50
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Embriologi Ginjal Sistem nefrik, berkembang secara bertahap, menjadi: pronefros, mesonefros, dan metanefros. 1. Pronefros Pronefros merupakan stadium, paling awal dari pembentukan ginjal. Pronefros merupakan struktur seperti kantung (vestibulum) yang akan menghilang pada minggu keempat masa kehidupan embrionik. Pronefros terletak sepanjang massa mesoderm (somite) ke enam sampai ke empat belas dan terdiri dari 6-10 tubulus. 2. Mesonefros Mesonefros merupakan organ ekskresi pada masa embrionik (4-8 minggu) dan akan hilang secara bertahap. Tubulus-tubulus pada mesonefrik berkembang dari mesoderm interna dan beada pada kaudal dari pronefros sebelum terjadinya degegnerasi pronefros. Tubulus pada mesonefros berbeda dari pronefros, yaitu tubulus mesonefros berkembang menjadi bentuk seperti mangkuk dimana terdorong oleh tonjolan kapilernya. Struktur tersebut disebut dengan kapsula Bowman, dan lempengan kapiler tersebut disebut sebagai glomerulus. Pada perkembangannya, tubulus mesonefrik memanjang dan bergabung dengan kloaka.

LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Embriologi Ginjal

Sistem nefrik, berkembang secara bertahap, menjadi: pronefros, mesonefros,

dan metanefros.

1. Pronefros

Pronefros merupakan stadium, paling awal dari pembentukan ginjal.

Pronefros merupakan struktur seperti kantung (vestibulum) yang akan

menghilang pada minggu keempat masa kehidupan embrionik. Pronefros

terletak sepanjang massa mesoderm (somite) ke enam sampai ke empat belas

dan terdiri dari 6-10 tubulus.

2. Mesonefros

Mesonefros merupakan organ ekskresi pada masa embrionik (4-8

minggu) dan akan hilang secara bertahap. Tubulus-tubulus pada mesonefrik

berkembang dari mesoderm interna dan beada pada kaudal dari pronefros

sebelum terjadinya degegnerasi pronefros. Tubulus pada mesonefros berbeda

dari pronefros, yaitu tubulus mesonefros berkembang menjadi bentuk seperti

mangkuk dimana terdorong oleh tonjolan kapilernya. Struktur tersebut disebut

dengan kapsula Bowman, dan lempengan kapiler tersebut disebut sebagai

glomerulus. Pada perkembangannya, tubulus mesonefrik memanjang dan

bergabung dengan kloaka. Duktus nefrik primer tersebut sekarang berganti

nama menjadi duktus mesonefrikus. Setelah menjadi duktus mesonefrikus,

tubulus primordial memanjang, dan menambah cabang-cabang pada

permukaan superfisialnya, sehingga memperbanyak perrtukaran material

dalam darah kedalam kapiler. Setelah meninggalkan glomerulus, darah dibawa

oleh satu atau lebih pembuluh darah eferen yang nantinya akan hancur

menjadi pleksus-pleksus kapiler yang terletak dekat tubulus mesonefrik.

Mesonefros, yang terbentuk pada awal minggu keemapt, akan mencapai

puncak perkembangaannya pada akhir bulan kedua.

3. Metanefros

Metanefros merupakan fase akhir dari perkembangan sistem nefrik,

berasal dari mesoderm intermediet dan duktus mesonefrikus. Sel-sel

Page 2: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

mesoderm akan tersusun seperti massa-massa vesikel yang terletak dekat

dengan ujung duktus kolektikus. Pada saat ginjal berkembang, tubulus yang

terbentuk pada zona perifer juga akan semakin banyak. Massa vesikel

membentuk kavitas di tengah dan akan berbentuk seperti huruf S. Salah satu

ujung huruf S tersebut bergambung dengan tubulus kolektikus, sehinggan

menjadi sebuah kanal. Bagian proksimal S tersebut berkembang menjadi

tubulus kontortus proksimal dan distal dan menjadi lengkung Henle; ujung

distal huruf S berkembang menjadi glomerulus dan kapsula Bowman.

Gloerulus berkembang sempurna pada minggu ke-36 masa gestasi atau ketika

berat fetus mencapai 2500 gram.

B. Anatomi Ginjal

Anatomi Ginjal Eksterna

Ginjal merupakan struktur kembar yang berbentuk seperti kacang dan

berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan orang dewasa. Ginjal terletak dibelakang

peritoneum dinding abdomen posterior pada kedua sisi kolumna vertebralis dekat

dengan batas lateral otot psoas major.

Gambar 1. Ginjal terletak dibelakan peritoneum parietal. Kedua ginjal diselubungi oleh lapisan lemak

perirenal. Arteri renalis merupakan perpanjangan dari aorta abdominal, dan vena renalis memanjang

dari ginjal menuju vena cava.

Ginjal memanjang mulai dari vertebra torakal 12 (T12) sampai ke lumbal 3

(L3) dan tulang kosta terakhir melindungi sebagian ginjal. Hepar terletak di sebelah

superior renal dextra, sehingga posisi ginjal kanan terletak lebih rendah daripada

ginjal kiri. Tiap ginjal mempunyai panjang kira-kira 11 cm, lebar 5 cm, dan tebal 3

cm, dengan berat sekitar 130 gram. Kapsula renalis, lapisan jaringan ikat fibrosa,

2

Page 3: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

melapisi ginjal dan melindungi ginjal dari infeksi dari organ luar di dekatnya.

Lapisan lemak perirenal¸ yang merupakan lapisan tebal jaringan lemak, melapisi

kapsula renalis. Lapisan lemak perirenal berguna sebagai bantalan untuk meredam

tekanan mekanis. Lapisan tipis jaringan ikat konektif, fasia renalis, mengikat ginjal

dan kelenjar adrenal dengan dinding abdomen. Jaringan lemak pada ginjal, jika tubuh

seseorang terjadi rapid weight loss, maka posisi ginjal akan turun, dimana hal ini

disebut sebagai renal ptosis. Ptosis ginjal ini akan menyebabkan ureter menjadi

tertekuk (kinked), sehingga urin tidak dapat dikeluarkan, refluks kembali ke ginjal,

dan menekan jaringan-jarinagn pada ginjal, suatu kondisi yang disebut hidronefrosis,

yang nantinya menyebabkan gagal ginjal dan nekrosis ginjal.

Hilum, merupakan area kecil yang terletak di sebelah medial tiap ginjal,

dimana arteri dan vena renalis serta ureter keluar dari ginjal. Hilum tersebut keluar

terbuka menuju sinus renalis, rongga yang terisi oleh lemak dan jaringan ikat.

Gambar 2. Potongan longitudinal ginjal dan ureter. Korteks melapisi bagian luar ginjal, sedangkan

medulla berada di dalamnya. Kavitas di tengah, yang dikenal sebagai sinus renalis, mengandung pelvis

renalis. Kolumna renalis yang berasal dari korteks dan sampai ke medulla, memisahkan piramis renalis.

Anatomi Ginjal Internal

Pemotongan secara longitudinal menunjukkan lapisan ginjal terdiri atas

lapisan luar, korteks dan lapisan dalam, medulla, yang dimana juga mengelilingi

sinus renalis. Piramis renalis adalah struktur berbentuk kerucut yang membentuk

medulla. Kolumna renalis terbentuk dari jaringan yang sama dengan korteks renalis

3

Page 4: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

dan memisahkan antara masing-masing piramis renalis. Basis piramis renalis, menjadi

pembatas antara korteks dan medulla renalis, sedangkan apeksnya, papilla renalis,

bermuara ke sinus renalis. Kaliks minor, adalah ruangan yang berbentuk corong

yang merupakan perpanjangan dari papilla renalis.

Gambar 3. Fotograf ginjal dan ureter.

Beberapa kaliks minor yang berasal dari papilla-papilla renalis, begabung

menjadi satu membentuk kaliks major. Tiap ginjak mempunyai 8-20 kaliks minor

dan 2-3 kaliks major. Kaliks major bergabung menjadi suatu ruangan yang membesar

yang disebut sebagai pelvis renalis, yang dikelilingi oleh sinus renalis. Pelvis renalis,

semakin ke arah kaudal, salurannnya semakin mengecil sehingga membentuk ureter,

dimana saluran yang keluar dari hilus ginjal dan bermuara di vesika urinaria. Urin

terbentuk dari ginjal dan mengalir ke papilla renalis menuju ke kaliks minor, lalu ke

kaliks major, bergabung ke pelvis renalis dan akhirnya disalurkan ke vesika urinaria

melalui ureter.

C. Histologi Ginjal

Nefron merupakan unit histologis dan fungsional dari ginjal. Tiap nefrom

mempunyai struktur seperti tabung dengan bagian yang besar pada terminalnya, yang

terdiri atas kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal, loop of Henle (lengkung

4

Page 5: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Henle), dan tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus distalis mengosongkan isinya

ke arah tubulus kolektikus, yang membawa urin dari korteks ginjal menuju ke papilla

renalis. Dekat dengan ujung papilla renalis (sebelum keluar ke kaliks minor), terdapat

beberapa duktus kolektikus yang saling bergabung membentuk duktus papilaris,

yang bermuara ke kaliks minor. Korpuskulus renalis, tubulus proksimal, dan tubulus

distal terdapat pada korteks renalis, namun tubulus kolektikus, sebagian loop of

Henle, dan duktus papilaris merupakan bagian dari medulla renalis.

5

Page 6: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Gambar 4. Unit fungsional ginjal – Nefron. Satu nefron terdiri atas korpuskulus renalis, tubulus

kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal. Tubulus kontortus distalis

mengosongkan isinya ke duktus kolektikus. Nefron jukstamedullaris (dekat dengan medulla renalis)

mempunyai lengkung Henle yang memanjang masuk lebih dalam lagi ke arah medulla, dimana tidak

ada struktur nefron lain yang masuk kedalamnya. Duktus kolektikus membesar menjadi saluran dengan

diameter yang lebih besar, yaitu duktus papilaris, dekat ujung papilla renalis. Duktus papilaris

bermuara ke kaliks minor.

Pada tiap ginjal, kira-kira mempunyai 1,3 juta nefron. Kebanyakan nefron

mempunyai panjang 50-55 mm. Nefron yang korpuskulus renalisnya dekat dengan

medulla, disebut nefron jukstamedullaris (Juxta [latin], artinya “dekat”). Nefron

jukstamedularis mempunyai loop of Henle yang memanjang ke arah medulla. Hanya

sekitar 15% dari nefron adalah bagian dari nefron jukstamedullaris. Sisanya (85%)

adalah nefron kortikal, dan lengkung Henlenya tidak memanjang masuk ke medulla.

Tiap-tiap korpuskulus renalis mempunyai bagian ujung nefron yang

membesar yang disebut kapsula Bowman dan jaringan pembuluh darah kapiler yang

disebut glomerulus. Dinding kapsula Bowman melengkung sehingga membentuk

ruangan ganda yang terisi oleh glomerulus. Cairan mengalir dari glomerulus ke

kapsula Bowman, dan menuju ke tubulus proksimal dan keluar dari kapsula Bowman.

Kapsula Bowman mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan luar parietal dan

lapisan dalam viseral. Lapisan parietal terbentuk oleh epitel skuamosa yang

berbentuk kubus pada awal tubulus proksimal. Lapisan visceral terbentuk atas sel

khusus yang disebut podosit yang melapisi kapiler glomerulus.

6

Page 7: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Gambar 5. (Kanan) Kapsula Bowman menutup glomerulus. (Kiri) Darah mengalir melewati apparatus

jukstaglomerulus melewati arteriol aferen dan meninggalkan glomerulus melewati arteriol eferen.

Tubulus proksimal menjadi saluran keluar dari kapsula Bowman.

Beberapa saluran-saluran terbuka pada sel endotel kapiler glomerulus yang

disebut fenestrae. Sebuah membrana basement, menempelkan sel endotel kapiler

glomerulus dan podosit kapsula Bowman. Kapiler endothelium, membrana basemen,

dan podosit, bersama-sama membentuk membran filtrasi. Pembentukan urin dimulai

ketika cairan dari kapiler glomerulus bergerak menyeberang membran filtrasi ke

lumen, atau ruangan, di dalam kapsula Bowman.

Gambar 6. (Atas) Podosit pada Kapsula Bowman, menegelilingi kapiler. Celah filtrasi di antara

podosit-podosit mengalirkan cairan dari kapiler menuju Kapsula Bowman. Glomerulus terdiri atas

endotel kapiler yang mempunyai lubang (fenestrae) . Membran basemen mengelilingi sel endotel

kapiler. (Bawah) Sel endotel kapiler, membran basemen, dan podosit membentuk membrana basemen

ginjal.

7

Page 8: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Tubulus proksimal¸ disebut juga sebagai tubulus kontortus proksimal¸

mempunyai panjang 14 mm dan diameter 60 µm. Dindingnya tersusun atas epitel

selapis kuboid yang berada pada membrana basemen, sehingga membentuk lapisan

luar tubulus. Banyak mikrovili yang menonjol dari permukaan lumen sel.

Gambar 7. Histologi tubulus kontortus proksimal. Permukaan luminal sel epitelnya terlapisi oleh

mikrovili. Lapisan basal tiap sel menempel pada membran basemen, dan tiap selnya berikatan dengan

tight junction. Batas basal tiap sel epitel mempunyai invaginasi yang dalam, dan beberapa mitokondria

menempel pada sel membran basal. Fungsi utamanya adalah reabsorpsi dan sekresi aktif.

Lengkung Henle merupakan kelanjutan dari tubulus proksimal. Tiap

lengkung mempunyai dua lengan, lengan bagian desenden dan asenden. Struktur

lengan desenden sama dengan tubulus proksimal. Lengkung Henle, semakin ke arah

medulla, semakin tipis. Lumen dengan diameter yang kecil tersebut epitelnya

mengalami transisi, dari epitel selapis kuboid menjadi epitel selapis skuamosa. Sama

seperti bagian desenden, bagian asenden loop of Henle juga mengalami transisi

semakin ke arah korteks pada epitelnya. Transisi tersebut berlangsung terbalik dari

bagian desenden, yaitu dari epitel selapis skuamosa lalu akan berubah menjadi epitel

selapis kuboid sesuai dengan semakin besarnya diameter lumen. Bagian tebal

lengkung Henle kembali menuju korpuskulus renalis dan berakhir di dekat makula

densa menjadi tubulus kontortus distal.

8

Page 9: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Gambar 8. Histologi lengkung Henle desenden. Bagian tipis lengkung henle tersusun atas epitel

selapis skuamosa yang mengandung mikrovili dan sejumlah kecil mitokondria. Air dengan mudah

bermigrasi dari lumen masuk ke dalam cairan interstitial.

Tubulus distalis, disebut juga tubulus kontortus distalis, tidak sepanjang

tubulus proksimal. Epitelnya tersusuna atas epitel selapis kuboid, namun sel-selnya

lebih kecil dari sel epitel tubulus proksimal dan tidak mengandung banyak mikrovili.

Tubulus distalis dari nefron-nefron bergabung ke dalam suatu satu saluran, yaitu

duktus kolektikus, yang tersusun atas epitel selapis kuboid. Duktus kolektikus, yang

mempunyai diameter paling besar dari tubulus nefron lain, menuju ke arah medulla

melalui ujung piramis renalis.

Gambar 9. Histologi tubulus distalis. Mikrovili pada permukaan selnya lebih sedikit daripada tubulus

proksimal dan mempunyai mitokondria. Fungsinya adalah penyerapan aktif Na+, K+, dan Cl-.

9

Page 10: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Gambar 10. Histologi duktus kolektikus. Selnya mempunyai sejumlah kecil mikrovili dan

mitokondria. Secara aktif, sel ini mereabsorpsi aktif Na+, K+, dan Cl-.

Arteri renalis merupakan percabangan dari aorta abdominalis dan masuk ke

ginjal melalui masing-masing sinusnya. Arteri segmentalis berpisah dari arteri

renalis untuk membentuk arteri interlobaris, yang bergerak naik pada untuk masuk

ke dalam korteks ginjal. Percabangan dari arteri interlobaris terdapat di dekat basis

piramis renalis untuk membentuk arteri arkuatus. Arteri arkuatus bercabang menjadi

dua arteri lagi, yaitu arteri interlobularis yang bergerak menuju korteks renalis dan

arteriol aferen yang masuk ke dalam kapsula Bowman untuk mensuplai kapiler

glomerulus korpuskulus renalis. Arteriol eferen berasal dari kapiler glomerulus dan

membawa darah dari glomerulus. Setelah tiap arteriol eferen keluar dari glomerulus,

maka akan membentuk kapiler peritubular di sekitar tubulus kontortus proksimal

dan distalis. Bagian khusus kapiler-kapiler peritubular, yang disebut vasa rekta,

berjalan menuju ke medulla bersamaan dengan lengkung Henle dan kembali menuju

ke korteks renalis. Kapiler peritubular mengalami drainase pada vena peritubular,

yang nantinya akan bergerak menuju vena interlobaris, yang mengalami drainase

lagi menjadi vena renalis. Vena renalis keluar dari ginjal melalui sinus renalis dan

bergabung dengan vena cava inferior.

10

Page 11: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

11

Page 12: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

12

Page 13: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Gambar 11. Aliran darah ginjal. (Atas-Kanan) Darah mengalir dari arteri dan vena yang lebih besar ke yang

lebih kecil. (Atas-Kiri) Darah mengalir dari arteri, kapiler, dan vena untuk membentuk sistem sirkulasi darah

pada nefron. (Bawah) Gambar struktur mayor pembuluh darah pada ginjal dan aliran darah pada ginjal.

D. Fisiologi Ginjal

Nefron disebut juga sebagai unit fungsional ginjal karena merupakan struktur

ginjal yang paling kecil yang mampu memproduksi urin. Filtrasi, reabsorpsi, dan

sekresi merupakan tiga konponen penting dalam pembentukan urin. Filtrasi adalah

pergerakan cairan melewati membran filtrasi yang dikarenakan perbedaan tekanan.

Cairan yang masuk ke nefron disebut sebagai filtrat. Reabsorpsi merupakan

substanse dari filtrat yang masuk kembali ke dalam darah. Kebanyakan air dan

sebagian substansi seperti natrium di reabsorpsi kembali ke dalam darah, sedangkan

produk sisa metabolisme, substansi yang berlebih di dalam tubuh, dan sebagian kecil

air tidak di reabsorpsi. Sekresi merupakan transport aktif elektron masuk ke dalam

nefron. Urin yang terbentuk dari nefron terdiri dari substansi dan air yang tersaring

dan substansi yang tersekresi oleh nefron dikurangi substansi dan air yang

direabsorpsi.

Gambar 12. Pembentukan Urin

Konsentrasi Zat-zat Mayor

Substansi Plasma Filtrat Jumlah substansi

yang berpindah*

Urin Konsentrasi urin

Konsentrasi Plasma

Air (Liter) 180 180 + 178,6 1,4 -

Molekul Organik

13

Pembentukan urin di sebabkan oleh:

1. Fitrasi. Filtrasi (panah biru, adalah

pergerakan material melalui

membran filtrasi ke lumen kapsula

Bowman sehingga membentuk filtrat.

2. Reabsorpsi. Zat-zat di reabsorpsi

(panah ungu) melalui dinding nefron

dengan transport aktif dan

kotransport.

3. Sekresi. Zat-zat di sekresi (panah

oranye) melewati dinding nefron

menuju ke filtrat.

Page 14: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

(mg/100 mL)

Protein

Glukosa

Urea

Uric Acid

Kreatinin

3900-5000

100

26

3

1,1

6-11

100

26

3

1,1

-100,0

-100,0

-11,4

-2,7

+0,5

0**

0

1820

42

196

0

0

70

14

140

Ion (mEq/L)

Na+

K+

Cl-

HCO3-

142

5

103

28

142

5

103

28

-141,0

-4,5

-101,9

-27,9

128

60

134

14

0,9

12,0

1,3

0,5

Tabel 1. Konsentrasi Zat-zat Mayor pada Urin. (*): Sebagian besar zat bergerak masuk dan keluar nefron. Tanda

negatif (-) menandakan pergerakan zat keluar dari filtrat. Jika positif (+) berarti zat-zat yang masuk ke dalam

filtrat. (**): Sejumlah kecil protein dapat ditemukan pada urin, namun karena jumlahnya sangat kecil, nilainya

dianggap nol.

1. Filtrasi

Sebagian cardiac output total yang melewati ginjal disebut sebagai

fraksi ginjal (renal fraction). Tabel 2 menunjukkan penghitungan kecepatan

darah di dalam pembuluh darah ginjal dan kecepatan lain di dalam ginjal.

Fraksi renalis jumlahnya bervariasi pada tiap individu, pada orang dewasa

dalam kondisi rileks, sekitar 12 – 30%, namun rata-ratanya sekitar 21%. Hal

ini menunjukkan bahwa total kecepatan aliran darah ginjal adalah 1176

mL/menit. Jumlah plasma yang melewati ginjal tiap menitnya disebut

kecepatan aliran plasma dalam ginjal, adalah sama dengan kecepatan aliran

darah ginjal dikalikan portion darah yang dibentuk oleh plasma, yaitu

mencapai 55% (1176 mL/menit x 0,55 = 646,8 mL plasma/menit, atau

dibulatkan menjadi 650 mL plasma/menit).

Sebagian plasma yang terfiltrasi masuk ke ginjal melewati membran

plasma ke dalam lumen kapsula Bowman untuk menjadi sebuah filtrat, disebut

fraksi filtrat (filtration filtrate). Filtrasi filtrat berjumlah rata-rata 19% dari

jumlah aliran plasma yang melewati ginjal (650 mL plasma/menit x 0,19 =

123,5 mL plasma/menit). Sehingga, kira-kira 125 mL filtrat diproduksi tiap

menitnya. Tiap filtrat yang dihasilkan tiap menitnya disebut sebagai laju

filtrasi glomerulus (Glomerular Filtration Rate [GFR]), yang sama dengan

kira-kira 180 L filtrat yang terproduksi per harinya. Karena hanya 1 – 2 liter

14

Page 15: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

urin yang terproduksi tiap harinya pada orang dewasa sehat, seluruh filtrat

tidak tidak semuanya dibuang ke dalam urin. Kira-kira 99% volume filtrat di

reabsorpsi kembali masuk ke dalam darah ketika melewati nefron dan 1%

dibuang ke urin.

Kalkulasi Aliran Ginjal

Substansi Jumlah per menit

(mL)

Kalkulasi

Aliran Darah Ginjal 1176 Jumlah darah yang mengalir melewati ginjal

per menit; sama dengan persen fraksi ginjal

(21%) dari cardiac output (5600 mL

darah/menit).

5600 mL darah/menit x 0,21 = 1176 mL

darah/menit

Aliran Plasma

Ginjal

650

Laju Filtrasi

Glomerulus

125

Urin 1

Tabel 2. Kalkulasi Aliran pada Ginjal

Barier Filtrasi

Membran filtrasi merupakan barier filtrasi, yang mencegah sel darah

dan protein masuk ke dalam lumen Kapsula Bowman namun substansi selain

kedua kompenen tersebut tetap bisa masuk. Membran filtrasi mempunyai sifat

permeabilitas membran yang tinggi dibandingkan dengan kapiler pada

umumnya. Molekul-molekul kecil dan air mampu melewati barier dan masuk

ke dalam lumen kapsula Bowman. Fenestrae pada kapiler glomerulus, podosit,

dan membrana basemen mampu dilewati oleh molekul dengan ukuran tidak

lebih dari 7 nm dengan berat 40.000 dalton. Kebanyakan protein plasma

berukuran lebih dari 7 nm sehingga tertahan pada kapiler glomerulus. Protein

albumin, yangmempunyai diameter mendekati 7 nm, masuk ke dalam filtrat

dalam jumlah yang kecil sehingga filtrat mengandung 0,03% protein. Hormon

protein juga mampu melewati barier. Protein memang mampu melewati

barier, namun dapat di reabsorpsi kembali oleh endositosis dan di metabolisme

oleh sel tubulus proksimal.

15

Page 16: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Tekanan Filtrasi

Pembentukan filtrasi tergantung pada gradien tekanan, yang disebut

tekanan filtrasi, yang membuat cairan kapiler glomerulus melewati membran

filtrasi untuk masuk ke lumen kapsula Bowman. Tekanan filtrasi merupakan

hasil penjumlahan dari kekuatan kecepatan cairan keluar dari kapiler

glomerulus untuk masuk ke lumen kapsula Bowman dan hal-hal yang

membuat cairan keluar dari kapsula Bowman dan masuk ke dalam glomerulus.

Tekanan kapiler glomerulus (Glomerular Capillary Pressure [GCP]),

tekana darah di dalam kapiler glomerulus, menggerakkan cairan keluar dari

glomerulus agar masuk ke dalam kapsula Bowman. Tekanam kapiler

glomerulus mempunyai rata-rata sekitar 45 mmHg, tekanan kapiler yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kapiler lain. Tekanan kapsul (Capsule Pressure

[CP]) adalah tekanan cairan di dalam kapsula Bowman, dengan kekuatan

tekana kira-kira 10 mmHg, karena tekanan pada filtrat sudah ada di dalam

lumen kapsula Bowman. Tekanan Osmotik Koloid (Colloid Osmotic

Pressure [COP]) di dalam kapiler glomerulus diakibatkan protein plasma

tidak mampu melewati membran filtrasi. Akibatnya, protein plasma tetap

berada di dalam kapiler glomerulus sehingga menimbulkan tekanan osmotik

sekitar 28 mmHg yang menyebabkan cairan bergerak dari kapiler glomerulus

menuju lumen kapsula Bowman. Dari jumlah tekanan-tekanan di atas, tekanan

filtrasi dapat di tentukan dengan nilai sekitar 7 mmHg.

Tekanan kapiler glomerulus yang tinggi diakibatkan dari rendahnya

resistensi aliran darah pada arteriol aferen dan kapiler glomerulus dan lebih

tingginya resistensi arteriol eferen. Ketika diameter pembuluh darah

berkurang, resistensi yang timbulkan terhadap aliran darah akan semakin

meningkat, dan tekanan darah yang mengalir ke atas (upstream) dari diameter

pembuluh darah yang mengecil lebih tinggi daripada tekanan darah yang

mengalir ke bawah (downstream) dari diameter pembuluh darah yang

mengecil. Arteriol eferen mempunyai diameter yang kecil, dan tekanan darah

pada kapiler glomerulus mempunyai kekuatan yang tinggi akibat rendahnya

16

Tekanan Kapiler Filtrasi = Tekanan golerulus – Tekanan Kapsul – Tekanan Osmotik Koloid

(7 mmHg) = (45 mmHg) – (10 mmHg) – (28 mmHg)

Page 17: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

resistensi pembuluh arteriol aferen dan kapiler glomerulus karena tingginya

resistensi aliran darah arteriol aferen. Selain itu, tekanan darah yang rendah

juga terdapat pada kapiler peritubular akibat aliran downstream dari arteriol

eferen. Akibat dari perbedaan tekanan ini, filtrat menyebrang membran filtrasi

menuju lumen kapsula Bowman. Tekanan yang rendah pada kapiler

peritubular menyebabkan cairan masuk ke kapiler dari cairan intersel.

Sel otot polos pada arteriol aferen dan eferen dapat mengubah diameter

pembuluh darah dan tekanan filtrasi glomerulus. Contohnya, dilatasi pada

pembuluh darah aferen arteriol atau kontriksi pada pembuluh darah arteriol

eferen meningkatkan tekanan kapiler glomerulus, meningkatkan tekanan

filtrasi, dan filtrasi glomerulus.

Gambar 13. Tekanan Filtrasi. Tekanan filtrasi yang melewati membran filtrasi sama dengan

tekanan kapiler glomerulus (GCP) dikurangi tekanan kapiler osmotik (COP) dikurangi

tekanan pada kapsul (CP).

2. Reabsorpsi Tubulus

Filtrat akan meninggalkan lumen kapsula Bowman dan mengalir

menuju ke tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, dan tubulus

kontortus distal. Ketika filtrat melewati struktur tersebut, banyak substansi-

substansi dalam filtrat yang akan terserap kembali (reabsorpsi), hal ini disebut

sebagai reabsorpsi tubular. Resobrsi tubulus diakibatkan oleh adanya difusi,

difusi pasif, transport aktif, kotranspor, dan osmosis. Garam anorganik,

molekul organik, dan sekitar 99% volume filtrat meninggalkan nefron dan

masuk ke cairan intersel. Substansi ini akan masuk kedalam kapiler

17

Page 18: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

peritubular yang mempunyai tekanan rendah dan akhirnya masuk ke sirkulasi

melalui vena renalis.

Substansi yang direabsorpsi dari lumen nefron ke dalam cairan intersel

contohnya adalah asam amino, fruktosa, glukosa, Na+, K+, Ca2+, HCO3-, dan

Cl-

Air mengikuti substansi yang direabsorpsi ke dalam cairan intersel

akibat efek osmosis. Proses transport dan karakteristik permeabilitas tiap

bagian nefron mempengaruhi reabsorpsi filtrat. Sejumlah volume kecil filtrat

(kira-kira 1% volume filtrat) mengandung urea, uric acid, kreatinin, K+

dengan konsentrasi tinggi, dimana bersifat toksik pada tubuh. Regulasi

reabsorpsi substansi dan karakteristik permeabilitas mampu menciptakan urin

dengan volume kecil namun dengan kepekatan yang tinggi, atau urin dengan

volume besar dengan keenceran yang tinggi.

Reabsorpsi tubular terjadi di tubulus ginjal dan masuk ke dalam kapiler

peritubular. Dalam 24 jam, ginjal membentuk filtrat sebanyak 150-180 liter

filtrat dan output urin sebanyak 1-2 liter. Umumnya, reabsorpsi dan sekresi

65% terjadi pada tubulus kontortus proksimal, dimana selnya mempunyai

mikrovili sehinggan menambah luas permukaan sel. Tubulus distalis dan loop

of Henle juga berguna untuk reabsorpsi air.

18

Page 19: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Gambar 14. Representasi skematik filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus.

Mekanisme Reabsorpsi

a) Transpor Aktif—sel pada tubulus ginjal menggunakan ATP untuk

tranpor material-material yang masih berguna utntuk tubuh dari lumen

masuk ke dalam kapiler peritubular. Material tersebut contohnya

adalah glukosa, asam amino, vitamin, dan ion-ion yang bermuatan

positif.

Dari sekian banyak substansi tersebut, tubulus ginjal mempunyai

ambang batas reabsorpsi. Ini berarti hanya sebagian molekul saja

yang direabsorpsi dari filtrat. Contohnya, jika kadar glukosa tubuh

menurun, maka tubulus akan merabsorpsi seluruh glukosa sehingga

tidak ada glukosa pada urin. Apa yang terjadi contohnya seperti ini:

Jumlah molekul transporter glukosa pada membran sel tubulus cukup

untuk mereabsorpsi glukosa yang ada pada lumen. Namun, jika jumlah

glukosa dalam tubuh meningkat, artinya jumlah glukosa pada lumen

19

Page 20: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

juga meningkat sehingga menembus angka ambang batas reabsorpsi.

Hal ini menyebabkan glukosa tidak direabsorpsi dan akan dibuang ke

dalam urin.

Reabsorpsi ion Ca2+ akan meningkat sesuai dengan peningkatan

hormon paratiroid (PTH). Kelenjar paratiroid akan mensekresi hormon

paratiroid ketika kadar kalsium darah berkurang. Reabsorpsi kalsium

oleh ginjal merupakan salah satu mekanisme mengapa kalsium darah

kembali kedalam posisi normal.

Hormon aldosteron, yang disekresi oleh kelenjar adrenal,

meningkatkan reabsorpsi sodium dan meningkatkan ekskresi

potassium. Selain sebagai penyeimbang kadar sodium dan potassium,

aldosteron juga berguna untuk mengatur volume darah.

b) Transpor pasif—banyak dari ion negatif yang kembali ke dalam

darah akibat tereabsorpsinya ion positif sehingga ion-ion negatif ikut

tertarik dan tereabsorpsi.

c) Osmosis—reabsorpsi air mengikuti reabsorpsi mineral, terutama ion

sodium.

d) Pinositosis—protein-protein kecil terlalu besar untuk direabsorpsi

kembali. Sel-sel pada tubulus proksimal mereabsorpsi protein dengan

cara melipat dirinya dan menyelimuti protein sehingga protein kembali

ke dalam sirkulasi. Umumnya, seluruh protein direabsorpsi oleh ginjal

dan tidak terdapat pada urin.

Segmen Tubulus Substansi yang Direabsorpsi Mekanisme

Tubulus Proksimal Sodium (Na+)

Glukosa, asam amino, dan

protein

Kation (K+, Mg2+, Ca2+, dan

lainnya)

Air

Urea dan lipid-soluble

solutes

Protein berukuran kecil

Transpor aktif dari pompa ion

Na+ dan K- pada membran

basolateral

Transpor aktif sekunder

dengan Na+

Transpor pasif oleh gradient

elektroseluler

Osmosis

Difusi pasif yang dibuat oleh

konsentrasi gradien air

Endositosis oleh sel tubulus

20

Page 21: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Lengkung Henle

Pars Desenden

Air Osmosis

Lengkung Henle

pars Asenden

Na+, Cl-, K+

Ca2+ dan Mg2+

Transpor akitf primer dari

Na+ pada membran

basolateral; transport aktif

sekunder dari membran

lumen via kanal Na+, Cl-;

regulasi dari aldosteron

Difusi paraseluler pasif oleh

gradien elekrokimia

Tubulus Distal Na+, Cl-

Ca2+

Transpor akitf primer dari Na

pada membran basolateral;

transport aktif sekunder dari

membran lumen via kanal

Na+, Cl-; regulasi dari

aldosteron

Uptake pasif di kanal PTH

pada membran luminal;

transport aktif primer dan

sekunder pada membran

basolateral

Duktus Kolektikus Na+, H+, K+, HCO3-, Cl-

Air

Urea

Transpor aktif primer sodium

(membutuhkan aldosteron)

Osmosis

Difusi fasilitasi

Tabel 3. Reabsorpsi Tubulus

3. Sekresi Tubulus

Terreabsorpsinnya sel tubulus untuk terhadap zat yang harusnya

dibuang pada urin akan menjadi fokus kerja dari sekresi tubulus. Substansi

seperti H+, K+, NH4+, kreatinin, dan zat asam organik lain harusnya dibuang ke

filtrat melewati kapiler peritubular. Bagian yang paling aktif mensekresi

adalah tubulus kontortus proksimal, namun bagian korteks duktus kolektikus

juga berfungsi sebagai sekresi tubulus. Fungsi dari sekresi tubulus adalah:

a) Membuang beberapa substansi, seperti obat dan hasil metabolisme,

yang dimana berikatan dengan protein plasma. Substansi tersebut tidak

mampu difiltrasi sehingga harus dibuang.

21

Page 22: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

b) Membuang substansi yang bersifat toksik bagi tubuh yang tereabsorpsi

oleh proses transport pasif, contohnya adalah urea.

c) Mengatur keseimbangan ion K+. Karena tiap ion yang K+ terlihat pada

filtrat direabsorpsi pada tubulus proksimal dan loop of Henle pars

asenden.

d) Mengontrol pH darah. Ketika pH darah jatuh sehingga bersifat asam

atau basa. Jika darah mempunyai pH yang rendah, tubulus pada ginjal

akan membuang secara aktif ion H+ ke filtrat dan tetap menjaga HCO3-

(basa) berada dalam darah. Begitu juga ketika darah mempunyai pH

yang tinggi.

4. Refleks Miksi

Refleks ini akan terinisiasi ketika adanya distensi pada vesika urinaria

(VU). Urin yang mengisi VU akan menstimulasi stretch reseptors yang

nantinya memproduksi aksi potensial. Aksi potensial dibawa oleh saraf aferen

dan dikirim ke korda spinalis regio sacral melalui nervus pelvikus. Sebagai

respon, korda spinalis mengirim kembali aksi potensial melalui serabut

parasimpatik sehingga dinding VU akan berkontraksi dan ditambah dengan

pengurangan aksi potensial motor neuron somatik yang menyebabkan sfingter

urinarius eksterna, yang terbuat dari otot skelet, terelaksasi.

Distensi VU juga akan mengirim aksi potensial melalui neuron

sensoris ke korda spinalis dan menuju pusat miksi di pons dan serebellum.

Pada area ini akan dikirim aksi potensial menuju ke korda spinalis regio

sakrum, dimana mereka mengatur aktivitas refleks miksi pada korda spinalis.

Pada anak-anak, refleks miksi di atur pada korda spinalis, bukan di pons dan

serebellum, dimana pada korda spinalis refleks miksinya bersifat automatik.

Kemampuan untuk menahan refleks miksi secara volunter dapat terjadi pada

umur 2-3 tahun dan setelah umur ini, pusat refleks miksi akan berpindah ke

pons dan serebellum. Volume urin untuk menginisasi refleks miksi adalah

sekitar 400-500 mL.

Keinginan utuk miksi memang diakibatkan adanya distensi pada VU.

Namun jika ada keadaan seperti infeksi bakteri pada dinding VU atau uretra,

mampu untuk menginisiasi refleks miksi, meskipun VU dalam keadaan nyaris

kosong.

22

Page 23: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Gambar 15. Refleks Miksi

E. Epidemiologi

Di Amerika, penyakit ini mengenai 12% penduduk pria dan 7% penduduk

wanita, dan semakin meningkat. Kira-kira sebanyak 30 juta penduduk Amerika

berisiko terkena nefrolitiasis. Sebanyak kira-kira 2 juta pasien mengeluh gejala yang

mirip dengan neforlitiasis. Jumlah ini meningkat sebanyak 40% dari tahun 1994.

Pada laki-laki di atas umur 70 tahun, di antara 1 dari 8 laki-laki dipastikan

terdiagnosis nefrolitiasis dengan tingkat rekurensi setelah episode pertama adalah

14%, 35%, dan 52% pada tahun ke 1, 5, dan 10.

23

Page 24: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Tingkat sosioekonomi penderita nefrolitiasis di Amerika berpengaruh terhadap

insidensi nefrolitiasis. Semakin rendah tingkat sosioekonominya, semakin tinggi

tingkat insidensinya.

Kebanyakan batu pada traktus urinarius, muncul pada umur 20-49 tahun

dengan puncak umur 35-45 tahun, namun penyakit ini dapat mengenai seluruh umur.

Secara umum, perbandingan laki-laki dan perempuan pada nefrolitiasis

berkisar 3:1. Batu yang dikarenakan gangguan metabolit/hormonal (contohnya

sistinuria, hiperparatiroidisme) dan nefrolitiasis pada anak-anak prevalensinya

sebanding pada kedua jenis kelamin. Batu karena infeksi (struvit) lebih sering pada

wanita daripada pria.

F. Patofisiologi

Batu ginjal terbentuk melewati dua fenomena. Fenomena pertama adalah

supersaturasi urin dengan zat-zat yang menjadi pembentuk batu, termasuk kalsium,

oksalat, dan uric acid. Kristal dari luar tubuh dapat bersifat sebagai nidi, ion yang

berasal dari supersaturasi urin yang terbentuk dari struktur kristal mikroskopis.

Ion batu yang terbentuk yang paling sering adalah kalsium. Beberapa tipe lain

yang jarang adalah sistin, asam ammonium urat, xantin, dihidroksamin, dan batu lain

yang berasal presipitasi metabolisme obat. Supersaturasi adalah penyebab utama

terbentuknya batu jenis uric dan sistin, namun jenis kalsium (terutama kalsium

oksalat) mempunyai proses yang lebih rumit.

Fenomena yang kedua, yang mempunyai andil besar terbentuknya batu

kalsium oksalat (35-70% kasus), adalah deposisi material pada papilla renalis dengan

nidus (fokus proses) kalsium fosfat.

Kalsium fosfat mengendap pada membrana basemen lengkung henle tipis,

mengikis interstitial, dan berakumulasi di ruang subepitel papilla renalis. Deposit

subepitel, yang dikenal juga sebagai plak Randal, akan mengikis urotelium papilla.

Matriks pada batu, kalsium fosfat, dan kalsium oksalat terkumpul secara perlahan

pada substrat sehingga membentuk kalkulus (gumpalan abnormal pada tubuh yang

biasanya terdiri dari garam-garam mineral).

Nyeri kolik ginjal umumnya dimulai pada bagian lateral superior angulus

kostovertebral/costovertebral angle (CVA) dan kadang di subkosta. Radiasi nyeri

menyebar ke arah superior atau inferior dari titik nyeri. Nyeri kolik pada ginjal

dikarenakan oleh dilatasi, regangan, dan spasme akibat obstruksi ureter akut.

24

Page 25: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Di ureter, meningkatnya peristaltik proksimal melalui aktivasi intrinsic

pacemaker pada uretra dapat menunjukkan persepsi nyeri. Spasme otot, peningkatan

peristaltik proksimal, inflamasi lokal, iritasi, dan edema pada tempat obstruksi dapat

merangsang aktivasi kemoreseptor dan regangan pada free nerve endings pada

mukosa uretra.

Arti “nyeri kolik” sebenarnya adalah istilah yang kurang tepat untuk

menjelaskan nyeri pada penyakit ini, karena nyeri umumnya konstan, dimana kolik

bilier atau intestinaljuga terkadang intermiten atau hilang timbul seperti gelombang.

Cirri-ciri nyeri tergantung pada ambang batas nyeri pada individu dan persepsi,

kecepatan, dan derajat perubahan tekanan hidrostatik pada ureter proksimal dan pelvis

renalis.

Gambar 16. (Kanan) Nyeri kolik ginjal akut beserta distribusi sarafnya. (Kiri) Proyeksi nyeri pada

ginjal dan ureter

Batu yang bergerak ke arah ureter dan yang menimbulkan nyeri yang terus

menerus lebih terasa sakit daripada batu yang tidak bergerak. Obstruksi yang terus

menerus, menimbulkan mekanisme autoregulasi dan refleks, edema intersel, dan

refluks pielolimfatik dan pielovena (vena renalis) untuk menurunkan tekanan

hidrostatik (tekanan pada permukaan air akibat berat air di atasnya), sehingga dapat

menurunkan rasa sakit.

Edema intersel pada ginjal mengakibatkan stimulasi dari regangan kapsula

renalis, nefromegali, dan meningkatnya drainase limfatik ginjal. Hal ini juga

mengurangi densitas parenkim ginjal pada pemeriksaan CT-scan.

25

Page 26: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Distensi pelvis renalis mengakibatkan stimulasi hiperperistaltik uretra, namun

akan menghilang dalam 24 jam, begitu juga dengan aliran darah ginjal. Tekanan

hidrostatik maksimum perlvis renalis diperoleh dalam waktu 2-5 jam setelah obstruksi

komplit.

Dalam 90 menit pertama obstruksi uretra komplit, vasodilatasi arteriol aferen

pregromelural timbul, yang meningkatkan aliran darah ginjal untuk sementara waktu.

Di antara 90 menit sampai 5 jam setelah obstruksi, aliran darah ginjal mulai menurun

ketika kekuatan peristaltik uretra meningkat. Dalam 5 jam setelah obstruksi komplit,

aliran darah ginjal dan tekanan intralumen uretra menurun pada ginjal dan ureter yang

sakit.

Aliran darah ginjal menurun sampai 50% dari nilai normal setelah 72 jam.

Setelah 1 minggu menurun menjadi hanya 30%, dan 20% dalam 2 minggu, dan

tinggal 12% dalam 8 minggu. Pada saat ini, tekanan intrauretra telah kembali normal,

namun dilatasi uretra proksimal dan peristaltik uretra menjadi minimal.

Edema interstitial pada ginjal yang sakit akan meningkatkan reabsorpsi cairan,

sehingga akan membantu untuk meningkatkan limfatik ginjal untuk tetap stabil. Pada

saat yang sama, aliran darah ginjal kontralateral meningkat dan fungsi ginjal menurun

pada ginjal yang sakit.

Kesimpulannya, dalam 24 jam setelah obstruksi komplit, tekanan hidrostatik

pelvis renalis menurun karena (1) berkurangnya peristaltik ureter; (2) menurunnya

aliran darah arteri ginjal, yang mengakibatkan penurunan produksi urin pada ginjal

yang sakit; dan (3) edema intersel ginjal, yang ditandai dengan drainase limfatik

ginjal yang meningkat.

Ketika uretra proksimal dari ginjal terdistensi, sejumlah kecil urin masih

mampu mengalir, menurunkan tekanan hidrostatik, sehingga rasa nyeri kadang

berkurang. Hal ini mampu menjelaskan mengapa nyeri kolik beralngsung kurang dari

24 jam ketika tidak adanya infeksi atau pergerakan batu.

Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa kerusakan ginjal dimulai dalam

24 jam sejak obstruksi total dan kerusakan ginjal permanen mulai dalam 5-14 hari

kemudian. Beberapa dokter menunggu selama beberapa bulan agar batu dapat keluar

dengan sendirinya pada pasien dengan tanpa gejala, beberapa dokter lain berargumen

bahwa kerusakan ginjal akan terjadi selama intervensi tidak dilakukan.

Berdasarkan referensi yang ditulis oleh J. Stuart Wolf dari situs emedicine

tentang nefrolitiasis, penulis merekomendasi agar tidak menunggu lebih dari 4

26

Page 27: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

minggu agar batu dapat keluar melewati traktus urinarius sebelum dilakukan

intervensi. Agak sulit untuk meyakinkan pasien nefrolitiasis asimptomatik untuk

dilaukan pembedahan karena masih belum adanya konsensus urologis untuk

menentukan waktu kapan dilakukan intervensi seperti pengangkatan batu,

fragmentasi, atau bypass.

Jika yang terjadi hanya obstruksi parsial, perubahan yang sama terjadi pada

ginjal, namun derajatnya lebih ringan dan berlangsung lebih lama. Tekanan

hidrostatik pelvis renalis dan ureter proksimal cenderung tetap meningkat dalam

jangka waktu yang lebih lama, dan peristaltik uretra tidak menurun lebih cepat. Jika

kenaikan tekanan hidrostatik masih mampu ditolerir oleh ginjal, laju filtrasi

glomerulus dan aliran darah ginjal masih dalam batas normal, meskipun masih

ditemukan rasa nyeri.

G. Etiologi

Rendahnya intake cairan dengan rendahnya jumlah urin yang dikeluarkan

akan memproduksi urin dengan tinggi konsentrasi zat-zat pembentuk batu. Faktor ini

penting dalam pembentukan batu pada ginjal. Ciri kerusakan ginjal untuk menandai

jenis batu yang timbul sampai saat ini masih belum ditentukan.

Hiperkasiuria merupakan abnormalitas metabolik yang paling sering terjadi.

Hiperkalsiuria dapat terjadi akibat tingginya absorpsi kalsium pada usus (akibat

berlebihnya intake kalsium dan/atau hiperaktivitas penyerapan kalsium pada usus),

beberapa kasus juga berhubungan dengan resoprsi kalsium dari tulang (contoh,

hiperparatiroidisme), dan beberapa kasus akibat dari ginjal yang tidak mampu

direabsorpsi oleh tubulus pada filtrasi glomerulus (renal-leak calciuria).

Berikut adalah 4 zat pembentuk batu yang paling sering ditemukan, dimana

mempunyai sekitar 20 macam etiologi.:

Batu kalsium

Batu kalsium muncul pada 75% kasus di Amerika Serikat. Penelitian

epidemiologi menunjukkan insidensi batu kalsium tidak berhubungan dengan

intake kalsium pada pasien yang baru pertama kali terkena batu ginjal.

Ada sebuah trend pada komunitas urologi untuk tidak mengurangi

intake kalsium untuk mencegah timbulnya batu kembali. Hal ini penting

terutama pada wanita postmenopause akibat tingginya risiko terkena

27

Page 28: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

osteoporosis. Kalsium fosfat, kalsium oksalat, dan kalsium urat berhubungan

dengan penyakit-penyakit dibawah ini:

Hiperparatiroidisme

Peningkatan absorpsi kalsium pada usus – Penyebab hiperkalsiuria

yang paling umum, dapat diobati dengan pengikat kalsium atau tiazid

ditambah kalsium sitrat.

Kebocoran kalsium ginjal – Diobati dengan diuretic.

Kebocoran fosfat ginjal – Diobati dengan suplemen fosfat oral.

Hiperurikosuria – Obati dengan allopurinol, diet rendah purin, atau

obati dengan kalsium sitrat.

Hiperoksaliuria – Diet rendah oksalat, pengikat oksalat, vitamin B-6,

atau ortofosfat.

Hipositraturia – Obati dengan kalsium sitrat.

Hipomagnesuria – Obati dengan suplemen magnesium.

Batu struvit (magnesium ammonium sulfat)

Batu struvit terjadi pada 15% kasus kalkulus ginjal. Batu ini

berhubungan dengan infeksi traktus urinarius yang diakibatkan oleh batang

gram negatif yang mampu memecah urea menjadi ammonium, yang mampu

dikombinasikan dengan fosfat dan magnesium. pH urin biasanya lebih dari 7.

Batu uric acid

Batu asam urat mencapai 6% kasus nefrolitiasis. Batu ini terbentuk

pada pH sekitar 5,5, tingginya intake purin (contohnya organ, ikan, ekstrak

daging). Kira-kira sebanyak 25% penderita batu asam urat mempunyai gout.

Serum dan 24 jam sampel urin harus diperiksa untuk menentukan

jumlah kreatinin dan asam urat. Jika asam urat serum atau urin meningkat,

pasien dapat diterapi dengan allopurinol 300 mg per hari. Jika kadarnya

normal, lebih baik diobati dengan terapi alkali.

Batu sistin

Batu sistin timbul pada 2% kasus. Batu ini timbul karena defek pada

metabolik intrinsic yang mengakibatkan kerusakan reabsorpsi tubular dari

sistin, ornitin, lisin, dan arginin.

Batu sistin dapat diobati dengan diet rendah metionin, pengikat sistin

seperti penisilinamin, atau agen alkalisasi.

28

Page 29: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Analisis batu, disertai dengan evaluasi metabolisme urin dan serum dalam 24

jam mampu mengidentifikasi tipe batu pada 95% kasus. Terapi spesifik dapat

menurunkan angka kekambuhan sebanyak 90%.

H. Gejala dan Tanda

Pasien dapat mengeluh nyeri. Nyeri bergantung pada lokasi batu. Batu yang

besar akan sulit melewati VU.

a) Nyeri

Nyeri kolik dan nyeri non-kolik merupakan dua tipe utama batu ginjal.

Nyeri kolik ginjal biasanya disebabkan oleh peregangan pada duktus

kolektikus atau ureter, dimana nyeri ginjal non-kolik disebabkan oleh

peregangan kapsula renalis. Gejala ini dapat overlap sehingga sulit mengakkan

diagnosis. Obstuksi saluran kencing merupakan penyebab utama nyeri kolik

ginjal. Nyeri ini disebabkan kenaikan tekana intralumen sehingga

menstimulasi ujung saraf bebas.

Nyeri kolik pada ginjal tidak seperti nyeri kolik empedu yang

beralngsung hilang timbul seperti gelombang, namun relatif konstan.

Penekanan ekstrinsik ureter pada kondisi akut mempunyai gejala yang sama.

Pasien dengan obstruksi batu ginjal mempunyai keluhan utama nyeri.

Persepsi nyeri pada batu ginjal dapat juga diakibatkan oleh inflamasi,

edema, hiperperistaltik, dan iritasi mukosa. Edema dapat menyebabkan

peregangan sekaligus menstimulasi ujung saraf bebas sehingga dapat

menyebabkan nyeri kolik ginjal. Jika batu terdapat pada ureter, maka persepsi

nyeri sesuai dengan perjalanan nervus ilioinguinalis dan nervus

genitofemoralis cabang genital. Berikut akan dijelaskan persepsi nyeri sesuai

dengan lokasi batu pada ginjal.

i. Kaliks renalis—Batu pada kaliks dapat menyebabkan obstruksi dan

nyeri kolik ginjal. Secara umum, batu yang tidak menyebabkan

obstruksi hanya membuat nyeri yang hilang timbul. Nyerinya tumpul,

dalam, pada pinggang atau punggung. Nyeri bisa bertambah hebat

ketika setelah minum air. Sampai sekrang masih belum jelas mengapa

nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa dengan aktivasi

kemoreseptor akibat edema dan eksudasi.

29

Page 30: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

ii. Pelvis renalis—Batu pada pelvis renalis dengan diameter >1 cm dapat

menyumbat ureteropelvic junction, sehingga menimbulkan nyeri yang

sangat hebat pada costovertebral angle (CVA), yaitu berlokasi di

sebelah lateral muskulus sakrospinalis tepat dibawah costae ke-12.

Tipe nyerinya bisa bersifat tumpul atau tajam dan konstan. Sering

terjadi radiasi nyeri ke arah panggul dan kuadran abdomen ipsilateral

bagian lateral. Nyeri bisa terdiagnosis oleh penyakit lain jika nyeri

terjadi pada abdomen kuadran kanan, seperti kolesistitis, gastritis,

appendicitis akut, dan pankreatitis, ulkus peptikum jika nyeri pada

kuadran kiri.

Nyeri yang menunjukkan gambaran obstruksi parsial atau komplit

staghorn pada foto Blaast Nier Oversicht (BNO), tidak selamanya

menyebabkan obstruksi. Pada kondisi ini, pasien tidak begitu

mengeluhkan nyeri pada pinggul atau punggung.

b) Hematuria

Pemeriksaan urinalisis lengkap dapat membantu menegakkan

diagnosis urolitiasis untuk menilai hematuria dan kristaluria serta pH urin.

Pasien dapat mengeluh gross hematuria (15%) atau urin berwarna seperti teh

(old blood). Namun pada umumnya pasien mengeluh hematuria mikroskopis

(85%).

c) Infeksi

Batu ammonium fosfat (struvit) berhubungan dengan infeksi pada

traktus urinarius. Kuman penyebab pada umumnya adalah Proteus sp.,

Pseudomonas sp., Klebsiella sp., dan Staphylococcus. Infeksi yang terjadi

bersifat sekunder dari obstruksi dan stasis proksimal dari batu.

Infeksi dapat berkontribusi dalam persepsi nyeri. Bakteri uropatogenik

dapat melepaskan zat endotoksin dan eksotoksin sehingga mengganggu

persitaltik ureter. Inflamasi lokal dapat menstimulasi kemoreseptor nyeri.

d) Demam

Hubungan antara demam dengan urolitiasis adalah bersifat emergensi.

Gejala klinis dari sepsis bervariasi mulai dari demam, takikardi, hipotensi, dan

vasodilatasi kutaneus. Dalam beberapa kasus, massa pada kuadran kanan atas

dapat teraba, menandakan adanya hidronefrosis. Demam pada nefrolitiasis

membutuhkan dekompresi segera. Dekompresi dapat dilakukan dengan

30

Page 31: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

menggunakan kateter retrograde. Jika kateter gagal, nefrostomi perkutaneus

dapat dilakukan.

e) Nausea dan vomitus

Mual dan muntah timbul pada 50% kasus. Gejala ini tibul akibat

inervasi pada pelvis renalis, abdomen, dan usus melalui aksis seliak dan

nervus vagus afferent. Gejala ini dapat diperparah dengan pemberian analgesic

narkotik, yang dapat menstimulasi langsung peristaltik usus dan

Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) pada medulla oblongata.

f) Pemeriksaan Fisik

Pasien yang mengeluh nyeri, kadang dapat hilang dengan perubahan

posisi. Hal ini dapat membedakan dengan peritonitis dimana pasien merasa

nyeri saat bergerak. Nyeri pada CVA pada ginjal yang terkena dapat timbul.

Massa pada abdomen kuadran atas dapat mengindikasikan batu yang sudah

sangat lama sehingga menyebabkan hidronefrosis.

Demam, hipotensi, takikardi, dan vasodilatasi kutaneus dapat

mengindikasikan adanya urosepsis sehingga membutuhkan dekoresi segera,

resusitasi cairan intravena, dan antibiotik intravena.

Pemeriksaan abdomen yang teliti harus dilakukan agar mampu

menyingkirkan diagnosis dengan gejala nyeri yang sama. Tumor abdomen,

aneurisma aorta abdominal, herniasi diskus lumbal, dan kehamilan dapat

menjadi diagnosis banding nyeri kolik abdomen. Palpasi pada VU harus

dilakukan karena retensi urin dapat tibul dengan nyeri ginjal kolik. Hernia

inkarserata, epididimitis, orkitis, dan pelvic inflammatory disease mempunyai

gejala yang hampir sama dengan urolitiasis. Rectal toucher dapat

menyingkirkan kondisi patologis lain.

I. Pemeriksaan Penunjang

i. Laboratorium

Urinalisis—Pemeriksaan ini berguna untuk mencari hematuria dan

tanda-tanda infeksi. Sebanyak 85% penderita nefrolitiasis mempunyai gejala

hematuria mikroskopis. Salah satu penelitian restrospektif bahwa sebanyak

67% pasien mempunyai eritrosit sebanyak >5 sel/lapangan pandang besar

(LPB) dan 89% pasien mempunyai eritrosit >0 sel/LPB pada urinalisis.

Leukosit pada urin juga harus diperhatikan untuk menilai adanya infeksi pada

31

Page 32: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

ginjal. Nilai leukosit yang lebih dari 10 sel/LPB atau jumlah leukosit lebih

banyak dari eritrosit dapat dicurigai telah terjadi infeksi. Kristal yang

terdeteksi pada urinalisis juga mampu menentukan penyebab batu. Nilai pH

urin juga dapat membantu untuk menentukan kuman penyebab. Jika pH lebih

dari 7 maka kemungkinan kuman penyebabnya adalah kuman yang dapat

memetabolisme urea seperti Klebsiella sp., Proteus sp., dan Pseudomonas sp..

Nilai pH yang kurang dari 5 maka dapat dicurigai sebagai kristal asam urat.

Pemeriksaan darah rutin—Leukositosis dapat mengikuti gejala nyeri

ginjal akut. Jika nilai leukosit mencapai lebih dari 15.000 sel/uL, maka pasien

tersebut sangat dicurigai telah terjadi infeksi sitemik meskipun afebris. Kadar

asam urat yang tinggi dapat mengindikasikan adanya hiperurikosuria,

sedangkan hiperkalsemia menunjukkan adanya kebocoran hiperkalsiuria

(dengan hiperparatiroidisme sekunder) atau primer. Jika kada kalsium serum

meningkat, maka perlu dihitung nilai PTH serum. Serum kreatinin dapat

digunakan sebagai prediksi utama nefrotoksik akibat kontras. Jika kadarnya

melebihi 2 gr/dL, maka untuk diagnosisnya digunakan pemeriksaan BNO atau

CT-scan.

ii. Radiologis

IVP—Dapat memperlihatkan anatomi upper urinary tact dan lokasi

batu. Namun jika batunya terlalu kecil, maka pemeriksan IVP akan terlihat

normal meskipun sebenarnya pasien tersebut menderita nefrolitiasis.

BNO—Mempunyai keefektifitas yang hampir sama dengan IVP.

Namun pada BNO, jika terdapat batu yang berukuran kecil, masih mampu

untuk terbaca pada foto sehingga foto BNO mempunyai sensitifitas yang lebih

tinggi daripada IVP.

Computed tomography—CT scan spiral nonkontras saat ini menjadi

modalitas utama pada pasien dengan gejala nyeri kolik akut, terutama dengan

harga yang lebih murah daripada IVP. Pemeriksaan ini dapat menujukkan

struktur intraperitoneum dan retroperitoneum. Pemeriksaan ini tidak

membutuhkan kontras. Kekurangan pemeriksan ini adalah tidak mampu

menentukan waktu klirens ginjal seperti pada pemeriksaan IVP.

J. Penatalaksanaan

32

Page 33: LapKas II - Nefrolitiasis.docx

Indikasi pada perawatan di Rumah Sakit (RS) dibuat sesuai derajat gejala

klinis yang timbul. Namun sekarang ini jika pasien mengeluh nyeri kolik ginjal akut,

maka perlu di observasi dalam 24 jam karena biasanya nyerinya akan hilang sebelum

1 hari. Indikasi rawatnya adalah:

Analgesik oral tidak mampu mengatasi nyeri.

Obstruksi ureter akibat batu pada ginjal yang tertransplantasi.

Obstruksi ureter diakibatkan oleh infeksi traktus urinarius dengan gejala

demam, sepsis, atau pyonefrosis.

Pada pasien nyeri kolik ginjal gawat darurat, penatalaksanaan

peramanya adalah dengan pemberian cairan intravena (IV) agar dapat

diberikan obat analgesik dan antiemetic secara bolus IV. Banyak dari pasien

datang dengan status hidrasi yang buruk akibat muntah dan kurang intake

cairan.

Setelah nefolitiasis terdiagnosis, periksa adanya gejala obstruksi atau

infeksi. Jika adanya tanda obstruksi tanpa infeksi, maka diberikan analgesik

dan obat lain yang mampu memfasilitasi pengeluaran batu (pemberian obat ini

hanya bisa diberikan jika diameter batu 5-6 mm). Jika terjadi infeksi tanpa

obstruksi maka berikan antibiotik. Jika obstruksi dan infeksi terjadi

bersamaan, maka dapat dilakukan dekompressi.

a) Simptomatik

Analgetik

Antiemetik

Antidiuretik

Antibiotik

Active Medical Expulsive Theraphy (MET)

b) Definitif

Indikasi dan Kontraindikasi

Jenis Pembedahan

Pemasangan Stent

Nefrostomy Perkutaneus

ESWL

Perkuteneus Nefrolitotomi

Open Nefrostomi

K. Prognosis

33