Upload
phamhanh
View
236
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
LAKNAT DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (ANALISIS
TAFSIR TEMATIK)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
Ahmad Yasir Muharram
NIM 1112034000081
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H./2019 M.
LAKNAT DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (ANALISIS
TAFSIR TEMATIK)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
Ahmad Yasir Muharram
NIM 1112034000081
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H./2019 M.
i
ABSTRAK
Ahmad Yasir Muharram
Laknat dalam Perspektif al-Qur’an (Analisis Tafsir Tematik)
Skripsi ini membahas tentang laknat dalam al-Qur’an dengan menggunakan
metode mauḏu’i (tematik). Pengangkatan tema ini berangkat dari masih banyaknya
orang yang menyepelekan bahaya dari laknat. Karena bisa jadi pada saat laknat kita
ucapkan kepada orang lain, dan Allah sedang menghendaki terkabulnya doa-doa,
sementara orang tersebut tidak pantas mendapat kutukan/laknat karena tidak
bersalah. laknat itu bisa berbalik kepada diri sendiri. Maka, hanya Allah saja yang
dapat melaknat dengan sebab sebab yang jelas.
Adapun demikian, karena banyak sekali ayat yang membahas tentang laknat,
maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada beberapa faktor, di antaranya
yaitu: jatuhnya laknat kepada pendusta, orang kafir, pembunuh, orang munafik.
Dalam mengutip tafsir ayat-ayat tersebut, penulis mengutip beberapa pendapat
mufassir, yaitu Ibn Jarir al-Tabarî, imam al-Qurṯubî, Ibn Katsîr, al-Syaukânî, al-
Marâghî, Quraish Shihab dan lain sebagainya.
Hasil dari penelitian ini penulis berkesimpulan bahwa di antara faktor-faktor
penyebab seseorang tertimpa laknat Allah antara lain pendusta, orang kafir,
pembunuh, dan orang munafik. Maka mereka akan dijauhkan dari rahmat Allah dan
dari segala kebaikan. Tapi lebih rinci lagi pendusta yang mendapat laknat di dalam
al-Qur’an ialah bagi yang menyembunyikan ilmu, mempertahankan pendapat yang
salah, menuduh wanita mukmin. Dan orang kafir yang mendapat laknat adalah
mereka yang merusak janji Allah, menyekutukan Allah, dan berbuat zalim kepada
Allah. Pembunuh yang mendapat laknat adalah pembunuh yang membunuh
mukmin dengan sengaja, serta orang munafik yang mendapat laknat di dalam al-
Qur’an ialah yang memutus silaturahmi, berprasangka buruk kepada Allah dan
menghalangi orang dari kebaikan.
Kata kunci: laknat, tafsir, dan al-Qur’an.
ii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah, Zat yang tiada bosan mendengar keluh kesah hamba-
Nya. yang dengan Rahmat dan kasih sayang-Nya, Alhamdulillah saya dapat
menyelesaikan skripsi ini, Shalawat dan salam saya haturkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad Saw, keluarga, sahabat dan semua penerus ajarannya. Semoga
kelak kita diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafaat.
Skripsi berjudul: Laknat dalam Perspektif Al-Qur’an (Analisis Tafsir
Tematik) merupakan karya ilmiah saya sebagai perjalanan terakhir, setelah sekian
tahun menuntut ilmu di bangku perkuliahan. Guna memenuhi persyaratan untuk
gelar Sarjana Strata Satu (S1) di Fakultas Ushuluddin, pada Jurusan Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari sumbangsih berbagai pihak yang
telah membatu dan yang memberi dukungan baik moril ataupun materil. Oleh
karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati kepada pihak-pihak yang
telah dengan rela membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanudin Lubis, Lc, MA., selaku Rektor UIN Syarif
Hidyatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, Ketua jurusan Program studi Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir dan Dra. Banun Binaningrum, M. Pd, sekretaris Progam Studi Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir, Semoga Allah mempermudah segala urusannya.
4. Bapak Muslih, M. Ag, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang dengan
keikhlasan dan kesabarannya membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis
hingga skripsi ini selesai.
iii
5. Segenap civitas akademika Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah banyak membantu kelancaran administrasi dan birokrasi. Segenap staf
Perpustakaan Umum (PU), Perpustakaan Fakultas Ushuluddin (PF), Pusat Studi al-
Qur’an (PSQ), yang telah membantu meminjamkan buku-buku dan beberapa
literatur dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin, terimakasih atas ilmu dan bait-bait nasihat
yang telah diberikan dengan tulus kepada saya.
7. Yang tercinta Ayah Ma’mun Abdul Azis dan Umi Kamalia Salam, yang selalu
merangkaikan doa-doa indah, menginspirasi, membiayai, mendidik, mendukung,
dan memotivasi dengan sabar dan tak hentinya memberikan semangat, kasih sayang
kepada penulis (Allahummaghfir lahumâ wa irhamhumâ kamâ rabbayânî saghîrâ).
Dan Keluarga besar penulis yang maaf tidak dapat disebutkan satu-persatu, semoga
keberkahan selalu menyertai keluarga besar kita. Amiin.
8. Teman-teman Tafsir-Hadist angkatan 2012 khususnya kelas C, sahabat-sahabat
KKN PRASASTI, yang terpenting adalah kalian semua penyemangat dan teman
terbaik untuk saya.
9. Untuk sahabat-sahabatku Arip, Riswan, Pajar, Kholik, Syardi, Bokir, Faizal,
Windika, Azza, Puput, Kiki terima kasih atas kesediaan dan luangan waktunya,
sukses selalu dan cepat wisuda dan bisa lanjut S2, S3, semoga keberhasilan
senantiasa menyertai kalian.
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan informasi yang
bermanfaat untuk penulisan dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya, hanya kepada Allah jugalah, penulis mengharap ridha dan rasa
syukur penulis yang tak terhingga. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat yang
baik bagi yang membaca. Jazâkumullâh aẖsan al jazâ’, Âmîn...!
Ciputat, 3 Desember 2018
Ahmad Yasir Muharram
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......... ................................................................. .................. ........ i
KATA PENGANTAR ......................................................... .................. ........ ii
DAFTAR ISI ...... ................................................................. .................. ........ iv
PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................... .................. ........ vi
BAB I PENDAHULUAN ................................................... .................. ........ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................... .................. ........ 1
B. Identifikasi Masalah .......................................... .................. ........ 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................ .................. ........ 7
D. Manfaat dan Tujuan Penilitan ........................... .................. ........ 7
E. Tinjauan Pustaka ............................................... .................. ........ 8
F. Metode Penelitian .............................................. .................. ........ 9
G. Sistematika Penulisan ........................................ .................. ........ 10
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG LAKNAT ...... .................. ........ 12
A. Pengertian Laknat .............................................. .................. ........ 12
B. Bentuk Laknat Allah ......................................... .................. ........ 14
C. Akibat Dari Laknat ............................................ .................. ........ 17
D. Antara Laknat dan Rahmat ................................ .................. ........ 20
BAB III DESKRIPSI AYAT-AYAT LAKNAT DALAM AL-QUR’AN .. 22
A. Ayat-ayat Laknat dalam al-Quran ................... .................. ........ 22
B. Objek Laknat dalam al-Qur’an ....................... .................. ........ 24
C. Subjek Laknat dalam al-Qur’an ...................... .................. ........ 28
BAB IV ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG LAKNAT ............... ........ 32
A. Pendusta .......................................................... .................. ........ 32
1. Menyembunyikan Ilmu ............................ .................. ........ 33
2. Mempertahankan Pendapat yang Salah ... .................. ........ 34
3. Menuduh Wanita Mukmin ....................... .................. ........ 36
v
B. Orang Kafir ..................................................... .................. ........ 37
1. Merusak Janji Allah ................................. .................. ........ 38
2. Menyekutukan Allah ............................... .................. ........ 39
3. Zalim terhadap Allah ............................... .................. ........ 40
C. Pembunuh ....................................................... .................. ........ 43
1. Membunuh Mukmin dengan Sengaja ....... .................. ........ 43
D. Orang Munafik ................................................ .................. ........ 47
1. Memutus Silaturahmi ................................ .................. ........ 47
2. Berprasangka Buruk kepada Allah ........... .................. ........ 48
3. Menghalangi Kebaikan ............................. .................. ........ 49
BAB V PENUTUP .............................................................. .................. ........ 51
A. Kesimpulan ..................................................... .................. ........ 51
B. Saran ............................................................... .................. ........ 52
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... .................. ........ 53
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada
buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017.
A. Padanan Aksara
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf
Arab
Huruf
Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b Be ب
t Te ت
ts te dan es ث
j Je ج
ẖ h dengan garis bawah ح
kh Ka dan ha خ
d De د
dz De dan zet ذ
r Er ر
z Zet ز
s Es س
sy es dan ye ش
s صes dengan garis bawah
ḏ de dengan garis bawah ض
ṯ te dengan garis bawah ط
ẕ zet dengan garis bawah ظ
‘ ع
koma terbalik di atas hadap kanan
vii
gh ge dan ha غ
f Ef ف
q Ki ق
k Ka ك
l El ل
m Em م
n En ن
w We و
h Ha ه
Apsotrof ' ء
y Ye ي
B. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tungga atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fatẖah
I Kasrah
U Ḏommah
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي ai a dan i
و au a dan u
viii
C. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
â a dengan topi di atas ان
î i dengan topi di atas ين
û u dengan topi di atas نو
D. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf ال dialih aksarakan menjadi /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf kamariah.
Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl.
E. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda (ـ dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan (ــ
menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang
yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata (الضرورة) tidak ditulis ad-
darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
F. Ta Marbûṯah
Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika tamarbûtah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah tersebut diikuti
kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat
contoh 3).
ix
No Kata Arab Alih Aksara
Ṯarîqah طريقة 1
al-jâmî’ah al-Islâmiyyah اجلامعةاالسالمية 2
waẖdat al-wujûd وحدةالوجود 3
G. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk
menuliskanpermulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan
lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan
huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata
sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al -Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-
Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam
alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak
tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka
demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari
dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya
berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd
al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al -Dîn al-Rânîrî.
1
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw melalui perantara Malaikat Jibril sebagai rahmat yang tiada taranya di alam
semesta ini. Al-Qur’an juga merupakan sumber ajaran Islam yang mana kitab suci
ini menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan ilmu-ilmu keislaman,
tetapi juga merupakan inspirator pemandu gerakan-gerakan umat Islam. Jika
demikian halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an melalui
penafsiran-penafsirannya, mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju-
mundurnya umat. Sekaligus penafsiran-penafsiran itu dapat mencerminkan
perkembangan serta corak pemikiran mufassir.1
Untuk memahami al-Qur’an upaya yang dilakukan adalah melalui penafsiran-
penafsiran. Cara ini diharapkan agar segala kandungan makna al-Qur’an yang
masih terselubung dalam teks (lafâẕ) dapat terbuka sehingga menjadi sesuatu yang
jelas. Secara teks al-Qur’an memang tidak berubah tetapi penafsiran atas teks selalu
berubah-ubah sesuai konteks ruang, waktu dan keadaan manusia. Untuk itu, al-
Qur’an selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan
(ditafsirkan) dengan berbagai alat, metode dan pendekatan untuk menguak isi
sejatinya. Aneka metode dan tafsir diajukan sebagai jalan untuk membedah makna
terdalam dari al-Qur’an tersebut untuk dapat lebih mudah membumikan maksud-
maksud wahyu Ilahi kepada manusia.2
Terdapat banyak metode penafsiran al-Qur’an, namun seluruh metode tersebut
belum dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan zaman, sehingga dibutuhkan
metode baru yang bersifat ilmiah dan dapat menjawab tantangan zaman dan
problematika manusia. Tipologi tafsir berkembang terus dari waktu ke waktu sesuai
dengan tuntutan dan kontek zaman, dimulai dari tafsîr bi al-Ma’tsur atau tafsir
1 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 1996), h. 83. 2 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta:
Paramadina, 1999), h. 13.
2
riwayat berkembang ke arah tafsîr bi al-Ra’yi. Tafsîr bi al-Ma’tsûr menggunakan
nash dalam menafsirkan al-Qur’an, sementara tafsîr bi al-Ra`yi lebih menggunakan
ijtihad dengan akal.3
Banyak cara yang ditempuh para pakar al-Qur’an untuk menyajikan kandungan
dan pesan pesan firman Allah itu. Ada yang menyajikan sesuai urutan ayat-ayat
sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an, misalnya dari ayat pertama surat al-
Fâtiẖah hingga ayat terakhir. Ada juga yang memilih topik tertentu kemudian
menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan topik tersebut, dimana pun ayat itu
ditemukan. Cara ini dinamai oleh para pakar dengan metode mauḏû’i (tematik).4
bila ditinjau dari sudut pandang sejarah penafsiran al-Qur’an tentunya beraneka
ragam metode serta bentuk dalam penafsirannya. Secara umum, para ulama telah
membagi metode penafsiran al-Qur’an kepada empat metode, yaitu: metode tahlili
(analitik), metode ijmali (umum), metode muqarran (komparasi), dan metode
mauḏû’i (tematik).
Di antara banyak tema yang terdapat dalam al-Qur’an, sengaja penulis
membahas laknat karena masih banyak orang yang belum mengerti tentang makna
laknat itu sendiri.
Definisi laknat secara bahasa adalah:
ردادو اإلبع مالط ن
ال ردل يقو ريخ
ادمع اإلبو الط مو للان قن
ل ع الخ والد ب اءالس
عن و الل
و ماالسة
ن لع عمج ال ع
ن اتو انول ع
نهل ع
ل ههي د ر
ط
عنا
بو ل
ع أ هد
“Menjauhkan dan menyingkirkan kebaikan. Dikatakan : ‘Menyingkirkan dan
menjauhkan (jika berasal) dari Allah. Dan (jika berasal) dari makhluk
maknanya adalah cacian dan doa. Laknat adalah kata benda (ism), bentuk
jamaknya adalah li’ân dan la’anât. La’anahu – yal’anahu – la’nan, yaitu
menyingkirkannya dan menjauhkannya”.5
3 Hasbi al-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an / Tafsir (Jakarta: Bulan Bintang,
1980), h. 227. 4 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 1996), h. xii. 5 Ibn Manẕur, Lisân al-‘Arab (Beirut: Dâr Sadir, t.t), h. 4044.
3
Pertama, jika melihat makna laknat dari manusia atau makhluknya maka laknat
itu berarti doa atau cacian, mengaitkan dengan fenomena saat ini, seakan sudah
menjadi karakter sebagaian dari masyarakat Indonesia. Mungkin pernah atau secara
tidak sengaja melakukan hal ini. Pada saat merasa sakit hati, kesal, iri dan benci
seringkali manusia mengaharapkan hal buruk terjadi pada orang tersebut.
Seperti tulisan M. Abdussalam “Kewajiban Mencaci Pemimpin”,6 menurutnya
bukan hal aneh lagi melihat Masyarakat Indonesia banyak memberikan komentar
negatif atas berbagai hal, khususnya di dunia maya. Mencaci atau melaknat pada
kolom komentar bukan menjadi sesuatu yang dianggap salah. Justru hal tersebut
menjadi budaya yang menyebar luas dikalangan pengguna media sosial.
Atau yang lebih spesifik, artikel dari salah satu situs berita, “TGB: Hati-hati
ketika kita mengkafirkan orang yang tidak kafir”,7 bahwa ada pihak yang
mengkafirkan Muhamad Zainul Majdi karena perbedaan pandangan politik,
menjadi bulanan sebagian netizen dan elit politik negeri ini, perkaranya hanya
karena memberikan dukungan kepada Presiden Jokowi beberapa waktu lalu. Kafir
dan manusia penjilat, menjadi stempel Gubernur penghafal al-Qur’an tersebut.
Tulisan lainnya, artikel dari salah satu situs berita, “Dihujat Netizen, Andritany
Balas dengan Kalimat Menohok”,8 bagaimana kiper Indonesia dalam ajang Asian
Games 2018, dihujat lantaran dianggap jadi pemain yang paling bertanggung
jawab, atas tersingkirnya Indonesia. Publik merasa Andritany tak becus menjadi
seorang kiper, karena tidak mampu membaca pinalti.
Perlu diingat bahwa ucapan adalah doa, dan setiap doa yang buruk merupakan
laknat. Pada prinsipnya seorang mukmin tidak boleh menjadi pelaknat atau
6 Diakses dari, https://www.kompasiana.com/bouel/5a53be8fcf01b42a3f4ea013/kewajiban-
mencaci-pemimpin , pada tanggal 18 Januari 2019. 7 Diakses dari, https://www.merdeka.com/peristiwa/tgb-hati-hati-ketika-kita-mengkafirkan-
orang-yang-tidak-kafir.html, pada tanggal 20 April 2018. 8 Diakses dari, https://www.indosport.com/sepakbola/20180825/dihujat-netizen-andritany-
balas-dengan-kalimat-menohok , pada tanggal 18 Januari 2019.
4
pengumpat, pencerca dan pencaci maki. Sesuai sabda Rasulullah Saw yang
diriwayatkan oleh ‘Abdullah ibn Mas‘ûd ra, berbunyi:
ر ودعسم نبللادبع نع هنع للاي ض ال ق
ص للالوسر ال :ق
ع يللال
:هيل م
ل س و يس
ل
ذيء ب ال
ال احشو
فال
ال انو ع
الل
ال انو ع
منبالط
ؤ ال
“Orang mukmin bukanlah pengumpat, bukan pelaknat, bukan pencaci maki,
dan (bukan) buruk kata.” (HR. al-Tirmidzî).9
Pada hari akhir, para pelaknat diharamkan memberi syafaat untuk orang lain.
Sabda Rasulullah Saw, riwayat Abû al-Dardâ ra:
ع م ل س يهو
ل للاع ل للاص سول معتر اءس رد بيالد
قولنا اء ي د ه
ش
ون ون
ك ي
ال انين ع
الل ان
ال اء و ع
ف
ةش ام قي
ال وم ي
“Sesungguhnya para pelaknat itu tidak akan menjadi syuhada dan tidak bisa
memberi syafaat pada Hari Kiamat.” (HR. Muslim).10
Melaknat atau mencaci seseorang merupakan sifat buruk yang sangat besar
bahayanya bagi pelakunya sendiri, baik melaknat binatang, benda mati, apalagi
sesama manusia. Ini jelas diharamkan. Karena, dalam laknat terdapat bahaya, yakni
menganggap Allah telah menjauhkan orang yang dikutuk. Padahal ini masalah gaib
yang tidak seorang pun mengetahuinya. Maka, hanya Allah saja yang memiliki hak
untuk melaknat makhluk-Nya.11
Kedua, definisi laknat Allah berarti ia dijauhkan dari rahmat-Nya disertai
dengan murka Allah di dunia dan hukuman neraka di akhirat kelak. Dalam al-
Qur’an kata laknat diulang dalam berbagai bentuk sebanyak 41 kali yang tersebar
di 36 ayat dan 18 surat dalam berbagai kasus yang berbeda-beda.12 Ibn Katsîr
mengartikan laknat dalam tafsirnya dengan Allah mengusir mereka dari segala
9 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat (Jakarta: Gema Insani Press,
1989), h. 12. Lihat, Muẖammad bin ‘Îsâ bin Saurah bin Mûsâ bin al-Ḏaẖak al-Tirmidzî, al-Jâmi’ al-
Kabîr Sunan al-Tirmidzî (Beirut: Dâr al-Islâmî, 1998), j. 3, h. 418. 10 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, h. 13. Lihat, Imam al-
Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim (Bandung: Jabal, 2013), h. 691. 11 Abû Hâmid al-Ghazâlî, Âfat al-Lisân: Bahaya Lisan (Jakarta: Qisthi, 2005), h. 65. 12 Muḥammad Fuâd ‘Abd Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras li al-fâẕ al-Qur’an al-Karîm (Kairo:
Dâr al-Kutub al-Miṣriyyah, 1364 H), h. 649-650.
5
macam kebaikan.13 Menurut al-Marâghî dalam kitabnya, jauh dan tersingkir, dan
laknat Allah yaitu jauh dari rahmat-Nya dan yang menjaga semua mukmin di dunia
maupun di akhirat.14 Imam al-Ṯabarî menyebutkan bahwa makna laknat adalah
Allah telah menjauhkan, mengusir, menghinakan dan menghancurkan mereka dan
memberitahukan bahwasanya mereka akan dijauhkan dari-Nya dan dari rahmat-
Nya.15
Dari penjelasan di atas tersirat bahwa orang yang tertimpa laknat dari Allah
merupakan golongan yang sangat rugi. Tapi bukan tanpa alasan Allah melaknat
mereka. Karena di dalam al-Qur’an sudah Allah jelaskan mengapa mereka pantas
mendapat laknat-Nya.
Yang pertama mendapat laknat Allah adalah Iblis, dia patut diusir dari rahmat
Allah Swt karena dia telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menyesatkan anak
Adam, selalu menipu dan memperdayakan mereka.16 Sebagaimana tersebut dalam
al-Qur’an, sebagai berikut:
سنون إم م نح لمص
ل هۥمنص قت
ل رخ
ش لب سجد
نلك مأ
ل ال
٣٣ ق ك إن
اف رجمنه
ٱخ
ف ال
ق
جيم ين ٣٤ ر ومٱلدي ى
إل
ة عن
ٱلل يك
ل ع إن ٣٥ و
“Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau
telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam
yang diberi bentuk Allah berfirman: "Keluarlah dari surga, karena
sesungguhnya kamu terkutuk dan sesungguhnya kutukan itu tetap menimpamu
sampai hari kiamat".” (QS. al-Hijr/15: 33-35)
13 Ibn Katsîr, Tafsîr Ibn Katsîr, Terj. M. Abdul Ghoffar E.M (Bogor: Pustaka Imam al-Syafi’i,
2004), j. 1, h. 181. 14 Aẖmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, terj. Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly
(Semarang: Karya Toha Putra Semarang, 1993), j. 2 h. 29. 15 Abû Ja’far Muẖammad bin Jarîr al-Ṯabarî, Tafsîr al-Ṯabarî, terj. Ahsan Askan (Jakarta:
Pustaka Azam, 2008), j. 2 h. 188. 16 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, h. 16.
6
Dan tak luput juga laknat Allah diturunkan bagi orang yang menuduh wanita
baik-baik dan mukminat, yang lalai dari perbuatan dosa dan terbebas dari ikatan-
ikatan nista..17 Sebagaimana firman-Nya:
اب ذ همع
ل ةو خر
ٱل او ي
ن فيٱلد
عنوا
تل
من ؤ تٱل
فل
غتٱل
ن حص
ٱل
رمون ي ذين ٱل ظيمإن ع
٢٣ “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang
lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat,
dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. al-Nûr/24: 23)
Ayat ayat di atas merupakan salah satu di antara ayat-ayat lain yang
menyebabkan seseorang ditimpa laknat oleh Allah. Setiap perbuatan yang
mendapat laknat Allah dan Rasul-Nya Saw merupakan dosa-dosa besar. Laknat
adalah penjauhan rahmat Allah, maka orang-orang yang dilaknat itu sangat jauh
dari rahmat Allah dan dari pengampunan-Nya. Maka, seorang muslim harus selalu
memohon kepada Allah agar terhindar darinya.18
Penelitian mengenai ayat-ayat laknat dalam al-Qur’an ini sangat penting
untung dikaji lebih dalam lagi, mengingat al-Qur’an sebagai sumber utama umat
Islam sehingga jika pengkajian al-Qur’an yang berkaitan dengan kehidupan dunia
dan akhirat tidak banyak dikaji, maka akan memberikan efek yang kurang baik
terhadap umat Islam khususnya orang-orang awam. Adapun pertimbangan dan
alasan penulis memilih tema tentang laknat ini pertama, penulis merasa tertarik
untuk mencari tahu tentang akibat seseorang yang tertimpa laknat Allah. Kedua,
mengenai penyebab apa saja yang menjadikan mereka mendapat laknat Allah.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk membahas tentang laknat apalagi meneliti ayat
dalam al-Qur’an sebagai rujukan dan penengahnya.
17 Sayyid Quṯb, Tafsîr fī Ẕhilâl al-Qur’an: Di bawah Naungan al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq
Shaleh Tahmid (Jakarta: Robbani Press, 2005), j. 10 h. 226. 18 Aidh Abdullah al-Qarni, Sentuhan Spritual Aidh al-Qarni (Jakarta: Al-Qalam, 2006), h. 426.
7
B. Identifikasi Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas, penulis mendapati adanya
permasalahan-permasalahan, yaitu:
1. Siapa saja yang pantas dilaknat,
2. Persamaan dan perbedaan mufassir dalam menafsirkan ayat tentang laknat,
3. Bagaimana bentuk laknat,
4. Mengapa seseorang bisa tertimpa laknat,
5. Bagaimana pandangan al-Qur’an tentang laknat,
6. Bagaimana cara mencegah dari laknat.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar dalam penulisan dan pembahasannya dapat lebih terarah dan terfokus dan
tidak menyimpang dari permasalahan yang ada, maka penulis membatasi penelitian
ini hanya pada bagaimana pandangan al-Qur’an tentang laknat. Penulis akan
menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang relevan dengan pembahasan yang telah
dirumuskan di dalam daftar isi.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan utama adalah: “Apa Penyebab Kutukan Allah kepada Manusia
yang Dijelaskan di dalam al-Qur’an?”
D. Manfaat dan Tujuan Penulisan
Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka
penelitian ini mempunyai tujuan dan kegunaan untuk mengetahui hakikat makna
dalam al-Qur’an tentang laknat. Mengkaji lebih luas dari segi faktor, indikasi dan
pencegahan dari jatuhnya laknat menurut al-Qur’an.
8
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan kontribusi yang
konkret akan perkara yang transenden yang seringkali tidak disadari oleh manusia.
Sehingga dapat diketahui apa itu laknat dalam pandangan al-Qur’an.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah menelaah karya-karya seputar
laknat baik berupa jurnal, skripsi ataupun tesis untuk kemudian penulis cari
perbedaan temanya dengan karya tulis yang sedang penulis susun. Sehingga penulis
bisa menjadikan sebagai pijakan bahwa karya tulis ini belum ada yang membuat
sebelumnya. Dan memang pantas untuk diangkat dalam bentuk karya tulis ini.
Dalam mencari data-data yang penulis butuhkan, penulis menemukan beberapa
tulisan yang berkaitan tapi tidak sama dengan kajian yang akan dibahas oleh
penulis. Di antara penelusuran yang penulis temukan sebagai berikut:
1. Skripsi oleh Mahfuz yang berjudul “Takhrij hadits Tentang Laknat Allah
Bagi Pelaku Suap-Menyuap”, tahun 2007, no 2085. Skripsi ini membahas
pada kajian Hadits-hadits yang berkenaan dengan laknat Allah bagi pelaku
suap-menyuap.
2. Skripsi oleh Ismail Amir yang berjudul “Laknat dalam Pandangan al-Qur’an
(analisis ayat-ayat laknat dalam tafsir al-Marâghî), tahun 2011. Skripsi ini
membahas tentang ayat-ayat laknat dalam al-Qur’an dari sudut pandang
Aẖmad Musṯafâ al-Marâghî.
Dari tinjauan di atas, dapat dikatakan bahwa pembahasan skripsi ini berbeda
dengan karya-karya di atas. Perbedaan dengan skripsi ini adalah penulis
memaparkan lebih dalam lagi tentang hakikat dan makna laknat dengan
menganalisa ayat-ayat yang berbicara mengenai penyebab seseorang tertimpa
laknat dan memberikan penjelasan lebih rinci di dalamnya serta menggunakan
objek yang berbeda. Begitu juga penulis tidak terfokus pada salah satu tokoh saja,
akan tetapi dari berbagai sudut pandang mufassir, sehingga nantinya mendapatkan
pemahaman yang utuh. Maka menurut penulis pembahasan ini penting dan perlu
dibahas.
9
F. Metode Penelitian
Dalam menyelesaikan skripsi ini, dibutuhkan sebuah metode tertentu. Tanpa
metode suatu penulisan akan sulit untuk dilakukan. Adapun metode ini berfungsi
untuk mengkaji secara rasional, sistematis dan terarah demi mendapatkan hasil
optimal. Kemudian langkah-langkah metode dalam penelitian sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat kepustakaan (library research), yaitu sebuah
penelitian yang menggunakan cara pengumpulan data dan informasi
mengenai tema pembahasan. Penelitian ini dilakukan dengan menulusuri
bahan-bahan pustaka atau literatur.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu:
a. Sumber Data Primer
Pengambilan data langsung dikumpulkan oleh penulis dari sumber
pertamanya, yaitu al-Qur’an.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang dipakai dalam penulisan ini adalah
sejumlah kitab-kitab Tafsir dan buku yang masih berkaitan dengan objek
penelitian seperti buku-buku, majalah, jurnal dan kamus dan rujukan
lainnya yang masih terkait dengan pembahasan.
3. Metode Pembahasan
Tekhnik pembahasan dalam skripsi ini adalah tematik (mauḏû’i),
Langkah-langkah atau cara kerja metode Mauḏûi dijelaskan oleh tim
penyusun Kementrian Agama RI19, sebagai berikut:
a. Menentukan topik atau tema yang akan dibahas,
b. Menghimpun ayat-ayat al-Qur’an menyangkut topik yang akan
dibahas;
19 Tim penyusun berpedoman pada beberapa langkah yang telah dirumuskan oleh para ulama,
dan disepakati dalam musyawarah para ulama al-Qur’an di Ciloto, 14-16 Desember 2006. Lihat,
Kementrian Agama RI, Tafsir al-Qur’an Tematik: Jihad, Makna dan Implementasinya (Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2013), j. 1 h. xxix.
10
c. Menyusun urutan ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologis
masa turunnya,
d. Memahami korelasi (munâsabah) antar ayat,
e. Memperhatikan sabab nuzul untuk memahami konteks ayat,
f. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadits-hadits nabi dan pendapat
para ulama;
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara mendalam,
h. Menganalisis ayat-ayat secara utuh dan komprehensif dengan jalan
mengkompromikannya antara yang umum (‘âm) dan khusus (khâs),
mutlak dan terkait (muqayyad) dan lain sebagainya,
i. Membuat kesimpulan dari masalah yang dibahas.
4. Tekhnik Penulisan
Adapun tekhnik penulisan skripsi ini mengacu pada “Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2017” yang disusun oleh Tim Penyusun dan diterbitkan pada tahun 2017.
G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dalam beberapa bab dan setiap babnya terdiri dari beberapa
sub-bab yang sesuai dengan keperluan kajian yang akan dilakukan. Dengan tujuan
untuk mendapatkan hasil yang sistematis, dengan perincian sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah
mengapa perlu dibahas, kemudian dirumuskan dan dibatasi supaya pembahasannya
tidak melebar. Begitu juga dalam bab ini memaparkan kegunaan dan manfaat
penelitian juga menunjukkan kajian pustaka untuk mengetahui masalah utama dan
temuan yang telah dihasilkan pada penelitian sebelumnya juga menjadi referensi
dalam melakukan penelitian dalam topik yang sama yaitu laknat. Setelah itu
merumuskan metode penelitian yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah
yang akan dibahas.
Bab kedua, menjelaskan kajian teoritis tentang laknat. Bab ini menjadi empat
sub bab yang meliputi: pengertian laknat, bentuk laknat Allah, akibat dari laknat,
antara laknat dan rahmat.
11
Bab ketiga, membahas tentang deskripsi ayat-ayat laknat dalam al-Qur’an. Bab
ini terbagi menjadi tiga sub-sub. Sub-bab tersebut adalah ayat-ayat laknat dalam al-
Qur’an, subjek ayat-ayat laknat dan objek laknat dalam al-Qur’an.
Bab keempat, berisi penafsiran para mufassir dan analisis penulis mengenai
ayat-ayat tentang laknat, yang meliputi: pendusta, orang kafir, pembunuh, orang
munafik.
Bab kelima, dalam bagian ini berisi penutup yang meliputi kesimpulan atau
hasil dari analisis yang telah penulis teliti dan saran-saran untuk penelitian
selanjutnya.
12
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG LAKNAT
Untuk memahami makna sebuah kalimat yang sulit dipahami, maka harus
mencari asal dari kalimat tersebut. Dalam bab ini penulis akan menguraikan kajian
teoritis tentang laknat dan segala sesuatu yang melengkapi pembahasan tentang
makna laknat itu sendiri. Oleh karena itu, sebelum masuk ke pembahasan
selanjutnya, maka penulis akan menguraikan terlebih dahulu makna laknat, sebagai
berikut:
A. Pengertian Laknat
Kata laknat merupakan salah satu kata yang terdapat dalam al-Qur’an.
Sebagaimana firman-Nya yang berbunyi:
بل ف
لوبنا غ
ل قوا
المنون وق
ا يؤ ليال م
قفرهم ف
بك
عنهم ٱلل
٨٨ ل
“Dan mereka berkata: "Hati kami tertutup". Tetapi sebenarnya Allah telah
mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang
beriman.” (QS. al-Baqarah/2: 88).
Laknat menurut bahasa/etimologi berarti menjauhkan dan menyingkirkan
kebaikan. Menurut istilah: “Menyingkirkan dan menjauhkan (jika berasal) dari
Allah. Dan (jika berasal) dari makhluk maknanya adalah cacian dan doa’. Laknat
adalah kata benda (ism), bentuk jamaknya adalah li’ân dan la’anât. La’anahu –
yal’anhu – la’nan, yaitu menyingkirkan dan menjauhkan.1 Dalam “Kamus Besar
Bahasa Indonesia” laknat diartikan dengan kutuk, sumpah dan makian yang berupa
doa atau kata-kata yang dapat mengakibatkan kesusahan atau bencana kepada
seseorang atau orang lain.2
Sedangkan menurut pandangan para ulama seperti Ibn Katsîr mengartikan
laknat dalam tafsirnya dengan Allah mengusir dan menjauhkan mereka dari rahmat-
1 Ibn Manzur, Lisân al- ‘Arab (Beirut: Dar Sadir, t.t.), h. 4044. 2 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta; Balai Pustaka, 1986), h. 626.
13
Nya, serta mengeluarkannya dari sisi-Nya dan segala macam kebaikan.3 Menurut
al-Marâghî dalam kitabnya laknat adalah jauh dan tersingkir, dan laknat Allah yaitu
jauh dari rahmat-Nya dan yang menjaga semua mukmin di dunia maupun di
akhirat.4
Kemudian imam al-Ṯabarî menyebutkan bahwa makna laknat adalah Allah
telah menjauhkan, mengusir, menghinakan dan menghancurkan mereka dan Allah
memberitahukan bahwasanya mereka akan dijauhkan dari-Nya dan dari rahmat-
Nya disebabkan apa yang telah mereka perbuat. Arti asal ال ن ع ل adalah mengusir,
mengutuk dan menjauhkan, dikatakan: للا ن ع ل
ف
ال ي نا
ه ن ع ل
م و ه ا و ن ع ل
و ع ل
ن artinya
Allah telah melaknat seseorang dengan laknat dan dia adalah yang terlaknat,
kemudian maf’ul م و ع ل
ن tersebut diubah sehingga menjadi ن ي ع ل . Sebagai contoh
perkataan al-Syamâkh bin Ḏarâr: ه ب ت ر ع ذ
ال ق
ا و ط
ن م ه ن ع ت ي ق
ان ك
الذ ب ئ
ل ج الر ك
ن ي ع الل
(aku dikagetkan oleh kucing sehingga aku menjauhinya seolah dia serigala,
sehingga aku seperti orang terusir).5
Imam al-Qurṯubî mengatakan bahwa laknat asal lafaznya adalah al-la’n dalam
bahasa Arab adalah terusir dan dijauhkan. Oleh karena itulah serigala disebut
dengan: al-la’în (yang diusir), namun menurut satu pendapat, makna asal al la’an
adalah diusir dan dijauhkan dari rahmat dan petunjuk Allah. Menurut pendapat
yang lain, makna asalnya adalah diusir dan dijauhkan dari setiap kebaikan.6 Imam
al-Syaukânî dalam kitab tafsirnya mengatakan laknat itu adalah orang yang
dikutuki Allah, yakni yang diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah dan tidak ada
penolong baginya untuk mencegahnya dari azab dan kemurkaan Allah yang
diturunkan kepadanya.7
3 Ibn Katsîr, Tafsîr Ibn Katsîr, terj. M. Abdul Ghoffar E.M (Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2004), j. 1, h.181. 4 Aẖmad Mustafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, terj. Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly
(Semarang: Karya Toha Putra Semarang, 1993), j. 1, h.296. 5 Abû Ja’far Muẖammad bin Jarîr al-Ṯabarî, Tafsîr al-Ṯabarî, terj. Ahsan Askan (Jakarta:
Pustaka Azam, 2008), j. 2, h. 193. 6 al-Qurṯubi, Tafsîr al-Qurṯubî, terj. Fathurrahman Ahmad Hotib (Jakarta: Pustaka Azam,
2007), j. 2, h. 59. 7 Imam al-Syaukânî, Tafsīr Fatẖ al-Qadîr, terj. Amir Hamzah Fachruddin (Jakarta: Pustaka
Azam, 2009), j. 2, h. 893.
14
Dan menurut Sayyid Quṯb dalam tafsirnya mengartikan laknat dengan Dia
(Allah) mengusir dan menjauhkan mereka dari hidayah dengan sebab kekafiran
mereka. Jadi, pada mulanya mereka telah kafir lalu Allah membalas kekafiran
mereka dengan mengusirnya dan menghalangi mereka dari mendapatkan hidayah.8
Dalam “al-Qur’an dan Tafsirnya” Departemen Agama mengartikan laknat bahwa
mereka terusir dan jauh dari rahmat-Nya, karena keingkaran mereka pada
kebenaran.9
Dari beberapa pendapat di atas, maka penulis dapat memberi kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan laknat adalah: pertama, dijauhkan dari kebaikan dan
rahmat Allah. Kedua, berarti cacian dan doa jika berasal dari manusia.
B. Bentuk Laknat Allah
Laknat itu berarti dijauhkan dan diusir dari kebaikan. Laknat Allah berarti
dikutuk dan dijauhkan dari rahmat-Nya.10 lalu bagaimana agar seseorang bisa
mengetahui bentuk laknat dari Allah. Terdapat beberapa bentuk laknat Allah yang
digambarkan dalam al-Qur’an, yaitu:
1. Fisik
Allah menggambarkan bentuk laknatnya dengan nyata, sebagaimana
firmannya yang berbunyi:
يه وجعل منه ضب عل
وغ
عنه ٱلل
من ل
عند ٱلل
وبة
لك مث
ن ذ
م ر م بش
كئ ب نل هل أ
م ق
ا وأ ان
ك ر م
ئك ش
ول أ وت
غنازير وعبد ٱلط
خ
وٱل
قردة
بيل ٱل ء ٱلس
ضل عن سوا
“Katakanlah: "Apakah akan aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang
lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah, yaitu
orang-orang yang dikutuki dan dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang
dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thaghut?". Mereka itu
lebih buruk tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. al-
Mâ’idah/5: 60).
8 Sayyid Quṯb, Tafsîr fî-Ẕilâl al-Qur’an: Di bawah Naungan al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq
Shaleh Tahmid (Jakarta: Robbani Press, 2005), j. 1, h. 250. 9 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1984) j. 1, h. 181. 10 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat (Jakarta: Gema Insani Press,
1989), h. 11.
15
Dari ayat di atas dapat dilihat bentuk laknat yang Allah gambarkan adalah
mengubah mereka menjadi kera yang hina. imam al-Ṯabarî dalam tafsirnya
mengatakan bahwa murka dan laknat Allah yang diberikan kepada mereka dengan
merubah bentuk mereka menjadi kera dan babi. Penyebabnya karena mereka
melanggar janji Allah yaitu larangan pada hari Sabtu.11
Dalam “al-Qur’an dan Tafsirnya” dijelaskan bahwa mereka orang fasik
terdahulu telah Allah laknat menjadi kera dan babi. Dari riwayat Ibn ‘Abbas bahwa
mereka yang melanggar kehormatan hari Sabtu12 telah terjadi dua macam kejadian.
Pertama, orang-orang muda menjadi kera. Kedua, orang-orang tua menjadi babi.13
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya, yang berbunyi:
مس و ط ن ن
بل أ
ن ق
م م ا معك
ا ل
ق نا مصد
ل ز بما ن
ب ءامنوا
كت
ٱل
وا
وت
ذين أ
ها ٱل ي
أها ي رد
نجوها ف
مفعول
مر ٱللان أ
بت وك ب ٱلس
صح
أا عن
ما ل
عنهم ك
لو ن
أدبارها
ى أ
٤٧عل
“Hai orang-orang yang telah diberi Al Kitab, berimanlah kamu kepada apa
yang telah Kami turunkan (Al Quran) yang membenarkan Kitab yang ada pada
kamu sebelum Kami mengubah muka(mu), lalu Kami putarkan ke belakang
atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang
(yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku.”
(QS. al-Nisâ’/4: 47)
Quraish Shihab menyebutkan bahwa mereka umat terdahulu telah dilaknat
Allah akan menjadi kera yang hina. Tapi tidak jelas, apakah bentuk rupa mereka
yang diubah menjadi kera atau hati dan pikiran mereka saja. Namun yang perlu
digaris bawahi adalah binatang yang ditunjuk Allah Swt itu. Kera adalah satu-
satunya hewan binatang yang selalu terlihat auratnya, kera juga harus dicambuk
untuk mengikuti perintah. Demikianlah sama halnya seperti para Ahli Kitab dari
11 al-Ṯabarî, Tafsîr al-Ṯabarî, v. 9 h. 160. 12 Bahwa hari Sabtu adalah hari yang ditetapkan Allah bagi orang-orang Yahudi – sesuai usul
mereka – sebagai hari ibadah yang bebas dari aktivitas duniawi. Mereka dilarang mengail pada hari
itu. Sebagian mereka melanggar dengan cara yang licik. Mereka tidak mengail, tetapi membendung
ikan dengan menggali kolam sehingga air bersama ikan masuk ke kolam itu. Peristiwa ini – menurut
sementara mufassir – terjadi di salah satu desa kota Aylah di Palestina. Kemudia setelah hari Sabtu
berlalu, mereka mengailnya. Allah murka terhadap mereka, maka Allah berfirman kepada mereka
“jadilah kamu kera hina yang terkutuk” QS. al-Baqarah/2: 65. 13 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 2 h. 472.
16
orang Yahudi mereka tidak tunduk dan taat kecuali setelah dijatuhi sanksi atau
diperingati dengan ancaman.14
Hamka menyebut dalam tafsirnya bahwa mereka yang dilaknat atau dikutuk
mereka telah menjadi kera. dijadikan perangainya seperti beruk atau monyet yang
menjijir dan mencemooh segala usaha orang lain, padahal dia sendiri tidak
berusaha. Menyalahkan segala pekerjaan orang, padahal mereka sendiri tidak
bekerja.15
2. Non Fisik
Allah menggambarkan betuk laknat-Nya dalam al-Qur’an dengan bentuk yang
tidak nyata. Bahwa tanpa mereka sadari, mereka yang melanggar perintah-Nya
dalam keadaan terlaknat, sebagaimana firman-Nya:
رهم بصعمى أ
هم وأ صم
أ ف
عنهم ٱلل
ذين ل
ئك ٱل
ول ٢٣أ
“Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga
mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (QS. Muẖammad/47: 23)
Yang dimaksud tuli atau buta dalam ayat ini bukan secara zahiriah, para
mufassir dalam tafsirnya mengartikan tuli dan buta dalam ayat ini dengan berbeda.
Seperti al-Marâghî dalam tafsirnya menyebut mereka yang dilaknat akan Allah
tulikan mereka sehingga tidak dapat mengambil manfaat dari apa yang mereka
dengar, dan Allah membutakan penglihatan mereka hingga tidak dapat
memanfaatkan ayat-ayat yang mereka saksikan terdapat pada diri mereka maupun
pada alam sekelilingnya.16
Quraish Shihab mengatakan bahwa ayat di atas menyebutkan pandangan
sebagai yang dibutakan, sedang dalam menulikan tidak disebutkan telinga. Ini
karena sesuatu yang dijadikan tuli hanyalah telinga semata-mata, berbeda dengan
pembutaan. Ia bisa berupa mata kepala dan bisa juga mata hati. Sementara ulama
14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2000), v. 2 h. 443. 15 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz 5 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 123. 16 Aẖmad Mustafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, terj. Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly
(Semarang: Karya Toha Putra Semarang, 1993), j. 26 h. 113.
17
memahami kalimat membutakan pandangan pada ayat ini dalam arti tidak
memahami tuntunan atau menyadari kebenaran, karena seseorang yang buta berada
dalam kebimbangan menyangkut sekelilingnya. Ia tidak mengetahui apa yang
bermanfaat dan berbahaya kecuali dengan bantuan pihak lain.17
Hamka menyatakan dalam tafsirnya, “Maka ditulikanlah mereka” sehingga
tidak pernah didengarnya lagi kata yang jujur dan benar. “Dan dibutakan
penglihatan-penglihatan mereka”. Karena telinga sudah mulai tuli. Maka
pengajaran yang tulus ikhlas tidak dapat lagi. Karena mereka telah ditimpa penyakit
buta. Walaupun mata itu nyalang. Tetapi dia tidak dapat melihat kenyataan. Inilah
pangakal dari kesengsaraan batin.18
C. Akibat dari Laknat Allah
Dalam laknat terdapat bahaya, mereka yang dilaknat Allah akan dijauhkan dari
rahmat dan kebaikan. Tidak hanya di dunia juga di akhirat. Sebagaimana firman-
Nya yang berbunyi:
قبوحين ن ٱل
مة هم م قي ويوم ٱل
عنة
يا ل
ن ذه ٱلد
هم في ه
بعن
ت ٤٢وأ
“Dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan pada hari kiamat
mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan (dari rahmat Allah)”. (QS. al-
Qasas/28: 42).
Dari ayat di atas dapat ditemukan akibat dari kutukan Allah, yaitu:
1. Terhina di Dunia
Mereka yang tertimpa laknat Allah akan terhina di dunia. Allah menjauhkan
dari rahmat-Nya jika mereka tidak bertaubat. Selain laknat Allah, di dunia mereka
juga akan mendapatkan akibat laknat itu dari manusia, sebagaimana firman-Nya:
روا
فذين ك
جمعين إن ٱل
اس أ ة وٱلن
ئك
ل وٱل
ٱلل
عنة
يهم ل
ئك عل
ولار أ ف
وهم ك
وا
١٦١ ومات
“Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir,
mereka itu mendapat laknat Allah, para Malaikat dan manusia seluruhnya.”
(QS. al-Baqarah/2: 161).
17 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, v. 13 h. 145. 18 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz 26, h. 89.
18
Merkea akan mendapat laknat dari seluruh manusia. Quraish Shihab dalam
tafsirnya mengatakan Bahwa bukan dalam arti seluruh manusia, karena tentu saja
teman-teman mereka sekukufuran tidak akan mengutuknya, tetapi yang dimaksud
adalah manusia yang taat kepada Allah itu, melaknatnya.19 Yang dimaksud dengan
laknat di dunia, adalah kejauhan mereka dari rahmat Allah antara lain tercermin
dalam cambukan, serta antipati masyarakat muslim, di samping penolakan
kesaksian mereka untuk selama-lamanya bagi mereka yang tidak bertaubat.20
Ketika manusia melaknat hendaknya berhati-hati, baik melaknat binatang,
benda mati, apalagi manusia bahkan kepada orang kafir sekalipun. Orang kafir yang
masih hidup tidak boleh ditunjukkan laknat kepadanya secara personal. Karena
boleh jadi Allah merahmati dia, sehingga dia mendapatkan hidayah untuk masuk
Islam. Dalilnya adalah ketika Rasulullah Saw mendoakan laknat untuk orang-orang
yang membunuh penduduk sumur Maunah21 dalam qunutnya selama satu bulan.22
Allah Swt menegur beliau melalui firmanNya yang berbunyi:
لمون هم ظ إن
بهم ف
و يعذ
يهم أ
و يتوب عل
يء أ
مر ش
ك من ٱل
يس ل
١٢٨ ل
“Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah
menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka
itu orang-orang yang zalim.” (QS. Âli ‘Imrân/3: 128).
Sabda Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah Ibn Mas’ûd ra
berbunyi;
م: يه وسل
ي للا عل
ال رسول للا صل
ال: ق
ي للا عنه ق يس عن عبدللا بن مسعود رض
ل
بذيء ال
احش ول
ف ال
ان ول ع
الل
ان ول ع
من بالط
ؤ ال
19 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 2 h. 371. 20 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 9 h. 313. 21 Rasulullah Saw mengutus ahli ilmu kepada kaum Bani Sulaim yang terdiri dari Kabilah
Ri’iin, Hayyan, Dzakwan dan ‘Ushayyah. Mereka meminta kepada Rasulullah Saw agar mau
mengajarkan mereka tentang Islam, sejarah mencatat jumlah ahli ilmu yang dikirim mecapai 70
orang. Sesampainya para ahli ilmu di sumur Ma’unah, mereka dibunuh secara kejam semuanya.
Pada saat itulah kesedihan dan amarah Rasulullah Saw muncul sampai sebulan lamanya beliau
melaknat dan mengutuk mereka agar keburukan dan kehancuran menimpa mereka dalam qunutnya. 22 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, h. 12.
19
“Seorang mukmin bukanlah orang yang banyak mencela, bukan orang yang
banyak melaknat, bukan pula orang yang keji (buruk akhlaqnya), dan bukan
orang yang jorok omongannya”. (HR. al-Tirmidzî).23
Dan tanpa dilaknat sekalipun, mereka telah divonis oleh Allah sebagai orang-
orang terlaknat.24 Bila melaknat secara personal orang kafir saja terlarang, maka
melaknat seorang muslim tentu lebih terlarang lagi.25
2. Ancaman di Akhirat
Banyak sekali ayat-ayat laknat yang berisi ancaman di akhirat bagi mereka
yang mendapat laknat Allah dan tidak bertaubat, salah satunya yang berbunyi:
ا صير هۥ ن
جد ل
ن ت
ل ف
عن ٱلل
ومن يل
عنهم ٱللذين ل
ئك ٱل
ول ٥٢أ
“Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah,
niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.” (QS. al-
Nisâ/4: 52).
Ayat ini menjelaskan bahwa barang siapa yang telah mendapat kutukan atau
laknat dari Allah pasti dia tidak akan menemukan penolong dan pembela yang akan
membebaskan mereka dari siksaan azab di akhirat nanti, tidak ada yang akan
memberi syafaat kepadanya dan tidak ada yang akan menolongnya.26
Maka sudah jelas jika tidak mendapat penolong mereka akan mendapat tempat
di neraka, sebagaimana firman-Nya:
فريكعن ٱل
ل
اإن ٱلل هم سعير
عد ل
٦٤ ن وأ
“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi
mereka api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. al-Aẖzâb/33: 64).
23 Muẖammad bin ‘Îsâ bin Saurah bin Mûsâ bin al-Ḏaẖak al-Tirmidzî, al-Jâmi’ al-Kabîr Sunan
al-Tirmidzî (Beirut: Dâr al-Islâmî, 1998), j. 3, h. 418. 24 Firman Allah Swt:
ا هم سعير عد ل
فرين وأ
كعن ٱل
ل
٦٤ إن ٱلل
“Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang
menyala-nyala (neraka).” (QS. al-Aẖzâb/33: 64). 25 Abû Hâmid al-Ghazâlî, Âfat al-Lisân: Bahaya Lisan (Jakarta: Qisthi, 2005), h. 72. 26 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 2 h. 204.
20
Ayat ini menjelaskan bahwa bagi orang kafir Allah melaknatinya dan Allah
menjauhkan dari setiap kebaikan. Dan menyediakan bagi mereka di akhirat api
neraka yang dinyalakan dan dikobarkan, lalu Allah menyemburkan mereka ke
dalamnya.27
Quraish Shihab dalam tafsirnya mengatakan Allah mengutuk orang-orang kafir
dengan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala di neraka yang
bertingkat-tingkat kepedihannya.28
D. Antara Laknat dan Rahmat
Laknat dan rahmat adalah sesuatu yang bertolak belakang, bisa dikatakan
rahmat itu adalah lawan kata dari laknat. orang yang dilaknat Allah maka dia jauh
dari Rahmat-Nya pun sebaliknya. Raẖmah atau rahmat berasal dari akat kata
raẖima – yarẖamu – raẖmah. Di dalam berbagai bentuknya, kata ini terulang
sebanyak 338 kali di dalam al-Qur’an.29
Râghib al-Asfahânî menyebutkan bahwa raẖmah adalah belas kasih yang
menuntut kebaikan kepada yang dirahmati. Jika raẖmah disandarkan kepada Allah,
maka yang dimaksud tidak lain adalah “kebaikan semata-mata.” Sebaliknya, jika
disandarkan kepada manusia, maka arti yang dimaksud adalah simpati semata.30
Kata raẖmah yang digunakan di dalam al-Qur’an hampir semuanya menunjuk
kepada Allah Swt, sebagai subjek utama pemberi raẖmah. Dengan kata lain,
raẖmah di dalam al-Qur’an berbicara tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan
kasih sayang, kebaikan, dan anugrah rezeki Allah terhadap makhluk-Nya. Allah
menyifati diri-Nya dengan kasih dan sayang yang mahaluas.31 Sebagaimana
firman-Nya:
27 al-Ṯabarî, Tafsîr al-Ṯabarî, v. 21 h. 260. 28 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, v. 11 h. 324. 29 M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati,
2007), v.2. h. 810. 30 Râghib al-Asfahȃnî, Mu’jam Mufradât al-Fâẕ al-Qur’ân (Beirut: al-Dâr al-Kutub, 2004), h.
215. 31 M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosakata, v.2. h. 811.
21
ى يو م إل
ك يجمعن
ل حمة فسه ٱلر
ى ن
تب عل
ك
ل للرض ق
ت وٱل و م ا في ٱلس ن م
ل ل
مة ق قي
م ٱل
منون يؤ
هم ل
نفسهم ف
أا سرو
ذين خ
ريب فيه ٱل
١٢ل
“Katakanlah: "Kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi".
Katakanlah: "Kepunyaan Allah". Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih
sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada
keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak
beriman.” (QS. al-An’âm/6: 12).
Tapi, ada suatu kondisi di mana rahmat dan laknat itu berdekatan, atau tanpa
disadari rahmat itu berarti kutukan. Maka, hal itu disebut istidrâj, yaitu penarikan
seseorang sedikit demi sedikit ke arah kebinasaan. Seperti firman-Nya:
ب بوا
ذذين ك
مون وٱل
يعل
ل
ن حيث
ستدرجهم م تنا سن ١٨٢ اي
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan
menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara
yang tidak mereka ketahui.” (QS. al-A’râf/7: 182).
Imam al-Syaukânî menjelaskan bahwa mereka lupa bersyukur kepada Allah
Swt sehingga membuat Allah Swt menenggelamkan mereka ke dalam kesesatan
dan tidak akan bisa keluar dari kesesatan tersebut kecuali mereka bertaubat.32
Mereka yang tertimpa istidrâj adalah orang yang lupa daratan. Karena, mereka
merasa Allah Swt masih menyanyangi mereka meskipun mereka terus berbuat
maksiat. Seperti melakukan hal-hal yang dapat mendatangkan laknat Allah, tapi
Allah balas mereka dengan memberikan nikmat atau rahmat-Nya yang banyak
sehingga tanpa mereka sadari bahwa tujuan Allah Swt memberikan nikmat yaitu
untuk menghancurkannya.33 Maka, dalam hal ini bisa disimpulkan rahmat yang
mereka dapat merupakan kutukan atau laknat yang Allah berikan.
32 Nur Hasanahtul Azizah, “Istidrâj dalam al-Qur’an (Analisis Ayat-ayat tentang Istidrâj)”,
(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, 2017), h. 30. 33 Nur Hasanahtul Azizah, “Istidrâj dalam al-Qur’an (Analisis Ayat-ayat tentang Istidrâj)”, h.
21.
22
BAB III
DESKRIPSI AYAT-AYAT LAKNAT DALAM AL-QUR’AN
A. Ayat-ayat Laknat dalam al-Qur’an
Dalam al-Qur’an kata laknat beserta derivasinya disebutkan sebanyak 41 kali
yang tersebar dalam 36 ayat dan 18 surat yang berbeda-beda. Dalam hal ini, penulis
menggunakan kitab “Mu’jam Mufahras li al-Fâz al-Qur’ân al-Karîm” karya M.
Fuâd ‘Abdul Bâqî.1 Rinciannya sebagai berikut:
Tabel: Hasil Pencarian dalam kamus
No Nama Surat TN2 TS3 Ayat Lafadz Mk/Md4
1 Sad 37 38 78 عنتى Mk ل
2 al-A’râf 38 7 38 عنت Mk ل
3 al-A’râf 38 7 44 عنة
Mk ل
4 al-Qasas 48 28 42 عنة
Mk ل
5 al-Isrâ’ 49 17 60 ةعون
ل Mk ال
6 Hûd 51 11 18 عنة
Mk ل
7 Hûd 51 11 60 عنة
Mk ل
8 Hûd 51 11 99 عنة
Mk ل
9 al-Hijr 53 15 34 عنة
Mk ل
10 al-Mu’min 59 40 52 عنة
Mk ل
11 al-‘Ankabût 84 29 25 عن Mk يل
12 al-Baqarah 1 2 88 عنهم Md ل
13 al-Baqarah 1 2 89 عنة
ل Md ف
1 Muẖammad Fuâd ‘Abd Bâqî, al-Mu’jam al-Mufahras li al-fâẕ al-Qur’ân al-Karîm (Kairo:
Dâr al-Kutub al-Misriyyah, 1364 H), h. 649-650. 2 Tartib Nuzul, yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas. Lihat, Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi
Sejarah al-Qur’an (Yogyakarta: FKBA, 2001), h. 102. 3 Tartib Surah. 4 Mk: Makkah, Md: Madinah.
23
14 al-Baqarah 1 2 159 عنهم Md يل
15 al-Baqarah 1 2 159 عنهم Md يل
16 al-Baqarah 1 2 159 عنونال Md ال
17 al-Baqarah 1 2 161 عنة
Md ل
18 Âli ‘Imrân 3 3 61 عنت Md ل
19 Âli ‘Imrân 3 3 87 عنة
Md ل
20 al-Aẖzâb 4 33 57 عنهم Md ل
21 al-Aẖzâb 4 33 61 عونين Md مل
22 al-Aẖzâb 4 33 64 عن Md ل
23 al-Aẖzâb 4 33 68 عنهم Md وال
24 al-Aẖzâb 4 33 68 عنا Md ل
25 al-Nisâ 6 4 46 عنهم Md ل
26 al-Nisâ 6 4 47 عنهمل Md ن
27 al-Nisâ 6 4 47 ا عن Md ل
28 al-Nisâ 6 4 52 عنهم Md ل
29 al-Nisâ 6 4 52 عن Md يل
30 al-Nisâ 6 4 93 عنه Md ل
31 al-Nisâ 6 4 118 عنه Md ل
32 Muẖammad 9 47 23 عنهم Md ل
33 al-Ra’d 10 13 25 عنة
Md ل
34 al-Nûr 17 24 7 عنة
Md ل
35 al-Nûr 17 24 23 عنوا Md ل
36 al-Fatẖ 26 48 6 عنهم Md ل
37 al-Mâ’idah 27 5 13 اهم عن Md ل
38 al-Mâ’idah 27 5 60 عنه Md ل
39 al-Mâ’idah 27 5 64 عنوا Md ل
24
40 al-Mâ’idah 27 5 78 عن Md ل
41 al-Tawbah 28 9 68 عنهم Md ل
Jika dilihat dari segi lafaz itu terulang. Maka, rinciannya sebagai berikut: عن ل
yang terulang satu kali, عنتا ,satu kali ل عن
اهم ,satu kali ل عن
عنه ,satu kali ل
terulang ل
tiga kali, عنهمعنهم ,terulang tujuh kali ل
لعن ,satu kali ن
عنهم ,dua kali يل
,dua kali يل
عنهمعن ,satu kali وال
عنوا ,satu kali ل
عنا ,dua kali ل
,satu kali ل
عنة
عنتى ,tiga belas kali ل
ل
satu kali, عنونالعونين ,satu kali ال
,satu kali مل
ةعون
ل .satu kali ال
Jika dilihat dari segi bentuk lafaz-nya. seperti berikut:
1. Fi’il Mâḏî: عنعنت ,ل
ا ,ل عن
اهم ,ل عن
عنه ,ل
عنهم ,ل
عن ,ل
عن ,ل
وال , 17 kali.
2. Fi’il Muḏari’: عنهملعن ,ن
عنهم ,يل
.kali 5 ,يل
3. Fi’il Amr: عنهم .kali 1 ,وال
4. Masdar: عنا ,ل عنة
عنتى ,ل
.kali 15 ,ل
5. Ism al-Fâil: عنونال .kali 1 ,ال
6. Ism Mafûl: عونينمل ,
ةعون
ل .kali 2 ,ال
B. Objek Laknat dalam al-Qur’an
Ada 12 objek5 laknat yang telah penulis rangkum dari dalam al-Qur’an. Dan
dalam skripsi ini penulis mencoba menjabarkan apa saja objek yang terkandung
dalam ayat-ayat laknat, di antarnya:
1. Iblis
Bahwa yang pertama kali mendapat laknat Allah adalah Iblis. Dia telah terusir
dari rahmat Allah karena telah berjanji pada dirinya sendiri untuk menyesatkan
anak Adam.6 Apabila Iblis tidak dapat berhasil mencapai tujuannya, yaitu
menjerumuskan kepada kemusyrikan, maka dia akan merayu mereka untuk berbuat
5 Penderita/yang mengalami. 6 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat (Jakarta: Gema Insani Press,
1989), h. 16.
25
kejahatan, kekejian, dan dusta kepada Allah Swt.7 Sebagaimana ditemukan dalam
QS. Sâd/38: 78 dan QS. al-Hijr/15: 35 karena perilaku membangkang Iblis ketika
Allah menyuruhnya untuk tunduk atau sujud kepada Nabi Adam maka Allah
melaknatnya hingga hari kiamat (pembalasan).8
2. Orang Zalim
Allah memuji keadilan serta orang yang berlaku adil, dan mengutuk kezaliman
dan orang yang berlaku zalim. Karena zalim termasuk perbuatan buruk dan keji.
Dan kepada para pelakunya dijanjikan suatu kekecewaan dan siksa yang pedih di
dunia dan akhirat.9 Laknat Allah terhadap orang zalim ditemukan dalam QS. al-
A’râf/7: 44 berisi percakapan antara penghuni surga dan neraka bahwa mereka
dimasukkan ke dalam neraka karena perbuatan zalim ketika di dunia, QS. Hûd/11:
18, QS. al-Mu’min/40: 52 tentang peringatan dan ancaman dari Allah kepada
orang-orang zalim.
3. Orang Kafir
Ancaman dan peringatan terhadap orang kafir bahwa mereka akan mendapat
laknat dari Allah dikarenakan mengingkari ayat-ayat yang dibawa Rasul Saw,
mereka menutupi sesuatu yang jelas ada (benar).10 sebagaimana dalam QS. al-
Baqarah/2: 88-89, QS. al-Baqarah/2: 161, QS. Âli ‘Imrân/3: 87, QS. al-Aẖzâb/33:
64, QS. al-Mâ’idah/5: 78, QS. al-Nisâ’/4: 46-47.
7 Ismail Amir, “Laknat dalam Pandangan al-Qur’an (Analisis Ayat-ayat Laknat dalam Tafsir
al-Marâghî)”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, 2011), h. 27. 8 Allah menjawab keingkaran Iblis dengan perintah agar ia segera keluar dari langit, atau dari
surga atau dari golongan malaikat, karena ia dengan pengingkarannya itu telah jauh dari rahmat
Allah, telah dikenai hukum rajam dan terus menerus mendapat kutukan Allah sampai hari
pembalasan nanti. Lihat, DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI,
1984), j. 5 h.280. 9 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, h. 26. 10 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, h. 36.
26
4. Penghina Allah dan Rasul
Allah menyediakan siksaan yang hina di dunia dan di akhirat kepada orang yang
menyakiti Allah dan Rasul-Nya11 dalam QS. al-Ahzâb/33: 57, Allah melaknat
mereka karena mereka mereka mengatakan bahwa tangan Allah terbelenggu dalam
QS. al-Mâ’idah/5: 64.
5. Pembunuh orang muslim dengan sengaja
Orang yang membunuh seorang muslim dengan sengaja karena permusuhan di
antara mereka, atau karena fanatisme golongan atau karena urusan dunia, atau
karena berebut kekuasaan, pangkat dan pengaruh.12 Jelas akan mendapat laknat,
mereka juga akan mendapatkan balasan berupa neraka Jahannam tercantum dalam
QS. al-Nisâ/3: 93.
6. Pemimpin yang menyesatkan pengikutnya
Ancaman bagi para pemimpin yang menyesatkan akan mendapat laknat dan
dijauhkan dari rahmat Allah ada dalam QS. al-Qasas/28: 42, doa para pengikut yang
telah disesatkan oleh pemimpin mereka QS. al-Aẖzâb/33: 68, mereka mengutuk
pemimpin mereka yang menyesatkan di neraka QS. al-A’râf/7: 38.
7. Pendusta
Ancaman bagi orang-orang yang menyebarkan berita bohong terdapat pada QS.
Âli-‘Imrân/3: 61, mereka berdusta dengan menyembunyikan kebenaran tentang al-
Qur’an di QS. al-Baqarah/2: 159, laknat bagi orang yang melakukan sumpah palsu
QS. al-Nûr/24: 7, laknat bagi orang yang menduduh wanita mukminah13 melakukan
zina dalam QS. al-Nûr/24: 23.
11 Mereka menyakiti Allah dengan perbuatan seperti kufur, atau seperti orang Yahudi yang
mengatakan, bahwa tangan Allah dibelenggu, atau ucapan orang-orang Nasrani, bahwa Isa itu
adalah putra Allah, atau seperti kaum musyrikin yang mengatakan bahwa malaikat itu putri-putri
Allah. Dan mereka menyakiti Rasul Nya, seperti menuduh beliau penyair, tukang sihir. Lihat,
DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 8 h.40. 12 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, h. 22. 13 Hukumnya haram menuduh wanita mukmin baik-baik berbuat zina dan Allah akan
menjahuhkan mereka dari rahmat-Nya di dunia dan di akhirat, dan di akhirat nanti akan ditimpakan
27
8. Menyekutukan tuhan
Sesungguhnya Allah Swt sama sekali tidak akan mengampuni perbuatan syirik.
Bagi siapa yang menyekutukan sesuatu dengan Allah, maka dia benar benar telah
tersesat dan jauh dari jalan yang lurus. Dan tidak akan mendapat kebahagiaan di
dunia dan akhirat, karena syirik adalaah kesesatan yang merusak akal dan
mengeruhkan kejernihan ruhani dan mereka yang menyembah berhala sama saja
seperti menyembah setan dan Allah melaknatnya.14 Sebagaimana dalam QS. al-
Nisâ/3: 118, ancaman bagi orang musyrik adalah laknat Allah dan tidak akan
memperoleh penolong baginya QS. al-Nisâ/3: 52, mereka dilaknat oleh Allah
karena menyembah ṯoghût QS. al-Mâ’idah/5: 60.
9. Orang Munafik
Mereka orang munafik atau lemah iman yang senantiasa merusak di muka
bumi dengan melakukan pertumpahan darah, tidak adil, menerima suap, memutus
silaturahmi akan dikutuk Allah lalu dibuat tuli pendengaran dan dibutakan
penglihatannya sehingga mereka tidak mampu mendengar petunjuk dan tidak pula
berhasil menemukan jalan kebahagiaan.15 Sebagaimana dalam QS. Muẖammad/47:
23. Ancaman untuk memerangi dan membunuh orang munafik karena mereka
dalam keadaan terlaknat QS. al-Aẖzâb/33: 61, ancaman berupa laknat dan nereka
Jahannam bagi orang munafik laki-laki dan perempuan terdapat pada QS. al-
Fatẖ/48: 6, QS. al-Tawbah/9: 68.
10. Perusak janji Allah
Mereka kaum Yahudi dan Nasrani telah berjanji akan sungguh-sungguh
mengamalkan kitab Taurat yang di dalamnya terkandung ajaran syariat dari Allah
Swt. Allah Swt telah menjelaskan bahwa mereka melanggar perjanjian tersebut.
Ancaman neraka Jahannam bagi yang merusak atau mengingkari janji dengan Allah
kepada mereka azab yang amat pedih. Kisah Aisyah contoh dalam masalah ini. Lihat, DEPAG R.I,
al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 6 h.612. 14 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir Jilid 3, terj. Abdul Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema
Insani, 2016), h. 272. 15 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2000), vol. 13 h. 145.
28
dalam QS. al-Ra’d/13: 25, mereka mendapat laknat Allah dan Dia menjadikan hati
mereka keras membatu sehingga tidak bisa menerima kebenaran serta tidak bisa
tersentuh oleh nasihat dan pelajaran, dalam QS. al-Mâ’idah/5: 13.16
11. Umat-umat terdahulu
Kaum Nabi Hud atau kaum ‘Ad mereka selalu diikuti laknat Allah di dunia dan
di akhirat Q.S. Hûd/11: 60, Kaum Nabi Ibrahim mendapat laknat Allah karena
menyembah berhala Q.S. al-‘Ankabût/29: 25, Fir’aun dan pengikutnya juga selalu
diikuti laknat Allah di dunia dan di akhirat Q.S. Hûd/11: 99.
12. Pohon yang terkutuk
Kisah pohon yang terkutuk dalam al-Qur’an yaitu pohon Zaqqum adalah pohon
di nereka yang buahnya menjadi makanan para penghuni nereka17 QS. al-‘Isra’/17:
60.
C. Subjek Laknat dalam al-Qur’an
Setelah pada poin sebelumnya menjelaskan tentang objek laknat. Maka
diperlukan juga penjelasan mengenai subjek18 laknat. Setelah ditelusuri penulis
menemukan subjek yang berbeda-beda, sebagaimana dijelaskan dalam tabel di
bawah ini:
16 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir Jilid 3, h. 456. 17 Dalam firman Allah Swt:
لمينلظ
لهافتنة
ناجعل جحيم٦٣إن
صلٱل
رجفيأ
ختجرة
هاش طين٦٤إن ي هۥرءوسٱلش ن
أعهاك
ل٦٥ط
“Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang
zalim. Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar neraka yang menyala
(Jahim). mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan” (Q.S. al-Sâffât: 63-65). 18 Pelaku atau aktor.
29
Tabel: Pemaparan Subjek Laknat
No Surat & Ayat Potongan Ayat Subjek
1 Sâd 78 عينل
يومٱلد ى Allah نتيإل
2 al-A’râf
38, 44
تها
خعنتأ
لة م
Orang Kafir أ
لمينىٱلظ
عل
ٱلل
عنة
نل
Allah أ
3 al-Qasas 42 عنة
يال
ن ذهٱلد
Allah فيه
4 al-Isrâ 60 ةعون
ل ٱل
جرة
Allah وٱلش
5 Hûd
18, 60, 99
لمينىٱلظ
عل
ٱلل
عنة
Allah ل
عنة
يال
ن ذهٱلد
Allah فيه
عنة
ذهۦل
فيه
بعوا
ت Allah وأ
6 al-Hijr 35 ىإلعنة
يكٱلل
عل ينوإن
Allah يومٱلد
7 al-Mu’min 52 وعنة
همٱلل
ارول همسوءٱلد
Allah ل
8 al-‘Ankabût 25 مبعضا
عنبعضك
Kaum Nabi ويل
Ibrahmim
9
al-Baqarah
88, 89, 159,
161
فرهمبك
عنهمٱلل
Allah بلل
عنة
لفرينف
كىٱل
عل
Allah ٱلل
عنونعنهمٱلل
ويل
عنهمٱلل
ئكيل
ول Allah dan أ
semua makhluk
جمعيناسأ ةوٱلن
ئكل وٱل
ٱلل
عنة
,Allah ل
Malaikat,
Manusia
10 Âli ‘Imrân عنتذبينل
كىٱل
عل
Allah ٱلل
30
61, 87 ٱلل
عنة
جمعينل
اسأ ةوٱلن
ئكل ,Allah وٱل
Malaikat,
Manusia
11 al-Aẖzâb
57, 61, 64, 68
خرة ياوٱل
ن فيٱلد
عنهمٱلل
Allah ل
قفوا
ينماث
أ عونين
ل م
قتيال
توال ت وق
واخذ
Allah أ
فرينكعنٱل
همسعيرال
ل عد
Allah وأ
بيراعناك
عنهمل
Allah وٱل
12
al-Nisâ’
46, 47, 52, 93,
118
فرهمبك
عنهمٱلل
Allah ل
ا عن
مال
عنهمك
لون
أ بت بٱلس
صح
Allah أ
ف
عنٱلل
ومنيل
عنهمٱللصيرال
هۥن
جدل
نت
Allah ل
اباعظيماهۥعذ
ل عد
عنهۥوأ
Allah ول
نخذ ت
الل
وق
عنهٱلل Allah ل
13 Muẖammad 23 عنهمٱلل
رهمل بص
أ عمى
هموأ صم
أ Allah ف
14 al-Ra’d 25 وعنة
همٱلل
ارل همسوءٱلد
Allah ل
15 al-Nûr
7, 23
ذبينكانمنٱل
يهإنك
عل
عنتٱلل
ل ن
Allah أ
خرة ياوٱل
ن فيٱلد
عنوا
Allah ل
16 al-Fatẖ 6 م همجهنل عد
عنهموأ
Allah ول
17 al-Mâ’idah
13, 60, 64, 78
ل
سية
وبهمق
لناق
هموجعل
Allah عن
يهضبعل
وغ
عنهٱلل
Allah ل
31
بليداه واالبماق
عنوا
تانينفقول
مبسوط
ءايش
يف
ك
Allah
منبنيإسر
روا
فذينك
عنٱل
Nabi Isa dan ل
Nabi Daud
18 al-Tawbah 68 قيم ابمهمعذ
ول
عنهمٱلل Allah ول
Jika diperhatikan dengan teliti maka akan ditemukan bahwa hampir seluruh
ayat-ayat laknat di dalam al-Qur’an merujuk kepada satu subjek yang pasti, yakni
Allah. Maka, jelas bahwa hak melaknat itu milik Allah, tapi terdapat beberapa
subjek yang berbeda yang menjadikan bahwa laknat itu tidak hanya dilakukan oleh
Allah saja, tapi bisa dilakukan oleh makhluk-Nya dalam artian yang berbeda.
Bahwa laknat dari Allah berarti penjauhan dari segala kebaikan dan rahmat-Nya
dan laknat dari makhluknya berupa doa atau makian agar yang dilaknat itu tertimpa
keburukan.
32
BAB IV
ANALISIS AYAT-AYAT TENTANG LAKNAT
Al-Qur’an menggambarkan laknat dengan begitu kompleks, dari penyebabnya
dan ancaman bagi yang tertimpa laknat. kata laknat beserta derivasinya disebutkan
terulang sebanyak 41 kali pada 38 ayat dan 18 surat yang berbeda. Dalam al-Qur’an
terdapat ayat-ayat yang berisi tentang faktor atau penyebab seseorang tertimpa
laknat. Di antara banyak faktor tersebut penulis mencoba untuk menjelaskan
beberapa faktor yang menyebabkan seseorang pantas untuk dijatuhkan laknat.
berikut uraiannya:
A. Pendusta
Dusta adalah akhlak yang buruk. Dusta dalam bahasa Arab disebut juga kadzib
asal kata dari kadzaba – yakzibu – kadzib, kidzb, kidzab. Di dalam al-Qur’an )كذب(
tersebut 266 kali, tersebar di dalam berbagai surat dan ayat. dusta (kebohongan)
adalah perbuatan menyampaikan sesuatu yang berbeda dengan kenyataan yang
telah diketahui oleh penyampainya. Kebongan dalam hal ini menunjukkan
kelemahan pelakunya karena ia tidak mampu menyampaikan kenyataan yang
diketahuinya, bisa saja karena ada rasa takut atau ada tujuan lain.1
Dusta menyebabkan manusia menjadi sial dan rugi, serta memancing murka
Allah Swt. Dan itu jelas merupakan bencana bagi manusia meskipun bencana itu
datang pada waktu kemudian. Seorang pendusta tidak akan menemukan jalan
hidayah karena Allah Swt tidak akan mempermudah jalan itu baginya.2 Firman
Allah Swt:
اب ذ ك
يهدي من هو مسرف
ل
٢٨ إن ٱلل
“Sesungguhnya Allah tidak menmberi petunjuk bagi orang-orang yang
melampaui batas lagi pendusta.” (QS. al-Mu’min/40: 28).
1 M. Quraish Shihab dkk, Eksiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati,
2007), v. 2, h. 413. 2 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat (Jakarta: Gema Insani Press,
1989), h. 20.
33
Haramnya dusta bukan karena dusta itu sendiri, melainkan karena dusta akan
membahayakan orang lain. Bahkan, dusta dapat membuat orang lain tidak
mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Karena, orang yang berdusta
memberitahukan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Adapun diperbolehkannya berdusta terhadap tiga hal3: berdusta dengan maksud
mendamaikan, berdusta dalam peperangan, berdusta kepada istri atau kepada suami
(untuk membahagiakannya).
Laknat Allah terhadap pendusta dapat ditemukan di dalam al-Qur’an. Di
antaranya adalah:
1. Menyembunyikan Ilmu
ه ن هدى من بعد ما بي
ت وٱل
ن بي نا من ٱل
نزل
أتمون ما
ذين يك
ئك إن ٱل
ول
ب أ
كت
اس في ٱل للن
عنون عنهم ٱلل
ويل
عنهم ٱلل
١٥٩ يل
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami
turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah
Kami menerangkannya kepada manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati
Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati.” (QS.
al-Baqarah/2: 159).
Munasabah Dalam ayat 146 telah diterangkan bahwa orang Yahudi mengenal
Nabi Muhammad dari kitab-kitab mereka seperti mengenal anak-anak mereka
sendiri, karena di sana disebutkan segala sifat-sifatnya dengan jelas dan bahwa
beliau akan diutus sebagai Rasul, akan tetapi mereka tetap mengingkarinya dan
selalu menyembunyikan apa yang mereka ketahui itu.4
Dalam riwayat yang dikutip oleh al-Qurṯubî pada ayat ini Allah Swt
memberitahukan, bahwa orang-orang yang menutup-nutupi atau menyembunyikan
petunjuk atau keterangan apa pun yang telah diturunkan adalah orang-orang yang
terlaknat. Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai siapa yang dimaksud
dengan orang-orang tersebut.
Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah kaum Yahudi dan Nasrani yang
menutupi kerasulan Muhammad Saw. Sedangakan ulama lainnya berpendapat
bahwa maknanya adalah siapapun yang menutupi kebenaran, umum untuk semua
3 Abû Hâmid al-Ghazâlî, Âfat al-Lisân: Bahaya Lisan (Jakarta: Qisthi, 2005), h. 72. 4 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1984), j. 1 h. 289.
34
orang yang menutupi ilmu apapun yang berasal dari agama Islam. Karena memang
penyebaran ilmu agama wajib.5
Menurut Quraish Shihab, ayat ini turun dalam konteks kecaman terhadap
orang-orang Yahudi, namun redaksinya yang bersifat umum menjadikannya
sebagai kecaman terhadap setiap orang yang menyembunyikan apapun yang
diperintahkan agama untuk disampaikan, baik ajaran agama atau ilmu pengetahuan.
Dalam konteks ini, Nabi Muhammad Saw bersabda:
ال م ق
يه وسل
ال رسول هللا صل هللا عل
ال ق
قبي هريرة
ع ن ع ل ئ س ن م عن ا
م ل
ف ه م ت ك
أ م و ي م ج ل
ن م ام ج ل ب ة ام ي ق ال
ار ن
“Siapa yang ditanya tentang ilmu, lalu menyembunyikannya, maka di hari
Kemudian, diletakkan di mulutnya kendali yang terbuat dari api neraka.” (HR.
Abû Dâwûd dan al-Tirmidzî).
Walau demikian, bahwa setiap ucapan ada tempatnya. Memang tidak semua
apa yang diketahui boleh disebarluaskan karena informasi terbagi menjadi dua, ada
yang dituntut untuk disebarluaskan – kebanyakan dari ilmu syariat demikian – dan
ada juga yang tidak perlu disebarkan. Tidak semua informasi disampaikan sama
kepada yang pandai dan bodoh, atau anak kecil dan dewasa, karena semuanya ada
tempat dan waktunya.6
2. Mempertahankan Pendapat yang Salah
م ونس ءك
بنا
ا وأ
ءن
بنا
دع أ
نوا
عال
قل ت
م ف
عل
ءك من ٱل
ك فيه من بعد ما جا ج
من حا
ا ف
ءن
ا
ذبين كى ٱل
عل
عنت ٱلل
نجعل ل
بتهل ف
م ن
م ث
نفسك
نفسنا وأ
م وأ
ءك
٦١ ونسا
“Siapa yang membantahmu tentang kisah ‘Isa sesudah datang ilmu (yang
meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil
anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istri kamu, diri
kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan
kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”
(QS. Âli-‘Imrân/3).
Munasabah: dalam ayat-ayat lalu diterangkan bahwa Nabi ‘Isa yakin akan
keingkaran Bani Israil kepada agama yang dibawanya, serta yakin pula akan
pernyataan dari sahabat-sahabat setianya (hawâriyyûn) bahwa mereka sanggup
5 al-Qurṯubi, Tafsîr al-Qurṯubi, terj. Fathurrahman Ahmad Hotib (Jakarta: Pustaka Azam,
2007), j.2 h. 428. 6 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an (Jakarta:
Lentera Hati, 2000), vol. 1 h. 370.
35
untuk menjadi pembantu-pembantunya, beliau juga yakin terhadap siksa
orang-orang kafir yang selalu membuat tipu daya untuk menghalang-halangi
tersiarnya agama Allah. Kemudia dalam ayat-ayat ini diterangkan tentang
sanggahan terhadap tipu daya mereka, yaitu bahwa Allah melahirkan Isa dari
tipu daya mereka dengan mengangkatnya kepada-Nya, guna menyelamatkan
dari siksaan dan hinaan orang-orang kafir.7
Yang dapat dipahami dari ayat ini adalah mereka para Ahli Kitab yang
mendebat Nabi Muhammad tentang Nabi ‘Isa. Padahal sudah datang kepada
mereka ilmu tentang Nabi ‘Isa yang sedemikian jelas dan gamblang. Maka Rasul
mengajak mereka bermubahalah, di sini kata mubâhalah terambil dari kata bahlah
atau buhlah, yang berarti doa yang sungguh-sungguh untuk memohon jatuhnya
kutukan Allah kepada lawan yang membangkang atau berbohong. Diriwayatkan,
Nabi siap mengajak putri beliau, Fatimah, bersama suaminya, ‘Ali ibn ‘Abi Thalib,
dan al-Hasan serta al-Husain, dua orang cucu Nabi, kesemuanya siap untuk
melakukan mubahalah dikarenakan beliau yakin akan kebenaran apa yang beliau
sampaikan, tidak ada keraguan. Sampai-sampai beliau mengajak orang-orang yang
paling beliau cintai yang biasanya dibela dan dihindarkan dari segala kemungkinan
ancaman.8
Hamka menjelaskan dalam tafsirnya, mubahalah adalah bersumpah yang berat,
yang di dalam bersumpah itu dihadirkan anak dan istri dari kedua pihak yang
bersangkutan, lalu diadakan persumpahan di dalam mempertahankan keyakinannya
masing-masing. Menilai kebenaran pendirian kedua belah pihak. Kalau ternyata
kedua belah pihak berkeras kepala, tidak ada yang mau bertolak-angsur, biarlah
Allah menurunkan kutuk laknat-Nya kepada barangsiapa yang masih saja bertahan
pada pendirian yang salah.9
7 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 1 h. 484. 8 Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 2 h. 105. 9 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz III (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 266.
36
3. Menuduh Wanita Mukmin
اب هم عذ
خرة ول
يا وٱل
ن في ٱلد
عنوا
ت ل
من
ؤ ت ٱل
فل
غت ٱل
حصن
ذين يرمون ٱل
٢٣ عظيم إن ٱل
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang
lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat,
dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. al-Nûr/24: 23).
Munasabah pada surat ini Allah menganjurkan semua orang beriman,
khususnya kaum wanita, agar menjaga kesucian seksualnya, maka riwayat-
riwayat memberikan keutamaan pada pengajaran dam pembacaan surah ini
oleh kaum wanita, dalam kenyataanya, ia dapat dipandang sebagai kesucian
seksual dan perjuangan melawan kekotoran seksual. Sebab, bagian utama dari
perintah-perintahnya adalah tentang membersihkan masyarakat dari kekejian-
kekejian seksual melalui berbagai cara.10
Kutukan di dunia dan di akhirat bersama dengan siksaan yang besar mencakup
bagi mereka yang memfitnah dan memberikan cap buruk kepada orang-orang yang
suci moralnya. Berkenaan dengan kenyataan bahwa ayat di atas ditempatkan setelah
cerita tentang ifk (fitnah besar)11. Tetapi seperti banyak ayat yang diturunkan untuk
sebuah kasus khusus sementara isinya bersifat umum, ayat ini juga tidak terbatas
pada kasus tersebut. Sebagaimana Imam Ja’far Sadîq memandang ayat ini sebagai
bukti bagi kenyataan bahwa tuduhan zalim terhadap wanita-wanita suci adalah
salah satu dari dosa-dosa besar. Dan Allah yang Mahakuasa mengutuk mereka di
dunia, dan di akhirat mereka akan mendapat siksa yang berat dan pedih.12
Ayat di atas menyatakan sesungguhnya orang-orang yang melemparkan
tuduhan zina terhadap wanita-wanita yang baik-baik yang selalu melindungi diri
mereka dengan kesucian lagi merupakan wanita lugu lengah yang tidak sempat
berpikir untuk melakukan apalagi mengerjakan kemaksiatan karena kebersihan
hatinya dan sempurna imannya – orang yang menuduh wanita seperti itu – mereka
dilaknat oleh Allah, Rasul, kaum mukminin bahkan semua yang taat dan tunduk
kepada Allah. Mereka melaknatnya di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang
besar. Yang dimaksud dengan laknat di dunia, adalah kejauhan mereka dari rahmat
10 Allamah Kamal Faqih, Tafsir Nurul Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju Cahaya al-
Qur’an. Terj. Ahsin Muhammad (Jakarta: al-Huda, 2006) j. 11 h. 317. 11 Fitnah atau gosip yang menimpa Aisyah istri Nabi Muhammad Saw. 12 Allamah Kamal Faqih, Tafsir Nurul Qur’an, j. 11 h. 317.
37
Allah antara lain tercermin dalam cambukan, serta antipati masyarakat muslim, di
samping penolakan kesaksian mereka untuk selama-lamanya bagi mereka yang
tidak bertaubat.13
Dari beberapa penafsiran dan contoh ayat-ayat di atas dapat disimpulkan
bahwasanya al-Qur’an telah menjelaskan mengenai balasan bagi orang-orang yang
berdusta, adalah mereka mendapat laknat tidak hanya dari Allah tapi dari segala
makhluk, juga tidak hanya di dunia melainkan juga di akhirat sebagaimana
pendapat para mufassir. Adapun rincian pendusta yang mendapat laknat-Nya
adalah bagi yang menyembunyikan ilmu, mempertahankan pendapat yang salah,
dan menuduh wanita mukmin. Maka, sudah sepatutnya bagi orang-orang yang
beriman agar meminta kepada Allah untuk dihindarkan dari sifat tersebut agar
selalu berada dalam rahmat-Nya.
B. Orang Kafir
Kata kâfir merupakan ism fâ’il (subjek) dari kafara – yakfuru – kufr رف –)ك
فر فر( –يك
ك . Di dalam al-Qur’an, kata kafir dan yang seasal dengannya disebut 525
kali. Secara bahasa mengandung arti antara lain menutupi, melepaskan diri, para
petani, menghapus.14
Menurut al-Asfahani dan ibn Manzur, yang dekat kepada arti secara istilah
adalah menutupi, dan menyembunyikan. Malah hari disebut kafir karena ia
menutupi siang atau tersembunyinya sesuatu oleh kegelapannya. Awan disebut
kafir karea ia dapat menutupi atau menyembunyikan cahaya matahari. Kafir
terhadap nikmat Allah berarti seseorang menutupi atau menyembunyikan nikmat
Allah dengan cara tidak mensyukurinya.15
Kufur berarti mengingkari ayat-ayat yang dibawa Rasul Saw. Mereka
menutupi sesuatu yang jelas ada. Ada beberapa macam kekufuran.16 Di antaranya:
13 Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 9 h. 313. 14 Shihab dkk, Eksiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosakata, v. 2, h. 415. 15 Shihab dkk, Eksiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosakata, v. 2, h. 416. 16 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, h. 36.
38
1. Kufur keyakinan: kaum nasrani dengan kepercayaan mereka yang
meyakini bahwa Allah Swt beranak. Mereka yang mengingkari ajaran
rasul, hari kebangkitan, adanya surga dan neraka.
2. Kufur ucapan: meyakini kepercayaan lain yang bukan dari Allah, atau
mengejek dan mencaci maki ajaran Islam.
3. Kufur perbuatan: melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan
dengan ajaran Islam atau justru mendukung kepercayaan selain ajaran
Islam. Seperti, merobek al-Qur’an, memakai kalung salib, atau secara sadar
mengikuti ritual ibadah agama lain.
Laknat Allah terhadap orang kafir dapat ditemukan di dalam al-Qur’an. Di
antaranya:
1. Merusak Janji Allah
لم كون ٱل
ف يحر
سية
وبهم ق
لنا ق
هم وجعل
عنهم ل
قيث
قضهم م بما ن
ف
سوا
واضعهۦ ون عن م
عنه ٱعف
ف
نهم
م
ليل ق
نهم إل
ئنة م اى خ
لع عل
ط
زال ت
ت
بهۦ ول
روا
كا ذ م
ا م إن حظ
ح
م وٱصف
حسنين يحب ٱل
١٣ ٱلل
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami
jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah)
dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa
yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad)
senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara
mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka,
sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-
Mâ’idah/5: 13).
Munasabah: setelah pada ayat-ayat sebelumnya Allah memerintahkan kepada
orang mukmin supaya memenuhi janji, dan sebagai realisasi dari janji itu
disebutkan-Nya hal-hal yang dihalalkan, diharamkan, wajib berwudu’ apabila
hendak salat, maka pada ayat ini Allah Swt menerangkan bahwa orang-orang
Yahudi dan Nasrani selalu mengingkari Janji.17
Mereka kaum Yahudi dan Nasrani telah berjanji akan sungguh-sungguh
mengamalkan kitab Taurat yang di dalamnya terkandung ajaran syariat dari Allah
Swt. Allah Swt telah menjelaskan bahwa mereka melanggar perjanjian tersebut.
17 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 2 h. 405.
39
Lalu Allah Swt pun akhirnya menghukum mereka dengan melaknat mereka,
menjauhkan dan mengusir mereka dari kebenaran, petunjuk dan rahmat Allah,
menurunkan murka atas mereka, dan menjadikan hati mereka keras sehingga tidak
bisa menerima kebenaran serta tidak bisa tersentuh oleh nasihat dan pelajaran.18
Sebagaimana firman-Nya:
اب عظيم هم عذ
ول
وة
رهم غش بص
ى أ
وعل
ى سمعهم
وبهم وعل
لى ق
عل
تم ٱلل
٧ خ
“Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan
mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (QS. al-Baqarah/2:
7).
Mereka orang Yahudi telah melanggar perjanjian, mereka telah kafir, dengan
mengingkari bahkan membunuh rasul-rasul. Pelanggaran mereka yang lain adalah
terus menerus merubah perkataan-perkataan Allah dari tempatnya, dan mereka
sengaja melupakannya, yaitu kitab Taurat. Maka, Allah mengutuk mereka, yakni
dijauhkan dari rahmat Allah, dan dijadikan hati mereka keras membatu, sehingga
tidak berpengaruh bagi mereka nasihat dan ajakan kebaikan.19
2. Menyekutukan Allah
ا فروض ا م صيب ن من عبادك ن
خذ ت
ال ل
وق
عنه ٱلل ١١٨ ل
“Mereka (orang syirik) yang dilaknati Allah. dan syaitan itu mengatakan:
"Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang
sudah ditentukan (untuk saya).” (QS. al-Nisâ’/4: 118).
Munasabah: ayat-ayat yang lalu melarang manusia melakukan pembicaraan
rahasia untuk merencanakan kejahatan. Ayat-ayat ini menerangkan bahwa dosa
yang paling besar adalah dosa mempersekutukan Allah dengan yang lain. Dosa
yang demikian tidak akan diampuni selama-lamanya.20
Mereka orang-orang kafir yang menyekutukan Allah dengan kepercayaan
menyembah berhala, menyembah benda, memuja dan menyembah orang yang telah
mati. Kepercayaan mereka itu timbul karena mengikuti hawa nafsu dan karena
mengikuti tipu daya setan yang durhaka yang selalu berusaha menyesatkan anak
18 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir Jilid 3, terj. Abdul Hayyie al-Kattani (Jakarta: Gema
Insani, 2016), h. 456. 19 Shihab, Tafsir al-Misbah, v. 3 h. 49. 20 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 2 h. 288.
40
cucu Adam dari jalan yang lurus. Maka, Allah melaknatnya, mereka bertambah
jauh dari rahmat dan karunia-Nya.21
Wahbah al-Zuhaili dalam tafsirnya mengatakan sesungguhnya Allah Swt sama
sekali tidak akan mengampuni perbuatan syirik. Bagi siapa yang menyekutukan
sesuatu dengan Allah, maka dia benar-benar telah tersesat dan jauh dari jalan yang
lurus. Dan tidak akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat, karena syirik
adalaah kesesatan yang merusak akal dan mengeruhkan kejernihan ruhani dan
mereka yang menyembah berhala sama saja seperti menyembah setan dan Allah
melaknatnya.22
3. Zalim kepada Allah
د ه ه
ش هم ويقول ٱل
ى رب ئك يعرضون عل
ول أذبا
ك
ى ٱلل
رى عل
تن ٱف م مم
لظذين ومن أ
ء ٱل
لؤ
لمين ى ٱلظ
عل
ٱلل
عنة
ل
ل أهم
ى رب عل
بوا
ذ ١٨ك
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta
terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para
saksi akan berkata: "Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan
mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim.”
(QS. Hûd/11: 18).
Munasabah: setelah Allah menerangkan pada ayat sebelum ini bahwa
manusia itu ada dua golongan, segolongan hanya menghendaki kehidupan
dunia dan bersenang-senang di dalamnya dan segolongan lagi orang-orang
yang beriman yang mendasarkan kepercayaan kepada dalil-dalil yang nyata
dan dikuatkan pula dengan kesaksian dari Tuhannya, maka pada ayat ini Allah
Swt menerangkan balasan bagi kedua golongan itu, yang akan mereka rasakan
di akhirat nanti.23
Mereka orang yang zalim yang selalu mencari cara agar menyesatkan orang
dari jalan yang benar.24 Di antara cara tersebut:
1) Menumbuhkan penyakit syirik. Mereka akan bengkokkan tauhid menjadi
syirik dengan mencampurkan ajaran tauhid dengan ajaran agama lain dalam
21 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 2 h. 490. 22 al-Zuhaili, Tafsir al-Munir Jilid 3, h. 272. 23 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 4 h. 490. 24 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 3 h. 423
41
beribadah dan berdoa. Mempersekutukan Allah dengan yang lain dengan
menjadikan berhala itu sebagai wasilah kepada Allah.
2) Merubah dan menambahkan syariat. Mereka mengada-adakan dalam agama
suatu yang tidak berdasar kepada al-Qur’an dan sunnah. Hanya berdasarkan
ta’wil saja, dan mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah.
3) Dengan menimbulkan segala macam keraguan dalam agama, mereka
mempersulit dengan cara berlebih-lebihan untuk mengerjakan agama sehingga
orang lambat laun lari dari agama.
Dalam tafsirnya imam al-Syaukânî mengatakan tidak seorang pun dari mereka
yang lebih zalim terhadap dirinya sendiri melainkan mereka telah membuat dusta
terhadap Allah dengan mengatakan tentang berhala mereka, bahwa berhala mereka
yang memberi syafa’at nanti. Mereka juga mengatakan, “Para malaikat adalah
putri-putri Allah”. Mereka adalah yang menghalangi orang lain dari agama Allah
dan dari memeluknya. Bahkan mereka menisbatkan perkataan Allah kepada selain-
Nya. Mereka orang zalim itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka dan (para
saksi)25. Bahwa kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim”.26
Menurut al-Marâghî tidak ada seorang pun yang lebih zalim terhadap dirinya
dan orang lain, dibandingkan dengan orang yang mengadakan kedustaan kepada
Allah tentang ayat-ayat-Nya atau pekerjaan-pekerjaan-Nya, hukum-hukum-Nya,
sifat-sifat-Nya atau dalam hal menganggap adanya pemeberi syafa’at para wali
tanpa izin-Nya atau dalam menyangka bahwa malaikat itu adalah anak-anak
perempuan Allah. Juga orang-orang Nasrani yang juga mengatakan bahwa Isa
adalah anak Allah, atau dalam mendustakan ajaran yang dibawa oleh para Rasul,
supaya orang-orang berpaling dari jalan Allah. Dengan alasan seperti iniliah orang-
25 Yang mana adalah para malaikat penjaga. Ada yang mengatakan para rasul. Ada juga yang
mengatakan malaikat, para rasul, dan para ulama. Ada pula yang mengatakan, bahwa itu adalah
semua makhluk. 26 Imam al-Syaukânî, Tafsīr Fath al-Qadîr, terj. Amir Hamzah Fachruddin (Jakarta: Pustaka
Azam, 2009), j. 5 h.299-301.
42
orang zalim ini dipermalukan dengan kepastian yang dibarengi dengan kutukan
yang menunjukkan bahwa mereka terusir dari lingkaran rahmat.27
Zalim adalah aniaya, bengis, tidak adil, keterlaluan dan dapat diartikan dengan
tidak menaruh belas kasihan dengan berbuat sewenang-wenang.28 Perlu dipahami
bahwa zalim itu sendiri ada macamnya, yaitu zalim kepada Allah, kepada diri
sendiri, kepada orang lain, kepada makhluk lain atau alam sekitarnya. Dan puncak
dari kezaliman adalah mempersekutukan Allah.29 Sebagimana firman-Nya:
م عظيم لظ
رك ل
إن ٱلش
رك بٱلل
ش
ت
بني ل هۥ ي
ن لبنهۦ وهو يعظ قم
ال ل
ق
١٣ وإذ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar.” (QS. Luqmân/31: 13).
Dari beberapa penafsiran dan contoh ayat-ayat laknat di atas dapat disimpulkan
bahwa orang kafir sudah pasti terlaknat dan jauh dari rahmat Allah. Karena mereka
selalu mencari cara agar dapat menyesatkan orang yang beriman, dengan merusak
janji Allah, menyekutukan-Nya, bahkan berbuat zalim dengan membohongi
Tuhannya seperti yang dijelaskan oleh para mufassir. Maka, mereka tidak akan bisa
lari dari laknat Allah baik di dunia maupun di akhirat karena perbuatan mereka telah
disaksikan oleh para malaikat yang akan menjadi saksi di Hari Kemudian. Dan telah
disediakan pula bagi mereka azab yang buruk berupa neraka Jahannam. Sikap
orang-orang muslim di sini tidak perlu ikut melaknatnya, cukup urusan laknat
diserahkan kepada Allah, dan senantiasa selalu berdoa kepada Allah meminta
perlindungan dari perbuatan orang-orang kafir yang menyesatkan.
27 Aẖmad Mustafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, terj. Bahrun Abu Bakar, Hery Noer Aly
(Semarang: Karya Toha Putra Semarang, 1993), j. 12 h. 36. 28 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta; Balai Pustaka, 1986), h. 1279. 29 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, h. 27.
43
C. Pembunuh
Bunuh atau membunuh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
menghilangkan, menghabisi, mencabut nyawa seseorang.30 Dalam al-Qur’an akan
ditemukan kata qitâl )قتال( merupakan salah satu bentuk kata turunan dari kata
qatala – yaqtulu – qatlan تلتل( –يقتل –)ق
ق yang menurut Ibn Faris memiliki dua
pengertian, yaitu idzlal (merendahkan, menghina, melecehkan) dan imâtah
(membunuh, mematikan).31
Allah Swt mengharamkan membunuh nyawa seorang mukmin kecuali karena
tiga alasan, yaitu laki-laki beristri dan wanita bersuami bila berzina, sebagai qisâs
nyawa yang dibalas dengan nyawa, dan seorang muslim yang meninggalkan
agamanya (murtad). Hanya tiga sebab yang dihalalkan, karena mengalirkan darah
itu merupakan hak, kehormatan, dan wewenang Allah, dan yang diharamkan
apabila maksud saling membunuh karena adanya permusuhan di antara mereka,
atau karena fanatisme golongan karena urusan dunia, atau karena berebut pimpinan,
pangkat dan pengaruh.32
Karena masalah pembunuhan ini kelak pada hari Kiamat menjadi perkara
pertama yang dipersoalkan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
ماء قيامة فى الد
اس يوم ال ى بين الن ول مايقض
.ا
“Perkara pertama yang diselesaikan di antara manusia pada hari kiamat adalah
tentang darah (pembunuhan).” (HR al-Bukhâri dan Muslim).
Maka, laknat Allah di dalam al-Qur’an bagi pembunuh akan ditemukan pada:
1. Pembunuh Mukmin dengan Sengaja
د ومن يقتل تعم ا م من
لد مؤ
م خ هۥ جهن
ؤجزا
ابا ا ف
هۥ عذ
عد ل
عنهۥ وأ
يه ول
عل
ضب ٱلل
ا فيها وغ
٩٣ اعظيم “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka
balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya,
30 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 179. 31 Shihab dkk, Eksiklopedia al-Qur’an; Kajan Kosakata, v. 2, h. 779. 32 Majdi Assayid Ibrahim, Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat, h. 22.
44
dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. al-
Nisâ’/4: 93).
Munasabah: ayat-ayat yang lalu telah menjelaskan bermacam-macam
golongan orang-orang kafir dan munafik, dilihat dari sikap mereka terhadap
Islam dan kaum muslimin. Dan dijelaskan pula ketentuan-ketentuan Allah Swt
mengenai apa yang harus dilakukan oleh kaum muslimin terhadap mereka. Dan
pada ayat ini menerangkan msalah yang lain, yaitu apa hukumnya apabila
seorang mukmin membunuh mukmin yang lain.33
Imam al-Ṯabarî dalam tafsirnya mengatakan bahwa membunuh mukmin secara
sengaja dengan bermaksud membunuhnya maka ganjaran bagi si pembunuh adalah
nereka Jahannam, yakni siksa neraka Jahannam yakni kekal abadi di dalamnya, dan
tak luput murka Allah akan diberikan kepada orang yang membunuh secara sengaja
serta laknat Allah yaitu dijauhkan dari rahmat-Nya, dan dihinakaan serta disediakan
baginya siksaan yang besar.
Tetapi makna لدم خ هۥ جهن
ؤجزا
ا فيهاف (maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia
di dalamnya) al-Ṯabari berpendapat bahwa barangsiapa membunuh seorang
mukmin dengan sengaja, maka jika Allah membalasnya niscaya balasanya adalah
nereka, dan ia kekal di dalamnya. Akan tetapi jika Allah berkehendak, Allah
memaafkan dan memberikan karunia atas hamba-Nya lantaran keimanan dalam
dirinya, sehingga Allah memasukkannya ke dalam neraka namun tidak untuk kekal
di dalamnya, melainkan akan mengeluarkannya kembali karena rahmat-Nya.34
Sesuai janji Allah dalam firmannya yang berbunyi:
ذين أ
عبادي ٱل
ل ي
وب ۞ق
نفر ٱلذ
يغ
إن ٱلل
حمة ٱلل من ر
وا
قنط
ت
نفسهم ل
ى أ
عل
وا
سرف
حيم فور ٱلرغهۥ هو ٱل إن
٥٣ جميعا
“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri
mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Zumar/39: 53).
al-Marâghî menyebutkan riwayat dari Ibn ‘Abbas ra, yang berbunyi:
33 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 2 h. 254. 34 al-Ṯabarî, Tafsîr al-Ṯabarî, j. 7 h. 506.
45
ني عبد ث ر هللا بن هاشم و عبد حد
حمن بن بش نا يحيى وهو ابن –الر
ث حد
ال
عبدي ق
ال
ت ل لال ق
عن سعيد بن جبير ق
ة بي بز
اسم بن ا
قني ال
ث ان عن ابن جريج حد
ط
قبن سعيد ال
ن لاس ا ان عب
فرق
تي في ال
ال
ية
يه هذه ال
وت عل
تلال ق
ق
ال ل
وبة ق
دا من ت
منا متعم تل مؤ
ق
ذين ل وال
حق بٱل
إل
م ٱلل تي حر
فس ٱل ون ٱلن
يقتل
ر ول
ها ءاخ
إل
يدعون مع ٱلل
ى ا
خر ال
ة مدني
ية
تها ا
سخ
ن ة ي
مك
ية
ال هذه ا
ية ق
من ومن ال
د يقتل مؤ
تعم لد ا مم خ هۥ جهن
ؤجزا
.ا ا ف
“Saîd bin Jubair berkata: Aku bertanya kepada Ibn Abbâs: “Apakah orang yang
membunuh orang mukmin dengan sengaja memiliki taubat?” Ia menjawab:
“Tidak.” Lalu aku membacakan ayat dalam surat al-Furqân ini: “Dan orang-
orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar…” (QS. al-Furqân: 68) hingga akhir ayat. Ia berkata: Itu
ayat Makkiyah yang telah dihapus oleh ayat Madaniyah: “Dan barangsiapa
yang membunuh orang mukmin dengan sengaja maka balasannya adalah
Jahannam.” (QS. al-Nisâ’: 93).” (HR. Muslim).35
Bahwa orang kafir yang bertaubat dari syirik, sedangkan sebelum itu dia
pernah membunuh dan berzina, maka taubatnya diterima. Adapun taubat orang
mukmin yang melakukan pembunuhan dengan sengaja tidak akan diterima. Sebab,
orang yang pertama belum beriman kepada syariat yang mengharamkan perkara-
perkara ini. Jadi, dia mempunyai semacam uzur karena belum tampak baginya
kebenaran kenabian. Adapun orang mukmin yang yakin akan kebenaran kenabian
dan pengharaman pembunuhan tidak mempunyai uzur, karena dia mengetahui
bahwa orang mukmin itu saudara dan penolongnya. Maka, apabila kemudian dia
sengaja melanggar perintah Allah tidak diragukan lagi dia patut berada kekal di
dalam neraka dan menerima kemurkaan serta laknat Allah. Karena dia telah berani
melanggar hukum-hukum agama-Nya dan tidak ada penghormatan terhadap hukum
syariat.36
Hamka dalam tafsirnya mengatakan bawah membunuh manusia secara sengaja
adalah dosa yang paling besar. Dia termasuk dalam tujuh dosa besar. Dosa yang
paling besar pertama adalah menyekutukan Allah dengan yang lain. Di bawahnya
adalah dosa membunuh. Dijelaskan di sini bahwasanya membunuh dengan sengaja,
35 Imam al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim (Bandung: Jabal, 2013), h. 805. 36 Aẖmad Mustafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, j. 5 h.204.
46
diancam dengan empat ancaman besar. Pertama, kekal dalam neraka Jahannan.
Kedua, ditimpa oleh Allah dengan kemurkaan-Nya. Ketiga, dilaknat atau dikutuk
hidupnya. Keempat, disediakan lagi siksaan yang besar untuknya.37 Di dalam suatu
hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhârî, bersabda Rasulullah Saw:
بي عبدهللا ن ع ي هللا عن الن ع هللا ل ص بن عمر رض س و ه ي ل
م ل
م : ال ق
تل معاهدا ل
من ق
ة ، جن ال
و وإن ري يرح رائحة
ربعين عاماحها ت
جد من مسيرة أ
“Barangsiapa yang membunuh seorang yang bukan Islam, yang telah mengikat
persetujuan dengan kekuasaan Islam, maka tidaklah si pembunuh itu akan
membaui asap surga. Jaraknya degna asap surga itu adalah sejarak 40 tahun.”
(HR. al-Bukhârî no. 3166).38
Sedangkan hanya membunuh orang kafir yang telah mendapat perlindungan
akan dijauhkan dari wangi surga, apalagi membunuh seorang muslim.39
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa para mufassir sepakat, bagi para
pelaku yang membunuh muslim dengan sengaja akan dilaknat oleh Allah dan
termasuk dalam kategori dosa besar. Tapi dapat ditemukan juga dari beberapa
penafsiran di atas sisi yang berebeda mengenai taubat yang di lakukan oleh pelaku
akan diterima atau tidak. Di antaranya mengatakan dengan mengutip (QS. al-
Nisâ’/4: 48) bahwa selama itu bukan dosa syirik maka akan diampuni oleh Allah
jika bertaubat. Dan di sisi lain dengan mengutip riwayat dari Ibn ‘Abbas
menyatakan bahwa pelaku pembunuhan muslim dengan sengaja tidak akan diterima
taubatnya karena dia telah berani melanggar hukum-hukum agama-Nya dan tidak
ada penghormatan terhadap hukum syariat.
Tapi dalam masalah taubat itu urusan Allah, dalam (QS. al-Zumar/39: 53),
Allah mengatakan bahwa dia maha Pengampun dan maha Penyanyang. Maka, bagi
pelaku janganlah berputus asa untuk memperoleh rahmat-Nya, jika ia taubat dengan
taubat yang sebenar-benarnya, hal ini dapat menggugurkan dosa-dosanya dan
taubatnya bisa diterima. Dalam hal ini seorang muslim disarankan untuk tidak ikut
37 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz 5, h. 265. 38 Imam al-Zabidi, Ringkasan Shahih Bukhari (Bandung: Jabal, 2013), h. 435. 39 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz 5, h.266.
47
melaknatinya jika pelaku sudah bertaubat. Apabila belum bertaubat maka pantas
bagi para pelaku untuk mendapat laknat, agar Allah menimpakan keburukan bagi
mereka.
D. Orang Munafik
Orang munafik dalam bahasa Arab masdar-nya adalah nifâq )اق Artinya .)نف
adalah keluar dari keimanan secara diam-diam. Di dalam terminologi islam, nifâq
adalah masuk ke dalam agama dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain.
Karena itu, mereka adalah orang yang secara lisan menerima Islam, tapi diam-diam
keluar dari Islam, atau menampakkan keimanan secara lisan dan menyembunyikan
kekufuran dalam hati.40
Orang munafik selalu berpura-pura atau setia dengan agamanya, tetapi dalam
hatinya tidak. Mereka selalu mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan
perbuatannya. Mereka adalah orang-orang yang terdapat penyakit di dalam
hatinya.41 Karena prilaku mereka yang jelak sampai diturunkannya surat al-
Munâfiqûn/63 yang secara khusus membahas karakteristik orang munafik.
Di dalam al-Quran telah Allah jelaskan mengenai laknat-Nya terhadap orang-
orang munafik, di antaranya:
1. Memutus Silaturahmi
رهم بصعمى أ
هم وأ صم
أ ف
عنهم ٱلل
ذين ل
ئك ٱل
ول ٢٣ أ
“Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga
mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (QS. Muẖammad/47: 23).
Munasabah: pada ayat yang lalu disebutkan sikap orang-orang munafik,
orang-orang kafir dan orang-orang beriman ketika mendengar ayat-ayat al-
Qur’an tentang akidah, seperti ketauhidan, hari kebangkitan dan sebagainya.
Dalam ayat-ayat berikut disebutkan sikap orang-orang munafik pada waktu
mendengar ayat-ayat tentang berjihad di jalan Allah. Mereka ingkar dan penuh
rasa takut, seakan-akan mereka itu sedang menghadapi sakratul maut.42
40 Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosakata, v.2. h. 639. 41 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta; Balai Pustaka, 1986), h. 763. 42 DEPAG R.I, al-Quran dan Tafsirnya, j. 9 h. 352.
48
Laknat Allah disebabkan sikap orang-orang munafik yang selalu mengejar
kesenangan hidup di dunia, mereka hanya mementingkan diri sendiri, suka
mengambil dan memperkosa hak orang lain, dan memutuskan hubungan
silaturahmi.
Mereka telah dijauhkan Allah dari rahmat-Nya, karena itu Allah
menghilangkan pendengaran mereka sehingga tidak dapat mengambil pelajaran
dari apa yang mereka dengar, dan Allah butakan mereka sehingga tidak dapat
mengambil manfaat dari apa yang mereka lihat.43
2. Berprasangka Buruk kepada Allah
ات ٱلظ
رك
ش ركين وٱل
ش ت وٱل
فق
ن فقين وٱل
ن ب ٱل
ويعذ
ئرة
يهم دا
وء عل ن ٱلس
ظ
ين بٱلل
ن
ءت مصير م وسا هم جهن
عد ل
عنهم وأ
يهم ول
عل
ضب ٱلل
وء وغ ٦ اٱلس
“dan supaya Dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan
orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka
buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat
buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi
mereka neraka Jahannam. Dan (neraka Jahannam) itulah sejahat-jahat tempat
kembali.” (QS. al-Fatẖ/48: 6).
Munasabah: pada ayat sebelumnya diterangkan nikmat-nikmat yang
diperoleh oleh kaum muslimin yaitu ketenangan dan ketentraman hati,
bertambah kuatnya iman, disediakan tempat di surga, dihapuskan dosa-dosa
dari kesalahan-kesalahan yang terlah diperbuat mereka. Dalam ayat ini
diterangkan orang-orang kafir akan mendapat balasan berupa kehancuran,
laknat Allah, kemarahan Allah Swt dan tempat di neraka.44
Imam al-Qurṯubî mengatakan dalam tafsirnya sebab orang munafik terlaknat
karena mereka berprasangka buruk kepada Allah yakni sangkaan mereka bawa
Nabi dan tak satu pun dari sahabatnya, tidak akan kembali ke Madinah saat mereka
berangkat ke Hudaibiyah, mereka orang musyrik dan munafik mengharapkan
kebinasaan mereka. 45
Quraish Shihab dalam tafsirnya mengatakan mereka orang munafik dan
musyrik akan mendapat giliran kebinasaan yang amat buruk di dunia dan di akhirat.
43 DEPAG R.I, al-Quran dan Tafsirnya, j. 9 h. 374. 44 DEPAG R.I, al-Quran dan Tafsirnya, j. 9 h. 379. 45 al-Qurṯubî, Tafsîr al-Qurṯubî, j.16 h. 687.
49
Allah memurkai serta mengutuk mereka sehingga mereka tersiksa dalam kehidupan
dunia ini serta menyediakan bagi mereka Neraka Jahannam di akhirat. Itulah
penyediaan yang buruk dan Neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat
kembali. Mereka orang munafik dan musyrik memiliki sifat yang hatinya selalu
berprasangka buruk terhadap Allah Swt. Didahulukannya penyebutan kaum
munafikin atas kaum musyrikin pada ayat ini, karena bahaya orang munafik
terhadap Islam lebih besar dari pada bahaya orang musyrik. Mereka orang munafik
adalah musuh dalam selimut. Mereka mengemas sesuatu yang buruk degan
kemasan yang indah.46
3. Menghalangi Kebaikan
وعد ٱلل ول
عنهم ٱلل ول
هي حسبهم
لدين فيها
م خ ار جهن
ار ن ف
كت وٱل
فق
ن فقين وٱل
ن هم ٱل
اب قيم عذ ٦٨ م
“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-
orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah
neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka, dan bagi mereka azab
yang kekal.” (QS. al-Tawbah/9: 68).
Munasabah: dalam ayat-ayat yang lalu Allah menerangkan sifat orang-orang
munafik yang menuduh Nabi Muhammad Saw berlaku curang dalam
membagikan harta rampasan dan harta zakat. Maka pada ayat-ayat ini Allah
jelaskan tingkah laku orang-orang munafik yang memandang rendah Nabi
Muhammad Saw.47
Ayat ini dengan sangat jelas menerangkan ancaman Allah kepada orang-orang
munafik, orang-orang kafir baik pria maupun wanita dikarenakan mereka saling
menganjurkan kepada yang lainnya untuk berbuat kemungkaran, masing-masing
saling melarang sesamanya berbuat baik seperti melakukan jihad dan mengeluarkan
harta untuk amal-amal sosial terutama perang sabil.48 Sebagaiaman firman-Nya:
م ئن ٱلسزا
خ
ولل
وا ض
ى ينف حت
ى من عند رسول ٱلل
عل
نفقوا
ت
ون ل
ذين يقول
ت هم ٱل و
فقين لن كن ٱل
رض ول
هون وٱل
٧ يفق
46 Shihab, Tafsir al-Misbah, v. 13 h. 181. 47 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 4 h. 175. 48 DEPAG R.I, al-Qur’an dan Tafsirnya, j. 4 h. 180.
50
“Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar):
"Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin)
yang ada disisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)".
Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-
orang munafik itu tidak memahami.” (QS. al-Munâfiqûn/63: 7).
al-Marâghî dalam tafsirnya juga menjelaskan ayat ini berisi ancaman tegas
kepada orang munafik dan orang kafir. Allah mendahulukan orang-orang munafik
atas orang-orang kafir dalam ayat ini, untuk menunjukkan bahwa meski orang
munafik itu memperlihatkan keimanan dan mengerjakan perbuatan-perbuatan
Islam, namun mereka lebih buruk dari pada orang-orang kafir. Dan dilanjutkan
mengenai ancaman bagi orang-orang munafik berupa neraka Jahannam serta Allah
mengutuk mereka di dunia dan di akhirat dengan tidak memberi mereka rahmat
yang hanya berhak dimiliki oleh orang mukmin yang benar. Mereka juga akan
mendapatk azab yang kekal, dan mereka tidak akan dapat bertemu dengan Allah
dan tidak akan mendapat kemurahan-Nya.49
Dari beberapa penafsiran dan contoh ayat-ayat tentang laknat terhadap orang
munafik dapat disimpulkan, mereka orang-orang munafik tidak akan luput dari
laknat Allah dan azab-Nya, bahkan dalam beberapa ayat, mereka orang-orang
munafik disebutkan lebih dahulu dari pada yang lainnya. Yang menegaskan bahwa
mereka lebih berbahaya. Maka, jelas laknat dan ancaman Allah terhadap mereka
yang tetap teguh terhadap kemunafikannya, sikap seorang muslim hendaknya harus
berhati-hati, dikarenakan tidak mudah mengetahui orang yang munafik sebab
mereka adalah umat Islam yang tidak menampakkan tindakan sebenarnya secara
terbuka melainkan secara sembunyi, ibarat musuh dalam selimut. Maka, tidak perlu
bagi seorang muslim untuk ikut melaknat cukup bagi seorang muslim untuk selalu
berupaya semaksimal mungkin membendung pengaruh jelek mereka, dalam hal ini
biar Allah yang melaknatnya.
49 Aẖmad Musṯafa al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, j. 10 h.265.
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis membuat analisa dan menguraikan pembahasan dari bab per
bab, mengenai laknat dalam perspektif al-Qur’an maka dapat disimpulkan, laknat
memiliki dua makna, jika dari Allah artinya dijauhkan dan disingkirkan dari segala
kebaikan dan rahmat-Nya, jika dari manusia artinya doa atau cacian. Kata laknat di
dalam al-Qur’an terulang 41 kali, dengan rincian 18 kali terulang dalam bentuk fi’il
mâḏî, yang menandakan bahwa laknat itu telah benar-benar terjadi dan nyata
adanya.
Bentuk laknat Allah sendiri tergambar dalam dua bentuk, yaitu fisik (nyata)
dan non fisik (tidak nyata), non fisik seperti ditulikan telinga dan dibutakan
penglihatannya, maksudnya tidak dapat mengambil manfaat apapun dari yang
dilihat dan didengarnya. bentuk fisik yaitu, Allah telah melaknat mereka menjadi
kera dan babi yang hina karena melanggar perintah-Nya.
Dari 38 ayat laknat yang ditemukan, hampir seluruhnya merujuk subjek yang
pasti, Allah. Bahwa wewenang atau hak melaknat itu hanyak milik Allah, bukan
manusia. Allah menurunkan kepada mereka yang memiliki sebab. Maka, jawaban
dari rumusan masalah pada bab satu mengenai penyebab laknat Allah yang
ditemukan dalam al-Quran di antaranya adalah bagi pendusta, orang kafir,
pembunuh, orang munafik. Berikut rinciannya:
1. Pendusta: mereka yang menyembunyikan ilmu, yang mempertahankan
pendapat yang salah, serta bagi pemfitnah wanita mukmin.
2. Orang kafir: yang terlaknat adalah mereka yang merusak janji Allah,
menyekutukan Allah, serta zalim terhadap Allah.
3. Pembunuh: mereka mendapat laknat dikarenakan membunuh mukmin
dengan sengaja.
52
4. Orang munafik: laknat kepadanya karena memutus silaturahmi,
berprasangka buruk kepada Allah, serta selalu menghalangi orang kepada
kebaikan.
B. Saran
Setelah penulis menyelesaikan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari
bahwa sebuah penelitian tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Untuk itu,
penelitian ini tidak dapat dikatakan telah selesai, mengingat masih ada hal yang
perlu dikaji lebih mendalam lagi dari penelitian ini.
Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk mengkaji tentang tema di atas
secara mendalam, dari segi faktor, indikasi serta pencegahan laknat yang belum
tersentuh dan luas. Dengan menambahkan sumber-sumber yang lebih banyak yang
bisa dipertanggung jawabkan. Karena kajian tentang laknat dalam al-Qur’an ini
masih banyak yang belum terbahas.
53
DAFTAR PUSTAKA
Amal, Taufik Adnan. Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an. Yogyakarta: FKBA, 2001.
Amir, Ismail, “Laknat dalam Pandangan al-Qur’an (Analisis Ayat-ayat Laknat
dalam Tafsir al-Marâghî)”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN
Jakarta, 2011.
al-Asfahânî, al-Râgîb. Mu’jam al-Mufradât al-Fâẕ al-Qur’ân. Beirut: al-Dâr al-
Kutub, 2004.
Azizah, Nur Hasanatul, “Istidrâj dalam al-Qur’an (Analisis Ayat-ayat tentang
Istidrâj)”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, UIN Jakarta, 2017.
Bâqî, Muẖammad Fu’âd ‘Abdul. Mu’jam al-Mufahras Li al-fâẕ al-Qur’ân al-
Karîm . Kairo: Dâr al-Kutub, 1996.
Departemen Agama RI. al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: DEPAG RI, 1997.
-------, Tafsir al-Qur’an Tematik: Jihad, Makna dan Implementasinya. Jakarta:
DEPAG RI, 2013.
Faqih, Allamah Kamal. Tafsir Nurul Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya al-Qur’an. Penerjemah Ahsin Muhammad. Jakarta: al-Huda,
2006.
al-Ghazâlî, Abû Hâmid. Âfat al-Lisân: Bahaya Lisan. Penerjemah Fuad Kauma.
Jakarta: Qisthi, 2005.
Hamka, Tafsir al-Azhar. Jakarta: PT. Pustaka Panjimas. 1983.
Ibrahim, Majdi Assayid. Wanita dan Laki-laki yang Dilaknat. Jakarta: Gema Insani
Press, 1989.
Katsîr, Ibn. Tafsir Ibn Katsîr. Penerjemah M. Abdul Ghoffar E.M. Bogor: Pustaka
Imam al-Syafi’i, 2004.
Manzȗr, Ibn, Lisân al-‘Arab. Beirut: Dâr Sâdir, t.t.
al-Marâghî, Aẖmad Muṣṯafâ. Tafsîr al-Marâghî. Penerjemah Bahrun Abu Bakar,
Hery Noer Aly. Semarang: Toha Putra Semarang, 1993.
al-Mundziri, Imam. Ringkasan Shahih Muslim. Bandung: Jabal, 2013.
Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1986.
54
al-Qarni, ‘Aidh ‘Abdullah. Sentuhan Spritual Aidh al-Qarni. Jakarta: al-Qalam,
2006.
al-Qurṯubî, Imam. Tafsir al-Qurṯubî. Penerjemah: Fathurrahman Ahmad Hotib dkk.
Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.
al-Quṯb, Sayyid. Tafsir Fi-Zhilâl al-Qur’an: Di Bawah Naungan al-Qur’an.
Penerjemah: Aunur Rafiq Shaleh Tamhid. Jakarta: Rabbani Press,
2005.
al-Shiddiqy, Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an / Tafsir. Jakarta: Bulan
Bintang, 1980.
Shihab, M. Quraish dkk. Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosakata. Jakarta:
Lentera Hati, 2007.
-------. Tafsȋr al-Misbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta: Lentera
Hati, 2002
-------. Membumikan al-Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Mizan, 1996.
-------. Wawasan al-Qur’an; Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat.
Bandung: PT Mizan Pustaka, 1996.
al-Syaukânî, Imam. Tafsir Fatẖ al-Qadîr. Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin.
Jakarta: Pustaka Azam, 2009.
al-Ṯabarî, Abû Ja’far Muẖammad bin Jarîr. Tafsîr al-Ṯabarî. Penerjemah Ahsan
Askan. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
al-Zabidi, Imam. Ringkasan Shahih Bukhari. Bandung: Jabal, 2013.
al-Zuhaili, Wahbah. Tafsir al-Munir. Penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani. Jakarta:
Gema Insani, 2016.
Dari web:
https://www.merdeka.com/peristiwa/tgb-hati-hati-ketika-kita-mengkafirkan-
orang-yang-tidak-kafir.html.
https://www.kompasiana.com/bouel/5a53be8fcf01b42a3f4ea013/kewajiban-
mencaci-pemimpin
https://www.indosport.com/sepakbola/20180825/dihujat-netizen-andritany-balas-
dengan-kalimat-menohok