alasan-alasan yang telah disebutkan di atas yang

salah satunya adalah jumlah permintaan yang besar.

Page 32: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

21

3.2 Metode dan Teknik Pemerolehan Data

Metode yang digunakan untuk memperoleh data pada penelitian ini adalah

pengamatan langsung (participant observation), wawancara mendalam, dan studi

dokumentasi. Informan yang dipilih sebagai narasumber atau pemberi informasi dalam

penelitian ini adalah beragam, meliputi kaum laki-laki dan perempuan yang

memproduksi seni kriya. Keberagaman ini dimaksudkan, selain untuk memperoleh data

dan fakta yang banyak dan bermutu, juga agar diperoleh informasi penting untuk

dianalisis. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposif, yakni dengan memilih

para perajin, dan pengusaha kerajinan. Selanjutnya, dengan memposisikan para perajin

tersebut sebagai informan kunci maka dilakukan teknik menggelinding (snowball).

Artinya, dari informan informan kunci digali identitas informan lain yang dibutuhkan

dalam penelitian ini. Para informan kunci itulah yang memberikan informasi tentang

jenis-jenis barang kerajian yang dipesan, bentuk-bentuk yang berubah dan penyebab

terjadinya industrialisasi yang selanjutnya juga memberikan informasi mengenai calon

informan lainnya. Teknik wawancara dan observasi juga digunakan dalam penelitian ini.

Namun jenis wawancara dalam hal ini adalah wawancara mendalam, terutama

wawancara mengenai pengalaman individu yang biasanya disebut sebagai metode

penggunaan data pengalaman individu (individual life history) atau dokumen manusia

(human document) (Koentjaraningrat, 1989:158). Teknik wawancara ini dilengkapi juga

dengan wawancara mendalam biasa (bukan life history). Hal-hal yang diamati atau

diobservasi adalah situasi sosial di kediaman informan, termasuk orang-orang yang

terlibat dalam situasi tersebut lengkap dengan peranannya masing-masing.

Page 33: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

22

3.3 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data/informasi dilakukan dengan analisis interpretatif yang dirangkaikan

dengan pendekatan emik dan etik, sehingga kemungkinan adanya masalah dengan

informan yang telah melakukan sesuatu tetapi tidak mampu menginformasikan maknanya

sebagaimana dikatakan oleh Brian Fay (2004) dapat dihindari. Proses analisis ini sejalan

dengan proses wawancara dan pengamatan, artinya analisis dilakukan secara bergantian

dengan wawancara dan pengamatan dalam satu paket waktu. Setiap informasi penting

yang diperoleh dari informan langsung dianalisis untuk membentuk hipotesis-hipotesis

kecil yang kemudian digunakan untuk mengajukan pertanyaan berikutnya. Dengan

demikian teknik analisis dan wawancara tersebut mengacu kepada apa yang disebut

dengan istilah go hand-in-hand (Taylor dan Bogdan, 1984:128).

Data yang terkumpul dalam penelitian ini sebagian besar berwujud data kualitatif.

Data ini dianalisis dengan melakukan berbagai tahapan kegiatan, yakni reduksi data,

menyajikan, menafsirkan, dan menarik simpulan (Miles dan Huberman, 1992; Hikmat,

2000 ). Hal ini dapat dilihat pada diagram 1 berikut.

Page 34: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

23

Diagram 1

Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif

Sumber : Miles dan Huberman (1992 : 20)

Berdasarkan diagram 1 dapat dikemukakan bahwa reduksi data meliputi berbagai

kegiatan, yakni penyeleksian, pemokusan, simplifikasi, pengkodean, penggolongan,

pembuatan pola, foto dokumentasi untuk situasi atau kondisi yang memiliki makna

subyektif, kutipan wawancara yang memiliki makna subyektif, dan catatan reflektif.

Penyajian data dan penafsiran berkaitan dengan penyusunan teks naratif dalam kesatuan

bentuk, keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi, alur sebab akibat, dan proposisi.

Sedangkan penarikan kesimpulan atau verifikasi antara lain mencakup hal-hal yang

hakiki, makna subyektif, temuan konsep, dan proses universal. Kesemuanya ini tidak

terlepas dari masalah yang ditelaah. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penarikan

simpulan dan penyajian data, merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan bisa

Pengumpulan

Data

Penyajian

Data

Reduksi

Data

Menarik

Kesimpulan/Verifikasi

Page 35: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

24

berlangsung secara ulang-alik, sampai mendapatkan hasil penelitian akhir, yakni

etnografi yang bersifat holistik dan sarat makna, dalam konteks pemberian jawaban

terhadap masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

3.4 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Tahapan penting lainnya adalah bagaimana menyajikan temuan penelitian agar

mudah dipahami oleh pembaca. Penelitian ini menyajikan hasil analisis data melalui

kombinasi dari dua metode, yaitu metode formal dan informal.

Metode formal diwujudkan melalui penggunaan tanda-tanda dan lambang

termasuk tabel dan gambar. Dengan metode formal, penyajian hasil analisis data menjadi

lebih ringkas, padat agar pembaca lebih mudah memahami hasil penelitian ini.

Penyajian informal direalisasi dalam bentuk kata-kata dan kalimat, termasuk

penggunaan istilah teknis. Penggunaan kata-kata yang bermakna ganda dihindari sejauh

mungkin agar penjelasannya mudah dipahami dan semua ini disajikan tanpa

mengabaikan kaidah-kaidah penulisan akademik.

Page 36: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

25

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab empat penelitian ini memberikan gambaran tentang 5 hal yang teridi atas:

Sejarah Desa Mas, Lokasi, Penduduk dan Demografi, Kehidupan Sosial Budaya dan

Ekonomi Desa Mas, serta Deskripsi Pemilik Usaha yang sekaligus digunakan sebagai

informan.

4.1 Sejarah Desa Mas

Menurut beberapa sumber seperti Sulinggih, Pemangku dan tokoh-tokoh

masyarakat Desa Mas belum ditemukan bukti yang pasti tentang terbentuknya Desa Mas.

Diperkirakan perkembangan Desa Mas mulai berkisar antara abad ke 13 dan ke 14. Pada

zaman Kerajaan Bedahulu sekitar abad ke 13 yang dipimpin oleh seorang raja yang

bernama Sri aji Astra sura Bumi Banten dengan gelar Sri Tapolang atau Sri Gajah

Waktra, merupakan seorang raja yang terkenal dengan keangkuhan dan kezalimannya

karena kesaktiannya, serta didukung oleh kehandalan semua menteri dan para patihnya

seperti Pasung Grigis, Basur dan lain sebagainya. Mendengar Kerajaan Bedahulu di Bali

demikian keadaannya, maka Sri Aji Gemet Raja Majapahit II alias Sri Jaya Negara putra

dari Sri Arsa Wijaya (Prabu Kertha Rajasa Jaya Wardana) mengutus Gajah Mada untuk

menyerang Bali yang didampingi oleh panglima perang Arya Damar dan beberapa arya

lainnya. Dalam pertempuran yang sangat sengit akhirnya Kerajaan Bedahulu kalah.

Beberapa lama kemudian terdengarlah seorang Brahmana dari Majapahit datang

ke Bali, yang tidak betah lagi tinggal di Jawa karena masih kuatnya keinginan untuk

mempertahankan agama Hindu yang terdesak oleh Agama Islam. Beliau tersebut sebagai

Page 37: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

26

Pedanda Sakti Wawu Rauh atau dengan nama lain Dang Hyang Nirarta atau Dang hyang

Dwi Jendra. Setelah beliau sampai di Bali bersama rombongannya dengan aneka ragam

pengalaman maka sampailah beliau di Desa Mas (Tegal Tajun) atas undangan Mas

Willis. Selama Pedanda Sakti Wawu Rauh berada di Desa Mas beliau banyak

memberikan pengetahuan di bidang agama, sosial, seni budaya dan lain sebagainya

kepada Mas Willis. Setelah Mas willis menguasai semua ilmu pengetahuan yang

diberikan maka Pedanda Sakti Wawu Rauh melaksanakan proses Pediksaan/Dwijati

terhadap Mas Willis yang diberi gelar Pangeran Manik Mas. Sebagai bukti untuk

menghormati beliau Pangeran Manik Mas membuat Pasraman/Geria dengan segala

perlengkapannya untuk Pedanda Sakti Wawu Rauh. Demikian pula Pedanda Sakti Wawu

Rauh untuk memperingati kesungguhan kejadian ini beliau membuktikan dengan

menancapkan Tongkat Tangi/Pohon Tangi yang masih hidup sampai saat ini yang

terletak di Jaba Tengah Pura Taman Pule.

4.2 Lokasi Desa Mas

Secara geografis Desa Mas terletak pada 80 36’30” LS dan 115

0 21’05”BT.

Sedangkan topografis sumber daya alam Desa Mas seperti tersebut di atas berupa

hamparan lahan dataran dengan komposisi dan luas sawah 246 ha, tegalan 194,99 ha,

pekarangan 220,03 ha, kolam 3,26 ha, kuburan 3,26 ha dan lainnya 32,86 ha. Dengan

luas 7,04km2 Desa Mas secara administratif merupakan wilayah Kecamatan Ubud,

Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali dengan batas-batas wilayah:

Page 38: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

27

Di sebelah Utara : Desa peliatan dan kelurahan Ubud

Di sebelah Barat : Desa Lodtunduh dan Desa Singakerta

Di sebelah Selatan : Desa Batuan Kaler

Di sebelah Timur : Desa Kemenuh

Desa Mas sebagai daerah tropis mengenal adanya dua musim yaitu musim

kemarau dan musim hujan. Secara umum di Desa mas musim hujan lebih panjang dari

pada musim kemarau dengan demikian kebutuhan akan air untuk pengairan di sawah

akan mencukupi. Ditambah lagi dengan adanya aliran sungai yang ada di Desa Mas

sehingga untuk keperluan air pertanian Desa Mas tidak pernah kekurangan. Jadi dengan

adanya sumber air tersebut membuat bentangan lahan Desa Mas menjadi subur sehingga

sangat potensial bagi usaha pertanian.

Desa Mas terdiri atas 12 banjar dinas yakni Banjar Dinas Nyuhkuning,

Pengosekan Kaja, Pengosekan Klod, Batanancak, Tegalbingin, Juga, Tarukan, Kawan,

Bangkilesan, Abianseka, Satria, dan Banjar Dinas Kumbuh di mana ke 12 banjar dinas

tersebut sampai saat ini terjalin sangat erat dan selalu mengutamakan musyawarah

sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Dalam konteks Desa Pakraman Desa Mas

mewilayahi 4 Desa Pakraman yaitu Desa Pakraman Mas, Desa Pakraman Nyuhkuning,

Desa Pakraman Pengosekan, dan Desa Pakraman Abianseka.

Page 39: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

28

4.3 Penduduk dan Demografi

Berdasarkan hasil registrasi penduduk tahun 2010 dan 2011 jumlah penduduk di

Desa Mas berturut-turut menunjukkan angka 11.257 orang dan 11.387 orang. Secara

umum berdasarkan perbandingan jumlah keseluruhan penduduk dengan luas wilayah

7,04 km2 sebagai daya dukung adalah sebanyak 1.599 jiwa/km

2 (thaun 2010) dan pada

tahun 2011 rasio tersebut menjadi 1.617 jiwa/km2. Populasi penduduk di Desa Mas

memiliki kepadatan yang cukup tinggi.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur

NO INDIKATOR JUMLAH

TAHUN 2010 TAHUN 2011

1 Umur 0-12 bulan 130 orang 141 orang

2 Umur > 1-<5 tahun 674 orang 677 orang

3 Umur >5-<7 tahun 579 orang 594 orang

4 Umur >7-<15 tahun 2.158 orang 2.225 orang

5 Umur >15-56 tahun 6.345 orang 6.361 orang

6 Umur >56 tahun 1.371 orang 1.389 orang

Sumber: Profil Pembangunan Desa Mas 2012

Page 40: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

29

Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

NO INDIKATOR JUMLAH

TAHUN 2010 TAHUN 2011

1 Jumlah penduduk 11.257 orang 11.387 orang

2 Jumlah laki-laki 5.621 orang 5.716 orang

3 Jumlah perempuan 5.636 orang 5.671 orang

4 Jumlah kepala keluarga 2.334 KK 2.374 KK

Sumber: Profil Pembangunan Desa Mas 2012

Pada subsektor pendidikan terlihat bahwa semua anak-anak usia sekolah telah

mendapatkan pendidikan sesuai dengan tingkat umurnya. Jumlah buta aksara yang ada di

Desa Mas secara bertahap dari tahun ke tahun telah mengalami penurunan. Dalam rangka

memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menuntut ilmu melalui

proses pendidikan formal secara umum di Desa Mas telah terdapat sarana dan prasarana

pendidikan formal atau sekolah sebagai berikut:

a. Taman Kanak-kanak

b. Sekolah Dasar

c. Sekolah Menengah Pertama

d. Sekolah Menengah Kejuruan

Page 41: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

30

Dalam rangka mempersiapkan sarana pendidikan yang layak pakai dalam hal ini

pembangunan dan pemeliharaan fisik sekolah adalah merupakan sinergi dari berbagai

sumber dana bila diklasifikasikan dapat disajikan sebagai berikut:

1. Bantuan Pemerintah Daerah

2. Yayasan Kencana Kertha Budaya (milik Desa Mas)

3. Donator/Pengusaha/Masyarakat

4. Komite sekolah

5. Program Pengembangan Kecamatan (PPK/PNPM)

Dilihat dari sisi yang lain sampai akhir tahun 2011 posisi tingkat pendidikan yang

dicapai oleh masyarakat Desa Mas adalah sebagai berikut:

- Tamat Sekolah Dasar berjumlah 1.504 orang (13,20%)

- Tamat SMP dan sederajat 1.568 orang (13,77%)

- Tamat SLTA dan sederajat 4.097 orang (35,97%)

- Tamat Diploma berjumlah 397 orang (3,48%)

- Tamat Sarjana (S1, S2, S3) berjumlah 504 orang (4,42%)

Penanganan masalah kemiskinan selama ini didasarkan atas asumsi bahwa

kemiskinan merupakan fenomena atau gejala rendahnya kesejahteraan social dan

kurangnya penguasaan sumber daya seperti halnya di Desa Mas kemiskinan penduduk

dihitung dari tingkat kesejahteraan keluarga. Berdasarkan hasil pendataan tahun 2010 dan

2011 jumlah Rumah Tangga Miskin yang ada di Desa Mas pada tahun 2010 adalah 66KK

dan tahun 2011 sebanyak 66 KK dari seluruh KK yang ada di Desa Mas. Persentase KK

Page 42: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

31

Miskin (RTM) yang ada di Desa Mas sebanyak 2,82% pada tahun 2010 dan 2,78% di

thaun 2011.

4.4 Kehidupan Sosial Budaya dan Ekonomi

Indikator kesehatan yang telah dicapai oleh masyarakat Desa Mas untuk

mengetahuinya dapat dilihat dari persentase bayi meninggal, cakupan imunisasi, kegiatan

posyandu, kuantitas dan kualitas sarana kesehatan, jumlah rumah tangga yang

memanfaatkan air bersih, jamban keluarga, dan pemakaian kontrasepsi.

Untuk mencapai lingkungan sehat di samping pelaksanaan kegiatan kebersihan di

masing-masing rumah tangga dan tempat-tempat lainnya melalui kegiatan gotong royong

yang dilaksanakan secara berkala sekali dalam sebulan desa Mas juga melaksanakan

pengelolaan sampah domestic dengan menyediakan alat angkutan sampah berupa 2 buah

truk untuk mengangkut sampah rumah tangga sampai ke TPA Kabupaten Gianyar yang

dilaksanakan setiap hari. Adapun sarana angkutan sampah ini merupakan hasil kerja sama

dengan Ohchi-Cho Jepang dan Program PMPN-Mandiri Pedesaan th 2011. Kegiatan ini

dirasakan sangat bermanfaat oleh masyarakat.

Tingkat kemakmuran masyarakat sangat tergantung dari tingkat perkonomian

masyarakat itu sendiri, hal ini dapat dilihat dari sejauh mana kebutuhan hidup masyarakat

itu sudah terpenuhi baik itu kebutuhan yang bersifat primer maupun yang bersifat

sekunder. Dilihat dari tingkat usia kerja (usia 15 – 56 th) di Desa Mas pada th 2010

terdapat 10 orang yang tidak bekerja dengan persentase pengangguran sebesar 0,16 %

dari jumlah penduduk usia kerja 6.345 jiwa. Sedangkan th 2011 terdapat 10 orang yang

tidak bekerja sehingga persentase pengangguran sebesar 0,15% dari jumlah penduduk

Page 43: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

32

usia kerja 6.361 jiwa. Dapat disimpulkan terjadinya penurunan jumlah pengangguran

sebesar 0,01% dari tahun sebelumnya.

Keamanan dan ketertiban Desa Mas tahun 2010 dan 2011 termasuk aman. Pada

tahun itu tidak terjadi tindakan kekerasan seperti pencurian, penodongan, perampokan,

dan bentrok antar warga desa. Hal tersebut disebabkan adanya system keamanan yang

telah dilaksanakan secara terpadu dan terorganisasi, sehingga memberikan rasa aman

bagi masyarakat Desa Mas. Kerjasama masyarakat Desa Mas dengan aparat keamanan

terjalin erat sehingga semua aktifitas yang diperkirakan akan menimbulkan masalah yang

meresahkan masyarakat dapat dicegah sedini mungkin. Frekuensi penganiayaan dan

pembunuhan tidak pernah terjadi di Desa Mas. Hal tersebut terkait dengan sifat dan

dinamika masyarakat Desa Mas yang selalu mengutamakan musyawarah dalam

mengambil sikap untuk kepentingan bersama. Sangkepan banjar dilaksanakan secara

rutin di setiap banjar sekali dalam satu bulan pada hari-hari tertentu. Pesamuhan banjar

jadwalnya tidak tentu setiap bulannya. Pesamuhan bisa dilaksanakan secara mendadak

untuk memecahkan masalah-masalah yang penting.

Dalam pemerintahan bila dilihat dari segi aparat cukup lengkap di antaranya

Perbekel dibantu oleh Sekretaris Desa dan Kepala Urusan secara lengkap sehingga

pelayanan masyarakat dapat dilaksanakan dengan baik. Di samping itu perbekel dalam

melaksanakan tugasnya dibantu oleh keberadaan BPD, LKMD dengan formasi yang telah

terisi lengkap. Dan untuk menunjang administrasi di samping telah dilengkapi dengan

sarana yang cukup canggih berupa 4 unit computer dan administrasi yang wajib

dilaksanakan telah dilengkapi dengan buku-buku sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 37 Tahun 2007.

Page 44: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

33

Lembaga Kemasyarakatan adalah salah satu variabel yang dapat membantu

memperlancar kegiatan pembangunan di desa sehingga keberadaan dan kontribusinya

terhadap pembangunan desa sangat diharapkan melalui pelaksanaan program-program

yang disusun dan dilaksanakan. Di Desa Mas keberadaan Lembaga Kemasyarakatan

cukup mendapatkan perhatian Pemerintah Desa Mas dalam mendorong majunya

pembangunan desa. Sampai tahun 2011 di Desa Mas terdapat 149 Lembaga

Kemasyarakatan dan semuanya masih melaksanakan kegiatan sesuai dengan programnya

yang telah disusun. Kalau dilihat keterlibatan warga masyarakat Desa Mas rata-rata setiap

tahunnya 82,72% dari jumlah penduduk Desa Mas aktif dalam lembaganya masing-

masing.

Dalam pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga program pembangunan dan

pemberdayaan masyarakat tidak bisa terlepas dari peran serta kaum perempuan, lebih-

lebih dikaitkan dengan pemberdayaan perempuan melalui kesetaraan gender. Sudah

merupakan suatu kewajiban bagi pemerintahan desa untuk selalu meningkatkan peran

serta kaum perempuan pada setiap kegiatan yang dilaksanakan di desa melalui berbagai

program dan kegiatan organisasi PKK.

4.5 Deskripsi Pemilik Usaha

CV. DHARMA SIADJA berlokasi di Jl. Raya Mas No.123, MAS, Ubud,

Kabupaten Gianyar, Bali 80571. Jl. Raya Mas No.123, MAS, Ubud, Kabupaten Gianyar,

Bali 80571. Perjalanan membangun kerajaan bisnis adalah Ketut Dharma Eka Putra

Siadja yang tercatat sebagai salah satu pebisnis eksportir properti yang sangat sukses di

Bali. Beliau sukses dengan membesarkan usaha keluarganya sebagai generasi ketiga.

Page 45: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

34

Bakat kepemimpinan dan kewirausahaan Ketut Siadja telah muncul sejak masa

kecilnya. Pria yang lahir di Ubud, 30 Oktober 1968 ini, mengenyam bangku pendidikan

sekolah dasar di SD 3 Saraswati. Saat di sekolah dasar, Ketut Siadja telah mampu

mengkoordinir teman-temannya menabung untuk membeli baju seragam sepak bola atau

sekedar baju baru di hari Raya Galungan. Barangkali, ini merupakan tanda alam sebagai

bakat kewirausahaan dalam diri Ketut Siadja.

Setelah lulus SD, Ketut Siadja melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Denpasar

hingga tamat tahun 1984, dan langsung meneruskan pendidikan ke SMAN 1 Denpasar

dan mengenal Luh Putri Dewi Sinthayani yang kemudian menjadi isterinya. Setelah lulus

SMA, Ketut Siadja melanjutkan pendidikan beliau ke luar negeri tepatnya ke kota

Melbourne di benua Australia untuk lebih fokus pada jurusan ekonomi yang telah

menjadi minatnya.

Memulai bisnis dengan bermodalkan uang tabungannya, Ketut Siadja mengawali

usahanya dengan membuka pameran di stand kerajinan tangan di Bali Galeria Nusa Dua,

Bali pada tahun 1993, disusul dengan pameran – pameran lainnya, seperti di Bali Beach

Hotel dan Galeria Kuta serta kembali membuka tiga (3) stand pameran di area Bali Nusa

Dua. Ketut Siadja juga membantu Fa Siadja milik orang tuanya yang saat itu memiliki

dua (2) divisi, yakni divisi retail yang dikelola ibunda beliau dan divisi ekspor yang

ditangani oleh ayahanda beliau. Pada waktu tersebutlah Ketut Siadja mulai belajar dan

terjun langsung mengurus segala hal yang berhubungan dengan pabrik kerajinan, dari

proses awal hingga produk dikirim ke pembeli di luar negeri. Jumlah peminat dan

pembeli yang relatif tetap membuat Ketut Siadja merasa perlu menjemput bola di kancah

Page 46: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

35

internasional serta melakukan pemetaan pasar ekspor dan sekaligus mengenal lebih

dalam para kompetitornya dengan melakukan tur promo bisnis ke negara-negara yang

ada di belahan benua Amerika dan Eropa.

Atas dasar pemikiran tersebut, Ketut Siadja membangun sebuah gedung sekaligus

pabrik berbadan usaha CV. Dharma Siadja, yang bergerak khusus di bidang ekspor yang

telah beroperasi sejak tahun 1998. Belum berlangsung lama membangun dan

membesarkan bisnis ekspornya, Ketut Siadja harus kehilangan sosok panutan yang

menuntunnya tumbuh sampai saat itu. Tahun 1999, sang ayah, Wayan Siadja, meninggal

dunia. Namun, hal itu tidak membuat Ketut Siadja patah semangat dan mundur.

Sebaliknya beliau merasa bangga dan semakin termotivasi karena selama hidup, ayahnya

telah berhasil mendidik dan menyelesaikan dharma hidupnya untuk mengarahkan

anaknya ke arah kesuksesan. Saat ini tongkat komando telah benar-benar digenggam oleh

Ketut Siadja sebagai generasi ketiga yang harus berkembang dan berkibar kea rah yang

lebih baik dan lebih maju dari dua generasi sebelumnya. Dengan tata kelola atau

manajemen yang professional dan kiprah promosi yang terarah, ditambah bakat Ketut

Siadja menangkap selera serta peluang pasar, menjadikan CV. Dharma Siadja mampu

menembus pencapaian gemilang yang belum pernah dicapai oleh generasi – generasi

sebelumnya. Untuk mendukung proses produksi, Ketut Siadja melakukan ekspansi

dengan membangun pabrik–pabrik baru di Desa Lod Tunduh dan Desa Tengkulak, Ubud,

serta di Yogyakarta yang didirikan tahun 2004.

Page 47: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

36

Pencapain yang gemilang ini menjadikan Ketut Siadja tercatat sebagai wirausaha

muda yang memimpin dengan tidak dibayang-bayangi oleh sistem konvensional dan

berhasil memberikan bukti kesuksesan kepada para pendahulunya. Ketut Siadja memiliki

cara dan strategi tersendiri untuk mengikuti zaman dan bertahan untuk tetap berdiri.

Beliau membuktikan bahwa setiap generasi menghadapi persaingan dan situasi pasar

yang berbeda-beda, dan keberhasilan tersebut diperoleh dari kemampuan dan kesediaan

penggeraknya untuk tetap belajar serta menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.

Kekokohan pilar-pilar bisnis yang dibangun oleh Ketut Siadja terbukti kuat

menghadapi berbagai goncangan. Hal ini dapat dilihat saat pabrik utamanya habis

terbakar beserta seluruh peralatan, bahan baku, dan puluhan kontainer siap kirim pada

tahun 2006. Sebulan kemudian, pabrik dan gudangnya yang berlokasi di Yogyakarta rata

dengan tanah karena diguncang gempa. Musibah ini tentu memberikan kerugian yang

cukup besar bagi Ketut Siadja. Namun ditengah keterpurukannya ini, Ketut Siadja

mampu bangkit dan kembali berdiri kokoh untuk tetap meneruskan usahanya.

Setelah bencana tahun 2006 tersebut, Ketut Siadja memetik buah manis usahanya

di tahun 2007. Terbukti dengan meledaknya pesanan dan ekspor yang melebihi kuota

yang pernah dicapai sebelumnya. Kini, kerajaan usahanya merupakan salah satu pasar

yang merajai pasar ekspor di Indonesia.

Ketut Siadja tidak hanya aktif di bidang bisnis ekspornya sendiri akan tetapi juga

aktif sebagai Ketua Umum ASEPHI Bali dan beberapa organisasi lain, seperti: Wakil

Ketua Umum KADIN Bali (2010 – 2015), Wakil Ketua Umum APINDO Bali (2012 –

Page 48: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

37

2017), Ketua Umum PBSI Gianyar (2009 – 2017), serta aktif sebagai pengurus di

beberapa tempat ibadah umat Hindu dalam hal ini pura.

Seperti telah disebutkan diatas, bahwasanya Ketut Siadja memiliki teknik dan

strateginya sendiri untuk menghadapi dan mengikuti perkembangan zaman, terutama di

bidang bisnis ekportir. Ditambah, Ketut Siadja mampu menangkap dan mempelajari

selera dan peluang pasar yang sedang trendi. Trend pasar merupakan salah satu strategi

penting bagi Ketut Siadja dalam mengembangkan pasarnya di kancah internasional.

Ketut Siadja menjelaskan bahwa dirinya banyak memproduksi terra-cotta

(terakota, barang – barang gerabah yang diambil dari Lombok) pada tahun 2000 – 2005.

Dalam kurun waktu satu tahun, CV. Dharma Siadja mampu mengirim hingga satu juta

buah kerajinan terra-cotta, dari ukuran paling kecil sampai ukuran terbesar khususnya

yang berbentuk gentong. Kemudian tahun 2005 – 2006, Ketut Siadja menegaskan lebih

banyak memproduksi vas – vas yang berukuran besar yang beliau ambil dari Yogyakarta.

Ketut Siadja mengatakan bahwa dirinya bisa mengambil barang dari mana saja, semasih

dapat diproduksi secara massal, serta kualitas dan kuantitas bisa dijaga.

Sebagai contoh, kerajinan vas yang diambil dari Yogyakarta, proses finishing-nya

tetap dilakukan di Bali, atau diatasinya dengan mengirimkan tenaga finishing dari Bali ke

Yogyakarta. Kemudian produk yang sudah siap akan dikirim langsung dari Yogyakarta

ke Pelabuhan Tanjung Perak untuk diekspor ke Negara tujuan. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi pengeluaran yang diakibatkan dari biaya/ongkos angkut kerajinan –

kerajinan tersebut. Dan juga, Ketut Siadja membatasi pesanan produknya mulai dari

jumlah minimum yaitu 50 buah. Untuk pemasaran di dalam negeri sendiri, Ketut Siadja

Page 49: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

38

hanya menjual produknya ke Vinoti Living dengan prosentase kurang dari 0,5% dari total

omzet perusahaannya.

Untuk saat ini, Ketut Siadja lebih banyak memproduksi wall decoration (hiasan

dinding) karena trend pasar yang sedang banyak diminati saat ini adalah hiasan dinding.

Hiasan dinding ini banyak dipajang di ruang tamu, ruang keluarga, dan bahkan kamar

mandi. Ketut Siadja memfokuskan pasarnya pada importir, serta toko – toko besar di luar

negeri, tetapi tidak menargetkan hotel – hotel dan toko – toko yang bersekala kecil.

Untuk pemesan dari hotel dan atau toko – toko kecil dengan jumlah pemesanan kecil,

Ketut Siadja menyarankan agar mereka membeli produknya dari importir yang sudah

membeli barangnya dalam jumlah besar.

Dalam hal kualitas produk dibandingkan dengan produk – produk lokal lain yang

serupa yang ada di Bali, produk – produk ekspor CV. Dharma Siadja memang benar

memiliki kualitas yang berbeda, unik, dan hanya ada satu desain (bukan desain salinan

dari produk lain). Ketut Siadja mengatakan bahwa CV. Dharma Siadja memiliki tim

desain yang khusus mendesain produk – produknya sehingga dapat membedakan dari

produk – produk lainnya. Tim desainnya ini akan mendesain sebuah produk dengan

“baju” yang berbeda dari produk lain yang sudah ada. “Baju” yang beliau maksud adalah

pewarnaan yang dapat membedakan produknya dengan produk-produk dari Tegallalang

dan daerah lain di Bali. Ketut Siadja menegaskan bahwa dalam persaingan pasar, bentuk

produk boleh sama, tetapi kualitas dan warna harus berbeda, sehingga memberikan ciri

khas tersendiri untuk produk tertentu. Ketut Siadja menentukan bahwa salah satu teknik

dan gaya pewarnaan produknya sesuai dengan musim atau trend yang sedang terjadi di

Page 50: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

39

negara tujuan. Perbedaan musim atau trend akan menentukan perbedaan warna, bahkan

bentuk dari produk Ketut Siadja.

Selain pewarnaan, MDF (Medium-Density Fibreboard) merupakan salah satu

jenis bahan baku yang digunakan dalam produksi produk CV. Dharma Siadja. MDF

adalah papan material yang terbuat dari kombinasi serat kayu dan serbuk kayu yang

dipadatkan dalam tekanan dan temperatur suhu yang tinggi dengan bantuan mesin dalam

prosesnya. Seperti halnya plywood, MDF banyak dipakai untuk rangka furniture/ mebel.

Perlu untuk diketahui bahwa MDF merupakan bahan baku yang memiliki tingkatan jenis

yang berbeda – beda, antara lain: F1, F2, dan seterusnya. Namun, hasil penampilan

produk dengan menggunakan MDF jenis F1, F2, atau jenis yang lainnya akan nampak

sama saja. Perbedaan terlihat ketika uji laboratorium dari sebuah produk apakah produk

tersebut menggunakan MDF jenis F1, F2, atau jenis lainnya. Untuk hal ini, Ketut Siadja

akan berpatokan pada permintaan pemesan. Apabila pemesan memintanya untuk

menggunakan MDF jenis F1, maka beliau tentu akan menggunakan bahan baku yang

diminta untuk menghindari ganti rugi dan menjaga kepercayaan pemesan dan konsumen.

Ketut Siadja menegaskan bahwa satu hal yang membedakan satu jenis MDF dengan jenis

MDF lain adalah kandungan kimianya. Beliau berasumsi, barangkali tingkat keamanan

jenis MDF F1 dan MDF F2 berbeda, yang juga mempengaruhi harga bahan baku

tersebut.

Page 51: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

40

Dalam hal penamaan produk, Ketut Siadja merelakan produknya dinamai oleh

pemesan atau konsumennya. Beliau tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Beliau

mengatakan bahwa ada pemesannya yang memberikan produknya dengan nama diawali

dengan kata “Dharma” dan ditambahkan kata lain.

Ketut Siadja menambahkan bahwa beliau bertemu dengan calon pemesan atau

pembelinya di pameran yang beliau adakan secara rutin setahun sekali di Eropa dan

Jakarta, atau calon pemesan dan pembeli biasanya datang langsung ke galerinya di Ubud,

Bali pada bulan April dan atau Oktober setiap tahunnya.

Pameran, menurut Ketut Siadja, sangatlah penting untuk mendongkrak promosi

dan eksistensi di bidang bisnis tersebut. Kata beliau, berpartisipasi di dalam sebuah

pameran adalah penting, namun tetap harus jeli dalam memilih pasar serta disesuaikan

dengan kategori produk dan pasar itu sendiri. Oleh karena itu, Ketut Siadja lebih memilih

untuk memamerkan produknya di negara-negara Amerika atau Eropa, di mana kebutuhan

primer dan sekunder orang – orangnya sudah terpenuhi dengan baik, sehingga kebutuhan

tersiernya dapat terpenuhi dengan produk – produk yang Ketut Siadja tawarkan.

Berikut adalah beberapa foto atau gambar saat tim peneliti turun ke lapangan

untuk mencari data. Pertama-tama yang dilakukan oleh tim adalah bertemu dengan

pemilik usaha yaitu Bapak Ketut Dharma Eka Putra Siadja untuk berbincang-bincang

dengan beliau mengenai keberadaan usaha yang beliau rintis. Setelah selesai

mewawancarai beliau tim peneliti menuju ke bengkel kerja atau workshop beliau yang

berada di Desa Lodtunduh. Di tempat workshop tim peneliti diterima oleh salah seorang

staf senior CV Dharma Siadja. Staf senior ini memberikan informasi detail tentang

Page 52: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

41

seluruh kegiatan dan proses yang dilakukan mulai dari persiapan bahan baku sampai

produk kerajinan siap dikirim. Akan tetapi ada juga produk kerajinan yang diterima

dalam bentuk setengah jadi dan proses finishingnya dilakukan di workshop tersebut.

Gambar 4.1: wawancara tim peneliti dengan pengusaha

Bapak Ketut Dharma Eka Putra Siadja

Gambar 4.2: wawancara dengan staf CV Dharma Siadja

Page 53: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

42

Gambar-gambar atau foto-foto berikut adalah aktifitas di tempat workshop

Gambar 4.3: para pekerja sedang melakukan Gambar 4.4: pekerja wanita sedang

Pengamplasan patung jerapah memotong kaca

Gambar 4.5: seorang pekerja sedang melakukan penambahan bahan pada pola

produk kerajianan berupa hiasan dinding

Page 54: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

43

BAB V

INDUSTRIALISASI SENI KRIYA DI DESA MAS, GIANYAR

DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBABNYA

Bab lima penelitian ini menguraikan terjadinya industrialisasi kerajinan seni kriya

di Desa Mas, khususnya yang dilakukan pada CV. DHARMA SIADJA yang berlokasi di

Jl. Raya Mas No.123, MAS, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali 80571.

Industri pariwisata di Bali pada jaman moderen ini telah menjadikan sejumlah

budaya masyarakat lokal sebagai produk atau komoditas seni kriya yang dapat

dikonsumsi oleh wisatawan, baik wisatawan lokal, nusantara, maupun wisatawan manca

negara. Produk seni kriya ini memiliki nilai estetika dan nilai sosial budaya yang mampu

memberikan kepuasan batin kepada konsumen di satu sisi dan memberikan keuntungan

ekonomi bagi para perajin seni tersebut di sisi lainnya. Kepuasan pada pihak konsumen

menimbulkan adanya aktivitas industri kerajinan pada industri pariwisata. Permintaan

wisatawan atau konsumen barang-barang kerajinan tersebut meningkat seiring dengan

memungkinkannya konsumen membeli barang melalui pesanan (made to order). Pesanan

ini berimplikasi pada produksi produk seni kriya yang meningkat pula melalui

industrialisasi.

Industrialisasi adalah proses produksi seni kriya yang kreatif dan inovatif dalam

rangka memenuhi keinginan pasar, mendukung pendapat Ardika (2008) yang

menyebutkan bahwa terdapat dua faktor utama terjadinya proses industrialisasi, yaitu

faktor eksternal dan internal. Bab ini menguraikan faktor-faktor penyebab industrialisasi

seni kerajinan di Desa Mas Gianyar yang terdiri atas dua faktor yaitu faktor eksternal dan

Page 55: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

44

faktor internal yang dijelaskan secara lebih detil dan berikut adalah sejumlah foto yang

terekam saat tim melakukan penelitian.

Gambar 5.1: produksi hiasan ruangan Gambar 5.2: produksi patung jerapah

Gambar 5.3: jenis-jenis patung Gambar 5.4: berbagai jenis seni kriya

Page 56: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

45

Gambar 5.5: bongkahan akar pohon Gambar 5.6: aquarium kecil hasil

perpaduan bongkahan kayu dan kaca

5.1 Faktor Eksternal

Pariwisata berimplikasi postitif terhadap perekonomian masyarakat, salah satunya

ialah bahwa pariwisata mendorong meningkatnya ekspor barang-barang kerajinan hasil

industri seni kriya. Ekspor ini didukung juga oleh produksi seni kriya yang kreatif dan

inovatif serta mengarah pada produk budaya massal. Budaya massal ini disebut juga

budaya popular yang diproduksi secara massal dengan wujud yang kreatif dan inovatif

untuk memenuhi konsumsi massal berdasarkan ideologi pasar. Pasar yang dimaksud ialah

konsumen, baik konsumen dalam negeri maupun luar negeri yang tertarik dengan produk

yang dipasarkan melalui pameran-pameran yang dilakukan.

Page 57: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

46

5.1.1 Proses Produksi melalui Industrialisasi

Berkembangnya industri seni kriya tidak lepas dari perkembangan pariwisata

yang begitu pesat di Bali. Peranan masyarakat sebagai sumber daya manusia serta peran

pihak swasta sebagai pengusaha yang mewadahi aktivitas industri pariwisata, utamanya

terkait dengan distribusi hasil produksi.

Salah seorang perajin sekaligus pengusaha, Ketut Siadja, yang diwawancarai

menyatakan bahwa usaha produksi seni kriya yang digeluti diawali dengan ikut

membantu badan usaha milik orang tuanya yang saat itu memiliki dua divisi, yakni divisi

ritel dan divisi ekspor. Dari pengalaman membantu usaha tersebut dibangunlah pabrik

berbadan usaha CV Dharma Siadja, yang bergerak khusus di bidang ekspor dan telah

beroperasi sejak tahun 1998. Sejak saat itu, dia mulai belajar dan terjun mengurus segala

hal yang berhubungan dengan pabrik kerajinan, dari proses awal hingga produk dikirim

ke pembeli di luar negeri. Untuk mendukung proses produksi, dilakukan ekspansi dengan

membangun pabrik–pabrik baru di Desa Lod Tunduh dan Desa Tengkulak, Ubud, serta di

Yogyakarta yang didirikan pada tahun 2004. Dengan semangat kapitalisme, kerajinan

terracotta, vas-vas, dan hiasan dinding telah diproduksi menjadi komoditas produk yang

disesuaikan dengan selera pasar. Proses produksi ini didukung oleh kemampuan

kreativitas kelompok desain miliknya untuk berinovasi dalam menciptakan desain-desain

baru yang didukung dengan kemajuan teknologi.

Produksi bahan mentah terracotta (barang–barang gerabah) dilakukan di Lombok

periode tahun 2000 – 2005, kemudian penyelarasan akhir dilakukan di workshop

‘bengkel kerja’ miliknya. Dalam satu tahun, CV Dharma Siadja mampu mengirim hingga

satu juta buah kerajinan terracotta, dari ukuran paling kecil sampai berbentuk gentong.

Page 58: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

47

Kemudian, periode tahun 2005–2006, usahanya lebih banyak memproduksi vas–vas yang

berukuran besar yang diambil dari Yogyakarta. Kerajinan vas yang diambil di

Yogyakarta, proses penyelarasan akhirnya juga dilakukan di Bali, atau dengan mengirim

tenaga penyelaras akhir dari Bali ke Yogyakarta. Kemudian, produk yang sudah siap,

dikirim langsung dari Yogyakarta ke Pelabuhan Tanjung Perak untuk diekspor ke luar

negeri. Untuk hal tersebut, Ketut Siadja membatasi pesanan produknya menjadi

minimum 50 buah. Dijelaskan pula bahwa usaha yang dipimpinnya bisa memperoleh dan

mengambil barang dari mana saja semasih dapat diproduksi secara massal, serta kualitas

dan kuantitas bisa dijaga.

Gambar 5.7: terracotta

Page 59: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

48

Gambar 5.8: jenis-jenis patung yang masih dalam proses

Untuk saat ini, Ketut Siadja lebih banyak memproduksi hiasan dinding (wall

decoration) karena kecenderungan atau trend pasar saat ini adalah hiasan dinding. Hiasan

dinding ini banyak dipajang di ruang tamu, ruang keluarga, dan bahkan kamar mandi.

Hiasan dinding yang diproduksi terdiri atas berbagai berbentuk di antaranya ada yang

berbentuk bulat dan persegi. Hiasan atau relief yang terdapat pada hiasan dinding ada

berbagai macam seperti relief flora dan fauna namun ada juga kecenderungannya

disesuaikan dengan musim yang sedang berlangsung dari negara si pemesan. Hiasan-

hiasan dinding tersebut ada yang berupa lukisan, ukiran dan juga cermin yang dibingkai

dengan ukiran.

Page 60: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

49

Gambar 5.9: jenis-jenis hiasan dinding

Gambar 5.10: hiasan dinding ukiran karawang

Page 61: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

50

Gambar 5.11: hiasan dinding flora cat warna

Selain pewarnaan, MDF (Medium-Density Fibreboard) merupakan salah satu

jenis bahan baku yang digunakan dalam produksi produk CV Dharma Siadja. MDF

adalah papan material yang tersusun dari kombinasi serat kayu dan serbuk kayu yang

dipadatkan dalam tekanan dan suhu yang tinggi dengan bantuan resin dalam prosesnya.

Seperti halnya plywood, MDF banyak dipakai untuk rangka mebel atau furniture. Perlu

diketahui bahwa MDF merupakan bahan baku yang memiliki jenis yang berbeda–beda,

antara lain: F1, F2, dan seterusnya. Namun, hasil penampilan produk dengan

menggunakan MDF jenis F1, F2, atau jenis yang lainnya tampak sama saja.

Perbedaannya terlihat ketika diadakan uji laboratorium dari sebuah produk apakah

produk tersebut memakai MDF jenis F1, F2, atau jenis lainnya. Untuk hal ini, Ketut

Siadja berpatokan pada permintaan pemesan. Jika pemesan memintanya untuk memakai

MDF jenis F1, maka produk dibuat memakai bahan baku yang diminta untuk

menghindari terjadinya ganti rugi dan menjaga kepercayaan pemesan dan konsumen.

Ketut Siadja menegaskan bahwa satu hal yang membedakan satu jenis MDF dengan jenis

Page 62: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

51

MDF lain adalah kandungan kimianya. Beliau berasumsi bahwa tingkat keamanan jenis

MDF F1 dan MDF F2 berbeda, sehingga dapat mempengaruhi harga bahan baku tersebut

Gambar 5.12: bahan baku MDF

Untuk penamaan produk, Ketut Siadja merelakan produknya dinamai oleh

pemesan atau konsumennya karena beliau tidak terlalu menghiraukan hal tersebut. Juga

dikatakan bahwa ada pemesannya yang memberikan produknya dengan nama yang

diawali kata “Dharma” dan ditambahkan dengan kata lain.

5.1.2 Distribusi Produksi

Seperti telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya, bahwa produk kerajinan

cindera mata atau komoditas yang dihasilkan industri seni kriya merupakan salah satu

pendukung komponen pariwisata. Adapun komponen terkait ialah pasar, dalam hal ini

adalah konsumen dan pemasaran. Pemasaran suatu produk dalam pariwisata disebut juga

distribusi yang meliputi saluran, yaitu suatu media bagaimana komoditas atau produk

diinformasikan dan didistribusikan kepada pasar-konsumen (Danesi, 2010:2).

Page 63: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

52

Perajin dan pengusaha Ketut Siadja mempromosikan usahanya dengan membuka

pameran di stand kerajinan tangan di Bali Galeria Nusa Dua, Bali pada tahun 1993,

disusul dengan pameran – pameran lainnya, seperti di Bali Beach Hotel dan Galeria Kuta

serta kembali membuka tiga ruang pameran di area Bali Nusa Dua. Kemudian, sistem

jemput bola dan pemetaan pasar ekspor di kancah internasional dilakukan untuk

meningkatkan jumlah peminat dan pembeli yang sebelumnya relatif tetap. Sistem lain

yang dilakukan untuk mengenal kompetitornya adalah dengan melakukan tur promo

bisnis ke Amerika dan Eropa. Ditambahkan bahwa pertemuan dengan calon pemesan

atau pembelinya dilakukan di pameran yang diadakan secara rutin setahun sekali di Eropa

dan Jakarta, atau calon pemesan dan pembeli biasanya datang langsung ke galerinya di

Ubud, Bali pada bulan April dan atau Oktober setiap tahunnya. Untuk pemasaran dalam

negeri sendiri, Ketut Siadja hanya menjual produknya ke Vinoti Living dengan

persentase kurang dari 0,5% dari total omzet perusahaannya.

Pemasaran produk dengan mengadakan ataupun mengikuti pameran, menurut

Ketut Siadja sangatlah penting untuk meningkatkan promosi dan eksistensi di bidang

bisnis tersebut. Menurutnya, berpartisipasi di dalam sebuah pameran sangat penting

dilakukan. Namun, dia harus tetap jeli dalam memilih pasar serta disesuaikan dengan

kategori produk dan pasar itu sendiri. Oleh karena itu, Ketut Siadja lebih memilih untuk

memamerkan produknya di Amerika atau Eropa, di mana kebutuhan primer dan sekunder

masyarakatnya sudah terpenuhi dengan baik, sehingga kebutuhan tersiernya dapat

terpenuhi dengan membeli produk–produk yang ditawarkan oleh Ketut Siadja.

Page 64: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

53

5.1.3 Konsumen

Dalam industri pariwisata komponen yang paling menentukan adalah pasar-

konsumen, yang memiliki keterkaitan dengan komponen lainnya seperti pihak swasta

dalam hal ini pengusaha di bidang industri pariwisata seperti pengelola hotel, restauran,

dan pengusaha di bidang industri cinderamata. Produksi seni kriya yang inovatif dan

kreatif selalu disesuaikan dengan desain-desain yang laku di pasaran, dalam arti bahwa

desain-desain yang diminati oleh konsumen (yaitu wisatawan lokal, domestik, dan

wisatawan manca negara). Konsumen-wisatawan melakukan perjalanan wisata di

samping untuk menikmati keindahan objek wisata secara langsung tetapi juga menikmati

objek yang diproduksi dalam bentuk cinderamata sebagai komoditas. Cinderamata yang

laku di pasaran ialah replika objek wisata itu sendiri dan produk cinderamata yang telah

diproduksi dengan desain kreatif dan inovatif sesuai selera pasar. Konsumen, dalam hal

ini, wisatawan telah menentukan sejak awal untuk membeli cinderamata yang telah

ditawarkan melalui berbagai media oleh perajin dan pengusaha di bidang seni kriya.

Produk yang dibeli dimanfaatkan semata-mata sebagai cinderamata atau dibeli dan juga

dipesan dalam jumlah banyak untuk keperluan bisnis di negaranya.

Konsumen dapat membeli produk secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung artinya konsumen yang membeli produk seni kriya dengan datang langsung ke

tempat industri kerajinan patung tersebut diproduksi dan pembeliannya bisa secara eceran

(retail), dan bisa dalam jumlah besar atau partai. Pemesanan secara tidak langsung

dilakukan oleh konsumen pada saat para pengusaha dan perajin melakukan pameran

Page 65: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

54

dagang, trade fair, baik di dalam maupun di luar negeri, melalui pemesanan atau made to

order.

Ketut Siadja memfokuskan pasarnya pada importir dan toko–toko besar di luar

negeri. Mitra dagang perusahaan yang berasal dari Eropa dan Amerika berharap agar

produk yang mereka pesan melalui made to order secara tidak langsung memiliki kualitas

yang baik walaupun selalu dipesan dalam jumlah banyak. Untuk memenuhi harapan

konsumen, pihak industri atau perusahaan harus sanggup bekerja keras agar tercipta

produk-produk yang sesuai selera mereka baik dari aspek kreativitas maupun aspek

inovasi. Untuk konsumen yang memesan dari hotel dan atau toko–toko kecil dengan

jumlah pemesanan yang kecil disarankan agar mereka membeli produknya dari importir

yang sudah membeli produknya sebelumnya.

5.2 Faktor Internal

Perkembangan pariwisata di Bali yang begitu pesat tidak dapat dipungkiri telah

memberikan pengaruh terhadap budaya masyarakat lokal dan berkembang ke arah

budaya yang kreatif dan inovatif. Dinamika ke arah paradigma baru tersebut adalah

pendorong utama para perajin untuk berimajinasi menciptakan produk-produk yang

diminati di pasaran dalam rangka mewujudkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik.

Faktor ekonomi ini dilakukan melalui produksi seni kriya yang memiliki nilai ekonomi

tinggi, yaitu tidak saja memproduksi produk yang diminati di pasaran tetapi juga

memproduksi produk dengan jumlah yang cukup tinggi. Agar memperoleh manfaat

ekonomi yang sesuai, perajin dan pengusaha, Ketut Siadja, menentukan jumlah

pemesanan produksi minimum 50 buah. Diapun memiliki teknik dan strateginya sendiri

Page 66: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

55

untuk menghadapi dan mengikuti perkembangan zaman, terutama di bidang bisnis

ekportir. Dia mampu menangkap dan mempelajari selera dan peluang pasar yang sedang

trendy. Trend pasar inilah sebagai salah satu strategi penting dalam mengembangkan

pasarnya di kancah internasional. Misalnya, trend pasar yang diminati juga saat ini ialah

seni patung jerapah yang diproduksi dengan desain kreatif dan pewarnaan yang berbeda

dengan seni patung jerapah hasil produksi perajin lain.

Gambar 5.13: patung jerapah yang sudah finishing

Page 67: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

56

Gambar 5.14: patung kucing yang sudah finishing

Kreativitas menciptakan seni kriya dengan paradigma baru merupakan respon dari

keinginan pasar yang menghendaki adanya seni kriya inovatif namun tetap memiliki nilai

seni budaya masyarakat lokal yang dipadukan dengan seni dan keindahan budaya alam

dan masyarakat konsumen. Produksi seni kriya dengan paradigma inovasi baru ini, oleh

perajin dan pengusaha Ketut Siadja dilakukan dengan membentuk kelompok desain yang

khusus mendesain produk–produknya sehingga dengan mudah dapat dibedakan dari

desain produk–produk perajin dan pengusaha lainnya. Kelompok desainnya ini

mendesain sebuah produk dengan “baju” yang berbeda dari produk lain yang sudah ada.

“Baju” yang dimaksud adalah pewarnaan yang dapat membedakan produknya dengan

Page 68: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

57

produk dari daerah lain di Bali. Ditegaskan pula bahwa dalam persaingan pasar, bentuk

produk boleh sama, tetapi kualitas dan warna harus berbeda, sehingga hal itu memberikan

ciri khas tersendiri untuk produk tertentu. Misalnya gaya pewarnaan produknya

disesuaikan dengan musim di negara tujuan karena perbedaan musim menentukan

perbedaan warna seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5.14: hiasan dinding musim gugur

Faktor internal lain yang mendorong terjadinya industrialisasi seni kriya ialah

kemampuan kreativitas perajin untuk bereksplorasi secara kreatif dan inovatif. Eksplorasi

kreatif adalah suatu kreativitas untuk memproduksi kreasi-kreasi baru sebuah karya seni

melalui inovasi-inovasi. Mereka menyampaikan dalam wawancara bahwa produksi

dengan kreasi dan inovasi baru mencakup inovasi produksi yang dulunya memproduksi

Page 69: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

58

terra-cotta (terakota, barang-barang gerabah yang diambil dari Pulau Lombok) dari

ukuran kecil sampai ukuran besar berbentuk gentong ‘gerabah’ dalam periode tahun

2000-2005. Dengan teknik manajemen yang professional dan kiprah promosi yang

terarah, ditambah dengan bakat Ketut Siadja menangkap selera serta peluang pasar,

menjadikan CV Dharma Siadja mampu menembus pencapaian gemilang yang belum

pernah dicapai oleh generasi–generasi sebelumnya. Hal ini dibuktikan dalam satu tahun

mampu menjual sampai satu juta buah kerajinan terra-cotta. Kemudian pada periode

tahun 2005-2006 beralih ke produksi vas-vas berukuran besar. Walapun bahan baku

kerajinan tersebut diperoleh dari luar Bali, seperti Pulau Lombok dan Yogyakarta,

hasilnya memiliki kualitas terjamin dan dapat diproduksi secara massal. Hal ini

dibuktikan dengan meledaknya pesanan dan ekspor yang melebihi kuota yang pernah

dicapai sebelumnya. Saat ini perusahaannya merupakan salah satu usaha industri yang

merajai pasar ekspor di Indonesia.

Page 70: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

59

BAB VI

SIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas ada sejumlah hal yang dapat digunakan sebagai

simpulan seperti berikut ini:

Simpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan di atas adalah bahwa para

perajin seni kriya di Bali melakukan industrialisasi produk seni kriya dari jumlah

minimum 50 buah sampai partai besar karena dua faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor

internal. Faktor eksternal disebabkan oleh permintaan pasar atau pesanan dari konsumen

(made to order). Di samping itu industrialisasi seni kriya ini dipandang sebagai respon

postitif terhadap perkembangan pariwisata, sehingga berdampak pula pada adanya pola

produksi seni kriya yang kreatif dan inovatif sesuai dengan selera pasar, baik dari segi

bahan, bentuk, ukuran, dan pewarnaan. Faktor lainnya adalah media promosi yang terus

menerus dilakukan melalui pameran-pameran dagang dan industri baik berskala lokal,

nasional, dan internasional. Dengan demikian, distribusi informasi terkait produk dan

distribusi hasil produksi dapat tersalurkan dengan baik. Media distribusi ini juga tidak

terlepas dari peranan organisasi KADIN yang mewadahi semua aktivitas dagang dan

industri di bidang pariwisata. Sedangkan faktor internal mencakup paradigma baru

perajin dan pengusaha untuk berkreasi dan berinovasi. Dinamika paradigma ini dilakukan

dengan membentuk kelompok desain yang kreatif dan inovatif yang melibatkan

imajinasinya sehingga menghasilkan produk dengan desain-desain baru sesuai trend

pasar dan diminati di pasaran. Kreativitas dan inovasi pada bentuk, bahan, ukuran, dan

pewarnaan yang dilakukan oleh perajin dan pengusaha dalam produksi seni kriya

Page 71: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

60

bertujuan unuk memperoleh manfaat ekonomi yang lebih tinggi sehingga mampu

mensejahterakan sumber daya manusia yang berperan serta dalam proses produksi

tersebut.

Uraian di atas mencerminkan bahwa industrialisasi seni kriya yang kreatif dan

inovatif mengekspresikan hubungan timbal balik sebagai respon positif terhadap

dinamika pariwisata di satu sisi dan sebagai salah satu komponen pariwisata yang saling

terkait dengan komponen lainnya seperti pasar dan konsumen, pihak swasta atau

pengusaha, dan sumber daya manusia yang kreatif dapat mendukung keberlanjutan

pariwisata di sisi lainnya. Sehingga dalam era global ini, industrialisasi seni kriya

berimplikasi terhadap hasil produksi budaya populer yang menggambarkan perpaduan

antara budaya lokal dan budaya global. Namun demikian, produk ini tetap

mengekspresikan identitas budaya lokal yang dinamis yang mengikuti perkembangan

teknologi.

Page 72: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

61

DAFTAR PUSTAKA

Ardika, I Wayan. 2008. ‘Pariwisata dan Komodifikasi Kebudayaan Bali’ dalam Pusaka

Budaya dan Nilai-nilai Religiusitas, ( I Ketut Setiawan ed.) 1 – 9. Denpasar:

Fakultas Sastra, Unud.

Ardika, I Wayan, dkk. 2012. Pengembangan Pariwisata Budaya Bernuansa Ekonomi

Kreatif

yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Bali. Laporan Penelitian. Denpasar:

Universitas Udayana.

Barker, C. 2005, ‘Cultural Studies Teori dan Praktik’ dalam For a Critique of the

Political

Economy of the Sign (Jean Baudrillard ed.). Yogyakarta: PT Benteng Pustaka.

Fairclough, N. 1995. Discourse and Social Change. Cambridge: Policy Press.

Moleong, L. J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Piliang, Y. A. 1999. Hiper-Realitas dan Kebudayaan. Yogyakarta: LkiS

Rai Sukmawati, Ni Made. 2011. Komodifikasi Kerajinan Seni Patung Kayu di Desa

Mas, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Tesis pada Program Studi Magister

(S2) Kajian Pariwisata. Denpasar: Universitas Udayana.

Richards. 1996. Cultural Tourism in Europe. London: Cab International.

Ryan, C. 2005. ‘Who Manages Indigenous Tourism Product – Aspiration and

Legitimization’? Indigenous Tourism: The commodificatiom and Management of

Culture (Chris Ryan dan Michelle Aicken, ed.). Oxford: Elsevier.

Sida Arsa, I Ketut dan I Nyoman Laba. 2014. Inovasi Kerajinan Perhiasan Melalui

Pemanfaatan Limbah Kuningan di Desa Celuk, Sukawati, Gianyar, Bali. Laporan

Tahunan Penelitin Hibah Bersaing. Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar.

Sutjiati Beratha, Ni Luh, Ni Wayan Sukarini, I Made Rajeg. 2015. Implikasi Made to

Order dalam Autentisitas Kerajinan Bali. Laporan Penelitian. Denpasar:

Universitas Udayana.

Sutjiati Beratha, Ni Luh, Ni Wayan Sukarini, I Made Rajeg. 2016. Hibridisasi

Kerajinan Bali di Era Global. Laporan Penelitian. Denpasar: Universitas

Udayana.

Thomas. 1992. The Arts and Their Interrelation. New York: USA Press.

Page 73: LAPORAN AKHIR HIBAH UNGGULAN UDAYANA ... - …

62

Tunis, Roslyn and Nelson Graburn. 2000. ‘The Nelson Graburn and the Aesthetics of

Inuit Sculpture’. Curatorial Notes at the Phoebe A. Hearst Museum of

Anthropology, Berkeley, California October 2000 through September 2001.

Turner, B. S. 1992. Max Weber: From History to Modernity. London: Routledge.

Udiana, Nindhia Pemayun, Tjokorda. 2009. Komodifikasi Patung Garuda di Banjar

Pakudui Desa Kedisan: Sebuah Kajian Budaya.