Upload
others
View
28
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
38
BAB III
LANDASAN TEORI TENTANG HUKUM SEWA
MENYEWA MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian dan Dasar Hukum Sewa Menyewa (ijarah)
Al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-„iwad
atau upah, sewa, jasa, atau imbalan. Al-ijarah merupakan salah
satu bentuk kegiatan muamalah dalam memenuhi keperluan
hidup manusia, seperti sewa menyewa kontrak, menjual jasa dan
sebagainya.1
Sewa menyewa atau dalam bahasa Arab ijarah berasal
dari kata : أجر , yang sinonimnya :
a. أكزي yang artinya : menyewakan, seperti dalam kalimat
ا لثىء أجز : (menyewakan sesuatu).
b. أعطبه أجزا yang artinya : memberikan upah, sepertri
dalam kalimat فلنب عل كذاأجز : ( ia memberikan
pada si fulan upah sekian).
1 Abu Azam Al Hadi, Fikih Muamalah Kontemporer, (Depok :
Rajawali Pers, 2017), h.80.
39
c. أثببو yang artinya : memberikan pahala, seperti dalam
kalimat : أجز الله عبده ( Allah memberi harta pada hamba-
Nya).2
Ijarah menurut bahasa adalah jual beli manfaat, sedangkan
secara syara‟ mempunyai makna sama dengan bahasa. Oleh
karenanya, Hanafiyah mengatakan bahwa ijarah adalah akad atas
manfaat disertai imbalan. Sebagaimana tidak sah ta‟qil
(menggantungkan) dalam jual beli maka ta‟liq dalam ijarah juga
tidak sah. Akan tetapi menurut mayoritas fuqaha, menyadarkan
ijarah kemasa akan datang hukumnya sah. Berbeda dengan jual
beli sebagaimana disebutkan dalam masalah sebelumnya.3
Menurut Ali Fikri mengartikan ijarah menurut bahasa
dengan لكزاءأوبيح المفعت ا yang artinya: sewa menyewa atau jual
beli manfaat.4
Sedangkan menurut Rachmat Syafi‟i, ijarah secara bahasa
adalah : المنفعت بيع (menjual manfaat). Sewa menyewa kepada hak
2 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amza ,2009),
h.315. 3 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 5,
(Jakarta:Gema Insani,2011), h.387. 4 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, ..., h.316.
40
seorang petani yang mengolah sebidang tanah yang bukan
miliknya, berdasarkan perjanjian yang di tandatangani antara
petani dan pemilik tanah tersebut. Perjanjian tersebut memberi
hak kepadanya untuk melanjutkan pengolahan tanah sepanjang
dia membayar sewa kepada tuan tanah dan bertindak selayaknya
sesuai syarat-syarat sewa-menyewa.5
Menurut istilah, para ulama berbeda-beda dalam
mendefinisikan ijarah, antara lain adalah sebagai berikut :
1) Menurut Hanafiyah, ijarah ialah :
متيفيدعقد مقصوليك معلومة فعة المستأن العي من دة جرةبعوض
“ Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang bersifat
manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan.”6
2) Menurut Malikiyah, ijarah ialah:
فعة وتسميةالت عاقدعلىمن لاتقوب عضالدن الادمى
“ Nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan yang
bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat
dipindahkan.”7
5 Sohari Sahrani dan Ru‟fah Abdullah, Fiqih Muamalah,(Bogor:
Ghalia Indonesia,2011), h.167. 6 Abu Azam Al Hadi. Fikih Muamalah kontemporer,.., h.79. 7 Abu Azam Al Hadi. Fikih Muamalah kontemporer,.., h.79.
41
3) Menurut Asy-Syafi‟iyah, ijarah ialah :
فعةمقصودةمععقد قابلةللبذللومةمباحعلىمن ة
باحةبعوضمعلوموالا
“ Akad atas sesuatu kemanfaatan yang mengandung
maksud tertentu dan mubah serta menerima pengganti
atau kebolehan dengan pengganti tertentu,”8
4) Menurut Muhammad Al-Khatib bahwa yang dimaksud
dengan ijarah adalah :
فعةبعوضبشروط تليكمن
“pemikiran manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-
syarat”9
5) Menurut Hasbi Ash-Shidiqie, Ijarah ialah :
م على المبادلة موضوعة الشييءعقد فعة مدودةبن ة دالمنافحليكهابعوضفهيب يغأىت
“Akad yang objeknya ialah penukaran manfaat untuk masa
tertentu,yaitu kepemilikan manfaat denagan imbalan, sama
dengan menjual manfaat”10
8 Abu Azam Al Hadi. Fikih Muamalah kontemporer,.., h.80. 9 Abu Azam Al Hadi. Fikih Muamalah kontemporer,.., h.80.
42
6) Menurut Idris Ahmad, upah artinya mengambil manfaat
tenaga orang lain dengan jalan memberi ganti menurut
syarat-syarat tertentu.
7) Menurut Sayyid Syabiq, ijarah ialah suatu jenis akad
untuk mengambil mafaat dengan jalan penggantian.11
Menurut Ali Al-khafif, al-ijarah adalah transaksi terhadap
sesuatu manfaat dengan imbalan.12
8) Menurut Amir Syarifuddin al-ijarah secara sederhana
dapat diartikan dengan akad atau transaksi manfaat atau
jasa dengan imbalan tertentu. Bila yang menjadi objek
transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda
disebut ijarah al‟Ain, seperti sewa menyewa rumah untuk
ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi manfaat atau
jasa dari tenaga seseorang disebut ijarah ad-Dzimih atau
upah mengupah, seperti upah mengetik skripsi. Sekalipun
10 Abu Azam Al Hadi. Fikih Muamalah kontemporer,.., h.80. 11
Sohari Sahrani dan Ru‟fah Abdullah, Fiqih Muamalah,..., h.165. 12
Abu Azam Al Hadi. Fikih Muamalah kontemporer,.., h.80.
43
objeknya berbeda keduanya dalam konteks fiqh disebut
al-ijarah.13
Ada yang menerjemahkan, ijarah sebagai jual beli jasa
(upah mengupah) yakni mengambil manfaat tenaga manusia,
adapula yang menerjemahkan sewa menyewa yakni mengambil
manfaat dari barang. Jumhur ulama fiqh berpendapat bahwa ijrah
adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah
manfaatnya bukan bendanya oleh karna itu, mereka melarang
menyewakan pohon untuk diambil buahnya domba untuk
diambilkan susunya, sumur untuk diambil airnya, dan lain-lain,
sebab semua itu bukan manfaatnya tetapi bendanya.
Menanggapi manfaat diatas Wahbag Al-Juhaili mengutuip
pendapat ibnu Qoyyim dalam I‟lam-Muwaqi‟in bahwa manfaat
sebagai asal ijarah sebagai mana ditetapkan ulama fiqh adalah
asal pasid (rusak) sebab tidak ada landasannya baik dari al-quran,
as-sunnah.ijma, maupun qiyas yang shahih. Menurutnya, benda
yangf mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit, asalnya
tetap ada, misalnya pohon mengeluarkan buah, pohonnya tetap
13
Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, cet.2. (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group,2012). h. 277.
44
ada dan dapat dihukumi manfaatnya, sebagaimana diperbolehkan
dalam wakaf untuk mengambil manfaat dari sesuatu atau sama
juga dengan barang pinjaman yang diambil manfaatnya. Dengan
demikian, sama saja dengan arti manfaat secara umum dengan
benda yang mengeluarkan suatu manfaat sedikit demi sedikit
tetapi asalnya tetap ada.14
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat
(hak guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak milik). Jadi
pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli,
tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada
jual beli objek transaksinya barang, pada ijarah objek
transaksinya adalah barang maupun jasa.
Pada dasarnya, ijarah didefinisikan sebagai hak untuk
memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu.
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad
pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan
14
Rachmat Syafei‟i, Fiqh Muamalah, ( Bandung : Pustaka Setia,
2001), h.122
45
demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan pemilikan,
tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan
kepada penyewa.15
Semua umat bersepakat, bahwa sewa menyewa dan upah
adalah boleh, tidak ada seorang ulama pun yang membantah
kesepakatan (ijma‟) ini, sekalipun ada beberapa orang diantara
mereka yang berbeda pendapat.
15
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,
Cet.XI, (Depok : PT. Rajagrafindo Persada,2016), h.137
46
B. Dasar Hukum Sewa Menyewa (ijarah)
Dasara-dasar hukum atau rujukan ijarah Al-Qura‟an, Al-
Sunah, dan Al-Ijma.
a. Al-Qur‟an
1) Q.S. Al-Thalaq : 6
...
“jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu Maka berikanlah kepada mereka
upahnya.”16
2) Q.S. Al-Qashas ayat 26
“ Salah seorang dari kedua wanita itu berkata:
"Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), Karena Sesungguhnya orang
yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat
dipercaya". Berkatalah dia (Syu'aib):
"Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu
16
Muhammad Sohib Tohir,Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemah, (Bandung :
Mikraj Khazanah Ilmu,2014 ), h.559.
47
dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas
dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan
tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun
Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu,
Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan
kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk
orang- orang yang baik"17
3) QS. Al-Baqarah ayat 233
“dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh
orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan
Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.”18
b. As-Sunah
رضىاللهعنوقال:سألتوعنحنظلةبنق يسىب بالذ الارض كرء عن يج خد ابن رفعي ؤا الناس كان ا ان بو بأس لا ف قال: . والفضة
عهدرسولاللهصلىاللهعليووسلمرونعلىج
17
Muhammad Sohib Tohir,Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemah, … , h.388. 18
Muhammad Sohib Tohir,Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemah, … , h.37.
48
علىالماذيانات,واق بالالداوالو,واشياءمنى ف ي هلك ى الزرع, ويسلم ى ذا,ذا ذاويسلم
كراءالاذا,وليكنللنوي هلكى لكذا,فلذ ى اس.زجرعنو,فاماشىءمعلوممضمونفلبأسبو
وفيوب يانلمااحلفالمت فقعليومنرواهمسلمكراءالارض اطلقالن هىعن
Dari Handallah bin Qois r.a., katanya: saya
pernah berkata kepada Rafi‟ bin Khadij tentang
sewa tanah dengan emas dan perak. Maka ia
menjawab: “boleh, tidak apa-apa,” karena orang-
orang di zaman Rasulullah SAW menyewakan
(tanah) dengan pohon-pohon yang tumbuh di
jalan-jalan air, hulu-hulu air dan macam-macam
tanaman (yang lain). kemudian rusaklah yang ini
dan selamat yang itu, rusak yang itu, selamat yang
ini dan bagi orang-orang yang tak ada sewaan
lagi, kecuali yang ini karenanya beliau
melarangnya. Adapun sesuatu yang diketahui
dengan jelas dan ada jaminan, maka itu boleh.
(H.R. Muslim)
Bagi yang mujmal (diringkas) dalam hadits ini
ada penjelasan dalam hadits Bukhori Muslim
tentang larangan sewa tanah.”19
19
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Surabaya : Putra
Almarif, 1992), h.473.
49
خالد، عن زريع بن يزيد ثنا حد : د مثد ث نا حداللهثعن هماعكرمة،عنابنعباسرضيعنصلىاللهعليووسلمواعطىالنباحتجمقل:
كراىية الحجاماجرهولو مسلمرواه.عطولي علم“Musaddad menyampaikan kepada kami dari
Yasid bin Zurai‟, dari Khalid, dari Ikrimah bahwa
Ibnu Abbas berkata, : Nabi SAW. berbekam
kemudian memberikan upah kerpada tukang
bekam. Seandainya membayar upah tukang
bekam itu tercela, pasti beliau tidak akan
memberikan upah.”(H.R.Bukhari)20
ث ناابن ث ناهامقال:ثألوحد ث يبانبنف روخ:حدسكجببنث ليمان بنموسىعطاء ف قال:أحد
قال:))منوسلمعليواللهصلىعبداللهأنالنبلي زرعهاأخاه،ولاضف لي زرعها،أوكانتلوأر
يكرىا((قال:ن عم.Syaiban bin Farrukh menyampaikan kepada kami
dari Hammam, dari Sulaiman bin Musa yang
pernah bertanya kepada Atha‟, “Apakah Jabir bin
Abdullah menyampaikan kepadamu bahwa Nabi
SAW. bersabdah, „siapa saja yang memiliki tanah,
hendaklah dia menananminya atau meminjamkan
kepada saudaranya untuk ditanami, namun
20
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Ensiklopedia
Hadits 1 ; Shahih al-Bukhairi 1, (Jakarta : Almahira, 2013), h. 506.
50
janganlah menyewakannya.‟” Atha menjawab,
“iya, benar.”21
قال: عن هما الله عمررضى ابن رسولقالوعناجرهوسلمعليواللهصلىالله االاجي ر ,,اعطو
عرقو،، رواهابنماجوق بلانيف Dari Ibnu Umar r.a., katanya :Rasulullah s.a.w.
bersabdah: “Berilah buruh itu upah sebelum
keringatnya kering” (H.R. Ibnu Majah)22
ابنوعن رضىالله الخدرى النبسعيد ان عنواجرا وسلمعليواللهصلى استأجر قال,,من
اجرتو،، لو الرزاقف ليسم عبد ووصلورواه انقطاع، .وفيومنطريقابح نفةالب ي هقى
Dari Abu Said Al-Khudriyyid r.a., bahwasanya
nabi s.a.w. bersabdah : “Barang siapa yang
menyewa buruh, maka jelaskanlah upahnya
padanya.” (H.R. Abd.Razzak). Dalam hadits ini
ada yang terputus dan Al-Baihaqi
memausulkannya dari jalan Abu Hanifah.23
21
Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Nasaburi, Ensiklopedia Hadist
4; Shahih Muslim 2,(Jakarta Timur : Amahira, 2012), h.18. 22
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram,..., h.476. 23
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram,..., h.476.
51
c. Ijma‟
Sejak zaman sahabat sampai sekarang ijarah telah
disepakati oleh para ahli hukum Islam, kecuali beberapa ulama
yang telah disebutkan diatas. Hal tersebut dikarenakan
masyarakat sangat membutuhkan hal ini. Dalam kenyataan
kehidupan sehari-hari, ada orang kaya yang memiliki beberapa
rumah yang tidak ditempati. Di sisi lain orang yang tidak
memiliki tempat tinggal. Dengan dibolehkannya ijarah maka
orang yang tidak memiliki tempat tinggal bisa menempati rumah
orang lain yang tidak digunakan untuk beberapa waktu tertentu,
dengan memberikan imbalan berupa uang sewa yang disepakati
bersama, tanpa harus membeli rumahnya.24
C. Rukun dan Syarat-Syarat Sewa Menyewa (Ijarah)
1. Rukun Sewa Menyewa (ijarah)
Menurut Hanafiah, rukun ijarah hanya satu, yaitu ijab dan
qobul, yakni pernyataan dari orang yang menyewa dan
menyewakan. Lafal yang digunakan adalah lafal ijarah
.(إكزاء)‟dan ikra (إكتزاء)‟iktira (استئجبر) isti‟jar (إجبرة)
24
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, ..., h.320.
52
Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun ijarah itu ada
empat, yaitu :
a. Aqid, yaitu mujir (orang yang menyewakan) dan
musta‟jir (orang yang menyewakan).
b. Shighat, yaitu ijab dan qobul.
c. Ujrah (uang sewa atau upah).
d. Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewa
atau jasa dan tenaga dari orang yang berkerja.25
Dijelaskan oleh Hendi Suhendi, dalam buku fiqh
muamalah bahwa rukun dan syarat ijarah adalah sebagai berikut :
a. Mu‟jir dan musta‟jir, yaitu orang yang melakukan
akad sewa menyewa atau upah mengupah. Mu‟jir
yang memberikan upah dan menyewakan, musta‟jir
adalah orang yang menerima upah untuk melakukan
sesuatu dan yang menyewa sesuatu, disyaratkan pada
mu‟jir dan musta‟jir adalah baligh, berakal, cakap,
melakukan tasharru (mengendalikan harta), dan saling
meridhai. Bagi orang yang berakal ijarah juga ijarah
25
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, ..., h.320.
53
juga disyaratkan mengetahui syarat barang yang
diakadkan dengan sempurna sehingga dapat mencegah
terjadinya perselisihan.
b. Shighat ijab kabul antara mu‟jir dan musta‟jir, ijab
kabul sewa menyewa dan upah mengupah, ijab kabul
sewa menyewa misalnya : “Aku sewakan mobil ini
kepadamu setiap hari Rp. 5.000,00”, maka musta‟jir
menjawab “Aku terima sewa mobil tersebut dengan
harga demikian setiap hari”. Ijab kabul upah
mengupah misalnya seseorang berkata,”Kuserahkan
kebun ini kepadamu untuk dicangkuli dengan upah
setiap hari Rp. 5.000,00”, kemudian musta‟jir
menjawab “Aku akan kerjakan pekerjaan itu sesuai
apa yang engkau ucapkan”.
c. Ujrah, disyarakan diketahui jumlahnya oleh kedua
belah pihak, baik dalam sewa menyewa maupun
dalam upah mengupah.
54
d. Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan
dalam upah mengupah, disyaratkan pada barang yang
disewakan dengan beberapa syarat berikut :
1) Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa
menyewa dan upah mengupah dapat dimanfaatkan
kegunaannya.
2) Hendalah benda yang menjadi objek sewa
menyewa dan upah mengupah dapat diserahkan
kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaanya
(khus dalam sewa menyewa).
3) Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara
yang mubah (boleh) menurut syara‟ bukan hal
yang dilarang (diharamkan).
4) Benda yang disewakan disyarakan kekkal „ain
(zat)-nya hingga waktu yang ditentukan menurut
perjanjian dalam akad.26
Fatwa DSN MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan
mengenai rukun ijarah yang terdiri dari :
26
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (jakarta:Rajawali Pers,2014),
h.117-118.
55
1) Sighat ijarah yaitu ijab qobul berupa pernyataan
dari kedua belah pihak yang berakad
(berkontrak)baik secara verbal atau dalam bentuk
lain.
2) Pihak-pihak yaqng berakad, terdiri atas pemberi
sewa/pemberi jasa dan penyewa/pen gguna jasa.
3) Objek akads ijarah: yaitu :
a) Manfaat barang dan sewa; atau
b) Manfaat jasa dan upah.
Perbedaan pendapat mengenai rukun akad ini sudahy
banyak dibicarakan dalam akad-akad lain, seperti jual beli, dan
lain-lain. oleh karena itu hal ini tak perlu diperpanjang lagi.
2. Syarat Sewa Menyewa (Ijarah)
Sebagai bentuk transaksi, ijarah dianggap sah harus
memenuhi rukun di atas, disamping rukun juga harus memenuhi
syarat-syaratnya. Syarat ijarah ada empat macam, yaitu :
a. Syarat terjadinya akad (syurut al-in‟iqad)
Syarat ini berkaitan dengan pihak yang melaksanakan
akad. Syarat yang berkaitan dengan para pihakk yang
56
melakukan akad yaitu berakal. Dala akad ijarah tidak
dipersyaratkam mumayyiz. Dengan adanya syarat ini
maka transaksi yang dilakukan oleh orang gila maka
tidak sah. Menurut Hanafiyah dalam hal ini tidak
disyaratkan baligh, taransaksi yang dilakukan anak
kecil yang sudah mumayyiz hukumnya sah. Menurut
Malikiyah, mumayyiz adalah syarat bagi pihak yang
melakukan akad jual beli dan ijarah. Sementara baligh
adalah syarat bagi berlakunya akibat hukum ijarah
(syurut al-nafasdz). Sementara kalangan Hanafiyah
dan Hanbaliyah menjelaskan bahwa syarat bagi para
pihak yang melakukan akad adalah baligh dan
berakal.
b. Syarat pelaksanaan ijarah (syurut al-al-nafadz)
Akad ijarah dapat terlaksana bila ada kepemilikan
dan penguasaan, karena tidak sah akad ijarah
terhadap barang milik atau dalam penguasaan orang
57
lain. Tanpa adanya kepemilikan dan atau penguasaan,
maka ijarah tidak sah.27
c. Syarat sah ijarah (Syurut al-syihhah)
Demi sahnya penyewaan, disyaratkan hal-hal berikut
ini :
1) Kedua orang yang berakal saling ridha. Apabila
salah satu dari keduanya dipaksa untuk
melakukan penyewaan maka akad tidak sah.
Allah swt. Berfirman.
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil (tidak benar), kecuali dalam
pandangan yang berlaku atas suka sama suka
diantara kamu. Dan, janganlah kamu membunuh
dirimu, sungguh, Allah Maha Penyayang
kepadamu.”(an-Nisa 4:29)28
27
Imam Mustofa, Fiqh Mu‟amalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali
Pers, 2016), h.106 28
Muhammad Sohib Tohir,Dkk, Al-Qur‟an dan Terjemah,…, h.83.
58
2) Manfaat sesuatu yang diakadkan diketahui secara
sempurna sehingga dapat mencegah terjadinya
persengketaan. Dan, pengetahuan yang dapat
mencegah terjadinya persengketaan dipeoleh
dengan beberapa hal. Pertama, dengan melihat
benda yang ingin disewa atau dengan
mendeskripsikannya apabila ia dapat dipastikan
dengan deskripsi. Kedua dengan menjelaskan
masa penyewaan, seperti sebulan,setahun,atau
lebih banyak dan lebih sedikit dari itu. Ketiga
dengan menjelaskan pekerjaan yang diinginkan.
3) Sesuatu yang diakadkan bisa diambil manfaatnya
secara sempurna dan secara syar‟i. Diantara para
ulama ada yang mensyaratkan ini dan melarang
penyewaan barang milik persyekutuan kepada
selain seketu. Yang demikian itu karena manfaat
barang milik persekutuan tidak bisa diambil
secara sempurna. Ini adalah pendapat Abu
Hanifah dan Zufar.
59
Sementara murut jumhur fuqaha, barang milik
persekutuan boleh disewakan secara mutlak, baik
kepada sekutu maupun kepada orang lain, karena
barang milik pesekutuan memiliki manfaat.
Penyerahan bisa dilakukan dengan pengosongan
atau dengan pembagian manfaat, sebagaimana
hal itu boleh dilakukan dalam jual beli. Dan,
penyewaan adalah salah satu jenis jual beli.
Apabila pembagian manfaat tidak ditentukan
maka penyewaan batal.
4) Barang yang disewa bisa diserahkan bersama
manfaat yang dimuatnya. Tidak boleh
menyewakan binatang yang lepas atau barang
yang dirampas yang tidak mampu direbut
kembali karena tidak bisa diserahkan. Tidak
boleh pula menyewakan tanah yang tidak bisa
menumbuhkan tumbuhan untuk ditanami atau
binatang yang cacat untuk mengangkut barang
60
karena tidak adanya manfaat yang menjadi objek
akad.29
5) Manfaat yang diakadkan hukumnya mubah,
bukan haram dan bukan juga wajib. Tidak boleh
melakukan penyewaan untuk pembuatan maksiat
karena perbuatan maksiat wajib ditingaalkan.
Barang siapa mengupah seseorang untuk
membunuh orang lainsecara zalim atau untuk
membawakan khamar, atau menyewakan rumah
untuk menjadikan tempat penjualan khamar,
tempat pemain judi, atau gereja, maka
penyewaan ini batal. Upah yang diperoleh oleh
peramal (kahin) dan dukun (arraf) dari pekerjaan
keduanya tidak halal karena merupakan imbalan
dari perbuatan haram dan merupakan bagian dari
memakan harta manusia dengan cara yang batil.
Tidak boleh pula mengupah seseorang untuk
mengerjakan shalat dan puasa karena ini
29
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5, (Jakarta Pusat:Pena Pundi Angkasa,
2013), h148.
61
merupakan fardhu ain yang harus dikerjakan
sendiri oleh orang yang berkewajiban30
6) Imbalan adalah harta yang memiliki nilai dan
diketahui dengan penglihatan atau deskripsi. Ini
adalah harga dari manfaat. Dan, syarat harga
harus diketahui. Rasulullah saw. bersabdah,
مناست أجرأجي ر اف لي علموأجره.
“ Barang siapa yang mengupah seseorang pekerja
maka hendaklah dia memberitahukan upahnya
kepadanya.”
Upah boleh ditentukan nilainya berdaasarakan tradisi.
Suwaid bi Qais berkata, “ Aku dan Makharafah al-Abdi
mendatangan pakaian dar Hajar membawanya ke Mekah. Lalu
Rasulullah saw. mendatangai kami dengan berjalan kaki dan
menawar beberapa buah celana panjang . Kami pun menjualnya
kepada beliau. Dan, disana ada lelaki yang ,menimbang
penukar.31
30
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5,..., h149. 31
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5,..., h153.
62
d. Syarat yang mengikat dalam ijarah (syurut al-luzum)
Syarat yang mengikat ini ada dua syarat, yaitu :
1) Barang atau orang yang disewakan harus terhidar
dari cacat yang dapat menghilangkan fungsinya.
Apabila sesudah transaksi terjadi cacat pada
barang, sehingga fungsinya tidak maksimal, atau
bahkan tidak berfungsi, maka penyewa berhak
memilih untuk melanjutkanatau menghentikan
akad sewa. Bila suatu ketika barang yang
disewakan mengalami kerusakan maka akad
ijarah faskh atau rusaknya dan tidak mengikat
kedua belah pihak.
2) Terhindarnya dari akad dari udzur yang dapat
merusak akad ijarah. Udzur ini bisa terjadi pada
orang atau pihak yang berakad atau pada objek
akad ijarah.
Fatwa DSN MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan
mengenai ketentuan Ijarah sebagai berikut :
63
a. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan
barang dan/atau jasa.
b. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan
dapat dilaksanakan dalam kontrak.
c. Manfaat barang dan jasa harus bersifat dibolehkan
(tidak diharamkan).
d. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan
sesuai dengan syariah.
e. Manfaat barang atau jasa harus dikenali secara
spesifik sedemikian rupa untuk menghilang
jahalan (ketidakjelasan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
f. Speksifikasi manfaat harus dinyatakan dengan
jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga
dikenali dengan spesifikasi atau indentifikasi
fisik.
g. Sewa atau upah harus disepakati dalam akad dan
wajib dibayar oleh penyewa/pengguna jasa
kepada pemberi sewa/pemberi jasa (LKS) sebagi
64
pembayaran manfaat atau jasa. Sesuatu yang
dapat dijadikan harga (tsaman) dalam jual beli
dapat pulan dijadikan sewa atau upah dalam
ijarah.
h. Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa
(manfaat lain) dari jenis yang sama dengan objek
kontrak.
i. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa
atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu,
tempat dan jarak.
D. Sifat Ijarah dan Hukumnya
1. Sifat sewa Menyewa (Ijarah)
Ijarah menurut Hanafian adalah akad yang lazim, tetapi
boleh di-fasakh apabilah terdapat udzur, sebagaimana yanga telah
diuraikan sebelum ini. Sedangkan menurut jumhur ulama, ijarah
adalah akad yang lazim (mengikat) yang tidak bisa di-fasakh
kecuali dengan sebab-sebab yang jelas, seperti adanya „aib
(cacat) atau ilangnya obyek manfaat. Hal tersebut oleh karena itu
ijarah adalah akad atas manfaat, mirip dengan akad nikah.
65
Disamping itu ijarah adalah akad mua‟wadah, sehingga tidak
bisa dibatalkan begitu saja, sama seperti jual beli.
Sebagai kelanjuatan dari perbedaan pendapat tersebut,
Hanafiah berpendapat bahwa ijarah batal karena meninggalnya
salah seorang pelaku akad, yakni musta‟jir atau mu‟jir. Hal itu
karena apabila akad ijarah masih tetap maka manfaat yang
dimiliki oleh musta‟jir atau uang sewa yang dimimiliki oleh
mu‟jir berpindah kepada orang lain (ahli waris) yang tidak
melakukan akad, dan hal ini tidak dibolehkan. Sedangkan
menurut jumhur ulama yang terdiri atas Malikiyah, dan
Hanabillah, ijarah tidak batal karena meninggalnya salah seorang
pelaku akad, karena ijarah merupakan akad yang lazim
(mengikuti) dan akad mu‟awadhah sehingga tidak bisa batal
karena meninggalnya sehingga tidak bisa batal karena
meninggalnya salah satu pihak, seperti jual beli.32
2. Hukum Ijarah
Hukum ijarah sahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi
penyewa, dan tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang
32
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, ..., h.328.
66
menyewakan ma‟qud „alaih sebab ijarah termasuk jual beli
pertukaran, hanya saja dengan kemanfaatan.
Adapun hukum ijarah rusak, menurut ulama Hanafiyah,
jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang
menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari
kesepakatan pada waktu akad. Ini bila kerusakan tersebut terjadi
pada syarat. Akad tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa
tidak memberitahukan jenis pekerjaan perjanjiannya, upah harus
diberikan semestinya.
Jafat dan ulama Syafi‟iyah berpendapat bahwa ijarah
fasid sama dengan jual beli fasid, yakni harus dibayar sesuai
dengan nilai atau ukuran yang dicapai oleh barang sewaan.33
E. Macam-macam Ijarah dan Hukumnya
Akad ijarah dilihat dari segi objeknya menurut ulama
fikih dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1. Ijarah yang bersifat manfaat, pada ijarah ini benda atau
barang yang disewakan harus memiliki manfaat. Misalnya
sewa-menyewa rumah, tanah pertanian, kendaraan,
33
Rachmat Syafei‟i, Fiqh Muamalah,..., h.122.
67
pakain, perhiasan, lahan kosong yang dibangun pertokoan
dan sebagainya.34
a. Hukum Ijarah Atas Manfaat
Akad sewa menyewa dibolehkan atas manfaat yang
mubah , dengan demikian, tidak boleh mengambil
imbalan untuk manfaat yang diharamkan ini, seperti
bangkai dan darah.
1) Cara menetapkan hukum akad ijarah
Menurut Hanafiah dan Malikiyah,
ketetapan hukum akad ijarah (sewa menyewa)
berlaku sedikit demi sedikit atau setahap demi
setahap, sesuai dengan timbulnya objek akad yaitu
manfaat, hal itu karena manfaat dari suatu benda
yang disewa tidak bisa dipenuhi sekaligus,
melainkan sedikit demi sedikit. Akan tetapi,
menurut Syafi‟iyah dan Hanabilah, ketetapan
hukum ijarah (sewa menyewa) itu berlaku secara
34
Abu Azam Al Hadi, Fikih Muamalah Kontemporer,..., h.84.
68
kontan hingga masa sewa dianggap seolah-olah
seperti benda yang tampak.
Sebagai akibat dari perbedaan antara
Hanafiyah dan Malikiyah disatu pihak dan
Syafi‟iyah serta Hanabilah di pihak lain, timbul
perbedaan antara mereka dalam masalah
berikutnya.35
2) Cara memanfaatkan barang sewaan
a) Sewa tanah
Dalam sewa tanah, harus dijelaskan tujuannya,
apakah untuk pertanian dan disebut pula jenis
yang ditanamnya, seperti bayam, padi, jagung
atau lainnya. Bangunan bengkel, atau warung,
dan sebagainya. Apabila tujuan tidak
dijelaskan, maka ijarah menjadi fasid. Hal ini
karena manfaat dari tanah berbeda-beda, sesuai
35
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, ..., h.330.
69
dengan perbedaan bangunan, tanaman, dan
jenisnya.36
b) Sewa Binatang
Adapundalam menyewa binatang tunggang
maka harus ada keterangan mengenai waktu
atau tempat. Jika tidak diterangkan salah
satunya, maka ijarah-nyatidak sah. Demikian
juga harus ada keterangan untuk apa binatang
tersebut disewa, seperti membawa beban
barang yang menungganginya karena kedua
hal tersebut berbeda. Juga harus dijelaskan
juga apa yang akan dibawakan di atas binatang
tersebut dan siapa yang akan menungganginya
karena kemanapun memikul beban benda
sesuai dengan barang yang dibawa, dan
manusia juga berbeda-beda dalam
menunggangi hewan tunggangan.37
36
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, ..., h.332. 37
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid 5,..., h.415.
70
c) Kewajiban penyewa setelah selesainya akad ijarah
Apabila masa sewa telah habis, maka kewajiban
penyewa adalah penyewa (musta‟jir) harus
menyerahkan kunci rumah atau toko kepada
pemiliknya (mu‟jir). Dan apabila yang disewa itu
kendaraan, mak penyewa (musta‟jir) harus
mengembalikan kendaraan yang telah disewanya
ketempat asalnya.38
2. Ijarah yang bersifat perkerjaan, pada ijarah ini
seseorang memperkerjakan untuk melakukan suatu
perkerjaan, dan hukumnya boleh apabila jenis
perkerjaannya jelas dan tidak mengandung unsur
tipuan. Seperti tukang jahit, tukang dan kuli bangunan,
buruh pabrik, dan sebagainya. Ijarah yang seperti ini
ada yang bersifat pribadi, seperti menggaji guru
mengaji Al-Qur‟an, pembantu rumah tangga, dan ada
yang bersifat kerja sama, yaitu seseorang atau
sekelompok orang yang menjualkan jasanya untuk
38
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, ..., h.333.
71
kepentingan orang banyak, seperti buruh pabrik,
tukang sepatu, dan tukang jahit.39
F. Pembayaran Upah dan Sewa
Jika ijarah itu suatu perkerjaan, maka kewajiban
pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan. Bila
tidak ada pekerjaan lain, jika akad sudah berlangsung dan tidak
disyaratkan mengenai pembayaran dan tidak ada ketentuan
penangguhannya, menurut Abu Hanifah wajib diserahkan
upahnya secara berangsur sesuai dengan manfaat yang
diterimanya. Menurut Imam Syafi‟i dan Ahmad, sesungguhnya
iya berhak dengan akad itu sendiri. Jika mu‟jir menyerahkan zat
benda yang disewa kepada musta‟jir, ia berhak menerima
bayarannya karena penyewa (musta‟jir) sudah menerima
kegunaan.
39
Abu Azam Al hadi, Fikih Muamalah kontemporer,..., h.84.
72
Hak menerima upah bagi musta‟jir adalah sebagai berikut:
a. Ketika pekerjaan selesai dikerjakan, beralasan kepada
hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, Rasulullah Saw.
bersabdah:
رأجره عرقوأعطواالأجي ف ق بلاني
“Berilah upah sebelum keringat pekerja itu kering.”
b. Jika menyewa barang, uang sewaan dibayar ketika akad
sewa, kecuali bila dalam akad ditentukan lain, manfaat
barang yang di ijarahkan mengalir selama penyewaan
berlangsung.40
G. Batal dan Berakhirnya Akad Sewa Menyewa (ijarah)
Akad ijarah adalah jenis akad yang harus dilaksanakan,
dan salah satu pihak tidak memiliki hak membatalkan karena
merupakan akad timbal balik, kecuali ada hal-hal yang
membatalkan akad yang akan dijelaskan kemudian. Akad ijarah
tidak batal dengan meninggalnya salah satu pihak sedangkan
40
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (jakarta:Rajawali Pers,2014),
h.121.
73
yang diakadkan (hasil kerja) dalam kondisi aman atau selamat.
Ahli waris harus menanngungnya.
Para ulam fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah,
apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama
Hanafiyah berpendirian bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat,
tetapi boleh dibatalkan secara sepihak tetapi terdapat uzur dari
salah satu pihak yang berakad seperti, salah satu pihak wafat, atau
kehilangan kecakapan bertindak dalam hukum.
Adapun jumhur ulama dalam hal ini mengatakan bahwa
akad al-ijarah itu bersifat mengikat kecuali ada cacat atau barang
itu tidak boleh dimanfaatkan. Akibat perbedaan pendapat ini
dapat diamati dalam kasus apabila seorang meninggal dunia.
Menurut ulama Hanafiyah, apabila salah seorang meninggal
dunia maka akad ijarah batal, karena manfaat tidak boleh
diwariskan. Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan, bahwa
manfaat itu boleh diwariskan karena termasuk harta (al-maal).
Oleh sebab itu kematian salah satu pihak yang berakad tidak
membatalkan akad ijarah.41
41
Abdul Rahman Ghazaly, dkk, Fiqh Muamalat, cet.2,..., h. 277.
74
Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila terdapat hal-hal
sebagai berikut :
1. Muculnya cacat yang sebelumnya tidak ada pada barang
sewaan ketika sedang berada ditangan penyewa atau
terlihatnya cacat lama padanya.
2. Rusaknya barang sewaan yang ditentukan, seperti rumah
yang ditentukan atau binatang yang ditentukan.
3. Rusaknya sesuatu yang diupahkan untuk dijahit karena
apa yang diakadkan tidak mungkin ditunaikan setelah
kerusaknnya.
4. Diambilnya manfaat yang diakadkan secara sempurna,
diselesaikannya pekerjaan, atau berakhirnya masa
penyewaan, kecuali apabila ada uzur yang menghalangi
berakhirnya penyewaan. Apabila masa penyewaan tanah
pertanian berakhir sebelum tanaman panen. Misalnya,
maka tanah tetap berada ditangan penyewa dengan
membayar sewa yang wajar (ajrul-mitsli) meskipun tanpa
ada kehendak pemilik tanah, demi menghindarkan
75
penyewa dari kerugian karena memanen tanaman
sebelum waktunya.
Para ulama mazhab Hanafi berpendapat bahwa salah satu
dari dua orang yang berakad boleh membatalkan penyewaan
meskipun dengan uzur yang muncul dari pihaknya. Apabila ia
menyewa sebuah warung untuk dijadikan sebagi tempat
berdagang, misalnya, lalu hartanya terbakar,tercuri atau
terampok, atau dia bangkrut, maka dia memiliki hak untuk
membatalkan penyewaan.42
42
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 5,..., h161.