Lap Ristek Ai

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Ristek AI

Citation preview

  • LAPORAN AKHIR

    PENGEMBANGAN PEMBENAH TANAH DIPERKAYA SENYAWA HUMAT >10% UNTUK MENINGKATKAN

    KUALITAS FISIK, KIMIA, DAN BIOLOGI TANAH DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN 30% PADA LAHAN

    KERING (MASAM DAN NETRAL ALKALIN) TERDEGRADASI

    Dr. Ai Dariah

    SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN

    BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN

    BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

    2011

  • i

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul Kegiatan : Pengembangan Pembenah Tanah Diperkaya Senyawa Humat >10% untuk Meningkatkan Kualitas Fisik, Kimia, dan Biologi dan Produktivitas Tanaman 30% pada Lahan Kering (Masam dan Netral Alkalin) Terdegradasi

    Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan Kode Produk Target : 1.01 Kode Kegiatan : 1.01.01 Lokasi Penelitian : Jawa Barat dan Lampung

    A. Keterangan Lembaga Pelaksana/Pengelola Penelitian Nama Koordinator : Dr. Ai Dariah Nama Institusi : Balai Penelitian Tanah Unit Organisasi : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber

    daya Lahan Pertanian Alamat : Jl. Ir. H. Juanda 98, Bogor 16123 Telepon/Fax/Email : (0251) 8323012, (0251) 8321608

    B. Lembaga Lain Yang Terlibat

    Nama Lembaga : Jangka Waktu Kegiatan : 3 (tiga) tahun Biaya Tahun 1 : Rp 201.345.455,- Biaya Tahun 2 : Rp 133.636.368,- Total biaya : Rp 334.981.823,- Aktivitas Riset (baru/lanjutan) : Lanjutan

    Rekapitulasi Biaya Tahun yang diusulkan:

    No. 1 Uraian Jumlah (Rp)

    1. Belanja Uang Honor Rp. 55,070,000,-2. Belanja Bahan Habis Pakai Rp. 16,500,000,-3. Belanja Perjalanan Rp. 39,200,000,-4. Belanja Lainnya Rp. 24,396,368,-

    Total Biaya Rp. 133,636,368,-Setuju Diusulkan:

    Kepala Balai Besar Penelitian Penanggung Jawab Kegiatan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian

    Dr. Muhrizal Sarwani Dr. Ai Dariah NIP. 19600329 198403 1 001 NIP.19620210 198703 2 001

  • ii

    RINGKASAN

    Pengembangan dan pengujian pembenah tanah perlu dilakukan pada berbagai kondisi tanah, sehingga lebih bersifat multiguna dan problem solved oriented (sesuai kendala masing-masing tanah). Efektivitas pembenah tanah juga perlu terus ditingkatkan, salah satunya bisa dilakukan dengan melakukan beberapa manipulasi terhadap bahan organik yang menjadi bahan utama pembenah tanah. WEOM (water-extractable organik matter) atau fraksi kompos yang larut air mempunyai peranan penting dalam proses kimia dan biologi yang terjadi dalam tanah yang diamandemen bahan organik (kompos). Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan formula pembenah tanah yang mampu meningkatkan retensi air dan agregasi tanah pada tanah didominasi fraksi pasir, kandungan C-organik rendah, dan pH netral/alkalin, dan (2) mempelajari karaktersitik WEOM dari berbagai sumber bahan organik dan peluang pemanfaatannya sebagai pembenah tanah. Pengujian efektivitas pembenah tanah pada lahan kering marginal yang didominasi fraksi pasir dengan pH netral-alkalin dan miskin bahan oragnik dilakukan dalam bentuk percobaan rumah kaca. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial yang diacak secara lengkap dengan 3 ulangan, perlakuan terdiri dari: Faktor I: jenis tanah (T1= tanah didominasi fraksi liat, pH masam dan T2= tanah didominasi fraksi pasir, pH netral). Faktor II: jenis pembenah tanah (Beta I, Beta II, biochart SP-50 I, biochar SP-50 II. Kegiatan karakterisasi WEOM (water extractable organic matter) dari berbagai sumber bahan organik dan peluang pemanfaatannya sebagai pembenah tanah dilakukan di Laboratorium. Jenis bahan organik yang digunakan adalah kompos jerami, pukan I (pukan kambing) dan pukan II (pukan ayam). Hasil penelitian menunjukan tingkat pertumbuhan tanaman jagung pada contoh tanah bertekstur pasir dan bereaksi netral nyata lebih rendah dibandingkan pertumbuhan jagung pada tanah bertekstur liat dan bereaksi masam. Pemberian pembenah tanah dengan dosis 2,5 t/ha belum mampu memacu pertumbuhan tanaman pada tanah bertekstur pasir. Penambahan pupuk hayati dan asap cair biochar belum nyata meningkatkan efektivitas pembenah tanah, meskipun terdapat kecenderungan terjadi peningkatan pertumbuhan tanaman jagung pada umur 8 minggu setelah tanah. Kandungan asam humat dalam WEOM (water extractable organik matter) tidak berbeda nyata dibanding KOH-EOM (KOH- extractable organik matter). Artinya air mempunyai kemampuan yang sama dengan KOH dalam mengekstrak asam humat. Namun demikian, kandungan asam fulvat, C total, dan unsur N,P,K dalam ektrak KOH (KOH-EOM) relatif lebih tinggi dibanding WEOM. Setelah diberi perlakuan WEOM, persen air tersedia pada tanah bertekstur pasir nyata lebih tinggi dibanding tanah bertekstur liat. Namun demikian, kemampuan tanah bertekstur pasir dalam memegang air (didasarkan pada kadar air pada beberapa level pF) masih nyata lebih rendah dibanding tanah bertekstur liat. Penggunaan WEOM meningkatkan daya perkecambahan biji jagung. Peningkatan konsentrasi WEOM dari 1:10 menjadi 1:2 menyebabkan penurunan daya perkecambahan biji jagung dan tomat.

  • iii

    SUMMARY

    Testing of soil conditioner should be done on some soil that have different characteristics to make it more usefull or having problem solved (according to the soil constraints). The effectiveness of soil conditioner also needs to be improved by manipulating of the primary part of the organic material. WEOM (water-extractable organic matter) or a water-soluble fraction of compost plays an important role in chemical and biological processes that occur in the amended soil organic matter. This study aims to (1) obtain a formula that can increase soil water retention and soil aggregation in the sandy soil with low organic C content, and pH neutral/alkaline, and (2) study of the WEOM characteristic from various sources of organic matter and to find chance of utilization as soil conditioner. Testing of the effectiveness soil conditioner has conducted at green house, using a factorial design with three replications. The treatment consists of: first factor (soil type): clay soil with low pH and sandy soil with neutral pH; second factor: kind of soil conditioner: Beta I, Beta II, biochar SP-50 I, biochar SP-50 II. Characterization of WEOM (water extractable organic matter) from various organic materials and chance as soil conditioner have been conducted at Laboratory. Organic materials used were kind of compost: straw,goat manure and chicken manure. The results showed a maize growth on sandy soil with neutral pH is lower than on clay soil with low pH. The soil conditioner applied as much as 2.5 t/ha could not significantly increase maize growth at sandy soil. Soil conditioner enrichment by biofertilizer and fog liquid did not significantly increase its effectiveness, although maize growth after 8 weeks tends to increase. Humic acid content in WEOM was not significantly different than the KOH-EOM (KOH-extractable organic matter). That implied that water has same effectiveness with KOH in extracting humic acid. However, the content of fulvic acid, total C, N, P, K in KOH extracts (KOH-EOM) is significantly higher than WEOM. After WEOM application, the water availible pore in sandy soils is signifcantly higher than in clay soil. However, the water holding capacity of sandy soil is still lower than clay soil. Use of WEOM has enhanced seed germination of maize. Increasing of of WEOM concentrations from 1:10 to 1:2 led to the decline in seed germination of maize and tomatoes .

  • iv

    PRAKATA

    Kegiatan penelitian bidang pertanian ini terlaksana atas kerjasama antara

    Kementerian Riset dan Teknologi dengan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

    Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Badan Penelitian dan Pengembangan

    Pertanian, yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2011 sampai dengan Nopember

    2011. Kegiatan penelitian dengan judul Pengembangan Pembenah Tanah

    Diperkaya Senyawa Humat >10% untuk Meningkatkan Kualitas Fisik, Kimia, Biologi

    dan Produktivitas Tanaman >30% pada Lahan Kering (Masam dan Netral/Alkalin)

    Terdegradasi, merupakan lanjutan kegiatan penelitian tahun 2010.

    Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula pembenah tanah yang

    mampu meningkatkan retensi air dan agregasi tanah, serta mempelajari peluang

    pemanfaatan WEOM (water extractable organic matter) untuk meningkatkan

    efektivitas pembenah tanah organik. Laporan ini merupakan laporan akhir dari

    kegiatan yang dilakukan pada TA-2011.

    Terima kasih kami sampaikan kepada Kementerian Riset dan Teknologi yang

    telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk merancang dan melaksanakan

    penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah

    membantu dan terlibat secara langsung, sehingga kegiatan penelitian ini telah

    terlaksana dengan lancar.

    Bogor, Oktober 2011 Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian

    Dr. Muhrizal Sarwani, MSc. NIP. 19600329 198403 1 001

  • v

    DAFTAR ISI

    Halaman

    LEMBAR PENGESAHAN DAN IDENTITAS ..

    RINGKASAN

    SUMMARY

    KATA PENGANTAR

    DAFTAR ISI ..

    DAFTAR TABEL .

    DAFTAR GAMBAR ..

    DAFTAR LAMPIRAN ..

    I. PENDAHULUAN ..

    1.1. Latar Belakang

    1.2. Perumusan Masalah ..

    II. TINJAUAN PUSTAKA ..

    III. TUJUAN DAN MANFAAT .

    3.1. Tujuan Jangka Pendek .

    3.2. Tujuan Jangka Panjang ..

    3.3. Hasil yang diharapkan

    IV. METODOLOGI PENELITIAN

    4.1. Ruang Lingkup Penelitian ..

    4.2. Rancangan Riset .

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..

    5.1. Efektivitas Pembenah Tanah pada lahan kering marginal yang didominasi fraksi pasir, serta tanah bereaksi netral alkalin dan miskin bahan organik ................................

    5.2. Karakteristik WEOM dari berbagai sumber bahan organik dan peluang pemanfaatannya sebagai pembenah tanah..........................................................................

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN .

    6.1. Kesimpulan

    6.2. Saran

    VII. DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN ..

    I

    ii

    iii

    iv

    v

    vi

    vii

    viii

    1

    1

    2

    3

    6

    6

    6

    6

    7

    7

    7

    9

    9

    12

    17 17 17 18 20

  • vi

    DAFTAR TABEL

    No Halaman

    1 2 3 4 5 6 7

    Hasil analisis contoh tanah yang digunakan untuk percobaan sebelum perlakuan ................................................................... Karakteristik empat pembenah tanah yang digunakan dalam percobaan ................................................................................ Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap pertumbuhan pada tanah bertekstur pasir, bereaksi masam, bahan organik rendah dan tanah berpasir bereaksi netral, dan bahan organik sangat rendah . Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap lingkar batang tanaman jagung ....................................................................... Perbedaan karakteristik ektrak bahan organik (humic like substance) dengan menggunakan air (WEOM) dan KOH .. Pengaruh WEOM dari berbagai sumber bahan organik terhadap perbaikan sifat fisik tanah .......................................................... Pengaruh interaksi kondisi tanah dengan perlakuan WEOM dari berbagai sumber bahan organik .

    9

    10

    11

    12

    13

    14

    15

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    No Judul Gambar Halaman

    1 2

    Pengaruh penggunaan WEOM dari bebera sumber bahan organik dengan 2 tingkat pengenceran terhadap daya perkecambahan biji jagung ..................................................................................... Pengaruh WEOM dari beberapa sumber bahan organik dengan 2 tingkat pengenceran terhadap perkecambahan biji tomat ...........

    15

    16

    DAFTAR LAMPIRAN

    No Judul Tabel Halaman

    1 2 3 4

    Pertumbuhan tanaman pada tanah I (T1=bertekstur liat, bereaksi masam dan kandungan bahan organik rendah) tanah II (T2=bertekstur pasir, tanah netral dan kandungan bahan organik sangat rendah) ......................................................................... Pengaruh pemberian pembenah tanah Beta (formula 1 dan 2) dan Biochar (formula 1 dan 2) terhadap pertumbuhan tanaman jagung....................................................................................... Percobaan penggunaan WEOM pada perkecambahan biji tomat.....

    Percobaan penggunaan WEOM pada perkecambahan biji jagung...

    20

    20

    21

    21

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Hasil penelitiatian lima tahun terakhir telah mendapatkan beberapa produk

    pembenah tanah seperti Beta, Biochar-SP50 baik yang diperkaya senyawa humat

    maupun tanpa pengkayaan. Bahan-bahan tersebut sudah menunjukkan efek positif

    dalam memperbaiki produktivitas tanah mineral masam terdegradasi. Dosis yang

    digunakan juga sudah relatif lebih hemat, yaitu dari 5 t/ha menjadi 2,5 t/ha.

    Penurunan dosis menjadi 1,5 t/ha pada tahun pertama pemberian belum

    menunjukkan hasil yang memuaskan (Dariah et al., 2009, 2010; Nurida et al., 2009).

    Cara pemberian pembenah tanah juga sangat menentukan efek dari

    pembenah tanah terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Pembenah yang

    diberikan dengan cara di-koak/ditugal di sekitar perakaran tanaman menghasilkan

    efek yang lebih baik, dibanding jika diberikan dengan cara dicampur merata, meski

    dosis yang digunakan 1,5 t/ha (Muhtar et al., 2010). Efektivitas pembenah tanah

    untuk lahan kering masam perlu terus ditingkatkan efektivitasnya, sehingga dosis

    penggunaannya bisa diturunkan.

    Peningkatan efektivitas pembenah tanah salah satunya bisa dilakukan dengan

    melakukan beberapa manipulasi terhadap bahan organik yang menjadi bahan utama

    pembenah tanah. WEOM (water- extractable organik matter) atau fraksi kompos

    yang larut air mempunyai peranan penting dalam proses kimia dan biologi yang

    terjadi dalam tanah yang diamandemen bahan organik (kompos) (Traversa et al.,

    2010). Pengertian konvensional dari WEOM adalah bagian dari bahan organik yang

    dapat melewati membran (saringan) berukuran berukuran 0,45 m (Zsolnay, 2003) dan merupakan campuran heterogen dari berbagai molekul dengan ukuran yang

    bervariasi (Said-Pullicino et al., 2007 a,b). Aktivitas biologi dari WEOM dari kompos

    utamanya akan ditentukan oleh tipe bahan kompos dan lamanya proses

    pengomposan (Traversa et al., 2010). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian

    penggunaan WEOM yang bersumber dari beberapa jenis bahan organik, sehingga

    dapat dilihat peluang pemanfaatam WEOM sebagai pembenah tanah.

    Selama ini pengujian pembenah tanah dominan dilakukan pada lahan kering

    masam, dengan tekstur didominasi fraksi liat. Padahal permasalahan degradasi

    lahan juga banyak terjadi pada lahan kering dengan tanah dengan tektur lainnya

    misalnya didominasi fraksi pasir dan berreaksi netral/alkalin (pH>7). Jika akan

    diaplikasikan pada tanah dengan karakteristik yang berbeda, kemungkinan perlu

  • 2

    terlebih dahulu dilakukan pengujian, mengingat rata-rata pH pembenah tanah yang

    diuji rata-rata sekitar 8. Pemberian bahan yang berpotensi meningkatkan pH tanah

    pada tanah dengan reaksi netral/alkalin dikhawatirkan berdampak buruk, misalnya

    pada penurunan ketersediaan unsur P bagi tanaman.

    Aplikasi pembenah tanah juga sangat diperlukan pada tanah yang didominasi

    oleh fraksi pasir. Tanah yang didominasi pasir bisa terjadi karena sifat inherent dari

    tanah atau akibat eksploitasi lahan misalnya pada areal bekas tambang timah

    (Puslittanak, 1995; PT. Timah 2009). Tanah yang didominasi fraksi pasir juga

    banyak terdapat di wilayah yang terkena material letusan gunung, misalnya di areal

    sekitar Gunung Merapi (Vandebelbe dalam Sukmana, 1985; LPT, 1976, dan Puslittan,

    1981). Tanah yang didominasi fraksi pasir mempunyai kemampuan memegang air

    yang sangat rendah, apalagi jika kandungan bahan organik sangat rendah.

    Kandungan bahan organik pada tanah bekas tambang batu bara atau tanah yang

    tetutup material letusan gunung hampir bisa sapai level nihil. Oleh karena itu

    diperlukan pembenah tanah untuk mempercepat proses reklamasinya.

    Berdasarkan uraian tersebut di atas maka diperlukan formulasi pembenah

    tanah untuk kondisi spesifik lainnya yaitu untuk lahan kering dengan reaksi tanah

    netral/alkalin atau lahan kering dengan tanah yang didominasi fraksi pasir dengan

    kandungan bahan organik sangat rendah.

    1.2. Perumusan Masalah

    Pembenah tanah Beta dan Biochar telah diuji efektivitasnya dalam

    meningkatkan produktivitas lahan kering masam dengan tektur liat. Agar produk

    pembenah tanah ini lebih bersifat multiguna dan problem solved oriented (sesuai

    kendala masing-masing tanah) maka pembenah tersebut perlu terus disempurnakan

    serta diuji pada berbagai tanah marginal dengan permasalahan yang berbeda. Pada

    lahan kering dengan reaksi tanah netral atau alkalin misalnya, pengaruh pH

    pembenah tanah yang rata-rata sekitar 8 perlu diuji lebih mendalam sehingga dapat

    dipelajari apakah untuk kondisi seperti ini diperlukan beberapa manipulasi atau

    penyesuaian. Untuk tanah yang didominasi fraksi pasir, kemampuan pembenah

    untuk mengagregasi tanah perlu lebih ditingkatkan. Pengujian pembenah tanah

    lanjutan pada lahan kering masam perlu dititik beratkan pada peningkatan

    efektivitasnya, sehingga dosis yang digunakan bisa ditekan. Ektraksi bahan organik

    dalam bentuk WEOM (water- extractable organik matter) bisa dilakukan untuk

    meningkatkan efektivitas bahan organik sebagai bahan pembenah tanah.

  • 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    Kualitas lahan pertanian di Indonesia yang rata-rata relatif rendah merupakan

    salah satu penyebab rendahnya produktivitas lahan pertanian di Indonesia. Selain

    berhubungan dengan karakteristik lahan di daerah tropika basah, yang rentan

    terhadap erosi dan pemiskinan hara (Sastiono dan Suwardi, 1999; Undang Kurnia et

    al., 2005). Degradasi (penurunan kualitas) lahan juga banyak disebabkan oleh

    faktor manusia yang tidak melakukan sistem pengelolaan lahan dengan baik dan

    berkelanjutan (Las et al., 2006; Undang Kurnia et al., 2005; Abdurachman et al.,

    2005).

    Penggunaan bahan pembenah tanah merupakan cara yang dapat ditempuh

    untuk mempercepat proses rehabilitasi lahan. Namun demikian, perlu dilakukan

    pemilihan bahan pembenah tanah yang benar-benar tepat. Kegiatan penelitian dan

    pengembangan bahan pembenah tanah di Indonesia sudah dilakukan sejak tahun

    1970-an, namun aplikasinya pada tingkat petani masih sangat rendah.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 28 tahun 2009 tentang

    Pupuk Organik dahn Pembenah Tanah, definisi pembenah tanah adalah bahan-

    bahan sintetis atau alami, organik atau mineral yang berbentuk padat atau cair yang

    mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi. Bahan pembenah tanah dikenal

    juga sebagai soil conditioner, di kalangan ahli tanah secara lebih spesifik diartikan

    sebagai bahan-bahan sintetis atau alami, organik atau mineral, berbentuk padat

    maupun cair yang mampu memperbaiki struktur tanah, dapat merubah kapasitas

    tanah menahan dan melalukan air, serta dapat memperbaiki kemampuan tanah

    dalam memegang hara, sehingga hara tidak mudah hilang, namun tanaman masih

    mampu memanfaatkan hara tersebut. Pembenah tanah juga diperlukan untuk

    memperbaiki tingkat kemasaman tanah, meningkatkan ketersediaan hara, dan lain

    sebagainya.

    Bitumen (emulsi aspal) merupakan contoh pembenah tanah yang dapat

    digunakan untuk mempercepat pembentukan agregat dan meningkatkan stabilitas

    agregat pada tanah pasir Merapi dan Andisol (Lenvain et al., 1973a,1973b;

    Suwardjo et al., 1973; LPT, 1976; LPT, 1978).

    Pembenah tanah mineral alami lainnya yang telah banyak diteliti dan

    dikembangkan adalah zeolit. Penggunaan zeolit sebagi bahan pembenah tanah telah

    banyak dilakukan di Jepang, Amerika, dan negara-negara Eropa (Suwardi, 2007).

  • 4

    Fungsi utama dari zeolit sebagai bahan pembenah tanah adalah meningkatkan

    kapasitas tukar kation (KTK) tanah; peningkatannya tergantung jenis tanah, jumlah

    penambahan zeolit, dan jenis mineral zeolit.

    Pembenah tanah organik merupakan jenis yang paling banyak diteliti.

    Bahan-bahan seperti skim lateks telah terbukti dapat meningkatkan persentase

    agregat stabil dan menurunkan persen agregat yang tidak stabil (Bernas et al., 1995).

    Limbah pertanian seperti blotong, sari kering limbah dan lain sebagainya juga dapat

    dimanfaatkan sebagai pembenah tanah, namun dibutuhkan dalam dosis tinggi,

    padahal ketersediaan bahan tersebut relatif terbatas.

    Manfaat dari bahan organik baik sebagai sumber hara (pupuk) maupun

    sebagai pembenah tanah telah banyak dibuktikan (Rachman et al., 2006;

    Suriadikarta, 2006). Dari hasil rangkuman berbagai penelitian dapat disimpulkan

    pembenah tanah dalam bentuk polimer organik mempunyai kemampuan yang lebih

    baik dalam memperbaiki sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi tanah

    (Sutono dan Abdurachman, 1997). Balai penelitian tanah telah mengembangkan

    beberapa formula pembenah tanah, misalnya Beta (Dariah et al., 2007), Biochar

    (Nurida et al., 2008) yang telah menunjukkan kemampuannya dalam meningkatkan

    kualitas tanah yang terdegradasi, namun demikian kelemahannya masih memerlukan

    dosis yang relatif tinggi. Formula pembenah tanah tersebut masih perlu ditingkatkan

    efektivitasnya.

    Hasil perombakan bahan organik yang mempunyai peranan penting dalam

    perbaikan sifat-sifat tanah adalah fraksi terhumifikasi dikenal pula sebagai humus

    atau senyawa humat (Tan, 1993; Eyheraguibel et al., 2007). Senyawa humat juga

    dapat menghasilkan berbagai efek morfologi, fisiologi, dan biokimia terhadap

    tanaman (Chen dan Aviad, 1990; Vaughhan dan Macolm, 1985). Beberapa hasil

    penelitian lainnya juga telah menunjukkan pengaruh positif dari senyawa humat

    terhadap pertumbuhan tanaman (Piccolo et al., 1993, Eyheraguibel et al., 2007).

    Pengaruh positif dari senyawa tersebut dapat dijelaskan oleh adanya interaksi

    langsung dari senyawa humat dengan proses-proses metabolisme dan fisiologi

    tanaman (Nardi et al., 2002). Peranan penting lainnya dari senyawa organik ini

    adalah dalam perbaikan kualitas sifat kimia tanah (diantaranya perbaikan KTK) dan

    sifat fisik tanah (agregasi) (Stevenson, 1982; Tan, 1993l). Ektraksi senyawa humat

    selama ini masih dilakukan dengan menggunakan bahan kimia, sehingga masih

    bersifat tidak ramah lingkungan.

  • 5

    WEOM (water- extractable organik matter) atau fraksi kompos yang larut air

    mempunyai peranan penting dalam proses kimia dan biologi yang terjadi dalam

    tanah yang diamandemen bahan organik (kompos) (Traversa et al., 2010).

    Pengertian konvensional dari WEOM adalah bagian dari bahan organik yang dapat

    melewati membran (saringan) berukuran berukuran 0,45 m (Zsolnay, 2003) dan merupakan campuran heterogen dari berbagai molekul dengan ukuran yang

    bervariasi (Said-Pullicino et al., 2007 a,b). Aktivitas biologi dari WEOM dari kompos

    utamanya akan ditentukan oleh tipe bahan kompos dan lamanya proses

    pengomposan (Traversa et al., 2010). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian

    WEOM yang bersumber dari bahan organik, sehingga dapat dilihat peluang

    pemanfaatam WEOM sebagai pembenah tanah.

  • 6

    III. TUJUAN DAN MANFAAT

    3.1. Tujuan Jangka Pendek:

    1. Mendapatkan formula pembenah tanah yang mampu meningkatkan retensi

    air dan agregasii tanah pada tanah didominasi fraksi pasir, kandungan C-

    organik rendah, dan pH netral/alkalin.

    2. Mempelajari karaktersitik WEOM dari berbagai sumber bahan organik dan

    peluang pemanfaatannya sebagai pembenah tanah.

    3.2. Jangka Panjang

    Meningkatkan produktivitas lahan terdegradasi melalui penggunaan bahan

    pembenah tanah.

    3.3. Hasil yang diharapkam

    Keluaran yang diharapkan pada tahun berjalan (2011) adalah:

    Formula pembenah yang bersifat spesifik yakni lahan kering netral/lakalin,

    dominan fraksi pasir, dan miskin bahan organik.

    Keluaran pada Jangka panjang:

    Teknik rehabilitasi lahan terdegradasi melalui perbaikan kualitas tanah untuk

    meningkatkan produktivitas tanaman.

  • 7

    IV. METODOLOGI

    4.1. Ruang Lingkup penelitian

    Penelitian terdiri dari dua kegiatan penelitian, yaitu:

    1. Pengujian efektivitas pembenah tanah pada lahan kering marginal yang

    didominasi fraksi pasir dengan pH netral-alkalin, sebagai pembanding digunakan

    pula tanah didominasi fraksi liat dengan pH masam. Kegiatan penelitian

    dilakukan di Rumah Kaca Balai Penelitian Tanah Bogor, terdiri dari 2 unit

    percobaan yaitu dengan dan tanpa tanaman.

    2. Karakteristik WEOM dari berbagai sumber bahan organik dan peluang

    pemanfaatannya sebagai pembenah tanah. Kegiatan penelitian ini dilakukan di

    Laboratorium Penelitian Fisika dan Kimia Tanah, Balai Penelitian Tanah.

    4.2. Rancangan Riset Kegiatan 1: Efektivitas Pembenah Tanah pada lahan kering marginal

    yang didominasi fraksi pasir, serta tanah bereaksi netral alkalin dan miskin bahan organik

    Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan faktorial yang diacak

    secara lengkap dengan 3 ulangan, perlakuan terdiri dari:

    Faktor I: jenis tanah

    T1= tanah I (didominasi fraksi liat, pH masan)

    T2= tanah II (didominasi fraksi pasir, pH netral)

    Kedua bahan tanah mempunyai kandungan bahan organik sangat rendah.

    Faktor II: jenis pembenah tanah

    Be1 = beta formula 1 (Beta I)

    Be2 = beta formula 2 (Beta II)

    Bc1 = biochart formula 1 (Biochar SP-50 I)

    Bc2 = biochar formula 2 (Biochar SP-50 II)

    Contoh tanah sebagai pewakil tanah masam dengan kandungan bahan

    organik rendah diambil di Desa Ciampea, Kabupaten Bogor, sedangkan contoh tanah

    sebagai pewakil tanah betekstur pasir dan bereaksi netral diambil di Pangandaran,

    Kabupaten Banjar.

    Rekayasa formula dilakukan dengan melakukan penambahan pupuk hayati

    dan asap cair biochar. Prioritas pupuk hayati yang dipilih adalah mikroba penyedia P

    dan mikroba yang bisa berfungsi sebagai akselerator pembentukan agregat tanah.

  • 8

    Dosis pembenah tanah yang digunakan adalah 2,5 t/ha, sedangkan dosis

    pupuk dasar NPK ditentukan oleh hasil analisis tanah. Percobaan akan dilakukan

    pada unit tanpa dan dengan tanaman. Tanaman indikator yang digunakan adalah

    Jagung. Parameter yang diamati adalah: Pertumbuhan dan produksi tanaman, serta

    perubahan sifat fisik dan kimia tanah.

    Kegiatan 2: Karakteristik WEOM dari berbagai sumber bahan organik dan

    peluang pemanfaatannya sebagai pembenah tanah.

    Kegiatan penelitian di laboatorium dilakukan untuk mendapatkan WEOM dari

    berbagai sumber bahan organik. Bahan organik yang digunakan adalah kompos

    pukan kambing (Pukan I), pukan ayam (Pukan II) dan jerami. Pengomposan bahan

    organik dilakukan di Rumah Kaca, tingkat kematangan gambut diindikasikan dengan

    nilai C/N sekitar 20.

    Ektraksi WEOM dilakukan berdasarkan metode yang dikemukakan oleh

    Traversa et al. (2010), yaitu: 100 gr kompos kering udara disuspensikan dalam 1000

    ml air destilasi, diaduk secara mekanik selama 15 menit, kemudian suspensi dari

    humus disentripusi (centrifugate) atau dikocok dengan kecepatan 6000 rpm selama

    15 menit, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring whatman, dengan

    urutan ukuran partikel yang tersaring/terretensi berturut-turut 11, 2,5,1,2 dan 0,45

    um. Sample WEOM disimpan dalam suhu 4oC dalam ruangan gelap. Sebagai

    pembanding dilakukan pula ektraksi dengan menggunakan KOH (Tan, 1993).

    Karakteristik WEOM yang dianalisis adalah: daya hantar listrik (DHL), pH, C

    organik, kandungan N, P, dan K, asam humat dan asam fulvat Pengujian pengaruh

    WEOM terhadap tanaman akan dilakukan dengan mempelajari pengaruh WEOM

    terhadap perkecambahan biji tanaman jagung dan tomat. Media perkecambahan

    masing-masing akan disiram dengan 3 ml larutan WEOM dengan 2 perlakuan

    pengenceran yaitu 1:2 dan 1:10, sebagai pembanding digunakan air destilasi.

    Masing-masing perlakuan menggunaan 4 ulangan.

    Pengujian WEOM dalam memperbaiki sifat-sifat tanah akan dilakukan dengan

    mencampurkan WEOM dalam 1 kg tanah dengan dua kondisi tekstur yang berbeda,

    diinkubasi selama 2 minggu, selanjutnya dilakukan analisis tanah yakni sifat fisik dan

    kimia tanah.

  • 9

    V. HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1. Efektivitas Pembenah Tanah pada lahan kering marginal yang didominasi fraksi pasir, serta tanah bereaksi netral alkalin dan miskin bahan organik

    Hasil analisis contoh tanah yang digunakan untuk percobaan sebelum

    perlakuan disajikan pada Tabel 1. Contoh tanah yang diambil dari Desa

    Pangandaran memenuhi syarat sebagai tanah bertekstur pasir, dengan reaksi netral

    dan kandungan bahan organik sangat rendah. Sebagai pembanding digunakan

    contoh tanah dari desa Ciampea, yang memenuhi syarat sebagai tanah masam

    dengan kandungan bahan organik rendah, kandungan hara tertentu seperti P dan

    basa-basa (Ca dan Mg) tergolong tinggi.

    Tabel 1. Hasil analisis contoh tanah yang digunakan untuk percobaan sebelum perlakuan

    Sifat Kimia Ciampea, Bogor Pangandaran, Ciamis

    Nilai Keterangan Nilai Keterangan

    Tekstur - Liat Pasir pH H2O 5,41 Masam 7,2 Netral pH KCl 4,54 Masam 6,9 Netral Corganik (%) 1,41 Rendah 0,72 Sangat rendah Ntotal (%) 0,09 Sangat rendah 0,06 Sangat rendah C/N 16 Tinggi 12 Sedang P2O5 (mg/100g) 277 Sangat tinggi 59 Tinggi K2O (mg/100g) 11 Rendah 28 Sedang P2O5 Bray 1/olsen (ppm) 179 Sangat tinggi 11 Rendah Ca (cmol(+)/kg) 14,45 Tinggi 10,50 Sedang Mg (cmol(+)/kg) 2,75 Tinggi 3,30 Tinggi K (cmol(+)/kg) 0,19 Rendah 0,15 Rendah Na (cmol(+)/kg) 0,17 Rendah 0,16 Rendah Jumlah 17,57 - 14,11 - KTK 18,84 Sedang 5,07 Rendah KB (%) 93 Sangat Tinggi >100 Sangat Tinggi Al3+ 0,00 - 0,00 - H+ 0,09 - 0,04 -

  • 10

    Karakterisk empat pembenah tanah yang diuji ditunjukkan Tabel 2.

    Pemanfaatan asap cair biochar menyebabkan kadar air pembenah tanah meningkat

    sehingga persentasi kandungan C-organik dan asam humat yang menjadi bahan aktif

    pembenah tanah cenderung menurun, demikian juga halnya dengan KTK pembenah

    tanah.

    Tabel 2. Karakteristik empat pembenah tanah yang digunakan dalam percobaan

    Parameter Biochart SP 50 I Biochart SP 50 II Beta I

    Beta II

    Kadar air (%) 15,31 42,71 13,07 38,98

    Kadar abu (%) 29,65 21,48 25,43 19,08

    Humat (%) 7,65 1,45 14,41 8,10

    Fulvat (%) 38,35 42,51 41,00 39,59

    C organik (%) 1,31 0,91 1,64 1,16

    NH4 (%) 0,02 0,05 0,23 0,19

    NO3 (%) 0,12 0,00 0,03 0,04

    C/N rasio 20 22 13 14

    P2O5 (%) 0,24 0,20 0,55 0,37

    K2O (%) 0,42 0,34 0,50 0,34

    Ca (%) 0,61 0,46 1,42 1,11

    Mg (%) 0,21 0,16 0,41 0,33

    S (%) 0,07 0,03 0,12 0,08

    Fe (ppm) 799 830 1689 1731

    Mn (ppm) 188 141 244 187

    Al (ppm) 1079 880 3591 2379

    Pb (ppm) 1,7 1,5 3,4 2,9

    Cd (ppm) 0,08 0,06 0,14 0,14

    As (ppm) 0 0 0 0

    Hg (ppm) 0 0 0 0

    KTK (cmol (+) mg) 8,53 5,42 13,64 10,39

  • 11

    Pengaruh penggunaan empat jenis pembenah tanah terhadap pertumbuhan

    tanaman jagung pada dua jenis tanah yang berbeda karakteritiknya disajikan pada

    Tabel 3. Pertumbuhan tanaman jagung pada contoh tanah yang diambil dari

    Ciampea (pewakil tanah bertekstur liat, bereaksi masam) nyata lebih baik dibanding

    pada contoh tanah yang diambil dari Pangandaran (contoh tanah bertekstur pasir,

    bereaksi netral). Kemampuan tanah yang bertekstur pasir dalam memegang hara

    dan air lebih rendah dibanding tanah dengan tekstur liat, hal ini berdampak terhadap

    tidak terpenuhinya kebutuhan tanaman.

    Pemberian pembenah tanah dengan dosis 2,5 t/ha pada tanah bertekstur

    pasir belum mampu memperbaiki kondisi tanah. Pengkayaan pembenah tanah

    dengan menggunakan pupuk hayati tidak mampu meningkatkan efektivitas

    pembenah tanah, meskipun berdasarkan data tinggi tanaman pada umur 8 minggu

    setelah tanam (MST) ada kecenderungan bahwa pembenah tanah yang diperkaya

    dengan pupuk hayati mempunyai tinggi tanaman yang relatif tinggi. Hasil penelitian

    ini juga mengindikasikan bahwa untuk tanah dengan kondisi yang lebih relatif buruk

    dibutuhkan jangka waktu perbaikan yang relatif panjang dan/atau dosis relatif tinggi.

    Tabel 3. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap pertumbuhan pada tanah bertekstur pasir, bereaksi masam, bahan organik rendah dan tanah berpasir bereaksi netral, dan bahan organic sangat rendah.

    Perlakuan Tinggi tanaman pada umur

    2 MST 4 MST 6 MST 8 MST ----------------------------------- (cm) -----------------------------------

    T1 (Liat) T2 (Pasir)

    48,21A* 34,58B

    123,56A 50,68B

    185,25A 99,50B

    248,25A 146,43B

    Beta I Beta II Biochar I Biochar II

    41,46a 42,21a 41,21a 40,17a

    87,75a 90,12a 84,87a 85,75a

    145,62a 144,75a 138,12a 141,00a

    192,37a 203,37a 194,37a 199,25a

    MST= minggu setelah tanaman * angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan

    pada 5%. Indikator pertumbuhan tanaman ditunjukan juga oleh parameter lingkar

    batang tanaman jagung (Tabel 4). Seperti halnya terhadap tinggi tanaman,

    diameter batang tanaman jagung yang tumbuh pada contoh tanah bertekstur liat

    nyata lebih baik dibanding tanah bertekstur pasir. Pemberian pembenah tanah

    belum juga belum mampu memacu peningkatan lingkar batang tanaman jagung.

  • 12

    Tabel 4. Pengaruh pemberian pembenah tanah terhadap lingkar batang tanaman jagung

    Perlakuan Diamneter batang pada umur

    DB 4 MST DB 6 MST DB 8 MST ----------------------- (cm) -------------------------------

    T1 (Liat) T2 (Pasir)

    15,84 A 5,40 B

    19,28 A 9,90 B

    18,25 A 11,46 B

    Beta I Beta II Biochar I Biochar II

    10,87 a 10,31 a 10,93 a 10,37 a

    15,12 a 14,12 a 14,75 a 14,37 a

    14,56 a 14,68 a 15,25 a 14,93 a

    MST= minggu setelah tanaman * angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan

    pada 5%.

    5.2. Karakteristik WEOM dari berbagai sumber bahan organik dan peluang

    pemanfaatannya sebagai pembenah tanah

    5.2.1. Karakteristik WEOM

    Hasil ektraksi bahan organik untuk mendapatkan WEOM (water- extractable

    organik matter) dengan menggunakan metode Traversa et al. (2010) disajikan pada

    Tabel 5. Sebagai pembanding dilakukan pula ekstraksi dengan menggunakan KOH

    (Tan, 1990). Keuntungan ektraksi dengan menggunakan air adalah dapat

    meniadakan penggunaan bahan kimia. Hasil ekstraksi menunjukkan bahwa

    kandungan senyawa humat pada hasil ekstraksi dengan menggunakan H2O (WEOM)

    tidak berbeda nyata dibandingkan dengan hasil ekstraksi dengan menggunakan KOH.

    Senyawa humat merupakan komponen penting yang mendukung fungsi bahan

    organik sebagai pembenah tanah. pH pada perlakuan ektraksi dengan H2O juga

    relatif lebih rendah (7,54), dibandingkan dengan hasil ekstraksi dengan

    menggunakan KOH yang menghasilkan ektrak dengan pH yang terlalu tingg (pH>9).

    Namun demikian, beberapa parameter lain yaitu daya hantar listrik, kandunga P, K,

    dan total C-organik pada WEOM relatif lebih rendah dibanding hasil ekstrak dengan

    menggunakan KOH. K yang relatif tinggi pada hasil ekstraksi KOH bersumber dari

    KOH. Lebih kuatnya pengekstrak dalam bentuk KOH menyebabkan lebih tingginya

    unsur seperti P dibandingkan WEOM. Kandungan C organik yang relatif lebih tinggi

    pada hasil ektraksi dengan KOH diantaranya berasal dari kandungan asam fulvat

    yang tinggi (Tabel 5), dan hal ini disebabkan karena asal fulvat larut pada kondisi

    basa.

  • 13

    Tabel 5. Perbedaan karakteristik ektrak bahan organik (humic like substance) dengan menggunakan air (WEOM) dan KOH

    Parameter Satuan Ekstraksi dengan

    KOH (KOH-EOM)

    Ekstraksi dengan H2O

    (WEOM) Prob>|T|

    AsamHumat

    mg/L

    41,68 41,22 0,978 AsamFulvat 368,89 59,78 0,004 C-Organik 410,67 101,11 0,008

    N 58,79 33,94 0,290 P 13,62 5,87 0,020 K 1564,83 335,01 0,004

    DHL dS/m -

    6,70 1,25 0,010 pH 9,80 7,54 0,007

    5.2.2. Peluang Pemanfaatan WEOM dari berbagai sumber bahan organik

    untuk pembenah tanah

    Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 6 menunjukan bahwa setelah diberi

    perlakuan WEOM tanah bertekstur liat dari Ciampea masih mempunyai karakteristik

    fisik tanah yang lebih baik dibandingkan tanah bertekstur pasir dari Pangandaran.

    Penggunaan WEOM pada contoh tanah bertekstur pasir dari pangandaran tidak

    mampu memperbaiiki sifat fisik tanah, khususnya sifat fisik tanah yang mendukung

    kemampuan tanah dalam memegang air. Untuk memperbaiki sifat fisik contoh tanah

    bertekstur pasir dari Pangandaran sampai pada taraf menyamai tanah liat dari

    Ciampea kemungkinan dibutuhkan dosis pembenah yang lebih banyak dan atau

    jangka waktu lama (atau diberikan secara kontinue). Sifat fisik tanah yang

    berhubungan dengan tingkat kemampuan tanah memegang air, merupakan salah

    satu faktor pembatas tanah-tanah bertekstur pasir. Permeabiltas yang terlalu tinggi

    pada tanah berpasir menunjukan air akan dengan mudah mengalir menjadi air

    perkolasi. Namun demikian sampai tarap tertentu, permeabilitas penting untuk

    mengendalikan kelebihan air.

    Pada pF 4,2 (setara dengan titik layu permanen) , rata-rata kadar air pada

    tanah liat masih >25%, sedangkan pada tanah pasir hanya sekitar 5%. Hail ini

    menunjukkan tingkat kemampuan tanah bertektuir liat lebih tinggi dibanding tanah

    bertekstur pasir. Kadar air pada pF 1 dan 2 pada contoh tanah bertekstur pasir juga

    relatif lebih rendah dibanding pada tanah bertekstur liat .

  • 14

    Tabel 6. Pengaruh WEOM dari berbagai sumber bahan organik terhadap perbaikan sifat fisik tanah

    Perlakuan

    BD

    (g/cm3) RPT pF 1 pF 2 pF 2,54 pF 4,2 Permeabilitas

    (cm/jam) --------------------------(%)------------------------- T1: Liat T2: Pasir

    0,95 b 1,62 a

    53,92 a 42,38 b

    48,22 a 37,71 b

    35,82 a 22,42 b

    30,56 a 16,82 b

    25,37 a 5,24 b

    35,42 b 48,74 a

    WEOM K. Jerami WEOM K Pukan I WEOM K Pukan II

    1,31 a 1,29 a 1,24 b

    47,62 a 48,15 a 48,69 a

    42,99 a 43,56 a 42,35 a

    29,87 a 29,12 a 28,37 a

    24,65 a 23,46 ab 22,96 b

    15,76 a 15,77 a 14,38 b

    37,57 b 45,57 a 43,08 ab

    * angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji LSD pada 5%.

    Pemberian WEOM yang bersumber dari berbagai jenis bahan organik

    berpengaruh nyata terhadap kadar air pada pF 4,2 (kapasitas lapang). WEOM yang

    bersumber dari kompos jerami dan dan Pukan I (pukan ruminansia) menghasilkan

    kadar air pada pF2 yang relatif lebih tinggi. WEOM dari jerami juga nyata dapat

    menurunkan permeabilitas tanah, sifat ini sangat diperlukan untuk memperbaiki sifat

    fisik tanah pasir, hal penting untuk tanah bertekstur pasir, dimana pergerakan air

    secara vertikal dapat ditekan sehingga air terlalu mudah hilang, sehingga

    kesempatan untuk diserap tanaman menjadi lebih rendah. Meskipun demikian,

    tingkat permeabilitas yang tinggi diperlukan untuk menekan besarnya aliran

    permukaan pada saat tanah dalam kondisi jenuh.

    Pada tanah bertekstur liat, perlakuan pemberian WEOM berpengaruh nyata

    terhadap permeabilitas tanah, WEOM yang bersumber dari Pukan II (kotoran ayam)

    meningkatkan permeabilitas tanah yang nyata lebih tinggi dibanding WEOM jerami

    dan Pukan II (Pukan ruminansia). Peningkatan permeabitas pada tanah bertekstur

    liat diperlukan, karena permeabilitas yang terlalu rendah seringkali dihadapi tanah-

    tanah bertekstur liat, kecuali jika agregasi tanah relatif baik. Pada tanah bertekstur

    pasir Perlakuan WEOM dari berbagai jenis baha organik tidak memberikan pengaruh

    yang berbeda, baik terhadap pori air tersedia maupun permeabilitas tanah. Namun

    jika dibandingkan dengan tanah bertekstur liat, setelah diberi perlakuan WEOM

    Pukan I dan Pukan II, persen air tersddia pada tanah bertekstur pasir nyata menjadi

    lebih tinggi dibanding tanah bertekstur liat (Tabel 7).

  • 15

    Tabel 7. Pengaruh interaksi kondisi tanah dengan perlakuan WEOM dari berbagai sumber bahan organik

    Media PAT (% vol) Permeabilitas (cm/jam)

    WEOM dari kompos WEOM dari kompos: Jerami Pukan I Pukan II Jerami Pukan II Pukan II

    T1: Liat 5,07 Ba 5,20 Ba 5,30 Ba 28,42 Bb 37,60 Ba 40,22 Aa T2: Pasir 12,70 Aa 10,20 Ab 11,90 Aab 46,72 Aa 53,55 Aa 45,95 Aa * angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom yang sama, dan hurup besat yang sama pada

    lajur yang sama tidak berbeda nyata menurut uji LSD pada 5%. 5.2.2. Pengaruh WEOM terhadap tingkat perkecambahan biji jagung

    dan biji tomat

    Hasil uji awal penggunaan WEOM terhadap pertumbuhan tanaman ditunjukan

    oleh pengaruhnya terhadap tingkat perkecambahan biji jagung (Gambar 1). Hasil

    percobaan menunjukan bahwa penggunaan WEOM dengan tingkat pengenceran

    1:10 dapat meningkatkan daya perkecambahan biji tanaman jagung. Sebagai

    pembanding tingkat perkecambahan biji jagung pada perlakuan air destilasi 50%). Dengan tingkat pengenceran yang

    sama tingkat pengekecambahan pada pertakuan WEOM dari Pukan 1 rata-rata lebih

    tinggi dibanding WEOM kompos pukan 2 (pukan ayam). Penggunaan WEOM dengan

    kadar yang lebih pekat (pengenceran 1:2) rata-rata menurunkan daya

    perkecambahan biji jagung. Hal ini menggindikasikan pemberian WEOM saat

    perkecambahan biji jagung sebaiknya diberikan pada kadar yang lebih rendah, atau

    diberikan secara bertahap. Kemungkinan lainnya adalah dibutuhkan masa inkubasi

    yang cukup, sebelum media tanam digunakan. Perlu diuji juga diuji pengaruh dari

    WEOM setelah lewat masa perkecambahan.

    Gambar 1. Pengaruh penggunaan WEOM dari bebera sumber bahan organik dengan 2 tingkat pengenceran terhadap daya perkecambahan biji jagung

  • 16

    Selain terhadap daya perkecambahan biji jagung, pengujian WEOM dari

    berbagai sumber bahan organik dilakukan pula pada biji tanaman tomat (Gambar 2).

    Rata-rata tingkat perkecambahan tomat tergolong baik (sekirar 80%), penggunaan

    WEOM tidak dapat lagi meningkatkan persen perkecambahan melebihi tingkat

    perkecambahan pada perlakuan air destilasi. Seperti halnya pada perkecambahan

    jagung, Peningkatan kadar WEOM dari 1:10 menjadi 1:2 menyebabkan rata-rata

    tingkat perkecambahan biji tomat menurun terutama untuk WEOM berasal dari

    kompos kotoran ayam.

    Gambar 2. Pengaruh WEOM dari beberapa sumber bahan organik dengan 2 tingkat pengenceran terhadap perkecambahan biji tomat

  • 17

    VI. KESIMPULAN DAN SARAN

    6.1. Kesimpulan

    1. Tingkat pertumbuhan tanaman jagung pada contoh tanah bertekstur pasir dan

    bereaksi netral nyata lebih rendah dibanding pada contoh tanah bertekstur liat

    dan bereaksi masam. Pemberian pembenah tanah dengan dosis 2,5 t/ha belum

    mampu memacu pertumbuhan tanaman pada tanah bertekstur pasir.

    2. Penambahan pupuk hayati dan asap cair biochar belum nyata meningkatkan

    efektivitas pembenah tanah, meskipun terdapat kecenderungan terjadi

    peningkatan pertumbuhan tanaman jagung pada umur 8 minggu setelah tanah.

    3. Kandungan asam humat dalam WEOM (water extractable organik matter) tidak

    berbeda nyata dibanding KOH-EOM (KOH- extractable organik matter). Artinya

    air mempunyai kemampuan yang sama dengan KOH dalam mengekstrak asam

    humat. Namun demikian, kandungan asam fulvat, C total, dan unsur N,P,K pada

    ektrak KOH (KOH-EOM) relatif lebih tinggi dibanding WEOM.

    4. Setelah diberi perlakuan WEOM, persen air tersedia pada tanah bertekstur pasir

    nyata lebih tinggi dibanding tanah bertekstur liat. Namun demikian, kemampuan

    tanah bertekstur pasir dalam memegang air (didasarkan pada kadar air pada

    beberapa level pF) masih nyata lebih rendah dibanding tanah bertekstur liat.

    5. Penggunaan WEOM meningkatkan daya perkecambahan biji jagung. Peningkatan

    konsentrasi WEOM dari 1:10 menjadi 1:2 menyebabkan penurunan daya

    perkecambahan biji jagung dan tomat.

    5.2. Saran

    Ekstraksi senyawa humat sebagai bahan dasar pembenah tanah tanpa

    menggunakan bahan kimia perlu terus dikembangkan. Metode ekstraksi tanpa

    bahan kimia perlu dimodifikasi sehingga daya ekstraknya menjadi lebih kuat dan

    dapat menghasilkan senyawa dalam bentuk humic like substance dengan kadungan

    dan komposisi bahan aktif pembenah yang lebih baik, selanjutnya dapat lebih efektif

    berfungsi sebagai pebenah tanah.

  • 18

    VII. DAFTAR PUSTAKA

    Chen, Y. and Aviad, T. 1990. Effect of humic substance on plant growth. In: MacCarthy, P., Clapp, C.E., Macolm, R.L., Bloom, P.R. (Eds.), Humic Substance in Soil and Crop Sciences:Selected Readings. SSSA, Madison, pp.161-186.

    Dariah, A., Nurida N.L., dan Sutono. 2007. Formulasi bahan pembenah untuk rehabilitasi lahan terdegradasi. Disampaikan pada Seminar Sumberdaya Lahan dan Lingkungan. Bogor, 7-8 Nopember 2007.

    Eyheraguibel, B., Morarrd, P., Silvertre, J. 2002. Chemical irigin of humic-like substance, 11th International Humic Substance Society Confrence, Boston, MA (USA).

    Engyeraguibel, B., J. Silvestre, dan P. Morard. 2007. Effects of humic substance derived from organic waste enhancement on the growth and minberel nutrition of maize. Elsevier. Bio resource Technology 99 (2008) 4206-4212.

    Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and chemical properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal: A review. Biol. Fertil. Soils 35:219-230.

    Husaini. 2007. Karakteristik dan deposit pembenah tanah zeolit di Indonesia. Dipresentasikan pada Semiloka Pembenah Tanah Menghemat Pupuk,Memdukung Peningkatan Produksi beras. Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Depaetermen Pertanian bekerjasama dengan Konsorsium Pemebenah Tanah Indonesia. Jakarta 5 April 2007.

    Nardi, S., Pizzeghello, D.Muscolo, A., Vianello, A. 2002. Physiological effect of humic substances on higher plants. Soil Biol. Biochem. 34, 1527-1536.

    Ogawa, M. 1994. Symbiosis of people and nature in tropics. Farming Japan 28(5):10-34.

    Piccolo, A., Celano, G., and Pietra mellara, G. 1993. Effect of fractions of coal-derived humic substance on seed germination and growth of seedlings (Latuga sativa and Lycopersicum esculentum). Biol. Fertil. Soils. 16, 11-16.

    Said-Pullicino, D., Erriquens, F.G., Gigliotti, G. 2007a. Changes in the chemical characteristics of water-exstractable organic matter during composting and their influence on compost stability and maturity. Bioresour. Technol. 98:1822-1831.

    Said-Pullicino, D., Kaiser, K., Guggenberger, G., Gigliotti, G. 2007b. Changes in the chemical composition 0f water-extractable organic matter compossting distribution between stable and labile organic matter pool. Chemosphere 66:2166-2176.

    Sastiono, A. dan Suwardi. Pemanfaatan zeolit alam untuk meningkatkan kesuburan tanah. Disampaikan pada Seminar Pembuatan dan pemanfaatan Zeolit Agro untuk Meningkatkan Produksi Industri Pertanian, Tanaman pangan dan perkebunan. Departemen pertambangan dan energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Bandung, 23 Agustus 1999.

    Stevenson F.J. 1982. Humus Chemistry. Genesis, Composition, Reactions. A Wiley- Interscience Publication. John Wiley&Sons. New York.

  • 19

    Suwardi. 2007. Pemanfaatan zeolit untuk perbaikan sifat-sifat tanah dan peningkatan produksi Peranian. Dipresentasikan pada Semiloka Pembenah Tanah Menghemat Pupuk,Mendukung Peningkatan Produksi beras. Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, Departemen Pertanian bekerjasama dengan Konsorsium Pemebenah Tanah Indonesia. Jakarta 5 April 2007.

    Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York.

    Travera, A., E. Loffredo, C.E. Gattulo, N. Senesi. 2010. Water-extractable organic matter of different composts:A cpmparaive study of properties and allelochemical effect on horticultural plats. Elsevier. Geoderma 156:287-296.

    Vaughan, D. and Malcolm, R.E. 1985. Influence of humic substance on growth and physiological proceseses. In: Vaughan, D. Macolm, R.E (Eds.) Soil organic matter and biologica activity. Dordrech, Boston. Pp. 1-36.l

    Verheye, W.H. 2007. Integrating land degradation issues into a national soils policy. CONTOUR. Newsletter of The Asia Soil Conservation Network. ASOCON. Vol. XIX, No. 1.

    Zsolnay, A. 2003. Dissolved organic matter: Artefacts, definitions, and functions. Geoderma 113: 187-209.

    Zsolnay, A. Baigar, E. Jimenez, M. Steinweg, B. Saccomandi, F. 1999. Differentiating with fluorescence spectroscopy the sources of dissolved organic matter in soils subjected to drying. Chemosphere 38:45-50/

  • 20

    Lampiran 1. Pertumbuhan tanaman pada tanah I (T1=bertekstur liat, bereaksi masam dan kandungan bahan organik rendah) tanah II (T2=bertekstur pasir, tanah netral dan kandungan bahan organik sangat rendah)

    Lampiran 2. Pengaruh pemberian pembenah tanah Beta (formula 1 dan 2) dan Biochar (formula 1 dan 2) terhadap pertumbuhan tanaman jagung

  • 21

    Lampiran 3. Percobaan penggunaan WEOM pada perkecambahan biji tomat

    Lampiran 4. Percobaan penggunaan WEOM pada perkecambahan biji jagung