LAPAK

Embed Size (px)

Citation preview

UJI KETELITIAN PIPETASI

I.

Tujuan 1. Mengetahui cara menggunakan pipet piston (clinipette), serta membandingkan ketelitiannya dengan pipet gelas. 2. Mengetahui cara mengukur konsentrasi sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer.

II.

Prinsip 1. Hukum Lambert Beer Hukum Lambert Beer menyatakan bahwa konsentrasi suatu zat berbanding lurus dengan jumlah cahaya yang diabsorbsi, atau berbanding terbalik dengan logaritma cahaya yang ditransmisikan. A= a b c = log 100 = 2 log %T %T

dimana : A = absorban a = absorptivita b = jalannya sinar pada larutan c = konsentrasi larutan %T = Persen transmitan

2. Absoprsi Absorpsi adalah penyerapan energi elektromagnetik cahaya oleh gugus kromofor pada senyawa sampel. 3. Transmisi Transmisi adalah suatu proses penerusan cahaya terhadap cahaya yang datang sehingga menghasilkan transmitan.

III.

Teori Dasar

Spektrofotometer Spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitan/ absorbans suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal. Komponen utama dari spektrofotometer dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Diagram komponen utama spektrofotometer (Skoog, DA, 1996). Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer Universitas Sumatera Utaradigunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar,1990). Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-800 nm (DitjenPOM, 1995).

Berikut ini adalah uraian bagian-bagian spektrofotometer. 1. Sumber-sumber lampu; lampu deutrium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada panjang gelombang antara 350-900 nm). 2. Monokromator: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian. 3. Sel absorpsi: Pada pengukuran didaerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder dapat juga digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragam keseluruhannya. 4. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang. (Khopkar, 1990).

Penyerapan radiasi oleh Molekul Semua molekul mempunyai energi yang dapat digambarkan menjadi beberapa fenomena. (1) molekul secara keseluruhan dapat bergerak yang kejadian ini disebut dengan translasi; energi yang berhubungan dengan translasi disebut dengan energi translasional, E trans;

(2)

bagian molekul (atom atau sekelompok atom) dapat bergerak karena berkenaan satu sama lain. Gerakan ini disebut dengan vibrasi dan energinya dinamakan dengan energi vibrasional, Evibr;

(3)

molekul dapat berotasi pada sumbunya dan rotasi ini dikarakterisasi dengan energi rotasional, Erot;

(4)

disamping bentuk gerakan gerakan tersebut, suatu molekul memiliki konfigurasi elektronik, dan energinya (energi elektronik, Eelek) tergantung pada keadaan elektronik molekul. (Rohman, 2007). Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk

terjadinya transisi elektronik. Dengan demikian, spektra ultraviolet dan spektra tampak dikatakan sebagai spektra elektronik. Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan garis spektrum (Rohman, 2007). Pada kenyataannya, spektrum UV Vis yang merupakan korelasi antara absorbansi (sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) bukan merupakan garis spektrum akan tetapi merupakan suatu pita spektrum. Terbentuknya pita spektrum UV-Vis tersebut disebabkan oleh terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus molekul yang sangat kompleks. Terjadinya dua atau lebih pita spektrum UV-Vis diberikan oleh molekul dengan struktur yang lebih kompleks karena terjadi beberapa transisi sehingga mempunyai lebih dari satu panjang gelombang maksimal (Rohman, 2007). Kromofor adalah bagian molekul yang mengabsorpsi dalam daerah ultra violet dan daerah sinar tampak. Dalam satu molekul dapat dikandung beberapa

kromofor. Sebagai contoh C=O, dan NO2. Jika konsentrasi bertambah, jumlah molekul yang dilalui berkas sinar akan bertambah, sehingga serapan juga bertambah. Kedua persamaan ini digabungkan. Dilihat dari struktur kaptopril yang mempunyai kromofor (C=O), maka senyawa ini dapat menyerap radiasi pada daerah ultraviolet. Pada gugus karbonil, disamping mempunyai sepasang elektron sigma dan sepasang elektron pi, juga terdapat dua pasang elektron bebas, sehingga dapat terjadi beberapa transisi (Silverstein, 1986).

Beberapa pengertian istilah dalam spektrofotometri a. Kromofor, adalah suatu gugus atom yang menyebabkan terjadinya absorpsi cahaya. b. Auksokrom, adalah suatu gugus atom yang apabila terikat kepada suatu kromofor akan menambah panjang gelombang dan intensitas resapan maksimum (absorbans) ke arah panjang gelombang yang lebih panjang. c. Efek batokrom, adalah pergeseran panjang gelombang resapan maksimum kearah panjang gelombang lebih panjang. Disebut juga Red Shift Effect. d. Efek hipsokrom, adalah pergeseran panjang gelombang yang lebih pendek. Disebut juga Blue Shift Effect. e. Efek hipokrom, adalah pergeseran intensitas resapan kearah intensitas yang lebih kecil. f. Efek hiperkrom, adalah pergeseran intensitas resapan ke arah intensitas yang lebih besar (Silverstein, 1986).

Hukum Lambert Beer Menurut hukum Lambert, serapan (A) berbanding lurus dengan ketebalan lapisan (b) yang disinari : A = k.b Dengan bertambahnya ketebalan lapisan, serapan akan bertambah. Menurut Hukum Beer, yang hanya berlaku untuk cahaya monokromatis dan larutan yang sangat encer, serapan (A) dan konsentrasi (c) adalah : A = k.c dalam hukum Lambert-Beer, maka diperoleh bahwa serapan berbanding lurus dengan konsentrasi dan ketebalan lapisan: A = k.c.b Umumnya digunakan dua satuan c (konsentrasi zat yang menyerap) yang berlainan, yaitu gram per liter atau mol per liter. Nilai tetapan (k) dalam hukum Lambert-Beer tergantung pada sistem konsentrasi mana yang digunakan. Bila c dalam gram perliter, tetapan disebut dengan absorptivitas (a) dan bila dalam mol per liter tetapan tersebut adalah absortivitas molar (). Jadi dalam sistem dikombinasikan, hukum Lambert-Beer dapat mempunyai dua bentuk: A = a.b.c g/liter atau A = . b. C mol/liter Penandaan lain untuk a adalah ekstingsi spesifik, koefisien ekstingsi, dan indeks absorbansi, sedangkan adalah koefisien ekstingsi molar (Underwood, 1990).

Untuk tiap panjang gelombang sinar yang melewati spektrometer, intensitas sinar yang melewati sel pembanding dihitung. Biasanya disebut sebagai Io dengan I adalah intensitas (Clark, 2007).

Intensitas sinar yang melewati sel sampel juga dihitung untuk panjang gelombang yang sama disimbolkan I. Jika I lebih kecil dari Io, berarti sampel menyerap sejumlah sinar. Selanjutnya perhitungan sederhana dilakukan oleh komputer untuk mengubahnya menjadi apa yang disebut dengan absorbansi dengan I adalah intensitas. Intensitas sinar yang melewati sel sampel juga dihitung untuk panjang gelombang yang sama disimbolkan dengan A (Clarck, 2007). Hubungan antara A (absorbansi) dan kedua intensitas adalah:

Umumnya berdasarkan diagram di atas, anda akan mendapatkan absorbansi berkisar dari 0 hingga 1, tetapi dapat pula lebih tinggi dari itu. Absorbansi 0 pada suatu panjang gelombang artinya tidak ada sinar dengan panjang gelombang tertentu yang diserap. Intensitas berkas sampel dan pembanding sama, jadi perbandingan Io/I adalah 1. Log10 dari satu adalah nol. Absorbansi 1 terjadi ketika 90 % sinar pada suatu panjang gelombang diserap 10 % lainnya tidak diserap.Dalam hal ini, Io/I is 100/I0 (=10) dan log10 of 10 adalah 1. (Clark, 2007).

Keterbatasan Hukum Lambert Beer Beberapa pengecualian ditemukan untuk menyamaratakan absorbansi sebagai garis lurus. Di sisi lain, penyimpangan dari perbandingan langsung diantara absorbansi dan konsentrasi ketika b adalah konstan seringkali ditemukan. Beberapa penyimpangan ini adalah dasar dan menunjukkan keterbatasan yang nyata dari hukum ini (Skoog, DA, 1996).

Ketelitian (Presisi)

Untuk menghasilkan analisa dengan ketelitian yang baik dibutuhkan peralatan dan reagensia yang berkualitas tinggi, serta pelaksanaan pemeriksaan yang cermat (Tim Dosen Praktikum Biokimia Klinik, 2012). Pemipetan yang eksak merupakan hal yang sangat penting terutama pada teknik semi-mikro dan mikro (Penuntun Praktikum Biokimia Klinik, 2012). Apabila pipet-pipet yang digunakan tidak sesuai dan tidak akurat maka akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan yang relatif besar (Tim Dosen Praktikum Biokimia Klinik, 2012). Menurut anjuran IFCC (International Federation of Clinical Chemistry) ukuran dari ketelitian ditekankan dengan istilah ketidaktelitian (Tim Dosen Praktikum Biokimia Klinik, 2012). Secara kuantitatif ketidaktelitian dinyatakan melalui standar deviasi(SD= Standarf Deviation) dan koefisien variasi/ KV (CV= Coefficient of Variation) (Tim Dosen Praktikum Biokimia Klinik, 2012). 1. Standar Deviasi Standar deviasi adalah akar kuadrat dari varians dan menunjukkan standar penyimpangan data terhadap nilai rata-ratanya.

= (X - )2 N 2. Koefisien Variasi Koefisien variasi sebagai ukuran resiko adalah mengukur tingkat resiko relatif tiap investasi dengan tingkat pengembalian yang berbeda. Coefficient of variation (CV) yaitu standar deviasi (j) dibagi dengan mean atau pengembalian yang diharapkan (kj). Besarnya Koefisien Variasi dinyatakan dengan rumus,

KV = SD x 100% Rata-rata KV = koefisien variasi SD = standar deviasi Koefisien variasi yang lebih rendah menunjukkan resiko yang semakin kecil. (Taliang, 2010).

Pipet Gelas (Pipet Ukur) dan Pipet Piston (Mikropipet) Pipet Ukur (Measuring Pipette)

Adalah alat yang terbuat dari gelas, berbentuk seperti gambar di atas. Pipet ini memiliki skala. Gunakan bulp atau pipet pump untuk menyedot larutan, jangan dihisap dengan mulut kecuali jika larutan yang akan diambil tidak berbahaya. Fungsi : untuk mengambil larutan dengan volume tertentu dengan ketelitian yang sangat tinggi. Kelebihan : memiliki skala yang sangat tinggi, ujung bagian bawah dibuat runcing sehingga dapat memperlambat keluarnya/ masuknya zat cair. Kekurangan : penggunaannya sedikit sulit karena dalam pengambilan larutan harus menggunakan bantuan bulp atau pipet pump untuk menyedot larutan yang berbahaya.

Makropipet dan Mikropipet

Secara umum, pipet digunakan untuk mengambil atau memindahkan suatu larutan sesuai ukuran yang dikehendaki. an 1000 ul (1 ml). Sedangkan pipet untuk ukuran lebih dari 1 ml dikenal dengan istilah Makropipet. Ada 3 jenis dasar

mikropipet sesuai ukurannya, yaitu P1000, P200, dan P20. P1000 digunakan untuk memipet cairan berukuran lebih dari 200 ul sampai 1000 ul, P200 untuk volume cairan antara 21 ul sampai 200 ul, dan P20 digunakan untuk volume dibawah 20 ul. Saat ini ada banyak sekali pilihan mikropipet yang dijual oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang biotek, biokimia, bahkan bidang kedokteran Fungsi : untuk mengambil atau memindahkan suatu larutan sesuai ukuran yang dikehendaki. Kelebihan : pipet biasa tidak memiliki keakuratan pada volume kurang dari 1 mililiter (1 ml), sedangkan mikropipet memiliki keakuratan dan ketepatan pada volume kurang dari 1 mililiter (1 ml). Kekurangan : harganya mahal dan tidak dapat mengukur larutan atau cairan lebih dari 10 ml

Pipet ukur, yaitu pipet yang fungsinya sama dengan pipet seukuran tetapi kurang tepat dibandingkan dengan pipet seukuran dengantingkat kesalahan 0,01%. Pipet mikro, yaitu pipet untuk memindahkan larutan dengan volume yang berkisar 5 L sampai 100 L (1 L = 0,001 mL) dengan standar deviasi 0,1%. Pipet mikro ini ada yang dirancang secara otomatis. (Indica, 2011).

Cara Menggunakan Micropipet Mikropipet (micropipet) adalah suatu alat yang digunakan untuk

memindahkan cairan dalam jumlah kecil secara akurat. Penggunaan pipet gelas seperti pipet ukur dan pipet gondok tidak mempunyai akurasi yang tinggi untuk volume kurang dari 1 ml. Sehingga pada pemindahan cairan dengan volume kecil

kurang dari 1000 microliter, orang cenderung menggunakan mikropipet, biasa juga disebut dengan pipet otomatis. Pipet otomatis ini mempunyai akuraritas dan presisi yang lebih baik dari pada pipet gelas. Disamping itu setiap pipet dapat diset berapapun volumenya selama dalam range volume pipet. Ada beberapa macam merek mikropipet yang beredar dipasaran seperti Gilson, Pipetman, dll.

Meskipun produk mikropipet telah dirancang akurat dan presisi oleh pabriknya, alat tersebut tetap harus dikalibrasi jika digunakan untuk laboratorium yang terakreditasi. Ada beberapa macam mikropipet yang biasa dipakai di laboratorium, seperti misalnya merk Gilson ada tertulis P20, P200 dan P1000 pada kepala pipet.

Macam-macam ukuran mikropipet P20 dimaksudkan untuk memipet larutan pada volume antara 2 - 20 ul P200 untuk memipet larutan pada volume antara 20 200 ul P1000 untuk memipet larutan pada volume antara 100 1000 ul Bagian-bagian dari mikropipet terdiri dari Automatic Pipettor dan Pipette tips. Automatic Pipettor berfungsi untuk memompa cairan yang akan dipindahkan

dengan volume yang telah diset, sedang Pipette tips merupakan pasangan mikropipet yang berfungsi untuk menampung cairan yang dipompa.

Pengoperasian Mikropipet

Ada beberapa tahapan untuk mengoperasikan mikropipet secara benar yang antara lain : 1. Set volume 2. Pasang tip disposable 3. Tekan penyedot sampai pembatas pertama 4. Masukkan tip ke sampel 5. Ambil sampel 6. Tahan

7. Tarik tip 8. Keluarkan sampel 9. Tarik pipet 10. Lepaskan tekanan penyedot 11. Lepaskan tip

Berikut ini uraian lengkapnya : Tahap 1 : Atur volume dengan cara memutar knop pengatur volume.

Tahap 2 : Pasanglah tip disposable yang telah tertata pada wadah dengan cara menancapkan ujung mikropipet seperti gambar.

Tahap 3 : Tekan penyedot pipet sampai pada batas pertama.

Tahap 4 : Benamkan tip kedalam cairan yang akan dipindahkan.

Tahap 5 : Pengambilan sampel Untuk mengambil sampel ke dalam tip, jagalah tekanan balik berjalan secara perlahan dan halus sampai penuh ke posisi sebelum penyedotan. Jangan birakan penyedot bergerak cepat dan tiba-tiba. Biarkan tip tetap dibawah permukaan sampel selama pengambilan.

Tahap 6 : Berhenti sesaat * Tunggu sesaat untuk memastikan seluruh sampel yang disedot sudah mengisi tip. * Tunggu lebih lama lagi untuk pengambilan volume yang lebih besar. * Tunggu lebih lama untuk sampel yang mempunyai viskositas yang lebih besar.

Cara menghilangkan cairan menempel yang benar

Cara menghilangkan cairan menempel yang salah

Tahap 7 : Penarikan tip dari sampel Pindahkan tip dari cairan sampel. Perlu diperhatikan : tidak boleh ada cairan tertinggal di bagian luar tip dan lap/usap butiran cairan di luar dengan tissue, tetapi hanya dari bagian samping saja. Jangan sentuhkan tissue pada bagian bawah/ujung tip.

Tahap 8 : Pengeluaran Sampel Untuk mengeluarkan sampel dari pipet caranya sebagai berikut : 1. Sentuhkan tip pada dinding wadah penampung sampel.

2. Tekan penyedot sampai pembatas pertama. 3. Tahan paling tidak 1 detik, 1-2 detik untuk P-1000, 2-3 detik untuk P-5000 atau lebih lama untuk sampel yang mempunyai viskositas yang lebih tinggi. 4. Tekan penyedot ke pembatas kedua untuk mengeluarkan sisa-sisa cairan. 5.

Mulai mengeluarkan

Pembatas 1

Pembatas 2

Tahap 9 : Penarikan pipet Dengan penyedot masih dalam posisi tertekan tarik pipet dari wadah penampung sampel dengan terus menempelkan tip didinding wadah khususnya ketika pemipetan dalam jumlah kecil.

Tahap 10 : Melepaskan tekanan penyedot Secara pelan-pelan biarkan penyedot kembalia pada posisi UP. Jangan biarkan tertekan kembali.

Tahap 11 : Melepas tip Lepaskan tip dengan cara menekan ejector seperti gambar.

Akurasi dan Presisi Akurasi maksudnya kedekatan volume yang di keluarkan terhadap volume

yang diset di pipet. Akurasi ini ditunjukkan dari angka rata-rata eror, penyimpangan pengukuran berulang terhadap volume yang diset. Sedang presisi adalah reprodusibiliti pengukuran individual untuk volume yang sama. Presisi ditunjukkan oleh standar deviasi (SD). Akurasi relatif secara umum adalah 1% atau kurang, sedang presisi kurang dari 0,5 % kecuali digunakan volume terkecil yang dianjurkan dari model. Gunakan mikropipet yang sesuai dengan volume yang akan diukur/dipipet. Menggunakan pipet dibawah volume yang dianjurkan akan menghasilkan kesalahan yang lebih besar.

Untuk mendapatkan reprodusibilitas optimal ikuti saran sebagai berikut : Konsisten dalam KECEPATAN dan KEHALUSAN saat menekan dan melepaskan penyedot. Tekanan yang konsisten dalam penekanan penyedot pada pembatas pertama. Kedalaman penyedotan yang cukup dan konsisten. Posisi pemipetan hampir vertikal. Jangan sampai ada gelembung udara. Jangan pernah meninggalkan pipet pada posisi mendatar apalagi terbalik saat tip terisi sampel. Dengan demikian, jika Anda bekerja dengan mikropipet akan memperoleh hasil yang akurat, presisi dan alat tidak mudah rusak (Lansida, 2010).

IV. Alat dan Bahan Alat : 1. kuvet 2. labu ukur 3. pipet gelas 4. pipet piston (clinipette) 5. spektrofotometer

Bahan: 1. aquadest 2. KMNO4

V. Prosedur percobaan Pertama dibuat larutan baku induk KMNO4 dengan konsentrasi tertentu sehingga diperoleh absorbansi larutan A = 0,8 1,0. Setelah itu yang kedua buat berbagai pengenceran larutan KMNO4 dengan menggunakan pipet gelas dan pipet piston pada kuvet masing-masing sebanyak 10 kuvet dengan perbandingan:

Bahan Bahan baku induk KMNO4 aquadest

Pengenceran I 200

Pengenceran II 300

Pengenceran III 400

1000

1000

1000

Lalu setelah dibuat berbagai pengenceran, absorbansinya diukur untuk setiap pengenceran pada panjang gelombang = 546 nm. Setelah selesai dilakukan pengukuran untuk setiap pengenceran pada gelombang yang ditentukan dilakukan

juga pembandingan pengukuran absorbansi (A) untuk setiap cara pemipetan dengan cara dilihat harga standar deviasi nya (SD) atau koefisien variasi nya. Dan langkah yang terakhir dilakukan adalah dibuat grafik pemantapan ketelitian dengan ditentukannya batas peringatan (X + 2 SD) dan batas kontrolnya (X + 3SD).

VI. DATA PENGAMATAN

Kuve t Pipet I. Pisto n

Batas 1 2 3 SD KV peringata n

Batas kontrol

0,230 8

0,191 8

0,180 7

0,201 1

0,026 3

13,07 8

0,2357

0,28

Gelas

0,459 8

0,457 2

0,459 1

0,458 7

1,345 . 10-3

0,293 2

0,46139

0,46273 5

II. Pisto n

0,455 4

0,534 5

0,736 9

0,575 6

0,145 2

25,22 6

0,866

1,0112

Gelas

0,645 4

0,630 4

0,677 2

0,651 0

0,023 9

3,671 3

0,6988

0,7227

III. Pisto n Gelas

0,110 1

0,173 5

0,290 2

0,191 3

0,091 4

47,77 8

0,3741

0,4655

0,857

0,815

0,866

0,846

0,027

3,191

0,9001

0,9271

0

4

0

1

0

VII. PERHITUNGAN Koefisien Variasi ( KV)

I. Piston Gelas II. Piston Gelas III. Piston Gelas Batas Peringatan

I. Piston Gelas II. Piston Gelas III. Piston Gelas ( ( ( ( (

( ) ) ) ) )

)

Batas Kontrol

I. Piston Gelas II. Piston Gelas III. Piston Gelas ( ( ( ( (

( ) ) ) ) )

)

VII. Pembahasan

Praktikum kali ini, bertujuan untuk mengetahui cara menggunakan pipet piston (clinipette), serta membandingkan ketelitiannya dengan pipet gelas dan mengetahui cara mengukur konsentrasi sampel dengan menggunakan alat spektrofotometer. Pipet piston dan pipet gelas atau yang biasa disebut pipet wolume merupakan alat ukur yang sering digunakan pada praktikum maupun pengujian-pengujian yang dilakukan di laboratorium. Pada umumnya kedua pipet ini digunakan pada praktikum atau pengujian yang menginginkan hasil yang terkuantifikasi, walaupun keduanya memiliki tingkat ketelitian yang berbeda. Dalam melakukan praktikum maupun pengujian di laboratorium tentu tidak akan terlepas dari ukur-mengukur sampel. Sampel padatan dapat diukur mengggunakan neraca analitik, sementara untuk mengukur sampel cairan, digunakan pipet volumetrik. Akurasi dan presisi pemipetan merupakan faktor utama keberhasilan analisa atau percobaan yang melibatkan cairan. Oleh karena itu, pemilihan pipet

yang akan digunakan pada praktikum atau suatu pengujian sangatlah penting untuk mendapatkan hasil yang terkuantifikasi Ada beberapa pipet yang sering digunakan pada saat praktikum, diantaranya: 1. Pipet Serologis. Pipet ini terbuat dari pipa kaca silinder yang lurus dan memiliki skala volume. Ketelitian pipet serologis sesuai dengan skala terkecilnya. 2. Pipet Volumetrik Volume Tetap Pipet jenis ini hanya memiliki 1 garis tera dengan volume tertentu, berbentuk silinder tetapi bagian tengahnya lebih gendut. Ketelitiannya lebih tinggi dibanding pipet pasteur karena garis tera berada pada bagian atas pipet yang memiliki diameter kecil. 3. Pipet Volumetrik dengan Piston Pipet jenis ini mulai berkembang pada tahun 1960-an. Awalnya pipet ini memiliki volume yang tetap, namun kemudian berkembang hingga memiliki volume yang dapat diatur pada range tertentu. Pipet jenis ini lebih disukai karena selain volumenya yang dapat diatur, akurasi dan presisi yang tinggi, pemakaiannya pun simpel dan mudah (Gilson, 2003). Sampel yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah larutan KMnO4. Pada praktikum kali ini akan tingkat ketelitian pipet piston dan pipet gelas dengan cara membandingkan nilai absorbansi KMnO4 yang diukur menggunakan instrumen Spektrofotometri Uv-Vis. Pemilihan pengukuran konsentrasi sampel menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis adalah sifat sampel (larutan KMnO4) yang berwarna sehingga dapat memberikan sinyal-sinyal berupa spektrum ketika dikenai panjang gelombang tertentu yang berasal dari alat Spektrofotometri UvVis walaupun KMnO4 bukan senyawa organik dan senyawa yang tidak memiliki gugus kromofor yang menjadi salah satu syarat penting jika akan melakukan analisis menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Sebelum dilakukan pengukuran absorbansi KMnO4, terlebih dahulu dilakukan pembuatan larutan baku KMnO4 dengan konsentrasi tertentu, sehingga diperoleh absorbansi larutan 0,2 - 0,8. Dari larutan baku KMnO4, kemudian dibuat

berbagai pengenceran larutan KMnO4 dengan menggunakan pipet piston dan pipet gelas masing-masing 3 buah variasi pengenceran, yaitu 200 L, 300 L, dan 400 L, dan setiap konsentrasi diukur nilai absorbansinya sebanyak 3 kali untuk setiap pipet dan dilakukan menggunakan kuvet yang berbeda. Pengenceran dilakukan dengan menambahkan aquades sebagai pelarutnya. Ada beberapa syarat pelarut dalam menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis ini, yaitu dapat melarutkan cuplikan, inert (tidak memberikan serapan atau radiasi), meneruskan radiasi dalam daerah panjang gelombang yang diukur, serta harus memiliki tingkat kepolaran yang hampir sama dengan sampel. Penggunaan kuvet yang berbeda untuk setiap pengujian dilakukan agar tidak terjadi kontaminasi dari larutan KMnO4 dengan konsentrasi yang berbeda yang akan mempengaruhi nilai absorbansinya. Ada beberapa kontaminasi yang mungkin terjadi pada saat pengukuran yang berasal dari pemipetan, yaitu: 1. Kontaminasi Pipet ke Sampel Penyebabnya adalah menggunakan tip atau pipet yang sudah terkontaminasi. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah membersihkan dan mensterilkan bagian pipet yang kontak dengan sampel. Gunakan tips steril, dan ganti tip setiap berganti sampel. 2. Kontaminasi Sampel ke Pipet Penyebabnya adalah sampel atau aerosol dari sampel kontak dan memasuki bagian pipet. Pencegahayang dapat dilakukan adalah tidak terlalu

memiringkan pipet, simpan selalu pipet secara vertikal, sedot cairan dengan perlahan dan gunakan filter tip atau gunakan pipet positive-displacement. 3. Kontaminasi Sampel ke Sampel (sample carryover) Penyebabnya adalah menggunakan tip bekas untuk sampel yang berbeda. Pencegahan yang dapat dilakuan adalah mengganti tip setiap berganti sampel (Gilson, 2003).

Kemudian dari masing-masing variasi pengenceran tersebut, dilakukan pengukuran nilai absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis pada max = 546 nm. Pengukuran Pengukuran dilakukan pada max 546 nm, karena

panjang gelombang 546 nm merupakan max untuk KMnO4 yang berwarna ungu sehingga pengukurannya dilakukan pada panjang gelombang sinar visible. Pengukuran konsentrasi KMnO4 ini dilakukan pada sinar visible karena KMnO4 merupakan senyawa yang berwarna yang mempunyai serapan pada panjang gelombang sinar visible. Setelah mendapatkan nilai abosrbansi, selanjutnya nilai absorbansi dari kedua cara pemipetan yaitu pemipetan dengan pipet piston dan pipet gelas dibandingkan dengan melihat nilai standar deviasi (SD) dan koefisien variasi (KV). ; Satndar deviasi menunjukkan ketidaktelitian yang dilakukan, sedangkan koefisien variasi menunjukkan ketidaktelitian yang dinyatakan dalam persen. Nilai standar deviasi digunakan untuk mengetahui presisi dan akurasi yang didapatkan dari percobaan ini. Akurasi adalah ukuran seberapa dekat suatu angka hasil pengukuran terhadap angka sebenarnya (true value atau reference value). Presisi adalah ukuran seberapa dekat suatu hasil pengukuran satu dengan yang lainnya. Semakin besar nilai SD dan KV yang didapatkan, maka ketelitian semakin rendah yang berarti metode yang digunakan mempunyai ketidaktelitian yang tinggi. Dari hasil perhitungan standar deviasi tiap pengenceran diperoleh rata-rata absorbansi dan standar deviasi pengenceran pertama untuk pipet piston adalah 0,2011 dan 0,00263, sedangkan untuk pipet gelas adalah 0,4587 dan 1,345 x 10-3. Rata-rata absorbansi dan standar deviasi pengenceran kedua untuk pipet piston adalah 0,5756 dan 0,1452, sedangkan untuk pipet gelas adalah 0,651 dan 0,0239. Rata-rata absorbansi dan standar deviasi pengenceran ketiga untuk pipet piston adalah 0,1913 dan 0,0914, sedangkan untuk pipet gelas adalah 0,8461 dan 0,0270. Dari grafik ketiga pengenceran dapat diketahui bahwa hasil pengukuran keseluruhan dapat diterima karena tidak ada nilai absorbansi pengenceran yang berada pada rentang X+3SD. Seluruh hasil juga tidak melebihi batas peringatan sehingga data yang didapatkan cukup baik. Semakin kecil standar deviasi maka akan semakin kecil pula koefisien variasinya yang dimana semakin kecil koefisien variasi maka akan semakin baik

pengukurannya karena memiliki ketelitian tinggi. Pada hasil percobaan, diperoleh data bahwa pemipetan menggunakan pipet piston tidak lebih baik daripada dengan pipet gelas dimana koefisien variasi dari seluruh pengukuran pada pipet piston selalu lebih besar daripada pemipetan dengan pipet gelas hal ini mungkin terjadi karena pemipetan yang menggunakan pipet piston dilakukan oleh beberapa orang dimana tiap orang memiliki kemampuan berbeda untuk setiap pelaksanaan prosedurnya. Selain itu kemungkinan terjadi kesalahan adalah karena pemipetan dilakukan dengan tidak baik misalnya tidak dilakukan dengan tegak lurus atau penekanan piston yang tidak tepat sehingga sampel yang terambil jumlahnya tidak tepat. Akan tetapi kemungkinan kerusakan pada alat (pipet piston) pula dimungkinkan terjadi karena hampir semua praktikan telah memiliki pengalaman menggunakan pipet ini di lab lain. Hasil pengamatan ini menunjukkan beberapa hal yang tidak sesuai dengan teori mengenai pipet piston dan pipet gelas. Pada pipet piston sudah ada pengaturan volume yang akan diambil sehingga sudah terkalibrasi dengan baik, sehingga lebih teliti dari pipet gelas. Sedangkan pada pipet gelas, tergantung pada pembacaan skala. Sehingga ketelitian pipet gelas kurang dibandingkan dengan pipet piston. Karena kemungkinan kesalahan lebih mudah terjadi pada pembacaan pipet gelas. Pemipetan yang eksak merupakan salah satu hal yang sangat penting. Apabila pipet-pipet yang digunakan tidak sesuai dan tidak akurat, maka akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan yang relatif besar. Pipet piston merupakan salah satu alat yang sering digunakan di laboratorium. Awalnya pipet ini memiliki volume yang tetap, namun kemudian berkembang hingga memiliki volume yang dapat diatur pada range tertentu. Pipet jenis ini lebih sering digunakan karena selain volumenya yang dapat diatur, akurasi dan presisi yang tinggi, pemakaiannya pun simpel dan mudah. Pipet jenis lain yang juga sering digunakan adalah pipet yang terbuat dari gelas. Pipet gelas memiliki kekurangan, yaitu selain penggunaannya yang sedikit sulit karena dalam pengambilan larutan harus menggunakan bantuan bulp atau mulut untuk menyedot larutan, akurasi dan presisinya lebih rendah dibanding dengan pipet piston.

Dari pengamatan data tersebut pula dapat dilihat bahwa perbedaan absorbansi pada pengenceran yang sama namun berbeda alat memberikan hasil absorbansi yang cukup jauh perbedaannya. Dari hal ini pula disimpulkan bahwa kesalahan tidak sepenuhnya karena kurang cermatnya praktikan namun ada faktor alat yang mempengaruhi hasilnya. Karean walaupun praktikan tidak terlalu cermat, seharusnya data yang diperoleh dari penggunaan alat yang berbeda tidak terlalu jauh. Tidak seperti pada data di pengenceran terakhir dimana antara data piston dan data pipet gelas memiliki perbedaan yang cukup jauh dimana perbedaan antara absorbansi pemipetan dengan pipet piston dan pipet gelas sekitar 4x lipatnya. Hal ini sangatlah jarang terjadi apabila hanya karna kesalahan praktikan karena praktikan pun tidak melakukan percobaan secara tidak teratur. Praktikan sudah melakukan percobaan dengan sebaik mungkin. Akan tetapi hasil yang didapatkan tidak seperti yang diharapkan dimana justru penggunaan pipet piston memberikan hasil yang buruk dengan standar deviasi yang cukup tinggi. Kesalahan pun mungkin terjadi pada alat spektrofotometer namun mungkin kesalahannya tidak terlalu besar karena spektrofotometer yang digunakan dalam kondisi yang cukup baik dan terawat. Kuvet yang digunakan pun berada dalam kondisi yang baik apabila diperhatikan secara visual. Namun tidak menutup kemungkinan kesalahan justru terjadi pada alat ini karena percobaannya dilakukan secara instrumental dan praktikan pun tidak mengetahui apakah alat sudah dikalibrasi dengan. Atau mungkin karena kuvet yang digunakan hanya diamati dengan mata sehingga praktikan tidak dapat melihat dengan jelas partikel yang terdapat pada kuvet. Padahal partikel sekecil apapun akan mempengaruhi absorbansinya. Akan tetapi kemungkinan terbesar kesalahan ada pada alat (pipet piston) atau pada praktikan karena koefisien variasi sangat besar hanya pada hasil pengukuran pada pengenceran dengan menggunakan pipet piston.

VIII. Kesimpulan 1. Dapat mengetahui cara menggunakan pipet piston (clinipette) serta membandingkan ketelitiannya dengan pipet gelas. 2. Dapat mengetahui bagaimana cara mengukur konsentrasi sampel dengan menggunakan alat spetrofotometer.

DAFTAR PUSTAKA

Clark, J. 2007. Hukum Labert-Beer. http: http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolettampak__uv-vis_/hukum_beer_lambert/ [Tanggal akses 18 Maret 2012]. Ditjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Gilson. 2003. Gilson Guide to Pipetting 2nd Edition. Institut Pasteur. London Indica, Apis. 2011. Volumetrik. Available online at http://bioonline.wordpress.com/2011/06/07/volumetrik/ [Diakses tanggal 18 Maret 2012] Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press. Lansida. 2010. Cara Menggunakan Micropipet. Available online at http://lansida.blogspot.com/2010/10/cara-menggunakan-micropipet.html [Diakses tanggal 18 Maret 2012] Silverstein, R. M. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi ke-4. Erlangga. Jakarta. Skoog, D. A. 1996. Fundamental of Analytical Chemistry. Seventh edition. USA: Saunders College Publishing. Taliang, A. Dasar-Dasar Statistika. 2010. http://www.slideshare.net/formatik/dasar-dasar-statistika [Tanggal akses 18 Maret 2012]. Tim Dosen Praktikum Biokimia Klinik. 2012. Penuntun Praktikum Biokimia Klinik. Jatinangor: Farmasi UNPAD.

Underwood, AL. 1990. Analisa Kimia Kuntitatif'. Edisi ke-4. Jakarta: Erlangga.