73
BAB 1 MENAJEMEN KEPERAWATAN KRITIS 1.1. Definisi kritis adalah suatau keadaan yang membutuhkan kemamapuan untuk menyesuaikan situasi dengan kecepatan dan ketepatan yang tidak selalu dibutukan pada situasi keperawatan lain, dimana keadaan ini juga membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi membuat keputusan dan membuat prioritas. Kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis adalah perawat profesional yang bertanggung jawab untuk menjamin pasien yang kritis dan akut beserta keluarganya mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal. 1.2. Konsep Pelayanan Kritis 1.2.1. Tujuan Untuk mempertahankan hidup (maintaining life). 1

Kritis Badar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Kritis Badar

BAB 1

MENAJEMEN KEPERAWATAN KRITIS

1.1. Definisi

kritis adalah suatau keadaan yang membutuhkan kemamapuan untuk

menyesuaikan situasi dengan kecepatan dan ketepatan yang tidak selalu

dibutukan pada situasi keperawatan lain, dimana keadaan ini juga

membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi membuat keputusan dan

membuat prioritas.

Kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati

terhadap suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian/jalan

keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi di bidang

keperawatan yang secara khusus menangani respon manusia terhadap

masalah yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis adalah perawat

profesional yang bertanggung jawab untuk menjamin pasien yang kritis dan

akut beserta keluarganya mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal. 

1.2. Konsep Pelayanan Kritis

1.2.1. Tujuan

Untuk mempertahankan hidup (maintaining life).

1.2.2. Langkah-langkah proses keperawatan

1. mengumpulkan informasi

2. menentukan dianosa keperawatan aktual dan potensial

3. mengidentifikasi hasil yang dapat diukur dan menggambarkan

respon pasien

4. mengembangkan intervensi individu yang betujuan mencapai

hasil

5. mengevaluasi kemajuan pasien

6. menilai rencana keperawatn didasarkan pada penggunaan proses

keperawatan

1

Page 2: Kritis Badar

1.2.3. Pengkajian

Dilakukan pada semua sistem tubuh untuk menopang dan

mempertahankan sistem-sistem tersebut tetap sehat dan tidak terjadi

kegagalan.

1.2.4. Diagnosa keperawatan

Ditegakkan untuk mencari perbedaan serta mencari tanda dan gejala

yang sulit diketahui untuk mencegah kerusakan/ gangguan yang lebih

luas.

1.2.5. Perencanaan keperawatan

Ditujukan pada penerimaan dan adaptasi pasien secara konstan

terhadap status yang selalu berubah.

1.2.6. Intervensi

Ditujukan terapi gejala-gejala yang muncul pertama kali untuk

pencegahan krisis dan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang

lama sampai dapat beradaptasi dengan tercapainya tingkat

kesembuhan yang lebih tinggi atau terjadi kematian.

1.2.7. Evaluasi

Dilakukan secara cepat, terus menerus dan dalam waktu yang lama

untuk mencapai keefektifan masing-masing tindakan/ terapi, secara

terus-menerus menilai kriteria hasil untuk mengetahui perubahan

status pasien. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien kritis

prioritas pemenuhan kebutuhan tetap mengacu pada hirarki kebutuhan

dasar Maslow dengan tidak meninggalkan prinsip holistik.

1.2.8. Kerangka kerja holistik

1. hierarki kebutuhan manusia

a. kreatifitas

b. nilai diri

c. harga diri

d. keamanan atau keselamatan

e. eliminasi

f. koordinasi

g. metabolisme

2

Page 3: Kritis Badar

h. udara

i. pemeliharaan diri

j. perawat sebagai negoisator

2. suatu upaya untuk mengatasi lingkungan meliputi penghindaran

dimana seseorang menghindari situasi, peniadaan, dimana

pertahanan tubuh mencoba untuk merusak stresor, sering kali

menggunakan sistem lain dan adaptasi dimana seseorang

membuat respon yang cocok terhadap stress dan masih

memelihara status tetap bertahan.

3. Perawat keperawatan kritis sebagai advokat pasien, perawat harus

menghindari penambahan beban yang meningkatkan kebutuhan

untuk berinteraksi dan tidak mengembangkan adaptasi.

1.3. Isu Etik Dan Legal Pada Keperawatan Kritis

Perawat ruang intensif/kritis harus memberikan pelayanan

keperawatan yang mencerminkan pemahaman akan aspek etika dan legal

keperawatan yang mencerminkan pemahaman akan aspek etika dan legal

kesehatan. Perawat ruang kritis harus bekerja sesuai dengan aturan yang ada

(standar rumah sakit/standar pelayanan maupun asuhan keperawatan). Etik

ditujukan untuk mengukur perilaku yang diharapkan dari manusia sehingga

jika manusia tersebut merupakan suatu kelompok tertentu atau profesi

tertentu seperti profesi keperawatan, maka aturannya merupakan suatu

kesepakatan dari kelompok tersebut yang disebut kode etik.

Status pekerjaan sebagai seorang perawat rumah sakit ataupun bagian

dari staf paramedik tidak membuat perawat bisa menghindari tanggung jawab

dan kewajiban mematuhi hukum dalam setiap tindakan/pelayanan

keperawatan yang dilakukan. Kumpulan hukum/peraturan keperawatan yang

telah dikembangkan dikenal sebagai standar pelayanan keperawatan. Standar

pelayanan keperawatan ditentukan dengan pengambilan keputusan atas

tindakan profesional yang paling tepat dilakukan untuk mengatasi masalah

yang ada. 

3

Page 4: Kritis Badar

Kecenderungan trend dan isu keperawatan kritis ; Perkembangan

yang pesat di bidang teknologi dan pelayanan kesehatan cukup berkontribusi

dalam membuat orang tidak lagi dirawat dalam jangka waktu lama di rumah

sakit. Pasien yang berada di unit perawatan kritis dikatakan lebih sakit

dibanding sebelumnya. Sekarang ini banyak pasien yang dirawat di unit kritis

untuk waktu 5 tahun sudah dapat menjalani rawat jalan di rumah masing-

masing. Pasien unit kritis yang ada sekarang ini tidak mungkin bertahan

hidup di masa lalu dikarenakan buruknya sistem perawatan kritis yang ada.

Sudah direncanakan di beberapa rumah sakit akan adanya unit kritis yang

lebih besar dan kemungkinan mendapatkan pelayanan perawatan kritis di

rumah atau tempat-tempat alternatif lainnya. Perawat kritis harus tetap

memantau informasi terbaru dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki

untuk mengelola metode dan teknologi perawatan terbaru. Seiring dengan

perkembangan perawatan yang dilakukan pada pasien semakin kompleks dan

banyaknya metode ataupun teknologi perawatan baru yang diperkenalkan,

perawat kritis dipandang perlu untuk selalu meningkatkan pengetahuannya.

4

Page 5: Kritis Badar

BAB 2

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS

2.1. B1 Breath ( System Pernafasan )

2.1.1. Tehnik pengkajian fisik

Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi adalah empat tehnik

yang digunakan perawat dalam pengkajian fisik untuk mengumpulkan

data objektif mengenai penyakit pasien secara kritis. Kondisi pasien

akan menentukan aspek pengkajian yang seharusnya dilakukan dan

perlunya pencegahan umum.

1. Inspeksi

Inspeksi menggunakan indera penglihatan, pendengaran

dan penciuman. Inspeksi umum dilakukan saat pertama kali

bertemu pasien. Suatu gambaran atau kesan umu menganai

keadaan yang dibentuk. Karakteristik yang menonjol atau berbeda

juga dicatat pada saat ini.

Pemeriksa kemudian maju ke suatu inspeksi local yang

berfokus pada suatu system tunggal atau bagian. Penggunaan alat

khusus membantu dalam inspesi local ini: sebagai contoh,

optalmoskop, otoskop, speculum dan nasoskop sering digunakan.

Hal pokok untuk diingat saat melakukan inspeksi meliputi

sebagai berikut:

a. Secara rutin menggunakan pendekatan sistematis, baik atau

pendekatan system, pendekatan dari kepala sampai ke kaki

sampai kombinasi dari keduanya.

b. Berlanjut dari anterior ke lateral ke posterior.

5

Page 6: Kritis Badar

c. Selama inspeksi umum, perhatikan keadaan tubuh, perilaku,

cara bicara, aktivitas, motorik dan adanya beberapa

malformasi.

d. Observasi mengenai simetri, ukuran bentuk, warna, posisi,

gerakan dan abnormalitas perhatian difokuskan pada system

tunggal atau bagian.

2. Palpasi

Pemeriksa menggunakan indera peraba, meletakan tangan

pada bagian tubuh yang dapat dijangkau tangan. Hal yang

dideteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur, gerakan, vibrasi,

pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan sensasi.

Metode palpasi meliputi palapsi ringan, palpasi dalam,

pengkajian nyeri lepas, ballottement dan gelombang cairan. Untuk

mulai melakukan urutan, mulai dengan palpasi ringan dan

dilanjutkan ke palpasi dalam. Selalu melakukan pada daerah yang

nyeri tekan terakhir. Hal ini dapat berakibat kekakuan volunteer

pada otot-otot dan mempegaruhi palpasi lebih lanjut.

a. Palpasi ringan

Dengan permukaan telapak tangan dan tangan sejajar

dengan kulit, tekan dengan hati-hati dengan kedalaman 1-2 cm,

gerakan bantalan jari dengan gerakan memutar. Rasakan

seluruh area yang nyeri tekan, nyeri,, kekakuan spasme otot,

krepitasi dan edema.

b. Palpasi dalam

Palpasi tangan tunggal dilakukan dengan sisi telapak

tangan pada kulit. Dengan gerakan menekan ke bawah,

bantalan jari ditekan 4 sampai 5 cm. Kuatkan palpasi dengan

kedua tangan. Permukaan tangan diletakkan pada kulit. Jari

tangan kedua melakukan tekanan pada sendi interpalangeal

6

Page 7: Kritis Badar

tangan pertama. Gerakan ke bawah dan ke depan dilakukan

pada kedalaman 4 sampai 5 cm. bila massa terpalpasi, catat

lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, permukaan tekstur,

mobilitas, nyeri tekan, dan pulsasi.

c. Nyeri Lepas

Tekan dengan perlahan dan kuat kulit di atas abdomen

dengan jari, kemudiian lepaskan jari dengan cepat. Pelepasan

yang tiba-tiba ini akan menyebabkan suatu nyeri yang tajam

pada daerah inflamasi. Nyeri lepas merupakan tanda positif

pada inflamasi peritoneal.

3. Perkusi

Perkusi meliputi pengetukkan permukaan tubuh untuk

menghasilkan bunyi yang akan membantu dalam penentuan

densitas, lokasi, ukuran dan posisi struktur di bawahnya.

Menggunakan pendekatan sistematis, pemeriksa melakukan

perbandingan bilateral pada bunyi, yang dapatkan dari area

dengan resonan tinggi ke area pekak. Perkusi langsung, tidak

langsung dan kepalan tangan merupakan metode perkusi yang

paling umum.

4. Auskultasi

Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang

ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.

Dengan auskultasilangsung, telinga ditekankan pada permukaan

tubuh di mana bunyi dapat didengar. Auskultasi perantara

meliputi penggunaan alat bantu untuk menemukan bunyi-bunyi

tubuh. Instrument yang dipilih untuk auskultasi adalah stetoskop.

Karena tujuan dari stetoskop adalah untuk mencegah

masuknya bunyi ekstra, pokok berikut ini yang seharusnya

diingat:

7

Page 8: Kritis Badar

Pertahankn selang pendek, tidak lebih dari 12 sampai 14 inci.

Diameter yang baik untuk bagian internal adalah 1/8 inci.

Bagian telinga seharusnya cukup rapat dalam telinga untuk

menghalangi bunti berisik.

a. Bel

1) Auskultasi bunyi frekwensi rendah seperti murmur.

2) Menempatkan bel dengan ringan di atas permukaan tubuh.

Terlalu kuat menekan akan menarik kulit, blikkan bel ke

diafragma.

b. Diafragma

1) Auskultasi bunyi frekwensi tinggi seperti pada paru-paru.

2) Lakukan tekanan kuat pada kulit.

3) Bel dan diafragma pediatric dapat membuat bunyi lebih

baik pada anak kurus atau kerempeng.

4) Untuk auskultasi yang lebih baik, berikan jeli cair pada

diafragma.

2.1.2. Pemeriksaan Diagnostik

Tes diagnostic memvalidasi riwayat keperawatan awal,

menguji hasil dari pengkajian fisik dan merupakan data yang paling

objektif dalam proses pengkajian. Pertimbangkan hal berikut ini

menggunakan tes atau prosedur diagnostic:

1. Nilai normal sehubungan dengan tes atau prosedur.

2. Variasi individual nilai prosedur atau tes yang dihasilkan dari

proses penyakit atau tingkat perkembangan pasien (seperti:

penyakit paru obsrtuksi kronik, proses penuaan, jenis kelamin).

3. Tujuan dari tes atau prosedur.

4. Faktor yang mempengaruhi hasil laboratorium (contoh: obat-

obatan, diet, tehnik pengumpulan).

5. Kebenaran, keabsahan dan spesifikasi dari tes atau prosedur.

6. Keuntungan, kerugian dan keterbatasan es atau prosedur.

7. Implikasi keperawatan

8

Page 9: Kritis Badar

8. Waktu terjadi, biaya pada pasien dan waktu pemulihan.

9. Kemampuan pasien untuk mentoleransi pengkajain atau prosedur.

10. Kemungkinan terjadi kesalahan dalam prosedur pengumpulan

atau kerusakan alat.

2.1.3. Pengkajian Pernafasan

1. Riwayat Pasien

Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien dengan penyakit pernapasan

biasanya meiputi satu dari lima tanda atau gejala utama yakni :

nyeri dada, dispnea, batuk, sputum, atau hemoptisis. Riwayat yang

rinci berhubungan dengan tiap bagian yang memberikan data

dasar yang komprehensif pada perencanaan keperawatan pasien.

a. Nyeri dada

1) Serangan dan lamanya

a) Konstan

b) Hilang timbul

2) Lokasi dan penyebarannya

3) Karkter dan beratnya

a) Rasa dipukul

b) Tertembak

c) Tajam

4) Factor yang meringankan

a) Obat-obatan

b) Aktivitas

5) Kejadian yang berhubungan

a) Trauma

b) Makanan

9

Page 10: Kritis Badar

6) Tanda dan gejala yang meyertai

a) Batuk

b) Hemoptisis

c) Dispnea

d) Mual,muntah

e) Diaforesis

f) Takikardi

g) Demam

b. Dispnea

1) Serangan dan lamanya

a) Tiba-tiba atau tersembunyi

b) Akut atau kronik

c) Konstan atau hilag timbul

2) Factor yang meringankan dan memperburuk

a) Posisi tubuh

b) Aktivitas

c) Obat-obatan

d) Waktu per hari

3) Tanda dan gejala yang menyertai

a) Batuk

b) Mengi

c) Nyeri dada

d) Diforesis

c. Batuk

1) Serangan dan lamanya

2) Perubahan sekarang dan frekuensi atau kehebtan

3) Kararter :

4) Nada

5) Waktu:

6) Factor yang meringankan

7) Factor yang memperburuk

10

Page 11: Kritis Badar

8) Tanda an gejala yang menyertai

Dispnea

d. Sputum

1) Serangan dan lamanya

2) Volume

3) Waktu perhari

4) Karakter :

5) Ada atau tidaknya darah

6) Fktor yng meringankan dan memperburuk

Obat-obtan

e. Hemoptisis

1) Serangan dan lamanya

2) Frekuensi dan jumlahnya

3) Karakter

a) Darah Nyata

b) Bercampur sedikit darah

c) Garis-garis darah

d) Hematest

4) Perbedaan dari menatemesis

a) Hemoptisis (pengeluaran arah atau spuum bercaampur

darah) : alkalin, berbusa dan disertai dengan sptum.

b) Hematemesis (muntah darah) : asam, drah gelap dan

mungki berisi partikel makanan.

5) Pemeriksan nasofaring sebagai sumber kemungkinan.

2. Riwayat Medis

Penyakit pernafasan, operasi atau perawatan di rumah

sakit sebeluny :

a. Asma

b. Pneumonia

c. Tuberkulosis

11

Page 12: Kritis Badar

d. Penyakit jamur

e. Alergi

f. Trauma

3. Riwayat Kelurga

a. Kanker paru-paru

b. Emfisema

c. Asma

d. Tuberkolosis

e. Alergi

4. Riwayat Sosial

Riwayat merokok ( masa lalu dan msa kini)

5. Riwayat Pekerjaan Ata Lingkungan

a. Terpanjan kimia iritan

b. Debu

c. Asap

d. Asbes

e. Rokok

12

Page 13: Kritis Badar

2.1.4. Hasil pemeriksaan fisik pada B1 (pernafasan)

Pengkajian Hasil pada orang

dewasa

Hasil pada usia lanjut

Inspeksi

Observasi penampilan

umum

Tingkat kesadaran

Status mental

Inspeksi konfigurasi torak.

Catat:

1. Diameter

anteroposterior (AP)

dalam proporsi

terhadap diameter

lateral

2. Postur, posisi tulang

belakang, lengkung iga,

dan simetri scapula

3. Simetrisitas ekspansi

Orientasi terhadap

orang, tempat dan

waktu, respon tetap

terhadap situasi.

1. Rasio diameter AP

torak terhadap lateral

secara normal 1:2

sampai 5:7

2. Tulang belakang

tampak luruk tanpa

deviasi lateral,

sudut kostal

biasanya kurang

dari 90 derajat, iga

melengkung pada

kurang lebih 45

derajat.

3. Dinding dada harus

Waspadai adanya

peningkatan

kegelisahan ansietas

atau peubahan pada

status mental.

1. Pada atropi otot

pernapasan,

diameter AP klien

berhubungan

dengan diameter

lateral dapat

meningkat pada

usia lanjut sampai

rasio 1:3

2. Perhatikan adanya

deformitas struktur

seperti barrel chest,

kiposis, dada

berbentuk corong,

atau dada merpati.

13

Page 14: Kritis Badar

dada.

4. Gerakan dada dalam

hubungannya dengan

frekuensi,irama,kedala

man, panjangnya dan

amplitudo.

5. Kaji terhadap reaksi

area interkostal dan

penggunaan otot

tambahan.

bergerak simetris

4. Waktu inspirasi dan

ekspirasi biasanya

rasio 1:1, frekuensi

pernafasan kurang

lebih 12-20 kali

permenit, irama

mantap, dan

kadang-kadang

nafas dalam, bunyi

nafas harusnya

tidak terdengar

pada jarak lebih

besar dari beberapa

cm dari mulut.

5. Tak ad tonjolan

retraksi, atau

gerakan aktif harus

observasi

3. Ekspansi unilateral

pada inspirasi dapat

mengindikasikan

ppleuritis, fibrosis

pleura, atau

atelektasis massif,

penurunan ekspansi

pada satu sisi dapat

mengindikasikan

fraktur iga, emboli

paru, efusi pleura

atau nyeri.

4. Usia lanjut dapat

mengalamai rasio

1:3 untuk

abnormalitas pola

nafas, karena

perubahan pada

konfigurasi dada,

usia lanjut dapat

mengalami

penurunan

kedalaman

pernapasan.

5. Retraksi selama

inspirasi

menunjukkan

inpendans terhadap

14

Page 15: Kritis Badar

6. Evaluasi kulit bibir dan

membrane mukosa

mengenai warna.

7. Kaji kuku mengenai

warnanya dan kuku

tubuh.

8. Inspeksi trakea

mengenai posisi.

Pemeriksaan

abnormalitas

berdasarkan riwayat

dan inspeksi

6. Tergantung pada

ras, kulit biasanya

pink keputihan atau

bayangan

kecoklatan.

7. Sudut normal kuku

terhadap dasar

adalah 160 derajat

8. Trakea harud di

garis tengah

aliran udara ;

retraksi hebat tiba-

tiba terjadi pada

obstruksi trakeal ;

tonjolan pada

ekspirasi terjadi

bila ada obstruksi

terhadap aliran

udara.

6. Warna biru keabu-

buan menunjukkan

sianosis

7. Sudut luas pda

penyakit paru

obstruktif kronik

(ppok) dan kanker

paru dengan

penurunan suplai

oksigen.

8. Defiasi lateral

menunjukkan

massa, pneumo

thoraks spontas,

atau efusi pleura.

Bila kiposis ada

trakea sedikt

defiasi.

15

Page 16: Kritis Badar

Palpasi

1. Palpasi leher terhadap

a. Defiasi trakea

b. Massa leher

c. Pembesaran

kelenjar limfa

2. Palpasi massa otot, dan

tulang toraks :

a. Bengkak

b. Nyeri massa

c. Pulsasi

d. Krepitasi

1. Trakea harus di

garis tengah tanpa

teraba massa leher

atau pembesaran

nodul.

2. Otot harus terasa

kuat dan halus; tak

ada nyeri tekan,

nyeri,

massa,tonjolan

pulsasi atau

krepitasi harus

terasa.

1. Deviasi lateral pada

tingkat klavikula

dapat menunjukkan

massa lebih tinggi

pada leher, ada

perubahan etak

trakea dan

mediastinum sisi

berlawanan pada

efusi pleural atau

pneumotoraks

spontan, defiasi

trakea pada sisi

ipsilateral (sisi yang

sama (terjadi

atelktasis).

2. Pembengkakan,

nyeri atau gerakan

tak biasanya pada

dada menunjukkan

pleuritis atau

fraktur iga; lokasi

nyeri tekan pada

titik area yang

diduga adalah

superficial dan

berasal dalam kulit

atau jringan

subkutan, krrepitasi

16

Page 17: Kritis Badar

3. Kaji ekspansi dinding

dada ; perhatikan

gerakan ibu jari dan

simetrisitas tangan

4. Pengkajian secara

sitematis pada terhadap

taktil fremitus.

3. Perbedaan dari ibu

jari harus simetris

dan harus terpisah

dari 3 sampai 5 cm

4. taktil fremitus sama

secara bilateral

dengan meningkat

pada dekat bronkus

besar.

mungkin

terobservasi pada

pneumotorak dan

jaringan sekitar

trakeostomi.

3. Perbedaan asimetris

menunjukkan

bahwa satu paru

tidak ekspansi

secara lengkap

seperti yang

lainnya,

kemungkinan

diakibatkan adnya

fraktur iga.

4. Fibrasi yang dapat

diraba menurun

intensitasnya pada

orang usia lanjut ;

peningkatan

fremitus diduga

terjadi konsolidasi

paru yang

disebabkan oleh

pengisian cairan

atau pemadatan

struktur.

17

Page 18: Kritis Badar

1. Palpasi toraks

Tujuan pemeriksaaan palpasi rongga dada bertujuan untuk :

a. Untuk melihat adanya kelainan pada dinding toraks. Kelainan

yang mungkin didapatkan pada pemeriksaan ini seperti nyeri

tekan, adanya empisiema subkutan.

b. Menyatakan adanya tanda tanda penyakit paru dan memeriksa

1) Gerakan dinding toraks anterior/ekrusi pernafasan :

a) Letakkan kedua tangan pada dada klien, sehingga

kedua ibu jari pemeriksa terletak di garis tegah d atas

sternum.

b) Ketika klien mengambil nafas dalam kedua ibu jari

tangan harus bergerak secara simetris dan terpisah satu

sama lain minimal 5cm. Ekspansi yang berkurang pada

satu sisi menunjukkan adanya lesi pada sisi tersebut.

2) Ekspansi dada posterior

a) Letakkan kedua tangan dengan lembut pada dinding

dada dengan jari-jari lurus menempel pada kedua sisi

dada.

b) Ibu jari tangan kakna dan kiri harus bertemu d garis

tengah dan harus agak terangkat dari diding dada

sehingga dapat bergerak bebas sesuai irama

pernafasan.

c) Ekspansi lobus bawah dinilai dari arah belakang

dengan palpasi. Beberapa hal mengenai ekspansi lobus

atas dan medial mungkin ditemukan bila manuver

tersebut di ulangi pada dada depan, tetapi lebih baik

dengan inspeksi.

3) Getaran suara (fermitus vokal) :

getaran yang terasa oleh tangan pemeriksa yang d

letakkan pada dada saat mengucapkan kata-kata. Hasil

yang ditemukan adalah pengertian tentang sifat fisik

transmisi suara melalui paru dapat membantu dalam

18

Page 19: Kritis Badar

menginterpretasikan temuan temuan. Udara bukan

pengantar bunyi yang baik namun benda padat (jaringan)

dalah penghantar yang baik karena jaringan mempunyai

elastisitas dan tidak menggumpal menjadi massa non

resonan. Dengan demikian peningkatan jaringan padat

perunit volume paru akan meredamkan bunyi.

Klien denga empisema yang menyebabkan

rupturnya alveoli dan terperangkapnya udara hampir tidak

menunjukkan taktil fremitus. Klien dengan konsolidasi

lobus paru akibat pneumonia akan mengalami peningkatan

taktil fremitus di atas lobus tersebut. Udara dalam rongga

pleural tidak akan menghantarkan bunyi.

2. Perkusi toraks

Perkusi menentukan dinding dada dan sruktur di

bawahnya dalam gerakan menghasilkan vibrasi taktil dan dapat di

terdengar. Perkusi di atas permukaan skapula atau iga akan

mengeluarkan suara pekak dan hanya membingungkan temuan.

Perkusi pada struktur padat seperti hepar atau daerah konsolidasi

paru menimbulkan nada yang redup. Perkusi pada daerah yang

berisi cairan seperti efusi pleura menimbulkan nada pekak.

Perkusi pada paru yang normal menimbulkan nada sonor dan

perkusi pada sturuktur yang berongga seperti usus atau

pneumotorak menimbulkan nada hipersonor. Temuan dari perkusi

toraks adalah kepekakan di atas paru terjadi ketika jaringan paru

yang terisi oleh udara di gantikan oleh cairan atau jaringan padat.

Contohnya termasuk pneumonia lobaris di mana terjadi

konsolidasi akibat akumulasi cairan, darah, jaringan fibrosa, sel-

sel, atau tumot dalam spasium pleural. Pneumo torak

menghasilakan bunyi timpani atau bunyi seperti drum, sementara

emfisema di anggap berbunyi hipersonan.

Pada pasien TB biasanya akan didapatkan bunyi resonan

atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru

19

Page 20: Kritis Badar

yang disetai komplikasi efusi pleura akan didapatkan suara redup

sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai dengan banyaknya

akumulasi dirongga pleura.

3. Auskultasi

Auskultasi sangat berguna untuk mengkaji aliran udara

melalu percabangan bronkial dan mengevaluasi adanya cairan atau

obstruksi padat dalam struktur paru.untuk menentukan kondisi

paru,pemeriksa melakukan auskultasi bunyi nafas nrmal,bunyi

nafas tambahan dan bunyi nafas suara.

Prosedur mencakup pemeriksaan yang menyeluruh pada

toraks posterior,anterior,dan lateral adalah sebagai berikut :

a. Bagian diafragma,stetoskop diletakkan dengan kuat menekan

dinding dada ketike klien bernafas melalui mulut secara

perlahan dan dalam.

b. Bagian dada yang berhubungan diauskultasi dengan sistematis

dari apeks ke bagian dasar dan sepanjang garis midaksila untuk

menilai sekmen-sekmen paru.

c. Urutan auskultasi dan posisi klien sama seperti pada

pemeriksaan perkusi.

d. Pentng untuk mendengarkan dua kali inspirasi dan ekspirasi

penuh pada kedua lokasi anatomi untuk memastikan

interprentasi valid dari bunyi yang didengar.

e. Nafas dalam berulag dapat mengakibatkan gejala hiperventilasi

dan dapat dihindari dengan meminta klien beristirahat dan

bernafas dengan normal satu atau dua kali selama pemeriksaan.

f. Bunyi nafas

1) Bunyi vesicular

Bunyi vesikular terdenga sebagai bunyi yang

tenang,bernada rendah,mempunyai fase inspirasi

panjang,dan fase eksprasi yang singkat. Bunyi ini

normalnya terdengar diseluruh bidang paru kecuali diatas

20

Page 21: Kritis Badar

sternum dan diantara skapula. Bunyi bronkial biasanya

terdengar lebih keras dan dengan nada lebih tinggi

dibandingkan dengan bunyi vesikuler. Dalam

perbandingan,fase ekspirasi lebih panjang dibandingkan

fase inspirasi. Bunyi bronkial terdengar diatas trakea. Bunyi

bronkovasikuler terdengardiatas bronkus besar,secara

spesifik bunyi ini dapat didengar antara skapula dan pada

kedua sisi sternum. Bunyi nafas bronkovesikuler

mempunyai puncak sedang. Hasil yang ditemukan adalah

bunyi bronkial dan bronkovesikular yang terdengar

disemua tempat di paru menandakan keadaan patologi.

Bunyi ini biasanya menunjukkan area yang mengalami

konsolidasi pada paru dan menimbulkan evaluasi lebih

lanjut. Kualitas dan intensitas bunyi nafas ditentukan

selama auskultasi. Jika aliran udara menurun akibat

atelektasis atau efusi pleura memisahkan saluran udara dari

stetoskop,maka bunyi nafas akan menghilang atau tidak

terdengar. Sebagai contoh,bunyi nafas pada klien dengan

emfisema samar dan seringkali tidak terdengar.

2) Mengi

Adalah bunyi berirama kontinue yang durasinya

lebih lama dibandingkan dengan krekels (cracles). Bunyi

ini dapat terdengar selama inspirasi, ekspirasi atau

terdengar pada keduanya. Bunyi ini dihasilkan akibat udara

melewati jalan nafas yang sempit atau tersumbat sebagian.

Ostruksi seringkali terjadi akibat ekskresi atau udim. Bunyi

yang sama ini juga terdengar pada asma dan banyak proses

yang berkaitan dengan bronkokonstriksi. Mengi dapat

dihilngkan dengan cara membatukkannya.

Mengi merupakan petunjuk yang buruk untuk

menunjukkan berat ringannya obstruksi jalan nafas. Pada

obstruksi jalan nafas berat,mengi dapat menghilang karena

21

Page 22: Kritis Badar

ventilasi sangat rendah sehingga kecepatan aliran udara

berkurang dibawah tingkat kritis yang diperlukan untuk

menimbulkan bunyi nafas. Obstruksi bronkus yang

menetap akibat karsinoma paru cenderung mengakibatkan

mengi yang telokalisasi atau yang unilateral yang memiliki

nada tunggal yang musikal (monofonik) dan tidak

menghilang dengan batuk.

3) Ronkhi (rales)

Adalah bunyi yang berlainan non kontinue yang

terjadi akibat penundaan jalan nafas yang tertutup. Rales

halus dapat terdengar pada akhir inspirasi dan brasal dari

alveoli,secara khas terdengar pada klien dengan pneumonia

intersisial atau fibrosis.

4) Bronkhofoni

Menggambarkan resonan vokal yang lebih

mendalam dan lebih jelas dibandingkan bunyi normal.

2.2. B2 Bleed ( Sistem Sirkulasi )

Pemeriksaan Fisik Jantung

2.2.1. Persiapan alat, pemeriksa dank lien

Alat-alat yang diperlukan dalam melakukan pemeriksaan fisik

jantung antara lain : stetoskop, dua peperangan yang cukup. Beberapa

hal yang perlu diperhatikan sebelum pemeriksaan dilakukan adalah :

cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan pemeriksaan, jaga privasi

klien, jelaskan tahapan prosedur yang akan dilaksanakan.

2.2.2. Pemeriksaan fisik jantung

1. Inspeksi dan palpasi jantung

Anjurkan klien untuk berbaring, jika klien mengeluh sesak

atur posisi klien semi fowler. Inspeksi dan palpasi area aorta dan

pulmonal dengan cara menempatkan telapak tangan pemeriksa

22

Page 23: Kritis Badar

diatas interkostal kedua, rasakan pulsasi atau dorongan pada tangan

pemeriksa dan observasi adanya denyutan. Pada keadaan normal

tidak ada denyutan, walaupun pada beberapa individu mengalami

denyutan aorta.

Inspeksi dan palpasi area tricuspid terhadap denyutan,

normalnya pulsasi tidak akan dirasakan pada tangan pemeriksa.

Palpasi dilanjutkan kebagian apeks jantung, pemeriksa akan

merasakan pulsasi lembut pada setiap denyut jantung. Hentikan

pemeriksaan bila klien mengeluh sakit disekitar dada.

2. Perkusi jantung

Bantu klien untuk posisi berbaring, tempatkan jari tangan

nondominan pemeriksa pada interkostal ke lima digaris aksila kiri

depan, ketukan jari tangan dominan dan dengarkan resonansi hasil

ketukan, karna ketukan diatas daerah paru. Lanjutkan perkusi di

interkostal kelima kesebelah kiri sternum, maka suara ketukan

akan berubah menjadi “dullness” karean perkusi dilakukan diatas

jantung

3. Auskultasi jantung

Banntu klien posisi duduk, jika tidak mampu minta klien

untuk berbaring. Tempatkan stetoskop diatas interkostal kedua

batas sternum kanan, akan terdengar bunyi jantung 2 aorta.

Pindahkan diafraghma stetoskop bergeser kebatas sternum kiri

maka pemeriksa akan mendengar bnyi jantung 2 pulmonal.

Tempattkan stetoskop diatas interkostal kelima lineal sternalis kiri

akan erdengar bunyi jantung 1 trikuspid dan pada interkostal

kelima linea medioklavikula kiri akan terdengar bunyi jantung 1

bikuspid. Tempatkanlah bel stetoskop pada daerah yang sama

sperti saat sebelumnya, maka pemeriksa akan mendengarkan suara

yang lebih halus mulai dengan mendengarkan S3, S4 atau murmur.

23

Page 24: Kritis Badar

2.3. B3 Brain ( Sistem Persarafan )

Pemeriksaan Sistem Persarafan

2.3.1. Persiapan alat, klien dan pemeriksa

Alat-alat yang diperlukan dalam pemeriksaan ini adalah:

reflek hamer, garpu tala, kapas dan lidi kapas, jarum steril, spatel

lidah, dua tabung reaksi berisipanas dan dingin, benda-benda tang

dapat dikenali klien, zat-zat yang beraroma tajam, zat-zat yang berasa

(asin, manis, pahit dan asam), baju periksa dan sarung tangan.

Jelaskan kepada klien setiap tahapan pemeriksaan yang akan

dilakukan, jaga privasi klien dan pastikan keadaan ruang periksa

nyaman.

Untuk Pemeriksa:

Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, sesuaikan urutan

pemeriksaan dengan keadaan umum klien, mulailah pemeriksaan fisik

sejak awal awal kontak dengan klien dan gunakan general precaution,

metode yang digunakan cepalo kaudral atau distal ke proksimal.

2.3.2. Tahapan pemeriksaan sistem persarafan

1. Status mental

Atur posisi klien, mintalah klien untuk duduk di sisi

tempat tidur. Amati cara berpakaian klien, postur tubh, ekspresi

wajah dan kemampuan bicara, intonasi, keras lembut, pemilihan

kata dan kemudahan dalam merespon pertanyaan. Gunakanlah

patokan Glasgow Coma Scale (GCS) untuk menilai kesadaran

klien. Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan alasan berkunjung,

kaji kemampuan klien dalam berhitung dan mulailah dengan

perhitungan yang sederhana. Kaji kemampuan klien untuk

berpikir abstrak.

24

Page 25: Kritis Badar

2. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS

Area pengkajian meliputi: respon mata, respon motorik

dan respon verbal. Total pengkajian bernilai 15, kondisi koma

apabila bernilai kurang dari 7.

a. Pengkajian respon mata

Respon spontan (nilai 4), dengan perintah verbal (nilai

3), dengan rangsang nyeri (nilai 2) dan tidak berespon (nilai 1)

b. Pengkajian respon motorik

1) Berespon dengan perintah (nilai 6)

2) Dengan stimulsai nyeri, mampu menunjukan lokasi nyeri

(nilai 5)

3) Fleksi dan menarik (nilai 4)

4) Postur dekortisasi: bahu abduksidan rotasi interna, fleksi

pergelangan tangan dan tinju mengepal (nilai 3)

5) Postur deserebrasi: bahu abduksi dan rotasi interna,

ekstensi lengan bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju

mengepal (nilai 2)

6) Tidak berespon (nilai 1)

c. Pengkajian respon verbal

1) Pembicaraan terorientasi (nilai 5)

2) Disorientasi pembicaraan (nilai 4)

3) Penggunaan kata-kata tidak tepat (nilai 3)

4) Bunyi suara tidak dipahami (nilai 2)

5) Tidak berespon (nilai 1)

25

Page 26: Kritis Badar

2.3.3. Pengkajian Saraf Kranial

1. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)

Fungsi ini dikaji dengan cara meminta klien untuk

menutup kedua mata dan satu lubang hidung. Dekatkan sumber

bau ke lubang hidug yang terbuka dan mintalah klien untuk

menyebutkan bau yang diciumnya. Lakukan langkah yang sama

pada lubang yang sama pada lubang yang lainnya.

2. Fungsi saraf kranial II (N.Optikus)

Fungsi ini dikaji dengan cara klien untuk membaca

majalah, amati cara dan jarak membaca klien. Periksa penglihatan

klien dengan mengunakan snelle chart.

3. Fungsi saraf kranial III,IV,VI (N.Okulomotoris, Troklear, dan

abdusen)

Yaitu dengan cara mengamati adanya edema pada kelopak

mata, hipermis konjungtiva, ptosis pada kelopak mata. Periksalah

reaksi pupil terhadap cahaya dan amatilah ada tidaknya

perdarahan pada pupil. Periksa gerakan bola mata dengan

mengunakan patokan cardinal point yaitu : lateral, lateral atas,

medial atas, medial bawah dan lateral bawah.

4. Dikaji saraf kranial v (N. Trigeminus)

Dikaji engan cara sentuhkan gulungan tipis kapas kekulit

wajah pada area mandbula, maksila dan frontal. Mintalah klien

untuk menyebutkan daerah yang disentuh, tentunya kedua mata

klien tertutup ( ter bara) . Sentuhkan ujung benda tajam dan

tumpul secara bergantian pada area wajah dan mintalah klien

membedakan tajam tumpul (tes nyeri). Sentuhkan tabung reaksi

panas dan dingin secara bergantian dan mintalah klien untuk

menyebutkan panas dan dingin dengan mata tertutup (tes suhu).

26

Page 27: Kritis Badar

Mintalah klien untuk mengatupkan bibir dan merapatkan gigi.

Mintalah klien untuk membuka dan menutup mulut, minta klien

untuk melakukan gerakan mengunyah.

5. Fungsi saraf Kranial vVII (N Fasialis )

Dikaji dengan cara mencelupkan kapas ke dalam air garam

dan sentuhkan sebagian depan lidah. Minta klien untuk

menyebutkan rasa zat tersebut. Ulangi pemeriksaan dengan zat-zat

lainnya dan mintalah klien untuk menyebutkan rasanya. Mintalah

klien untuk menutup mata kuat-kuat untuk mengembungkan pipi

dan pemeriksa mencoba untuk menekan pipi klien.

6. Fungsi saraf kranial VIII (N.Vestibulokoklear)

Dikaji dengan cara melakukan Romberg tes pada klien

utnk menutup mata da berdiri beberapa menit. Amati

keseimbangan klien saat berdiri

7. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan vagus)

Dikaji dengan cara inta klien untuk membuka mulut dan

mengatakan “ya” amato gerakan palatum dan ovula. Normalnya

palatum lunak ovula sedikit terangkat. Sentuhlah dinding

belakang faring dengan aplikator, amati gerakan faring. Minta

klien untuk menelan sedikit air lalu amatilah reflek menelan klien

8. Fungsi saraf kranial XI (N. Asesoris)

Dikaji dengan cara meminta klien untuk menaikkan kedua

bahu dan pemeriksaan menahan bahu klien untuk menoleh

kesalah atu sisi dan pemeriksa mencoba untu menahan kepala

klein (otot sternokledo mastoid)

27

Page 28: Kritis Badar

9. Fungsi saraf kranial XII ( N. Hipoglosus)

Dikaji dengan cara memeriksa gerakan lidah baik kekiri,

kanan dan kedepan. Minta klien untuk mendorong lidah satu pipi.

2.3.4. FUNGSI MOTORIK

1. Pengkajian motorik kasar dan keseimbangan

Mintalah klien untuk berjalan sepanjang 10 meter bolak

balik. Normalnya postur tubuh tegak, berjalan tanpa bantuan,

lengan dapat digoyangkan dan dapat mempetahankan

keseimbangan. Minta klien untuk berjalan mengikuti garis lurus

dengan menempelkan ibu jari telapak kaki yang ada di belakang

ke tumit telapakyang ada di depannya. Minta klien untuk berjalan

berjinjit, minta klien klien untuk berjalan dengan betumpu pada

tumit.

2. Untuk mengetahui keseimbangan klien

Lakukan Romberg tes. Mintalah klien berdiri beberapa

menit dan klien diminta untuk menutup matanya. Amati

keseimbangan klien normalnya klien mampu mempertahankan

posisi tegak (Romberg tes negatif)

3. Pengkajian motorik halus pada ekstermitas

Lakukanlah tes jari dan hidung yaitu dengan cara

menyentuh jari dan hidung secara bergantian dengan

menggunakan jari-jari, posisi mata dalam keadaan tertutup.

Normalnya klien dapat menyentuh jari dan hidung secara teratur.

Lakukan tes supinasi dan pronasi pada lutut. Mintalah

klien duduk dan meletakkan telapak tangannya di atas paha,

gerakan tangan klien pronasi dan supinasi secara bergantian.

Normalnya klien mampu melakukan berulang-ulang dan tepat.

Lakukan tes koordinasi tangan, yaitu dengan meminta

klien untuk merapatkan jari-jari tangannya supaya saling

bersebtuhan pada posisi tengah.

28

Page 29: Kritis Badar

4. Tes Heel to Shin

Aturlah klien dalam posisi supinasi. Mintalah klien untuk

mengangkat salah satu tungkai bawah kemudian minta klien untuk

menggesekan tumit tungkai yang diangkat pada tungkai lain dari

telapak kaki sampai lutut.

2.3.5. FUNGSI SENSORIK

1. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien

terhadap stimulus. Pemeriksa harus selalu menanyakan kepada

klien jenis stimulus yang diberikan dan lokasi pemberian stimulus.

2. Sentuhlah beberapa bagian tubuh klien (tangan, wajah, tungkai)

denagn menggunakan kapas. Minta klien untuk menyebutkan “ya”

jika dapat merasakannya dan katakan “tidak” jika klien tidak

merasakan sentuhan yang diberikan.

3. Sentuhlah klien pada beberapa bagian tubuhnya dengan

menggunakan aplikator tajam dan tumpul dan mintalah klien

untuk menyebutkan tajam atau tumpul setiap kali pemeriksa

menyentuh aplikator tersebut ke bagian tubuh klien.

4. Gerakanlah garputala dan tempatkan pada beberapa penonjolan

tulang, minta klien merasakan getaran garputala yang diberikan.

Untuk mengidentifikasi kemampuan klien dalam mengenali objek

tanpa melihatnya. Mintalah kien menyebutkan barang yang

diberikan pemeriksa dengan kondisi mata klien tertutup.

5. Lakukan grapesia tes dengan cara pemeriksa menulis huruf atau

angka ditelapak tangan klien dan mintalah klien untuk

menyebutkan tulisan tersebut, tentunya mata klien dalam keadaan

tertutup.

29

Page 30: Kritis Badar

2.3.6. FUNGSI REFLEK

1. Pemeriksaan reflek biasanya dilakukan paling akhir, klien

biasanya dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak

memungkinkan.

Evaluasi respon reflek klien dengan menggunakan skala 0-4:

a. Skala 0 (tidak ada respon)

b. Skala 1 (berkurang)

c. Skala 2 (normal)

d. Skala 3 (lebih dari normal)

e. Skala 4 (hiperaktif)

2. Pemeriksaan reflek bisep

Di identifikasi dengan cara minta klien untuk duduk

rileksdan meletakan kedua lengan di atas paha. Letakan ibu jari

tangan nondominan di atas tendon bisep, pukulkan reflek hamer

ke ibu jari tangan nondominan pemeriksa. Inspeksi adanya

kontraksi otot bisep.

3. Reflek triseps

Diidentifikasi dengan cara mintaklien untuk duduk,

pegang tangan klien dengan tangan nondominan pemeriksa,

pukulkan reflek hamer pada prosesus olekranon dan amati

kontraksi oto triseps ekstensi siku.

4. Reflek brakhioradialis

Dapat diidentifikasi dengan meminta klien untuk duduk

dan meletakkan tangan di atas paha dalam pronasi. Pukulkan

reflek hamer di atas tendon pergelangan tangan, amati fleksi

supinasi dari klien.

30

Page 31: Kritis Badar

5. Reflek patela

Dapat diidentifikasi dengan cara minta klien duduk dengan

lutut fleksi menjuntai, palpasi lokasi patela (bagian anterior

patela), pukulkan reflek hamer pada bagian tersebut dan amati

kontraksi otot kudriseps.

6. Reflek achiles

Reflek ini dapat dikaji dengan cara memegang telapak

kaki kliendengan tangan nondominan pemeriksa. Pukul tendon

achiles dengan bagian tumpul reflek hamer dan amati plantar

fleksi telapak kaki.

7. Reflek plantar

Reflek inidikaji dengan cara meminta klien dalan posisi

supinasi dan kedua tungkai bawah sedikit eksternal rotasi,

stimulasi telapak kaki klien dengan ujung tajam dari tumit ke arah

luar telapak kaki. Amati gerakan kaki (normal jika gerak plantar

fleksi jari-jari kaki).

8. Reflek abdomen

Dikaji dengan klien tetap dalam posisi supinasi tanpa

mengenakan baju. Sentuhkan ujung tajam reflek hamer ke kulit

bagian abdomen muali dari arah lateral ke bagian umbilikal.

Amati kontarksi otot abdomen.

2.4. B4 Blader ( Sistem urogenital )

Pemeriksaan Genital Pria Dan Wanita

2.4.1. Persiapan alat, klien dan pemeriksa

Persiapan yang dilakukan untuk melakukan pemeriksaan fisik

pada bagian genital berbeda dengan pemeriksaan fisik pada bagian

31

Page 32: Kritis Badar

tubuh lainnya, adapun persiapan klien dan peralatan yang dilakukan

antara lain :

1. Jelaskanlah kepada klien tentag tujuan pemeriksaan dan setip

tahapan pemeriksaan fisik yang akan dilakukan.

2. Jaga privasi klien atas dilakukannya pemeriksaan fisik bagian

genital.

3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan pemeriksaan

dilakukan.

4. Gunakanlah peralatan yang berkaitan dengan general precaution

(sarung tangan, masker)

5. Pastikan ruangan yang digunakan cukup terang saat dilakukan

pemeriksaan.

Untuk laki-laki pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri

atau berbaring. Untuk wanita pmeriksaan dilakukan dengan meminta

klien dalam posisi litotomi.

1. Peralatan tambahan pada pemeriksaan genital wanita : speculum

wanita, kapas steril, lubrikan, forcep, fiksasi sitologi, media

kultur, gelas objek, vermin tangan, normal saline dan potassium

hidroksida.

2. Pada wanita sebelum dilakukan pemeriksaan fisik minta klien

untuk buang air kecil lebih dahulu.

2.4.2. Tahapan pemeriksaan fisik genital

1. Pemeriksaan fisik genital pria

Inspeksi dilakukan secara menyeluruh pada bagian

inguinal, kemudian lanjutkan kebagian kulit sekitar genital,

distribusi rambut, bentuk dan ukuran penis dan skrotum. Rambut

genital pada umumnya terlihat lebih kasar sama dengan rambut

yang tumbuh disekitar aksila. Inspeksi warna penis : warna merah

muda, coklat atau hitam. Inspeksi adanya lesi, nodul, bengkak,

posisi lubang genital. Jika klien tidak disirkumsisi minta klien

untuk menarik kulit ujung penisnya secara hati-hati dan

32

Page 33: Kritis Badar

perhatikan kulitnya. Apabila terjadi kerusakan, lakukan

pemeriksaan kultur dan kemungkinan adanya penyakit gonorrhea.

Inspeksi skrotum dengan meminta klien untuk memegang

penisnya dan meminta klien untuk memegang penisnya dan

meminta klien untuk mengangkatnya kesalah satu arah, lihat san

amati kesimetrisan skrotum. Skrotum pada kondisi normal

biasanya tidak simetris karena penis kiri lebih rendah dari testis

kanan. Kulit skrotumm lebih gelap disbanding dengan kulit

bagian genital lainnya. Palpasi secara hati-hati penis dengan

menggunakan ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. Penis dalam

kondisi normal teraba lunak, perhatikan adnya bengkak, nodul,

indurasi atau temuan tidak normal lainnya. Palpasi kedua testis

dengan menggunakan dua jari dan bedakan konsistensi, ukuran

dan respon terhadap tekanan. Testis dalam kondisi normal sama

dalam konsistensi, teratur, pergerakan bebas dan sangat sensitive

terhadap tekanan. Palapasi pada lokasi hernia normalnya adanya

tonjolan.

2. Pemeriksaan fisik genital wanita

Klien diminta untuk berbaring, kemudian atur posisi klien

kedalam posisi litotomi dan anjurkan klien untuk rileks. Inspeksi

kulit genital dan distribusi rambut. Inspeksi labia mayora, pada

anak-anak labia mayora terlihat datar, tetapi karena pengaruh

estrogen pada ornag dewasa terjadi penumpukan lemak. Inspeksi

labia minora akan terlihat berwarna lebih gelap dibandingkan

dengan labia mayora.

Amati klitoris, mulai dari bentuk, ukuran dan letakk dalam

vagina. Inspeksi servik dan vagina dengan speculum normalnya

tulang servik bulat, servik berwarna merah muda ukuran 2-3 cm,

permukaaan lembut dan utuh.

Palpasi genital eksternal dengan menggunakan satu tangan

untuk membuka labia dan tangan lainnya digunakan untuk

mempalpasi labia mayora dan minora. Labia pada kondisi normal

33

Page 34: Kritis Badar

teraba lunak dengan tekstur yang homogeny. Palpasi area lain

termasuk ukuran konsistensi, mobilitas dan tenderness.Palapasi

perineum dan otot vagina introitus apabila ada peradangan atau

pengeluaran cairan pada lubang uretra, lakukan palapasi kelenjar

skene. Normalnya tidak dapat dipalpasi dan tidak ada aliran.

Palapasi kelenjar bartholin, normalnya tidak nyeri saat dipalpasi.

Lakukan pemeriksaan otot pelvis dengan cara masukkan jari

telunjuk dan tengah kedalam vagina, anjurkan klien untuk

kontraksi vagina. Normalnya kekuatan otot lebih lemah pada

multipara dari nulipara dan tidak ada penonjolan. Palpasi kelenjar

getah bening inguinal, normalnya tidak ada pelebaran dan tidak

ada nyeri.

2.5. B5 Bowel ( Sistem pencernaan )

2.5.1. Pemeriksaan Fisik Abdomen

1. Persiapan alat, klien dan pemeiksa

Peralatan yang disiapkan : baju periksa, selimut, stetoskop,

penggarois, meteran, sarung tangan, lampu periksa dan botol

specimen. Pemeriksa mencuci tangan, menjelaskan prosedur yang

akan dilakukan, anjurkan klien untuk berkemih, apabila

diperlukan urin ditampung. Anjurkan klien untuk mengendurkan

otot-otot abdomen dengan cara mengambil nafas dalam beberapa

kali, gunakan universal precaution, jika ada keluhan nyeri pada

salah satu bagian abdomen maka periksa daerah nyeri pada urutan

terakhir.

Untuk tekhnik pemeriksaan dimulai dari inspeksi,

auskultasi, perkusi dan palpasi. Pemeriksa berdiri disebelah kanan

klien.

2. Tahapan pemeriksaan abdomen

a. Inspeksi abdomen

Atur posisi klien dengan posisi supin, letakkan satu

bantal dibawah lutut, tutupi dada klien dengan baju periksa,

hanya dibuka daerah abdomen. Letakkan selimut pada daerah

34

Page 35: Kritis Badar

pubis dan tutup daerah kaki. Visualisasi garis horizontal dan

vertikal yang membagi abdomen ke dalam 4 kuadran dan 9

region. Visualisasi organ/struktur yang ada dibawah.

Observasi bentuk dan kesimetrisan abdomen.

Observasi adanya tonjolan atau massa dan terlihat adanya

distensi kandung kemih. Apabila distensi, lakukan pengukuran

lingkar perut. Observasi lokasi umbilikus, kondisinya dan

kebersihannya. Observasi kulit abdomen, adanya luka, striae,

pembesaran vena, lecet atau kemerahan, Adanya ostomi(lokasi

dan karakteristiknya). Observasi pergerakan abdomen (pilsasi

atau gelombang peristaltik).

b. Auskultasi abdomen

Gunakan diafragma stetoskop untuk mendengarkan

bising usus, mulai auskultasi pada daerah abdomen kuadran

kanan bawah, dengarkan karakter dan frekuensi suara, hitung

bising usus selama 60 detik, normalnya bising usus terdengar

tiap 5-20 detik atau 3-12x/menit. Pada kondisi normal bising

usus tidak terdengar, hopoperistaltik bila bising usus 1x/menit

dan hiperperistaltik bila bising usus 20x/menit.

Gunakan bel stetoskop untuk mendengar vaskuler dan

friction rub daerah abdomen, arteri, iliaka, dan femoralis.

Letakkan bel stetoskop pada daerah sejajar dengan garis

midklavikula disamping aorta diatas umbilikus. Umumnya

tidak ada yang terdengar. Friction rub disebabkan oleh dua

organ yang bersentuhan/bergesekan atau organ yang

bergesekan dengan peritoneum. Friction rub didalam abdomen

biasanya menunjukkan adanya tumor, insfeksi atau

peritonitits.

35

Page 36: Kritis Badar

c. Perkusi dan palpasi abdomen

Pertahankan posisi supin, gunakan tangan nondominan

sebagai bantalan ketukan tangan dominan sebagai pengetuk,

kemudian lakukan perkusi pada 4 kuadran abdomen. Adapun

suara hasil perkusi pada abdomen antara lain :

Timpani : suara yang keras diatas lambung dan

intestin.

Dullness : terdengar diatas hati, limfa & kandung

kemih yang distensi.

Hiperesonan : lebih keras dari timpani dan terdengar pada

intestin yang distensi.

Flat : suara halus, pendek terdengar diatas

otot,tulang dan massa tumor.

Lanjutkan perkusi pada hepar, perkusi abdomen

untuk menentukan batas atas dan bawah atau tinggi hepar.

Mulai perkusi pada daerah setinggi umbilikus bergerak

keatas sepanjang garis midklavikula kanan.

Suara pertama terdengar adalah timpani, bila suara

berubah menjadi dullness pemeriksa dapat

mengidentifikasi batas bawah hepar dan berilah tanda

dengan pena. Perkusi kearah ICS ke-4 sepanjang garis

midklavikula kanan, suara pertama terdengar adalah

resonan karena perkusi didaerah paru, lalu dilanjutkan

kearah bawah sampai terdengar dullness yang menandakan

batas bawah hepar dan beri tanda dengan pena. Lalu

lakukan pengukuran batas atas sampai batas bawah hepar.

Ukur hepar pada garis midsternum kurang lebih 4-9 cm.

1) Perkusi selanjutnya adalah perkusi limfa, untuk

menentukan ukuran dan lokasi limfa. Perkusi pada sisi

kiri abdomen ke posterior sampai garis midaksila

( slenik dullness) biasanya terdengar dari ICS ke-^

36

Page 37: Kritis Badar

sampai 10. Palpasi dan perkusi kandung kemih untuk

mengetahui lokasi serta isinya, lakukan perkusi diatas

suprapubik, jika kandung kemih terisi penuh maka

yang terdengar suara redup.

Atur posisi klien menjadi posisi membelakangi

pemeriksa, palpasi sudut kostovertebra kiri dan amati

reaksi klien, lakukan palpasi pada sudut kostovertebra

kanan.

2) Untuk perkusi ginjal, letakkan telapak tangan

nondominan diatas sudut kostovertebra, lakukan

perkusi/ tumbukan dengan menggunakan kepala

tangan dominan.

3) Untuk mengetahui kondisi hepar, lakukan palpasi

dengan meletakkan tangan kiri dibawah dada tepatnya

pada iga terakhir, minta klien untuk rileks, letakkan

tangan kanan diatas abdomen kuadran kanan bawah,

kemudian tekan abdomen sepanjang batas lengkung

tulang rusuk, saat abdomen ditekan anjurkan klien

untuk menarik nafas dalam. Secara normal hepar tidak

akan terpalpasi, kecuali pada klien yang kurus, bila

teraba maka tepi hepar akan terasa halus dan tidak ada

keluhan nyeri.

4) Untuk palpasi limfa, letakkan tangan kiri dibawah

lengkung rusuk sebelah kiri, tangan kanan menekan

abdomen untuk memindahkan posisi limfa ke anterior.

Tekan ujung jari-jari kanan kedalam batas tulang rusuk

ke kiri ke arah klien bersamaan dengan itu minta klien

untuk menarik nafas dalam. Limfa pada orang normal

tidak akan teraba kecuali ada pembesaran yang jelas.

37

Page 38: Kritis Badar

2.5.2. Pemeriksaan Fisik Rektosigmoid

1. Persiapan alat, klien dan pemeriksa

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan, Jaga privasi klien

dengan memasitka ruangan yang tertutup selama pemeriksaan

berlangsung. Ajarkan klien untuk melakukan teknik relaksasi dan

tarik nafas dalam yang akan digunakan saat pemeriksaan.

Gunakan pelindung tubuh (general precaution) seperti sarung

tangan, masker dan penutup badan pemeriksa. Cuci tangan ,

masker dan penutup badan pemeriksa dilakukan. Siapkan alat-alat

terdiri dari cairan lubrikan, penlight, bahan untukpemeriksaan

feses dan penerangan yang cukup.

2. Tahapan pemeriksaan fisik rektosigmois

Aturlah klien dalam posisi miring atau sims ( kedua

lututnya ditekuk) lalu mulailah inspeksi daerah rektosigmoid

dengan membuka secara perlahan-lahan bokong dengan kedua

tangan untuk memeriksa a us dan jaringan sekitarnya. Lihat dan

amatilah, kulit di sekitar anus akan terlihat lebih gelap

dibandingkan daerah sekitarnya.

Kemudian inspeksi dilanjutkan ke daerah perinial yang

terlihat lembab dengan ditumbuhi sedikit rambut, lihat dan amati

adaya luka atau lecet, scar, inflamasi, abses perirectal, hemoroid

eksternal, fistula, tumor dan bahkan inspeksi.

Untuk tekhnik palpasi, pemeriksaan dimulai dengan

membuka bokong dengan tangan nondominan. Jika terlihat

spingter meregang minta klien untuk rileks sampai spingter

terlihat relaksasi. Nyeri atau perdarahan yang bisa terjadi bisa

dihindari dengan pemberian analgesik sebelum dilakukan

pemeriksaan. Oleskan lubrikan pada sarung tangan saat

melakukan palpasi pada daerah anal dengan perlahan sampai anal

38

Page 39: Kritis Badar

terbuka, masukkan secara perlahan jari telunjuk pada saluran anal

mengarah ke umbulikus saat spingter relaksasi. Mintalah klien

untuk manahan spingter pada saat jari pemeriksa sedang

mengukur kekuatan otot spingter. Pada kondisi normal saluran

anal tersebut pendek dari pinggiran anal sampai pinggiran

anorektal kurang lebih 3 cm, sama halnya dari ujung jari sampai

interfalang. Palpasi bagian subkutan dan spingter eksternal dengan

memutar jari telunjuk untuk memeriksa otot yang berbentuk

cincin dan identifikasikan adanya garis spingter. Lakukan palpasi

dalam dari spingter internal dengan melaluin spingter eksternal

dan jaringan sekitarnya untuk mengkaji otot levatorani, palpasi

bagian lateral dan bagian posterior dengan cara menyentuh

dinding rektal yang satu dengan dinding rektal yang lain.

Palpasi mukosa saluran anal dari adanya tumor dan polip.

Palpasi daerah koksigis dengan menggunakan pemeriksaan

bimanual jari telunjuk dan ibu jari, pemeriksaan dengan

menggunakan jari mampu mencapai kedalaman 6-10 cm. Untuk

palpasi dinding rektal rektum putarjari telunjuk ke sisi rektum

dimana tulang iskia dan sakrotuberus akan dapat diidentifikasikan.

Untuk mengidentifikasi kelenjar prostat, lakukan palpasi dinding

anterior dan rektum sehingga akan teridentifikasi ukuran,

tederness, mobilitas dan konsistensi kelenjar prostat.

2.6. B6 Bone ( Sistem Tulang dan persendian )

Pemeriksaan fisik sistem muskuluskletal

2.6.1. Persiapan klien dan pemeriksaan

Informasikan kepada klien tahapan pemeriksaan fisik yang

akan dilakukan,klien laki-laki gunkan celana pendek yang elastis,

untuk klien wanita, anjurkan klien untuk mengunkan bra cukup kuat

dan nyaman.

39

Page 40: Kritis Badar

2.6.2. Tahapan Pemeriksaan

Inspeksi dan Palpasi

Inspeksi klien mulai dari cara berdiri, berjalan, kemudian saat

bergerak, kemampuan untuk bergerak, kemampuan untuk bergantian

posisi dan ketidak nyamanan klien saat bergerak.

Inspeksi pergerakan kepala di mulai degan melihat

kesimetrisaan tot temporal,lakukan palpasi pada otot tempomandibula

saat klien diminta menutup dan membuka mulut.

1. Untuk menguji kekuatan ROM sendi dibagian wajah, minta klien

untuk membuka dan menutup mulutnya, kemudian klien diminta

untuk mengerakkan dag dari satu sisi yang lainnya.

2. Untuk menguji kekuatan otot daerah wajah, palpasi otot

masseter saat klien mengunyah, kemudian minta klien

untuk mengatup mulut dan pemeriksaan mencoba untuk

membukannya.

Inspeksi kesimetrisan pergerakan leher, minta klien untuk

menyetuh dagu ke dada, kemudian minta ekstensikan kepala kea

rah belakang sesuai dengan kemampuannya. Minta klien untuk

memiringkan kepala kea rah bahu dengan saraf bahu tidak

terangkat.

Inspeksi dan palpasi bahu dengan menguji ROM bahu,

minta klien untuk ekstensikan ke dua tangan kemudian hiper

ekstensikan ke dua tangan kearah belakang. Untuk menguji

kekuatan otot bahu, minta klien mengangkat kedua bahu dan

pemeriksa berusaha menekan bahu klien

Inspeksi siku saat melakukan fleksi dan ekstensi. Palpasi

ekstensor ulna, olecranon dan adanya tenderness. Untuk

mengetahui ROM sikut. Putar tangan sehingga menghasilkan

40

Page 41: Kritis Badar

gerakan supinasi dan pronasi. Minta klien untuk membuka jari-jari

tangan seperti kipas.kepalkan tangan klien dan minta klien untuk

menempelkan ibu jari dengan kelingking.

Inspeksi kesimetrisan kedua paha. Palpasi kedua paha,

kestabilan, tenderness dan adanya krepitasi. Untuk menguji ROM ,

minta klien untuk menguji kaki dengan posisi supin dan

ekstensikan lutut. Inspeksi lutut dari kesulitan bergerak dan

bengkak, palpasi sendi lutut,. Untuk menuji ROM , minta klien

untuk menekuk lutut, merenggangkan lutut.

Inspeksi tumit da kaki, baik itu pososo, jumlaj dan

kelengkapan dari jari-jari. Palpasi sendi tumit, tendon achiles,

metatarsal dan falang. Untuk menguji ROM , minta klien untuk

menempatkan kaki klien dengan posisis berdiri. Minta klien untuk

berdiri dengan telapak kaki miring. Minta klien untuk memutarkan

pergolangan kaki.

Ukuran derajat kekuatan otot yaitu :

1. Skala 0 : Kekuatan 0% dari kekuatan normal, adanya paralisis

komplet

2. Skala 1 : Kekuatan 10 dari kekuatan otot, tidak ada pergerakan,

kontraksi otot dapat dilihat dari palpasi

3. Skala 2 : Kekuatan 25% dari ekuatan normal, otot dapat

bergerak melawan gravitasi dengan dibantu.

4. Skala 3: Kekuatan 50% dari kekuatan normal, otot dapat

bergerak melawan gravitasi

5. Skala 4 : 75% dari kekuatan normal,gerak normal melawan

gravitasi dan mampu menahan dari pemeriksaan secara penuh.

41

Page 42: Kritis Badar

TINGKAT KEKUATAN OTOT

0 Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi

pada otot.

1 Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari

tonus otot yang dapat diketahui dengan palpasi dan tidak

dapat menggerakkan sendi.

2 Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi

kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi.

3 Selain dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat

melawan pengaruh gravitasi tetapi tidak kuat terhadap

tahanan yang diberikan oleh pemeriksa.

4 Kekuatan otot seperti pada tingkat 3 disertai dengan

kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan.

5 Kekuatan otot normal.

BAB 3

42

Page 43: Kritis Badar

CONTOH PENGKAJIAN KASUS

3.1. GGK

Body Systems

1. Pernafasan (B 1 : Breathing)

Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk

dengan/tanpa sputum, kental dan banyak,

Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif

dengan atau tanpa sputum.

2. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)

Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada

atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.

Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki,

telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik,

friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan,

kuning.kecendrungan perdarahan.

3. Persyarafan (B 3 : Brain)

Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai

koma.

4. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)

Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan

pekat, tidak dapat kencing.

Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)

abdomen kembung, diare atau konstipasi.

Tanda : Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria

atau anuria.

5. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

43

Page 44: Kritis Badar

Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva

dan Diare

6. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk

saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.

Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada

kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak,

sendi keterbatasan gerak sendi.

3.2. Syock

Body system :

1. Pernafasan (B1 : Breathing )

Gejala : dispne, napas cuping hidung, sesak,pusing,akral

dingin,keringatan,lemah,takikardi.

Tanda : tens ¿ 90, takhipnoe, dispnoe, RR > 22 x/menit.

2. Cardiovascular (B2 : B leeding)

Gejala : pucat,pandangan kabur, mukosa kering.

Tanda : kecendrungan perdarahan.

3. Persyarafan B3 : Brain)

Kesadaran : disorientasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.

4. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4: Bladder)

Gejala : warna urine kuning tua dan pekat. Tidak dapt kencing atau

kencing menetes, penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap

lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi..

Tanda : perubahan warna urine, ( pekat, merah, coklat, berawan) oliguria

atau anuria.

5. Pencernaan- Eliminasi Alvi (B5 : Bowel)

Peningkatan HCL,konstipasi.

6. Tulang-otot-integumen (B6 : Bone)

44

Page 45: Kritis Badar

Gejala : kram otot, nyeri kaki, pucat.

Tanda : turgor kulit buruk, CRT 2 detik.

3.3. IMA

Body system

1. Pernafasan (B 1 : Breathing)

Gejala :

a. dispnea tanpa atau dengan kerja

b. dispnea nocturnal

c. batuk dengan atau tanpa produksi sputum

d. riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

Tanda :

a. peningkatan frekuensi pernafasan

b. nafas sesak / kuat

c. pucat, sianosis

d. bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

e. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat

f. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal

g. Ronchi, krekles

h. Ekspansi dada tidak penuh

i. Penggunaan otot bantu nafas

2. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)

Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah

tekanan darah, diabetes mellitus.

Tanda :

a. Tekanan darah

Dapat normal / naik / turun. Perubahan postural dicatat dari tidur

sampai duduk atau berdiri

b. Nadi

45

Page 46: Kritis Badar

Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya

dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)

c. Bunyi jantung

Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal

jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel

d. Murmur

Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung

e. Friksi ; dicurigai Perikarditis

f. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur

g. Edema

Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema

umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel

h. Warna

Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir

3. Persyarafan (B 3 : Brain)

Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau

istrahat )

a. Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan

dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin

(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)

b. Lokasi :

Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke

tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium,

siku, rahang, abdomen, punggung, leher.

c. Kualitas :

“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat

d. Intensitas :

Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling

buruk yang pernah dialami.

46

Page 47: Kritis Badar

e. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi,

diabetes mellitus , hipertensi, lansia. Tanda : perubahan mental,

kelemahan .

4. Perkemihan-Eliminasi Uri (B.4 : Bladder)

5. Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)

Tanda : normal, bunyi usus menurun.

6. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)

Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar

Kelemahan dan kelelahan

Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,

perubahan berat badan

47

Page 48: Kritis Badar

DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo (1997). Kepeawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Edisi IV. Vol 1.

Jakarta. EGC

Dossey, B. M., Cathie E.G., Cornelia V. K. (1992). Critical care nursing: body-

mind- spirit. (3rd ed.). Philadelphia: J. B. Lippincott Company

Emergency Nurses Association. (2000). Emergency Nursing Core Curriculum.

(5th ed.).  Philadelphia: W.B. Saunders Company

48