67
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma termal menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Menguasai prinsip-prinsip dasar resusitasi awal pada penderita trauma daan menerapkan tindakan sederhana pada saat yang tepat dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Prinsip yang dimaksud adalah kewaspadaan yang tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan. Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar juga bisa timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik atau bahan kimia. 1 Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau kimia. Berdasarkan luas daerah yang terbakar, Wallace membagi bagian tubuh dengan kelipatan dari 9 yang terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace. Bagian tubuh tersebut 1

Lapkas Anestesi Rian

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus anastesi

Citation preview

Page 1: Lapkas Anestesi Rian

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma termal menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.

Menguasai prinsip-prinsip dasar resusitasi awal pada penderita trauma daan

menerapkan tindakan sederhana pada saat yang tepat dapat mengurangi

morbiditas dan mortalitas. Prinsip yang dimaksud adalah kewaspadaan yang

tinggi akan terjadinya gangguan jalan napas pada trauma inhalasi, serta

mempertahankan hemodinamik dalam batas normal melalui resusitasi cairan.

Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi dari

suatu sumber panas kepada tubuh. Luka bakar karena api atau akibat tidak

langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak terjadi pada kecelakaan

rumah tangga. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi

elektromagnetik. Luka bakar juga bisa timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi,

syok listrik atau bahan kimia.1

Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar termal, radiasi atau

kimia. Berdasarkan luas daerah yang terbakar, Wallace membagi bagian tubuh

dengan kelipatan dari 9 yang terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of

Wallace. Bagian tubuh tersebut termasuklah kepala dan leher 9%, lengan 18%,

badan depan 18%, badan belakang 18%, tungkai 36% dan genitalia/perineum

1%.1,3

Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya

dengan jumlah kematian 5-6 ribu kematian pertahun, sedangkan di Indonesia

belum ada laporan tertulis. Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada

tahun 1998 dilaporkan 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian

37,38 sedangkan di Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat

106 kasus luka bakar dengan 26,41% pasien meninggal dalam rawatan.4,6

1

Page 2: Lapkas Anestesi Rian

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Luka Bakar

2.1.1. Definisi

Luka bakar adalah luka yang timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi,

syok listrik, atau bahan kimia. Menurut R. Sjamsuhidajat dan Win de

Jong, luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung

maupun tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dan matahari, listrik,

maupun bahan kimia.1,2

2.1.2. Epidemiologi

Di Amerika di laporkan sekitar 2 sampai 3 juta penderita setiap tahunnya

dengan jumlah kematian 5-6 ribu kematian pertahun, sedangkan di

Indonesia belum ada laporan tertulis. Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo

Jakarta pada tahun 1998 dilaporkan 107 kasus luka bakar yang dirawat,

dengan angka kematian 37,38 sedangkan di Rumah Sakit Dr. Sutomo

Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar, kematian

26,41%.3

2.1.3. Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas

kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi

elektromagnetik. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi

destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat

mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama

dengan agen penyebab (burning agent). 1

Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas

beberapa jenis penyebab,

2

Page 3: Lapkas Anestesi Rian

1. Luka bakar karena api

2. Luka bakar karena bahan kimia

3. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi

4. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.

5. Luka bakar karena air panas, tungku panas, udara panas

6. Luka bakar karena ledakan bom.

2.1.4. Patofisiologi

Setelah cedera termal terjadi, pada daerah luka bakar akan terjadi koagulasi

protein dan kematian sel zona tersebut disebut sebagai zona nekrosis. Dalam

cedera luka bakar full-thickness, semua elemen kulit hancur, sedangkan luka bakar

yang partial-thickness ditandai dengan nekrosis kulit yang tidak lengkap. Zona

nekrosis yang meluas secara radial dan ditandai kerusakan seluler disebut sebagai

zona stasis dan hiperemia. Zona stasis ditandai oleh aliran darah mikrovaskuler

yang menurun, yang dapat dikembalikan ke normal dengan resusitasi perfusi yang

memadai, mencegah kulit kering dan infeksi.3

Cedera termal minimal menginduksi zona hiperemis yang ditandai dengan

respon inflamasi segera dan meningkatnya aliran darah mikrovaskuler. Perubahan

histopatologis awal pada titik kontak termal digambarkan sebagai zona jaringan

konsentris. Koagulasi nekrosis pada kulit dan pelengkap kulit mengakibatkan

hilangnya fungsi kulit normal, lapisan penghalang antimikroba hancur, kontrol

evaporasi udara hilang, dan pengaturan suhu tubuh terganggu.3,4

2.1.4.1. Mekanisme Pembentukan Edema

Setelah diikuti cedera termal, pembentukan edema yang paling hebat pada luka

bakar dan jaringan yang belum terbakar adalah pada 6 jam pertama dan diikuti

perluasan edema yang lebih kecil pada 24 jam berikutnya. Kontriksi kapiler vena

menyebabkan tekanan hidrostatik meningkat dan mengakibatkan edema

interstisial pada awal post-injury. Pada percobaan luka bakar pada hewan, tekanan

hidrostatik negative yang kuat pada cairan interstisial terjadi dalam waktu 30

menit. Durasi dan luasnya tekanan hidrostatik negatif sebanding dengan besarnya

lukabakar.

3

Page 4: Lapkas Anestesi Rian

Perubahan karakteristik fisik dari jaringan yang terbakar yang diikuti

dengan pembentukan edema disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas

mikrovaskular yang disebabkan oleh faktor humoral yang dilepas oleh jaringan

yang terbakar dan sitokin yang diproduksi oleh leukosit yang teraktivasi.4

2.1.4.2. Respon Sistem Kardiovaskular Pada Luka Bakar

Pada masa resusitasi, respon kardiovaskular pada luka bakar dimanifestasikan

oleh penurunan curah jantung dan peningkatan resistensi vaskular perifer yang

diikuti oleh peningkatan progresif pada curah jantung dan penurunan resistensi

vaskular perifer pada masa aliran hipermetabolik. Penurunan curah jantung setara

dengan ukuran luka bakar dan disebabkan oleh hilangnya cairan dan protein

intravascular ke ekstravaskular kompartmen. Peningkatan resistensi vaskular

perifer disebabkan oleh respon neuro-hormonal pada hipovolemik.4,5

2.1.4.3. Respon Sistem Pernafasan Pada Luka Bakar

Pada cedera termal walaupun tidak diikuti inhalasi asap, akan terjadi perubahan

fisik pada fungsi paru. Segera setalah luka bakar terjadi, pernafasan akan dapat

bertambah cepat sebagai hasil dari anxietas dan hiperventilasi yang diinduksi

nyeri. Dengan adanya inisiasi resusitasi cairan, laju nafas dan volume tidal

meningkat secara progresif, yang berakibat peningkatan menit ventilasi menjadi

satu setengah kali normal. Peningkata ini bergantung kepada luasnya luka dan

dianggap merefleksikan hipermetabolisme pasca injuri.3,4

Resistensi vaskular paru meningkat cepat pada luka bakar, dan

peningkatan tersebut lebih lama daripada peningkatan resistensi vaskular. Pada

saat meningkatnya resistensi vaskular paru, terjadi pelepasan vasoaktif amin dan

mediator lain yang akan memberikan efek protektif saat resusitasi cairan dengan

cara menurunkan tekanan hidrostatik yang akan mencegah edema paru.4

2.1.4.4. Respon Ginjal Pada Luka Bakar

Respon ginjal berparalel dengan respon kardiovaskular. Segera setelah periode

postburn, aliran darah ginjal dan laju infiltrasi glomerulus akan menurun sesuai

dengan proporsi luka bakar dan besarnya defisit volume intravaskular.

4

Page 5: Lapkas Anestesi Rian

Keterlambatan resusitasi cairan akan menyebabkan perfusi ginjal yang tidak

adekuat dan menyebabkan akut tubular nekrosis dan gagal ginjal akut.4

2.1.4.5. Sindroma Respon Inflamatori Sistemik/Sistemic Inflammatory

Response Syndrome (SIRS), Sindroma Disfungsi Organ Multi-sistem/Multi-

system Organ Dysfunction Syndrome (MODS), dan Sepsis

SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai

stimulus klinik berat akibat infeksi ataupun noninfeksi seperti trauma, luka bakar,

reaksi autoimun, sirosis, pankreatitis, dan lain-lain.3,4

Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-mediator

inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses

penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi dan

faktor pencetus, respon ini berubah secara berlebihan (mengalami eksagregasi)

dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik, menyebabkan disfungsi

dan berakhir dengan kegagalan organ terkena menjalankan fungsinya; MODS

(Multi-system Organ Disfunction Syndrome) bahkan sampai kegagalan berbagai

organ (Multi-system Organ Failure/MOF).3,4

SIRS dan MODS merupakan penyebab utama tingginya angka mortalitas

pada pasien luka bakar maupun trauma berat lainnya. Dalam penelitian dilaporkan

SIRS dan MODS keduanya menjadi penyebab 81% kematian pasca trauma; dan

dapat dibuktikan pula bahwa SIRS sendiri mengantarkan pasien pada MODS.3,4

Ada 5 hal yang bisa menjadi aktivator timbulnya SIRS, yaitu infection,

injury, inflamation, inadequate blood flow, dan ischemia-reperfusion injury.

Kriteria klinik yang digunakan, mengikuti hasil konsensus American College of

Chest phycisians dan the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, yaitu bila

dijumpai 2 atau lebih menifestasi berikut selama beberapa hari, yaitu:3,4

Hipertermia (suhu > 38°C) atau hipotermia (suhu < 36°C)

Takikardi (frekuensi nadi > 90x/menit)

Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial CO2 rendah

(PaCO2< 32 mmHg)

5

Page 6: Lapkas Anestesi Rian

Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (< 4000 sel/mm3)

atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk imatur (band).

Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur

darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan selalu berkaitan

dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari SIRS.4

Pada dasarnya MODS adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan

fungsi organ pada pasien akut sedemikian rupa, sehingga homeostasis tidak dapat

dipertahankan tanpa intervensi. Bila ditelusuri lebih lanjut, SIRS sebagai suatu

proses yang berkesinambungan sehingga dapat dimengerti bahwa MODS

menggambarkan kondisi lebih berat dan merupakan bagian akhir dari spektrum

keadaan yang berawal dari SIRS.3

Berdasarkan American Burn Association (ABA), kriteria sepsis pada pasien luka

bakar bedasarkan penemuan adanya bukti infeksi (bedasarkan respon klinis

setelah pemberian antibiotik atau ditemukannya kultur positif dari jaringan luka

bakar) dan minimal terdapat 3 dari kriteria berikut :

1. Demam > 39° C

2. Hipotermia (< 36,5°)

3. Progresif Takikardi (> 110 kali/menit)

4. Progresif Takipneu (> 25 kali/menit)

5. Thrombositopenia (< 100,00/μl)

6. Hiperglikemi, setelah disingkirkan kemungkinan diabetes mellitus (glukosa

darah > 200 mg/dl atau > 7 unit insulin/jam melalui iv drip atau resisten terhadap

insulin yang signifikan, > 25% meningkat kebutuhan dalam 24 jam )

7. Ketidakmampuan untuk melanjutkan pemberian makan secara enteral > 24 jam

( distensi abdomen, diare tidak terkontrol, > 2500 ml/hari)12

2.1.5. Klasifikasi

2.1.5.1. Derajat Luka Bakar

6

Page 7: Lapkas Anestesi Rian

Klasifikasi dari derajat luka bakar yang banyak digunakan di dunia medis adalah

jenis "Superficial Thickness", "Partial Thickness" dan "Full Thickness" dimana

pembagian tersebut didasarkan pada kedalaman luka bakar. Pengklasifikasian luka

ini digunakan untuk panduan pengobatan dan memprediksi prognosis. Kedalaman

kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber,

penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita.3,4,5

Derajat Karakteristik

Derajat 1 - kerusakan epitel kecil dari epidermis ada.

- Kemerahan, nyeri, dan rasa sakit.

- Blistering tidak terjadi.

- Penyembuhan terjadi setelah beberapa hari tanpa bekas luka.

- Karena penghalang epidermal tetap utuh, respon metabolik dan risiko

infeksi yang minimal.

- Penyebab paling umum dari luka bakar tingkat pertama adalah sunburns.

7

Page 8: Lapkas Anestesi Rian

8

Page 9: Lapkas Anestesi Rian

Derajat 2 Terbagi 2, yaitu ketebalan superfisial parsial dan ketebalan mendalam parsial.

a. Ketebalan superficial parsial (superficial partial-thickness):

- melibatkan epidermis dan dangkal (papillary) dermis, sering

mengakibatkan berdinding tipis, berisi cairan lepuh.

- Luka-luka bakar tampak merah muda, lembab, dan lembut ketika

disentuh oleh tangan bersarung.

- Mereka sembuh dalam sekitar 2-3 minggu, biasanya tanpa bekas luka,

dengan hasil dari tunas epitel dari unit pilosebasea dan kelenjar keringat

yang berada di dermis papiler dan retikuler.

b. Ketebalan mendalam parsial (Deep partial-thickness):

- meluas ke dermis reticular.

- Warna kulit biasanya campuran merah putih dan pucat, dan pengisian

kapiler lambat.

- Melepuh yang berdinding tebal dan sering pecah.

Derajat 3 - Luka bakar tingkat tiga penuh-ketebalan luka bakar yang merusak baik

epidermis dan dermis. Jaringan kapiler dermis benar-benar hancur.

- Warna kulit menjadi putih atau kasar dengan underlying kapal

bergumpal dan anestesi. Kecuali luka bakar tingkat tiga cukup kecil

untuk sembuh dengan kontraksi (<1 cm), pencangkokan kulit selalu

diperlukan untuk melapisi daerah luka.

- Contoh penyebab luka bakar tingkat 3 adalah Immersion luka bakar, luka

9

Page 10: Lapkas Anestesi Rian

bakar api, dan kimia dan tegangan tinggi cedera listrik.

Derajat 4 - menyebabkan penghancuran kulit dan jaringan subkutan, dengan

keterlibatan fasia yang mendasarinya, otot, tulang, atau struktur lainnya.

Cedera ini memerlukan debridement yang luas dan rekonstruksi

kompleks jaringan khusus dan selalu mengakibatkan cacat

berkepanjangan.

10

Page 11: Lapkas Anestesi Rian

11

Page 12: Lapkas Anestesi Rian

2.1.5.2. Luas Luka Bakar

Dikarenakan formula resusitasi berdasarkan berat badan dan persentasi luas

permukaan tubuh total, pasien harus ditimbang dan diperkirakan derajat luka

bakarnya. Untuk mengukur luas permukaan tubuh yang terbakar menggunakan

“rule of nine”, dimana setiap regio anatomi yang spesifik menggambarkan 9-18%

dari luas permukaan tubuh. Area dari telapak tangan dan jari-jari tangan

digambarkan 1% dari luas permukaan tubuh seseorang.3,5

Bayi dan anak-anak memiliki distribusi luas permukaan tubuh yang

berbeda dengan dewasa, dimana kepala yang lebih besar dan ekstermitas yang

lebih pendek. Ketika memperkirakan luas permukaan tubuh untuk anak usia

dibawah 10 tahun menggunakan diagram Lund and Browder.4,5

12

Page 13: Lapkas Anestesi Rian

13

Page 14: Lapkas Anestesi Rian

2.1.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Semua luka bakar didiagnosa berdasarkan temuan pemeriksaan fisik dan juga

pemeriksaan laboratorium.2,3

Gejala Klinis yang didapatkan pada pasien luka bakar antara lain :

1. Keracunan Karbon Monoksida (CO) : Ditandai dengan kekurangan

oksigen dalam darah, lemas binggung, mual, muntah, koma bahkan

meninggal

2. Distress pernafasan : Ditandai dengan sesak, dan ketidakmampuan

menangani sekresi

3. Cedera Pulmonal : Ditandai dengan pernafasan cepat atau sulit,

krakles, stridor, dan batuk

4. Gangguan hematologik : Tanda yang ditemukan adalah kenaikan

hematokrit, penurunan SDP, leukosit meningkat, penurunan trombosit

5. Gangguan elektrolit : Tanda yang ditemukan adalah penurunan kalium,

kenaikan natrium dan klorida, serta kenaikan BUN

6. Gangguan ginjal : Tanda yang ditemukan adalah peningkatan keluaran

urine dan mioglobinuria

7. Gangguan metabolik : Tanda yang ditemukan adalah

hipermetabolisme dan kehilangan berat badan

Khusus untuk luka bakar dengan trauma inhalasi adalah terdapat gejala seperti

sesak napas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap (jelaga).

Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar terdapat 3 atau

lebih dari keadaan berikut : 3,4

1. Riwayat terjebak dalam rumah/ ruangan terbakar

2. Sputum tercampur arang

3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

4. Penurunan kesadaran.

5. Tanda distress napas, rasa tercekik, tersedak, malas bernapas dan

adanya

14

Page 15: Lapkas Anestesi Rian

6. Wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan (iritasi

mukosa)

7. Gejala distress napas/takipnea

8. Sesak atau tidak ada suara.

Pada pasien luka bakar juga dilakukan pemeriksaan penunjang: 4

1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

2. Urinalisis

3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

4. Analisis gas darah

5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS

6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS

dan MODS

Pemeriksaan tambahan khusus untuk luka bakar inhalasi merupakan: 4

1. Kadar karboksihemoglobin (COHb)

Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45% (berat), bahkan setelah 3 jam

dari kejadian, kadar COHb pada batas 20-25%. Bila kadar COHb lebih

dari 15% setelah 3 jam kejadian menunjukkan adanya bukti kuat terjadi

trauma inhalasi.

2. Gas Darah

PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen 50%,

FiO2 = 0,5)

mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2 biasanya normal pada fase

awal, tetapi dapat meningkat pada fase lanjut.

3. Foto Toraks

biasanya normal pada fase awal

4. Bronkoskopi Fiberoptic

Bila terdapat sputum beraran, edema mukosa, adanya bintik – bintik

pendarahan

dan ulserasi

5. Tes Fungsi paru

15

Page 16: Lapkas Anestesi Rian

2.1.7. Penatalaksanaan

2.1.7.1. Penanganan Prehospital

Perhatian utama di lokasi kecelakaan adalah menghentikan proses pembakaran.

Pembakaran dan pakaian yang membara harus dipadamkan. Kemudian seperti

dengan semua pasien trauma, perhatian utama selama penilaian awal adalah

pemeliharaan fungsi kardiopulmonari. Patensi jalan nafas dan kecukupan ventilasi

harus dijaga dan pemberian oksigen tambahan yang diperlukan. Jika tidak adanya

trauma mekanik yang terkait atau kebutuhan untuk resusitasi kardiopulmonari,

penempatan kanula intravena tidak diperlukan jika transportasi ke fasilitas

pengobatan dapat dicapai dalam waktu kurang dari 45 menit.8

Penerapan es atau air dingin membasahi akan menghilangkan rasa sakit

pada daerah luka bakar derajat dua. Jika terapi dingin dimulai dalam waktu 10

menit dari pembakaran, kandungan jaringan panas juga berkurang, dan kedalaman

kecederaan termal dapat berkurang. Jika terapi dingin digunakan, perawatan harus

diambil perhatian untuk menghindari hipotermia. Air dingin atau es hanya boleh

digunakan pada pasien dengan luka bakar kurang dari 10% dari permukaan tubuh

dan pada waktu hanya untuk memproduksi analgesia. Setelah es atau air dingin

rendam dialihkan, pasien harus ditutup dengan kain lembaran bersih dan selimut

untuk melestarikan panas tubuh dan meminimalkan kontaminasi luka bakar

selama transportasi ke rumah sakit.6,8

Pada pemeriksaan yang akan dilakukan penderita diwajibkan memakai

sarung tangan yang steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita

luka bakar dapat pula mengalami trauma lain, misalnya bersamaan dengan trauma

abdomen dengan adanya internal bleeding atau mengalami patah tulang punggung

/ spine. Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita

terjebak dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma inhalasi yang

dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi, serta

ditanyakan penyakit – penyakit yang pernah di alami sebelumnya.6,8

Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang

atau ringan. Luka bakar ditentukan luas luka bakar dengan menggunakan Rule of

16

Page 17: Lapkas Anestesi Rian

Nine. Kemudian kedalaman luka bakar ditentukan dengan derajat kedalaman luka

bakar.6

2.1.7.2. Penanangan Intrahospital

Kondisi pasien luka bakar itu berubah secara dramatis selama cedera. Awal

periode postkebakaran ditandai oleh ketidakstabilan kardiopulmonari disebabkan

oleh perpindahan cairan dan kecederaan akibat asap yang langsung masuk ke

jalan nafas. Dengan terjadinya peradangan luka intens, imunosupresi, dan infeksi,

parameter fisiologis dan metabolik berubah secara substansial dari yang terlihat

pada awalnya. Karena itu pengobatan harus didasarkan pada pemahaman yang

jelas tentang perubahan-perubahan dari waktu ke waktu.6,8

Ketidakstabilan kardiopulmonari menunjukkan ciri fase resusitasi.

Masalah jalan napas dan pernapasan merupakan hal yang mengancam jiwa saat

ini, dengan ditambah keracunan karbon monoksida, edema jalan nafas atas, dan

efek langsung dari cedera inhalasi asap yang paling sering terjadi. Tahap awal ini

juga ditandai dengan hipovolemia karena volume plasma yang hilang ke dalam

jaringan terbakar. Luka bakar itu sendiri kurang diperhatikan dahulu, karena

pengobatan awal paru dan peredaran darah kelainan merupakan prioritas pertama.

Kesalahan manajemen awal akan menyebabkan peningkatan dramatis dalam

morbiditas dan mortalitas selama fase cedera berikutnya. Ini adalah sangat penting

untuk mengingatkan bahwa pasien luka bakar adalah pasien trauma dengan

potensi mengalami cedera lainnya. Pendekatan standar untuk resusitasi trauma

harus diikuti, termasuk penilaian untuk tulang belakang leher dan cedera kepala,

trauma paru dan abdomen, fraktur, dan sebagainya. Pengelolaan masalah ini

adalah sama seperti pada pasien trauma lainnya.6,7

Setibanya di rumah sakit, penilaian patensi jalan napas dan kecukupan

pernapasan harus diulangi dan intubasi endotrakeal dilakukan jika diperlukan.

Resusitasi cairan intravena dimulai dengan pemberian larutan garam fisiologis,

misalnya, larutan Ringer laktat, melalui kanula intravena ukuran besar. Urutan

preferensi untuk tempat kanulasi intravena adalah vena perifer mendasari kulit

17

Page 18: Lapkas Anestesi Rian

yang tidak terbakar, vena perifer yang mendasari kulit terbakar, dan terakhir,

vena sentral.6,8

Riwayat terdahulu harus diperoleh, dan penting untuk pengobatan cedera

selanjutnya, riwayat penyakit terdahulu, alergi dan obat-obatan, dan penggunaan

obat-obatan terlarang atau alkohol sebelum cedera. Pemeriksaan fisik lengkap

harus dilakukan dan cedera terkait diidentifikasi. Data laboratorium harus

mencakup analisa gas darah dan analisis pH, elektrolit serum, nitrogen urea,

kreatinin, dan glukosa, dan pemeriksaan darah lengkap. Jika tersedia, penentuan

oksimetri transkutan dari saturasi oksigen harus dimulai pada pasien dengan

dicurigai cedera inhalasi atau luka bakar yang luas.6,8

Berikut terdapat beberapa langkah penanganan emergensi luka bakar: 6

1. Diwajibkan memakai sarung tagan steril ketika melakukan pemeriksaan.

2. Bebaskan pakaian penderita yang terbakar.

3. Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan

adnya trauma lain yang menyertai.

4. Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat

dipasang endotracheal tube. Tracheostomy dilakukan hanya bila ada

indikasi.

5. Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan

pemasangan scalp vein.

6. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah produksi

urine. Dicatat jumlah urine/jam.

7. Dilakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric dekompresi dengan

intermitten pengisapan.

8. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena.

9. Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid

booster bila penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.

10. Pencucian luka bakar di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum.

Luka dicuci debridement dan di disinfektsi dengan salvon 1 : 30. Setelah

bersih tutup dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine

(SSD) sehingga tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang tebal. Pada

18

Page 19: Lapkas Anestesi Rian

hari ke 5 kasa di buka dan penderita dimandikan dengan air dicampur

Salvon 1 : 30.

11. Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati

(eskar)dengan teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapis

jaringan nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang berdarah. Fasiotomi

dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki dan tangan melingkar, agar

bagian distal tidak mengalami nekrosis.

12. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka

telah dilakukan dimana didapatkan kondisi luka yang relative lebih bersih

dan tidak infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi. Secara

persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka bakar yang relative

superfisial. Untuk luka bakar yang dalam pilihan yang tersering yaitu split

tickness skin grafting. Split tickness skin grafting merupakan tindakan

definitive penutup 10 luka yang luas. Tandur alih kulit dilakukan bila luka

tersebut tidak sembuh –sembuh dalam waktu 2 minggu dengan diameter >

3 cm.

Prinsip Penanganan Luka Bakar

PRIMARY SURVEY DAN RESUSITASI PENDERITA LUKA BAKAR

A. Airway Adanya riwayat terkurung api atau terdapat tanda-tanda trauma jalan napas, memerlukan pemeriksaan jalan napas dan tindakan pemasangan jalan napas defenitif meskipun edema laring belum terjadi.

B. Breathing Didasarkan pada akibat trauma yang ada:1. Trauma bakar langsung, menyebabkan edema dan obstruksi jalan

napas bagian atas.2. Inhalasi hasil pembakaran (partikel karbon) dan asap beracun

menyebabkan trakeobronkhitis kimiawi, edema, dan pneumonia3. Keracunan karbon monoksida (CO) dianggap terjadi bila seseorang

mengalami luka bakar diruangan tertutup. Diberikan oksigen konsentrasi tinggi dengan sungkup nonrebreathing.

C. Circulation Pada luka bakar derajat II dan III 24 jam pertama memerlukan cairan sebanyak 2-4 mL perkilogram berat badan tiap persen luka bakar. Separuh cairan diberi pada 8 jam pertama, dan sisanya pada 16 jam berikutnya. Pemantauan urine output 0,5-1 mL perkilogram berat badan

19

Page 20: Lapkas Anestesi Rian

diperlukan untuk menilai respon resusitasi cairan.Tabel Primary Survey pada Luka Bakar berdasarkan ATLS

Kelainan pada ventilasi dan oksigenasi paling sering terjadi secara langsung pada

periode posttrauma. Beberapa proses penyakit kritis harus dievaluasi dan

ditangani secara agresif. Suhu yang tinggi atau panas menghasilkan cedera

langsung pada mukosa saluran nafas, sehingga menimbulkan edema, eritema, dan

ulserasi. Meskipun perubahan mukosa secara anatomis dapat terjadi setelah

kejadian, perubahan fisiologis tidak akan hadir sehingga edema menghasilkan

bukti klinis gangguan patensi saluran napas bagian atas. Ini tidak mungkin terjadi

selama 12 sampai 18 jam.7

Kejadian luka bakar pada tubuh memperbesar efek cedera saluran napas

yang kadar langsung dengan ukuran dan kedalaman luka bakar kulit. Jumlah besar

cairan diberikan adalah sebagian dari tanggung jawab. Luka bakar pada wajah

atau leher akan menekankan masalah ini ditandai dengan menghasilkan distorsi

anatomi dan, dalam kasus luka bakar pada leher yang mendalam, kompresi

eksternal laring. Edema jalan nafas dan edema luka bakar eksternal memiliki

selang waktu tertentu sehingga pada waktu itu gejala edema saluran napas

muncul, eksternal dan internal distorsi anatomi yang sangat luas. Edema lokal

biasanya menyembuh dalam 4 sampai 5 hari.4,7

Inspeksi orofaring untuk jelaga atau bukti cedera panas harus rutin

dilakukan pada setiap korban luka bakar. Banyak teknik telah digunakan untuk

menilai tingkat kecederaan dan menentukan kebutuhan untuk intubasi

endotrakeal. Bronkoskopi atau laringoskopi fiberoptik menunjukkan apakah ada

bukti fisik cedera pada mukosa faring atau laring. Laringoskopi akan

menunjukkan adanya iritasi mukosa dan memberikan informasi tentang perlunya

intubasi endotrakeal. Namun begitu, tidak satupun dari tes ini dapat memprediksi

tingkat keparahan pernafasan secara akurat karena edema berlangsung selama 18

sampai 24 jam pertama. Pemeriksaan ulang untuk gangguan jalan napas dapat

dilakukan pada pasien tanpa luka bakar pada wajah. Namun, dengan adanya luka

20

Page 21: Lapkas Anestesi Rian

bakar yang besar, yang terbaik adalah untuk melanjutkan dengan intubasi jika ada

indikasi.6,7

Keputusan awal mengenai kebutuhan untuk intubasi saluran napas sangat

penting. Bila ada keraguan, lebih aman untuk intubasi. Pasien dengan trauma

inhalasi dan luka bakar pada wajah yang dalam biasanya harus dikelola oleh

intubasi endotrakeal awal. Ada indikasi lain untuk intubasi pada pasien luka bakar

selain daripada edema saluran napas, seperti ketidakstabilan hemodinamik dan

penurunan kesadaran. Orotracheal tube dengan ukuran yang besar (setidaknya 7

mm dengan diameter internal) harus digunakan pada orang dewasa karena sekresi

yang dihasilkan sangat padat. Jika orotracheal tube awalnya terlalu kecil, maka

akan berbahaya sekali untuk menggantikan karena edema masif pada wajah dan

saluran napas terjadi.4,7

Resusitasi cairan harus dimulai sesegera mungkin setelah cedera termal.

Umumnya, luka bakar yang melibatkan lebih dari 25% dari luas permukaan tubuh

memerlukan resusitasi cairan intravena karena ileus menghalangi resusitasi oral.

Pasien dengan luka bakar kecil tidak membentuk ileus harus memiliki akses

liberal untuk elektrolit yang mengandung cairan, seperti jus buah atau susu,tetapi

asupan yang berlebihan dari elektrolit-bebas air harus dihindari untuk mencegah

hiponatremia.6,7

Yang paling utama adalah volume cairan yang dibutuhkan tergantung pada

berat badan pasien dan tingkat kecederaan luka bakar. Kebanyakan sering

disarankan bahwa setengah dari kebutuhan yang dihitung diberikan selama 8 jam

pertama setelah kejadian, yaitu, pada waktu permeabilitas pembuluh darah

maksimal, sisa volume 24 jam pertama resusitasi disampaikan selama 16 jam ke

depan. Subkelompok tertentu pasien memerlukan resusitasi volume secara

signifikan lebih besar daripada yang diperkirakan oleh rumus. Sebuah

keterlambatan dalam memulai resusitasi cairan, cedera inhalasi, dan keracunan

etanol sering dikaitkan dengan lebih besar dari kebutuhan cairan yang

diprediksi.7,8

Rumus resusitasi hanya untuk membantu dalam inisiasi terapi cairan.

Jumlah yang sebenarnya cairan resusitasi disesuaikan dengan respon fisiologis

21

Page 22: Lapkas Anestesi Rian

setiap pasien, sering dengan penilaian ulang dan penyesuaian kadar infus yang

diperlukan untuk melestarikan perfusi organ vital. Kegagalan untuk sering

mengevaluasi kembali respon pasien untuk resusitasi secara teratur dapat

menyebabkan kelebihan atau kekurangan resusitasi. Hal ini sering terlihat ketika

volume cairan diberikan hanya berdasarkan perkiraan awal. Dengan administrasi

berlebihan dari cairan infus akan mengakibatkan edema pada luka bakar, paru dan

otak. Komplikasi yang paling jelas terlihat dari hari ketiga hingga keenam

posttrauma, ketika permeabilitas pembuluh darah telah kembali ke "normal,"

resistensi vaskular telah menurun, dan edema luka bakar sedang diserap.7

Secara umum, cairan yang mengandung setidaknya garam sebanyak

kandungan di dalam plasma sesuai dalam resusitasi. Pemulihan natrium yang

hilang ke dalam luka bakar sangat penting. Cairan harus bebas dari glukosa

(kecuali dalam pengobatan anak-anak kecil) karena karekteristik intoleransi

glukosa akan muncul. Volume darah dapat dipulihkan dengan lebih efektif karena

kebocoran menurun pada sekitar 24 sampai 36 jam. Volume infus di atas jumlah

yang diperlukan untuk perfusi yang memadai dapat menonjolkan edema yang

berhubungan dengan komplikasi adalah nyata.7,8

Jumlah kristaloid isotonik yang diperlukan dalam 24 jam pertama

disesuaikan berdasarkan parameter yang digunakan untuk memantau kecukupan

resusitasi. Jika menggunakan solusi hipertonik, tingkat natrium serum seharusnya

tidak diperbolehkan untuk melebihi 160 mEq / L. Oleh karena tampak

permeabilitas jaringan tanpa luka bakar kembali cepat setelah cedera, dan karena

hypoproteinemia mungkin terjadi pada edema jaringan tanpa luka bakar, restorasi

awal protein bermula sekitar 8 sampai 12 jam dengan albumin 6% tampaknya

tepat jika edema dalam jaringan tanpa cedera dan persyaratan cairan total harus

diminimalkan. Penggunaan fresh frozen plasma harus disediakan untuk koreksi

kelainan pembekuan yang didokumentasikan. Karena tidak ada tanda awal defisit

sel darah merah dengan luka bakar saja (kecuali hemolisis parah terjadi),

pengganti darah biasanya tidak diperlukan. Bantuan inotropik untuk melengkapi

cairan diindikasikan jika perfusi yang memadai tidak dapat dipertahankan tanpa

pemberian cairan yang berlebihan.8

22

Page 23: Lapkas Anestesi Rian

Pasien luka bakar memerlukan resusitasi volume cairan yang besar segera

setelah trauma. Resusitasi cairan yang tertunda atau yang tidak adekuat

merupakan faktor resiko yang independent terhadap tingkat kematian pada pasien

dengan luka bakar yang berat. Tujuan dari resusitasi pasien luka bakar adalah

untuk tetap menjaga

perfusi jaringan dan meminimalkan edema interstitial. Idealnya sedikit cairan

dibutuhkan untuk menjaga perfusi jaringan perlu diberikan. Pemberian volume

cairan seharusnya secara terus menerus di titrasi untuk menghindari terjadinnya

resusitasi yang kurang atau yang berlebihan. Ketika resusitasi cairan pada pasien

luka bakar ditingkatkan, volume cairan yang besar ditunjukkan untuk menjaga

perfusi jaringan.

Akan tetapi resusitasi cairan yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinnya

edema dan terjadinya sindroma kompartement pada daerah abdomen dan

ekstremitas.

Resusitasi cairan isotonik kristaloid di gunakan pada sebagian pusat

penanganan luka bakar dan umumnnya merupakan hasil resusitasi yang adekuat.

Buffer cairan kristaloid seperti ringer laktat merupakan cairan yang paling popular

untuk resusitasi sampai saat ini. Formula resusitasi yang klasik di modifikasi oleh

Brooke dan Parkland. Formula modifikasi dari Brooke di kembangkan dari

formula Evans dan Brooke yang menyarankan pemberian 2 ml/ kg / % dari total

tubuh yang terkena luka bakar selama 24 jam pertama dan merupakan jenis

formula pertama yang berdasarkan persentase total permukaan tubuh yang terkena

luka bakar. Formula Brooke merupakan modifikasi dari formula Evans yang

mengandung persentase kristaloid yang relatif lebih besar di bandingkan koloid

pada formula Evans.

Modifikasi formula Brooke murni menggunakan cairan kristaloid. Konsep terbaru

yang dikembangkan oleh Baxter dan Shires menghasilkan perkembangan 4 ml /kg

/ % luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Setengah dari volume cairan

resusitasi diberikan pada 8 jam pertama dan setengahnya lagi di berikan pada 16

jam berikutnnya setelah trauma. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa formula ini

merupakan suatu penuntun yang sederhana untuk terapi cairan di mana pasien

23

Page 24: Lapkas Anestesi Rian

harus di monitor secara ketat untuk mengoptimalisasi resusitasi syok akibat luka

bakar.

Beberapa peneliti memperlihatkan bahwa kebutuhan cairan terutama untuk pasien

dengan area luka bakar yang luas sering di prediksi dengan menggunakan rumus

Parkland. Pada populasi tertentu memerlukan resusitasi cairan yang lebih dari

yang sudah dikalkulasi. Pasien dengan trauma inhalasi kemungkinan memerlukan

30-40% cairan ( sekitar 5-7mL/kg/BSA) dari yang formula Parkland.

Keterlambatan dalam terapi cairan juga memerlukan resusitasi cairan yang lebih

(30’%) dari kebutuhan normal. Perlakuan dengan eskaratomi atau fasiotomi juga

memerlukan terapi cairan yang lebih. Kristaloid merupakan cairan yang paling

sering digukan untuk resusitasi syok akibat luka bakar. Sampai saat ini tidak ada

studi prosfektif yang dapat memperlihatkan bahwa koloid atau salin hipertonik

memiliki mamfaat yang lebih dibandingkan kristaloid isotonik dalam hal

resusitasi pasien pasien luka bakar. Selain itu kriataloid isotonik lebih murah

dibandingkan koloid, meskipun kerugian penggunaan kristaloid memerlukan

volume yang realtif lebih besar untuk resusitasi syok akibat luka bakar dan

berpotensi menyebabkan terjadinnya edema jaringan. Ada kemungkinan hal ini

terjadi akibat resusitasi yang berlebihan jika pasien tidak dimonitor ketat.

Penumpukan cairan ini terjadi terutama pada ruang interstitial. Kebanyakan studi

tidak memperlihatkan insiden edema paru pada pasien yang menerima resusitasi

dengan kristaloid. Kolm dkk, baru-baru ini mengkomfirmasi bahwa kebanyakan

pasien-pasien luka bakar tidak memperlihatkan peningkatan permeabilitas

pembuluh darah paru setelah luka bakar dan edema paru jarang terjadi selama

tekanan pengisian intravaskuler dipertahankan dalam batas normal. Komplikasi

potensial yang lain akibat resusitasi kristaloid yang berlebihan adalah

hipoalbuminemia dan ketidak seimbangan elektrolit. Perubahan ini belum

memperlihatkan hubungan secara signifikan dengan tingkat morbiditas dan

mortalitas

24

Page 25: Lapkas Anestesi Rian

Koloid

Secara teoritis koloid memberikan keuntungan yang lebih dalam menjaga volume

intravaskular dengan volume yang lebih sedikit dengan waktu yang lebih pendek

dibandingkan kristaloid. Pada pasien dengan endotel yang intak koloid lebih

bertahan lama dibandingkan kristaloid dalam kompartemen intravaskular. Protein

plasma memegang peranan yang penting dalam dalam mempertahankan volume

vaskular dengan memberikan tekanan koloidosmotik yang berlawanan dengan

tekanan hidrostatik intravascularMeskipun demikian pada pasien luka bakar

memperlihatkan penigkatan permeabilitas vaskular terhadap cairan elektrolit dan

kolid sehingga penggunaan koloid pada 8-24 jam pertama setelah luka bakar

masih dipertanyakan. Akibat peningkatan permeabilitas vaskular yang diobservasi

pada luka bakar, koloid mungkin saja tidak bertahan lebih lama dalam sirkulasi di

bandingkan dengan kristaloid. Selain itu dikhawatirkan bahwa aliran koloid ke

interstitial dapat memperburuk edema. Target terapi cairan seharusnya mencapai

UOP 0.5 mL/kg/jam atau mencapai 30-50mL/jam pada orang dewasa dan anak-

anak (>50kg). Pada anak yang lebih kecil, target terapi cairan seharusnya

mencapai 1mL/kg/jam. 13

Myoglobinuria

Semua pasien yang disangkakan dengan mioglobinuria atau

rhabdomiolisis harus di terapi dengan resusitasi cairan dan penanganan terhadap

komplikasi yang mungkin terjadi. Bilamana level Kreatinin kinase mencapai 5000

U/L harus diindikasikan rawat inap dan dengan terapi cairan yang agresif untuk

mencegah gagal ginjal akut dan harus diikuti dengan hidrasi kontinual dimana

mencapai 2-3 kali maintenen biasa.

Target urin output mencapai 2-3 mL/kg/jam sangat direkomendasi dan

level kreatinin kinase harus mencapai level dibawah 1000 U/L, urin jernih dan

pasien sudah bisa mempertahankan oral hirasi yang cukup.

Mannitol dapat menyebabkan dieresis, dimana diikuti dengan terapi cairan

IV yang agresif, dapat menimimalisasi terjadi deposisi mioglobin pada

intratubular, yang mana dapat menyebabkan penurunan radikal bebas dan

25

Page 26: Lapkas Anestesi Rian

mengurangai cedera sel tubular dan dapat menyebabkan vasodilator renal. Namun,

keuntungan secara klinis masih dipertanyakan14.

Protokol resusitasi pada pasien pediatri dengan formula (TB(H) dan BB(W)):

BSA = [87 (H + W) - 2600] / 10,000

Shriners Burn Institute (Cincinnati) - 4 mL/kg per persen luka bakar +

1500 mL/m2 BSA

o 8 jam awal – cairan RL dengan 50 mEq natrium bicnat per liter

o 8 jam kedua- cairan RL

o 8 jam ketiga – cairan RL + 12.5 g dari cairan albumin per liter

Galveston Shriners Hospital – 5000 mL/m2 TBSA + 2000ml/m2 BSA,

dengan menggunakan cairan RL12.5 g 25% albumin per liter + cairan

D5W bila hipoglikemia

26

Page 27: Lapkas Anestesi Rian

Secondary Survey dan Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Fisik

1. Lepaskan seluruh perhiasan

2. Periksa apakah ada cedera ikutan

3. Timbang berat badan penderita

B. Catatan Penderita

C. Pemeriksaan Penunjang untuk Penderita Luka Bakar Berat

1. Darah

2. Radiologi

D. Luka Bakar melingkar pada Ekstremitas Menjamin Sirkulasi Perifer

27

Page 28: Lapkas Anestesi Rian

1. Lepaskan seluruh perhiasan

2. Nilai keadaan sirkulasi distal, apakah ada sianosis, berkurangnya

pengisian kapiler atau gangguan neurologis yang progresif.

Pemeriksaan denyut nadi perifer pada penderita luka bakar lebih

baik dilakukan dengan Doppler ultrasonic flowmeter.

3. Bila ada gangguan sirkulasi pada luka bakar pada ekstremitas yang

melingkar segera konsultasikan ke ahli bedah untuk dilakuakan

eskarotomi.

4. Fasciotomi tulang kadang perlu dilakukan.

E. Pemasangan Pipa Lambung

F. Obat Narkotik, Analgesik, dan Sedativa

G. Perawatan Luka

H. Antibiotika

I. Tetanus9

2.1.7.3. Terapi Nutrisi pada Luka Bakar

Mempertahankan homeostasis berat badan, protein otot, elektrolit dan vitamin

merupakan tujuan utama penanganan nutrisi pada pasien luka bakar. Basal

metabolic rate (BMR) yang meningkat sebanding dengan luas luka bakar dan ada

tidaknya infeksi akan mencapai puncak dalam 7-10 hari pasca kejadian, dan dapat

berlanjut sampai dua tahun pasca trauma. Tanpa dukungan nutrisi yang adekuat,

hipermetabolisme ini dapat menyebabkan kehilangan sampai 25% berat badan

dalam 3 minggu pertama pasca terbakar.10

a. Kebutuhan Kalori

Jumlah kebutuhan kalori pada pasien luka bakar berkolerasi dengan resting

energy expenditure (REE), yang dapat dinilai dengan menggunakan kalorimeter,

atau dengan formula estimasi kalori. Formula pada dewasa umumnya berdasarkan

berat badan dan luas luka bakar, sedangkan pada anak-anak lebih berdasarkan

kepada luas permukaan tubuh. Dengan formula ini, kebutuhan kalori pasien

dewasa dengan luka bakar luas bisa mencapai 5000 kkal/hari, sehingga meskipun

28

Page 29: Lapkas Anestesi Rian

formula ini dapat dipercaya, kebutuhan kalori aktual akan lebih baik diestimasi

dengan kalorimeter. Dukungan nutrisi yang optimal pada pasien luka bakar adalah

sekitar 1.2 – 1.4 kali REE. Penelitian menunjukkan bahawa pemenuhan

kebutuhan sebanyak 1.2 REE dapat mempertahankan massa tubuh pada luas luka

bakar di atas 40%, dan pemenuhan kebutuhan 1.4 kali REE dapat

mempertahankan berat badan.10

Tabel. Formula Estimasi Kebutuhan Kalori pada Pasien Luka Bakarnerin

Galveston Infant

Galveston Revised

Galveston Adolescent

Curreri Formula Adult

Curreri Formula Senior

0 - 1 tahun

1 - 11 tahun

12 tahun

16 - 60 tahun

> 60 tahun

2100 kkal/m2 + 1000 kkal/m2 luka bakar /hari

1800 kkal/m2 + 1300 kkal/m2 luka bakar /hari

1500 kkal/m2 + 1500 kkal/m2 luka bakar /hari

25 kkal/kgBB + 40 kkal/%TBSA luka bakar /hari

25 kkal/kgBB + 65 kkal/%TBSA luka bakar /hari

Formula lain untuk mengestimasi kebutuhan kalori pada pasien luka bakar adalah:

Formula Ireton Jones11:

Untuk pasien yang dirawat di Intensive Care dengan ventilator:

EEE = 1784 – 11(Usia dalam tahun) + 5(Berat badan dalam kg) + 244 (jika laki-

laki) + 239 (jika terdapat trauma) + 804 (jika terdapat luka bakar)

*EEE : estimated energy expenditure (kcal)

Formula Harris Benedict10:

Untuk pasien dengan multipel faktor stress, kebutuhan kalori adalah sebesar BEE

dikalikan dengan faktor stress:

- Laki-laki : BEE (kkal) = 66.5 + 13.7 (Berat badan dalam kg) + 5 (tinggi

badan dalam cm) – 6.8 (Usia dalam tahun)

- Perempuan : BEE (kkal) = 655 + 9.6 (Berat badan dalam kg) + 1.75 (tinggi

badan dalam cm) – 4.7 (Usia dalam tahun)

Stressor:

- Aktivitas : terbaring di tempat tidur = 1.2

dapat bergerak dari tempat tidur = 1.3

29

Page 30: Lapkas Anestesi Rian

- Faktor luka : operasi minor = 1.2 trauma skeletal = 1.3

operasi besar = 1.4 sepsis = 1.6

- faktor luka bakar: < 20% TBSA = 1.2 20-25% TBSA = 1.6

25-30% TBSA = 1.7 30-35% TBSA = 1.8

35-40% TBSA = 1.9 40-100% TBSA = 1.9 - 2

Trauma inhalasi = 1.5

*BEE : basal energy expenditure

Pemenuhan nutrisi tinggi kalori tinggi protein sangat penting untuk

mencegah pemecahan protein tubuh, lambatnya penyembuhan luka, penekanan

imunitas maupun peningkatan komplikasi infeksi. bishop. Pemberian dominasi

karbohidrat dan protein (karbohidrat 82%, protein 15%, lemak 3%) lebih baik

dalam meningkatkan keseimbangan protein otot terutama pada kasus luka bakar

berat anak daripada formula fat-based. Sintesis protein otot akan terangsang dan

degradasi protein otot akan turun dengan diet tinggi karbohidrat10.

b. Kebutuhan Protein

Kebutuhan protein meningkat pada pasien luka bakar, yaitu sekitar 1.5 gr/kgBB

/hari, dapat mendekati 2.5g/kgBB/hari. Pada anak-anak dengan TBSA > 10%, 20-

23% kebutuhan kalori direkomendasikan berasal dari protein, atau sekitar 2.5 – 4

gr protein per hari. Pemberian diet tinggi protein tidak akan mencegah terjadinya

katabolisme protein tubuh dan kehilangan protein akibat luka bakar itu sendiri,

namun akan berperan pada anabolisme dan proses penyembuhan luka.11

c. Suplementasi mikronutrien

Suplemen mikronutrien dibutuhkan untuk penyembuhan luka dan

mengkompensasi kehilangan mikronutrien lewat luka bakar. Vitamin C

merupakan komponen pembentukan kolagen. Zink akan hilang saat kulit atau

cairan gastrointestinal hilang. Glutamin berperan sebagai immunomodulator.

Arginin diketahui dapat membantu penyembuhan luka, tetapi tidak boleh

diberikan kepada pasien sepsis.11

30

Page 31: Lapkas Anestesi Rian

Tabel. Suplementasi mikronutrien pada luka bakar11

Nutrisi Hanya selang makan

Kombinasi selang makan dengan diet

Hanya diet, luka bakar luas

Hanya diet, luka bakar kecil

Vitamin C 500 mg/hari 1000 mg/hari 1000 mg/hari Tidak adaZink 220 mg/hari 220 mg/hari selama 14

hari220 mg/hari selama 14 hari

Tidak ada

Multivitamin dan mineral

1 tablet kunyah/hari

1 tablet kunyah/hari 1 tablet kunyah/hari

1 tablet kunyah/ hari

Vitamin A Tidak ada Tidak ada jika selang makan >1 liter / hari

10,00 IU PO setiap 2 hari

Tidak ada

Vitamin D Tidak ada 400 IU/hari 400 IU bid 400 IU/hariArginin Tidak ada Tidak ada 2 paket/hari Tidak adaGlutamin 10 gr, 3

kali/hari10 gr, 3 kali/hari 10 gr, 3 kali/hari,

sesuai toleransiTidak ada

Tabel. Suplementasi mikronutrien pada Pasien Anak dengan Luka Bakar12

Dukungan nutrisi dapat diberikan melalui enteral dan/atau parenteral. Pemberian

nutrisi pada pasien luka bakar berat yang paling baik adalah secara enteral dan

sedini mungkin. Nasogastric tube cenderung mudah terhalang oleh stasis lambung

yang sering terjadi pada pasien luka bakar, sehingga nasoduodenal tube lebih baik

digunakan. nerin Jika pasien tidak memungkinkan untuk akses enteral, maka Total

Parenteral Nutrition (TPN) dapat digunakan sebgai sumber nutrisi sampai pasien

dapat memperoleh makanan secara enteral.11

Pada keadaan yang optimal dalam hal pemberian terapi nutrisi yang paling

bagus bila dicapai dalam 24 jam awal setelah luka bakar. Penelitian pada manusia,

nutrisi enteral menunjukkan deliver caloric requirements (REE) yang cukup, serta

mengurangi kebutuhan respon hipermetabolik, dan mengurangi sirkulasi dari level

31

Page 32: Lapkas Anestesi Rian

katekolamin, kortisol, dan glucagon. Nutrisi enteral juga menjaga integritas

mukosa, motilitas, dan perfusi darah pada usus, yang mana mencegah hipoperfusi

atau ileus karena keterlambatan dari resusitasi atau reperfusi. Pasien dengan luka

bakar berat dapat diberi nutrisi dengan enteral tuben secepatnya 6 jam setelah luka

bakar yang tidak tergantung dengan fungsi dari gastroduodenum.

32

Page 33: Lapkas Anestesi Rian

2.1.8. Tindakan Anestesi pada Luka Bakar

Tindakan anestesi pada pasien dengan luka bakar yang akan menjalani

tindakan operatif baik debridement maupun skin grafting perlu

mempertimbangkan beberapa hal seperti luas luka bakar pasien, derajat systemic

insult dan area untuk melakukan tindakan. Pasien luka bakar sering menyulitkan

monitoring akibat terbatasnya area untuk pemasangan EKG, pulse oximetry

maupun cuff tekanan darah. Hal ini diatasi dengan pemakain skin staples atau

jarum subkutan yang dihubungkan dengan crocodile clips. Untuk pemasangan

pulse oximetry yang sulit dapat dipertimbangkan pemasangan di hidung, lidah,

maupun bibir. Pemasangan line arterial maupun kateter vena sentral bermanfaat

untuk mengetahui kecukupan volume selama operasi. Secara ringkas

pertimbangan anestesi untuk operatif luka bakar dapat dibagi atas perencanaan

preoperatif yang meliputi anamnesis yang jelas, penentuan luas luka bakar dan

rencana tindakan, penilaian airway, penyediaan darah, akses vaskular dan puasa.

Sementara pertimbangan pada intraoperatif meliputi pengendalian suhu tubuh

pasien dengan mematikan pendingin ruangan operasi, menggunakan cairan yang

dihangatkan, dengan batas penurunan suhu tubuh pasien sebesar 1o C, airway

management dengan high minute ventilation, penggunaan obat anestesi untuk

intubasi, penggunaan vasopresor selama operasi, penggunaan epinephrine swab

maupun injeksi subkutan untuk mengurangi kehilangan darah. Dan pertimbangan

post operatif antara lain penggunaan analgesia multimodal dan penggunaan opioid

untuk mengatasi nyeri serta pengaturan ruangan dan fisioterapi untuk menghindari

kekakuan maupun kontraktur. 15

Obat Anastesi yang digunakan pada operasi eksisi dan grafting adalah

isoflurane dengan penggunaan opioid dosis tinggi. Sementara itu respons tubuh

terhadap penggunaan muscle relaxants tetap tidak mengalami perubahan dalam 24

jam pertama setelah kejadian luka bakar. Namun setelah 24 jam, pengunaan

suksinilkolin harus dicegah setidaknya dalam 1 tahun dikarenakan penggunaan

suksinilkolin dapat menyebabkan peningkatan kalium serum yang membahayakan

dengan luka bakar diatas 10%. Mekanisme terjadinya hal ini akibat upregulasi

reseptor asetilkolin, yang akan menutupi seluruh membran sel otot, timbulnya dua

33

Page 34: Lapkas Anestesi Rian

ekspresi reseptor asetilkolin baru. Resistensi terjadi pada agen nondepolarizing

muscle relaxant. Hal ini dapat diatasi dengan meningkatkan dosis. Pada

penggunaan rocuronium untuk intubasi, pada pasien luka bakar onsetnya

memanjang sekitar 50 detik (30% lebih lama dibanding keadaan normal) dengan

dosis 0,9 mg/kgBB. Dengan menaikkan dosis menjadi 1,2 mg/kgBB, maka onset

berkurang sekitar 30 detik, meskipun masih memanjang dibanding keadaan

normal. 16,17

34

Page 35: Lapkas Anestesi Rian

2.1.9. Komplikasi

Antara komplikasi yang bias terjadi pada pasien dengan luka bakar adalah: 6

a. Setiap luka bakar dapat terinfeksi sehingga menyebabkan cacat lebih

lanjut atau kematian.

b. Lambatnya aliran darah dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah

sehingga timbul cerebrovascular accident, infark miokardium, atau

emboli paru.

c. Kerusakan pam akibat inhalasi asap atau pembentukan embolus. Dapat

terjadi kongesti paru akibat gagal jantung kiri atua infark miokardium,

serta sindrom distress pernafasan pada orang dewasa.

d. Gangguan elektrolit dapat menyebabkan disaritmia jantung.

e. Syok luka bakar dapaat secara irreversibel merusak ginjal sehingga

timbul gagal ginjal dalam 1 atau 2 minggu pertama setelah luka bakar.

Dapat terjadi gagal gnjal akibat hipoksia ginjal atau rabdomiolisis

(obstruksi mioglobin pada tubulus ginjal akibat nekrosis otot yang luas).

f. Penurunan aliran darah ke saluran cerna dapat menyebabkan hipoksia

sel-sel penghasil mukus sehingga terjadi ulkus peptikum.

g. Dapat terjadi koagulasi intravaskular diseminta (DIC) karena destruksi

jarngan yang luas.

h. Pada luka bakar yang luas akan menyebabkan kecacatan, trauma

psikologis dapat menyebabkan depresi, hingga keinginan untuk bunuh diri.

Gejala-gejala psikologis dapat timbul setiap saat setelah luka bakar.

Gejala-gejala dapat datang dan pergi berulnag-ulang kapan saja seumur

hidup.

i. Beban biaya pada keluarga pasien pengidap luka bakar yang luas

sangatlah besar. Apabila pasiennya orang dewasa, yang hilang tidak saja

penghasilan tetapi perawatan pasien tersebut juga harus terus-menerus

mahal.

35

Page 36: Lapkas Anestesi Rian

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Anamnesis

Identitas Pribadi

Nama : Anju Hutahaean

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 22 tahun

Suku Bangsa : Batak

Agama : Kristen

Alamat : Desa Lawe Beringin Horas Kec L

Status : Belum kawin

Pekerjaan :

Tanggal Masuk : 3 Januari 2014 Pukul 09.15 WIB

3.2. Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan Utama : Luka bakar api pada wajah,kedua lengan

Telaah : Hal ini dialami pasien 12 jam yang lalu sebelum masuk rumah

sakit Haji Adam Malik Medan. Awalnya pasien sedang menghdupi lampu dengan

mencampur minyak tanah dengan bensin. Api menyembur mengenai pasien. Luka

bakar didapati pada bagian wajah, kedua lengan bawah, kedua tangan , tungkai

bawah kanan dan kaki kiri. riwayat penurunan kesadaran,kejang, muntah dan sulit

bernafas tidak dijumpai. (-). Pasien sebelumnya dirawat di RS kutacane

kemudian dibawa ke RS HAM untuk dilakukan penanganan selanjutnya.

Riwayat Penyakit Terdahulu : -

Riwayat Penggunaan Obat : Infus RL, Injeksi Ceftriaxone, Ketorolac.

36

Page 37: Lapkas Anestesi Rian

3.3. Primary Survey

A (Airway) : Clear, Gurgling / Snoring / Crowing : - /- /-

B (Breathing) : Suara Pernafasan : Vesikuler, Suara Tambahan : -, Terpasang

Non- Rebreathing Mask dengan Oksigen 8 lpm, Respiratory Rate

20 x/i

C (Circulation) : terpasang IV line, dilakukan pemberian RL 1 liter, Frekuensi

Nadi 90 x/i, t/v kuat dan cukup, Tekanan Darah 120/80 mmHg,

Akral teraba hangat, merah, dan kering, dan dilakukan

pemasangan kateter urine warna kuning jernih.

D (Disability) : Kesadaran A (Alert), Pupil Isokor diameter 3/3 mm, Refleks

Cahaya +/+

E (Exposure) : Dijumpai luka bakar di wajah, , kedua lengan bawah, kedua

tangan , tungkai bawah kanan dan kaki kiri. pasien kemudian

diselimuti untuk mencegah hipotermia.

3.4. Tatalaksana di Ruang Resusitasi IGD

NPO (nil per os)

Pemasangan Non-Rebreathing Mask dengan Oksigen 8 lpm

Pemasangan IV line bor besar 18 G

Dilakukan penilaian derajat luka bakar, dijumpai luka bakar 31% dengan

kedalaman luka bakar grade IIA-IIB

Dilakukan resusitasi cairan menurut formula Parkland

Total Cairan : 4 x BB x total BSA

: 4 x 70 x 31 : 8680 cc dalam 24 jam

: 8 Jam Pertama : 4340 cc

16 Jam Kedua :4340 cc

Pasien masuk 12 jam setelah kejadian, maka resusitasi cairan 16 jam

kedua, dengan 4340 cc dalam 12 jam = 362 cc/jam = 120 gtt/menit,

dengan target Urine Output 0,5-1 cc/kgBB/jam = 35-70 cc/jam.

37

Page 38: Lapkas Anestesi Rian

Pemberian Antibiotik dengan Injeksi Ceftriaxon 1 g/12 jam

Pemberian Analgetik dengan Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam

Pemasangan monitor EKG, HR, RR, Tekanan Darah dan Saturasi Oksigen

Pemeriksaan Laboratorium Darah Lengkap, Hemostasis, Elektrolit, Fungsi

Ginjal, Albumin, dan Analisa Gas Darah

Dilakukan Foto Thoraks

3.5 Pemeriksaan Fisik

B1 (Breathing) : Airway clear, gurgling/snoring/crowing : - /- /- ,

SP : vesikuler, ST : -, Respiratory Rate 20 x/i,

Tanda trauma inhalasi : luka bakar wajah (+). alis

terbakar (+), jelaga di hidung (-), suara parau (-).

Riwayat sesak/ asma / batuk / alergi (-).

B2 (Blood) : Hangat/ merah/kering, Frekuensi Nadi 90 x/i,

Tekanan/volume : cukup, Tekanan Darah 120/80

mmHg.

B3 (Brain) : Sensorium : Compos Mentis, GCS :

145(E4V5M6), Pupil Isokor 3/3 mm, RC +/+

B4(Bladder) : terpasang kateter, UOP 300 cc, warna kuning

jernih

B5 (Bowel) : Abdomen soepel, Peristaltik (+)

B6 (Bone) : fraktur (-), edema (-)

Pemeriksaan Laboratorium (03/01/2014)

Pemeriksaan Hasil

Hb 18,5 g/dL

Ht 52,4%

Leukosit 8.250 / mm3

Trombosit 228.000 / mm3

PT 28,5 (13,0)

38

Page 39: Lapkas Anestesi Rian

aPTT 51,5 (33,0)

TT 22,5 (16,9)

INR 2,37

Natrium 126 mEq/L

Kalium 5,3 mEq/L

Klorida 98 mEq/L

Ureum 38,1

Kreatinin 1,52

Albumin 2,8

AGDA

pH 7,289

pCO2 48,4

pO2 115,8

HCO3 22,7

Total CO2 24,2

Base Excess -4,3

SaO2 96,9%

Foto Thorax (03/01/2014)

39

Page 40: Lapkas Anestesi Rian

3.6. Diagnosis fungsional : Flame Burn 31% grade IIA-IIB

3.7. Rencana tindakan : Pemasangan CVC dan Debridement dengan

Post Operative Care di ICU Dewasa

3.5 Tindakan dan Follow Up

Induksi Anestesi (Pukul 08.20 WIB)

- Premedikasi SA 0,25 mg dan midazolam 2,5 mg

- Preoksigenasi dengan O2 8 lpm

- Induksi ketamin 100 mg dan Rocuronium 50 mg.

- Intubasi dengan ETT 6,5

- Maintenance dengan isofluran 0,6-1,0%, serta oksigen : N2O = 2:2

- CVC terpasang

Durante Operasi Debridement

- Lama operasi : 3 jam

- TD : 90-140/56-70 mmHg

- HR : 108-135 x/i

- SpO2 : 99-100%

- Maintenance Cairan + Penguapan : (2+4) x 60 cc = 360 cc/jam

- Pemberian Cairan Durante Operasi : RL 1000 cc

- Perdarahan : 30 cc

- UOP : 50 cc/jam

Post Operasi (Pukul 09.30 WIB)

Pemeriksaan Post Operasi :

B1 (Breathing) : Airway clear, terintubasi dengan ETT no 6,5

dengan ventilasi Modus SIMV, TV 400 cc, FiO2

40%, SpO2 98-100%

40

Page 41: Lapkas Anestesi Rian

B2 (Blood) : Akral hangat/merah/kering, TD 120/74 mmHg,

HR : 118 x/i, reguler, t/v: kuat dan cukup

B3 (Brain) : Sensorium : Compos Mentis, Pupil Isokor

diameter 3mm, RC +/+

B4(Bladder) : terpasang kateter, UOP 20 cc/jam, warna kuning

jernih

B5 (Bowel) :Abdomen soepel, Peristaltik (+), mual/muntah (-)

B6 (Bone) : edema (-)

Masuk ICU (Pukul 23.30 WIB)

S : Pasien tenang

O

B1 (Breathing) :Airway clear, terintubasi dengan T-piece 5l/menit

dengan ventilasi Modus SIMV, TV 400 cc, FiO2

40%, SpO2 98-100%

B2 (Blood) :Akral hangat/merah/kering, TD 120/74 mmHg,

HR : 118 x/i, reguler, t/v: kuat dan cukup

B3 (Brain) :Sensorium : Compos Mentis, Pupil Isokor

diameter 3mm, RC +/+

B4(Bladder) : terpasang kateter, UOP 50 cc/jam, warna kuning

jernih

B5 (Bowel) :Abdomen soepel, Peristaltik (+), mual/muntah (-)

B6 (Bone) : edema (-)

A : Post Debridemant Flame burn IIA-IIB 31%

P : Bed Rest + Head Up 300

RL 30 gtt/menit

Ceftriaxone 1 gr/12 jam

Ranitidine 50 mg/12 jam

41

Page 42: Lapkas Anestesi Rian

Ketamin 100mg + miloz 15 mg dalam NaCl 0.9%

50 ml 3 cc/jam

Foto Klinis Pasien

42

Page 43: Lapkas Anestesi Rian

43

Page 44: Lapkas Anestesi Rian

BAB 4

KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 22 tahun, masuk ke IGD

RSUPHAM pada tanggal 3 Januari 2014 pukul 20.00 WIB dengan keluhan luka

bakar di bagian wajah, kedua lengan bawah dan tangan, tungkai bawah kanan dan

kaki kiri yang dialami pasien 12 jam SMRS. Luka bakar terjadi saat pasien

menghdupkan lampu dengan mencampur minyak tanah dengan bensin. Api

menyembur mengenai pasien. Pasien dibawa RS Kutacane dan dilakukan

resusitasi cairan dan kemudian dibawa ke RSUP HAM untuk ditangani lebih

lanjut. Di IGD RSUPHAM pasien ditangani dengan NPO, pemasangan NRM

dengan oksigen 8lpm, pemasangan IV line 18G, selanjutnya dilakukan penilaian

derajat luka bakar sebesar 31% dan dilakukan resusitasi cairan sesuai Parkland.

Dari pemeriksaan fisik dijumpai Airway Clear, dengan Breathing suara

pernafasan vesikuler dengan RR 20 x/i, dengan Circulation Tekanan Darah

120/80 mmHg dengan akral hangat, merah, dan kering dan dilakukan pemasangan

kateter urine, pasien dalam kesadaran compos mentis dan pada Exposure dijumpai

luka bakar 31% grade IIA-IIB. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan

foto toraks, pasien kemudian dilakukan debridement cito, dengan induksi anestesi

ketamin 100mg dan rocuronium 50 mg dan maintenance dengan isofluran 0,6-1%.

Selanjutya pasien dirawat di ICU Dewasa dengan penanganan berupa bed rest

dengan head up 300 , RL 30 gtt/menit, Ceftriaxone 1 gr/12 jam, Ranitidine 50

mg/12 jam, Ketamin 100mg + miloz 15 mg dalam NaCl 0.9% 50 ml 3 cc/jam.

Lalu pada tanggal 07/01/2014 dilakukan debridement kedua.

44

Page 45: Lapkas Anestesi Rian

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W., editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005; hal. 73-5

2. Sukasah C.L. Luka Bakar, Departemen Bedah. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2009. pg 21 – 24

3. Kartohatmodjo S., dalam Luka Bakar (Combustio); pg 16 – 18

4. Bongard. F.S, Sue. D.Y, Vintch. J.R.E. in Current Diagnosis &

Treatment: Critical Care 3rd Edition. 2008. McGraw-Hill:Lange.

5. Hettiaratchy.S, Dziewulski. ABC OF BURNS. BMJ 2004; 329: 504-6.

6. Edlich.R.F, in Thermal Burns. 2010. Accessed from :

www.emedicine.medscape.com/ article/1278244.

7. David S. Perdanakusuma. 2006. Penanganan Luka Bakar. Airlangga

University Press.

8. Hall J.B., Schmidt G.A., Wood L.D.H., in Principles of Critical Care. In :

Burns: Resucitation Phase (0 to 36 hours). 3rd edition. pg 1457-1466.

9. American College of Surgeon Committee of Trauma,2004. Advanced

Trauma Life Support Seventh Edition. Indonesia: Ikabi Barret-Nerin, JP &

Herndon, DN. Principles and Practise of Burn Surgery. New York: Marcel

Dekker, 2005.

10. Igneri, P & Gratton, J. FAHC Burn Care Manual. Fletcher Allen Halth

Care & The University of Vermont. 2008

11. Prelack, K., Dylewski, M., & Sheridan, RL. Review: Practical Guidelines

for Nutritional Management of Burn Injury and Recovery. Burns 33

(2007)

12. Orban C. Diagnostic Criteria for Sepsis in Burn Patients. Chirurgia 2012;

698.

13. Oliver RI, Torre JI. 2013. Burn Resuscitation and Early Management.

Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/1277360-

overview#showall. Diakses tanggal 6 Januari 2014.

45

Page 46: Lapkas Anestesi Rian

14. Langman CB. 2012. Myoglobinuria Treatment & Management. Diunduh

dari: http://emedicine.medscape.com/article/982711-treatment. Diakses

tanggal 6 Januari 2014.

15. Rodriguez NA eds. 2011. Nutrition in Burns. Journal of Parenteral and

Enteral Nutrition. American Society for Parenteral and Enteral Nutrition.

16. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK,

Stock MC. Clinical Anesthesia. 6th ed. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins; 2007.

17. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan &

Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 5th Ed. New York: Lange

Medical Publishing; 2012.

46