29
PENGUJIAN EFEK ANALGETIKA I. Tujuan 1. Mengenal beberapa cara untuk mengevaluasi secara eksperimental analgetik suatu obat. 2.Memahami dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat analgetika 3. Mampu memberikan pandangan mengenai kesesuaian khasiat yang dianjurkan untuk sediaan-sediaan farmasi analgetika. II. Prinsip 1. Analgesik Narkotik Kelmpok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opiun atau morf dapat menyebabkan ketagihan biasanyadigunakanuntuk meredakan atau menghilangkan nyeri seperti pada fraktura dan kanker. 2. Analgesik Non-narkotik Obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja secara Mampu mengilangkan rasa sakit tanpa mempengaruhi susunan saraf pusat dan tid mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna. 3. Induksi Kimia Penginduksian asam asetat 0,7% pada mencit menimbulkan rasa nyeri yang ditunjukkan dengan respon geliat yang dapat diinhibisi oleh obat analgetik. III. Teori Obat analgetik adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan mengatasi sakit kepala, demam, dan nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diper tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu singkat, obat-obat ini umumnya aman efektif. Tapi dengan banyaknya macam obat analgetik yang tersedia di pasaran harus dipilih obat yang optimal untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilih tersebut harus mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat la diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggal respons tubuh pasien terhadap terapi. Sebelum memilih obat penghilang nyeri 1

LAPAK

Embed Size (px)

Citation preview

PENGUJIAN EFEK ANALGETIKAI. Tujuan 1. Mengenal beberapa cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik suatu obat. 2. Memahami dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat analgetika 3. Mampu memberikan pandangan mengenai kesesuaian khasiat yang dianjurkan untuk sediaan-sediaan farmasi analgetika. II. Prinsip 1. Analgesik Narkotik Kelmpok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opiun atau morfin yaitu dapat menyebabkan ketagihan biasanya digunakan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri seperti pada fraktura dan kanker. 2. Analgesik Non-narkotik Obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja secara sentral. Mampu mengilangkan rasa sakit tanpa mempengaruhi susunan saraf pusat dan tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna. 3. Induksi Kimia Penginduksian asam asetat 0,7% pada mencit menimbulkan rasa nyeri yang ditunjukkan dengan respon geliat yang dapat diinhibisi oleh obat analgetik. III. TeoriObat analgetik adalah obat penghilang nyeri yang banyak digunakan untuk

mengatasi sakit kepala, demam, dan nyeri ringan. Obat-obat ini mudah diperoleh tanpa resep. Jika digunakan dalam waktu singkat, obat-obat ini umumnya aman dan efektif. Tapi dengan banyaknya macam obat analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk pasien dalam keadaan tertentu. Pemilihan tersebut harus mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan respons tubuh pasien terhadap terapi. Sebelum memilih obat penghilang nyeri yang

1

tepat, sebaiknya diketahui dulu apa yang disebut nyeri dan macam nyeri yang dapat disembuhkan dengan analgetika (Tjay, 2007) Analgesik: senyawa yang pada dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. Analgesik berasal dari kata Yunani an yaitu tanpa dan algia yang berarti nyeri (Junaidi, 2009). PATOGENESIS NYERI Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti peradangan, infeksi-infeksi kuman, dan kejang otot. Sehingga sesungguhnya rasa nyeri berguna sebgai alarm bahwa ada yang salah pada tubuh. Misalnya, saat seseorang tidak sengaja menginjak pecahan kaca, dan kakinya tertusuk, maka ia akan merasakan rasa nyeri pada kakinya dan segera ia memindahkan kakinya. Tetapi adakalanya nyeri yang merupakan pertanda ini dirasakan sangat menggangu apalagi bila berlangsung dalam waktu yang lama, misalnya pada penderita kanker (Katzung, 2007). Nyeri terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit, keram, atau bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri. Senyawa kimia dalam tubuh yang disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf menjadi lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri oleh polipeptida ini (Katzung, 2007) . a. Penyebab timbulnya rasa nyeri : Adanya rangsangan-rangsangan mekanis/kimiawi ( kalor/listrik ) yang dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor- reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,dan jaringan, lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf

2

pusat ( SSP ) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar ( rangsangan sebagai nyeri ) (Craig, 2007). b. Penggolongan Nyeri Umumnya nyeri digolongkan menjadi 2 jenis: 1. Nyeri akut Nyeri yang tidak berlangsung lama. Berdasarkan sumber nyeri, umumnya nyeri ini dibagi menjadi 3: Nyeri permukaan: sumbernya adalah luka luar, iritasi bahan kimia, dan rangsangan termal, yang hanya permukaan kulit saja. Nyeri somatis dalam: biasanya bersumber dari luka/iritasi dari dalam tubuh, seperti karena injeksi atau dari ischemia Nyeri viseral: nyeri ini berasal dari organ-organ besar dalam tubuh, seperti hati, paru-paru, usus, dll (Collins, 2000). 2. Nyeri kronis Nyeri ini berlangsung sangat lama, bisa menahun, yang kadang sumbernya tidak diketahui. Nyeri kronis sering diasosiasikan dengan penyakit kanker dan arthritis. Salah satu tipe nyeri akut adalah neuropathic pain yang disebabkan oleh suatu kelainan di sepanjang suatu jalur saraf. Suatu kelainan akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara salah oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa terbakar dan rasa lainnya (misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan). Beberapa sumber yang dapat menyebabkan nyeri neuropati ini adalah herpes zoster, dan phantom limb pain, dimana seseorang yang lengan atau tungkainya telah diamputasi merasakan nyeri pada lengan atau tungkai yang sudah tidak ada (Collins, 2000). Berdasarkan lokasi asalnya, nyeri dapat dikatagorikan menjadi beberapa kelas yaitu: nyeri somatik, viseral, dan neuropatik. Nyeri somatik adalah nyeri yang berlokasi di sekitar otot atau kulit, umumnya berada di permukaan tubuh. Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi di dalam rongga dada atau rongga perut. Sedangkan nyeri neuropatik terjadi pada saluran saraf sensorik (Neal, 2002).

3

Kondisi yang menyebabkan nyeri viseral antara lain adalah iskemia (kekurangan darah) pada organ atau jaringan tubuh (seperti pada penyakit angina ectoris/serangan jantung), kejang otot perut, regangan fisik suatu organ, regangan pada usus, dan sebagainya yang semuanya terjadi di dalam rongga perut atau dada. Tidak seperti nyeri somatik, nyeri viseral ini umumnya tidak dapat dirasakan secara tepat lokasinya, kadang terasa seperti di berbagai tempat pada kulit atau otot, tapi sebenarnya berada di dalam rongga badan (Neal, 2002). Obat analgetik tanpa resep umumnya sangat efektif untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang untuk jenis nyeri somatik pada kulit, otot, lutut, rematik, dan pada jaringan lunak lainnya, serta pada nyeri haid dan sakit kepala. Tetapi obat ini tidak begitu efektif untuk nyeri visceral (Habib, 2008). Obat analgetika tanpa resep biasanya digunakan untuk nyeri akut dan sering juga digunakan untuk terapi tambahan pada penyakit-penyakit kronik yang diikuti rasa nyeri. Namun belum terbukti babhwa obat ini bisa menyembuhkan nyeri neuropatik (Habib, 2008). Ada tiga kelas analgetik tanpa resep yang saat ini tersedia di pasaran, yaitu: golongan parasetamol, golongan salisilat meliputi aspirin/asetilsalisilat, atrium salisilat, magnesium salisilat, cholin salisilat; dan golongan turunan asam propionat seperti ibuprofen, naproxen, dan ketoprofen (Tan, 1964). Karena memiliki sifat farmakologis yang mirip, golongan salisilat dan turunan asam propionat digolongkan sebagai obat anti inflamasi non-steroid (AINS). Obat-obat ini tersedia dalam berbagai merek, termasuk sebagai obat generik, dan sering dikombinasikan dengan obat atau bahan tambahan seperti kafein. Obat-obat ini juga banyak dijumpai dalam komposisi obat-obat batuk, pilek dan flu (Tan, 1964). Obat-obat AINS memiliki sifat analgetika (penghilang nyeri), antipiretika (turun panas), dan antiinflamasi (anti bengkak/radang). Dengan dosis yang berbeda, dapat diperoleh efek yang berbeda. Dosis untuk efek analgetika biasanya lebih rendah dibanding untuk antiinflamasi (Tan, 1964). Perbandingan keampuhan

4

Dari beberapa uji klinik diketahui tidak ada perbedaan signifikan dalam keampuhan obat-obat analgetika tersebut pada dosis standarnya. Namun diketahui obat-obat AINS nonsalisilat lebih unggul dibandingkan parasetamol, dan salisilat untuk nyeri haid dan nyeri tulang (Zullies, 2009). Obat-obat AINS juga lebih efektif untuk nyeri yang berkaitan dengan inflamasi (seperti nyeri gigi, nyeri akibat sengatan matahari, dan gangguan rematik) jika digunakan dalam dosis untuk antiinflamasi dosis. Parasetamol bahkan tidak memiliki efek antiinflamasi, hanya analgetika dan antipiretik (Zullies, 2009). Perlu pula diingat bahwa penyembuhan nyeri adalah bersifat subyektif yang dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam diri pasien, seperti pengalaman sebelumnya dan sugesti bahwa nyeri akan hilang. Sehingga bisa jadi seseorang akan merasakan bahwa suatu analgetika tertentu lebih ampuh dibandingkan dengan yang lainnya, untuk nyeri tertentu (Zullies, 2009). Ada beberapa kondisi kesehatan yang harus diperhatikan dalam pemilihan obat analgetika, antara lain:

Gangguan ginjal. Prostaglandin berperan dalam fungsi ginjal dan sistem darah. Risiko yang mungkin terjadi adalah terjadinya gangguan elektrolit, kegagalan ginjal akut, gagal ginjal kronis, dan nephropati. Risiko ini lebih banyak dijumpai pada penggunaan obat AINS nonsalisilat yang lama. Pasien dengan gangguan ginjal sangat dianjurkan untuk berhati-hati dalam penggunaan analgetika ini.

Penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah).Penggunaan obat AINS dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan kontrol tekanan darah pada pasien berpenyakit kardiovaskuler. Meskipun aspirin dosis rendah (50-325 mg per hari) kini direkomendasikan untuk beberapa penyakit kardiovaskuler (iskemia akibat stroke, infark jantung, dll), diperlukan pemantauan yang ketat dari dokter atau apoteker.

Diabetes melitus. Pasien diabetes umumnya termasuk kelompok yang berisiko tinggi terhadap efek samping penggunaan obat AINS, karena mereka mempunyai toleransi terhadap nyeri yang lebih rendah dibandingkan orang normal, sehingga mereka umumnya membutuhkan

5

analgetika lebih banyak. Karena pasien diabetes umumnya juga berisiko tinggi terhadap penyakit ginjal fase terminal, penggunaan obat analgetika harus hati-hati dan dimonitor oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya.

Gangguan saluran pencernaan. Obat-obat AINS dapat menyebabkan komplikasi saluran pencernaan seperti dispepsia, radang lambung, luka lambung, perdarahan lambung dan secara sistemik dengan penghambatan sintesis protaglandin. Radang lambung adalah efek lokal yang dapat terjadi pada dosis rendah, sedangkan perlukaan lambung biasanya terjadi akibat penghambatan prostaglandin secara sistemik dan sering kali tanpa gejala sebelumnya.

Pasien yang berisiko tinggi terhadap komplikasi serius saluran cerna akibat AINS (seperti luka lambung, perdarahan,) adalah mereka yang punya riwayat gangguan lambung, yang berusia lebih dari 60 tahun, dan mereka yang menggunakan secara bersamaan obat-obat lain seperti kortikosteroid, antikoagulan dan nikotin. Faktor risiko tambahan antara lain adalah jika menggunakan aspirin dan obat AINS lainnya dalam kombinasi, dan menggunakan aspirin dan obat AINS lainnya dengan alkohol. Parasetamol merupakan pilihan yang paling aman untuk pasien dengan gangguan saluran cerna.

Penyakit hati. Walaupun relatif tidak banyak terjadi, efek samping pada hati berkisar dari ringan sampai fatal dapat ditemui pada penggunaan analgetika. Salisilat bisa menyebabkan keracunan akut jika konsentrasi obat dalam darah tinggi, terutama jika pasien telah memiliki gangguan fungsi hati (seperti pada hepatitis) atau demam rematik. Pada peminum alkohol berat, risiko terjadinya keracunan hati bisa meningkat dengan pemakaian parasetamol yang berlebihan.

Asma. Kira-kira 20% pasien asma berpotensi terhadap risiko reaksi alergi (hipersensitif) setelah penggunaan aspirin. Pasien yang mempunyai riwayat polip hidung atau rinitis, gatal-gatal, dan alergi lain terhadap aspirin sebaiknya menghindari penggunaan obat tersebut. Natrium salisilat dan parasetamol merupakan alternatif yang baik.

6

Gangguan penggumpalan darah. Pasien dengan gangguan penggumpalan darah seperti hemofilia, trombositopenia, uremia dan sirosis harus menghindari pemakaian obat AINS. Mereka yang berusia lanjut dan yang mengkonsumsi alkohol secara reguler dan minum obat antikoagulan bisa mengalami pendarahan yang lebih lama, karena itu harus berhati-hati dalam menggunakan obat AINS (Zullies, 2009) Di antara semua produk obat AINS, salisilat nonasetil merupakan pilihan

karena tidak memiliki efek yang besar terhadap fungsi platelet. Namun, parasetamol umumnya masih merupakan pilihan yang aman untuk kondisi pasien dengan gangguan penggumpalan darah (Zullies, 2009). Kelebihan asam urat. Banyak pasien rematik/gout menggunakan analgetik untuk menghilangkan nyeri. Salisilat pada dosis harian sebesar 1-2 gram menghambat pengeluaran asam urat melalui ginjal dan akibatnya meningkatkan konsentrasi urat pada plasma darah yang dapat memperparah kondisi (Zullies, 2009). Kondisi khusus. Masalah keamanan obat analgetik tanpa resep terutama penting bagi orang lanjut usia, bayi dan anak-anak, dan wanita hamil/menyusui. Karena pasien lanjut usia umumnya menggunakan obat-obat untuk kardiovaskuler, diuretik, dan obat-obat lain, maka penggunaan bersama dengan analgetik tanpa resep harus dimonitor secara baik untuk menghindari interaksi obat. Selain itu, pasien lanjut usia cenderung lebih sensitif terhadap efek obat karena sudah berkurangnya fungsi ginjal, dan umumnya perlu penyesuaian dosis untuk mengurangi efek samping (Ian, 1976). Pada bayi dan anak-anak, keamanan dan efektifitas obat analgetika tergantung pada dosis yang tepat. Idealnya, dosis dihitung berdasarkan pada berat badan, dan obat harus diberikan dengan cara yang tepat agar semua obat bisa terminum, karena anak kecil umumnya sulit untuk anak sesuai dengan umurnya (Ian, 1976). Penyesuaian dosis juga sangat dibutuhkan pada bayi, karena berat badannya seringkali berubah secara signifikan selama masa perkembangan bayi.

7

Salisilat tidak direkomendasikan untuk analgetika dan antipiretik pada bayi/anakanak dengan gejala influenza atau cacar karena adanya kemungkinan sindrom Reye (gejala pembesaran kepala/encephalopathy pada anak-anak diikuti dengan pembengkakan liver). Parasetamol dan ibuprofen terbukti cukup aman dan efektif untuk anak-anak untuk penggunaan singkat (Ian, 1976). Penggunaan obat analgetika pada ibu hamil/menyusui dapat mempengaruhi janin maupun bayi melalui ASI. Pada wanita hamil, aspirin dapat mempengaruhi keseimbangan dalam badan (homeostasis) ibu maupun janin. Dosis tinggi dapat menyebabkan cacat kelahiran, kelambatan pertumbuhan janin dalam rahim, dan kelahiran mati (Zullies, 2009). Secara umum, parasetamol merupakan analgetika pilihan untuk ibu hamil. Parasetamol dan ibuprofen juga merupakan pilihan yang baik untuk ibu menyusui (Zullies, 2009). PENGGOLONGAN ANALGETIK Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu Analgesik nonopioid dan Analgesik opioid. Kedua jenis analgetik ini berbeda dalam hal mekanisme dan target aksinya (Mutschler, 1999). . 1. Analgesik Nonopioid/Perifer (NON-OPIOID ANALGESICS) Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors (Mutschler, 1999). Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar (Mutschler, 1999).

8

Obat- obat Nonopioid Analgesics ( Generic name ) Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib ,Diclofenac ,Etodolac ,Fenoprofen ,Flurbiprofen Ibuprofen ,Indomethacin ,Ketoprofen ,Ketorolac ,Meclofenamate ,Mefanamic acid Nabumetone ,Naproxen ,Oxaprozin ,Oxyphenbutazone ,Phenylbutazone ,Piroxicam Rofecoxib ,Sulindac ,Tolmetin (Goodman, 2006). Deskripsi Obat Analgesik Non-opioid a. Salicylates Contoh Obatnya : Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat

biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat,obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2 , pada dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung( intoleransi ).Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok ( minum aspirin bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid) (Goodman, 2006). b. p-Aminophenol Derivatives Contoh Obatnya : Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari

fenasetin. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna.Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala,mialgia,nyeri pasca persalinan dan keadaan lain.efek samping kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan pusing,mudah terangsang, dan disorientasi (Goodman, 2006). c. Indoles and Related Compounds Contoh Obatnya : Indomethacin (Indocin), obat ini lebih efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek terhadap saluran cerna seperti nyeri abdomen,diare, pendarahan saluran cerna,dan pankreatitis.serta menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati (Goodman, 2006). d. Fenamates

9

Contoh Obatnya : Meclofenamate (Meclomen) ,merupakan turunan asam fenamat ,mempunyai waktu paruh pendek,efek samping yang serupa dengan obatobat AINS baru yang lain dan tak ada keuntungan lain yang melebihinya.obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral. Dikontraindikasikan pada kehamilan (Tjay, 2007). e. Arylpropionic Acid Derivatives Contoh Obatnya : Ibuprofen (Advil),Tersedia bebas dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang.obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang menderita polip hidung ,angioedema, dan reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin.Efek samping,gejala saluran cerna (Tjay, 2007). f. Pyrazolone Derivatives Contoh Obatnya : Phenylbutazone (Butazolidin) untuk pengobatan artristis rmatoid,dan berbagai kelainan otot rangka.obat ini mempunya efek antiinflamasi yang kuat. tetapi memiliki efek samping yang serius seperti agranulositosis, anemia aplastik,anemia hemolitik,dan nekrosis tubulus ginjal (Tjay, 2007). g. Oxicam Derivatives Contoh Obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS dengan struktur baru.waktu paruhnya panjang untuk pengobatan artristis rmatoid,dan berbagai kelainan otot rangka.efek sampingnya meliputi tinitus ,nyeri kepala,dan rash (Neal, 2002). h. Acetic Acid Derivatives Contoh Obatnya : Diclofenac (Voltaren),obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi,analgetik, dan antipiretik. waktu parunya pendek. dianjurkan untuk pengobatan artristis rmatoid,dan berbagai kelainan otot rangka.efek sampingnya distres saluran cerna, perdarahan saluran cerna,dan tukak lambung (Neal, 2002). i. Miscellaneous Agents Contoh Obatnya : Oxaprozin (Daypro), obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang.obat ini memiliki beberapa keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain (Neal, 2002).

10

2.

Analgetik opioid Analgetik opioid merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti

opium/morfin. Sifat dari analgesik opiad yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal: 1. Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin 2. Tanpa bahaya adiksi (Mutschler, 1999). Analgetik opioid mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia).. Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat (Mutschler, 1999). Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin (Katzung, 2007). Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal (Katzung, 2007). Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim (Ktzung, 2007).

11

Ada beberapa jenis Reseptor opioid yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid , , , , . Reseptor memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor 2 memediasi efek depresan pernafasan. Reseptor yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap opioid. reseptor telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang. Reseptor dan reseptor menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor selektif untuk opioid analgesic (Alam, 2009). Mekanisme umumnya : Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat (Alam, 2009). Efek-efek diantaranya:

yang

ditimbulkan

dari

perangsangan

reseptor

opioid

Analgesik medullary effect Miosis immune function and Histamine Antitussive effect Hypothalamic effect GI effect Toleransi dan ketergantungan Depresi pernafasan Hipotensi Dll (Alam, 2009).

Efek samping yang dapat terjadi:

Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:

12

1. Agonis opioid menyerupai morfin (pd reseptor , ). Contoh: Morfin, fentanil2. Antagonis opioid. Contoh: Nalokson

3. Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi4. Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin,

malbufin, butorfanol. Obat-obat Opioid Analgesics ( Generic name ) Alfentanil ,Benzonatate ,Buprenorphine

(Alam, 2009).

,Butorphanol

,Codeine

,Dextromethorphan Dezocine ,Difenoxin ,Dihydrocodeine ,Diphenoxylate ,Fentanyl ,Heroin Hydrocodone ,Hydromorphone ,LAAM, Levopropoxyphene ,Levorphanol Loperamide ,Meperidine, Methadone ,Morphine ,Nalbuphine ,Nalmefene ,Naloxone ,Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone, Pentazocine ,Propoxyphene ,Sufentanil (Green, 2009). Deskripsi Obat Analgesik opioid 1. Agonis Kuat a. Fenantren Morfin, Hidromorfin ,dan oksimorfon merupakan agonis kuat yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri hebat. Heroin adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat (Green, 2009). b. Fenilheptilamin Metadon mempunyai profil sama dengan morfin tetapi masa kerjanya sedikit lebih panjang. Dalam keadaan nyeri akut,potensi analgesik dan efikasinya paling tidak sebanding dengan morfin Levometadil asetat merupakan Turunan Metadon yang mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada metadon (Green, 2009). c. Fenilpiperidin Meperidin dan Fentanil adalah yang paling luas digunakan diantara opioid sintetik yang ada ,mempunyai efek antimuskarinik.subgrup fentanil yang sekarang terdiri dari sufentanil dan alventanil (Green, 2009). d. Morfinan

13

Levorfanol adalah preparat analgesik opioid sintetik yang kerjanya mirip dengan morfin namun manfaatnya tidak menguntungkan dari morfin (Green, 2009). 2. Agonis Ringan sampai sedang Kodein,Oksikodoa,dihidrokodein, dan hidrokodon,semuanya mempunyai

a. Fenantren efikasi yang kurang dibanding morfin,atau efek sampingnya membatasi dosis maksimum yang dapat diberikan untuk memperoleh efek analgesik yang sebanding dengan morfin,penggunaan dengan kombinasi dalam formulasi-formulasi yang mengandung aspirin atau asetaminofen dan obat-obat lain (Goodman, 2006). b. Fenilheptilamin Propoksifen aktivitas analgesiknya rendah,misalnya 120 mg propoksifen = 60 mg kodein (Goodman, 2006). c. Fenilpiperidin Difenoksilat dan metabolitnya,difenoksin digunakan sebagai obat diare dan tidak untuk analgesik,digunakan sebagai kombinasi dengan atropin. Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang digunakan untuk mengontrol diare.Potensi disalahgunakan rendah karena kemampuannya rendah untuk masuk ke dalam otak (Goodman, 2006). 3. Mixed Opioid AgonistAntagonists or Partial Agonists Nalbufin adalah agonis kuat reseptor kapa dan antagonis reseptor mu. pada dosis tinggi terjadi depresi pernafasan Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial reseptor mu.Penggunaan klinik lebih banyak menyerupai nalbufin,mendetoksifikasi dan mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin (Goodman, 2006). b. Morfinan Butorfanol efek analgesik ekivalen dengan nalbufin dan buprenorfin, tetapi menghasilkan efek sedasi pada dosis ekivalen ,merupakan suatu agonis reseptor kappa (Goodman, 2006).

a. Fenantren

14

c. Benzomorfan Pentazosin adalah agonis reseptor kapa dengan sifat-sifat antagonis reseptor mu yang lemah.Obat ini merupakan preparat campuran agonis-antagonis yang tertua. Dezosin adalah senyawa yang struktur kimianya berhubungan dengan pentazosin, mempunyai aktivitas yang kuat terhadap reseptor mu dan kurang bereaksi dengan reseptor kappa,mempunyai efikasi yang ekivalen dengan morfin (Goodman, 2006). 4. Antagonis Opioid Nalokson dan Naltrekson merupakan turunan morfin dengan gugusan pengganti pada posisi N,mempunyai afinitas tinggi untuk berikatan dengan reseptor mu,dan afinitasnya kurang berikatan dengan reseptor lain. Penggunan utama nalokson adalah untuk pengubatan keracunan akut opioid,masa kerja nalokson relatif singkat, Sedangkan naltrekson masa kerjanya panjang,untuk program pengobatan penderita pecandu .individu yang mengalami depresi akut akibat kelebihan 2006). 5. Obat yang biasa digunakan sebagai Antitusive Analgesic opioid adalah obat yang paling efektif dari semua analgesic yang ada untuk menekan batuk.Efek ini dicapai pada dosis dibawah dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek analgesik. Contoh obatnya adalah Dekstrometrofan,Kodein, Levopropoksifen (Goodman, 2006). IV. Alat dan Bahan A. Alat Alat suntik 1ml 2. 3. 4. 5. Sonde oral mencit Stopwatch Timbangan mencit Wadah penyimpanan mencit dosis suatu opioid ,antagonis akan efektif menormalkan pernapasan,tingkat kesadaran, ukuran pupil aktivitas usus,dan lain-lain (Goodman,

15

B. Bahan Asam asetat 2% v/v Obat analgesik standar (asam asetil salisilat/aspirin) Obat analgesik yang diuji (asam mefenamat dan parasetamol)C. Hewan percobaan

: gram

Mencit putih jantan, bobot berat badan rata rata 20 25 V. a. b. c. Prosedur

Hewan dibagi atas tiga kelompok yang terdiri atas : Kelompok Kontrol Kelompok obat standar Kelompok obat uji (2 dosis) Setiap kelompok terdiri atas 4 ekor mencit. Semua hewan dari setiap kelompok diberi perlakuan sesuai kelompoknya yaitu : 1. 2. 3. Kelompok kontrol diberi larutan NaCl fis Kelompok obat standar diberi asam asetil salisilat Kelompok obat uji diberi asam mefenamat dan parasetamol Pemberian obat dilakukan secara oral. Setelah 30 menit hewan diberi asam asetat 2 % secara i.p . segera setelah pemberian asam asetat gerakkan geliat hewan diamati dan jumlah geliat dicatat setiap 5 menit selama 30 menit jangka waktu pengamatan. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis variansi dan kebermaknaan perbedaan jumlah geliat antara kelompok kontrol dan kelompok uji dianalisis dengan students t-test. Daya proteksi obat uji terhadap rasa nyeri dan efektifitas analgesiknya dihitung. Data disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. VI. Data Pengamatan

16

1. Model Linear

Yijk = + i + ij

Yij = Daya tahan mencit (jumlah geliat yang dihasilkan) yang mendapat obat ke-i ulangan ke-j terhadap asam asetat 0,7% = rataan umum i = pengaruh obat ke-i ijk = pengaruh galat dari obat ke-i ulangan ke-j 2. Hipotesis H0: 1 = 2 = 3 = 0 Tidak ada pengaruh jenis obat terhadap jumlah geliat mencit.Kelompok

Kontrol (NaCl fis) 261 186 77 58 582

Aspirin 62 129 29 106 326

Parasetamol 189 52 120 102 463

Asam Mefenamat 139 158 69 155 521

I II III IV Total

H1: paling sedikit ada satu i dimana 1 0 Ada pengaruh obat terhadap jumlah geliat mencit. 3. Analisis Ragam a. Faktor Koreksi FK = (Y ..) 2 = N = =223.729

17

b. Jumlah Kuadrat Total (JKT) JKT = = = 280.872-223.729 = 57.143

Yi =1 j =1

t

ri

2

ij

FK )- FK

c. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) Yi.2 FK JKP = i =1 rit

=

582 2 + 326 2 + 463 2 + 5212 - 223.729 4

= 232.702,5 - 223.729 = 8.973,5 d. Jumlah Kuadrat Galat (JKG) JKG = JKT - JKP = 57.143 - 8.973,5 = 48.169,5 e. Derajat Bebas (DB) db total = N - 1 = 16 - 1 = 15 db perlakuan = t 1 =4-1=3 db galat = db total - db perlakuan = 15 - 3= 12 Tabel ANAVA

18

Sumber Variasi Jenis obat Galat Total

dK 3 12 15

JK 8.973,4 48.169,5 57.143

KT 2991,167 4014,125

Fhitung 0,745

F0.05 (3,12) 3.49

Ftabel= 3.49 tolak H0 jika F hitung > F tabel 0.1462 < 3.49 terima H0 Kesimpulan: Tidak ada pengaruh jenis obat terhadap jumlah geliat mencit. Efek PGA = Efek Aspirin = Efek parasetamol I= Efek Asam Mefenamat. Volume Pemberian Obat13,6 g 0,5ml = 0,34 ml 20

Mencit 1: Mencit 2: Mencit 3: Mencit 4:

24,4 g 0,5ml = 0,61ml 2015,3 g 0,5ml = 0,38ml 20

17,4 g 0,5ml = 0,43ml 20

Proteksi dan Efektivitas

% Proteksi = 100% - {

geliat kel. uji 100% } geliat kel. kontrol326 100 % } 585

%Proteksi Aspirin= 100% - {

= 100% - 56,014% = 43,99% % Proteksi parasetamol = 100% - { = 100% - 79,55 %463 100 % } 582

19

= 20,45 % % Proteksi asam mefanamat= 100% - {488 100% } 585

= 100% - 89,52% % Proteksi Aspirin 43,99 % Parasetamol Daya Proteksi Obat Terhadap Rasa Nyeri% 20,45 Tabel Grafik Asam Mefenamat 10,48 % = 10,48 %

Grafik Daya Proteksi Obat Terhadap Rasa Nyeri50.00% % 45.00% 40.00% P 35.00% r 30.00% o 25.00% t 20.00% e k 15.00% s 10.00% 5.00% i 0.00% Aspirin Parasetamol Oba t Ana lgesik Asam Mefenamat

% Efektivitas =

% proteksi zat uji 100% % proteksi aspirin

20

% Efektivitas Parasetamol =

20,45 % 100% = 46,49% 43,99% 10,48% 100% = 23,82 % 43,99%

% Efektivitas Asam Mefenamat =

Tabel Grafik efektifitas analgetik % Efektifitas Analgesik 46,49 % 23,82 %

Parasetamol Asam Mefenamat

Grafik Efektifitas Analgesik50.00% 40.00% E A f n 30.00% e a t 20.00% k l % a k t g s 10.00% i e f s 0.00% i i

Tabel jumlah geliat5 11 6 10 7 8,5Parasetam ol

Kelompok

Kontrol (+) Aspirin

1 2 3 4 Rata-rata

10 8 21 0 27 14

WaktuAsamMefenamat (menit) 15 20 25 Obat Uji Analgesik 10 11 12 29 31 20 0 3 8 24 17 19 15,75 15,5 14,75

30 10 22 8 12 12,5

Kelompok Parasetamol 1 2 3 4

5 24 1 8 6

10 26 12 13 19

Waktu (menit) 15 20 41 27 13 14 27 29 26 23

25 40 9 31 16

30 31 3 12 12

21

Ratarata

9,75

17,5

26,75

23,25

24

14,5

Kelompok 1 2 3 4 Ratarata

Asam Mefenamat

5 15 18 6 14 13,25

10 16 39 7 25 21,75

Waktu (menit) 15 20 21 26 36 28 8 13 37 24 25,5 22,75

25 31 18 18 36 22,75

30 30 19 17 19 21,25

Tabel Grafik Jumlah Geliat Terhadap Waktu

Kelompok Kontrol (-) Kontrol (+) Aspirin Parasetamol Asam Mefenamat 5 11 10 8 6

Waktu (menit) 10 15 20 25 16 15 7 14 0 0 3 8 13 27 29 31 7 8 13 18

30 14 8 12 17

22

VII. Pembahasan Percobaan IV ini adalah mengenai Pengujian Efek Analgetik. Tujuannya untuk mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek analgetik suatu obat, memahami dasar-dasar perbedaan daya analgetik berbagai obat analgetik, dan mampu memberikan pandangan mengenai kesesuaian khasiat yang dianjurkan untuk sediaan-sediaan farmasi analgetika. Analgetika adalah senyawa dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum. Sensasi nyeri disebabkan oleh pembebasan senyawa-senyawa kimia tertentu oleh stimulus nyeri. Nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan, melindungi dan sering memudahkan diagnosis. Hanya saja, terkadang pasien sering mengeluhkan rasa sakit tersebut dan berusaha terbebas darinya. Dalam beberapa operasi dilakukan. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri. Zat nyeri, misalnya ion hidrogen. Saat penurunan pH di bawah 6, terjadi rasa myeri seiring kasus kronis, seperti tumor ganas kadang peringanan rasa nyeri adalah satu-satunya tindakan yang membantu pada saat

23

peningkatan konsentrasi ion hidrogen. Juga pada ion kalium, yang apabila terjadi kerusakan jaringan dia akan keluar dari intrasel dan dalam konsentrasi lebih dari 20 mmol/liter akan menimbulkan rasa nyeri. Lalu, beberapa neurotransmitter seperti histamine dalam konsentrasi yang tinggi, asetilkolin ataupun serotonin juga dapat menimbulkan sensasi nyeri Mekanisme rasa nyeri itu sendiri yaitu pada saat terjadi kerusakan jaringan maka neutrophil akan menstimulus fosfolipid agar menghasilkan asalam orokidonat yang mana akan mensintesis Cox-1, dan Cox-2. Cox 1 akan menghasilkan tromboksan yang berfungsi sebagai pelindung darah, dan leukofren yang akan mengatur sekresi aam lambung. Cox 2 akan menghasilka prostaglandin yang menimbulkan rasa nyeri. Analgesik akan melakukan kerjanya di sintesis asam arakidonat, yang mana prostaglandin akan terhambat dan rasa nyeri pun berkurang.

Analge sik

Analgesik biasanya bekerja sebagai antipiretik, yaitu menurunkan suhu tubuh. Dengan cara menghambat prostaglandin itu sendiri. Demam biasanya ditandai dengan adanya peningkatan, suhu tubuh yang biasanya merupakan gejala

24

respon dari inflamasi. Demam disebabkan suatu infeksi virus atau mikroorganisme. Produk dari dinding sel tertentu dari mikroorganisme progenik merangsang sintesis dan pelepasan proses yang masuk dalam system saraf pusat dan memicu pelepasan prostaglandin dalam hipotalamus yang berfungsi sebagai pengatur suhu tubuh. Pada prosedur ini ada dua metode yang bias dilakukan untuk menguji efek obat analgesic, namun hanya satu yang dipakai dalam metode ini. Metode induksi mekanik, dan juga metode induksi kimia. Prinsip metode induksi mekanik yaitu saat ditempatkan di atas plat panas dengan suhu yang dinaikkan maka respon dari tikus tersebut akan terlihat dengan adanya gerakan tikus mengangkat atau menjilat telapak kaki. Induksi mekanik dilakukan untuk menguji analgesic berat. Sedangkan metode induksi kimia dimaksudkan untuk menguji analgesic ringan dan sedang. Metode induksi kimia digunakan dalam modul ini. Prinsipnya adalah dengan membandingkan jumlah geliat dari mencit yang menjadi hewan percobaan dari kelompok uji control dan kelompok obat standar serta kelompok obat uji. Mencit digunakan dengan pertimbangan dari berbagai sifatnya yang cenderung penakut dan jarang melawan, serta susunan organnya yang menyerupai manusia, sehingga dianggap sebagai hewan percobaan yang terbaik. Dalam praktikum ini, yang digunakan adalah mencit jantan dengan bobot 20-25 gram. Dengan bahan-bahan asam asetat, lalu obat analgesic yaitu parasetamol, aspirin, dan asam mefanamat, serta larutan suspense gom arab. Alat yang digunakan adalah alat suntik 1 ml, sonde oral, stop wathc, timbangan dan wadah penyimpanan mencit. Pada percobaan ini larutan uji diberikan secara oral karena sebagian besar untuk sediaan obat analgesik pada manusia diberikan secara oral, sehingga praktikum kali ini bisa sebagai pra klinik dalam pengujian obat analgesik. Prosedur praktikum ini, yaitu pertama mencit yang akan digunakan dipilih yang bertubuh kecil, dan ditimbang dengan timbangan mencit. Mencit ditenangkan dengan cara dielus bagian tengkuknya, lalu dibalikkan dengan satu tangan. Tiap ekor mencit diberi tanda atau nomor untuk memudahkan dalam pengenalan mencit. Mencit yang digunakan sebanyak empat ekor, sesuai pengelompokkannya dalam percobaan ini.

25

Mencit dibagi dan ditandai sesuai kelompoknya. Kelompok kontrol negative dengan penambahan PGA, kelompok obat standar atau kelompok kontrol positif dengan aspirin sebagai obatnya, kelompok uji yaitu parasetamol, dan asam mefanamat. Kelompok kontrol negative, disini mencit nomor 1 ditimbang dan memiliki bobot 13,6 gram. Bobot ini kemudian dipakai untuk menentukan dosis maksimal yang dapat masuk ke dalam tubuh mencit, dengan menggunakan rumus:

Bobot disini berarti bobot mencit, 20 adalah angka bobot standar mencit, dan 0,5 berasal dari angka dosis maksimal pemberian oral yaitu 1 ml, diambil setengahnya yaitu 0,5 ml. Sehingga didapat hasil dosis maksimal mencit 1 yaitu

. Perlu diperhatikan bahwa pada alat suntik satuan yang dipakai adalah 1 ml. Maka 0,34 ml dibaca sebagai 34 pada alat suntik. Sehingga dosis dari asam asetat dan obat yang akan diuji maksimal adalah 0,34 ml. Lalu, mencit 1 dimasukkan suspense gom arab secara sonde oral. Gunanya adalah untuk hewan kontrol yang akan dilihat perilaku normalnya. Suspensi gom arab tidak akan memberikan efek analgesic sehingga akan dilihat perilaku normal dari mencit saat tidak diberi obat analgesic. Lalu, kelompok obat standar atau mencit nomor 2 yang merupakan kontrol positif ditimbang. Diperoleh bobot 24,4 gram, lalu dengan persamaan diperoleh hasil dosis maksimal sebanyak 0,61 ml. Lalu, mencit 1 dimasukkan obat aspirin 0,61 ml secara oral. Aspirin adalah obat analgesic tertua yang paling umum digunakan manusia. Secara teoritis, aspirin efektif dalam menghambat kerja enzim siklooksigenase sehingga, prostaglandin dari Cox-2 memang terhambat dan menekan rasa nyeri. Namun pada Cox-1 ada pula Leukopren yang berfungsi menekan sintesis asam lambung, sehingga saat enzim siklooksigenase dihambat mengakibatkan sintesis asam lambung dan mengiritasi lambung. Aspirin pada dasarnya lebih aktif menghambat Cox-1 dibandingkan Cox-2, karena aspirin berasal

26

dari asam asetil salisilat sehingga sifat asamnya dapat memicu produksi asam lambung sehingga dapat mengiritasi lambung. Sifat asam dari aspirin juga bisa meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri sehingga dapat membuat nyeri kemungkinan bertambah parah. Berikutnya, kelompok obat uji pertama, yaitu parasetamol atau mencit nomor 3 ditimbang dan didapatkan hasil 15,3 gram. Dengan menggunakan persamaan didapat hasil dosis maksimal 0,38 ml. Lalu, parasetamol

0,38 ml dimasukkan secara sonde oral. Parasetamol adalah obat analgesic yang popular di masyarakat. Parasetamol merupakan derivate asetalnilid, dan juga merupakan metabolit dari fenasetin (dahulu banyak digunakan namun ditarik dari peredaran apda 1978 karena efek sampingnya berbahaya.) Parasetamol berkhasiat sebagai analgetis dan antipiretis namun bukan sebagai antiradang. Dan pada dewasa ini dianggap antinyeri yang paling aman dan cocok untuk pengobatan mandiri. Efek analgetis ini diperkuat dengan kodein dan kofein 50%. Kelompok terakhir, yaitu kelompok obat uji kedua yaitu asam mefanamat, diuji pada mencit nomor 4. Mencit 4 ditimbang dan didapat hasil 17,4. Dengan persamaan antipiretik-antiinflamasi didapat hasil 0,43 ml. Maka, mencit 4 dimasukkan asam yang merupakan derivat-antranilat. Cukup sering

mefenamat 0,43 ml secara oral. Asam mefenamat adalah kelompok analgesicdigunakan sebagai pereda nyeri di pasaran. Sama halnya dengan aspirin, asam mefanamat bersifat asam sehingga dapat meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri. Setelah selesai, seluruh mencit tadi didiamkan selama 30 menit pasca penyondean. Ini disebabkan obat akan mulai di adsorbsi setelah 30 menit. Setelah 30 menit, mencit disuntikkan asam asetat secara intraperitonial. Intraperitonial dimaksudkan untuk pemberian yang bersifat local, sebab dikhawatirkan bila pemberian secara sistemik , mencit akan lebih cepat mati. Pemberian intraperitonial dilakukan di tengah tubuh mencit. Asam asetat dimaksudkan sebagai penginduksi rasa nyeri dan menimbulkan geliat pada mencit. Asam asetat merangsang prostaglandin untuk

27

menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan, prostaglandin menyebabkan sensitivitas reseptor nyeri terhadap stimulasi mekanik dan kimiawi semakin meningkat, sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiporalgesia dan kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamine ikut merangsang dan menimbulkan rasa nyeri, dan menyebabkan gerakan geliat pada mencit. Gerakan menggelait dapat diamati dari perubahan pose mencit, dimana tubuh mencit jadi memanjang dari mulai kaki depan sampai belakang. Langkah berikutnya, dilakukan pengamatan tiap mencit selama 30 menit untuk setiap lima menit. Respon berupa refraksi abdomen yang dapat diamati secara visual, yaitu kecenderungan hewan mencit yang meregangkan perutnya atau menggeliat. Jumlah geliatan tiap hewan mencit dihitung setiap lima menit sekali selama 40 menit jangka waktu pengamatan. Berikut data jumlah geliatan hewan mencit tiap kelompok. Dari tabel Anava didapat Fhitung

< F

tabel

, sehingga dapat ditarik

kesimpulan bahwa obat tidak berpengaruh terhadap jumlah geliat mencit. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada dan aspirin asam menefamat seharusnya memperbanyak jumlah geliat karena sifat asam yang berpengaruh terhadap peningkatan sensitivitas reseptor nyeri. Tapi yang didapat sebaliknya, justru jumlah geliat yang didapatkan pemberian aspirin malah didapat sedikit. Paracetamol juga bukan obat efektif untuk mengatasi rasa nyeri karena pada percobaan didapat jumlah geliat yang cukup banyak walaupun diberikan paracetamol.

Pembahasan Grafik Dari ketiga analgesik yang diujikan untuk mengetahui daya proteksi & efektifitas analgesik, parasetamol adalah analgesik yang memiliki daya proteksi & efektifitas tertinggi. Ini dikarenakan pada mekanisme nyeri terdapat dua enzim yang saling isomer yaitu COX 1 dan COX 2 yang salah satunya yaitu COX 2 merupakan enzim yang memicu timbulnya rasa nyeri. Dalam mekanisme tersebut aspirin bekerja secara acak untuk menghentikan salah satu dari dua enzim tersebut, akan tetapi aspirin lebih cenderung menghentikan enzim COX 1 ketimbang enzim COX

28

2. Sementara untuk parasetamol sendiri, parasetamol lebih cenderung menghentikan enzim COX 2 sehingga rasa nyeri bisa dihambat. Namun, pada percobaan yang sudah dilakukan dihasilkan bahwa aspirin yang mempunyai daya proteksi paling tinggi. Kesalahan ini terjadi mungkin karena ada kesalahan pada larutan parasetamol ataupun pemberian asam asetat yang dilakukan sebelum waktu kerja bahan aktif parasetamol tercapai. VIII. Kesimpulan 1. Evaluasi secara eksperimental efek analgetik terhadap parasetamol, aspirin dan asam mefenamat dapat dilakukan secara induksi kimia.2. Praktikan dapat memahami dasar-dasar perbedaan daya analgetik dari

parasetamol, aspirin dan asam mefenamat.3. Dari percobaan pengujian efek analgetik ini didapatkan obat dengan urutan dari

yang paling efektif yaitu aspirin dengan rata-rata jumlah geliat 13,5 kali lalu parasetamol dengan rata-rata jumlah geliat 19,5 kali dan asam mefenamat dengan rata-rata jumlah geliat 21,7 kali.

29