Upload
eka-apriani
View
68
Download
15
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lapaks bedah anak
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Appendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada
appendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui.
Appendiks disebut juga umbai cacing. Appendisitis sering disalahartikan dengan
istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Appendisitis akut
merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia
jaringan limfe, fekolith, tumor Appendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan
penyumbatan.1
Dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir insidensi appendisitis menurun
secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000
populasi Insiden Appendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada negara
berkembang,. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi
Appendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai
puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini menurun pada
menjelang dewasa. Insiden Appendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki
pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rasionya
menjadi 3:2, kemudian angka yan tinggi ini menurun pada pria.2
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, obstruksi merupakan penyebab
yang dominan dan merupakan pencetus untuk terjadinya Appendisitis. Kuman-kuman
yang merupakan flora normal pada usus dapat berubah menjadi patogen, menurut
Schwartz kuman terbanyak penyebab Appendisitis akut adalah Bacteriodes Fragilis
bersama E.coli.3
Beberapa gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut:
Peritonitis; merupakan peradangan pada selaput perut (peritonium). Gangguan lain
adalah salah cerna akibat makan makanan yang merangsang lambung, seperti alkohol
dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik. Sedangkan produksi HCl
yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan
1
usus halus, sehingga timbul rasa nyeri yang disebut tukak lambung. Gesekan akan
lebih parah kalau lambung dalam keadaan kosong akibat makan tidak teratur yang
pada akhirnya akan mengakibatkan pendarahan pada lambung. Gangguan lain pada
lambung adalah gastritis atau peradangan pada lambung. Dapat pula Appendiks
terinfeksi sehingga terjadi peradangan yang disebut Appendisitis.4
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A.Appendiks Vermiformis
1. Pengertian Appendiks
Appendiks atau umbai cacing adalah suatu organ yang terdapat pada sekum
yang terletak pada proximal colon. Appendiks dalam bahasa latin disebut sebagai
Appendiks vermiformis, ditemukan pada manusia, mamalia, burung, dan beberapa
jenis reptil. Appendiks pada awalnya dianggap sebagai organ tambahan yang tidak
mempunyai fungsi tetapi saat ini diketahui bahwa fungsi Appendiks adalah sebagai
organ imunologik dan secara aktif berperan dalam sekresi immunoglobin (Ig-A)
walaupun dalam jumlah kecil.Apediks berisi makanan dan mengosongkan diri secara
teratur ke dalam sekum.Karena pengosongannya yang tidak efektif, dan lumennya
kecil, Appendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi.4
2.Anatomi
Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung dengan panjang kira-kira
10cm dan perpangkal pada sekum, tepatnya di daerah perbatasan dengan usus ileum
kuadran kanan bawah.Appendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan
melebar pada bagian distal.Saat lahir, Appendiks pendek dan melebar
dipersambungan dengan sekum.Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya
berotasi ke dalam retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.Pada Appendiks
terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam
menandakan tempat untuk mendeteksi Appendiks. Posisi Appendiks terbanyak adalah
Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%), Paracaecal (2%),
subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).Appendiks dialiri darah oleh arteri apendicular
yang merupakan cabang dari bagian bawa arteri ileocolica.Arteri Appendiks termasuk
akhir arteri.Appendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoAppendiks
menuju ke nodus limfe ileocaecal.4
3
Anatomi lokasi Appendiks :
Gambar 1.Anatomi Appendiks
3 Fisiologis
Walaupun Appendiks kurang memiliki fungsi, namun Appendiks dapat
berfungsi seperti organ lainnya.Appendiks menghasilkan lendir 1-2ml perhari.Lendir
dicurahkan ke caecum. Jika terjadi hambatan maka akan terjadi patogenesa
Appendisitis akut. GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat pada
Appendiks menghasilkan Ig-A.Namun demikian, adanya pengangkatan terhadap
Appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan jumlah jaringan
limfe yang terdapat pada Appendiks kecil sekali bila dibandingkan dengan yang ada
pada saluran cerna.1
B. Appendisitis akut
1.Pengertian
Appendisitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen Appendiks
oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Appendisitis akut adalah proses radang
4
bakteria yang timbul secara mendadak, Appendisitis disebabkan oleh berbagai
faktor.5
Gambar 2. Infeksi Appendiks
2 Sejarah
Ada beberapa fakta – fakta dalam buku ilmiah bahwa pada tahun 1500an para
ahli mengakui adanya hubungan yang sebenarnya dengan inflamasi yang
membahayakan dari daerah sekum yang disebut “pertyphilitist”. Meskipun dilaporkan
keberhasilan apendiktomi pertama pada tahun 1776, pada 1886 baru Reginal Flitz
yang membantu membuat aturan bedah dalam pengangkatan Appendiks yang
meradang sebagai pengobatan, yang sebelumnya dianggap fatal. Pada tahun 1889,
Charles McBurney mengenalkan laporan lama sebelum New York Surgical Society
mengemukakan akan pentingnya operasi Appendisitis akut dini serta kelembapan titik
maksimum dari perut yang ditentukan dengan menekan satu-tiga jari di garis yang
menghubungkan antara spina iliaca anterior superior dengan umbilicus. Lima tahun
kemudian ia menemukan pemisahan otot dengan pemotongan yang kini dikenal
dengan namanya.6
5
3 Etiologi
Appendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses
radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya
Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor Appendiks, dan cacing askaris yang
menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit
ini.namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang Appendiks,
diantaranya : 7
a. Faktor sumbatan
Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya Appendisitis (90%) yang
diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan
lymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang
disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam Appendisitis akut
diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus Appendisitis kasus sederhana, 65%
pada kasus Appendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus
Appendisitis akut dengan rupture.7
b. Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada Appendisitis akut.
Adanya fekolith dalam lumen Appendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan
memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen
Appendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas,
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman
anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.7
6
c. Kecenderungan familiar
Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,
Appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
mudah terjadi Appendisitis.Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan
dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya
fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.7
d. Faktor ras dan diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.Bangsa kulit
putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari
Negara yang pola makannya banyak serat.Namun saat sekarang, kejadiannya
terbalik.Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi
serat.Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke
pola makan rendah serat, memiliki resiko Appendisitis yang lebih tinggi.7
e.Faktor infeksi saluran pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan
pneumonitis, jumlah kasus Appendisitis ini meningkat.Namun, hati-hati karena
penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan
Appendisitis.7
4. Patofisiologi
Obstruksi lumen Appendiks adalah titik awal munculnya gangren atau
perforasi appendisitis. Walau bagaimanapun pada beberapa kasus appendisitis yang
dini lumen appendiks masih utuh walaupun sudah ada inflamasi mukosa dan
hiperplasia limfoid.Agen infeksi seperti virus (terbanyak) akan mengawali respon
inflamasi pada lumen appendiks yang sempit sehingga timbul obstruksi luminal.
Obstruksi dengan sekresi mukosa yang terus menerus dan eksudat inflamasi akan
7
meningkatkan tekanan intraluminal, ini akan menghambat aliran limfa. Luminal
Capacity Appendic adalah 0.1 ml, bila sekresinya 0.5ml sahaja distal terhadap
obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal 50cm H20.5,6.8
Mukosa dari appendiks mempunyai sifat khusus dimana ia masih dapat
menghasilkan sekresi pada tekanan yang tinggi sehingga distensi dari lumen akan
terus meningkat. Distensi ini akan merangsang ujung saraf viseral yang mensarafi
appendiks sehingga muncul nyeri. Nyeri awalnya dirasakan pada umbilikal dan
kwadran bawah epigastrium dengan nyerinya yang tumpul dan difus.Nyeri ini
dirasakan pada umbilikal karena persarafan appendiks berasal dari Thorakal 10 yang
lokasinya pada umbilikal. Maka nyeri pada umbilikal merupakan suatu Reffered
Pain.3,4
Distensi dari appendiks juga akan meningkatkan peristalsis usus sehingga
menimbulkan nyeri kolik. Distensi appendiks dengan mukus ini dikenali dengan
Mucocele Appendiks. Selain faktor-faktor ini kuman komensal dalam appendiks yang
bermultiplikasi juga akan meningkatkan distensi dari appendiks. Pada kondisi ini
resolusi dapat terjadi dengan spontan atau dengan antibiotik. Apabila penyakitnya
berlanjut, distensi appendiks yang semakin bertambah ini akan menyebabkan
obstruksi vena dan iskemia pada dinding appendiks.9
Tekanan dalam lumen yang semakin meningkat akan meningkatkan tekanan
vena dan menyebabkan oklusi venula dan kapiler, tetapi aliran arteriol tidak
terganggu sehingga akan menimbulkan kongesti vaskular appendiks. Kongesti ini
akan menimbulkan refleks nausea dan muntah diikuti dengan nyeri viseral ynag
semakin meningkat.9
Selanjutnya apabila serosa dari appendiks mulai terganggu ,diikuti dengan
kehadiran Muscularis Hiatus dan peritonitis lokal, akan menimbulkan gejala nyeri
alih ke kuadran kanan bawah. Bila invasi dari bakteri bertambah dalam, akan muncul
gejala-gejala demam, takikardia dan leukositosis akibat absorbsi toxin bakteri dan
produk dari jaringan yang mati.9
Peritonitis merupakan komplikasi yang sangat dikwatirkan pada appendisitis
akut.Peritonitis terjadi akibat migrasi bebas bakteri melalui dinding appendiks yang
8
iskemik, perforasi gangren appendiks atau melalui abses appendiks yang lanjut.
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya peritonitis adalah usia lanjut,
immunosupresi, diabetes mellitus, obstruksi fecalit pada lumen appendiks, pelvic
appendic dan riwayat operasi abdomen, karena ini mengurangi kemampuan omentum
untuk menutupi penyebaran kontaminan peritonitis.10
Pasien dengan faktor-faktor di atas lebih mudah mengalami perburukan klinis
yang berakhir dengan peritonitis diffuse dan Sindroma Septik Sistemik.
5.GambaranKlinis
Perjalanan penyakit Appendisitis akut memiliki gejala yang sangat luas.
gejalanya berupa gejala nyeri perut yang difus yang sering berlokasi di epigastrium
atau periumbilical area yang diikuti muntah. Setelah 4-6jam nyeri berlokasi di
kuadran kanan bawah.Namun lokasi nyeri berbeda untuk tiap – tiap orang karena
perbedaan letak anatomis tiap orang.10
Sebelum pemeriksaan fisik dimulai, pasien harus ditanya titik area nyeri dan
mengamati tekanan jari yang diperlukan untuk menimbulkan atau memperkuat
sakitnya.Hasilnya tindakan ini sering memberikan bukti tegas bagi iritasi peritoneum
lokalisata.Anoreksia hampir selalu ditemui pada Appendisitis yaitu sekitar 95% dari
pasien dan kemudian baru diikuti nyeri perut. Jika tidak ada anoreksia, diagnose
pasien akan tetap dipertanyakan. Mual ditemukan sekitar 75% dari pasien, mulanya
tidak bersifat terus-menerus tapi mulanya hanya satu sampai dua kali. Ada sebagian
pasien sebelum nyeri perut dadahului oleh obstipasi dan merasakan nyeri berkurang
dengan cara buang air besar.10
Tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan fisik adalah sikap penderita
yang dating dengan posisi membungkuk dan bila berbaring kaki kanan sedikit
ditekuk. Kita akan menemukan peningkatan suhu ringan yaitu sekitar 37,50-38,50.
Jika lebih maka ditemukan perforasi. Pasien Appendisitis cenderung untik tidur
menelungkup, memegang erat sebelah kanan, setiap gerakan akan meningkatkan
nyeri dan jika diminta bergerak, akan dilakukan secara perlahan-lahan.11
9
Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran spesifik, pada pemeriksaan
abdomen selelu harus dilakukan dengan lembut untuk mendapat kepercayaan pasien
dan memungkinkan deteksi peritoneum. Pemeriksaan dari kiri ke kanan untuk menilai
ridgiditas atau defans muskuler ringan. Palpasi lembut demikian tidak akan
mengeksarsbasi nyeri. Tujuan palpasi abdomen untuk mementukan apakah pasien
menderita iritasi peritoneum atau tidak. Tanda iritasi peritoneum adalah nyeri tekan
lokalisata; ridgiditas atau atau defans muskuler serta nyeri lepas. Nyeri lepas
merupakan tanda yang bermakna bagi dokter. Kalau disuruh batuk akan terasa nyeri
diperut sebelah kanan dan penderita dapat menunjukan nyeri dari umbilicus dan
pindah serta menetap pada perut sebelah kanan bawah. Ada ditemukan beberapa
macam tanda diantaranya McBurney’s Sign, Rovsing’s Sign, Psoas Sign, Obturator
Sign dan Mefadden’s Sign. Letak nyeri pada Appendisitis akut diproyeksikan dengan
dengan titik McBurney, titik ini terletak pada 5-2 inch dari procesus spinosus anterior
pada ileum diatas garis lurus yang menghubungkan antara procesus dengan
umbilicus.1
Pada Rovsing’s Sign nyeri pada saat palpasi pada kuadran kanan dan kiri
bawah, karena terjadi penekanan oleh udara yang menunjukan adanya iritasi
peritoneal. Ketahanan otot pada saat palpasi sering dihubungkan dengan tingkat
keparahan proses radang. Tanda psoas dilakukan dengan cara penderita berbaring,
paha difleksikan akan terasa nyeri karena otot psoas berkontak dengan peritoneum
dekat Appendiks. Keadaan ini khas pada difleksikan dan diemdorotasikan dengan
otot obturator interna. McFaden Sign dilakukan dengan cara Appendiks posisis pelvis
bisa merangsang kandung kening, sering pada anak –anak terjadi miksi setelah nyeri.3
Tanda –tanda yang dapat kita temukan pada pemeriksaan fisik adalah sikap
penderita yang datang dengan posisi membungkuk dan bila berbaring kaki kanan
sedikti ditekuk. Kita akan menemukan peningkatan suhu ringan yaitu sekitar 37,5-
38,5 0C. Jika lebih maka akan terjadi perforasi. Pasien Appendisitis cenderung untuk
tidur menelungkup, memegang erat sebelah kanan, setiap gerakan akan meningkatkan
nyeri dan jika diminta bergerak, akan dilakukan secara perlahan-lahan.10
10
Pada inspeksi tidak ditemukan adanya gambaran spesifik.Pemeriksaan fisik
abdomen selalu harus dilakukan dengan lembut untuk mendapatkan kepercayaan
pasien dan memungkinkan untuk deteksi tanda peritoneum. Pemeriksaan dari kiri ke
kanan dapat menilai rigiditas atau defans meskuler ringan. Palpasi lembut demikian
tidak mengeksaserbasi nyeri-nyeri dalam area nyeri tekan maksimum.Tujuan palpasi
abdomen untuk menentukan apakah pasien menderita iritasi peritoneum atau tidak.
Tanda iritasi peritoneumadalah nyeri tekan lokalisata, rigiditas atau defans muskuler
serta nyeri lepas. Nyeri lepas merupakan tanda yang bermakna bagi dokter.1
Jika batuk akan terasa nyeri di perut sebelah kanan dan penderita dapat
menunjukkan nyeri dari umbilicus dan pindah serta menetap pada perut kanan bawah.
Ada ditemukan beberapa macam tanda diantaranya Mc Burney’s Sign, Rovsing’s
Sign, Psoas Sign, Obturator Sign dan McFadden Sign. Letak nyeri pada Appendisitis
akut diproyeksikan dengan titik Mc Burney, dimana titik ini terletak pada 5-2 inchi
dari procesus dengan umbilicus.Pada Rovsing’s nyeri pada saat palpasi pada quadrant
kanan dan kiri bawah, karena terjadi penekanan oleh udara menunjukkan adanya
iritasi peritoneal. Ketahanan otot pada saat palpasi sering dihubungkan dengan tingkat
keparahan proses radang. Tanda psoas berkontak dengan peritoneum dekat apendik.
Keadaan ini khas pada difleksikan dan diendorotasikan, akan terasa nyeri karena
terjadi kontak Appendiks denagn otot obrurator interna. Mc Fadden’s Sign dilakukan
denagn cara pada Appendiks posisi pelvis bisa merangsang kandung kencing, sering
pada anak-anak terjadi miksi setelah nyeri.1,5
Diagnosis klinis Appendisitis akut masih bisa salah 15%-20% walaupun telah
dilakukan pemeriksaan dilakukan dengan teliti dam cermat.Angka ini tinggi untuk
pasien perempuan dibanding laki-laki.Hal ini disebabkan perempuan yang masih
muda sering memiliki gejala yang mirip Appendisitis akut. Keluhan itu biasanya
berasal dari genetalia internal oleh karena ovulasi, radang perlvis dan lain-lain.1,5
Untuk lebih memudahkan diagnosis klinis Appendisitis, para klinisi telah berhasil
mengembangkan berbagai metode diagnosis. Salah satunya adalah dengan
menggunakan indeks alvarado, berikut adalah indeks alvarado:1,4
11
Table 1. Alvarado Skor
Dari tabel di atas dapat ditarik kesimpulan dengan menjumlah setiap skor,
kemudian kemungkinan diagnosis Appendisitis adalah berdasarkan pembagian
interval nilai yang diperoleh tersebut.
1. Skor >8 : Berkemungkinan besar menderita Appendisitis. Pasien ini dapat
langsung diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian
perlu dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
2. Skor 2-8 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya Appendisitis. Pasien ini
sbaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun CT
scan.
3. Skor <2 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita Appendisitis. Pasien ini tidak
perlu untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.
12
Diagnosa klinis intra Appendisitis akut, menurut Cloud dan Boyd dapat dibagi
menjadi beberapa tingkat sesuai dengan perubahan dan tingkat peradangan
Appendiks,yaitu:8
1. Appendisitis Akut Sederhana
Gejalanya diawali dengan rasa kurang enak di ulu hati / daerah pusat, mungkin
disertai dengan kolik, muntah, kemudian anoreksia, malaise, dan demam ringan.Pada
fase ini seharusnya didapatkan adanya leukositosis. Pada fase ini Appendiks dapat
terlihat normal, hiperemi atau edema, tak ada eksudet serosa.
2. Appendisitis Akut Supurativa
Ditandai dengan adanya rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas
di titik McBurney, adanya defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif.
Nyeri dan defans muskuler dapat teIjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-
tanda periotnitis umum, seperti demam tinggi. Bila perforasi barn terjadi, Leukosit
akan pergi ke jaringan-jaringan yang meradang tersebut, maka mungkin kadar
leukosit di dalam darah dapat turun, sebab belum sempatnya tubuh merespon
kebutuhan leukosit yang tiba-tiba meninggi.
Namun setelah tubuh sempat merespon kebutuhan ini maka jumlah leukosit akan
meninggi di dalam darah tepi. Appendisitis akut supurativa ini kebanyakan terjadi
karena adanyaobstruksi.Appendiks dan meso Appendiks udem, hiperemi, dan di
dalam lumen terdapat eksudatfibrinopurulen.
3. Appendisitis Akut Gangrenosa
Tampak Appendiks udem, hiperemis, dengan gangren pada bagian tertentu, dinding
Appendiks berwama ungu, hijau keabuan atau merah kehitamann. Pada Appendiksitis
akut gangrenosa ini bisa terdapat mikroperforasi.
13
4. Appendisitis Akut Perforasi
Pada dinding Appendiks telah teIjadi ruptur, tampak daerah perforasi yang dikelilingi
oleh jaringan nekrotik.
5. Appendisitis Akut Abses
Abses akan timbul di fossa iliaka kanan lateral dekat caecum, retrocaecal dan pelvis
mengandung pus yang sangat banyak dan berbau.
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun perforasi pada Appendiks yang telah mengalami pendindingan
sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan Appendiks, sekum dan keluk
usus.10
1. Perforasi
Perforasi disebabkan keterlambatan penanganan terhadap paslen Appendisitis akut.
Perforasi disertai dengan nyeri yang lebih hebat dan demam tinggi (sekitar 38,3 0C).
Biasanya perforasi tidak terjadi pada 12 jam pertama. Pada apendiktektomi yang
dilakukan pada pasien usia kurang dari 10 tahun dan lebih dari 50 tahun, ditemukan
50 % nya telah mengalami perforasi . Akibat perforasi ini sangat bervariasi mulai dari
peritonitis umum, sampai hanya berupa abses kecil yang tidak akan mempengaruhi
manifestasi kliniknya.
2. Peritonitis
Peritonitis lokal dapat disebabkan oleh mikroperforasi sementara peritonitis umum
dikarenakan telah terjadinya perforasi yang nyata.Bertambahnya nyeri dan kekakuan
otot, ketegangan abdomen dan adinamic ileus dapat ditemui pada pasien Appendisitis
dengan perforasi.
14
3. Apendikal abses (massa apendikal)
Perforasi yang bersifat lokal dapat terjadi saat infeksi periapendikal diliputi oleh
omentum dan viseral yang berdekatan . Manifestasi kliniknya sarna dengan
Appendisitis biasa disertai dengan ditemukannya massa di kwadran kanan bawah.
Pemeriksaan USG dan CT scan bermanfaat untuk
menegakan diagnosis.
4. Pielofleblitis
Pielofleblitis adalah trombofleblitis yang bersifat supuratif pada sistem vena
portal.Dernam tinggi, menggigil, ikterus yang samar-samar, dan nantinya dapat
ditemukan abses hepar, merupakan pertanda telah tetjadinya komplikasi
ini.Pemeriksaan untuk menemukan trombosis dan udara di vena portal yang paling
baik adalah CT scan.
Pada beberapa keadaan Appendisitis akut agak sulit di diagnosis sehingga tidak
ditangani pada waktunya dan terjadi kornplikasi misalnya:
- Pada anak, biasanya diawali dengan rewel, tidak mau makan, tidak bisa melukiskan
nyerinya, sehingga dalam beberapa jam kemudian terjadi muntah-muntah, lemah dan
letargi. Gejala ini tidak khas pada anak sehingga Appendisitis diketahui setelah
terjadi komplikasi.
- Pada wanita hamil, biasanya keluhan utamanya adalah nyeri perut mual dan muntah.
Pada wanita hamil trimester pertama juga terjadi mual muntah.Pada kehamilan lanjut
sekum dengan Appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak
dirasakan di perut kanan bawah tetapi ke regio lumbal kanan.
- Pada usia lanjut, gejalanya sering samar-samar sehingga sering terjadi terlambat
diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita yang datang mengalami perforasi.
15
Hal yang dilakukan untuk mendiagnosa Appendisitis adalah pemeriksaan melalui
anus.Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan fisik yang paling akhir dilakukan,
karena kurang penting dibandingkan dengan pemeriksaan abdomen.Dapat untuk
menduga posisi Appendiks yang meradang tersebut.
Pemeriksaan masih diperlukan untuk Appendisitis akut.Tes laboratorium
untuk Appendisitis akut bersifat nonspesifik.Nilai hitung leukosit pada 90% pasien
Appendisitis akut yang lebih dari 100.000 permikroliter dan kebanyakan juga
pergeseran ke kiri dalam hitung jenis. Nilai ambang untuk leukosit yaitu sekitar
10.000 sampai 18.000 mm3. Jika nilai lebih dari nilai ambang yang di atas maka
berkemungkinan terjadinya appendisitis yang perforasi dengan abses ataupun tanpa
abses.
Seringkali penelitian sebelumnya, penghitungan sel darah putih yang normal
bisa didapat pada awal penyakit dan peningkatan mungkin diantisipasi sesuai dengan
keparahan penyakit.karena alasan ini, ukuran berkala dari penghitungan sel darah
putih bisa meragukan pembuktian dari keakutan dari tes. Berdasarkan keadaan klinis,
harusnya diperlihatkan secara rutin yaitu:
a. Analisa urin
Test ini bertujuan untuk meniadakan batu ureter dan untuk evaluasi kemungkinan dari
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
b. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase ini membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu dan pancreas jika nyeri dilukiskan pada perut
bagian tengah bahkan kuadrant kanan atas.
c. Serum B-HCG untuk memeriksa adanya kemungkinan kehamilan.
d. Pemeriksaan radiologi terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada Appendiks.Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian
16
yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari Appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran sekum.11
Kebanyakan kasus Appendisitis akut didiagnosa tanpa memperlihatkan
kelainan radiologi. Kelainan rongtenollogi yang menggambarkan Appendisitis akut
dini adalah deus ringan apendikolitiasis. Foto polos bisa memperlihatkan densitas
jaringan lunak dalam kuadran kanan bawah, bayangan psoas kanan abnormal, gas
dalam lumen Appendiks dan ileus lebih menonjol.Foto pada keadaan berbaring
bermanfaat dalam mengevaluasi keadaan-keadaan patologi yang meniru Appendisitis
akut. Contohnya udara bebas intra .peritoneum yang mendokumentasi perforasi
berongga seperti duodenum atau kolon.11
Kelainan berupa radioopaq, benda asing serta batas udara cairan di dalam usus
yang menunjukkan obstruksi usus.Sejumlah laporan tentang manfaat enema barium
telah jelas mencakup beberapa komplikasi.Pemeriksaan enema barium jelas tidak
diperlukan dalam kebanyakan kasus Appendisitis akut dan mungkin harus
dicadangkan bagi kasus yang lebih rumit, terutama yang dengan resiko operasinya
berlebihan. 11
6. Differensial Diagnosa
Diagnosis appendisitis memiliki kemiripan dengan diagnosa penyakit lainnya,
karena itulah pada sekitar 15-20% kasus terjadi kesalahan diagnosis klinis. Penyakit
yang memiliki gejala mirip antara lain: 7
a.Gastroenteritis
Terjadi mual, muntah, diare mendahului rasa sakit.Sakit perut lebih ringan dan
terbatas tegas.Hiperperistaltis sering ditemukan.Panas dan leukosit kurang menonjol
dibandingkan Appendisitis akut.laboratorium biasanya normal karena hitung normal.
b. Limfedenitis Mesenterika
Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis ditandai dengan sakit
perut, terutama kanan disertai dengan perasaan mual, nyeri tekan, perut samar
terutama kanan.
17
c. Demam Dengue
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini didapatkan hasil
positif untuk Rumple Leed, trombositopeni, hematokrit yang meningkat.
d.Infeksi Panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan Appendisitis akut.Suhu
biasanya lebih tinggi daripada Appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih
difus.Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.Pada
gadis dapat dilakukan pemeriksaan melalui dubur jika perlu untuk diagnosis banding.
Rasa nyeri pada pemeriksaan melalui vagina jika uterus diayunkan.
f. Gangguan alat kelamin perempuan
Folikel ovarium yang pecah dapat memberikan nyeri perut kanan bawah pada
pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan nyeri biasa hilang dalam
waktu dalam 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selama dua hari, pada
anamnesis nyeri yang sama pernah timbul lebih dahulu.
h. Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan tidak yang tidak
menentu Ruptur tuba, abortus kehamilan di luar rahim disertai pendarahan maka akan
timbul nyeri mendadak difus di pelvis dan bisa terjadi syok hipovolemik. Nyeri dan
penonjolan rongga Douglas didapatkan pada pemeriksaan vaginal dan didapatkan
pada kuldosintesis.
i. Divertikulosis Meckel
Gambaran klinisnya hampir serupa dengan Appendisitis akut. Pembedaan sebelum
operasi hanya teoritis dan tidak perlu, sejak diverticulosis Meckel dihubungkan
dengan komplikasi yang rnirip pada Appendisitis akut dan diperlukan pengobatan
serta tindakan bedah yang sama.
18
j. Intussusepsi
Ini harus dibedakan dengan Appendisitis akut karena pengobatan berbeda umur
pasien sangat penting, Appendisitis jarang pada umur di bawah 2 tahun sedangkan
hampir seluruh Intususception idiopatik terjadi di bawah umur 2 tahun.
k. Ulkus Peptikum yang Perforasi
Ini sangat mirip dengan Appendisitis jika isi gastroduodenum terbalik mengendap
turun ke daerah usus bagian kanan (Saekum).
l.Batu Ureter
Jika diperkirakan mengendap dekat Appendiks, ini menyerupai Appendisitis
retrocecal.Nyeri menjalar ke labia, scrotum, atau penis, hematuria dan / atau demam
atau leukosotosis membatu. Pielography biasanya untuk mengkofirmasi diagnosa.
7.Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan Appendisitis akut meliputi terapi medis dan
terapi bedah.Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai
akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik.Namun sebuah
penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi Appendisitis rekuren dalam
beberapa bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi
medis juga berguna pada pasien Appendisitis yang mempunyai risiko operasi yang
tinggi.1 Namun pada kasus Appendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai
terapi awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya. The
Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum
pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24 jam untuk
Appendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk Appendisitis perforasi.5
Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah
pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat Appendisitis
dengan perforasi.5
19
1. Cairan intravena
cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan
cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan
yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus
diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk
mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran
urin pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan atau dengan
perdarahan secara bersamaan.
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen,
antibiotik initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin–
sulbaktam, dll, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian
antibiotik postops harus di ubeah berdasarkan kulture dan sensitivitas.Antibiotik tetap
diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki
keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan pipa nasogastrik perlu di
lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari appendisitis perforasi.
Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik
apendiktomi.Apendiktomi terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan
Appendiks. Mencakup McBurney, Rocke-Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan
diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal untuk membuat
suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke peritoneum
Appendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong. Mukosa
yang terkena di-cauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan
inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi
ditutup.12
20
Laparoskopik apendiktomi mulai diperkenalkan pada tahun 1987, dan telah
sukses dilakukan pada 90-94% kasus Appendisitis dan 90% kasus Appendisitis
perforasi.Saat ini laparoskopik apendiktomi lebih disukai. Prosedurnya, port
placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah umbilikus,
kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm. Ada
beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah
dan yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri
bawah. Sekum dan Appendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai
macam metode tersedia untuk pengangkatan Appendiks, seperti dectrocauter,
endoloops, stapling devices.12
21
Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya.Appendiks
kemudian diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik
apendiktomi mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih
bagus dari segi kosmetik dan mengurangi infeksi pascabedah. Beberapa penelitian
juga menemukan bahwa laparoskopik apendiktomi juga mempersingkat masa
rawatan di rumah sakit. Kerugian laparoskopik apendiktomi antara lainmahal dari
segi biaya dan juga pengerjaannya yang lebih lama, sekitar 20 menit lebih lama dari
apendiktomi terbuka. Namun lama pengerjaanya dapat dipersingkat dengan
peningkatan pengalaman. Kontraindikasi laparoskopik apendiktomi adalah pada
pasien dengan perlengketan intra-abdomen yang signifikan. 12
8.Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra
abdominal/pelvis, sepsis, syok, dehisensi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi
bebas maupaun perforasi pada Appendiks yang telah mengalami pendindingan,
sehingga membentuk massa yang terdiri dari kumpulan Appendiks, sekum dan keluk
usus. Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen.Komplikasi utama adalah infeksi
luka dan abses intraperitonium.Bila diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen
dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik.Pasca appendektomi diperlukan
perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi disesuaikan dengan
besar infeksi intra-abdomen.1
9.Prognosis
Bila ditangani dengan baik, prognosis Appendiks adalah baik. Secara umum
angka kematian pasien Appendiks akut adalah 0,2-0,8%, yang lebih berhubungan
dengan komplikasi penyakitnya daripada akibat intervensi tindakan.3
22
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. S. U. P
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 24 tahun
Tempat dan tanggal lahir : Genggulang, 18 April 1991
Alamat : Genggulang Ling 3
Agama : Islam
Tanggal masuk rumah sakit : 13 Mei 2015
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama :Nyeri perut bagian kanan bawah
2. Riwayat penyakit
Nyeri perut kanan bawah dialami penderita sejak ± 2 hari
SMRS.Awalnya nyeri dirasakan di seluruh perut terlebihdi region umbilicus
dan suprapubic yang kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Riwayat
demam (+) sejak 1 hari SMRS, riwayat mual dan muntah 1 hari SMRS.
Nafsu makan menurun sejak 2 hari lalu. Riwayat nyeri saat batuk (+). Riwayat
BAB dan BAK normal.Penderita kemudian dibawa ke RSU Datu Binangkang
dan kemudian dirujuk ke RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado
3. Riwayat penyakit dahulu: Riwayat ISK (-)
4.Riwayat penyakit keluarga: Hanya penderita yang sakit seperti ini.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Sedang
2. Kesadaran
Compos mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah : 100/60
23
Heart Rate : 100 kali/menit
Frekuensi pernapasan: 24 kali/menit
Suhu badan : 36,5°C
4. Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), Pupil bulat isokor kiri dan
kanan diameter 3mm, RC +/+
5. Leher
Tidak ada kelainan
6. Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri=kanan
Auskultasi : Suara pernapasan kiri=kanan
Palpasi : Stem fremitus kiri=kanan
Perkusi : Sonor kiri=kanan
7. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising Usus (+) meningkat
Palpasi : Dinding abdomen Lemas, NT (+) di titik MC.Burney
Rovsing sign (-), Psoas sign (+), Obturator sign (+)
Perkusi : timpani
8. Ekstremitas
Akral hangat,CRT< 2”, deformitas (-)
9. Status Ginekologis (konsul bagian Obs-Gyn)
P0A0 24 tahun dengan ginekologi tidak ada kelainan
24
Alvarado skor :
Gejala Skor
Nyeri berpindah 1
Anoreksia 1
Mual dan muntah 1
Tanda
Nyeri tekan kuadran kanan bawah 2
Nyeri tekan lepas 1
Peningkatan suhu tubuh 1
Laboratorium
Leukositosis 2
Hitung leukosit terdapat pergeseran ke kiri -
Total 9
D. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium 13/05/2015
Hematologi
Leukosit : 13.020/uL MCH : 29 pg
Eritosit : 5,34 x 106/uL MCHC : 34 g/dL
Hb : 15,4 g/dl MCV : 85 fL
Hematokrit : 45,5%
Trombosit : 197.000/uL
Kimia Klinik
SGOT : 16 U/L GDS : 96 mg/dL
SGPT : 8 U/L Cl Darah : 107,0 mEq/L
Ureum darah : 40 mg/dL K darah : 4,00 mEq/L
Creatinin darah : 0,8 mg/dL Na Darah : 137 mEq/L
25
Urinalisis
Warna : Kuning Protein : ++
Kekeruhan : Jernih Glukosa : +
Berat Jenis : 1030 Keton : +++
pH : 5 Urobilinogen : +
Leukosit : + Bilirubin : +
Nitrit : Positif Darah/Eritrosit : +
E. Diagnosis
Appendisitis akut
F. Terapi
IVFD RL 20 gtt/m
Ceftriaxone 2 x 1 g iv
Ranitidin 2 x 1 iv
Pro laparotomi eksplorasi CITO 14 april 2015
LAPORAN OPERASI
Diagnosa pra bedah : Appendisitis akut
Diagnosa pasca bedah :Appendicitis akut
Mulai : 05:15 -07:35 WITA
Tindakan Pembedahan:
Appendiktomi
1. Penderita tidur terlentang dengan spinal Anestesi
2. A/antisepsi daerah lapangan Operasi
3. Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril
4. Dilakukan insisi obliq melewati titik mcburney ± 4 cm, diperdalam lapis demi
lapis secara tajam sampai peritoneum
5. Peritoneum dibuka keluar cairan seropurulen ± 30 cc
6. Identifikasi lebih lanjut tampak omentum laksis ke kanan bawah, kemudian
dilakukan identifikasi caecum; tampak appendiks letak rectocaecal, ukuran ±
10 x 1 cm tampak perforasi di 1/3 proximal
26
7. Dilakukan appendectomy secara retrograde, kontrol perdarahan, identifikasi
organ lain tidak ada kelainan
8. Dan luka operasi ditutup lapis demi lapis
9. Operasi selesai
15/05/2015 Post Op
S : panas (+)
O : TD : 120/70 N: 96 x/m, R: 24 x/m, S: 37,9oC
Abd : I: datar, Luka operasi terawat,
A: BU(+)
P: Lemas
P: Timpani
A : Post Apendectomi hari 2
P : IVFD NaCl 0,9 % + Aminofluid D5 -18 gtt/m
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Metrodinazole 500 3x1 gr iv
Ranitidin 3x1 iv
Ketorolac 3 x1 iv
Rawat Luka
Hasil Lab: Laboratorium 15/05/2015
Leukosit : 13430/mm3
Eritosit : 3,76 x 106/mm3
Hb : 10,8 g/dl
Hematokrit : 32,3%
27
Trombosit : 161 10^3/uL
16/05/2015 Post Op
S : panas (+) BAB (+)
O : TD : 120/70 N: 96 x/m, R: 24 x/m, S: 37,9oC
Abd : I: datar, Luka operasi terawat,
A: BU(+)
P: Lemas
P: Timpani
A : Post Apendectomi hari 2
P : IVFD NaCl 0,9 % + Aminofluid D5 -18 gtt/m
Ceftriaxone 2x1 gr iv
Metrodinazole 500 3x1 gr iv
Ranitidin 3x1 iv
Ketorolac 3 x1 iv
Rawat Luka
Sanmol Drips bila perlu
17/05/2015
S : Nyeri perut berkurang
O : Abd : I: datar, Luka operasi terawat,
A: BU(+)
P: Lemas
P: Timpani
A : Post Apendectomi hari 3
P : Aff Infus
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Ranitidin 3x1 tab
Asam mefenamat 3x1 tab
Rawat Luka
28
18/05/2015
S : Nyeri (-); demam (-); BAB (+)
O : Abd : I: datar, Luka operasi terawat,
A: BU(+)
P: Lemas
P: Timpani
A : Post Apendectomi hari 3
P : Aff Infus
Ciprofloxacin 2 x 500 mg
Ranitidin 3x1 tab
Asam Mefenamat 3x1 tab
Rawat Luka
Besok rencana rawat jalan
19/05/2015
S : Nyeri (-); demam (-); BAB (+)
O : Abd : I: datar, Luka operasi terawat,
A: BU(+)
P: Lemas
P: Timpani
A : Post Apendectomi hari 3
P : Aff Infus
Cefixime 2 x 1 tab
Ranitidin 3x1 tab
Asam Mefenamat 3x1 tab
R/ rawat jalan
BAB IV
PEMBAHASAN
29
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang.Dari anamnesis pada pasien ini diperoleh pasien seorang
wanita berusia 24 tahun dengan keluhan utama nyeri pada bagian perut kanan
bawah. Nyeri perut kanan bawah dialami penderita sejak ± 2 hari SMRS. Awalnya
nyeri dirasakan di seluruh perut terlebih di regio umbilikus dan suprapubik yang
kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Riwayat demam (+) sejak 1 hari SMRS,
riwayat mual dan muntah 1 hari SMRS. Nafsu makan menurun sejak 2 hari lalu.
Riwayat nyeri saat batuk (+). Riwayat BAB dan BAK normal. Pasien kemudian
dibawa ke RSU Datu Binangkang dan kemudian dirujuk ke RSUP Prof. dr. R. D.
Kandou Manado. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tanda – tanda vital normal.
Selain itu pada pemeriksaan fisik pada regio abdomen ditemukan dari adanya nyeri
tekan pada titik McBurney, rovsing sign (-), psoas sign (+), Obturator sign (+),
Dunphy Sign (+). dari auskultasi ditemukan bising usus meningkat. Selain itu pada
pemeriksaan penunjang didapatkan adanya peningkatan leukosit.
Diagnosis appendisitis pada wanita lebih lebih sulit untuk ditegakkan, dimana
kesalahan diagnosis lebih tinggi pada wanita (22,2%) daripada pria (9,3%). Angka
negatif appendektomi pada wanita dalam masa reproduktif adalah 23,3%, dengan
angka tertinggi berada pada usia 40-49 tahun. Angka negatif appendektomi tertinggi
yang dilaporkan pada wanita berada pada usia 80> tahun. Sesuai dengan data diatas,
dimana dibutuhkan konsultasi dari bagian Obs-Gyn untuk mencegah kesalahan
diagnosis karena pasien berjenis kelamin wanita dan berada pada usia reprodutif 23
tahun.3
Dari Anamnesis pada pasien didapatkan mual muntah (+), Anoreksia (+),
migration of pain (+). Mual muntah dirasakan pasien sejak 1 hari sebelum SMRS.
Nyeri perut di bagian kanan bawah dirasakan sejak 2 hari SMRS, awalnya nyeri
berada pada region umbilikus dan suprapubic kemudian nyeri berpindah ke kuadran
kanan bawah (titik Mcburney). Distensi dari appendiks menstimulasi regangan
serabut ujung saraf aferen viseral, menghasilkan nyeri yang samar-samar, tumpul, dan
difus pada daerah midabdomen atau epigastrium bagian bawah. Peristaltik juga
distimulasi, kram pada abdomen mungkin juga didapatkan melapisi nyeri viseral pada
30
awal gejala appendisitis. Distensi abdomen meningkat karena berlanjutnya sekresi
mukosa dan multifikasi yang pesat dari bakteri residen pada appendiks. Distensi
appendiks pada tingkatan ini biasanya menyebabkan refleks mual dan muntah, dan
nyeri viseral yang difus menjadi lebih berat. Dimana tekanan dalam appendiks
meningkat, tekanan vena juga meningkat. Kapiler dan venul teroklusi, tapi aliran
arteriolar tetap berlangsung, menyebabkan engorgement dan kongesti vaskular.
Proses inflamasi segera mengenai serosa dari appendiks sehingga menghasilkan
karakteristik nyeri berpindah di kuadran kanan bawah (titik McBurney). Perpindahan
nyeri difus di regio umbilikus ke titik McBurney terjadi 1 sampai 12 jam tapi
biasanya 4 sampai 6 jam.3
Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan inspeksi datar, auskultasi
didapatkan bising usus meningkat, perkusi terdengar timpani, dan pada palpasi
didapatkan dinding abdomen lemas, nyeri tekan (+) di daerah titik McBurney,
Rovsing sign (-), Obturator sign (+), Psoas sign (+). Dinding abdomen lemas
menandakan belum adanya perforasi. Rovsing sign (nyeri di kuadran kanan bawah
pada palpasi di kuadran kiri bawah) menandakan iritasi peritoneum namun pada
pasien ini tidak ditemukan. Obturator Sign (nyeri di kuadran kanan bawah ketika
dilakukan rotasi internal dan eksternal panggul kanan yang di fleksikan) menandakan
inflamasi appendiks berada bagian dalam hemipelvis kanan. Psoas sign (nyeri
kuadran kanan dengan ekstensi dari panggul kanan atau dengan fleksi dari panggul
kanan sembari melawan tahanan) menandakan inflamasi appendiks berada di
sepanjang otot psoas kanan. Kedua tanda terakhir ditemukan positif pada pasien ini.13
Pada pemeriksaan laboratorium pada pasien ini didapatkan Leukosit
13.020/uL. Pada pasien dengan appendisitis akut dan tak berkomplikasi akan
didapatkan leukositosis ringan (10.000 – 18.000/uL) dengan predominan
polymorphonuclear yang sedang. Jika ditemukan Leukositosis >18.000/uL
meningkatkan kemungkinan appendiks yang sudah perforasi dengan atau tanpa
abses.3 Urinalisis juga sangat bermanfaat untuk menyingkirkan pyelonephritis atau
nefrolitiasis, pada pasien ini ditemukan urinalisis berada dalam batas normal.2
31
Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu pasien segera diresusitasi sebelum
dilakukan intervensi bedah. Setelah resusitasi berhasil dilakukan, maka dilakukan
intervensi bedah yaitu laparotomi cito. Pada jalannya operasi ditemukan appendiks
letak rectocaecal, hiperemis ukuran 10 x 1 cm dengan sedikit perforasi di daerah 1/3
proksimal. Pada perawatan dalam ruangan pasien diberi terapi resusitasi cairan, H2
blocker, dan antibiotik untuk mencegah akumulasi bakteri serta analgetik untuk
mengurangi nyeri.
Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam, karena resusitasi dan
pembedahan appendektomi cito segera dilakukan. Setelah operasi, pasien dirawat di
Rumah Sakit, di observasi keadaan pasien hingga membaik dan bisa dirawat jalan
setelah dirawat selama 5 hari.
BAB V
KESIMPULAN
32
A.Kesimpulan
Pada kasus ini pasien didiagnosa dengan dengan appendisitis akut berdasarkan
dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan menggunakan skor Alvarado. Pasien juga telah
dilakukan tindakan resusitasi cairan untuk mencegah gangguan hemodinamik
sebelum dilakukan tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan yang dilakukan
yaitu appendektomi. Pada tindakan pembedahan didapatkan hasil adanya appendisitis
letak retrocaecal hiperemis uk 10x1 cm dengan adanya sedikti perforasi di 1/3
proksimal. Pasien kemudian dirawat selama 5 hari untuk menilai keadaan pacsa
operasi sebelum akhirnya rawat jalan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidayat, R dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Kedua.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2004
33
2. Sabiston. Textbook of Surgery : The Biological Basis of Modern Surgical
Practice. Edisi 18.USA: W.B Saunders companies.2002
3. Schwartz. Principles of Surgery. Edisi 9th .USA:The Mcgraw-Hill
companies.2005
4. R. Schrock MD, Theodore. Ilmu Bedah. Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2005.
5. Williams B A, Schizas A M P, Management of Complex Appendicitis.
Elsevier. 2010. Surgery 28:11. p544048.
6. Andersson N, Griffiths H, Murphy J, et al. Is appendicitis familial? Br Med J
2010 Sep 22; 2: 697e8.
7. Heaton KW. In: Br Med J, Res Clin, eds. Aetiology of acute appendicitis
2008 Jun 27; 294:1632e3.
8. Soybel D. Appendix. In: Norton JA, Barie PS, Bollinger RR, et al. Surgery
Basic Science and Clinical Evidence. 2ndEd. New York: Springer. 2008.
9. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartz’s Principles of
Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.
10. Temple CL, Huchcroft SA, Temple WJ. The natural history of appendicitis in
adults. A prospective study. Ann Surg 2005 Mar; 221: 278-81.
11. Birnbaum BA, Wilson SR. Appendicitis at the millennium. Radiology 2000
May; 215: 337e48.
12. Skandalakis JE, Colborn GL, Weidman TA, et al. Editors. Skandalakis’
Surgical Anatomy. USA: McGrawHill. 2004.
13. Craig S, Brenner BE. Appendicitis. 2014 [cited 6 juni 2015]. Avaliable from:
emedicine.medscape.com/article/773895
34