21
BAB 1 PENDAHULUAN Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontunitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar. Mandibula adalah tulang rahang bawah manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi geligi. Faktor etiliogi utama terjadinya fraktur mandibula bervariasi berdasarkan lokasi geografis, namun kecelakaan bermotor menjadi penyebab paling umum. Beberapa penyebablain berupa kelainan patologis seperti keganasan pada mandibula, kecelakaan saat kerja dan kecelakaan akibat olahraga. Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah, hal ini disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari kranium. Diagnosis fraktur mandibula dapat ditunjukan dengan adanya rasa sakit, pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi, adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrinya arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi yang longgar dan trismus. Secara khusus penangan fraktur mandibula dan tulang pada wajah (maksilofasial) mulai diperkenalkan oleh hipocrates (460- 375 SM) dengan menggunakan panduan oklusi dan diagnosis fraktur mandibula.

LapKas Anestesi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

Page 1: LapKas Anestesi

BAB 1

PENDAHULUAN

Fraktur mandibula adalah putusnya kontinuitas tulang mandibula. Hilangnya kontunitas

pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar.

Mandibula adalah tulang rahang bawah manusia dan berfungsi sebagai tempat menempelnya gigi

geligi. Faktor etiliogi utama terjadinya fraktur mandibula bervariasi berdasarkan lokasi geografis,

namun kecelakaan bermotor menjadi penyebab paling umum. Beberapa penyebablain berupa

kelainan patologis seperti keganasan pada mandibula, kecelakaan saat kerja dan kecelakaan

akibat olahraga.

Fraktur mandibula merupakan fraktur kedua tersering pada kerangka wajah, hal ini

disebabkan kondisi mandibula yang terpisah dari kranium. Diagnosis fraktur mandibula dapat

ditunjukan dengan adanya rasa sakit, pembengkaan, nyeri tekan, dan maloklusi. Patahnya gigi,

adanya gap, tidak ratanya gigi, tidak simetrinya arcus dentalis, adanya laserasi intra oral, gigi

yang longgar dan trismus.

Secara khusus penangan fraktur mandibula dan tulang pada wajah (maksilofasial) mulai

diperkenalkan oleh hipocrates (460-375 SM) dengan menggunakan panduan oklusi dan diagnosis

fraktur mandibula.

Kasus fraktur mandibula pemilihan yang tepat untuk penataksanaan anestesi yang tepat

yaitu dengan anestesi umum.

Page 2: LapKas Anestesi

BAB II

LANDASAN TEORI

ANESTESI UMUM (GENERAL ANESTESI)

1. Obat Inhalasi

Halotan

Halotan merupakan alkaline berhalogen. Ikatan karbor flouride yang

menyebabkan halothan tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak. Halotan

merupakan anestetika volatile yang murah. Dosis MAC 0,7

Enflurance

Merupakan eter yang berhalogen. Mempunyai bau eter yang lembut dan tidak

mudah terbakar. Dosis MAC 1,7

Isoflurane

Merupakan volatile anestetika yang mudah terbakar dengan bau eter yang

menyengat. Dosis MAC 1,2

Desflurane

Struktur dari desflurane menyerupai isofluran, perbedaannya hanya pada subsitusi

atom Cl dari isoflurane menjadi atom F. Perubahan kecil ini menghasilkan efek

yang kecil yang berbeda. Karena tekanan uap desoflurane pada 20ºC adalah 681

mmHg. Desfluarane akan mendidih pada suhu ruangan didataran tinggi. Problem

ini dapat dipecahkan dengan pembuatan vaporizer khusus untuk desflurane.

Dengan solubilitas dalam darah yang rendah, desflurane sangat cepat untuk

masuk dan keluar dari tubuh. Dosis MAC 6

Sevoflurane

Merupakan volatile anestesi yang berhalogen dengan fluorine sevoflurane tidak

berbau menyengat dan peningkatan konsentrasi dialveolar yang cepat

membuatnya sebagai pilihan yang baik untuk induksi inhalasi pada pasien

pediatrik atau orang dewasa. Dosis MAC 2

2. Obat Hipnotik

Propofol

Page 3: LapKas Anestesi

Obat anestesi intra vena yang bekerja cepat dengan karakter recovery anestesi

yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual.

Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.

Trias anestesi

1. hipnotik

2. analgesik

3. relaksasi

4. stabilisasi otonom

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam

anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu

sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan kunjungan pra anestesi

adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan.

Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi yaitu

pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi dengan tujuan untuk melancarkan induksi,

rumatan dan bangun dari anestesi diantranya :

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan

2. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

3. Mengurangi mual dan muntah pasca bedah

4. Mengurangi isi cairan lambung

5. Membuat amnesia

Page 4: LapKas Anestesi

6. Memperlancar induksi anestesi

7. Meminimalkan jumlah obat anestesi

8. Mengurangi reflek yang membahayakan

OBAT PREMEDIKASI

a. Sulfas atropin 0,25 mg : Antikolinergik

Atropin dapat mengurangi sekresi dan merupakan obat pilihan utama untuk mengurangi

efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan parasimpatis, baik akibat obat atau

anestesikum maupun tindakan lain dalam operasi. Disamping itu efek lainnya adalah

melemaskan tonus otot polos organ-organ dan menurunkan spasme gastrointestinal. Perlu diingat

bahwa obat ini tidak mencegah timbulnya laringospame yang berkaitan dengan anestesi umum.

Setelah penggunaan obat ini (golongan baladona) dalam dosis terapeutik ada perasaan

kering dirongga mulut dan penglihatan jadi kabur. Karena itu sebaiknya obat ini tidak digunakan

untuk anestesi regional atau lokal. Pemberiannya harus hati-hati pada penderita dengan suhu

diatas normal dan pada penderita dengan penyakit jantung khususnya fibrilasi aurikuler.

Atropin tersedia dalam bentuk atropin sulfat dalam ampul 0,25 mg dan 0,50 mg.

Diberikan secara suntikan subkutis, intramuscular atau intravena dengan dosis 0,5-1 mg untuk

dewasa dan 0,015 mg/kgBB untuk anak-anak.

b. Hipnoz 2 mg (Midazolam) : obat penenang(transquilaizer)

Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi, induksi dan

pemeliharaan anestesi. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat karena

transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien orang tua dengan

perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan pernafasan, dosis harus ditentukan

secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2 menit setelah penyuntikan.

Page 5: LapKas Anestesi

Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan umur dan keadaan

pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. pada orang tua dan pasien lemah dosisnya 0,025-0,05

mg/kgBB.

Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi dan pernafasan,

umumnya hanya sedikit

c. Cedantron 4 mg (Ondansentrone)

Suatu antagonis reseptor serotonin 5 – HT 3 selektif. Baik untuk pencegahan dan

pengobatan mual, muntah pasca bedah. Efek samping berupa ipotensi, bronkospasme, konstipasi

dan sesak nafas. Dosis dewas 2-4 mg.

OBAT INDUKSI

a. Tracrium 20 mg (Atracurium) : nondepolarisasi

Pelumpuh otot nondepolarisasi (inhibitor kompetitif, takikurare) berikatan dengan

reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan depolarisasi, hanya menghalangi

asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.

Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya selama 20-45 menit

dan dapat meningkat menjadi 2 kali lipat pada suhu 250 C, kecepatan efek kerjanya 1-2 menit.

Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada sambungan saraf-otot

mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang

paling sring digunakan ialah neostigmin dengan dosis (0,04-0,08 mg/kgBB) atau obat

antikolinergik lainnya. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik menyebabkan hipersalivasi,

keringatan, bradikardia, kejang bronkus, hipermotilitas usus dan pandangan kabur, sehingga

pemberiannya harus disertai obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau

glikopirolat 0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3 mg/kgBB pada dewasa.

b. Recofol 80 mg (Profofol)

Page 6: LapKas Anestesi

Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan karakter recovery

anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual. Profofol merupakan cairan emulsi minyak-

air yang berwarna putih yang bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah

larut dalam lemak. Profopol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh GABA.

Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek kerjanya dicapai dalam waktu

30 detik.

Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit infuse. Dosis sedasi 25-

100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi maupun

maintanance anestesi itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasa dibawah umur

55 tahun. Cara pemberian bisa secara suntikan bolus intravena atau secara kontinu melalui infus,

namun kecepatan pemberian harus lebih lambat daripada cara pemberian pada oranag dewasa di

bawah umur 55 tahun. Pada pasien dengan ASA III-IV dosisnya lebih rendah dan kecepatan

tetesan juga lebih lambat

MAINTAINANCE

a. N2O

N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh dengan

memanaskan ammonium nitrat sampai 240°C (NH4 NO3 2H2O + N2O)

N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar, dan

beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.

Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk

mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi

dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan dan sebaagainya. Pada akhir anestesi

setelah N2O dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi

pengenceran O2 dan terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi,

berikan O2 100% selama 5-10 menit.

Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% :

40%, 70% : 30%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20%

Page 7: LapKas Anestesi

: 80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat berbahaya bila

digunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum, obstruksi, emboli udara dan

timpanoplasti.

b. Halothane (Fluothane)

Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening tak berwarana yang

mudah menguap dan berbau harum. Pemberian halothane sebaiknya bersama dengan oksigen

atau nitrous okside 70%-oksigen dan sebaiknya menggunakan vaporizer yang khusus dikalibrasi

untuk halothane agar konsentrasi uap dihasilkan itu akurat dan mudah dikendalikan. Pada nafas

spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada nafas kendali sekitar 0,5-1 vol % yang

tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Kelebihan dosis menyebabkan depresi

pernafasan, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardia, vasodilatasi perifer,

depresi vasomotor, depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Paska pemberian halothane

sering menyebabkan pasien menggigil

INTUBASI

Setelah dilakukan induksi anestesia yaitu tindakan untuk membuat pasien dari sadar

menjadi tidak sadar, maka memungkinkan dimulainya anestesia dan pembedahan. Induksi dapat

dilakukan secara intrvena, intramuskular, inhalasi dan rektal. Sebelum dilakukan induksi

sebaiknya disiapkan terlebih dahulu peralatan dan obat-obatan yang diperlukan. Untuk persiapan

induksi sebaiknya kita ingat STATICS:

S = Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringo-Scope

T = Tubes Pipa trakea. Usia <>5 tahun dengan balon (cuffed)

A = Airway Pipa mulut faring (orofaring) dan pipa hidung faring (nasofaring) yang digunakan

untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar agar lidah tidak menymbat jalan napas

T = Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut

I = Intro Stilet atau mandrin untuk pemandu agar pipa trakea mudah dimasukkan

Page 8: LapKas Anestesi

C = Connec Penyambung pipa dan perlatan anestesia

S = Suction Penyedot lendir dan ludah

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran

trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta

mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan

intubasi endotrakheal (Anonim, 1986) :

a. Mempermudah pemberian anestesia.

b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernafasan.

c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung

penuh dan tidak ada refleks batuk).

d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial.

e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama.

f. Mengatasi obstruksi laring akut.

g. Obat.

Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain :

a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-

lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal.

b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri.

c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial toilet.

d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan

refleks akibat sumbatan yang terjadi.

Page 9: LapKas Anestesi

Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi

endotrakheal antara lain :

a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan untuk

dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada

beberapa kasus.

b. Trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga

sangat sulit untuk dilakukan intubasi.

Kesukaran yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al., 2000)

biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan :

a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap.

b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental symphisis

dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang bawah yang lebih

lebar selama intubasi.

c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi.

Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth).

d. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi

temporomandibuler, spondilitis servical spine.

e. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada leher di

sendi atlantooccipital.

f. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher.

Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan

antara lain :

Page 10: LapKas Anestesi

a. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan

menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus 1

gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam

satu garis lurus.

b. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi

dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka

dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.

c. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang

dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan

terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan

kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan

tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak

keputihan berbentuk huruf V.

d. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan

mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa

asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak

dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan

dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan

dan daun laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.

e. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu

ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri

sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi

endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas

kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas

terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai

ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah

epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop),

kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin

Page 11: LapKas Anestesi

membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan

oksigenasi yang cukup.

Anatomi dan funsi mandibula

Mandibula adalah tulang rahang bawah pada manusia dan berfungsi sebagai tempat

menempelnya gigi geligi. Mandibula berhunbungan dengan basis cranii dengan adanya

tempeparo-mandibular joint dan disangga oleh otot otot pengunyah. Mandibula terdiri dari

korpus berbentuk tapal kuda dan sepasang ramus. Corpus mandibula bertemu

Page 12: LapKas Anestesi

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. I.T

Umur : 23 tahun

Alamat : Jl.Batu Putih

BB : 52 Kg

TB : 167 cm

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Pelajar

Suku bangsa : Serui

Ruangan : Bedah Pria

Tanggal masuk rumah sakit : 08 Mei 2015

Tanggal operasi : 22 Mei 2015

3.2 Anamnesis

Keluhan utama: patah tulang wajah (rahang atas dan bawah)

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien merupakan pasien rujukan dari RS Bhayangkara datang dengan keluhan 7 hari

sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami kecalakaan lalu lintas motor dengan motor, pasien

tidak menggunakan helm. Pasien mengalami patah tulang wajah dan lengan kiri. pasien sempat

dirawat dicu selama 3 hari dan pasien dalam kondisi tidak sadarkan diri.

Riwayat penyakit dahulu :

DM (-), penyakit jantung (-), Hipertensi (-), riwayat operasi (-), alergi obat (-), riwayat

merokok (+), alkohol (+)

Page 13: LapKas Anestesi

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 59 x/m

Respirasi : 20 x/m

Suhu badan : 36,4 0C

Kepala : Conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Paru : suara napas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-)

Jantung: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-)

Abdomen : datar, supel, bisung usus (+), hepar dan lien tidak teraba membesar

Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

Status Anestesi

PS ASA : III

Hari/Tanggal : 22/05/2015

Ahli Anestesiologi : dr. D.S, Sp.An.KIC

Ahli Bedah : dr. J.A, Sp.OT dan dr.M, Sp.BM

Diagnosa Pra Bedah :CKR, Fraktur Mandibula sinistra + Fraktur Maxila,

Comunitive Fraktur Distal Radius sinistra, Distruption DRUJ

Diagnosa Pasca Bedah : Post ORIF Mandibula et Maksila + Radius Distal II

TTV : TD : 120/80 mmHg; N: 80 x/m; T : 36,4 0C

B1 : airway bebas, retraksi (-), gerak dada simetris, suara nafas

vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, RR : 20 x/m

Page 14: LapKas Anestesi

B2 : Perfusi : hangat, kering, merah. Capillary Refill Time< 2

detik, BJ : I-II regular, konjungtiva anemis -/-, nadi : , TD:

B3 : Kesadaran compos mentis, GCS E4V5M6 , refleks cahaya +/+,

refleks kornea +/+

B4 : Terpasang DC, produksi urine (+), warna

B5 : Perut datar, mual (-), muntah (-), bising usus (+), nyeri tekan

(-)

B6 : Akral hangat (+), edema (-), fraktur regio femur (+)

Medikasi pra bedah : -

Jenis Pembedahan : ORIF

Lama Operasi : 10.30-15.00WIT

Jenis Anestesi : General Anastesi

Anestesi dengan :

Teknik Anestesi :

Pernafasan : Spontan

Posisi : Terlentang

Infus : Tangan kanan, IV line abocath 18 G,

cairan RL 500 cc/30 menit

TTV Akhir pembedahan : TD : 115/75 mmHg; N; 71x/m; SB:36,20C ; RR 20x/m.

Medikasi :

- Propofol 100 ml

- Atracurium Besylate 25mg/2,5mL

- Fentanil 50 mg/cc

- Lidocain HCL 20mg + Epinephrine 0,0125 mg 2ml

- Ranitidine 50 mg

- Ondansentron 8 mg

- Antrain 500 mg

- Gentamicin 40mg/mL (2mL) 2amp

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Page 15: LapKas Anestesi

3.5 Observasi Durante Operasi

Observasi Tekanan Darah dan Nadi

Gambar.Diagram Observasi Tekanan Darah dan Nadi

Balance Cairan

Waktu Input Output

Pre operasi RL : 500 cc Urin 100 cc

Durante

operasi

RL 1500 cc

Gelofusal 500

Total

3.6 RESUME

Pasien laki-laki usia 23 tahun datang degan keluhan fraktur mandibula dan maxilla

Darah Lengkap

Hemoglobin 11,1

Leukosit 14.30

Trombosit 269.000

CT 11’00’’

BT 3’00’’