68
HAKEKAT KRITIK SASTRA Secara etimologis, kata kritik berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata krinein (menghakimi, membanding, menimbang). Kata krinein menjadi bentuk dasar bagi kata kreterion (dasar, pertimbangan, penghakiman). Orang yang melakukan pertimbangan/penghakiman disebut krites melakukan pertimbangan/penghakiman disebut krites yang berarti hakim. Bentuk krites inilah yang menjadi dasar kata kritik. Secara harafiah, kritik sastra adalah upaya menentukan nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian, mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewat pemahaman dan penafsiran yang sistemik

KRITIK SASTRA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KRITIK SASTRA

HAKEKAT KRITIK SASTRA

• Secara etimologis, kata kritik berasal dari bahasa Yunani,yaitu dari kata krinein (menghakimi, membanding,menimbang). Kata krinein menjadi bentuk dasar bagi katakreterion (dasar, pertimbangan, penghakiman). Orang yangmelakukan pertimbangan/penghakiman disebut kritesyang berarti hakim. Bentuk krites inilah yang menjadidasar kata kritik.• Secara harafiah, kritik sastra adalah upaya menentukan

nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian,mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewatpemahaman dan penafsiran yang sistemik

• Secara etimologis, kata kritik berasal dari bahasa Yunani,yaitu dari kata krinein (menghakimi, membanding,menimbang). Kata krinein menjadi bentuk dasar bagi katakreterion (dasar, pertimbangan, penghakiman). Orang yangmelakukan pertimbangan/penghakiman disebut kritesyang berarti hakim. Bentuk krites inilah yang menjadidasar kata kritik.• Secara harafiah, kritik sastra adalah upaya menentukan

nilai hakiki karya sastra dalam bentuk memberi pujian,mengatakan kesalahan, memberi pertimbangan lewatpemahaman dan penafsiran yang sistemik

Page 2: KRITIK SASTRA

2. Jenis Kritik Sastra• Menurut bentuk– Kritik Teoritis– Kritik Terapan

• Berdasarkan Pelaksanaan– Kritik Judisial– Kritik Induktif– Kritik Impresionistik

• Berdasarkan Orientasi Terhadap Karya Sastra– Mimetic criticism– Pragmatic criticism– Expresive criticism– Objective criticism

• Menurut bentuk– Kritik Teoritis– Kritik Terapan

• Berdasarkan Pelaksanaan– Kritik Judisial– Kritik Induktif– Kritik Impresionistik

• Berdasarkan Orientasi Terhadap Karya Sastra– Mimetic criticism– Pragmatic criticism– Expresive criticism– Objective criticism

Page 3: KRITIK SASTRA

Kritik Teoritis

• Kritik sastra yang berusaha (bekerja) atasdasar prinsip-prinsip umum untukmenetapkan seperangkat istilah yangberhubungan, pembedaan-pembedaan, dankategori-kategori, untuk diterapkan padapertimbangan-pertimbangan dan interpretasi-interpretasi karya sastra maupun penerapan“kriteria” (standar atau norma) untuk menilaikarya sastra dan pengarangnya.

• Kritik sastra yang berusaha (bekerja) atasdasar prinsip-prinsip umum untukmenetapkan seperangkat istilah yangberhubungan, pembedaan-pembedaan, dankategori-kategori, untuk diterapkan padapertimbangan-pertimbangan dan interpretasi-interpretasi karya sastra maupun penerapan“kriteria” (standar atau norma) untuk menilaikarya sastra dan pengarangnya.

Page 4: KRITIK SASTRA

Kritik Terapan

• Merupakan diskusi karya sastra tertentu danpenulis-penulisnya. Misalnya buku“Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritikdan Esei” Jilid II (1962) dikritik sastrawan-sastrawan dan karyanya, diantaranyaMohammad Ali, Nugroho Notosusanto,Subagio Sastrowardoyo, dan lain sebagainya

• Merupakan diskusi karya sastra tertentu danpenulis-penulisnya. Misalnya buku“Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritikdan Esei” Jilid II (1962) dikritik sastrawan-sastrawan dan karyanya, diantaranyaMohammad Ali, Nugroho Notosusanto,Subagio Sastrowardoyo, dan lain sebagainya

Page 5: KRITIK SASTRA

Kritik Judisial

• Adalah kritik sastra yang berusahamenganalisis dan menerangkan efek-efekkarya sastra berdasarkan pokoknya,organisasinya, teknik, serta gayanya, danmendasarkan pertimbangan-pertimbanganindividu kritikus atas dasar standar-standarumum tentang kehebatan dan keluarbiasaansastra

• Adalah kritik sastra yang berusahamenganalisis dan menerangkan efek-efekkarya sastra berdasarkan pokoknya,organisasinya, teknik, serta gayanya, danmendasarkan pertimbangan-pertimbanganindividu kritikus atas dasar standar-standarumum tentang kehebatan dan keluarbiasaansastra

Page 6: KRITIK SASTRA

Kritik Induktif

• Kritik sastra yang menguraikan bagian-bagiankarya sastra berdasarkan fenomena-fenomenayang ada secara objektif. Kritik induktifmeneliti karya sastra sebagaimana halnya ahliilmu alam meneliti gejala-gejala alam secaraobjektif, tanpa menggunakan standar-standaryang tetap yang berasal dari luar dirinya.

• Kritik sastra yang menguraikan bagian-bagiankarya sastra berdasarkan fenomena-fenomenayang ada secara objektif. Kritik induktifmeneliti karya sastra sebagaimana halnya ahliilmu alam meneliti gejala-gejala alam secaraobjektif, tanpa menggunakan standar-standaryang tetap yang berasal dari luar dirinya.

Page 7: KRITIK SASTRA

Kritik Impresionistik

• Adalah kritik sastra yang berusahamenggambarkan dengan kata-kata, sifat-sifatyang terasa dalam bagian-bagian khusus ataudalam sebuah karya sastra dan menyatakantanggapan-tanggapan (impresi) kritikus yangditimbulkan secara langsung oleh karya sastra.

• Adalah kritik sastra yang berusahamenggambarkan dengan kata-kata, sifat-sifatyang terasa dalam bagian-bagian khusus ataudalam sebuah karya sastra dan menyatakantanggapan-tanggapan (impresi) kritikus yangditimbulkan secara langsung oleh karya sastra.

Page 8: KRITIK SASTRA

Kritik Mimetik

• Kritik yang bertolak pada pandangan bahwakarya sastra merupakan tiruan ataupenggambaran dunia dan kehidupan manusia.Kritik ini cenderung mengukur kemampuansuatu karya sastra dalam menangkapgambaran kehidupan yang dijadikan suatuobjek

• Kritik yang bertolak pada pandangan bahwakarya sastra merupakan tiruan ataupenggambaran dunia dan kehidupan manusia.Kritik ini cenderung mengukur kemampuansuatu karya sastra dalam menangkapgambaran kehidupan yang dijadikan suatuobjek

Page 9: KRITIK SASTRA

Kritik Pragmatik

• Kritik yang disusun berdasrkan pandanganbahwa sebuah karya sastra disusun untukmencapai efek-efek tertentu kepada pembaca,seperti efek kesenangan, estetika, pendidikan,dan sebagainya. Model kritik ini cenderungmemberikan penilaian terhadap suatu karyaberdasarkan ukuran keberhasilannya dalammencapai tujuan tersebut.

• Kritik yang disusun berdasrkan pandanganbahwa sebuah karya sastra disusun untukmencapai efek-efek tertentu kepada pembaca,seperti efek kesenangan, estetika, pendidikan,dan sebagainya. Model kritik ini cenderungmemberikan penilaian terhadap suatu karyaberdasarkan ukuran keberhasilannya dalammencapai tujuan tersebut.

Page 10: KRITIK SASTRA

Kritik Ekspresif

• Kritik yang menekankan kepada kebolehanpengarang dalam mengekspresikan ataumencurahkan idenya ke dalam wujud sastra.Kritik ini cenderung menimbang karya sastradengan memperlihatkan kemampuanpencurahan, kesejatian, atau visi penyair yangsecara sadar atau tidak tercermin pada karyatersebut.

• Kritik yang menekankan kepada kebolehanpengarang dalam mengekspresikan ataumencurahkan idenya ke dalam wujud sastra.Kritik ini cenderung menimbang karya sastradengan memperlihatkan kemampuanpencurahan, kesejatian, atau visi penyair yangsecara sadar atau tidak tercermin pada karyatersebut.

Page 11: KRITIK SASTRA

Kritik Objektif

• Suatu kritik sastra yang menggunakanpendekatan bahwa suatu karya sastra adalahkarya yang mandiri. Kritik ini menekankanpada unsur intrinsik.

• Suatu kritik sastra yang menggunakanpendekatan bahwa suatu karya sastra adalahkarya yang mandiri. Kritik ini menekankanpada unsur intrinsik.

Page 12: KRITIK SASTRA

Fungsi Kritik Sastra

• Untuk pembinaan dan pengembangan sastra• Untuk pembinaan kebudayaan dan apresiasi

seni• Untuk menunjang ilmu sastra

• Untuk pembinaan dan pengembangan sastra• Untuk pembinaan kebudayaan dan apresiasi

seni• Untuk menunjang ilmu sastra

Page 13: KRITIK SASTRA

Pembinaan dan PengembanganSastra

• Dengan kritikan yang ada, sastrawan dapatbelajar untuk dapat meningkatkankecakapannya ataupun mempertimbangkanuntuk memperluas daerah garapannya.Dengan begitu, kesusastraan akan dapatberkembang, baik corak, gaya, maupunmutunya.

• Dengan kritikan yang ada, sastrawan dapatbelajar untuk dapat meningkatkankecakapannya ataupun mempertimbangkanuntuk memperluas daerah garapannya.Dengan begitu, kesusastraan akan dapatberkembang, baik corak, gaya, maupunmutunya.

Page 14: KRITIK SASTRA

Pembinaan Kebudayaan dan ApresiasiSeni

Dalam mengeritik, para kritikus menunjukkandaerah-daerah gelap yang terdapat dalam suatukarya sastra secara lebih baik dan lebihbermakna, yang akhirnya dapat meningkatkankemampuan apresiasi sastra ke tingkat yanglebih tinggi dari sebelumnya. Hal inidimungkinkan karena kritikus menganalisisstruktur sastra, memberi komentar daninterpretasi, menerangkan unsur-unsurnya,serta menunjukkan hal-hal yang tersirat darisemua yang tersurat.

Dalam mengeritik, para kritikus menunjukkandaerah-daerah gelap yang terdapat dalam suatukarya sastra secara lebih baik dan lebihbermakna, yang akhirnya dapat meningkatkankemampuan apresiasi sastra ke tingkat yanglebih tinggi dari sebelumnya. Hal inidimungkinkan karena kritikus menganalisisstruktur sastra, memberi komentar daninterpretasi, menerangkan unsur-unsurnya,serta menunjukkan hal-hal yang tersirat darisemua yang tersurat.

Page 15: KRITIK SASTRA

Menunjang Ilmu Sastra

Page 16: KRITIK SASTRA

Peran Kritikus Sastra

• Menjalankan disiplin pribadinya sebagai jawabanterhadap karya sastra tertentu. Berbeda denganseorang estetikus, karena kritikus adalah orang yangterlatih kemampuannya dalam memisahkan hal-halyang bersifat emosional dengan hal-hal yang rasional.• Bertindak sebagai pendidik yang berupaya membina

dan mengembangkan kejiwaan suatu masyarakat.• Bertindak sebagai hakim yang bijaksana, yang dapat

membangkitkan kesadaran serta menghidupkan suarahati nurani, pembinaan akl budi, ketajaman pikiran,dan kehalusan cita rasa.

• Menjalankan disiplin pribadinya sebagai jawabanterhadap karya sastra tertentu. Berbeda denganseorang estetikus, karena kritikus adalah orang yangterlatih kemampuannya dalam memisahkan hal-halyang bersifat emosional dengan hal-hal yang rasional.• Bertindak sebagai pendidik yang berupaya membina

dan mengembangkan kejiwaan suatu masyarakat.• Bertindak sebagai hakim yang bijaksana, yang dapat

membangkitkan kesadaran serta menghidupkan suarahati nurani, pembinaan akl budi, ketajaman pikiran,dan kehalusan cita rasa.

Page 17: KRITIK SASTRA

Klasifikasi Teori Sastra

TanakaTanaka

WellekWellek

• mikro• makro• mikro• makro

• Intrinsik• Ekstrinsik• Intrinsik• Ekstrinsik

Tanaka

WellekWellek

AbramsAbrams

• Intrinsik• Ekstrinsik• Intrinsik• Ekstrinsik

• Objektif• Ekspresif• Mimetik• Pragmatik

• Objektif• Ekspresif• Mimetik• Pragmatik

Page 18: KRITIK SASTRA

Klasifikasi• Abrams REALITAS

UNIVERSE

WORKKARYA

Mimetik

ObjektifEkspresif

ARTISTPENCIPTA

WORKKARYA

AUDIENCEPEMBACA

1) Pendekatan objektif (yang terutama memperhatikan aspek karya sastra itusendiri);

2) Pendekatan ekspresif (yang menitikberatkan aspek pengarang atau penciptakarya sastra);

3) Pendekatan mimetik (yang mengutamakan aspek semesta); dan4) Pendekatan pragmatik (yakni pendekatan yang mengutamakan aspek

pembaca)

Pragmtik

Page 19: KRITIK SASTRA

TEORI-TEORI OBJEKTIF

1. Strukturalisme2. New Criticism3. Deconstruksi dan Post-Strukralisme

Page 20: KRITIK SASTRA

1.1 Struktural Formalis Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berarti

bentuk, wujud) berarti cara pendekatan dalam ilmu dankritik sastra yang mengesampingkan data biografis,psikologis, ideologis, sosiologis dan mengarahkanperhatian pada bentuk karya sastra itu sendiri. ParaFormalis meletakkan perhatiannya pada ciri khas yangmembedakan sastra dari ungkapan bahasa lainnya.Istilah Strukturalisme acap kali digunakan pula untukmenyebut model pendekatan ini karena merekamemandang karya sastra sebagai suatu keseluruhanstruktur yang utuh dan otonom berdasarkan paradigmastruktur kebahasaannya.

Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berartibentuk, wujud) berarti cara pendekatan dalam ilmu dankritik sastra yang mengesampingkan data biografis,psikologis, ideologis, sosiologis dan mengarahkanperhatian pada bentuk karya sastra itu sendiri. ParaFormalis meletakkan perhatiannya pada ciri khas yangmembedakan sastra dari ungkapan bahasa lainnya.Istilah Strukturalisme acap kali digunakan pula untukmenyebut model pendekatan ini karena merekamemandang karya sastra sebagai suatu keseluruhanstruktur yang utuh dan otonom berdasarkan paradigmastruktur kebahasaannya.

Page 21: KRITIK SASTRA

Pelopor Struktural Formalis Kaum Formalis Rusia tahun 1915-1930 dengan

tokoh-tokohnya seperti Roman Jakobson, ReneWellek, Sjklovsky, Eichenhaum, dan Tynjanov Rene Wellek dan Roman Jakobson beremigrasi ke

Amerika Serikat Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu

sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkanperhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan danfungsi puitik. Sampai sekarang masih banyakdipergunakan istilah teori sastra dan analisissastra yang berasal dari kaum Formalis.

Kaum Formalis Rusia tahun 1915-1930 dengantokoh-tokohnya seperti Roman Jakobson, ReneWellek, Sjklovsky, Eichenhaum, dan Tynjanov Rene Wellek dan Roman Jakobson beremigrasi ke

Amerika Serikat Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu

sastra adalah secara prinsip mereka mengarahkanperhatian kita kepada unsur-unsur kesastraan danfungsi puitik. Sampai sekarang masih banyakdipergunakan istilah teori sastra dan analisissastra yang berasal dari kaum Formalis.

Page 22: KRITIK SASTRA

Prinsip Dasar Struktural Formalis• Prinsip keseluruhan (wholness) bahwa bagian-bagian

atau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkatkaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhanstruktur maupun bagian-bagiannya.• Prinsip transformasi (transformation), struktur itu

menyanggupi prosedur transformasi yang terusmenerus memungkinkan pembentukan bahan-bahanbaru• Prinsip keteraturan yang mandiri (self regulation) yaitu

tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untukmempertahankan prosedur transformasi, struktur ituotonom terhdap rujukan sistem lain

• Prinsip keseluruhan (wholness) bahwa bagian-bagianatau unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkatkaidah intrinsik yang menentukan baik keseluruhanstruktur maupun bagian-bagiannya.• Prinsip transformasi (transformation), struktur itu

menyanggupi prosedur transformasi yang terusmenerus memungkinkan pembentukan bahan-bahanbaru• Prinsip keteraturan yang mandiri (self regulation) yaitu

tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untukmempertahankan prosedur transformasi, struktur ituotonom terhdap rujukan sistem lain

Page 23: KRITIK SASTRA

Langkah Kerja1. Membangun teori struktur sastra sesuai dengan genre

yang diteliti. Struktur yang dibangun harus mampumenggambarkan teori struktur yang handal, sehinggamudah diikuti oleh peneliti sendiri. Peneliti perlumemahami lebih jauh hakikat setiap unsur pembangunkarya sastra.

2. Peneliti melakukan pembacaan secara cermat, mencatatunsur-unsur struktur yang terkandung dalam bacaan itu.Setiap unsur dimasukkan ke dalam kartu data, sehinggamemudahkan analisis. Kartu data sebaiknya disusunalpabetis, agar mudah dilacak pada setiap unsur.

3. Unsur tema, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelummembahas unsur lain, karena tema akan selalu terkaitlangsung secara komprehensif dengan unsur lain.

1. Membangun teori struktur sastra sesuai dengan genreyang diteliti. Struktur yang dibangun harus mampumenggambarkan teori struktur yang handal, sehinggamudah diikuti oleh peneliti sendiri. Peneliti perlumemahami lebih jauh hakikat setiap unsur pembangunkarya sastra.

2. Peneliti melakukan pembacaan secara cermat, mencatatunsur-unsur struktur yang terkandung dalam bacaan itu.Setiap unsur dimasukkan ke dalam kartu data, sehinggamemudahkan analisis. Kartu data sebaiknya disusunalpabetis, agar mudah dilacak pada setiap unsur.

3. Unsur tema, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu sebelummembahas unsur lain, karena tema akan selalu terkaitlangsung secara komprehensif dengan unsur lain.

Page 24: KRITIK SASTRA

Langkah Kerja4. Setelah analisis tema, baru analisis alur, konflik, sudut

pandang, gaya, setting, dan sebagainya andaikataberupa prosa.

5. Yang harus diingat, semua penafsiran unsur-unsurharus dihubungkan dengan unsur lain, sehinggamewujudkan kepaduan makna struktur.

6. Penafsiran harus dilakukan dalam kesadaran penuhakan pentingnya keterkaitan antar unsur. Analisis yangmeninggalkan kepaduan struktur, akan bias danmenghasilkan makna yang mentah.

4. Setelah analisis tema, baru analisis alur, konflik, sudutpandang, gaya, setting, dan sebagainya andaikataberupa prosa.

5. Yang harus diingat, semua penafsiran unsur-unsurharus dihubungkan dengan unsur lain, sehinggamewujudkan kepaduan makna struktur.

6. Penafsiran harus dilakukan dalam kesadaran penuhakan pentingnya keterkaitan antar unsur. Analisis yangmeninggalkan kepaduan struktur, akan bias danmenghasilkan makna yang mentah.

Page 25: KRITIK SASTRA

Kelemahan Strukturalisme

Sebagai sebuah model teori kritik,strukturalisme bukan tanpa kelemahan. Adabeberapa kelemahan yang perlu direnungkanbagi pengeritik struktural, yaitu melaluistruktural karya sastra seakan-akan diasingkandari konteks fungsinya sehingga dapatkehilangan relevansi sosial, tercerabut darisejarah, dan terpisah dari aspek kemanusiaan.

Sebagai sebuah model teori kritik,strukturalisme bukan tanpa kelemahan. Adabeberapa kelemahan yang perlu direnungkanbagi pengeritik struktural, yaitu melaluistruktural karya sastra seakan-akan diasingkandari konteks fungsinya sehingga dapatkehilangan relevansi sosial, tercerabut darisejarah, dan terpisah dari aspek kemanusiaan.

Page 26: KRITIK SASTRA

1.2 Struktural Genetik

• Muncul sebagai wujud ketidakpuasan terhadapteori struktural yang melihat karya sastra sebagaisesuatu yang otonom• Pendirinya adalah Taine dan dikembangkan oleh

Lucian Goldman di Paris• Prinsip Dasarnya: Karya sastra tidak sekedar fakta

imajinatif dan pribadi, melainkan juga sebagaicerminan atau rekaman budaya, suatuperwujudan pikiran tertentu pada saat karyadiciptakan

• Muncul sebagai wujud ketidakpuasan terhadapteori struktural yang melihat karya sastra sebagaisesuatu yang otonom• Pendirinya adalah Taine dan dikembangkan oleh

Lucian Goldman di Paris• Prinsip Dasarnya: Karya sastra tidak sekedar fakta

imajinatif dan pribadi, melainkan juga sebagaicerminan atau rekaman budaya, suatuperwujudan pikiran tertentu pada saat karyadiciptakan

Page 27: KRITIK SASTRA

1.3 Struktural Dinamik

• Merupakan jembatan penghubung antarateori struktural formalis dan teori semiotik• Hampir sama dengan struktural genetik

(mengaitkan dengan asal-usul teks) tetapipenekanannya berbeda, Struktural Dinamikmenekankan pada struktur, tanda, dan realitas• Tokoh-tokohnya : Julia Cristeva dan Roland

Bartes (Strukturalisme Prancis)

• Merupakan jembatan penghubung antarateori struktural formalis dan teori semiotik• Hampir sama dengan struktural genetik

(mengaitkan dengan asal-usul teks) tetapipenekanannya berbeda, Struktural Dinamikmenekankan pada struktur, tanda, dan realitas• Tokoh-tokohnya : Julia Cristeva dan Roland

Bartes (Strukturalisme Prancis)

Page 28: KRITIK SASTRA

2. Semiotik Sastra

• Dari kata semeion = tanda yaitu ilmu yangmempelajari tanda-tanda, sistem-sistem tanda,dan proses suatu tanda diartikan (Hartoko,1986:131)• Ilmu yang mempelajari berbagai objek, peristiwa,

atau seluruh kebudayaan sebagai tanda• Tokohnya:– Ferdinand de Saussure (Prancis)– Jurij Lotman (Rusia)– Charles Sanders Pierce (USA)

• Dari kata semeion = tanda yaitu ilmu yangmempelajari tanda-tanda, sistem-sistem tanda,dan proses suatu tanda diartikan (Hartoko,1986:131)• Ilmu yang mempelajari berbagai objek, peristiwa,

atau seluruh kebudayaan sebagai tanda• Tokohnya:– Ferdinand de Saussure (Prancis)– Jurij Lotman (Rusia)– Charles Sanders Pierce (USA)

IconIndex

Symbol

Page 29: KRITIK SASTRA

3. New Criticism

• Muncul tahun 1920-1960. John CroweRansom (USA) The New Criticism.• Tokoh lainnya: I. A. Richard, T. S. Eliot, Cleanth

Brooks, Robert Penn Warren, Allen Tate, R. P.Blackmur, William K. Wimsatt• Prinsip dasarnya hampir sama dengan

Formalis, namun contoh karya mereka lebihmengarah kepada puisi sehinggga jenis karyasastra yang lainnya merasa diabaikan.

• Muncul tahun 1920-1960. John CroweRansom (USA) The New Criticism.• Tokoh lainnya: I. A. Richard, T. S. Eliot, Cleanth

Brooks, Robert Penn Warren, Allen Tate, R. P.Blackmur, William K. Wimsatt• Prinsip dasarnya hampir sama dengan

Formalis, namun contoh karya mereka lebihmengarah kepada puisi sehinggga jenis karyasastra yang lainnya merasa diabaikan.

Page 30: KRITIK SASTRA

Deconstruksi dan Post-Strukralisme"Dekonstruksi" adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebutcara membaca sebuah teks (sastra maupun filsafat) yang berdasarkanpada pola pandangan filsafat Jacques Derrida. Derrida sendiridipengaruhi pandanganl fenomenologi (Heidegger) dan skeptisisme(Nietzche). Pandangan ini menentang klaim strukturalisme yangmenganggap sebuah teks mengandung makna yang sah dalam strukturyang utuh di dalam sistem bahasa tertentu. Dekonstruksi disebut jugasebagai Poststructuralism (Pascastrukturalisme) karena membangunteorinya atas dasar konsep-konsep strukturalisme-semiotik Ferdinandde Saussure.Aliran ini mula-mula dikembangkan di Perancis oleh kelompok penulisTel Quel dengan tokoh perintis antara lain Jacques Derrida dan JuliaKristeva

"Dekonstruksi" adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebutcara membaca sebuah teks (sastra maupun filsafat) yang berdasarkanpada pola pandangan filsafat Jacques Derrida. Derrida sendiridipengaruhi pandanganl fenomenologi (Heidegger) dan skeptisisme(Nietzche). Pandangan ini menentang klaim strukturalisme yangmenganggap sebuah teks mengandung makna yang sah dalam strukturyang utuh di dalam sistem bahasa tertentu. Dekonstruksi disebut jugasebagai Poststructuralism (Pascastrukturalisme) karena membangunteorinya atas dasar konsep-konsep strukturalisme-semiotik Ferdinandde Saussure.Aliran ini mula-mula dikembangkan di Perancis oleh kelompok penulisTel Quel dengan tokoh perintis antara lain Jacques Derrida dan JuliaKristeva

Page 31: KRITIK SASTRA

Rangkuman• Pada umumnya penekanan perhatian teori sastra pada studi teks dapat digolongkan ke dalam

konsep strukturalisme, sekalipun konsep ini sangat beragam jangkauan, kedalaman, dan modelanalisisnya. Strukturalisme, bagaimanapun, merupakan bidang teori sastra yang sudah menjadiurutan utama kebudayaan intelektual ilmu sastra.

• Pendekatan struktural dari segi tertentu membawa hasil yang sangat memuaskan. Usaha untukmemahami dan mengupas karya sastra atas dasar strukturnya memaksa peneliti sastra untukmembebaskan din dari berbagai konsep metode dan teknik yang sebenarnya berada di luarjangkauannya sebagai ahli sastra, seperti psikologi, sosiologi, sejarah, dan filsafat.

• Sekalipun demikian, patut kita catat bahwa banyak teoretisi sastra tidak puas terhadap paradigmabahasa dalam pengkajian sastra. Teoretisi itu antara lain Lefevere (1977), Jameson (1981),Eagleton (1983), dan para pemikii (pascastrukturalisme Derrida, Lacan, Foucault, dll.)

• Keberatan lain terhadap strukturalisme adalah sifatnya yang ahistoris; Strukturalisme menghapussejarah manusia karena berambisi membangun universal yang menghapus pandangan individual.

• strukturalisme juga bersifat anti humanis (Selden, 1991:70-71).• Keberatan-keberatan itulah yang kemudian memunculkan aliran Pascastrukturalisme yang

menentang setiap bentuk penyisteman yang mengabaikan keragaman kultural dan nilai-nilaikemanusiaan. Sekalipun tidak disebutkan di atas, patut dicatat bahwa konsep-konsep aliranPascastrukturalisme; sangat mendukung dan memperkaya Teori Sastra Feminisme.

• Pada umumnya penekanan perhatian teori sastra pada studi teks dapat digolongkan ke dalamkonsep strukturalisme, sekalipun konsep ini sangat beragam jangkauan, kedalaman, dan modelanalisisnya. Strukturalisme, bagaimanapun, merupakan bidang teori sastra yang sudah menjadiurutan utama kebudayaan intelektual ilmu sastra.

• Pendekatan struktural dari segi tertentu membawa hasil yang sangat memuaskan. Usaha untukmemahami dan mengupas karya sastra atas dasar strukturnya memaksa peneliti sastra untukmembebaskan din dari berbagai konsep metode dan teknik yang sebenarnya berada di luarjangkauannya sebagai ahli sastra, seperti psikologi, sosiologi, sejarah, dan filsafat.

• Sekalipun demikian, patut kita catat bahwa banyak teoretisi sastra tidak puas terhadap paradigmabahasa dalam pengkajian sastra. Teoretisi itu antara lain Lefevere (1977), Jameson (1981),Eagleton (1983), dan para pemikii (pascastrukturalisme Derrida, Lacan, Foucault, dll.)

• Keberatan lain terhadap strukturalisme adalah sifatnya yang ahistoris; Strukturalisme menghapussejarah manusia karena berambisi membangun universal yang menghapus pandangan individual.

• strukturalisme juga bersifat anti humanis (Selden, 1991:70-71).• Keberatan-keberatan itulah yang kemudian memunculkan aliran Pascastrukturalisme yang

menentang setiap bentuk penyisteman yang mengabaikan keragaman kultural dan nilai-nilaikemanusiaan. Sekalipun tidak disebutkan di atas, patut dicatat bahwa konsep-konsep aliranPascastrukturalisme; sangat mendukung dan memperkaya Teori Sastra Feminisme.

Page 32: KRITIK SASTRA

TEORI-TEORI MIMETIK

• Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan ataupeniruan) pertama kali dipergunakan dalamteori-teori tentang seni seperti dikemukakanPlato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dandari abad ke abad sangat memengaruhi teori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa (VanLuxemburg, 1986:15).

• Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan ataupeniruan) pertama kali dipergunakan dalamteori-teori tentang seni seperti dikemukakanPlato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dandari abad ke abad sangat memengaruhi teori-teori mengenai seni dan sastra di Eropa (VanLuxemburg, 1986:15).

Page 33: KRITIK SASTRA

SOSIOLOGI SASTRA• Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra

ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salientbeing, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupanempirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk olehmasyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalammasyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwasastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentudengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya menelitipertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalamberbagai dimensinya (Soemanto, 1993). Konsep dasar sosiologisastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristotelesyang mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung hubunganantara sastra dan masyarakat sebagai 'cermin'.

• Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastraditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salientbeing, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupanempirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk olehmasyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalammasyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwasastra memiliki keterkaitan timbal-balik dalam derajat tertentudengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya menelitipertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalamberbagai dimensinya (Soemanto, 1993). Konsep dasar sosiologisastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristotelesyang mengajukan istilah 'mimesis', yang menyinggung hubunganantara sastra dan masyarakat sebagai 'cermin'.

Page 34: KRITIK SASTRA

Teori Sastra Marxis

Teori ini berakar pada doktrin Manifesto Komunis (1848) yangdiberikan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, khusunya terhadappernyataan bahwa perkembangan evolusi historis manusia daninstitusi-institusinya ditentukan oleh perubahan mendasar dalamproduksi ekonomi. Peruhanan itu mengakibatkan perombakandalam struktur kelas-kelas ekonomi, yang dalam setiap jaman selalubersaing demi kedudukan sosial ekonomi dan status politik.Kehidupan agama, intelektual, dan kebudayaan setiap jaman -termasuk seni dan kesusastraan - merupakan 'ideologi-ideologi' dan'suprastruktur-suprastruktur' yang berkaitan secara dialektikal, dandibentuk atau merupakan akibat dari struktur dan perjuangan kelasdalam jamannya (Abrams, 1981:178).

Teori ini berakar pada doktrin Manifesto Komunis (1848) yangdiberikan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, khusunya terhadappernyataan bahwa perkembangan evolusi historis manusia daninstitusi-institusinya ditentukan oleh perubahan mendasar dalamproduksi ekonomi. Peruhanan itu mengakibatkan perombakandalam struktur kelas-kelas ekonomi, yang dalam setiap jaman selalubersaing demi kedudukan sosial ekonomi dan status politik.Kehidupan agama, intelektual, dan kebudayaan setiap jaman -termasuk seni dan kesusastraan - merupakan 'ideologi-ideologi' dan'suprastruktur-suprastruktur' yang berkaitan secara dialektikal, dandibentuk atau merupakan akibat dari struktur dan perjuangan kelasdalam jamannya (Abrams, 1981:178).

Page 35: KRITIK SASTRA

George Lukacs: Sastra Sebagai CerminSebuah novel tidak hanya mencerminkan 'realitas'tetapi lebih dari itu memberikan kepada kita"sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebihlengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik" yangmungkin melampaui pemahaman umum. Sebuahkarya sastra tidak hanya mencerminkan fenomenaidividual secara tertutup melainkan lebihmerupakan sebuah 'proses yang hidup'. Sastra tidakmencerminkan realitas sebagai semacam fotografi,melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yangmencerminkan realitas. Dengan demikian, sastradapat mencerminkan realitas secara jujur danobjektif dan dapat juga mencerminkan kesanrealitas subjektif (Selden, 1991:27)

Sebuah novel tidak hanya mencerminkan 'realitas'tetapi lebih dari itu memberikan kepada kita"sebuah refleksi realitas yang lebih besar, lebihlengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik" yangmungkin melampaui pemahaman umum. Sebuahkarya sastra tidak hanya mencerminkan fenomenaidividual secara tertutup melainkan lebihmerupakan sebuah 'proses yang hidup'. Sastra tidakmencerminkan realitas sebagai semacam fotografi,melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yangmencerminkan realitas. Dengan demikian, sastradapat mencerminkan realitas secara jujur danobjektif dan dapat juga mencerminkan kesanrealitas subjektif (Selden, 1991:27)

Page 36: KRITIK SASTRA

Bertold Brecht: Efek Alienasi

Menurut Brecht, dramawan bendaknyamenghindari alur yang dihuhungkan secara lancardengan makna dan nilai-nilai universal yang pasti.Fakta-fakta ketidakadilan dan ketidakwajaran perludihadirkan untuk mengejutkan dan mengagetkanpenonton. Penonton jangan ditidurkan dengan ilusi-ilusi palsu. Para pelaku tidak harus menghilangkanpersonalitas dirinya untuk mendorong identifikasipenonton atas tokoh-tokoh pahlawannya. Merekaharus mampu menimbulkan efek alienasi(keterasingan). Pemain bukan berfungsimenunjukkan melainkan mengungkapkan secaraspontan individualitasnya (Selden, 1991:30-32)

Menurut Brecht, dramawan bendaknyamenghindari alur yang dihuhungkan secara lancardengan makna dan nilai-nilai universal yang pasti.Fakta-fakta ketidakadilan dan ketidakwajaran perludihadirkan untuk mengejutkan dan mengagetkanpenonton. Penonton jangan ditidurkan dengan ilusi-ilusi palsu. Para pelaku tidak harus menghilangkanpersonalitas dirinya untuk mendorong identifikasipenonton atas tokoh-tokoh pahlawannya. Merekaharus mampu menimbulkan efek alienasi(keterasingan). Pemain bukan berfungsimenunjukkan melainkan mengungkapkan secaraspontan individualitasnya (Selden, 1991:30-32)

Page 37: KRITIK SASTRA

Teori Neomarxisme• Berdasarkan metode berpikir dialektis tersebut,

Fredric Jameson mengungkapkan bahwa hakikatsuatu karya sastra dapat diketahui dari penelitiantentang latar belakang historisnya. Kita tidakhanya sekedar ingin menangkap nilai-nilai yangsempit pada permukaan (seperti dilakukan kaumNew Criticism), melainkan harus dapatmenemukan hubungan orisinal antara Subjek danObjek sesuai dengan kedudukannya (Culler,1981:12-13). Jadi hasil kritik dialektikal itu bukanhanya sekedar suatu interpretasi sastra,melainkan juga sejarah model interpretasi dankebutuhan akan suatu model interpretasi yangkhusus.

• Berdasarkan metode berpikir dialektis tersebut,Fredric Jameson mengungkapkan bahwa hakikatsuatu karya sastra dapat diketahui dari penelitiantentang latar belakang historisnya. Kita tidakhanya sekedar ingin menangkap nilai-nilai yangsempit pada permukaan (seperti dilakukan kaumNew Criticism), melainkan harus dapatmenemukan hubungan orisinal antara Subjek danObjek sesuai dengan kedudukannya (Culler,1981:12-13). Jadi hasil kritik dialektikal itu bukanhanya sekedar suatu interpretasi sastra,melainkan juga sejarah model interpretasi dankebutuhan akan suatu model interpretasi yangkhusus.

Page 38: KRITIK SASTRA

Rangkuman• Teori-teori sosiologi sastra mempersoalkan kaitan antara karya sastra dan 'kenyataan'.

Sebenarnya teori sosiologi sastra inilah yang paling tua usianya dalam sejarah kritik sastra.Dalam kenyataannya, teori yang sudah dirintis oleh filsafat Plato (Abad 4-3 SM) tentang'mimesis' itu baru mulai dikembangkan pada abad 17-18 — yakni zaman positivisme ilmiah— oleh Hippolite Taine dan berkembang pesat pada awal abad ke-19 dengandicanangkannya doktrin Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels.

• Studi-studi sosiologis terhadap sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra dalamtaraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat. Kenyataaninilah yang menarik perhatian para teoretisi sosiologi sastra untuk mencoba menjelaskanpola dan model hubungan resiprokal itu. Penjelasan Taine dengan menggunakan metode-metode ilmu pasti menarik perhatian, namun ciri positivistis dalam teorinya menimbulkanpermasalahan yang rumit mengenai hakikat karya sastra sebagai 'karya fiksi'. Teori-teoriMarxisme, yang memandang seni (sastra) sebagai 'alat perjuangan politik' terlalumenekankan aspek pragmatis sastra dan dalam banyak hal mengabaikan struktur karyasastra.

• Pemikir-pemikir Neomarxis memanfaatkan filsafat dialektika materialisme Marx untukmendefinisikan aspek ideologi, politik, dan hubungan ekonomi suatu masyarakat. Asumsiepistemologis mereka adalah bahwa sastra menyimpan sejarahnya yang sebenarnya danmenjadi tugas studi sastra untuk mendefinisikannya secara jelas.

• Teori-teori sosiologi sastra mempersoalkan kaitan antara karya sastra dan 'kenyataan'.Sebenarnya teori sosiologi sastra inilah yang paling tua usianya dalam sejarah kritik sastra.Dalam kenyataannya, teori yang sudah dirintis oleh filsafat Plato (Abad 4-3 SM) tentang'mimesis' itu baru mulai dikembangkan pada abad 17-18 — yakni zaman positivisme ilmiah— oleh Hippolite Taine dan berkembang pesat pada awal abad ke-19 dengandicanangkannya doktrin Manifesto Komunis oleh Marx dan Engels.

• Studi-studi sosiologis terhadap sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra dalamtaraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat. Kenyataaninilah yang menarik perhatian para teoretisi sosiologi sastra untuk mencoba menjelaskanpola dan model hubungan resiprokal itu. Penjelasan Taine dengan menggunakan metode-metode ilmu pasti menarik perhatian, namun ciri positivistis dalam teorinya menimbulkanpermasalahan yang rumit mengenai hakikat karya sastra sebagai 'karya fiksi'. Teori-teoriMarxisme, yang memandang seni (sastra) sebagai 'alat perjuangan politik' terlalumenekankan aspek pragmatis sastra dan dalam banyak hal mengabaikan struktur karyasastra.

• Pemikir-pemikir Neomarxis memanfaatkan filsafat dialektika materialisme Marx untukmendefinisikan aspek ideologi, politik, dan hubungan ekonomi suatu masyarakat. Asumsiepistemologis mereka adalah bahwa sastra menyimpan sejarahnya yang sebenarnya danmenjadi tugas studi sastra untuk mendefinisikannya secara jelas.

Page 39: KRITIK SASTRA

TEORI-TEORI EKSPRESIVISME:MUNCULNYA PAHAM

INDIVIDUALISME DAN OTONOMI

TEORI-TEORI EKSPRESIVISME:MUNCULNYA PAHAM

INDIVIDUALISME DAN OTONOMI

Page 40: KRITIK SASTRA

TEORI-TEORI EKSPRESIVISME Teori ekspresif sastra (The expressive theory of literature)

adalah sebuah teori yang memandang karya sastraterutama sebagai pernyataan atau ekspresi dunia batinpengarangnya. Karya sastra dipandang sebagai saranapengungkap ide, angan-angan, cita-cita, cita rasa, pikirandan pengalaman pengarang. Dalam ungkapan yang lain,sastra adalah proses imajinatif yang mengatur danmenyintesiskan imajinasi-imajinasi, pemikiran-pemikiran,dan perasaan-perasaan pengarang (Abrams, 1987:20). Studisastra dalam model ini berupaya mengungkapkan latarbelakang kepribadian dan kehidupan (biografi) pengarangyang dipandang dapat membantu memberikan penjelasantentang penciptaan karya sastra. Oleh karena itu, teori iniseringkali disebut pendekatan biografi.

Teori ekspresif sastra (The expressive theory of literature)adalah sebuah teori yang memandang karya sastraterutama sebagai pernyataan atau ekspresi dunia batinpengarangnya. Karya sastra dipandang sebagai saranapengungkap ide, angan-angan, cita-cita, cita rasa, pikirandan pengalaman pengarang. Dalam ungkapan yang lain,sastra adalah proses imajinatif yang mengatur danmenyintesiskan imajinasi-imajinasi, pemikiran-pemikiran,dan perasaan-perasaan pengarang (Abrams, 1987:20). Studisastra dalam model ini berupaya mengungkapkan latarbelakang kepribadian dan kehidupan (biografi) pengarangyang dipandang dapat membantu memberikan penjelasantentang penciptaan karya sastra. Oleh karena itu, teori iniseringkali disebut pendekatan biografi.

Page 41: KRITIK SASTRA

Sejarah Pertumbuhan• abad ke-3 M, Longinus, dalam bukunya berjudu Peri Hypsous (Yun.

= Tentang Keluhuran) mengungkapkan bahwa ciri khas dan ukuranseni sastra adalah keluhuran (yang luhur, yang mulia, yang unggul)sebagai sumber utama pemikiran dan perasaan pengarang, yangbersumber dari daya wawasan yang agung, emosi atau nafsu(passion) yang mulia, retorika yang unggul, pengungkapan (diksi)dan penggubahan yang mulia. Unsur terpenting dalam penciptaanseni sastra adalah kreativitas dalam jiwa pengarang. Sumber-sumber keagungan itu mengilhami dan merasuki kata-kata dengansemangat ilahi.

• Pandangan ini tidak banyak memengaruhi pertumbuhan teoriekspresionisme. Baru sekitar tahun 1800 (pada jaman Romantik,abad 18-19) teori ekspresivisme mendapat perhatian danberkembang dengan pesat.

• abad ke-3 M, Longinus, dalam bukunya berjudu Peri Hypsous (Yun.= Tentang Keluhuran) mengungkapkan bahwa ciri khas dan ukuranseni sastra adalah keluhuran (yang luhur, yang mulia, yang unggul)sebagai sumber utama pemikiran dan perasaan pengarang, yangbersumber dari daya wawasan yang agung, emosi atau nafsu(passion) yang mulia, retorika yang unggul, pengungkapan (diksi)dan penggubahan yang mulia. Unsur terpenting dalam penciptaanseni sastra adalah kreativitas dalam jiwa pengarang. Sumber-sumber keagungan itu mengilhami dan merasuki kata-kata dengansemangat ilahi.

• Pandangan ini tidak banyak memengaruhi pertumbuhan teoriekspresionisme. Baru sekitar tahun 1800 (pada jaman Romantik,abad 18-19) teori ekspresivisme mendapat perhatian danberkembang dengan pesat.

Page 42: KRITIK SASTRA

Teori Sastra Romantik

Zaman Romantik ditandai dengan semacam "manifesto"(pernyataan) yang revolusioner dari Wordsworth yangmenegaskan bahwa karya sastra yang baik adalah peluapan yangspontan dari perasaan-perasaan yang kuat. Sastra bukan lagidilihat sebagai cermin tindak-tanduk manusia. Unsur utamasastra adalah perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusiapenyair yang dikumpulkan dalam keheningan refleksi yangmendalam, yang kemudian diikuti dengan pemikiran dan revisidalam proses komposisinya. Akan tetapi sastrawan yang baik,menurut mereka, selalu mendahulukan aspek spontanitasnya.Ibarat tumbuhnya tanaman yang mengikuti prinsip-prinsiporganismenya sendiri secara inheren, demikian pula seharusnyakonsep setiap karya seni.

Zaman Romantik ditandai dengan semacam "manifesto"(pernyataan) yang revolusioner dari Wordsworth yangmenegaskan bahwa karya sastra yang baik adalah peluapan yangspontan dari perasaan-perasaan yang kuat. Sastra bukan lagidilihat sebagai cermin tindak-tanduk manusia. Unsur utamasastra adalah perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusiapenyair yang dikumpulkan dalam keheningan refleksi yangmendalam, yang kemudian diikuti dengan pemikiran dan revisidalam proses komposisinya. Akan tetapi sastrawan yang baik,menurut mereka, selalu mendahulukan aspek spontanitasnya.Ibarat tumbuhnya tanaman yang mengikuti prinsip-prinsiporganismenya sendiri secara inheren, demikian pula seharusnyakonsep setiap karya seni.

Page 43: KRITIK SASTRA

Dalam zaman ini, kritik ekspresif mendapat perhatian utama.Oleh karena karya sastra dipahami sebagai ekspresi, peluapan,atau ungkapan perasaan pengarangnya, atau sebagai hasilimajinasi pengarangnya yang menjabarkan pandangan,pemikiran, dan perasaannya, maka tolok ukur penilaian terhadapkarya sastra terutama ditujukan kepada: kesungguhan hatinya(sincerity), keasliannya (genuineness), dan kememadaiannya(adequacy) dalam mengungkapkan visi dan pemikiran individualsi pengarang itu sendiri. Aspek-aspek itu seringkali dicari didalam karya sastra sebagai pembuktian akan watak danpengalaman-pengalaman khusus pengarang, baik yangdisadarinya maupun yang tidak disadarinya. Kritik semacam inimasih diteruskan dalam tradisi-tradisi kritik sastra psikoanalitikdan kritik kesadaran (critics of consciousness) dalam mazhabJenewa.

Dalam zaman ini, kritik ekspresif mendapat perhatian utama.Oleh karena karya sastra dipahami sebagai ekspresi, peluapan,atau ungkapan perasaan pengarangnya, atau sebagai hasilimajinasi pengarangnya yang menjabarkan pandangan,pemikiran, dan perasaannya, maka tolok ukur penilaian terhadapkarya sastra terutama ditujukan kepada: kesungguhan hatinya(sincerity), keasliannya (genuineness), dan kememadaiannya(adequacy) dalam mengungkapkan visi dan pemikiran individualsi pengarang itu sendiri. Aspek-aspek itu seringkali dicari didalam karya sastra sebagai pembuktian akan watak danpengalaman-pengalaman khusus pengarang, baik yangdisadarinya maupun yang tidak disadarinya. Kritik semacam inimasih diteruskan dalam tradisi-tradisi kritik sastra psikoanalitikdan kritik kesadaran (critics of consciousness) dalam mazhabJenewa.

Page 44: KRITIK SASTRA

Praktek EkspresivismePraktik-praktik kritik ekspresif sastra terpusat pada upayamenyelami jiwa pengarang karya sastra tersebut. Menurut mereka,materi dan bahan-bahan penulisan karya sastra tidak terletak diluar diri individu melainkan terkandung dalam diri dan jiwa manusiapenciptanya. Pengarang dianggap seorang pencipta yangmembayangkan imajinasi kehidupan yang terpilih dan teratur.Kedudukan pengarang dan karyanya begitu erat, seperti seorangibu yang melahirkan anaknya. Tolok ukur sastra yang baik dalampendekatan ini adalah: orisinalitas, kreativitas, jenialitas, danindividualitas. Benar-tidaknya, objektif-tidaknya suatu penilaiansastra sangat tergantung pada intensi pengarang dalammewujudkan keorisinalan dan kebaruan penciptaan seninya. Data-data biografik dan historis menjadi bahan yang penting dalam studisastra.

Praktik-praktik kritik ekspresif sastra terpusat pada upayamenyelami jiwa pengarang karya sastra tersebut. Menurut mereka,materi dan bahan-bahan penulisan karya sastra tidak terletak diluar diri individu melainkan terkandung dalam diri dan jiwa manusiapenciptanya. Pengarang dianggap seorang pencipta yangmembayangkan imajinasi kehidupan yang terpilih dan teratur.Kedudukan pengarang dan karyanya begitu erat, seperti seorangibu yang melahirkan anaknya. Tolok ukur sastra yang baik dalampendekatan ini adalah: orisinalitas, kreativitas, jenialitas, danindividualitas. Benar-tidaknya, objektif-tidaknya suatu penilaiansastra sangat tergantung pada intensi pengarang dalammewujudkan keorisinalan dan kebaruan penciptaan seninya. Data-data biografik dan historis menjadi bahan yang penting dalam studisastra.

Page 45: KRITIK SASTRA

Kritik Terhadap Teori Ekspresivisme1. Sekalipun sebuah karya sastra terwujud berkat adanya niat penulisnya namun

niat itu tidak dapat dijadikan norma untuk menilai arti sebuah teks.2. Harus dipertanyakan apa yang dicari dalam hal niat pengarang itu. Jika

pengarang mampu menuangkan makna niatnya dalam karyanya, maka justrumakna muatan itu sajalah yang seharusnya dinilai tanpa perlu meneliti apakakpengarang memang berniat demikian.

3. Jika ukuran keberhasilan karya sastra adalah kesejajaranantara makna niataipengarang dengan makna muatannya maka syarat-syarat subjektivitaspengarang sesungguhnya sudah dilepaskan.

4. Apabila makna sebuah puisi sangat bersifat pribadi, maka kita bolehmenggunakan data biografis pengarangnya dengan sangat hati-hati, yakri data-data yang dapat menjelaskan pemakaian bahasanya. Akan tetapi jikapenggunaan bahasanya sudah cukup jelas tidak perlulah berkonsultasi kepadtpengarangnya.

5. Makna niat merupakan suatu hal yang abstrak, sehingga mencari-cari makniniat pengarang sungguh-sungguh suatu jalan pikiran yang sesat.

1. Sekalipun sebuah karya sastra terwujud berkat adanya niat penulisnya namunniat itu tidak dapat dijadikan norma untuk menilai arti sebuah teks.

2. Harus dipertanyakan apa yang dicari dalam hal niat pengarang itu. Jikapengarang mampu menuangkan makna niatnya dalam karyanya, maka justrumakna muatan itu sajalah yang seharusnya dinilai tanpa perlu meneliti apakakpengarang memang berniat demikian.

3. Jika ukuran keberhasilan karya sastra adalah kesejajaranantara makna niataipengarang dengan makna muatannya maka syarat-syarat subjektivitaspengarang sesungguhnya sudah dilepaskan.

4. Apabila makna sebuah puisi sangat bersifat pribadi, maka kita bolehmenggunakan data biografis pengarangnya dengan sangat hati-hati, yakri data-data yang dapat menjelaskan pemakaian bahasanya. Akan tetapi jikapenggunaan bahasanya sudah cukup jelas tidak perlulah berkonsultasi kepadtpengarangnya.

5. Makna niat merupakan suatu hal yang abstrak, sehingga mencari-cari makniniat pengarang sungguh-sungguh suatu jalan pikiran yang sesat.

Page 46: KRITIK SASTRA

Teori Baru Tentang Pengarang

• Wayne Booth memperkenalkan istilah ImpliedAuthor (penulis yang tersirat atautersembunyi) dalam bukunya The Rhetoric ofFiction (1963)• Umberto Eco (1992), dengan

memperkenalkan istilah Liminal Author atauAuthor on the Threshold (Pengarang Ambang)

• Wayne Booth memperkenalkan istilah ImpliedAuthor (penulis yang tersirat atautersembunyi) dalam bukunya The Rhetoric ofFiction (1963)• Umberto Eco (1992), dengan

memperkenalkan istilah Liminal Author atauAuthor on the Threshold (Pengarang Ambang)

Page 47: KRITIK SASTRA

Rangkuman• Pandangan-pandangan teoretis mengenai pengarang memiliki kaitan

timbal-balik dengan 'semangat jaman' yang berlaku pada suatu kurunwaktu tertentu. Ada fase, di mana manusia dipandang sebagai 'hambasahaya' yang tidak pantas meniru-niru karya cipta Tuhannya. Ada tahaplain, di mana orang memandang manusia sebagai ko-kreator 'SangPencipta Agung" yang menggemakan keagungan-Nya Sang Penciptamelalui karya seninya sebagai ekspresi pengalaman estetiknyaberhadapan dengan alam (ilahi).• Refleksi-refleksi lebih lanjut menunjukkan bahwa studi sastra anatomik

yang teknis-prosedural dengan mengabaikan faktor manusia,memunculkan kesadaran baru untuk mendefinisikan kembali kedudukandan hubungan antara pengarang; dan karyanya. Dalam penjelasan Eco,ternyata bahwa antara pengarang dan teks, dan antara pembaca danteks terdapat diskrepansi yang tak mungkin seluruhnya dijelaskan karenaada dimensi-dimensi transendental (ghostly) yang terlihat di dalamnya.

• Pandangan-pandangan teoretis mengenai pengarang memiliki kaitantimbal-balik dengan 'semangat jaman' yang berlaku pada suatu kurunwaktu tertentu. Ada fase, di mana manusia dipandang sebagai 'hambasahaya' yang tidak pantas meniru-niru karya cipta Tuhannya. Ada tahaplain, di mana orang memandang manusia sebagai ko-kreator 'SangPencipta Agung" yang menggemakan keagungan-Nya Sang Penciptamelalui karya seninya sebagai ekspresi pengalaman estetiknyaberhadapan dengan alam (ilahi).• Refleksi-refleksi lebih lanjut menunjukkan bahwa studi sastra anatomik

yang teknis-prosedural dengan mengabaikan faktor manusia,memunculkan kesadaran baru untuk mendefinisikan kembali kedudukandan hubungan antara pengarang; dan karyanya. Dalam penjelasan Eco,ternyata bahwa antara pengarang dan teks, dan antara pembaca danteks terdapat diskrepansi yang tak mungkin seluruhnya dijelaskan karenaada dimensi-dimensi transendental (ghostly) yang terlihat di dalamnya.

Page 48: KRITIK SASTRA

TEORI-TEORIMIMETIK

TEORI-TEORIMIMETIK

Page 49: KRITIK SASTRA

TEORI-TEORI MIMETIK

• Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan)pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seniseperti dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori-teorimengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg, 1986:15).

• Aristoteles juga mengambil teori mimesis Plato yakni senimenggambarkan kenyataan, tetapi dia berpendapat bahwamimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan melainkanjuga menciptakan sesuatu yang haru karena 'kenyataan' itutergantung pula pada sikap kreatif orang dalam memandangkenyataan.

Sejarah Pertumbuhan• Pengertian mimesis (Yunani: perwujudan atau peniruan)

pertama kali dipergunakan dalam teori-teori tentang seniseperti dikemukakan Plato (428-348) dan Aristoteles (384-322), dan dari abad ke abad sangat memengaruhi teori-teorimengenai seni dan sastra di Eropa (Van Luxemburg, 1986:15).

• Aristoteles juga mengambil teori mimesis Plato yakni senimenggambarkan kenyataan, tetapi dia berpendapat bahwamimesis tidak semata-mata menjiplak kenyataan melainkanjuga menciptakan sesuatu yang haru karena 'kenyataan' itutergantung pula pada sikap kreatif orang dalam memandangkenyataan.

Page 50: KRITIK SASTRA

• Levin (1973:56-60) mengungkapkan bahwa konsep'mimesis' itu mulai dihidupkan kembali pada zamanhumanisme Renaissance dan nasionalisme Romantik.Humanisme Renaissance sudah berupaya mengbilangkanperdehatan prinsipial antara sastra modern dan sastrakuno dengan menggariskan paham bahwa masing-masingkesusastraan itu merupakan ciptaan unik yang memilikipembayangan historis dalam jamannya.• Hippolyte Taine (1766-1817) merumuskan sebuah

pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiahdengan menggunakan metode-metode seperti yangdigunakan dalam ilmu alam dan pasti. Dalam bukunyaHistory of English Literature (1863) dia menyebutkanbahwa sebuah karya sastra dapat dijelaskan menurut tigafaktor, yakni ras, saat (momen), dan lingkungan (milieu)

• Levin (1973:56-60) mengungkapkan bahwa konsep'mimesis' itu mulai dihidupkan kembali pada zamanhumanisme Renaissance dan nasionalisme Romantik.Humanisme Renaissance sudah berupaya mengbilangkanperdehatan prinsipial antara sastra modern dan sastrakuno dengan menggariskan paham bahwa masing-masingkesusastraan itu merupakan ciptaan unik yang memilikipembayangan historis dalam jamannya.• Hippolyte Taine (1766-1817) merumuskan sebuah

pendekatan sosiologi sastra yang sepenuhnya ilmiahdengan menggunakan metode-metode seperti yangdigunakan dalam ilmu alam dan pasti. Dalam bukunyaHistory of English Literature (1863) dia menyebutkanbahwa sebuah karya sastra dapat dijelaskan menurut tigafaktor, yakni ras, saat (momen), dan lingkungan (milieu)

Page 51: KRITIK SASTRA

Teori Sastra MarxisMarxis biasanya mendasarkan teorinya pada doktrin ManifestoKomunis (1848) yang diberikan oleh Karl Marx dan FriedrichEngels, khusunya terhadap pernyataan bahwa perkembanganevolusi historis manusia dan institusi-institusinya ditentukan olehperubahan mendasar dalam produksi ekonomi. Peruhanan itumengakibatkan perombakan dalam struktur kelas-kelas ekonomi,yang dalam setiap jaman selalu bersaing demi kedudukan sosialekonomi dan status politik. Kehidupan agama, intelektual, dankebudayaan setiap jaman -termasuk seni dan kesusastraan -merupakan 'ideologi-ideologi' dan 'suprastruktur-suprastruktur'yang berkaitan secara dialektikal, dan dibentuk atau merupakanakibat dari struktur dan perjuangan kelas dalam jamannya(Abrams, 1981:178).

Marxis biasanya mendasarkan teorinya pada doktrin ManifestoKomunis (1848) yang diberikan oleh Karl Marx dan FriedrichEngels, khusunya terhadap pernyataan bahwa perkembanganevolusi historis manusia dan institusi-institusinya ditentukan olehperubahan mendasar dalam produksi ekonomi. Peruhanan itumengakibatkan perombakan dalam struktur kelas-kelas ekonomi,yang dalam setiap jaman selalu bersaing demi kedudukan sosialekonomi dan status politik. Kehidupan agama, intelektual, dankebudayaan setiap jaman -termasuk seni dan kesusastraan -merupakan 'ideologi-ideologi' dan 'suprastruktur-suprastruktur'yang berkaitan secara dialektikal, dan dibentuk atau merupakanakibat dari struktur dan perjuangan kelas dalam jamannya(Abrams, 1981:178).

Page 52: KRITIK SASTRA

Bagi Marx, sastra dan semua gejala kebudayaanlainnya mencerminkan pola hubungan ekonomikarena sastra terikat akan kelas-kelas yang ada didalam masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastrahanya dapat dimengerti jika dikaitkan denganhubungan-hubungan tersebut (Van Luxemburg,1986:24-25). Menurut Lenin, seorang tokoh yangdipandang sebagai peletak dasar bagi kritik sastraMarxis, sastra (dan seni pada umumnya)merupakan suatu sarana penting dan strategisdalam perjuangan proletariat melawan kapitalisme.

Bagi Marx, sastra dan semua gejala kebudayaanlainnya mencerminkan pola hubungan ekonomikarena sastra terikat akan kelas-kelas yang ada didalam masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastrahanya dapat dimengerti jika dikaitkan denganhubungan-hubungan tersebut (Van Luxemburg,1986:24-25). Menurut Lenin, seorang tokoh yangdipandang sebagai peletak dasar bagi kritik sastraMarxis, sastra (dan seni pada umumnya)merupakan suatu sarana penting dan strategisdalam perjuangan proletariat melawan kapitalisme.

Page 53: KRITIK SASTRA

George Lukacs: Sastra Sebagai Cermin• George Lukacs adalah seorang kritikus Marxis terkemuka yang berasal

dari Hungaria dan menulis dalam bahasa Jerman (Damono, 1979:31).Lukacs mempergunakan istilah "cermin" sebagai ciri khas dalamkeseluruhan karyanya. Mencerminkan menurut dia, berarti menyusunsebuah struktur mental. Sebuah novel tidak hanya mencerminkan'realitas' tetapi lebih dari itu memberikan kepada kita "sebuah refleksirealitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik"yang mungkin melampaui pemahaman umum.

• Lukacs menegaskan pandangan tentang karya realisme yang sungguh-sungguh sebagai karya yang memberikan perasaan artistik yangbersumber dari imajinasi-imajinasi yang diberikannya. Imajinasi-imajinasi itu memiliki totalitas intensif yang sesuai dengan totalitasekstensif dunia. Penulis tidak memberikan gambaran dunia abstrakmelainkan kekayaan imajinasi dan kompleksitas kehidupan untukdihayati untuk membentuk sebuah tatanan masyarakat yang ideal.

• George Lukacs adalah seorang kritikus Marxis terkemuka yang berasaldari Hungaria dan menulis dalam bahasa Jerman (Damono, 1979:31).Lukacs mempergunakan istilah "cermin" sebagai ciri khas dalamkeseluruhan karyanya. Mencerminkan menurut dia, berarti menyusunsebuah struktur mental. Sebuah novel tidak hanya mencerminkan'realitas' tetapi lebih dari itu memberikan kepada kita "sebuah refleksirealitas yang lebih besar, lebih lengkap, lebih hidup, dan lebih dinamik"yang mungkin melampaui pemahaman umum.

• Lukacs menegaskan pandangan tentang karya realisme yang sungguh-sungguh sebagai karya yang memberikan perasaan artistik yangbersumber dari imajinasi-imajinasi yang diberikannya. Imajinasi-imajinasi itu memiliki totalitas intensif yang sesuai dengan totalitasekstensif dunia. Penulis tidak memberikan gambaran dunia abstrakmelainkan kekayaan imajinasi dan kompleksitas kehidupan untukdihayati untuk membentuk sebuah tatanan masyarakat yang ideal.

Page 54: KRITIK SASTRA

Bertold Brecht: Efek Alienasi• Bertold Brecht adalah seorang dramawan Jerman yang terbakar

jiwanya ketika membaca buku Marx sekitar tahun 1926. Drama-dramanya bersifat radikal, anarkistik, dan anti borjuis.

• Menurut Brecht, dramawan bendaknya menghindari alur yangdihuhungkan secara lancar dengan makna dan nilai-nilai universalyang pasti. Fakta-fakta ketidakadilan dan ketidakwajaran perludihadirkan untuk mengejutkan dan mengagetkan penonton.Penonton jangan ditidurkan dengan ilusi-ilusi palsu. Para pelakutidak harus menghilangkan personalitas dirinya untuk mendorongidentifikasi penonton atas tokoh-tokoh pahlawannya. Merekaharus mampu menimbulkan efek alienasi (keterasingan). Pemainbukan berfungsi menunjukkan melainkan mengungkapkan secaraspontan individualitasnya (Selden, 1991:30-32).

• Bertold Brecht adalah seorang dramawan Jerman yang terbakarjiwanya ketika membaca buku Marx sekitar tahun 1926. Drama-dramanya bersifat radikal, anarkistik, dan anti borjuis.

• Menurut Brecht, dramawan bendaknya menghindari alur yangdihuhungkan secara lancar dengan makna dan nilai-nilai universalyang pasti. Fakta-fakta ketidakadilan dan ketidakwajaran perludihadirkan untuk mengejutkan dan mengagetkan penonton.Penonton jangan ditidurkan dengan ilusi-ilusi palsu. Para pelakutidak harus menghilangkan personalitas dirinya untuk mendorongidentifikasi penonton atas tokoh-tokoh pahlawannya. Merekaharus mampu menimbulkan efek alienasi (keterasingan). Pemainbukan berfungsi menunjukkan melainkan mengungkapkan secaraspontan individualitasnya (Selden, 1991:30-32).

Page 55: KRITIK SASTRA

Aliran FrankfurtSeni dan kesusastraan mendapat perhatian istimewa dalam teorisosiologi Frankfurt, karena inilah satu-satunya wilayah di manadominasi totaliter dapat ditentang. Adorno mengkritikpandangan Lukacs bahwa sastra berbeda dari pemikiran, tidakmempunyai hubungan yang langsung dengan realitas.Keterpisahan itu, menurut Adorno, justru memberi kekuatankepada seni untuk mengkritik dan menegasi realitas, seperti yangditunjukkan oleh seni-seni Avant Garde. Seni-seni populer sudahbersekongkol dengan sistem ekonomi yang membentuknya,sehingga tidak mampu mengambil jarak dengan realitas yangsudah dimanipulasi oleh sistem sosial yang ada. Merekamemandang sistem sosial sebagai sebuah totalitas yang didalamnya semua aspek mencerminkan esensi yang sama(masyarakat satu dimensi).

Seni dan kesusastraan mendapat perhatian istimewa dalam teorisosiologi Frankfurt, karena inilah satu-satunya wilayah di manadominasi totaliter dapat ditentang. Adorno mengkritikpandangan Lukacs bahwa sastra berbeda dari pemikiran, tidakmempunyai hubungan yang langsung dengan realitas.Keterpisahan itu, menurut Adorno, justru memberi kekuatankepada seni untuk mengkritik dan menegasi realitas, seperti yangditunjukkan oleh seni-seni Avant Garde. Seni-seni populer sudahbersekongkol dengan sistem ekonomi yang membentuknya,sehingga tidak mampu mengambil jarak dengan realitas yangsudah dimanipulasi oleh sistem sosial yang ada. Merekamemandang sistem sosial sebagai sebuah totalitas yang didalamnya semua aspek mencerminkan esensi yang sama(masyarakat satu dimensi).

Page 56: KRITIK SASTRA

Teori-Teori NeomarxismeNeomarxisme lebih bersifat epistemologis daripadapolitis. Mereka menganut paham "metode dialektik".•Metode dialektika dapat memberikan suatu

pemahaman mengenai totalitas masyarakat'.•Metode dialektik berorientasi pada hubungan antara

konkretisasi sejarah umum dan sejarahindividual.•Aspek teleologikal itu tergantung kepada perbedaan

antara hukum kebenaran yang tampak dankebenaran esensial.•Perlu diperhatikan perbedaan antara teori danpraktik, antara objek bahasa dan metabahasa, danantara fakta-fakta hasil observasi dengan nilai-nilai yang dilekatkan pada fakta itu.

Neomarxisme lebih bersifat epistemologis daripadapolitis. Mereka menganut paham "metode dialektik".•Metode dialektika dapat memberikan suatu

pemahaman mengenai totalitas masyarakat'.•Metode dialektik berorientasi pada hubungan antara

konkretisasi sejarah umum dan sejarahindividual.•Aspek teleologikal itu tergantung kepada perbedaan

antara hukum kebenaran yang tampak dankebenaran esensial.•Perlu diperhatikan perbedaan antara teori danpraktik, antara objek bahasa dan metabahasa, danantara fakta-fakta hasil observasi dengan nilai-nilai yang dilekatkan pada fakta itu.

Page 57: KRITIK SASTRA

Rangkuman• Teori-teori sosiologi sastra mempersoalkan kaitan antara karya sastra dan

'kenyataan'. Teori inilah yang paling tua usianya dalam sejarah kritiksastra. Teori yang sudah dirintis oleh filsafat Plato (Abad 4-3 SM) tentang'mimesis' itu baru mulai dikembangkan pada abad 17-18 — yakni zamanpositivisme ilmiah — oleh Hippolite Taine dan berkembang pesat padaawal abad ke-19 dengan dicanangkannya doktrin Manifesto Komunis olehMarx dan Engels.

• Karya sastra dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat danbagian dari suatu masyarakat. Teori-teori Marxisme, yang memandangseni (sastra) sebagai 'alat perjuangan politik' terlalu menekankan aspekpragmatis sastra dan dalam banyak hal mengabaikan struktur karya sastra.

• Pemikir-pemikir Neomarxis memanfaatkan filsafat dialektika materialismeMarx untuk mendefinisikan aspek ideologi, politik, dan hubunganekonomi suatu masyarakat. Asumsi epistemologis mereka adalah bahwasastra menyimpan sejarahnya yang sebenarnya dan menjadi tugas studisastra untuk mendefinisikannya secara jelas.

• Teori-teori sosiologi sastra mempersoalkan kaitan antara karya sastra dan'kenyataan'. Teori inilah yang paling tua usianya dalam sejarah kritiksastra. Teori yang sudah dirintis oleh filsafat Plato (Abad 4-3 SM) tentang'mimesis' itu baru mulai dikembangkan pada abad 17-18 — yakni zamanpositivisme ilmiah — oleh Hippolite Taine dan berkembang pesat padaawal abad ke-19 dengan dicanangkannya doktrin Manifesto Komunis olehMarx dan Engels.

• Karya sastra dalam taraf tertentu merupakan ekspresi masyarakat danbagian dari suatu masyarakat. Teori-teori Marxisme, yang memandangseni (sastra) sebagai 'alat perjuangan politik' terlalu menekankan aspekpragmatis sastra dan dalam banyak hal mengabaikan struktur karya sastra.

• Pemikir-pemikir Neomarxis memanfaatkan filsafat dialektika materialismeMarx untuk mendefinisikan aspek ideologi, politik, dan hubunganekonomi suatu masyarakat. Asumsi epistemologis mereka adalah bahwasastra menyimpan sejarahnya yang sebenarnya dan menjadi tugas studisastra untuk mendefinisikannya secara jelas.

Page 58: KRITIK SASTRA

TEORI-TEORIRESEPSI SASTRA

TEORI-TEORIRESEPSI SASTRA

Page 59: KRITIK SASTRA

Pengantar

Teori Resepsi merupakan salah satu aliran dalampenelitian sastra yang terutama dikembangkanoleh mazhab Konstanz tahun 1960-an di Jerman.Teori ini menggeser fokus penelitian daristruktur teks ke arah penerimaan (Latin:recipere, menerima) atau penikmatan pembaca.

Teori Resepsi merupakan salah satu aliran dalampenelitian sastra yang terutama dikembangkanoleh mazhab Konstanz tahun 1960-an di Jerman.Teori ini menggeser fokus penelitian daristruktur teks ke arah penerimaan (Latin:recipere, menerima) atau penikmatan pembaca.

Page 60: KRITIK SASTRA

Hans Robert Jauss:Horison Harapan

Fokus perhatiannya, sebagaimana teoritanggapan pembaca lainnya, adalah penerimaansebuah teks. Minat utamanya bukan padatanggapan seorang pembaca tertentu padasuatu waktu tertentu melainkan padaperubahan-perubahan tanggapan, interpretasi,dan evaluasi pembaca umum terhadap teksyang sama atau teks-teks yang berbeda dalamkurun waktu berbeda (Abrams, 1981:155).

Fokus perhatiannya, sebagaimana teoritanggapan pembaca lainnya, adalah penerimaansebuah teks. Minat utamanya bukan padatanggapan seorang pembaca tertentu padasuatu waktu tertentu melainkan padaperubahan-perubahan tanggapan, interpretasi,dan evaluasi pembaca umum terhadap teksyang sama atau teks-teks yang berbeda dalamkurun waktu berbeda (Abrams, 1981:155).

Page 61: KRITIK SASTRA

Dalam buku Toward an Aesthetic of Reception (1982:20-45),Jauss mengungkapkan tujuh tesis pemikiran teoretisnya.Secara ringkas ketujuh tesis Jauss diuraikan di bawah ini.

1. Karya sastra bukanlah monumen yang mengungkap makna yang satudan sama, seperti anggapan tradisional mengenai objektivitas sejarahsebagai deskripsi yang tertutup. Karya sastra ibarat orkestra: selalumemberikan kesempatan kepada pembaca untuk menghadirkanresonansi yang baru yang membebaskan teks itu dari belenggu bahasa,dan menciptakan konteks yang dapat diterima pembaca masa kini.

2. Sistem horison harapan pembaca timbul sebagai akibat adanya momenhistoris karya sastra, yang meliputi suatu prapemahaman mengenaigenre, bentuk, dan tema dalam karya yang sudah diakrabi, dan daripemahaman mengenai oposisi antara bahasa puitis dan bahasa sehari-hari. Sekalipun sebuah karya sastra tampak baru sama sekali, iasesungguhnya tidak baru secara mutlak seolah-olah hadir darikekosongan.

1. Karya sastra bukanlah monumen yang mengungkap makna yang satudan sama, seperti anggapan tradisional mengenai objektivitas sejarahsebagai deskripsi yang tertutup. Karya sastra ibarat orkestra: selalumemberikan kesempatan kepada pembaca untuk menghadirkanresonansi yang baru yang membebaskan teks itu dari belenggu bahasa,dan menciptakan konteks yang dapat diterima pembaca masa kini.

2. Sistem horison harapan pembaca timbul sebagai akibat adanya momenhistoris karya sastra, yang meliputi suatu prapemahaman mengenaigenre, bentuk, dan tema dalam karya yang sudah diakrabi, dan daripemahaman mengenai oposisi antara bahasa puitis dan bahasa sehari-hari. Sekalipun sebuah karya sastra tampak baru sama sekali, iasesungguhnya tidak baru secara mutlak seolah-olah hadir darikekosongan.

Page 62: KRITIK SASTRA

3. Jika ternyata masih ada jarak estetik antarahorison harapan dengan wujud sebuah karyasastra yang baru, maka proses penerimaandapat mengubah harapan itu baik melaluipenyangkalan terhadap pengalaman estetikyang sudah dikenal, atau melalui kesadaranbahwa sudah muncul suatu pengalaman estetikyang baru.

4. Rekonstruksi mengenai horison harapanterhadap karya sastra sejak diciptakan dandisambut pada masa lampau hingga masa kini,akan menghasilkan berbagai varian resepsisesuai dengan semangat jaman yang berbeda.

5. Teori estetika penerimaan tidak hanya sekedarmemahami makna dan bentuk karya sastramenurut pemahaman historis.

3. Jika ternyata masih ada jarak estetik antarahorison harapan dengan wujud sebuah karyasastra yang baru, maka proses penerimaandapat mengubah harapan itu baik melaluipenyangkalan terhadap pengalaman estetikyang sudah dikenal, atau melalui kesadaranbahwa sudah muncul suatu pengalaman estetikyang baru.

4. Rekonstruksi mengenai horison harapanterhadap karya sastra sejak diciptakan dandisambut pada masa lampau hingga masa kini,akan menghasilkan berbagai varian resepsisesuai dengan semangat jaman yang berbeda.

5. Teori estetika penerimaan tidak hanya sekedarmemahami makna dan bentuk karya sastramenurut pemahaman historis.

Page 63: KRITIK SASTRA

6. Apabila pemahaman dan pemaknaan sebuahkarya sastra menurut resepsi historis (jadidengan analisis diakronis) tidak dapat dilakukankarena adanya perubahan sikap estetik, makaseseorang dapat menggunakan perspektifsinkronis untuk menggambarkan persamaan,perbedaan, pertentangan, ataupun hubunganantara sistem seni sejaman dengan sistem senidalam masa lampau.

7. Tugas sejarah sastra tidak menjadi lengkaphanya dengan menghadirkan sistem-sistemkarya sastra secara sinkronis dan diakronis,melainkan harus juga dikaitkan dengan sejarahumum.

6. Apabila pemahaman dan pemaknaan sebuahkarya sastra menurut resepsi historis (jadidengan analisis diakronis) tidak dapat dilakukankarena adanya perubahan sikap estetik, makaseseorang dapat menggunakan perspektifsinkronis untuk menggambarkan persamaan,perbedaan, pertentangan, ataupun hubunganantara sistem seni sejaman dengan sistem senidalam masa lampau.

7. Tugas sejarah sastra tidak menjadi lengkaphanya dengan menghadirkan sistem-sistemkarya sastra secara sinkronis dan diakronis,melainkan harus juga dikaitkan dengan sejarahumum.

Page 64: KRITIK SASTRA

Wolfgang Iser: Pembaca ImplisitIser lebih memfokuskan perhatiannya kepadahubungan individual antara teks dan pembaca(Wirkungs Estetik, estetika pengolahan). Pembacayang dimaksud oleh Iser bukanlah pembaca konkretindividual, melainkan Implied Reader (pembacaimplisit).'Pembaca implisit' merupakan suatu instansi didalam teks yang memungkinkan terjadinyakomunikasi antara teks dan pembacanya. Dengankata lain, pembaca yang diciptakan oleh teks-teksitu sendiri, yang memungkinkan kita membaca teksitu dengan cara tertentu.

Iser lebih memfokuskan perhatiannya kepadahubungan individual antara teks dan pembaca(Wirkungs Estetik, estetika pengolahan). Pembacayang dimaksud oleh Iser bukanlah pembaca konkretindividual, melainkan Implied Reader (pembacaimplisit).'Pembaca implisit' merupakan suatu instansi didalam teks yang memungkinkan terjadinyakomunikasi antara teks dan pembacanya. Dengankata lain, pembaca yang diciptakan oleh teks-teksitu sendiri, yang memungkinkan kita membaca teksitu dengan cara tertentu.

Page 65: KRITIK SASTRA

Norman Holland & Simon Lesser:Psikoanalisis

Menurut mereka, semua karya sastra mentransformasikanfantasi-fantasi tak sadar (menurut psikoanalisis) kepada makna-makna kesadaran yang dapat ditemukan dalam interpretasikonvensiaonal. Jadi makna psikoanalisis merupakan sumber bagimakna-makna lain. Makna psikoloanalisis haras dicari karenatingkatan makna lain hanyalah manifestasi historis atau sosial.Setiap karya sastra memiliki efek-efek superego, ego, dan id yangperlu direfleksikan oleh pembaca. Keterlibatan pembaca kedalam komponen-komponen kejiwaan itu hanya dapat terpenuhibila karya sastra mengandung aspek-aspek yang kontradiktif,ambigu, tumpang-tindih, dan samar.

Menurut mereka, semua karya sastra mentransformasikanfantasi-fantasi tak sadar (menurut psikoanalisis) kepada makna-makna kesadaran yang dapat ditemukan dalam interpretasikonvensiaonal. Jadi makna psikoanalisis merupakan sumber bagimakna-makna lain. Makna psikoloanalisis haras dicari karenatingkatan makna lain hanyalah manifestasi historis atau sosial.Setiap karya sastra memiliki efek-efek superego, ego, dan id yangperlu direfleksikan oleh pembaca. Keterlibatan pembaca kedalam komponen-komponen kejiwaan itu hanya dapat terpenuhibila karya sastra mengandung aspek-aspek yang kontradiktif,ambigu, tumpang-tindih, dan samar.

Page 66: KRITIK SASTRA

Jonathan Culler:Konvensi pembacaan

Keinginan Culler yang utama adalah menggeserfokus perhatian dari teks kepada pembaca. Cullermenyatakan bahwa suatu teori pembacaan harusmengungkap norma dan prosedur yang menuntunpembaca kepada suatu penafsiran. Kita semua tahubahwa setiap pembaca memiliki penafsiran yangberbeda-beda mengenai sebuah teks yang sama.Berbagai variasi penafsiran itu harus dapatdijelaskan oleh teori. Sekalipun penafsiran ituberbeda-beda tetapi mungkin saja merekamengikuti satu konvensi penafsiran yang sama(Selden, 1991:127).

Keinginan Culler yang utama adalah menggeserfokus perhatian dari teks kepada pembaca. Cullermenyatakan bahwa suatu teori pembacaan harusmengungkap norma dan prosedur yang menuntunpembaca kepada suatu penafsiran. Kita semua tahubahwa setiap pembaca memiliki penafsiran yangberbeda-beda mengenai sebuah teks yang sama.Berbagai variasi penafsiran itu harus dapatdijelaskan oleh teori. Sekalipun penafsiran ituberbeda-beda tetapi mungkin saja merekamengikuti satu konvensi penafsiran yang sama(Selden, 1991:127).

Page 67: KRITIK SASTRA

RangkumanTumbuhnya teori-teori resepsi sastra dipacu juga oleh alam pemikiranfilsafat (Fenomenologi) yang berkembang pada masa itu. Pergeseranorientasi kritik sastra, dari pengarang kepada teks, dan dari tekskepada pembaca diilhami oleh pandangan bahwa teks-teks sastramerupakan salah satu gejala yang hanya menjadi aktual jika sudahdibaca dan ditanggapi pembacanya. Teks hanya sebuah pralogik danlogika yang sesungguhnya justru ada pada benak pembacanya.Melalui ketujuh tesisnya, Jauss meletakkan dasar-dasar resepsi sastradalam kaitannya dengan sejarah estetika penerimaan. Teori resepsi inipun segera mendapat perhatian berbagai ahli ilmu sastra. Isermengkhususkan dirinya pada penerimaan dan pencerapan karya sastraoleh pembaca implisit. Culler beranggapan bahwa pemahaman karyasastra sangat ditentukan oleh kompetensi sastra, yakni kemampuanpembaca mewujudkan konvensi-konvensi sastra dalam suatu jenissastra tertentu.

Tumbuhnya teori-teori resepsi sastra dipacu juga oleh alam pemikiranfilsafat (Fenomenologi) yang berkembang pada masa itu. Pergeseranorientasi kritik sastra, dari pengarang kepada teks, dan dari tekskepada pembaca diilhami oleh pandangan bahwa teks-teks sastramerupakan salah satu gejala yang hanya menjadi aktual jika sudahdibaca dan ditanggapi pembacanya. Teks hanya sebuah pralogik danlogika yang sesungguhnya justru ada pada benak pembacanya.Melalui ketujuh tesisnya, Jauss meletakkan dasar-dasar resepsi sastradalam kaitannya dengan sejarah estetika penerimaan. Teori resepsi inipun segera mendapat perhatian berbagai ahli ilmu sastra. Isermengkhususkan dirinya pada penerimaan dan pencerapan karya sastraoleh pembaca implisit. Culler beranggapan bahwa pemahaman karyasastra sangat ditentukan oleh kompetensi sastra, yakni kemampuanpembaca mewujudkan konvensi-konvensi sastra dalam suatu jenissastra tertentu.

Page 68: KRITIK SASTRA

Teori Objektif

• Strukturalisme• Estetika• Stilistika• Psikologi Sastra

1. Perhatian pertama dicurahkan pada objek itu sendiriyaitu organisasi internal krya sastra yang dikritik

2. Meneliti terminologi sebagai “kesadaran sosial” yaituperangkat norma-norma yang terpercaya untuk sebuahkolektivitas tertentu yang diimplementasikan olehsebuah karya sastra

3. Subjek tidak lagi dipahami sebagai sarana struktursupra-individual yang pasif, tetapi sebgai suatu kekuatanyang beraksi dan berinteraksi dengan struktur-strukturtersebut dan mengubahnya selama terjadinya interaksi

1. Dimulai dengan analisis sistemik tentang sistemlinguistik karya sastra, dan dilanjutkan denganinterpretasi ciri-ciri sastra, interpretasi diarahkan kemakna secara total

2. Memelajari sejumlah ciri khas yang membedakan satusistem dengn sistem lain

1. Pendekatan tekstual, yang mengkaji aspekpsikologis tokoh dalam karya sastra

2. Pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkajiaspek psikologis pembaca sebagai penikmatkarya sastra yang terbentuk dari pengaruhkarya sastra yang dibacanya

3. Pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspekpsikologis sang penulis ketika melakukanproses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya,baik penulis sebagai pribadi maupun wakilmasyarakatnya

1. Struktural Formalis2. Struktural Genetik3. Struktural Dinamik

• Strukturalisme• Estetika• Stilistika• Psikologi Sastra

1. Perhatian pertama dicurahkan pada objek itu sendiriyaitu organisasi internal krya sastra yang dikritik

2. Meneliti terminologi sebagai “kesadaran sosial” yaituperangkat norma-norma yang terpercaya untuk sebuahkolektivitas tertentu yang diimplementasikan olehsebuah karya sastra

3. Subjek tidak lagi dipahami sebagai sarana struktursupra-individual yang pasif, tetapi sebgai suatu kekuatanyang beraksi dan berinteraksi dengan struktur-strukturtersebut dan mengubahnya selama terjadinya interaksi

1. Dimulai dengan analisis sistemik tentang sistemlinguistik karya sastra, dan dilanjutkan denganinterpretasi ciri-ciri sastra, interpretasi diarahkan kemakna secara total

2. Memelajari sejumlah ciri khas yang membedakan satusistem dengn sistem lain

1. Pendekatan tekstual, yang mengkaji aspekpsikologis tokoh dalam karya sastra

2. Pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkajiaspek psikologis pembaca sebagai penikmatkarya sastra yang terbentuk dari pengaruhkarya sastra yang dibacanya

3. Pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspekpsikologis sang penulis ketika melakukanproses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya,baik penulis sebagai pribadi maupun wakilmasyarakatnya