34
  1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Stres merupakan suatu keluhan yang sering ditemui dalam kehidupan manusia sehari- hari. Bagi yang penyesuaiannya baik, dapat diatasi dan ditanggulangi. Tetapi bagi or ang yang  penyesuaian dirinya kurang baik, maka stres dapat menimbulkan masalah bagi dirinya (Prawitasari, 1988). Apabila stres sudah sedemikian besar, sehingga melebihi nilai ambang daya tahan terhadapnya, terjadilah gangguan fungsi satu atau beberapa organ. Bilamana stres tersebut berkepanjangan, gangguan yang semula bersifat fungsional, secara berangsur akan  berubah menjadi kelainan organik permanen dan nyata. Berbagai stres kehidupan dapat mengakibatkan berbagai bentuk penyakit dan disebut penyakit psikosomatik, yakni penyakit atau keluhan pada satu atau beberapa organ, berlatar belakang stres (Hawari, 1997). Dalam psikiatri sosial disebutkan bahwa perubahan - perubahan sosial yang cepat dan menjurus kepada buruknya kondisi sosial, dalam arti bertambahnya stres hidup dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan mental emosional dari ringan sampai berat pada sebagian anggota masyarakat dan penduduk (Hawari, 1997). Tenaga kesehatan pun tidak luput mendapatkan stres. Cary et al  (1989) pernah meneliti tentang kesehatan mental, kepuasan pekerjaan dan stres pekerjaan pada dokter umum di Amerika. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecemasan pada dokter lebih tinggi dibandingkan pada  populasi normal. Penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa terdapat 25% tenaga kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat mengalami kecemasan (Patti et al , 2006). Kesehatan mental berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan performa kinerja sesorang. Stres, depresi dan kecemasan berkontribusi terhadap frekuensi ketidakhadiran dan kekurangan percaya diri (Williams et al , 1997). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan  bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang -Undang No.40 Tahun 2004 tentang. Sistem Jaminan Sosial Nasional (Kementerian Kesehatan, 2013). Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional telah dilaksanakan mulai bulan Januari 2014 serentak di seluruh Indonesia. Pelaksanaan JKN di Rumah Sakit mengakibatkan peningkatan jumlah pasien di rumah sakit-rumah sakit rujukan, bahkan dilaporkan beberapa Rumah Sakit kewalahan dengan peningkatan pasien

KTI PRINT.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang MasalahStres merupakan suatu keluhan yang sering ditemui dalam kehidupan manusia sehari-hari. Bagi yang penyesuaiannya baik, dapat diatasi dan ditanggulangi. Tetapi bagi orang yang penyesuaian dirinya kurang baik, maka stres dapat menimbulkan masalah bagi dirinya (Prawitasari, 1988). Apabila stres sudah sedemikian besar, sehingga melebihi nilai ambang daya tahan terhadapnya, terjadilah gangguan fungsi satu atau beberapa organ. Bilamana stres tersebut berkepanjangan, gangguan yang semula bersifat fungsional, secara berangsur akan berubah menjadi kelainan organik permanen dan nyata. Berbagai stres kehidupan dapat mengakibatkan berbagai bentuk penyakit dan disebut penyakit psikosomatik, yakni penyakit atau keluhan pada satu atau beberapa organ, berlatar belakang stres (Hawari, 1997).Dalam psikiatri sosial disebutkan bahwa perubahan - perubahan sosial yang cepat dan menjurus kepada buruknya kondisi sosial, dalam arti bertambahnya stres hidup dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan mental emosional dari ringan sampai berat pada sebagian anggota masyarakat dan penduduk (Hawari, 1997). Tenaga kesehatan pun tidak luput mendapatkan stres. Cary et al (1989) pernah meneliti tentang kesehatan mental, kepuasan pekerjaan dan stres pekerjaan pada dokter umum di Amerika. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecemasan pada dokter lebih tinggi dibandingkan pada populasi normal. Penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa terdapat 25% tenaga kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat mengalami kecemasan (Patti et al, 2006). Kesehatan mental berpengaruh terhadap kesehatan fisik dan performa kinerja sesorang. Stres, depresi dan kecemasan berkontribusi terhadap frekuensi ketidakhadiran dan kekurangan percaya diri (Williams et al, 1997). Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang -Undang No.40 Tahun 2004 tentang. Sistem Jaminan Sosial Nasional (Kementerian Kesehatan, 2013). Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional telah dilaksanakan mulai bulan Januari 2014 serentak di seluruh Indonesia. Pelaksanaan JKN di Rumah Sakit mengakibatkan peningkatan jumlah pasien di rumah sakit-rumah sakit rujukan, bahkan dilaporkan beberapa Rumah Sakit kewalahan dengan peningkatan pasien (Analisa, 2014). Peningkatan pasien ini secara tidak langsung juga akan meningkatkan beban kerja dan stres kerja para tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Penelitian di Kanada menemukan bahwa tenaga kesehatan juga sering mengalami burnout (kelelahan secara psikologis). Sebanyak 53,3% dokter dan 37,1% tenaga kesehatan lainnya dilaporkan mengalami burnout (Eva et al, 2002). Selain itu Deary et al (1996) menyebutkan bahwa pekerjaan klinis yang berlebihan yang dilakukan oleh para dokter juga mengakibatkan distress psikologis dan kelelahan secara psikologis. Masih sedikit data penelitian sebelumnya di Indonesia yang meneliti tentang ketahanan stress dan kecemasan yang dilakukan pada tenaga kesehatan. Oleh karena itu, peneliti merasa tertarik untuk meneliti hubungan ketahanan terhadap stres dan kecemasan pada tenaga kesehatan di rumah sakit.

1.2. Perumusan MasalahAdakah hubungan antara ketahanan stres dengan kecemasan pada tenaga kesehatan pasca diberlakukannya JKN di RSUD Prambanan Sleman?

1.3. Tujuan PenelitianMengetahui adanya hubungan antara hubungan antara ketahanan terhadap stres dengan kecemasan pada tenaga kesehatan pasca diberlakukannya JKN di RSUD Prambanan Sleman.

1.4. Keaslian penelitianUntuk penelitian mengenai ketahanan terhadap stres dan kecemasan telah ada beberapa karya ilmiah yang telah dilakukan, yaitu:1. Penelitian berjudul Hubungan antara Ketahanan terhadap Stres dengan Indeks Prestasi pada Mahasiswa Tahun Ajaran 1996/1997 dilakukan oleh Peranginangin (1998). Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat dalam penelitian saat ini adalah kecemasan, sedangkan pada penelitian sebelumnya adalah Indeks Prestasi. Selain itu, subjek penelitian penelitian saat ini adalah tenaga kesehatan RSUD Prambanan, sedangkan subjek penelitian sebelumnya adalah mahasiswa FK UGM.2. Penelitian berjudul Daya Tahan Stres dan Pre Menstrual Syndrome pada Mahasiswa PSIK FK UGM dilakukan oleh Aida (2003). Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan, sedangkan pada penelitian sebelumnya adalah pre menstrual syndrome. Selain itu subjek penelitian dalam penelitian saat ini adalah tenaga kesehatan pada RSUD Prambanan sedangkan penelitian sebelumnya adalah Mahasiswa PSIK FK UGM.3. Penelitian berjudul Hubungan Toleransi Stres Dengan Perilaku Pengambilan Resiko Pada Karyawan Perusahaan Valas dilakukan oleh Erfani (2007). Perbedaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat, dimana variebel terikat pada penelitian sebelumnya adalah perilaku pengambilan resiko sedangkan pada penelitian kali ini adalah kecemasan. Perbedaan lainnya adalah penggunaan instrumen penelitian untuk mengukur toleransi terhadap stres, dimana penelitian sebelumnya menggunakan kuesioner buatan penulis, sedangkan pada penelitian ini menggunakan Miller Smith Rating Scale for Stress Tolerance (MSRS-ST).

1.5. Manfaat Penelitian1. Manfaat TeoritisHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu kedokteran khususnya mengenai keterkaitan antara ketahanan terhadap stres dengan kecemasan pada tenaga kesehatan.2. Manfaat PraktisDapat memberikan masukan dan informasi pada tenaga kesehatan agar dapat membantu mengurangi kecemasan dan mengetahui tingkat ketahanan terhadap stres. Selain itu. dapat dijadikan sebagai masukan dan informasi kepada institusi RSUD Prambanan sehingga dapat mengevaluasi kondisi psikologis tenaga kesehatan yang bekerja di institusi tersebut.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka2.1.1. Ketahanan Terhadap Stres2.1.1.1. Definisi Ketahanan Terhadap StresMenurut Maramis (2009), stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri untuk mengembalikan keseimbangan badan dan atau jiwa yang terganggu. Bila seseorang tidak dapat mengatasinya dengan baik, maka akan muncul gangguan fisik, perilaku tidak sehat atau pun gangguan jiwa. Wortman (1999) menyatakan bahwa Lazarus dan Folkman mendefinisikan stress sebagai segala sesuatu yang dipandang oleh seseorang sebagai sesuatu yang manantang, mengancam, atau menyakitkan. Sedangkan Holmes dan Rahe mendefinisikan stress sebagai suatu keadaan dimana individu harus berubah dan menyesuaikan diri terhadap suatu peristiwa yang terjadi (Aronson, 2004). Prawirohusodo (1988) membuat batasan mengenai stres yaitu suatu pengalaman hidup atau perubahan lingkungan individu yang cukup bermakna sebagai akibat ketimpangan antara tuntutan hidup dan kemampuan penyesuaian individu. Stres menuntut penyesuaian psikologik dan sosial individu, apabila penyesuaian individu gagal, dapat berakibat penyakit jasmani, penyakit jiwa, dan penyakit psikosomatik.Manifestasi stres tidak sama pada setiap orang tergantung pada berbagai faktor seperti potensial stressor, maturitas, pendidikan, keadaan fisik, sosio-budaya, lingkungan atau situasi, keadaan fisik, dan jenis kelamin (Soewadi, 1999). Menurut Korchin cit Prawitasari (1988), keadaan stres muncul jika banyak terdapat tuntutan-tuntutan yang luar biasa dan mengancam kesejahteraan.Menurut Maramis (2009) stressor dapat menimbulkan beberapa keadaan yang dapat menjadi sumber stres yaitu : (a). Frustasi, terjadi ketika seseorang sedang berusaha mencapai tujuannya tetapi tiba-tiba muncul hambatan yang menjadi stressor. (b). Konflik, terjadi jika tidak dapat atau sulit memilih antara dua pilihan atau lebih. (c). Tekanan, yang dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari walaupun kecil tetapi bila bertumpuk-tumpuk dan berlangsung lama dapat menimbulkan stres. (d). Krisis, gangguan keseimbangan yang hebat secara tiba-tiba sehingga menimbulkan stres yang berat.Banyak hal dapat menjadi stressor. Menurut Yosep (2007) stressor psikososial dapat berupa masalah perkawinan, masalah orang tua, hubungan antar pribadi, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan, hukum, perkembangan, faktor keluarga, dan sebaginya. Soewadi (1999) menyatakan bahwa tidak semua orang yang menghadapi stressor mengalami gangguan. Dalam menghadapi stressor seseorang akan berespon dengan dua cara, yaitu : (a). Berusaha melakukan adaptasi. Bila adaptasi ini berhasil dilakukan, maka orang tersebut akan berada dalam keadaan homeostasis sehingga ia akan berada dalam keadaan baik-baik saja. (b). Berusaha melakukan adaptasi tetapi gagal. Akibatnya stres yang dialami berubah menjadi distress yang kemudian menimbulkan berbagai gejala baik fisik maupun mental.Dapat ditarik kesimpulan bahwa stres merupakan suatu kondisi tegang dari individu yang dapat mempengaruhi kondisi fisik dan psikis, dimana terjadi ketidakseimbangan antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari sumber-sumber sistem biologis, psikologis dan sosial seseorang. Berdasarkan definisi stres, seberapa besar kemampuan individu dalam menghadapi stres inilah yang disebut dengan toleransi terhadap stres. Maramis (2009) menyebut toleransi terhadap stres sebagai daya tahan stres atau ambang frustasi.Sejalan dengan pendapat di atas, Carson et al (1992) menyebut bahwa toleransi terhadap stres mengacu pada kemampuan individu untuk bertahan tanpa mengakibatkan gangguan yang berarti.Selain itu, Atwater cit Izzaty (1996) menjelaskan bahwa toleransi terhadap stres adalah tingkat dan durasi stres yang dapat ditoleransi individu tanpa menjadi kacau dan irasional, atau dengan kata lain merupakan ambang batas sebelum terjadinya perilaku yang tidak efisien dan pikiran yang tidak rasional.. Crow & Crow cit Astuti (2003) mengungkapkan apabila individu mampu menggerakkan kekuatan, mengatasi, dan melawan stressor, maka ia mempunyai ketahanan terhadap stres yang tinggi. Sebaliknya jika individu menyerah dan tidak berdaya, maka ia mempunyai ketahanan terhadap stres yang rendah.Dapat disimpulkan bahwa ketahanan terhadap stres adalah toleransi individu dalam menghadapi stres tanpa mengakibatkan gangguan yang berarti sehingga individu tidak menjadi kacau dan irasional.

2.1.1.2. Faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap stresMasing-masing individu memiliki tingkat ketahanan stress yang berbeda satu sama lainnya, ada yang rendah dan ada yang tinggi. Adapun yang mempengaruhi tingkat ketahanan terhadap stres adalah :a. Kepercayaan individu atas kemampuan menanggulangi yang mengakibatkan stres (Atkinson et al. 1983). Cofer dan Appley (1964) mengatakan bahwa makin tinggi optimisme dan kemauan individu, maka ketahanan terhadap stresnya makin tinggi.b. Dukungan sosial. Dukungan emosional dan adanya perhatian dari orang lain dapat membuat orang tahan terhadap stres (Atkinson et al, 1983; Sheridan dan Radmacher, 1992).c. Penyesuaian diri. Penyesuaian diri merupakan proses untuk mempertemukan diri dan lingkungan. Sheridan dan Radmacher (1992) menjelaskan bahwa semakin efektif cara yang digunakan individu, semakin tinggi tingkat ketahanan terhadap stresnya.d. Kontrol diri. Kemampuan mengontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku melalui pertimbangan kognitif sehingga dapat membawa ke arah positif. Adanya kontrol diri yang kuat akan memiliki ketahanan terhadap stres yang tinggi (Izzaty, 1996). e. Tingkat pendidikan. Soewadi (1999) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruuhi daya tahan individu terhadap stres. Lebih lanjut diakatan bahwa seseorang yang memiliki pendidikan yang rendah juga memiliki ketahanan stres yang rendah.f. Penerimaan diri. Individu yang menerima dirinya, akan memiliki ketahanan terhadap stres yang tinggi (Izzaty, 1996).g. Sosio-budaya. Setiap kebudayaan memiliki nilai-nilai tertentu, dan nilai budaya yang dipegang seseorang akan mempengaruhi pola pikir dan perilakunya. Orang yang memiliki cara hidup teratur dan falsafah hidupnya jelas, pada umumnya tidak akan mengalami gangguan akibat stres (Soewadi, 1987).

2.1.1.3. Gejala ketahanan terhadap stresAtkinson (1991) mengatakan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki kepribadian yang tahan terhadap stres adalah :a. Komtimen, dimana lebih aktif dalam pekerjaan dan kehidupan sosial sehingga lebih menuntut tanggung jawab.b. Kendali, yaitu mengendalikan peristiwa-peristiwa di kehidupan mereka serta mampu mengontrol perasaan dan perilaku terhadap situasi yang penuh stresor.c. Tantangan dimana juga melibatkan penilaian kognitif, keyakinan bahwa perubahan adalah normal dalam kehidupan dan harus diapandang sebagai kesempatan untuk berkembang ketimbang sebagai ancaman terhadap keamanan.Cridder et al dalam Astuti (2003) mengemukakan reaksi-reaksi umum yang dialami oleh individu yang tidak tahan terhadap stres adalah sebagai berikut:a. Gangguan emosional, yaitu ada tidanknya gejala cemas, gelisah, depresi, marah, gugup ataupun perasaan bersalah. Emosi stres yang paling sering terjadi adalah kecemasan dan depresi.b. Gangguan fungsi pikir, yaitu ada atau tidaknya gangguan pada kemampuan berpikir berupa konsentrasi, pemikiran yang negatif, ingatan dan gangguan mimpi buruk, mudah lupa, daya ingat menurun, suka melamun dan terobsesi pada satu pikiran saja.c. Gangguan aktifitas fisiologik, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Skeletal muscle symptoms meliputi sakit kepala, mulut terasa kering, merasa lemas, dada nyeri, perasaan tegang dan gugup. Symptoms of visceral, yaitu gangguan pada bagian organ dalam berupa tangan dan kaki dingin, kehilangan gairah seksual, jantung berdebar-debar, tangan gemetar, nafas teraba sesak, perut terasa mual dan kejang-kejang.d. Gangguan sosial stres, selain terwujud dalam berbagai penyakit, dapat pula terwujud dalam ketidakmampuan seseorang menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Penderitaan fisik dan psikis ini menyebabkan seseorang tidak dapat berfungsi secara wajar, tidak mampu berprestasi tinggi, dan sering menjadi masalah bagi lingkungan rumah maupun lingkungan sosial.Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri-ciri individu yang tahan terhadap stres yaitu memiliki komitmen yang tinggi, mampu mengendalikan diri, berani menghadapi tantangan. Sedangkan ciri-ciri individu yang tidak tahan terhadap stres adalah mengalami gangguan emosional, gangguan fungsi pikir, gangguan aktifitas fisiologik dan gangguan sosial. 2.2 Kecemasan2.2.1. DefinisiKecemasan adalah ketegangan, rasa tidak aman, dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari dalam (Depkes, 1993). Kaplan dan Sadock (1997) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan, ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman.Halgin (2003) mendefinisikan kecemasan merupakan suatu hal yang berorientasi ke masa yang akan datang dan bersifat global, menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang mengalami kegelisahan, ketegangan, dan kekhawatiran terhadap prospect dari sesuatu yang akan terjadi. Sehingga seseorang yang mengalami kecemasan akan memfokuskan perhatian untuk menjadi lebih waspada dan lebih berhati-hati terhadap kemungkinan dari bahaya yang akan terjadi.Menurut Maramis (2009), kecemasan adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu, atau takut. Kecemasan dapat membuat seseorang tidak mampu bertindak atau bahkan menarik diri. Dewantisari (2005) menyatakan bahwa menurut Ibrahim gangguan kecemasan adalah akumulasi dari rasa frustasi, konflik, dan stres. Gangguan kecemasan menjadi penanda adanya ancaman eksternal dan internal misalnya ancaman cedera, munculnya rasa takut, keputusasaan, kemungkinan dapat hukuman, frustasi, maupun gangguan terhadap status seseorang.Girdano (2005) berpendapat bahwa seseorang yang memiliki kecemasan yang cukup berat akan cenderung menunjukkan kecemasan terus-menerus walaupun stressor sudah berlalu. Orang dengan kepribadian seperti ini juga seringkali memandang stressor sebagai ancaman yang lebih besar daripada ancaman yang sebenarnya.2.2.2 EpidemiologiSurvei komunitas menunjukkan sekitar 3-5% usia dewasa menderita gangguan ansietas menyeluruh dalam suatu survei dengan prevalensi seusia hidup lebih dari 25%. Gangguan ansietas menyeluruh biasanya dimulai pada awal masa dewasa antara usia 15-25 tahun, namun ada peningkatan setelah usia 35 tahun. Dalam beberapa survei lainnya, perempuan lebih sering terkena daripada laki-laki dengan rasio 2:1. Namun gangguan ansietas lebih jarang dibanding gambaran campuran antara ansietas dan depresi, yaitu 28% ansietas dan 48% campuran antara ansietas dan depresi (Puri et al, 2008). Hubungan antara ansietas dan depresi adalah gejala ansietas muncul juga dalam gangguan depresi (Katona et al, 2008).2.2.3 Fungsi KecemasanFungsi kecemasan adalah memperingatkan individu akan adanya bahaya, yang menjadi insyarat bagi ego bahwa jika tidak bertindak tepat, bahaya akan meningkat sampai ego dikalahkan (Hankin, 2005).Fungsi kecemasan yang lain adalah perlindungan. Saat kita mengalami kecemasan, terdapat sensasi fisik yang mendorong otot-otot tubuh untuk menegang dan otot-otot otak untuk memusatkan perhatian dengan penuh kewaspadaan.Saat menghadapi ancaman, sensasi ketakutan ini bersifat segera dan tanpa jeda. Karena otak bereaksi dengan cara melindungi, maka kita selalu bergegas menuju tempat aman bila dihadapkan dengan ancaman, atau diam membeku dan berharap untuk tidak diperhatikan. Disini tampak kecemasan sama dengan ketakutan (Hankin, 2005).Jika kecemasan dianggap hanya sebagai sinyal peringatan, kecemasan dapat dianggap sama dengan emosi seperti ketakutan. Kecemasan memperingatkan ancaman internal dan eksternal dan memiliki kualitas menyelematkan hidup. Di tingkat rendahnya, kecemasan memperingatkan ancaman cedera, emosi negatif, perpisahan dari orang yang dicintai, gangguan pada kesuksesan atau status, dan terakhir pada kesatuan atau keutuhan seseorang.Kecemasan ini mencegah bahaya dengan menyadarkan seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang mencegah ancaman atau meringankan akibatnya (Kaplan et al, 1996).Perbedaan kecemasan (anxiety) dengan ketakutan (fear) yaitu kecemasan berhubungan dengan tentang sesuatu, ada ciri ketidakpastian dan ketiadaan objek.Saat perasaaan itu menemukan objeknya, istilah ketakutan lebih sering digunakan daripada kecemasan (Freud cit. Maitri, 2008). 2.2.4 Faktor KecemasanMenurut Ramaiah (2003), ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pola dasar yang menunjukkan reaksi rasa cemas, yaitu lingkungan, emosi yang ditekan, sebab fisik dan keturunan. Dinamika kepribadian sebagian besar dikuasai oleh keharusan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan seorang individu lewat interaksi dengan objek-objek dunia luar.Lingkungan memiliki kemampuan untuk menimbulkan rasa sakit dan meningkatkan tegangan maupun memberi kepuasaan dan mereduksikan tegangan.Lingkungan dapat mengganggu maupun memberikan rasa nyaman (Hall & Lindzey, 2009).Penelitian menunjukkan bahwa interaksi anak antar-sebaya penting untuk perkembangan normal sebagai media pengembangan keterampilan sosial, kepercayaan diri, dan untuk melatih hubungan di masa depan. Anak-anak sebaya memperlihatkan angka interaksi berkonflik yang lebih tinggi dibandingkan anak yang usianya berbeda-beda. Anak normal akan lebih memperlihatkan sikap mengasuh dan melindungi terhadap anak yang lebih muda daripada terhadap sebayanya. Sebaliknya, anak yang lebih muda akan menunjukkan sikap lebih penurut dan pengikut saat bersama anak yang lebih tua. Seiring bertambahnya usia, pentingnya suatu lingkungan sosial juga berubah, pada masa remaja dan dewasa muda, pergaulan dengan sebaya biasanya melebihi pergaulan dengan keluarga dekat (Puri et al, 2008).Menurut Stuart et al (1998), kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditemukan oleh potensi stressor, maturitas, pendidikan dan status ekonomi, keadaan fisik, tipe kepribadian, lingkungan dan situasi, usia, dan jenis kelamin.2.2.5 Jenis KecemasanAda tiga jenis kecemasan mendasar menurut Hankin (2005) yaitu: a). Kecemasan sosial, yaitu rasa takut dipermalukan dan cemas terhadap kemungkinan kritik dan konflik sosial atau rasa takut akan pengamatan orang lain dan penilaian mereka. b). Kecemasan paranoid, rasa takut terhadap suatu objek atau situasi tertentu secara berlebihan dan dianggap membahayakan diri, semacam jenis ketakutan utnuk menjadi korban yang ekstrim. c). Kecemasan tentang kecemasan, mengacu pada antisipasi yang menakutkan tentang mengalami kecemasan (perasaan tegang dan gugup).Sedangkan menurut Ramaiah (2003), ada tiga kategori keadaan kecemasan, yaitu keadaan kecemasan, gangguan fobia dan gangguan tekanan paska traumatik.Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ada kecemasan yang dibagi menjadi tiga, yaitu kecemasan neurotik, kecemasan moral, kecemasan realistik. Tipe pokoknya adalah kecemasan realitas atau rasa takut akan bahaya-bahaya nyata dari luar, dengan dua tipe kecemasan lainnya berasal dari kecemasan realitas. Kecemasan neurotik adalah rasa takut terhadap insting akan lepas kendali dan menyebabkan individu berbuat sesuatu yang melanggar hukum. Ketakutan tertuju pada hukuman yang mungkin terjadi jika insting terpuaskan. Kecemasan ini memiliki dasar kenyataan, karena dunia, sebagaimana diwakili oleh orang tua atau autoritas lain, akan menghukum anak jika bertindak impulsif. Kecemasan moral adalah rasa takut pada suara hati.Kecemasan terjadi karena konflik antara ego dan superego. Orang-orang yang super egonya berkembang dengan baik cenderung merasa bersalah jika melakukan atau bahkan berpikir untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan norma moral saat mereka dibesarkan. Misal godaan seksual. Kecemasan ini juga memiliki dasar realitas, di masa lampau sang pribadi pernah mendapat hukuman karena melanggar norma moral dan bisa dihukum lagi. Kecemasan realistik atau objektif hampir serupa dengan ketakutan, yaitu perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik terhadap suatu bahaya yang mungkin terjadi. Misal berkendara ke daerah tidak dikenal (Freud cit. Hall & Lindzey, 2009).Kecemasan dalam neurosis merupakan reaksi yang tidak seimbang dengan besar bahaya yang ada, seringkali kabur dan sifatnya umum. Istilah neurosis/psikoneurosis dipakai untuk menerangkan semua penyakit gangguan fungsi saraf, tetapi jaringan susunan saraf sendiri tidak mengalami kerusakan. Dalam neurosis terdapat bentuk kecemasan sebagai ciri umumnya. Kecemasan neurosis adalah perasaan yang tidak aman yang berkembang dalam individu yang disebabkan oleh situasi-situasi lingkungan yang rupanya tidak berbahaya atau hanya sedikit menekan. Kecemasan neurotik juga mungkin muncul misalnya oleh impuls yang bersifat seksual atau agresif (Semium, 2010).Menurut Maramis (2009), gambaran umum dari kecemasan menyeluruh adalah adanya kekhawatiran atau ansietas yang lebih kurang konstan, yang tidak sebanding dengan tingkat stresor sesungguhnya dalam kehidupan yang terjadi dalam jangka waktu panjang. Individu ini biasnya kesulitan untuk mengendalikan dan cenderung tidak yakin pada diri sendiri. Untuk diagnosisnya, harus dibedakan dengan kecemasan pada gangguan jiwa yang lain, karena biasanya sebagian besar penderita kecemasan menyeluruh ini juga menderita depresi dan gangguan yang lain.

2.2.6 Tanda dan GejalaBerdasarkan International Statistical Classisfication of Diseases and Related Health Problems, Tenth Revision (ICD-10), gambaran gangguan ansietas menyeluruh mengambang bebas dan menetap itu melibatkan unsur unsur: a). Ketakutan khawatir mengalami kemalangan di masa depan, perasaan tersudut, kesulitan berkonsentrasi, dll). b). Ketegangan motorik (gelisah, tension headaches, gemetar, ketidakmampuan untuk santai, dll). b). Overaktivitas autonom (kepala ringan, berkeringat, takikardia atau takipnea, rasa tidak nyaman di epigastrium, pusing, mulut kering, dll) (Puri et al, 2008).Gejala-gajala kecemasan terdiri atas dua komponen yaitu komponen psikis/mental dan komponen fisik. Gejala psikis terdiri dari perasaan khawatir, was-was, penderita tampak tegang, dan tidak berdaya. Gejala fisik merupakan manifestasi dari keterjagaan yang berlebihan (hyperarousal syndrom) seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat dan terasa sesak, perasaan pusing seperti melayang, mulut kering, keluhan lambung, ekstremitas teraba dingin dan kadang terasa kesemutan, dan ketegangan otot biasanya terjadi di pelipis, tengkuk, atau punggung (Maramis, 2009). Gambaran klinis ansietas menyeluruh terdiri atas gejala somatik dan psikologis. Gambaran somatik antara lain pusing, tension headaches, mulut kering, disfagia, flush, sulit bernapas, takikardia, rasa tidak nyaman di epigastrium/mual/diare, tangan dingin lembab berkeringat, sering berkemih, gemetaran, otot tegang, kelelahan, dan kurang istirahat. (Puri et al, 2008). Flush adalah kemerahan episodik sementara pada wajah dan leher yang bisa diakibatkan faktor emosi atau kerja fisik (Dorland, 2000)Menurut Kartono (2003), gejala-gejala yang khas pada gangguan kecemasan adalah : 1).Selalu ada hal yang mencemaskan hati, hampir setiap kejadian menyebabkan timbulnya rasa takut dan cemas. 2). Emosi labil, suka marah, dan sangat irritabel. 3). Diikuti oleh bermacam-macam fantasi, delusi, dan ilusi. 4). Sering merasa mual dan muntah. Tubuh terasa sangat lelah, banyak berkeringat, gemetaran, dan sering diare. 5). Selalu dipenuhi ketegangan emosional dan bayangan kesulitan.2.3 Jaminan Kesehatan Nasional2.3.1 Jaminan Kesehatan Nasional bagian dari SJSNJaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah. (Kemenkes, 2013).2.3.2 Landasan HukumAda beberapa landasan hukum yang digunakan dalam penyusunan undang-undang SJSN, yaitu: a. UUD 1945 amandemen Pasal 28H - ayat 1: setiap penduduk berhak atas pelayanan kesehatan - ayat 3: setiap penduduk berhak atas jaminan sosial b. UUD 1945 amandemen Pasal 34 ayat 2 bahwa Negara mengembangkan jaminan sosial bagi seluruh rakyat c. UUD 1945 amandemen pasal 34 ayat 3 bahwa Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan yang layak d. UU Nomor 3/ 1992 tentang Jamsostek e. PP 69/ 1991 tentang JPK PNSf. UU Nomor 23/ 1992 tentang Kesehatan, khususnya pasal 66 g. UU Nomor 43/ 1999 tentang Pegawai Negeri Sipil h. PP Nomor 28/ 2003 tentang Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri Semua landasan hukum diatas mendukung upaya-upaya penyusunan dan pelaksanaan Undang-undang SJSN (Kemenkes, 2013).2.3.3 Asas Dan Prinsip Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Dalam undang undang no 40 tahun 2004, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan pada prinsip: 1). Kegotong-royongan, yaitu suatu prinsip adanya saling membantu di antara dua segmen yang berbeda sehingga terjadi subsidi silang. Prinsip tersebut memungkinkan perluasan cakupan terhadap seluruh penduduk. 2). Nirlaba, yaitu tidak mengambil untung namun bukan berarti harus merugi tetapi azasmanfaat bagi seluruh pelaku asuransi kesehatan (Bapel, peserta, pemberi pelayanan kesehatan serta pemerintah karena mempunyai penduduk yang sehat dan produktif). 3). Keterbukaan; terdapat sikap transparansi dari badan penyelenggara terhadap masyarakat terkait penyelenggaraan SJSN. 4). Kehati-hatian5). Akuntabilitas; dalam pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan atau badan penyelenggara menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan yang dilakukan dalam upaya implementasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan meminta pertanggungjawaban. 6). Portabilitas yang menunjukkan bahwa seseorang tidak boleh kehilangan jaminan/ perlindungan. 7). Kepesertaan bersifat wajib; seluruh rakyat Indonesia wajib menjadi peserta dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan didukung prinsip ekuitas yang berarti setiap penduduk harus memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan. 8). Dana amanat; dana untuk SJSN merupakan dana milik seluruh peserta SJSN dan berarti dana rakyat. 9). Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. Adapun beberapa prinsip tambahan, antara lain:1) Prinsip responsif, yaitu responsif terhadap tuntutan peserta sesuai standar kebutuhan hidup sehingga sifatnya lebih dinamis. 2) Prinsip koordinasi manfaat, dengan adanya prinsip ini diharapkan tidak akan terjadi duplikasi sehingga lebih efisien.3)Prinsip efisiensi yang memungkinkan pelayanan menjadi terkendali karena pelayanan yang diberikan hanya pelayanan yang dibutuhkan saja. Selain itu, terjadi juga urun biaya sehingga tidak dirasakan terlalu berat bagi yang tidak mampu 2.3.4 Manfaat dan Tujuan Jaminan SosialSistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Dalam sistem jaminan sosial, terdapat lima hal yang dijamin, yaitu jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Alasan utama mengapa kelima hal tersebut menjadi jaminan sosial adalah untuk menghindari atau meminimalkan risiko yang timbul dari kelima hal yang akan dijamin tersebut. Pada dasarnya kelima hal tersebut berdampak tak hanya bagi orang perseorangan, tetapi bagi keluarga yang merupakan bagian terpenting dari masyarakat (komunitas), dan secara kolektif akan berpengaruh terhadap stabilitas bangsa baik dari sektor ekonomi, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat (Kemenkes, 2013).

2.3.5 Pembiayaan Jaminan Sosial SJSN akan diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial, ekuitas, dan atau tabungan wajib sehingga dalam pelaksanaannya, SJSN memerlukan iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah atau suatu jumlah nominal tertentu yang akan disetorkan kepada badan penyelenggara jaminan sosial secara berkala. 1). Asuransi sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah. 2). Tabungan wajib adalah simpanan yang bersifat wajib bagi peserta program jaminan sosial. 3). Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh pemerintah bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai peserta program jaminan sosial (Kemenkes, 2013). 2.3.6 Peran Tenaga Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan NasionalPeranan tenaga kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional sangat penting. Tenaga kesehatan merupakan tulang punggung dalam pelaksanaan sistem Jaminan Kesehatan Nasional mulai dari PPK I, PPK II, hingga PPK III. Pelaksanaan JKN di Rumah Sakit mengakibatkan peningkatan jumlah pasien di rumah sakit-rumah sakit rujukan, bahkan dilaporkan beberapa Rumah Sakit kewalahan dengan peningkatan pasien (Analisa, 2014). Selain itu beberapa tenaga kesehatan juga mengeluhkan pendapatan akibat penerapan sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Mereka mengatakan bahwa dengan penerapan sistem ini, pendapatan para tenaga kesehatan tidak seimbang dengan kinerja yang dituntut untuk dilaksanakan (Merdeka, 2014). Peningkatan jumlah pasien, secara langsung meningkatkan beban kerja dan stres bagi para tenaga kesehatan.2.4 Landasan TeoriMenurut Maramis (2009), kecemasan adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu, atau takut. Menurut Stuart et al (1998), kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditemukan oleh potensi stressor, maturitas, pendidikan dan status ekonomi, keadaan fisik, tipe kepribadian, lingkungan dan situasi, usia, dan jenis kelamin.Menurut Maramis (2009), stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri untuk mengembalikan keseimbangan badan dan atau jiwa yang terganggu. Bila seseorang tidak dapat mengatasinya dengan baik, maka akan muncul gangguan fisik, perilaku tidak sehat atau pun gangguan jiwa. Manifestasi stres tidak sama pada setiap orang tergantung pada berbagai faktor seperti potensial stressor, maturitas, pendidikan, keadaan fisik, sosio-budaya, lingkungan atau situasi, keadaan fisik, dan jenis kelamin (Soewadi, 1999). Selain itu, Atwater cit Izzaty (1996) menjelaskan bahwa toleransi terhadap stres adalah tingkat dan durasi stres yang dapat ditoleransi individu tanpa menjadi kacau dan irasional, atau dengan kata lain merupakan ambang batas sebelum terjadinya perilaku yang tidak efisien dan pikiran yang tidak rasional.. Crow & Crow cit Astuti (2003) mengungkapkan apabila individu mampu menggerakkan kekuatan, mengatasi, dan melawan stressor, maka ia mempunyai ketahanan terhadap stres yang tinggi. Sebaliknya jika individu menyerah dan tidak berdaya, maka ia mempunyai ketahanan terhadap stres yang rendah.Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional bagi tenaga kesehatan memberikan dampak peningkatan beban kerja dan stres meningkat karena bertambahnya jumlah kunjungan pasien. Tenaga kesehatan yang memiliki ketahanan stres yang baik tidak akan mudah mengalami kecemasan, sedangkan tenaga kesehatan yang memiliki ketahanan terhadap stres yang kurang baik akan mudah mengalami kecemasan.

2.5 Kerangka TeoriBaikTidak BaikKecemasanKetahanan terhadap StresPelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional

Faktor yang mempengaruhi kecemasan :1.potensi stressor,2.maturitas, 3.pendidikan4.status ekonomi, 5.keadaan fisik, 6.tipe kepribadian, 7.lingkungan dan situasi,8.usia, 9.jenis kelamin.Faktor yang mempengaruhi Ketahanan terhadap Stres :1. Kepercayaan diri Individu2. Dukungan Sosial3.Penyesuaian Diri4. Kontrol Diri5. Tingkat Pendidikan6. Penerimaan diri7. Sosio budaya

Gambar 1. Skema Kerangka Teori

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

Ketahanan terhadap Stress kurang baik

Cemas

Ketahanan terhadap Stress

Tidak Cemas

Cemas

Ketahanan terhadap Stres baik

Tidak Cemas

Gambar 2. Skema Kerangka Konsep

2.7 HipotesisTerdapat hubungan yang bermakna antara ketahanan terhadap stres dengan kecemasan pada tenaga kesehatan pasca diberlakukannya JKN di RSUD Prambanan Sleman.

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan PenelitianPenelitian ini adalah penelitian non-eksperimental deskriptif analitik dengan metode pendekatan cross-sectional untuk membuktikan adanya hubungan tingkat ketahanan stres dengan kecemasan pada tenaga kesehatan pasca diberlakukannya JKN di RSUD Prambanan Sleman.

3.2 PopulasiPopulasi penelitian ini adalah tenaga kesehatan di RSUD Prambanan yang berjumlah 80 orang. Data diambil dari data primer yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh seluruh tenaga kesehatan di RSUD Prambanan.Adapun kriteria inklusi maupun kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:Kriteria Inklusi : 1. Tenaga kesehatan yang bekerja di RSUD Prambanan Sleman yang terdaftar secara aktif.2. Bersedia ikut dalam penelitianKriteria Eksklusi : 1. Tenaga kesehatan yang tidak mengisi secara lengkap kuesioner.2. Tenaga kesehatan yang tidak hadir dalam pembagian kuesioner,

3.3. Besar SampelMetode pengambilan sampel adalah simple random sampling. Perhitungan sampel minimal menggunakan rumus Sovlin (Sevilla, et al., 2007):

n =Sampel minimalN =Populasie =Prosentasi kelonggaran karena kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditoleransi

Diketahui populasi tenaga kesehatan RSUD Prambanan yang aktif adalah 80 orang. Prosentase kelonggaran yang dipilih adalah 5% atau 0,05.

Dari rumus Sovlin diatas, didapatkan sampel minimal yang diperlukan adalah 67 tenaga kesehatan.

3.4.Variabel Penelitian3.4.1. Variabel BebasVariabel bebas dalam penelitian ini adalah ketahanan terhadap stres. Variabel ini merupakan variabel kategorikal yang terdiri dari ketahanan terhadap stres baik dan ketahan terhadap stres kurang baik. 3.4.2. Variabel TerikatVariabel terikat dalam penelitian ini adalah kecemasan. Variabel ini merupakan variabel kategorikal yang terdiri dari cemas dan tidak cemas.

3.5. Definisi Operasional3.5.1. Ketahanan terhadap Stres Ketahanan terhadap stres adalah toleransi individu dalam menghadapi stres tanpa mengakibatkan gangguan yang berarti sehingga individu tidak menjadi kacau dan irasional. Ketahanan stres diukur dengan Miller Smith Rating Scale for Stress Tolerance (MSRS-ST). 3.5.2. KecemasanKecemasan adalah kecemasan neurosis, yaitu kecemasan yang berlebihan dan terus-terusan terhadap suatu hal yang sebenarnya tidak berbahaya. Kecemasan dalam penelitian ini akan diukur dengan Eysenck Inventory Questioner.3.6. Instrumen Penelitian3.6.1. Miller Smith Rating Scale for Stress Tolerance (MSRS-ST).Untuk mengetahui taraf ketahanan terhadap stres dari Miller dan Smith, terdapat 20 item dimana masing-masing item diberi skor 1 sampai 5. Angka skor 1 menyatakan hampir selalu dikerjakan sedangkan angka skor 5 menyatakan tidak pernah dikerjakan sesuai dengan ukuran berapa jauh berlakunya bagi yang bersangkutan. Untuk memperoleh nilai ketahanan terhadap stres yaitu dengan menjumlahkan nilai skor, sehingga secara keseluruhan mempunyai nilai total antara 20-100. Instrumen ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya oleh Brodjonegoro (1988) dengan nilai pembatas pemisah 43. Individu dengan nilai toleransi stres MSRS-ST < 43 dinyatakan sebagai individu dengan ketahanan stres yang baik. Individu dengan nilai toleransi stres MSRS-ST lebih dari sama dengan 43 dikategorikan sebagai individu dengan ketahanan stres yang kurang baik.3.6.2. Eysenck Inventory QuestionerEysenck Inventory Questioner menggunakan 3 subskor untuk mengevaluasi tipe kepribadian introvert, kecenderungan neurotik, dan skala kebohongan. Dalam penelitian ini, kecemasan diasosiasikan dengan kecenderungan neurotik. Instrumen inti terdiri dari 57 pertanyaan tertutup dengan jawaban YA dan Tidak. Dari 57 pertanyaan, terdapat 25 pertanyaan tentang tipe kepribadian introvert (I), 25 pertanyaan yang merujuk pada kecenderungan neurotik (N), dan 7 pertanyaan untuk skala kebohongan (L). Jawaban yang sesuai akan diberi skor 1, dan yang tidak sesuai diberi skor 0. Dinyatakan cemas jika skor N 12, dan dinyatakan berbohong jika L4. Berdasarkan penelitian Soewadi (1987) instrument ini memiliki sensitivitas 95%, Spesifisitas 81%, positive predictive value 83%, dan r = 0,70.

3.7. Tahap PenelitianTahap Penelitian menurut Nasir et al (2011) adalah sebagai berikut :ObservasiPengumpulan DataPerumusan MasalahPenyusunan Usulan PenelitianMenyusun Kerangka TeoriMembentuk Hipotesis dan tujuan Penelitian

Menyusun Rancangan Penelitian

Pengumpulan Data

Pelaksanaan Penelitian

KesimpulanGambar 2. Alur Tahap Penelitian

3.8. Rencana Analisis DataDalam penelitian ini analisis data dilakukan secara deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian. Uji analisis bivariat analisis hubungan korelasi variabel kategorik menggunakan uji korelasi Contingen Coeficiency (Dahlan, 2012).

3.9 Etika PenelitianPenelitian ini mengedepankan beberapa etika penelitian : (1) Meminta izin terlebih dahulu dan berkoordinasi dengan pihak RSUD Prambanan. (2) Mencantumkan informasi mengenai tujuan dan mekanisme penelitian agar responden memahami dan mau berpartisipasi. (3) Memberikan jaminan kerahasian terhadap data yang diberikan responden. (4) Memperhatikan waktu pengambilan data agar tidak menggangu kegiatan pelayanan di RSUD Prambanan.

3.10.Jadwal Penelitian

MeiJuniJuliAgustus

Pengajuan Judul

Penyusunan Proposal

Pengajuan Seminar

Seminar Proposal

Revisi dan Pengambilan Data

Penyusunan Hasil Penelitian

Pengajuan Seminar Hasil

Seminar Hasil

Revisi

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HasilSubjek penelitian ini adalah tenaga kesehatan RSUD Prambanan yang berjumlah 80 orang dengan sampel minimal berjumlah 67 orang. Dari 80 kuesioner yang dibagikan, yang terisi ada 77 lembar. Saat isi kuesioner diteliti, terdapat 70 kuesioner lengkap, dan 7 tidak lengkap. Sehingga terdapat 70 kuesioner yang dimasukkan ke dalam analisis data.4.1.1.Karakteristik Sampela. Gambaran Distribusi UsiaUsia merupakan salah satu karakteristik penting yang harus dipaparkan. Rentang usia subjek dari 21-52 tahun. Terdapat 46 (65,7%) subjek yang berusia antara 20-30 tahun. Didapatkan 16 (22,9%) subjek yang berusia 31-40 tahun. Pada kategori umur 41-50 tahun terdapat 6 (8,6%) subjek. Terdapat 2 (2,9%) subjek berusia 51-60 tahun. b. Gambaran Jenis KelaminDari 70 subjek penelitian, didapatkan 26 (37,1%) subjek berjenis kelamin laki-laki dan 44 (62,9%) berjenis kelamin perempuan. c. Gambaran Status PernikahanDari 70 subjek penelitian, didapatkan 39 (55,7%) sudah menikah dan 31 (44,3%) subjek belum menikah.d. Gambaran Tingkat PendidikanDidapatkan 54 (77,1%) subjek memiliki tingkat pendidikan D3, 12 (17,1%) memiliki tingkat pendidikan profesi dan 4 (5,7%) subjek memiliki tingkat pendidikan spesialis.e. Gambaran Jenis PekerjaanDari 70 subjek penelitian, didapatkan 30 (42,9%) bekerja sebagai perawat, 14 (20%) sebagai bidan, 2 (2,9%) sebagai ahli gizi, 3 (4,3%) sebagia analis kesehatan, 1 (1,4%) sebagai fisioterapis, 1 (1,4%) sebagai radiografer, 3 (4,3%) sebagai tenaga kefarmasian, 11 (15,7%) sebagai dokter umum, 1 (1,4%) sebagai dokter gigi, dan 4 (5,7%) sebagai dokter spesialis.f. Gambaran Ketahanan terhadap StresDari 70 subjek, didapatkan 38 (54,3%) tenaga kesehatan memiliki ketahanan terhadap stres yang baik sedangkan 32 (45,7%) tenaga kesehatan memiliki ketahanan terhaadap stres yang kurang baik.g. Gambaran KecemasanDidapatkan 33 (47,1%) tenaga kesehatan mengalami kecemasan dan 37 (52,9%) tenaga kesehatan lainnya tidak mengalami kecemasan.

4.1.2. Hubungan Antara Ketahanan terhadap Stres dan KecemasanPada tabel 2, hasil uji korelasi Contingen Coeficiency Ketahanan terhadap stres dengan kecemasan diperoleh nilai korelasi 0,596 dengan p= 0,001 yang berarti nilai korelasi positif antara ketahanan terhadap stres dengan kecemasan dengan kekuatan korelasi yang sedang dan bermakna secara statistika.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Tenaga Kesehatan di RSUD PrambananVariabelFrekuensiPersentase (%)

Kategori Usia

20-30 tahun4665,7

31-40 tahun1622,9

41-50 tahun68,6

51-60 tahun22,9

Total70100,0

Jenis Kelamin

laki-laki2637,1

Perempuan4462,9

Total70100,0

Status Pernikahan

Sudah Menikah3955,7

Belum menikah3144,3

Total70100,0

Tingkat Pendidikan

D35477,1

Profesi1217,1

Spesialis45,7

Total70100,0

Jenis Pekerjaan

Perawat3042,9

Bidan1420,0

Ahli Gizi22,9

Analis Kesehatan34,3

Fisioterapis11,4

Radiografer11,4

Tenaga Kefarmasian34,3

Dokter Umum1115,7

Dokter Gigi11,4

Dokter Spesialis45,7

Total70100,0

Ketahanan terhadap Stres

Ketahanan Stres Baik3854,3

Ketahanan Stres Kurang Baik3245,7

Total70100,0

Kecemasan

Tidak Cemas3752,9

Cemas3347,1

Total70100,0

Sumber : Data Primer diolah (2014)

Tabel 2. Hubungan antara Ketahanan terhadap Stres dan Kecemasan

KecemasanTotal

Tidak CemasCemas

ketahanan stressKetahanan Stres Baik33538

Ketahanan Stres Kurang Baik42832

Total373370

X2=38,529; df=1; p=0,001; C.C =0,596

4.2. PembahasanPada penelitian ini didapatkan kecemasan pada tenaga kesehatan sebesar 47,1 %. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa terdapat 25% tenaga kesehatan yang bekerja di Unit Gawat Darurat mengalami kecemasan (Patti et al, 2006). Angka kecemasan pada tenaga kesehatan lebih tinggi dibandingkan populasi normal diasumsikan disebabkan karena tingginya beban kerja dan stress kerja yang dialami para tenaga kesehatan dan tidak diimbangi dengan ketahanan terhadap stres. Pada populasi normal, prevalensi kecemasan berkisar antara 1,5% -14,8% (Offson et al, 2000). Cary et al (1989) pernah meneliti tentang kesehatan mental, kepuasan pekerjaan dan stres pekerjaan pada dokter umum di Amerika. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecemasan pada dokter lebih tinggi dibandingkan pada populasi normal. Menurut Stuart et al (1998), kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditemukan oleh potensi stressor, maturitas, pendidikan dan status ekonomi, keadaan fisik, tipe kepribadian, lingkungan dan situasi, usia, dan jenis kelamin. Salah satu potensi stressor pada tenaga kesehatan adalah beban kerja yang dialami oleh para tenaga kesehatan. Beberapa tenaga kesehatan bahkan mengalami kelelahan secara psikologis (burnout)dalam bekerja.Penelitian di Kanada menemukan bahwa tenaga kesehatan juga sering mengalami burnout (kelelahan secara psikologis). Sebanyak 53,3% dokter dan 37,1% tenaga kesehatan lainnya dilaporkan mengalami burnout (Eva et al, 2002). Selain itu Deary et al (1996) menyebutkan bahwa pekerjaan klinis yang berlebihan yang dilakukan oleh para dokter juga mengakibatkan distress psikologis dan kelelahan secara psikologis. Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional telah dilaksanakan mulai bulan Januari 2014 serentak di seluruh Indonesia. Pelaksanaan JKN di Rumah Sakit mengakibatkan peningkatan jumlah pasien di rumah sakit-rumah sakit rujukan, bahkan dilaporkan beberapa Rumah Sakit kewalahan dengan peningkatan pasien (Analisa, 2014). Peningkatan pasien ini secara tidak langsung meningkatkan beban kerja dan stres kerja para tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Ketahanan terhadap stres sangat penting agar tenaga kesehatan tidak mengalami gangguan akibat stres. Pada penelitian ini, tenaga kesehatan yang memiliki ketahanan stres yang baik sebesar 52,9% dan 47,1% tenaga kesehatan memiliki ketahanan stres yang kurang baik. Sebagian besar tenaga kesehatan sudah memiliki ketahanan terhadap stres yang baik, hal ini diasumsikan karena sebagian besar tenaga kesehatan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Soewadi (1999) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya tahan individu terhadap stres. Lebih lanjut diakatan bahwa seseorang yang memiliki pendidikan yang rendah juga memiliki ketahanan stres yang rendah. Pada penelitian ini didapatkan korelasi yang bermakna antara ketahanan terhadap stres dengan kecemasan pada tenaga kesehatan RSUD Prambanan pasca diberlakukannya JKN, dengan kekuatan korelasi yang sedang dan bermakna secara statistika. (p=0,001; C.C =0,596). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tenaga kesehatan memiliki ketahanan terhadap stres yang baik, maka semakin kecil pula kemungkinan tenaga kesehatan tersebut mengalami kecemasan.Hal ini berkaitan dengan pendapat Stuart et al (1998) bahwa kecemasan dipengaruhi oleh potensi stressor. Sedangkan potensi stressor dapat menimbulkan kecemasan juga dipengaruhi oleh ketahanan terhadap stres. Kelemahan penelitian ini adalah faktor resiko lain yang terlibat dalam ketahanan terhadap stres dan kecemasan tidak banyak diteliti dalam studi ini. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui keterkaitan berbagai faktor mengenai ketahanan terhadap stres dan kecemasan.

BAB V. KESIMPULAN5.1 KesimpulanPasca diberlakukannya JKN, prevalensi kecemasan pada tenaga kesehatan di RSUD Prambanan sebesar 47,1 %. Tenaga kesehatan yang memiliki ketahanan terhadap stress baik sebesar 54,3%. Pada penelitian ini didapatkan korelasi yang bermakna antara ketahanan terhadap stres dengan kecemasan pada tenaga kesehatan RSUD Prambanan pasca diberlakukannya JKN, dengan kekuatan korelasi yang sedang dan bermakna secara statistika. (p=0,001; C.C =0,596).

5.2. SaranFaktor resiko lain terkait kecemasan dan faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap stres belum banyak disebutkan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, deskripsi mengenai kecemasan dan ketahahanan terhadap stres beserta faktor yang mempengaruhinya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan populasi penelitian yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA

Aida, Yanni. (2003). Daya Tahan Stres dan Pre Menstrual Syndrome pada Mahasiswa PSIK FK UGM. Skripsi. PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah MadaAnalisa. (2014). BPJS, Pasien Rawat Jalan di RS Pirngadi Meningkat Drastis. http://analisadaily.com/news/read/bpjs-pasien-rawat-jalan-di-rs-pirngadi-meningkat-drastis/4492/2014/02/07 [diupdate tanggal 7 Februari 2014, diakses tanggal 1 Maret 2014]Aronson, Elliot, Wilson, Timothy D., & Akert, Robin M., (2004). Social Psychology 4th edition. Prentice Hall, New JerseyAstuti, C.D.P. (2003). Hubungan Kualitas Komunikasi dan Toleransi Stres dalam Perkawinan. Sukma. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Vol 2 No. 1(52-61)Atkinson, R.L, Atkinson, R.C., Hilggard, E.R., (1983). Introduction to Psychology. London : Harcourt Brace Jovanovich.Atkinson, R.L, Atkinson, R.C.,Smith E.E., Bem, D.J.(1991) Pengantar Psikologi : Jilid 2 Alih Bahsa : Dr. Widjaja Kusuma. Batam : Interaksara (Edisi Kesebelas)Brodjonegoro, B.E., (1988) Pola Perilaku Type A dan Toleransi Stres Penderita Hipertensi Esensial di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Uji Validitas dan Reliabilitas MSRS-ST. Bagian Kedokteran Jiwa UGM. YogyakartaCary L Cooper, Usha Rout, Brian Faragher. (1989). Mental health, job satisfaction, and job stress among general Practicioner. British Medical Journal (BMJ) 298:366-70Carson, R.C., dan Butcher, J.N. (1992). Abnormal Psychology and Modern Life. USA : Harper Collins PublisherCofer, C.N, and Appley,M.H. (1964). Motivation Theory and Research. New York : John Wiley and Sons, IncDahlan, M.Sopiyudin., (2012). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan cetakan kedua,Salemba Medika ; JakartaDeary IJ, Blenkin H, Agius RM, et al. (1996). Models Of Job-Related Stress and Personal Achievement among Consultant Doctors. Br J Psychol87:329Departemen Kesehatan RI., (1993). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III, Cetakan Pertama. Depkes RI, JakartaDewantisari, R., (2005), Hubungan antara Tipe Kepribadian Introvert dan Ekstrovert dengan Tingkat Kecemasan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Angkatan 2001, Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UII, Yogyakarta Dorland, W. A. N., (2000). Kamus Kedokteran Dorland, (29nded.). Hartanto, H, et al. 2002 (Alih Bahasa). EGC, Jakarta.Erfani, Ade (2007).Hubungan Toleransi Stres Dengan Perilaku Pengambilan Resiko Pada Karyawan Perusahaan Valas. Skripsi. Fakultas Psikologi dan Ilmu Budaya Universitas Islam IndonesiaEva Grunfeld, Timothy J. Whelan, Louise Zitzelsberger,Andrew R. Willan, Barbara Montesanto,William K. Evans. (2000). Cancer Care Workers in Ontario: Prevalence of Burnout, Job Stress and Job Satisfaction. Canadian Medical Association Journal (CMAJ)163(2):166-9Girdano, Daniel A., Dusek, Dorothy E., & Everly, George S., (2005). Controlling Stress and Tension 7th edition, Pearson Education Inc, San FransiscoHalgin, P.R., Whitbourne, K.S., (2003). Abnormal Psychology Clinical Perspectives on Psychological Disorders, 4th edition. Mc Graw Hill, New YorkHall, C.S., Lindzey, G., (2009). Psikologi kepribadian 1: Teori-teori psikodinamik (Klinis). Semium, Y. 2009 (Alih Bahasa), Kanisius, Yogyakarta.Hankin, S., (2005).Pede Abis! Strategi untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri.Hermaya.2005 (Alih Bahasa), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Hawari, D., (1997). Alquran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. PT Dana Bhakti Prima Yasa, YogyakartaIzzaty, R.E.(1996). Penerimaan diri dan Toleransi terhadap Stres pada Wanita berperan ganda. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah MadaKaplan, H.I., Sadock, B.J., (1997). Sinopsis Psychiatry ; Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Jilid I & II, Bina Rupa Aksara, JakartaKatona, C., Cooper, C., Robertson, M., (2008). At a Glance Psikiatri (4th ed.). Noviyanti, C., Hartiansyah, V. 2012 (Alih Bahasa), Erlangga, Jakarta.Kartono., (2003). Patologi Sosial Gangguan-gangguan Kejiwaan, PT Raja Grafindo Persada, JakartaKemenkes. (2013), Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik IndonesiaMaitri, S., (2008).Cerdas Emosi dengan Eneagram.Agung, P. 2008 (Alih Bahasa), Serambi Ilmu Semesta, Jakarta.Maramis, W.F., Maramis, A. A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa(2nded.).Airlangga University Press, Surabaya.Merdeka (2014) Dokter keluhkan pendapatan dari pasien BPJS Kesehatan. http://www.merdeka.com/uang/dokter-keluhkan-pendapatan-dari-pasien-bpjs-kesehatan.html [diupdate tanggal 7 Februari 2014, diakses tanggal 1 Maret 2014]Offson M, Shea S. (2000). Prevalence of anxiety,depression, and substance use disorders in an urban general medicine practice. Arch Fam Med. Sep-Oct;9(9):876-83.Patti, E., Acosta, J., Chavda, A., Verma, D., Marker, M., Anzisi L. (2006). Prevalence of Anxiety and Depression Among Emergency Department Staff New York Medical JournalPrawitasari, J.E., (1988). Stress dan Kecemasan : Pengertian, Manifestasi, dan Penanganannya dalam Simposium Stress dan Kecemasan, Fakultas Kedokteran UGM-IDAJI Cabang Yogyakarta, YogyakartaPeranginangin, Made Brata. (1998) . Hubungan antara Ketahanan terhadap Stres dengan Indeks Prestasi pada Mahasiswa Tahun Ajaran 1996/1997. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Prawirohusodo, S., (1988). Stress dan Kecemasan, Simposium Stress dan Kecemasan, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, YogyakartaPuri, B. K., Laking, P. J., Treasaden, I. H., (2002). Buku ajar Psikiatri (2nd ed.). Roan, W. M., Hartanto, H. 2008 (Alih bahasa), EGC, Jakarta.Ramaiah, S., (2003). Kecemasan, Bagaimana Mengatasi Penyebabnya (1st ed.). Joebhaar, M. 2003 (Alih Bahasa),Pustaka Populer Obor, Jakarta.Sheridan, C.L. & Radmacher,S.A (1992). Health Psychology : Challanging the Biomedical Model. Singapore: John Wiley and Sons, Inc Soewadi, (1987). Prestasi Olah Raga dan Neurosis, Pertemuan Nasional Dua Tahunan IDAJI I, Semarang Semium, Y., (2010). Kesehatan Mental 2, Kanisius, Yogyakarta.Soewadi, (1999). Simtomatologi dalam Psikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, YogyakartaSevilla, Consuelo G. et. al.(2007).Research Methods. Rex Printing Company. Quezon CityStuart, G.W., Sundeen, S.J., Laraia, M.T., (1998). Stuart & Sundeens Principles & practice of psychiatric nursing, ST. Louis, Mosby.Wortman, Cammile B., Loftus, Elizabeth F., & Weaver, Charles., (1999). Psychology 5thedition, McGraw Hill, New YorkWilliams S, Dale J, Glucksman E, Wellesley A. (1997). Senior house officers work related stressors, psychological distress, and confidence in performing clinical tasks in accident and emergency: a questionnaire study. British Medical Journal (BMJ) 713:718Yosep, Iyus., 2007. Keperawatan Jiwa, PT. Refika Aditama, Bandung

LAMPIRAN

1