Author
laili-khairani
View
63
Download
0
Embed Size (px)
BAB IPendahuluan
Asma merupakan penyakit respiratorik kronik yang paling sering ditemukan, terutama di negara maju. Penyakit ini pada umumnya dimulai sejak masa anak-anak. Dilaporkan bahwa sejak dua dekade terakhir prevalensi asma meningkat, baik pada anak-anak maupun dewasa. Asma mempunyai dampak negatif pada kehidupan penderitanya, seperti menyebabkan tidak masuk sekolah, keterbatasan kegiatan berolahraga, maupun aktivitas seluruh keluarga. Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi, terdapat perbedaan antar negara bahkan di beberapa daerah suatu negara1Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004 memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%.2Meskipun belum ada survei asma secara nasional di Indonesia, dari penelitian yang ada menyimpulkan bahwa prevalens asma di daerah rural (4,3%) lebih rendah daripada di daerah urban (6,5%) dan yang tertinggi adalah di kota besar seperti di Jakarta (16,4%).1Jumlah ini dapat meningkat lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed. Sebagian besar atau 80 persen kematian justru terjadi di negara-negara berkembang. Tingginya angka kematian akibat asma, banyak karena kontrol asma yang buruk. Hal ini juga karena sikap pasien dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahannya.3Dalam Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun (Riskesdas) 2007, prevalensi penyakit asma di provinsi NTB sebesar 5,3% (kisaran: 1,8-7,2%), tertinggi di Lombok Tengah, terendah di Kota Mataram (nasional 3,5%). Prevalensi penyakit asma cenderung semakin meningkat sejalan dengan peningkatan umur, sedikit lebih tinggi perempuan daripada laki-laki serta lebih tinggi pada kelompok yang tidak sekolah.Serangan asma bervariasi mulai dari ringan sampai berat dan mengancam kehidupan. Berbagai factor dapat menjadi pencetus timbulnya serangan asma, antara lain adalah olahraga (exercise), allergen, infeksi, perubahan suhu yang mendadak atau pajanan terhadap iritan respiratorik seperti asap rokok, dan lain-lain. Selain itu, berbagai factor turut mempengaruhi tinggi rendahnya prevalensi asma di suatu tempat, misalnya usia, jenis kelamin, ras, sosio-ekonomi, dan factor lingkungan. Factor-faktor tersebut dapat mempengaruhi prevalensi asma, derajat penyakit asma, terjadinya serangan asma, berat ringannya serangan dan kematian akibat penyakit asma.4Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi tujuan utama dokter, khususnya spesialis anak dalam menangani anak asma. Pengendalian lingkungan, pemberian ASI ekslusif minimal 4 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi manifestasi alergi makanan dan khususnya dermatitis atopi pada bayi.5Asma merupakan salah satu jenis penyakit 10 terbanyak dalam kunjungan ke Puskesmas Narmada. Pada tahun 2012, asma menempati peringkat ke-6 dalam kunjungan ke UGD Puskesmas Narmada. Pada bulan Januari sampai dengan Desember 2012 penyakit asma mencapai 400 kasus.Bila asma dapat dikendalikan, maka risiko kematian dapat dicegah. Karena gejala asma tidak sering muncul, maka perlu diagnosa serta penanganan yang tepat. Penyakit asma tidak dapat disembuhkan dengan obat-obatan yang ada karena obat tersebut hanya berfungsi menghilangkan gejala. Namun, dengan mengontrol penyakit asma, penderita bisa bebas dari gejala penyakit yang mengganggu.
BAB IITinjauan Pustaka2.1. Gambaran Penyakit Asma di Puskesmas NarmadaBerdasarkan Data Jumlah Kasus di Puskesmas, pada tahun 2012, penyakit asma merupakan penyakit yang termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Narmada tahun 2012. Tabel 1. Data 10 Penyakit Terbanyak (Rawat Jalan dan Rawat Inap) Puskesmas Narmada Bulan Januari-Desember 2012. NoNama PenyakitJumlah
1.ISPA7589
2.Gastritis3170
3.Penyakit otot dan jaringan sendi 3027
4.Hipertensi2521
5.Penyakit kulit infeksi1794
6.Asma1673
7.Demam sebab lain1494
8.Penyakit kulit alergi1227
9.Diare1203
10.Kecelakaan dan rudapaksa628
Sumber : Data Rekapan SP2TP-LB1 Puskesmas Narmada 2012.Dari data penderita asma tahun 2012 di Puskesmas Narmada, terbanyak ditemukan pada usia 45-54 tahun sebanyak 480 kasus (28,6%), diikuti usia 20-40 tahun sebanyak 440 kasus (26,3%), dan usia 60-69 tahun sebanyak 328 kasus (19,6%). Sedangkan untuk penderita asma usia 14 tahun sebanyak 90 kasus (5,3%). Hal ini menunjukkan jumlah penderita asma anak di wilayah Puskesmas Narmada juga cukup tinggi. Penelitian prevalens asma anak di beberapa kota besar di Indonesia mendapatkan hasil yang bervariasi mulai dari 2,1% hingga 22,2%. 1 Prevalensi asma di Indonesia tahun 2002, dilaporkan oleh Kartasasmita di Bandung dari 2678 anak, kelompok usia 6-7 tahun 3,0%, dan dari 2836 anak kelompok usia 13-14 tahun 5,2%. Rahajoe di Jakarta melaporkan kelompok usia 13-14 tahun sebanyak 1296 orang didapati prevalensi 6,7%.Selama 3 tahun terakhir angka kejadian asma di Puskesmas Narmada dapat dilihat pada grafik di bawah ini:Gambar 1. Data Jumlah Penderita Asma (Rawat Inap dan Rawat Jalan) di Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
Sumber: Data Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012Dari tabel tersebut terjadi peningkatan kejadian asma pada tahun 2011 sebanyak 968 kasus menjadi 1673 kasus pada tahun 2012. Berdasarkan pencatatan kasus baru pada tahun 2012, didapatkan jumlah kasus asma sebanyak 17 kasus, dimana jumlah penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.Penyakit asma juga merupakan 10 Penyakit terbanyak di ruang rawat inap dan UGD Puskesmas Narmada. Jumlahnya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.Tabel 2. Data Jumlah Penderita Asma di Ruang Rawat Inap Puskesmas Narmada Bulan Januari-Desember Tahun 2010-2012 NoTahunJumlah
1.201024
2.201136
3.201226
Sumber : Data Rawat Inap Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
Tabel 3. Data Jumlah Penderita Asma di UGD Puskesmas Narmada Bulan Januari-Desember Tahun 2010-2012No.TahunJumlah
1.2010341
2.2011442
3.2012595
Sumber: Data UGD Puskesmas Narmada Tahun 2010-2012
2.2. Konsep Penyakit Asma2.2.1. Definisi AsmaDefinisi asma yang lengkap yang menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanisme terjadinya asma dikelurkan oleh GINA. Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosi T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas saluran respiratorik terhadap berbagai rangsangan.Pedoman Nasional Asma Anak juga menggunakan definisi yang praktis dalam bentuk definisi operasional yaitu wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodic dan/atau kronik, cenderung pada malam/dini hari (nocturnal), musiman, adanya factor pencetus diantaranya aktivitas fisis, dan bersifat reversible baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.2.2.2. Faktor ResikoBerbagai factor resiko dapat mempengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma. Beberapa factor tersebut sudah disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian.a. Jenis KelaminMenurut laporan dari beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalensi asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1,5 samapi 2 kali lipat anak perempuan, namun, dari benua Amerika dilaporkan bahwa belakangan ini tidak ada perbedaanprevalens asma antara anak laki-laki (51,1 per 1000) dan perempuan (56,2 per 1000).b. UsiaUmumnya, pada kebanyakan kasus asma persisten, gejala seperti asma pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan. c. Riwayat atopiAdanya atopi berhubungan dengan meningkatnya resiko asma persisten dan beratnya asma. Eksema persisten berhubungan pula dengan gejala asma persisten. Menurut Buffum dan Settipane, anak dengan eksema dan uji kulit positif menderita asma berat. Terdapat juga laporan bahwa anak dengan mengi persisten dalam kurun waktu 6 tahun pertama kehidupan mempunyai kadar IgE lebih tinggi daripada anak yang tidak pernah mengalami mengi, pada usia 9 bulan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa sensitisasi alergi terhadap allergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan, merupakan predictor timbulnya asma.
d. LingkunganAdanya allergen di lingkungan hidup anak meningkatkan resiko pemyakit asma. Allergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain adalah serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur dan kecoa.e. RasMenurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalensi asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih.f. Asap rokokPrevalen asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Risiko terhadap asap rokok sudah dimulai sejak janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak dilahirkan, dan menyebabkan meningkatnya resiko. Pada anak yang terpajan asap rokok, kejadian eksaserbasi lebih tinggi, anak lebih sering tidak masuk sekolah, dan umumnya fungsi faal parunya lebih buruk daripada anak yang tidak terpajan.g. Outdoor air pollutionBeberapa partikel di udara seperti debu jalan raya, nitrat dioksida, karbon monoksida, atau SO2, diduga berperan pada penyakit asma, meningkatkan gejaa asma, tetapi belum didapatkan bukti yang disepakati. Pada anak-anak yang cepat terpajan dengan lingkungan tersebut, kejadian asma rendah. Prevalens asma paling rendah pada anak yang di tahun pertama usianya kontak dengan kandang binatang dan pemerah susu.h. Infeksi respiratorik
2.2.3. Patofisiologi dan PatogenesisPada sekitar tahun 1970, asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yang timbul mendadak, dan akan membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Mekanisme utama timbulnya gejala asma diakibatkan hiperreaktivitas bronkus, sehingga pengobatan utama asma adalah untuk mengatasi bronkospasme. Konsep terkini yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yang khas, melibatkan dinding saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udara dan peningkatan reaktivitas saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluran respiratorik adalah aktivasi eosinofil, sel mast, makrofag, dan sel limfosit T pada mukosa dan lumen saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi meskipun asmanya ringan atau tidak bergejala. Pada banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent. Pada populasi diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40% penderita asma anak dan dewasa. Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen pada awalnya menimbulkan fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk IgE spesifik oleh sel plasma. IgE melekat pada reseptor Fc pada membran sel mast dan basofil. Bila ada rangsangan berikutnya dari alergen serupa, akan timbul reaksi asma cepat (immediate asthma reaction). Terjadi degranulasi sel mast dan dilepaskan mediator-mediator seperti histamin, leukotrien C4 (LTC4), prostaglandin D2 (PGD2), tromboksan A2 dan tryptase. Mediator-mediator tersebut menimbulkan spasme otot bronkus, hipersekresi kelenjar, edema, peningkatan permeabilitas kapiler, disusul dengan akumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang timbul adalah serangan asma akut. Keadaan ini akan segera pulih kembali serangan asma hilang dengan pengobatan.
Gambar 1. Patogenesis Asma (GINA)Mediator inflamasi yang berperan merupakan mediator inflamasi yang meningkatkan proses keradangan, mempertahankan proses inflamasi. Mediator inflamasi tersebut akan membuat kepekaan bronkus berlebihan, sehingga bronkus mudah konstriksi, kerusakan epitel, penebalan membrana basalis dan terjadi peningkatan permeabilitas bila ada rangsangan spesifik maupun non spesifik. Secara klinis, gejala asma menjadi menetap, penderita akan lebih peka terhadap rangsangan. Kerusakan jaringan akan menjadi irreversibel bila paparan berlangsung terus dan penatalaksanaan kurang adekuat. Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkus merangsang proses reparasi saluran respiratorik yang menghasilkan perubahan struktural dan fungsional yang menyimpang pada saluran respiratorik yang dikenal dengan istilah remodeling atau repair. Pada proses remodeling yang berperan adalah sitokin IL4, TGF beta dan Eosinophil Growth Factor (EGF). TGF beta merangsang sel fibroblast berproliferasi, epitel mengalami hiperplasia, pembentukan kolagen bertambah. Akibat proses remodeling tersebut terjadi pelepasan epitel yang rusak, jaringan membrana basalis mukosa menebal (pseudothickening), hiperplasia kelenjar, edema submukosa, infiltrasi sel radang dan hiperplasia otot. Perubahan semacam ini tidak memberikan perbaikan klinis, tetapi mengakibatkan penyempitan lumen bronkus yang persisten dan memberikan gambaran klinis asma kronis.
Gambar 2. Proses Inflamasi dan Remodelling pada AsmaMenurut paradigma yang lampau, proses remodeling terjadi akibat kerusakan epitel bronkus yang disebabkan oleh proses inflamasi kronis. Sehingga apabila obat antiinflamasi tidak diberikan sedini mungkin sebagai profilaksis, maka inflamasi berlangsung terus dan obstruksi saluran napas menjadi irreversibel dan proses remodeling bertambah hebat. Pada penelitian terhadap anak dengan riwayat keluarga atopi yang belum bermanifestasi sebagai asma ternyata ditemukan infiltrasi eosinofil dan penebalan lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa proses remodeling telah terjadi sebelum atau bersamaan dengan proses inflamasi. Apabila intervensi dini diberikan segera setelah gejala asma timbul, bisa jadi tindakan kita telah terlambat untuk mencegah terjadinya proses remodeling.
PafisiologiInflamasi saluran napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi. Respon terhadap inflamasi pada mukosa saluran napas pasien asma ini menyebabkan hiperreaktifitas bronkus yang merupakan tanda utama asma. Pada saat terjadi hiperreaktivitas saluran napas sejumlah pemicu dapat memulai gejala asma. Pemicu ini meliputi respon hipersensitivitas tipe 1 (dimedisi 1gE) terhadap alergen debu rumah dan serbuk sari yang tersensitisasi, iritan seperti udara dingin, polutan atau asap rokok, infeksi virus, dan aktivitas fisik/olahraga. Hiperreaktivitas saluran napas akan menyebabkan obstruksi saluran napas menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan. Proses patologis utama yang mendukung obstruksi saluran napas adalah edema mukosa, kontraksi otot polos dan produksi mukus. Obstruksi terjadi selama ekspirasi ketika saluran napas mengalami volume penutupan dan menyebabkan gas di saluran napas terperangkap. Bahkan, pada asma yang berat dapat mengurangi aliran udara selama inspirasi. Sejumlah karakteristik anatomi dan fisiologi memberi kecenderungan bayi dan anak kecil terhadap peningkatan risiko obstruksi saluran napas antara lain ukuran saluran napas yang lebih kecil, recoil elastic paru yang lebih lemah, kurangnya bantuan otot polos saluran napas kecil, hiperplasia kelenjar mukosa relatif dan kurangnya saluran ventilasi kolateral (pori cohn) antar alveolus.
2.2.5. Diagnosis dan KlasifikasiPenegakan diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda klinik dan pemeriksaan tambahan.1. Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang, mengi, sesak dada, kesulitan bernafas,2. Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan saluran nafas, alergen dan emosi, sedangkan perangsang (inducer) berupa kimia, infeksi dan alergen.3. Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping hidung pada saat inspirasi (anak), bicara terputus putus, agitasi, hiperinflasi toraks, lebih suka posisi duduk. Tanda-tanda lain sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi torak,4. Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian metakolin atau bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga dapat membantu menegakkan diagnosis asma.
Asma sulit didiagnosis pada anak di bawah umur 3 tahun. Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan fungsi paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederhana dengan peak flow meter atau yang lebih lengkap dengan spirometer, uji yang lain dapat melalui provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin, atau dengan NaCl hipertonis. Penggunaan peak flow meter merupakan hal penting dan perlu diupayakan, karena selain mendukung diagnosis, juga mengetahui keberhasilan tata laksana asma, selain itu dapat juga menggunakan lembar catatan harian sebagai alternative.Klasifkasi asma sangat diperlukan karena berhubungan dengan tatalaksana lanjutan (jangka panjang). GINA membagi asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium.menjadi 4 klasifikasi yaitu asma intermiten, asma persisten, ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten berat.
Table 1. Klasifikasi derajat asma pada anakParameter klinis, kebutuhan obat, dan faal paruAsma episodic JarangAsma episodic SeringAsma Persisten
1. Frekuensi serangan< 1x / bulan> 1 x / bulanSering
2. Lama serangan< 1 minggu> 1 mingguHampir sepanjang tahun, tidak ada remisi.
3. Intensitas SeranganBiasanya ringanBiasanya sedangBiasanya berat
4. Di antara seranganTanpa gejalaSering ada gejalaGejala siang dan malam
5. Tidur dan aktivitasTidak tergangguSering tergangguSangat terganggu
6. Pemeriksaan fisik diluar seranganNormal (tidak ditemukan serangan)Mungkin terganggu (ditemukan kelianan) Tidak pernah normal
7. Obat pengendaliTidak perluPerluPerlu
8. Uji faal paru (diluar serangan)PEF/FEV1 > 80%PEF/FEV1 60-80%PEF/PEV1 < 60% Variabilitas 20-30%
9. Variabilitas faal paru (bila ada serangan)Variabilitas > 15%Variabilitas > 30%Variabilitas > 50%
2.2.6. Tatalaksana
BAB IIILaporan Kasus3.1. IDENTITAS PASIENNama : An. IUmur : 2 tahun 2 bulanJenis kelamin : PerempuanAlamat : Majeti, NarmadaSuku : SasakAgama : IslamWaktu Pemeriksaan : 1 Mei 2013
3.2. ANAMNESISKeluhan Utama : Sesak nafasRiwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke Puskesmas Narmada dengan dikeluhan mengalami sesak nafas. Pasien dikeluhkan sesak sering dirasakan ketika malam hari dan pagi hari ketika cuaca dingin dan saat malam hari. Pasien dikeluhkan saat sesak sering disertai dengan suara nafas berbunyi ngik-ngik (mengi). Ibu Pasien mengaku pasien sering mengalami hal serupa sejak pasien berumur 1 bulan dan dirasa bertambah berat akhir-akhir ini. Pasien juga mengeluh batuk berdahak bersamaan dengan sesak, dahak berwarna putih, darah (-). demam (-). Pilek (+). Dikeluhakn ibu Pasien dalam 2 minggu, dapat mengalami sesak 1 kali, dan dalam sebulan dapat mengalami 2 kali sesak pada malam hari.Saat timbulnya sesak, pasien sangat rewel dan sangat mengganggu aktivitas serta nafsu makan pasien menurun.Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien terakhir mengalami sesak pada bulan lalu dan sampai membuat pasien dibawa ke UGD Puskesmas Narmada untuk dilakukan Nebulisasi.
Riwayat Penyakit Keluarga: Kakek pasien dari ayah mengalami riwayat sesak dan sering kambuh, riwayat penyakit epilepsi (-) jantung (-), ginjal (-).Riwayat Pengobatan: Ibu pasien mengaku tidak meminum obat-obatan lain selain obat asma yang diberikan. Ibu pasien mengaku pernah beberapa kali mengalami sesak nafas yang berat yang membuat pasien harus ke IGD dan dilakukan nebulisasi. Ibu pasien mengaku minum obat dari puskesmas apabila sesaknya timbul saja.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan :Riwayat sakit selama ibu pasien hamil (-), ANC rutin di posyandu. Pasien merupakan anak kedua, lahir spontan ditolong bidan, lahir langsung menangis, berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan 51 cm. Riwayat kuning / biru setelah lahir (-).
Riwayat nutrisi :Pasien diberikan ASI ekslusif sampai usia 6 bulan dan setelah itu mulai diberikan makanan pendamping berupa bubur. Sampai saat ini pasien makan nasi 3 kali sehari.
Riwayat vaksinasi :Ibu pasien mengatakan anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap dan sampai saat ini pasien rutin dibawa ibunya untuk menimbangkan berat badannya di Posyandu setiap bulannya.
Ikhtisar Keluarga:
Iq. RAq. I
Anak IIAnak I
Keterangan:: Laki-laki: Perempuan: PasienPasien tinggal di rumah di Dasan Majeti, Narmada. Anggota keluarga inti pasien dapat dilihat pada skema di atas.
Riwayat Lingkungan, Sosial, EkonomiPasien tinggal bertujuh dirumah bersama tiga kakak tirinya dan kedua orang tuanya. Ayah pasien bekerja sebagai wiraswasta dan ibu pasien berjualan di rumah dengan penghasilan perbulan kira-kira Rp 1.000.000 Rp. 1.500.000Ayah pasien seorang perokok, dalam sehari dapat menghabiskan 5 batang rokok. Ayah pasien merokok terkadang di dalam rumah, dan pasien kadang-kadang digendong saat ayah pasien sedang merokok.Rumah pasien terdiri dari tiga kamar tidur, dua ruang tamu sekaligus ruang keluarga, satu kamar mandi, dapur kecil, dan satu kamar dijadikan gudang. Luas rumah pasien 6 meter x 11 meter. Dinding menggunakan tembok, atap rumah terbuat dari genteng dan lantai dari semen. Jendela di rumah pasien jarang dibuka sehingga sirkulasi udara di dalam rumah menjadi tidak lancar. Rumah pasien dengan rumah tetangga pasien depan dan belakang berdekatan, yaitu dengan jarak kurang lebih 1,5 meter. Kamar mandi pasien terdapat jamban yang cukup bersih. Dapur terdapat di dalam rumah namun ibu pasien di rumah memasak dengan menggunakan kompor minyak tanah. Pasien mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-harinya berasal dari air Sumur dan sumber air Narmada. Air yang dikonsumsi dari sumber air Narmada, yang dimasak sebelum diminum. Dan dari air itupula digunakan untuk mandi, mencuci dan keperluan rumah tangga lainnya. Saat ini sedang musim panen, tetangga pasien banyak yang membakar sisa hasil panennya dan asapnya memasuki rumah.
3.3. PEMERIKSAAN FISIK (2 Mei 2013) Status Present :KU: SedangKes: CMRR: 40 x/menit, tipe : abdominotorakalHR: 100 x/menit, lemah, teratur.T ax: 36,5 oC. Status Gizi Berat badan : 8,3 kg Panjang badan : 55 cm Indeks gizi :
Status General : Kepala dan Leher : Bentuk: normocephali, UUB menutup. Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), pupil isokor, refleks pupil (+/+), edema palpebra (-/-) THT: telinga : struktur dan ukuran telinga normal, otorhea (-) Hidung : napas cuping hidung (-), rinorhea (-)Tenggorok : faring hiperemis (-) Mulut : bibir sianosis (-), lidah dan mukosa mulut normal, palatum normal Leher : Pembesaran KGB servikal (-), Pembesaran KGB Supraklavikula (-), Pembesaran KGB aksiler (-)
Thorax :1. Inspeksi: Retraksi suprasternal (-), retraksi subcostal (+), pergerakan dinding dada simetris, deformitas(-).1. Palpasi : Fremitus vokal N (simetris kanan-kiri).1. Perkusi : Pulmo: sonor pada seluruh lapang paru. 1. Auskultasi : Pulmo : bronves +/+, rh -/-, wh +/+ Cor: S1S2, tunggal, reguler, gal (-), murmur (-)
Abdomen :1. Inspeksi: Distensi (-)1. Auskultasi: BU (+) N1. Palpasi: Supel, Hepar/Lien tidak teraba, nyeri tekan (-) seluruh lapang abdomen1. Perkusi: Timpani
Ekstermitas : Clubbing finger (-)Tungkai AtasTungkai bawah
KananKiriKananKiri
Akral dingin- - - -
Edema - - - -
Kulit :Ikterus (-), pustula (-), Petekie (-)
Urogenital : Tidak dievaluasi.
3.4. DIAGNOSIS Asma Bronkial
3.5. DIAGNOSTIK BANDING -3.6. RENCANA TERAPI Nebulizer : NaCl 1 : 2 Ambroxol syr 3 x Cth CTM 3 x 0,5 mg Salbutamol Paracetamol syr k/p cth
3.7. PROGNOSIS Bonam
3.8. KIEKIE yang dapat diberikan pada pasien dan keluarganya berupa:1. Seluk beluk asma. Selain itu penting memahami sifat-sifat dari penyakit asma: Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna. Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor tertentu bisa kambuh lagi. Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan jangka panjang secara teratur.2. Membantu pasien mengenali intensitas dan frekuensi gejala guna menentukan klasifikasi asma yang dialami dan untuk memonitor asma sendiri.3. Mengenali dan menghindari pencetus asma, seperti: Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kecoa, kucing, jamur dll). Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:Mengganti alas tidur karpet dengan kasur busa, mencuci sarung bantal, selimut setiap 2 minggu, mengatur barang-barang di dalam kamar dengan rapi, barang-barang yang jarang dipakai (seperti baju bekas, mainan, buku, dll) diatur dengan rapi di luar kamar, lantai di pel setiap hari, membersihkan langit-langit kamar, membersihkan kamar setiap hari, barang-barang di dalam kamar seperti tv, radio, dan kipas angin dibersihkan, jendela harus sering dibuka agar ruangan tidak menjadi lembab. Alergen diluar ruangan (tepung sari bunga, jamur, binatang). Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:Tidak memelihara binatang yang memiliki bulu lebat dan mudah rontak serta berusaha menghindari kontak dengan binatang tersebut, membersihkan halaman dari rumput-rumput liar. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu sapi, telur). Hindari memakan makanan instan, makanan yang tampak mencolok warnanya, makanan laut, telur dan makanan-makanan yang terbuat dari telur. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain). Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:Menghindari memakai parfum terutama yang berbau tajam, semprotan nyamuk ataupun pengharum ruangan. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:Tidak berada di dekat orang yang merokok. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan.Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya:Tidak berada di dekat orang yang memasak, terutama jika menggunakan kayu bakar, mengganti sepenuhnya penggunaan kayu bakar dengan kompor, menghindari bau makanan yang merangsang (tumisan), menggunakan masker/penutup hidung jika sedang berkendara/bekerja. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas tertentu. Hindari aktiftas berlebihan atau bekerja berlebihan. Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya: memakai masker guna melindungi dari hawa lembab dan debu. Infeksi saluran pernapasan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindarinya: menjaga kebugaran, tidak berada di dekat orang yang flu, segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan pilek.
4. Merencanakan pengobatan jangka panjang, dengan pemberian obat-obatan pengontrol dan pelega serta meminum obat-obatan tersebut secara teratur.5. Mengatasi serangan asma dengan tepat dengan mengenal tanda serangan akut (bertambahnya gejala batuk, sesak, dan mengi) dan tanda perburukan asma (peningkatan asma malam, kebutuhan obat meningkat, aktivitas menurun).6. Memeriksakan diri dengan teratur guna memonitoring perkembangan penyakit. Deteksi dini pada keluarga penderita asma juga perlu dilakukan, sehingga apabila ada anggota keluarga yang memiliki gejala serupa, dianjurkan untuk segera berobat ke puskesmas.7. Menjaga kebugaran dan olahraga
BAB IVPenelusuran Kasus4.1. Dasar Pemilihan KasusPenyakit asma semula dianggap bukan masalah serius di Indonesia. Namun, angka morbiditas dan mortalitasnya terus meningkat baik di dunia maupun di Indonesia maka penanganan penyakit ini perlu mendapat perhatian serius. Survei Kesehatan Rumah tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004 memperlihatkan asma masih menempati urutan ke 3 dari 10 penyebab kematian utama di Indonesia dan prevalens penyakit asma berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 4%. 2Pada Laporan Hasil Riskesdas NTB 2007, prevalensi penyakit asma di provinsi NTB sebesar 5,3% (kisaran: 1,8-7,2%) dimana Kabupaten Lombok Barat menempati urutan ketiga yaitu sebesar 5,7%. Kondisi tersebut termasuk tinggi dibandingkan dengan prevalensi penyakit asma secara nasional yang sebesar 3,5%. Pada hasil Riskesdas tersebut, ditemukan juga prevalensi asma tinggi pada kelompok yang tidak sekolah dan ditemukan lebih banyak di desa dibandingkan di kota.3Asma termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dalam kunjungan ke Puskesmas Narmada. Pada tahun 2012, asma menempati peringkat ke-6 dalam kunjungan ke Puskesmas Narmada sebanyak 1673 kasus, sedangkan asma juga termasuk dalam 10 penyakit terbanyak kunjungan UGD dan rawat inap. Penyakit asma tidak dapat disembuhkan akan tetapi penderita dapat sembuh dalam arti asmanya terkontrol. Bila tidak, akan mengganggu kualitas hidup penderita yang menyebabkan kehilangan waktu sekolah dan kehilangan jam kerja. Disamping itu penderita harus mampu meminimalkan faktor-faktor pemicu penyakit tersebut seperti keadaan lingkungan dimana kita berada dan perilaku.Sementara di Indonesia faktor pemicu asma baik di desa maupun di kota masih sangat tinggi antara lain dari asap kebakaran hutan, asap kendaraan bermotor dan asap atau debu industri. Disamping itu perilaku merokok, pemakaian bahan kimia (obat anti nyamuk, parfum dll) dan menjamurnya makanan produk massal industri yang mengandung pewarna, pengawet dan vetsin (MSG) memberi kontribusi yang bermakna pada penyakit ini.2 Oleh karen itu, pengetahuan tentang penyakit asma perlu diketahui masyarakat umum, sehingga ikut membantu untuk meminimalisasi faktor pencetus asma bagi penderitanya. Terapi pencegahan yang teratur adalah kunci untuk mengontrol asma. Meski asma merupakan penyakit kronik dan seumur hidup butuh perawatan rutin untuk dapat hidup normal dan aktif. Penatalaksanaan asma yang tepat, termasuk kerja sama antara perawat dan pasien serta keluarganya, terbukti dapat memberikan hasil yang baik dan tercapainya asma kontrol.
4.2. Dokumentasi Penelusuran Kasus