Click here to load reader
Upload
mahesamatina4724
View
133
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Mahesa matin antasya - 200811054
STATEMENT OF OWNERSHIP
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Mahesa Matin Antasya
NPM : 200811054
1. Makalah saya adalah asli
2. Makalah ini murni gagasan, rumusan, dan penilaian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan dosen KUB Syariah.
3. Dalam makalah ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan dalam daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pengurangan nilai KUB Syariah.
Bekasi, 14 November 2010 Yang Membuat Pernyataan Mahesa Matin Antasya NPM. 200811054
Mahesa matin antasya - 200811054
LATAR BELAKANG
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan
yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan
sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun
meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi
untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan
dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll),
dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank
konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang
mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana
tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas
pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil
bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional
mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari
apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun
mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).
Disamping dilibatkannya Hukum Islam dan pembebasan transaksi dari
mekanisme bunga (interest free), posisi unik lainnya dari Bank Syariah
dibandingkan dengan bank konvensional adalah diperbolehkannya Bank Syariah
melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance dan
perdagangan (trading). Hal ini berkenaan dengan sifat dasar transaksi Bank
Syariah yang merupakan investasi dan jual beli serta sangat beragamnya
pelaksanaan pembiayaan yang dapat dilakukan Bank Syariah, seperti
pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual beli), ijarah (sewa) atau ijarah wa
iqtina (sewa beli) dan lain-lain.
Upaya intensif pendirian Bank Islam di Indonesia dapat ditelusuri sejak
tahun 1988, yaitu pada saat Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober
(PAKTO) yang mengatur tentang deregulasi industri perbankan di Indonesia.
Para ulama waktu itu telah berusaha untuk mendirikan bank bebas bunga, tetapi
tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk kecuali adanya
Mahesa matin antasya - 200811054
penafsiran dari peraturan perundang-undangan yang ada bahwa perbankan
dapat saja menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen).
Setelah adanya rekomendasi dari Lokakarya Ulama tentang Bunga Bank dan
Perbankan di Cisarua (Bogor) pada tanggal 19-22 Agustus 1990 yang kemudian
diikuti dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, di mana perbankan bagi hasil diakomodasikan, maka Bank
Muamalat Indonesia merupakan Bank Umum Islam pertama yang beroperasi di
Indonesia. Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh pendirian Bank-bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Namun karena lembaga ini masih dirasakan
kurang mencukupi dan belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan
bawah, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan pinjam yang disebut Baitul
Maal wat Tamwil (BMT).
Setelah dua tahun beroperasi, Bank Muamalat mensponsori pendirian
asuransi Islam pertama di Indonesia yaitu Syarikat Takaful Indonesia dan
menjadi salah satu pemegang sahamnya. Selanjutnya pada tahun 1997, Bank
Muamalat mensponsori Lokakarya Ulama tentang Reksadana Syariah yang
kemudian diikuti oleh beroperasinya lembaga reksadana syariah oleh PT.
Danareksa. Di tahun yang sama pula, berdiri sebuah lembaga pembiayaan
(multifinance) syariah, yaitu BNI-Faisal Islamic Finance Company.
Selama lebih dari enam tahun beroperasi, kecuali Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992, praktis
tidak ada peraturan perundang-undangan lainnya yang mendukung sistim
beroperasinya Perbankan Syariah. Ketiadaan perangkat hukum pendukung ini
memaksa Perbankan Syariah menyesuaikan produk-produknya dengan hukum
positif yang berlaku (yang nota bene berbasis bunga/konvensional), di Indonesia.
Akibatnya ciri-ciri syariah yang melekat padanya menjadi tersamar dan Bank
Islam di Indonesia tampil seperti layaknya bank konvensional.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka
secara tegas Sistem Perbankan Syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistim
perbankan nasional. UU tersebut telah diikuti dengan ketentuan pelaksanaan
dalam beberapa Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tanggal 12 Mei 1999,
Mahesa matin antasya - 200811054
yaitu tentang Bank Umum, Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), dan BPR Berdasarkan Prinsip Syariah. Perangkat
hukum itu diharapkan telah memberikan dasar hukum yang lebih kokoh dan
peluang yang lebih besar dalam pengembangan Perbankan Syariah di
Indonesia.
Bagaikan rumah yang berdiri di atas lahan gambut, kalimat ini mungkin
terasa sangat tepat sebagai kalimat untuk menggambarkan kondisi
perkembangan perbankan syariah di Indonesia sampai saat ini. Berawal dari dua
opsi dalam pengembangan perbankan syariah, yaitu apakah sebaiknya yang
dilakukan pertama kali adalah memperbaiki pondasi terlebih dulu agar kuat lalu
kemudian sedikit demi sedikit membangun rumahnya ataukah kita bangun rumah
terlebih dahulu meskipun pondasinya belum kuat dan secara bersamaan
memperkuat pondasinya.
Sebelumnya, Jika kita melirik kepada negara-negara yang jelas memiliki
mayoritas penduduk orang-orang non muslim, maka akan kita dapati praktik
perbankan syariah ini sudah dilakukan jauh hari yang lalu dan telah
mendapatkan sambutan serta antusiasme yang luar biasa besar dari pelaku
pasar dan pelaku bisnis disana. Di Amerika Serikat misalnya, pemerintahnya
bahkan telah membuat pengecualian atau penyesuaian atas aturan di dalam
National Bank Act 1984 yang sebelumnya melarang lembaga-lembaga
perbankan di Amerika Serikat untuk melakukan praktik jual beli, dengan cara
mengeluarkan Interpretative Letters yang memperbolehkan transaksi murabahah
(Jual Beli) dan ijarah (Leasing) sesuai dengan praktik lembaga keuangan
perbankan syariah. Ini dilakukan pemerintah Amerika Serikat dikarenakan
mereka melihat betapa besarnya prospek yang menjanjikan dari sistem ekonomi
syariah ini. Ditambah lagi dengan besarnya minat masyarakat US dalam memilih
skim jual-beli (Murabahah) yang ditawarkan oleh perbankan syariah, terutama
dalam home financing (Pembiayaan/kredit perumahan) yang jauh lebih
menguntungkan (memberi kemaslahatan kepada masyarakat) jika dibadingkan
dengan mortgage konvensional.
Hal serupa juga terjadi di Inggris, negara non muslim yang ternyata sangat
merespon perkembangan bisnis keuangan Islam. Ini terlihat dalam salah satu
Mahesa matin antasya - 200811054
kebijakan Pemerintah Inggris yang menjadikan London sebagai pusat bagi
Islamic financial business di Eropa. Perkembangan yang signifikanpun dicapai
negara ini dengan pencapaian home financing (kredit perumahan) sebanyak 500
juta poundsterling (setara dengan satu miliar dolar AS). Dan bahkan hampir
setiap tahun dalam empat tahun terakhir, negara ini selalu melakukan perubahan
atau penyesuaian regulasi khusus dalam rangka merespons bisnis keuangan
Islam. Di negara ini pula berdiri sebuah organisasi pengelola wakaf tunai, Islamic
Relief, yang telah mampu mengumpulkan wakaf tunai setiap tahun tidak kurang
dari 30 juta poundsterling atau hampir Rp 600 miliar per tahun. Mereka secara
rutin menerbitkan sertifikat wakaf tunai senilai 890 poundsterling per lembar.
Dana yang bisa dihimpun tersebut kemudian disalurkan kepada lebih dari lima
juta pihak yang berada di 25 negara. Bahkan di Bosnia, wakaf tunai yang
disalurkan Islamic Relief mampu menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari
7.000 orang melalui program 'Income Generation Waqf'.
Di Indonesia sendiri, perjuangan pengesahaan RUU Perbankan Syariah
akhirnya berujung juga dan akhirnya resmi disahkan pada tanggal 17 Juni 2008.
Walaupun masih terdapat kendala di sana-sini, di antaranya adalah angka
ketidakfahaman masyarakat muslim Indonesia yang benar tentang konsep
ekonomi Islam atau lebih khusus lagi perbankan syariah dan ditambah pula oleh
sebagian ulama muslim yang menyatakan bahwa pada prinsipnya bank-bank
syariah saat ini masih tidak ada bedanya dengan bank konvensional. Maka
sebagaimana kalimat pembuka yang saya tuliskan di atas, bahwa memang ada
perbedaan pendapat tentang apakah sebaiknya perbankan syariah ini dibangun
di antara sistem-sistem yang tidak syariah, ataukah kita harus menunggu sampai
semua sistem yang ada di negara ini menjadi syariah terlebih dahulu.
Walau penduduk Indonesia kini didominasi 90% umat muslim,
pertumbuhan industri perbankan syariah di negeri ini terbilang sangat lambat.
Pasalnya, sejak 1992 hingga sekarang pangsa pasar perbankan syariah masih
sekitar 2,7% dari total kinerja perbankan konvensional, pencapaian ini masih
jauh dari target yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebesar 5% dari bank
konvensional. Dengan demikian perkembangan kinerja bank syariah nasional
hingga kini belum optimal, mengingat pangsa pasarnya masih relatif kecil.
Mahesa matin antasya - 200811054
Bahkan hingga Juni 2010, jumlah bank syariah yang beroperasi baru mencapai
10 bank dengan 1.058 kantor cabang di seluruh Indonesia.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
menulis penelitian tentang :
“ANALISIS PENGHAMBAT PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI
INDONESIA”
Mahesa matin antasya - 200811054
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis akan
membahas masalah-masalah berikut :
1. Apakah yang menghambat perkembangan bank syariah di Indonesia
yang merupakan Negara dengan populasi penduduk muslim terbesar
di dunia.
Mahesa matin antasya - 200811054
ANALISIS PENELITIAN
Batasan Penelitian
Penulis membatasi beberapa hal untuk memfokuskan penelitian ini.
Batasan ini dilakukan agar penelitian tidak menyimpang dari arah dan tujuan
serta dapat diketahui sejauh mana hasil penelitian dapat dimanfaatkan. Batasan-
batasan tersebut adalah:
1. Subjek penelitian adalah penghambat perkembangan perbankan syariah
yang ada di Indonesia.
2. Perkembangan perbankan syariah yang ada di Indonesia dan internasional
yang berhubungan dengan Indonesia.
Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh yang
ditimbulkan dari penghambat berkembangnya bank syariah dan dampaknya
terhadap ekonomi syariah di Indonesia.
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh bukti empiris bahwa :
1. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia belum sesuai harapan
maupun target BI.
2. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang merupakan Negara
dengan populasi penduduk muslim terbesar di dunia masih lebih rendah
dengan Negara-negara lain.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan strategi perbankan syariah dalam mengembangkan kegiatan
usahanya. Temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat
dalam memberikan masukan kepada para pembuat kebijakan sentral tentang
perbankan syariah, dalam hal ini BI, sehingga dapat memberikan ruang untuk
bank-bank syariah di Indonesia berkembang lebih pesat lagi.
Mahesa matin antasya - 200811054
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Subjek penelitian adalah penghambat berkembangannya perbankan syariah
yang ada di Indonesia yang merupakan Negara dengan populasi penduduk
muslim terbesar di dunia yang membuat perkembangannya dibawah target BI.
Ada begitu banyak faktor penghambat perkembangan perbankan syariah di
Indonesia, semua itu terjadi disebabkan oleh berbagai hal, baik dari dalam diri
bank tersebut maupun kondisi regulasi yang kurang mendukung, dapat pula
disebabkan kekurang pahaman masyarakat tentang produk-produk dari bank
syariah yang membuat kepercayaan dari masyarakan berkurang.
Diantara penghambat perkembangan perbankan syariah yang pertama
adalah aturan investasi dan perpajakan masih dinilai mengganjal
berkembangnya bisnis syariah. Pada investasi pasar sekunder yang belum
berkembang mengganjal pesatnya pertumbuhan bank syariah di Indonesia.
Salah satu masalah pada perpajakan adalah masalah double-tax khususnya
untuk produk murabahah.
Kemudian penghambat lainnya adalah tahapan birokrasi di level
pemerintahan dan hubungan antar departemen terkait. Semisal terkait
penggandaan proyek infrastruktur di daerah masih menjadi hambatan investasi
syariah;
Lalu juga dengan adanya peraturan untuk membuat iklim investasi di industri
syariah masih kurang fleksibel. Hal itu membuat perbankan syariah di Indonesia
terhambar. Aturan yang fleksibel diberlakukan di negara lain seperti Malaysia,
Singapura, Cina, dan Jepang yang aktif mengembangkan layanan syariah;
Hambatan lain lagi adalah keterbatasan sumber daya manusia yang
memahami dan menguasai seluk-beluk perbankan dan sekaligus paham prinsip-
prinsip syariah serta produk dan sistem syariah. Selain itu juga terbatasnya
sumber daya manusia (SDM) yang berpengalaman di dunia perbankan syariah.
Pertumbuhan Perbankan Syariah yang cukup pesat pada beberapa tahun
terakhir menimbulkan ledakan permintaan akan SDI di sektor bisnis ini. Disektor
Mahesa matin antasya - 200811054
perbankan syariah saja masih membutuhkan tambahan sumberdaya manusia
sebanyak 14.458 orang (selama tahun 2008, perbankan syariah menyerap sdm
sebanyak sekitar 8.063 orang. Apabila pangsa pasar perbankan syariah
bertumbuh menjadi 5%, maka dibutuhkan sdm sebanyak 22.521 orang. Dengan
demikian, masih ada kekurangan atau gap sebanyak 14.458 orang untuk
mendorong bisnis perbankan syariah bergulir cepat); Permintaan SDI Bank
Syariah yang lebih besar dari tenaga kerja yang tersedia mengakibatkan
kurangnya bankir yang memiliki kompetensi dalam Perbankan Syariah. Banyak
yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik dalam
menjalankan operasional Bank Syariah. Bahkan mereka tidak dapat menjelaskan
kelebihan Bank Syariah daripada bank konvensional. Sehingga dapat
menimbulkan kerancuan tersendiri pada nasabah untuk memahami konsep Bank
Syariah. Imbasnya ialah pertumbuhan Bank Syariah akan terhambat dan akan
ada aksi bajak-membajak karyawan antar Bank Syariah seperti yang sudak
marak diperbincangkan saat ini. Bahkan para investor asing terutama dari Arab
dan Timur Tengah belum percaya manjemen bank syariah di Indonesia, karena
bankir bankir syariah itu kebanyakan sebelumnya pernah bekerja di bank
konvensional. Ketua Asosiasi Bank-bank Syariah Indonesia (Asbsindo), M
Riawan Amin mengakui sumber daya manusia pada level eksekutif yang tidak
kompeten menyebabkan perkembangan bank syariah tidak bisa optimal.”
Menurut prediksi BI, kebutuhan SDI perbankan syariah hingga 2011 mencapai
50 ribu-60 ribu orang. Kendala dibidang SDM dalam pengembangan Perbankan
Syari’ah disesabkan karena sistem perbankan syari'ah masih belum lama dikenal
di Indonesia. Disamping itu lembaga akademik dan pelatihan ini masih terbatas,
sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan syari’ah baik
dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti bank).
Kemudian juga pemahaman yang minim di kalangan masyarakat karena
kurangnya pengetahuan tentang perbankan syariah yang belum optimal dan
menyeluruh. Hal ini mungkin disebabkan karena disseminasi atau sosialisasi
masih kurang untuk memaparkan keunggulan produk syariah. Ini membuat
perkembangan bank syariah terganggu.
Mahesa matin antasya - 200811054
Selain itu juga masih ada kesan di sebagian masyarakat bahwa Bank syariah
bersifat ekslusif dalam artian bahwa bank syariah hanya ditujukan untuk
masyarakat muslim dan melibatkan kaum yang beragama muslim saja.
Juga dengan adanya rendahnya pengetahuan konsumen terhadap transaksi
keuangan syariah yang melahirkan pandangan dari sebagian masyarakat yang
memandang bahwa pada umumnya sistem, kegiatan dan produk bank syariah
masih mengekor pada bank konvensional. Hal pokok yang menjadi pembedanya
hanyalah pada ditiadakannya unsur riba atau bunga yang diharamkan dalam
hukum Islam. Salah satu contoh, perbedaan istilah seperti, kalau di bank
konvensional ada tabungan dan deposito, maka di bank syariah ada tabungan
syariah dan deposito syariah;
Menurut Adiwarman Karim ketika menjadi juri dalam penyususn peringkat
institusi syariah terbaik tahun 2008 versi Majalah Investor, tidaklah mudah
menilai kinerja institusi syariah. Pasalnya, sampai saat ini, banyak perusahaan
syariah belum menyajikan data keuangan yang standar, lengkap dan transparan.
Beberapa indikator keuangan tidak tercantum di laporan keuangan unit usaha
syariah;
Kemudian ada lagi masalah dari dalam diri bank syariah tersebut seperti
masih kurangnya modal yang dimiliki perbankan syariah. BI menyebut fakta aset
perbankan syariah di Indonesia yang kecil dengan aset yang masih sekitar dua
persen dari total aset perbankan, sedangkan dari sukuk masih 1,7 persen untuk
pasar dunia. Data BI juga mencatat pertumbuhan aset Bank Syariah hanya
mencapai 80 persen yakni Rp78 triliun dari target yang ditetapkan sebesar Rp97
triliun tahun 2010. Hingga akhir Juni 2010, total pembiayaan yang disalurkan
oleh bank syariah mencapai Rp46,26 triliun. Angka ini naik 34,2 persen
dibandingkan dengan pembiayaan per akhir Desember 2009 yang sebesar
Rp34,45 triliun. Adapun aset bank syariah pada Juni 2009 mencapai total
Rp39,53 triliun dan tumbuh menjadi Rp61,12 triliun pada Juni 2010. SPS
mencatat bahwa hingga Juli 2010 baru dua dari 10 BUS yang memiliki CAR di
atas 12 persen sisanya alias delapan BUS mempunyai CAR sama atau di bawah
12 persen. Data ini menyiratkan perbankan syariah masih membutuhkan
suntikan dana segar. Sungguh, modal merupakan bantal penyangga (buffer)
Mahesa matin antasya - 200811054
untuk mampu menghadapi potensi risiko semua produk, jasa, dan aktivitas
bisnis. Dengan modal pas-pasan, BUS dicemaskan akan tergilas oleh BUS yang
didukung sepenuhnya oleh bank asing. Tengok saja, Malayan Banking Bhd
(Maybank), bank nomor terdepan di Malaysia, yang melakukan konversi Bank
Maybank Indocorp menjadi Maybank Syariah sebagai BUS. Inilah tantangan
sejati bagi perbankan syariah nasional di masa mendatang. Permasalahan pokok
yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu usaha adalah permodalan.
Setiap ide ataupun rencana untuk mendirikan Bank Syari’ah sering tidak dapat
terwujud sebagai akibat tidak adanya modal yang cukup untuk pendirian Bank
Syari’ah tersebut, walaupun dari sisi niat ataupun “ghiroh” para pendiri relatif
sangat kuat. Kesulitan dalam pemenuhan permodalan ini antara lain disebabkan
karena :
a. Belum adanya keyakinan yang kuat pada pihak pemilik dana akan prospek
dan masa depan keberhasilan Bank Syari’ah, sehingga ditakutkan dana
yang ditempatkan akan hilang.
b. Masih kuatnya perhitungan bisnis keduniawian pada pemilik dana sehingga
ada rasa keberatan jika harus menempatkan sebagian dananya pada Bank
Syari’ah sebagai modal.
c. Ketentuan terbaru tentang Permodalan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
relatif cukup tinggi.
Selain itu juga infrastruktur perbankan syariah yang belum memadai. Akses
dalam memperoleh layanan Bank Syariah yang masih minim. Keinginan
konsumen semakin meningkat. Tidak hanya lebih mudah, tetapi ingin lebih cepat
dan lebih efisien, apalagi bagi kalangan tertentu yang selalu melakukan transaksi
melalui bank seperti para pebisnis.
Pengembangan jaringan kantor Bank Syari’ah diperlukan dalam rangka
perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu kurangnya
jumlah Bank Syari’ah yanga ada juga menghambat perkembangan kerjasama
antar Bank Syari’ah. Jumlah jaringan kantor bank yang luas juga akan
Mahesa matin antasya - 200811054
meningkatkan efisiensi usaha serta meningkatkan kompetisi ke arah peningkatan
kulaitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syari’ah.
Kemudian juga Lembaga arbitrase syariah nasional yang ada sekarang
bukan dibentuk oleh pemerintah tetapi oleh MUI. Hal ini menyebabkan lembaga
ini tidak memiliki kewenangan yang mengikat. Lembaga ini tidak memiliki hukum
acara sehingga keputusan hukumnya tak bisa dieksekusi dalam tataran normatif.
Lembaga ini memang mempunyai wewenang sebagai lembaga penengah dalam
menyelesaikan perselisihan. Namun, itu sebatas musyawarah mufakat. Sehingga
pihak-pihak yang bersengketa tak bisa dipaksa untuk menaati keputusan
lembaga ini. Misalnya, kalau ada orang yang mendirikan bank syariah tetapi
prakteknya bertentangan dengan syariah atau ada non muslim yang membangun
bisnis atau bertransaksi berdasarkan sistem syariah lalu mengalami sengketa,
lalu siapa yang berhak melakukan pengadilan?
Networking bank syariah yang relatif masih kecil juga menyebabkan
terhambatnya perkembangan perbankan syariah di Negara berpenduduk muslim
terbesar di dunia ini. Guru besar FE Univ. Trisakti Prof. Dr. Sofyan Harahap juga
mengakui salah satu faktor penyebab lambatnya pertumbuhan bank syariah
adalah juga karena masalah network, legal sistem dan keseriusan pemerintah
membangun bank perbankan syariah.
Selanjutnya juga keterbatasan jenis instrumen yang tersedia menghambat
perkembangan bank syariah di Indonesia.
Hambatan pada bank syariah lainnya adalah terjadinya over-heating ditandai
dengan pertumbuhan yang cepat, naiknya pembiayaan bermasalah, dan
turunnya bagi hasil kepada nasabah dana pihak ketiga (DPK). Pada tingkat yang
parah over-heating mempunyai dampak seperti terjangkit penyakit demam
berdarah yakni panas tinggi diikuti dengan pendarahan (bleeding). Dalam
konteks perbankan syariah, bleeding terjadi ketika pendapatan pembiayaan lebih
kecil daripada biaya overhead.
Hal penting lainnya yang menghambat pertumbuhan bank syariah, adalah
kondisi bunga tinggi di Indonesia seperti terlihat dalam penetapan bunga
Mahesa matin antasya - 200811054
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang berdampak pada penurunan pembiayaan
syariah. Namun sebaliknya memicu perbankan konvesnsional menaikan suku
bunga baik pinjaman maupun deposito, yang pada akhirnya berimplikasi
penurunan bank syariah di Indonesia. Hasil kajian staf peneliti LPPM Tazkia
Bogor (April 2009) mengungkapkan, return bagi hasil yang diberikan bank
syariah akan semakin tidak kompetitif dibandingkan bunga tabungan dan
deposito di bank konvensional. Implikasi akhirnya sangat mungkin perbankan
syariah akan “tidak laku” dan mengalami penurunan dalam hal penghimpunan
dana pihak ketiga (DPK) maupun pembiayaan yang disalurkannya.
Selain itu juga pelayanan pada bank syariah yang kurang memuaskan.
Padahal etika muslim yang sudah disampaikan Rasullullah SAW dalam
sabdanya: “Siapa saja yang memudahkan urusan orang yang mengalami
kesulitan, maka Allah akan memudahkan urusannya baik di dunia maupun di
akhirat”(HR.Muslim). maka harus ada standar kerja yang jelas antar cabangnya.
Bagaimana tata letak ruang baik untuk kantor cabang, cabang pembantu,
maupun kantor kas. Diatur juga alur kerja ketika nasabah masuk sampai
nasabah keluar, bagaimana nasabah disapa oleh security sampai teller
menyampaikan terimakasih. Dengan demikian nasabah merasakan atmosfir
yang sama ketika masuk salah satu cabang bank dengan cabang lainnya.
Jadinya nasabah merasa nyaman untuk ke pergi ke bank cabang manapun
tanpa ada preferensi untuk hanya pergi ke salah satu cabang tersebut dengan
alasan kurangnya pelayanan.
Hambatan lainnya perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia ini,
salah satu nya adalah bank syariah di Indonesia menerapkan biaya administrasi
atau biaya tambahan yang dibebankan kepada nasabah Bank Syariah. Sehingga
pada buntunya jauh lebih besar dari bunga bank konvensional. Biaya
administrasi ini kebanyakan dibebankan ke nasabah, meski dalam perjanjiannya
ditulis atas dasar keikhlasan. Bahkan kalau dihitung hitung, bisa lebih besar dari
bunga bank konvensional. “Intinya, akad perjanjian kesepakatan bagi hasil itu
sah dijalankan kedua belah pihak. Sehingga biaya turunannya, juga sah. Namun
sebenarnya, nilai nominal bagi hasil itu mengacu pada bunga Bank Indonesia,
sebagai komparatif.
Mahesa matin antasya - 200811054
Fenomena ketidak seimbangan pertumbuhan keuangan di sector riil dan
sector keuangan dapat mengacaukan perekonomian. Membiarkan sector
financial bergerak cepat tanpa di imbangi pengembangan sector riil dalam
keseimbangan bukan hanya mengancam kerusakan ekonomi, tetapi juga
melanggar prinsip ekonomi syariah yang fundamental yaitu keharusan
mengkaitkan sector moneter (financial) dengan sector riil. Bagaimana mungkin
bank syariah dapat membangun nilai syariah sepenuhnya, bila sector riil yang
akan menerima pembiayaan bank syariah tersebut belum tumbuh. Bagaimana
mungkin asuransi syariah tumbuh membantu perlindungan secara syariah
sepenuhnya bila dana yang terhimpun sulit diinvestasikan ke sector riil. Demikian
pula reksadana syariah, perusahaan sector riil mana yang akan dikelola dan
dipasarkan sahamnya, bila sector riil belum dibenahi. Pendek kata, sector riil
syariah tercabut dari kemajuan sector financial syariah. Padahal sector riil sangat
mengharapkan dana dan modal dari sector financial, baik dari lembaga
perbankan, asuransi, maupun reksadana syariah.
Peraturan Perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir
operasional Bank Syari’ah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam
pelaksanaan operasional Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional. Ketentuan-
ketentuan perbankan yang ada kiranya masih perlu disesuaikan agar memenuhi
ketentuan syari’ah agar Bank Syari’ah dapat beroperasi secara relatif dan efisien.
Ketentuan-ketentuan tersebut antara lain adalah hal-hal yang mengatur
mengenai :
a. Instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah likwiditas.
b. Instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syari’ah untuk keperluan
pelaksanaan tugas Bank Sentral.
c. Standar akuntansi, audit dan pelaporan.
d. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dll.
Ketentuan-ketentuan di atas sangat diperlukan agar Bank Syari’ah dapat
menjadi elemen dari sistem moneter yang dapat menjalankan fungsinya
Mahesa matin antasya - 200811054
secara baik dan mampu berkembang dan bersaing dengan Bank
Konvensional.
Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang
lengkap dan besar mengenai kegiatan usaha perbankan syari’ah kepada
masyarakat luas belum dilakukan secara maksimal. Tanggungjawab kegiatan
sosialisasi ini tidak hanya dipundak para bankir syari’ah sebagai pelaksana
operasional bank sehari-hari, tetapi tanggungjawab semua pihak yang mengaku
Islam secara baik secara perorangan, kelompok maupun instansi yang meliputi
unsur alim ulama, penguasa negara/pemerintahan, cendekiawan, dll. Yang
memiliki kemampuan dan akses yang besar dalam penyebarluasan informasi
terhadap masyarakat luas. Sosialisasi yang dilakukan tidak hanya kepada
masyarakat awam tetapi juga kepada ulama, pondok pesantren, ormas-ormas,
instansi, institusi, pengusaha, dll. Yang selama ini belum tahu ataupun belum
memahami secara detail apa dan bagaimana keberadaan dan operasional Bank
Syari’ah walaupun dari sisi Fiqih dan Syari’ah mereka tahu benar.
Piranti Moneter yang pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga
sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan kegiatan
usaha bank syari’ah, seperti kelebihan/kekurangan dana yang terjadi pada Bank
Syari’ah ataupun pasar uang antar bank syari’ah dengan tetap memperhatikan
prinsip syari’ah. Bank Indonesia selaku penentu kebijakan perbankan mencoba
untuk menyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan prinsip syari’ah seperti
halnya SBI dan SBPU yang berlandaskan syari’ah Islam.
Mahesa matin antasya - 200811054
REFERENSI
http://www.harryazharazis.com/dok-14.html
http://muhammadsurya.wordpress.com/category/ekonomi-islami/
http://majalahnh.com/index.php/ekonomi-syariah/226-geliat-bank-syariah-di-
negeri-mayoritas-muslim.html
http://bataviase.co.id/node/427960
http://omperi.wikidot.com/sejarah-hukum-perbankan-syariah-di-indonesia
http://rhanu.web.id/tantangan-dalam-pengembangan-perbankan-syariah-di-
indonesia/
http://ekisopini.blogspot.com/2010/02/peluang-dan-kendala-
pengembangan.html
http://www.docstoc.com/docs/28340932/PROBLEMATIKA-
PERKEMBANGAN-PERBANKAN-SYARIAH-DAN-KONVENSIONAL-DI-
INDONESIA
http://www.neraca.co.id/2010/09/06/bankir-syariah-belum-dipercaya-asing/
http://news.id.msn.com/okezone/business/article.aspx?cp-
documentid=4382521
http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah
http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/perkembangan-bank-islam-di-
indonesia/