46
Laporan Kasus Rehabilitasi Medik Pada Penderita Hemiparesis Sinistra dan Dysartria e.c Stroke Hemoragik Oleh: Revita L. Thios 070 111 159 Pembimbing : dr. Lidya M. Wantalangi Penguji : dr. L. S. Angliadi, Sp. KFR (K) BAGIAN/SMF KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI MEDIK BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SAM RATULANGI 1

Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan kasus Stroke Hemoragik

Citation preview

Page 1: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Laporan Kasus

Rehabilitasi Medik Pada Penderita Hemiparesis Sinistra dan Dysartria

e.c Stroke Hemoragik

Oleh:

Revita L. Thios

070 111 159

Pembimbing :

dr. Lidya M. Wantalangi

Penguji :

dr. L. S. Angliadi, Sp. KFR (K)

BAGIAN/SMF KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI MEDIK

BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOUFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO

2014

1

Page 2: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kematian kedua di dunia dengan angka

kematian sekitar 4,4 juta orang. Insiden penyakit serebrovaskuler meningkat

dengan tajam sesuai perkembangan usia dan bersama dengan pertambahan

populasi lanjut usia maka akan terjadi beban stroke ke masyarakat1. Data statistik

dunia bersama WHO tahun 2002-2006, menunjukkan 15 juta orang menderita

stroke diseluruh dunia setiap tahun. Sebanyak 5 juta orang lainnya mengalami

kematian dan 5 juta orang mengalami kecacatan yang menetap. Diperkirakan

setiap tahun sekitar 500.000 orang penduduk Indonesia terkena serangan stroke,

dan sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat berat

ataupun ringan2.

Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya di negara maju saja, tapi

juga menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah

laku dan pola hidup masyarakat.2 Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh

Yayasan Stroke Indonesia pada tahun 2012, masalah stroke semakin penting dan

mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak dan

menempati urutan pertama di Asia. Jumlah yang disebabkan oleh stroke

menduduki urutan kedua pada usia di atas 60 tahun dan urutan kelima pada usia

15- 59 tahun.3

Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-

tanda klinik yang berkembang cepat oleh karena gangguan fungsi otak baik fokal

maupun global dengan gejala klinis yang bertahan selama 24 jam atau lebih dan

dapat menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler.4

Manifestasi klinis dari stroke berupa defisit neurologis bergantung pada

neuroanatomi dan vaskularisasinya. Manifestasi yang terjadi dapat berupa

hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang melibatkan tungkai kaki atau

lengan, gangguan fungsi luhur berupa afasia, hemianopsia homonim, gangguan

ingatan, aleksia, disartria, diplopia, vertigo serta beberapa tanda klinis lainnya

dapat memberikan dampak negatif terhadap hidup pasien itu sendiri ditinjau dari

berbagai aspek5.

2

Page 3: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Secara ekonomi, dampak dari insiden dan kecacatan akibat stroke dapat

memberikan pengaruh terhadap menurunnya produktivitas dan status ekonomi,

mulai dari ekonomi tingkat keluarga sampai pengaruhnya terhadap beban

ekonomi masyarakat dan bangsa. Ditinjau dari segi psikologi, keterbatasan-

keterbatasan fisik yang diderita pasian dapat membuatnya merasa terasing dari

lingkungan sekitarnya dan pada akhirnya mengakibatkan depresi. Terapi dan

pendekatan yang sesuai dapat membantu pasien dalam meningkatkan kualitas

hidup dan menjauhkan pasian dari perasaan depresi dan putus asa yang dapat

semakin memperburuk keadaannya.

Rehabilitasi Medik menurut WHO adalah semua tindakan yang bertujuan

untuk mengurangi dampak disabilitas atau handicap agar penyandang cacat dapat

berintegrasi dengan masyarakat. Liss mengatakan bahwa dengan pelayanan

rehabilitasi yang tepat maka 80% dari penderita yang tetap hidup dapat berjalan

tanpa bantuan, 70% dapat menguasai atau melakukan aktifitas mengurus diri

sendiri dan 30% dapat kembali bekerja. Terdapat dua pola besar dalam program

rehabilitasi stroke, yaitu:6

1. Pola tradisional, yang disebut pula pola rehabilitasi kompensasi atau

pola pendekatan unilateral. Pada pola ini sisi yang sehat dilatih untuk

mengkompensasi sisi yang sakit.

2. Pola pendekatan Neurodevelopmental atau pola pendekatan bilateral,

dimana segala upaya ditujukan untuk melatih kembali sisi yang sakit.

Pola ini telah menggeser pola tradisional di dalam program rehabilitasi

stroke modern.

3

Page 4: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

World Health Organization (WHO) mendefinisikan stroke sebagai tanda-

tanda klinik yang berkembang cepat oleh karena gangguan fungsi otak baik

fokal maupun global dengan gejala klinis yang bertahan selama 24 jam atau

lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan

vaskuler.4 Definisi lain menyatakan stroke sebagai suatu keadaan yang timbul

karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya

kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita

kelumpuhan atau kematian.7

B. Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab kematian kedua di dunia dengan angka

kematian sekitar 4,4 juta orang1. Data statistik dunia bersama WHO tahun

2002-2006, menunjukkan 15 juta orang menderita stroke diseluruh dunia

setiap tahun. Sebanyak 5 juta orang lainnya mengalami kematian dan 5 juta

orang mengalami kecacatan yang menetap. Diperkirakan setiap tahun sekitar

500.000 orang penduduk Indonesia terkena serangan stroke, dan sekitar 25%

atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat berat ataupun

ringan2.

C. Anatomi Vaskularisasi Otak8

Anatomi vaskularisasi otak dapat dibagi menjadi dua bagian: sistem

karotis untuk anterior dan sistem vertebrobasiler untuk posterior. Darah arteri

yang ke otak berasal dari arkus aorta. Di sisi kiri, arteri karotis komunis dan

arteri subklavia berasal langsung dari arkus aorta. Di kanan, arteri trunkus

brasiosefalika berasal langsung dari arkus aorta dan bercabang menjadi arteri

subklavia dekstra dan arteri karotis komunis dekstra. Di kedua sisi, sirkulasi

darah arteri ke otak di sebelah anterior dipasok oleh dua arteri karotis interna

dan di posterior oleh dua arteri vertebralis.

4

Page 5: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri

serebri media setelah masuk ke kranium melalui kanalis karotikus, berjalan

dalam sinus kavernosus. Kedua arteri tersebut memperdarahi lobus frontalis,

parientalis, dan sebagian temporal.

Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen

transversus vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium melalui

foramen magnum, arteri tersebut menyatu untuk membentuk arteri basilaris

taut pons dan medulla oblongata di batang otak. Arteri basilaris bercabang

menjadi arteri serebellum superior kemudiang berjalan ke otak tengah dan

bercabang menjadi arteri seberi posterior.

Sirkulasi anterior kemudian bertemu dengan sirkulasi posterior dan

membentuk Sirkulus Willisi. Sirkulus ini dibentuk oleh ateri serebri anterior,

arteri komunikantes anterior, arteri karotid interna, arteri komunikantes

posterior, dan arteri seberi posterior. Untuk menjamin pemberian darah ke

otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sistem arteri karotid dan sistem

vertebrobasiler, yaitu:

1. Sirkulus Willisi yang merupakan anyaman arteri di dasar otak.

2. Anastomosis arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna di

dearah orbita melalui arteri oftalmika.

3. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis interna.

D. Patofisiologi7

Setiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan

menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang berlangsung lama akan

menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat

kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan defisit sementara dan bukan

defisit yang permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu yang

lama dapat menyebabkan sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada

otak.

Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana

yang terkena. Daerah otak yang terkena akan menggambarkan pembuluh otak

yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah

5

Page 6: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

arteri serebral tengah dan arteri karotis interna. Jika aliran darah ke tiap

bagian otak terhambat karena thrombus atau emboli, maka mulai terjadi

kekurangan suplai oksigen ke jaringan otak. Kekurangan oksigen dalam satu

menit dapat menunjukkan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan

kesadaran. Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama

menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron. Area yang mengalami nekrosis

disebut infark.

Gangguan peredarah darah di otak akan menimbulkan gangguan

metabolisme pada sel- sel di neuron, di mana sel- sel neuron tidak mampu

menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolism tergantung dari glukosa

dan oksigen yang terdapat pada arteri- arteri yang menuju otak.

Pendarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang

subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi mengakibatkan

timbulnya penebalan dan generatif pembuluh darah yang dapat menyebabkan

rupturnya arteri serebral sehingga perdarahan menyebar dengan cepat dan

menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.

Perubahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin

trombosit dan tekanan jaringan. Setelah tiga minggu, darah mulai direabsorbsi.

Ruptur ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7- 10 hari setelah

perdarahan pertama.

Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah ke bagian tertentu,

mengakibatkan iskemik fokal, dan infark jaringan otak. Hal tersebut dapat

mengakibatkan geger otak dan kehilangan kesadaran, peningkatan tekanan

cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak. Perdarahan

mengisi ventrikel atau hemorrhagic yang merusak jaringan otak.

Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena atau adanya edema dapat

megakibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa

dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati dapat

mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum. Dapat juga terjadi peningkatan

tekanan darah sistol, bradikardia dan gangguan pernapasan.

Darah dan vasoaktif yang dilepas menyebabkan spasme arteri yang

menyebabkan berkurang atau menghilangnya perfusi serebral. Vasospasme

6

Page 7: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

merupakan komplikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal

neurologis, iskemik otak, dan infark.

E. Klasifikasi

Klasifikasi stroke berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi dua jenis yaitu

stroke iskemik (non-hemoragik) dan stroke hemoragik.9

1. Stroke iskemik terjadi pada sel- sel otak yang mengalami

kekurangan oksigen dan nutrisi yang disebabkan penyempitan atau

penyumbatan pada pembuluh darah (arteriosklerosis).

Arteriosklerosis terjadi akibat timbunan lemak pada arteri yang

menyebabkan luka pada dinding arteri. Luka ini akan

menyebabkan gumpalan darah (trombus) yang mempersempit

arteri. Gumpalan ini juga dapat terbawa aliran darah dan

menyangkut di pembuluh darah yang lebih kecil dan menyebabkan

penyumbatan. Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83%

pasien stroke mengalami stroke iskemik. Stroke iskemik

menyebabkan aliran darah ke sebagian atau keseluruhan otak

menjadi terhenti.

Berikut ini jenis- jenis stroke iskemik berdasarkan penyebabnya.

a. Stroke trombotik merupakan jenis stroke yang disebabkan

terbentuknya trombus yang mengakibatkan penggumpalan.

b. Stroke embolik merupakan jenis stroke yang disebabkan

tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.

c. Hipoperfusi sistemik merupakan jenis stroke yang disebabkan

berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena

adanya gangguan denyut jantung.

2. Stroke Hemoragik adalah stroke perdarahan yang terjadi akibat

pecahnya pembuluh darah di otak. Darah yang keluar dari

pembuluh darah yang pecah mengenai dan merusak sel- sel otak di

sekitarnya. Selain itu, sel- sel otak juga mengalami kematian

karena aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi terhenti.

7

Page 8: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Stroke ini terjadi sekitar 20% dari seluruh pasien stroke. Namun

80% dari pasien stroke hemoragik mengalami kematian dan hampir

70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.

Menurut letaknya, stroke hemoragik dibagi menjadi dua jenis,

sebagai berikut:

a. Hemoragik intraserebral, yakni pendarahan terjadi di dalam

jaringan otak.

b. Hemoragik subaraknoid, yakni pendarahan terjadi di dalam

daerah subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan

lapisan jaringan yang menutupi otak).

Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke dibagi menjadi:9

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

Adalah suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang

gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh

trombus atau emboli. TIA biasanya dapat ditangani dalam satu

sampai dua jam, namun apabila sampai tiga jam masih belum

ditangani sekitar 50% pasien sudah terdapat infark dari hasil MRI.

Setelah TIA, 10% sampai 15% pasien dalam 7 hari, 30 hari, 90 hari

akan terkena stroke, namun lebih banyak pasien terkena stroke dua

hari setelah TIA.

2. Reversible Ischemic Neurological Defisit (RIND)

Seperti juga TIA gejala neurologi dari RIND akan menghilang

lebih dari 24 jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24-

48 jam.

3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)

Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus

memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang timbul

berlangsung secara bertahap dari yang ringan menjadi yang lebih

berat.

4. Complete Stroke

Kelainan neurologis yang sudah menetap tidak berkembang lagi

bergantung

8

Page 9: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

F. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasinya.

Gejala klinis dan defisit neurologis yang ditemukan berguna untuk menilai

lokasi iskemik: 5

1. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan

hemiparesis dan hemihipestei kontralateral yang terutama

melibatkan tungkai.

2. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan

hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang terutama

mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila

mengenai area otak dominan) atau hemipastial neglect (bila

mengenai area otak nondominan).

3. Gangguan peredaran arteri serebri posterior menimbulkan

hemianopsia homonim atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa

disertai gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat

dapat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis medial.

Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi korteks visual

dominan dan splenium karosum. Agnosia dan prosopagnosia

(ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada

korteks temporooksipitalis inferior.

4. Gangguan peredarah darah batang otak menyebabkan gangguan

saraf kranial seperti disartria, diplopia, vertigo, gangguan serebelar

seperti ataksia atau hilang keseimbangan; atau penurunan

kesadaran.

5. Infark lacunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan

motorik atau

sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.

G. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosa penyakit stroke perlu dilakukan anamnesis

yang sistematis dan serangkaian pemeriksaan yang menunjang diagnosa.

9

Page 10: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Anamnesis pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat

penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan

pengkajian psikososisospiritual.

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan- keluhan

klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara sistematis dengan

fokus pemeriksaan pada fungsi otak dan dihubungkan dengan keluhan-

keluhan klien.

Keadaan umum pasien umumnya mengalami gangguan kesadaran dan

gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada

tanda- tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi.

Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar

yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respons

terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem

persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke biasanya

berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomantosa.

Pengkajian fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual,

kemampuan bahasa, lobus otak dan hemisfer. Pengkajian saraf kranial

meliputi saraf kranial I-XII. Pada beberapa keadaan stroke terjadi gangguan

yang diakibatkan oleh paralisis dari saraf- saraf kranial.

Pengkajian umum motorik diperlukan untuk menelai kemampuan

pergerakan dari pasien. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas atau Upper

Motor Neuron (UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter

terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol

motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada

UMN di sisi yang berlawanan dari otak.

Pemeriksaan refleks fisiologis meliputi pengetukan pada tendon,

ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Pada fase

akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa

hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks

patologis.

10

Page 11: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Pemeriksaan sistem sensorik dilakukan untuk menilai kemampuan

sensorik pasien. Pada pasien stroke dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi

dapat ditemukan ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.

Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau

mungkin lebih berat, dengan kehilangan propiospsi (kemampuan untuk

merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam

menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.11

Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan lumbal pungsi, CT Scan

tanpa kontras, MRI kepala, laboratorium darah untuk melihat profil lipid dan

kolesterol, gula darah, agregasi trombosit dan fibrinogen serta melihat status

elektrolit, EKG dan ekokardiografi untuk mencari pencetus stroke akibat

penyakit jantung, dan foto toraks.

H. Faktor Resiko

Terhambatnya aliran darah ke otak beberapa detik saja dapat menyebabkan

seseorang pingsan. Penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak bisa

menyebabkan sel- sel saraf di otak menjadi rusak dan mengakibatkan

kelumpuhan. Berbagai faktor bisa menyebabkan stroke: 9

a) Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:

- Keturunan

- Jenis kelamin

- Umur

- Ras

b) Faktor yang dapat dimodifikasi:

- Hipertensi

- Penyakit jantung

- Diabetes mellitus

- Obesitas (kegemukan)

- Hiperkolesterol

- Faktor gaya hidup yang tidak sehat (alkohol, merokok, stress,

mendengkur)

11

Page 12: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

I. REHABILITASI MEDIK

Tujuan rehabilitasi medik adalah tercapainya sasaran fungsional yang

realistik dan untuk menyusun suatu program rehabilitasi yang sesuai dengan

sasaran tersebut.

Menurut definisi WHO, jelaslah bahwa yang ditanggulangi rehabilitasi medik

adalah problem fisik dan psikis. Untuk mengatasi problem fisik yang berperan

adalah program fisioterapi dan terapi okupasi. Keduanya sebetulnya mempunyai

kesamaan dalam sasaran, dengan sedikit perbedaan bahwa terapi okupasi bahwa

terapi okupasi juga melatih aktivitas kehidupan sehari-hari dan melakukan

prevokasional untuk mengarahkan pasien pada latihan kerja bila terpaksa alih

pekerjaan. 12

a). PROBLEM REHABILITASI MEDIK

Masalah – masalah dalam Rehabilitasi Medik adalah sebagai berikut: 12

Problem Rehabilitasi

- Kesukaran/tidak dapat ambulasi

- Kesukaran/tidak dapat berkomunikasi

- Kesukaran/tidak dapat merawat diri sendiri

- Kesukaran/tidak dapat melakukan gerak

Problem Psikis

- Rasa malu

- Rasa rendah diri

- Tidak dapat menerima kenyataan

- Tidak mau menyesuaikan diri dengan kecacatannya

- Beberapa mengalami penurunan intelegensia

b). PENANGANAN REHABILITASI MEDIK

Menurut definisi WHO, jelaslah bahwa yang ditanggulangi rehabilitasi

medik ialah problem Fisik dan Psikis. Untuk mengatasi problem fisik, yang

berperan utama ialah Fisioterapi dan Terapi Okupasi. Keduanya sebetulnya

memiliki kesamaan dalam sasaran dan sedikit perbedaan, bahwa Terap Okupasi

juga melatih aktivitas kehidupan sehari – hari dan melakukan prevocational untuk

12

Page 13: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

mengarahkan pasien pada latihan kerja bila terpaksa alih pekerjaan. Sasaran

umum kedua terapis adalah : melatih otot, mengurangi kekakuan sendi,

memperbaiki koordinasi dengan tujuan agar pasien dapat melakukan aktivitasnya

kembali, baik untuk ambulasi, merawat diri sendiri maupun bekerja.12

Secara garis besar tahapan Rehabilitasi Stroke Program adalah : Bedside

Exercise, Sitting Exercise, Standing Exercise dan Ambulation Exercise. Apabila

penderita sudah mampu duduk lama, maka latihan AKS dapat dimulai, biasanya

diberikan oleh terapis Okupasi. 12

Terdapat 2 pola besar dalam rehabilitasi stroke, yaitu :

Pola traditional, pola rehabilitasi kompensasi atau pola pendekatan unilateral.

Pola ini, sisi yang sehat dilatih untuk kompensasi sisi yang sakit.

Pola pendekatan neurodevelopmental atau pola pendekatan bilateral, dimana

segala upaya ditujukan untuk melatih kembali sisi yang sakit. Pola ini telah

menggeser pola tradisional di dalam program rehabilitasi stroke modern.

Tahap- tahap rehabilitasi pada pasien stroke meliputi:

1. Rehabilitasi stadium akut.

Sejak awal tim rehabilitasi medic sudah diikutkan, terutama untuk

mobilisasi. Program ini dijalankan oleh tim, biasanya latihan aktif

dimulai sesudah prosesnya stabil, 24- 72 jam sesudah serangan kecuali

perdarahan. Sejak awal terapi wicara diikutsertakan untuk melatih

otot- otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut.

Psikolog dan pekerja sosial medic untuk mengevaluasi status psikis

dan membantu kesulitan keluarga.

2. Rehabilitasi stadium subakut.

Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan

tanda- tanda depresi, fungsi bahasa mulai dapat terperinci. Pada pasien

post stroke pola kelemahan ototnya menimbulkan postur hemiplegi.

Petugas berusaha mencegahnya dengan cara pengaturan posisi dan

stimulasi sesuai kondisi pasien.

13

Page 14: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

3. Rehabilitasi stadium kronik.

Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini

biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga

penderita lebih banyak dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog

harus lebih aktif.

Pasien dengan stroke harus dimobilisasi dan dilakukan fisioterapi sedini

mungkin, bila kondisi klinis neurologis dan hemodinamik stabil. Untuk fisioterapi

pasif pada klien yang belum boleh, perubahan posisi badan dan ekstremitas setiap

dua jam untuk mencegah dekubitus.

Latihan gerak sendi aktif adalah pasien menggunakan ototnya untuk

melakukan gerakan dan tidak ada ketidaknyamanan sedangkan untuk latihan

gerakan pasif adalah ketika dokter atau perawat menggerakan anggota gerak dan

memerintahkan keikutsertaan klien agar terjadi gerakan penuh.

Latihan duduk dimulai dengan meninggikan letak kepala secara bertahap

untuk kemudian dicapai posisi setengah duduk dan pada akhirinya posisi duduk.

Latihan duduk secara aktif sering kali memerlukan alat bantu misalnya trapeze

untuk pegangan penderita. Bangun duduk dilakukan dengan bantuan perawat yang

memegang kuat siku sisi yang lumpuh pada tempat tidur, dengan tangan yang lain

berjabatan tangan dengan tangan penderita yang sehat. Siku penderita yang sakit

harus berada langsung di bawah bahu, bukan di belakang bahu. Latihan ini

dilakukan berulang sampai penderita merasakan gerakannya. Penyanggaan berat

di siku yang menyebar di atas sendi bahu sisi yang mampu merupakan bagian

yang penting dalam rehabilitas penderita stroke menuju penyembuhan total.12

Selain latihan mobilisasi, rehabilitasi juga dengan menggunakan teknik

fisioterapi: 6

a. Terapi panas seperi sinar infrared atau hot packs untuk mengurangi

nyeri, relaksasi spasme otot superfisial dan meningkatkan aliran darah

superfisial. Micro Wave Diatherymy (MWD), Short Wave Diathermy

(SWD), Ultra Sound Diathermy (USD).

b. Terapi listrik atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation

(TENS) untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot.

14

Page 15: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

c. Teknik masase merupakan terapi fisik tertua dan termurah. Pada

indikasi dan teknik yang tepat, hasil trapeutik sangat nyata. Digunakan

untuk menghilangkan nyeri otot dan tendon, spasme otot, adhesi

jaringan kutan dan subkutan serta relaksasi.

d. Hidroterapi adalah terapi fisik dengan menggunakan sifat- sifat fisik

air. Manfaat air di dalam terapi latihan terlihat dari efek buoyancy air

yang akan mengurangi efek gravitasi pada bagian manapun dari tubuh

sehingga terdapat penurunan aktifitas tubuh dan latihan tidak disertai

rasa nyeri.

Terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan kecakapan/ keterampilan

penderita untuk mencapai kehidupan yang produktif serta untuk mengatasi

masalah- masalah yang ada dalam hidup serta lingkuungan mereka masing-

masing. Terapi okupasi pada penderita stroke mencakup latihan:

a. AKS (makan, mandi, berpakaian, dan eleminasi)

b. Latihan prevokasional

c. Proper Body Mechanism

d. Latihan dengan aktifitas.

Terapi ortotik prostetik dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan

mencegah atau mengoreksi kecacatan pasien. Digunakan alat bantu seperti

tripod, quadripod, dan walker.

Terapi wicara adalah suatu tindakan atau usaha penyembuhan mengenai

kelainan bahasa, suara, dan bicara.

Psikolog melakukan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat

penyakit, untuk meningkatkan motivasi serta berusaha mengatasi penyakitnya.

Petugas sosial medik memberikan bantuan kepada penderitda demi

menghadapi masalah sosial yang mempengaruhi penderita dalam hubungan

dengan penyakit dan penderita.6

15

Page 16: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

J. PROGNOSIS

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis: 12

1. Saat mulainya rehabilitasi medik, program dimulai kurang dari 24 jam

maka pengembalian fungsi lebih cepat. Bila dimulai kurang dari 14 jam

maka kemampuan memelihara diri akan kembali lebih dahulu.

2. Saat dimulainya pemulihan klinis, prognosis akan lebih buruk bila

ditemukan adanya: 1-4 minggu gerak aktif masih nol (negatif); 4-6 minggu

fungsi tangan belum kembali dan adanya hipotonia dan arefleksia yang

menetap.

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas penderita

Nama : Ny. OA

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 72 tahun

Alamat : Kerdit Jg. IV Kec. Motoling Barat, Minahasa Selatan

Agama : Kristen Katholik

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Tanggal pemeriksaan : 28 Januari 2014

16

Page 17: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Anamnesis

Keluhan utama : kelemahan anggota gerak kiri

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien mengalami kelemahan anggota gerak sesisi bagian kiri disertai kram –

kram sesisi tubuh kiri. Sebelumnya penderita mengalami penurunan kesadaran

secara tiba – tiba pada malam hari sehari sebelum masuk Rumah Sakit. Sebelum

penurunan kesadaran pasien mengeluh sakit kepala seperti diremas. Pasien

muntah lebih kurang 10 kali isi makanan dan cairan. Bibir tampak mencong dan

bicara pelo sejak kejadian. Menelan tidak terganggu. Tidak ada riwayat trauma

kepala. BAB/BAK: biasa. Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari yang terasa

terutama dalam berjalan. Pada saat kejadian tekanan darah penderita tinggi.

Riwayat penyakit dahulu:

Hipertensi sudah dialami sejak lama (pasien lupa sejak kapan) dan tidak

minum obat.

Asam Urat tidak diketahui

Kolesterol tidak diketahui

Diabetes Mellitus tidak ada

Penyakit Ginjal tidak ada

Riwayat penyakit keluarga:

Pada keluarga pasien tidak ada riwayat penyakit stroke.

Riwayat kebiasaan:

Right handed, pasien tidak merokok dan tidak meminum minuman alkohol

Penderita suka makan makanan yang berminyak.

Psikologis

Penderita bersifat terbuka dan kooperatif.

Riwayat sosial ekonomi :

Penderita adalah Ibu Rumah Tangga. Suami penderita adalah seorang

petani tapi telah meninggal dunia. Penderita tinggal di rumah kayu permanen satu

lantai bersama anaknya. Penderita memiliki 8 anak. Di rumah penderita

menggunakan wc jongkok. Lantai rumah penderita lantai kayu. Kamar mandi

17

Page 18: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

penderita menggunakan lantai kayu dan berada di luar rumah. Sumber penerangan

yang cukup terang. Sumber listrik PLN. Sumber air dari sumur. Pendapatan

penderita hanya cukup untuk biaya bulanan. Biaya pengobatan rumah sakit

menggunakan program jamkesmas.

Pemeriksaan fisik

Status generalis

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E4M6V5 = 15

Berat Badan : 82 kg

Tinggi Badan : 157 cm

IMT :

Tanda Vital :

Tekanan darah : 190/100mmHg

Nadi : 88/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu Badan : 36,2ºC

Kepala : normosefali, simetris

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Pupil bulat;

isokor ø 3mm/3mm, Refleks cahaya langsung (+/+),

refleks cahaya tidak langsung (+/+)

Hidung : Sekret(-)

Telinga : Sekret (-)

Mulut : Karies (-), lidah beslag (-), tonsil hiperemis (-), asimetri(+)

Leher : kaku kuduk (-)

Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)

Thoraks : simetris kiri/kanan; retraksi (-)

Jantung : Inspeksi : ictus cordis tak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : - batas jantung kiri pada sela iga V-VI linea

midclavicularis sinistra.

18

Page 19: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

- batas jantung kanan pada sela iga IV-V linea

parasternalis dextra.

Auskultasi : BJ I-II normal, regular, bising (-)

Paru : Inspeksi : gerakan dada simetris kiri = kanan

Palpasi : stem fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor kiri = kanan

Auskultasi : suara pernapasan vesikuler, Rhonki (-),

Wheezing (-)

Abdomen : datar, lemas, bising usus (+) normal, hepar & lien

tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat, udema (-/-)

STATUS NEUROLOGIS

TRM : Kaku Kuduk (-), Kernig Sign (-/-), Lasegue (-/-)

Brudzinsky I (-/-)

Pemeriksaan Nervus Kranialis

N.I (Olfactorius) : Normosmia

N.II (Opticus) :

Visus : kabur pada jarak jauh

Lapang pandang : Baik

Buta warna : (-)

Pupil :bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, tepi rata, Reflek

cahaya langsung (+/+) , refleks cahaya tidak langsung

(+/+)

N. III (okulomotorius), N.IV (Troklearis), N.VI (abdusens):

Gerakan bola mata

Lateral kanan : baik

Lateral kiri : baik

Atas : baik

Bawah : baik

Berputar : baik

N.V (Trigeminus) :

19

Page 20: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Motorik

Membuka mulut: baik

Gerakan rahang : baik

Menggigit : baik

Sensorik : Normal

N.VII (Fascialis) :

Motorik Kanan Kiri

Sikap wajah : Simetris Simetris

Angkat alis : Baik Baik

Kerut dahi : Baik Baik

Lagoftalmos : Tidak ada Tidak ada

Menyeringai : Baik parese (+)

Sensorik : Normal

N.VIII (akustikus) :

Vestibularis

Romberg : Tidak dievaluasi

Kokhlearis

Gesekan jari : (+/+)

Suara bisik : (+/+)

N.IX ( Glossopharygeus) dan N.X (vagus) :

Arcus faring : Simetris

Posisi uvula : Ditengah

N.XI ( Acesorius) :

Menoleh ke kanan, kiri : baik

Angkat bahu : baik

N.XII ( Hypoglosus) :

Lidah : Deviasi ke kiri

Status motorik dan sensorik

PemeriksaanEkstremitas superior Ekstremitas inferior

Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra

20

Page 21: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Gerakan Normal Normal Normal Normal

Kekuatan otot 5/5/5/5 2/2/2/2 5/5/5/5 2/2/2/2

Tonus otot 0 1 0 1

Refleks fisiologis ++ + ++ +

Refleks patologis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada

Sensibilitas

Protopatik 2 1 2 1

Proprioseptif 2 1 2 1

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium:

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Hb 11,4 g/dl 12,0 - 17,0

Leukosit 5.600 /mm3 3.500 - 10.000

Trombosit 101 /mm3 150.000 - 390.000

Hematokrit 32,8 % 35,0 - 50,0

Natrium 133 mEq/L 135 – 153

Kalium 98 mEq/L 98 – 109

Chlorida 98 mEq/L 98 – 109

Ureum 70 mg% 20 – 40

Kreatinin 1,0 mg% 0,6 - 1,1

Index Barthel

Aktifitas Tingkat kemandirian N=Nilai

A

Bladder

Kotinensia, tanpa memakai alat bantu 10 10

Kadang-kadang ngompol 5

Inkontinensia urin 0

B

Bowel

Kontinensia, memasan enema, suppositoria tanpa dibantu 10 10

Dibantu 5

Inkontinensa alvi 0

21

Page 22: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

C

Toilet

Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan dubur tanpa

mencemari baju) boleh berpegang pada bar dinding benda,

memaai bad pen, dapat meletakkan di kursi dan

membersihkan diri, dibant hanya salah satu kegiatan diatas

10 5

Dibantu 5

D

Kebersihan

diri

Tanpa dibantu cuci muka, menyisir, hias, gosok gigi

termasuk persiapan alat-alat tersebut

5 0

Dibantu 0

E

Berpakaian

Tanpa dibantu buka/pakai baju, resleting, ikat tali sepatu,

termasuk pakaian khusus, boleh pakaian yang disesuaikan

keadaan mis: kancing depan. dibantu sebagai sebagian

minimal, setengah tidak membantu

10 5

Dibantu 5

F

Makan

Tanpa dibantu memakai pakian normal lengkap 10 5

Memakai alat-alat makan. dibantu sebagian hasil memotong,

memoles mentega

5

Dibantu 0

G

Transfer/

berpindah

Dari kursi roda ke tempat duduk / sebaliknya termasuk

duduk dan berbaring tanpa dibantu

15 10

Bantuan minor secara fisik atau verbal pada langkah -

langkah diatas

10

Bantuan mayor secara fisik (1/2 org terlatih), tetapi dapat

duduk/ dengan tanpa dibantu

5

Tidak dapat duduk berpindah (sitting balace) 0

H

Mobilisasi

Berjalan 16 m (50 yard), boleh dengan alat bantu kecuali

rolling walker. mengayuh kursi roda 16 m, berkeliling,

berjalan tanpa dibantu

15 10

Menguasai alat bantunya, berjalan dengan bantuan minor

fisik / verbal. memakai kursi roda dengan dibantu

10

Imobile 5

I

Naik turun

Tanpa dibantu 10 5

Dibantu secara fisik / verbal 5

22

Page 23: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

tanggaDibantu 0

J

mandi

Tanpa dibantu berendam 5 0

Dibantu 0

Total 100 60

Nilai Interpretasi :

0-20 Disabilitas Total

25-45 Disabilitas Berat

50-75 Disabilitas Sedang

80-90 Disabilitas Ringan

100 Mandiri

Interpretasi : Disabilitas Sedang

Pemeriksaan Status Mini Mental :

Item TesNilai

MaxNilai

ORIENTASI

1 Sekarang (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari) apa? 5 5

2 Kita berada di mana? (negara), (propinsi), (kota), (gedung),

(ruang)5 5

REGISTRASI

3 Pemeriksa menyebut 3 benda yang berbeda kelompoknya

selang 1 detik (misal apel, uang, meja) responden diminta

mengulanginya. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang benar.

Ulangi sampai responden dapat menyebutkan dengan benar

dan catat jumlah pengulangan

3 3

ATENSI DAN KALKULASI

23

Page 24: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

4 Pengurangan 100 dengan 7 secara berturutan. Nilai 1 untuk

tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban.

Atau responden diminta mengeja terbalik kata “WAHYU”

(nilai diberi pada huruf yang benar sebelum kesalahan;

misalnya uyahw = 2 nilai)

5 5

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)

5 Responden diminta menyebut kembali 3 nama benda di atas 3 3

BAHASA

6 Responden diminta menyebutkan nama benda yang

ditunjukkan (perlihatkan pensil dan jam tangan)2 2

7 Responden diminta mengulang kalimat ”tanpa kalau dan atau

tetapi”1 1

8 Responden diminta melakukan perintah “Ambil kertas ini

dengan tangan anda, lipatlah menjadi dua dan letakkan di

lantai”

3 2

9 Responden diminta membaca dan melakukan yang

dibacanya: “Pejamkanlah mata Anda” 1 1

10 Responden diminta menulis sebuah kalimat secara spontan 1 1

11 Responden diminta menyalin gambar

1 1

Skor Total 30 29

Penilaian : <24 terdapat gangguan kognitif

> 24 dianggap tidak terdapat gangguan kognitif

Pemeriksaan EKG 14 Januari 2014: kesan PAC dan OMI inferioanteroseptal

24

Page 25: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Pemeriksaan Brain CT – Scan 14 Januari 2014: tampak hiperdens di daerah

ventrikel lateralis dekstra.

Kesan : Intraventrikel hemorrhagic (IVH).

25

Page 26: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Resume

Perempuan 72 tahun, kelemahan anggota gerak sebelah kiri. Nyeri kepala (+),

muntah (+), penurunan kesadaran (+). Bibir mencong (+) Bicara Pelo (+). Pada

26

Page 27: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 190/100mmHg. Paresis N.VII dan

N.XII sentral sinistra. Anggota gerak kiri dengan kekuatan otot 2/2/2/2 pada

ekstremitas superior dan inferior sinistra. Barthel index : disabilitas sedang,

MMSE : normal (tidak ada gangguan kognitif), Brain CT-Scan: IVH dekstra,

EKG : kesan PAC dan OMI inferioanteroseptal

Diagnosis

Diagnosis klinis : hemiparesis sinistra + paresis N.VII + paresis N.XII

(dysarthtia following Intracerebral hemorrhagic)

+ Hipertensi st. II

Diagnosis Topis : SubKortikal

Diagnosis etiologi : Stroke Hemoragik (IVH : Intra Ventrikel Hemorrhagic)

Diagnosis Fungsional :

Impairment : hemiparesis sinistra + paresis N.VII + paresis N.XII

Disabilitas : gangguan AKS (memegang sendok, membuka pakaian),

gangguan komunikasi, gangguan vokasional, gangguan

transfer dan ambulasi.

Handicap : aktivitas sosial terganggu

Penatalaksanaan

Rehabilitasi Medik:

Problem rehabilitasi

1. Kelemahan anggota gerak kiri kekuatan otot = ES: 2/2/2/2 ; EI:

2/2/2/2

2. Bibir mencong dan bicara pelo / gangguan bicara

3. gangguan AKS (memegang sendok, membuka pakaian)

4. Penderita dan keluarga merasa cemas dengan sakitnya

Program rehabilitasi medik

1. Fisioterapi

Evaluasi :

27

Page 28: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

- kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot = Ekstremitas Superior :

2/2/2/2; Ekstremitas Inferior : 2/2/2/2)

- gangguan transfer dan ambulasi (berpindah tempat dan berjalan)

Program : - breathing exercise (aktif)

- Proper bed positioning

- Alih baring tiap 2 jam

- Latihan LGS pasif dibantu untuk ekstremitas superior sinistra

dan ekstremitas inferior sinistra

- Edukasi:

o Mengajarkan pasien untuk latihan-latihan gerak yang

sederhana seperti :

Menggerakkan persendian dengan menekuk

dan lurus beberapa kali

Menggerakkan jari-jari tangan dan kaki tanpa

perengangan yang berlebihan

Latihan menggenggam benda dengan tangan

Latihan mengangkat lengan dengan lurus,

kemudia menahannya untuk beberapa detik.

o Mengajarkan pasien untuk latihan bicara yang

sederhana, seperti : latihan meniup, latihan napas,

latihan menelan, latihan didepan cermin untuk latihan

mengucapkan kata-kata.

2. Terapi okupasi

Evaluasi :

- Kelemahan anggota gerak kiri dan kekuatan otot kiri (kekuatan otot

= Ekstremitas Superior : 2/2/2/2; Ekstremitas Inferior : 2/2/2/2)

- Gangguan AKS (memegang sendok, membuka pakaian)

- Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari (cth: Perawatan diri,

penggunaan toilet, makan, berpakaian, duduk, mandi dan berjalan)

Program :

- Rencana latihan peningkatan kekuatan otot dengan keterampilan

(jika tekanan darah stabil)

28

Page 29: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

- Renacana latihan AKS (berjalan di parallel bar, naik turun tangga)

3. Ortotik prostetik 

Evaluasi: kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot = Ekstremitas

Superior : 2/2/2/2; Ekstremitas Inferior : 2/2/2/2)

Program: AFO pada ekstremitas inferior dextra

Hand splint pada ekstremitas superior dextra

4. Terapi bicara

Evaluasi :

- Kontak, pengertian dan komunikasi baik

- Bicara pelo (+)

Program :

- Latihan artikulasi

5. Psikologi

Evaluasi :

- Kontak, pengertian dan komunikasi baik.

- Penderita dan keluarga merasa cemas dengan sakitnya

Program :

- Memberikan dukungan mental pada penderita dan keluarga agar

penderita tidak cemas dengan sakitnya

- Memberi dukungan agar penderita rajin menjalani terapi  

6. Sosial medik

Evaluasi :

- Biaya perawatan : jamkesmas

- Rumah tinggal permanen, WC jongkok

Program :

- Memberikan edukasi dan bimbingan kepada penderita untuk berobat

dan berlatih secara teratur.

- Mengadakan edukasi dan evaluasi terhadap lingkungan rumah.

- WC jongkok sebaiknya diganti dengan WC duduk, atau dimodifikasi

29

Page 30: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

Prognosis

Quo ad functionam : dubia ad bonam

DAFTAR PUSTAKA1. Susilo H. Neurology Update makalah ilmiah KONAS PERDOSSI ke-7

Manado: Pustaka Cendikia Press; 2011.

30

Page 31: Lapkas SH (IVH) Revita Thios

2. Ovina Y. Yuwono. Hubungan Pola Makan, Olahraga, dan Meroko

Terhadap Prevalensi Penyakit Stroke Non Hemoragik. The Jambi Medical

Journal Vol 1. No 1. 2013; 1-3

3. Yastroki Tangani Masalah Stroke di Indonesia. [internet] 2012. [diakses 7

Januari 2014] Available on http://www.yastroki.or.id/read.php?id=20

4. Definition of Stroke. [internet] 2011. [diakses 7 Januari 2014]

http://hytgx.com/2011/06/who-definition-of-stroke/

5. Dewanto D. Suwono W. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana

Penyakit. Jakata: EGC; 2004. Hal: 26.

6. Sengkey LS. Angliadi LS. Mogi TI. Ilmu Kedokteran Fisik dan

Rehabilitasi Medik. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan

Rehabilitasi Medik; 2006. Hal: 2-15

7. Siwi RC. Epidemiologi stroke. Dalam Stroke Up date. Manado : SMF FK

UNSRAT 2001

8. Gofir A. Pengantar Manajemen Stroke Komprehensif. Yogyakarta:

Pustaka Cendikia; 2007.

9. Kelompok studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.

Guideline Stroke 2007. Edisi revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf

Indonesia: Jakarta; 2007

10. Utami P. Solusi Sehat Mengatasi Stroke. Jakarta: Gramedia; 2009. H:5-6.

11. Stevens A. Health Care Needs Assesment. United Kingdom: Radcliffe

Publishing; 2004. Hal: 150.

12. Sinaki M. Dorsher PT. Rehabilitation After Stroke. In : Basic Clinical

Rehabilitation Medicine. Philadelpia. Mosby, 1993; H.87-88.

31