40
BAB I PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan salah satu bentuk keganasan kepala dan leher yang mempunyai karakteristik yang khas baik secara histologi, epidemiologi dan biologi. Karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi epitel skuamosa. Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu masalah, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat. Seringkali pembesaran kelenjar getah bening leher ditemukan sebagai gejala pertama. Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang dikombinasikan dengan radioterapi. Untuk kedepannya, peningkatkan pengetahuan para tenaga kesehatan sangat penting dengan tujuan agar dapat mendiagnosis karsinoma nasofaring asecara dini, sehingga 1

Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan salah satu bentuk keganasan kepala

dan leher yang mempunyai karakteristik yang khas baik secara histologi,

epidemiologi dan biologi. Karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai di antara

tumor ganas THT di Indonesia, dimana karsinoma nasofaring termasuk dalam lima

besar tumor ganas dengan frekwensi tertinggi, sedangkan didaerah kepala dan leher

menduduki tempat pertama. Tumor ini berasal dari fossa Rosenmuller pada

nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi

epitel skuamosa.

Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai saat ini masih merupakan suatu

masalah, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas

serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat.

Seringkali pembesaran kelenjar getah bening leher ditemukan sebagai gejala pertama.

Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang

dapat diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup

tinggi. Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan kemoterapi yang

dikombinasikan dengan radioterapi.

Untuk kedepannya, peningkatkan pengetahuan para tenaga kesehatan sangat

penting dengan tujuan agar dapat mendiagnosis karsinoma nasofaring asecara dini,

sehingga penatalaksanaan dapat diberikan lebih dini dan prognosis menjadi lebih

baik.

1

Page 2: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Anatomi

Nasofaring terletak dibelakang rongga hidung, di atas palatum molle.

Bagian atap dan dinding belakang dibentuk oleh korpus ossis sphenoidalis,

basis occiput dan ruas pertama tulang belakang. Kumpulan jaringan limfoid

yang disebut tonsila faringeal terdapat di dalam submukosa daerah ini. Dasar

dibentuk oleh permukaan atas palatum molle. Dinding anterior dibentuk oleh

aperture nasalis posterior, dipisahkan oleh pinggir posterior septum nasi.1

Dinding posterior membentuk permukaan miring yang berhubungan

dengan atap. Dinding ini ditunjang oleh arcus anterior atlantis.

Dinding lateral pada tiap-tiap sisi mempunyai muara tuba auditiva ke

faring dan pada bagian depan dan belakang terdapat ruangan berbentuk koma

yang disebut dengan torus tubarius. Bagian atas dan samping dari torus

tubarius merupakan reses dari nasofaring yang disebut dengan fossa

rosenmuller. Nasofaring berhubungan dengan orofaring pada bagian soft

palatum.1

1.2. Histologi

Mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel bersilia respiratory type5.

Setelah 10 tahun kehidupan, epitel secara lambat laun bertransformasi menjadi

epitel nonkeratinizing squamous, kecuali pada beberapa area (transition zone).

Mukosa membentuk invaginasi membentuk crypta. Stroma kaya akan jaringan

limfoid dan terkadang dijumpai jaringan limfoid yang reaktif. Epitel

permukaan dan kripta sering diinfiltrasi dengan sel radang limfosit dan

terkadang merusak epitel membentuk reticulated pattern. Kelenjar

seromucinous dapat juga dijumpai, tetapi tidak sebanyak yang terdapat pada

rongga hidung.

1.3. Definisi Karsinoma Nasofaring

2

Page 3: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Karsinoma nasofaring adalah karsinoma yang terjadi pada lapisan

epitel di nasofaring. Tumor ini menunjukkan derajat diferensiasi yang

bervariasi dan sering tampak pada fossa Rosenmuller.2

1.4. Epidemiologi Karsinoma Nasofaring

Meskipun banyak ditemukan di Negara dengan penduduk non-

Mongoloid, namun demikian daerah Cina Selatan masih menduduki tempat

tertinggi , yaitu dengan 2.500 kasus baru/ tahun untuk provinsi Guang-dong

atau prevalensi 39.84/ 100.000 penduduk.3

Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya kangker

nasofaring. Frekuensi tertinggi ditemukan pada Cina di Hong Kong, diikuti

Singapura dan Filipina. Sedangkan di Osaka (Japan) dan Bombay (India)

sangat jarang.sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk CIna bagian

selatan, hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia.

Ditemukan cukup banyak kasus di Yunani, Afrika bagian utara dan Alaska.4

Di Indonesia,KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas

yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang Telinga ,

Hidung dan Tenggorok (THT). Di Indonesia frekuensi penderita ini hampir

merata di setiap daerah. Di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta saja

ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS Hasan Sadikin Bandung rata-rata

60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, Denpasar 15 kasus,

di Padang dan Bukit Tinggi 11 kasus. Demikian pula angka-angka yang

didapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan daerah lain menunjukkan

bahwa tumor ganas ini terdapat merata di Indonesia. Prevalensi KNF di

Indonesia 3,9 per 100.000 penduduk pertahun.3

Penderita karsinoma nasofaring lebih sering dijumpai pada pria

dibanding pada wanita dengan rasio 2-3 : 1. Penyakit ini ditemukan terutama

pada usia yang masih produktif ( 30-60 tahun ), dengan usia terbanyak adalah

40-50 tahun.3

1.5. Etiologi Karsinoma Nasofaring

3

Page 4: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring

adalah virus Epstein-Barr, Karena pada semua pasien karsinoma nasofaring

didapatkan titer anti-virus Epstein-Barr yang cukup tinggi. Titer ini lebih

tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya,

tumor organ tubuh lainnya bahkan pada kelainan nasofaring yang lain

sekalipun.3

Namun infeksi virus ini bukanlah satu-satunya factor penyebab.

Sekarang ini, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa etiologi KNF adalah

multifaktor, termasuk genetik dan lingkungan.

Berbagai faktor lingkungan dan agent yang termasuk dalam etiologi

karsinoma nasofaring adalah; bahan kimia (tembakau, obat-obatan, jamu-

jamuan, produk tanaman, makanan atau diet seperti ikan asin, nitrosamin,

makanan fermentasi), kebiasaan memasak (asap bakaran dan uap), praktek

keagamaan (dupa cina dan harum-haruman), terpapar lingkungan kerja (uap

dan kimia industri, partikel logam, debu kayu, formaldehid), dan lain-lain

(status ekonomi, defisiensi gizi, logam seperti arsenik, kromium, dan nikel).

Infeksi Virus Epstein Barr

Virus ini pertama kali ditemukan oleh Epstein dan Barr pada tahun

1960 dalam biakan sel limfoblas dari pasien limfoma Burkitt. Virus ini

merupakan virus DNA yang diklasifikasi sebagai anggota famili virus Herpes

(Herpesviridae) yang saat ini telah diyakini sebagai agen penyebab beberapa

penyakit yaitu, mononukleosis infeksiosa, penyakit Hodgkin, limfoma-Burkitt

dan KNF. Genom DNA VEB mengandung 172 kbp dan memiliki kandungan

guanin-plus-sitosin sebesar 59%. Melalui tempat replikasinya di orofaring,

VEB dapat menginfeksi limfosit B yang immortal, sebagai virus laten pada sel

ini, menetap pada pasien yang terinfeksi tanpa menyebabkan suatu penyakit

yang berarti.2

Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara

karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV).

Serum pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring

primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung antibody Ig G

terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen

dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer

yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang

4

Page 5: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini

berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi

(undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi (non-

keratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak

berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam

limfoepitelioma.2

Faktor Genetik

Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi

kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu

relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi

menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim

sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap

karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma

nasofaring.

Faktor Makanan

Ho (1971) yang pertama kali menghubungkan ikan yang diasinkan

yang merupakan makanan kegemaran penduduk Cina Selatan kemungkinan

sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya KNF. Teori ini didasarkan atas

insiden KNF yang tinggi pada masyarakat nelayan tradisionil di Hongkong

yang mengkonsumsi ikan yang diasinkan dalam jumlah yang besar dan kurang

mengkonsumsi vitamin, sayur dan buah segar.

Penelitian di Hongkong tahun 1986 menyebutkan bahwa dari 250

pasien KNF dibawah usia 35 tahun, sebagian besar ternyata mengkonsumsi

ikan asin semenjak usia di bawah 10 tahun.Kebiasaan makan ikan yang

diasinkan ini juga terdapat pada penduduk keturunan Cina yang beremigrasi

ke Negara lain seperti Malaysia Timur (Kadazans) dan negara Asia Tenggara

lainnya. Zat nitrosamin juga didapati pada makanan yang dikonsumsi

masyarakat Tunisia, Cina Selatan, dan Greenland dimana angka kejadian KNF

cukup tinggi. Beberapa penelitian juga mendapatkan bahwa makanan yang

mengandung nitrosamin dan nitrit yang dikonsumsi semasa kecil mempunyai

resiko untuk terjadinya KNF pada umur dewasa.2

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang diduga berperan dalam terjadinya KNF adalah

iritasi oleh bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak

5

Page 6: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasan makan makanan yang

terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan

makanan dengan mortalitas karsinoma nasofaring, sedangkan hubungan

dengan keganasan lain tidak jelas.3

1.6. Manifestasi Klinis

Gejala pada karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi:

a. Gejala hidung

Dinding tumor biasanya rapuh sehingga apabila terjadi iritasi ringan

dapat terjadi epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang,

biasanya jumlahnya sedikit bercampur dengan ingus, sehingga berwarna

merah jambu. Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat

pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana.

Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan

gangguan penciuman dan adanya ingus kental.

b. Gejala telinga

Pada umumnya tumor bermula di fosa Rosenmuller dan pertumbuhannya

dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba eustakhius. Pasien

mengeluh rasa penuh ditelinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai

dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat

dini dari karsinoma nasofaring. Perlu diperhatikan jika gejala ini

menetap atau sering timbul tanpa penyebab yang jelas, tidak jarang

pasien dengan gangguan pendengaran ini baru menyadari bahwa

penyebabnya adalah karsinoma nasofaring.

c. Gejala mata dan saraf

Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui

beberapa lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi

sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum

akan mengenai saraf otak ke III, IV, V, dan VI sehingga gejala klinis

pasien adalah gangguan oftalmologi seperti diplopia atau keterbatasan

gerakan bola mata. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering

ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.

Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X,XI,XII

jika penjalaran melalui foramen jugulare. Dapat pula terjadi sindrom

6

Page 7: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

retroparotidian,yaitu terjadi akibat kelumpuhan n.IX,X,XI, dan XII.

Manifestasi kelumpuhan ialah :

n.IX :Kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor

superior serta gangguan pengecap pada sepertiga belakang

lidah.

n.X :Hiper/hipo/anastesi mukosa palatum mole, faring dan

laring disertai gangguan respirasi.

n.XI:Kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius,

sternokleidomastoideus, serta hemiparesis palatum mole.

n.XII :Hemiparalisis dan atropi sebelah lidah.

Biasanya beberapa saraf otak terkena secara unilateral, tetapi pada

beberapa kasus pernah ditemukan bilateral. Nervus VII dan VIII, karena

letaknya agak tinggi serta terletak dalam kanalis tulang, sangat jarang

terkena tumor.

d. Gejala di leher

Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai di kelenjar

limfe leher dan tertahan di sana karena memang kelenjar ini merupakan

pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak langsung mengalir ke

bagian tubuh yang lebih jauh. Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh

dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan tampak

sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini tidak

dirasakan nyeri karenanya sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-

sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai

otot dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan.

Keadaaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati

servikalis merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke

dokter.

1.7. Diagnosis

Diagnosis Karsinoma Nasofaring ditegakkan dengan:

a. Anamnesis

Keluhan penderita karsinoma nasofaring sangat bervariasi. Pada stadium

dini keluhan sering tidak menimbulkan kecurigaan atas adanya tumor

ini. Keluhan tersebut biasanya berupa keluhan telinga, hidung atau

7

Page 8: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

keduanya. Pada stadium lanjut, kecurigaan pada penyakit ini akan mudah

timbul dan sering ditemukan ialah pembesaran kelenjar limfe leher,

gejala kelainan saraf kranial atau gejala akibat metastase jauh yang

sangat berat dirasakan pasien.

b. Pemeriksaan Nasofaring

Nasofaring merupakan daerah yang tersembunyai atau daerah buta.

Karsinoma nasofaring biasanya berasal dari lapisan epitel fossa

Rosenmuller, biasanya bersembunyi di dekat muara tuba eustakhius.

Pemeriksaan nasofaring secara konvensional adalah dengan

menggunakan kaca rinoskopi posterior. Pemeriksaan yang lebih

sempurna adalah dengan menggunakan nasofaringoskopi baik yang

fleksibel maupun yang kaku.

c. Biopsi nasofaring

Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung dan dari

mulut. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (

blind biopsy). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung

menyusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke

lateral dan dilakukan biopsi. Biopsi melalui mulut dengan memakai

bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung

kateter yang berada di dalam mulut ditarik keluar dan diklem bersama-

sama dengan ujung kateter yang dihidung. Demikian juga dengan kateter

disebelahnya sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian dengan

kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat

tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang

dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi

tumor nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topikal dengan

xylocain 10%. 3

d. Radiologi

Tujuan utama pemeriksaan radiologi adalah untuk memberikan diagnosis

yang lebih pasti pada kecurigaan adanya carcinoma pada daerah

nasopharynx, menetukan lokasi yang lebih tepat dari carcinoma tersebut,

mencari dan menentukan luasnya penyebaran carcinoma ke jaringan

sekitarnya.

8

Page 9: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-

Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang

tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan foto

tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan Waters menunjukan

massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak

memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri

media.

e. Serologi

Adanya dugaan kuat virus Epstein Barr sebagai salah satu faktor yang

berperan dalam timbulnya karsinoma nasofaring menjadi dasar dari

pemeriksaan serologis ini. Pemeriksaan antibodi yang banyak dipakai

dan diyakini paling menyokong adalah immunoglobulin A (lgA)

terhadap virus Epstein Barr (Epstein Barr virus / EBV) spesifik untuk

kapsul virus (viral capsid antigen / VCA) dan antigen awal (early antigen

/ EA). IgA EBV VCA mempunyai sensitifitas / kepekaan yang tinggi

tetapi tingkat spesifitasnya kurang terutama pada titer yang rendah,

sedangkan lgA EBV EA nilai sensifitasnya/kepekaannya kurang tetapi

lebih spesifik dan titernya akan menurun mendekati normal pada

karsinoma nasofaring stadium lanjut dan titer yang tinggi dapat

merupakan indikator karsinoma nasofaring. Antibodi ini hanya meninggi

pada penderita karsinoma nasofaring tipe WHO-2 (non keratinizing

carcinoma) dan tipe WHO-3 (undifferentiated carcinoma), sedangkan

pada tipe WHO-1 (Squamous cell carcinoma) tidak ditemukan atau pun

kalau ada dalam titer yang rendah.

1.8. Histopatologi

Menurut WHO terdapat tiga bentuk histopatologi Karsinoma

Nasofaring, yaitu:3

WHO Tipe 1 : Karsinoma sel skuamosa keratinisasi

9

Page 10: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

WHO Tipe 2 : Karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi

WHO Tipe 3 : Karsinoma sel tidak berdiferensiasi

1.9. Stadium 3

Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC (2002).

10

Page 11: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

T = Tumor primer

T0 = tidak tampak tumor

T1 = tumor terbatas di nasofaring

T2 = tumor meluas ke jaringan lunak

T2a = perluasan tumor ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa

perluasan ke parafaring

T2b = disertai perluasan ke parafaring

T3 = tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal

T4 = tumor dengan perluasan intrakranial dan atau terdapat keterlibatan saraf

kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator.

N = pembesaran kelenjar getah bening regional

Nx = pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai

N0 = tidak ada pembesaran

N1 = metastasi kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar

kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula.

N2 = metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar

kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula.

N3 = metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran lebih besar

dari 6 cm, atau terletak di dalam fossa supraklavikula.

N3a = ukuran lebih dari 6 cm

N3b = terletak di dalam fossa supraklavikula

M = metastasis jauh

Mx = metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 = tidak ada metastasis jauh

M1 = terdapat metastasis jauh

Stadium 0 = T1s N0 M0

Stadium I = T1 N0 M0

Stadium IIA = T2a N0 M0

Stadium IIB = T1 N1 M0

T2a N1 M0

11

Page 12: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

T2b N0,N1 M0

Stadium III = T1 N2 M0

T2a,T2b N2 M0

T3 N2 M0

Stadium IVa = T4 N0,N1,N2, M0

Stadium IVb = Semua T N3 M0

Stadium IVc = Semua T semua N M1

1.10. Tatalaksana

1. Radioterapi

Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada

penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan

tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin,

faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua

pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi

masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan). 3

Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna dan interna. Radiasi

eksterna bisa menghancurkan hampir semua jenis kanker dan bisa dijalani oleh

pasien rawat jalan (tidak perlu opname). Juga bisa digunakan untuk

menghilangkan nyeri dan gangguan lain yang lazim dialami oleh penderita

kanker yang sudah metastase (menyebar). 5

Radiasi ini dapat menggunakan pesawat kobal (Co60 ) atau dengan

akselerator linier(linier Accelerator atau linac). Radiasi pada jaringan

dapat menimbulkan ionisasi air  dan elektrolit dari cairan tubuh baik intra

maupun ekstra seluler, sehingga timbul ion H+ danOH- yang sangat

reaktif. Ion itu dapat bereaksi dengan molekul DNA dalam

kromosom,sehingga dapat terjadi :

1. Rantai ganda DNA pecah

2. Perubahan cross-linkage dalam rantai DNA

3. Perubahan base yang menyebabkan degenerasi atau kematian sel.

Radiasi interna ( Brachytherapy ), Sumber radiasi berupa

susuk/implant berbentuk seperti kabel, pita, kapsul, kateter, atau butiran kecil

berisi isotop radioaktif iodine, strontium 89, fosfor, palladium, cesium,

iridium, fosfat, atau cobalt yang ditanamkan tepat di jaringan kanker atau di

12

Page 13: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

dekatnya. Cara ini lebih efektif membunuh sel kanker sekaligus memperkecil

kerusakan jaringan sehat di sekitar sasaran radiasi.5

Radioisotope yang digunakan:

1. Sinar AlfaSinar alfa ialah sinar korpuskuler atau partikel dari inti atom.

Inti atom terdiridari proton dan neutron. Sinar ini tidak dapat menembus

kulit dan tidak  banyak dipakai dalam radioterapi.

2. Sinar BetaSinar beta ialah sinar elektron. Sinar ini dipancarkan oleh zat

radioaktif yangmempunyai energi rendah. Daya tembusnya pada kulit

terbatas, 3-5 mm.Digunakan untuk terapi lesi yang superfisial.

3. Sinar Gamma Sinar gamma ialah sinar elektromagnetik atau foton. Sinar

ini dapatmenembus tubuh. Daya tembusnya tergantung dari besar energi

yangmenimbulkan sinar itu. Makin tinggi energinya atau makin tinggi

voltagenya,makin besar daya tembusnya dan makin dalam letak dosis

maksimalnya.

2. Kemoterapi

Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-

fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup

memuaskan. Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring

ternyata dapat meningkatkan hasil terapi, terutama diberikan pada stadium

lanjut atau pada keadaan kambuh.

Agen kemoterapi tidak hanya menyerang sel tumor tapi juga sel

normal yang membelah secara cepat seperti sel rambut, sumsum tulang dan sel

oada traktur gastrointestinal. Akibat yang timbul bisa berupa perdarahan

depresi sum-sum tulang yang memudahkan terjadinya infeksi. Pada

traktus gastro intestinal bisa terjadi mual, muntah anoreksia dan ulserasi

saluran cerna. Sedangkan pada sel rambut mengakibatkan kerontokan rambut.

Folikel rambut, mukosa saluran pencernaan mudah terkena efek obat

sitostatika. Untungnya sel kanker menjalani siklus lebih lama dari sel normal,

sehingga dapat lebih lama dipengaruhi oleh sitostatika dan sel normal lebih

cepat pulih dari pada sel kanker.

Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi

praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping

yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik.

13

Page 14: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari

sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil

yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring.

Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada

tumor ganas kepala leher dibagi menjadi :

- Neoadjuvant atau induction chemotherapy ( yaitu pemberian kemoterapi

mendahului pembedahan dan radiasi).

- Concurrent, simultaneous atau atau concomitant chemoradiotheraphy

(diberikan bersamaan dengan penyinaran atau operasi).

- post definitive chemotherapy (sebagai terapi tambahan paska pembedahan

dan atau radiasi ).

Respon dapat dinilai menggunakan petunjuk dari buku WHO

handbook for reporting results of cancer treatment:

- Complete response: tumor  menghilang yang ditentukan oleh 2 orang

observer < 4 minggu

- Partial response: ukuran total tumor mengecil > 50% yang ditentukan oleh

2 observer  < 4 minggu dan tidak ditemukan adanya lesi yang baru.

- No Change: ukuran total tumor mengecil < 50 % atau ditemukan

peningkatan ukuran tumor > 25%

- Progressive disease: didapatkan peningkatan > 25% ukuran tumor atau

adanya lesi baru.

3. Kemoradiasi

Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan

dengan radioterapi. dalam rangka mengontrol tumor secara lokoregional dan

meningkatkan survival pasien dengan ara mengatasi sel kanker secara sistemik

lewat mikrosirkulasi.

Manfaat pemberian kemoterapi adjuvan antara lain :

1. Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor

akan memberikan hasil terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui

bahwa pusat tumor terisi sel hipoksik dan radioterapi konvensional tidak

14

Page 15: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

efektif jika tidak terdapat oksigen. Pengurangan massa tumor akan

menyebabkan pula berkurangnya jumlah sel hipoksia.

2. Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mokrometastase.

3. Modifikasi molekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih

sensitive terhadap radiasi yang diberikan ( radiosensitizer)

Terapi kombinasi ini selain bisa mengontrol sel tumor yang

radioresisten, memiliki manfaat radioresisten, juga untuk menghambat

pertumbuhan kembali sel tumor yang sudah sempat terpapar radiasi.

4. Operasi

Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap

benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul

kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah

hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi

sisa tumor induk (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering

timbul komplikasi yang berat akibat operasi.3

Diseksi leher adalah tindakan untuk membuang kelenjar limfe leher

dan jaringan sekitarnya dalam rangka penatalaksanaan kanker. Jaringan-

jaringan yang dibuang dipertimbangkan situasional sesuai kondisi klinis

pasien, dengan berbagai pertimbangan sehingga diseksi leher ini ada berbagai

macam variasi berdasarkan strukur-strukur yang dibuang.6

Tujuan diseksi leher adalah untuk menghilangkan sel kanker yang

berada pada kelenjar limfe serta untuk melakukan diagnostik pemeriksaan

kelenjar limfe yang diambil. Dari penelitian dinyatakan apabila masih

didapatkan pembesaran kelenjar limfe leher pada karsinoma yang berasal dari

traktus respiratorius ataupun traktus digestivus bagian atas maka akan

mempengaruhi survival sampai 50 %. Hal ini merupakan tantangan bagi

klinisi dengan segala pertimbangan untuk melakukan diseksi leher dengan

segala konsekuensi dan kontroversi yang mengiringinya.6

Klasifikasi yang dipakai secara luas adalah klasifikasi menurut

American Head and Neck Society dengan pembagian sbb :

1. Diseksi leher radikal (RND) : melakukan pembuangan kelenjar leher

pada level I-V, termasuk struktur non kelenjar yaitu vena jugularis interna,

m. sternokleidomastoid dan nervus spinasi asesori.

15

Page 16: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

2. Diseksi Leher Modifikasi (MND) : seperti RND masih menyisakan satu

atau dua dianata v. jugularis interna, m. sternokleido mastoid dan nervus

aspinalis asesori.

3. Diseksi Leher selektif (SND) : Menyisakan satu atau lebih grup dari

kelenjar limfe leher dan tetap mempertahankan 3 strukur non limfari

diatas.

4. Diseksi leher diperluas (Extended ND) : seperti RND namun juga

membuang kelenjar leher diluar grup level I-V dan atau beberapa struktur

diluar struktur non limfatik diatas.

Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan

radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor

maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain

menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman

kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa

asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis

rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan

akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang

muntah atau rasa mual.3

16

Page 17: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan

lengkap dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif).

Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru,

hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan medis

yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien. Pasien akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang

buruk , perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan

terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor.3

1.11. Prognosis

Prognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada

pertumbuhan lokal dan metastasenya. Karsinoma skuamosa berkeratinasi

cenderung lebih agresif daripada yang non keratinasi dan tidak berdiferensiasi,

walau metastase limfatik dan hematogen lebih sering pada ke-2 tipe yang

disebutkan terakhir. Prognosis buruk bila dijumpai limfadenopati, stadium

lanjut, tipe histologik karsinoma skuamus berkeratinasi. Prognosis juga

diperburuk oleh beberapa faktor seperti stadium yang

Sangat mencolok perbedaan prognosis (angka bertahan hidup 5 tahun)

dari stadium awal dengan stadium lanjut, yaitu 76,9% untuk stadium I, 56,0%

untuk stadium II, 38,4% untuk stadium III dan hanya 16,4% untuk stadium

IV.3

BAB III

PENYAJIAN KASUS

I. ANAMNESIS

Identitas

Nama : Ny. T

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 55 tahun

Alamat : Jl. Danau Sentarum, Gg Mufakat, No 19 A, Pontianak

Pekerjaan : -

17

Page 18: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Anamnesis dilakukan pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 16.50 WIB

Keluhan Utama

Hidung tersumbat dan benjolan pada leher sebelah kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang

Ny. T mengeluh hidung sebelah kiri terasa tersumbat dan adanya benjolan

pada leher sebelah kiri sebesar telur puyuh tidak sakit, keras dan tidak bisa

digerakkan. Keluhan tersebut yang membawa pasien ke dokter tahun 2009 lalu.

Pasien didiagnosa menderita karsinoma nasofaring pada tahun tersebut setelah

menjalani beberapa pemeriksaan ( nasofaringoskopi, biopsi, patologi anatomi dan

radiologi).

Keluhan pertama saat datang adalah hidung kiri terasa tersumbat dan adanya

benjolan di leher kiri yang mulai muncul sejak bulan Februari 2009, berukuran

sebesar telur puyuh yang semakin lama semakin membesar.tidak sakit, keras, tidak

bisa digerakkan. Keluhan lainnya adalah pasien mengeluh telinga kiri terasa

berdengung.

Saran radioterapi tidak dilakukan pasien, hingga tahun 2011 pasien mengeluh

wajah bagian kiri pasien terasa sebal dan terdapat gangguan pada mata kiri pasien

(penglihatan ganda). Suara serak (-)

Akhirnya pada taun 2011 pasien menjalani kemoterapi tahap pertama dan

setelah dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil berupa benjolan di leher sebelah kiri

yang masih ada namun dengan ukuran yang lebih kecil (1-2 cm) dan tumor primer

masih ada. Pada tanggal 14 juni 2012 lalu pasien menjalani kemoterapi tahap kedua

untuk pertama kali (direncanakan 6 x kemoterapi). Pasien mengeluh rambut menjadi

rontok, pusing , mual, tidak napsu makan dan lemah pasca menjalani kemoterapi.

Pusing dan mual di rasakan sangat mengganggu.

Pasien senang mengkonsumsi ikan asin, mengkonsumsi sejak kecil. Bekerja

sebagai nelayan + selama 28 tahun.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Namun saat

pasien remaja, mengaku pernah mengalami infeksi pada telinga yang mengeluarkan

18

Page 19: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

caira berwarna putih namun tidak diobati. Riwayat Hipertensi (+). Riwayat penyakit

lain (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.

II. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada tanggal 20 Juni 2012 pukul 17.00 WIB

STATUS GENERALIS

Keadaan umum : Baik

Tan da-tanda vital :

Tekanan darah : 130/100

Frekuensi nadi : 80

Frekuensi napas : 24

Suhu : 36,3 oC

Mata : konjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Leher : terdapat pembesaran limfonodi servikal

superfisialis kiri ɵ 1-2 cm, teraba keras, nyeri tekan

(-), dan tidak dapat digerakkan.

Jantung : bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-)

Paru : bunyi dasar vesikular, rhonki (-/-) , wheezing (-/-)

STATUS LOKALIS

Telinga

Inspeksi, Palpasi

Telinga kanan Telinga kiri

Aurikula Hiperemis : -

Edema : -

Massa : -

Hiperemis : -

Edema : -

Massa : -

Preaurikula Hiperemis : - Fistula : -

Edema : -

Hiperemis : - Fistula : -

Edema : -

19

Page 20: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Massa : - Massa : -

Retroaurikula Hiperemis : - Fistula : -

Edema : -

Massa : -

Hiperemis : - Fistula : -

Edema : -

Massa : -

Palpasi Nyeri pergerakan : -

Nyeri tekan tragus : -

Nyeri tekan aurikula : -

Nyeri pergerakan : -

Nyeri tekan tragus : -

Nyeri tekan aurikula : -

Otoskopi :

Telinga kanan Telinga kiri

MAE Edema : -

Hiperemis : -

Massa : -

Furunkel : -

Sekret : -

Serumen : +

Edema : -

Hiperemis : -

Massa : -

Furunkel : -

Sekret : -

Serumen : -

Membran

Timpani

Perforasi : -

Warna : -

Hiperemis : -

Refleks Cahaya : +

Perforasi : -

Warna : -

Hiperemis : -

Refleks Cahaya : +

Hidung dan Sinus Paranasal

Inspeksi, Palpasi :

- Kemerahan pada daerah hidung (-)

- Deviasi tulang hidung (-)

- Bengkak daerah hidung (-) dan sinus paranasal (-)

- Krepitasi tulang hidung (-), nyeri tekan hidung (+) dan sinus paranasal (frontal

(-); maksilaris (-); ethmoidalis (-))

Rinoskopi Anterior :

20

Page 21: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Rinoskopi anterior Cavum nasi dextra Cavum nasi sinistra

Mukosa hidung Hiperemis : -

Massa : -

Sekret : -

Atrofi : -

Mukus : -

Pucat : -

Hiperemis : -

Massa : -

Sekret : -

Atrofi : -

Mukus : -

Pucat : -

Septum Deviasi : -

Dislokasi : -

Deviasi : -

Dislokasi : -

Konka inferior dan

media

Hipertrofi : -

Atrofi : -

Sekret : -

Hipertrofi : -

Atrofi : -

Sekret :

Meatus inferior dan

media

Sekret : -

Polip : -

Sekret : +

Polip : -

Rinoskopi Posterior : -

Tenggorokan

Inspeksi, Palpasi :

Mukosa Orofaring : -

Hiperemis : -

Massa : -

Nyeri : -

Tonsil T1 / T1

Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan.

III. RESUME

Ny. T mengeluh hidung sebelah kiri terasa tersumbat dan adanya benjolan

pada leher sebelah kiri tahun 2009 lalu. Benjolan berukuran sebesar telur puyuh yang

semakin lama semakin membesar tidak sakit, keras dan tidak bisa digerakkan.

Kemudian pasien didiagnosa menderita karsinoma nasofaring di tahun tersebut

setelah menjalani beberapa pemeriksaan (nasofaringoskopi, biopsi, patologi anatomi,

21

Page 22: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

radiologi). Keluhan lainnya adalah pasien mengeluh telinga kiri terasa berdengung

yang berlangsung hingga sekarang.

Pasien tidak menjalani terapi yang disarankan, hingga pada tahun 2011 pasien

mengeluh wajah bagian kiri pasien terasa sebal dan terdapat penglihatan ganda dan

membawanya ke dokter kembali. Suara serak (-)

Pada tahun 2011 pasien menjalani kemoterapi tahap pertama dengan hasil

berupa benjolan di leher sebelah kiri yang masih ada namun dengan ukuran yang

lebih kecil (1-2 cm) dan tumor primer masih ada. Pada tanggal 14 juni 2012 lalu

pasien menjalani kemoterapi tahap kedua untuk pertama kali. Pasien mengeluh

rambut menjadi rontok, pusing , mual, tidak napsu makan dan lemah pasca menjalani

kemoterapi.

Pasien senang mengkonsumsi ikan asin, mengkonsumsi sejak kecil. Bekerja

sebagai nelayan + selama 28 tahun.

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat

Hipertensi (+). Riwayat penyakit lain (-)

.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

CT Scan : massa pada daerah nasofaring kiri, massa pada leher kiri. Invasi ke

jaringan lunak dan tulang tidak ditemukan.

Rencana pemeriksaan tambahan:

o Hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit

o Foto Thoraks

o Foto Abdomen

V. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja : Karsinoma nasofaring stadium IV ( T4 N0,N1,N2 M0)

Diagnosis banding : -

VI. TATALAKSANA

Non Medikamentosa :

Tirah baring

Diet TKTP (tinggi kalori tinggi protein) konsistensi lunak

22

Page 23: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Medikamentosa :

Cisplatin 50 mg/m2/hari

Paxus 30 mg/m2/hari

Ondansentron 2 x 8mg

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad malam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanactionam : dubia ad malam

BAB IV

PEMBAHASAN

Ny. T mengeluh hidung sebelah kiri terasa tersumbat dan adanya benjolan

pada leher sebelah kiri sebesar telur puyuh tidak sakit, keras dan tidak bisa

digerakkan. Keluhan tersebut yang membawa pasien ke dokter tahun 2009 lalu.

Keluhan pada pasien ini merupakan keluhan yang sering dialami pasien karsinoma

nasofaring. Gejala awal KNF tidak khas bahkan lebih banyak mirip dengan gejala

rhinitis ataupun sinusitis. Keluhan penderita baru tampak jelas saat tumor sudah

membesar dan sudah berada pada stadium lanjut, ini disebabkan sulitnya pemeriksaan

23

Page 24: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

nasofaring karena letak anatomisnya yang berada didaerah cekungan yng sulit untuk

dijangkau.

Adapun gejala-gejala yang biasa dikeluhkan oleh penderita KNF antara lain

adanya benjolan dileher(76%), gangguan di hidung (73%), gangguan telinga (62%),

sakit kepala (35%), penglihatan ganda (11%), rasa kebas diwajah (8%), penurunan

berat badan (7%) dan trismus (3%). Pasien didiagnosa menderita karsinoma

nasofaring pada tahun tersebut setelah menjalani beberapa pemeriksaan (biopsi,

radiologi).

Saran radioterapi tidak dilakukan pasien, hingga tahun 2011 pasien mengeluh

wajah bagian kiri pasien terasa sebal dan terdapat gangguan pada mata kiri pasien

(penglihatan ganda). Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi penyebaran

kangker ke saraf otak yang biasanya melalui foramen laserum dan mengenai grup

anterior saraf otak yaitu n.II s/d n.VI. Perluasan ke atas lebih sering ditemukan di

Indonesia, tersering mengenai n.VI dengan keluhan berupa diplopia, kemudian n.V

cabang 1 dengan keluhan berupa hipestesia pipi/wajah.

Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai di kelenjar limfe

leher dan tertahan di sana karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan pertama

agar sel-sel kanker tidak langsung mengalir ke bagian tubuh yang lebih jauh. Di

dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar

menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Benjolan ini

tidak dirasakan nyeri karenanya sering diabaikan oleh pasien. Untuk stadium yang

lebih lanjut, sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai

otot dibawahnya.

Karena pasien mengabaikan pengobatan yang harusnya beliau lakukan,

keadaan pasien menjadi lebih buruk dengan adanya peningkatan stadium kangker

( stadium II menjadi stadium IV) dimana kanker telah menyebar mengenai saraf otak.

Akhirnya pada taun 2011 pasien menjalani kemoterapi tahap pertama dan setelah

dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil benjolan pada leher yang ukurannya menjadi

lebih kecil 1-2 cm namun tumor primer masih ada. Pada tanggal 14 juni 2012 lalu

menjalani kemoterapi tahap kekedua (direncanakan 6 x kemoterapi).

Keluhan yang dialami pasien paca kemoterapi adalah efek samping dari

kemoterapi itu sendiri yang pada pasien ini berupa rambut menjadi rontok, pusing,

lemah, hilangnya napsu makan, mual dan muntah.

24

Page 25: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Rontok/ alopecia adalah keadaan hilangnya rambut secara sementara atau permanen.

Obat kemoterapi atau obat lain tertentu merusak DNA dari stem cell, akibatnya terjadi

atrophy dari folikel rambut yang berakibat lemah, brittle hair yang akan berakibat tercabutnya

dari scalp. Rontoknya rambut yang peling sering terjadi adalah rambut dikepala

Hilangnya napsu makan/ anoreksia dapat terjadi dan menyebabkan turunnya berat badan

bahkan dapat terjadi malnutrisi. Selain itu dapat pula terjadi perubahan pengecapan, dapat disebabkan

oleh:

Tingginya“mitotic rate”dari sel-sel indra pengecapan yang akansangat sensitif

terhadap obat kemoterapi. 

Adanya nausea dan vomiting

Adanya stomatitis

Efek samping lain adalah mual dan muntah (nausea dan vomiting). Nausea

adalah perasaan subyektif atas rasa tidak enak dilambungakibat rangsangan dari area di

medulla yang biasanya erat kaitannyadengan vomiting. Sedangkan vomiting sendiri

adalah pengeluaran isilambung atau jejunum melalui mulut, secara kuat dan

disemprotkan.Biasanya disertai dengan kondisi air liur berlebihan, takikardi sebelumterjadi

vomiting, bradikardi pada waktu terjadi vomiting, penurunantekanan darah, pusing, dan

pucat.

Untuk keluhan lain biasanya dapat berupa stomatitis dan dysphagia. Gejala

system GI biasanya bermula dari mulut, yang mana pada daerah ini terdapat

pembelahan sel yang cepat (efek samping kemoterapi terlihat disini). Kemoterapi

akan menyebabkan iritasi sampai inflamasi dimukosa mulut, ysng diberi nama

stomatitis dan bila berkelanjutan dapat menyebabkan kesulitan menelan (dysphagia). Stomatitis

menyebabkan nyeri, ulkus, perdarahan, dan terjadi infeksi sekunder.

Diare adalah keluarnya tinja lunak atau cair disertai/ tanpadisertai rasa tidak

enak. Hal ini disebabkan karena destruksi dari sel-sel mukosa gastrointestinal

yang aktif membelah sehingga fungsi pencernaaan dan absorbsi teerganggu.

Karsinoma nasofaring yang diderita pasien sudah mencapai stadium IV. Untuk

menentukan adanya metastasis jauh diperlukan pemeriksaan lebih lanjut seperti foto

thoraks dan foto abdomen. Dan diperlukan pemeriksaan laboratorium berkala untuk

menilai kadar hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit selama pasien menjalani

kemoterapi.

25

Page 26: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

Tatalaksananya dapat berupa nonmedikamentosa dan medikamentosa. Pada

pasien dapat disarankan untuk tirah baring dan diet tinggi kalori tinggi lemak dengan

konsistensi lunak. Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP), yang sering juga disebut

dengan diet Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT) yaitu diet yang mengandung energi

dan protein di atas kebutuhan normal. Pemberian diet TKTP ini bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah dan

mengurangi kerusakan jaringan tubuh, dan untuk menambah berat badan hingga

mencapai berat badan normal.

Kombinasi radioterapi dan kemoterapi. Kemoterapi dilakukan dengan

pemberian cisplatin 50 mg yang dikombinasikan dengan paxus 30 mg. Untuk

mengurangi rasa mual dan muntah akibat kemoterapi diberikan ondansentron.

BAB V

KESIMPULAN

Pasien Ny. T, Perempuan, 50 tahun dengan keluhan hidung tersumbat dan

benjolan di leher sebelah kiri. Pasien didiagnosis karsinoma nasofaring stadium IV

berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Tatalaksana pada pasien berupa tatalaksana nonmedikamentosa dan medikamentosa.

26

Page 27: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. Anatomi Kepala dan Leher dalam Anatomi Klinik Untuk

Mahasiswa Kedokteran. Edisi keenam. Jakarta: EGC. Hal: 796

2. Nasution II. 2007. Hubungan Merokok dengan Karsinoma Nasofaring. Medan:

FK USU. Tesis

27

Page 28: Lapkas Karsinoma Nasofaring koas 2008

3. Soepardi EA, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher. edisi keenam. Jakarta: FKUI

4. Pringgoutomo, Sudarto. Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Beberapa

Segi epidemiologi Pola Penyakit Kanker di Berbagai Benua

5. Radioterapi. http://id.wikipedia.org/wiki/Radioterapi

6. Kartikawati, Henny. 2007. Diseksi Leher. Bagian IK THT-KL FK Undip Rs Dr.

Kariadi Semarang

28