44
BAB I PENDAHULUAN Penyakit infeksi virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I,II III dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta, selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seantero wilayah Republik Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan pergeseran menyerang dewasa. Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong (stadium Sindrome Syok Dengue=SSD). Sampai saat ini masih sering dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia. Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya. Kenyataan di atas membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di dalam

LAPKAS DHF ANAK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dhf

Citation preview

Page 1: LAPKAS DHF ANAK

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi virus dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue I,II III dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albocpitus. Sejak tahun 1968 penyakit ini ditemukan di Surabaya dan Jakarta,

selanjutnya sering terjadi kejadian luar biasa dan meluas ke seantero wilayah

Republik Indonesia. Oleh karena itu penyakit ini menjadi masalah kesehatan

masyarakat yang awalnya banyak menyerang anak tetapi akhir-akhir ini menunjukkan

pergeseran menyerang dewasa.

Perjalanan penyakit infeksi dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu

masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan

tidak tertolong (stadium Sindrome Syok Dengue=SSD). Sampai saat ini masih sering

dijumpai penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang semula tidak tampak berat

secara klinis dan laboratoris, namun mendadak syok sampai meninggal dunia.

Sebaliknya banyak pula penderita DBD yang klinis maupun laboratoris nampak berat

namun ternyata selamat dan sembuh dari penyakitnya. Kenyataan di atas

membuktikan bahwa sesungguhnya masih banyak misteri di dalam imunopatogenesis

infeksi dengue yang belum terungkap, walaupun sampai saat ini tidak sedikit peneliti

yang mendalami bidang tersebut, namun hasil yang memuaskan belum terlihat secara

jelas di dalam mengungkapkan berbagai faktor yang dapat menyebabkan hal tersebut

di atas.

Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung

meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 35,19

insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di banyak

negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan anak di rumah

sakit. Program pencegahan DBD yang tepat guna harus dilaksanakan secara integral

mencakup surveilans laboratory based, penyuluhan dan pendidikan pengelolaan

Page 2: LAPKAS DHF ANAK

penderita bagi dokter dan paramedis, dan pemberantasan sarang nyamuk dengan

peran serta masyarakat.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh

“arthropod norne viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia, atau atralgia, rash,

leukopeni dan limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit

demam akibat virus dengue yang berat dan sering kali fatal1.

DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas

vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan2. Demam berdarah dengue (DBD) adalah

penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria

WHO 1997 untuk DBD. DBD adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi

virus dengue4.

Infeksi virus dengue

Asimptomatik Simptomatik

Demam tidak spesifik Demam Dengue

Page 3: LAPKAS DHF ANAK

Perdarahan (-) Perdarahan (+) Syok (-) Syok (+)

(SSD)

DD DBD

Gambar 1. Spektrum Klinis Infeksi virus dengue

2.2 Klasifikasi4

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:

Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.

Derajat 3 : Didapatkan kegagalan sirkulasi,yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin

dan lembab, tampak gelisah.

Page 4: LAPKAS DHF ANAK

Gambar derajat infeksi virus dengue4

2.3 Etiologi6

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus

dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang

sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4

jenis serotipe, yaitu ; DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan

menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang

terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan

perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal

di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.

Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di

Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa

rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi

sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan

banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.

Cara Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue,

yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes

polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun

merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung

virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.

Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari

(extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada

saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada

telurnya (transovanan transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak

Page 5: LAPKAS DHF ANAK

penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak di dalam tubuh nyamuk,

nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh

manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period)

sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat

terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari

sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi

dengue, yaitu :

1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi

2. Fase kritis/ perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan

plasma dengan derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites

3. Fase recovery/ penyembuhan/ convalescence: perembesan plasma

mendadak berhenti disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.

2.4 Patofisiologi3

Page 6: LAPKAS DHF ANAK

Patofisiologi Demam Dengue

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD)

disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda

yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa

renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma

yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap

masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan

ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala

dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi

dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi

APC(Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan

mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak

virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang

sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3

jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemaglutinasi,

antibodi fiksasi komplemen.

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang

terjadinya gejala sistemik sepehrti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala

lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi aggregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.

Page 7: LAPKAS DHF ANAK

Gambar 2. Respon imun infeksi virus dengue3

Pato genesis DBD 4

Sekarang ini terdapat beberapa hipotesis mengenai patogenesis dengue yang

diajukan. Namun tidak terdapat satu teori manapun yang dapat berdiri sendiri untuk

menerangkan seluruh patogenesis yang terjadi pada pasien infeksi dengue. Masih

terdapat banyak hal yang terjadi dalam tubuh manusia pada infeksi dengue yang

belum dapat sepenuhnya dipahami. Secara patofiologis, peningkatan permeabilitas

pembuluh darah secara mendadak akan menyebabkan hilangnya cairan intravaskular

sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan hematokrit, hipotensi dan efusi

serosa.

Beberapa teori patogenesis yang diusulkan antara lain adalah patogenesis

yang diperantarai oleh tubuh, patogenesis yang diperantarai sel, fenomena badai

sitokin, pengaruh latar belakang genetik individu, perbedaan serotipe virus, jumlah

atau kadar virus yang terdapat dalam sirkulasi selama fase akut, dan status gizi

individu yang terinfeksi.

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue

adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan

hipotesis immune enhancement.

Page 8: LAPKAS DHF ANAK

Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977 pada

gambar diatas sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda,

respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan

transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG anti dengue. Karena

kesamaan tempat, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi

virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang

selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke

ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan

natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.

Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak

langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai

risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang

telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-

antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama

makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Seiring dengan berjalannya waktu hipotesis ini mengalami beberapa

Page 9: LAPKAS DHF ANAK

modifikasi dan pembaruan untuk dapat mencakup aspek lain dari respon imun,

termasuk mengenai berbagai turunan limfosit T dan kaskade sitokin. Antibodi

terhadap virus dengue akan berikatan dengan virus, membentuk kompleks antibodi-

virus non-netralisasi yang berikatan dengan reseptor Fc pada monosit-makrofag dan

kemudian diikuti dengan infeksi yang produktif. Antigen virus selanjutnya

dipresentasikan oleh sel yang terinfeksi sebagai antigen MHC, mengakibatkan

terjadinya pematangan dan perangsangan limfosit T CD4+ dan CD8+. Salah satu

konsekuensi dari aktivasi sel limfosit T ini adalah terjadinya produksi sitokin,

terutama interferon-γ(IFN-γ) yang mengaktivasi sel-sel lain, termasuk makrofag,

sehingga mengakibatkan upregulation ekspresi reseptor Fc dan MHC. Faktor-faktor

lain seperti aktivasi komplemen, aktivasi trombosit, dan produksi sitokin yang

berpotensi bersifat sitotoksik oleh makrofag, limfosit dan sel epitel/endotel, termasuk

faktor nekrosis tumor (tumor necrosis factor / TNF-α, interleukin (IL)-1 dan IL-6, IL-

8, IL-10, juga turut membantu dan memicu eksaserbasi

kaskade peristiwa inflamasi ini.

Kaskade komplemen diaktifkan oleh kompleks virus -antibodi dan beberapa

sitokin untuk melepaskan C3a dan C5a yang juga memiliki efek langsung pada

permeabilitas pembuluh darah. Efek sinergistik dari IFN-γ,TNF-α, dan komplemen

yang teraktivasi akan memicu terjadinya kebocoran plasma dari sel endotel pada

infeksi virus dengue sekunder. Aktivasi komplemen kemungkinan terjadi karena

keparahan penyakit, bukan sebagai penyebab DBD.

Teori yang berkembang akhir-akhir ini menyatakan bahwa intensitas respon

imun terhadap virus dengue berperan penting dalam kaskade patofisiologi yang

mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma. DBD dan sindrom renjatan dengue

tampaknya berkaitan dengan tingginya kadar sitokin pro- inflamasi dalam serum

pasien. Selain itu, mediator-mediator lain yang diproduksi oleh sel-sel fagositik serta

peran dari pengimitasian antibodi juga diperkirakan terlibat dalam patofisiologi

tersebut.

Noisakran S, dkk menilai bahwa walaupun beberapa hipotesis telah diajukan,

masih terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan berperan dalam

Page 10: LAPKAS DHF ANAK

patogenesis infeksi virus dengue. Antibodi IgM alamiah pada fase awal infeksi

dengue diperkirakan mempengaruhi perjalanan klinis penyakit. Peran trombosit

sebagai sumber infeksi primer dan/atau sebagai pembawa virus serta respon imun

bawaan terhadap trombosit yang terinfeksi virus diperkirakan juga berperan dalam

induksi terjadinya DBD.

Teori lain mengenai trombositopenia pada infeksi Dengue sekunder diajukan

oleh Rachman A. Ia menyatakan bahwa trombositopenia terjadi karena adanya reaksi

silang antara IgG anti-NS-1 dan trombosit GP IIb/IIIa. Paparan anti-NS1 terhadap

trombosit secara in vivo menyebabkan terjadinya destruksi trombosit yang ditandai

oleh peningkatan bersihan trombosit.

Page 11: LAPKAS DHF ANAK

2.5 Manifestasi Klinis

a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)

Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan

dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular,

timbul saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering

dijumpai.

b. Demam dengue (DD)

Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &

sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial flushed,

lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan depresi umum.

Pemeriksaan fisik

Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari

Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka kemerahan), leher,

dan dada

Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeolliform

Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian dorsal,

lengan atas, dan tangan

Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada kulit

yg normal, dapat disertai rasa gatal

Manifestasi perdarahan

o Uji bendung positif dan/atau petekie

o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak,

perdarahan saluran cerna (jarang terjadi, dapat terjadi

pada DD dengan trombositopenia)

c. Demam berdarah dengue

Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis,

dan masa penyembuhan (convalescence, recovery) (Lampiran 1).

Fase demam

Anamnesis

Page 12: LAPKAS DHF ANAK

Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang

demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan

sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah

lengkung iga kanan, dan nyeri perut.

Pemeriksaan fisik

o Manifestasi perdarahan

Uji bendung

positif2)merupakan(≥10manifestasipetekie/inchperdarahan

yang paling banyak pada fase demam awal.

Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur

vena.

Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.

Epistaksis, perdarahan gusi

Perdarahan saluran cerna

Hematuria (jarang)

Menorrhagia

o Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan

dan kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering

ditemukan pada DBD.

Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,

perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),

hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.

Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam

rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.

Fase kritis

Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada masa

transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever

defervescence) ditandai dengan,

Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar

Page 13: LAPKAS DHF ANAK

Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema

pada dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right

lateral decubitus = RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi

perembesan plasma tersebut.

Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar /

<3.5 g% yang merupakan bukti tidak langsung dari tanda

perembesan plasma.

Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis, nafas cepat,

nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi,dengan ≤20 mmHg peningkatan tekanan diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik).Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.

Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat segera diatasi.

Fase penyembuhan (convalescence, recovery)

Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik confluent petechial rash seperti pada DD.

d. Expanded dengue syndrome

Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal, otak,dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta, komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.

2.6 Diagnosis4

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini

terpenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

Page 14: LAPKAS DHF ANAK

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif;

petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan

melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

• Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur

dan jenis kelamin.

• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

• Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites,

hipoproteinemia, hiponatremia.

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:

Derajat 1 : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

perdarahan adalah uji torniquet.

Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdaran lain.

Derajat 3 : Didapatkan kegagalan sirkulasi,yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi

menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin

dan lembab, tampak gelisah.

Derajat 4 : Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

2.7 Pemeriksaan Penunjang 4,6

Laboratorium

1. Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit,

jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis

relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3).

Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 akibat depresi

sumsum tulang. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3

Page 15: LAPKAS DHF ANAK

demam. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan

terjadinya kelainan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT,

APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan lain yang dapat

dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. Antigen NS1

dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan menurun sehingga

tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat

digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun

tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.

2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue

Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit,

mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/

menghilang pada akhir minggu keempat sakit.

Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada

hari sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun.

Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada

hari sakit ke-2.

Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari

infeksi sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi

primer namun apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi

sekunder.

Tabel 1. Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue

Diagnosis Antibodi anti dengue Keterangan

IgM IgG

Infeksi primer positif negatif

Infeksi

sekunder

positif positif

Infeksi lampau negatif positif

Bukan dengue negatif negatif Apabila klinis mengarah ke infeksi

dengue, pada fase penyembuhan: IgM

Page 16: LAPKAS DHF ANAK

dan IgG diulang

Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas indikasi :

Distres pernafasan/ sesak

Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa

terdapat kelainan radiologis terjadi apabilapada perembesan

plasma telah mencapai 20%-40%

Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan

untuk menilai edema paru karena overload pemberian cairan.

Kelainan radiologi yang dapat terjadi: dilatasi pembuluh

darah paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih

radioopak dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih

tinggi daripada kanan, dan efusi pleura.

Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura,

kelainan dinding vesika felea, dan dinding buli-buli.

2.8 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue5

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah

terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat

diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan

tindakan yang paling penting dalam penangana kasus DBD. Asupan cairan pasien

harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu

dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk dehidrasi

dan hemokonsentrasi secara bermakna.

1. Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan

Bila penderita hanya mengeluh panas, tetapi keingingan makan dan minum

masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan

memberikan obat panas paracetamol 10 – 15 mg/kg BB setiap 3-4 jam diulang

Page 17: LAPKAS DHF ANAK

jika simptom panas masih nyata diatas 38,5 0C. Obat panas salisilat tidak

dianjurkan karena mempunyai resiko terjadinya penyulit perdarahan dan asidosis.

Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus DBD yang

menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa menunjukkan

penyulit lainnya.

Apabila penderita DBD ini menunjukkan manifestasi penyulit hipertermi dan

konvulsi sebaiknya kasus ini dianjurkan di rawat inap.

2. Kasus DBD derajat I & II

Pada hari ke 3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini

mempunyai resiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut,

penderita disarankan diinfus cairan kristaloid dengan tetesan berdasarkan tatanan

7, 5, 3.

Pada saat fase panas penderita dianjurkan banyak minum air buah atau oralit

yang biasa dipakai untuk mengatasi diare. Apabila hematokrit meningkat lebih

dari 20% dari harga normal, merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan

ssebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurun

waktu 12-24 jam.

Penderita DBD yang gelisah dengan ujung ekstremitas yang teraba dingin,

nyeri perut dan produksi air kemih yang kurang sebaiknya dianjurkan rawat inap.

Penderita dengan tanda-tanda perdarahan dan hematokrit yang tinggi harus

dirawat di rumah sakit untuk segera memperoleh cairan pengganti.

Volume dan macam cairan pengganti penderita DBD sama dengan seperti

yang digunakan pada kasus diare dengan dehidrasi sedang (6-10% kekurangan

cairan) tetapi tetesan harus hati-hati. Kebutuhan cairan sebaiknya diberikan

kembali dalam waktu 203 jam pertama dan selanjutnya tetesan diatur kembali

dalam waktu 24-48 jam saat kebocoran plasma terjadi. Pemeriksaan hematokrit

ecara seri ditentukan setiap 4-6 jam dan mencatat data vital dianjurkan setiap saat

Page 18: LAPKAS DHF ANAK

untuk menentukan atau mengatur agar memperoleh jumlah cairan pengganti yang

cuykup dan cegah pemberian transfusi berulang. Perhitungan secara kasar sebagai

berikut :

(ml/jam) = ( tetesan / menit ) x 3

Jumlah cairan yang dibutuhkan adalah volume minimal cairan pengganti yang

cukup untuk mempertahankan sirkulasi secara efektif selama periode kebocoran

(24-48 jam), pemberian cairan yang berlebihan akan menyebabkan kegagalan

faal pernafasan (efusi pleura dan asites), menumpuknya cairan dalam jaringan

paru yang berakhir dengan edema.

Jenis Cairan

(1) Kristaloid

Ringer Laktat

5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Laktat

5% Dekstrose di dalam larutan Ringer Ashering

5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam fisiologi (faali), dan

5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologi (faali)

(2) Koloidal

Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dekstran 40)

Plasma

Kebutuhan Cairan

Tabel 1. Kebutuhan cairan untuk dehidrasi sedang

Berat waktu masuk (kg) Jumlah cairan ml/kg BB per hari

< 7 220

7 – 11 165

12 – 18 132

Page 19: LAPKAS DHF ANAK

> 18 88

Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur dan

berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat

hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak yang gemuk, kebutuhan cairan

disesuaikan dengan berat badan ideal anak umur yang sama. Kebutuhan cairan

rumatan dapat diperhitungkan dari tabel berikut.

Tabel 2. Kebutuhan cairan rumatan

Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)

10 100 per kg BB

10 – 20 1000 + 50 x kg (diatas 10 kg)

> 20 1500 + 20 x kg (diatas 20 kg)

3. Kasus DBD derajat III & IV

“Dengue Shock Syndrome” (sindrome renjatan dengue) termasuk kasus

kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh

cairan pengganti secara cepat.

Biasanya dijumpai kelaian asam basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal

ini perlu dipikirkan kemungkinan dapat terjadi DIC. Terkumpulnya asam dalam

darah mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan

hebat dan renjatan yang sukar diatasi.

Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan gaam isotonik

(Ringer Laktat, 5% Dekstrose dalam larutan Ringer Laktat atau 5% Dekstrose

dalam larutan Ringer Asetat dan larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20

Page 20: LAPKAS DHF ANAK

ml/kg/1 jam atau pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus

10 ml/kg (1 atau 2x).

Jika syok berlangsung terus dengan hematokrit yang tinggi, larutan koloidal

(dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal garam faal atau

plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.

Selanjutnya pemberian cairan infus dilanjutkan dengan tetesan yang diatur

sesuai dengan plasma yang hilang dan sebagai petunjuk digunakan harga

hematokrit dan tanda-tanda vital yang ditemukan selama kurun waktu 24-48 jam.

Pemasangan cetral venous pressure dan kateter urinal penting untuk

penatalaksanaan penderita DBD yang sangat berat dan sukar diatasi. Cairan

koloidal diindikasikan pada kasus dengan kebocoran plasma yang banyak sekali

yang telah memperoleh cairan kristaloid yang cukup banyak.

Pada kasus bayi, dianjurkan 5% dekstrose di dalam setengah larutan normal

garam faali (5% dekstrose ½NSS) dipakai pada awal memperbaiki keadaan

penderita dan 5% dekstrose di dalam 1/3 larutan normal garam faali boleh

diberikan pada bayi dibawah 1 tahun, jika kadar natrium dalam darah normal.

Infus dapat dihentikan bila hematokrit turun sampai 40% dengan tanda vital stabil

dan normal. Produksi urine baik merupakan indikasi sirkulasi dalam ginjal cukup

baik. Nafsu makan yang meningkat menjadi normal dan produksi urine yang

cukup merupakan tanda penyembuhan.

Pada umumnya 48 jam sesudah terjadi kebocoran atau renjatan tidak lagi

membutuhkan cairan. Reabsorbsi plasma yang telah keluar dari pembuluh darah

membutuhkan waktu 1-2 hari sesudahnya. Jika pemberian cairan berkelebihan

dapat terjadi hipervolemi, kegagalan faal jantung dan edema baru. Dalam hal ini

hematokrit yang menurun pada saat reabsorbsi jangan diintepretasikan sebagai

perdarahan dalam organ. Pada fase reabsorbsi ini tekanan nadi kuat (20 mmHg)

dan produksi urine cukup dengan tanda-tanda vital yang baik.

Page 21: LAPKAS DHF ANAK

Koreksi Elektrolit dan Kelainan Metabolik

Pada kasus yang berat, hiponatremia dan asidosis metabolik sering dijumpai,

oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam darah sebaiknya ditentukan secara

teratur terutama pada kasus dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam

serum kasus yang berat biasanya rendah, terutama kasus yang memperoleh

plasma dan darah yang cukup banyak. Kadanga-kadang terjadi hipoglemia.

Obat Penenang

Pada beberapa kasus obat penenang memang dibutuhkan terutama pada kasus

yang sangat gelisah. Obat yang hepatotoksik sebaiknya dihindarkan, chloral hidrat

oral atau rektal dianjurkan dengan dosis 12,5-50 mg/kg (tetapi jangan lebih dari 1

jam) digunakan sebagai satu macam obat hipnotik. Di RSUD Dr. Soetomo

digunakan valium 0,3 – 0,5 mg/kg/BB/1 kali (bila tidak terjadi gangguan

pernapasan) atau Largactil 1 mg/kgBB/kali.

Terapi Oksigen

Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen

Transfusi Darah

Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan

melena diindikasikan untuk memperoleh transfusi darah. Darah segar sangat

berguna untuk mengganti volume masa sel darah merah agar menjadi normal.

Kelainan Ginjal

Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian volume

intravaskular telah benar-benar terpenuhi dengan baik. Apabila diuresis belum

mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah sesuai

kebutuhan, maka selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan

tetap dilakukan untuk jumlah diuresis, kadar ureum dan kreatinin. Tetapi apabila

diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok juga belum dapat dikoreksi

Page 22: LAPKAS DHF ANAK

dengan baik, maka pemasangan CVP (central venous pressure) perlu dilakukan

untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya.

Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara

teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada

monitoring adalah:

Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat setiap 15-30 menit

atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi.

Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien

stabil

Setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan,

jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah

mencukupi.

Jumlah dan frekuensi diuresis.

Kriteria Memulangkan Pasien

Pasien dapat dipulangkan, apabila:

Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Tiga hari setelah syok teratasi

Jumlah trombosit > 50.000/μl

Tidak dijumpai distress pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau

asidosis)

BAB III

Page 23: LAPKAS DHF ANAK

STATUS PASIEN DAN FOLLOW UP

A. Identitas Pasien :

1. No. Rekam medik : 121820

2. Nama anak : an. FB

3. Umur : 5 tahun

4. Berat badan : 16 kg

5. Jenis kelamin : Perempuan

6. Alamat : Salo

7. Tanggal masuk : 22 September 2015

B. Anamnesis : Alloanamnesis dari ibu pasien

Keluhan utama :

Demam terus menerus sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)

Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan demam terus menerus sejak 6 hari SMRS dan

tidak menggigil. Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati , gusi berdarah SMRS

dan bibir pecah-pecah sejak seminggu SMRS. Pasien mengalami mual dan

muntah selama seminggu ini. Muntah sebanyak 3 kali sehari, muntah berisi

cairan dan sisa makanan dan tidak ada darah. Nafsu makan pasien menurun.

BAK tidak ada keluhan dan BAB berwarna hitam. Pasien tidak mengeluhkan

nyeri perut, pasien tidak mimisan, pasien juga lemas.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami hal seperti ini.

Riwayat penyakit keluarga :

Kakak kandung pasien mengalami keluhan yang sama dan dirawat di RS

dengan diagnosis DBD.

Page 24: LAPKAS DHF ANAK

Riwayat pengobatan :

Pasien belum pernah berobat untuk mengatasi keluhannya.

Riwayat Kelahiran:

Pasien anak kedua, lahir secara normal dan lahir langsung menangis, tidak ada

cacat. BBL 3000 gram.

Riwayat imunisasi :

Imunisasi lengkap. Imunisasi hepatitis B, BCG, DPT, Polio dan campak

Keadaan rumah dan tempat tinggal :

Tinggal di rumah permanen dan lingkungan tidak padat

Ventilasi dan pencahayaan cukup

Sumber air minum : air sumur bor

Sumber air MCK : air sumur bor

C. Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Keadaan umum : Tampak sakit

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Berat badan : 16 kg

Staus gizi : baik (persentil berdasarkan CDC)

Vital sign :

o Tekanan darah : mmHg

o Nadi : 84 x/menit

o Suhu : 36,5o C

o Pernapasan : 20 x/menit

Page 25: LAPKAS DHF ANAK

D. Pemeriksaan khusus

Kepala dan leher :

Kulit dan wajah : wajah tampak sayu

Mata : konjungtiva anemis (-/-)

Sklera ikterik (-/-)

Pupil isokor, refleks cahaya (+/+), mata cekung (-)

Mulut : lidah tidak kotor, mukosa bibir lembab, sianosis (-),

gusi tidak ada perdarahan, tonsil (T1/T1) faring

hiperemis (-).

Leher : KGB tidak ada pembesaran

Thoraks :

Paru

- Inspeksi :pengembangan dinding dada simetris kiri = kanan, gerak nafas

simetris, tidak ada bagian yang tertinggal

- Palpasi : vokal fremitus normal

- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

- Inspeksi : ictus cordis tidakterlihat

- Palpasi : ictus cordis teraba

- Perkusi : batas jantung tidak dilakukan

- Auskultasi : bunyi jantung I-II normal, reguler, gallop (-), murmur (-).

Abdomen :

- Inspeksi : perut datar, distensi abdomen (-)

Page 26: LAPKAS DHF ANAK

- Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium, hepar tidak teraba, lien tidak teraba

- Perkusi : timpani (+)

- Auskultasi : bising usus (+), meningkat.

Ekstremitas :

- Akral dingin (-/-)(-/-)

- CRT <2 detik

- Ptekie (+)

- +

+ +

E. Diagnosis : DHF grade II

F. Planing :

Medikamentosa

IVFD RL 50 tpm

Psidii syr 3 x 1½ cth

Imunos syr 1 x 1½ cth

Edukasi : perbanyak minum

G. Follow Up

Tanggal Follow up

22/09/15 S :

Page 27: LAPKAS DHF ANAK

Demam (-), muntah (+) 1 kali, gusi berdarah (+), mimisan (-),

BAB berwarna hitam (-), nyeri kepala (-), nyeri sendi (-), lemas

(+), nafsu makan menurun (+)

O: nadi (84 x/i), pernapasan (20 x/i), suhu (36,5oC)

Hasil lab : Hb (10,8) Ht (31,5) L (8,7) T (120)

A: DHF grade II

P:

Medikamentosa

IVFD RL 50 tpm

Psidii syr 3 x 1½ cth

Imunos syr 1 x 1½ cth

Edukasi : perbanyak minum

23/09/15 S:

Demam (+), muntah (-), nyeri perut (-), gusi berdarah (-), BAB

kehitaman (+), BAB encer (+) 2x, nyeri kepala (-), nyeri sendi

(-), lemas (+), nafsu makan menurun (+)

O: TD (90/60 mmHg), Nadi (72 x/i), pernapasan (20 x/i), suhu

(36,6o C)

Hasil lab: Hb (10,1), Ht (29,6), L (14,1), T (121) anti dengue

IgG (+) dan anti dengue IgM (+).

A: DHF grade II

P : Medikamentosa

IVFD RL 50 tpm

Psidii syr 3 x 1½ cth

Imunos syr 1 x 1½ cth

Edukasi : perbanyak minum

24/09/15 S:

Demam (-), muntah (-), nyeri perut (-), gusi berdarah (-), BAB

kehitaman (+), nyeri kepala (-), nyeri sendi (-), lemas (+), nafsu

makan menurun (-)

Page 28: LAPKAS DHF ANAK

O :

TD (90/60 mmHg), Nadi (68 x/i), pernapasan (28 x/i), suhu

(36o C)

Hasil lab: Hb (10), Ht (30,1), L (9,7), T (151)

A: DHF grade II

P : Medikamentosa

IVFD RL 50 tpm

Psidii syr 3 x 1½ cth

Imunos syr 1 x 1½ cth

Edukasi : perbanyak minum

25/09/15 S:

Demam (-), muntah (-), nyeri perut (-), gusi berdarah (-), BAB

kehitaman (-), nyeri kepala (-), nyeri sendi (-), lemas (-), nafsu

makan menurun (-)

O :

A: DHF grade II (perbaikan)

P : pasien diizinkan pulang

BAB III ANALISA KASUS

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Halstead SB. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Dalam :

Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Textbook of

Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelpia : WB Saunders. 2004

2. Setiabudi D. Evaluation of Clinica Pattern and Pathogenesis of

Dengue Haemorrhagic Fever. Dalam Garna H, Nataprawira HMD,

Alam A, penyunting. Proceedings Book 13th National Congress of

Child Health. KONIKA XIII. Bandung, july 4-7, 2005

Page 29: LAPKAS DHF ANAK

3. Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus

Dengue. Ketua Team Peneliti DBD TDC. Unair Surabaya

http://old.pediatrik.com/buletin/20060220-8ma2gi-buletin.pdf

[Diakses 29 September 2015]

4. Setiwan B, Chen K, Pohan HT. Diagnosis dan Terapi Cairan pada

Demam Berdarah Dengue. Scientific Journal of Pharmaceutical

Development and Medical Application .Vol 22 no 1; 3-8. 2009

http://www.dexa-medica.com/sites/default/files/publication_upload09

0324152955001237863562medicinus_maret-mei_2009.pdf [diakses

29 september 2015]

5. Soegijanto S. 2001. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada

Anak. Lab. Ilmu Kesehatan Anak – FK UNAIR / RSUD Dr. Soetomo

Surabaya Tropical Disease Center – Universitas Airlangga

6. Karyanti MR, Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue. Divisi

Infeksi dan Pediatri Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak,

RSUPN Cipto Mangunkusumo, FKUI

Page 30: LAPKAS DHF ANAK
Page 31: LAPKAS DHF ANAK