LAPKAS 1 TBC

Embed Size (px)

Citation preview

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTIRS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIHSTATUS PASIEN KASUS INama Mahasiswa: Sitti Monica A. AmbonNIM : 030.09.239 Pembimbing: dr. H. Harmon Mawardi, Sp.ATanda tangan :

IDENTITAS PASIENNama : An. KABUmur: 11 bulanTempat / tanggal lahir: Jakarta, 22 April 2013Alamat: Jl. Cipinang Besar Selatan, JatinegaraJenis Kelamin : PerempuanAgama: IslamPendidikan : - Orang tua / WaliAyah:Ibu:Nama : Tn. HPNama : Ny. TMUmur: 36 tahunUmur: 33 tahunAlamat: Jl. Cipinang BesarAlamat : Jl. Cipinang Besar Selatan, Jatinegara Selatan, JatinegaraPekerjaan: KaryawanPekerjaan: Ibu rumah tanggaPenghasilan: Rp. 2,2 juta /bulanPenghasilan: -Pendidikan: SDPendidikan: SMKSuku bangsa: SundaSuku bangsa: JawaAgama: IslamAgama: Islam

Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandungI. RIWAYAT PENYAKIT ANAMNESISDilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. TM (ibu kandung pasien)Lokasi : Bangsal lantai VI Timur, kamar 614Tanggal / waktu: 25 Maret 2014 pukul 08.00 WIBTanggal masuk : 17 Maret 2014

Keluhan utama: Demam Sejak 2 minggu Sebelum masuk rumah sakit (SMRS)Keluhan tambahan: Batuk, Pilek

A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :Os datang ke poliklinik anak RSUD Budhi Asih diantar ibunya dengan keluhan demam sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Menurut ibu os, demam naik turun pada 2 minggu awal, demam lebih terasa tinggi saat malam hari, dan demam turun saat pagi hari namun tidak hilang. Satu minggu berikutnya, demam terjadi terus menerus, dan dari perabaan ibu os mengaku demam anaknya dirasakan semakin tinggi. Saat demam os tidak berkeringat ataupun menggigil. Ibu os juga mengeluhkan anaknya sering batuk-batuk sejak 3 minggu SMRS. Menurutnya, batuk anaknya adalah batuk berdahak dikarenakan setiap selesai batuk, os sering muntah, dan muntahannya berisi susu yang diminum serta lendir yang berwarna putih kental, tidak berbau dan tidak ada darah. Batuk terjadi sepanjang hari namun lebih sering saat malam hari, bahkan saat os tidur. Selain batuk, ibu os juga mengeluhkan adanya pilek yang terjadi berbarengan dengan batuk yang dialami anaknya. Ingus yang dihasilkan bening, kental, dan tidak ada darah. Namun 2 hari SMRS, ingus kemudian berubah menjadi warna hijau, kental, lengket namun tidak berbau. Menurut ibu os, anaknya telah sering mengalami hal seperti ini sejak usia os 6 bulan. Os bahkan telah sempat dirawat 4 kali di RSUD BA dengan diagnosis ISPA. Enam hari SMRS, os telah diantar untuk berobat ke poliklinik anak RSBA juga dengan keluhan yang sama. Os diberi paracetamol dan obat batuk, tetapi keluhan tidak berkurang. Saat kontrol ke poliklinik anak setelah obat yang diberikan habis , os disarankan untuk dirawat. Buang air besar normal, tidak keras dan tidak mencret. Buang air kecil juga normal, tidak ada keluhan. Adanya sesak nafas, keringat malam maupun riwayat terseak sebelumnya disangkal oleh ibu os. Menurut ibu os, os memang kurus sejak sebelum sakit, setelah sakit berat badan os cenderung tidak meningkat.

B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRANKEHAMILANMorbiditas kehamilanTidak ada

Perawatan antenatalRutin kontrol ke bidan di puskesmas setempat

KELAHIRANTempat persalinanRumah bersalin

Penolong persalinanBidan

Cara persalinanNormal

Penyulit : -

Masa gestasiCukup Bulan

Keadaan bayiBerat lahir : 3700 gram

Panjang lahir : 55 cm

Lingkar kepala : (tidak tahu)

Langsung menangis (+)Kemerahan (+)Nilai APGAR : (tidak tahu)Kelainan bawaan : tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan / kelahiran: Neonatus Cukup Bulan Sesuai Masa Kehamilan.

C. RIWAYAT PERKEMBANGANPertumbuhan gigi I : Umur 10 bulan(Normal: 5-9 bulan)Gangguan perkembangan mental : Tidak adaPsikomotorTengkurap: Umur 7 bulan(Normal: 3-4 bulan)Duduk: Belum bisa(Normal: 6-9 bulan)Berdiri: Belum bisa(Normal: 9-12 bulan)Berjalan: Belum bisa(Normal: 13 bulan)Bicara: Belum bisa(Normal: 9-12 bulan)Perkembangan pubertasRambut pubis: -Payudara: -Menarche: - Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Terdapat sedikit keterlambatan pada riwayat pertumbuhan dan perkembangan os.

D. RIWAYAT MAKANANUmur (bulan)ASI/PASIBuah / BiskuitBubur SusuNasi Tim

0 2ASI---

2 4ASI ---

4 6ASI---

6 8PASI++-

8 10PASI+++

10 -11PASI+++

Kesulitan makan : menurut pengakuan ibu os, sejak sakit os jadi malas makan.Kesimpulan riwayat makanan : Pasien menjadi berkurang nafsu makan sejak sakit. Asupan dari usia 0 bulan 11 bulan cukup baik.

E. RIWAYAT IMUNISASIVaksinDasar ( umur )Ulangan ( umur )

BCG2 bulan--

DPT / PT2 bulan4 bulan6 bulan

Polio0 bulan2 bulan4 bulan6 bulan

Campak---

Hepatitis B0 bulan1 bulan6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap dan sesuai jadwal.

F. RIWAYAT KELUARGAa. Corak ReproduksiNoTanggal lahir (umur)Jenis kelaminHidupLahir matiAbortusMati (sebab)Keterangan kesehatan

1. 1 Nov 2005Perempuan---Prematur-

2.14 Mar 2006Laki-laki + ---Sehat (kakak pasien)

3.11 Mei 2008Perempuan+---Sehat (kakak pasien)

4.22 April 2013Perempuan + ----

5. Ibu lupa tanggalnya---+--

b. Riwayat Pernikahan Ayah / WaliIbu / Wali

NamaTn. HPNy. TM

Perkawinan ke-11

Umur saat menikah27 tahun24 tahun

Pendidikan terakhirTamat SDTamat SMK

AgamaIslamIslam

Suku bangsaSundaJawa

Keadaan kesehatanSehatSehat

Kosanguinitas--

Penyakit, bila ada--

a. Riwayat Penyakit Keluarga Kakek (ayah dari ibu) os menderita TBC, sudah dicek sputum 2 kali BTA negatif. Namun tetap mendapat terapi, tetapi kakek os ini tidak patuh sehingga pengobatannya terputus. Beliau tinggal serumah dengan os. Selain kakek os, tidak ada anggota keluarga lainnya yang mengalami batuk-batuk lama dan tidak ada anggota keluarga lainnya yang mengalami hal yang sama dengan os.

Kesimpulan Riwayat Keluarga : Adanya anggota keluarga yang memiliki TBC meningkatkan faktor resiko seorang anak terkena TBC pula.

G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITAPenyakitUmurPenyakitUmurPenyakitUmur

Alergi(-)Difteria(-)Penyakit jantung(-)

Cacingan(-)Diare10 bulanPenyakit ginjal(-)

DBD(-)Kejang(-)Radang paru(-)

Otitis(-)Morbili(-)TBC(-)

Parotitis(-)Operasi(-)Lain-lain(-)

Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : OS pernah terkena diare saat berusia 10 bulan, os sempat dibawa ke IGD RSBA namun tidak dirawat.

H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHANPasien tinggal bersama ayah, ibu, kakek serta kakak-kakaknya di sebuah rumah yang dikontrak 1 lantai, dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dapur, beratap genteng, berdinding tembok. Pencahayaan tidak baik, cahaya matahari tidak masuk ke rumah, ventilasi hanya ada di ruang tamu. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Kesimpulan Keadaan Lingkungan : Lingkungan rumah tidak terlalu baik. Proses pertukaran udara dan penyinaran sinar matahari kurang baik.

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 25 Maret 2014 pukul 08.30 WIB)A. Status GeneralisKeadaan UmumKesan Sakit: Tampak sakit sedangKesadaran: Compos MentisKesan Gizi: Gizi kurangKeadaan lain: Anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)Data AntropometriBerat Badan sekarang: 6,7 kgTinggi Badan: 73 cmLingkar kepala : 45 cmLingkar dada: 41,5 cmLingkar lengan atas: 12 cm

Status Gizi BB / U = 6,7/9,1 x 100 % = 74 % (Tanpa oedema gizi kurang) TB / U = 73 / 72 x 100 % = 101 % (Tinggi normal) BB / TB = 6,7 / 9,2 x 100 % = 73% (Gizi kurang) Kehilangan BB = -

Tanda VitalNadi : 110 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular.Nafas : 48 x / menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2.Suhu : 36,8 C, axilla (diukur dengan termometer air raksa).

KEPALA: Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup.RAMBUT: Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut.WAJAH: wajah simetris, tidak ada pembengkakan, luka atau jaringan parut.MATA:Visus : tidak dilakukanPtosis: -/-Sklera ikterik: -/-Lagofthalmus: -/-Konjunctiva anemis: -/-Cekung: -/- Exophthalmus: -/-Kornea jernih : +/+Strabismus: -/-Lensa jernih: +/+Nistagmus: -/-Pupil: bulat, isokorRefleks cahaya: langsung +/+ Cekung: -/-TELINGA :Bentuk : normotiaTuli: -/-Nyeri tarik aurikula: -/-Nyeri tekan tragus: -/-Liang telinga: normalSerumen: -/-Cairan: -/-HIDUNG :Bentuk: simetrisNapas cuping hidung: -/-Sekret: -/- Deviasi septum: -Mukosa hiperemis: -/-Konka eutrofi: +BIBIR : Mukosa berwarna merah muda, kering (-), sianosis (-).MULUT: Trismus (-) , oral hygiene baik, gigi geligi lengkap.LIDAH: Normoglotia, tremor (-), lidah kotor (-).TENGGOROKAN : Hiperemis (-). LEHER : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid, tidak tampak deviasi trakea.

THORAKS : PulmoInspeksi : Gerak thoraks terlihat simetris saat statis dan dinamis, tidak ada pernafasan yang tertinggal, tipe pernafasan abdominotorakal, tidak ada retraksi sela iga, epigastrium maupun suprasternal.Palpasi : Gerak nafas teraba simetris pada kedua hemithorax, vocal fremitus teraba sedikit lebih keras pada hemithorax sinistra.Perkusi :Sonor pada kedua hemithorax.Auskultasi :Suara napas vesikuler +/+, ronchi (+/+) terdengar keras pada apex paru dextra dan sinistra, wheezing (-/-). CorInspeksi :Ictus cordis tidak tampak.Palpasi :Ictus cordis teraba pada ICS V linea 1 cm medial line midclavicularis sinistra. Auskultasi :Bunyi jantung I , II reguler, murmur (-), gallop (-).ABDOMEN : Inspeksi : Perut buncit, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut maupun benjolan. Palpasi : Supel, nyeri tekan (-). Hepar dan lien tidak teraba membesar. Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen. Auskultasi : Bising usus (+) normal. GENITALIA : tidak dilakukan pemeriksaan.KGB :Pada palpasi teraba pembesaran KGB di regio colli posterior sinistra, 1 buah dengan bentuk bulat, ukuran 1 x 1 cm, dapat digerakkan dari dasarnya, nyeri tekan (-), tidak tampak hiperemis. Tidak ada pembesaran pada KGB axilla maupun inguinal. ANGGOTA GERAK :Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitasTanganKananKiriTonus otot normotonus normotonusKekuatan otot 5 5 KakiKananKiriTonus otot normotonus normotonusKekuatan otot 55STATUS NEUROLOGIS RefleksKananKiriPatella++

Babinski--Chaddock--KULIT : warna sawo matang merata, pucat (-), tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit baik, petechie (-).TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

III. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan Laboratorium(Lab. Dari bangsal pada tanggal 18 Maret 2014)ParameterHasilNilai RujukanKeterangan

Darah Lengkap

Eritrosit 4.7 jt/uL3,6 jt 5, 2 jtNormal

Hemoglobin9 g/dL10.5 12.9

Leukosit14.200 /uL6000-17.500Normal

Trombosit728.000/uL229.000-553.000

Hematokrit29 %35 - 43

LED32 mm/jam0-10

MCV62.2 fL74 102

MCH19.2 pg23-31

MCHC30.8 g/dL28-32Normal

RDW14.3 % 38C3. OAT FDC :Rifampicin 1 x 75 mgINH 1 x 50 mgPirazinamid 1 x 150 mg4. Cefixime 2 x 30 mg

IX. PROGNOSIS Ad Vitam: Ad BonamAd Functionam: Dubia Ad BonamAd Sanationam: Dubia Ad Bonam

FOLLOW UPTglSOAP

18/3/2014Rawat hari ke 1 Demam + Batuk + Pilek +KU : tampak sakit sedangKesadaran: CMTTV :Nadi : 124 x/mSuhu : 37,2 0 CRR : 30 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret +/+Mulut : kering (-) sianosis ()Leher : kgb teraba 1 buah pembesaran pd regio colli posterior, uk 1 x 1 cm, mobile, nyeri tekan (-)Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangat

Prolong fever ec ISPA

IVFD KaEN 1 B 3cc/kgBB/jam Pct 60 mg 3x1 jika suhu > 38C Inj. Ampisilin 4 x 175 mg Inj. Gentamisin 1 x 35 mg PP II 4 x 1 bks Konsul gizi Tes mantoux

19/3/2014 Demam + Batuk + Pilek +KU : tampak sakit sedangKesadaran: CMTTV :Nadi : 129 x/mSuhu : 37,6 0 CRR : 32 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret +/+ berkurangMulut : kering (-) sianosis ()Leher : kgb teraba 1 buah pembesaran pd regio colli posterior, uk 1 x 1 cm, mobile, nyeri tekan (-)Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangat

Prolong fever ec ISPA

IVFD KaEN 1 B 3cc/kgBB/jam Pct 60 mg 3x1 jika suhu > 38C Inj. Ampisilin 4 x 175 mg Inj. Gentamisin 1 x 35 mg PP II 4 x 1 bks

20/3/2014 Demam + Batuk + Pilek Sesak - KU : tampak sakit sedangKesadaran: CMTTV :Nadi : 129 x/mSuhu : 37,6 0 CRR : 32 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-) sianosis ()Leher : kgb teraba 1 buah pembesaran pd regio colli posterior, uk 1 x 1 cm, mobile, nyeri tekan (-)Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangat

Prolong fever ec ISPA

IVFD KaEN 1 B 3cc/kgBB/jam Pct 60 mg 3x1 jika suhu > 38C Inj. Ampisilin 4 x 175 mg Inj. Gentamisin 1 x 35 mg PP II 4 x 1 bks

21/3/2014 Demam - Batuk + Pilek Sesak -KU : tampak sakit sedangKesadaran: CMTTV :Nadi : 129 x/mSuhu : 37,6 0 CRR : 32 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-) sianosis ()Leher : kgb teraba 1 buah pembesaran pd regio colli posterior, uk 1 x 1 cm, mobile, nyeri tekan (-)Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangatHasil BTA Sputum :BTA 1 : NegatifBTA 2 : NegatifBTA 3 : Sample tidak dikirimUji Tuberkulin : (+) indurasi 13 mmSkoring TB : 10Kontak TB : 2Uji tuberkulin : 3BB gizi : 1Demam : 1Batuk kronik : 1Pembesaran kelenjar limfe colli : 1Foto Thoraks : 1Prolong fever ec TB Paru

IVFD KaEN 1 B 3cc/kgBB/jam Pct 60 mg 3x1 jika suhu > 38C OAT FDC :INH 50/Rif 75/Pza 150 1 x 1 tab Inj. Ampisilin 4 x 175 mg Inj. Gentamisin 1 x 35 mg

22/3/2014 Demam - Batuk - Pilek -

KU : tampak sakit sedangKesadaran: CMTTV :Nadi : 112 x/mSuhu : 36,7 0 CRR : 28 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-) sianosis ()Leher : kgb teraba 1 buah pembesaran pd regio colli posterior, uk 1 x 1 cm, mobile, nyeri tekan (-)Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangat

Lab darah :Leukosit : 25.600Eritrosit : 4,4 jutoaHb : 8,8 g/dLHt : 27 %Trombosit : 1.001.000MCV : 62,1MCH : 20,1MCHC 32,4RDW : 14,5 %CRP : < 5

Gambaran Darah Tepi :Eritrosit : Mikrositik hipokromLeukosit : cukupTrombosit : TrombositosisProlong fever ec TB Paru

Trombositosis

IVFD KaEN 1 B 3cc/kgBB/jam Pct 60 mg 3x1 jika suhu > 38C OAT FDC :INH 50/Rif 75/Pza 150 1 x 1 tab Inj. Ampisilin 4 x 175 mg Inj. Gentamisin 1 x 35 mg

25/3/2014 Demam - Batuk + Pilek

KU : tampak sakit sedangKesadaran: CMTTV :Nadi : 110 x/mSuhu : 36,8 0 CRR : 48 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-) sianosis ()Leher : kgb teraba 1 buah pembesaran pd regio colli posterior, uk 1 x 1 cm, mobile, nyeri tekan (-)Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangatLab Darah tanggal 24/3 :Leukosit : 13.500Eritrosit : 4 jutaHb : 8,2 g/dLHt : 26 %Trombosit : 1.222.000MCV : 65MCH : 20,4MCHC : 31,5RDW 16,8

Prolong fever ec TB Paru

Trombositosis Venflon OAT FDC :INH 50/Rif 75/Pza 150 1 x 1 tab Cefixime 2 x 30 mg Aspilet 2 x 50 mg

26/3/2014 Demam - Batuk - Pilek

KU : tampak sakit ringan Kesadaran: CMTTV :Nadi : 100x/mSuhu : 37,30 CRR : 29 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-) sianosis ()Leher : kgb teraba 1 buah pembesaran pd regio colli posterior, uk 1 x 1 cm, mobile, nyeri tekan (-)Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangat

Prolong fever ec TB Paru

Trombositosis Venflon OAT FDC :INH 50/Rif 75/Pza 150 1 x 1 tab Cefixime 2 x 30 mg Aspilet 2 x 50 mg

27/3/2014 Demam - Batuk - Pilek

KU : tampak sakit ringan Kesadaran: CMTTV :Nadi : 80 x/mSuhu : 36,7 0 CRR : 30 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-) sianosis ()Leher : kgb teraba 1 buah pembesaran pd regio colli posterior, uk 1 x 1 cm, mobile, nyeri tekan (-)Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangat

Prolong fever ec TB Paru

Trombositosis Venflon OAT FDC :INH 50/Rif 75/Pza 150 1 x 1 tab Cefixime 2 x 30 mg Aspilet 2 x 50 mg

28/3/2014 Demam - Batuk + Pilek

KU : tampak sakit ringan Kesadaran: CMTTV :Nadi : 72 x/mSuhu : 36,8 0 CRR : 31 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-) sianosis ()Leher : kgb teraba 1 buah pembesaran pd regio colli posterior, uk 1 x 1 cm, mobile, nyeri tekan (-)Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangat

Prolong fever ec TB Paru Trombositosis Venflon OAT FDC :INH 50/Rif 75/Pza 150 1 x 1 tab Cefixime 2 x 30 mg Aspilet 2 x 50 mg

29/3/2014 Demam - Batuk - Pilek

KU : tampak sakit ringan Kesadaran: CMTTV :Nadi : 78 x/mSuhu : 36,6 0 CRR : 29 x/ mKepala : normocephaliMata : CA -/- SI -/-Hidung : nch -/-, sekret -/-Mulut : kering (-) sianosis ()Leher : kgb teraba 1 buah pembesaran pd regio colli posterior, uk 1 x 1 cm, mobile, nyeri tekan (-)Thorax : sn vesikuler, rh +/+, wh -/-, BJ I-II reg, m (-), gallop (-)Abdomen : supel, nyeri tekan (-), bu (+), hepar & lien ttmEkstremitas : ke 4 akral hangat

Prolong fever ec TB Paru

Trombositosis Venflon OAT FDC :INH 50/Rif 75/Pza 150 1 x 1 tab Cefixime 2 x 30 mg Aspilet 2 x 50 mg

TINJAUAN PUSTAKA

I. Pendahuluan Sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang kembali muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di negara maju. Salah satu diantaranya adalah TB. WHO memperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. Tuberculosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. 1Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang, tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka morbiditas dan mortalitas, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Ada tiga hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV dan pertumbuhan populasi yang cepat. 1Dengan meningkatnya kejadian TBC pada orang dewasa, maka jumlah anak yang terinfeksi TBC akan meningkat dan jumlah anak dengan penyakit TBC juga meningkat. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB pada anak seringkali tidak khas. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan kuman TB. Pada anak sulit didapatkan specimen diagnostic yang dapat dipecaya. Seorang anak dapat terkena infeksi TBC tanpa menjadi sakit TBC dimana terdapat uji tuberkulin positif tanpa ada kelainan klinis, radiologis dan laboratoris.3Karena sulitnya mendiagnosis TB pada anak, sering terjadi overdiagnosis yang diikuti overtreatment. Hal tersebut terjadi karena sumber penyebaran TB umumnya adalah orag dewasa dengan hasil sputum basil tahan asam positif, sehingga penanggulangan TB ditekankan pada pengobatan TB dewasa. Akibatnya, penanganan TB anak kurang diperhatikan. .3Tuberkulosis primer pada anak kurang membahayakan masyarakat karena kebanyakan tidak menular, tetapi bagi anak itu sendiri cukup berbahaya oleh karena dapat timbul TBC ekstra thorakal yang sering kali menjadi sebab kematian atau menimbulkan cacat, Misal pada TBC Meningitis.

II. DefinisiTuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa.2 Tuberkulosis merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Pada peninggalan Mesir Kuno, ditemukan relief yang menggambarkan orang dengan gibbus. Kuman Mycobacterium tuberculosis penyebab TB telah ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882, lebih dari 100 tahun yang lalu. Walaupun telah dikenal sekian lama dan telah lama ditemukan obat-obat antituberkulosis yang poten hingga saat ini TB masih merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri TB masih merupakan masalah yang menonjol. Bahkan secara global, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penyumbang kasus terbanyak di dunia. .3

III. Morbiditas dan MortalitasLaporan mengenai TB anak jarang didapatkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak per tahun adalah 5 6 % dari total kasus TB. Berdasarakan laporan tahun 1985, dari 1261 kasus TB anak usia < 15 tahun, 63 % di antaranya berusia < 5 tahun. Di negara berkembang, tuberkulosis pada anak berusia < 15 tahun adalah 15 % dari seluruh kasus TB, sedangkan di negara maju, angkanya lebih rendah, yaitu 5-7 %. Pada tahun 1989, WHO memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak dan 450.000 usia dibawah 15 tahun , meninggal dunia karena TB. Menurut WHO (1994), Indonesia menduduki peringkat ketiga dalam jumlah kasus baru TB (0,4 juta kasus baru), setelah India (2,1 juta kasus) dan Cina (1,1 juta kasus). Sebanyak 10 % dari seluruh kasus terjadi pada anak berusia di bawah 15 tahun. Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang tidak tepat; (2) pengobatan yang tidak adekuat ; (3) program penanggulangan tidak dilaksanakan dengan tepat; (4) infeksi endemik human immuno-deficiency virus (HIV); (5) migrasi penduduk; (6) mengobati sendiri (self treatment); (7) meningkatnya kemiskinan; (8) pelayanan kesehatan yang kurang memadai. .3

IV. EtiologiPenyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Ada 2 macam mycobacteria yang menyebabkan penyakit tuberculosis yaitu tipe human ( berada dalam bercak ludah dan droplet ) dan tipe bovin yang berada dalam susu sapi. Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis, dan Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomycetes dan famili Mycobacteriacea. Ciri ciri kuman berbentuk batang lengkung, gram positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1 4 m dan tebal 0.3 0.6 m, tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan ultra violet. Mereka dapat tampak sendiri sendiri atau dalam kelompok pada spesimen klinis yang diwarnai atau media biakan, tumbuh pada media sintetis yang mengandung gliserol sumber karbon dan garam ammonium sebagai sumber nitrogen. Mikobakteria ini tumbuh paling baik pada suhu 37 41C, menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen.4,5 Tanda semua mikobakteria adalah ketahanan asamnya, kapasitas membentuk kompleks mikolat stabil dengan pewarnaan aril metan seperti kristal violet, karbol fuschin, auramin dan rodamin. Bila diwarnai mereka melawan, perubahan warna dengan ethanol dan hidroklorida atau asam lain. Sifatnya aerob obligat, hal ini menunjukan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen nya, dan sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak, sehingga membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Selain itu kuman terdiri dari protein yang menyebabkan nekrosis jaringan.Kuman dapat tahan hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Tetapi dalam cairan mati pada suhu 60C dalam waktu 15 20 menit. 4,5 Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenangi karena banyak mengandung lipid.

V.Faktor ResikoTerdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tresebut dibagi menjadi faktor risiko infeksi dan faktor risiko progresi infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit).11. Risiko Infeksi TBFaktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif ), daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (hygiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif. Berarti bayi daris eorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei ) yang infeksius. Risiko timbulnya transmisi kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum postif, infiltrate luas atau kavitas pada lobus atas, produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat terutama sirkulasi udara yang tidak baik. TB pada anak jarang meularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa di sekitarnya. Hal ini dikarenakan kuman TB sangat jarang ditemukan di dalam sekret endobronkial pasien anak. Ada beberapa hal yang menjelaskan hal tersebut. Pertama, jumlah kuman TB pada anak biasanya sedikit (paucibacillary), tetapi karena imunitas anak masih lema, jumlah yang sedikit tersebut sudah menyebabkan sakit. Kedua, lokasi infeksi primer yang kemudia berkembang menjadi sakit TB primer biasanya terjadi di daerah parenkim yang jauh dari bronkus, sehingga tidak terjadi produksi sputum. Ketiga, tidak ada/sedikitnya produksi sputum dan tidak terdapatnya reseptor batuk di daerah parenkim menyebabkan jarangnya terdapat gejala batuk pada TB anak. 12. Risiko Sakit TBAnak yang telah terinfeksi TB tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB. a. Usia : Anak berusia 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB karena imunitas selularnya belum berkembang sempurna (imatur). Akan tetapi, risiko sakit TB ini akan berkurang seiring secara bertahap seiring dengan pertambahan usia. Pada bayi yang terinfeksi TB, 43 % nya akan menjadi sakit TB, pada anak usia 1 5 tahun, yang menjadi sakit hanya 24 %, pada usia remaja 15 %, dan pada dewasa 5 10 %. Anak berusia < 5 tahun memiliki risiko tinggi mengalami TB diseminata (seperti TB milier dan meningitis TB). Risiko tertinggi terjadinya progresivitas dari infeksi menjadi sakit TB adalah selama 1 tahun pertama setelah infeksi, terutama selama 6 bulan pertama. Pada bayi, rentang waktu antara terjadinya infeksi dan timbulnya sakit TB singkat (kurang dari 1 tahun) dan biasanya timbul gejala akut. 1b. Infeksi baru : Infeksi baru yang ditandai dengan adanya konversi uji tuberculin (dari negative menjadi positif) dalam 1 tahun terakhir. c. Faktor risiko lainnya : Malnutrisi, imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ, dan penobatan imunosupresi, diabetes mellitus dan gagal ginjal kronik. 1d. Faktor virulensi dari M. tuberculosis. Akan tetapi, secara klinis hal ini sulit untuk dibuktikan. 1e. Faktor epidemiologi TB : status sosioekonomi rendah, penghasilan kurang, kepadatan hunian, pengangguran, pendidikan yang rendah, dan kurangnya dana untuk pelayanan masyarakat. 1

VI. PatogenesisParu merupakan port dentre lebih dari 98 % kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil (< 5 m), kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon. Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelanjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar dan saluran limfe yang meradang. 3Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lenkap disebut masa inkubasi TB.6 Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yag diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 1000-10.000, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. 3Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersenitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaiu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Naumn, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.3 Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahundalam kelenjar ini. 3Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelectasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau mebentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelectasis, yang disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. 3Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematoen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman masuk ke sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 3Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5-3 % penyebaran limfohematogen akan menjadi TB TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3 6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempuna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda. 3

*Catatan :1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik (occult hematogenic spread) dapat juga secara akut dan menyeluruh. Kuman TB kemudian membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. Fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari. 2. Kompleks primer terdiri dari (1) fokus primer; (2) limfangitis; dan (3) limfadenitis regional. 3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya.4. Sakit TB pada keadaan ini disebut TB pasca primer karena mekanismenya bisa melalui proses reaktivasi fokus lama TB (endogen) biasanya pada orang dewasa, TB dewasa juga dapat, karena infeksi baru.

VII. DiagnosisDiagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman (paucibacillary) dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Jumlah kuman TB di sekret bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelanjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak. Kesulitan kedua, pengambilan sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui NGT dan harus dilakukan oleh petugas berpengalaman. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 ml. 3Oleh karena berbagai alasan diatas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya sering kali tidak spesifik. Kadang-kadang, TB anak ditemukan karena ditemukannya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium, dan foto rontgen dada. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, dan foto paru mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB. 3Berdasarkan keterangan sebelumnya bahwa mendiagnosis TB anak sulit dilakukan karena gejalanya tidak khas, dibuatlah suatu kesepakatan penanggulangan TB anak oleh beberapa pakar. Kesepakatan ini dibuat untuk memudahkan penanganan TB anak secara luas. Sekarang digunakan sistem skoring yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Penilaian atau skoring dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 3

Pada tabel, dapat dilihat bahwa pembobotan tertinggi ada pada uji tuberkulin dan adanya kontak TB dengan BTA positif. Uji tuberkulin ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai uji tapis dan menunjang diagnosis. Demikian pula adanya kontak dengan orang dewasa BTA positif dapat menjadi sumber penularan yang berbahaya karena berdasarkan penelitian akan menularkan sekitar 65 % orang di sekitarnya. 3Catatan : Diagnosis dengan sistem skoring ditegakan oleh dokter. Jika dijumpai skrofuloderma, pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis. Berat badan dinilai saat pasien datang. Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak. Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor 6, (skor maksimal 13). Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT. Alur tatalaksana pasien TB anak dapat dilihat di bawah ini.

VIII. Manifestasi KlinisOleh karena patogenesis TB sangat kompleks, sehingga manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman TB (jumlah dan virulensi), pejamu (usia, kompetensi imun, kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi) serta interaksi antara keduanya. Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto toraks. Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit mulai secara perlahan lahan. Kadang kadang tuberkulosa ditemukan pada anak anak tanpa keluhan atau gejala gejala tuberkulosis primer, salah satu gejala sistemik yang sering terjadi adalah demam. Temuan demam pada pasien TB berkisar anatara 40 80 % kasus. Demam biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama. Manifestasi sistemik lainnya yang sering dijumpai adalah anoreksia, BB tidak naik (turun, tetap atau naik namun tidak sesuai dengan grafik tumbuh), malaise (letih, lesu, lemah, lelah). Keluhan ini sulit diukur dan mungkin terkait dengan penyakit penyerta. Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi respiratorik yang menonjol. Gejala batuk kronik pada anak bukan merupakan gejala utama. Akan tetapi, gejala ini dapat timbul apabila limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik. Selain itu, batuk berulang dapat terjadi karena anak dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh, sehingga mudah sekali mengalami infeksi respiratorik akut (IRA) berulang. 1

IX. Pemeriksaan PenunjangUji TuberkulinPerkembangan hipersensitivitas tipe lambat pada kebanyakan individu yang terinfeksi dengan basil tuberculosis membuat uji tuberkulin sangat dibutuhkan. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang penting dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis. Uji multi punksi tidak seakurat uji Mantoux karena dosis antigen tuberculin yang dimasukkan ke dalam kulit tidak dapat di kontrol. Uji tuberkulin lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila diketahui adanya konvensi dari negatif. Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji tuberkulin positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak menunjukkan kelainan klinis dan radiologis. 1Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu dengan cara mono dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara mantoux dengan menyuntikan intrakutan dan multiple puncture metode dengan 4 6 jarum berdasarkan cara Heat and Tine. Uji kulit Mantoux adalah injeksi intradermal 0.1 mL yang mengandung 5 unit tuberculin ( UT ) derivate protein yang dimurnikan (PPD) yang distabilkan dengan Tween 80.Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukkan dapat diketahui banyaknya. 1Reaksi lokal yang terdapat pada uji Mantoux terdiri atas :1. Eritema karena vasodilatasi perifer 2. Edema karena reaksi antara antigen yang dimasukkan dengan antibodi 3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus. Pembacaan uji tuberculin dilakukan 48 72 jam. Setelah penyuntikan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Kadang kadang penderita akan mulai berindurasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji, ini adalah hasil positif. Faktor factor yang terkait hospes, termasuk umur yang amat muda, malnutrisi, immunosupresi karena penyakit atau obat obat, infeksi virus, vaksin virus hidup, dan tuberculosis yang berat, dapat menekan reaksi uji kulit pada anak yang terinfeksi dengan M.tuberculosis.Terapi kortikosteroid dapat menurunkan reaksi terhadap tuberkulin, dengan pengaruh yang sangat bervariasi.

Interpretasi hasil test Mantoux :1. Indurasi 10 mm atau lebih reaksi positif . Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman Mycobacterium tuberculosis. 2. Indurasi 5 9 mm reaksi meragukan .Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 9 mm berarti cross reaction atau BCG, kalau tetap 6 9 mm tetapi ada tanda tanda lain dari tubeculosis yang jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. 3. 3. Indurasi 0 4 mm reaksi negatif. Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.Reaksi positif palsu terhadap tuberkulin dapat disebabkan oleh sensitisasi silang terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini biasanya selama beberapa bulan sampai beberapa tahun dan menghasilkan indurasi kurang dari 10 12 mm. Vaksinasi sebelumnya ( BCG ) juga dapat menimbulkan reaksi terhadap uji kulit tuberkulin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat vaksin BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberkulin reaktif, dan reaktivitas akan berkurang 2 3 tahun kemudian pada penderita yang pada mulanya memiliki uji kulit positif. 1

Pemeriksaan RadiologisPada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibanding pemeriksaan sputum, tapi dalam beberapa hal pemeriksaan radiologis memberikan beberapa keuntungan seperti tuberkulosis pada anak anak dan tuberkulosis millier. Pada kedua hal tersebut diagnosa dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologi dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. 1 Gambaran radiologis paru yang biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru:1. Kompleks primer dengan atau tanpa pengapuran. 2. Pembesaran kelenjar paratrakeal.3. Penyebaran milier.4. Penyebaran bronkogen.5. Atelektasis.6. Pleuritis dengan efusi. Pemeriksaan radiologis pun saja tidak dapat digunakan untuk membuat diagnosis tuberkulosis, tetapi harus disertai data klinis lainnya.

Pemeriksaan Laboratorium1. Darah Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang kadang meragukan. Pada saat tuberkulosis baru dimulai (aktif) akan didapatkan sedikit leukosit yang sedikit meningkat. Jumlah limfosit masih normal. Laju Endap Darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.

2. SputumPemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan, tetapi kadang kadang tidak mudah untuk menemukan sputum terutama penderita yang tidak batuk atau pada anak anak. Pada pemeriksaan sputum kurang begitu berhasil karena pada umumnya sputum langsung ditelan, untuk itu dibutuhkan fasilitas laboratorium berteknologi yang cukup baik, yang berarti membutuhkan biaya yang banyak. Adapun bahan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologi adalah : Bilasan lambung Sekret bronkus Sputum Cairan pleura Liquor cerebrospinalis Cairan asites Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang kurang nya ditemukan tiga batang kuman BTA pada suatu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. 1

X. PenatalaksanaanBeberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah :Obat TB diberikasn dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.Pemberian gizi yang adekuat.Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan.Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi dan profilaksis. Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer ) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder). 3

Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Saat ini paduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB anak adalah paduan rifampisin, INH dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan INH. 3Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstra pulmonal (TB milier, meningitis TB, TB tulang dan lain-lain) pada fase intensif diberikan minimal 4 macam obat (rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol atau streptomisin). Sedangkan fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan. 3

Untuk beberapa kasus TB anak, selain OAT perlu diberikan juga steroid berupa prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi 3. Untuk efusi pleura TB dan peritonitis TB tipe asites, prednison diberikan selama 2 minggu dosis penuh, dilanjutkan dengan 2 minggu penurunan dosis bertahap (tappering off). Untuk meningitis TB, prednison diberikan selama 4 minggu dosis penuh dan 4 minggu tappering off. 3

Kombinasi dosis tetap OAT (FDC)Untuk mempermudah pemberian OAT sehingga meningkatkan keteraturan minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombipak. Satu paket kombipak dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Kombipak untuk anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg dan pirazinamid (PZA) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Di tempat dengan sarana kesehatan yang lebih memadai, untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, dalam program penanggulangan TB anak telah dibuat obat TB dalam bentuk kombinasi dosis tetap (fixed dose combination = FDC). FDC ini dibuat denga komposisi rifampisin, INH, dan pirazinamid masing-masing 75 mg/50 mg/150 mg untuk 2 bulan pertama, sedangkan untuk fase 4 bulan berikutnya terdiri dari rifampisin dan iNH masing-masing 75 mg dan 50 mg. Dosis yang dianjurkan dapat dilihat pada tabel berikut. 3

Pemberian OAT dapat mengakibatkan terjadinya ikterus. Bila terjadi ikterus, pasien harus dirujuk ke sarana kesehatan yang lebih lengkap, sementara itu OAT dihentikan dulu.Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respons pengobatan pasien harus dievaluasi. Respons pengobatan dikatakn baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang dan batuk berkurang. Apabila respons pengobatan baik maka pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respons pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skor hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan. Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto rontgen dada. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan. 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI; 2008.p.162-227.2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Seyiati S, editors. Jakarta : Interna Publishing; 2009. p. 2230-2. 3. Kelompok Kerja TB Anak. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Jakarta: Depkes-IDAI; 2008.p. 1-23. 4. Husein A,et al. Ilmu Kesehatan Anak. 7th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.p.573 761. 5. Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. 15th ed. Jakarta : EGC ; 2000.p.102842. 6. Donald PR. Childhood tuberculosis. In : Madkour MM. tuberculosis. Berlin : Springer; 2004.p. 243-64.

1