Kuliah Pengantar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kuliah Pengantar

Citation preview

  • ETIKA PROFESI (Triyatni Martosenjoyo)

    Kuliah I

    Triyatni Martosenjoyo 1

  • PENGANTAR

    Triyatni Martosenjoyo 2

  • PILIH DOLLAR ATAU NYAWA

    10 Agustus 1978, di jalan raya Indiana USA, sebuah Ford Pinto tertabrak dari belakang, meledak dan terbakar menewaskan 3 gadis remaja penumpangnya.

    Triyatni Martosenjoyo 3

  • FAKTA (1)

    7 tahun sejak peluncuran Ford Pinto telah terjadi 50 kasus tuntutan hukum yang berhubungan dengan tabrakan dari belakang.

    Ford telah mengetahui cacat desain tanki bensin yang tidak mengikuti standar teknik walaupun telah mengikuti standar keselamatan yang diterapkan saat itu.

    Triyatni Martosenjoyo 4

  • Triyatni Martosenjoyo 5

  • FAKTA (2)

    Para insinyur Ford telah memperingatkan bahaya desain pada pihak manajemen,

    Adanya keinginan untuk berkompetisi dalam soal harga dengan produk sejenis dari perusahan lain memaksa insinyur menggunakan desain yang berbahaya .

    Triyatni Martosenjoyo 6

  • FAKTA (3)

    Tuntutan hukum mengharuskan Ford membayar jutaan dollar kerusakan dan ganti rugi pada korban.

    Publikasi buruk bahwa Ford telah menciptakan kendaraan yang tidak aman.

    Triyatni Martosenjoyo 7

  • 28 Januari 1986, Christa Mc Auliffe (1948-1986), seorang guru lulus seleksi dari 11.000 calon, bergabung dengan 6 astronot siap untuk perjalanan dengan pesawat ulang-alik Challenger.

    FROM HERO TO ZERO

    Triyatni Martosenjoyo 8

  • Beberapa milidetik setelah dinyalakan, sebuah segel sederhana yang menyambung kedua segmen roket pendorong tidak berhasil menahan gas panas dari bahan bakar yang sedang menyala.

    Segera saja vibrasi peluncuran itu

    menggetarkan segel cadangan dari tempat yang seharusnya, dengan akibat nyala menyembur dari tanki bahan bakar yang sangat besar.

    Triyatni Martosenjoyo 9

  • Kurang dari 90 detik penerbangannya, Challenger dan para pahlawan Amerika lulu-lantak dalam ledakan api, disaksikan oleh anak-anak yang merasa ngeri lewat siaran langsung di kelas dan auditorium.

    Triyatni Martosenjoyo 10

  • CERITA DI BALIK LAYAR (1) Malam sebelum peluncuran Challenger 14

    engineer pembuat roket pendorong di Morton Thiokol, secara bulat bersikeras menentang peluncuran tersebut.

    Mereka memperingatkan bahwa temperatur di lokasi peluncuran jauh di bawah batas keamanan yang telah teruji. Temperatur yang rendah dapat mengendorkan kelenturan segel karet, yang menyebabkan tidak dapat berfungsi dengan baik.

    Triyatni Martosenjoyo 11

  • CERITA DI BALIK LAYAR (2) Para engineer tersebut benar-benar mengerti

    sejarah permasalahan pada gasket yang telah menunjukkan tanda-tanda erosi dalam peluncuran-peluncuran sebelumnya. Mereka telah mendesain ulang segel tersebut.

    Keperihatinan para engineer dilindas oleh para manager puncak Morton Thiokol yang bersama para eksekutif NASA gagal menyampaikan keperihatinan para engineer kepada para administrator NASA yang bertanggungjawab mengambil keputusan peluncuran.

    Triyatni Martosenjoyo 12

  • PERTANYAAN

    Siapa yang bertanggungjawab atas musibah Ford dan Challenger?

    Dapatkah peristiwa tersebut dicegah?

    Triyatni Martosenjoyo 13

  • LESSON LEARNED Ada banyak cerita tragedi yang telah

    diketahui sebelumnya. Keselamatan menjadi sesuatu yang

    ditawar-tawar. Profesi memiliki dimensi moral yang harus

    menjadi perhatian kita. Keterlibatan kita dalam sebuah proses

    pekerjaan dan akibat yang ditimbulkannya harus menjadi prioritas perhatian.

    Triyatni Martosenjoyo 14

  • Mengapa saya harus mempelajari Etika Profesi, sedangkan saya adalah orang yang beretika?

    Karena etika profesi berbeda dengan etika perseorangan (pribadi).

    Triyatni Martosenjoyo 15

  • TUJUAN MK ETIKA PROFESI (1) 1. Mahir mengenali problem & isu moral dalam profesi 2. Terampil dalam memahami, menjelaskan, dan kritis

    dalam mengkaji argumen-argumen yang berlawanan dengan isu moral.

    3. Mampu membentuk sudut pandang yang konsisten & komprehensif berdasarkan pertimbangan atas fakta-fakta yang relevan.

    4. Mampu berimajinasi tentang berbagai respons alternatif terhadap isu-isu yang bersangkutan dan pemecahan kreatif atas kesulitan-kesulitan praktis.

    5. Peka terhadap kesulitan & kepelikan sesungguhnya kesediaan mengalami & mentoleransi ketidak pastian dalam membuat penilaian atas keputusan moral yang merisaukan.

    Triyatni Martosenjoyo 16

  • TUJUAN MK ETIKA PROFESI (2) 6. Meningkatkan ketepatan dalam menggunakan bahasa

    etika yang lazim, yang diperlukan untuk dapat mengungkapkan dan membela dengan cukup baik pandangan moral seseorang terhadap orang lain.

    7. Meningkatkan penghargaan baik terhadap kemungkinan penggunaan dialog rasional dalam memecahkan konflik-konflik moral maupun perlunya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan perspektif di kalangan orang-orang yang secara moral cukup baik.

    8. Membangkitkan desakan akan pentingnya integrasi antara hidup profesional dengan keyakinan personal pentingnya mempertahankan integritas moral.

    Triyatni Martosenjoyo 17

  • INDUSTRI KONSUMEN ASOSIASI PROFESI

    HUKUM, PEMERINTAH,

    POLITIK

    ARSITEK

    PIMPINAN KOLEGA

    PERUSAHAAN

    KELUARGA LINGKUNGAN

    GLOBAL (masyarakat & alam)

    KONFLIK KEPENTINGAN YANG MUNGKIN

    DIHADAPI SEORANG ARSITEK

    Sumber: Ethics in Engineerring (disesuaikan dengan kebutuhan) Triyatni Martosenjoyo 18

  • ETIKA (1)

    Hal-hal yang berkaitan dengan isu moral. Etis membedakan pertanyaan moral

    dengan pertanyaan politis, hukum atau seni.

    Seperangkat keyakinan, sikap dan kebiasaan tertentu yang dilakukan oleh seseorang atau suatu kelompok dalam bidang moral.

    Triyatni Martosenjoyo 19

  • ETIKA (2)

    Seperangkat prinsip-prinsip moral yang sahih dalam bentuk kewajiban, hak, cita-cita moral yang harus dijalankan dalam profesi.

    Bentuk filosofi yang mengindikasikan cara mengarahkan diri dalam kapasitas profesional.

    Triyatni Martosenjoyo 20

  • TUJUAN MEMPELAJARI ETIKA

    Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan moral yang timbul karena aktifitas profesional.

    Memperkuat individu untuk menalar secara lebih efektif, kritis dan jernih atas pertanyaan moral.

    Memperkuat OTONOMI MORAL.

    Triyatni Martosenjoyo 21

  • OTONOMI MORAL

    Mengatur diri sendiri INDEPENDEN. Kemampuan untuk berpikir dan kebiasaan

    berpikir secara rasional tentang isu-isu moral atas landasan keperdulian moral.

    Tanggap secara umum terhadap nilai-nilai moral KEPEDULIAN MORAL.

    Triyatni Martosenjoyo 22

  • PERTANYAAN MORAL NORMATIF, mengacu pada norma-norma atau

    standar moral yang diharapkan untuk tindakan, sikap, kebijakan, struktur organisasional dan ciri karakter individual.

    KONSEPTUAL, penjernihan konsep-konsep atau ide dasar, prinsip-prinsip, problema dan tipe argumen yang digunakan dalam membahas isu moral.

    DESKRIPTIF, mengungkap informasi tentang fakta yang terkait dengan isu-isu konseptual dan normatif.

    Triyatni Martosenjoyo 23

  • MORALITAS

    Moralitas umum / awam / adat Moralitas pribadi Etika profesi

    Triyatni Martosenjoyo 24

  • Moralitas Umum

    Seperangkat aturan moral dalam budaya kita.

    Triyatni Martosenjoyo 25

  • Moralitas Pribadi (Personal)

    Berhubungan erat dengan moralitas umum, tetapi bisa berbeda untuk hal-hal yang berada pada kontroversi area.

    Moralitas pribadi merupakan pribadi ideal yang melayani dan meningkatkan kualitas kemanusiaan.

    Triyatni Martosenjoyo 26

  • ETIKA PROFESI NILAI BAKU Kaum profesional yang diatur oleh norma

    yang dibuat oleh profesi mereka, bersifat mengikat dan punya kekuatan hukum.

    Norma profesional dibuat untuk memberi pelayanan yang lebih baik bagi kepentingan publik.

    Diterima oleh semua kaum profesional tanpa mempertimbangkan moralitas pribadi.

    Triyatni Martosenjoyo 27

  • PERKEMBANGAN MORAL

    Teori Psikologi tentang perkembangan moral dikemukakan oleh :

    Lawrence Kohlberg Carol Gilligan

    Triyatni Martosenjoyo 28

  • PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG

    TINGKAT PRAKONVENSIONAL, perilaku yang benar adalah apapun yang secara langsung menguntungkan diri sendiri.

    TINGKAT KONVENSIONAL, yang benar adalah bila moralitas seseorang yang diterima oleh norma-norma keluarga, kelompok, atau masyarakat.

    TINGKAT PASCAKONVENSIONAL, bila seseorang dapat memandang standar benar dan salah sebagai seperangkat prinsip berkaitan dengan hak dan kebaikan umum yang tidak dapat dikurangi oleh kepentingan pribadi atau kesepakatan dan kebiasaan sosial.

    Triyatni Martosenjoyo 29

  • PERKEMBANGAN MORAL Gilligan

    TINGKAT PRAKONVENSIONAL, orang tersebut disibukan dengan penalaran egois.

    TINGKAT KONVENSIONAL, kesibukan tidak merugikan orang lain dan dengan kemauan untuk mengorbankan kepentingan diri sendiri untuk membantu atau memperhatikan orang lain.

    TINGKAT PASCAKONVENSIONAL, individu mampu mencapai keseimbangan berdasarkan penalaran antara memperhatikan orang lain dan mengejar kepentingan diri sendiri, saat menjalankan hak-haknya.

    Triyatni Martosenjoyo 30

  • KONSENSUS VS KONTROVERSI Ketika individu melaksanakan otonomi moral, TIDAK

    ADA JAMINAN bahwa mereka akan sampai pada kebenaran atau putusan yang sama seperti orang-orang lain yang juga melaksanakan otonomi moral mereka.

    Toleransi menghendaki kita menyediakan ruang bagi KETIDAK SEPAKATAN di kalangan orang-orang yang otonom, bernalar dan bertanggungjawab.

    Pengajaran etika TIDAK DIMAKSUDKAN UNTUK MEMPRODUKSI SUARA BULAT, bahkan bila hal tersebut dicapai melalui indoktrinasi, pengajaran otoriter & dogmatis, hipnotisme atau teknik-teknik lain untuk menghancurkan otonomi.

    Triyatni Martosenjoyo 31

  • ETIKA PRIBADI VS ETIKA PROFESI

    ETIKA PRIBADI berhubungan dengan cara kita memperlakukan orang lain dalam kehidupan kita sehari-hari.

    ETIKA PROFESI (ETIKA BISNIS) melibatkan pilihan-pilihan pada tingkat organisasi daripada tingkat pribadi.

    Masalah yang terjadi melibatkan hubungan antar perusahaan, perusahaan dengan pemerintah, perusahaan dengan individu tidak dapat diatasi dengan etika pribadi.

    Triyatni Martosenjoyo 32

  • ASAL MUASAL PEMIKIRAN ETIKA (1)

    Berasal dari filosofi Yunani kuno. Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul dari

    kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas.

    Dikembangkan oleh banyak pemikir dalam tradisi Kristen-Yudea.

    Pada kenyataannya budaya non Barat (non Kristen) juga mengembangkan prinsip etika yang sama.

    Triyatni Martosenjoyo 33

  • ASAL MUASAL PEMIKIRAN ETIKA (2)

    Etika pribadi berakar pada kepercayaan religius walau banyak orang yang beretika tidak religius dan sebaliknya banyak orang yang religius ternyata tidak beretika.

    Walau prinsip etika telah disaring oleh tradisi religius, dalam pembahasan etika tidak merujuk pada agama tertentu.

    Triyatni Martosenjoyo 34

  • ETIKA VS HUKUM Banyak hal-hal legal dianggap tidak etis,

    sebaliknya banyak hal-hal illegal dianggap etis.

    Mengikuti persyaratan hukum yang berlaku merupakan cara yang aman, tetapi etika profesi melewati batas-batas area hukum.

    Etika profesi berada pada area dimana terjadi konflik dan tidak ada petunjuk hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut.

    Triyatni Martosenjoyo 35

  • Triyatni Martosenjoyo 36

  • Daftar Pustaka: Fleddermann, Charles B Engineering Ethics 2nd Edition,

    University of New Mexico, Pearson Education Inc, 2004 Magnis Soeseno, Franz Etika Profesi, Bahan Ajar pada Pelatihan

    Instruktur Etika Profesi Konsultan di Jakarta 19Martin, Mike W & Schinzinger, Roland Ethics in Engineering, Mac Graw-Hill Inc, 1989

    ENGINEERING.com

    Triyatni Martosenjoyo 37