Upload
vebriianty-w-lestary
View
21
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
A. LATAR BELAKANG
Pada awalnya Sastra Indonesia Peranakan Cina dibawa oleh orang-orang Cina yang
datang ke Indonesia dan menetap di sini sejak abad XV. Orang-orang tersebut ada yang bekerja
sebagai juru tulis dan juru bahasa di Istana Sultan Banten selama berabad-abad lamanya dan
telah menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan masyarakat sekitar dan banyak yang masuk
islam. Dari sinilah banyak cerita-cerita yang digubah ke aksara Latin dan Surat-surat kabar juga
diterbitkan dalam bahasa melayu.
Karya sastra dalam Bahasa Indonesia yang dihasilkan oleh orang Tionghoa yang
dilahirkan di Indonesia tersebut disebut sebagai Sastra Peranakan Tionghoa (Cina). Sastra ini
mulai muncul pada akhir abad ke-19 atau pada masa penjajahan kolonial Belanda yang
memunculkan berbagai karya-karya sastra yang mendasari ungkapan etnis Tionghoa akibat
penjajahan kolonial. Kesan umum yang diperoleh ketika orang membahas tentang sastra
Tionghoa di Asia Tenggara ialah sastra yang ditulis dalam bentuk bahasa Tionghoa. Padahal
karya sastra di beberapa Negara di Asia Tenggara menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa
Tionghoa dan Bahasa Lokal.
Lahirnya kesastraan Melayu Tionghoa bukanlah suatu kebetulan belaka, melainkan sudah
ditentukan oleh perkembangan sejarah. Pada akhir abad ke-19 masyarakat Indonesia sedang
beralih dari masyarakat jajahan feodal yang berdasarkan ekonomi alam menuju ke masyarakatan
jajahan kapitalis yang berdasarkan ekonomi pasar. Dengan kata lain, kini menjadi masyarakat
lama yang menjadi masyarakat modern.
Sejak kelahiran sastra Melayu Tionghoa ini, sudah menjadi suatu pembeda dengan
Kesastraan Melayu Tinggi. Isi Melayu Tionghoa lebih realistis, yaitu tidak terombang-ambing
oleh dunia maya dan mitos, melainkan cerita yang diangkat dari kehidupan sehari-hari yang telah
menyatu dengan kehidupan mereka. Bentuk dan kreasi kesastraan juga sudah meninggalkan cara
lama dan beralih ke bentuk dan metode kreasi sastra modern. Ini merupakan suatu perintisan
jalan bagi sastra Indonesia untuk mencapai tahap sastra Modern.
Selain hal-hal tersebut, kesastraan Melayu juga merupakan dokumen sejarah, isinya
kontekstual, bahan dan sumbernya banyak yang digali dari kejadian yang menjadi perhatian
umum. Sastra Melayu Rendah ini digunakan untuk menyebutkan karya sastra dalam bentuk
bahasa yang ditulis oleh peranakan Tionghoa. Mereka adalah masyarakat yag mengalami
keterpurukan budaya dan belum ada adaptasi budaya dan bahasa yang memadai.
Sastra Melayu Rendah paling banyak dikembangkan oleh masyarakat Tionghoa
peranakan, terutama yang bermukim dan berdomisili di Jawa, sehingga Penerbitan bacaan
“Melayu Tionghoa” semakin berkembang pesat di tahun 1942, karena semakin bertambahnya
pemeluk agama islam dan mulai tahun 1886-1910 tercatat 40 syair terjemahan dari bahasa Cina
maupun Bahasa asing lain. Jadi, dari banyaknya karya kesastraan tersebut kita dapat mengetahui
secara lebih kongkrit tentang berbagai kontradiksi dan peristiwa yang terjadi di masyarakat masa
itu.