25
Kumpulan Artikel PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

Kumpulan Artikel

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Page 2: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

BERMAIN, CARA ASYIK BELAJAR ANAK USIA DINI

Merupakan kebahagiaan yang luar biasa dirasakan anak-anak kita, ketika mendapatkan perhatian dari orang-orang terdekat mereka. Termasuk kita sebagai ayah,bunda ataupun guru mereka.

Bermain bersama adalah salah satu bentuk perhatian yang mudah dilakukan, namun kadang kita tidak dapat (mau/sempat) melakukannya. Dengan alasan pekerjaan yang bertumpuk dan kesibukan yang padat menyebabkan kita kurang memperhatikan hal ini.

Ketika anak menunjukkan mainan yang baru dibuatnya, biasanya akan terlontar kalimat, "Sudah sana...Ayah/Ibu sedang repot", sambil mengibaskan tangan. Ungkapan itu bagi kita seakan bermain bagi anak tidak ada manfaatnya, membuang waktu sia-sia dan melakukan kegiatan percuma. Namun, benarkah anggapan tersebut?

Barangkali ada baiknya bila kita renungkan kembali kemampuan-kemampuan yang saat ini kita kuasai. Bukankah berbagai kompetensi yang saat ini kita kuasai adalah buah dari proses panjang, tahap demi tahap, yang kita mulai semenjak kecil? Salah satu proses yang pernah kita lalui adalah bermain.

Sebagai orang tua tentu kita menginginkan anak-anak berkembang spiritualnya, emosi, intelegensi, serta fisiknya. Salah satu stimulasi yang dapat mendorong hal ini adalah dengan bermain.  Oleh karena itu seyogyanya kita memberikan kesempatan bermain, menjadi teman bermain dan menjadi motivator bagi mereka.

Dengan bermain bersama antara orang tua dan anak akan tercipta hubungan yang sangat erat. Hubungan yang erat ini akan melahirkan anak-anak yang berani bereksplorasi dalam mewujudkan ide dan gagasannya, mudah bergaul dengan teman-temannya dan selalu optimis serta gembira.

2

Page 3: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

ANAK BELAJAR DENGAN CARA BERMAIN

Kadang kita berkata kepada anak-anak kita "Ayo belajar, jangan bermain terus" atau dengan kalimat-kalimat lain yang maksudnya sama. Ungkapan yang berkonotasi mengkontradisikan antara bermain dan belajar ini semestinya kurang tepat, meskipun ada pula permainan yang tidak mendidik, bahkan mengancam perkembangan jiwa dan fisik anak-anak kita. Contohnya adalah menonton tayangan kekerasan atau horor, adu jengkerik, bermain petasan dan lain sebagainya.

Memang secara akademis, pengertian bermain dan belajar adalah dua hal yang berbeda. Kemampuan akademis/kognitif seperti membaca, menulis dan berhitung biasa diberikan di bangku sekolah, sedangkan ketrampilan kerjasama, berimajinasi, bersosialisasi banyak didapatkan melalui aktivitas bermain. Tetapi bukan tidak mungkin kedua hal ini digabungkan, karena sekarang bisa kita temui kegiatan membaca, menulis dan berhitung yang dikemas dalam kegiatan bermain yang menyenangkan, sehingga tidak membosankan. Dengan demikian, belajar dan bermain bagi anak-anak nyaris tidak ada bedanya, karena memang lewat bermainlah anak-anak usia dini belajar tentang kehidupan.

Bagi anak-anak, bermain bukan sekedar hiburan ( entertainment ) namun lebih dari itu, yaitu berlatih menguasai dasar-dasar kecakapan hidup ( life skills ) yang akan berguna bagi perkembangan jiwa dan raga mereka. Ayah-Bunda, jika kita cabut anak-anak kita dari dunia bermainnya terlalu dini, maka kelak akan kita dapati adalah  orang-orang dewasa yang kekanak-kanakan.

PRINSIP BERMAIN

1. Mendidik/ Bermanfaat

Bermain akan bernilai positif jika mengandung nilai pendidikan. Seperti mengembangkan kemampuan motorik ( halus dan kasar ), melatih verbal, latihan sosialisasi, mengembangkan emosi, melatih kecerdasan, terapi psikis, mengembangkan kreativitas, melatih matematika, dll.

3

Page 4: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

2. Menarik

Cara mengajak bermain anak-anak haruslah kita sampaikan dengan bahasa, intonasi dan mimik muka yang ekspresif dan menanpakkan kegembiraan. Bentuk mainan yang lucu dan unik juga cara bermain yang jenaka akan menjadi daya tarik anak. Karena itu bermain harus bervariasi ( tidak monoton ) agar menambah pengalaman baru mereka. Semakin kaya anak-anak dengan pengalaman main maka akan semakin baik perkembangan mereka.

3. Relevan

Dalam tingkat perkembangan usianya, anak-anak mempunyai kemampuan yang berbeda. Memilih permainan yang tepat dengan usia anak-anak akan berdampak positif bagi perkembangan anak-anak.

4. Sederhana

Bermain tidak harus dengan sarana yang mahal dan cara bermain yang rumit. Dengan memanfaatkan bahan-bahan di sekitar rumah, kita dapat mengajak anak-anak untuk bermain. Begitu banyak bahan-bahan untuk bermain di sekitar kita yang dapat dimanfaatkan untuk sarana bermain, seperti biji-bijian yang diisikan ke dalam botol plastik untuk bermain alat perkusi dengan si 3 tahun, bermain matematika dengan si 4 tahun dengan memanfaatkan kancing atau biji atau kerikil, dsb.

5. Aman

Menonton kekerasan di televisi, baik sengaja atau tidak sengaja akan berdampak negatif bagi perkembangan psikis dan perilaku anak-anak kita. Bermain layang-layang di jalan, bermain pisau tajam, bermain  petasan, botol kaca atau bahan kimia berbahaya tanpa pengawasan juga perlu dihindari. Tentu dengan sikap yang arif, mereka dapat dialihkan pada permainan yang aman, baik bagi jiwa maupun fisiknya.

Piaget, seorang psikolog perkembangan mengatakan bahwa bermain bukan saja mencerminkan perkembangan kognisi anak, tetapi juga memberikan sumbangan terhadap perkembangan kognisi itu sendiri. Anak-anak yang

4

Page 5: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

bermain sesungguhnya mereka sedang membangun dunianya. Sebagai orang tua semestinya kita patut bersyukur dan bangga atas kreatifitas mereka.

Perhatian, dukungan, perhatian dan pengakuan kita sebagai orang tua akan turut membangun kepercayaan diri dan mengembangkan kemampuan mereka. Sehingga hal ini akan menjadi modal penting untuk menapaki hari-hari mereka berikutnya.

Nah, ayah-bunda selamat bermain bersama anak-anak kita, semoga kedekatan emosi antara kita dengan anak-anak kita akan semakin terjaga….

5

Page 6: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

MENYAPIH DENGAN CINTA: BUKAN MENYAPIH BIASA

Saya sedang senang menulis tentang Hanif. Rasanya inspirasai yang dia hadirkan dalam keseharian saya tak pernah ada habisnya. Lewat celotehnya, lewat gerakannya, dan lewat adanya Hanif melengkapi perjalanan hidup saya. Subhanallah..

Kali ini, saya akan berbagi tentang penyapihan Hanif. Ya, sekarang Hanif tepat 2 tahun dan sudah waktunya ia disapih. Alih-alih menyapih dengan aneka resep tradisional, saya memilih untuk mengajarkan Hanif menyapih dirinya sendiri. Saat cerita ini saya sampaikan kepada senior-senior saya dalam hal punya momongan (baca: ibu-ibu yang usianya lebih sepuh dari saya, para eyang, dan teman-temannya), tak jarang saya mendapati ekspresi heran dan pertanyaan, “Memang bisa?”

Alhamdulillah, saya lagi-lagi wajib merasa bersyukur karena hidup di jaman internet dan sekali lagi Hanif menjadi cucu Eyang Gugel. Informasi tentang menyapih diri sendiri bukan lagi hal sulit untuk dicari. Artinya, konsep menyapih diri sendiri bukanlah konsep yang baru di dunia parenting. Istilah kerennya adalah “Weaning with Love” alias menyapih dengan cinta. Mau disingkat WwL atau MdC? Hihihi.. gak penting yah *XD*

Kembali ke cerita Hanif. Kami memutuskan menggunakan metode ini jauh hari sebelum usia Hanif 2 tahun. Tepatnya saat Hanif mulai menginjak usia enam bulan. WwL memang bukan metode instan dan membutuhkan kesabaran luar biasa. Kami memulainya dengan jurus yang paling handal dalam setiap kesempatan: Komunikasi.

Ya, sejak Hanif dinyatakan lulus ASI eksklusif, kami mulai mengkomunikasikan tahap lanjutan yang akan ia hadapi kelak di usianya yang dua tahun.

“Hanif, usia dua tahun nanti, minum bobo (istilah Hanif untuk acara menyusu) berhenti ya. Minum bobo disimpan”

6

Page 7: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

Kata-kata itu kami ulaaaang terus dan terus setiap ada kesempatan baik. Kesempatan baik yang kami pelajari adalah saat Hanif rileks di sela-sela acara mainnya, saat Hanif mengantuk menjelang tidur, dan saat Hanif mengumpulkan kesadaran sebangunnya ia dari tidur. Sedikit banyak, kami memang menggunakan hypnoparenting dengan memanfaatkan fluktuasi gelombang otak. Dan kami juga mengajarkan tentang komunikasi dua arah, baik verbal maupun nonverbal, kepada Hanif, bahkan sejak ia bayi merah keluar dari rumah sakit bersalin.

Hasilnya? Komunikasi Hanif luar biasa ekspresif dan komunikatif sebelum ia berusia 18 bulan, alhamdulillah. Termasuk soal “doktrin” minum bobo berhenti ini. Saat usia Hanif 12 bulan, doktrin minum bobo makin kami kuatkan dengan menambah keterangan, “Sekarang usia adik Hanif satu tahun.” Kami berharap, bawah sadar Hanif akan mempersiapkan diri dan muncul kesadaran dalam memori Hanif tentang usianya sekarang dan seberapa lama waktu yang dia punya untuk mendapatkan jatah mimik bobonya.

Respon yang Hanif berikan alhamdulillah selalu positif sesuai dengan umurnya. Saat ia belum setahun, responnya adalah memandang lekat mata saya seolah sedang menancapkan kata-kata hipnosis itu ke dalam benaknya. Saat ia berusia setahun, ia mulai mengeluarkan suara jawaban seperti “eh” atau “ehehe”. Benar-benar saya melihat betapa seorang bayi adalah pembelajar yang gigih dan siap menyerap apapun yang ia dapat dengan lahap. Begitupun dengan Hanif.

Usia Hanif 15 bulan, “kalimat sakti” penyapihan menjadi lebih panjang dibanding dengan start awalnya,”Hanif, usia adik sekarang 15 bulan. Usia dua tahun nanti, minum bobo berhenti ya. Minum bobo disimpan. Minum bobo ditutup.” Kalimat itu kami gunakan untuk menegaskan bakal ditutupnya akses Hanif ke minum bobo saat usianya dua tahun kelak. Frekuensi yang kami pilihpun semakin sering. Ulang, ulang, dan ulang terus.

Kalimat sakti itu makin panjang saat Hanif berusia 18 bulan. “Hanif, usia adik sekarang 18 bulan. Usia dua tahun nanti, minum bobo berhenti ya. Minum bobo disimpan. Minum bobo ditutup. Adik dua tahun bulan November insya Allah.” Hanif pun memberi respon positif saat kami tanya tentang kapan mimik

7

Page 8: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

bobo berhenti dan ditutup. Ia sudah bisa menjawab dua (tahun) dan No-embee (November). Alhamdulillah.

Kuatkan lagi dan lagi. Hanif pun masuk ke usia 20 bulan. Di usia ini, Hanif mulai saya kenalkan konsep pembatasan ruangan. Jika selama ini Hanif boleh minum bobo di manapun, on demand, mulai usia 20 bulan saya mulai menambahkan “doktrin” baru, yaitu,” Adik Hanif, minum bobo sekarang di kamar atas saja ya. Adik Hanif sudah besar. Malu.” Sehari dua hari, saya masih harus mengulang kata-kata tersebut saat Hanif minta minum bobo. ALhamdulillah hari ketiga, ia sudah tahu bahwa tempatnya minum bobo hanya boleh di kamar atas. Otomatis ia akan mengajak ke atas saat ingin minum bobo.

Pada usia ini, Hanif juga mulai kami kuatkan tentang adanya alternatif minuman pengganti ASI. “Kalau Hanif haus, minum air putih dari gelas ya. HAnif juga boleh minum susu sapi atau jus.” Hanifpun mulai jarang minta minum bobo saat siang hari dan lebih memilih minum dari gelas.

Mendekati usia 24 bulan alias 2 tahun, internalisasi stop minum bobo makin gencar. Kami meminta semua anggota keluarga untuk berpartisipasi mendoktrin Hanif dengan template kalimat yang sudah kami contohkan. Hal ini penting agar Hanif mendapatkan sebuah konsistensi pola pengasuhan dari siapapun di rumah kami. Kami juga menambahkan kalimat,”Minum bobo pahit. Adik berhenti minum bobo.”

Tak jarang, semenjak doktrin pahit ini kami munculkan, Hanif akan berhenti minum bobo dengan sendirinya dan berkata, “Minum bobo pahit.” HAnifpun enggan melanjutkan acara minum bobonya.

Sebulan sebelum 2 tahun, Hanif mulai merasakan kebutuhan untuk makin banyak minum selain ASI. Tak heran jika tengah malam ia akan terjaga dan minta minum air putih dari gelas. Tak sembarang gelas, ia ingin air putih yang dituang di gelas yang ada di lantai bawah rumah dan ia ingin digendong turun ke bawah. Saat saya menyiapkan gelas di kamar agar tak perlu wira-wiri naik turun tengah malam sambil menggendong Hanif yang hampir 13 kilo, Hanif menolak mentah-mentah.

8

Page 9: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

Sesaat setelah turun dan minum, ia akan minta digendong selama beberapa saat dan tertidur dalam gendongan. Rupanya, ia sedang mencari pengalihan a la Hanif untuk mengatasi keinginannya untuk minum bobo.

Dan hari ini, Hanif tepat dua tahun. Ia sudah mau menerima pelukan saat ia ingin minum bobo. Dan setelah ia bersandari di dada ibunya, ia akan kembali bermain sambil berceloteh. Bagaimana dengan keinginan minum bobonya saat tidur? Masih! Hehehe.. Adakah praktisi WwL yang berkenan membagi jurus jitu untuk soal yang satu ini? Saya tunggu yaaa…

9

Page 10: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

TERIMA KASIH GASING KAU BUAT ANAKKU MANDIRI

Aku selalu merasa senang setiap kali memasuki dunia anak. Karena bagiku dunia anak adalah dunia bermain, dunia tawa, dunia kreativitas dan dunia aktivitas yang tak mengenal kata capek ataupun lelah, karena yang ada hanya semangat dan keceriaan.  

Tidak terasa sudah 5 tahun waktuku bersama buah hati yang juga  sekaligus teman bermainku  yang bernama Habib. Habib, anak semata wayangku, sekarang sangat menyukai sekolahnya. Sekolah Alam “School of Life Lebah Putih”. Sebuah sekolah yang bernuansa alam, dimana halaman luasnya berselimut rumput yang menghijau dan diteduhi oleh rimbunnya pohon menghijau disekitarnya. Dan yang selalu menjad favorite anakku adalah pohon Talok, yang membuat dia dan teman-temannya betah berlama-lama tinggal di sekolah. Bahkan permainan-permainan yang ada  di sekolahpun juga membuat anak-anak termotivasi untuk lebih percaya diri. Sampai-sampai sebelum Habib mau diajak pulang,   Habib selalu minta bermain ayunan dulu bersama teman

10

Page 11: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

temannya. Kenyamanan di sekolah,membuat Habib sering pulang satu jam lebih lama dari  jam pulangnya. Dan aku harus sabar menunggunya.

Dan hari ini begitu terdengar suara adzan dhuhur mulai berkumandang. Habib-pun segera lari mengambil tasnya dan siap naik ke atas sepeda motor. Tapi sebelum naik sepeda motor ternyata Habib sudah menyusun rencana kegiatan apa yang akan dilakukannya setelah sampai di rumah. Dan sepanjang perjalanan , suara cerianya asyik mengalirkan cerita tentang rencana-rencananya. Yah Habib ternyata berencana kalau sampai di rumah, dia mau bermain GASING. Aku pun menanggapi ceritanya dan menyetujui rencananya dengan tersenyam-senyum. Duh semangatnya dia.

Begitu sampai di rumah, dengan masih berkeringat, badan bau, belum ganti baju, belum cuci tangan, dan belum cuci kaki, dia sudah bersemangat mencari Gasingnya. Namun tak berselang lama dia mulai memanggilku “Kak imah……..?” (Yah Habib selalu memanggilku dengan sebutan Kak Imah menirukan teman-temannya di sekolah). ”Kak Gangsingku dimana?”, tanyanya. Akupun menjawab, “Mas Habib,  gimana kalau Mas Habib ganti baju dulu , cuci kaki, cuci tangan. Setelah itu baru Mas Habib main. Dan alhamdulilah dia mau menuruti kata-kataku. Selama Habib ganti baju aku kepikiran terus, kemarin ditaruh dimana ya si Gasing itu. Belum sempat menemukan jawabannya, teryata Habib sudah selesai ganti baju. Habib lalu berteriak “Kak !!! ……Mas Habib dah selesai ganti bajunya. Dimana Gasingku?”

Waduh aku sendiri belum menemukannya. Habib-pun tetap berusaha mencari Gasingnya di beberapa tempat mainanannya, namun dia tidak berhasil juga mendapatkannya. “Kak ga ada ,Kak ga ada,Kak ga ada?”, rengek-nya sambil dia mencari sampai di tiga box permainan. Namun Habib tetap tidak berhasil menemukannya. Dan apa yang terjadi?  Habibpun mulai  marah dan putus asa. Aku mulai mencoba membujuknya dengan bertanya, “Mas Habib bagaimana kalau kita mencari Gasingnya sama sama?”. Habibpun hanya menjawab dengan wajah murungnya. Dan setelah hampir dua jam berlalu, gasingpun akhirnya berhasil kita temukan. Wajah Habib kembali tampak ceria, “Hore gasingku ketemu!!!”.

11

Page 12: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

Sebagai seorang ibu, aku tentu saja jadi ikut sedih melihat wajah cerianya yang tadinya penuh semangat menjadi murung setiap kali dia tidak langsung bisa menemukan mainan yang diinginkannya. Aku jadi ikut gundah dan bertanya dalam hatiku sendiri. Kenapa kita harus selalu kebingungan dan menghabiskan waktu lama untuk sekedar mencari dulu saat Habibku pingin bermain dengan salah satu permainannya dan yang bikin jengkel adalah apapun yang di cari tidak langsung ketemu. Bagaimana ya.caranya supaya  Habib tidak kesulitan lagi mencari mainan-mainannya. Ini jadi PR besar buatku.

Dua hari kemudian. di pagi hari.  Aku sedang memulai aktivitas dapurku untuk menyiapkan sarapan, dari memasak nasi, membuat minum dan menggoreng telur sebagai menu hari ini. Namun ternyata minyak sayurku habis. Wah jadi harus keluar dulu ke warung nih karena kalau tidak bisa-bisa suami dan anakku tidak sarapan pagi ini. Akupun segera berangkat ke warung untuk membeli minyak.  Sampai di warung aku tidak langsung membeli minyak tetapi sekalian menyalurkan hobi dagangku dengan  melihat lihat jualan apa yang ada di warung ini. Siapa tahu ada yang bisa menimbulkan ide jualanku juga….hehehe. Dan tidak terlewat, aku melihat toples-toples mungil bertutup orange yang berisi permen, biskuit, wafer yang langsung menarik perhatianku. Dan tiba-tiba…….Cling!!! Aku dapat ide. Langsung terpikir……Ehmmmm Bisa nggak ya, seandainya toples itu kubuat jadi tempat mainan Habib? Hati kecilku langsung saja memutuskan “Bisa….Bisa…. Bisa…..Pasti Bisa!!!” Dan akupun lalu membeli toples-toples bekas yang ternyata juga di jual di warung itu sesuai dengan perkiraan kebutuhanku.

Sampai dirumah,,toples-toples itu kuletakkan dulu, karena aku masih harus menyiapkan sarapan. Dan begitu suami dan anakku berangkat sekolah. Akupun mulai bergerak menyortir mainan-mainan Habib sesuai dengan kelompoknya dan memasukkan ke dalam toples-toples mungil itu. satu toples kuisi GASING saja, toples yang lain berisi KARTU-KARTU. Lalu ada toples LEGO, toples BINATANG, tolpes PUZZLE HURUF, toples PUZZLE ANGKA, toples MANIK-MANIK, toples PUZZLE BINATANG, toples MOBIL, bahkan GUNTING,LEM, PENCIL-pun kukelompokkan ke dalam toples tersendiri.

Lalu semua toples-toples itu kutata berjajar rapi di pinggir tembok di area bermain Habib. Kini walaupun ruangan itu tetap sama berukuran kecil namun kini jadi kelihatan lebih cerah dan lega, dengan mainan-mainannya yang tertata

12

Page 13: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

rapi di toples-toples bertutup oranye. Aku sangat berharap, Habib kini bisa lebih mudah mencari mainannya.

Dan alhamdulillah, saat pulang sekolah, begitu masuk rumah Habib kelihatan senang sekali dengan mainan-mainannya yang kini tertata rapi. Begitu bersemangatnya dia hingga hampir semua toples di buka satu persatu.

Dan yang lebih membahagiakan, sampai sekarang Habib sudah tidak pernah berteriak lagi karena harus  mencari-cari mainannya. Habib jadi lebih mandiri, lebih disiplin, dan bertanggung jawab untuk membereskan mainan-mainannya dan mempunyai .rasa kepemilikan yang sangat tinggi. Dari sebuah toples bekas, pekerjaan ku menjadi jauh berkurang. Rumah jadi bersih dan tidak berantankan lagi dengan mainan di sana-sini dan  anakku-pun bisa lebih mandiri.

Orang tua adalah fasilitator dalam pembentukan karakter. Dan cerita ini adalah pengalamanku dengan buah hatiku. Semoga tips ini berguna bagi para orang tua yang mungkin mengalami nasib serupa denganku. Ternyata mainan-mainan itu dapat berjasa dalam melatih kemandirian anak sejak kecil. Karena walaupun kegiatan mencari, menaruh, mengambil dan mengembalikan sebuah mainan itu kelihatannya sepele namun efeknya sangat besar dalam membentuk karakter kedisiplinan dan pemahaman pola pada anak-anak.

Terima kasih “Habib”….Engkau Anak Yang hebat !!!

13

Page 14: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

BELAJAR TEGA! ANAKKU BISA KOK MAKAN SENDIRI

Bismillah, Bagaimana kabar bundas hari ini?Masih dengan semangat membara ibu profesional kan yaa..ayo.. ice break dulu bund biar selalu semangaat pagiiii!Check sound……HuhaWhat your Problem?.......No ProblemWhat's?......Challenge!!what's?........CHALLENGE!!Protect Your Self…….Cancel cancel go awayIbu professional….huuuu Yes!

================================

Yup, tulisan kali ini adalah salah satu challenge dari master mind menulis Institut Ibu Profesional.  Bimbingan suhu kita Bapak Burhan Shodiq (Penulis buku Best Seller: Ijinkan Aku Menikah Tanpa Pacaran, Kau memang Cantik, dll). Menulis cepat, menggulirkan ide bak air mengalir.

3 kata kunci nya adalah:Kata benda: anakkata kerja: makankata sifat: kurus!

Mari mulai menulis cepat dan meaning full.

================================

"Melatih Kemandirian Anak" suara penuh energi positif menggema di ruang colourfull kampus Institut Ibu Profesional Salatiga. Dosen favoritku Bunda Septi Peni Wulandani, membacakan judul kuliah. Sontak adrenalinku memuncak, duhai Robb berapa nilai ku untuk mata ujian "Kemandirian Anak"? JEBLOK ZA! seperti ada teriakan di sekelilingku. Okey aku wajib pasang telinga, menghadirkan seluruh hati, jiwa dan pikiran untuk menyerap semaksimal mungkin kuliah pagi itu.

14

Page 15: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

Materi demi materi kemandirian anak mengalir membasuh kehausanku akan ilmu. Terkadang aku tersenyum, merengut, marah mengutuki diriku sendiri, kadang juga aku ng'ayem-ayem'i ati "Semoga Alloh masih sudi memberi kesempatan tuk mendongkrak nilaiku di mata uji yang ini". Tunduk ku dalam doa yang penuh harap.

"Saat memberi kuliah umum di kota J ada seorang ibu dengan anak usia satu tahun, sibuk sekali menyuapi anaknya. lalu saya tanya 'kenapa mbak anaknya disuapin coba dilatih makan sendiri, insyaalloh bisa!" Bunda Septi Peni melontarkan sebuah challenge tuk ibu tersebut.

Plaaaak!!!! Aduhaaii... rasanya bagai sebuah tamparan baru saja mendarat di wajah saya.

Wajah anakku (4 tahun) yang sedang merengek "Ummi suapiiiiin" tiba-tiba hadir dihadapan. bagaimana ini? berarti tak sekedar JEBLOK dong nilaiku, tapi lebih buruk dari itu.

Di akhir sesi kuliah kusempatkan melontarkan pertanyaan tuk semakin memantapkan langkahku. Aku pulang membawa setumpuk rencana yang berpendar-pendar memenuhi pikiran. Tak sabar ingin segera bertemu anak semata wayangku, Raihan. Ingin segera kusampaikan kepadanya "Nak, mulai sekarang kita akan berjuang bersama untuk membentuk kemandirianmu dan mengalahkan ego ummi. Kita ini tim yang hebat nak, kita harus kompak agar tim kita menang dan lulus ujian!!" 

========================

Hari itu juga, mulai kujalankan startegi perjuangan. Menegaskan pada anakku bahwa mulai sekarang "NO SUAP-SUAPAN LAGI". Setiap anakku menjelang tidur dan bangun kubisikkan pesan cinta hipnoparenting "Raihan anak hebat sudah besar, pintar makan sendiri, makan sendiri itu menyenangkan, makan sendiri itu disayang Alloh dan abi-ummi". Sambil kupandangi wajah teduh anakku, dan kuiringi doa tiada putus. Seringkali entah sadar atau tidak, anakku menggangguk dalam tidurnya. Semoga engkau menerima dengan baik pesan cinta ini nak. Teruuus kumasukan ke alam bawah sadarnya misi perjuangan ini.

15

Page 16: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

Ketika pagi sampai malam sebelum jam makan kusampaikan pada anakku, "nak, nanti kita makan bareng ya, tapi makan sendiri-sendiri. kan asik tuh".

Saat jam makan dan anakku mulai lapar ternyata perjuangan tak semulus impian. "Aku belum lapar", "Aku ndak mau makan mii.. aku maunya disuapin sambil main", "Aku ndak mau makan ini, maunya yang itu (yang tidak ada di rumah)" dan banyak lagi argumen yang dilontarkannya, intinya dia menolak makan dan merajuk untuk disuapi. Sungguh menguji kesabaranku. Apalagi tipikal anakku adalah pintar sekali berkata-kata. Kusadari benar bahwa selama ini yang paling membuatku gagal dalam ujian ini adalah KURANG SABAR. Ibu nya keburu ada acara lain atau pekerjaan rumah sudah berkali-kali misscall untuk segera disambangi ternyata anak belum mau diajak kerjasama dalam urusan makan. Akhirnya?? "Ya sudah lah sini ibu suapin, kelamaan kamu makannya" teengg doooot "YOU LOSE!"

Kali ini tidak, aku harus berusaha keras. Amunisi sabar ku stok sebanyak mungkin di karung jiwa bertulis "UJIAN KEMANDIRIAN MAKAN". Ketika anakku mulai rewel kudampingi dia, duduk manis saja. Tidak banyak bicara. Sesekali kalau jengkelnya mereda kukatakan "Ummi tau Raihan sudah lapar, sudah jam 2 siang lho nak. Anak hebat makan sendiri ya, menyenangkan lho". Pernah sampai jam 3 sore ibu-ibu , anak semata wayangku itu belum juga makan. Rasanya miris melihat anakku lemas, main sambil tiduran, sesekali memanggil "Ummi.. aku pengennya disuapin ummi, aku lapar". Hancur hatiku berkeping-keping. Hampir roboh benteng pertahananku, tapi segera amunisi ku ambil tuk menghancurkan perasaan itu "Anakku sedang berjuang mengalahkan egonya, aku harus membantunya dengan cara mengalahkan egoku".

(Nb: disekolah anakku yang dulu, ada jam makan siang dan anakku selalu makan sendiri. Dari sini juga menjadi tambahan amunisi ku bahwa anakku memang sudah pintar makan sendiri, maka dirumah pun harusnya bisa dong)

Benar saja, menjelang sore ternyata anakku mendekati piringnya dan mulai menyendok sesuap demi sesuap makanannya. Kuganti dengan nasi yang hangat, dia lahap sekali. Sudut-sudut mataku basah. Haru..

Hari selanjutnya kuteruskan perjuanganku, mulai agak ringan bundas, hanya memang perlu sedikit lebih repot mengatur tampilan hidangan agar menarik

16

Page 17: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

buat anak (padahal disekolahannya dulu kalau makan siang ya sekedar nasi, sayur lauk dipiring aja. Tidak didisplay istimewa. Itu saja anakkku lahap). Tak apa, malah menambah kretifitas mengolah hidangan dan insyaalloh nambah pahala juga.

Hari kesekian, kuperhatikan anakku makin kurus kering badannya. Sedih? tentu saja. Ibu mana yang tidak ingin selalu melihat anaknya padat berisi dan menyenangkan dipandang. Jelas saja, biasanya ketika masih disuapi, aku selalu punya target seberapa makanan yang harus dimakan anakku, seberapa lauknya, seberapa sayurnya, susunya. Semua wajib habis dengan berbagai jurus andalan. "Kereta sayur mau masuk gua perut niih", "eh si wortel nungguin temannya lobak masuk juga tuh", "eh pak tempe masih sisa sedikit" bla bla bla.. Nah pada masa perjuangan ini kan anakku makan sendiri. Sering kulihat sayurnya disisihkan, katanya gak enak. Kadang lauknya yang disingkirkan, katanya kebanyakan. Geregetan kadang. Pengen mengintervensi makannya. Tapi sekali lagi kuingatkan diri, ini semua proses untuk menjadi lebih baik. Aku harus sabar dan menghargai prestasi anakku. Termasuk juga menghormati pilihannya. Sambil teruuus saja kuberi masukan tentang pola makan sehat.

Sampai hari ini perjuanganku sudah berlangsung selama kurleb satu bulan. Perkembangannya, anakku sudah bilang "Mi, aku mau makan di math'am sama teman-teman (gaazebo ruang makan pondok pesantren tempat kami tinggal)". Di jam makan anakku sudah pinter bilang sendiri "Mi aku mau makan, laper", "Mi, masak apa? nanti aku makan sama teman-teman aja yaa". Tinggal kupantau apakan anakku sudah cukup siip dalam proses kemandirian makannya. Sudah tidak lagi kudengar rengekan "Ummi.. suapiiin". Di saat ku ajak kuliah umum kemarin, aku sudah bebas merdeka makan sendiri, tidak ribet nyuapin anak, dan bisa leluasa sharing dengan teman-teman. Anakku, asik makan sendiri nasi gorengnya bersama teman. Indahnya....!

Allohu akbar!! Alhamdulillah. Aku bangga dengan anakku atas kekompakannya berjuang denganku melalui ujian "KEMANDIRIAN MAKAN" ini.

Sampai hari ini pun kami masih menjalani masa perjuangan itu. Ingin selalu lebih dan lebih baik lagi. Mohon doanya ya bundas..

17

Page 18: Kumpulan Artikel Pendidikan Anak Usia Dini

18