31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia antara lain adalah dermatofit (dermatophyte, bahasa Yunani, yang berarti ‘tumbuhan kulit’) dan jamur serupa ragi Candida albicans, yang menyebabkan terjadinya infeksi jamur superfisial pada kulit, rambut, kuku dan selaput lendir. Jamur lainnya dapat menembus organ dalam dan menyebabkan infeksi pada organ tersebut. Jamur yang berhasil masuk tersebut dapat tetap berada di tempat (misetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik (misalnya, histoplasmosis). 1 Dermatofit hanya tumbuh dalam keratin (zat tanduk), yaitu stratum korneum dari kulit, kuku dan rambut. 1, 2 Insidens mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas, sedangkan mikosis profunda sangat jarang. 2 Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk (keratin), 1

Lapkas Tinea

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Lapkas Tinea

Citation preview

Page 1: Lapkas Tinea

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jamur yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia antara lain

adalah dermatofit (dermatophyte, bahasa Yunani, yang berarti ‘tumbuhan

kulit’) dan jamur serupa ragi Candida albicans, yang menyebabkan terjadinya

infeksi jamur superfisial pada kulit, rambut, kuku dan selaput lendir. Jamur

lainnya dapat menembus organ dalam dan menyebabkan infeksi pada organ

tersebut. Jamur yang berhasil masuk tersebut dapat tetap berada di tempat

(misetoma) atau menyebabkan penyakit sistemik (misalnya, histoplasmosis).1

Dermatofit hanya tumbuh dalam keratin (zat tanduk), yaitu stratum

korneum dari kulit, kuku dan rambut.1, 2 Insidens mikosis superfisialis cukup

tinggi di Indonesia karena menyerang masyarakat luas, sedangkan mikosis

profunda sangat jarang.2 Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan

dermatomikosis. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang

mengandung zat tanduk (keratin), misalnya stratum korneum pada epidermis,

rambut dan kuku yang disebabkan golongan jamur dermatofita.2

Dermatofitosis disebut juga tinea, ringworm, kurap, teigne, herpes sirsinata.2

Dermatofita mempunyai sifat mencernakan keratin (keratofilik),

taksonomis, faali, antigenik, kebutuhan makanan untuk pertumbuhannya dan

juga penyebab penyakit. Dermatofita termasuk kelas Fungi imperfecti, yang

terbagi dalam tiga genus; Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.2

1

Page 2: Lapkas Tinea

Istilah tinea kruris digunakan untuk infeksi jamur dermatofita pada

daerah kulit lipat paha, daerah pubis, perineum dan perianal.1,2,3 Tinea kruris

dapat digolongkan menjadi tinea glabrosa karena keduanya terdapat pada kulit

yang tidak berambut.3

Insidensi dermatomikosis di Indonesia masih cukup tinggi. Dari segi

usia, data dari beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja

dan kelompok usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita

dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok usia yang lebih

muda atau lebih tua. Kemungkinan karena segmen usia tersebut lebih banyak

mengalami faktor predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah,

trauma, banyak berkeringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama.4

B. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai tugas laporan kasus pada

kepaniteraan klinik departemen kulit dan kelamin RSUD Banjar, sekaligus

sebagai pertemuan ilmiah dan diskusi tentang penyakit “Tinea Korporis +

tinea kruris.”

C. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dapat diambil ialah penulis dan pembaca dapat

mengetahui tentang penyakit Tinea Korporis dan Tinea Kruris sehingga dapat

mengobati penyakit ini dengan tepat.

2

Page 3: Lapkas Tinea

BAB II

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. EP

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku : Sunda

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Mahasiswa

Status Marital : Belum Menikah

Alamat : Rancah, Banjar

B. ANAMNESIS (Auto-anamnesis pada tanggal 14 Juli 2015 Pukul 10.20 WIB)

Keluhan Utama

Timbul bercak-bercak kehitaman dan bersisik halus pada lipat paha

kiri dan kanan yang terasa semakin gatal ketika berkeringat dan meluas.

Keluhan ini dirasakan sejak 3 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang laki-laki berusia 20 tahun datang ke Poliklinik Kulit Kelamin

RSUD Banjar, dengan keluhan timbul bercak-bercak kehitaman dan bersisik

halus pada lipat paha kiri dan kanan yang terasa semakin gatal ketika

berkeringat dan meluas. Keluhan ini dirasakan sejak 3 hari yang lalu.

Bercak-bercak kehitaman dan bersisik halus juga timbul pada kedua

lipat pahanya dan meluas sampai ke sekitar kemaluan yang juga disertai rasa

3

Page 4: Lapkas Tinea

yang semakin gatal ketika berkeringat dan makin meluas. Gatal pada bercak

tersebut dirasakan semakin berat 3 hari terakhir dan sudah diberi salep namun

keluhan gatal masih tetap ada.

Pada awalnya, sejak satu bulan yang lalu sebelum datang ke

Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Banjar, muncul bercak putih kemerahan

pada lipat paha kiri dengan sisik pada tepinya sebesar koin logam. Bercak

tersebut lama kelamaan bertambah lebar dan meluas ke sekitar kemaluan

pasien. Setelah satu minggu bercak putih tersebut semakin melebar ke daerah

lipat paha kanan pasien. Keluhan ini disertai rasa yang sangat gatal. Rasa gatal

bertambah terutama bila berkeringat dan udara panas. Pasien sering

menggaruk bercak tersebut dengan tangan pasien, sehingga terdapat beberapa

luka bekas garukan pada bagian lipat paha. Keluhan nyeri dan panas pada

bercak disangkal. Keluhan ini tidak pernah diobati sampai keluhan gatal

tersebut dirasa semakin hebat 3 hari sebelum masuk RS.

Keluhan pasien muncul setelah pasien bermain sepakbola di lapangan

rumput. Setelah berolahraga pasien tidak langsung mandi dan baru mandi 6

jam setelah berolahraga. Pasien menyatakan bahwa dirumahnya tidak ada

yang mengalami hal serupa dengan keluhan pasien, pasien juga tidak

memelihara binatang seperti anjing, kucing ataupun peliharaan ternak.

Keluhan bercak tersebut tidak muncul di daerah lain. Keluhan demam

disangkal pasien. Nyeri pada daerah bercak disangkal dan lemas pada badan

disangkal pasien. Keluhan pegal pada badan sebelum timbul bercak disangkal

pasien. Pasien menyangkal adanya riwayat alergi pada makanan dan obat –

obatan. Pasien juga menyangkal adanya kontak dengan bahan iritan dan

gigitan serangga.

Pasien mengaku bahwa pasien jarang untuk mandi ataupun

membersihkan badannya, pasien biasanya mandi hanya 1 kali dalam sehari

4

Page 5: Lapkas Tinea

saat pasien ingin pergi kuliah, pasien juga jarang mengganti baju dan pakaian

dalamnya, pasien sering menggunakan pakaian yang telah dipakai

sebelumnya, pasien hanya menggantung pakaian bekas pakainya lalu dipakai

lagi untuk esok harinya, pasien juga mengganti pakaian dalamnya setiap 2

hari sekali, pasien jarang menjemur handuk yang telah dipakainya hanya

menggantungkan handuknya di dalam kamar mandinya, pasien mengganti

handuknya setiap seminggu sekali. Pasien menyangkal adanya gatal di tempat

bagian tubuh lainnya, seperti kepala, punggung tangan, telapak tangan,

punggung kaki, telapak kaki, sela-sela jari tangan-kaki dan juga kuku.

Pasien adalah seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi di sebuah

perguruan tinggi negeri. Pasien tinggal di kos dengan kamar yang berukuran

2x3 m2. Ventilasi udara pada kamar kos pasien kurang begitu baik karena

dirasakan udara sangat lembab. Pasien tidur sendiri di kamar kos dan tidak

pernah bertukar pakaian maupun alat – alat mandi dengan teman satu kos

pasien. Pasien tidur menggunakan sprey yang dicuci dalam 2 minggu sekali.

Handuk yang digunakan pasien juga dicuci dalam 2 minggu sekali. Pasien

sering pulang ke rumah saat libur kuliah. Pasien tidak menggunakan karpet di

rumah. Tidur sendiri dengan kamar berukuran 4x3 m2. Sprey dan handuk di

rumahnya diganti setiap seminggu sekali. Ventilasi di rumahnya cukup baik

dan tidak ada yang sedang sakit di rumah pasien. Rumah pasien cukup sering

dibersihkan dimana ibu pasien sering menyapu rumah pasien setiap harinya.

Pasien mengatakan tidak pernah ada keluhan seperti ini sebelumnya.

Pasien menyangkal adanya penyakit asma, dan diabetes melitus. Ayah dan ibu

pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma dan alergi. Pasien tidak sedang

mengkonsumsi obat – obatan dalam jangka waktu yang lama.

C. PEMERIKSAAN FISIK

5

Page 6: Lapkas Tinea

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis

Tanda-tanda vital :

Nadi 80 kali permenit

Respirasi 18 kali permenit

Suhu 36,5˚C

Status Generalis:

Kepala Rambut : alopecia (-).

Mata : conjunctiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Hidung : sekret (-/-), perdarahan (-/-), deviasi septum (-)

Mulut : hiperemis (-), mukosa buccal basah, erosi (-)

Gigi : karies (-), mikrolesi (-)

THT : tonsil T1/T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis

Leher KGB : tidak teraba membesar, massa (-)

JVP tidak meninggi

Thoraks Bentuk dan gerak simetris

Fremitus kanan=kiri, sonor, wheezing (-), rhonchi (-)

Bunyi Jantung murni reguler, murmur (-)

Abdomen Datar, lembut, Bising Usus (+) Normal

Ekstremitas Deformitas (-), udem (-), RCT < 2 dtk

D. STATUS DERMATOLOGIKUS

6

Page 7: Lapkas Tinea

Distribusi Regional

A/R Pubis dan kedua lipat paha

Lesi Multipel, sirkumskrip, ireguler, polisiklik, sebagian menimbul dan

sebagian tidak menimbul, kering, dengan ukuran terkecil 1 cm x 2

cm dan terbesar 5 cm x 4 cm

Efluroesensi Makula hiperpigmentosa, disertai skuama dengan tepi aktif

berbatas tegas.

Foto Pasien saat berobat ke poli kulit RSUD Kota Banjar :

7

Page 8: Lapkas Tinea

8

Page 9: Lapkas Tinea

Gambar 1: Foto pasien pada kasus

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan mikroskopik kerokan kulit pada tepi lesi yang eritema,

ditetesi dengan KOH 10% dengan preparat kaca obyek, lalu ditutup cover glass

dan dilihat dengan mikroskop pada pembesaran 40x. Hasil : tampak hifa panjang

bersepta.

Gambar 2 : pemeriksaaan mikroskopis kerokan kulit dengan KOH 10%,

ditemukan hifa panjang bersepta.

E. RESUME

Laki-laki 20 tahun datang dengan keluhan Timbul bercak-bercak kehitaman

dan bersisik halus pada lipat paha kiri dan kanan yang terasa semakin gatal ketika

berkeringat dan meluas hingga ke sekitar kemaluan. Keluhan ini dirasakan sejak 3

9

Page 10: Lapkas Tinea

hari yang lalu. Pada 1 bulan yang lalu awalnya bercak kehitaman tersebut timbul pada

lipat paha kiri saja sebesar koin logam dan Bercak tersebut lama kelamaan bertambah

lebar dan meluas ke sekitar kemaluan pasien. Setelah satu minggu bercak putih

tersebut semakin melebar ke daerah lipat paha kanan pasien, keluhan ini disertai rasa

gatal, dan rasa gatal bertambah terutama ketika berkeringat dan udara panas, . Pasien

sering menggaruk bercak tersebut dengan tangan pasien, sehingga terdapat beberapa

luka bekas garukan pada bagian lipat paha. Keluhan pasien saat ini hanya diobati

dengan salep namun keluhan gatal tidak hilang.

Keluhan pasien muncul setelah pasien bermain sepakbola di lapangan rumput.

Setelah berolahraga pasien tidak langsung mandi dan baru mandi 6 jam setelah

berolahraga. Pasien menyatakan bahwa dirumahnya tidak ada yang mengalami hal

serupa dengan keluhan pasien, pasien juga tidak memelihara binatang seperti anjing,

kucing ataupun peliharaan ternak. Keluhan bercak tersebut tidak muncul di daerah

lain. Pasien mengaku bahwa pasien jarang untuk mandi ataupun membersihkan

badannya, pasien biasanya mandi hanya 1 kali dalam sehari saat pasien ingin pergi

kuliah, pasien juga jarang mengganti baju dan pakaian dalamnya, pasien sering

menggunakan pakaian yang telah dipakai sebelumnya, pasien hanya menggantung

pakaian bekas pakainya lalu dipakai lagi untuk esok harinya, pasien juga mengganti

pakaian dalamnya setiap 2 hari sekali, pasien jarang menjemur handuk yang telah

dipakainya hanya menggantungkan handuknya di dalam kamar mandinya, pasien

mengganti handuknya setiap seminggu sekali

Pasien adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi di sebuah PTN. Pasien tinggal di

sebuah rumah kos dan tidak pernah bertukar alat pribadinya dengan penghuni kos

lain. Pasien sering pulang ke rumah jika libur kuliah. Tidak ada keluhan yang sama

baik pada penghuni kosnya maupun di rumahnya.

Pemeriksaan Fisik : Dalam batas normal.

10

Page 11: Lapkas Tinea

Pada status dermatologikus ditemukan distribusi regional pada regio pubis

dan kedua lipat paha. Lesi multipel, sirkumskrip ireguler polisiklik dengan sebagian

menimbul dan sebagian tidak menimbul, kering dengan ukuran terkecil 1 cm x 2 cm

dan terbesar 5 cm x 4 cm. Efloresensi yang ditemukan berupa makula

hiperpigmentosa disertai skuama dengan tepi aktif berbatas tegas.

Pada pemeriksaan kerokan kulit dengan KOH 10% didapatkan hifa panjang bersepta.

F. DIAGNOSA BANDING

1. Tinea Kruris e.c Tricophyton

2. Tinea Kruris e.c Epidermophyton

3. Tinea Kruris e.c Microsporum

G. DIAGNOSA KERJA

“Tinea Kruris e.c Trycophyton ”

H. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG :

Pemeriksaan kultur dari kerokan bagian tepi lesi dalam media agar

Sabouroud dektrose.

Pemeriksaan fungsi hati SGOT dan SGPT

I. PENATALAKSANAAN

Non-Medikamentosa :

Edukasi :

Menerangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien

adalah infeksi jamur dan mudah menular.

Memberikan saran kepada pasien agar menganti baju dan pakaian

dalam yang basah karena keringat.

11

Page 12: Lapkas Tinea

Mengurangi kegiatan sehari-hari yang dapat banyak menimbulkan

keringat..

Menyarankan kepada pasien agar tidak menggaruk-garuk lesi.

Mencuci dan menjemur handuk di luar ruangan agar terkena sinar

matahari sesering mungkin.

Menyarankan kepada pasien untuk tidak menggunakan dan langsung

mecncuci baju yang telah dipakai sebelumnya, sebaiknya pakaian

yang telah dipakai langsung dicuci.

Menyarankan kepada pasien untuk mandi dan membersihkan dirinya

setiap hari, minimal 2x sehari terutama setelah beraktifitas.

Memberikan informasi kepada pasien untuk meminum obat tablet 1

kali sehari selama 14 hari, lalu control kembali setelah 14 hari

pengobatan.

Medikamentosa :

Topikal :

Ketokonazol cream 2 % dioleskan pada bagian yang gatal, sehari

digunakan 2 kali selama 14 hari.

Sistemik

Ketokonazol tablet 1 x 200 mg selama 2 minggu.

J. PROGNOSIS

a. Quo Ad Vitam : Ad Bonam

b. Quo Ad Functionam : Ad Bonam

c. Quo Ad Sanationam : Ad bonam

12

Page 13: Lapkas Tinea

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. Mengapa pada pasien ini di diagnosis tinea kruris e.c trycophyton ?

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang diperoleh pada

pasien ini:

Laki-laki 20 tahun, mahasiswa Fakultas Ekonomi di sebuah PTN.

Keluhan pertama kali muncul saat pasien bermain sepakbola di

lapangan rumput. Tinggal di daerah tropis (Indonesia).

o Sesuai dengan teori, Insidensi dermatomikosis di Indonesia

masih cukup tinggi. Dari segi usia, data dari beberapa rumah

sakit di Indonesia menunjukkan bahwa remaja dan kelompok

usia produktif adalah kelompok usia terbanyak menderita

dermatomikosis superfisialis dibandingkan dengan kelompok

usia yang lebih muda atau lebih tua. Kemungkinan karena

segmen usia tersebut lebih banyak mengalami faktor

predisposisi atau pencetus misalnya pekerjaan basah, trauma,

banyak berkeringat, selain pajanan terhadap jamur lebih lama.

Obesitas dan diabetes melitus juga merupakan faktor resiko

tambahan oleh karena keadaan tersebut menurunkan imunitas

untuk melawan infeksi.1,2

Pada kasus ini didapatkan keluhan bercak-bercak kehitaman dan

bersisik halus pada lipat paha dan sekitar kemaluan yang disertai rasa

gatal. Rasa gatal bertambah terutama bila berkeringat dan udara

panas.

o Sesuai dengan teori: Tinea kruris merupakan istilah untuk

menunjukkan adanya infeksi jamur golongan dermatofita pada

13

Page 14: Lapkas Tinea

daerah kulit, bokong, lipat paha, daerah pubis, perineum,

perianal.1,2

Pada pemeriksaan fisik kasus ini, status dermatologi lesi berupa

makula hiperpigmentosa, bentuk polisiklik, disertai skuama dengan

tepi aktif dan berbatas tegas.

o Gambaran ini sesuai dengan teori secara umum gambaran

klasik lesi tinea korporis dan tinea kruris berupa lesi anular

dengan central clearing dan tepi eritema yang aktif. Lesi yang

berdekatan dapat bergabung membentuk pola gyrata atau

polisiklik. Adanya central healing yang ditutupi skuama halus

pada bagian tengah lesi. Tepi yang meninggi dan merah sering

ditemukan pada pasien.1,2,3

Pada kasus ini pasien mengaku bahwa pasien biasanya mandi hanya 1

kali dalam sehari saat pasien ingin pergi kuliah, pasien juga jarang

mengganti baju dan pakaian dalamnya, pasien sering menggunakan

pakaian yang telah dipakai sebelumnya, pasien hanya menggantung

pakaian bekas pakainya lalu dipakai lagi untuk esok harinya, pasien

juga mengganti pakaian dalamnya setiap 2 hari sekali, pasien jarang

menjemur handuk yang telah dipakainya hanya menggantungkan

handuknya di dalam kamar mandinya, pasien mengganti handuknya

setiap seminggu sekali.

o Sesuai dengan teori, cara penularan jamur dapat secara

langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung dapat

secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik

dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung

dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian,

debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui

kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau

14

Page 15: Lapkas Tinea

autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea

manum. Faktor suhu dan kelembaban kedua faktor ini sangat

jelas berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada

lokalisasi atau lokal; tempat yang banyak keringat seperti pada

lipatan paha dan sela-sela jari paling sering terserang jamur

ini.4

B. Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang Pada Pasien.

Dilakukan pemeriksaan mikroskopik kerokan kulit pada tepi lesi yang

eritem, ditetesi dengan KOH 10% dengan preparat kaca obyek, lalu ditutup

cover glass dan dilihat dengan mikroskop pada pembesaran 40x. Hasil :

tampak hifa panjang bersepta.

Pemeriksaaan mikroskopis kerokan kulit dengan KOH 10%, ditemukan

hifa panjang bersepta.

Sesuai teori untuk mengetahui suatu ruam yang disebabkan oleh infeksi

jamur, biasanya kita lakukan pemeriksaan kerokan dari tepi lesi yang meninggi atau

aktif tersebut. Spesimen dari hasil kerokan tersebut kita letakkan di atas deck glass

dan ditetesi dengan larutan KOH 10-20 %. Kemudian kita tutup dengan object glass

15

Page 16: Lapkas Tinea

kemudian dipanaskan dengan lampu Bunsen selama 10-15 menit untuk memfiksasi,

kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali. Pemeriksaan

mikroskopik secara langsung menunjukkan hifa panjang yang bercabang atau

artospora yang khas pada infeksi dermatofita.4

C. Mengapa pemeriksaan penunjang yang disarankan pada pasien adalah

kultur kerokan kulit dengan sabouraud dextrosa agar dan pemeriksaan

fungsi hati?

Untuk mengetahui golongan ataupun spesies daripada jamur dilakukan

pembiakan dengan media yang standar yaitu Sabouraud Dextrose

Agar (SDA). Kadang-kadang kita perlukan juga mikobiotik. Setelah

kurang lebih dua minggu koloni daripada jamur mulai dapat kita baca

secara makroskopis.5

Lalu pemeriksaan fungsi hati dilakukan untuk melihat fungsi hati pada

pasien sebelum diberikan pengobatan karena pengobatan ketokonazole

mempunyai efek samping terhadap fungsi hati, pemeriksaan ini

dilakukan supaya penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien tidak

memberatkan fungsi hati pada pasien.5

D. Mengapa diambil diagnosa banding tinea kruris e.c trychophyton, tinea

kruris e.c Epidermophyton, tinea kruris e.c Microsporum ?

Pada diskusi laporan kasus ini penulis mengambil diagnosis banding tinea

kruris e.c Trycophyton, tinea kruris e.c Epidermophyton, dan tinea kruris e.c

Microsporum dikarenakan berdasarkan anamnesis, gejala klinis dan teori

memiliki hubungan dan kecocokan.

Tinea kruris e.c Trycophyton : Sesuai dengan teori, spesies tricophyton adalah

jenis jamur yang menyerang kulit, kuku, dan rambut. Dimana penularannya

16

Page 17: Lapkas Tinea

melalui perantara manusia kepada manusia. Tricophyton merupakan penyebab

paling umum dari tine kruris dan tinea pedis. 5,6

Tinea kruris e.c Epidhermophyton : Sesuai dengan teori, Epidermophyton

adalah genus jamur yang menyerang kulit, dimana penularannya melalui tanah

dan atau tumbuhan kepada manusia. Termasuk E.floccosum, merupakan

penyebab dari tinea kruris, tinea korporis, dan tinea pedis.5,6

Tinea kruris e.c Microsporum : Sesuai dengan teori, micrsoporum adalah

genus jamur yang menyebabkan tinea kapitis, dan tinea korporis. Menyerang kulit

dan rambut. Dimana cara penularannya melalui perantara hewan kepada

manusia.5,6

E. Berdasarkan Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada kasus :

Non-Medikamentosa :

Menerangkan kepada pasien bahwa penyakit yang diderita pasien

adalah infeksi jamur dan mudah menular.

Memberikan saran kepada pasien agar menganti baju dan pakaian

dalam yang basah karena keringat.

Mengurangi kegiatan sehari-hari yang dapat banyak menimbulkan

keringat..

Menyarankan kepada pasien agar tidak menggaruk-garuk lesi.

Mencuci dan menjemur handuk di luar ruangan agar terkena sinar

matahari sesering mungkin.

Menyarankan kepada pasien untuk tidak menggunakan dan langsung

mecncuci baju yang telah dipakai sebelumnya, sebaiknya pakaian

yang telah dipakai langsung dicuci.

17

Page 18: Lapkas Tinea

Menyarankan kepada pasien untuk mandi dan membersihkan dirinya

setiap hari, minimal 2x sehari terutama setelah beraktifitas.

Memberikan informasi kepada pasien untuk meminum obat tablet 1

kali sehari selama 14 hari, lalu control kembali setelah 14 hari

pengobatan.

Medikamentosa :

Topikal :

Ketokonazol cream 2 % dioleskan pada bagian yang gatal, sehari

digunakan 2 kali selama 14 hari.

Sistemik

Ketokonazol tablet 1 x 200 mg selama 2 minggu.

Pengobatan medikamentosa pada tinea kruris dapat berupa topikal dan sistemik

yaitu7:

Pada terapi topikal direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit

yang hidup pada jaringan kulit dan ketokonazol krim digunakan untuk infeksi

jamur dengan dosis dan lamanya pengobatan tergantung dari kondisi pasien.7

Pada terapi sistemik dipilih ketokonazol yang merupakan obat antifungi

sistemik pertama yang berspektrum luas dan juga merupakan turunan

imidazol sintetik yang bersifat lipofilik dan larut dalam air pada PH asam.

Obat ini bekerja dengan cara menghambat C-14-dimetilase (enzim P-450

sitokrom) pembentukan ergosterol membran jamur. Penghambatan ini

menganggu fungsi membrane dan meningkatkan permeabilitas.7

Ketokonazol mempunyai ikatan yang kuat dengan keratin dan mencapai

keratin dalam waktu 2 jam melalui kelenjar keringat eccrine. Penghantaran

akan menjadi lebih lambat ketika mencapai lapisan basal epidermis dalam

waktu 3-4 minggu. 7

18

Page 19: Lapkas Tinea

Konsentrasi ketokonazol masih tetap dijumpai, sekurangnya 10 hari

setelah obat dihentikan. Pemakaian ketokonazol belum ditemukan adanya

resistensi selama diobservasi sehingga obat ini sangat efektif dalam

pengobatan jamur. Efek samping yang sering timbul dalam penggunaan

ketokonazol berupa dispepsia, mual, sakit perut dan diare. Sakit kepala,

peningkatan enzim hati yang reversibel, gangguan haid, pusing, parestesia dan

reaksi alergi, trombositopenia, alopesia, peningkatan tekanan intrakranial

yang reversibel (seperti edema papil, “bulging fontanel“ pada bayi). Impotensi

(sangat jarang).7

Indikasi7

Infeksi pada kulit, rambut dan kuku (kecuali kuku kaki) yang

disebabkan oleh dermatofit dan atau ragi (dermatofitosis,

onikomikosis, Candida perionixis, pitiriasis versikolor, pitiriasis

kapitis, infeksi pitirosporum, folikulitis, kandidosis kronik

mukokutan), bila infeksi ini tidak dapat diobati secara topikal karena

tempat lesi tidak di permukaan kulit atau kegagalan pada terapi

topikal.

Infeksi jamur pada rongga pencernaan.

Kandidosis vagina kronik dan kandidosis rekuren.

Infeksi mikosis sistemik seperti kandidosis sistemik,

parakokidioidomikosis, histoplasmosis, kokidioidomikosis,

blastomikosis.

Pengobatan profilaksis pada pasien yang mekanisme pertahanan

tubuhnya menurun (keturunan, disebabkan penyakit atau obat) yang

berhubungan dengan meningkatnya risiko infeksi jamur.

19

Page 20: Lapkas Tinea

Kontra indikasi7

Penderita penyakit hati akut atau kronik.

Hipersensitif terhadap ketoconazole

Pada pemberian peroral, ketokonazole tidak boleh diberikan bersama-

sama dengan terfenadine, astemizole, cisapride dan triazolam.

Wanita hamil

Ketokonazol sistemik tersedia dalam sediaan tablet 200 mg. Dosis yang

dianjurkan pada dewasa adalah 200-400 mg perhari. Lama pengobatan untuk

tinea cruris dan tinea korporis selama 2-4 minggu. Karena keunggulan

ketokonazol sebagai obat berspektrum luas, tidak resisten, efek samping

minimal dan harga yang terjangkau maka obat ini paling banyak digunakan

dalam pengobatan antifungi. 7, 8, 9

F. Berdasarkan Prognosis Pada Kasus

Prognosis pada kasus :

Quo Ad Vitam : Ad Bonam Tidak ada gejala atau tanda

yang mengarah pada ancaman kematian. Keadaan umum, kesadaran dan tanda

vital pasien masih dalam batas normal.9

Quo Ad Functionam : Ad Bonam Tinea menimbulkan lesi kulit

yang tidak mengganggu fisiologis kulit secara bermakna.9

Quo Ad Sanactionam : Ad Bonam Dengan menghilangkan faktor

presdiposisi maka penyakit ini dapat diobati secara tuntas dan sembuh.9

20

Page 21: Lapkas Tinea

DAFTAR PUSTAKA

1. Shannon Verma, Michael P. Heffernan. 2008. Superficial Fungal

Infection: in Fitzpatrick’s Dermatology In General Medsicine. 7th ed. vol. 2,

The Mc Graw Hill Companies. p. 1807-1821.

2. Djuanda, Adhi, dkk. 2010. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keenam.

Penyakit Kulit : Mikosis. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia ;. Hlm. 89-105.

3. Budimulja, U. 2001. Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI ;. Hlm. 7-16, 29-43.

4. Goedadi MH, Suwito PS. 2004. Tinea korporis. In : Budimulja U, Kuswadji,

Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis

superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI. Hlm. 31-4.

5. Ganjar, Indrawati. 2005. Mikologi Dasar dan Terapan : Dermatomikosis.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hlm. 3-10.

6. Kuswadji, Widaty KS. 2004. Obat anti jamur. In : Budimulja U, Kuswadji,

Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis

superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI,. Hlm.108-16.

7. Nugroho SA. 2004. Pemeriksaan penunjang diagnosis dermatomikosis

superfisialis. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL,

Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai

penerbit FKUI. Hlm.99-106.

8. Patel S, Meixner JA, Smith MB, McGinnis MR. 2006. Superficial mycoses

and dermatophytes. In : Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, editors. Tropical

dermatology. China: Elsenvier inc. p.185-92.

9. Sobera JO, Elewski BE. 2003. Fungal disease. In : Bolognia JL, Jorizzo JL,

Raiini RP, editors. Dermatology. Spain : Elsevier Science. p.1174-83.

21