Upload
zul-achmad-fauzan-lubis
View
44
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Lapkas Tinea
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia antara lain
adalah dermatofit (dermatophyte, bahasa Yunani, yang berarti ‘tumbuhan
kulit’) dan jamur serupa ragi Candida albicans, yang menyebabkan terjadinya
infeksi jamur superfisial pada kulit, rambut, kuku dan selaput lendir. Jamur
lainnya dapat menembus organ dalam dan menyebabkan infeksi pada organ
tersebut. Jamur yang berhasil masuk tersebut dapat tetap berada di tempat
(misetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik (misalnya, histoplasmosis).1
Dermatofit hanya tumbuh dalam keratin (zat tanduk), yaitu stratum
korneum dari kulit, kuku dan rambut.1, 2 Insidens mikosis superfisialis cukup
tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas, sedangkan mikosis
profunda sangat jarang.2 Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan
dermatomikosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang
mengandung zat tanduk (keratin), misalnya stratum korneum pada epidermis,
rambut dan kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita.2
Dermatofitosis disebut juga tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes sirsinata.2
Dermatofita mempunyai sifat mencernakan keratin (keratofilik),
taksonomis, faali, antigenik, kebutuhan makanan untuk pertumbuhannya dan
juga penyebab penyakit. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang
terbagi dalam tiga genus; Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.2
1
Istilah tinea kruris digunakan untuk infeksi jamur dermatofita pada
daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan perianal.1,2,3 Tinea kruris
dapat digolongkan menjadi tinea glabrosa karena keduanya terdapat pada kulit
yang tidak berambut.3
Insidensi dermatomikosis di Indonesia masih cukup tinggi. Dari segi
usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja
dan kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita
dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih
muda atau lebih tua. Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak
mengalami faktor predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah,
trauma, banyak berkeringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama.4
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas laporan kasus pada
kepaniteraan klinik departemen kulit dan kelamin RSUD Banjar, sekaligus
sebagai pertemuan ilmiah dan diskusi tentang penyakit “Tinea Korporis +
tinea kruris.”
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat diambil ialah penulis dan pembaca dapat
mengetahui tentang penyakit Tinea Korporis dan Tinea Kruris sehingga dapat
mengobati penyakit ini dengan tepat.
2
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. EP
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Sunda
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Status Marital : Belum Menikah
Alamat : Rancah, Banjar
B. ANAMNESIS (Auto-anamnesis pada tanggal 14 Juli 2015 Pukul 10.20 WIB)
Keluhan Utama
Timbul bercak-bercak kehitaman dan bersisik halus pada lipat paha
kiri dan kanan yang terasa semakin gatal ketika berkeringat dan meluas.
Keluhan ini dirasakan sejak 3 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke Poliklinik Kulit Kelamin
RSUD Banjar, dengan keluhan timbul bercak-bercak kehitaman dan bersisik
halus pada lipat paha kiri dan kanan yang terasa semakin gatal ketika
berkeringat dan meluas. Keluhan ini dirasakan sejak 3 hari yang lalu.
Bercak-bercak kehitaman dan bersisik halus juga timbul pada kedua
lipat pahanya dan meluas sampai ke sekitar kemaluan yang juga disertai rasa
3
yang semakin gatal ketika berkeringat dan makin meluas. Gatal pada bercak
tersebut dirasakan semakin berat 3 hari terakhir dan sudah diberi salep namun
keluhan gatal masih tetap ada.
Pada awalnya, sejak satu bulan yang lalu sebelum datang ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Banjar, muncul bercak putih kemerahan
pada lipat paha kiri dengan sisik pada tepinya sebesar koin logam. Bercak
tersebut lama kelamaan bertambah lebar dan meluas ke sekitar kemaluan
pasien. Setelah satu minggu bercak putih tersebut semakin melebar ke daerah
lipat paha kanan pasien. Keluhan ini disertai rasa yang sangat gatal. Rasa gatal
bertambah terutama bila berkeringat dan udara panas. Pasien sering
menggaruk bercak tersebut dengan tangan pasien, sehingga terdapat beberapa
luka bekas garukan pada bagian lipat paha. Keluhan nyeri dan panas pada
bercak disangkal. Keluhan ini tidak pernah diobati sampai keluhan gatal
tersebut dirasa semakin hebat 3 hari sebelum masuk RS.
Keluhan pasien muncul setelah pasien bermain sepakbola di lapangan
rumput. Setelah berolahraga pasien tidak langsung mandi dan baru mandi 6
jam setelah berolahraga. Pasien menyatakan bahwa dirumahnya tidak ada
yang mengalami hal serupa dengan keluhan pasien, pasien juga tidak
memelihara binatang seperti anjing, kucing ataupun peliharaan ternak.
Keluhan bercak tersebut tidak muncul di daerah lain. Keluhan demam
disangkal pasien. Nyeri pada daerah bercak disangkal dan lemas pada badan
disangkal pasien. Keluhan pegal pada badan sebelum timbul bercak disangkal
pasien. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi pada makanan dan obat –
obatan. Pasien juga menyangkal adanya kontak dengan bahan iritan dan
gigitan serangga.
Pasien mengaku bahwa pasien jarang untuk mandi ataupun
membersihkan badannya, pasien biasanya mandi hanya 1 kali dalam sehari
4
saat pasien ingin pergi kuliah, pasien juga jarang mengganti baju dan pakaian
dalamnya, pasien sering menggunakan pakaian yang telah dipakai
sebelumnya, pasien hanya menggantung pakaian bekas pakainya lalu dipakai
lagi untuk esok harinya, pasien juga mengganti pakaian dalamnya setiap 2
hari sekali, pasien jarang menjemur handuk yang telah dipakainya hanya
menggantungkan handuknya di dalam kamar mandinya, pasien mengganti
handuknya setiap seminggu sekali. Pasien menyangkal adanya gatal di tempat
bagian tubuh lainnya, seperti kepala, punggung tangan, telapak tangan,
punggung kaki, telapak kaki, sela-sela jari tangan-kaki dan juga kuku.
Pasien adalah seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi di sebuah
perguruan tinggi negeri. Pasien tinggal di kos dengan kamar yang berukuran
2x3 m2. Ventilasi udara pada kamar kos pasien kurang begitu baik karena
dirasakan udara sangat lembab. Pasien tidur sendiri di kamar kos dan tidak
pernah bertukar pakaian maupun alat – alat mandi dengan teman satu kos
pasien. Pasien tidur menggunakan sprey yang dicuci dalam 2 minggu sekali.
Handuk yang digunakan pasien juga dicuci dalam 2 minggu sekali. Pasien
sering pulang ke rumah saat libur kuliah. Pasien tidak menggunakan karpet di
rumah. Tidur sendiri dengan kamar berukuran 4x3 m2. Sprey dan handuk di
rumahnya diganti setiap seminggu sekali. Ventilasi di rumahnya cukup baik
dan tidak ada yang sedang sakit di rumah pasien. Rumah pasien cukup sering
dibersihkan dimana ibu pasien sering menyapu rumah pasien setiap harinya.
Pasien mengatakan tidak pernah ada keluhan seperti ini sebelumnya.
Pasien menyangkal adanya penyakit asma, dan diabetes melitus. Ayah dan ibu
pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma dan alergi. Pasien tidak sedang
mengkonsumsi obat – obatan dalam jangka waktu yang lama.
C. PEMERIKSAAN FISIK
5
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
Nadi 80 kali permenit
Respirasi 18 kali permenit
Suhu 36,5˚C
Status Generalis:
Kepala Rambut : alopecia (-).
Mata : conjunctiva pucat -/-, sklera ikterik -/-
Hidung : sekret (-/-), perdarahan (-/-), deviasi septum (-)
Mulut : hiperemis (-), mukosa buccal basah, erosi (-)
Gigi : karies (-), mikrolesi (-)
THT : tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher KGB : tidak teraba membesar, massa (-)
JVP tidak meninggi
Thoraks Bentuk dan gerak simetris
Fremitus kanan=kiri, sonor, wheezing (-), rhonchi (-)
Bunyi Jantung murni reguler, murmur (-)
Abdomen Datar, lembut, Bising Usus (+) Normal
Ekstremitas Deformitas (-), udem (-), RCT < 2 dtk
D. STATUS DERMATOLOGIKUS
6
Distribusi Regional
A/R Pubis dan kedua lipat paha
Lesi Multipel, sirkumskrip, ireguler, polisiklik, sebagian menimbul dan
sebagian tidak menimbul, kering, dengan ukuran terkecil 1 cm x 2
cm dan terbesar 5 cm x 4 cm
Efluroesensi Makula hiperpigmentosa, disertai skuama dengan tepi aktif
berbatas tegas.
Foto Pasien saat berobat ke poli kulit RSUD Kota Banjar :
7
8
Gambar 1: Foto pasien pada kasus
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikroskopik kerokan kulit pada tepi lesi yang eritema,
ditetesi dengan KOH 10% dengan preparat kaca obyek, lalu ditutup cover glass
dan dilihat dengan mikroskop pada pembesaran 40x. Hasil : tampak hifa panjang
bersepta.
Gambar 2 : pemeriksaaan mikroskopis kerokan kulit dengan KOH 10%,
ditemukan hifa panjang bersepta.
E. RESUME
Laki-laki 20 tahun datang dengan keluhan Timbul bercak-bercak kehitaman
dan bersisik halus pada lipat paha kiri dan kanan yang terasa semakin gatal ketika
berkeringat dan meluas hingga ke sekitar kemaluan. Keluhan ini dirasakan sejak 3
9
hari yang lalu. Pada 1 bulan yang lalu awalnya bercak kehitaman tersebut timbul pada
lipat paha kiri saja sebesar koin logam dan Bercak tersebut lama kelamaan bertambah
lebar dan meluas ke sekitar kemaluan pasien. Setelah satu minggu bercak putih
tersebut semakin melebar ke daerah lipat paha kanan pasien, keluhan ini disertai rasa
gatal, dan rasa gatal bertambah terutama ketika berkeringat dan udara panas, . Pasien
sering menggaruk bercak tersebut dengan tangan pasien, sehingga terdapat beberapa
luka bekas garukan pada bagian lipat paha. Keluhan pasien saat ini hanya diobati
dengan salep namun keluhan gatal tidak hilang.
Keluhan pasien muncul setelah pasien bermain sepakbola di lapangan rumput.
Setelah berolahraga pasien tidak langsung mandi dan baru mandi 6 jam setelah
berolahraga. Pasien menyatakan bahwa dirumahnya tidak ada yang mengalami hal
serupa dengan keluhan pasien, pasien juga tidak memelihara binatang seperti anjing,
kucing ataupun peliharaan ternak. Keluhan bercak tersebut tidak muncul di daerah
lain. Pasien mengaku bahwa pasien jarang untuk mandi ataupun membersihkan
badannya, pasien biasanya mandi hanya 1 kali dalam sehari saat pasien ingin pergi
kuliah, pasien juga jarang mengganti baju dan pakaian dalamnya, pasien sering
menggunakan pakaian yang telah dipakai sebelumnya, pasien hanya menggantung
pakaian bekas pakainya lalu dipakai lagi untuk esok harinya, pasien juga mengganti
pakaian dalamnya setiap 2 hari sekali, pasien jarang menjemur handuk yang telah
dipakainya hanya menggantungkan handuknya di dalam kamar mandinya, pasien
mengganti handuknya setiap seminggu sekali
Pasien adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi di sebuah PTN. Pasien tinggal di
sebuah rumah kos dan tidak pernah bertukar alat pribadinya dengan penghuni kos
lain. Pasien sering pulang ke rumah jika libur kuliah. Tidak ada keluhan yang sama
baik pada penghuni kosnya maupun di rumahnya.
Pemeriksaan Fisik : Dalam batas normal.
10
Pada status dermatologikus ditemukan distribusi regional pada regio pubis
dan kedua lipat paha. Lesi multipel, sirkumskrip ireguler polisiklik dengan sebagian
menimbul dan sebagian tidak menimbul, kering dengan ukuran terkecil 1 cm x 2 cm
dan terbesar 5 cm x 4 cm. Efloresensi yang ditemukan berupa makula
hiperpigmentosa disertai skuama dengan tepi aktif berbatas tegas.
Pada pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% didapatkan hifa panjang bersepta.
F. DIAGNOSA BANDING
1. Tinea Kruris e.c Tricophyton
2. Tinea Kruris e.c Epidermophyton
3. Tinea Kruris e.c Microsporum
G. DIAGNOSA KERJA
“Tinea Kruris e.c Trycophyton ”
H. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Pemeriksaan kultur dari kerokan bagian tepi lesi dalam media agar
Sabouroud dektrose.
Pemeriksaan fungsi hati SGOT dan SGPT
I. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa :
Edukasi :
Menerangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah infeksi jamur dan mudah menular.
Memberikan saran kepada pasien agar menganti baju dan pakaian
dalam yang basah karena keringat.
11
Mengurangi kegiatan sehari-hari yang dapat banyak menimbulkan
keringat..
Menyarankan kepada pasien agar tidak menggaruk-garuk lesi.
Mencuci dan menjemur handuk di luar ruangan agar terkena sinar
matahari sesering mungkin.
Menyarankan kepada pasien untuk tidak menggunakan dan langsung
mecncuci baju yang telah dipakai sebelumnya, sebaiknya pakaian
yang telah dipakai langsung dicuci.
Menyarankan kepada pasien untuk mandi dan membersihkan dirinya
setiap hari, minimal 2x sehari terutama setelah beraktifitas.
Memberikan informasi kepada pasien untuk meminum obat tablet 1
kali sehari selama 14 hari, lalu control kembali setelah 14 hari
pengobatan.
Medikamentosa :
Topikal :
Ketokonazol cream 2 % dioleskan pada bagian yang gatal, sehari
digunakan 2 kali selama 14 hari.
Sistemik
Ketokonazol tablet 1 x 200 mg selama 2 minggu.
J. PROGNOSIS
a. Quo Ad Vitam : Ad Bonam
b. Quo Ad Functionam : Ad Bonam
c. Quo Ad Sanationam : Ad bonam
12
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Mengapa pada pasien ini di diagnosis tinea kruris e.c trycophyton ?
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang diperoleh pada
pasien ini:
Laki-laki 20 tahun, mahasiswa Fakultas Ekonomi di sebuah PTN.
Keluhan pertama kali muncul saat pasien bermain sepakbola di
lapangan rumput. Tinggal di daerah tropis (Indonesia).
o Sesuai dengan teori, Insidensi dermatomikosis di Indonesia
masih cukup tinggi. Dari segi usia, data dari beberapa rumah
sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja dan kelompok
usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita
dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok
usia yang lebih muda atau lebih tua. Kemungkinan karena
segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor
predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma,
banyak berkeringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama.
Obesitas dan diabetes melitus juga merupakan faktor resiko
tambahan oleh karena keadaan tersebut menurunkan imunitas
untuk melawan infeksi.1,2
Pada kasus ini didapatkan keluhan bercak-bercak kehitaman dan
bersisik halus pada lipat paha dan sekitar kemaluan yang disertai rasa
gatal. Rasa gatal bertambah terutama bila berkeringat dan udara
panas.
o Sesuai dengan teori: Tinea kruris merupakan istilah untuk
menunjukkan adanya infeksi jamur golongan dermatofita pada
13
daerah kulit, bokong, lipat paha, daerah pubis, perineum,
perianal.1,2
Pada pemeriksaan fisik kasus ini, status dermatologi lesi berupa
makula hiperpigmentosa, bentuk polisiklik, disertai skuama dengan
tepi aktif dan berbatas tegas.
o Gambaran ini sesuai dengan teori secara umum gambaran
klasik lesi tinea korporis dan tinea kruris berupa lesi anular
dengan central clearing dan tepi eritema yang aktif. Lesi yang
berdekatan dapat bergabung membentuk pola gyrata atau
polisiklik. Adanya central healing yang ditutupi skuama halus
pada bagian tengah lesi. Tepi yang meninggi dan merah sering
ditemukan pada pasien.1,2,3
Pada kasus ini pasien mengaku bahwa pasien biasanya mandi hanya 1
kali dalam sehari saat pasien ingin pergi kuliah, pasien juga jarang
mengganti baju dan pakaian dalamnya, pasien sering menggunakan
pakaian yang telah dipakai sebelumnya, pasien hanya menggantung
pakaian bekas pakainya lalu dipakai lagi untuk esok harinya, pasien
juga mengganti pakaian dalamnya setiap 2 hari sekali, pasien jarang
menjemur handuk yang telah dipakainya hanya menggantungkan
handuknya di dalam kamar mandinya, pasien mengganti handuknya
setiap seminggu sekali.
o Sesuai dengan teori, cara penularan jamur dapat secara
langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung dapat
secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik
dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung
dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian,
debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui
kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
14
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea
manum. Faktor suhu dan kelembaban kedua faktor ini sangat
jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal; tempat yang banyak keringat seperti pada
lipatan paha dan sela-sela jari paling sering terserang jamur
ini.4
B. Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang Pada Pasien.
Dilakukan pemeriksaan mikroskopik kerokan kulit pada tepi lesi yang
eritem, ditetesi dengan KOH 10% dengan preparat kaca obyek, lalu ditutup
cover glass dan dilihat dengan mikroskop pada pembesaran 40x. Hasil :
tampak hifa panjang bersepta.
Pemeriksaaan mikroskopis kerokan kulit dengan KOH 10%, ditemukan
hifa panjang bersepta.
Sesuai teori untuk mengetahui suatu ruam yang disebabkan oleh infeksi
jamur, biasanya kita lakukan pemeriksaan kerokan dari tepi lesi yang meninggi atau
aktif tersebut. Spesimen dari hasil kerokan tersebut kita letakkan di atas deck glass
dan ditetesi dengan larutan KOH 10-20 %. Kemudian kita tutup dengan object glass
15
kemudian dipanaskan dengan lampu Bunsen selama 10-15 menit untuk memfiksasi,
kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali. Pemeriksaan
mikroskopik secara langsung menunjukkan hifa panjang yang bercabang atau
artospora yang khas pada infeksi dermatofita.4
C. Mengapa pemeriksaan penunjang yang disarankan pada pasien adalah
kultur kerokan kulit dengan sabouraud dextrosa agar dan pemeriksaan
fungsi hati?
Untuk mengetahui golongan ataupun spesies daripada jamur dilakukan
pembiakan dengan media yang standar yaitu Sabouraud Dextrose
Agar (SDA). Kadang-kadang kita perlukan juga mikobiotik. Setelah
kurang lebih dua minggu koloni daripada jamur mulai dapat kita baca
secara makroskopis.5
Lalu pemeriksaan fungsi hati dilakukan untuk melihat fungsi hati pada
pasien sebelum diberikan pengobatan karena pengobatan ketokonazole
mempunyai efek samping terhadap fungsi hati, pemeriksaan ini
dilakukan supaya penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien tidak
memberatkan fungsi hati pada pasien.5
D. Mengapa diambil diagnosa banding tinea kruris e.c trychophyton, tinea
kruris e.c Epidermophyton, tinea kruris e.c Microsporum ?
Pada diskusi laporan kasus ini penulis mengambil diagnosis banding tinea
kruris e.c Trycophyton, tinea kruris e.c Epidermophyton, dan tinea kruris e.c
Microsporum dikarenakan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan teori
memiliki hubungan dan kecocokan.
Tinea kruris e.c Trycophyton : Sesuai dengan teori, spesies tricophyton adalah
jenis jamur yang menyerang kulit, kuku, dan rambut. Dimana penularannya
16
melalui perantara manusia kepada manusia. Tricophyton merupakan penyebab
paling umum dari tine kruris dan tinea pedis. 5,6
Tinea kruris e.c Epidhermophyton : Sesuai dengan teori, Epidermophyton
adalah genus jamur yang menyerang kulit, dimana penularannya melalui tanah
dan atau tumbuhan kepada manusia. Termasuk E.floccosum, merupakan
penyebab dari tinea kruris, tinea korporis, dan tinea pedis.5,6
Tinea kruris e.c Microsporum : Sesuai dengan teori, micrsoporum adalah
genus jamur yang menyebabkan tinea kapitis, dan tinea korporis. Menyerang kulit
dan rambut. Dimana cara penularannya melalui perantara hewan kepada
manusia.5,6
E. Berdasarkan Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus :
Non-Medikamentosa :
Menerangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien
adalah infeksi jamur dan mudah menular.
Memberikan saran kepada pasien agar menganti baju dan pakaian
dalam yang basah karena keringat.
Mengurangi kegiatan sehari-hari yang dapat banyak menimbulkan
keringat..
Menyarankan kepada pasien agar tidak menggaruk-garuk lesi.
Mencuci dan menjemur handuk di luar ruangan agar terkena sinar
matahari sesering mungkin.
Menyarankan kepada pasien untuk tidak menggunakan dan langsung
mecncuci baju yang telah dipakai sebelumnya, sebaiknya pakaian
yang telah dipakai langsung dicuci.
17
Menyarankan kepada pasien untuk mandi dan membersihkan dirinya
setiap hari, minimal 2x sehari terutama setelah beraktifitas.
Memberikan informasi kepada pasien untuk meminum obat tablet 1
kali sehari selama 14 hari, lalu control kembali setelah 14 hari
pengobatan.
Medikamentosa :
Topikal :
Ketokonazol cream 2 % dioleskan pada bagian yang gatal, sehari
digunakan 2 kali selama 14 hari.
Sistemik
Ketokonazol tablet 1 x 200 mg selama 2 minggu.
Pengobatan medikamentosa pada tinea kruris dapat berupa topikal dan sistemik
yaitu7:
Pada terapi topikal direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit
yang hidup pada jaringan kulit dan ketokonazol krim digunakan untuk infeksi
jamur dengan dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien.7
Pada terapi sistemik dipilih ketokonazol yang merupakan obat antifungi
sistemik pertama yang berspektrum luas dan juga merupakan turunan
imidazol sintetik yang bersifat lipofilik dan larut dalam air pada PH asam.
Obat ini bekerja dengan cara menghambat C-14-dimetilase (enzim P-450
sitokrom) pembentukan ergosterol membran jamur. Penghambatan ini
menganggu fungsi membrane dan meningkatkan permeabilitas.7
Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai
keratin dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat eccrine. Penghantaran
akan menjadi lebih lambat ketika mencapai lapisan basal epidermis dalam
waktu 3-4 minggu. 7
18
Konsentrasi ketokonazol masih tetap dijumpai, sekurangnya 10 hari
setelah obat dihentikan. Pemakaian ketokonazol belum ditemukan adanya
resistensi selama diobservasi sehingga obat ini sangat efektif dalam
pengobatan jamur. Efek samping yang sering timbul dalam penggunaan
ketokonazol berupa dispepsia, mual, sakit perut dan diare. Sakit kepala,
peningkatan enzim hati yang reversibel, gangguan haid, pusing, parestesia dan
reaksi alergi, trombositopenia, alopesia, peningkatan tekanan intrakranial
yang reversibel (seperti edema papil, “bulging fontanel“ pada bayi). Impotensi
(sangat jarang).7
Indikasi7
Infeksi pada kulit, rambut dan kuku (kecuali kuku kaki) yang
disebabkan oleh dermatofit dan atau ragi (dermatofitosis,
onikomikosis, Candida perionixis, pitiriasis versikolor, pitiriasis
kapitis, infeksi pitirosporum, folikulitis, kandidosis kronik
mukokutan), bila infeksi ini tidak dapat diobati secara topikal karena
tempat lesi tidak di permukaan kulit atau kegagalan pada terapi
topikal.
Infeksi jamur pada rongga pencernaan.
Kandidosis vagina kronik dan kandidosis rekuren.
Infeksi mikosis sistemik seperti kandidosis sistemik,
parakokidioidomikosis, histoplasmosis, kokidioidomikosis,
blastomikosis.
Pengobatan profilaksis pada pasien yang mekanisme pertahanan
tubuhnya menurun (keturunan, disebabkan penyakit atau obat) yang
berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi jamur.
19
Kontra indikasi7
Penderita penyakit hati akut atau kronik.
Hipersensitif terhadap ketoconazole
Pada pemberian peroral, ketokonazole tidak boleh diberikan bersama-
sama dengan terfenadine, astemizole, cisapride dan triazolam.
Wanita hamil
Ketokonazol sistemik tersedia dalam sediaan tablet 200 mg. Dosis yang
dianjurkan pada dewasa adalah 200-400 mg perhari. Lama pengobatan untuk
tinea cruris dan tinea korporis selama 2-4 minggu. Karena keunggulan
ketokonazol sebagai obat berspektrum luas, tidak resisten, efek samping
minimal dan harga yang terjangkau maka obat ini paling banyak digunakan
dalam pengobatan antifungi. 7, 8, 9
F. Berdasarkan Prognosis Pada Kasus
Prognosis pada kasus :
Quo Ad Vitam : Ad Bonam Tidak ada gejala atau tanda
yang mengarah pada ancaman kematian. Keadaan umum, kesadaran dan tanda
vital pasien masih dalam batas normal.9
Quo Ad Functionam : Ad Bonam Tinea menimbulkan lesi kulit
yang tidak mengganggu fisiologis kulit secara bermakna.9
Quo Ad Sanactionam : Ad Bonam Dengan menghilangkan faktor
presdiposisi maka penyakit ini dapat diobati secara tuntas dan sembuh.9
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Shannon Verma, Michael P. Heffernan. 2008. Superficial Fungal
Infection: in Fitzpatrick’s Dermatology In General Medsicine. 7th ed. vol. 2,
The Mc Graw Hill Companies. p. 1807-1821.
2. Djuanda, Adhi, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam.
Penyakit Kulit : Mikosis. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia ;. Hlm. 89-105.
3. Budimulja, U. 2001. Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI ;. Hlm. 7-16, 29-43.
4. Goedadi MH, Suwito PS. 2004. Tinea korporis. In : Budimulja U, Kuswadji,
Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis
superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI. Hlm. 31-4.
5. Ganjar, Indrawati. 2005. Mikologi Dasar dan Terapan : Dermatomikosis.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm. 3-10.
6. Kuswadji, Widaty KS. 2004. Obat anti jamur. In : Budimulja U, Kuswadji,
Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis
superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI,. Hlm.108-16.
7. Nugroho SA. 2004. Pemeriksaan penunjang diagnosis dermatomikosis
superfisialis. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL,
Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai
penerbit FKUI. Hlm.99-106.
8. Patel S, Meixner JA, Smith MB, McGinnis MR. 2006. Superficial mycoses
and dermatophytes. In : Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, editors. Tropical
dermatology. China: Elsenvier inc. p.185-92.
9. Sobera JO, Elewski BE. 2003. Fungal disease. In : Bolognia JL, Jorizzo JL,
Raiini RP, editors. Dermatology. Spain : Elsevier Science. p.1174-83.
21