47
KSPPMSH (KAWASAN SENTRA PRODUKSI PANGAN BAGI MASYARAKAT SEKITAR HUTAN) Oleh Prof .Dr.Ir Soemarno MS (FP UNIBRAW, 2005) I. PENDAHULUAN Akhir-akhir ini kerawanan-kerawanan sosial muncul di beberapa wilayah sekitar kawasan hutan di Jawa Timur, yang melibatkan sebagian warga masyarakat sekitar hutan secara langsung dan tidak langsung. Hal ini mengisyaratkan bahwa ada permasalahan “kesejahteraan sosial” yang dialami oleh masyarakat sekitar kawasan hutan. Apabila kerawanan-kerawanan sosial seperti ini tidak segera dapat diatasi dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian sumberdaya hutan dan wilayah sekitarnya. Berbagai upaya, baik oleh pemerintah maupun oleh suasta dan masyarakat sendiri telah dilakukan dalam kerangka untuk mengatasi “kemiskinan” yang dialami oleh masyarakat sekitar kawasan hutan. Namun demikian hingga saat ini belum mampu mengatasi permasalahan yang ada secara memuaskan. Beberapa kendala masih dihadapi dalam upaya peningkatan “kualitas kesejahteraan masyarakat” melalui berbagai bentuk program bantuan, di antaranya adalah: 1. Rata-rata pemilikan lahan kering yang sempit dan keterbatasan sumber pendapatan ekonomi yang berasal di luar pertanian mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya hutan sangat besar dan intensif. Masyarakat pedesaan sekitar kawasan hutan masih sangat bergantung kepada usahatani tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari; 2. Kondisi alami yang dicirikan oleh banyaknya hujan pada musim penghujan (70-80%) dan sedikitnya hujan pada musim kemarau (20-30%). Keadaan ini mengisyaratkan besarnya ancaman bahaya erosi dan limpasan permukaan selama musim hujan dan

Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

KSPPMSH(KAWASAN SENTRA PRODUKSI PANGAN BAGI

MASYARAKAT SEKITAR HUTAN)

OlehProf .Dr.Ir Soemarno MS

(FP UNIBRAW, 2005)

I. PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini kerawanan-kerawanan sosial muncul di beberapa wilayah sekitar kawasan hutan di Jawa Timur, yang melibatkan sebagian warga masyarakat sekitar hutan secara langsung dan tidak langsung. Hal ini mengisyaratkan bahwa ada permasalahan “kesejahteraan sosial” yang dialami oleh masyarakat sekitar kawasan hutan. Apabila kerawanan-kerawanan sosial seperti ini tidak segera dapat diatasi dikhawatirkan dapat mengancam kelestarian sumberdaya hutan dan wilayah sekitarnya.

Berbagai upaya, baik oleh pemerintah maupun oleh suasta dan masyarakat sendiri telah dilakukan dalam kerangka untuk mengatasi “kemiskinan” yang dialami oleh masyarakat sekitar kawasan hutan. Namun demikian hingga saat ini belum mampu mengatasi permasalahan yang ada secara memuaskan. Beberapa kendala masih dihadapi dalam upaya peningkatan “kualitas kesejahteraan masyarakat” melalui berbagai bentuk program bantuan, di antaranya adalah:1. Rata-rata pemilikan lahan kering yang sempit dan keterbatasan sumber

pendapatan ekonomi yang berasal di luar pertanian mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya hutan sangat besar dan intensif. Masyarakat pedesaan sekitar kawasan hutan masih sangat bergantung kepada usahatani tanaman pangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari;

2. Kondisi alami yang dicirikan oleh banyaknya hujan pada musim penghujan (70-80%) dan sedikitnya hujan pada musim kemarau (20-30%). Keadaan ini mengisyaratkan besarnya ancaman bahaya erosi dan limpasan permukaan selama musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Secara riil keadaan ini telah mengakibatkan masih tingginya erosi dan sedimentasi, limpasan permukaan/banjir di musim penghujan dan kekeringan selama musim kemarau. Hal ini mengisyaratkan bahwa upaya-upaya konservasi tanah dan rehabilitasi lahan masih harus dilanjutkan dan ditingkatkan.

3. Keragaman kondisi biofisik dan preferensi masyarakat secara lokal mengakibatkan program-program pembangunan yang bersifat “top-down” biasanya kurang efektif, sehingga masih harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian spesifik-lokasi, yang kadangkala tidak mudah dilakukan.

4. Semakin banyak dan mendesaknya kebutuhuan ekonomi masyarakat mengisyaratkan perlunya pergeseran paradigma pembangunan wilayah pedesaan sekitar hutan ke arah “pendekatan ecological economic” yang harus

Page 2: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

mulai memperhitungkan kepentingan ekonomi masyarakat setempat jangka pandek.

Pewilayahan sentra produksi yang komprehensif untuk pengembangan komoditi unggulan lokal sangat diperlukan dalam pencapaian hasil yang optimal di wilayah sekitar hutan, seperti di wilayah Kabupaten Jombang, Jember dan Trenggalek, Propinsi Jawa Timur. Permasalahan yang dihadapi dewasa ini adalah seringkali penataan pembangunan yang ada belum mampu mewadahi dan mengimbangi perkembangan kebutuhan masyarakat secara berkelanjutan. Oleh karena itu salah tujuan perencanaan kawasan sentra produksi (seperti KSPP-MSH) di suatu wilayah, adalah memadukan penggunaan ruang dan segenap sumberdayanya secara fungsional untuk mendorong sektor strategis agar tercapai pertumbuhan yang berkelanjutan dan mempunyai linkages positif dengan wilayah sekitarnya. Dalam konteks ini, kriteria “strategis” bukan hanya dari sudut pandang ekonomi produksi, melainkan juga dikaitkan dengan pertimbangan kelestarian fungsi ekologis dan hidrologis.

Perencanaan KSPPMSH ini merupakan salah satu bentuk perencanaan ruang untuk sektor strategis yang diharapkan dapat mendorong percepatan peningkatan nilai tambah produksi dari sub-sektor kehutanan, subsektor pertanian & hortikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan dan subsektor tradisional lainnya yang didukung oleh sarana dan prasarana yang fungsional. Konsep KSPPMSH ini dapat berdiri diri atau menyatu dengan Kawasan yang lebih luas, tergantung dari potensi produksi serta faktor jarak geograffs dan faktor jarak aksesibilitas. Faktor jarak aksesibilitas sangat berperan dalam menentukan orientasi produktif dari suatu kawasan, terutama kawasan potensial yang jauh dari pusat pengembangannya.

Pengembangan KSPPMSH dalam suatu LOKASI harus didukung oleh komoditas unggulan dan komoditi penunjangnya, yang diusahakan dalam suatu Sentra Produksi (SPr) yang didukung oleh sentra pengolahan hasil (SPg) dan sentra perdagangannya (SPd), mulai dari berskala kecil (mikro) hingga bersekala besar (makro) dan layak ekonomis. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di KSPPMSH dapat berlanjut, serta pemerataan kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Dalam jangka pendek upaya ini diharapkan dapat mendorong pemanfaatan sumberdaya hutan dan wilayah sekitarnya secara optimal dan lestari.

Pengembangan KSPPMSH di suatu wilayah, seperti di wilayah Kabupaten Jombang, Jember dan Trenggalek, Jawa Timur, mempunyai peran penting sebagai arahan dan peluang lokasi investasi (investasi produksi dan investasi konservasi) bagi pemerintah maupun swasta dalam mencapai efisiensi, efektifitas dan nilai tambah dari produk-produk yang dihasilkan sentra-sentra produksi dari sektor agrokompleks dalam arti luas.

II. Tujuan dan Sasaran

2.1. Tujuan

1

Page 3: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

1. Merancang Model KSPPMSH dengan produk unggulannya berdasarkan potensi subsektor pertanian, subsektor perkebunan, subsektor kehutanan, dan subsektor peternakan serta sektor-sektor tradisional yang ada untuk dikembangkan menjadi sarana pengentasan kemiskinan masyarakat

2. Menentukan alokasi Sentra Produksi (S.Pr), Sentra Pengolahan (S.Pg), dan sentra Perdagangan (S.Pd) di masing-masing KSPPMSH

3. Rancangan masing-masing Sentra dalam suatu KSPPMSH, keterkaitan antar sentra dan pola net-workingnya dengan lingkungan eksternalnya

4. Menyusun konsep pengembangan kawasan sentra produksi komoditi unggulan yang dilengkapi dengan teknologi konservasi yang relevan.

5. Rancangan kelembagaan KOPERMAS pengelola KSPPMSH dengan segenap komponennya dengan berlandaskan kepada kelembagaan sosio-tradisional yang telah mengakar di masyarakat sekitar hutan.

2.2. Sasaran Prasyarat PenunjangPrasyarat penunjang kegiatan pengembangan KSPPMSH

1. Tersedianya informasi tentang Kawasan sekitar hutan yang ada dan pengisian ruang melalui skenario pengembangan prioritas kawasan (berjenjang) maupun jenis komoditas yang dikembangkan pada kawasan itu.

2. Tersedianya landasan formal pemanfaatan ruang dan lahan sesuai dengan pengembangan subsektor pertanian tanaman pangan & hortikultura, sub-sektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor perkebunan

3. Informasi tentang potensi tenaga kerja siap pakai di wilayah, tidak hanya terampil tetapi memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam berusaha agribisnis.

4. Penyediaan benih /bibit unggul yang memiliki: siklus produksi pendek, produktivitas tinggi dan ketahanan terhadap kondisi lahan marginal/kritis yang tidak menentu (iklim dan curah hujan), serta resisten terhadap hama dan penyakit.

5. Sarana produksi termasuk pestisida, dan herbisida yang mudah diperoleh di setiap kawasan, dan terjangkau oleh masyarakat petani setempat dalam rangka mendukung peningkatan usaha agribisnisnya..

6. Sarana jasa pelayanan lembaga keuangan dan sistem informasinya mengenai kendala dan persoalan dalam upaya pemberdayaan kegiatan usaha agribisnis.

7. Tersedianya sistem informasi pasar sebagai mitra petani /masyarakat dalam meningkatkan daya-jual hasil-hasil produksi komoditi, dengan harga yang layak.

8. Sistem transportasi dan pola aliran barang dari sentra produksi ke penyimpanan sementara, ke tempat distribusi barang hingga sampai ke tempat tujuan tujuan (pengolahan, pedagang) maupun pasar sebagai konsumen akhir.

III. KERANGKA KONSEP DIAGNOSTIK

3.1. Kiat Pengentasan Kemiskinan

2

Page 4: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Pertambahan jumlah penduduk yang cepat di masa lampau, menyebabkan saat ini pemerintah menghadapi adanya situasi sulit yang menimpa masyarakat, khususnya pedesaan sekitar kawasan hutan. Hal ini telihat dari kenyataan banyaknya potensi sumberdaya alam menjadi semakin terbatas; berkurangnya pemilikan lahan pertanian; dan nilai tukar yang semakin buruk antara hasil pertanian dengan hasil industri. Akibat dari keadaan ini terjadi proses pemiskinan sumberdaya manusia, jumlah kelompok miskin menjadi semakin banyak dan bahkan cenderung terjadi pada sebagian besar masyarakat pedesaan. Proses semacam ini disebut oleh Geertz disebut "involusi pertanian", yang merupakan proses pembagian kemiskinan. Masyarakat yang terjangkit penyakit involusi inilah yang mewarisi potensi sumberdaya yang kapabilitasnya rendah. Pada umumnya dalam jangka panjang akan menyebabkan para warganya tidak memiliki kemampuan untuk melihat jauh ke depan, tidak memiliki keberanian menanggung resiko, kurang memiliki inisiatif, kurang memiliki kemampuan melihat potensi/peluang yang ada, buta informasi dan akhirnya dapat menjurus menjadi fatalis.

Proses pengentasan masyarakat dari fenomena involusi pertanian akan berhasil apabila terjadi pendinamisan masyarakat secara keseluruhan. Disamping itu pola adaptasi baru akan dapat dilalui masyarkat apabila tidak ada perintang yang dapat menghambat terjadinya perkembangan tersebut. Hal ini hanya dapat dilakukan apabila ada intervensi pemerintah secara langsung dan cukup intense, yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dengan jalan pembangunan yang mengarah pada pemenuhan kebutuhan dasar.

Dalam rangka program pengentasan kemiskinan telah dirancang berbagai program pembinaan sumberdaya manusia dan sekaligus memperbaiki tingkat kesejahteraannya. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memeratakan akses seluruh masyarakat terhadap proses pembangunan dan hasil-hasilnya. Selain itu perlu adanya perhatian khusus terhadap kelompok masyarakat miskin yang relatif tertinggal dan belum beruntung dibandingkan dengan kelompok lainnya. Penanganan kemiskinan pada prinsipnya merupakan pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi sumberdaya alam yang tidak menguntungkan dan rendahnya akses kelompok masyarakat miskin terhadap peluang- peluang yang tersedia.

Oleh karena itu sasaran pengentasan yang perlu diutamakan adalah :(a). Peningkatan kualitas dan kemampuan sumberdaya manusia, melalui jalur

pelayanan pendidikan (transfer IPTEK), pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi. (b). Mengembangkan tingkat partisipasi kelompok masyarakat miskin dengan jalan

membuka peluang-peluang usaha produktif yang dapat diakses oleh kelompok masyarakat miskin.

Dengan mengacu kepada dua sasaran tersebut maka bantuan program pembangunan harus diberikan dalam bentuk kegiatan yang dapat meningkatkan penghasilan, kemampuan berusaha, upaya meringankan beban hidup masyarakat, pemenuhan prasarana dasar sosial, pemberian modal kerja melalui kelompok swadaya masyarakat (KSM) untuk dapat digulirkan lebih lanjut dan pembangunan /rehabilitasi sarana dan prasarana fisik yang menunjang kegiatan produktif, pemasaran hasil produksi pedesaan, dan perbaikan mutu lingkungan pemukiman hidup.

3

Page 5: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Usaha lain yang sedang dirancang Pemerintah pada awal PJPT II, yakni melalui konsep Program bantuan khusus untuk wilayah dengan kelompok masyarakat miskin yang cukup besar. Usaha Pemerintah pada kenyataannya masih menghadapi permasalahan, yakni (a) Kurangnya data aktual untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi kelompok miskin ; (b) belum diketahuinya proyek- proyek yang dibutuhkan untuk kelompok masyarakat miskin; (c) belum diketahuinya katagori kelompok sasaran yang relevan dengan jenis proyek yang akan diintroduksikan.

3.1.1. Beberapa Permasalahan "Kemiskinan dapat dirumuskan sebagai keadaan dari masyarakat yang hidup

serba kekurangan, yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh mereka." Keadaan sosial ekonomi masyarakat miskin di wilayah pedesaan masih ditandai

oleh pertambahan penduduk yang cukup pesat, dan sebagian terbesar masih tergantung pada sektor pertanian dan sektor-sektor tradisional. Dalam situasi seperti ini tekanan terhadap sumberdaya lahan semakin besar dan rata-rata penguasaan aset lahan setiap rumah tangga semakin minim, bahkan banyak rumahtangga yang tidak memiliki lahan garapan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak keterbatasan lahan pertanian tersebut, baik melalui program intensifikasi pertanian, transmigrasi, maupun pengembangan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha dalam sektor non-pertanian di pedesaan. Sementara itu sejumlah penduduk pedesaan mengambil jalan pintas untuk menolong dirinya sendiri melalui urbanisasi ke kota. Penduduk yang tetap tinggal di desa harus bersedia hidup dalam situasi subsistensi dan involutif.

a. Permasalahan kemiskinan

(1). Seseorang termasuk miskin kalau tingkat pendapatannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum yang a.l. meliputi pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Hal ini dapat disebabkan oleh terlalu besarnya jumlah anggota keluarga atau karena rendahnya produktivitas atau kombinasi keduanya. Rendahnya produktivitas tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti mengangggur atau setengah menganggur, rendahnya pendidikan dan terbatasnya ketrampilan, atau rendahnya tingkat kesehatan dan gizi. Hal yang memprihatinkan ialah bahwa kemiskinan tersebut dapat "menurun" kepada generasi berikutnya.

(2). Upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin lebih lanjut akan semakin sulit karena penduduk miskin yang tersisa adalah yang peling rendah kemampuannya untuk dapat menolong diri, semakin terpusat di kantong- kantong kemiskinan dan semakin sulit jangkauannya. Kebijaksanaan yang berlaku umum kana semakin tidak efektif dan peran utamanya harus digantikan dengan kebijaksanaan khusus yang langsung ditujukan kepada dan untuk orang miskin. Harus dapat dikembangkan strategi yang diarahkan secara khusus kepada wilayah dan kelompok miskin. Untuk itu pertama-taha harus diketahui sumber penyebab kemiskinan, bersifat struktural atau kultural, atau karena kondisi lingkungan fisik. Langkah selanjutnya adalah merumuskan program khusus untuk mengatasi penyebab kemiskinan tersebut.

4

Page 6: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

(3). Pemantauan profil penduduk miskin telah mulai dilakukan, dan telah diperoleh gambaran mengenai persebaran penduduk miskin yang dapat digunakan untuk merumuskan kebijaksanaan pengentasan kemiskinan. Profil rumahtangga dan wilayah miskin yang ada pada kita mengindikasikan bahwa penanggulangan kemiskinan di pedesaan dan perkotaan, perlu dibedakan jenis programnya, kegiatan dan bentuk bantuan yang akan dilaksanakan. Hal ini menegaskan bahwa program penang gulangan kemiskinan perlu sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

(4). Keberhasilan dan efektivitas program penanggulangan kemiskinan dalam menjangkau orang miskin ditentukan oleh keterpaduan dalam peren canaan dan pelaksanaan berbagai program anti kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan harus berisi pedoman-pedoman umum peningkatan perhatian kepada masalah- masalah kemiskinan. Pedoman tersebut pada dasarnya berisi: (a). Peningkatan dan penyempurnaan program-program pembangunan pedesaan

yang telah ada baik yang bersifat sektoral maupun regional termasuk program Inpres dan swadaya masyarakat,

(b). Peningkatan desentralisasi dan otonomi dalam pengambilan keputusan,(c). Peningkatan peran serta masyarakat secara aktif dengan pendampingan yang

efektif.

(5). Pada hakekatnya masalah kemiskinan tidak terlepas dari masalah yang lebih besar, yaitu masalah ketimpangan antar wilayah dan antar golongan penduduk. Masalah ketimpangan ini sangat rumit dan hanya dapat diatasi secara bertahap berkesinambungan. Ketimpangan sosial, yang melibatkan berbagai lapisan masyarakayt merupakan masalah yang mendesak. Kesempatan yang terbuka oleh berbagai kegiatan pembangunan telah dapat dimanfaatkan secara lebih baik oleh sekelompok masyarakat dibandingkan dengan masyarakat lainnya. Prakarsa perorangan seperti ini telah mengem bangkan kelas pengusaha nasional yang selama ini telah menyum bang kepada pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja khususnya di sektor industri.

b. Faktor Penyebab Kemiskinan

Beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab kemiskinan di pedesaan adalah:

(1). Permasalahan rendahnya Kapabilitas dan Ketersediaan Sumber daya Alam bagi proses produksi primer. Rendahnya kqalitas sumberdaya lahan megakibatkan tingginya biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh petani produsen, akibat selanjutnya ialah proses produksi kurang efisien dan harga jual produk yang relatif tinggi dibandingkan dengna produk sejenis dari tempat lain.

(2). Permasalahan tata nilai (etos). Kemiskinan yang telah berjalan dalam dimensi ruang dan waktu yang luas dan lama, dan telah mewarnai pengalaman kesejarahan berjuta penduduk, ternyata telah menyebabkan kemiskinan diterima sebagai bagian yang sah dari kehidupan dan mewarnai sistem nilai dan struktur sosial masyarakat.

5

Page 7: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Kemiskinan diterima sebagai keniscayaan yang tidak perlu dipermasalahkan lagi. Setiap usaha mengentas kemiskinan menjadi pekerjaan yang tidak mudah dan bahkan dipandang aneh dan mungkin dianggap "asosial". Dalam situasi budaya seperti ini maka gejala kemiskin an tidak cukup kalau hanya dievaluasi sebagai fungsi dari keterbatasan pekerjaan, pendapatan, pendidikan, dan kesehatan saja, tetapi juga harus diperhatikan adanya fakta bahwa mereka juga "miskin" terhadap makna kemiskinan itu sendiri.

(3). Keterbatasan penguasaan faktor produksi pertanian, khususnya la han usaha. Sejumlah besar rumah tangga petani tidak memi-liki lahan garapan (sawah) atau hanya menguasai lahan sangat sempit (kurang dari 0,05 ha).

(4). Surplus tenagakerja pedesaan dengan ketrampilan teknis dan manajemen yang terbatas, karena keterbatasan berlatih (bukan keterbatasan pendidikan). Sebagian besar tenagakerja (penduduk usia produktif) sedang menganggur dalam berbagai tingkat pengangguran.

(5). Keterbatasan lapangan kerja dan lapangan usaha di sektor pertanian, baik akibat keterbatasan lahan pertanian maupun sebagai akibat "keterlemparan" akibat masuknya input pertanian modern. Sementara itu lapangan pekerjaan non pertanian belum cukup ditunjang oleh tradisi bisnis desa. Walaupun tenagakerja paling banyak di sektor pertanian (50- 60%), namun hampir separuh (40-45%) dari pekerja ini bekerja pada keluarga sendiri yang tidak dibayar.

(6). Keterbatasan alternatif pilihan teknologi budidaya untuk komoditi pertanian yang ekonomis, teknologi pasca panen dan pengolahan hasil, serta teknologi non pertanian. Kelompok masyarakat miskin di desa tidak mempunyai akses yang memadai untuk menentukan alternatif usaha tanaman dan agro-teknologinya, sehingga produktivitas marginalnya sangat rendah. Perkem-bangan lapangan kerja non pertanian juga belum didukung oleh teknologi tepat guna yang mema-dai, atau masih bersifat kecil-kecilan dan sederhana sekali.

(7). Keterbatasan informasi, pembinaan, fasilitas permodalan, proteksi usaha dan kesempatan (opportunity), suatu lingkaran yang lazim dalam bisnis modern. Hampir dalam setiap kegiatannya mereka harus melakukan secara swakarsa dan bersedia untuk harus puas dengan apa yang menjadi miliknya saja, tanpa keinginan untuk lebih dari apa yang mungkin. Sementara itu faktor produksi unggulan tersebut dikuasai oleh sektor perkotaan industrial, terutama dalam wujud informasi, teknologi dan fasilitas per-kreditan.

(8). Nilai tukar perdagangan (term of trade) barang produk pedesaan lebih rendah terhadap barang produk perkotaan atau sektor modern. Hal ini mengakibatkan warga desa kurang memperoleh surplus yang berarti, hampir dalam semua lapangan pekerjaan yang dilakukan, sehingga tidak memungkinkan melakukan akumulasi kapital. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya nilai tukar pdtani.

(9). Belum berfungsinya kelembagaan swadaya masyarakat di pede saan yang mampu menampung prakarsa, peran-serta dan swadaya masyarakat untuk mengentas diri sendiri. Kelembagaan yang ada masih kurang fungsional dan/atau tingkat swadaya rendah.

(10). Rendahnya tingkat kesejahteraan rumah tangga miskin yang pada kenyataannya sangat berhubungan erat dengan (1). Masalah pendapatan yang diperoleh, (2). Masalah Gizi dan pangan, (3). Masalah kesehatan, (4). Masalah

6

Page 8: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

kematian, (5). Masalah lingkungan pemukiman, (6). Masalah Pendidikan, (7). Masalah penguasaan IPTEK/Ketrampilan, (8). Masalah pemilikan lahan, (9). Masalah Kesempatan kerja, dan (10). Masalah prasarana/sarana kebutuhan dasar.

Pada kenyataannya masalah-masalah tersebut di atas dapat dike- lompokkan menjadi tiga golongan, yaitu (1) masalah-masalah sistem nilai (etos) dan kelembagaan infrastruktur, (2) masalah- masalah struktural, khususnya keterbatasan penguasaan sumberdaya dan faktor produksi pertanian, serta kelimpahan tenagakerja; dan (3) masalah-masalah kebijakan dan pendekatan model pembangunan. Fenomena kemiskinan buatan (atau pengaruh) lingkungan alam berpangkal dari sumberdaya alam yang gersang, misalnya tak mencukupi dalam mendukung hidup sejumlah penduduk yang bertambah dan hidup dari alam itu. Sedangkan fenomena kemiskinan buatan manusia (masyarakat sendiri), disebabkan oleh lingkungan sosial ekonomi dan budaya. Ada struktur kemiskinan yang menjadikan sebagian orang miskin (lapisan bawah) sedang sebagian lain (lapisan atas) serba cukup, bahkan kaya, serba kuasa, mampu mengembangkan kekayaan yang sebagian berasal dari upaya nafkah golongan miskin. Ada juga fihak yang mengalihkan perhatian pada "budaya miskin" (miskin karena malas atau berciri negatif lain: fatalistik, cepat menyerah kalah). Sebaliknya golongan kaya mempunyai motivasi kuat dan sifat-sifat terpuji (positif) lainnya dan mencapai kesejahteraan tinggi. Dua pencirian itu dikontraskan dan dipisahkan satu dari yang lain. Tergantung dari sisi mana pendekatan orang, upaya orang luar dalam membantu mengatasinya menunjukkan corak yang berbeda-beda.

3.1.3. Profil Wilayah dan Masyarakat Miskin

a. Profil WilayahLima faktor yang dianggap berkaitan langsung dengan fenomena kemiskinan

wilayah pedesaan, yaitu (a) kapabilitas sumberdaya lahan yang rendah, (b) lokasi yang terisolir dan/atau terbatasnya sarana dan prasarana fisik, (c) keterbatasan penguasaan modal dan teknologi, (d) lemahnya kemampuan kelembagaan (formal dan non-formal) penunjang pembangunan di tingkat pedesaan, dan (e) masih rendahnya akses sosial masyarakat terhadap peluang-peluang "bisnis" yang ada.

a.1. Lokasi Lokasi wilayah miskin sekitar kawasan hutan pada umumnya jauh dari pusat-

pusat pelayanan "Kota Kecamatan". Keterbatasan sarana dan prasarana perhubungan, area yang luas, dan kondisi bentang lahan dengan topografi "berat" mengakibatkan transfer informasi, materi dan moneter antara desa dengan pusat pelayanan formal menjadi sangat terbatas. Pada umumnya transportasi antar desa dalam wilayah kecamatan masih sangat terbatas.

a.2. Keadaan AgroekologiRataan curah hujan tahunan di wilayah miskin sekitar hutan umumnya rendah,

berkisar antara 1000 - 1500 mm, dengan suhu rata-rata berkisar 24oC - 32oC.

7

Page 9: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Gambaran umum neraca lengas lahan dan lamanya musim pertumbuhan selama setahun dicirikan oleh defisit lengas selama 3-5 bulan. Jenis tanah yang dominan adalah, mediteran , kambisol dan litosol dengan teskstur liat hingga lempung . Tingkat kesuburan tanahnya beragam dari rendah (litosol) hingga tinggi (Kambisol dan Mediteran). Kondisi bentang lahan di wilayah pedesaan miskin dicirikan oleh bentuk lahan bergelombang dan berbukit (rata-rata 60-80% dari total luas wilayah) , dan sisa-nya merupakan lahan berombak hingga datar. Daerah datar hingga berombak dikelola penduduk sebagai lahan pertanian tanaman pangan (sawah tadah hujan dan tegalan), sedangkan kebun campuran umumnya berlokasi di daerah bergelombang hingga berbukit.

a.3. Penggunaan Lahan dan Sistem Produksi PertanianPenggunaan lahan pertanian didominasi oleh lahan kering tadah hujan. Sistem

pertanian lahan kering merupakan penggunaan terluas (60-80%) yang dikelolah oleh pen-duduk setempat, berupa tegalan dengan tanaman palawija dan kebun campuran dengan aneka tanaman tahunan. Ikhtisar umum tentang pola penggunaan lahan sekarang dicirikan oleh domonasi luas lahan kering, lahan ini dikelola sebagai tegalan, kebun campuran, pekarangan, dan hutan/agroforestry. Faktor pembatas yang dihadapi adalah defisit lengas selama 3-5 bulan selama musim kemarau, sehingga membatasi pilihan pola tanam. Sistem produksi tanaman pangan pada lahan kering (tegal) merupakan sistem tata guna lahan yang utama, namun produktivitasnya sangat rendah. Demikian juga lahan persawahan mempunyai produktifitas padi yang relatif rendah: 1,5 - < 5 ton/ha. Kendala yang diperkirakan ada adalah kualitas tanah, ketersediaan air, dan/atau pengelolaannya. Kalender penanaman ditandai oleh polatanam dengan tanaman jagung, ubikayu. Jarak tanaman yang terlalu lebar, varitas lokal dan adanya persaingan antara tanaman-tanaman ini (untuk memperoleh unsur hara dan air), dan gulma diduga menjadi sebab produktivitas pola tanam tersebut rendah.

Ikhtisar tataguna lahan menunjukkan rendahnya produktivitas lahan kering serta pekarangan dan kecilnya peran pohon buah- buahan dalam sistem usahatani. Tanaman pohgon buah-buahan tropis mempunyai peluang cukup baik untuk intensifikasi lahan pekarangan. Pemilihan jenis-jenis tanaman buah-buahan yang sesuai secara agroekologi hendaknya berdasarkan pada kreteria : (i) potensi pasar, (ii) produktivitas dan umur ekonomis, (iii) potensi untuk teknologi pengolahan buah-buahan, (iv) hubungannya dengan komoditi-komoditi lain, dan (v) pemilikan oleh petani.

Sapi potong/kerja biasanya dipelihara untuk membantu menggarap lahan, dan/atau digemukkan untuk menghasilkan daging. Hijauan makanan ternak terdiri dari sisa-sisa panen , rumput- rumputan dan daun-daunan setempat yang mutunya beragam . Akhir- akhir ini ada beberapa petani yang mulai menanam rumput gajah. Pada musim kemarau para petani menjual sebagian kambing-kambing atau sapi-sapi mereka dan membeli bibit ternak pada awal musim hujan. Gambaran kalender kebutuhan akan hijauan makanan ternak musiman di lahan kering dicirikan oleh kurangnya pakan di musim kemarau selama 3-4 bulan. "Ayam kampung" merupakan jenis unggas tradisional yang memberikan sumbangan pendapatan rumahtangga

8

Page 10: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

secara kontinyu. Di beberapa lokasi pengelolaan ayam kampung dilakukan dengan sistem kandang bersama yang dikelola oleh kelompok swadaya masyarakat.

a.4. Sumberdaya Hutan dan AirSumberdaya hutan di sekitar kawasan pemukiman pedesaan memberikan

sumbangan yang cukup "berarti" bagi masyarakat di sekitarnya. Hasil hutan yang lazim dimanfaatkan penduduk adalah kayu bakar, hijauan pakan, dedaunan, dan hasil hutan lainnya. Di beberapa lokasi intervensi masyarakat terhadap kawasan hutan telah melampaui batas yang diperbolehkan, sehingga diperlukan strategi khusus untuk mengarahkannya. Program penghijauan di banyak lokasi belum mampu menggalang partisipasi masyarakat secara penuh, sehingga tingkat keberhasilannya belum memuaskan .

Air yang dapat dimanfaatkan adalah air hujan, air permukaan (mata air, sungai, danau), dan air bawah tanah (groundwater). Surplus air hujan yang terjadi selama 3-5 bulan pada musim penghujan belum dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian. Surplus air hujan ini sebagian besar menjadi run- off karena kapasitas infiltrasi tanah umumnya agak rendah dan kemiringan lahan umumnya lebih dari 15%. Tindakan untuk menahan dan menampung surplus air hujan ini di tempat jatuhnya dipandang mempunyai peluang yang cukup baik untuk memperbaiki tata air.

a.5. Demografi dan Kependudukan Sistem pendidikan masyarakat di wilayah pedesaan sekitar hutan secara

fungsional dilayani oleh berbagai kelembagaan pendidikan formal dan nonformal. Peranan lembaga non-formal tampaknya cukup besar dan mempunyai peluang untuk dikembangkan lebih jauh untuk dapat lebih mendukung program-program pemberdayaan masyarakat desa.

Sebagian besar masyarakat mempunyai mata pencaharian dalam sektor pertanian tanaman pangan (70-80%), sedangkan lainnya dalam sektor-sektor perkebunan, peternakan, industri / pengrajin, buruh-buruh, perdagangan dan jasa-jasa lainnya seperti jasa angkutan. Angkatan kerja (terutama angkatan muda) di sebagian besar wilayah pedesaan tidak semuanya tertampung dalam lapangan kerja di pedesaan, sebagian bekerja sebagai buruh bangunan atau bidang jasa lain di luar wilayah desa.

Persepsi, sikap, dan motivasi masyarakat untuk mencapai taraf kehidupan yang lebih baik pada umumnya sudah benar. Hal ini tercermin dalam etos kerja masyarakat pedesaan "yang tidak mengenal lelah" dalam mengelola sumberdaya alam yang dikuasai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

a.6. Penguasaan Modal dan TeknologiUmumnya penguasaan masyarakat pedesaan terhadap modal dan teknologi

sangat terbatas. Mekanisme akumulasi modal hanya bertumpu kepada hasil produksi pertaniannya yang relatif rendah, akses terhadap fasilitas modal formal sangat terbatas atau bahkan tidak ada. Teknologi yang dikuasai berasal dari "warisan orang tua", sedangkan kegiatan transfer teknologi melalui agensi-agensi formal masih sangat terbatas. Peranan kelembagaan non-formal dan tokoh panutan non-formal lebih berperanan dibandingkan dengan kelembagaan formal.

9

Page 11: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Kurangnya kegiatan-kegiatan/fasilitas lapangan kerja di luar bidang pertanian primer tampaknya berkaitan erat dengan keterbatasan penguasaan modal dan teknologi oleh penduduk dan kurangnya informasi pasar di luar daerah. Program-program pelatihan ketrampilan dan kredit formal selama ini masih belum mampu menjangkau kelo mpok masyarakat miskin di pedesaan . Program kredit formal yang ada selama ini kurang menarik di kalangan mereka, karena penyaluran kredit tersebut harus melibatkan prosedur yang dianggap cukup rumit.

a.7. Kelembagaan PenunjangKelembagaan formal penunjang pembangunan yang ada di pede saan

umumnya belum mampu berkiprah secara memadai, berbagai kendala dan keterbatasan senantiasa dihadapi oleh kelembagaan formal untuk dapat menggalang partisipasi masyarakat pedesaan. Pada umumnya lembaga non-formal, seperti kelompok arisan, kelompok pengajian dan pondok-pesantren (dengan Kyai panutannya) lebih mampu menggalang partisipasi dan keswadayaan masyarakat pedesaan. Sarana dan prasarana transportasi di wilayah pedesaan umumnya sangat terbatas, terutama untuk melayani hubungan antar desa, demikian juga hubungan dengan pusat kecamatan . Sedangkan hubungan antara pusat kecamatan dengan pusat kota kabupaten umumnya telah memadai.

Kelembagaan sosial-ekonomi formal di pedesaan umumnya belum dapat menjangkau kepentingan kelompok masyarakat miskin, karena adanya berbagai persyaratan birokrasi dan agunan yang rumit. Hal ini mendorong berkembangnya berbagai bentuk kelembagaan non-formal di kalangan masyarakat dengan tokoh panutannya masing-masing. Lembaga keuangan pedesaan non-formal (pelepas uang, pedagang) umumnya lebih mampu menjangkau kelompok masyarakat miskin dengan berbagai kemudahan pelayanannya, meskipun sesungguhnya dibarengi dengan "tingkat bunga yang sangat tinggi".

b. Gambaran mengenai orang miskin di Jawa Timur

(1). Rumahtangga miskin mempunyai keragaman kondisi individu dan lingkungannya yang sangat besar; baik ragam kondisi dan lokasi tempat tinggalnya, ragai pekerjaannya, ragam tingkat kemiskinan nya, faktor-faktor penyebab kemiskinannya, maupun ragam keinginan maupun upaya-upaya yang dilakukannya untuk meng-atasi kemiskinan. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk mengidentifikasi dan menemukenali orang miskin dan keluarganya di pedesaan.

(2). Umur dan pendidikan kepala rumahtangga miskin (KRTM). Sebagian besar (90-95 persen) KRTM menammatkan sekolah dasar, hal ini berarti mereka bekerja adalah pekerja yang tidak mempunyai keakhlian (unskilled-labourers); dan yang tidak pernah sekolah adalah 36 persen dari seluruh KRTM. Sekitar 0.1 persen dari KRTM yang tammat Akademi/Universitas adalah termasuk kelompok miskin. Hampir 40 persen dari KRTM telah berumur lebih dari 50 tahun, dalam umur manula ini barangkali sangat sedikit diharapkan tenagakerjanya untuk dapat bekerja dengan baik untuk meningkatkan pendapatannya.

(3). Lapangan Usaha dan Status Pekerjaan KRTM:

10

Page 12: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

a. Sebagian besar (65 persen) dari status usaha dari KRTM adalah sektor non-formal. Di pedesaan sebagian besar bekerja di lapangan usaha sektor pertanian sedangkan di kota bekerja di sektor perdagangan.

b. Sejumlah 2.5 persen tidak bekerja sama sekali, walaupun mereka tidak bekerja dan mereka ini tidak berusaha mencari kerja. Kemungkinan pendapatan yang mereka butuhkan berasal dari anggota keluarga yang bekerja. Dalam situasi demikian akan sulit bagi Pemerintah untuk membantu KRTM untuk menambah pendapatannya; atau sasarannya bukan KRTM tetapi anggota keluarganya.

(4). Kondisi fisik Jawa Timur dapat dibagi 3 bagian, yaitu bagian selatan, tengah, dan utara. Bagian tengah terdiri dari pegunungan fulkanis yang subur, sedangkan bagian selatan terdiri dari pengunungan kapur dengan kapabilitas lahan yang rendah; dan bagian utara dari daerah Bojonegoro sampai ke pulau Madura yang terdiri dari pengunungan kapur. Jumlah KRTM miskin secara persentase yang terbesar berada di Jawa Timur selatan (36 persen), utara dan tengah hampir sama yaitu 23-24 persen.

(5). Indikator yang cukup obyektif untuk dapat digunakan menemukan keluarga miskin secara visual adalah kondisi fisik rumah tempat tinggalnya. Empat parameter utama yang dapat digunakan secara hierarkhis adalah jenis lanpai dan luasnya, jenis lampu penerangan di dalam rumah, dan jenis dinding; sedangkan parameter penunjang yang dapat digunakan adalah luas pekarangan dan sumber air minum untuk memenuhi kebutuha keluarea sehari-hari. a. Rumah tangga miskin di pedesaan umuinya dicirikan oleh rumah tempat tinggal

yang lantainya berupa tanah dipadatkan seluas 40-50 m2, lampu penerangan di dalam rumahnya adalah "sentir", dan dindijg rumahnya terbuat dari anyaman bambu (gedek).

b. Indikator penunjangnya adalah sumber air minum dari mata air atau sungai, dan luas pekarangannya 500 - 1000 m2 di sekeliling rumah. Informasi mengenai parameter-parameter tersebut dapat diperoleh dari catatan `i kantor desa, pamong desa (Kadus, ketua RW atau ketua RT), key informans karang taruna, atau dengan observasi langsung di lapangan.

3.1.4. Pendekatan Pengentasan Kemiskinan

a. Kebijakan Pembangunan

(1). Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan yang kemudian meningkat menjadi kesenjangan dan ketimpangan. Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada peluang dan kegiatan ekonomi sehingga semakin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi dan akses yang lebih baik. Keadaan kemiskinan umumnya diukur dengan tingkat pendapatan, dan pada dasarnya dapat dibedakan dalam kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

11

Page 13: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

(2). Upaya untuk mengurangi jumlah penduduk miskin melalui program pembangunan yang telah dilaksanakan dalam bentuk program pembangunan sektoral, regional, dan khusus, baik secara langsung maupoun tidak lanbgsung dirancang untuk turut memecahkan tiga masalah utama pembangunan, yakni pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan.

(3). Program Sektoral umumnya berorientais pada peningkatan produksi dan produktivitas, dan pembangunan prasarana dan sarana fisik yang secara lasngsung menunjukkan pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Program pembangunan regional diarahkan pada pengembangan potensi dan kemampuan sumberdaya manusia dan prasarana dasar yang ada di daerah, khususnya daerah pedesaan sehingga swadaya dan kreativitas masyarakat dapat ditingkatkan.

(4). Program pembangunan yang dilaksanakan dalam PJP II diharapkan akan benar-benar dapat mengurangi jumlah penduduk miskin. Namun disadari pula bahwa upaya ini tidak mudah karena penduduk miskin yang tersisa dewasa ini adalah yang terendah kemampuannya dan semakin terkonsentrasi di kantong- kantong kemiskinan, mereka terperangkap oleh keterisolasian dan keter belakangan, yang hanya dapat ditembus dengan upaya khusus diselenggarakan untuk mengatasinya.

(5). Upaya tersebut tertuang dalam tiga arah kebijaksanaan:(a). Kebijaksanaan tidak langsung yang diarahkan pada penciptaan kondisi yang

menjamin kelangsungan setiap upaya penang gulangan kemiskinan,(b). Kebijaksanaan yang langsung ditujukan kepada masyarakat miskin(c). Kebijaksanaan khusus yang dimaksudkan untuk mempersiapkan penduduk

miskin tersebut sendiri dan aparat yang bertanggung jawab langsung terhadap kelancaran program, dan sekaligus memacu dan memperluas upaya untuk menanggulangi kemiskinan.

(6). Tekanan paling utama dari kebijaksanaan yang langsung ditujukan kepada masyarakat miskin harus diletakkan pada perbahkan pelakunya terutama menyangkut pemenuhan kebutuhan dasarnya dan pengembangan kegiatan ekonominya. Dalam rangka itu pula, pelayanan bagi orang jompo, penderita cacat, yatim piatu, dan kelompok masyarakat lain yang memerlukan merupakan bagian tak terpidsahkan dari upaya menanggulangi kemiskinan. Program ini harus dilaksanakan secara selektif dan terarah dengan memperhitungkan eketersediaan sumberdaya. Langkah yang diperlukan adalah meningkatkan efek tivitas, efisiensi dan jangkauan program tersebut. Searah dengan itu pengembangan sistem jaminan sosial secara bertahap perlu terus ditingkatkan.

(7). Program-program pembangunan sektoral yang secara tajam diarahkan pada masyarakat miskin dapat dipandang sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan dasar, a.l. pangan, sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan. Untuk dapat merencanakan program pembangunan sektoral yang akurat diperlukan suatu metoda penentuan kelompok sasaran yang mapan. Sehubungan dengan itu pengembangan informasi dasar yang terkait dengan profil penduduk miskin dan wilayah miskin harus dapat digunakan sebagai dasar bagi penentuan kelompok sasaran secara tepat dan terarah.

12

Page 14: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

(8). Dengan berpedoman kepada kelompok sasaran yang jelas, perencanaan dan pelaksanaan berbagai program pembangunan sektoral dapat dilaksanakan secara terpadu. Keterpaduan antara pelaksanaan, penanggulangan kemiskinan menyangkut keterpaduan program dan lokasi pembangunan. Disamping itu, program pengentasan kemiskinan yang menjangkau masyarakat akan lebih efektif jika direncanakan dan dilaksanakan dalam unit yang berkelompok (agregatif). Namun demikian tingkat agregasi tersebut harus sedekat mungkin dengan kelompok sasaran, artinya dengan kelompok masyarakat miskin yang ingin dibantu itu.

(9). Pihak yang mengetahui secara persis permasalahan dan lokasi kantong-kantong kemiskinan di daerah adalah aparat setempat. Semakin dekat pelaksanaan proyek dan kegiatan dengan kelompok sasaran diperkirakan akan semakin efektif. Oleh sebab itu pendelegasian wewenang atau desentralisasi dalam perencanaan,dan pelaksanaan harus menjadi tanggung jawab bersama dari segenap pelaku ekonomi dan masyarkat secara keseluruhannya. dalam rangka itulah upaya penanggulangan kemiskinan harus ditempatkan sebagai gerakan nasional yang meliputi semua pihak baik pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, organisasi- organisasi kemasyaraka-tan dan lembaga swadaya masyarakat.

(10). Upaya untuk meningkatkan kemampuan berproduksi dan menciptakan nilai tambah harus diawali dengan hal-hal berikut ini:(a). Adanya akses terhadap sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun

sumberdaya manusia yang berupa ketrampilan,(b). Adanya akses terhadfap teknologi, yaitu suatu kegiatan dengan cara dan alat

yang lebih baik dan lebih efisien,(c). Adanya akses terhadap pasar, dimana produk yang dihasilkan harus dapat dijual

untuk mendapatkan nilai tambah.

Dengan demikian penyediaan sarana produksi dan peningkatan ketrampilan harus diimbangi dengan tersedianya pasar hasil produksi secara teratur. Hal ini juga berarti pula adanya akses terhadap sumber pembiayaan. Oleh karena itu pengembangan sistem perkreditan harus diarahkan pada sistem yang mampu menjangkau masyarakat papan bawah.

b. Rasional Metoda Pengentasan Kemiskinan

Pendapatan suatu rumahtangga di pedesaan dapat diperoleh dari tiga sumber yaitu berusaha, bekerja, dan perolehan dari pemilikan aset. Rumah tangga miskin biasanya tidak atau sangat sedikit memiliki aset yang dapat mendatangkan penghasilan.

Sumber pendapatan yang pertama, yaitu berusaha dengan sekala snagat kecil-kecil dan/atau bekerja sebagai buruh, kedua hal inilah yang paling mungkin untuk ditingkatkan, terutama bagi mereka yang memang ingin bekerja dan berusaha.

Beberapa arah dari bantuan kepada masyrakat miskin adalah sbb:(a). Pembangunan fasilitas yang dapat meningkatkan kesejahteraan orang miskin

secara langsung.

13

Page 15: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Kesejahteraan penduduk sangat berkaitan dengan lingkungannya, oleh karena itu untuk desa yang paling miskin perlu segera dibangun fasilitas-fasilitas yang dapat meningkatkan kesejahteraan yang tidak melalui kenaikan pendapatan orang miskin, berupa prasarana sosial ekonomi, kesehatan, perumahan dan lingkungan. Disadari cara ini tidak ekslusif, rumahtangga yang tidak miskin juga memperoleh manfaat, dan biaya untuk keperluan ini tidak perlu diambil dari dana bantuan khusus bagi orang miskin.

(b). Dampak bantuan IDT tidak akan besar bagi pengentasan kemiskinan. Usaha-usaha lain yang dilaksanakan sekarang harus tetap dilaksanakan, khususnya pembangunan ekonomi yang memihak pada usaha kecil, dengan menggunakan mekanisme pasar yang bersahabat untuk mendorong usaha kecil. Harus diadakan perubahan cara pandang terhadap sektor informal, untuk diberi keleluasaan untuk mengembangkan diri dengan subsidi dan pemberian kemudahan-kemudahan khusus.

(c). Pengentasan kemiskinan melalui mekanisme pasar kerja harus dapat diciptakan dengan mendorong industri yang dapat menyerap tenaga kerja berarti industri yang menggunakan teknologi "labour using". Peningkatan produk domestik bruto yang direncanakan 6 persen dalam Pelita VI, akan mengakibatkan permintaan terhadap tenaga kerja yang berbeda-beda tergantung dari sifat teknologi yang digunakan. Pengembangan ekonomi makro ini juga harus dijadikan strategi untuk menyerap tenaga kerja maupun pelaksanaan upah minimum yang mengarah pada kebutuhan fisik minimum yang dikehendaki.

(d). Peningkatan pendapatan masyarakat miskin akan sulit dipdroleh dari usaha peningkatan bahan pangan. Oleh karena itu program penanganan lahan kering harus diarahkan kepada komoditi yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti tanaman hortikultura. Permasalahannya terletak pada sektor pemasaran yang sangat lemah, karena tidak adanya integrasi dalam sisi produksi dan pemasaran. Program untuk penyeragaman produksi misalnya dengan penyebarluasan bibit tanaman perlu dilakukan, dengan menggalakkan model kebun bibit yang dapat disebarkan kepada wilayah miskin.

3.1.5. Model-Model Pemberdayaan Orang Miskin

1. Model Program Padat Karya Agribisnis (PPKA) .Model bantuan ini lebih bersifat konsumtif bagi tenaga kerja buruh, namun

sekaligus jua untuk mendorong munculnya wirausaha-wirausaha kecil di pedesaan. Model ini sifatnya kemitraan antara tenaga buruh di pedesaan dengan pedagang/pengusaha agribisnis kecil di pedesaan. Tenaga Buruh mendapat kesempatan untuk bekerja dengan upah harian yang memadai untuk menggarap lahan-lahan tidur atau lahan-lahan yang tidak tergarap, sedangkan pedagang/pengusaha mendapat bahan dagangan dari hasil usaha tersebut.

2. Model Pembinaan Kelompok Produktif Petani Kecil

14

Page 16: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Salah satu kendala serius dalam upaya mengentaskan petani miskin adalah karena tingginya perilaku konsumtif. Pengubahan perilaku ke arah lebih produktif memerlukan ketekunan dan upaya-upaya yang kontinyu.

3. Model KUBA-PONPES Model Kelompok Usaha Bersama Komoditas yang melibatkan Pondok

Pesantren sebagai "Change agent". Para petani berkelompok membentuk KUBA (Kelompok Usaha Bersama Agribisnis) sehingga usahatani yang dilakukannya mencapai sekala ekonomi.

4. Model Kelompok perguliran bantuan ternak (KSP- ternak)Beberapa macam model perguliran bantuan dan sistem bagi hasil ternak telah

dikenal di wilayah pedesaan, terutama yang menyangkut ternak sapi potong atau sapi kereman. Penyimpangan biasanya terjadi karena lemahnya pengawasan dan peman-tauan serta bimbingan kepada para pemelihara ternak. Pemberian bantuan bibit sapi potong diberikan kepada kelompok peternak yang dibentuk oleh para anggotanya sendiri dan dipimpin oleh seorang di antara mereka. Perguliran bibit ternak dapat diatur di antara anggota kelompok atau antar kelompok. Bibit kambing atau domba dapat diberikan secara individu kepada rumah tangga paling miskin yang diperkirakan akan menghadapi resiko terlalu besar kalau diberi bantuan bibit sapi.

5. Model Koperasi Agroindustri (KOPAGI)Koperasi ini membina para nggotanya untuk membentuk kelompok usaha

bersama agroindustri (terutama pengolahan hasil-hasil pertanian) dengan memanfaatkan kredit murah bagi para anggota koperasi (KKPA). Dalam pembinaan manajemen dan inovasi teknologi, KOPAGI menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga/instansi terkait seperti BLKI, LITBANG, Perguruan Tinggi, Dinas/instansi teknis melaksanakan DIKLAT bagi anggota. Dalam hal pemasaran KPOAGI menjadi kerjasama dengan para pedagang, dan pusat-pusat pertokoan seperti WASERDA, SUPERMARKET, Kios-kios, dan lainnya.

6. Model Lembaga Keuangan bagi Orang Miskin (LKOM)Lembaga keuangan ini menyediakan kredit khusus untuk orang miskin yang

telah memiliki usaha di sektor non-produksi pertanian, bertujuan mendorong usaha berdasarkan bidangnya tanpa banyak ikut mencampuri usaha yang dilakukan. Lembaga keuangan bertujuan memberikan pelayanan kredit yang mudah walaupun tidak TERLALU murah, dengan arah penggunaan yang dikehendaki oleh nasabah. Hipotesa MODEL ini adalah pada prinsipnya (a) orang miskin itu biasanya jujur, (b) dengan pelayanan yang mudah, disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan nasabah - mereka akan bersedia mengembalikan kredit, (c) pelayanan kredit orang miskin membutuhkan biaya per unit yang cukup tinggi.

7. Model KSPPMSH (Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat

Sekitar Hutan)

8. Model Bantuan Hibah Bersaing.

15

Page 17: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Model bantuan hibah ini lebih bersifat konsumtif atau untuk investasi sumberdaya manusia yang dampaknya berjangka panjang (pendidikan atau kesehatan). Pemberian bantuan hibah harus benar-benar bersaing, artinya harus sampai kepada kelompok orang paling miskin yang ada di desa dan benar-benar paling memerlukan. Pemilihan kelompok sasaran dilakukan dengan pendekatan partisipasi, melibatkan karang taruna atau kelompok dasa-wisma setempat. Salah satu teladan adalah program bantuan untuk mengatasi GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodine) dan Program Pemberdayaan Tokoh Masyarakat (PPTM).

3.1.6. Identifikasi RTM

Berbagai program dan proyek pembangunan telah dirancang dan dilaksanakan untuk mengentaskan kemiskinan dengan tingkat efektivitas yang sangat beragam. Salah satu faktor dominan yang pada kenyataannya sangat menentukan efektivitas program pengentasan kemiskinan ialah ketepatan kelompok sasaran. Siapa orang miskin itu sebenarnya?.

Rumah tangga miskin (RTM) di wilayah pedesaan mempunyai ragam kondisi yang cukup besar, baik ragam kondisi dan lokasi tempat tinggalnya, ragam pekerjaannya, ragam tingkat kemiskinannya, faktor-faktor penyebab kemiskinannya, serta keingainan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi kemiskinannya. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah yang tepat untuk menemu-kenali orang miskin dan keluarganya di pedesaan.

1. Identifikasi Rumahtangga MiskinIndikator visual yang cukup obyektif untuk dapat digunakan menemukan rumah

tangga miskin adalah kondisi fisik rumah tempat tinggalnya. Empat parameter utama yang dapat digunakan secara hierarkhis adalah jenis lantai dan luasnya, jenis lampu penerangan di dalam rumah, dan jenis dinding; sedangkan parameter penunjang yang dapat digunakan adalah luas pekarangan dan sumber air minum untuk memenuhi kebutuha keluarga sehari-hari. Rumah tangga miskin di pedesaan umumnya dicirikan oleh rumah tempat tinggal yang lantainya berupa tanah dipadatkan seluas 40-50 m2, lampu penerangan di dalam rumahnya adalah "sentir", dan dinding rumahnya terbuat dari anyaman bambu (gedek). Indikator penunjangnya adalah sumber air minum dari mata air atau sungai, dan luas pekarangannya 1000-1500 m2 di sekeliling rumah. Informasi mengenai parameter-parameter tersebut dapat diperoleh dari catatan di kantor desa, pamong desa (Kadus, ketua RW atau ketua RT), key informans karang taruna, atau dengan observasi langsung di lapangan.

2. Deskripsi Rumahtangga MiskinProfil rumah tangga miskin paling tidak harus mampu mengungkapkan dua hal

pokok, yaitu (1) kualitas umum, dan (2) aktivitas produktif yang dilakukan oleh kepala keluarga (kalau memungkinkan juga anggota keluarga lainnya). Aspek kualitas umum terdiri atas beberapa karakteristik yang dapat diukur secara kuantitatif atau kualitatif. Beberapa karakteristik penting adalah pengeluaran rumah tangga dan alokasi penggunaannya, pemilikan aset kekayaan dan faktor produksi lahan pertanian, jumlah

16

Page 18: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

anggota rumahtangga, serta beberapa parameter pokok kondisi fisik rumah tempat tinggal. Aspek aktivitas produktif, khusus ditujukan kepada kepala keluarga, terdiri atas penggunaan waktu untuk bekerja, jenis dan status pekerjaan utama, lapangan usaha, bantuan yang diinginkan sesuai dengan pekerjaan dan usaha yang ditekuni, serta waktu untuk mendapatkan informasi dari luar (media massa cetak dan elektronik).

3. Stratifikasi Rumahtangga Miskin Keunikan dan keragaman masalah yang dihadapi oleh orang miskin menuntut

adanya klasifikasi yang jelas dalam rangka untuk mengeefektifkan upaya-upaya pengentasannya. Stratifikasi rumah tangga miskin di pedesaan dapat dilakukan berdasarkan lapangan pekerjaan atau lapangan usaha yang ditekuni oleh kepala rumahtangganya, serta jenis dan status pekerjaan utamanya.

3.2. Konsep KSPPMSH

Penentuan KSPPMSH di suatu LOKASI, diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki potensi pengembangan pertanian dalam arti luas, yaitu tanaman pangan, perkebunan, kehutanan dan peternakan serta harus ditunjang dengan ketersediaan sarana dan prasarana di wilayah itu termasuk pasar. Lingkup kawasan tidak dibatasi dengan batas administratif, tetapi ditentukan oleh fungsi ekologisnya, termasuk fungsi hidrologisnya. Dengan demikian, maka lingkup kawasan dapat relatif luas, terdiri dari beberapa wilayah kecamatan; dapat juga relatif kecil terdiri dari satu atau lebih wilayah desa dalam satu kecamatan.

Besar kecilnya Kawasan ini tidak terlepas dari pada faktor potensi dan fungsi kawasan, serta posisi geografisnya. Adanya perbedaan jarak yang panjang memungkinkan perlunya pemisahan kawasan, sedangkan jarak terpendek antar kawasan potensial cenderung membentuk satu kesatuan Kawasan.

Dalam kaitannya antara batas administratif dengan faktor jarak geografis terhadap kemungkinan terbentuknya kawasan, ada kemungkinan ditemukannya pemisahan dari suatu wilayah Kecamatan dan masuk membentuk kawasan baru di wilayah kecamatan lainnya. Kemungkinan ini dapat saja terjadi di seluruh wilayah kabupaten, terutama wilayah-wilayah yang berbatasan langsung secara fisik. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 1 berikut.

17

Page 19: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

WILAYAH MAKRO

LOKASI Impact Areas

U1 DEVELOPMENT AREA KSPPMSH Ux

U2 MARKET AREA I OUTLET Toko, Kios,

PasarPedagang

Pedagangan luar daerah (MARKET AREA ll)

Gambar 1. Konsep pengembangan KSPPMSH

1.3.2. Lingkup Materi

Lingkup substansi pengembangan KSPPMSH adalah sebagai berikut:I. Kebijakan pengembangan tata ruang. Kebijaksanaan ketata-ruangan berkaitan

dengan struktur pengembangan wilayah dan pengembangan sektoral yang dijabarkan dalam pokok-pokok Penetapan LOKASI.

II. Identifikasi komoditas unggulan wilayah : tanaman hutan, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

III. Kecenderungan perkembangan wilayah, dapat diidentifikasi potensi yang meliputi a.l.:

18

Page 20: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

a. Potensi yang terkandung, baik yang sudah dimanfaatkan, belum dimanfaatkan dan diperkirakan ada, termasuk di dalamnya identifikasi komoditas unggulan kawasan.

b. Prospek dan kemungkinan pengembangan komoditas pertanian di masa mendatang, baik menyangkut produksi peningkatan nilai tambah maupun pemasarannya, menuntut perlunya kawasan pengembangan sentra produksi. Karena peluang di masa mendatang menghadapi era globalisasi paling tidak dapat meng-antisipasi kemampuan daya saing produksi , pemasaran dan pangsa pasar yang dapat diraih.

IV. Penyusunan Skenario Pengembangan KSPPMSH. Skenario pengembangan kawasan ditempuh melalui skala prioritas pemanfaatan ruang dan skala priontas kegiatan pengembangan komoditas. Skenario pengembangan berisi pola pemanfaatan ruang dan struktur ruang, yaitu pengembangan komoditas unggulan dan komoditi penunjang serta sistem prasarana pendukungnya.

V. Perumusan program pengembangan sektor, komoditas unggulan dan sistem prasarana. Rumusan program pengembangan berisi program-program pengembangan sektor, komoditas dan sistem sarana dan prasarana pendukung.

VI. Perumusan program-program pengembangan yang terpilih. Program ini merupakan interaktif antara kondisi, kemampuan pembiayaan dan kelembagaan dengan pengembangan kawasan serta kebutuhan sarana dan prasarana pendukungnya, di mana proses ini dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga menghasilkan suatu tatanan program yang terarah. Rumusan program ini berisi rencana program pengembangan kawasan yang meliputi: besaran penyediaan, lokasi spesifiknya, aspek pembiayaan, manajemen pelaksanaannya , dan tahapan pengembangan.

VII. Sistem Informasi pemasaran hasil produksi. Sebagai upaya untuk menarik minat dunia usaha dan dapat melakukan investasi di kawasan sentra produksi, informasi mengenai peluang pengembangannya perlu disebar-luaskan. Media informasi yang digunakan berupa peta dan leaflet yang berisi potensi pengembangan kawasan, dukungan yang ada dan rencana-rencana investasi.

19

Page 21: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

2. Pokok-Pokok Konsep KSPPMSH

2.1. Konsep kelembagaan: RANCANGAN KSPPMSH (Kawasan Agribisnis Masyarakat Penghijauan)

MANAJEMEN PENDANAAN DAN TEKNOLOGI

PROFIL INVESTASI

LITBANG Teknol Koperasi KSPPMSH dana

POSYANTEK KSPPMSH Pendampingan Maks. 500 ha SIM-Pasar

SENTRA PRODUKSI S.Pr

SENTRA PENGOLAHAN SENTRA PERDAGANGAN S.Pg S.Pd

OUTLET

20

Page 22: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

KETERKAITAN ANTAR CLUSTER DALAM KSPPMSH

CLUSTER ALSINTAN

PRODUK S.Pr S.Pg OLAHAN CLUSTER PASAR Tn Pangan Produk Produk regional Kebun, hutan Unggulan OLAHAN Ternak

- Pupuk - Pestisida Bahan LIMBAH - Herbisida penolong INDUSTRI

LIMBAH / CLUSTER CLUSTER hasil ikutan Pemasaran Saprotan transportasi

CLUSTER CLUSTER Pasar Industri Industri PROMOSI Nasional hasil pengolahan Kemas & ikutan limbah packaging

SISTEM PERBANKAN DAN ASURANSI

21

Page 23: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

KELEMBAGAAN KOPERASI PENGELOLA KSPPMSH

KOPERMAS KSPPMSH

AMANAH & PROFESIONAL

UNIT LKU

POSYANTEK (PENDAMPINGAN)

UNIT PRODUKSI: UNIT PEMASARAN S.Pr S.Pd. S.Pg

2.2. Skenario Pengembangan

Skenario master plan KSPPMSH disusun melalui penyusunan program-program secara terarah dan benar ke dalam tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilalui (identifikasi, skenario, program pengem-bangan dan program terpilih). Setiap tahapan program / kegiatan harus dapat mencerminkan alur proses input dan output yang dapat dikendalikan dari acuan dan atau parameter kinerja sehingga program yang dikembangkan sebagai program terpilih mengikuti kerangka pemikiran Master Plan KSPPMSH.

Skenario rencana tindak dan rencana implementasi yang merupakan pengembangan lanjutan dari program Master Plan yaitu berupa program terpilih, selanjutnya disusun secara sistematis untuk memahami muatan-muatan apa saja

22

Page 24: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

yang dapat dijabarkan / diimplementasikan (dalam satuan; volume, biaya, waktu, sumber pembiayaan dan pengelolaannya) dalam setiap program berdasarkan sasaran. Dalam hal ini, program-program yang dimaksud adalah program-program yang memiliki kriteria tertentu yang telah ditetapkan.

Setiap program dilengkapi dengan pola-pola pengembangan pelaksanaan yang mengacu dan memperhatikan seberapa besar dukungan yang ada untuk mengetahui kemudahan-kemudahan maupun kendala-kendala pengembangan usaha di suatu kawasan.

KAWASAN SEKITAR HUTAN YANG ADA

Kawasan yang telah berfungsi sentra produksi

Kawasan yang telah memperoleh berbagai program pembangunan, yang hasilnya dapat dioptimalkan untuk pengembangan produksi dalam jangka pendek

Kawasan potensi dan strategis untuk dikembangkan dan telah memperoleh berbagai program pembangunan dari sektor.

PROSES IDENTIFIKASI DAN DETERMINASI

PENETAPAN KAWASAN KSPPMSH

MASTER PLAN KSPPMSH

ACTION PLAN KSPPMSH

IMPLEMENTATION PLAN KSPPMSH

Gambar 2. Diagram alir penyusunan rencana induk, rencana aksi dan rencana implementasi KSPPMSH

23

Page 25: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Kepentingan tersebut di atas dimaksudkan untuk memberikan informasi awal bagi masyarakat dan investor, misalnya adanya aspek pembiayaan dan mekanisme insentif dan dis-insentif. Di dalam program-program terpilih dari satuan program, ada program yang dapat langsung dilaksanakan (action) tanpa melalui tahapan profil investasi, misalnya program peningkatan sumberdaya manusia melalui sistem pelatihan. Profil investasi dalam hal ini adalah suatu tahapan program yang masih perlu diperkenalkan kepada masyarakat melalui kegiatan penyuluhan/promosi yang dapat diadakan setiap saat.

Sementara itu, dalam upaya menyiasati pemerataan pembanguanan daerah dan pemberdayaan masyarakat, wilayah Kabupaten Jombang, Jember dan Trenggalek dapat dibagi ke dalam beberapa koridor pertumbuhan. Pembagian wilayah ini selain didasarkan pada aspek geografis, juga oleh faktor kesamaan struktur ekonomi, dan taraf perkembangan wilayah. Seperti diketahui, bahwa berdasarkan karakteristik geo-ekonomi wilayah, ada beberapa koridor pertumbuhan DI wilayah Kabupaten Jombang, Jember dan Trenggalek.

3. Metodologi Pengembangan KSPPMSHPendekatan KSPPMSH memandang kawasan sebagai suatu sistem agribisnis

terpadu, yakni input, proses dan output. Dari sudut pandang ini KSPPMSH harus mempertimbangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses produksi bidang agrokompleks. Dengan demikian kajian yang berkaitan dengan penyediaan input di dalam KSPPMSH, pengolahan sumberdaya dan jenis produk yang dihasilkan perlu dilakukan, sehingga dapat ditentukan besaran komoditas yang akan dikembangkan. Mengenali permasalahan yang dihadapi dalam rangka pengembangan komoditas tersebut.

Kawasan KSPPMSH lebih difokuskan kepada kegiatan agribisnis berkelanjutan khususnya sistem “tiga strata” dengan komoditas yang telah ditetapkan sebagai sektor unggulan. Sektor unggulan ini selanjutnya dikembangkan sebagai sektor penggerak utama.

Dalam kaitannya dengan rencana ruang yang ada, kegiatan ini merupakan upaya untuk mengisi dan mengoptimalkan pemanfaatan ruang yang mengacu pada rencana tersebut, sekaligus secara interaktif memberikan umpan balik bagi penyempurnaan rencana itu sendiri. Sedangkan dari sisi output, dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dan daerah, serta sekaligus ikut melestarikansumberdaya lahan kritis.

Keberadaan KSPPMSH ini menjadi penting sebagai acuan lokasi investasi bagi pemerintah dan swasta, khususnya dalam upaya untuk mencapai efisiensi, efektifitas dan nilai tambah. Pendekatan ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk mengoptimalkan pemberdayaan sumberdaya wilayah yang ada dan dapat mempermudah perumusan dukungan pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan pengembangan KSPPMSH dalam arti luas.

3.1. Kegiatan Data-base Management System

24

Page 26: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Survei lapangan dimaksudkan untuk merekam kondisi eksisting dan potensi pengembangan komoditas yang ada di lapangan. Sejumlah wilayah yang ada dapat digunakan sebagai wilayah contoh analisis. Wilayah analisis tersebut secara rinci ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Wilayah Penyusunan rencana Induk, Rencana Aksi, dan Rencana Implementasi KSPPMSH di Kabupaten Jombang, Jember dan Trenggalek, Propinsi Jawa Timur.

Nama LOKASI Kecamatan Desa Luasan KomoditiUnggulan

3.2. Sistem lnformasi Geografis (SIG)Hasil kajian data eksisting, baik dari hasil survei instansional maupun survei

lapangan, dianalisis menurut kritena-kriteria berdasarkan tingkat kebutuhan dalam pembuatan master plan pengembangan KSPPMSH. Sementara itu, metoda analisis yang dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis adalah untuk menetapkan secara kewilayahan hasil analisis data struktural (dengan menggunakan cluster analysis), sehingga secara terintegrasi dapat disajikan deskripsi menyeluruh tentang rencana pengembangan KSPPMSH yang diunggulkan di wilayah Kabupaten Jombang, Jember dan Trenggalek, Propinsi Jawa Timur.

Kontribusi Sistem Informasi Geografis pada tahap pembuatan master plan dalam hal ini berfungsi sebagai alat bantu (tools) analisis terhadap aspek keterkaitan spasial dengan data non-spasial . Sistem Informasi Geografis juga merupakan alat bantu untuk menghasilkan output (master plan).

Metoda pendekatan Sistem Informasi Geografis ini diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat analisa terhadap aspek keruangan dan non keruangan dibandingkan dengan cara manual.

Adapun sasaran yang ingin dicapai dengan menggunakan metode SIG adalah:a. Kemudahan penyajian Informasi peta-petab. Efisiensi analisa spasial.c. Sinkronisasi data spasial dan non spasiald. Validasi dan keakuratan datae. Kemudahan dalam menentukan letak (posisi geografis), jarak dan luasan.3.3. Kegiatan Pengembangan Kawasan

25

Page 27: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Penentuan kawasan dilakukan berdasarkan pada pengertian fungsi pelestarian sumberdaya lahan dalam arti luas, yaitu fungsi konservasi dan fungsi produksi. Semua wilayah kecamatan memiliki potensi yang sama untuk diseleksi berdasarkan potensi komoditi kehutanan, pertanian tanaman pangan & hortikultura, peternakan dan perkebunan, berikut sarana dan prasarana penunjang yang terdapat di setiap LOKASI.

Skenario pengembangan KSPPMSH terpilih ditempuh melalui skala pengembangan kawasan sbb:

Pertama, pemilihan KSPPMSH prioritas, ditujukan untuk memudahkan pengarahan pemanfaatan ruang yang bergulir / bertahap, terarah sesuai dengan kemampuan pembangunan terbatas.

Ke dua, pengisian ruang KSPPMSH dapat dilakukan secara bertahap, sehingga diperlukan adanya sekala prioritas.

Dengan skenario tersebut, maka program pengembangan KSPPMSH di LOKASI Kabupaten Jombang, Jember dan Trenggalek, Jawa Timur, dapat disajikan secara terintegrasi dan menyeluruh.

Kepentingan tersebut di atas dimaksudkan untuk memberikan informasi awal bagi masyarakat dan investor, misalnya adanya aspek pembiayaan dan mekanisme insentif dan dis-insentif. Di dalam program-program terpilih dari satuan program, ada program yang dapat langsung dilaksanakan (action) tanpa melalui tahapan profil investasi, misalnya program peningkatan sumberdaya manusia melalui sistem pelatihan. Profil investasi dalam hal ini adalah suatu tahapan program yang masih perlu diperkenalkan kepada masyarakat melalui kegiatan penyuluhan/promosi yang dapat diadakan setiap saat.

IV. METODOLOGI PELAKSANAAN

4.1. LINGKUP KEGIATAN

a. Pengumpulan Data

Berdasarkan teknik pengumpulannya, data yang dikumpulkan terdiri atas:(1). Data Primer

Dilakukan melalui wawancara , pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan

(2). Data SekunderDilakukan melalui antara lain: studi literatur , laporan dinas/instansi terkait, data statistik; peta tata guna lahan, sumberdaya dan kawasan hutan, dsb.

b. Pengolahan Data

26

Page 28: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dikelompokkan berdasarkan aspek yang akan dianalisis pada setiap LOKASI.

c. Analisis DataHasil pengolahan data dianalisis dalam rangka menyusun model KSPPMSH.

Adapun aspek yang akan dievaluasi meliputi:(1). Kemungkinan keberlanjutan Program pengembangan KSPPMSH(2). Indikator Hidrologi mencakup antara lain: erosi, sedimentasi, banjir,

kekeringan, fluktuasi air permukaan(3). Keragaan Tataguna lahan mencakup antara lain: lahan kritis, kondisi

penutupan lahan, dan produktivitas lahan(4). Sosial ekonomi mencakup a.l.: pendapatan petani, sumber mata-pencaharian

petani dan persepsi masyarakat;(5). Kelembagaan mencakup antara lain: Proses penyelenggaraan dan

pengelolaan pembangunan di tingkat Desa, baik instansi utama maupun instansi terkait dan masyarakat termasuk kelompok tani.

(6). Partisipasi Masyarakat mencakup antara lain: pemeliharaan dan pengembangan hasil pembangunan serta upaya-upaya yang dilakukan secara swadaya.

d. Penyusunan LaporanHasil dari kegiatan analisis ini kemudian dituangkan dalam laporan dimana di

dalamnya juga memuat rekomendasi Model KSPPMSH.

4.2. Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Keutanan Jawa Timur bekerjasama dengan LPM UNIBRAW, Malang dan lembaga-lembaga setempat lain yang relevan.

4.3. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Pelaksanaan studi dilakukan menjadi lima tahapan, yaitu:(a) Tahap persiapan: penyusunan kuesioner yang tepat sasaran dengan kegiatannya meliputi :

a. pengumpulan data/opini tentang konsepsi, pelaksanaan, dan hasil-hasil yang telah dicapai dari unit pelaksanaan, dan hasil-hasil yang telah dicapai dari unit pelaksanaan program pembangunan pedesaan di PEMKAB Jombang, Jember dan Trenggalek, serta instansi terkait di daerah,

b. kunjungan ke lokasi sasaran untuk melihat kondisi wilayah dan kehidupan masyarakat sehari-hari di desa, mengenali kondisi sosial ekonomi masyarakat,

c. Uji coba kuesioner dan finalisasi kuesioner.d. Penyusunan acuan dan peta kerja

27

Page 29: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

(b) Tahap pengumpulan data dan informasi lapangan, terdiri dari kegiatan:Penyebaran kuesioner kepada aparat/petugas di kecamatan dan desa, masyarakat, kelompok sasaran, dan bukan kelompok sasaran, melakukan wawancara langsung sebagai bahan cross-check dan pelengkap dari data kuesioner dan data sekunder.

(c). Tahap pengelolaan dan analisis, terdiri dari kegiatan:a. menganalisis data sekunder untuk melihat tingkat ke terkaitan antara

pelaksanaan program dengan pemecahan masalah, menganalisis data primer untuk memperoleh gambaran manfaat program dikaitkan dengan mengembangkan sumber daya manusia, peningkatan usaha ekonomi masyarakat, dan kesejahteraan masyarakat,

b. Pemetaan dan analisis peta-peta tematik c. perumusan kesimpulan serta merekomendasikan Model KSPPMSH di

masing-masing wilayah.

(d). Tahap presentasi dan finalisasi laporan, terdiri dari kegiatan presentasi hasil studi dan diskusi dengan Pemda Tingkat I dan Tingkat II,-penyempurnaan dokumen laporan akhir yang dilengkapi dengan peta, tabel, dan foto yang relevan sarta menyusun ringkasan hasil studi.

(e). Tahapan upaya pemanfaatan hasil evaluasi,Pemkab melakukan indentifikasi program pengembangan KSPPMSH lebih lanjut serta penyusunan pembagian tanggungjawab pelaksanaan,Konfirmasi rencana tindak lanjut kegiatan untuk mendapatkan persetujuan/komitmen dari pihak-pihak yang terkait,

4.4.METODE EVALUASI

4.4.1. Pendekatan

Evaluasi perencanaan Model KSPPMSH ini diarahkan untuk mengevaluasi potensi dan kendala-kendala yang dihadapi dalam program/upaya pengentasan kemiskinan yang pernah dilakukan. Tiga aspek penting yang akan dievaluasi adalah: (1) program inputs (masukan program) dan (2) Program activities (kegiatan-kegiatan program), dan (3). resources yang dapat berbentuk fisik maupun non fisik dan pemeran yang harus disediakan untuk mencapai tujuan-tujuan dari program. Program activities terdiri dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemeran dari program untuk melaksanakan rencana kerja program. Sedangkan output merupakan hasil dari pelaksanaan program yang dilakukan.

Aktivitas program dalam hal ini dapat kita anggap sebagai faktor mengubah (mengkonversikan) resources menjadi suatu hasil (results). Namum tidak ada program yang bebas dari pengaruh faktor-faktor dari luar program. Misalnya, pelaksanaan program akan dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, sosial dan politik yang ada

28

Page 30: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

dalam masyarakat dimana program tersebut ditempatkan. Faktor-faktor luar memberikan kondisi lingkungan bagi pelaksanaan program disebut "programme environment", dikatakan sebagai "faktor lingkungan program".

Faktor-faktor lingkungan yang menunjang keberhasilan program dianggap sebagai faktor pendukung ekternal, misalnya anggota kelompok sasaran yang homogen. Faktor-faktor yang menghambat keberhasilan program, dianggap sebagai faktor penghambat eksternal, misalnya anggota kelompok sasaran yang tidak homogen.

Sedangkan proses dalam analisis pelaksanaan program dilakukan melalui kerangka logis pendekatan sistem. Untuk mendapatkan data atau informasi yang relevan, tepat dalam evaluasi harus direncanakan sebagai suatu kegiatan mulai dalam penentuan lokasi sampai dampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

4.4.2. Kegiatan Analisis

Bertumpu dari pendekatan seperti di atas, dalam studi diagnostik ini dilakukan beberapa kegiatan analisis, seperti :(a). Mengukur cakupan desa dan kelompok sasaran yang mendapat manfaat baik

langsung maupun tidak langsung dari hasil pelaksanaan dan menilai kesesuain lokasi dan kelompok sasaran dengan kreteria program,

(b). Mengukur tingkat produktivitas dan diversifikasi usaha masyarakat,(c). Menilai perkembangan aksesibilitas dan pelayanan dasar yang ada di kawasan

bersangkutan,(d). Melakukan penilaian terhadap hasil pelaksanaan program yang memberi

dampak positip terhadap sumberdaya lingkungan,(e). Mengevaluasi peluang tingkat partisipasi masyarakat dalam pemeliharaan dan

pengembangan hasil kegiatan,(f). Menilai upaya perguliran bantuan dan mengidentifikasi kendalanya, menilai

perkembangan aktivitas kelompoktani dalam pengembangan usaha produksi, pemasaran, dan penggalangan dana kelompok,

(g). Menilai peranan LKMD dan BPD dalam pengembangan kelompok dan pembangunan desa,

4.4.3. Lingkup ANALISIS

Dalam melakukan studi ini dibatasi kepada kawasan-kawasan yang berada di sekitar hutan. Diutamakan akan dipilih desa yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan sepanjang hal tersebut memungkinkan. Hal ini diperlukan untuk mencari kekurang- sempurnaan dari pendekatan terdahulu serta mengupaya-upaya perbaikannya.

4.4.4. Indikator, variabel dan dataJenis indikator yang digunakan dalam studi ini difokuskan pada hal-hal yang

berkaitan langsung dengna upaya pengentasan kemiskinan masyarakat sekitar kawasan hutan.

4.4.5. Metode Pengumpulan Data

29

Page 31: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

Data dan informasi yang diperlukan dalam studi ini meliputi data primer dan sekunder. Data dan informasi primer dari kelompok masyarakat (desa) contoh dihimpun dengan teknik wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan terstrukur (Survei rumah tangga pedesaan).

Data primer pada tingkat kecamatan dikumpulkan dengan melalui kegiatan "Pemahaman Perdesaan secara Kilat" (Rapid Rural Appraisal, RRA) dengan menggunakan pedoman RRA yang telah disiapkan sebelumnya. Data sekunder pada tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten dikumpulkan dengan melalui kegiatan pelacakan data dan informasi di berbagai instansi terkait dengan menggunakan "Pedoman pengumpulan data sekunder" yang telah disiapkan sebelumnya. Secara skematis tahapan pengumpulan data dijelaskan sebagai berikut.

Pengumpulan data primer akan dilakukan dengan menggunakan beberapa metode pegumpulan data yaitu: (1) Wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan berstruktur/semi terstruktur, (2) Wawancara bebas, dan (3) Pengamatan langsung, dan (4) Rural Rapid Appraisal (RRA). Seperti diketahui masing-masing metode pengumpulan data tersebut di atas mempunyai kelebihan dan kelemahan sendiri. Oleh karena itu untuk menghindari kelemahan masing-masing metode dalam penelitian ini data akan dikumpulkan dengan menggunakan kombinasi ketiga metode di atas.

(a). Wawancara dengan menggunakan Daftar Pertanyaan.Wawancara mutlak diperlukan dalam pengumpulan data ini sekaligus

menggunakan kuesioner. Seperti diketahui bahwa petani di pedesaan Jawa pada umumnya mempunyai keterbatasan kemampuan dalam membaca dan menulis huruf latin. Atas dasar kenyataan ini pengumpulan data dengan kuesioner/angket sulit dilakukan. Oleh sebab itu pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan wawancara menggunakan daftar pertanyaan. Artinya pencacah (enumerator) mewawancarai responden dengan menggunakan pedoman daftar pertanyaan yang telah disiapkan dan sekligus pencacah mengisi daftar pertanyaan itu berdasarkan jawaban yang diberikan responden.

Jadi sebagai alat pengumpulan data dalam metode ini adalah daftar pertanyaan. Agar daftar pertanyaan yang digunakan benar- benar valid (sahih) dan realibel (terpercaya), maka akan dilakukan dua hal dalam proses penyusunan daftar pertanyaan yaitu (1) daftar pertanyaan harus disusun dalam bahasa sehari-hari responden dan (2) Harus dilakukan uji coba daftar pertanyaan sebelum pengumpuan data dilakukan. Penyusunan kuesioner/daftar pertanyaan dalam bahasa sehari-hari responden dapat meningkatkan validitas dan reallibilitas data yang dikumpulkan. Karena daftar pertanyaan tersebut memenuhi standar bagi siapapun yang menjadi pencacah, sehingga variasi jawaban yang diberikan responden biukan disebabkan oleh salah interpretasi pencacah atau responden.

Uji coba daftar pertanyaan adalah penting agar daftar pertanyaan dapat dioperasionalkan di lapangan, sehingga apabila ada yang kurang relevan atau perlu ditambah dapat dilakukan penyempurnaan lebih awal. Dengan demikian daftar pertanyaan tersebut benar- benar dapat menangkap hal-hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan peelitian dengan tepat dan terpercaya. Adapun bentuk konstruksi jawaban dari daftar pertanyaan adalah kombinasi antara terstruktur dan semi

30

Page 32: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

terstruktur. Daftar pertanyaan semi terstruktur adalah penting untuk menghindari tidak masuknya suatu jawaban tertentu yang dijumpai di lapangan.

(b). Wawancara Bebas.Dalam metode ini, pencacah mewawancarai responden secara terbuka. Artinya

pencacah tidak menggunakan daftar pertanyaan, akan tetapi menggunakan pedoman yang hanya memuat pokok-pokok masalah penelitian. Pedoman wawancara itu mempunyai fungsi agar wawancara lebih terarah atau dapat diperoleh data sebagaimana yang diharapkan.

Adapun materi pertanyaan diutamakan pada hal-hal yang tidak ditangkap melalui daftar pertanyaan seperti bagaimana proses (mekanisme) perumusan lokasi, identikasi masalah, perumusan proyek. Responden dalam metode pengumpulan data ini adalah dapat sama dengan responden metode wawancara dengan daftar pertanyaan ataupun berbeda seperti tokoh masyarakat petani maju maupun pemimpin desa.

(c). Pengamatan Langsung.Metode ini dilaksanakan dengan jalan peneliti melakukan pengamatan secara

langsung terhadap obyek/gejala yang menjadi perhatian dalam penelitian ini, dan sekaligus pula dilakukan pencatatan-pencatatan terhadap kesan-kesan dari hasil pengamatan itu. Dengan demikian melalui pengamatan langsung akan menghasilkan pengertian yang sering tidak dapat diperoleh lewat wawancara. Bahkan melalui pengamatan ini juga dapat menimbulkan pertanyaan yang lebihh lanjut dapat dikemukakan dalam wawancara bebas.

Pengamatan langsung akan diterapkan untuk pengumpulan data tentang implementasi proyek,dampak proyek,keadaan sarana dan prasarana transportasi, partisipasi masyarakatdalam kelembagaan yang ada.

Data sekunder dikumpulkan dengan menelaah dokumen-dokumen resmi pada Kantor Kepala Desa, Kantor Kecamatan, Kantor Statistik Kabupaten , Instansi terkait. Data yang akan dikumpulkan mencakup data kuantitatif tentang tata guna tanah, jenis tanaman yang diusahakan, monografi desa dan monografi kabupaten, program-program pembangunan yang pernah dilaksanakan, dan sebagainya.

(d). Rural Rapid Appraisal.Rural Rapid Appraisal dilakukan untuk menggali data untuk menjaga keutuhan

dan memperdalam permasalahan yang dijumpai. Metode ini menggunakan key informasi dengan menggunakan key indicators serta memperhatikan key processes.

4.4.6. Metode Pemilihan Contoh

Dalam penelitian ini sebagai unit analisis adalah wilayah kerja, desa dan rumah tangga miskin. Pemilihan lokasi contoh dilakukan secara bertahap sbb:(1). Pemilihan suatu wilayah didasarkan atas informasi bahwa di daerah tersebut

terletak satu atau lebih Kecamatan yang berbatasan dengan kawasan hutan

31

Page 33: Ksppmsh- Kawasan Sentra Produksi Pangan Bagi Masyarakat Sekitar Hutan

(2). Pemilihan suatu Kecamatan didasarkan atas informasi bahwa di dalam wilayahnya terdapat desa-desa miskin yang berbatasasn langsung dengan kawasan hutan

(3). Penentukan desa contoh dalam suatu kecamatan didasarkan atas data sekunder (Monografi kecamatan), yaitu desa sekitar hutan. Pemilihan kelompok masyarakat (atau desa) untuk observasi data primer (survei rumah tangga) dilakukan secara sengaja di kecamatan contoh. Pada setiap kecamatan dipilih desa-desa contoh. Pada setiap desa contoh ini ditetapkan semua rumah tangga (yang paling miskin) sebagai responden untuk diwawancarai dengan menggunakan daftar pertanyaan yang terstruktur.

(4). Penentuan responden rumah tangga miskin meliputi rumah tangga yang memanfaatkan sumberdaya hutan

(5). "Key informans" untuk penghimpunan data secara RRA adalah Pejabat Muspika, Kepala Desa, LKMD, Mantri tani, Kontak tani, ulama/pemuka masyarakat, penyuluh lapangan, pedagang, atau personal lain yang dipandang perlu.

Responden dalam penelitian terdiri dari berbagai pemeran pemba ngunan mulai tingkat Kabupaten sampai tingkat desa, serta masyarakat. Secara lebih rinci jenis responden dalam penelitian ini adalah : (1) Instansi Sektoral (dinas) Tingkat II, (2) Petugas Instansi Sektoral di Tingkat Kecamatan, (3) Penyuluh- penyuluh tingkat Kabupaten dan/ Kecamatan, (4). Camat dan Kaur Pembangunan, (5) Kepala Desa, BPD, PKK, LMD, dan LKMD, (6) Kelembagaan non formal di desa, dan (7). Rumah tangga.

32