52
BAB I PENDAHULUAN Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara otonom, lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya. 1 Tumor adneksa adalah tumbuhnya jaringan abnormal pada sistem reproduksi yaitu pada tuba fallopi, kemudian pada uterus dan ovarium biasanya terjadi bersamaan. 1 Tumor adneksa adalah tumor ganas di tuba fallopi, lebih sekunder berasal dari tumor ganas ovarium, atau uterus. 1 Peradangan yang terjadi kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun infeksi ini juga bisa datang dari tempat ekstra-vaginal lewat jalan darah, atau menjalar dari jaringan-jaringan sekitarnya. 2 Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Berdasarkan 1

Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan kasus

Citation preview

Page 1: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

BAB I

PENDAHULUAN

Sel tumor adalah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara

otonom, lepas dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel

normal dalam bentuk dan strukturnya.1

Tumor adneksa adalah tumbuhnya jaringan abnormal pada sistem reproduksi

yaitu pada tuba fallopi, kemudian pada uterus dan ovarium biasanya terjadi

bersamaan.1

Tumor adneksa adalah tumor ganas di tuba fallopi, lebih sekunder berasal

dari tumor ganas ovarium, atau uterus.1

Peradangan yang terjadi kebanyakan akibat infeksi yang menjalar ke atas dari

uterus, walaupun infeksi ini juga bisa datang dari tempat ekstra-vaginal lewat jalan

darah, atau menjalar dari jaringan-jaringan sekitarnya.2

Kata anestesi diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang

menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat

dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Berdasarkan analisis kata

“anestesi” (an = tidak, aestesi = rasa) maka ilmu anestesi adalah cabang ilmu

kedokteran yang mempelajari tatalaksana untuk me”matikan” rasa, baik rasa nyeri,

takut dan rasa tidak nyaman yang lain sehingga pasien nyaman.3,4

1

Page 2: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANESTESI

2.1.1. Definisi Anestesi

Kata anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti keadaan tanpa rasa

sakit. Anestesia adalah suatu keadaan depresi dari pusat - pusat saraf tertentu

yang bersifat reversible, dimana seluruh perasaan dan kesadaran hilang.

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan

yang meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan

pasien dioperasi atau tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan

intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri

menahun.3,4,5

2.1.2. Jenis-jenis anestesi

1. Anestesi umum 4,5

Tindakan menghilangkan rasa nyeri / sakit secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias ideal

terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot.

Trias anestesi ini dapat dicapai dengan menggunakan obat yang berbeda

secara terpisah. Teknik ini sesuai untuk pembedahan abdomen yang luas,

intraperitonium, toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan

operasi dengan posisi tertentu yang memerlukan pengendalian pernapasan.4

2

Page 3: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Cara pemberian anestesi umum :

Parenteral (IM/IV). digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi

anestesi. Umumnya diberikan thiopental, namun pada kasus tertentu dapat

digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama anestesi

parenteral dikombinasikan dengan cara lain.

Perektal. Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan

singkat.

Anestesi inhalasi. yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan

anesetsi yang mudah menguap sebagai zat anestetik melalui udara

pernafasan. Zat anestetik melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang

digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat

anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium

yaitu:

Stadium I

Stadium I (analgesia) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai

hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti

perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan

pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat

dilakukan pada stadium ini.

Stadium II

Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya

kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernafasan kembali teratur. Pada

stadium ini terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut

kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan

3

Page 4: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

tidak teratur, kadang-kadang apnoe dan hiperpnoe, tonus otot rangka

meningkat, inkotinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta

takikardia. Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan

kematian.

Stadium III

Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai

pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana, yaitu:

Plana I : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi

gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks

cahaya ada, refleks lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah

tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna

(tonus otot mulai menurun).

Plana II : Pernapasan teratur, spontan, perut dada, volume tidak

menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di

tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot

sedang dan refleks laring hilang sehingga dapat diketjakan intubasi.

Plana III : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai

paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks

laring dan peritonium tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna

(tonus otot semakin menurun).

Plana IV: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal

paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks

sfingter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik

sempurna (tonus otot sangat menurun).

Stadium IV

4

Page 5: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya

pernapasan perut dibanding stadium III plana IV. Pada stadium ini

tekanan darah tidak dapat diukur,denyut jantung berhenti, dan akhirnya

terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat

diatasi dengan pernapasan buatan.

2. Anestesi Lokal 5,6,7

Tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai hilangnya

kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dengan cara:

Anestesi permukaan

Yaitu pengolesan atau penyemprotan analgetik lokal diatas selaput

mukosa seperti mata, hidung atau faring.

Anestesi infiltrasi

Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan di sekitar

tempat lesi, luka atau insisi, Cara infiltrasi yang sering digunakan adalah

blockade lingkar dan obat disuntikkan intradermal atau subkutan.

Anestesi blok

Yaitu penyuntikan analgetika lokal langsung kesaraf utama atau pleksus

saraf. Misalnya anestesi spinal, anestesi epidural, anestesi kaudal.

Anastesi regional intravena

yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal intravena. Ekstremitas

dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik

dengan torniquet.

5

Page 6: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

2.1.3 Penilaian dan persiapan pra anestesi 4,6

Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor

penyumbang sebab-sebab terjadinya kecelakaan anestesi. Dokter spesialis

anestesiologi seyogyanya mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah, agar ia

dapat menyiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien dibedah dalam keadaan

bugar.

Maksud dan tujuan kunjungan pra anestesi;

1) menentukan keadaan physis penderita

2) Mermilih teknik dan obat-obatan anestesi yang sesuai dengan keadaan

penderita dan macam operasi.

3) Memperhitungkan bahaya/resiko anestesi yang mungkin terjadi.

Penilaian pra bedah :

Anamnesis

identifikasi pasien, keluhan pasien, riwayat penyakit yang sedang atau

pernah diderita yang dapat menjadi penyulit anestesi seperti alergi, DM,

penyakit paru. Riwayat penggunaan obat-obatan. riwayat operasi. Riwayat

kebiasaan seperti merokok. Riwayat penyakit keluarga.

Pemeriksaan fisik

tinggi dan berat badan, vital sign, jalan nafas, jantung, paru-paru, abdomen,

ekstremitas, punggung dan neurologis.

Pemeriksaan laboratorium

Rutin : Darah, urin, foto thorax dan EKG

Khusus : dilakukan bila ada indikasi seperti spirometri pada pasien tumor

paru, fungsi hati pada pasien ikterus dan fungsi ginjal pada pasien hipertensi.

6

Page 7: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Tindakan-tindakan yang dilakukan :

1) Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan :

- Puasa ( 6-10 jam pada dewasa. 2-4 jam pada anak-anak )

- Pemberian laxansia dan clysma

2) Membersihkan jalan nafas

3) Mencegah retensi urin.

2.1.4. Klasifikasi Status fisik 5,6

Berdasarkan American Society of Anesthesiologists ( ASA ) membuat

klasifikasi pasien menjadi kelas-kelas :

1) Pasien normal dan sehat fisis dan mental

2) Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan

fungsional

3) Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan

keterbatasan fungsi

4) Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan

menyebabkan keterbatasan fungsi

5) Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa

operasi

6) Pasien mati otak yang organ tubuhnya dapat diambil

Bila operasi yang dilakukan darurat maka penggolongan ASA diikuti

huruf E.

7

Page 8: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

2.1.5. Peralatan 3,4,6

Peralatan anestesi adalah alat-alat anestesi yang digunakan umtuk

menghantarkan oksigen dan obat anastetik inhalasi, mengontrol ventilasi, serta

memonitor fungsi peralatan tersebut.

Mesin anestesi merupakan peralatan anestesi yang sering digunakan.

Secara umum mesin anestesi terdiri dari 3 komponen yang saling berhubungan,

yaitu:

a) Komponen 1. yaitu sumber gas, penunjuk aliran gas (flow meter), dan alat

penguap (vaporizer)

b) Komponen 2. Meliputi sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan

sistem magill.

c) Komponen 3. Alat yang menghubungkan sistem napas dengan pasien,

yaitu sungkup muka (face mask), pipa endotrakea (endotrakeal tube).

Semua komponen mesin anestesi harus tersedia tanpa memperhatikan

teknik anestesi yang akan dipakai sebagai persiapan untuk kemungkinan

pemakaian anestesi umum, selain itu sumber oksigen dan peralatan bantu

ventilasi (self- inflating bag seperti ambu bag) harus tersedia untuk semua

prosedur anestesi.

2.1.6. Tahapan anastesi 3,4,6

A. Persiapan Praanestesi

Keadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya pada kunjungan praanestesi

meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dll. Saat masuk ruangan

operasi pasien dalam keadaan puasa. Identitas pasien harus telah ditandatangani

sesuia dengan rencana operasi dan informed consent.

8

Page 9: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Dilakukan penilaian praoperasi. Keadaan hidrasi pasien dinilai, apakah

terdapat hipovolemia, perdarahan, diare, muntah, atau demam. Akses intavena

dipasang untuk pemberian cairan infus, transfusi dan obat-obatan. Dilakukan

pemantauan elektrogradiografi (EKG), tekanan darah (tensi meter), saturasi

oksigen (pulse oxymeter), kadar CO2 dalam darah (kapnograf), dan tekanan

vena sentral (CVP). Premedikasi dapat diberikan oral, rectal, intramuskular, atau

intravena.

B. Induksi Anestesi

Premedikasi. Tujuan premedikasi adalah :

Menimbulkan rasa nyaman pada pasien

Memudahkan/memperlancarkan induksi,rumatan, dan sadar dari anestesi

Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi

Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah

Mengurangi keasaman lambung dan stress fisiologis

Obat-obat yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah:

1. Obat antikholinergik

2. Obat sedatif

3. Obat analgetik narkotik.

Pasien diusahakan tenang dan diberikan oksigen melalui sungkup muka.

Obat-obat induksi diberikan secara intravena seperti tiopental, ketamin,

diazepam, midazolam, dan propofol. Jalan napas dikontrol dengan sungkup

muka atau pipa napas orofaring/nasofaring. Setelah itu dilakukan intubasi

trakea. Setelah kedalaman anestesi tercapai, posisi pasien disesuaikan dengan

9

Page 10: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

posisi operasi yang akan dilakukan, misalnya telentang, telungkup, litotomi,

miring, duduk, dll.4

1. Obat golongan antikholinergik

Obat golongan antikholinergik adalah obat-obatan yang berkhasiat

menekan/menghambat aktivitas kholinergik atau parasimpatis.

Tujuan utama pemberian obat antikholinergik untuk premedikasi adalah:

1. Mengurangi sekresi kelenjar:saliva,saluran cerna dan saluran nafas

2. Mencegah spasme laring dan bronkus.

3. Mencegah bradikardi

4. Mengurangi motilitas usus

5. Melawan efek depresi narkotik terhadap pusat nafas.

Obat golongan antikholinergik yang digunakan dalam praktik anastesia

adalah preparat Alkaloid belladonna yang turunnya adalah:

Sulfas atropine

Skopolamin

Mekanisme Kerja : menghambat mekanisme kerja asetil kholin pada

organ yang diinervasi oleh serabut saraf otonom para simpatis atau serabut saraf

yang mempunyai neurotransmitter asetil kolin.

Alkaloid belladona menghambat muskarinik secara kompetitif yang

ditimbulkan oleh asetil kholin pada sel efektor organ terutama pada kelenjar

eksokrin, otot polos dan otot jantung. Khasiat sulfas atropine lebih dominan

pada otot jantung , usus dan bronkus, sedangkan skopolamin lebih dominan

pada iris, korpus siliare dan kelenjar.

Efek terhadap susunan saraf pusat

10

Page 11: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Sulfas atropine tidak menimbulkan depresi susunan saraf pusat, sedangkan

skopolamin mempunyai efek depresi sehingga menimbulkan rasa ngantuk,

euporia, amnesia dan rasa lelah.

Efek terhadap respirasi

Menghambat sekresi kelenjar pada hidung, mulut, faring trakea, dan

bronkus, menyebabkan mukosa jalan nafas kekeringan, relaksasi otot polos

bronkus dan bronkhioli, sehingga diameter lumennya melebar akan

menyebabkan volume ruang rugi bertambah.

Efek terhadap kardiovaskular

Menghamabat aktivitas vagus pada jantung ,sehingga denyut jantung

meningkat,tetapi tidak berpengaruh langsung pada tekanan darah.pada

hipotensi karena reflex vegal, pemberian obat ini akan meningkatkan

tekanan darah.

Efek terhadap saluran cerna

Menghambat sekresi kelenjar liur sehingga mulut terasa kering dan sulit

menelan, mengurangi sekresi getah lambung sehingga keasaman lambung

bisa dikurangi, mengurangi tonus otot polos sehingga motilitas usus

menurun.

Efek terhadap kelenjar keringat.

Menghambat sekresi kelenjar keringat, sehingga menyebabkan kulit kering

dan badan terasa panas akibat pelepasan panas tubuh terhalang melalui

proses evaporasi.

Cara pemberian dan dosis

- Intramuscular dengan dosis 0,01 mg/kg BB, diberikan 30-45 menit

sebelum induksi.

11

Page 12: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

- Intravena dengan dosis 0,005 mg/kg BB, diberikan 5-10 menit sebelum

induksi.

Kontraindikasi : Alkaloid belladona ini tidak diberikan pada pasien yang

menderita: demam, takikardi, glaucoma dan tirotoksikasis.

Kemasan dan sifat fisik : Dikemas dalam bentuk ampul 1 ml mengandung

0,25 dan 0,50 mg,tidak berwarna dan larut dalam air.

2. Obat golongan sedatif/trankulizer

Obat golongan sedative adalah obat-obat yang berkhasiat anti cemas dan

menimbulkan rasa kantuk.

Tujuan pemberian obat golongan ini adalah untuk memberikan suasana

nyaman bagi pasien prabedah,bebas dari rasa cemas dan takut, sehingga pasien

menjadi tidak peduli dengan linkungannya.

Untuk keperluan ini, obat golongan sedative/trankulizer yang sering

digunakan adalah:

a. Derivate fenothiazin.

Derivate fenothiasin yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah

propetazin.obat ini pada mulanya digunakan sebagai antihistamin.

Khasiat farmakologi.

Terhadap saraf pusat . Menimbulkan depresi saraf pusat, bekerja pada

formasioretikularis dan hipotalamus menekan pusat muntah dan

mengatur suhu obat ini berpotensi dengan sedative lainnya.

Terhadap respirasi. Menyebabkan dilatasi otot polos saluran nafas dan

menghambat sekresi kelenjar.

12

Page 13: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Terhadap kardiovaskular. Menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat

memperbaiki perfusi jaringan.

Terhadap saluran cerna efek lain. Menurunkan peristaltik usus,mencegah

spasme mengurangi sekresi kelenjar, efek lainnya adalah menekan

dekresi ketekolamin dan sebagai antikholinergik.

Dengan demekian dapat disimpulkan bahwa khasiat propethazin sebagai

obat premedikasi adalah sebagai sedative, antiemetik, antikhonergik,

antihistamin, bronkodilator dan antipiretika.

Cara pemberian dan dosis

Intramuskular dengan dosis 1 mg/kg BB dan diberikan 30-45 menit

sebelum induksi.

Intravena dengan dosis 0,5 mg/kg BB diberikan 5-10 menit sebelum

induksi.

Kemasan dan sifat fisik. Dikemas dalam bentuk ampul 2 ml mengandung 50

mg tidak berwarna dan larut dalam air.

b. Derivat benzodiazepine

Derivat benzodiazepine yang banyak digunakan untuk premedikasi adalah

diazepam dan midazolam. derivat yang lain adalah klordiazepoksid,

nitrazepam dan oksazepam.

Khasiat farmakologi :

Terhadap saraf pusat dan medulla spinalis.

Mempunyai khasiat sedasi dan anti cemas yang bekerja pada system

limbic dan pada ARAS serta bisa menimbulkan amnesia antero grad.

Sebagai obat anti kejang yang bekerja pada kornu anterior medulla

13

Page 14: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

spinalis dan hubungan saraf otot. pada dosis kecil bersifat sedative,

sedangkan dosis tinggi sebagai hipnotik.

Terhadap respirasi

Pada dosis kecil (0,2 mg/kg BB)yang diberikan secara intravena,

menimbulkan depresi ringan yang tidak serius. Bila dikombinasikan

dengan narkotik menimbulkan depresi nafas yang lebih berat.

Terhadap kardiovaskular

Pada dosis kecil,pengaruhnya kecil sekali pada kontraksi maupun denyut

jantung, akan tetapi pada dosis besar menimbulkan hipotensi yang

disebabkan oleh efek dilatasi pembuluh darah.

Terhadap saraf otot

Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supra

spinal dan spinal, sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita

kekakuan otot rangka seperti pada tetanus.

Penggunaan klinis, dalam praktik anastesia obat ini digunakan sebagai:

Premedikasi dapat diberikan intramuscular dengan dosis 0,2 mg/kg BB

atau peroral dengan dosis 5-10 mg.

Induksi diberikan intravena dengan dosis 0,2-0,6 mg/kg BB.

Sedasi pada analgesia regional diberikan intravena.

Menghilangkan halusinasi pada pemberian ketamin.

Penggunaan lainnya adalah :

Antikejang pada kasus-kasus epilepsy, tetanus dan eklampsia

Sedasi pasien rawat inap

Sedasi pada tindakan kardioversi atau endoskopi

14

Page 15: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Pada pemberian intramuscular atau intravena, obat ini tidak bisa dicampur

dengan obat lain karena bisa terjadi resipitasi.

Jalur vena yang dipilih sebaiknya melalui vena-vena besar untuk mencegah

flebitis.Pemberian intramuscular kurang disenangi oleh karena menimbulkan

rasa nyeri pada daerah suntikan.

Kemasan injeksi berbentuk larutan emulsi dalam ampul 2 ml yang

mengandung 10 mg ,berwarna kuning, sukar larut dalam air dan bersifat

asam .kemasan oral dalam bentuk tablet 2 dan 5 mg, disamping itu ada

kemasan supositoria atau pipa rectal (rectal tube)yang diberikan pada anak-

anak. sedangkan midazolam yang ada dipasaran adalah hanya dalam bentuk

larutan tidak berwarna, mudah larut dalam air dan kemasan dalam ampul (3

dan 5 ml) yang mengandung 5 mg/ml.

c. Derivat butirofenon

Derivat ini disebut juga obat golongan neroleptika, karena sering digunakan

sebagai nerolitik. derivat butirofenon yang sering digunakan sebagai obat

premedikasi adalah dehidrobenzperidol atau popular disebut DHBP.

Efek farmakologi:

Terhadap saraf pusat

Berkhasiat sebagai sedative atau trankulizer.disamping itu mempunya

khasiat khusus sebagai anti muntah yang bekerja pada pusat muntah di

“chemoreceptor trigger zone”. Efek samping yang tidak dikehendaki

adalah timbulnya rangsangan ekstrapiramidal sehingga menimbulkan

gerakan tak terkendali (Parkinson) yang bisa diatasi dengan pemberian

obat anti Parkinson. 12

15

Page 16: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Terhadap respirasi

Menimbulkan sumbatan jalan nafas akibat dilatasi pembuluh darah

rongga hidung juga menimbulkan dilatasi pembuluh darah paru.

Sehingga kontraindikasi pada pasien asma.

Terhadap sirkulasi

Menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah perifer, sehingga sering

digunakan sebagai anti syok.tekan darah akan turun tetapi perfusi dapat

dipertahankan selama volume sirkulasi adekuat.

Penggunaan klinik

1. Premedikasi diberikan intramuscular dengan dosis 0,1 mg/kg BB.

2. Sedasi untuk tindakan endoskopi dan analgesia regional

3. Anti hipertensi

4. Anti muntah

5. Suplemen anastesia.

Kemasan: Dalam bentuk ampul 2 ml dan 10 ml, mengandung 2,5 mg/ml .

Tidak berwarna dan bisa dicampur dengan obat lain.

d. Derivate barbiturate

Derivate barbiturate yang sering digunakan sebagai obat premedikasi

adalah :pentobarbital dan sekobarbital. Digunakan sebagai sedasi dan

penenang pra bedah, terutama pada anak-anak. Pada dosis lazim dapat

menimbulkan depresi ringan pada respirasi dan sirkulasi.

Sebagai premedikasi diberikan intramuscular dengan dosis 2 mg /kg BB atau

per oral.

16

Page 17: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

e. Preparat Antihistamin

Obat golongan ini yang sering digunakan sebagai premedikasi adalah

derivate defenhidramin. Khasiat yang diharapkan adalah sedative, anti

muntah ringan, dan anti piretik, sedangkan efek sampingnya adalah

hipotensi yang sifatnya ringan.

3. Golongan analgetik narkotik atau opioid

Berdasarkan struktur kimia, analgetik narkotik atau opioid, dibedakan

menjadai 3 kelompok :

1. Alkaloid opium (natural) : morfin dan kodein

2. Derivate semi sintetik : diasetilmorfin (heroin), hidromorfin, oximorfon,

hidrokodon dan oxikodon.

3. Derivate sintetik

o Fenipiperidine : pethidin, fentanil, sulfentanyl dan alfentanyl.

o Benzomorfan : pentazosid, fenazosin dan siklazosin.

o Morfinan : lavorvanol

o Propionanilides : methadone

Sebagai analgetik, opioid bekerja secara sentral pada reseptor-reseptor

opioid yang diketahui ada 4 reseptor, yaitu ;

1. Reseptor Mu

Morfin bekerja secara agonis pada reseptor ini. stimulasi pada reseptor ini

akan menimbulkan analgesia, rasa segar, euphoria, dan depresi respirasi

2. Reseptor Kappa

Stimulasi reseptor ini menimbulkan analgesia, sedasi dan anastesia. Morfin

bekerja pada reseptor ini.

17

Page 18: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

3. Reseptor sigma

Stimulasi reseptor ini menimbulkan perasaan disforia, halusinasi, pupil

midriasis, dan stimulasi respirasi.

4. Reseptor delta

Pada manusia reseptor ini belum diketahui dengan jelas.

Golongan narkotik ysng sering digunakan sebagai premedikasi adalah:

pethidin dan morfin. Sedangkan fentanyl digunakan sebagai suplemen

anesthesia. Efek farmakologi:

Terhadap susunan saraf pusat

Sebagai analgetik, obat ini bekerja pada thalamus dan subtansia gelatinosa

medulla spinalis, disamping itu narkotik juga mempunyai efek sedasi.

Terhadap respirasi

Menimbulkan depresi pusat nafas terutama pada bayi dan orang tua. Efek ini

semakin manifest pada keadaan umum pasien yang buruk sehingga perlu

pertimbangan seksama dalam penggunaannya. Namun demikian efek ini

dapat dipulihkan dengan nalorfin atau nalokson.

Terhadap bronkus, pethidin menyebabkan dilatasi bronkus, sedangkan morfin

menimbulkan constriksi akibat pengaruh pelepasan histamine.

Terhadap sirkulasi

Tidak menimbulkan depresi system sirkulasi, sehingga cukup aman diberikan

pada semua pasien kecuali oada bayi dan orang tua.

Pada kehamilan, narkotik dapat melewati barier plasenta sehingga dapat

menimbulkandepresi nafas pada bayi baru lahir.

Terhadap system lain

18

Page 19: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Merangsang pusat muntah, menimbulkan spasme spincter kandung empedu

sehingga menimbulkan kolok abdomen. Morfin merangsang pelepasan

histamine sehingga dapat menimbulkan rasa gatal seluruh tubuh atau minimal

pada daerah hidung, sedangkan pethidin, pelepasan histaminnya bersifat local

ditempat suntikan.

Indikasi kontra : Pemberian narkotik harus hati-hati pada pasien orang tua

atau bayi dan keadaan umum yang buruk. Tidak boleh diberikan pada pasien

yang mendapatkan preparat pengghambat monoamine oksidase, pasien asma

dan penderita penyakit hati.

Efek samping atau tanda-tanda intoksikasi :

1. Memperpanjang masa pulih anesthesia

2. Depresi pusat nafas sehingga pasien bisa henti nafas

3. Pupil miosis

4. Spasme bronkus pada pasien asma terutama akibat morfin

5. Kolik bdomen akibat spasme spingter kandung empedu.

2.1.7. Rumatan Anestesi 3,4,6,7

Selama operasi berlangsung hal-hal yang dipantau adalah fungsi vital,

pernapasan, tekanan darah, nadi dan kedalaman anestesi, misalnya adanya

gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola napas, takikardia, hipertensi,

keringat, air mata, midriasis.

Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali

tergantung jenis lama dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan

memperhitungkan kebutuhan puasa rumatan perdarahan evaporasi dan lain-lain.

Jenis cairan yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid (Ringer Laktat, NaCl,

19

Page 20: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Dextrosa 5%), koloid ( plasma expander, albummin 5%) atau trensfusi darah

bila perdarahan terjadi lebih dari 20% volume darah.

2.1.8. Pemulihan Pasca-Anestesi 3,4,6

Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery

room) atau ke ruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum

ekstubasi dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang

pemulihan dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan darah,

nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drainage, dll.

Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi dan frekuensi pernapasan

dilakukan paling tidak setiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau hingga stabil,

setelah itu dilakukan setiap 15 menit. Pulse oxymetri dimonitor hingga pasien sadar

kembali. Pemeriksaan suhu juga dilakukan.

Seluruh pasien yang sedang dalam pemulihan dari anestesi umum harus

dapat oksigen 30-40% selama pemulihan karena dapat terjadi hipoksemia

sementara. Pasien yang memiliki resiko tinggi hipoksia adalah pasien yang

mempunyai kelainan paru sebelumnya atau yang dilakukan tindakan operasi di

daerah abdomen atau di daerah dada.

2.2. TUMOR ADNEKSA SUSPECT MALIGNANCY 1,2

2.2.1. Definisi

Tumor adneksa adalah tumbuhnya jaringan abnormal pada sistem

reproduksi yaitu pada tuba fallopi kemudianovarium dan uterus yang biasanya

terjadi bersamaan. Tumor adneksa merupakan tumor ganas primer di tuba

fallopi yang lebih sekunder berasal dari tumor ganas ovarium atau uterus.

20

Page 21: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

2.2.2. Epidemiologi

Tumor ganas primer di tuba sangat jarang (<0,1%), lebih sering yang

sekunder berasal dari tumor ganas ovarium, uterus, kolorektal, lambung dan

payudara. Ditemukan 1 : 1000 kasus operasi ginekologik abdominal, dapat

dijumpai pada semua umur (dari 19-80 tahun), dengan rata-rata puncaknya pada

usia 52 tahun.

2.2.3. Etiologi

Penyebab tumor adneksa tidak diketahui secara pasti tetapi diduga karena

infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, peradangan ini menyebar ke ovarium

dan tuba fallopi yang menyebabkan berbagai gangguan dan terjadi pertumbuhan

jaringan yang abnormal.

2.2.4. Patologi

Hsu, Taymor dan Hertig membagi histologik tumor ini dalam 3 jenis

menurut keganasannya :

1. Jenis papiler; tumor belum mencapai otot tuba dan diferensiasi selnya

masih baik; batas daerah normal dengan tumor masih dapat ditunjukkan

2. Jenis papilo-alveolar (adenomatosa); tumor telah memasuki otot tuba dan

memperlihatkan gambaran kelenjar

3. Jenis alveo-meduler; terlihat mitosis yang atipik dan terlihat invasi sel

ganas ke dalam saluran limfa tuba

21

Page 22: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

2.2.5. Penyebaran

Pada umumnya terjadi langsung ke alat sekitarnya, kemudian melalui

pembuluh getah bening ke abdomen, leher, daerah inguinal, vagina, tuba,

ovarium, dan uterus.

2.2.6. Tingkat klinik keganasan

Klasifikasi menurut FIGO

Tingkat klinik Kriteria

I A Pertumbuhan tumor terbatas pada salah satu tuba; tidak ada

asites.

1. Tak ditemukan tumor di permukaan luar, kapsulnya

utuh.

2. Tumor terdapat di permukaan luar, atau kapsulnya

pecah atau kedua-duanya

I B Pertumbuhan tumor terbatas pada kedua tuba; tidak ada asites.

1. Tak ada tumor di permukaan luar, kapsulnya utuh

2. Tumor terdapat di permukaan luar, atau kapsulnya

pecah, atau kedua-duanya

I C Tumor dari tingkatan klinik IA dan IB, tetapi ada asites atau

cucian rongga perut positif

II Pertumbuhan tumor melibatkan satu atau dua tuba, dengan

perluasan ke panggul

II A Perluasan proses dan/atau metastasis ke uterus atau ovarium

II B Perluasan proses ke jaringan panggul lainnya

II C Tumor dari tingkat klinik IIA atau IIB, tetapi dengan asites

22

Page 23: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

dan/atau cucian rongga perut positif

III Tumor melibatkan satu atau dua tuba dengan penyebaran

kelenjar limfa intraperitoneal atau kedua-duanya. Tumor

terbatas pada panggul kecil dengan bukti histologik

penyebaran ke usus halus atau omentum

IV Pertumbuhan tumor melibatkan salah satu atau kedua tuba

dengan metastasis berjarakjauh. Bilamana didapatkan efusi

pleural, harus ada sitologi positif untuk menyebutnya sebagai

tingkat klinik IV. Begitu pula ditemukannya metastasis ke

parenkim hati

2.2.7. Gambaran Klinik dan Diagnosis

Pada awal penyakit tidak menimbulkan gejala. Diagnosis sering terlambat

dibuat karena letaknya yang sangat tersembunyi. Biasanya dibuat secara tak

terduga saat laparotomi dan pemeriksaan histologik atas specimen yang dikirim.

Kalau sudah ada keluhan, biasanya sudah terlambat. Deteksi dini tumor ganas

tuba Fallopii sukar diupayakan. Perlu dapat perhatian khusus bila wanita berusia

(45-55 tahun), ditemukan tumor adneksa disertai rasa nyeri dan adanya getah

vagina yang semula kekuning-kuningan kemudan bercampur darah, perlu

dicurigai kemungkinan adanya tumor ganas tuba terutama biasanya oleh karena

mengalami infeksi gonokokus yang menimbulkan peradangan tuba dan menjadi

buntu. Perasaan nyeri ini dapat intermitten atau terus-menerus dan menjalar ke

pangkal paha dan punggung bagian bawah (regio sakro-koksigeal). Rasa sakit

ini yang menyebabkan penderita datang ke dokter.

23

Page 24: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Pemeriksaan sitologi usapan serviks tidak banyak membantu. Akan tetapi

bilamana hasilnya sel ganas positif, sedangkan di serviks maupun di kavum uteri

dapat dinyatakan tidak ada keganasan, maka perlu dipikirkan kemungkinan

keganasan di tuba atau ovarium, lebih lebih jika ada masa tumor pada adneksa.

Histero-salpingografi (HSG) tidak dianjurkan karena dapat berakibat meluasnya

proses ganas/radang. Kuldoskopi dan laparoskopi juga tak banyak berarti karena

sulit membedakan tumor ganas tuba dari tumor radang, kecuali bilamana

pemeriksaan tersebut disertai tindakan biopsi. Transvaginal/transrektal USG

dapat membantu untuk menegakkan diagnosis.

2.2.8. Penanganan

Penanganan utama yang dianjurkan adalah TAH + BSO + OM + APP

(Total Abdominal Hiterektomy + Bilateral Salphingo-Oophorectomy +

Omentectomy + Appendectomy). Dapat dipertimbangkan instilasi Phosphor-32

radioaktif atau khemoterapi profilaksis. Sayatan dinding perut harus longitudinal

di linea mediana, cukup panjang untuk memungkinkan mengadakan eksplorasi

secara gentle (lembut) seluruh rongga perut dan panggul, khususnya di daerah

subdiafragmatika dan mengirimkan sampel cucian rongga perut untuk

pemeriksaan sitologi eksfoliatif. Bila perlu dapat dilakukan biopsi pada jaringan

yang dicurigai.

2.2.9. Prognosis

24

Page 25: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Tergantung dari tingkatan klinik dan jenis histologik tumor. Karena

umumnya penyakit ditemukan terlambat maka AKH-5 tahun tidak seberapa baik

(34,4%).

Menurut Sedlis, dengan menggunakan klasifikasi FIGO Angka

Ketahanan Hidup 3 tahun adalah sebagai berikut.

Tingkat klinik Ketahanan 3 tahun

I 60%

II 40%

III 10%

IV 0%

BAB III

LAPORAN KASUS PASIEN

25

Page 26: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

CATATAN PRE OPERASI

ANAMNESA PRIBADI

Nama : Nurleli

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Berat Badan : 58 kg

MR : 90.24.81

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Teraba benjolan di perut kiri bawah

Telaah : Hal ini dialami os sejak ± 1 tahun yang lalu. Awalnya

benjolan teraba sebesar bola kasti dan makin lama semakin membesar sebesar

kepala bayi. Nyeri pada perut kiri bawah dirasakan os hilang timbul. Riwayat

perdarahan diluar siklus haid (+), nyeri haid (+).

BAB : dalam batas normal

BAK : dalam batas normal

RPT : DM (+) 5 tahun

RPO : metformin, namun tidak teratur

KEADAAN PASIEN SEBELUM OPERASI

B1 (Breath)

Airway : clear

26

Page 27: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Frekuensi Nafas : 18 x/i

Suara pernafasan : vesikuler

Suara tambahan : -

Riw.asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/-

Foto thorax : tidak tampak kelainan

B2 (Blood)

Akral : Hangat/Merah/Kering

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Frekuensi nadi : 88x/i

Temperatur : 36,8⁰C

Riwayat Hipertensi : -

Riwayat DM : + selama 5 tahun

B3 (Brain)

Sensorium : Compos mentis (E:4, V:5, M:6)

Refleks Cahaya : +/+

Pupil : isokor, Ø3mm

Riwayat kejang : -

B4 (Bladder)

Urine : +

Volume : cukup

27

Page 28: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Warna : kuning

B5 (Bowel)

Abdomen : soepel

Peristaltik : +

Mual/muntah : -/-

BAB/flatus : +/+

B6 (Bone)

Fraktur : -

Oedem : -

Luka : -

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hb : 10,8

Ht : 30,0

Leukosit : 15.600

Trombosit : 334.000

Ureum : 18

Creantinin :0,85

KGD puasa : 121

KGD 2jam PP : 138

SGOT : 15

SGPT : 14

28

Page 29: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Diagnosa : Tumor Adnexa Suspect Malignancy + DM tipe 2

PS ASA : II

Rencana Tindakan : Laparotomy Surgical Staging

Rencana Anestesi : GA-ETT

Posisi : Supine

a. Persiapan Operasi

Sio

Pemasangan iv line dan three way

Puasa 6-8 jam sebelum operasi

Hygiene dan berdoa

b. Persiapan alat

Mesin anestesi: aliran O2, N2o, agen inhalasi, soda lime masih baik,

test kebocoran bagging, test ventilator.

Alat suction.

Monitor EKG: EKG, tekanan darah berfungsi dengan baik, setting

monitor dan elektroda

Intubasi : Stetoskop, ETT no 7, laringoskop, Stillet, Forcep magil,

Xylocain spray, jelly, plester, spuit 3cc, 5cc, 10cc.

c. Persiapan obat

1. Premedikasi

- Phetidin 100mg

29

Page 30: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

- Miloz 5mg

2. Medikasi

- Propofol 150mg

- Ecron 6mg

- Dexametahson 5mg

- Ketorolac 30mg

- Transamin 500mg

3. Persiapan cairan

- WIDA : 1 fls@500 cc

- HES : 1 fls@500cc

- Transfusi PRC 1bag

CATATAN ANESTESI

Nama : Nurleli

Jenis Kelamin : Perempuan

30

Page 31: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

Umur : 35tahun

Diagnosa Pra Bedah : Tumor Adnexa Suspect Malignancy + DM tipe 2

Jenis Pembedahan : Laparotomy Surgical Stagging

Diagnosa Pasca Bedah : Post Laparotomy Surgical Staging a/i Tumor Adnexa

Suspect Malignancy + DM tipe 2

Lama Anestesi :09.30 - selesai

Lama Operasi : 10.00- 12.15

Jenis Anestesi : GA-ETT

Anestesi dengan : N2o; O2 = 2l/i: 2l/i

Isofluran MAC 0,5-1,5%

Teknik Anestesi : posisi kepala Head Up premedikasi

preoksigenasi 5’-10’ eyelid reflex negative

test ventilasi positif sleep non apnoe inj.

Propofol 150mg sleep apnoe intubasi ETT

no.7,5 cuff (+) SP kanan=kiri fiksasi

Respirasi : terkontrol dengan ventilator

Posisi : supine

Infus : RL o/t region dorsum manus sinistra

Premedikasi Medikasi

- Pethidin 100mg

- Miloz 5mg

- Propofol 150mg

- Ecron 6mg

31

Page 32: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

- Dexametahson 5mg

- Ketorolac 30mg

- Transamin 500mg

Perdarahan:

Kassa basah = II x 10 = 20 cc

Kassa ½ basah = IIII x 5 = 25 cc

Handuk = II x50 =100 cc

Suction = 3500 ( dibasuh dengan 2000ml WIDA) = 1500 cc

Total = 1645 cc

Cairan Masuk:

PO : WIDA I x 350 : 350cc

DO: WIDA II x 500cc : 500cc

HES I x 500cc : 500cc

Transfusi darah 1bag PRC @100 cc

Cairan keluar

32

Page 33: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

PO: -

DO: 500ml

Catatan

EBV: 65 x 58 = 3770

10%= 377

20%= 754

30%= 1131

Post operasi pasien dipindahkan ke Ruangan Recovery:

- 02 2-3l/i

- IVFD Ringer Laktat 20gtt/i

- Kalau mual muntah di suction

- Antibiotik dan obat lainnya sesuai dengan bagian TS Bagian Obgyn

- Anjuran Cek Darah rutin Post Operasi

33

Page 34: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

BAB IV

KESIMPULAN

Tumor adneksa adalah tumbuhnya jaringan abnormal pada sistem reproduksi

yaitu pada tuba fallopi kemudian ovarium dan uterus yang biasanya terjadi

bersamaan. Tumor ganas primer di tuba sangat jarang (<0,1%), lebih sering yang

sekunder berasal dari tumor ganas ovarium, uterus, kolorektal, lambung dan

payudara. Penyebab tumor adneksa tidak diketahui secara pasti tetapi diduga karena

infeksi yang menjalar ke atas dari uterus.

Penanganan utama yang dianjurkan adalah TAH + BSO + OM + APP (Total

Abdominal Hiterektomy + Bilateral Salphingo-Oophorectomy + Omentectomy +

Appendectomy). Bila perlu dapat dilakukan biopsi pada jaringan yang dicurigai.

Untuk melakukan pembedahan diperlukan pertimbangan pembiusan yang

tepat. Agar dokter bedah nyaman untuk melakukan operasi.

34

Page 35: Lapkas Anastesi Edit Terbaru

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonym. Tumor Adneksa. 2012. Available at http://www.scribd.com/mobile/

doc/110510710?width=400

2. Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kandungan. Edisi 2. 2007. Jakarta : Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo

3. Latief, Said A., et al. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2. 2009. Jakarta :

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI

4. Mangku, Gde, et al. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. 2010. Jakarta : PT

Macanan Jaya Cemerlang

5. Oloan S.M. Anestesi Umum dan Anestesi Lokal. 2012. Medan : FK UMI

6.

7.

35