34
LAPORAN KASUS SYOK HIPOVOLEMIK DAN ABSES SUBMANDIBULA DEXTRA Yuli Triretno 2010730118 Elza Wahyuni 2010730032 Tiara Vania Utami 2010730105 Amalia Rizki Pratiwi 2010730009 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2015

LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lapkas

Citation preview

Page 1: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

LAPORAN KASUS

SYOK HIPOVOLEMIK DAN ABSES SUBMANDIBULA

DEXTRA

Yuli Triretno 2010730118

Elza Wahyuni 2010730032

Tiara Vania Utami 2010730105

Amalia Rizki Pratiwi 2010730009

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

JAKARTA

2015

Page 2: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Tn. B

Umur : 64 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMA

Ras/Suku Bangsa : Sunda

Alamat : Bojong Jengkol

ANAMNESIS

Keluhan utama:

benjolan pada pipi bawah kanan

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan pada pipi bawah kanan sebelah

kanan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien merasa muncul benjolan yang

sebelumnya tidak ada. Pasien juga mengeluh sukar untuk membuka mulut,

dikarenakan nyeri. Sebelumnya pasien sakit gigi selama 3 bulan pada gigi

bawah sebelah kanan. Sakit timbul tanpa rangsangan (mengunyah atau terkena

minuman dingin). Kemudian rasa sakitnya banyak berkurang, tetapi timbul

benjolan di pipi kanan, Sehingga pasien memeriksakannya ke UGD RSUD

Sekarwangi.

Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat DM, hipertensi, serta asma disangkal oleh pasien.

Page 3: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Riwayat penyakit keluarga/sosial:

Di keluarga tidak ada yang sakit seperti pasien

Riwayat pengobatan:

Pasien belum pernah berobat untuk keluhan saat ini

Riwayat alergi:

Riwayat alergi obat-obatan dan makanan disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tensi : 110/60 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 18 x/menit

Suhu : afebris

Page 4: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Status Lokalis

1. EKSTRA ORAL

a. Muka : tidak ada kelainan

b. Pipi kanan : terdapat adanya benjolan dengan diameter

4 cm, teraba hangat dan lunak, warna

sama dengan kulit disekitarnya.

Pipi kiri : tidak ada kelainan

c. Bibir atas : tidak ada kelainan

Bibir bawah : tidak ada kelainan

d. Sudut mulut : tidak ada kelainan

e. Lain-lain : tidak ada kelainan

2. INTRA ORAL

a. Mukosa labial atas : tidak ada kelainan

Mukosa labial bawah : tidak ada kelainan

b. Mukosa pipi kiri : tidak ada kelainan

Mukosa pipi kanan : tidak ada kelainan

c. Bukal fold atas : tidak ada kelainan

Bukal fold bawah : tidak ada kelainan

d. Labial fold atas : tidak ada kelainan

Labial fold bawah : tidak ada kelainan

e. Ginggiva rahang atas : tidak ada kelainan

Ginggiva rahang bawah : tidak ada kelainan

f. Lidah : tidak ada kelainan

g. Dasar mulut : tidak ada kelainan

h. Palatum : tidak ada kelainan

i. Tonsil : tidak ada kelainan

j. Pharynx : tidak ada kelainan

k. Lain – lain : tidak ada kelainan

Page 5: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Resume :

Ekstra oral : terdapat adanya benjolan pada pipi kiri

Inspeksi: tampak 1 buah benjolan pada pipi kanan atas dengan

diameter 4 cm, warna sama dengan kulit disekitarnya, pus (-),

darah (-)

Palpasi: teraba 1 buah benjolan, konsisitensi kenyal, batas

tidak jelas, hangat, nyeri (+)

Intra oral: tidak ada kelainan

- Pemeriksaan Darah

Parameter NilaiHB 8,9 gr%

Leukosit 10400 mm3

Trombosit 65000 mm3

Hematokrit 29%

DIAGNOSIS

Syok Hipovolemik perbaikan Low Intake ec Abses Submandibula Dextra.

DIAGNOSIS BANDING : Parotitis

RENCANA TERAPI

- Infus RL 1000 CC / 24 jam

- Dextrosa 1000 CC / 24 jam

- Ranitidine 2 x 500 mg

- Cefotaxime 2 x 1 gr

- Metronidazole 3 x 500 mg

- Metil prednisolon 3 x 125 mg

- Vit K 1 x 1 amp

PROGNOSIS

Dubia ad bonam

Page 6: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

BAB II

PEMBAHASAN

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus

pada daerah submandibula. Abses submandibula menempati urutan tertinggi dari

seluruh abses leher dalam. 70-85 % kasus yang disebabkan oleh infeksi gigi merupakan

kasus terbanyak, selebihnya disebabkan oleh sialadenitis, limfadenitis, laserasi dinding

mulut atau fraktur mandibula. Pada pasien kasus ini ditemukan tanda-tanda peradangan

Berikut adalah penjabaran penegakan diagnosis pada pasien:

Literatur Kasus

Anamnesis Anamnesis

Riwayat penyakit sekarang:

Adanya tanda-tanda inflamasi:

1. rubor (kemerahan)

2. kalor (panas)

3. dolor (rasa sakit),

4. tumor (pembengkakan)

5. functio laesa (perubahan fungsi)

Pada pasien ditemukan adanya nyeri dan

pembekaaan pada rahang kanan pasien.

Pasien juga mengalami kesulitan dalam

mengunyah dan membuka mulut.

Riwayat penyakit dahulu

Bermanfaat untuk melokalisasi etiologi dan

perjalanan abses pasien seharus ditanya :

1. riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.

2. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi

3. dental caries dan abses.

Pasien merasa nyeri pada gigi bawah

sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu,

tetapi nyerinya semakin berkurang

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik

Ditemukan pembengkakan dibawah rahang baik

unilateral maupun bilateral dan berfluktuasi

Adanya pembekakan rahang unilateral.

Pada pembekakan tampak rubor

(kemerahan) dan kalor (panas) saat

perabaan.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang

Page 7: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

1. Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan

leukositosis. Aspirasi material yang bernanah

(purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna

uji resistensi antibiotik

2. Radiologis

a. Rontgen jaringan lunak kepala AP

b. Rontgen panoramik

Dilakukan apabila penyebab abses

submandibula berasal dari gigi.

c. Rontgen thoraks

Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum,

empisema subkutis, pendorongan saluran

nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.

d. Tomografi komputer (CT-scan)

Dengan menggunakan kontras, merupakan gold

standar untuk mengevaluasi infeksi pada

daerah leher dalam. Abses akan tampak

sebagai bangunan atau lesi, air fluid level, dan

lokulasi. Pemerksaan fisik yang ditunjang CT-

scan memiliki sensitivitas 95%

1) Laboratorium

Pada pasien belum dilakukan

pemeriksaan darah rutin dan aspirasi

material.

2) Radiologis

Ditemukan karies (35,36,37,47), sisa akar

(46) dan impaksi (48).

3) Rontgen thoraks dan Tomografi

komputer (CT-scan) tidak dilakukan.

Infeksi dapat terjadi akibat perjalanan dari infeksi gigi dan jaringan sekitarnya

yaitu pada P1,P2,M1,M2 namun jarang terjadi pada M3. Pada pasien ini penyebab

abses adalah dentogenik, karena adanya infeksi yang berasal dari gigi dan jaringan

sekitarnya yaitu impaksi pada gigi regio 48 atau gangren pulpa regio 47 dan

periodentitis marginalis kronis oleh karena kalkulus. Untuk mengatasi etiologi

dentogenik maka disarankan dilakukannya eksisi gigi 48 dan 47. Hal ini disebabkan

posisi akar gigi 48 dan 47 berada di bawah garis perlekatan m. milohiod pada

mandibula.

Page 8: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Diagnosis banding pasien ini adalah parotitis yang merupakan infeksi yang

disebabkan oleh virus mumps, bersifat self limitting disease. Gejala klinis meliputi

pembengkakan dan rasa nyeri pada kelenjar saliva terutama kelenjar parotid, disertai

adanya demam, sakit kepala, malaise dan anoreksia. Parotitis merupakan penyakit

menular dari sekret pernafasan atau saliva pasien, serta secara droplet. Periode

inkubasi adalah 16-18 hari, periode penularan adalah 6 hari sebelum gejala muncul

dan 9 hari setelah gejala muncul. Pada kasus ini tidak didapatkan pembengkakan

pada kelenjar parotis dan tidak didapatkan riwayat kontak dengan pasien parotitis

sebelumnya.

Diagnosis banding kedua adalah Angina Ludovici yang merupakan infeksi ruang

submandibula berupa selulitis dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh

ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada pembesaran

submandibula. Sumber infeksi berasal dari gigi atau dasar mulut, oleh kuman aerob

dan anaerob. Gejala klinis berupa nyeri tenggorokan dan leher, disertai

pembengkakan di daerah submandibula yang hiperemis dan keras pada perabaan,

dasar mulut yang membengkak dapat mendorong lidah ke atas belakang sehingga

menimbulkan sesak napas. Pada pemeriksaan fisik kasus ini teraba fluktuasi dan tidak

mendorog lidah ke belakang.9,10,11

Prinsip pengelolaan abses adalah pemberian antibiotik parenteral dosis tinggi dan

evakuasi abses. Antibiotik pertama yang diberikan pada pasien ini adalah Cefadroxil

3x250mg yang sensitif untuk kuman aerob dan Metronidazole 3x500 mg yang sensitif

untuk kuman anaerob. Cefadroxil merupakan antibiotik golongan sefalosporin

generasi pertama yang efektif terhadap gram positif dan gram negatif. Kuman aerob

memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap cefadroxil Metronidazole memiliki

sensitifitas yang tinggi terutama untuk kuman anaerob gram negatif.1,8

Evakuasi abses dilakukan dengan ekstraksi gigi 48 dan 47. Pasien juga

mendapatkan terapi simptomatik berupa analgetik dan antiseptik kumur. Analgetik

yang diberikan untuk pasien yaitu asam mefenamat 2x250 mg. Sedangkan betadine

kumur diberikan sebagai antiseptik oral untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut.

Ranitidin 2x150 mg merupakan antagonis histamin reseptor H2 yang menghambat

kerja histamin secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam

lambung, diberikan untuk mencegah terjadinya efek samping dari antibiotik dan

Page 9: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

analgetik yang diberikan kepada pasien. Betadine kumur diberikan sebagai antiseptik

oral untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. Pemberian ranitidin 2x150 mg pada

pasien untuk mencegah terjadinya efek samping dari antibiotik dan analgetik karena

merupakan antagonis histamin reseptor H2 yang menghambat kerja histamin secara

kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.

Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,

baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering

ditemukan adalah Staphylococcus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,

Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiella sp, Neisseria sp. Kuman

anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok basil gram

negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium. Hasil pemeriksaan

mikrobiologi dari pus pada pasien ini adalah Staphylococcus aureus, dengan hasil

pewarnaan gram adalah coccus gram positif.

Prognosa pasien pada kasus ini adalah ad bonam jika pasien mengatasi etiologi

dari abses yaitu . Serta mengikuti advice terapi yang telah diberikan.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Page 10: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Pengetahuan tentang ruang-ruang dileher dan hubunganya dengan fasia

penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi pada leher. Ruang yang

dibentuk oleh berbagai fasia pada leher ini adalah merupakan area yang

berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan

selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui

saluran limfe.

Pembagian ruang ruang di leher berdasarkan Hollinshead (1954).

1. Di bawah hyoid:

Carotid Sheath

Ruang Pretrakeal

Ruang Retroviseral

Ruang Viseral

Ruang prevertebral.

2. Di atas hyoid:

Ruang submandibula

Ruang submaxilla

Ruang masticator

Ruang parotid

3. Area perifaring:

Ruang retrofaring

Ruang parafaring (lateral Pharyngeal)

Ruang submandibula

4. Area intrafaring:

Ruang paratonsil

Abses paling sering mengenai ruang retrofaring, ruang parafaring

(lateral pharyngeal), dan ruang submandibula.

Page 11: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Gambar 3.2. Otot milohioid yang memisahkan ruang sublingual dan submental.

Gambar 3.3. Potongan vertical ruang submandibula.

Ruang submndibula terletak diantara mukosa dasar mulut (sebagai batas

superior) dan lapisan superficial pada fasia servikalis bagian dalam ( sebagai

batas inferior). Di bagian inferiornya dibentuk oleh otot digastrikus. Batas

lateralnya berupa kulit, otot platysma, dan korpus mandibula. Sedangkan

Page 12: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

dibagian medialnya berbatasan dengan hyoglosus dan milohioid. Di bagian

anteriornya, ruang ini berbatasan dengan otot digastrikus anterior dan

milohioid. Bagian posteriornya berbatasan dengan ligamentum submandibula

dan otot digastrikus posteriornya.

Ruang submandibula merupakan ruang di atas hyoid yang terdiri dari ruang

sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang

submaksila oleh otot milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi atas

ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior

tetapi kedua ruang ini berhubungan secara bebas. Namun ada pembagian lain

yang tidak menyertakan ruang sublingual kedalam ruang submandibula, dan

membagi ruang submandibula atas ruang submental dan ruang submaksila saja.

Gambar 3.4. Submandibular space

Ruang sublingual mengandung kelenjar sublingual, duktus Wharton, dan

saraf hipoglosal. Ruang ini terletak dia atas otot milohioid tetapi masih

dianterior lidah, dan dilateral otot intrinsic lidah (genioglosus dan geniohioid)

Page 13: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

dan superior dan medial dengan otot milohioid. Dibagian anteriornya,

berbatasan dengan sepanjang genu mandibula dan bagian posteriornya

berhubungan bebas dengan ruang submaksila.

Ruang submaksila berada di bawah otot milohioid, dan mengandung

kelenjar submandibula dan kelenjar getah bening. Ruang submksila ini

berhubungan bebas dengan ruang sublingual sepanjang tepi posterior otot

milohioid. Kelenjar submandibula terletak diantara kedua ruang tersebut.

Ruang submental merupakan ruang yang terbentuk segitiga yang terletak di

garis tengah dibawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi

bagian anterior otot digastricus. Dasar pada ruangan ini adalah otot milohyoid

sedangkan atapnya adalah kulit, facia superficial, otot platysma. Ruang

submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak fibrous..

3.2. DEFINISI

Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir pada rongga yang berdinding tebal,

manifestasinya berupa keradangan, pembengkakan yang nyeri jika ditekan, dan

kerusakan jaringan setempat8

Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau

tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi. Kehadiran abses

dentoalveolar sering dikaitkan dengan kerusakan yang relatif cepat dari

alveolar tulang yang mendukung gigi. Jumlah dan rute penyebaran infeksi

tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta penyebab virulensi organisme8

Abses submandibula terletak dibagian bawah m.mylohioid yang

memisahkannya dari spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial

bagian belakang mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan

bagian posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah

submandibula yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar

limfe submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan

ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna.

Page 14: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses

periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar

mandibula.

3.3. ETIOLOGI

Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau

kelenjar limfa submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang

leher dalam lain. Kuman penyebab biasanya campuran kuman aerob dan aerob.

Abses submandibula merupakan salah satu bagian dari abses leher dalam.

Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,

baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang

sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,

Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp.

Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah

kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun

Fusobacterium.

3.4. Tanda dan Gejala

1. Adanya respon Inflamasi

Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada keadaan

ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan perbaikan

jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan dalam

beberapa tanda:

a) Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan

peningkatan permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran

darah pada vena.

b) Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan

nutrisi dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.

c) Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti

migrasi leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah

luka.

Page 15: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

d) Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada

dinding lesi.

e) Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya

f) Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik

2. Adanya gejala infeksi

Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada

daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau

edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas

merupakan akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih

dalam, meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme.

Dolor atau rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang

di sebabkan oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor

bebas atau faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada

akhiran saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau

kehilangan fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan

kemampuan bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah

inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan

otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.

3. Limphadenopati

Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di

sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada

infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung

derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di

sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe

merupakan daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika

organisme penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar

menyebabkan reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi

secara spontan dan memerlukan insisi dan drainase.

3.5. PATOGENESA

Page 16: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Berawal dari etiologi diatas seperti infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena

karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan

bakteri untuk mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang

banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai

tulang cortical. Jika tulang ini tipis, maka infeksi akan menembus dan masuk

ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan

dan tubuh.5

Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat

(perikontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe

(limfogenous). Yang paling sering terjadi adalah penjalaran secara

perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara jaringan berpotensi

sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat

membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus

thrombosis, abses labial, dan abses facial. Penjalaran infeksi pada rahang

bawah dapat membentuk abses subingual, abses submental, abses

submandibular, abses submaseter, dan angina ludwig. Ujung akar molar kedua

dan ketiga terletak dibelakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m.

Mylohyoideus) yang terletak di aspek daam mandibula, sehingga jika molar

kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pus nya dapat menyebar ke

ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringeal. Abses pada akar

gigi menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit

ketidaknyamanan pada gigi, dan pembengkakan sekitar wajah di daerah bawah.

Setelah 3 hari pembengkakan akan terisi pus. Jika tidak diberikan penanganan,

maka pus akan keluar, menyebabkan terbentuknya fistel pada kulit. Pus

tersebut juga dapat menyebar ke jaringan lain sekitar tenggorokan, dan ini

dapat menyebabkan problem pernafasan. Jadi abses submandibular merupakan

kondisi yang serius.5

Page 17: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

3.6. DIAGNOSIS

Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala

klinis, dan pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher atau

tomografi komputer.

Tanda dan gejala dari suatu abses leher dalam timbul oleh karena: 6

1. efek massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur

abses.

2. keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi.

A. Anamnesis

Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada pasien dengan abses

submandibula adalah :

1. asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%.7

2. trismus karena proses inflamasi pada m.pterigoides

3. torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada

leher.

Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat untuk melokalisasi etiologi dan

perjalanan abses pasien seharus ditanya :

1. tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.

2. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi

3. dental caries dan abses.

B. Pemeriksaan Klinik

Diagnosis untuk suatu abses leher dalam kadang-kadang sulit ditegakkan

bila hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Ditemukan

pembengkakan dibawah rahang baik unilateral maupun bilateral dan

berfluktuasi. Karena itu diperlukan studi radiografi untuk membantu

menegakkan diagnosis, menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya dan

perluasan penyakit. 7

Pemeriksaan tomography komputer dapat ditemukan daerah dengan densitas

rendah, peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edem jaringan

Page 18: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

sekitar abses. Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan untuk

mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai. 7

1. Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang

bernanah (purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi

antibiotik

2. Radiologis

a. Rontgen jaringan lunak kepala AP

b. Rontgen panoramik

Dilakukan apabila penyebab abses submandibuka berasal dari gigi.

c. Rontgen thoraks

Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,

pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.

d. Tomografi komputer (CT-scan)

CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher

dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan

klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang

terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari Pulungan). Gambaran abses

yang tampak adalah lesi dengan hipodens (intensitas rendah), batas yang lebih

jelas, dan kadang ada air fluid level . 4

Page 19: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Gambar 3.5. contoh CT scan

CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang

nyeri dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan

pembesaran musculus pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas

ruang submandibular dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung

panah).

e. Algoritma pemeriksaan benjolan di leher

Page 20: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Gambar 3.6. Algoritma Pemeriksaan Benjolan di Leher

3.7. TERAPI

Penatalaksanaan abses submandibula meliputi:1,8

- Penatalaksanaan terhadap abses

- Penatalaksanaan terhadap penyebab

Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan

secara parenteral. Abses submandibula sering disebabkan oleh infeksi gigi dan

paling sering menyebabkan trismus. Maka sesegera mungkin setelah trismus

hilang, sebaiknya pengobatan terhadap penyebab segera dilakukan.1,8

Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotik

Page 21: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang

dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam

dan luas.

Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid,

tergantung letak dan luas abses.

3.8. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi adalah Ludwig’s angina. Ludwig’s angina

adalah infeksi berat yang melibatkan dasar mulut, ruang submental, dan ruang

submandibula. Penyebab dari Ludwig’s angina ini pun bisa karena infeksi lokal

dari mulut, karies gigi, terutama gigi molar dan premolar, tonsilitis, dan karena

trauma ekstraksi gigi. Dapat juga disebabkan oleh kuman aerob maupun

anaerob.9,10

Page 22: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

Ludwig’s angina merupakan peradangan selulitis atau flegmon dari bagian

superior ruang suprahioid. Ruang potensial ini berada antara otot-otot yang

melekatkan lidah pada tulang hioid dan otot milohioideus. Peradangan ruang

ini menyebabkan kekerasan yang berlebihan pada jaringan dasar mulut dan

mendorong lidah ke atas dan ke belakang. Dengan demikian dapat

menyebabkan obstruksi jalan nafas secara potensial.11

Gejalanya sangat cepat. Dapat menyebabkan trismus, disfagia, leher

membengkak secara bilateral berwarna kecoklatan. Dan pada perabaan akan

terasa keras. Yang paling berakibat fatal adalah Ludwig’s angina tersebut dapat

menyebabkan lidah terdorong ke atas dan belakang sehingga menimbulkan

sesak nafas dan asfiksia karena sumbatan jalan nafas yang kemudian dapat

menyebabkan kematian.9,10,11

3.9. PROGNOSIS

Pada awalnya, kematian yang terjadi akibat kasus abses submandibula ini

lebih dari 50% kasus. Namun seiring dengan penggunaaan antibiotic yang

semakin luas, angka mortalitas tersebut turun hingga mencapai di bawah 5%.

Penggunaan antibiotic intravena memberikan prognosis yang baik jika

digunakan pada masa-masa awal kasus penyakit. Kemudian tindakan operasi

Page 23: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

dilakukan jika terjadi obstruksi jalan napas, abses yang terlokalisir dan

kegagalan penggunanaan antibiotic untuk meningkatkan kemungkinan

kesembuhan.

BAB V

Page 24: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

KESIMPULAN

Pada pemeriksaan fisik pada regio submandibula dextra didapatkan benjolan

yang oedem, eritem, kalor dan nyeri tekan. Berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik

serta pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien ini adalah abses submandibula

dextra. Dilakukan tindakan evakuasi abses dan pemberian antibiotik parenteral.

Sehingga diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien ini telah sesuai dengan

kepustakaan yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

1. Probst, R., Grevers, G., dan Iro, H. Anatomy, Physiology, and Immunology of

the Nose, Paranasal Sinuses, and Face. Dalam: Basic Otorhinolaryngology.

New York: Thieme, 2006, h. 2 – 13

2. Soetjipto, D. dan Mangunkusumo, E. Hidung. Dalam: Soepardi EA, Iskandar

N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi

kelima. Jakarta: FKUI, 2001, h. 88 – 95

3. Ahmad Maymane Jahroni. The Epidemological & Clinical aspect of Nasal

Polyps that Require Surgery. Iranian Journal Of Otorhynolaryngology.2012

: 2 (4) : 72-75

4. Bachort C.Management of Nasal Polyps. Rhinology. 2005 : 18: 1-87

5. Kirtsreesatul Virat. Update on Nasal Polyps : Etiopatogenesis. J Med Assoc

Thai. 2005 : 88 (12) :1966-72

Page 25: LAPKAS Abses Submandibulla Dextra

6. Assanasen paraya MD. Medical & Surgical Management of Nasal Polyps.

Current Option in Otolaryngology & Head and Neck Surgery. 2001. 9 :

27-36

7. Perhimpunan Dokter Spesialis THT-KL Indonesia. Guideline Penyakit THT-

KL di Indonesia. 2007. Hal 25