3
A. LATAR BELAKANG Pada awalnya Sastra Indonesia Peranakan Cina dibawa oleh orang-orang Cina yang datang ke Indonesia dan menetap di sini sejak abad XV. Orang-orang tersebut ada yang bekerja sebagai juru tulis dan juru bahasa di Istana Sultan Banten selama berabad-abad lamanya dan telah menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan masyarakat sekitar dan banyak yang masuk islam. Dari sinilah banyak cerita-cerita yang digubah ke aksara Latin dan Surat-surat kabar juga diterbitkan dalam bahasa melayu. Karya sastra dalam Bahasa Indonesia yang dihasilkan oleh orang Tionghoa yang dilahirkan di Indonesia tersebut disebut sebagai Sastra Peranakan Tionghoa (Cina). Sastra ini mulai muncul pada akhir abad ke-19 atau pada masa penjajahan kolonial Belanda yang memunculkan berbagai karya-karya sastra yang mendasari ungkapan etnis Tionghoa akibat penjajahan kolonial. Kesan umum yang diperoleh ketika orang membahas tentang sastra Tionghoa di Asia Tenggara ialah sastra yang ditulis dalam bentuk bahasa Tionghoa. Padahal karya sastra di beberapa Negara di Asia Tenggara menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa Tionghoa dan Bahasa Lokal. Lahirnya kesastraan Melayu Tionghoa bukanlah suatu kebetulan belaka, melainkan sudah ditentukan oleh perkembangan sejarah. Pada akhir abad ke-19 masyarakat Indonesia sedang beralih dari masyarakat jajahan feodal yang berdasarkan ekonomi alam menuju ke masyarakatan jajahan kapitalis yang berdasarkan ekonomi pasar.

L a T a R B E L a K a N G - Sastra Peranakan Cina

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: L a T a R B E L a K a N G - Sastra Peranakan Cina

A. LATAR BELAKANG

Pada awalnya Sastra Indonesia Peranakan Cina dibawa oleh orang-orang Cina yang

datang ke Indonesia dan menetap di sini sejak abad XV. Orang-orang tersebut ada yang bekerja

sebagai juru tulis dan juru bahasa di Istana Sultan Banten selama berabad-abad lamanya dan

telah menyesuaikan diri dengan adat kebiasaan masyarakat sekitar dan banyak yang masuk

islam. Dari sinilah banyak cerita-cerita yang digubah ke aksara Latin dan Surat-surat kabar juga

diterbitkan dalam bahasa melayu.

Karya sastra dalam Bahasa Indonesia yang dihasilkan oleh orang Tionghoa yang

dilahirkan di Indonesia tersebut disebut sebagai Sastra Peranakan Tionghoa (Cina). Sastra ini

mulai muncul pada akhir abad ke-19 atau pada masa penjajahan kolonial Belanda yang

memunculkan berbagai karya-karya sastra yang mendasari ungkapan etnis Tionghoa akibat

penjajahan kolonial. Kesan umum yang diperoleh ketika orang membahas tentang sastra

Tionghoa di Asia Tenggara ialah sastra yang ditulis dalam bentuk bahasa Tionghoa. Padahal

karya sastra di beberapa Negara di Asia Tenggara menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa

Tionghoa dan Bahasa Lokal.

Lahirnya kesastraan Melayu Tionghoa bukanlah suatu kebetulan belaka, melainkan sudah

ditentukan oleh perkembangan sejarah. Pada akhir abad ke-19 masyarakat Indonesia sedang

beralih dari masyarakat jajahan feodal yang berdasarkan ekonomi alam menuju ke masyarakatan

jajahan kapitalis yang berdasarkan ekonomi pasar. Dengan kata lain, kini menjadi masyarakat

lama yang menjadi masyarakat modern.

Sejak kelahiran sastra Melayu Tionghoa ini, sudah menjadi suatu pembeda dengan

Kesastraan Melayu Tinggi. Isi Melayu Tionghoa lebih realistis, yaitu tidak terombang-ambing

oleh dunia maya dan mitos, melainkan cerita yang diangkat dari kehidupan sehari-hari yang telah

menyatu dengan kehidupan mereka. Bentuk dan kreasi kesastraan juga sudah meninggalkan cara

lama dan beralih ke bentuk dan metode kreasi sastra modern. Ini merupakan suatu perintisan

jalan bagi sastra Indonesia untuk mencapai tahap sastra Modern.

Selain hal-hal tersebut, kesastraan Melayu juga merupakan dokumen sejarah, isinya

kontekstual, bahan dan sumbernya banyak yang digali dari kejadian yang menjadi perhatian

umum. Sastra Melayu Rendah ini digunakan untuk menyebutkan karya sastra dalam bentuk

Page 2: L a T a R B E L a K a N G - Sastra Peranakan Cina

bahasa yang ditulis oleh peranakan Tionghoa. Mereka adalah masyarakat yag mengalami

keterpurukan budaya dan belum ada adaptasi budaya dan bahasa yang memadai.

Sastra Melayu Rendah paling banyak dikembangkan oleh masyarakat Tionghoa

peranakan, terutama yang bermukim dan berdomisili di Jawa, sehingga Penerbitan bacaan

“Melayu Tionghoa” semakin berkembang pesat di tahun 1942, karena semakin bertambahnya

pemeluk agama islam dan mulai tahun 1886-1910 tercatat 40 syair terjemahan dari bahasa Cina

maupun Bahasa asing lain. Jadi, dari banyaknya karya kesastraan tersebut kita dapat mengetahui

secara lebih kongkrit tentang berbagai kontradiksi dan peristiwa yang terjadi di masyarakat masa

itu.