30
"Untuk Pahlawan Negeriku " Untuk negeriku... Hancur lebir tulang belulangku Berlumur darah sekujur tubuh Bermandi keringat penyejuk hati Kurela demi tanah air negeriku Sangsaka merah berani Putih suci Melambai-lambai ditiup angin Air mata bercucuran, menganjungkan doa untuk pahlawan negeri Berpijak berdebu pasir Berderai kasih hanya untuk pahlawan jagad raya Hanya jasamu bisa kulihat Hanya jasamu bisa kukenang Tubuhmu hancur hilang entah kemana Demi darahmu .... Demi tulangmu .. Aku perjuangkan negeriku ini, Indonesia. Pahlawan untuk indonesiaku demi negeri kau korbankan waktumu demi bangsa rela kau taruhkan nyawamu maut menghadang didepan kau bilang itu hiburan nampak raut wajahmu tak segelintir rasa takut semangat membara dijiwamu taklukkan mereka penghalang negeri hari-harimu diwarnai pembunuhan, pembantaian dihiasi bunga-bunga api 1

Kumpulan Puisi Kueren

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kumpulan Puisi Kueren

"Untuk Pahlawan Negeriku "

Untuk negeriku...Hancur lebir tulang belulangkuBerlumur darah sekujur tubuh

Bermandi keringat penyejuk hatiKurela demi tanah air negeriku

Sangsaka merah beraniPutih suci

Melambai-lambai ditiup anginAir mata bercucuran, menganjungkan doa

untuk pahlawan negeriBerpijak berdebu pasir

Berderai kasih hanya untuk pahlawan jagad rayaHanya jasamu bisa kulihat

Hanya jasamu bisa kukenangTubuhmu hancur hilang entah kemana

Demi darahmu ....Demi tulangmu ..

Aku perjuangkan negeriku ini, Indonesia.

Pahlawan untuk indonesiaku

demi negerikau korbankan waktumu

demi bangsarela kau taruhkan nyawamumaut menghadang didepan

kau bilang itu hiburan

nampak raut wajahmutak segelintir rasa takut

semangat membara dijiwamutaklukkan mereka penghalang negeri

hari-harimu diwarnaipembunuhan, pembantaian

dihiasi bunga-bunga apimengalir sungai darah disekitarmu

bahkan tak jarang mata air darah itumuncul dari tubuhmu

namun tak dapatruntuhkan tebing semangat juangmu

bambu runcing yang setia menemanimu

1

Page 2: Kumpulan Puisi Kueren

kaki telanjang tak beralaspakain dengan seribu wangi

basah dibadan kering dibadankini menghantarkan indonesiakedalam istana kemerdekaan

Pahlawan dari Kotak Puisi

-- Grathia Pitaloka

TEMA perjuangan tak lagi jadi perhatian penting para penyair. Pemaknaan kepahlawanan mungkin sudah bergeser.

Pekan lalu negeri ini baru saja merayakan ulang tahun kemerdekaannya, setengah abad lebih umurnya. Hampir semua pelosok negeri sibuk bersolek, bagai gadis perawan yang asyik menabur pupur putih dan gincu merah.

2

Page 3: Kumpulan Puisi Kueren

Gegap gempita kemeriahan pesta kemerdekaan dinikmati seorang kakek tua dari kotak televisi. Melihat gambar di kotak yang usianya tak kalah renta dengan dirinya, bulir bening mengalir di pipi si kakek. Benaknya kembali membayangkan perjuangan puluhan tahun silam mengusir penjajah dari bumi pertiwi.

Kakek tua itu bukan pahlawan nasional yang namanya wajib dihapal oleh murid sekolah dasar. Ia hanya sosok tak dikenal, namun kontribusinya terhadap negeri ini jelas tak boleh dinafikan begitu saja.

Di sudut lain negeri, Guruh Mahardika, seorang siswa kelas dua sekolah menengah pertama di Bandung menulis puisi berjudul Pak Harto Tercinta. Meskipun media massa baik cetak maupun elektronik menyebut penguasa Orde Baru itu sebagai koruptor, tetapi di mata bocah berusia 14 tahun ini Soeharto tetaplah seorang pahlawan. "Walaupun korupsi, sisi baiknya lebih banyak," kata Guruh polos.

Siapa sesungguhnya sosok yang pantas disebut pahlawan? Apakah hanya Bung Karno, Bung Hatta atau Sjahrir yang namanya selalu dielu-elukan setiap bulan Agustus tiba? Bagaimana dengan mayat tanpa nama dalam pertempuran antara Karawang-Bekasi?

Thomas Carlyle dalam bukunya Helden en Helden Vereeing, meletakkan konteks pahlawan sebagai sumber dari segala perubahan. Pahlawan merupakan manusia besar yang mengubah sejarah umat manusia, sosok yang menggoreskan tinta dalam lembar peradaban dunia.

Bila mengikuti pengertian Carlyle maka gambaran sosok pahlawan dapat diwakili puisi-puisi Chairil Anwar, salah satunya yang berjudul Diponegoro:

DiponegoroDi masa pembangunan ini

tuan hidup kembaliDan bara kagum menjadi apiDi depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.Pedang di kanan, keris di kiri

Berselempang semangat yang tak bisa mati.MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpaluKepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

3

Page 4: Kumpulan Puisi Kueren

Sudah itu mati.MAJU

Bagimu NegeriMenyediakan api.

Punah di atas menghambaBinasa di atas ditindas

Sesungguhnya jalan ajal baru tercapaiJika hidup harus merasai

MajuSerbuSerangTerjang

Meski dicipta lebih dari setengah abad lalu, namun puisi yang berjudul Diponegoro masih tetap memikat. Nilai serta semangat yang ingin dikobarkan masih terlihat jelas bagi siapa saja yang membacanya. "Diponegoro memiliki pilihan kata yang unik, salah satu hal yang menjadi ciri khas puisi-puisi Chairil," kata Pengajar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia Ibnu Wahyudi, ketika dihubungi Jurnal Nasional, Selasa (19/8).

Namun penyair yang dijuluki sebagai binatang jalang itu tak hanya menoreh kan nama-nama besar seperti Soekarno, Mohammad Hatta atau Diponegoro dalam larik puisinya. Tak lupa ia juga mengingatkan kita pada mayat-mayat tanpa nama yang gugur pada pertempuran Karawang-Bekasi. "Pemilihan kata seringkali dianggap sebagai representasi sang penyair," ujar Ibnu.

4

Page 5: Kumpulan Puisi Kueren

Karawang-BekasiKenang-kenanglah kami

Menjaga Bung KarnoMenjaga Bung Hatta

Menjaga Bung SyahrirKami sekarang mayat

Berilah kami artiBerjagalah terus di garsi batas pernyataan dan impian

Kenang-kenanglah kamiYang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi

5

Page 6: Kumpulan Puisi Kueren

Sementara Chairil secara eksplisit menyebut nama dalam puisinya, Toto Sudarto Bachtiar memilih bercerita tentang seorang pahlawan tanpa nama. Wajah muda yang tersenyum beku, dengan lubang

peluru bundar di dada.

Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri mengatakan, sosok pahlawan dalam karya sastra biasanya digambarkan sebagai sosok yang luar biasa. ''Hal itu lumrah dilakukan, sejauh tidak melahirkan kultus

individu dan menyesatkan pembacanya,'' kata penyair yang terkenal dengan puisi mantranya.

Menurut Sutardji, siapa pun berhak dikatakan sebagai pahlawan asalkan bisa menunjukkan keterlibatan dalam suka duka kehidupan bangsanya. ''Jangan ketika bangsa ini terpuruk orang itu kabur ke luar negeri dan ketika keadaan sudah makmur baru datang lagi,'' ujar lelaki yang baru saja menerima

Achmad Bakrie Award ini.

Munculnya angkatan sastra

Perjalanan sejarah Indonesia bisa dikatakan selaras dengan perkembangan sejarah sastranya. Banyak karya sastra entah dalam bentuk puisi, cerita pendek maupu novel lahir sebagai penanda zaman.

Tak dipungkiri sastra sejak lama telah dipercaya sebagai salah satu media yang mumpuni untuk mengobarkan semangat massa. Maka tak heran dalam perjalanannya, perkembangan sastra selalu

dihubungkan dengan keadaan sosial politik suatu negara.

Budayawan Ajip Rosidi mengatakan, kesadaran kebangsaan merupakan pembeda antara kesusastraan Melayu dengan kesusastraan Indonesia. Kesadaran kebangsaan merupakan persoalan politis sehingga

dari sana dapat ditarik benang merah mengapa persoalan sastra Indonesia tak dapat dilepaskan dari persoalan politik.

Senada dengan pendapat di atas, A Teeuw mengatakan bahwa suatu ciri khusus perkembangan kesusastraan itu sebagian sejalan dengan gerakan nasionalis. Menurut dia, bahasa sangat efektif dalam

pergerakan nasionalis, maka sastra sebagai seni yang menggunakan media bahasa benar-benar memiliki peran politis dan budaya yang amat besar.

Tak heran jika kemudian Hans Bague Jassin membagi angkatan sastrawan berdasarkan peristiwa sosial politik yang terjadi di negeri ini. Di mulai dengan angkatan Balai Pustaka dan Pujangga Baru sebelum

6

Page 7: Kumpulan Puisi Kueren

kemerdekaan, kemudian dilanjutkan dengan angkatan 45, 66, 70, 80, 90, dan seterusnya.

Ibnu kurang setuju dengan pembagian angkatan yang dibuat oleh Jassin. Menurutnya, sebuah angkatan seharusnya memiliki perbedaan secara estesika dengan angkatan sebelumnya dan hal itu tidak terlihat

pada pembagian yang dilakukan Jassin.

Selain itu, penulis kumpulan puisi Masih Bersama Musim ini melihat, gejolak sosial politik yang dijadikan dasar oleh Jassin untuk melakukan pembagian angkatan kurang relevan. Seharusnya

pembagian dalam sastra didasarkan pada nilai-nilai intrinsik sastra itu sendiri. "Contohnya seperti karya-karya Taufik Ismail, apakah secara gaya bahasa menonjolkan keberadaan tahun-66? Saya rasa tidak,"

ujar Ibnu.

Pria yang sempat mengenyam pendidikan di Monash University, Melbourne, Australia ini memberikan contoh pembagian angkatan sastra di Eropa, di mana perubahan baru terjadi setelah ratusan tahun.

"Jassin terlalu tergesa-gesa, angkatan tak mungkin tecipta hanya dalam jangka waktu dua puluh tahun," kata pria kelahiran Ampel, 24 Juni 1958 ini.

Rekan Ibnu sesama pengajar di FIB UI, Maman S Mahayana mengatakan, pembagian angkatan sastra yang dilakukan Jassin tidak seluruhnya salah. Menurut Maman, kesalahan Jassin terletak pada angkatan 1966, di mana Jassin tak hanya memasukkan nama sastrawan yang turut serta pada pergerakan-66 tetapi

juga memasukkan sastrawan angkatan 50-an.

Berbeda dengan Ibnu, Maman menilai, peristiwa sosial politik relevan digunakan untuk membagi angkatan dalam sastra. "Apakah gerakan sosial politik itu menghasilkan sebuah karya estetik yang

berkaitan dengan peristiwa tersebut," kata Maman.

Baik Ibnu maupun Maman sepakat bahwa Angkatan Pujangga Baru merupakan gerakan yang dapat menunjukan sebuah dinamika perubahan secara signifikan. Di mata Ibnu, motor penggerak Angkatan Pujangga Baru seperti Sutan Takdir Alisyabana, Armyn Pane dan Sanusi Pane berhasil memunculkan

pembaruan. "Mereka secara sadar membentuk sebuah mahzab," ujar Ibnu.

Tak lagi seksi

Setiap generasi tentu berbeda-beda dalam menterjemahkan makna kepahlawanan dalam karya sastra. Seperti pada zaman setelah perang, puisi bukanlah Puspa Mega (Sanusi Pane) melainkan Deru Campur Debu, bukan Gamelan Jiwa (Armijn Pane) melainkan Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus.

Ibnu mengatakan, perubahan pemahaman itu juga terjadi pada era reformasi. Saat ini puisi kepahlawanan tak lagi bercerita mengenai perjuangan fisik, melainkan kritik sosial terhadap persoalan

di sekitarnya.

Menurut dia, puisi juga lebih sering mengangkat tokoh-tokoh tak dikenal, namun memiliki sumbangsih terhadap bangsa. "Pahlawan tidak lagi bertolak pada sebuah peristiwa politik besar, melainkan cerita

sederhana yang terdapat pada kehidupan sehari-hari," kata Ibnu.

Ia memberikan contoh, petugas penjaga pintu kereta api yang tetap bekerja di saat hampir semua orang libur di Hari Raya. "Sebenarnya penyair dapat mengangkat hal-hal kecil menjadi sesuatu yang menarik seperti pada film Nagabonar Jadi 2," tutur pria yang sempat menjadi dosen tamu di Hankuk University

of Foreign Studies, Seoul, Korea Selatan.

Perubahan tersebut tak bisa dilepaskan dari perdebatan panjang tentang siapa yang layak menyandang gelar pahlawan. Apakah seseorang yang meninggal karena penindasan atau menjadi korban

7

Page 8: Kumpulan Puisi Kueren

ketidakadilan dapat serta merta disebut pahlawan?

Tak dapat dipungkiri, seiring berputarnya roda zaman, tema-tema kepahlawanan mulai ditinggalkan. Mungkin masih ada satu dua puisi, tetapi jumlahnya sangat minim bila dibandingkan dengan puisi bertema alam, religi atau cinta. "Mungkin tema tersebut tak lagi dianggap seksi, kita juga tak bisa

memaksa penyair kita untuk membuat puisi dengan tema kepahlawanan," kata Ibnu.

KRAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,

terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno menjaga Bung Hatta

8

Page 9: Kumpulan Puisi Kueren

menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

PRAJURIT JAGA MALAM

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,

bermata tajam Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya

kepastian ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini

Aku suka pada mereka yang berani hidup Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam

Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948) Siasat,

Th III, No. 96 1949

9

Page 10: Kumpulan Puisi Kueren

MALAM

Mulai kelam belum buntu malam kami masih berjaga

--Thermopylae?- - jagal tidak dikenal ? -

tapi nanti sebelum siang membentang kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru, No. 11-12

20-30 Agustus 1957

10

Page 11: Kumpulan Puisi Kueren

KRAWANG-BEKASI

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,

terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa,

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami Teruskan, teruskan jiwa kami

Menjaga Bung Karno menjaga Bung Hatta menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat Berikan kami arti

Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami yang tinggal tulang-tulang diliputi debu

Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948) Brawidjaja,

Jilid 7, No 16, 1957

11

Page 12: Kumpulan Puisi Kueren

DIPONEGORO

Di masa pembangunan ini tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

12

Page 13: Kumpulan Puisi Kueren

Ini barisan tak bergenderang-berpalu Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri Menyediakan api.

Punah di atas menghamba Binasa di atas ditindas

Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai Jika hidup harus merasai

Maju Serbu Serang Terjang

(Februari 1943) Budaya,

Th III, No. 8 Agustus 1954

PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji Aku sudah cukup lama dengan bicaramu

dipanggang diatas apimu, digarami lautmu Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945

Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar

Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh

(1948)

Liberty, Jilid 7, No 297,

1954

13

Page 14: Kumpulan Puisi Kueren

Thursday, April 03, 2003

Posted 6:01 AM by camar AKU

Kalau sampai waktuku 'Ku mau tak seorang kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

14

Page 15: Kumpulan Puisi Kueren

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Maret 1943

Posted 6:01 AM by camar

PENERIMAAN

Kalau kau mau kuterima kau kembali Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Kutahu kau bukan yang dulu lagi Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani

Kalau kau mau kuterima kembali Untukku sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

Maret 1943

Posted 5:59 AM by camar

15

Page 16: Kumpulan Puisi Kueren

HAMPA

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak Sampai ke puncak. Sepi memagut, Tak satu kuasa melepas-renggut

Segala menanti. Menanti. Menanti. Sepi.

Tambah ini menanti jadi mencekik Memberat-mencekung punda

Sampai binasa segala. Belum apa-apa Udara bertuba. Setan bertempik Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Posted 5:59 AM by camar

16

Page 17: Kumpulan Puisi Kueren

DOA

kepada pemeluk teguh

Tuhanku Dalam termangu

Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku di pintuMu aku mengetuk aku tidak bisa berpaling

13 November 1943

Posted 5:58 AM by camar

17

Page 18: Kumpulan Puisi Kueren

SAJAK PUTIH

Bersandar pada tari warna pelangi Kau depanku bertudung sutra senja

Di hitam matamu kembang mawar dan melati Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba Meriak muka air kolam jiwa

Dan dalam dadaku memerdu lagu Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka Selama matamu bagiku menengadah Selama kau darah mengalir dari luka

Antara kita Mati datang tidak membelah...

Posted 5:58 AM by camar

18

Page 19: Kumpulan Puisi Kueren

SENJA DI PELABUHAN KECIL buat: Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap harap

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946

Posted 5:58 AM by camar

CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau, gadis manis, sekarang iseng sendiri

19

Page 20: Kumpulan Puisi Kueren

Perahu melancar, bulan memancar, di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. angin membantu, laut terang, tapi terasa

aku tidak 'kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu, di perasaan penghabisan segala melaju

Ajal bertakhta, sambil berkata: "Tujukan perahu ke pangkuanku saja,"

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh! Perahu yang bersama 'kan merapuh!

Mengapa Ajal memanggil dulu Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Manisku jauh di pulau, kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri.

1946

Posted 5:57 AM by camar

MALAM DI PEGUNUNGAN

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin, Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?

Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin: Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

1947

20

Page 21: Kumpulan Puisi Kueren

Posted 5:57 AM by camar

YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS

kelam dan angin lalu mempesiang diriku, menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin, malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu; tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

21

Page 22: Kumpulan Puisi Kueren

1949

Posted 5:53 AM by camar

DERAI DERAI CEMARA

cemara menderai sampai jauh terasa hari akan jadi malam

ada beberapa dahan di tingkap merapuh dipukul angin yang terpendam

aku sekarang orangnya bisa tahan sudah berapa waktu bukan kanak lagi tapi dulu memang ada suatu bahan yang bukan dasar perhitungan kini

hidup hanya menunda kekalahan tambah terasing dari cinta sekolah rendah dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan

sebelum pada akhirnya kita menyerah

22

Page 23: Kumpulan Puisi Kueren

1949

AKU   INGIN March 19, 2009

Entah mengapa hari ini aku teringat, sajak yang pertama kali kulihat beberapa tahun lalu. Tepatnya saat SMA, kelas satu. Menurutku ini puisi bertema cinta terbaik yang pernah aku temui hingga saat ini. Jika puisi bertema perjuangan memiliki,

“aku”Kalau sampai waktuku

‘Ku mau tak seorang kan merayuTidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalangDari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitkuAku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlariBerlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku akan lebih tidak perduli

23

Page 24: Kumpulan Puisi Kueren

Aku mau hidup seribu tahun lagi

maka aku ingin menyatakan bahwa “aku ingin” ialah puisi cinta terbaik. Coba, simaklah bait-baitnya, kata per kata-nya,

“aku ingin”Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:

dengan kata yang tak sempat diucapkan kayukepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan

kepada hujan yang menjadikannya tiada

24

Page 25: Kumpulan Puisi Kueren

(Sapardi Djoko Dharmono)

Kuat sekali, energi puisi ini sangat kuat. Tidak meletup-letup, tetapi gelombangnya sungguh menghempas. Sesuatu yang menjadi kekuatan inti puisi ini, ialah kesederhanaan dan kelugasan.

Aku tidak bermaksud apa-apa dengan menulis catatan ini. Aku hanya ingin menikmatinya saja untuk saat ini. Tapi jika suatu saat nanti puisi ini pun menemukan konteksnya, tentu akan sangat membahagiakan.

Biarlah datang pada waktunya,

dengan cara sempurna,

seperti kata yang terucap,

yusuf pada zulaikha,

yang menjadikannya terpenjara

25