Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA
UPTD KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL POIGARJalan AKD Poigar-Bol
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN
JANGKA PANJANG
KPHP MODEL POIGAR DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN DAN BOLAANG MONGONDOW
KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA
DINAS KEHUTANAN UPTD KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL POIGAR
Bolmong Kompleks SMP N 1 Poigar Desa Poigar II Kec. Poigar Kab. Bolmong Telepon (0431)
865584 Fax. 865584 E-Mail [email protected]
POIGAR 95762
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN
JANGKA PANJANG
KPHP MODEL POIGAR MINAHASA SELATAN DAN BOLAANG MONGONDOW
PROVINSI SULAWESI UTARA
DISUSUN OLEH : KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL POIGAR
POIGAR, JANUARI 2014
PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI UTARA
UPTD KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI MODEL POIGAR ong Kompleks SMP N 1 Poigar Desa Poigar II Kec. Poigar Kab. Bolmong Telepon (0431)
RENCANA PENGELOLAAN HUTAN
KPHP MODEL POIGAR MINAHASA SELATAN DAN BOLAANG MONGONDOW
HALAMAN JUDUL
RENCANA
PENGELOLAAN HUTAN JANGKA PANJANG
KPHP MODEL POIGAR DI KABUPATEN MINAHASA SELATAN DAN BOLAANG MONGONDOW
PROVINSI SULAWESI UTARA
Merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari :
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
Nomor : SK. 265 /Menhut-II/Reg.4-2/2014
Tanggal : 7 FEBRUARI 2014
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
RencanaPengelolaanJangkaPanjangKPH Model Poigar yang
akanmenjadiacuanrencanapengelolaanjangkapendek, diarahkanuntukmengoptimalkanfungsi-
fungsikawasanhutan,jasasumberdayahutandanlingkungannya, baikproduksikayu,
produksibukankayu, maupunjasa-jasalingkungan, melaluikegiatanpokokberupapemanfaatan,
pemberdayaanmasyarakat, sertapelestarianlingkungan yang merupakansatukesatuankegiatan.
Dengandemikian,
rencanapengelolaanjangkapanjanginidiharapkandapatmemberiarahpengelolaanhutandankawas
annya, yang melibatkansemuapihakdalamupayapengembanganKPHP Model Poigar yang
berada diKabupatenBolaangMongondowdanKabupatenMinahasa SelatanProvinsi Sulawesi
Utara.
Penyusunan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang KPHP Model Poigardimaksudkan
untukmemudahkanparapelakumelaksanakankegiatanpengelolaandiwilayah KPHP Model
Poigarberdasarkanpemahamandanpersepsi yang samadalammenginterpretasitujuan yang
ditetapkan.
Tujuanpenyusunaniniadalahuntukmemberikanarahandalamhalperencanaandanpengelolaanwil
ayah KPHP Model Poigar.
Rencana pengelolaan KPHP Model Poigar dalam sepuluh tahun kedepan diarahkan
pada pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan pemanfaatan hutan di kawasan hutan
lindung. Pemanfaatan hutan pada hutan produksi meliputi: (a) Pemanfaatan kawasan; (b)
Pemanfaatan jasa lingkungan; (c) Pemanfaatan hasil hutan kayu; (d) Pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu; (e) Pemungutan hasil hutan bukan kayu. Selanjutnya pemanfaatan hutan di
kawasan hutan lindung meliputi: (a) Pemanfaatan kawasan; (b) Pemanfaatan jasa lingkungan;
(c) Pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Wilayah KPHP Model Poigarmemilikiluas 41.597 ha, danberada dalam wilayah
administrasi pemerintahanProvinsiSulawesi Utara, yang mencakupduakabupatenyaitu
Kabupaten Bolaang Mongondow denganluaskawasanhutan25.014 ha (60,13 %) dan
Kabupaten Minahasa Selatandengan luaskawasan hutan 16.583 ha (39,87 %).
BerdasarkanKeputusanMenteriKehutanan N0. 788/MENHUT-II/2009 wilayah KPHPModel
Poigarterbagikedalamfungsikawasan HutanProduksi/ HutanProduksiTerbatas (HP/HPT)
seluas 36.332 ha (87,34 %), dankawasan HutanLindung (HL) termasukhutan bakau di
sebagian pesisir pantai seluas 5.265 ha (12,66 %).
Dari hasil tatahutanpembagianblok di wilayah KPHP Model Poigar terdiri atas:
KawasanHutanLindungterdapat 2 (dua) blokyaitu Blok Intiseluas 5.212,21ha dan Blok
Pemanfaatanseluas 202,13 ha,
sedangkandalamKawasanHutanProduksi/ProduksiTerbatasterdapat 4 (empat) blokyaitu Blok
Pemanfaatan HHK-HA seluas 13.029,33 ha, Blok Pemanfaatan HHBK seluas 1.460,53 ha,
Blok Pemberdayaanseluas 17.332,48 ha, dan Blok Perlindunganseluas 4.360,32 ha.
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
iii
Blok IntipadaenamKawasanHutanLindungdikelolauntuktujuanperlindungantata air,
habitat satwa, serta flora, fauna aslidanpenelitian.Blok
intipadakawasanhutanlindungdapatdiberikanijinusahapemanfaatanjasalingkungandanpemanfa
atanhasilhutanbukankayu.Pemanfaatanjasalingkungandenganbentukusaha yang
memanfaatanpotensijasalingkungandengantidakmerusaklingkungandanmengurangifungsiuta
manya, seperti: pemanfaatanuntukwisataalam, pemanfaatan air,
dan.pemanfaatankeindahandankenyamanan. Pemanfaatanhasilhutanbukankayudengansegalab
entukkegiatanuntukmengambilhasilhutanbukankayudengantidakmerusakfungsiutamakawasan
, seperti: mengambilrotan, mengambilmadu, dan mengambilbuah.
Blok PemanfaatanpadaKawasanHutanLindungbertujuanpemanfaatanjasalingkungan
air untukkeperluanmasyarakatsekitarhutan.Blok
pemanfaatanpadakawasanhutanlindungdiberikanizinusahapemanfaatanjasalingkungan
air.Bentukkegiatanuntukmemanfaatan air sebagai air minumdankeperluanlain yang
berkaitandenganpemanfaatan air. Izinusahadapatdiberikankepadaperorangan,
koperasidanbadanusahamilikswasta.
Blok PerlindunganpadaKawasanHutanProduksiuntukuntuktujuanperlindungantata
air, habitat satwa, serta flora, fauna aslidanpenelitian.Blok
PerlindunganpadaKawasanHutanProduksidiberikanizinusahapemanfaatankawasan,
pemanfaatanjasalingkungandanpemanfaatanhasilhutanbukankayu.Bentukusahaberupapenang
karansatwa, budidayatanamanlangka, pemanfatan air, pengambilanrotan,
danpemanfaatankeindahandankenyamanan.Izinusahadapatdiberikanperorangan, koperasi,
badanusahamilikswastadanbadanusahamiliknegara.
Blok Pemanfaatan HHK-HA
padaKawasanHutanProduksidanHutanProduksiTerbatasbertujuanpemanfaatanhasilhutankayu
padahutanalam.Blok Pemanfaatan HHK-HA
padaKawasanHutanProduksidanHutanProduksidiperuntukanuntukizinpemanfaatanhasilhutan
kayu.Izinusahapemanfaatandapatdiberikanpadabadanusahamilikswastadanbadanusahamilik
Negara.
Blok Pemanfaatan HHBK
padaKawasanHutanHutanProduksidanHutanProduksiTerbatasdiperuntukkanuntuktujuanpema
nfaatanhasilhutanbukankayudan areal penggunaankawasanhutan.Blok Pemanfaatan HHBK
padaKawasanHutanHutanProduksidanHutandiperuntukanpemanfaatanhasilhutanbukankayuda
nizinpertambangandapatdiberikanizinpemanfaatankawasanhutanpadabadanusahamilikswastaa
taubadanusahamilik Negara.Pengaturanhasilharusmengikutipedomanizinpemanfaatan yang
akandikelola.
Blok PemberdayaanMasyarakat (PMB)
padaKawasanHutanProduksidanKawasanHutanProduksiTerbatasdirencanakanpengelolaanhut
anbersamamasyarakat (PHBM) untuktujuanpengelolaan yang dapatmenggendaliankonflik-
konfiksosialsepertipenguasahanlahan (land tenure),
ketersediaanlahandankesempatankerjabagimasyarakatdidalam/sekitarkawasanhutan, system
pengelolaandengan system agroforestry denganpengaturanruangtanam,
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
iv
dantujuanpengelolaanuntuktanamanhutankemasyarakatan (HKm), HutanDesa (HD),
danhutantanamanrakyat (HTR). Blok PemberdayaanMasyarakat (PMB)
padaKawasanHutanProduksidanKawasanHutanProduksiTerbatasdapatdiberikanizinpemanfaat
ankawasandanizinpemanfaatanhasilhutankayu, berupaizinusahakepadaperorangan, koperasi,
badanusahamilikswastaataubadanusahamilik Negara.
Pengaturanhasiluntukizinpemanfaatankawasansesuaiketentuan yang berlaku,
sedangkanizinpemanfaatanhasilhutanharussesuaidenganpedomanpemanfaatanhasilhutankayu.
Dalam pelaksanaan pengelolaan/pemanfaatan wilayah kerja KPH Model Poigar
selama sepuluh tahun kedepan.Instansi KPH ini perlu didukung sarana-prasarana perkantoran
yang memadai, peningkatan SDM, serta pembiayaan yang memadai baik yang bersumber dari
dana-dana APBD, APBN maupun dari hasil kerjasama kemitraan. Diharapkan selama jangka
waktu pengelolaan periode sepuluh tahun pertama, KPH ini sudah dapat menjadi KPH yang
mandiri dan dalam bentuk kelola keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Rencana kelola wilayah KPH Model Poigar berjangka sepuluh tahun ini memiliki
peluang adanya rasionalisasi wilayah kelola, dan review rencana kelola minimal lima
tahun.Rencana Pengelolaan JangkaPanjangKPH Model Poigar perlu segera ditindaklanjuti
dengan penyusunan rencana tahunan KPH.
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
v
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya
sehingga Buku Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPH Model Poigardi Kabupaten
Bolaang Mongondow dan Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara yang
difasilitasi dan dibiayai melalui sumber dana APBN Tahun 2012 pada BPKH Wilayah VI
Manado dapat diselesaikan.
Dokumen/buku perencanaan ini bertujuan untuk menyajikan maksud dan tujuan serta
rencana-rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHP Model Poigar. Disamping itu,
buku ini menyajikan rencana-rencana pembinaan, pengawasan dan pengendalian, serta
rencana pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
Kepada semua pihak yang berpartisipasi mulai persiapan survei hingga tersusunnya
dokumen/buku perencanaan ini disampaikan banyak terima kasih. Secara khusus disampaikan
terima kasih dan penghargaan kepada Tim Pakar dari Fakultas Pertanian Program Studi
Universitas Samratulangi atas segala ide dan masukan sehingga buku ini menjadi lebih
bermakna dan aplikatif sesuai standar-standar ilmiah.
Dokumen/buku perencanaan ini menjadi salah satu acuan utama bagi pelaksanaan
kegiatan KPHP Model Poigar di wilayah kerjanya.
Demikian dokumen/buku perencanaan ini disusun, semoga bermanfaat adanya.
Poigar, Januari 2014
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi Model Poigar,
P. SANDI KAUNANG, SH.
NIP. 19750202 199903 1 008
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
vi
DAFTAR ISI
Judul Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... i
RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. LatarBelakang .......................................................................................................... 1
B. MaksuddanTujuan ................................................................................................... 3
C. Sasaran ..................................................................................................................... 3
D. RuangLingkup ......................................................................................................... 3
E. BatasanPengertian .................................................................................................... 3
II. DESKRIPSI KAWASAN ............................................................................................. 11
A. Risalah Wilayah KPHP ............................................................................................ 11
B. Potensi Wilayah ....................................................................................................... 14
C. SosialBudaya ........................................................................................................... 15
D. IjinPemanfaatandanPenggunaanKawasanHutan ..................................................... 17
E. Posisi KPH Model dalamPerspektif Tata Ruang ..................................................... 17
F. IsuStrategis, Kendala, Permasalahan ....................................................................... 17
III.VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN .............................................................. 19
IV.ANALISIS DAN PROYEKSI ................................................................................... 20
A. Analisis SWOT ........................................................................................................ 20
B. Analisis-analisisPentingdalamPengelolaanHutan .................................................... 36
V.RENCANA KEGIATAN .............................................................................................. 58
A. InventarisasiHutanMenyeluruhBerkala ................................................................... 58
B. PemanfaatanHutanpada Wilayah Tertentu .............................................................. 71
C. PemberdayaanMasyarakat ....................................................................................... 94
D. PenyelenggaraanRehabilitasi di luarijin .................................................................. 108
E. PenyelenggaraanPerlindunganHutandanKonservasiAlam ...................................... 110
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
vii
F. KoordinasidanSinergidenganInstansidanStakholderTerkait ................................. 113
G. PenyediaandanPeningkatanKapasitas SDM .......................................................... 114
H. PenyediaanPendanaan ........................................................................................... 118
I.Pengembangan Database ......................................................................................... 118
J. Rasionalisasi Wilayah Kelola ................................................................................ 121
K. Review RencanaPengelolaan ................................................................................ 122
L. PengembanganInvestasi ........................................................................................ 123
VI. PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN ..................................... 127
A. Pembinaan ............................................................................................................. 127
B. Pengendalian.......................................................................................................... 132
C. Pengawasan ........................................................................................................... 133
VII. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN ............................................. 134
A. PengukuranKinerja KPH ..................................................................................... 134
B. RencanaPemantauan, EvaluasidanPelaporan ........................................................ 136
VIII. PENUTUP ................................................................................................................ 138
LAMPIRAN
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
viii
DAFTAR TABEL
Judul Halaman
1. Pembagian Blok PadaKawasanHutan KPH Model Poigar ............................................... 13
2. KelasPenutupanLahan Wilayah KPH Model Poigar ........................................................ 14
3. DaftarRingkasanAnalisisFaktor Internal ........................................................................... 25
4. DaftarRingkasanAnalisisFaktorEksternal ......................................................................... 26
5. PenentuanStrategi Pembangunan KPH Model Poigar ...................................................... 28
6. LajuPertambahanPendudukdanJumlahKepalaKeluargaKab. BolaangMongondow ......... 37
7. LajuPertambahanPendudukdanJumlahKepalaKeluargaKab. Minahasa Selatan .............. 38
8. Bentuk Plot ContohuntukKelas Perusahaan Kayu Pulp .................................................... 67
9. Bentuk Plot ContohuntukKelas Perusahaan KayuPertukangan ........................................ 67
10. Rencana UPHHK-RE padaHutanProduksi di Wilayah KPH Model Poigar ..................... 74
11. TahapanKegiatan TPTI pada IUPHHK ............................................................................ 84
12. RencanaKerja Usaha IUPHHK-HTR ................................................................................ 106
13. RencanaKerjaTahunan UPHHKHutanTanaman Rakyat .................................................. 107
14. JenisKegiatanPerlindunganHutan di Wilayah KPH Model Poigar ................................... 112
15. SistemKoordinasidanSinergidenganInstansidanStakholderTerkait .................................. 113
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
ix
DAFTAR GAMBAR
Judul Halaman
1. PetaKekuatandalamRancangan Pembangunan KPHP Model Poigar ................... 27
2. Basis OrientasiPewilayahanKawasanFungsiHutan KPHP Model Poigar ............ 35
3. MekanismePenilaianKinerja KPH ........................................................................ 137
4. MekanismePenjaminanMutu KPH ...................................................................... 137
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
x
DAFTAR LAMPIRAN
Judul
1. Peta Wilayah KPHP Model Poigar
2. PetaPenutupanLahanKPHP Model Poigar
3. Peta DAS/Sub DAS KPHP Model Poigar
4. Peta Sebaran Potensi dan Aksesibilitas KPHP Model Poigar
5. Peta Penataan Hutan (Blok/Sub Blok) KPHP Model Poigar
6. Peta Tanah KPHP Model Poigar
7. Peta Tipe Iklim KPHP Model Poigar
8. Peta Geologi KPHP Model Poigar
9. Peta Wilayah Tertentu KPHP Model Poigar
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 1
I. PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Permasalahan klasik bidang kehutanan di Indonesia berfokus pada hal-hal
seperti (a) kepastian hak atas kawasan hutan; (b) kelembagaan pembangunan
kehutanan; (c) isi peraturan-perundangan; dan (d) penetapan nilai tambah sektor
kehutanan. Penyelesaian terhadap permasalahan di atas akan dapat pula berimbas positif
pada penanganan agenda kehutanan lainnya seperti modernisasi pembangunan
kehutanan serta mitigasi pemanasan global dan selanjutnya antisipasi perubahan iklim.
Arah pengelolaan hutan harus memprioritaskan penyelamatan hutan alam yang
tersisa seraya membangun hutan tanaman untuk keperluan industri dan
sebagainya.Dengan demikian pengelolaan hutan secara profesional harus pula
dilakukan terhadap hutan konservasi dan hutan lindung, di samping hutan
produksi.Manfaat yang diperoleh harus bersifat terbuka bagi penerima manfaat hutan
yang dikelola secara adil dan proporsional sesuai tujuan.Bersamaan dengan hal-hal di
atas, infrastruktur sosial dan ekonomi layak pula disiapkan untuk mengoptimalkan
akses pemanfaatan sumberdaya hutan, efisiensi ekonomi, maupun pengembangan nilai
tambah hasil hutan.
Guna mendukung arah pengelolaan tersebut, dibutuhkan perencanaan spasial
yang mempertimbangkan situasi sosial ekonomi lokal serta program pemerintah terkait
(kota/kabupaten, provinsi, nasional).Sistem pengelolaan yang ada sekarang belum dapat
menyentuh secara makro hingga mikro tujuan pengelolaan dimaksud.Dalam hal ini
sistem KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) menjadi solusi strategis yang menjangkau
perencanaan tingkat nasional yang kemudian “diterjemahkan” ke dalam penanganan
lokal (tapak).
Melalui KPH, berbagai sumberdaya dapat disinergikan untuk mewujudkan
transfomasi dan desentralisasi kepemerintahan dan kelembagaan pengelolaan hutan.
Beberapa langkah penting menuju hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 2
a) Kepastian status dan fungsi sumberdaya hutan dan lahan bagi pengelolaan optimal
sekaligus pencegahan deforestasi serta degradasi hutan.
b) Pelaksanaan inventarisasi sumberdaya hutan dan pelaksanaan tata hutan dalam
rangka mengatur pemanfaatan sumberdaya hutan dan mengendalikan daya dukung
lingkungan hidup.
c) Transformasi pengelolaan kawasan hutan dan fungsi hutan pada tingkat
operasional, guna perwujudan tata ekonomi kehutanan yang lebih adil dan
berkelanjutan.
d) Pembangunan infrastruktur ekonomi maupun sosial bagi pengembangan wilayah;
dan pengembangan komoditi andalan di wilayah KPH.
e) Peningkatan efisiensi pelayanan bagi para pemegang ijin melalui akurasi informasi
lapangan serta pengendalian dan evaluasi berbasis kinerja.
Dengan karakteristik fisik, biologi, sosial, ekonomi, dan budaya yang berbeda-
beda maka setiap KPH pada umumnya memiliki isu strategis masing-masing.Dengan
teridentifikasinya isu strategis dimaksud, maka “spesifikasi” pembangunan KPH dapat
ditentukan.Sehubungan dengan adanya perubahan sistem pengelolaan, maka strategi
transisi atau pembenahan menjadi langkah awal yang sangat penting. Beberapa aspek
pembenahan yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut:
• Tata hutan (penataan, pengukuhan, organisasi areal kerja, dan daftar kelas hutan)
• Skema perlindungan dan pelestarian menjadi bagian yang integral serta strategis
dengan aspek pemanfaatan.
• Skema pendanaan dan pembiayaan menuju kemandirian secara bertahap.
• Kelembagaan dan organisasi yang sanggup membuat terobosan-terobosan baru.
• Pengelolaan sumberdaya manusia yang semakin professional.
• Perencanaan komprehensif jangka pendek, menengah, dan panjang.
• Ketrampilan enterpreunership yang andal.
• Manajemen kolaborasi, profesional, dan merakyat (agroforestry).
• Lintas kebijakan dan program dengan pemerintah.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 3
B. Maksud dan Tujuan
Maksud disusunnya dokumen ini adalah untukmemudahkan para pelaku
melaksanakan kegiatan pengelolaan diwilayah KPH Model Poigar berdasarkan
pemahaman dan persepsi yangsama dalam menginterpretasi tujuan yang ditetapkan.
Sedangkantujuan penyusunan dokumen ini adalah untuk memberikan arahandalam
halperencanaan dan pengelolaan wilayah KPH Model Poigar selama 10 (sepuluh) tahun
dari tahun 2014 s/d tahun 2024.
C. Sasaran
Sasaran penyusunan rencana pengelolaan KPH Model PoigarTahun Anggaran
2012 adalah tersusunnya rencana pengelolaan hutan jangka panjang (sepuluh tahun dari
tahun 2014 s/d tahun 2024) KPH Model Poigar di Kabupaten Bolaang Mongondow dan
Kabupaten Minahasa Selatan Provinsi Sulawesi Utara.
D. Ruang Lingkup
a) Pengelolaan KPH wajib melaksanakan perencanaan jangka pendek dan panjang yang
telah dipahami dan ditetapkan.
b) Dalam implementasinya, kawasan Hutan KPH Model Poigar terbagi kedalam blok-
blok inti, pemanfaatan, perlindungan, dan blok khusus berdasarkan fungsi masing-
masing.
E. Pengertian dan Batasan
1. Kesatuan Pengelolaan Hutan yang selanjutnya disebut KPH adalah wilayah
pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola
secara efisien dan lestari.
2. Kesatuan Pengelolaan Hutan Model adalah wujud awal KPH yang secara bertahap
dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual organisasi KPH di tingkat tapak.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 4
3. Organisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi yang selanjutnya disebut KPHP
adalah organisasi pengelolaan hutan produksi yang wilayahnya sebagian besar terdiri
atas kawasan hutan produksi yang dikelola Pemerintah Daerah.
4. Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi meliputi peralatan perkantoran,
peralatan transportasi dan peralatan lainnya.
5. Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak yang dapat menunjang atau
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi antara lain tanah,
bangunan, ruang kantor.
6. Fasilitasi sarana dan prasarana adalah bentuk dukungan Pemerintah kepada KPHL
dan KPHP berupa sarana dan prasarana.
7. Pengurusan Hutan adalah kegiatan penyelenggaran hutan yang meliputi perencanaan
kehutanan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan
latihan, serta penyuluhan kehutanan dan pengawasan.
8. Perencanaan adalah suatu proses penentuan tindakan-tindakan masa depan yang
tepat, melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
9. Perencanaan Kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan
perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan
pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
10. Rencana Kehutanan adalah produk perencanaan kehutanan yang dituangkan dalam
bentuk dokumen rencana spasial dan numerik serta disusun menurut skala geografis,
fungsi pokok kawasan hutan dan jenis-jenis pengelolaannya serta dalam jangka
waktu pelaksanaan dan dalam penyusunannya telah memperhatikan tata ruang
wilayah dan kebijakan prioritas pembangunan yang terdiri dari rencana kawasan
hutan dan rencana pembangunan kehutanan.
11. Rencana Pengelolaan Hutan adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang
memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam kurun jangka panjang dan pendek,
disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dan memperhatikan
aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan dalam
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 5
rangka pengelolaan kawasan hutan yang lebih intensif untuk memperoleh manfaat
yang lebih optimal dan lestari.
12. Tata Hutan adalah kegiatan rancang bangun unit pengelolaan hutan, mencakup
kegiatan pengelompokan sumberdaya hutan sesuai tipe ekosistem dan potensi yang
terkandung di dalamnya dengan tujuan untuk memperoleh manfaat sebesarbesarnya
bagi masyarakat secara lestari.
13. Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan; penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi dan
reklamasi hutan; perlindungan hutan dan konservasi alam.
14. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu
serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
15. Penggunaan kawasan hutan merupakan penggunaan untuk kepentingan
pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah status dan fungsi pokok kawasan
hutan.
16. Rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan
meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan
peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
17. Reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan
dan vegetasi hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan
peruntukannya.
18. Lahan Kritis adalah lahan yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan yang
telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai
pada batas yang ditentukan atau diharapkan.
19. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan
yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungai yang bersifat
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau laut secara alami yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas
daratan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 6
20. Tata Air DAS adalah hubungan kesatuan individual unsur-unsur hidrologis yang
meliputi hujan, aliran sungai, peresapan dan evapotranspirasi dan unsur lainnya yang
mempengaruhi neraca air suatu DAS.
21. Reboisasi adalah upaya pembuatan tananam jenis pohon hutan pada kawasan hutan
rusak yang berupa lahan kosong/terbuka, alang-alang atau semak belukar dan hutan
rawang untuk mengembalikan fungsi hutan.
22. Penanaman pengkayaan reboisasi adalah kegiatan penambahan anakan pohon pada
areal hutan rawang yang memiliki tegakan berupa anakan, pancang, tiang dan pohon
200-400 batang/ha, dengan maksud untuk meningkatkan nilai tegakan hutan baik
kualitas maupun kuantitas sesuai fungsinya.
23. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan
dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembanguan berkelanjutan.
24. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang lahan pada penggunaan
(secara vegetatif dan/atau sipil teknik) yang sesuai dengan kemampuan lahan
tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar
tidak terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan secara lestari.
25. Perlindungan hutan adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan hutan,
kawasan hutan dan hasil hutan, yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak,
kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit, serta mempertahankan dan menjaga
hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan,
investasi serta perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan hutan.
26. Tata Batas dalam wilayah KPH adalah melakukan penataan batas dalam wilayah
kelola KPH berdasarkan pembagian Blok dan petak.
27. Inventarisasi hutan adalah rangkaian kegiatan pengumpulan data untuk mengetahui
keadaan dan potensi sumber daya hutan serta lingkungannya secara lengkap.
28. Blok adalah bagian wilayah KPH yang dibuat relatif permanen untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pengelolaan.
29. Petak adalah bagian dari blok dengan luasan tertentu dan menjadi unit usaha
pemanfaatan terkecil yang mendapat perlakuan pengelolaan atau silvikultur yang
sama.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 7
30. Wilayah tertentu antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum
menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya berada di luar
areal izin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan.
31. Evaluasi adalah suatu proses untuk mengukur pencapaian suatu tujuan tertentu yang
telah ditetapkan serta dilakukan secara sistematik dan teratur, hasilnya digunakan
sebagai umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan perencanaan selanjutnya.
32. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan,
memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu
serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
33. Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh sehingga
diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal
dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.
34. Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa
lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya.
35. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak
mengurangi fungsi pokoknya.
36. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan
dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.
37. Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu adalah kegiatan untuk mengambil
hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan waktu, luas
dan/atau volume tertentu.
38. Izin pemanfaatan hutan adalah izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang
yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa
lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu, dan izin
pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada areal hutan yang telah
ditentukan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 8
39. Izin usaha pemanfaatan kawasan yang selanjutnya disingkat IUPK adalah izin usaha
yang diberikan untuk memanfaatkan kawasan pada hutan lindung dan/atau hutan
produksi.
40. Izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan yang selanjutnya disingkat IUPJL adalah
izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan jasa lingkungan pada hutan lindung
dan/atau hutan produksi.
41. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu yang selanjutnya disingkat IUPHHK
dan/atau izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disebut
IUPHHBK adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa
kayu dan/atau bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan
pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan dan pemasaran.
42. IUPHHK restorasi ekosistem dalam hutan alam adalah izin usaha yang diberikan
untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki
ekosistem penting sehingga dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui
kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk
penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan
fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur non hayati
(tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang asli, sehingga
tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
43. IUPHHK dan/atau IUPHHBK dalam hutan tanaman adalah izin usaha yang
diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dan/atau bukan kayu dalam
hutan tanaman pada hutan produksi melalui kegiatan penyiapan lahan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pemasaran.
44. Izin pemungutan hasil hutan kayu yang selanjutnya disingkat IPHHK adalah izin
untuk mengambil hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan
pemanenan, pengangkutan, dan pemasaran untuk jangka waktu dan volume tertentu.
45. Izin pemungutan hasil hutan bukan kayu yang selanjutnya disingkat IPHHBK
adalah izin untuk mengambil hasil hutan berupa bukan kayu pada hutan lindung
dan/atau hutan produksi antara lain berupa rotan, madu, buah-buahan, getah-getahan,
tanaman obat-obatan, untuk jangka waktu dan volume tertentu.
46. Hutan tanaman industri yang selanjutnya disingkat HTI adalah hutan tanaman pada
hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri kehutanan untuk
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 9
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur
dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan.
47. Hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada
hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan
potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka
menjamin kelestarian sumber daya hutan.
48. Hutan tanaman hasil rehabilitasi yang selanjutnya disingkat HTHR adalah hutan
tanaman pada hutan produksi yang dibangun melalui kegiatan merehabilitasi lahan
dan hutan pada kawasan hutan produksi untuk memulihkan, mempertahankan dan
meningkatkan fungsi lahan dan hutan dalam rangka mempertahankan daya dukung,
produktivitas dan peranannya sebagai sistem penyangga kehidupan.
49. Sistem silvikultur adalah sistem budidaya hutan atau sistem teknik bercocok tanaman
hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemai, menanam, memelihara
tanaman dan memanen.
50. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah.
51. Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan
untuk memberdayakan masyarakat.
52. Hutan desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh
desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa.
53. Iuran izin usaha pemanfaatan hutan yang selanjutnya disingkat IIUPH adalah
pungutan yang dikenakan kepada pemegang izin usaha pemanfaatan hutan atas suatu
kawasan hutan tertentu.
54. Provisi sumber daya hutan yang selanjutnya disingkat PSDH adalah pungutan yang
dikenakan kepada pemegang izin sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan
yang dipungut dari hutan negara.
55. Dana reboisasi yang selanjutnya disingkat DR adalah dana yang dipungut dari
pemegang IUPHHK dalam hutan alam pada hutan produksi untuk mereboisasi dan
merehabilitasi hutan.
56. Perorangan adalah Warga Negara Republik Indonesia yang cakap bertindak menurut
hukum.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 10
57. Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumen-dokumen yang merupakan
bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil
hutan.
58. Industri primer hasil hutan kayu adalah pengolahan kayu bulat dan/atau kayu bahan
baku serpih menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
59. Industri primer hasil hutan bukan kayu adalah pengolahan hasil hutan berupa bukan
kayu menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
60. Pengendalian adalah suatu proses atau upaya untuk mengurangi atau menekan
penyimpangan yang mungkin terjadi, sehingga diperoleh suatu hasil sesuai dengan
yang telah ditetapkan melalui pemantauan, pengawasan dan penilaian kegiatan.
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 11
II. DESKRIPSI KAWASAN
A.Risalah Wilayah KPHP
a. LetakdanLuas
KPHP Model Poigar memiliki luas areal lebih kurang 41.597 ha yang
terbentangdari 0°49′54″ hingga 1°13′10″ LU dan dari 124°6′23″ hingga 124°30′46″ BT,
dimana secara administratif berada dalam wilayah administrasi
pemerintahanProvinsiSulawesi Utara, yang mencakupduakabupatenyaitu Kabupaten
Bolaang Mongondow denganluaskawasanhutan25.014 ha (60,13 %) dan Kabupaten
Minahasa Selatandengan luaskawasan hutan 16.583 ha (39,87 %). Berdasarkan SK.
MenteriKehutanan No. 788/ MENHUT-II/2009, wilayah KPH
Poigarterbagikedalamfungsikawasan HutanProduksi/ HutanProduksiTerbatas (HP/HPT)
seluas 36.332 ha (87,34 %), dankawasan HutanLindung (HL) termasukhutan bakau di
sebagian pesisir pantai seluas 5.265 ha (12,66
%).Luasantersebutberbedadenganhasiltatahutan KPH Model
Poigarkarenatatahutanmenggunakan update tatabataskawasanhutan.
KPHPModel Poigar di kelilingidesa-desa yang
sebagianbesarmasyarakatnyamenggantungkanhidupnyadarikawasanhutan yang ada di
wilayah KPH Poigar, interaksiinimempunyainilai plus dan minus,
sehinggadalampengelolaankawasanhutanharusmemperhatikanaspekmasyarakat.Wilaya
h kecamatan dan desa/kelurahan di KabupatenBolaangMongondowyang letaknya
berdampingandengan kawasan KPHPModel Poigar adalah wilayah Kecamatan
Poigar(Desa Wineru, Nanasi dan Pomoman), Kecamatan Bolaang
(DesaSolimandungan, Lolan, Inobonto, Langagon, Komangan, Muntoi) danKecamatan
Bilalang (Desa Tuduaug, Kalingangaan dan Bilalang).Sedangkan, wilayah kecamatan
dan desa/kelurahan di kabupatenMinahasa Selatan yang letaknya berdampingandengan
kawasan KPH Model Poigar adalah wilayah KecamatanModoinding (Desa Mokobang,
Pinasungkulan, Temboan), KecamatanTompaso Baru (Desa Torout dan Sion),
Kecamatan Ranoiapo (DesaRanoiapo), Kecamatan Motoling (Desa Raaanan Baru,
Tondey dan Kroit),Kecamatan Kumelembuai (Desa Makasili dan Kumelembuai),
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 12
KecamatanSinonsayang (Desa Ongkaw, Aergale, Tanamon dan Durian),
KecamatanTenga (Desa Tiniawangko) dan Kecamatan Amurang Barat(Desa/kelurahan
Teep, Kapitu, Kawangkoan Bawah, Rumoong Bawah,Tewasen, Pondos dan Elusan).
b. AksibilitasKawasan
Kawasan KPHP Model Poigar yang berbentuk segitiga dibatasi dan dilalui
olehjalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten. Jalan arteri negara TransSulawesi:
Manado –Amurang – Inobonto terdapat di sepanjang pantai Utara darikawasan dan
berarah Timurlaut-Baratdaya. Jalan arteri ini bercabang di Inobontoyang menuju ke
Kotamobagu dan Gorontalo. Ruas jalan arteri provinsiKotamobagu – Inobonto ini
berada di sebelah selatan kawasan dan berarahBaratlaut-Tenggara. Kedua jalan tersebut
relatif datar dibandingkan dengan jalurjalan yang terdapat di sebelah Timur kawasan,
yakni jalur jalan Kotamobagu –Modoinding – Amurang yang berarah Utara - Selatan.
Ketiga jalur jalan utamatersebut memberikan akses pertumbuhan terhadap kota
kabupaten dan kota-kotakecamatan disekitarnya, serta menumbuhkan kesempatan
pengelolaan terhadapsumber daya alam sekitarnya. Pada tiap jalur jalan tadi terdapat
jalan-jalansekunder dan tersier yang masuk ke dalam kawasan hutan Poigar.
c. Batas-Batas danSejarah Wilayah
PemerintahProvinsi Sulawesi Utara padabulan Mei 2007 telahmenunjuk 9
(sembilan) unit KesatuanPengelolaanHutan yang tersebarpada 13
wilayahadministrasipemerintahankabupaten/kotasebagaibahanusulankePemerintahP
usat (cq. DepartemenKehutanan). Unit-unit KPH dimaksudantaralain KPH(L)
Sangihe, KPH (L) Talaud, KPH(P) BolaangMongondow I, KPH(P)
BolaangMongondow II, KPH (P) BolaangMongondow III, KPH(P)
BolaangMongondow-Minahasa, KPH(L) Minahasa I, KPH(L) Minahasa II dan
KPH(P) Minahasa III.
Pemerintahpusatmaupunpemerintahdaerahmelalui PP No.6 tahun 2007
memilikitujuanuntukmengembangkanpengelolaanhutandenganmeningkatkanperansert
aaktifmasyarakatdanmembukapeluangbagiparapihak(stakeholders)
untukberpartisipasiaktifdalampembangunankehutanan yang
dituangkankedalambentuk KPH model.
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 13
Dalamperkembanganlebihlanjutdansejalandengankebijakanpemerintahpusatdandaerah
untukmenetapkan 1 (satu) unit KPH model padasetiapwilayahprovinsi, makadari unit-
unit KPH yang ada, unit KPH(P) BolaangMongondow-
Minahasadisepakatidalamkoordinasiinstansikehutanan di daerahsebagai KPH model
di Provinsi Sulawesi Utara dengannomenklatur KPHP Model
ProduksiPoigarataudisingkatdengan KPH Poigar.
PenamaanPoigaritusendiridisampingmengambildaridominansiwilayah KPH model
yang beradapadawilayah DAS Poigarjugamerupakanistilah yang
telahdikenalluasolehmasyarakatsetempatdanpemerintahdaerah.
Instansi KPHP Model Poigar sebagai pemegang hak pengelolaan hutan yang telah
dibentuk dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK. 788/MENHUT-II/2009
tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model
Poigar, Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kabupaten Minahasa Selatan, dan
Peraturan Gubernur Sulawesi Utara Nomor 4 Tahun 2011 tanggal 16 Maret 2011
tentang Perubahan Peraturan Gubernur Sulawesi Utara Nomor: 94 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas pada Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi
Utara.
d. Pembagian Blok
HasiltatahutanberdasarkanstandardankriteriasesuaiPerdirjenPlanologiKehutanan
No.P. 5/VII-WP3H/2012)
memperlihatkanbahwapembagianblokdalamkawasanHutanLindungterdapat 2 (dua)
blokyaitu Blok Intiseluas5.212,21hadan Blok Pemanfaatanseluas202,13 ha,
sedangkandalamkawasanHutanProduksi/ProduksiTerbatasterdapat 4 (empat) blokyaitu
Blok Pemanfaatan HHK-HA seluas13.029,33 ha, Blok Pemanfaatan HHBK
seluas1.460,53 ha, Blok Pemberdayaanseluas17.332,48ha, dan Blok
Perlindunganseluas4.360,32 ha.
Tabel1.Pembagian Blok PadaKawasanHutan KPH Model Poigar
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 14
Sumber: Tata Hutan KPH Model Poigar2012
B.Potensi Wilayah
Wilayah KPHP Model Poigarmemilikihutan yang
termasukkedalamkategorilahanhutanlahankeringdibawah 1000 meter
dankondisitempattermasukhutansekunderdengankerapatansedang.KPHP Model Poigar
juga terdapat lahan budidaya yang dikelola oleh masyarakat setempat, seperti
perkebunan kelapa, cengkih dan pertanian lahan kering lainnya, termasuk beberapa
lokasi pemukiman masyarakat. LuaskawasanhutanpadaKPHP Model
PoigarberdasarkankelaspenutupanlahandisajikanpadaTabel2.
Tabel 2.KelasPenutupanLahan Wilayah KPHP Model Poigar
Tabel 4. Kelas Penutupan Lahan Wilayah KPH Model Poigar
Hutan
Primer
Hutan
sekunder
Hutan
Mangrove
Primer
Semak
Belukar
Perkebun
an/Kelapa
Permukima
n
Pertanian
Lahan
Kering
Pertanian Lahan
Kering Campur
Semak
SawahJumlah
Total
1 HL. Bakau Tg. Walintua – – 101.57 – – 5.69 74.25 10.94 19.09 211.54
2 HL.Gn. Bumbungon 1 – 1,117.65 – 26.52 – – 53.93 76.55 – 1,274.65
3 HL. Gn. Bumbungon 2 – 849.34 – – – – 515.78 393.23 – 1,758.35
4 HL. Gn.Lolombulan – 1032.08 – 15 – – – 138.84 6.85 1,192.77
5 HL. Gn. Popotelu – – – – – – 76.8 336.97 – 413.77
6 HL. Torout – 227.17 – – – – – 335.16 0.94 563.27
7 HP. Inobonto-Poigar 861.29 3,908.80 – 864.32 0.72 2.3 1,955.59 7,601.88 0.86 15,195.76
8 HP. Torout 20.28 579.94 – 250.57 – – 12.22 1,018.53 – 1,881.54
9 HPT. Gn. Bumbungon – 9,844.21 – 1809.29 – – 1037.75 2,021.01 – 14,712.26
10 HPT. Gn. Lolombulan – – – – – – – 488.61 – 488.61
11 HPT. Gn. Sinonsayang – 49.84 – – – 3.53 – 3,851.12 – 3,904.49
Jumlah Total 881.57 17,609.03 101.57 2965.7 0.72 11.52 3726.32 16272.84 27.74 41,597.0
Kelas Penutupan Lahan
No Kawasan Hutan
Sumberdata :Pengolahan SIG BPKH Wilayah VI, 2012
Berdasarkanhasilinventarisasihutan di lapanganpadaseluruhpopulasiditemukan
100 jenispohon, yang terdiridarijeniskelompokjenismeranti/
kelompokkomersialsatusebanyak 8 jenis, kelompokjeniskayurimbacampuran/
No NAMA KAWASAN HUTAN
BLOK
PEMANFAATAN
HHBK (Ha)
BLOK
PEMANFAATAN
HHK-HA (Ha)
BLOK
PEMBERDAYAAN
(Ha)
BLOK
PERLINDUNGAN
(Ha)
HL BLOK
INTI (Ha)
HL BLOK
PEMANFAATAN
(Ha)
Jumlah (Ha)
1 HL. BAKAU Tg. WALINTAU - - - - 211.54 211.54
2 HL. Gn. BUMBUNGON 1 - - - - 1,274.65 1,274.65
3 HL. Gn. BUMBUNGON 2 - - - - 1,758.35 1,758.35
4 HL. Gn. LOLOMBULAN - - - - 990.64 202.13 1,192.77
5 HL. Gn. POPOTELU - - - - 413.77 413.77
6 HL. TOROUT - - - - 563.26 563.26
7 HP. INOBONTO-POIGAR 1,004.83 4,550.81 8,763.66 876.47 - 15,195.76
8 HP. TOROUT - 641.87 1,239.67 - - 1,881.54
9 HPT. Gn. BUMBUNGON - 7,836.66 3,391.75 3,483.85 - 14,712.26
10 HPT. Gn. LOLOMBULAN - - 488.61 - - 488.61
11 HPT. Gn. SINONSAYANG 455.70 - 3,448.79 - - 3,904.49
1,460.53 13,029.33 17,332.48 4,360.32 5,212.21 202.13 41,597.00 Jumlah
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 15
kelompokkomersialduasebanyak 23 jenis,
kelompokjeniskayueboni/kelompokindahsatusebanyak 3 jenis,kelompokjeniskayuindah/
kelompokindahduasebanyak 5 jenisdan61 jenis yang
tidakteridentifikasikedalamkelompokjenis. Jeniskayudominan yang
ditemukanadalahJabon (AnthocepallusmicropillusMiq), Aras (Ficus variegate),
Kenanga (CanangaodorataHook.f.et.Th), danNantu (Palaquiumobtusifolium).
Potensitegakanhutanadalahsebesar 174,646 m³/ha denganjumlahpohonsebanyak
117,83batang/ha. Potensipermudaantingkattiangmemilikijumlah yang
lebihbanyakdibandingkantingkatsemaidanpancang.Selainjenis-jeniskayu yang
ditemukanjenis-jenis non kayu yang dijumpaiberupatanamanangrek, seho (aren)
danrotandalamjumlah yang relative sedikit. Hasilpengamatanlapangandanbincang-
bincangdenganmasyarakat yang seringmasukkelokasikawasan areal KPHP Model
Poigardijumpaibabihutan, burungtaon, yaki (monyet), kuskus, maleo,
rusadanular.Selainitupadakawasanhutan KPHP Model Poigarditemukan air
terjundansumbermata di kawasanHL.Gn. Lolombulan, HPT Gn. Bumbungandan HP
Inobonto-Poigar yang dimanfaatkanmasyarakatDesaPakuUre 3, DesaAergale,
danDesaTandoysebagaisumber air minummasyarakat.
C. SosialBudaya
Sebagian besar penduduk di Kabupaten Bolaang Mongondow mempunyaimata
pencaharian sebagai petani dan nelayan. Pada umumnya profesi petani dannelayan
tersebut bersifat tradisional, karena mereka menggeluti profesi tersebutsecara turun
temurun dan merupakan bagian dari tradisi masyarakat terutama yangtinggal di wilayah
pedesaan. Penghasilan petani yang berladang tanamansemusim dengan luasan terbatas,
tentu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhanhidup keluarga, sehingga masih
diperlukan alternatif sumber ekonomi yang lain.Dari kondisi yang ada sering
menjadikan masyarakat desa sekitar hutan sebagaiburuh penebang kayu atau perambah
hutan.Keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar dan kurangnya modal menyebabkan
rendahnya produktifitas yang mengakibatkan rendahnya pendapatan yang diterima.
Kerukunan hidup umat beragama di Kabupaten Bolaang Mongondow
danKabupaten Minahasa Selatan telah terbina dengan baik. Sebanyak 335.624
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 16
orangKabupaten Bolaang Mongondow menganut agama Islam, 136.991 orangmenganut
agama Protestan, sisanya menganut agama Katolik (9.898 orang),Hindu (17.858 orang)
dan Budha (846 orang). Di Kabupaten Minahasa Selatansebanyak 34.092 orang
menganut agama Islam, 252.665 orang menganut agamaProtestan, sisanya menganut
agama Katolik (10.393 orang) dan Budha (104orang).
Nilai-nilai budaya masyarakat adalah pedoman yang memberi arah danorientasi
terhadap hidup dan bersifat umum. Sebaliknya norma yang berupaaturan-aturan untuk
perilaku bersifat khusus, sedangkan perumusannya seringbersifat amat terperinci, jelas
dan tegas. Bagi masyarakat Mongondow, khususnya masyarakat desa-desa di
Kecamatan Inobonto, masih menjunjung adat istiadat, pada setiap desa terdapat
pemangku adat yang sering diketuai juga oleh Kepala Desa (Sangadi). Bagi masyarakat
Minahasa, kepala desa dinamakanHukum Tua dan masih menjunjung adat istiadat
Minahasa.Dari sisi budaya masyarakat terdapat 5 (lima) etnis masyarakat yanghidup
berdampingan dengan rukun dan damai yaitu : etnis BolaangMongondow, Minahasa,
Gorontalo, Sangir Talaud dan Bolang Itang.Kelima etnis tersebut hidup berbaur secara
rukun dan damai dengansemboyan : Mototabian, Mototanoban Bo Mototompiaan untuk
masyarakatdi Kabupaten Bolaang Mongondow dan Cita Waya Esa untuk masyarakatdi
Kabupaten Minahasa Selatan.
Moposad dan moduduran merupakan istilahpadapranata sosial yang bersifat
tolongmenolongdalam menjaga keserasian lingkungan sosial padamasyarakat
Mongondow.Sedangkanmasyarakat Minahasa mengenalistilahmapalus yang merupakan
pranata tolong menolong dalam kegiatan pertaniandan kegiatan sehari-hariyang
berkaitan dengan kepentingan umum. Masyarakat Minahasa dan Mongondow
mempunyai sifat ramah, damai danrasa gotong-royong yang tinggi untuk mendorong
proses pembangunan dilingkungannya sendiri.
Seiring dengan meningkatnya perekonomian di
KabupatenBolaangMongondowdanMinahasa Selatan, PDRB perkapita masyarakat di
keduakabupatentersebutjugamengalami peningkatan, dimana untuk tahun2008 sebesar
4,46 juta rupiah meningkat menjadi 4,61juta rupiah padatahun 2009 di
KabupatenBolaangMongondow (BolaangMongondowdalamangka, 2011).Sedangkan di
KabupatenMinahasa Selatan terjadipeningkatanpendapatan per kapitadaritahun 2007
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 17
sebesar 9,5juta rupiah menjadi 10,8 juta rupiah padatahun 2009
(ProfilKabupatenMinahasa Selatan, 2010).
Struktur ekonomi KabupatenBolaangMongondow tahun 2009 didominasi oleh
sektorpertanian dengan peranan sebesar 52,08%, diikuti oleh sektor jasa-jasa
sebesar13,82%; sektor bangunansebesar11,16%dansektor perdagangan, hotel dan
restoransebesar 9,4%. Kontribusi sektor kehutanan terhadap perekonomian
KabupatenBolaangMongondowsebesar 1,3%.Sedangkan struktur ekonomi
KabupatenMinahasa Selatan tahun 2008 didominasi oleh
sektorpertaniandengankontribusisebesar 29,55%, sektorbangunansebesar 17,80%,
sektortransportasidankomunikasisebesar 11,43% dansektor industry pengolahansebesar
11,02% (ProfilKabupatenMinahasa Selatan, 2010).
D.Ijin-IjinPemanfaatan Dan PenggunaanKawasanHutan
Ijinpemanfaatanhutanpadakawasanhutan KPHP Model Poigarberupa IUPHHK
tidakditemukan, Ijin-ijinPemanfaatan kawasanberupa HTR masihbersifat areal
pencadangan yang berada di KabupatenMinahasa Selatan
danKabupatenBolaangMongondow, sedangkan untuk Ijin Penggunaan tidak ditemukan,
hanyatambang-tambang liar olehmasyarakatdanIUP yang belum ada tindak lanjut
sampai mendapatkan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan serta
terdapat beberapadesa-desa yang beradadidalam/sekitarkawasanhutan
E. PosisiKPHP Model PoigardalamPerspektif Tata Ruang
Mengacupadarencanausulan review Tata RuangKabupatenMinahasa Selatan
danKabupatenBolaangMongondowtahun 2012, keberadaanposisi KPHP Model Poigar
yang beradadalam 2 (dua)
wilayahadmistratifKabupatensehinggadalampembentukaninstitusi KPHP Model
PoigarmenjadiwewenangProvinsi Sulawesi Utara. Kondisitersebutmakarencana detail
tataruangkabupaten (RDTK) KabupatenMinahasa Selatan
danKabupatenBolaangMongondow yang diusulkanmasihmenunggu RDTP Provinsi
Sulawesi Utara tahun 2012 danperkembangan review RTRWP
masihdalamtahappembahasanditingkatnasional. Berdasarkanusulanperubahandari
review Tata RuangKabupatenMinahasa Selatan
danKabupatenBolaangMongondowTahun 2012,
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 18
mengindikasikanadanyatumpangtindihpolapemanfaatanruangpembangunandenganpolap
emanfaatanruangdalamtatahutan KPHP Model Poigar.
F. IsuStrategis, Kendala, Permasalahan
Pengelolaanhutanmemilikiisu-isustrategis yang
berpengaruhdalampengelolaanhutanjangkapanjang KPHP Model Poigarsebagaiberikut:
a. Pemantapankawasanhutan
b. Degradasidandeforestasikawasanhutan
c. PercepatanpembangunanHutanTanaman Rakyat (HTR)
d. Perdagangan Carbon
e. Pengelolaanhutanlestari
f. Tingkat perekonomianmasyarakat yang relative rendah
Dalammenghadapiisu-isustrategisdiatas, pengelolaanhutan KPHP Model
Poigarakanmenghadapikendala-kendalasebagaiberikut:
a. Pemahamanmasyarakatakanfungsihutansebagaipenyanggakehidupandanperlindu
nganekosisitemmasih relative rendah
b. Masyarakatbelummengetahuibatas-bataskawasanhutansecarapasti
c. Ketergantunganmasyarakatdidalam/sekitarhutan yang
tinggiterhadaphutansebagaisumberpenghidupan
d. Terdapatpemukimanmasyarakatdidalamkawasanhutan
Dengankendala-kendala yang ada, pengelolaanhutan KPHP Model
Poigarmasihmenghadapipermasalahan-permasalahansebagaiberikut:
a. Koordinasiantarinstasidan stakeholder terkait yang belumberjalandenganbaik
b. Masyarakatdanpemerintahsetempatmasihbelummemahamidenganbenartujuanda
nsasarandaripembangunan KPHP Model Poigar
c. Masyarakatdanpemerintahsetempatmasihbelummemahamidenganbenarmanfaatp
embangunan KPHP Model Poigar
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 19
III. VISI DAN MISI PENGELOLAAN HUTAN
Untukpengelolaanhutan KPHP Model
Poigardapatberjalandenganbaikdanmemberikankontribusibuatpembangunannasional,
regional, daerahsetempatdanmeningkatkankemakmuranmasyarakat, diperlukan
“VisidanMisi” dalampengelolaanhutantingkattapak.
Visipengelolaanhutan KPHP Model Poigaryaitu
“mengoptimalkanfungsipengelolaanpadasetiapblok-
blokpengelolaanberdasarkanasaskelestarianhasildanekosistemhutanuntukkesejahteraanmasy
arakatsekitarhutan”. Agar tercapainyavisitersebut, misipengelolaanhutanadalah:
1. Membangun KPHP Model Poigarmenjadikankawasanhutan yang
profisionaldanmandiridalampengelolaanhutan
2. Membangun KPHP Model Poigarmenjadikankawasanhutan yang produktifdanlestari
3. Membangun KPHP Model Poigarmenjadikankawasanhutan yang
memberikankontribusibagikesejahteraanmasyarakat
4. Membangun KPHP Model Poigarmenjadimitramasyarakatdalampengelolaanhutan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 20
IV. ANALISIS DAN PROYEKSI
A. Analisis SWOT
Analisis SWOT berusaha mengelompokkan faktor-faktor internal (kekuatan dan
hambatan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) yang merupakan dasar
pemikiran alternatif pengembangan suatu usaha. Identifikasi perlu dilakukan terhadap
berbagai faktor internal baik faktor internal atau pengaruh dari dalam maupun faktor
eksternal atau pengaruh dari luar atau dengan percataan lain dilakukan analisis
SWOT.Metoda analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Treats) atau
analisis atas dasar kekuatan (S), kelemahan (W), peluang (O) dan ancaman (T) pada
KPHP Model Poigar dilakukan dengan meletakkan asumsi atau batasan dengan
penjelasan sebagai berikut :
1. Strategi atas rancangan pembangunan KPHP Model Poigar ditentukan oleh isu-
isu penting. Dalam hal ini terdapat 2 (dua) faktor isu yang diyakni isu faktor
dalam (internal) dan isu faktor luar (eksternal).
2. Faktor internal sebagai faktor kekuatan yang diasumsikan dapat mendorong
upaya optimalisasi rancangan pembangunan dan faktor eksternal berhubungan
dengan beberapa peluang utama yang akan meningkatkan statu keberhasilan
pencapaian tujuan termasuk juga berbagai kendala yang mungkin terjadi selama
seluruh rangkaian dokumen perencanaan diaplikasikan di tingkat tapak.
3. Memberikan bobot pada setiap variabel dari faktor internal maupun faktor
eksternal dengan batasan berkisar dari 0,0 untuk hal yang tidak urgen sampai
dengan 1,0 untuk hal yang sangat urgen.
4. Memberikan urutan (rating) bagi setiap variabel yang ditelaah atas dampak
dengan nilai sebagai berikut :
a. Faktor internal
1). Kekuatan (S)
a) Sangat kurang berperan dengan nilai 1
b) Kurang berperan dengan nilai 2
c) Berperan dengan nilai 3
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 21
d) Agak berperan dengan nilai 4
e) Sangat berperan dengan nilai 5
2). Kelemahan (W)
a) Sangat kurang mengancam dengan nilai 1
b) Kurang mengancam dengan nilai 2
c) Mengancam dengan nilai 3
d) Agak mengancam dengan nilai 4
e) Sangat mengancam dengan nilai 5
b. Faktor eksternal
1). Peluang (O)
a) Sangat kurang berperan dengan nilai 1
b) Kurang berperan dengan nilai 2
c) Berperan dengan nilai 3
d) Agak (lebih) berperan dengan nilai 4
e) Sangat berperan dengan nilai 5
2). Ancaman (T)
a) Sangat kurang mengancam dengan nilai 1
b) Kurang mengancam dengan nilai 2
c) Mengancam dengan nilai 3
d) Agak (lebih) mengancam dengan nilai 4
e) Sangat mengancam dengan nilai 5
5. Merekapitulasi statu penentuan mulai dari skoring dalam statu matriks analisis
faktor baik untuk faktor internal maupun faktor eksternal dari statu rancangan
pembangunan KPHP Model Poigar yang telah ditempuh sampai dengan saat
pelaksanaan analisis transek termasuk hasil diskusi Publik di tingkat kabupaten
dengan stakeholder terkait.
6. Menghitung nilai (skor) terhitung dari masing-masing variabel setiap faktor untuk
dapat memberikan ketrampilan prioritas penanganan dalam batasan sebagai
berikut :
a. Sangat prioritas dengan kodefikasi I
b. Agak prioritas dengan kodefikasi II
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 22
c. Prioritas dengan kodefikasi III
d. Kurang prioritas dengan kodefikasi IV
e. Sangat kurang prioritas dengan kodefikasi V
7. Menyusun integrasi atas berbagai faktor internal maupun eksternal dalam statu
matriks kuadran untuk memperoleh sintesa atas statu pernyataan yang telah
disampaikan.
8. Menyusun analisis strategi dan pilihan yang dihubungkan dengan visi dan misi
KPHP Model Poigar serta nilai-nilai untuk memperoleh urutan Faktor Kunci
Keberhasilan (FKK) dengan batasan nilai angka yang digunakan sebagai berikut:
a. Sangat terkait dengan nilai 4
b. Terkait dengan nilai 3
c. Kurang terkait dengan nilai 2
9. Keseluruhan hasil urutan FKK disusun berdasarkan urutan prioritas sebagai bahan
telaahan Tim terutama atas hasil pelaksanaan tugas (identifikasi Tim lapangan
untuk usulan solusi permasalahan rancangan pembangunan KPHP Model Poigar
yang lebih realistis di masa yang akan datang.
Berdasarkan karakteristik kawasan dan potret kondisi sosekbud masyarakat dan
sebagainya, maka faktor-faktor kunci yang dapat diidentifikasi mempengaruhi tujuan
tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Areal yang akan dikembangkan menjadi KPHP Model Poigar tidak kompak atau
sebagian tersebar dalam beberapa tempat terpisah dengan luas keseluruhan 41.597
ha.
2. Areal KPHP Model Poigar memiliki lebih dari satu fungsi peruntukan yakni HP
dan HPT dengan total luas 36.332 ha (87,34 %) dan HL termasuk hutan bakau
seluas 5.265 ha (12,66 %).
3. Luas kawasan yang telah terdegradasi dan diokupasi masyarakat untuk aktifitas
pertanian dan pemukiman relatif besar dari indikasi penafsiran citra landsat.
4. Pemahaman tanah negara sebagai milik bersama (open access).
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 23
5. Areal KPH Model Poigar terletak pada wilayah DAS yang aliran sungainya saat
ini dalam perencanaan pengembangan pemanfaatan sumberdaya air dan
digunakan untuk irigasi.
6. Kondisi topografi sebagian didominasi oleh lereng curam hingga sangat curam.
7. Aksesibilitas menuju kawasan hutan relatif tinggi.
8. Terdapat sebagian wilayah pemukiman masyarakat di dalam kawasan
9. Potensi kayu pada areal bekas tebangan masih cukup tinggi disebagian areal HPT.
10. Adanya demand atas HHK dan HHBK untuk memenuhi kebutuhan lokal maupun
ekspor daerah yang terus meningkat.
11. SDM teknis kehutanan yang potensial ditingkat kabupaten belum merata.
12. Sosialisasi penyuluhan dan penerapan sanksi hukum bagi oknum perusak hutan
(perambahan dan illegal logging) masih lemah di daerah.
13. Budaya masyarakat untuk menanam kayu telah terbiasa.
14. Sumberdaya manusia lokal sebagai pekerja di dalam kegiatan KPH cukup
tersedia.
15. Peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah cq. Departemen
Kehutanan yang sangat kuat dan konsisten dalam mewujudkan KPH.
16. Adanya dukungan kebijakan pemerintah provinsi dan kedua kabupaten cukup
baik.
17. Persepsi stakeholder khususnya instansi terkait belum sepenuhnya terbangun.
18. Adanya visi, misi, sasaran dan strategi Departemen Kehutanan, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten untuk upaya perbaikan dan pemulihan lahan
kawasan hutan.
19. Adanya kegiatan HTR dan kampanye lingkungan hidup.
20. Dukungan dana pemerintah provinsi dan kedua kabupaten belum jelas.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 24
Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam pencapaian
tujuan diperoleh urutan/rangking nilai, baik untuk faktor internal maupun eksternal sebagai
berikut :
1. Faktor Internal
a. Kekuatan (S)
1). Terdapat political will berupa peraturan perundangan undangan dan kebijakan
pemerintah cq. Departemen Kehutanan yang sangat kuat dan konsisten dalam
mewujudkan KPH.
2). Potensi kayu pada areal bekas tebangan (LOA) masih cukup tinggi di sebagian
areal HPT berupa hutan primer.
3). Adanya dukungan kebijakan pemerintah provinsi dan kabupaten yang cukup
baik.
4). Aksesibilitas menuju kawasan hutan relatif tinggi.
b. Kelemahan (W)
1). Areal KPH yang tidak kompak atau tersebar secara terpisah di beberapa lokasi
dan berada pada 2 wilayah administrasi kabupaten.
2). Anggaran terbatas khususnya dari pemerintah provinsi dan kabupaten.
3). Kawasan KPH model memiliki lebih dari 1 fungsi peruntukan hutan (HP, HPT
dan HL).
4). Kawasan KPH model sebagian didominasi lereng curam
2. Faktor Eksternal
a. Peluang (O)
1). Permintaan hasil hutan kayu tinggi, memberi peluang tingginya nilai kelayakan
usaha KPH Bolaang Mongondow-Minahasa.
2). Tersedia SDM lokal yang memadai (adanya lulusan Fakultas Kehutanan di
Kotamobagu dan Program studi ilmu kehutanan di Fakultas Pertanian)
3). Sebagian besar masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan memiliki budaya
menanam pohon (animo tinggi)
4). Adanya kegiatan HTR dan kampanye lingkungan hidup.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 25
b. Ancaman (T)
1). Degradasi dan okupasi kawasan hutan tinggi dalam bentuk perladangan,
perkebunan bahkan pemukiman.
2). Pemahaman terhadap tanah negara (hutan) sebagai tanah bebas, sehingga
sumberdaya yang ada di dalamnya pun bebas dikuasai.
3). Persepsi stakeholders khususnya instansi terkait belum sepenuhnya terbangun.
Dengan penetapan faktor S, W, O dan T yang dominan tersebut di atas dan batasan
pembobotan yang telah ditetapkan, maka dapat dilakukan analisis setiap faktor dalam
rancangan pembangunan KPH Model Poigar sebagaimana tertera dalam Tabel 3 dan 4
berikut.
Tabel 3. Daftar Ringkasan Analisis Faktor Internal Rancangan Pembangunan KPH
Model Poigar (s/d Agustus 2007)
No. Faktor Internal Strategik Bobot Rating Skor Kesimpulan
Prioritas
1 2 3 4 5 6
I Kekuatan (S)
1. Terdapat political will berupa
peraturan perundangan
undangan dan kebijakan
pemerintah cq. Departemen
Kehutanan yang sangat kuat
dan consisten dalam
mewujudkan KPH.
0,25 4 1,00 I
2. Potensi kayu pada areal
bekas tebangan (LOA) masih
cukup tinggi di sebagian
areal HPT berupa hutan
primer.
0,15 1 0,15 IV
3. Adanya dukungan kebijakan
pemerintah provinsi dan
kabupaten yang cukup baik.
0,10 3 0,30 II
4. Aksesibilitas menuju
kawasan hutan relatif tinggi.
0,10 2 0,20 III
Jumlah W 0,65 1,65
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 26
1 2 3 4 5 6
II Kelemahan (W)
1. Areal KPH yang tidak kompak
atau tersebar secara terpisah di
beberapa lokasi dan berada pada
2 wilayah administrasi kabupaten
0,08 -2 -0,16 III
2. Anggaran terbatas khususnya
dari pemerintah provinsi dan
kabupaten.
0,10 -1 -0,10 IV
3. Kawasan KPH model memiliki
lebih dari 1 fungsi peruntukan
hutan (HP, HPT dan HL).
0,10 -4 -0,40 I
4. Kawasan KPH model sebagian
didominasi lereng curam
0,07 -3 -0,21 II
Jumlah W 0,35 - -0,87
Jumlah Faktor Internal 1,00 - 0,78 Keterangan : Nilai Jumlah Faktor Internal : 1,65 + (-0,87) = 0,78; dalam hal ini tercetak pada kuadran I pada
sumbu xy sebagai nilai X.
Tabel 4. Daftar Ringkasan Analisis Faktor Eksternal Rancangan Pembangunan KPH
Model Poigar (s/d Agustus 2007)
No. Faktor Eksternal Strategik Bobot Rating Skor Kesimpulan
Prioritas
1 2 3 4 5 6
I Peluang (O)
1. Permintaan hasil hutan kayu
tinggi, memberi peluang
tingginya nilai kelayakan usaha
KPH Bolaang Mongondow-
Minahasa.
0,20 4 0,80 I
2. Tersedia SDM lokal yang
memadai (adanya lulusan
Fakultas Kehutanan di
Kotamobagu dan Program studi
ilmu kehutanan di Fakultas
Pertanian)
0,15 2 0,30 III
3. Sebagian besar masyarakat yang
ada disekitar kawasan hutan
memiliki budaya menanam pohon
(animo tinggi)
0,20 3 0,60 II
4. Adanya kegiatan GNRHL dan
kampanye lingkungan hidup.
0,15 1 0,15 IV
Jumlah O 0,70 1,85
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 27
1 2 3 4 5 6
Ancaman (T)
1. Degradasi dan okupasi kawasan
hutan tinggi dalam bentuk
perladangan, perkebunan bahkan
pemukiman.
0,10 -4 -0,40 I
2. Pemahaman terhadap tanah negara
(hutan ) sebagai tanah bebas,
sehingga sumberdaya yang ada di
dalamnya pun bebas dikuasai.
0,15 -2 -0,30 II
3. Persepsi stakeholder khususnya
instansi terkait belum sepenuhnya
terbangun.
0,05 -1 -0,05 III
Jumlah T 0,30 - -0,75
Jumlah Faktor Eksternal 1,00 - 1,10 Keterangan : Nilai Jumlah Faktor Eksternal : 1,85 + (-0,75) = 1,10; dalam hal ini tercetak pada kuadran I pada
sumbu xy sebagai nilai Y.
Keadaan nilai jumlah faktor internal (X) maupun faktor eksternal (Y) sebagaimana
dapat digambarkan dalam diagram analisis SWOT sebagaimana Gambar 1 berikut ini.
Keterangan :
Kuadran I : Mendukung strategi agresif
Kuadran II : Mendukung diversifikasi
Kuadran III : Mendukung turn around
Kuadran IV : Mendukung defensif
Gambar 1. Peta Kekuatan Dalam Rancangan Pembangunan KPH Model Poigar
Kabupaten Bolaang Mongondow dan kabupaten Minahasa Selatan Provinsi
Sulawesi Utara (s/d Agustus 2007)
Hasil telaahan terhadap analisis faktor internal dan eksternal sebagaimana tertera pada
Tabel 5 berikut ini
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 28
5
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 29
IV.5. Rancangan Strategis
Berdasarkan matriks Tabel 13 diperoleh hasil analisis berupa sejumlah strategi yang
dapat digunakan dalam pengembangan KPH Model Poigar. Strategi-strategi tersebut
diambil dari analisis SWOT antara kekuatan dan peluang (S-O), kekuatan dan ancaman (S-
T), serta kelemahan dan peluang (W-O).
Strategi pengembangan KPH Model Poigar atas dasar kekuatan dan peluang terdiri
atas:
1. S1O1 : Mendorong percepatan pembentukan, pembangunan dan pengelolaan KPH
Model Poigar guna pemenuhan permintaan kayu.
2. S2O1 : Merumuskan sistem pengelolaan untuk pemenuhan kebutuhan kayu
dengan tetap berorientasi pada kelestarian potensi kayu yang
berkelanjutan.
3. S3O1 : Mendorong dukungan perda yang mengatur retribusi hasil hutan kayu dan
non kayu secara efektif dan transparan.
4. S4O1 : Menata wilayah pengelolaan KPH secara efektif dan efisien untuk
pemenuhan kebutuhan kayu.
5. S1O2 : Meningkatan peran sektor kehutanan dalam pengelolaan KPH
6. S2O2 : Meningkatkan profesionalisme kinerja SDM dalam hal pengolahan HHK
guna efisiensi industri kayu.
7. S3O2 : Mendorong peran pemda dan swasta dalam pendanaan pembentukan dan
pembangunan KPH dalam kaitan penciptaan lapangan kerja baru
8. S4O2 : Meningkatkan peran SDM lokal untuk berpartisipasi dalam kegiatan
PWH di KPH.
9. S1O3 : Meningkatkan peran serta masyarakat melalui kegiatan penyuluhan dan
pemberian bantuan permodalan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 30
10. S2O3 : Memantapkan kelembagaan dalam pengembangan hutan kemasyarakatan
dengan jenis pohon kayu unggul lokal.
11. S3O3 : Memfasilitasi kelembagaan masyarakat dalam bagian pengelolaan KPH.
12. S4O3 : Mendorong pengembangan hutan rakyat di luar areal PHK untuk
mendukung ecotourism
Strategi pengembangan KPH Model Poigardidasarkan atas dasar kekuatan dan
ancaman terdiri atas:
1. S1T1 : Mendorong pemerintah dalam penegakan supremasi hukum bagi oknum
perusak hutan
2. S2T1 : Meningkatkan frekuensi pengamanan kawasan dan mekanisme
pengawasan peredaran kayu secara mantap.
3. S3T1 : Memantapkan kegiatan prokondisi kawasan KPH
4. S4T1 : Meningkatkan pengawasan dan pengamanan areal KPH
5. S1T2 : Meningkatkan berbagai upaya penyuluhan di bidang hukum kehutanan
dan pertanahan kepada masyarakat sekitar.
6. S2T2 : Mempertegas aturan pemanfaatan kawasan hutan
7. S3T2 : Memperkuat kelembagaan pengelolaan KPH
8. S4T2 : Merubah pola pemahaman masyarakat secara baik dan benar terhadap
pemanfaatan kawasan KPH
Strategi pengembangan KPH Model Poigardidasarkan atas dasar kelemahan dan
peluang terdiri atas:
1. W1O1 : Mendorong efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan kayu supaya tidak
berdampak pemborosan biaya operasional dengan sistem pengelolaan
yang efektif dengan pendekatan pada pola satuan lahan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 31
2. W2O1 : Meningkatkan peran investor dalam pemanfaatan sumberdaya yang
terkandung dalam KPH dengan tetap adanya pengawasan dari pemerintah
3. W3O1 : Mendorong efektifitas pengelolaan HP dan HPT dalam upaya pemenuhan
permintaan kayu, tetapi mengaktifkan peran HL sebagai penyedia jasa
lingkungan dan HHBK.
4. W4O1 : Menekankan sistem pemanenan kayu dengan pola tebang selektif dengan
pertimbangan efisiensi biaya operasional.
5. W1O2 : Mendorong efektifitas pendistribusian SDM dalam kaitan pemenuhan
tenaga teknis guna meningkatkan kinerja KPH
6. W2O2 : Mengembangkan pola pembangunan partisipatif dan pemberian
kemudahan investasi dari pihak swasta.
7. W3O2 : Mengembangkan diversifikasi usaha dalam penyerapan peranserta
masyarakat untuk pemanfaatan kawasan, HHK dan HHBK
8. W4O2 : Meningkatkan profesionalisme SDM dalam hal teknis pengelolaan dan
pengembangan teknologi pemanfaatan yang tepat dengan orientasi ramah
lingkungan.
9. W1O3 : Membuka peluang bagi partisipasi masyarakat dalam upaya pemulihan
kawasan KPH
10. W2O3 : Mengembangkan pola kredit usaha bergulir dalam mendukung upaya
rehabilitasi kawasan KPH.
11. W3O3 : Mengikutsertakan masyarakat dalam rehabilitasi kawasan KPH
12. W4O3 : Mengembangkan sistem rehabilitasi hutan melalui pola agroforestry
Dalam penerapan strategi-strategistersebut, dapat rangkum menjadi sepuluh (10)
strategi utama yang dapat menjamin keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan KPH
Model Poigar antara lain :
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 32
1) Mendorong percepatan pembentukan, pembangunan dan pengelolaan KPH
Model Poigar guna pemenuhan permintaan kayu sebagai produk utama (core-
bussines).
Makin cepat KPH Model Poigar dibentuk dan dikelola dengan profesional,
maka pemenuhan kebutuhan HHK lokal dapat segera terpenuhi dan
mengurangi kehilangan barang dan jasa bagi semua stakeholder yang ada.
Penghasilan masyarakat dalam dan sekitar hutan KPH Model Poigar dapat
ditingkatkan dengan pemerataan dan pendapatan asli daerah bagi pemerintah
dapat ditingkatkan karena sistem iuran dan retribusi yang jelas dan transparan
bagi pelaku usaha.
2) Mendorong pemerintah provinsi/kabupaten dan swasta dalam mengalokasikan
pendanaan KPH dalam kaitan dengan penciptaan lapangan kerja baru.
Investasi dalam menggulirkan KPH Model Poigar memang sangat besar pada
tahun-tahun awal, tetapi keuntungan yang berkelanjutan bagi masyarakat
karena terbukanya lapangan kerja baru dan keuntungan pemerintah daerah
dapat dipastikan akan diperoleh, karena pengelolaan profesional dari KPH
Model Poigar nantinya. Komitmen pemerintah pada tahap awal pembentukan
KPH Model Poigar sudah terbukti dengan peraturan yang jelas memihak
kepada masyarakat di dalam dan sekitar hutan.
3) Membangun sistem pemanenan HP/HPT yang lestari dan efisien serta
pengelolaan HL sebagai penyedia jasa lingkungan.
Pengelolaan profesional dari KPH Model Poigar dalam pemanenan HHK
maupun HHBK menggunakan metode dan teknik yang ramah lingkungan dan
ekonomis serta sesuai dengan sumberdaya manusia di Kabupaten Bolaang
Mongondow dan Kabupaten Minahasa Selatan. Peluang-peluang usaha primer
dan jasa lingkungan dicari dan dikelola bersama dengan swasta dan
masyarakat.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 33
4) Menetapkan kawasan berlereng curam untuk pengembangan HHBK dan jasa
lingkungan dan sebagai prioritas rehabilitasi guna pencegahan bencana longsor
dan sebagainya.
Konservasi tanah dan lahan merupakan asas cara pengelolaan profesional dari
KPH Model Poigar, sehingga bencana alam dapat diantisipasi nantinya.
Sumber-sumber air bagi masyarakat sekitar hutan dan jasa industri air dikelola
dengan transparansi sesuai aturan yang berlaku.
5) Mendorong efektifitas dan efisiensi dalam sistem pengelolaan dengan
pendekatan pola satuan lahan.
Pengelolaan profesional dari KPH Model Poigar juga berasaskan pada prinsip
pengelolaan dalam ekosistem terkecil, yakni satuan lahan. Pengembangan
budidaya berbasis hutan diusahakan untuk menjamin kelestariannya secara
efisien dan efektif. Pelatihan masyarakat sekitar hutan untuk pengelolaan
hutan yang lestari dilakukan bersama-sama dengan penelitian dan
pengembangan sistemnya.
6) Mengembangkan sistem agroforestry dan Hutan Kemasyarakatan pada
kawasan dalam upaya pemberdayaan peran aktif masyarakat dalam
pengelolaan KPH.
Pengelolaan profesional dari KPH Model Poigar melibatkan masyarakat secara
bertahap dan berkelanjutan. Pola HTR dikaji dan dilaksanakan dengan
evaluasi oleh masyarakat dan pemerintah. Lahan hutan yang sedang
digunakan oleh masyarakat untuk pertanian dan kebun dijadikan percontohan
untuk pengelolaan hutan kemasyarakatan dan agroforestry yang memberikan
nilai keuntungan lebih bagi masyarakat dalam jangka pengelolaannya.
Terobosan ijin-pakai juga diupayakan untuk menjamin kepastian berusaha bagi
para pihak.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 34
7) Mendorong dukungan perda yang mengatur retribusi hasil hutan kayu dan non
kayu secara transparan dan sesuai dengan prosedur perundangan yang berlaku.
Penjaminan secara hukum dalam pengelolaan profesional dari KPH Model
Poigar memerlukan dasar hukum yang diakui oleh para pihak. Prosedur
pemanfaatan HHK dan HHBK oleh para pihak akan dipermudah nantinya
karena fasilitasi pengelolaan hutan oleh manajemen KPH Model Poigar.
Kepastian berusaha yang berkelanjutan oleh masyarakat dan swasta
didampingi oleh KPH Model Poigar.
8) Peningkatan peran sektor kehutanan dalam mengatasi pengangguran tenaga
kerja terdidik dengan meningkatkan profesionalisme kinerja.
Pengelolaan profesional dari KPH Model Poigar nantinya akan memberikan
pelatihan dan penguatan modal bagi masyarakat di sekitar dan dalam hutan
untuk mengurangi pengangguran. Upaya pengelolaan hutan berkelanjutan
(sustainable forest management) yang bertumpu pada kaidah ilmiah dan aturan
terbaik dalam pengelolaan hutan dilakukan dengan bantuan para pihak baik
secara lokal, nasional, maupun internasional.
9) Memantapkan kawasan KPH dalam upaya menuju pembentukan dan
pengelolaannya.
Pengelolaan profesional dari KPH Model Poigar memerlukan tata batas
wilayah yang jelas dan diakui oleh semua pihak. Pemantapan kawasan ini
merupakan prioritas utama dengan melibatkan para pihak. Pembentukan KPH
Model Poigar menjadi titik awal pemantapan kawasan bersama peranserta aktif
para pihak.
10) Meningkatkan pengamanan dan penegakan hukum bagi oknum perusak
kawasan KPH Model Poigar demi kelancaran pembentukan dan pembangunan
KPH itu sendiri.
Pengelolaan profesional dari KPH Model Poigar nantinya juga memberikan
reward dalam bentuk penguatan kapasitas sumberdaya manusia melalui
pelatihan dan pendampingan serta fasilitasi usaha bagi masyarakat di dalam
dan sekitar kawasan. Pengelolaan KPH Model Poigar juga menimbulkan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 35
dampak langsung pada perbaikan kawasan hutan. Punishment yang
merupakan kebalikan dari reward juga diharapkan dapat dilakukan oleh pihak
yang berwenang untuk itu dan sedapat mungkin tidak dihalangi dalam
pengelolaan KPH Model Poigar.
Mengacu pada uraian strategi pengelolaan tersebut dan kondisi realitas kawasan maka
pertimbangan penataan peruntukan kawasan sebagai dasar rancang bangun KPH adalah
sebagai berikut :
(1). Arahan peruntukan kawasan berbasis kepentingan sosial ekonomi masyarakat
sekitar (Population centered Option = PcO model).
(2). Arahan peruntukan kawasan berbasis kepentingan conservasi (perlindungan
erosi dan tata air) atau (Conservation centered Option = CcO model)
(3). Arahan peruntukan berbasis kepentingan finansial dan suplai bahan baku
industri bagi kepentingan pembangunan daerah dan nasional (Financial centered
Option =FcO model).
Model pengelolaan tersebut di atas, secara skema dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Basis Orientasi Pewilayahan Kawasan Fungsi Hutan KPH Model Poigar
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 36
B.Analisis-analisis Penting dalam Pengelolaan Hutan
Berdasarkan kendala dan permasalahan yang akan/sementara dihadapi pengelolaan
KPH Model Poigar, maka perlu dianalisis beberapa parameter-parameter yang dapat
menyebabkan kendala dan permasalahan dalam pengelolaan.Parameter pertambahan
penduduk, kebutuhan lahan, matapencaharian, tingkat pendidikan dan batas-batas kawasan.
1. Analisis Pertambahan penduduk
Penduduk mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberhasilan
pembangunan kehutanan.Bertambah banyaknya penduduk memberikan dampak
positif dan sekaligus dampak negatif terhadap keberadaan hutan. Peran serta
masyarakat sangat penting untuk mempercepat pemulihan hutan, tetapi semakin
banyak penduduk permintaan bahan baku yang berasal hutan semakin meningkat
dan kebutuhan akan lahan pertanian semakin tinggi. Dalam merencanakan
pengelolaan hutan, penduduk menjadi faktor yang harus diperhitungkan.Makin
tinggi ketergantungan masyarakat terhadap hutan maka makin tinggi permintaan
masyarakat terhadap hasil hutan.Jumlah dan kepadatan penduduk menggambarkan
laju pertambahan jumlah penduduk desa/��� yang akan berpengaruh pada
peningkatan jumlah kebutuhan dasar. Penaksiran laju pertambahan penduduk
digunakan untuk mengetahui kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan kayu yang
dimanfaatkan oleh masyarakat. Dengan mengetahui kebutuhan kayu maka dalam
pengelolaan hutan KPH Model Poigar di masa yang akan datang diharapkan dapat
menyediakan kebutuhan tersebut.Untuk memprediksi perkembangan penduduk
menggunakan perhitungan laju pertambahan penduduk. (Simon, 2004) dengan
rumus.
Pt+0 = ��(1 + )�
Keterangan:
Pt+0= jumlah penduduk tahun ke 0 yang akan datang
Pt = jumlah penduduk pada tahun awal penaksiran (sekarang)
r = laju pertambahan penduduk
0 = jangka waktu penaksiran
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 37
Penaksiran laju pertambahan penduduk di Kabupaten Bolaang Mongondow selama
10 tahun terhadap desa-desa yang diindikasikan berbatasan langsung dengan
Kawasan KPH Model Poigar.Penaksiranmenggunakan data-data selama dua
tahun.Penaksiran laju pertambahan sebagaimana pada tabel6.
Tabel 6.Laju Pertambahan Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga Kab. Bolaang
Mongondow Selama 10 Tahun
Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK
2009 1853 506 756 188 297 84 1089 251 1951 496 4063 956 1562 956 3326 802 2211 463
2010 1870 508 761 190 300 85 1148 319 1999 512 4135 991 1673 991 3364 817 2321 472
17 2 5 2 3 1 59 68 48 16 72 35 111 35 38 15 110 9
Pt 0.009 0.004 0.007 0.011 0.01 0.012 0.054 0.271 0.025 0.032 0.018 0.037 0.071 0.037 0.011 0.019 0.050 0.019
r 0.005 0.002 0.003 0.005 0.005 0.006 0.027 0.135 0.012 0.016 0.009 0.018 0.036 0.018 0.006 0.009 0.025 0.010
2011 1879 509 764 191 302 86 1179 362 2024 520 4172 1009 1732 1009 3383 825 2379 477
2012 1887 510 766 192 303 86 1211 411 2048 529 4209 1028 1794 1028 3403 832 2438 481
2013 1896 511 769 193 305 87 1244 467 2074 537 4246 1046 1858 1046 3422 840 2499 486
2014 1905 512 771 194 306 87 1278 530 2099 546 4284 1066 1924 1066 3442 848 2561 491
2015 1913 513 774 195 308 88 1312 602 2125 555 4321 1085 1992 1085 3461 856 2624 495
2016 1922 514 776 196 309 88 1348 684 2151 564 4360 1105 2063 1105 3481 864 2690 500
2017 1931 515 779 197 311 89 1384 776 2178 573 4398 1125 2136 1125 3501 872 2757 505
2018 1940 516 781 198 312 89 1422 881 2204 582 4437 1146 2212 1146 3521 880 2825 510
2019 1949 517 784 199 314 90 1460 1001 2232 591 4477 1167 2291 1167 3541 888 2895 515
2020 1958 518 787 200 316 90 1500 1136 2259 601 4516 1188 2372 1188 3561 897 2967 520
2021 1967 519 789 201 317 91 1540 1290 2287 611 4556 1210 2456 1210 3582 905 3041 525
2022 1976 520 792 202 319 91 1582 1465 2315 620 4597 1232 2544 1232 3602 914 3117 530
InobontoPomoman Langagon Komangan
Bolaang Mongondow/Desa
Wineru NanasiSolimandungan
1Tahun Lolan Inobonto 1
Sumber: BPS Kecamatan Dalam Angka Tahun 2010, 2011.
Hasil penaksiran memperlihatkan terjadi perkembangan jumlah penduduk yang
tinggi pada Desa Inobonto sebesar 0.036/tahun tetapi jumlah rumah tangga yang ada
memperlihatkan perkembangan yang tidak sejalan dengan pertambahan
penduduknya. Untuk Desa Solimandungan 1 memperlihatkan pertambahan
penduduk yang tinggi dan perkembangan jumlah rumah tangga yang tinggi, kondisi
ini perlu diwaspadai untuk masa yang akan datang. Dengan tingginya pertambahan
penduduk maka akan berimplikasi terhadap tingginya kebutuhan dasar mereka.
Kebutuhan dasar bagi masyarakat yang berbatasan langsung selain kebutuhan untuk
makan mereka, kebutuhan lainnya berupa kebutuhan kayu bakar untuk memasak,
dan kebutuhan kayu untuk tempat tinggal. Sebagian besar kebutuhan tersebut
diperoleh dari hutan yang menyediakan bahan baku tersebut.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 38
Tabel 7.Laju Pertambahan Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga Kab. Minahasa Selatan
Selama 10 Tahun
Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK Σ Pdk KK
2010 1243 322 1808 501 1813 411 1024 271 994 330 1034 310 1194 350 825 221 1043 310 1038 325
2011 1257 338 1828 526 1833 435 1036 285 1005 346 1118 326 1339 367 833 233 1198 315 1212 334
14 16 20 25 20 24 12 14 11 16 84 16 145 17 8 12 155 5 174 9
Pt 0.011 0.050 0.011 0.050 0.011 0.058 0.012 0.052 0.011 0.048 0.081 0.052 0.121 0.049 0.010 0.054 0.149 0.016 0.168 0.028
r 0.006 0.025 0.006 0.025 0.006 0.029 0.006 0.026 0.006 0.024 0.041 0.026 0.061 0.024 0.005 0.027 0.074 0.008 0.084 0.014
2012 1264 346 1838 539 1843 448 1042 292 1011 354 1163 334 1420 376 837 239 1287 317.5 1314 339
2013 1271 355 1848 553 1853 461 1048 300 1016 363 1211 343 1507 385 841 246 1383 320.1 1424 343
2014 1278 364 1858 566 1863 474 1054 308 1022 372 1260 352 1598 394 845 252 1485 322.7 1543 348
2015 1286 373 1869 580 1874 488 1060 316 1027 381 1311 361 1695 404 849 259 1596 325.3 1672 353
2016 1293 382 1879 595 1884 502 1067 324 1033 390 1364 370 1798 414 853 266 1714 327.9 1813 358
2017 1300 392 1890 610 1895 517 1073 332 1039 399 1420 380 1907 424 858 274 1842 330.6 1964 363
2018 1307 401 1900 625 1905 532 1079 341 1045 409 1477 390 2023 434 862 281 1979 333.2 2129 368
2019 1315 411 1910 641 1915 548 1086 350 1050 419 1537 400 2146 445 866 289 2126 335.9 2308 373
2020 1322 422 1921 657 1926 564 1092 359 1056 429 1600 410 2276 455 870 297 2284 338.6 2501 378
2021 1330 432 1932 673 1937 580 1098 368 1062 440 1665 421 2414 467 874 305 2453 341.3 2711 383
2022 1337 443 1942 690 1947 597 1105 377 1068 450 1732 431 2561 478 879 313 2635 344.1 2938 389
Minahasa Selatan/Desa
Tahun Mokobang Pinasungkulan SionRaanaan
BaruTondey Kroit Aergale DurianTorout Tiniwangko
Sumber: BPS Kecamatan Dalam Angka Tahun 2010, 2011
Tabel 7.memperlihatkan laju pertambahan penduduk di Desa Tondey sangat tinggi
dibandingkan desa-desa lain, dengan laju pertambahan sebesar 0.041/tahun. Untuk
laju pertambahan rumah tangga Desa Torout peningkatannya yang lebih tinggi
dibandingkan dengan desa lain. Desa-desa tersebut perlu menjadi perhatian untuk
masa yang akan datang, disebabkan kebutuhan kayu untuk kayu bakar dan tempat
tinggi dapat mengganggu keberadaan vegatasi yang ada di kawasan hutan.
Dalam memasak konsumsi rumah tangga, umumnya masyarakatKabupaten Bolaang
Mongondow dan Kabupaten Minahasa Selatan menggunakan kayu bakar yang
bersumber kayu bakar berasal dari kebun dan hutan.Kebun yang ditanami kelapa,
menjadi sumber kayu bakar masyarakat.Kulit buah kelapa yang masih menyatu
dengan tempurunya disebut kolibong.Menurut Maefri (2010) dalam memasak
konsumsi rumah tangganya diperlukan kolibong sebanyak 4,82 kg/rumah
tangga/hari.
2. Analisis Matapencaharian
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 39
Analisis matapencaharian digunakan untuk memecahkan masalah mengenai
perkembangan masyarakat petani.Petani sangatbergantung pada hutan,
ketergantungan mereka dengan caraselain membutuhkan lahan untuk bertani juga
memanfaatkan hasil hutan. Matapencaharian masyarakat desa yang berbatasan
langsung dengan kawasan hutan yang berada di Kabupaten Bolaang Mongondow,
dari 9 desa yang diidentifikasi berbatasan langsung dengan kawasan KPH Model
Poigar sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani, berikut hasil analisis yang
diprediksi untuk 10 tahun kedepan atau tahun 2022:
• Desa Wineru jumlah penduduk 1870 jiwa. dengan 508 kepala keluarga (kk)
dan 75 % sebagai petani, maka analisis memperlihatkan terdapat 403 kk
sebagi petani dari 534 kk, atau terjadi peningkatan masyarakat yang bermata
pencaharian petani sebanyak 20 kk.
• Desa Nanasi memiliki jumlah penduduk sebanyak 761 jiwa dengan kepala
keluarga sebanyak 190 dan 80% sebagai petani, maka diprediksi terdapat
158 kk yang akan bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi
peningkatan petani sebanyak 6 kk.
• Desa Pomomanmemiliki jumlah penduduk sebanyak 300 jiwa dengan kepala
keluarga sebanyak 85 dan 97% sebagai petani, maka diprediksi terdapat 88
kk yang akan bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi peningkatan
petani sebanyak 5 kk.
• Desa Solimandungan 1memiliki jumlah penduduk sebanyak 1148 jiwa
dengan kepala keluarga sebanyak 319 dan 75% sebagai petani, maka
diprediksi terdapat 330 kk yang akan bermata pencaharian sebagai petani
atau terjadi peningkatan petani sebanyak 84 kk.
• Desa Lolanmemiliki jumlah penduduk sebanyak 1999 jiwa dengan kepala
keluarga sebanyak 512 dan 70% sebagai petani, maka diprediksi terdapat
415 kk yang akan bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi
peningkatan petani sebanyak 52 kk.
• Desa Inobonto 1memiliki jumlah penduduk sebanyak 4135 jiwa dengan
kepala keluarga sebanyak 991 dan 65% sebagai petani, maka diprediksi
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 40
terdapat 716 kk yang akan bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi
peningkatan petani sebanyak 66 kk.
• Desa Inobontomemiliki jumlah penduduk sebanyak 1673 jiwa dengan kepala
keluarga sebanyak 385 dan 75% sebagai petani, maka diprediksi terdapat
439 kk yang akan bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi
peningkatan petani sebanyak 140 kk.
• Desa Langagonmemiliki jumlah penduduk sebanyak 3364 jiwa dengan
kepala keluarga sebanyak 817 dan 59% sebagai petani, maka diprediksi
terdapat 516 kk yang akan bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi
peningkatan petani sebanyak 31kk.
• Desa Komanganmemiliki jumlah penduduk sebanyak 2321 jiwa dengan
kepala keluarga sebanyak 472 dan 80% sebagai petani, maka diprediksi
terdapat 507 kk yang akan bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi
peningkatan petani sebanyak 120 kk.
Hasil penaksiran memperlihatkan bahwa Desa Inobonto dan Desa Komangan perlu
penanganan lebih intensip terhadap pengolahan lahan garapan masyarakat,
disebabkan peningkatan jumlah petani yang sangat tinggi, yang dapat mengakibatkan
terjadi perambahan kawasan hutan KPH Model Poigar. Untuk menghindari
permasalahan tersebut dibutuhkan solusi/program seperti perlindungan hutan perlu
ditingkatkan pada kawasan hutan sekitar desa tersebut, dan perlunya merubah
paradigma dan membuka wawasan petani terhadap matapencaharian lain.
Sedangkan kondisi masyarakat desa yang bersinggungan langsung dengan kawasan
hutan KPH Model Poigar yang terletak di Kabupaten Minahasa Selatan terdapat
sepuluh desa, kesepuluh desa tersebut sebagai berikut:
• Desa Mokobang pada tahun 2011 memiliki penduduk sebanyak 1257 jiwa
dengan kepala keluarga sebanyak 338 dan 95% kepala keluarga bermata
pencaharian sebagai petani, maka setelah diprediksi untuk tahun 2022
terdapat 343 kk yang bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi
peningkatan pada sepuluh tahun sebanyak 21 kk.
• Desa Pinasungkulan memiliki penduduk sebanyak 1828 jiwa dengan kepala
keluarga sebanyak 526 dan 80% kepala keluarga bermata pencaharian
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 41
sebagai petani, maka setelah diprediksi untuk tahun 2022 terdapat 450 kk
yang bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi peningkatan pada
sepuluh tahun sebanyak 26 kk.
• Desa Torout memiliki penduduk sebanyak 1833 jiwa dengan kepala keluarga
sebanyak 411 dan 85% kepala keluarga bermata pencaharian sebagai petani,
maka setelah diprediksi untuk tahun 2022 terdapat 373 kk yang bermata
pencaharian sebagai petani atau terjadi peningkatan pada sepuluh tahun
sebanyak 22 kk.
• Desa Sion memiliki penduduk sebanyak 1036 jiwa dengan kepala keluarga
sebanyak 271 dan 95% kepala keluarga bermata pencaharian sebagai petani,
maka setelah diprediksi untuk tahun 2022 terdapat 276 kk yang bermata
pencaharian sebagai petani atau terjadi peningkatan pada sepuluh tahun
sebanyak 17 kk.
• Desa Raanaan Baru memiliki penduduk sebanyak 1005 jiwa dengan kepala
keluarga sebanyak 346 dan 63% kepala keluarga bermata pencaharian
sebagai petani, maka setelah diprediksi untuk tahun 2022 terdapat 233 kk
yang bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi peningkatan pada
sepuluh tahun sebanyak 14 kk.
• Desa Tondey memiliki penduduk sebanyak 1118 jiwa dengan kepala
keluarga sebanyak 326 dan 49% kepala keluarga bermata pencaharian
sebagai petani, maka setelah diprediksi untuk tahun 2022 terdapat 258 kk
yang bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi peningkatan pada
sepuluh tahun sebanyak 91 kk.
• Desa Kroit memiliki penduduk sebanyak 1339 jiwa dengan kepala keluarga
sebanyak 367 dan100% kepala keluarga bermata pencaharian sebagai petani,
maka setelah diprediksi untuk tahun 2022 terdapat 745 kk yang bermata
pencaharian sebagai petani atau terjadi peningkatan pada sepuluh tahun
sebanyak 355 kk.
• Desa Aergale memiliki penduduk sebanyak 833 jiwa dengan kepala keluarga
sebanyak 233 dan 2.3% kepala keluarga bermata pencaharian sebagai petani,
maka setelah diprediksi untuk tahun 2022 terdapat 6 kk yang bermata
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 42
pencaharian sebagai petani atau terjadi peningkatan pada sepuluh tahun
sebanyak 1 kk.
• Desa Durian memiliki penduduk sebanyak 1198 jiwa dengan kepala
keluarga sebanyak 315 dan 3.1% kepala keluarga bermata pencaharian
sebagai petani, maka setelah diprediksi untuk tahun 2022 terdapat 23 kk
yang bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi peningkatan pada
sepuluh tahun sebanyak 13 kk.
• Desa Tiniwangko memiliki penduduk sebanyak 1212 jiwa dengan kepala
keluarga sebanyak 334 dan 3.4% kepala keluarga bermata pencaharian
sebagai petani, maka setelah diprediksi untuk tahun 2022 terdapat 30 kk
yang bermata pencaharian sebagai petani atau terjadi peningkatan pada
sepuluh tahun sebanyak 18 kk.
Data-data diatas memperlihatkan bahwa perlunya penanganan kawasan hutan yang
lebih baik untuk Desa Kroit dan Desa Tondey. Kondisi ini disebabkan juga,
keberadaan hutan yang dekat dengan pemukiman yang akan mendorong mereka
untuk melakukan perambahan hutan dan pembalakan liar sehingga tidak terjadi
perambahan kawasan hutan. Program yang diperlukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut berupa pengamanan hutan, pengolahan lahan pertanian yang
intensif, dan pendekatan persuasive untuk merubah mintset masyarakat terhadap
matapencaharian baru.Masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai petani
maupun nelayan sulit meningkatkan pendapatannya karena sistem pengelolaan lahan
garapan masyarakat masih menggunakan pola usaha tani tradisional, sehingga hasil
produktifitas lahannya hanya untuk mencukupi kebutuhan dasar petani dan
keluarganya.Iklim sangat berpengaruh terhadap sistem pertanian dan perikanan
sebab musim tanam untuk tanaman semusim sekali dalam setahun dan pekerjaan
melaut sangat tergantung dengan cuaca.Sehingga waktu-waktu tertentu (musim
panas, musim berombak dan waktu bera/istirahat lahan) masyarakat petani dan
nelayan tidak beraktivitas.Tingkat kesejahteraan yang masih relative rendah dan
adanya waktu kosong pasti menyebabkan masyarakat mencari alternative lain untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. .
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 43
Produksi pertanian dan perikanan masih mungkin ditingkatkan dengan penerapan
teknologi tapi belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena iklim
sekarang yang sulit diprediksi, luas lahan yang semakin terbatas, tingkat
pertumbuhan penduduk yang tinggi, hasil pertanian dan perikanan yang dijual
ketengkulak, serta pemukiman masyarakat yang berada didalam kawasan hutan KPH
Model Poigar. Kondisi demikian menyebabkan perambahan dan pembalakan liar
akan tetap terjadi apabila tidak diberi solusi berupa inovasi-inovasi baru kehutanan.
3. Analisis Kebutuhan lahan
Analisa kebutuhan lahan digunakan untuk mengetahui kebutuhan lahan yang
dibutuhkan masyarakat didalam/sekitar kawasan hutan KPH Model
Poigar.Masyarakat petani memerlukan lahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
sehingga perlu dipikirkan ketersedian lahan bagi masyarakat yang hidupnya
didalam/sekitar kawasan hutan KPH Model Poigar.Pertambahan penduduk
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan
hutan.Bertambahnya penduduk dapat berdampak positif dan negative dalam
pengelolaan hutan.Pertambahan penduduk yang tinggi memberikan peluang untuk
menyerap tenaga kerja yang berlimpah sehingga pemulihan kawasan hutan KPH
Model Poigar dapat tercapai.Perkembangan penduduk yang relative tinggi
menyebabkan kebutuhan lahan yang luas sebagi sumber penghasilan mereka.
Kebutuhan lahan yang luas akan menyebabkan terjadinya perambahan kawasan
hutan KPH Model Poigar. Kondisi yang demikian memerlukan pengelolaan hutan
KPH Model Poigar kedepannya menyediakan kebutuhan lahan bagi masyarakat yang
ada didalam /sekitar kawasan hutan sehingga tidak terjadi perambahan.
Perambahan hutan yang sering terjadi disebabkan kebutuhan lahan yang semakin
meningkat.Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat petani memerlukan
lahan pertanian untuk digarap seluas ≥ 2 ha/kk (Maefri, 2010). Kebutuhan lahan
masyarakat dapat terpenuhi dengan blok pemberdayaan dengan cara melibatkan
masyarakat dalam pengelolaan. Bentuk pengelolaan kedepan menerapkah system
agroforestri dengan menyediakan ruang tanaman pertanian pada jarak tanaman
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 44
kehutanan sehingga ruang tersebut dapat digunakan oleh masyarakat untuk lahan
pertanian dan melibatkan masyarakat dalam penanaman tanaman kehutanan.
Data- data penaksiran matapencaharian penduduk menjadi dasar dalam menapsir
kebutuhan lahan ke masa depan. Kondisi sekarang memperlihatkan kebutuhan lahan
sebagai berikut:
� Desa Wineru memiliki luas wilayah 340 ha dengan jumlah petani yang ada
sebanyak 383 kk, maka kebutuhan lahan masyarakat petani sebesar 765,5 ha
(383kk*2ha), sehingga terjadi kekurangan lahan sebesar 425 ha (340ha-765.5
ha). Untuk sepuluh tahun ke depan/tahun 2022 diperlukan tambahan lahan
seluas 40 ha disebabkan terjadi peningkatan jumlah petani sebanyak 20 kk.
Jadi kebutuhan lahan masyarakat tahun 2011 s/d tahun 2022 sebanyak 465
ha.
� Desa Nanasi memiliki luas wilayah 875 ha dengan jumlah petani 153 kk,
maka kebutuhan lahan masyarakat petani saat ini sebesar 305 ha. Untuk
tahun 2022 terjadi peningkatan kebutuhan lahan sebesar 11 ha disebabkan
adanya 6 kk yang menjadi petani baru. Jadi kebutuhan lahan masyarakat
tahun 2011 s/d tahun 2022 sebanyak 316 ha. Berdasarkan kondisi ini masih
kebutuhan lahan masih tercukupi dari luas desa.
� Desa Pomoman dengan luas wilayah 3775 ha dan jumlah petani sebanyak 83
kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 166 ha. Untuk tahun
2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 170 ha. Kondisi ini masih
memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat terpenuhi
dari luas wilayah desa.
� Desa Solimandungan 1memiliki luas wilayah 2154 ha dan jumlah petani
sebanyak 246 kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 491 ha.
Untuk tahun 2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 659 haatau
meningkat seluas 168 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 84 kk. Kondisi
ini masih memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat
terpenuhi dari luas wilayah desa.
� Desa Lolan memiliki luas wilayah 3209 ha dan jumlah petani sebanyak 363
kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 726 ha. Untuk tahun
2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 830 ha atau meningkat
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 45
seluas 104 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 84 kk. Kondisi ini masih
memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat terpenuhi
dari luas wilayah desa.
� Desa Inobonto 1 memiliki luas wilayah 362 ha dan jumlah petani sebanyak
650 kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 1299 ha atau
terjadi kekurangan lahan seluas 938 ha. Untuk tahun 2022 dengan
peningkatan petani baru sebanyak 66 kk maka luas lahan yang dibutuhkan
untuk lahan pertanian meningkat menjadi 1432 ha atau terjadi kekurangan
lahan dari luas wilayah desa seluas 1070 ha. Kondisi ini masih
memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani tidak tercukupi dari
lahan yang tersedia di Desa Inobonto 1, sehingga perlu dipikirkan alternative
lain.
� Desa Inobontomemiliki luas wilayah 634 ha dan jumlah petani sebanyak 299
kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 598 ha. Untuk tahun
2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 878 ha atau meningkat
seluas 280 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 140 kk. Kondisi ini masih
memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih belum tercukupi
seluas 244 ha dari luas wilayah desa sehingga perlu dicarikan solusinya.
� Desa Langagon memiliki luas wilayah 3640 ha dan jumlah petani sebanyak
485 kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 969 ha. Untuk
tahun 2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 1032 ha atau
meningkat seluas 63 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 31 kk. Kondisi
ini memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani dapat terpenuhi dari
luas wilayah desa.
� Desa Komangan memiliki luas wilayah 1335 ha dan jumlah petani sebanyak
387 kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 774 ha. Untuk
tahun 2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 1014 ha atau
meningkat seluas 240 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 120 kk.
Kondisi ini memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat
terpenuhi dari luas wilayah desa.
� Desa Mokobang memiliki luas wilayah 2198 ha dan jumlah petani sebanyak
323 kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 645 ha. Untuk
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 46
tahun 2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 687 ha atau
meningkat seluas 41 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 21 kk. Kondisi
ini memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat
terpenuhi dari luas wilayah desa.
� Desa Pinasungkulan memiliki luas wilayah 2974 ha dan jumlah petani
sebanyak 423 kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 846 ha.
Untuk tahun 2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 899 ha atau
meningkat seluas 53 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 26 kk. Kondisi
ini memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat
terpenuhi dari luas wilayah desa.
� Desa Toroutmemiliki luas wilayah 569 ha dan jumlah petani sebanyak 351
kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 702 ha. Untuk tahun
2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 746 ha atau meningkat
seluas 44 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 22 kk. Kondisi ini
memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih belum tercukupi
seluas 223 ha dari luas wilayah desa sehingga perlu dicarikan solusinya.
� Desa Sion memiliki luas wilayah 3431 ha dan jumlah petani sebanyak 259
kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 517 ha. Untuk tahun
2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 552 ha atau meningkat
seluas 34 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 17 kk. Kondisi ini
memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat terpenuhi
dari luas wilayah desa.
� Desa Raanaan Barumemiliki luas wilayah 420 ha dan jumlah petani sebanyak
219 kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 438 ha. Untuk
tahun 2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 466 ha atau
meningkat seluas 27 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 14 kk. Kondisi
ini memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih belum
tercukupi seluas 64 ha dari luas wilayah desa sehingga perlu dicarikan
solusinya.
� Desa Tondey memiliki luas wilayah 3333 ha dan jumlah petani sebanyak 166
kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 332 ha. Untuk tahun
2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 515 ha atau meningkat
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 47
seluas 183 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 91 kk. Kondisi ini
memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat terpenuhi
dari luas wilayah desa.
� Desa Kroit memiliki luas wilayah 2512 ha dan jumlah petani sebanyak 389
kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 779 ha. Untuk tahun
2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 1489 ha atau meningkat
seluas 710 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 355 kk. Kondisi ini
memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat terpenuhi
dari luas wilayah desa.
� Desa Aergale memiliki luas wilayah 675 ha dan jumlah petani sebanyak 5 kk,
maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 10 ha. Untuk tahun 2022
masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 11 ha atau meningkat seluas 1
ha dengan jumlah petani baru sebanyak 1 kk. Kondisi ini memperlihatkan
kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat terpenuhi dari luas wilayah
desa.
� Desa Durian memiliki luas wilayah 2008 ha dan jumlah petani sebanyak 10
kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 20 ha. Untuk tahun
2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 46 ha atau meningkat
seluas 25 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 13 kk. Kondisi ini
memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat terpenuhi
dari luas wilayah desa.
� Desa Tiniwangko memiliki luas wilayah 516 ha dan jumlah petani sebanyak
12 kk, maka lahan yang dibutuhkan untuk bertani seluas 25 ha. Untuk tahun
2022 masyarakat petani membutuhkan lahan seluas 60 ha atau meningkat
seluas 35 ha dengan jumlah petani baru sebanyak 12 kk. Kondisi ini
memperlihatkan kebutuhan lahan masyarakat petani masih dapat terpenuhi
dari luas wilayah desa.
Hasil analisis terhadap data-data Kecamatan Dalam Angka tahun 2011 dan tahun
2012 memperlihatkan bahwa kebutuhan lahan bagi masyarakat petani sangat
berpengaruh terhadap luas lahan yang tersedia di desasehingga bagi luas lahan desa
yang tidak luas akan mempengaruhi keberadaan hutan. Desa Wineru, Desa Inobonto
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 48
1, Desa Inobonto yang terletak di Kabupaten Bolaang Mongondow, Desa Torout dan
Desa Raanaan Baru dapat menjadi ancaman terhadap kawasan hutan KPH Model
Poigar disebabkan luas lahan desa yang tersedia tidak dapat menampung
perkembangan masyarakat yang memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Alternatif penyelesaian masalah bagi pengelolaan hutan KPH Model Poigar yaitu
mengoptimalkan blok pemberdayaan seluas 17.332,48 ha dengan melibatkan
masyarakat yang memerlukan lahan untuk pertanian. Keterlibatan masyarakat dalam
bentuk penggunaan lahan dengan sistem agroforestry yang diterapkan pada
pengelolaan hutan dalam rangka pemulihan kawasan hutan KPH Model
Poigar.Sistem agroforestry digunakan untuk memberi ruang bagi tanaman pertanian
dan tanaman kehutanan. Ruang tanaman untuk tanaman pertanian membutuhkan
luas lahan seluas 0,3 ha/kk (Maefri, 2010).
4. Analisis Tingkat Pendidikan
Analisis ini digunakan untuk mengetahui kesiapaan masyarakat dalam menerima
program-program pembangunan kehutanan dan tingkat pengangguran.Indikator yang
dilihat berupa pendidikan masyarakat dan sarana pendidikan yang ada di desa.Makin
tinggi pengetahuan masyarakat maka makin cepat masyarakat menerima inovasi-
inovasi teknis kehutanan, sehingga memudahkan terjadinya transper inovasi baru.
Berdasarkan data-data pada kegiatan inventarisasi sosial budaya didalam/sekitar
KPH Model Poigar, menggambarkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di
Kabupaten Bolaang Mongondow relative bervariasi sesuai dengan letak desa
terhadap Ibukota Kabupaten /Kecamatan.Bagi desa yang letaknya dekat dengan
Ibukota kabupaten/kecamatan umumnya memiliki tingkat pendidikan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan masyarakat yang berada jauh dari Ibukota
kabupaten/kecamatan, ini disebabkan sarana pendidikan yang tersedia setiap desa
masih minim. Umumnya masyarakat hanya berpendidikan sampai SD. Tingkat
pendidikan yang demikian akan menyulitkan dalam transper inovasi baru, sehingga
membutuhkan penyuluhan yang intensip terhadap masyarakat sekitar hutan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 49
Untuk masyarakat desa yang berada di Kabupaten Minahasa Selatan memiliki
pendidikan lulusan SMP dan SMA yang relative tinggi dibandingkan masyarakat
Bolaang Mongondow walaupun sarana pendidikan yang tersedia masih relative
sedikit.Ini disebabkan pandangan masyarakat yang menganggap pendidikan
merupakan faktor pendidikan untuk meningkatkan taraf hidup mereka.Bagi
masyarakat menyekolahkan anak merupakan hal yang penting sehingga mereka
menyekolahkan anak mereka di Ibukota Kabupaten atau Ibukota Provinsi yang
jaraknya tidak terlalu jauh dari desa mereka.
Sarana pendidikan dan tingkat pendidikan yang ada di desa sekitar KPH dapat
menjadi hambatan dalam pengelolaan hutan KPH.Jika permasalahan tersebut tidak
terselesaikan maka pengelolaan hutan tidak dapat berjalan dengan baik.Alternatif
penyelesaian masalah berupa meningkatkan pengetahuan masyarakat lewat
penyuluhan dan membuat sarana pendidikan disekitar desa untuk menampung
masyarakat yang akan melanjutkan pendidikan. Penyelesaian masalah ini mutlak
dilaksanakan untuk menghindari tingkat penganguran, yang akan mengakibatkan
keberadaan kawasan hutan KPH di masa akan datang.
5. Resolusi Konflik Pengelolan Hutan dan KawasanHutan
Dengan kondisi sumberdaya hutan yang semakin memprihatinkan, maka esensi
pembangunan kehutanan dalam 20 tahun ke depan adalah mengoptimalkan
pengelolaan hutan yang masih tersisa, melalui penerapan secara ketat kaidah-kaidah
pengelolaan hutan lestari, termasuk mencegah kerusakan sumberdaya hutan lebih
lanjut, dan pada saat yang sama melakukan percepatan rehabilitasi hutan yang telah
rusak untuk memulihkan fungsi dan/atau produktifitasnya. Dua upaya tersebut harus
tetap diorientasikan pada tujuan ekonomi dan ekologi yang bermuara kepada
peningkatan kesejahteraan masyarakat, terjaganya kualitas dan stabilitas lingkungan,
serta terwujudnya pengelolaan hutan secara lestari.
Pertambahan penduduk yang semakin pesat akan diikuti oleh tingginya angka
pencari kerja, sempitnya lapangan pekerjaan serta kebutuhan lahan yang semakin
besar untuk berusaha. Untuk memenuhi kebutuhan lahan, kawasan hutan sering kali
menjadi sasaran untuk memenuhi kebutuhan tersebut oleh masyarakat pada
umumnya dan masyarakat sekitar hutan pada khususnya.Pada titik inilah terjadi
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 50
konflik interest antara masyarakat dengan kebutuhannya dan pemerintah dengan
program-program serta kebijakan yang mengatur pengelolaan sumber daya
alamdalam hal ini hutan.
Konflik yang dimaksud yaitu : pada satu sisi masyarakat dengan kebutuhannya
sebagaimana uraian di atas, mempunyai harapan agar kehidupan mereka menjadi
lebih baik. Lebih baik dari segi aspek ekonomi, aspek hukum khususnya legalitas
keberadaan maupun legalitas berusaha dan kemungkinan yang paling mungkin dan
dekat dengan mereka untuk mewujudkan harapan itu adalah dengan memanfaatkan
hutan dan kawasan hutan; di sisi lain pemerintah dengan program pengelolaan hutan
untuk mewujudkan hutan lestari masyarakat sejahtera, telah mengatur sedemikian
rupa dengan memberikan kepastian hukum terhadap kawasan hutan itu sendiri serta
menerapkan sistim pengelolaan hutan yang memenuhi unsur kelestarian dan
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Dengan adanya kepastian hukum
kawasan hutan maka kawasan hutan menjadi milik pemerintah sepenuhnya sehingga
penguasaan dan kepemilikan lahan dalam kawasan hutan merupakan suatu
pelanggaran hukum (illegal).
Fakta ini umumnya terjadi pada kawasan hutan di wilayah pengelolaan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar yang berdekatan atau
bersinggungan langsung dengan areal pemukiman masyarakat. Kondisi ini akan
menghambat upaya mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari dan efisien yang
menjadi tujuan pembentukan KPH pada umumnya dan KPHP Model Poigar
khususnya, sehingga perlu penanganan konflik yang serius dan konkrit dari berbagai
elemen Pemerintah dan Pemerintah Daerah terkait termasuk KPHP Model Poigar.
Penanganan konflik atau yang lebih dikenal dengan resolusi konflik, di Indonesia
ada beberapa media resolusi konflik antara lain :
1. Negosiasi
Adalah proses tawar-menawar yang bersifat konsensual yang didalamnya para
pihak berusaha memperoleh atau mencapai persetujuan tentang hal-hal yang
menjadi dikonflikkan atau yang berpotensi menimbulkan konflik. Berdasarkan
definisi ini, dalam negosiasi para pihak berunding secara langsung tanpa bantuan
pihak ketiga seperti arbiter atau mediator. Secara sederhana dapat dikatakan,
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 51
bahwa negosiasi adalah sebuah bentuk komunikasi dua arah yang sengaja dibuat
untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki kepentingan
yang sama ataupun berbeda (Fisher, 1991).
2. Mediasi
Adalah proses intervensi partisipatoris, dalam waktu pendek, terstruktur dan
berorientasi pada tugas (task oriented). Para pihak bekerja dengan mediator untuk
mencapai persetujuan bersama yang dapat diterima semua pihak. Mediator hanya
membantu para pihak itu, dan para pihak sendirilah yang membentuk persetujuan
mereka (Nolan-Haley, 1991:56-57).
3. Arbitrase
Adalah proses penyelesaian konflik dimana para pihak yang berkonflik
menyerahkan konflik mereka kepada pihak ketiga yang netral yang berwenang
mengambil keputusan dan keputusannya itu mengikat para pihak yang berkonflik
dan mempunyai kekuatan eksekutorial. Para pihak itu mempunyai kesempatan
yang sama untuk didengarkan dalam proses arbitrase sebelum sampai pada
keputusan (award) yang diambil oleh arbiter (Wijoyo, 1999:106-1207). Adapun
menurut Subekti mengatakan bahwa : “Arbitrase itu adalah penyelesaian suatu
perselisihan (perkara) oleh seorang atau beberapa orang wasit (arbiter) yang
bersama-sama ditunjuk oleh para pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan
lewat Pengadilan”.
4. Konsiliasi
Adalah salah satu cara penyelesaian konflik diluar pengadilan melalui
perundingan dengan bantuan pihak ketiga netral (konsiliator) untuk mendapatkan
penyelesaian yang disepakati oleh para pihak yang berkonflik. Kedudukan
konsiliator dalam proses konsiliasi sebagai pihak ketiga netral lebih bersifat pasif
dan terbatas pada fungsi prosedural (Wijoyo, 1999:104). Konsiliasi ini hampir
sama dengan mediasi, atau tidak terdapat perbedaan yang prinsipil, bahkan
cenderung dipertukarkan dengan mediasi (Rahmadi, 1996, sebagaimana dikutip
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 52
oleh Wijoyo, 1999:105). Konsiliasi ini lebih formal dari mediasi, bahkan
konsiliasi dimulai setelah mediasi gagal (Rangkuti, 1996:273-274).
5. Pencarian Fakta (Fact Finding)
Pencarian fakta ini sangat diperlukan dalam penyelesaian konflik, termasuk
konflik pengelolaan hutan. Dalam proses penyelesaian konflik fakta-fakta tentang
pencemaran dan/atau perusakan lingkngan hidup memang harus dicari. Demikian
pula dalam proses negosiasi dan mediasi. Fakta-fakta sangat dibutuhkan dalam
proses perundingan itu. Pencarian fakta ini dilakukan oleh tim pencari fakta (fact
finder), yaitu pihak-pihak yang netral yang bertugas mengumpulkan bahan-bahan
atau berbagai keterangan untuk dianalisis dan dievaluasi dengan tujuan untuk
memperjelas masalah-masalah yang menimbulkan konflik disertai dengan
rekomendasi pemecahan masalah (Wijoyo, 1999:105)
Media resolusi konflik sebagaimana uraian diatas, mempunyai kelebihan dan
kelemahan masing-masing, sehingga dalam pemilihan bentuk resolusi konflik,
khususnya konflik pengelolaan hutan dan kawasan hutan sebaiknya dikolaborasi dari
beberapa bentuk agar hasil yang diharapkan lebih optimal.Kolaborasi yang umum
dilakukan adalah antara media Negosiasi, Mediasi dan pencarian fakta (Fack
Finding).Dalam konflik pengelolaan hutan perlu dilakukan pencarian fakta mengenai
kondisi kesejahteraan masyarakat dengan system pengelolaan hutan yang kurang
melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya.Fakta menunjukkan bahwa
kesejahteraan masyarakat masih sangat rendah dengan system tersebut, sehingga
diperlukan suatu kebijakan untuk menjawab situasi tersebut, sehingga untuk
menganalisysnya digunakan analisys kebijakan.Menurut Dunn (1981:48) dalam
Wibawa (1994:55) menganalisis suatu kebijakan merupakan usaha untuk dapat
merekomendasikan kebijakan.Usaha ini bermula dari penyajian secara cermat
informasi yang menunjukkan adanya masalah kebijakan. Informasi ini kemudian
digunakan untuk membuat informasi tentang alternatif-alternatif kebijakan.
Kenyataan bahwa masyarakat sekitar hutan pada umumnya masih jauh dari
kata sejahtera (kesejahteraan relatif rendah) tidak dapat dipingkiri lagi, dan apabila
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 53
dicermati/ditelaah dengan baik, harus diakui bahwa kebijakan mengenai pengelolaan
hutan di Indonesia belum menyentuh pada masyarakat sekitar hutan yang
sebenarnya. Dengan perkataan lain baru sampai pada level masyarakat yang
mempunyai kapasitas yang lebih (penguasaan lahan yang besar) atau bermodal.
Guna menemukan alternatif kebijakan yang tepat untuk menjawab situasi
tersebut diatas, selanjutnya dilakukan negosiasi/komunikasi melalui forum rapat
koordinasi atau sosialisasi dengan masyarakat sekitar hutan agar sesuai dengan
kondisi sosial budaya serta karakteristik mastarakat setempat.Media resolusi konflik
yang dapat digunakan ketika media negosiasi dinilai kurang efektif memberikan
kontribusi yaitu mediasi.Mediasi pada dasarnya menghadirkan pihak mediator yang
memfasilitasi kepentingan kedua pihak dan tidak berhak mengambil keputusan.
Hasil negosiasi atau mediasi dalam bentuk kesepakatan yang telah
mengakomodir kepentingan kedua belah pihak, kemudian menjadi bahan dalam
menetapkan kebijakan yang tepat untuk menyelesaikan konflik pengelolaan hutan
antara masyarakt sekitar hutan dan pihak pemerintah termasuk KPHP Model Poigar.
Kebijakan yang menjadi solusi konflik dimaksud akan lebih mengakomodir
kepentingan masyarakat dengan pelibatan masyarakat secara aktif dalam
pemgelolaan hutan, disisi lain kepentingan pemerintah untuk tetap menjaga
eksistensi hutan dan kawasan hutan juga akan terakomodir melalui rambu-rambu
aturan yang diatur sedemikian rupa, sehingga tujuan akhir yang diharapkan yaitu
terwujudnya hutan lestari dan masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan akan
sejahtera bukan hanya menjadi sekedar visi tetapi dapat diwujudnyatakan.
6. Analisis Pengaturan Hasil
Azas`kelestarian menurut Cotta, yaitu adanya hasil kayu tahunan yang sama dan
kekal dari kawasan produksi. Karena itu dituntut adanya hasil kayu tahunan yang
sama dan kekal, maka potensi kayu di dalam hutan harus tidak mengalami
penurunan; dengan pengertian potensi hutan harus lestari. Sedangkan menurut
Knuchel (1953) menerangkan bahwa, kelestarian hutan tidak hanya memperhatikan
volume hasil yang tetap jumlahnya, tetapi harus pula memasukan bentuk dan kualita
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 54
batang. Hal tersebut disadari bahwa merancang hasil tebangan yang selalu sama
setiap tahunnya tidaklah mudah dan tidak lagi amat penting artinya.
Hasil hutan sebagai suplai hasil hutan yang teratur dan berkesinambungan sesuai
dengan kapasitas maksimal. Pengertian tersebut, sudah memasukan semua jenis hasil
hutan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, baik yang dapat dinilai dengan uang
(tangible) maupun yang tidak dapat dinilai dengan uang (intangible). Sampai saat ini,
hasil hutan masih masih lazim dipisahkan antara hasil utama (major product) berupa
kayu dan hasil sampingan (minor product) berupa non kayu (OSMASTON,1968).
Perubahan pengertian kelestarian hutan, sejak konsep itu lahir dengan embrio
Ordonansi hutan di Francis maupun Akta Hutan di Inggris, mencermikan
perkembangan konsep tersebut sampai sekarang, baik secara teoritis maupun teknik
operasional. Simon (1994), mendefinisi kelestarian hutan dibagi menjadi 3, yaitu:
• Kelestarian hasil hutan, tipe kelestarian ini hanya menitik beratkan pada hasil
kayu tahunan atau periodic yang sama.
• Kelestarian potensi hasil hutan, berorientasi pada kelestarian tegakan dimana
hutan dipandang sebagai pabrik kayu.
• Kelestarian sumberdaya hutan, berorientasi pada hutan sebagai fungsi ekosistem
yang menghasilkan kayu maupun non-kayu, perlindungan tata air dan kesuburan
tanah, penjaga kelestarian lingkungan, serta berfungsi sebagai gudang untuk
kelangsungan hidup berbagai macam sumber genetic, baik flora dan fauna.
Untuk mengontrol bahwa suatu pengelolaan hutan telah melaksanakan
konsep kelestarian hutan dan konsep tersebut terwujud, merumuskan parameter yang
objektif sebagai tolok ukurnya adalah sangat sulit. Secara teoritis, Simon (1994),
syarat untuk mewujudkan azas kelestarian tersebut, yaitu:
1. Ada jaminan kepastian batas kawasan hutan yang tetap dan diakui oleh semua
pihak, baik rakyat, lembaga swasta maupun badan-badan pemerintah,
2. Adanya system perhitungan etat sehingga tidak terjadi over cutting, untuk
kemudian dapat disusun rencana tebangan tahunan yang konsekuen dengan jiwa
dan tujuan asas kelestarian,
3. Telah dirumuskan system permudaan yang menjamin permudaan kembali
kawasan bekas tebangan yang berhasil baik.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 55
7. Analisis Finansial
Pengelolaan suatu proyek harus memperhitungkan nilai-nilai manfaat
(Benefit) baik langsung maupun tidak langsung yang ditimbulkan oleh adanya
pelaksanaan proyek tersebut. Biaya-biaya yang akan dikeluarkan dalam pengeluaran
proyek (expenditure) meliputi biaya-biaya yang akan dikeluarkan dimasa yang akan
datang (future costs) untuk memperoleh penghasilan yang akan datang (future
returns).
Dalam mengukur adanya suatu proyek yang akan dilaksanakan, terdapat
beberapa kriteria penilaian yang harus dipedomani. Kriteria-kriteria tersebut
meliputi:
a. Net Present Value (NPV), yaitu merupakan selisih antara penerimaan (benefit)
dengan pengeluaran (cost) yang telah di-present value-kan. Parameter
pelaksanaan suatu usaha apabila NPV > 0.
b. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), yaitu perbandingan dari jumlah penerimaan
(benefit) dengan biaya (cost) yang telah di-present value-kan. Parameter
pelaksanaan proyek apabila B/C Ratio > 1.
c. Internal Rate of Return (IRR), yaitu kemampuan suatu usaha untuk
menghasilkan tingkat keuntungan (return) yang dapat dicapainya. IRR
merupakan tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit dan cost
sama dengan nol. IRR digunakan sebagai tingkat suku bunga (i) yang berlaku,
walaupaun sebetulnya bukan i, tetapi IRR akan selalu mendekati besarnya i.
Parameter pelaksanaan suatu kegiatan usaha apabila IRR > i.
Menurut Andayani (2007) dan Pudjosumarto (1991), kelayakan usaha suatu
proyek dapat diukur oleh beberapa formula ekonomi, sebagai berikut:
1. Net Present Value (NPV)
NPV dikenal juga dengan Net Present Worth, yaitu selisih antara penerimaan
(benefit) dengan pengeluaran (cost) yang telah di-present value-kan. Secara
matematis rumus NPV dapat ditulis sebagai berikut:
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 56
�� = � ��(1 − �)� −
�
���� ��
(1 − �)��
���
dimana;
NPV: Net Present Value
Bt : Pendapatan dalam tahun ke-t
Ct : Biaya dalam tahun ke-t
i : Suku bungan riil.
2. Benefit Cost Ratio (B/C)
Benefit Cost Ratio (B/C), yaitu perbandingan dari jumlah penerimaan (benefit)
dengan biaya (cost) yang telah di-present value-kan. Secara matematis
persamaan B/C dapat ditulis sebagai berikut:
�/� = ∑ ��
(���)�����
∑ ��(���)�
����
dimana;
B/C : Benefit Cost Ratio
Bt : Pendapatan dalam tahun ke-t
Ct : Biaya dalam tahun ke-t
i : Suku bunga riil.
3. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR), yaitu kemampuan suatu proyek untuk
menghasilkan tingkat keuntungan (return) yang dapat dicapainya. IRR
merupakan tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit dan cost
sama dengan nol. Analisis IRR digunakan untuk mengetahui tingkat bunga
maksimum yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan
sampai pada tingkat pulang modal. Rumus IRR dapat ditulis sebagai berikut:
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP)
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 57
!! = �� + ���( ��� − ���) (�� − ��)
Dimana;
IRR : Internal Rate of Return
NPV : Net Present Value
i : Suku bunga riil.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 58
V. RENCANA KEGIATAN
Pengelolaan Hutan adalah kegiatan yang meliputi: Tata hutan dan penyusunan
rencana pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan; penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi
dan reklamasi hutan; perlindungan hutan dan konservasi alam.
Rencana pengelolaan hutan jangka panjang adalah rencana pengelolaan hutan pada
tingkat strategis berjangka waktu 10 (sepuluh) tahun atau selama jangka benah
pembangunan KPH.Rencana pengelolaan KPHP Model Poigar dalam sepuluh tahun
kedepan diarahkan pada pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi (HPTdan HP) dan
pemanfaatan hutan di kawasan hutan lindung. Pemanfaatan hutan pada hutan produksi
meliputi: (a) Pemanfaatan kawasan; (b) Pemanfaatan jasa lingkungan; (c) Pemanfaatan
hasil hutan kayu; (d) Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; (e) Pemungutan hasil hutan
bukan kayu. Selanjutnya pemanfaatan hutan di kawasan hutan lindung meliputi: (a)
Pemanfaatan kawasan; (b) Pemanfaatan jasa lingkungan; (c) Pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
Rencana kegiatan strategis selama jangka waktu rencana pengelolaan hutan KPHP
Model Poigar sepuluh tahun kedepan diuraikan seperti berikut ini
A. Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB)
Kawasan hutan yang memiliki potensi keanekaragamam hayati, untuk
mengetahui potensi tersebut diperlukan kegiatan dalam mengidentifikasi, inventarisasi
dan mencatat potensi yang terkandung didalamnya sehingga dapat dikelola dengan
baik.Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, para pemegang
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Alam (IUPHHK-HA) dan Izin
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam Hutan Tanaman (IUPHHK-HT)
diwajibkan menyusun Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu sepuluh
tahunan (Pasal 73 dan 75 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007) yang disusun
berdasarkan inventarisasi hutan berkala sepuluh tahunan yang selanjutnya disebut
sebagai Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB).
Inventarisasi Hutan adalah kegiatan untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan
hutan (timber standing stock), yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 59
RKUPHHK atau KPH setiap sepuluh tahunan dan sebagai bahan untuk pemantauan
kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan di KPH atau IUPHHK.
Inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB) mengacu pada Permenhut
No.P.33/Menhut-II/2009 dan Perubahannya No.P.5/Menhut-II/2011 Tentang Pedoman
Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Pada Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu Pada Hutan Produksi.
Kegiatan Inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB) diperuntukkan bagi
wilayah KPHP yang diarahkan pada rencana pemanfaatan hasil hutan.Rencana usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) dibagi kedalam dua tingkatan perencanaan,
yakni rencana kegiatan pengelolaan jangka panjang/sepuluh tahunan (RKU) dan
rencana kegiatan pengelolaan hutan jangka pendek/tahunan (RKT). Untuk RKU,
dilakukan inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB) pada seluruh areal hutan
yang akan diusahakan.
Perencanaan pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam di kawasan hutan
produksi KPH Model Poigar diarahkan pada rencana pemanfaatan hasil hutan kayu
dengan restorasi ekosistem hutan alam.Hal ini dipandang penting diperhatikan karena
kondisi sosial budaya dan sosial ekonomi kemasyarakatan di sekitar wilayah KPH
yang belum memungkinkan dilakukan secara langsung penebangan hutan alam.Karena
itu, guna mengendalikan terjadinya konflik baru di sekitar wilayah KPH maka restorasi
ekosistem hutan alam dinilai tepat untuk diterapkan dalam pengelolaan hutan alam
sepuluh tahun kedepan.
Tujuan IHMB
1. Untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan (timber standing stock) pada hutan
alam dan kondisi sediaan tegakan tanaman pokok pada hutan tanaman secara
berkala pada tegakan hutan yang sama.
2. Sebagai bahan dasar penyusunan RKU atau RKUHT KPH Model Poigar sepuluh
tahunan, khususnya dalam menyusun rencana pengaturan hasil dalam mewujudkan
pengelolaan hutan produksi lestari (sustainable forest management).
3. Sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan
hutan di areal IUPHHK atau IUPHHK-HT KPH Model Poigar.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 60
Ruang Lingkup
Ruang lingkup meliputi pengaturan tata cara penyelenggaraan IHMB pada
kawasan hutan KPH Model Poigar yang dikelola dalam IUPHHK dan IUPHHK-HT
(kayu pertukangan, kayu pulp atau kayu energi).
Pelaksanaan IHMB pada Hutan Alam
� Tim Pelaksana dan Perlengkapan dalam Kegiatan IHMB
Untuk pelaksanaan kegiatan IHMB perlu dibentuk Tim Pelaksana IHMB yang
terdiri dari: a. Ketua Tim Pelaksana, b. Kepala Regu, c. Anggota Regu. Ketua Tim
Pelaksana IHMB dipersyaratkan telah memiliki sertifikat kompetensi Ganis PHPL TC
atau Ganis PHPL Canhut sebagai tanda kelulusan pelatihan IHMB yang diterbitkan
oleh Lembaga Sertifikasi Bidang Kehutanan, atau Perguruan Tinggi Kehutanan atau
oleh Lembaga Pendidikan yang ditunjuk oleh Departemen Kehutanan sesuai Peraturan
Menteri Kehutanan No. P.58/Menhut-II/2008.
Ketua Tim Pelaksana bertanggung jawab penuh terhadap semua pelaksanaan
kegiatan IHMB, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam pelaporan hasil
IHMB.Ketua regu bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan, pencatatan data
dan pelaporan hasil kerja regunya.
Prestasi kerja satu regu untuk membuat dan mengukur 1 plot contoh diperlukan
3 - 4 jam maka diperkirakan dalam 1 hari dapat mengukur 2 plot contoh.Jika dalam 1
bulan tersedia 25 HOK (dikurangi hari hujan), maka tiap regu dapat mengukur sekitar
50 plot contoh per bulan. Jumlah regu dan waktu yang diperlukan dapat disesuaikan
dengan jumlah plot contoh yang akan diukur.
Jumlah anggota setiap regu sekurang-kurangnya terdiri dari: 1 Kepala Regu,
bertanggung jawab terhadap semua pencatatan data; 2 personil untuk
pembentukan/pembuatan plot contoh dan perintisan jalur; 2 personil untuk pengukuran
dan identifikasi jenis pohon; 1 tukang masak. Selanjutnya perlengkapan regu yang
diperlukan dalam tiap regu meliputi: Peta Kerja skala 1:50.000 atau skala 1:100.000
(yang mencakup informasi jaringan jalan, sungai, perkampungan/desa/pemukiman, dan
sebagainya); Peta Rencana IHMB skala 1:50.000 atau skala 1:100.000 yang berisi
petak-petak (compartments), sampling design (penyebaran plot contoh dengan nomor
ID jalur dan petak) serta keadaan tutupan lahannya. Tally sheet dan buku panduan;
Pensil; 1 buah kompas; 1 unit GPS (Global Positioning System); 1 buah clinometer
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 61
untuk mengukur lereng dan tinggi pohon; 1 pita ukur 30 m atau tali sepanjang 25 m; 2
pita ukur diameter (phi-band); 1 alat pengukur pohon contoh (tinggi, volume dan
berat), seperti hagameter; 2 buah tali untuk pembentukan sub-plot tiang (10 m); 1 buah
tali untuk pembentukan sub-plot lingkaran (2,82 m); Label untuk penandaan pohon dan
patok; Perlengkapan personal (botol air, tas, parang, P3K, dan sebagainya).
� Stratifikasi Tutupan Hutan
Pembentukan kelas tutupan hutan dimaksudkan untuk meningkatkan ketelitian
hasil pendugaan hasil inventarisasi dan keterwakilan. Pelaksanaan pembentukan kelas
tutupan hutan dilakukan melalui kaidah sebagai berikut:
a. Membagi habis seluruh tutupan vegetasi yang ada (exhaustive);
b. Mengorganisir/menggabung kelas-kelas tutupan hutan (mutually exclusive);
c. Mempunyai ukuran yang jelas untuk setiap kelas tutupan hutan yang dibuat:
1) Kelas tutupan hutan primer (Virgin Forest) adalah hutan alam produksi
yang belum pernah dieksploitasi secara terencana.
2) Kelas tutupan hutan bekas tebangan (Logged Over Area) adalah hutan yang
pernah dan atau sedang dieksploitasi secara terencana.
d. Hirarkis, dimana kelas-kelas yang dibuat mempunyai hirarki (tingkatan) dan
mengikuti kaidah diagram pohon (dendrogram).
Hasil stratifikasi tutupan hutan sementara akan divalidasi dengan mendasarkan
pada hasil IHMB. Sebagai acuan, dalam pembuatan kelas-kelas tutupan hutan dapat
dilihat pada Gambar 1 dalam Lampiran Permenhut No. P.33/Menhut-II/2009.
Pembuatan kelas-kelas hutan (stratifikasi) menurut kerapatan tegakannya dapat
dikelompokkan sebagai berikut: (1) Hutan lahan kering primer – kerapatan vegetasi
jarang (HKp1), (2) Hutan lahan kering primer – kerapatan vegetasi sedang (HKp2),
(3) Hutan lahan kering primer – kerapatan vegetasi rapat (HKp3), (4) Hutan lahan
kering sekunder – kerapatan vegetasi jarang (HKs1), (5) Hutan lahan kering sekunder
– kerapatan vegetasi sedang (HKs2), (6) Hutan lahan kering sekunder – kerapatan
vegetasi rapat (HKs3).
� Plot Contoh
Tujuan penarikan plot contoh pada hutan alam adalah untuk menghitung
volume tegakan semua jenis (all species) yang terdiri dari pohon-pohon dengan
berdiameter setinggi dada (dbh) sama dengan atau lebih besar dari 10 (sepuluh) cm.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 62
Bentuk dan Ukuran Plot Contoh
Plot contoh untuk pengamatan pohon pada hutan alam berbentuk empat persegi
panjang (rectangular plot) berukuran paling sedikit 0,25 hektar dengan lebar 20 meter
dan panjang 125 meter. Di dalam plot contoh tersebut dibuat 4 buah sub plot, yaitu
sub-plot pancang berbentuk lingkaran dengan jari-jari 2,82 meter, sub-plot tiang
berbentuk bujur sangkar berukuran 10 meter x 10 meter, sub-plot pohon kecil
berbentuk bujur sangkar berukuran 20 meter x 20 meter dan sub-plot pohon besar
berbentuk empat persegi panjang berukuran 20 meter x 125 meter.
Penentuan Jumlah Plot Contoh
a. Plot contoh diletakkan dan dipilih pada jalur ukur terpilih secara sistematik
dengan jarak antar jalur telah ditetapkan sebesar 1.000 meter (1 km). Jarak antar
plot di dalam jalur (JP) ditentukan oleh luas efektif IUPHHK, jumlah plot
contoh yang akan diukur (n) dan jarak antar jalur ukur (JL) dalam meter, dengan
rumusan sebagaimana dalam Lampiran pada Bab III angka 3.3. huruf B angka 1
Permenhut No. P.33/Menhut-II/2009.
b. Jumlah plot contoh yang diperlukan tiap IUPHHK ditentukan berdasarkan
keterwakilan areal petak (compartment) untuk diukur melalui plot contoh
terpilih.
c. Jumlah plot yang perlu dibuat untuk kelas luasan efektif tertentu. Menggunakan
Tabel 1 sebagaimana dalam Lampiran pada Bab III angka 3.3. huruf B angka 2
Permenhut No. P.33/Menhut-II/2009.
d. Untuk rencana IUPHHK-RE KPH Model Poigaryang luas areal efektifnya
berada pada angka luas >10.000 ha maka jarak antar plotnya sekitar 1.000 m (1
km). Adapun perhitungan berkaitan hal ini menggunakan rumus-rumus
sebagaimana dalam Lampiran pada Bab III angka 3.3. huruf B angka 3
Permenhut No. P.33/Menhut-II/2009.
e. Petak-petak (compartments) yang tidak terwakili oleh plot contoh, dapat diduga
volumenya dengan menggunakan interpolasi secara gradual, apabila berdasarkan
citra satelit resolusi sedang maupun resolusi tinggi ataupun berdasarkan
pengamatan di lapangan, kondisi areal hutan pada petak-petak tersebut
dibandingkan dengan petak-petak di sekitarnya adalah relatif homogen.
menggunakan rumus-rumus sebagaimana dalam Lampiran pada Bab III angka
3.3. huruf B angka 4 Permenhut No. P.33/Menhut-II/2009.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 63
f. Petak-petak (compartments) yang tidak terwakili oleh plot contoh, tidak boleh
diduga volumenya dengan menggunakan interpolasi secara gradual, apabila
berdasarkan citra satelit resolusi sedang maupun resolusi tinggi ataupun
berdasarkan pengamatan di lapangan, kondisi areal hutan pada petak-petak
tersebut dibandingkan dengan petak-petak di sekitarnya adalah sangat bervariasi
(sangat heterogen). Dalam keadaan seperti ini, maka pada petak-petak dengan
kondisi tersebut wajib dibuat plot contoh tambahan (suplemen) di luar plot
contoh yang telah direncanakan, atau menggunakan pendekatan homogenitas
hasil penafsiran citra satelit resolusi sedang/tinggi. Letak/lokasi plot contoh
suplemen ditentukan berdasarkan desain awal, yaitu jarak antara plot contoh
yang diukur terhadap petak suplemen sama dengan jarak yang sudah ditetapkan
sebelumnya.
g. Dalam menentukan jumlah plot contoh dapat dilakukan menggunakan cara: (a)
jumlah plot yang perlu dibuat untuk kelas luasan efektif tertentu; (b) pada petak-
petak yang tidak dapat diinventarisasi karena tidak adanya aksesibilitas yang
disebabkan aspek fisik dan sosial yang dapat dipertanggungjawabkan, maka
pendugaan sediaan tegakan menggunakan model-model penduga volume
berbasis citra satelit minimal resolusi tinggi (citra satelit berumur maksimum 2
tahun terakhir), dan penentuan sediaan tegakan menurut kelas diameter dan
kelompok jenis didasarkan pada plot-plot contoh di sekitarnya.
� Penentuan Koordinat Plot Contoh
Peletakan plot contoh (sample unit) dalam areal dilakukan dengan sampling
sistematik dimulai secara acak (systematic sampling with random start) dalam jalur
berplot, dengan lebar jalur 20 meter. Jarak antar jalur sebesar 1 km (satu kilometer)
dengan tujuan mengusahakan agar semua petak yang ada dapat terwakili.
Letak jalur pertama dan lokasi plot contoh pertama dalam jalur diletakkan
secara acak. Secara teknis dilakukan pengacakan terhadap (a) lokasi jalur yaitu dengan
mencari bilangan acak (BAX) yang berkisar antara 10 sampai dengan JL, dan (b)
lokasi plot contoh dalam jalur dengan mencari bilangan acak (BAY) yang berkisar
antara 62,5 sampai dengan JP (10 adalah setengah lebar plot contoh dan 62,5 adalah
setengah panjang plot contoh. Lokasi (koordinat planimetris) dari plot contoh pertama
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 64
dapat dihitung menggunakan rumus sebagaimana dalam Lampiran pada Bab III
angka 3.3. huruf C Permenhut No. P.33/Menhut-II/2009.
Selanjutnya teknik-teknik dan analisis datanya yang terkait dengan:
Penempatan Plot Contoh di Lapangan, Pembuatan Plot Contoh, Pemasangan Label
Pohon, Pencatatan Informasi Umum, Pendataan Pohon pada Hutan Alam, Penentuan
Posisi Pohon yang Diukur di Dalam Sub-plot, diajurkan mengikuti ketentuan
sebagaimana dalam Lampiran Permenhut No. P.33/Menhut-II/2009.
Pelaksanaan IHMB pada Hutan Tanaman
� Petunjuk Umum
(Berdasarkan Permenhut No.P.33/Menhut-II/2009 dan perubahannya No.
P.5/Menhut-II/2011)
a. Petunjuk dimaksudkan untuk hutan tanaman industri, baik untuk tujuan kayu
pulp, maupun untuk tujuan kayu pertukangan pada areal efektif yang dapat
dikembangkan menjadi hutan tanaman (termasuk areal hutan alam bekas
tebangan/logged over area (LOA) yang berdasarkan deliniasi dapat
dikembangkan menjadi hutan tanaman dengan sistem silvikultur Tebang Habis
dengan Permudaan Buatan (THPB) maupun non-THPB.
Catatan: Penafsiran terhadap THPB dimaksud, tidak diperuntukan bagi lahan-
lahan hutan yang masuk dalam kategori lahan dengan kemiringan >40%,
dan/atau kemiringan lereng >25% dengan jenis tanah peka erosi dan sangat peka
erosi.
b. Pengambilan plot contoh (sampling unit) dalam IHMB berbasis petak dan kelas
umur.
c. Pembagian kelas umur pada hutan tanaman untuk kayu pulp digunakan dua
kelas umur yaitu < 4 tahun dan > 4 tahun, sedangkan untuk kayu pertukangan
digunakan interval umur 5 tahun. Untuk hutan tanaman dengan rotasi di atas 50
tahun digunakan interval 10 tahun.
d. Pendugaan volume dilakukan pada umur di atas 4 tahun untuk kayu pulp dan di
atas 5 tahun untuk kayu pertukangan, dengan tujuan untuk monitoring
perkembangan produksi dan menduga besarnya produksi di saat tebangan.
e. Pada tegakan umur di bawah 4 tahun, tujuan IHMB diarahkan untuk penilaian
keberhasilan tanaman, penentuan kualitas tapak (site quality) dan pengendalian
hama/penyakit.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 65
� Tim Pelaksana dan Perlengkapan dalam Kegiatan IHMB
1. Tim Pelaksana Kegiatan IHMB
Untuk pelaksanaan kegiatan IHMB perlu dibentuk Tim Pelaksana IHMB
yang terdiri dari: a. Ketua Tim Pelaksana IHMB, b. Kepala Regu, c. Anggota Regu.
Anggota regu sekurang-kurangnya terdiri dari: 2 personil untuk
pembentukan/pembuatan plot contoh dan perintis jalur, 2 personil untuk
pengukuran dan identifikasi jenis pohon, 1 tukang masak.
Ketua Tim Pelaksana IHMB dipersyaratkan telah memiliki sertifikat
kompetensi Ganis PHPL TC atau Ganis PHPL Canhut sebagai tanda kelulusan
pelatihan IHMB yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Bidang Kehutanan, atau
Perguruan Tinggi Kehutanan atau oleh Lembaga Pendidikan yang ditunjuk oleh
Departemen Kehutanan sesuai Peraturan Menteri Kehutanan No. P.58/Menhut-
II/2008.
Ketua Tim Pelaksana bertanggung jawab penuh terhadap semua
pelaksanaan kegiatan IHMB, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam
pelaporan hasil IHMB.Ketua regu bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan,
pencatatan data dan pelaporan hasil kerja regunya.
Prestasi kerja sangat tergantung kepada kondisi lapangan Unit Manajemen.
Satu regu dapat membuat dan mengukur 6 (enam) plot contoh per hari dengan
perkiraan untuk membuat dan mengukur tiap plot contoh diperlukan waktu 1 jam.
Jika dalam 1 bulan tersedia 25 HOK (dikurangi hari hujan), maka tiap regu dapat
mengukur sekitar 150 plot contoh per bulan. Jumlah regu dan waktu yang
diperlukan dapat disesuaikan dengan jumlah plot contoh yang akan diukur.
Selanjutnya perlengkapan regu yang diperlukan dalam tiap regu meliputi:
Peta kerja skala 1:50.000 atau skala 1:100.000 (mencakup informasi jaringan jalan,
sungai, kampung/desa, dan sebagainya); Peta Rencana IHMB skala 1:50.000 atau
skala 1:100.000 yang mencakup informasi petak (compartment), sebaran plot
contoh (sampling design) lengkap dengan ID nomor jalur dan nomor plot contoh
dan tutupan lahan; Tally sheet dan buku panduan; Pensil; 1 buah kompas; 1 unit
GPS (Global Positioning System); 1 buah clinometer untuk mengukur lereng; 1
buah tambahan clinometer untuk pengukuran ketinggian pohon jika perlu; 1 pita
ukur 30 m atau tali sepanjang 25 m; 2 pita ukur diameter (phi-band); 1 alat
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 66
pengukur pohon contoh (tinggi, volume dan berat), seperti hagameter; 2 buah tali
untuk pembentukan sub-plot tiang (10 m); 1 buah tali untuk pembentukan sub-plot
lingkaran (2,82 m); Label untuk penandaan pohon dan patok; Perlengkapan
personal (botol air, tas, parang, P3K, dan sebagainya).
� Stratifikasi Tutupan Hutan
1. Pembentukan stratifikasi kelas tutupan hutan dimaksudkan untuk meningkatkan
ketelitian hasil pendugaan dari hasil inventarisasi dan keterwakilan.
2. Stratifikasi dilakukan berdasarkan kelas umur dan tanaman pokok/utama.
� Plot Contoh
Bentuk dan Ukuran Plot Contoh
Plot contoh pada hutan tanaman dibedakan sebagai berikut:
1. Hutan tanaman kayu pulp
a. Untuk tanaman berumur < 4 tahun (kelas umur I – II) digunakan plot contoh
berbentuk lingkaran berukuran luas 0,02 hektar (jari-jari lingkaran 7,98 m) atau
plot contoh berbentuk 6-contoh pohon (6-tree sampling).
b. Untuk tanaman berumur ≥ 4 tahun (kelas umur III – IV) digunakan plot contoh
berbentuk lingkaran luas 0,04 hektar (jari-jari lingkaran 11,28 m) atau plot
contoh berbentuk 8-contoh pohon (8-tree sampling).
2. Hutan tanaman kayu pertukangan
a. Untuk tanaman kelas umur I – II digunakan plot contoh berbentuk lingkaran
luas 0,02 ha (jari-jari lingkaran 7,98 m) atau plot contoh berbentuk 6-contoh
pohon (6-tree sampling).
b. Untuk tanaman kelas umur III – IV digunakan plot contoh berbentuk lingkaran
luas 0,04 ha (jari-jari lingkaran 11,28 m) atau plot contoh berbentuk 8-contoh
pohon (8-tree sampling).
c. Untuk tanaman kelas umur ≥ V serta hutan tanaman miskin riap digunakan plot
contoh berbentuk lingkaran luas 0,10 ha (jari-jari lingkaran 17,84 m) atau plot
contoh berbentuk 10-contoh pohon (10-tree sampling).
Tabel 8. Bentuk Plot Contoh untuk Kelas Perusahaan Kayu Pulp
Kelas Umur Bentuk Plot Lingkaran (Circular Plot) Bentuk Contoh Pohon
(Tree-sampling) Luas Plot (ha) Radius Plot (m)
I – II 0,02 7,98 6 pohon
III – IV 0,04 11,28 8 pohon
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 67
Tabel 9. Bentuk Plot Contoh untuk Kelas Perusahaan Kayu Pertukangan
Kelas Umur Bentuk Plot Lingkaran (Circular Plot) Bentuk Contoh Pohon
(Tree-sampling) Luas Plot (ha) Radius Plot (m)
I – II 0,02 7,98 6 pohon
III – IV 0,04 11,28 8 pohon
V up 0,10 17,84 10 pohon
� Penentuan Jumlah Plot Contoh
Pada hutan tanaman, ukuran plot yang akan dipergunakan disesuaikan
dengan kelas umurnya. Pada tegakan dengan kelas perusahaan kayu pertukangan,
luas plot contohnya dibuat berkisar antara 0,02 ha sampai dengan 0,10 ha atau
contoh pohon antara 6 pohon sampai 10 pohon. Sedangkan untuk kayu pulp dibuat
dengan luas plot contoh antara 0,02 ha sampai dengan 0,04 ha atau contoh pohon
antara 6 pohon sampai 8 pohon. Tegakan yang lebih muda diperkirakan akan
mempunyai kondisi tegakan yang lebih homogen dibandingkan dengan tegakan
yang telah masak tebang. Pada hutan tanaman kayu pertukangan diperkirakan akan
ada sekitar 4 sampai 8 kelas umur sedangkan untuk hutan tanaman kayu pulp
dibuat sebanyak 4 sampai 5 kelas umur.
Dengan mempertimbangkan tingkat homogenitas tegakan per kelas umur
serta pertimbangan variasi luas efektif per kelas umur maka diperkirakan koefisien
variasi (CV) hutan tanaman berkisar antara 25% sampai dengan 35%.Atas dasar
nilai CV tersebut serta kesalahan penarikan contoh sebesar 5% maka jumlah plot
per kelas umurnya adalah berkisar antara 100 plot sampai dengan 200 plot. Dengan
kata lain total plot yang perlu dibuat oleh pemegang IUPHHK adalah 100 sampai
dengan 200 plot kali jumlah kelas umurnya. Jumlah plot yang perlu dibuat (n)
dalam suatu IUPHHK hutan tanaman dihitung sebagaimana rumus dalam
Lampiran pada Bab IV angka 4.4. huruf B Permenhut No. P.33/Menhut-II/2009.
Dengan mempertimbangkan luas efektif dari suatu wilayah kerja IUPHHK
hutan tanaman, pada Tabel 8 berikut ini disajikan perkiraan jumlah plot yang
diperlukan pada setiap kelas umur hutan tanaman, yaitu berkisar antara 100 sampai
dengan 200 plot. Untuk IUPHHK dengan luasan < 10.000 ha perlu membuat plot
minimal sekitar 100 plot per kelas umur. Lihat Tabel 8 sebagamana dalam
Lampiran pada Bab IV angka 4.4.huruf B Permenhut No. P.33/Menhut-II/2009.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 68
Dalam penentuan jumlah plot, maka perusahaan:
a. Dapat menggunakan Tabel 6 tentang Perkiraan jumlah plot dan jarak antar plot
pada setiap kisaran luas IUPHHK-HT; atau
b. Disesuaikan dengan inventarisasi yang dilakukan oleh perusahaan dengan
syarat paling sedikit: 1) Intensitas sampling lebih dari 0,5 %; 2) Mewakili
seluruh kelas umur dan jenis tanaman; dan 3) Tersebar merata di seluruh areal.
� Penentuan Koordinat Plot Contoh
Peletakan (desain) lokasi plot contoh dilakukan secara sistematik dengan
awal teracak. Pada tahap ini hanya dicari bilangan acak yang berkisar antara 17,84
atau dibulatkan menjadi 18 (delapan belas) sampai dengan k (catatan: 17,84 adalah
jari-jari plot lingkaran 0,10 ha). Jika bilangan acak tersebut diberi notasi BAk,
maka koordinat plot contoh pertama (P) dapat dihitung.
Selanjutnya teknik-teknik dan analisis datanya yang terkait dengan:
Penentuan koordinat plot contoh, Penempatan Plot Contoh di Lapangan,
Pembuatan Plot Contoh, Pemasangan Label Pohon, Pencatatan Informasi Umum,
Pendataan Pohon Hutan Tanaman, Penentuan Posisi Pohon yang Diukur Dalam
Plot Contoh, diajurkan mengikuti ketentuan sebagaimana dalam Lampiran
Permenhut No. P.33/Menhut-II/2009.
2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP)
Secara garis besar, kegiatan ITSP, meliputi pengumpulan data, pengolahan data
dan menggambarkan posisi pepohonan di dalam petak pada peta persebaran pohon.
Pengumpulan data meliputi: Penetapan dan pengukuran koordinat petak kerja;
Pemasangan dan penandaan pal-pal batas petak tebangan (100 ha); Penandaan dan
penomoran pohon-pohon yang akan ditebang, pohon inti, pohon induk, dan pohon
yang dilindungi; Pengukuran diameter setinggi dada dan tinggi bebas cabang semua
pohon berdiameter 20 cm ke atas; Pengukuran letak pohon; Pencatatan flora dan fauna
yang dijumpai serta hasil hutan bukan kayu (HHBK); Pencatatan keadaan lapangan.
Selanjutnya pengolahan data ITSP meliputi: Pemetaan letak pohon (tree
location mapping); Pencacahan jumlah individu dan penjumlahan volume pohon tiap
jenis; Pengelompokkan jenis menurut golongan jenis komersial, kayu indah, kayu yang
dilindungi, dan jenis-jenis campuran, dirinci ke dalam jumlah individu dan jumlah
volume.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 69
Hasil dari kegiatan ITSP adalah data potensi dan peta persebaran pohon
ITSP.Data potensi digunakan untuk menentukan jatah pohon tebang (JPT) pada SK.
RKT.Untuk keperluan penyusunan Rencana Kerja Tahunan (RKT), setiap tahun
dilakukan inventarisasi 100% pada masing-masing areal tebangan untuk rencana
penebangan jangka pendek, yaitu rencana penebangan tahunan.
3. Penataan Hutan
Dari hasil inventariasi kondisi biogeofsisik dan sosekbud KPH Model
Poigartahun 2012 dan Permenhut Nomor P.6/Menhut-II/2010 Tentang Norma,
Standar, Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan
Lindung (KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP); Arahan IHBM
pada kegiatan HHK-HA/RE dan HHK-HT/HTI; Juknis Penyusunan rencana
pengelolaan pada KPH tahun 2012, selanjutnya dirumuskan rencana-rencana penataan
hutan berdasarkan fungsinya.
Hasil tata hutanmemperlihatkan bahwa pembagian blok pengelolaan pada
Kawasan Hutan Lindung terdapat 2 (dua) blok yaitu Blok Inti, dan Blok Pemanfaatan,
sedangkan Kawasan Hutan Produksi/Produksi Terbatas terdapat 4 (tiga) blok yaitu
Blok Pemanfaatan HHK-HA, Blok Pemanfaatan HHBK, Blok Pemberdayaan, dan
Blok Perlindungan. Kawasan Hutan Lindung memiliki Blok Inti dengan luas lebih
kurang 5.212,21 ha, dan Blok Pemanfaatan seluas lebih kurang 202,13 ha. Pada
Kawasan Hutan Produksi/Produksi Terbatas dengan Blok Pemanfaatan HHK-HA
seluas lebih kurang 13.029,33 ha, Blok Pemberdayaan seluas lebih kurang 17.332,48
ha, Blok Perlindungan seluas lebih kurang 4.360,32 ha dan Blok Pemanfaatan HHBK
seluas lebih kurang 1.460,53 ha.
Blok Inti pada Kawasan Hutan Lindung terletak di Kawasan Hutan HL. Bakau
Tg. Walintau, HL. Gn. Bumbungon 1, HL. Gn. Bumbungon 2, HL. Gn. Lolombulan,
HL. Gn. Popotelu, dan HL. Torout.Untuk Blok Pemanfaatan terletak pada kawasan
hutan HL. Gn. Lolombulan. Pada Kawasan Hutan Produksi/ Produksi Terbatas untuk
Blok Pemanfaatan HHK-HA terletak di kawasan hutan HP. Inobonto-Poigar, HP.
Torout, dan HPT. Gn. Bumbungon. Blok Pemberdayaan terletak pada Kawasan Hutan
HP. Inobonto-Poigar, HP. Torout, HPT. Gn. Bumbungon, HPT. Gn. Lolombulan, dan
HPT. Gn. Sinonsayang. Blok Perlindungan terdapat pada Kawasan Hutan HP.
Inobonto-Poigar, dan HPT. Gn. Bumbungon. Sedangkan Blok Pemanfaatan HHBK
terletak di kawasan hutan HP. Inobonto-Poigar, dan HPT. Gn. Sinonsayang.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 70
Pembagian Blok dan luasan pada Kawasan Hutan Lindung dan Hutan
Produksi/Produksi Terbatas,
Blok-blok pengelolaan tersebut dijabarkan menjadi rencana pengelolaan hutan sebagai
berikut:
� Blok Inti pada enam Kawasan Hutan Lindung dikelola untuk tujuan perlindungan
tata air, habitat satwa, serta flora, fauna asli dan penelitian.
� Blok Pemanfaatan pada Kawasan Hutan Lindung bertujuan pemanfaatan jasa
lingkungan air untuk keperluan masyarakat sekitar hutan
� Blok Perlindungan pada Kawasan Hutan Produksi untuk untuk tujuan perlindungan
tata air, habitat satwa, serta flora, fauna asli dan penelitian.
� Blok Pemanfaatan HHK-HA pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan Produksi
Terbatas bertujuan pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam.
� Blok Pemanfaatan HHBK pada Kawasan Hutan Hutan Produksi dan Hutan Produksi
Terbatas diperuntukkan untuk tujuan areal penggunaan kawasan hutan.
� Blok Pemberdayaan Masyarakat (PMB) pada Kawasan Hutan Produksi dan
Kawasan Hutan Produksi Terbatas direncanakan pengelolaan hutan bersama
masyarakat (PHBM)untuk tujuan pengelolaan yang dapat menggendalian konflik-
konfik sosial seperti penguasahan lahan (land tenure), ketersediaan lahan dan
kesempatan kerja bagi masyarakat didalam/sekitar kawasan hutan, system
pengelolaan dengan system agroforestry dengan pengaturan ruang tanam, dan tujuan
pengelolaan untuk hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa (HD), dan tanaman
rakyat (HTR).
Dalam rangka menjaga eksistensi kawasan hutan dan memposisikan
masyarakat sebagai mitra dalam pengelolaan hutan, dan pengendali pengamanan
hutan untuk mewujudkan “kelestarian hutan, dan ekosistem hutan sehingga
tercapai kesejahteraan masyarakat” maka lahan-lahan hutan yang telah lama
dimanfaatkan penduduk setempat dalam bentuk pertanian lahan kering (termasuk
tempat bermukim) dalam menyambung hidupnya, dapat diberikan kesempatan
dalam mempertahankan hidupnya dalam bentuk pemanfaatan kawasan hutan HTR.
Pola agroforestry diterapkan pada lokasi-lokasi tertentu yang telah ada pertanian
lahan kering dan berbatasan langsung dengan permukiman.Pola tersebut dapat
didekati melalui pembinaan model sistem pertanian-kehutanan terpadu
berkelanjutan (SPKTB).
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 71
B.Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu
Batasan mengenai pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu dalam
perencanaan ini adalah blok-blok pemanfaatan hutan pada hutan lindung, produksi
dan produksi terbatas yang akan dikelola sendiri KPH dalam bentuk “wilayah
tertentu”. Blok-blok tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi kelas-kelas hutan
sesuai arahan pengelolaannya. Jabaran kelas-kelas hutan tersebut dipergunakan
sebagai acuan dalam menentukan “kelas perusahaan”.Wilayah tertentu adalah
wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk
mengembangkan usaha pemanfaatannya atau belum dibebani ijin pemanfaatan
maupun penggunaan dari Kementerian Kehutanan.Wilayah tertentu pada KPHP
Model Poigardiluar ijin pemanfaatan HTR.Pemanfaatan blok-blok pengelolaan
pada kawasan hutan disebut kelas-kelas hutan yang dikelola KPHP Model
Poigar.Pemanfaatan kelas-kelas hutan untuk menjadi acuan dalam penentuan kelas
perusahan. Kelas-kelas hutan yang ada dapat dilakukan pemanfaatan sesuai fungsi
dari pembagian kelas hutan. Pemanfaatan dapat dilaksanakan dalam bentuk
kemitraan denganmasyarakat setempat, koperasi, badan usaha milik swasta, Badan
usaha milik daerah dan badan usaha milik negara.
� Blok pemanfaatan pada kawasan hutan lindung berupa pemanfaatan jasa
lingkungan air. Bentuk kegiatan untuk memanfaatkan air sebagai air minum
dan keperluan lain yang berkaitan dengan pemanfaatan air. Kemitraandapat
dilakukan denganmasyarakat setempat, koperasi dan badan usaha milik swasta.
� Blok Pemanfaatan HHK-HA pada Kawasan Hutan Produksi dan Hutan
Produksi Terbatas diperuntukan untuk pemanfaatan hasil hutan kayu.
Kemitraan dapat dilakukan dengan badan usaha milik swasta dan badan usaha
milik Negara. Untuk memperoleh kelestarian hasil diperlukan perhitungan etat
luas dan etat volume. Etat luas dihitung dari luas blok pemanfaatan dibagi
dengan panjang daur yang diinginkan. Etat volume dihitung volume tendon
tegakan yang tumbuh sampai akhir daur dibagi dengan panjang daur yang
diinginkan. Contoh perhitungan etat, untuk etat luas adalah luas blok
pemanfaaatan HHK-HA seluas 13.029,33 ha dibagi daur pada Hutan Produksi
selama 60 tahun, maka etat luas 217,15 ha. Sedangkan etat volume memerlukan
kegiatan IHMB untuk mengetahui volume tegakan awal.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 72
� Blok Pemanfaatan HHBK pada Kawasan Hutan Produksi dan HutanProduksi
Terbatas diperuntukan pemanfatan hasil hutan bukan kayu, meliputi kegiatan
penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan
pemasaran hasil.
� Blok Pemberdayaan Masyarakat (PMB) pada Kawasan Hutan Produksi dan
Kawasan Hutan Produksi Terbatas dapat dilakukan pemanfaatan kawasan dan
pemanfaatan hasil hutan kayu, berupa kemitraan denganmasyarakat setempat,
koperasi, badan usaha milik swasta atau badan usaha milik Negara. Pengaturan
hasil untuk kemitraan pemanfaatan kawasan sesuai ketentuan yang berlaku,
sedangkan kemitraan pemanfaatan hasil hutan harus sesuai dengan pedoman
pemanfaatan hasil hutan kayu.
Dalam perencanaan pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu di KPHP
Model Poigar dikelompokkan kedalam pengusahaan skala kecil dan besar, pada
pemanfaatan hutan alam.Pemanfaatan hutan alam dikemas kedalam pemanfaatan
hasil hutan kayu dengan sistem restorasi ekosistem hutan (HHK-RE), dan
pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman (HHK-HT).
1. Rencana Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem Dalam
Hutan Alam
Rencana pemanfaataan hasil hutan kayu di blok pemanfaatan HHK-HA pada
hutan produksi dan produksi terbatas dengan rencana pemanfaatan seluas
13.029,33 ha. Penerapan pendekatan restorasi ekosistem dalam hutan alam
pada hutan produksi dalam pemanfaatan hasil hutan kayu dimaksudkan untuk
memprakondisikan situasi sosial ke arah yang lebih kondusif di sekitar
wilayah KPH guna mencegah terjadinya konflik baru antara pengelola KPHP
dengan masyarakat sekitarnya.Usaha pemanfaatan dapat dilakukan secara
kemitraan dengan badan usaha milik swasta atau dikelola secara swadaya
oleh KPHP Model Poigar.
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem Dalam Hutan
Alam adalah untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan
produksi dan produksi terbatas yang memiliki ekosistem penting sehingga
dapat dipertahankan fungsi dan keterwakilannya melalui kegiatan
pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk
penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 73
dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati (flora dan fauna) serta unsur
non hayati (tanah, iklim dan topografi) pada suatu kawasan kepada jenis yang
asli, sehingga tercapai keseimbangan hayati dan ekosistemnya.
Penyelenggaraan UPHHK Restorasi Ekosistem dimaksudkan untuk
memanfaatkan hutan alam produksi secara lestari (jangka panjang) dengan
memperhatikan kelestarian usaha dan keseimbangan lingkungan, sosial
ekonomi dan budaya masyarakat setempat sehingga operasionalisasi
pemanfaatan hutan tahunan di lapangan dapat dilakukan secara rasional
terukur sesuai dengan kemampuan regeneratif alami maupun buatan.Adapun
lokasi rencana usaha pemanfaatan hasil hutan kayu restorasi ekosistem dalam
hutan alam (UPHHK-RE) disajikan pada Tabel 10 berikut.
Tabel 10. Rencana Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem dalam
Hutan Alam (UPHHK-RE) pada Hutan Produksi di Wilayah KPH Model Poigar
Kode Lokasi/
Blok/Petak Kelompok hutan
Sistem
Silvikultur
Luas
(Ha)
Pemanfaatan
HHK-HA
HP. Inobonto-Poigar TPTI 4.550,81
HP. Torout TPTI 641,87
HPT. Gn. Bumbungon TPTI 7.836,66
Keterangan:
Direncanakan untuk dikerjakan sendiri oleh KPHatau kemitraandengan perusahaan perkayuan.
UPHHK-RE dalam penyelenggaraannya dibutuhkan rencana kerja berupa
Rencana Kerja Usaha sepuluh tahunan (RKU), Rencana Kerja Tahunan (RKT), dan
Bagan Kerja Usaha (BGU). Ketiga rencana kerja tersebut disusun dengan mengacu
pada Permenhut No.P.56/Menhut-II/2009 tentang Rencana Kerja Usaha
Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem.
Rencana Kerja Usaha (RKU)
Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem
dalam Hutan Alam yang selanjutnya disingkat RKUPHHK-RE adalah rencana kerja
untuk seluruh areal kerja UPHHK-RE untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahunan,
antara lain memuat aspek kelestarian hutan, kelestarian usaha, aspek keseimbangan
lingkungan dan pembangunan sosial ekonomi masyarakat setempat.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 74
RKU disusun dengan mempertimbangkan besarnya riap tegakan rata-rata
tahunan (MAI) sebesar (m3/ha/tahun). Berdasakan MAI, potensi tegakan dan
volume tebangan untuk RKUPHHK periode 10 tahun diperkirakan.
Rencana Kerja Tahunan (RKT)
Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi
Ekosistem pada Hutan Alam yang selanjutnya disebut RKTUPHHK-RE adalah
rencana kerja dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal persetujuannya yang
disusun berdasarkan RKUPHHK-RE.
Penyusunan RKT berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan nomor
P.56/Menhut-II/2009.
Bagan Kerja Usaha (BGU)
Bagan Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem
dalam Hutan Alam yang selanjutnya disebut BKUPHHK-RE adalah rencana kerja
yang berlaku paling lama 12 (dua belas) bulan.
Penyusunan rencana-rencana kerja UPHHK-RE tersebut mengacu pada hasil
kegiatan inventarisasi, baik IHMB maupun ITSP.Berdasarkan hasil IHMB
selanjutnya dihitung Jatah Pohon Tebang (Annual Allowable Cut/AAC).Jatah
pohon tebang (JPT) atau Annual Allowable Cut (AAC) ditentukan berdasarkan
potensi tegakan hutan yang diketahui setelah dilaksanakannya kegiatan inventarisasi,
baik IHMB maupun ITSP.AAC yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan
berdasarkan RKU (m3/tahun).
Adapun besarnya jatah pohon tebang tertuang dalam SK. RKT (self-
approval) sebesar (m3).Khusus untuk jenis kayu indah, kuota tebang ditetapkan oleh
Tim Terpadu yang terdiri atas LIPI (scientific authority), Balai BKSDA
(management authority), Perguruan Tinggi, Litbang Kehutanan dan LSM.
Sesuai Permenhut No: P.56/Menhut-II/2009, usaha pemanfaatan hasil hutan
kayu restorasi ekosistem dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap UPHHK-RE
sebelum mencapai keseimbangan, dan tahap UPHHK-RE setelah mencapai
keseimbangan. Adapun rencana kegiatan pada kedua tahapan tersebut diuraikan sbb.:
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 75
• RKUPHHK Restorasi Ekosistem Sebelum Mencapai Keseimbangan)
Pada Lampiran Permenhut No. P.56/Menhut-II/2009, dokumen RKUPHHK-
RE sebelum mencapai keseimbangan memuat uraian tentang latar belakang, keadaan
umum, rencana pemanfaatan, analisis ekonomi serta lampiran peta dan hasil
pengolahan data. Pada Bab rencana pemanfaatan memuat rencana kegiatan sbb.: (1)
Tata Batas dan Zonasi Areal, (2) Pembinaan Hutan, (3) Tenaga Kerja, (4)
Perlindungan dan Pengamanan Hutan, (5) Kelola Sosial, (6) Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan, (7) Penelitian dan Pengembangan.
Rencana Pemanfaatan:
Jenis Kegiatan Tata Batas dan Zonasi Areal:
1. Tata Batas UPHHK dan Zonasi Areal
Tata batas areal dijadwalkan dengan waktu 1 tahun.Untuk areal yang telah ditata
batas agar dijadwalkan untuk direkonstruksi.
Zonasi hutan merupakan kegiatan membagi-bagi areal kedalam kawasan lindung,
kawasan tidak untuk produksi dan kawasan produksi dengan melakukan deliniasi
makro areal UPHHK dengan penjelasan sebagai berikut:
- Kawasan lindung: kawasan yang dilindungi sesuai PP No. 32/1992 (sumber
mata air, kiri-kanan sungai, plasma nutfah, sempadan danau/sungai, buffer
zone hutan lindung/kawasan konservasi, dll). Kawasan yang dilindungi ini
juga termasuk areal untuk keperluan religi dan budaya masyarakat hukum
adat setempat.
- Kawasan tidak untuk produksi: merupakan areal yang tidak dimanfaatkan
untuk budidaya pohon, yaitu: sungai, danau, sarana prasarana, PUP, dsb.
- Kawasan produksi: merupakan areal yang dimanfaatkan untuk budidaya
pohon/hutan.
2. Pembinaan Hutan:
Pembinaan hutan meliputi rencana kegiatan pemeliharaan, perlindungan,
penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora
fauna, dan/atau rencana pemanfaatan kawasan, dan/atau pemanfaatan jasa
lingkungan, dan/atau pemanfaatan hasil hutan bukan kayu.
3. Tenaga Kerja:
Perencanaan tenaga kerja disajikan selama jangka 10 (sepuluh) tahun,
meliputi tenaga kerja teknis dan non teknis, lokal dan pendatang.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 76
4. Perlindungan dan Pengamanan Hutan:
Rencana perlindungan dan pengamanan hutan berisi kegiatan secara garis
besar selama jangka 10 (sepuluh) tahun yang meliputi penanggulangan
pencurian kayu, perladangan berpindah, dan penanggulangan kebakaran
hutan.
5. Kelola Sosial:
Rencana kelola sosial memuat kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
rangka pemberdayaan masyarakat desa hutan selama jangka 10 (sepuluh)
tahun. Pola kegiatan disajikan secara ringkas (koperasi, peternakan,
agroforestry, perkebunan, perikanan, persawahan dll) dan penguatan lembaga
ekonomi masyarakat secara jelas mampu menjadi mitra bisnis.
6. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan:
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan diuraikan secara ringkas
berdasarkan AMDAL/SEMDAL yang telah dilaksanakan. Dalam penjelasan
pada Sub Bab ini diuraikan tentang kondisi lingkungan (keutuhan dan
kerusakan) dan dampak (positif dan negatif) akibat aktivitas pembalakan
hutan, tindakan yang akan dikerjakan untuk memperkecil kerusakan hutan.
Data hidrologis, DAS atau Sub DAS (luas DAS, erosi, sedimentasi, dll.) dan
implikasi kebijakan pemanfaatan UPHHK dalam Hutan Alam terhadap
pengendalian hidrologi. Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan ini
(rencana pengelolaan lingkungan(RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan (RPL) disusun untuk selama jangka 10 (sepuluh) tahun.
7. Penelitian dan Pengembangan:
Rencana penelitian dan pengembangan berisi kegiatan untuk meningkatkan
kinerja.Untuk itu wajib merencanakan penelitian dan pengembangan selama
jangka 10 (sepuluh) tahun. Bidang-bidang yang diteliti antara lain: silvikultur
(teknis penebangan kayu, teknis permudaan, teknis pembibitan, teknis
pemeliharaan, teknis perlindungan, dll.), manajemen dan kelembagaan/
organisasi, aspek sosial, produktivitas alat dan tenaga kerja, dsb.
Analisis Ekonomi
Analisis finansial dan kontribusi terhadap pembangunan tidak dihitung pada
Bab ini.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 77
Analisis Finansial:
Analsis finansial memuat biaya-biaya yang harus dikeluarkan perusahaan,
pendapatan finansial yang diperoleh, proyeksi laba rugi dan proyeksi arus
kas.Sistem penyajian data keuangan tersebut mengacu pada PSAK No. 32 dan
perhitungan untung rugi perusahaan disajikan sebagai pelengkapnya.Asumsi-
asumsi dasar yang digunakan dijelaskan secara rinci agar mudah dipahami
pelaksana di lapangan.Prediksi dalam analisis ekonomi disajikan secara rinci
selama jangka 10 (sepuluh) tahun.
Kontribusi Terhadap Pembangunan:
Pada sub bab ini memuat kontribusi UPHHK terhadap pembangunan, baik
bagi pembangunan daerah dan nasional, bukan bagi perusahaan semata. Kontribusi
terhadap pendapatan daerah dan nasional yang meliputi: Pajak-pajak dan sebagainya.
Perlu dijelaskan pula tentang kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja dan ikut
menggerakkan ekonomi masyarakat setempat.Hubungan kemitraan dan keterkaitan
bisnis terutama dengan masyarakat setempat harus jelas.
Lampiran-Lampiran
Lampiran memuat peta rencana penataan areal kerja dan peta-peta
pendukung serta hasil pengolahan data dan hal-hal yang ada kaitannya dengan apa
yang disajikan dalam buku RKUPHHK Restorasi Ekosistem.
RKUPHHK Restorasi Ekosistem Setelah Mencapai Keseimbangan
Pada Lampiran Permenhut No. P.56/Menhut-II/2009, dokumen RKUPHHK-
RE setelah mencapai keseimbangan memuat uraian tentang latar belakang, keadaan
umum, rencana pemanfaatan, analisis ekonomi serta lampiran peta dan hasil
pengolahan data. Pada Bab rencana pemanfaatan memuat rencana kegiatan sbb.: (1)
Tata Batas dan Zonasi Areal, (2) Sistem Silvikultur, (3) Penggunaan dan Penjualan,
(3) Tenaga Kerja, (4) Perlindungan dan Pengamanan Hutan, (5) Kelola Sosial, (6)
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan, (7) Penelitian dan Pengembangan.
Rencana Pemanfaatan
Tata Batas dan Zonasi Areal:
1. Tata Batas IUPHHK
Tata batas areal agar dijadwalkan dengan waktu 1 tahun.Untuk areal yang
telah ditata batas agar dijadwalkan untuk direkonstruksi.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 78
2. Zonasi Areal
Zonasi hutan merupakan kegiatan membagi-bagi areal kedalam kawasan
lindung, kawasan tidak untuk produksi dan kawasan produksi dengan melakukan
deliniasi makro areal UPHHK dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Kawasan lindung: kawasan yang dilindungi sesuai PP No. 32/1992
(sumber mata air, kiri-kanan sungai, plasma nutfah, sempadan danau/sungai, buffer
zone hutan lindung/kawasan konservasi, dll). Kawasan yang dilindungi ini juga
termasuk areal untuk keperluan religi dan budaya masyarakat hukum adat setempat.
b. Kawasan tidak untuk produksi: merupakan areal yang tidak dimanfaatkan
untuk budidaya pohon, yaitu : sungai, danau, sarana-prasarana, PUP, dsb.
c. Kawasan produksi: merupakan areal yang dimanfaatkan untuk budidaya
pohon/hutan.
d. Sistem Silvikultur:
Sistem silvikultur disusun sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.11/Menhut-II/2009 tanggal 9 Februari 2009 tentang Sistem Silvikultur dalam Areal
Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi, dan pedoman
pelaksanaannya. Memperhatikan kondisi lokasi rencana HHK-RE yang didominasi
kelas agak curam dan curam dengan didominasi jenis-jenis tanah pekah erosi maka
direkomendasikan menggunakan system Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI).
e. Penggunaan dan Penjualan:
Rencana pemanfaatan hasil, penggunaan dan atau penjualan hasil hutan
berupa produksi karbon, ecotourism, pemanfaatan kawasan/jasa lingkungan, hasil
hutan kayu dan bukan kayu.
f. Tenaga Kerja:
Perencanaan tenaga kerja disajikan selama jangka 10 (sepuluh) tahun,
meliputi tenaga kerja teknis dan non teknis, lokal dan pendatang.
g. Perlindungan dan Pengamanan Hutan:
Rencana perlindungan dan pengamanan hutan berisi kegiatan secara garis
besar selama jangka 10 (sepuluh) tahun yang meliputi penanggulangan pencurian
kayu, perladangan berpindah, dan penanggulangan kebakaran hutan.
h. Kelola Sosial:
Rencana kelola sosial memuat kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
rangka pemberdayaan masyarakat desa hutan selama jangka 10 (sepuluh) tahun. Pola
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 79
kegiatan disajikan secara ringkas (koperasi, peternakan, agroforestry, perkebunan,
perikanan, persawahan dll) dan penguatan lembaga ekonomi masyarakat secara jelas
mampu menjadi mitra bisnis.
i. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan:
Rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan diuraikan secara ringkas
berdasarkan AMDAL/SEMDAL yang telah dilaksanakan. Dalam penjelasan pada
Sub Bab ini diuraikan tentang kondisi lingkungan (keutuhan dan kerusakan) dan
dampak (positif dan negatif) akibat aktivitas pembalakan hutan, tindakan yang akan
dikerjakan untuk memperkecil kerusakan hutan. Data hidrologis, DAS atau Sub DAS
(luas DAS, erosi, sedimentasi, dll) dan implikasi kebijakan pemanfaatan IUPHHK
dalam Hutan Alam terhadap pengendalian hidrologi.Rencana pengelolaan dan
pemantauan lingkungan ini (rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) disusun untuk selama jangka 10 (sepuluh) tahun.
j. Penelitian dan Pengembangan:
Rencana penelitian dan pengembangan berisi kegiatan untuk meningkatkan
kinerja.Untuk itu wajib merencanakan penelitian dan pengembangan selama jangka
10 (sepuluh) tahun. Bidang-bidang yang diteliti antara lain: silvikultur (teknis
penebangan kayu, teknis permudaan, teknis pembibitan, teknis pemeliharaan, teknis
perlindungan, dll.) manajemen dan kelembagaan/ organisasi, aspek sosial,
produktivitas alat dan tenaga kerja, dsb.
Analisis Ekonomi
Analisis finansial dan kontribusi terhadap pembangunan tidak disajikan pada
bab ini:
Analisis Finansial:
Analsis finansial memuat biaya-biaya yang harus dikeluarkan perusahaan,
pendapatan finansial yang diperoleh, proyeksi laba rugi dan proyeksi arus kas.Sistem
penyajian data keuangan tersebut mengacu pada PSAK No. 32 dan perhitungan
untung rugi perusahaan disajikan sebagai pelengkapnya.Asumsi asumsi dasar yang
digunakan dijelaskan secara rinci agar mudah dipahami pelaksana di
lapangan.Prediksi dalam analisis ekonomi disajikan secara rinci selama jangka 10
(sepuluh) tahun.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 80
Kontribusi Terhadap Pembangunan:
Pada sub bab ini memuat kontribusi UPHHK terhadap pembangunan, baik
bagi pembangunan daerah dan nasional. Kontribusi terhadap pendapatan daerah dan
nasional yang meliputi: Pajak-pajak dan sebagainya. Perlu dijelaskan pula tentang
kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja dan ikut menggerakkan ekonomi
masyarakat setempat.Hubungan kemitraan dan keterkaitan bisnis terutama dengan
masyarakat setempat harus jelas.
Lampiran-Lampiran
Lampiran memuat peta rencana penataan areal kerja dan peta-peta pendukung serta
hasil pengolahan data dan hal-hal yang ada kaitannya dengan apa yang disajikan
dalam buku RKUPHHK Restorasi Ekosistem.
Penataan Areal Kerja (PAK)
Penataan hutan pada dasarnya adalah pengaturan areal kerja untuk kelestarian
produksi.Untuk melaksanakan penataan hutan agar mempunyai kepastian dalam
pengelolaan, maka hal utama yang perlu dilakukan adalah penataan batas areal kerja
dan pengukuhannya.
Tata batas di areal kerja wilayah kelola UPHHK dilaksanakan oleh
pemerintah (cq. instansi kehutanan) dengan mengakomodasikan kesepakatan dan
partisipasi berbagai pihak terkait yaitu pemerintah daerah, masyarakat di sekitar
kawasan, UPHHK yang berbatasan langsung serta instansi terkait
lainnya.Pelaksanaan kegiatan tata batas didasarkan pada peta status kawasan hutan
dan perairan.Penataan batas areal kerja UPHHK dilaksanakan hingga temu gelang
dan disetujui serta ditandatangani oleh pihak-pihak terkait.
Penataan Areal Kerja (PAK) adalah pembagian kawasan hutan ke dalam
blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan; kemudian
blok-blok tersebut dibagi ke dalam petak-petak kerja (± 100 ha/petak). Areal kerja
dibagi ke dalam blok RKU sepuluh tahunan dan blok tahunan (RKT). Pengukuran
koordinat dan penandaan Blok Tebangan dan Petak Kerja di lapangan dilakukan
dengan menggunakan GPS.
Pemetaan
Pemetaan dilakukan secara digital dengan menggunakan aplikasi program
GIS. Peta-peta yang dibuat untuk keperluan pengusahaan hutan antara lain: Peta
Vegetasi; Peta Dasar Areal Kerja; Peta RKUPHHK; Peta Rencana Kerja Tahunan;
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 81
Peta Rencana PAK; Peta Rencana ITSP; Peta Jaringan Jalan; Peta Persebaran Pohon;
Peta Kawasan.
Penerapan Sistem Silvikultur Pada HHK-RE dan HHK-HT/HTI
Sistem Silvikultur adalah sistem pemanenan sesuai tapak/tempat tumbuh
berdasarkan formasi terbentuknya hutan yaitu proses klimatis dan edaphis dan tipe-
tipe hutan yang terbentuk dalam rangka pengelolaan hutan lestari atau sistem teknik
bercocok tanaman hutan mulai dari memilih benih atau bibit, menyemai, menanam,
memelihara tanaman dan memanen.
Daur dan Siklus Tebangan:
Pada Permenhut No: P.11/Menhut-II/2009 dijelaskan sbb.:
� Pada tegakan seumur, daur ditetapkan berdasarkan umur masak tebang ekonomis
dan atau berdasarkan umur pada hasil yang maksimal. Selanjutnya pada tegakan
tidak seumur, ditetapkan siklus tebang tegakan hutan alam sesuai dm tebangan.
� Siklus tebang dan diameter tebang pada hutan daratan tanah kering adalah 30 (tiga
puluh) tahun untuk diameter ≥ 40 cm (empat puluh centimeter) pada hutan
produksi biasa, dan ≥ 50 cm (lima puluh centimeter) pada hutan produksi terbatas
dengan sistem silvikultur TPTI.
Siklus tebang dan diameter pohon tebang di hutan alam wilayah KPH Model
Poigarberpedoman pada Permenhut No: P.11/Menhut-II/2009 tentang Sistem
Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan
Produksi. Sesuai peraturan tersebut, siklus tebang hutan alam (tegakan tidak seumur)
menerapkan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI).Namun
demikian, untuk mempertahankan regenerasi alami dan terbentuknya struktur hutan,
pada dasarnya pada tegakan seumur dapat dilakukan pemanenan dengan sistem TPTI.
Penerapatan TPTI pada tegakan seumur di wilayah KPH Model
Poigarditujukan pada areal-areal sasaran HHK-HT dengan tutupan vegetasi jarang
pada hutan lahan kering sekunder (HKs1) dengan kelas lereng dominan kelas
IV.Namun demikian pada lahan-lahan dengan kelas lereng dominan II-III diterakan
system TPHB.
Tahapan TPTI
Penerapan sistem silvikultur TPTI diterapkan pada hutan alam perawan (virgin
forest) atau hutan bekas tebangan (logged over area) di areal Usaha Pemanfaatan Hasil
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 82
Hutan Kayu pada hutan produksi berdasarkan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Kayu (RKUPHHK).
Pelaksanaan TPTI di wilayah KPH Model Poigarakan mengacu pada Peraturan
Direktur Jenderal BPK No. P.9/VI/BPHA/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem
Silvikultur dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan
Produksi.
Tabel 11. Tahapan Kegiatan TPTI pada Areal UPHHK
No. Tahapan Kegiatan Prinsip
Tahapan Kegiatan
(tahun dari penebangan
– Et)
1 Penataan Areal Kerja
(PAK)
Menata areal dalam blok dan
petak kerja tahunan
berdasarkan RKUPHHK.
Tidak lebih dari 4 tahun
sebelum pemanenan.
2 Inventarisasi Tegakan
Sebelum Penebangan
(ITSP)
Risalah hutan dengan
intensitas 100% untuk pohon
niagawi dengan diameter ≥20
cm dan pohon yang dilindungi sesuai ketentuan
yang berlaku.
Tidak lebih dari 2 tahun
sebelum pemanenan.
3 Pembukaan Wilayah
Hutan (PWH)
Efisien, efektif, tertib dan
ramah lingkungan.
Tidak lebih dari 2 tahun
sebelum pemanenan.
4 Pemanenan Memanen tidak boleh
melebihi riap. Efisien,
efektif, tertib dan ramah lingkungan.
Et.
5 Penanaman dan
Pemeliharaan Pengayaan
Memulihkan produktifitas
areal tidak produktif pada
blok RKT. Menggunakan
bibit jenis lokal unggulan
setempat.
Tidak lebih dari 2 tahun
setelah pemanenan.
6 Pembebasan Pohon
Binaan (PPB)
Meningkatkan riap pohon
binaan.
Pohon binaan bisa berasal
dari permudaan alam dan tanaman pengayaan
Tidak lebih dari 2 tahun
setelah pemanenan
7 Perlindungan dan Pengamanan Hutan (PPH)
Pengendalian hama dan penyakit, perlindungan hutan
dari kebakaran hutan,
perambahan hutan dan pencurian hasil hutan
Terus menerus
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 83
Pembukaan Wilayah Hutan
Kegiatan Pembukaan Wilayah Hutan adalah kegiatan penyediaan prasarana
wilayah bagi kepentingan pengusahaan hutan meliputi kegiatan pembangunan camp,
jalan angkutan, tempat penimbunan kayu (TPK), dan tempat pengumpulan kayu (TPn).
Jalan Angkutan:
Jalan angkutan kayu maupun untuk mobilitas pekerja berupa jalan hutan.Jalan
hutan dibangun sesuai ketentuan yang telah diatur dalam peraturan Menteri Kehutanan.
Camp:
Base Camp berfungsi untuk kegiatan administrasi baik untuk administrasi
produksi kayu ataun bukan kayu, kegiatan pembinaan hutan, gudang sarana-prasarana,
administrasi umum dan logistik serta balai pengobatan.Di dalam hutan, camp dibangun
berdekatan dengan lokasi penebangan yang sedang berjalan, selain itu dapat pula
dibangun camp-camp antara untuk pengendalian kegiatan lapangan.
Fasilitas yang terdapat pada setiap camp tersebut adalah kantor dan tempat
tinggal karyawan, air dan fasilitas MCK, generator listrik untuk penerangan, sarana
komunikasi (telepon seluler), balai pengobatan/klinik, bahan logistik/makanan, dapur
umum, sarana olah raga dan hiburan (televisi), sarana transportasi (logging, dump
truck, dll.), bengkel dan tempat pembuangan sampah.
Pembangunan Camp dalam rangka pemanfaatan hasil hutan kayu ataupun
bukan kayu disesuaikan dengan peraturan Menteri Kehutanan yang ada.
Tempat Pengumpulan Kayu (TPn):
Tempat pengumpulan kayu (TPn) dibuat dengan cara membuka lahan di tepi
jalan hutan yang akan dipergunakan sebagai tempat pengumpulan kayu hasil tebangan
untuk sementara waktu sebelum diangkut dengan kendaraan logging. Untuk setiap
anak petak tebangan dibuat TPn sesuai kebutuhan.
Pembuatan TPn diupayakan sesuai standar dokumen kelola lingkungan (sesuai
dokumen ANDAL, RKL, RPL), dan karena TPn ini bersifat sementara maka setelah
selesai kegiatan penebangan akan segera dilakukan penanaman untuk mengembalikan
fungsinya seperti semula sebagai areal hutan produksi.
Tempat Penimbunan Kayu (TPK):
Pembuatan logpond diupayakan sesuai standar dokumen kelola lingkungan
(sesuai dokumen ANDAL, RKL, RPL) dan disesuaikan dengan besarnya produksi
kayu. Untuk menjaga kelancaran penggunaan/fungsi prasarana tersebut, dilakukan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 84
pemeliharan secara rutin.Untuk lokasi logpond, yang perlu diperhatikan adalah
mengurangi jarak pengangkutan kayu dari hutan ke logpond yang sekaligus merupakan
tempat yang cocok untuk dapat dimasuki tongkang dan terdapat cukup areal yang rata
untuk penyimpanan kayu sementara waktu.Areal tempat penimbunan kayu harus
cukup besar supaya memungkinkan untuk menyortir kayu gelondongan sesuai dengan
jenis, kelas dan pabrik tujuan.Kapasitas TPK disesuaikan dengan ketentuan Permenhut
yang ada.
Tree Marking
Setelah dilakukan penentuan jatah tebang tahunan melalui SK target, maka
dilanjutkan dengan penandaan kembali terhadap pohon diameter batas tebang atau
yang akan betul-betul ditebang (Tree Marking / TM). Dokumen hasil TM berupa
rekapitulasi TM, peta pohon TM, jatah pohon tebang per petak kerja, dan R2PT
(Rencana dan Realisasi Pohon Tebang). Daftar pohon yang akan ditebang disajikan
pada form R2PT. Dengan demikian terlihat jelas bahwa pohon yang tidak ada pada
R2PT akan ditinggalkan sebagai pohon induk/inti dan tidak boleh ditebang. Peta pohon
tree marking menggambarkan posisi pohon yang akan ditebang, rencana dan realisai
TPn serta jalan sarad sehingga peta ini disebut juga peta micro planning.
Pemanenan
Comprehensive Harvesting Plan (CHP):
Comprehensive Harvesting Plan (CHP) yang merupakan rincian secara
menyeluruh yang memuat tentang (a) rencana jaringan jalan hutan; (b) rencana pohon
tebang yang disertai peta pohon; (c) rencana pengelolaan lingkungan; (d) rencana
skedul kegiatan pemanenan; (e) rencana penggunaan peralatan; (f) rencana biaya
operasional; (g) rencana kebutuhan tenaga kerja; dan (h) rencana pengangkutan
kendaraan logging.
Penebangan & Pembagian Batang:
Kegiatan penebangan dilaksanakan oleh operator chainsaw yang telah
berpengalamam bekerja di hutan tanah kering.Setelah pohon ditebang, dilakukan
pembagian batang sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan yaitu sesuai ketentuan yang
berlaku. Pada saat yang sama, diukur diameter pada kedua ujungnya serta panjang log.
Hasil pengukuran dicatat pada tally sheet dan label yang ditempelkan pada penampang
kayu yang berisikan informasi jenis, nomor kayu, nomor pohon dan nomor petak.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 85
Untuk menghindari serangan hama (sejenis kumbang jenis ambrosia) pada
jenis-jenis kayu yang rentan serangan hama maka dilakukan penyemprotan obat kimia
(campuran abuki dan minyak tanah) menggunakan alat semprot gendong. Bahan kimia
yang digunakan untuk pengawetan/ pengobatan kayu di dalam hutan selalu
berpedoman pada ketentuan WHO dan FSC (FSC Pesticide Guidance).
Penyaradan:
Kegiatan penyaradan dilakukan secara manual dan atau dengan alat mekanis
(sesuai ketentuan Menhut).Penarikan berlangsung sampai ke tempat pengumpulan
kayu (TPn).
Pengangkutan:
Kayu bulat diangkut dari dalam hutan dengan logging truck menuju TPK. Dari
TPK, kayu tersebut diangkut melalui perairan menggunakan ponton/tongkang menuju
pabrik (industri pengolahan kayu) yang sudah ditentukan.
Transportasi melalui jalan hutan merupakan faktor produksi yang sangat
menentukan dalam kegiatan pembalakan.Pengaruhnya terhadap produksi semakin
penting dan mahal tergantung jarak tempuh dari tebangan sampai logpond.
Reduce Impact Logging
Intensitas dan macam kegiatan dalam penebangan menentukan besarnya dampak
penebangan dan selanjutnya akan menentukan kemampuan regenerasi hutan dan pada
akhirnya akan mempengaruhi kelestarian pengusahaan hutan. Kegiatan penebangan
yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan adalah:
� Banyaknya pohon yang ditebang per hektar
� Besarnya pohon dan arah rebah (teknik penebangan yang ramah lingkungan)
� Pembuatan jalan sarad
� Pembuatan tempat penimbunan kayu
� Pembuatan jalan angkutan
Oleh karena itu, dalam upaya untuk mengurangi dampak penebangan maka harus
dilakukan beberapa upaya sebagai berikut:
Dampak Penebangan Usaha Pengurangan Dampak
Keterbukaan tajuk dan
perubahan iklim mikro
Hanya memanen jenis komersil layak tebang dimana menurut
P.11/Menhut/2009, diameter pohon tebang di hutan tanah
kering ≥430 cm pada HP dan ≥50 cm pada HPT. Juga perlu
mempertimbangkan untuk membatasi jumlah pohon yang
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 86
Dampak Penebangan Usaha Pengurangan Dampak
ditebang per hektarnya.
Kerusakan tegakan tinggal
(tegakan tinggal dan
permudaannya)
Membuat penentuan arah rebah. Pemantauan kerusakan
dilakukan melalui PSP yang dibuat sebelum penebangan dan
diukur setelah penebangan (SOP-PL-07).
Hilangnya pohon kecil
(tingkat pancang) untuk
jalan sarad
Memiliki kebijakan untuk menggunakan kembali kayu bekas
jalan sarad, bekas TPn semaksimal mungkin guna mengurangi
penebangan pohon. Pemantauan penggunaan kembali kayu-
kayu tersebut dijabarkan dalam SOP-LB-08. Volume pohon
kecil diameter <10 cm yang digunakan untuk jalan sarad tidak
diperhitungkan.
Gangguan terhadap
hidupan liar
Untuk mengendalikan aktivitas di areal kerja harus
mempunyai formal prosedur yaitu SOP-PH-10.
Pencemaran air akibat
penggunaan bahan kimia,
solar, oli, dan obat.
Memiliki prosedur dalam penggunaan dan penanganan bahan
kimia di hutan dan di camp hutan (SOP-LB-08).
Sistem tata air, kualitas air,
sedimentasi di muara
sungai dan
keanekaragaman hayati /
populasi biota air (termasuk
sumberdaya ikan)
Hasil analisis yang dilakukan oleh Universitas setempat yang
mengambil sampel dari areal hutan, muara sungai di
perbatasan UPHHK dan di sekitar base camp menunjukkan
bahwa dampak penebangan terhadap kualitas air tidak
signifikan. Juga memantau stok ikan di sungai untuk
menjamin bahwa kegiatan pengelolaan / penebangan dapt
melestarikan ikan dalam hutan (SOP-PL-07).
Perubahan komposisi dan
struktur hutan khususnya
berkenaan dengan
pengurangan kerapatan
jenis pohon komersil
berdiameter besar
Terus dalam proses pembuatan jaringan PSP untuk
memantau kegiatan pemanenan, pertumbuhan,
mortalitas da perubahan komposisi. Rencana pengelolaan
dalam suatu RKT dapat dimodifikasi untuk melindungi
terhadap perubahan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 87
Fragmentasi areal hutan
primer yang dapat
mengganggu kawasan
jelajah hewan arboreal
Membatasi penebangan pohon per ha berdasarkan sebaran
spasial selama perencanaan pemanenan untuk menghindari
fragmentasi dan pembukaan tajuk yang berlebihan (SOP-PL-
07).
Penurunan habitat hewan
liar akibat penebangan
Melindungi sejumlah pohon-pohon besar yang menjadi
sarang dan tempat mencari makan guna mencegah degradasi
habitat. Memantau populasi hidupan liar berdasarkan petak /
jalur contoh dan analisis kecenderungan (SOP-PL-07).
TUK dan SI-PUHH Online
Pengelolaan tata usaha hasil hutan dilakukan dengan tujuan untuk memantau
pelaksanaan pemungutan hasil hutan yang dilakukan agar sesuai dengan rencana, jika
terjadi penyimpangan akan mudah untuk melacaknya sehingga dapat diketahui
penyebab penyimpangan dan usaha mengatasinya.
Tata usaha hasil hutan meliputi aspek-aspek kegiatan yang menyangkut:
� Laporan Hasil Cruising (LHC)
� Laporan Hasil Penebangan (LHP)
� Surat Keterangan Sah Kayu Bulat (SKSKB), Daftar Kayu Bulat (DKB), Laporan
Mutasi Kayu Bulat (LMKB)
� Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan secara Online (SI-PUHH Online)
� Statistik Produksi dan pengarsipannya
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan no. P.8/Menhut-II/2009 Pasal 55,
yang mempunyai AAC sekurang-kurangnya 60.000 m3 per tahun wajib melaksanakan
Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SI-PUHH) online, maka UPHHK
mengimplementasikan SI-PUHH online dalam penatausahaan kayunya. Penandaan
kayu dalam sistem ini berupa barcode yang dipasang pada bontos kayu dan dapat
dibaca dengan menggunakan Handheld Remote Capture (HRC).Dokumen online
dalam sistem ini adalah LHP, DKB dan SKSKB.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 88
Lacak Balak / CoC
Melakukan proses lacak balak (CoC) serta mengidentifikasi titik-titik kritis
CoC sehingga telusur produk dapat dilakukan. Dalam hal ini, setiap log yang dipanen
harus dapat ditelusuri asal-usulnya.Logs harus memiliki identitas seperti nomor pohon,
nomor petak, jenis pohon, dan blok dimana kayu tersebut berasal.
Monitoring Operasional
Mempunyai sistem untuk memantau kegiatan pemanenan yang tertuang dalam
SOP. Prosedur ini memuat parameter pemantauan dan indikator masing-masing
kegiatan.Kegiatan yang dimonitor diantaranya; aspek perencanaan dan persiapan
kegiatan, pembuatan dan pelaksanaan kegiatan, kesesuaian pelaksanaan dengan SOP
yang ada, dokumentasi kegiatan, serta pelaporan sebagaimana yang dibutuhkan.
Pemantauan aspek Pembukaan Wilayah Hutan diantaranya meliputi;
perencanaan dan persiapan PWH, pengadaan bahan, konstruksi jalan rel, konstruksi
jalan sarad, konstruksi pelabuhan, dan konstruksi pondok kerja.Pemantauan aspek
penebangan meliputi; perencanaan dan persiapan penebangan (R2PT, Peta Pohon, peta
Micro Planning, training regu penebangan, perlengkapan K3 regu penebangan),
standar pondok dan perlengkapan K3 regu kerja, letak dan ukuran TPn, bahan-bahan
untuk pembuatan TPn, pelaksanaan penebangan (penebangan sesuai kriteria pohon
tebang, teknik penebangan sesuai prinsip RIL, dan dokumentasi hasil penebangan).
Dalam upaya pengurangan dampak akibat penebangan (RIL), perlu adanya
perencanaan penebangan agar dampak akibat penebangan rendah. Adapun dokumen
yang harus dipantau ketersediaannya diantaranya adalah:
� Peta PWH yang berisi alur rencana jalan logging.
� Peta pohon skala 1:1.000, yang menggambarkan posisi pohon diameter 20 cm up
beserta tanda-tandanya.
� Peta Micro Planning skala 1:1.000 untuk pohon berdiameter 40 cm up pada HP
dan 50 cm up pada HPT yang menggambarkan posisi pohon yang akan ditebang,
rencana posisi TPn dan alur jalan sarad As per petak kerja.
� Dokumen R2PT, yaitu dokumen yang berisi daftar pohon yang direncanakan akan
ditebang. Pohon yang tidak tercantum dalam R2PT berarti pohon tersebut tidak
boleh ditebang dan harus dijaga untuk disisakan sebagai pohon induk.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 89
Pembebasan Pohon Binaan
Prinsip dasar kegiatan Pembebasan Pohon Binaan (PPB) adalah meningkatkan
riap pohon binaan.Pohon yang dibina bisa berasal dari permudaan alam atau tanaman
pengayaan.Perlakuan terhadap pohon binaan yaitu mematikan tanaman yang melilit
pada pohon dan membebaskan pohon dari gulma serta tumbuhan pesaing lainnya
sehingga pohon dapat bertumbuh dengan baik.
Riset / Penelitian
Riset/penelitian dapat dilakukan secara mandiri, oleh mahasiswa/peneliti dari
luar, dan kerjasama penelitian dengan pihak luar.
Rencana topik penelitian:
Beberapa topik penelitian yang dapat dilakukan antara lain yang terkait dengan:
(a) Tumbuhan yang dilindungi, (b) Produktifitas pengangkutan, (c) Pendugaan
kandungan carbon, (d) Angka bentuk dan faktor eksploitasi.
Selain itu dapat pula dilakukan peneltian bagi mahasiswa maupun peneliti untuk
melakukan penelitian, studi, dan kajian terutama yang terkait dengan:
� Potensi Carbon dan Peluang Perdagangan Carbon di pasar nasional dan
internasional
� Perbanyakan massal, fenologi, dsb.
� Potensi tumbuhan bawah di hutan tanah kering.
� Pemetaan vegetasi hutan dan lain-lain.
Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Kegiatan pengelolaan lingkungan mengacu pada Dokumen RKL IUPHHK,
demikian pula untuk pemantauan lingkungan mengacu pada Dokumen RPL IUPHHK
2. Rencana Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan
Penyelenggaraan usaha pemanfaatan jasa lingkungan di wilayah KPH Model
Poigar dikelompokkan kedalam jenis jasa aliran air yang terletak di blok pemanfaatan
pada kawasan HL. Gn Lolombulan seluas 202,13 ha.
Pemanfaatan jasa lingkungan berupa pemanfaatan aliran air, telah diatur dalam
PP Nomor 3 Tahun 2008 pasal 25 ayat (1) huruf (a) dan (c). Kegiatan usaha
pemanfaatan jasa lingkungan, dilakukan dengan ketentuan tidak:a. mengurangi,
mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya; b.mengubah bentang alam; dan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 90
c.merusak keseimbangan unsur lingkungan.Dalam melakukan kegiatan usaha
pemanfaatan aliran air dan pemanfaatan air pada hutan lindung, harus membayar biaya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Rencana Usaha Jasa Lingkungan Aliran Air:
Urgensi penyelenggaraan usaha pemanfaatan aliran air (UPJL-JAL) berbasis
hutan alam yang dapat melibatkan kelompok masyarakat dan atau dikelola sendiri oleh
KPH Model Poigar.Dengan maksud untuk mengamankan daerah tangkapan air agar
tetap berfungsi baik sebagai pengatur tata air dalam memenuhi kebutuhan air di
wilayah Kecamatan Tenga dan sekitarnya.
Untuk menjadikan wilayah DTA DAS tersebut terpelihara baik tata airnya
maka dibutuhkan suatu pengelola yang dapat memelihara lahan hutan di wilayah ini
dalam kapasitasnya sebagai kelompok tani usaha pelestari air (KTUPA), yang unsur-
unsur pengelolanya berasal dari kelompok-kelompok tani sawah ketiga desa pengguna
air. Agar KTUPA mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelestari
air maka KTUPA dapat menarik iuran dari kelompok-kelompok petani pengguna air
dengan difasilitasi oleh pengelola KPH.
KTUPA memiliki tugas dan fungsi yakni mengamankan lokasi DAS dari
berbagai aktivitas perambahan, penggunaan lahan hutan tidak sesuai fungsinya,
melakukan penanaman, pemeliharaan tanaman, serta memelihara vegetasi alam hutan
lindung agar tetap berfungsi menjadi penutup lahan yang baik dalam pengaturan tata
air.
3. Pemanfaatan/Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan Lindung
Pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK) pada hutan
lindung dimaksudkan untuk memberikan peluang kepada masyarakat meningkatkan
kesejahteraan dari hasil hutan.
Dalam PP Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, pada pasal 26 dijelaskan bahwa
Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung, antara lain berupa:rotan;
madu; getah; buah; jamur; atau sarang burung walet.
Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung dilakukan dengan
ketentuan:
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 91
a. Hasil hutan bukan kayu yang merupakan hasil reboisasi dan/atau tersedia
secara alami;
b. Tidak merusak lingkungan; dan
c. Tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya.
Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung hanya boleh dilakukan
oleh masyarakat di sekitar hutan.
Larangan dalam pemanfaatan HHBK pada Hutan Lindung:
a. Memungut hasil hutan bukan kayu yang banyaknya melebihi kemampuan
produktivitas lestarinya;
b. Memungut beberapa jenis hasil hutan yang dilindungi oleh undang-undang.
Rencana pemanfaatan/pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung
diarahkan pada lahan-lahan hutan lindung yang kondisi vegetasi hutan berupa hutan
primer dan hutan sekunder dalam wilayah KPH Model Poigar pada Kawasan Hutan
Lindung.
4. Pemberdayaan masyarakat
Untuk sumberdaya hutan dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkeadilan,
maka jika diperlukan masyarakat harus diberdayakan searah dengan program
pemanfaatan tersebut.Tahap ini dilaksanakan dengan menjamin pengembangan
kapasitas maupun pemberian akses pemanfaatan sumberdaya hutan guna
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Awang (2008) mengatakan pemberdayaan merupakan suatu proses menuju
berdaya atau proses untuk memperoleh daya/kekuatan/kemampuan, dan atau proses
pemberian daya/kekuatan/kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak
yang kurang atau yang belum berdaya. Pemberdayaan harus mengantarkan
masyarakat pada kemampuan untuk mandiri, bukan membuat masyarakat semakin
bergantung kepada orang lain atau lembaga lain. Pemberdayaan masyarakat adalah
suatu upaya yang ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan dan
kemandirian masyarakat dalam pemanfaatan hutan untuk mendukung pengelolaan
yang profisional dan mandiri.
Indikator pemberdayaan masyarakat berupa laju pertambahan penduduk,
penduduk bermata pencaharian, dan tingkat pendidikan penduduk.Perkembangan
penduduk yang tinggi dapat memberikan hasil yang optimal dalam mendukung
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 92
pembangunan kehutanan jika dikelola dengan baik.Tingkat pendidikan dapat
memberikan kontribusi dengan memudahkan masyarakat menyerap inovasi-inovasi
baru sehingga penerapan inovasi kehutanan dapat berjalan dengan baik.Mata
pencaharian masyarakat mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidup mereka.
Paradigma pemberdayaan masyarakat menurut Awang (2008), merupakan
paradigma pembangunan yang mengisi model pembangunan berwajah
manusiawi.Dalam tata kelola pemerintahan yang baik harus ditopang oleh 3 pilar
utamanya yaitu masyarakat sipil, pemerintah dan swasta.Oleh karena itu pilar
utama masyarakat sipil ada pada peningkatan kemampuan masyarakat itu
sendiri.Dalam konteks kemiskinan desa-desa hutan, maka pemberdayaan terletak
pada bagaimana memandirikan masyarakat tersebut, dengan tidak merusak sumber
daya alam hutannya.Jadi ruang lingkup pemberdayaan masyarakat dalam konteks
kehutanan adalah pemberdayaan masyarakat miskin dan tertinggal dalam
pembangunan sumber daya alam hutan, sehingga mereka mampu memperkuat dan
memandirikan diri mereka sendiri yang mencakup dimensi ekonomi, sosial budaya
dan politik.Paradigma pembangunan masyarakat berarti masyarakat diberikan hak
untuk mengelola sumberdaya alam hutan dalam rangka melaksanakan
pembangunan wilayah.Melalui paradigma ini pemerintah memberikan kesempatan
kepada masyarakat miskin dan tertinggal untuk merencanakan dan melaksanakan
program pembangunan yang mereka tentukan.
Pemberdayaan dapat juga dilihat sebagai suatu proses bertahap yang harus
dilakukan dalam rangka memperoleh serta meningkatkan daya sehingga
masyarakat mampu mandiri.Oleh karena itu inti dari pemberdayaan masyarakat
meliputi 3 hal yaitu:
1. Pengembangan masyarakat
2. Memperkuat potensi atau daya masyarakat (empowering), dan
3. Terciptanya kemandirian masyarakat
Pemberdayaan yang dapat dilaksanakan pada desa-desa/pemukiman yang
berada didalam/sekitar kawasan hutan KPH Model Poigar, dengan masyarakatnya
yang memiliki pendidikan rendah dan kemampuan terbatas yaitu pemberdayaan
melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan
kesejahteraannya.Dalam pengelolaan hutan masyarakat dapat menjadi aktor utama
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 93
dan mereka juga mempunyai peran dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring
dan evaluasi program-program pembangunan hutan.Untuk itu masyarakat harus
memiliki pengetahuan dan keterampilan cukup untuk ikut serta dalam pengelolaan
hutan dengan tujuan mewujudkan hutan lestari dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat itu sendiri.
Partisipasi dan pemberdayaan masyarakat ditingkat pedesaan sangat terkait
dengan penggunaan sumber daya alam (hutan dan lahan).Sebagian besar warga
masyarakat yang tinggal di desa berada dalam lapisan masyarakat miskin, baik
kemiskinan struktural, kemiskinan ekonomi maupun kemiskinan sosial
politik.Secara individu dan kelompok warga masyarakat dapat berhimpun menjadi
satu kelompok organisasi masyarakat, guna memudahkan pembinaan dan
pemberdayaan dari pihak-pihak yang berkepentingan.
Pengetahuan yang terkait dengan organisasi menjadi sangat penting dipahami
oleh fasilitator pemberdayaan masyarakat.Awang (2000) mengatakan kelembagaan
atau institusi dapat dijelaskan sebagai kelompok peran dan status yang dirancang
untuk memenuhi kebutuhan sosial tertentu.Organisasi atau institusi diperlukan
untuk mengalirkan pengetahuan dan ajaran budaya dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
Salah satu fungsi pokok organisasi atau institusi/kelembagaan adalah
menstabilkan kegiatan masyarakat yang berbeda kedalam pola-pola atau peran-
peran yang kurang lebih dapat diperankan.Terbentuknya institusi pada tingkat lokal
atau lembaga masyarakat baik formal maupun informal sangat diharapkan dalam
pengelolaan hutan berasaskan kelestarian dapat terwujud.
Kelembagaan masyarakat didalam/sekitar kawasan hutan KPH Model Poigar
yaitu lembaga masyarakat desa, dan kelompok tani.Rencana pengelolaan hutan
untuk mendukung misi dan visi, dilakukan dengan mengoptimalkan kelembagaan
yang ada seperti Lembaga Masyarakat Desa (LMD), dan pemberdayaan kelompok
tani menjadi kelompok tani hutan (KTH).
a. Lembaga Masyarakat Desa (LMD)
Optimalisasi kelembagaan masyarakat khususnya LMD yang telah ada
diharapkan mampu menjadi wahana penyaluran aspirasi dan aktualisasi
masyarakat dalam pengelolaan hutan.Dalam tugasnya LMD sangat mendukung
pihak pemerintahan desa dalam mengambil dan memutuskan segala aturan dan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 94
kebijakan yang ada di desa tersebut. Di pihak laindalam menjalankan roda
pemerintahan desa apabila kepala desa tidak bisa memutuskan masalah atau
problem yang berkaitan dengan pembangunan desa, kepala desa mengundang
kepala LMD dan anggotanya untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut.
Peran LMD dalam kehidupan masyarakat desa, seyogyanya perlu
dioptimalkan tugas dan fungsi lembaga tersebut.Sebelum dioptimalkan peran
kelembagaannya, perlu meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM)
yang ada di lembaga tersebut melalui pendidikan dan latihan serta penyuluhan.
Dengan adanya sumberdaya manusia yang mumpuni maka fungsi dan peran
lembaga di masa yang akan datang akan semakin penting.
b. Kelompok tani hutan (KTH)
Keberadaan lembaga kelompok tani perlu diberdayakan menjadi lembaga
kelompok tani hutan sehingga menjadi aktor dalam kegiatan penanaman maka
dengan terbentuknya kelompok tani hutan diharapkan akan mendukung
keberadaan KPH Model Poigar. Mengoptimalkan fungsi KTH yang paling
penting adalah pemilihan ketua yang bermoral baik sehingga dapat menjalankan
program-program dan bantuan dapat sesuai pada sasaran dari kegiatan
pengelolaan hutan maka semua anggota akan mendapatkan hal yang adil dan
merata serta mampu menjalankan kewajibannya dengan penuh tanggung jawab
sesuai kesepakatan yang dibuat antara KTH dan kehutanan.
Dalam upaya pengelolaan hutan demi tercapainya asas kelestarian hutan
serta dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam
KTH, diperlukan pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang berkaitan dengan
pengelolaan hutan mengenai tanggungjawab, administrasi dan manajemen
pengelolaan.Selain itu dalam upaya meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam kelembagaan KTH maka perlu diadakan pengembangan kelembagaan
melalui penyuluhan, diklat, dan bimbingan.Diharapkan peran KTH tersebut
tetap ada/eksis, dan mekanisme kerjanya disusun secara sistematis walaupun
telah terjadi pergantian pengurus secara terus menerus. Hal lain yang sangat
penting demi menjaga eksistensinya lembaga KTH dalam menjalankan tugasnya
yang berkaitan dengan masalah-masalah kehutanan diperlukan penyuluhan-
penyuluhan yang dilakukan oleh pihak pemyelenggara kehutanan di daerah
maupun pusat.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 95
Kelembaga masyarakat sangat diharapkan dalam upaya menjembatani
setiap program yang ada dalam mengimplementasikannya di lapangan sehingga
program-progam yang ada tidak mubazir. Agar kelembagaan berjalan baik harus
memiliki keanggotaan yang jelas, mempunyai aturan-aturan yang disepakati
bersama seluruh anggota, dan mempunyai program yang jelas dan realistis
dalam mendukung pengelolaan hutan KPH Model Poigar.
Rencana Pemberdayaan Masyarakat dalam Bentuk Pengembangan
Pemberdayaan masyarakat di wilayah KPH Model Poigar dapat dilakukan
melalui pemberian bantuan dana pembinaan, penyuluhan dan sosialisasi,
bimbingan teknis dan pelatihan, serta pemberian areal hak pengelolaan lahan hutan
secara khusus di wilayah KPH.Pemberian areal hak pengelolaan lahan dalam
wilayah KPH dimungkinkan karena sejak puluhan tahun silam telah melakukan
usahatani lahan kering, bahkan ada beberapa lokasi telah dimukimi oleh penduduk
setempat.
Terhadap lahan-lahan hutan yang telah lama diolah tersebut dan digunakan
oleh penduduk setempat dalam bercocok tanam usahatani lahan kering dengan
tanaman tahunan seperti kakao, cengkeh serta tanaman semusim diupayakan
dilakukan pembinaan secara intensif dengan tetap mengedepankan hak-hak mereka
selaku pengguna lahan hutan.Karena itu diarahkan pembinaannya secara in-situ
dengan ketentuan mereka harus menaati ketentuan peraturan perundang-undangan
yang ada. Lahan-lahan tersebut dapat diarahkan secara bertahap menjadi pelaku
usahatani hutan, yang dimulai dengan penerapan sistem agroforestri dalam bentuk
Hutan Kemasyarakatan (HKm),Hutan Desa (HD) dan Hutan Tanaman Rakyat
(HTR). Rencana Lokasi Pengembangan HKm, HD, dapat diberikan pada Blok
Pemberdayaaan seluas 13.041 ha.
1.Rencana Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu Pada Hutan
Kemasyarakatan (HKm)
Usaha Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk
pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam
mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi
masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi
di masyarakat.Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 96
masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumber daya hutan secara optimal, adil
dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan
hidup.
Ruang lingkup pengaturan hutan kemasyarakatan meliputi: a. penetapan
areal kerja hutan kemasyarakatan; b. perizinan dalam hutan kemasyarakatan; c. hak
dan kewajiban; d. pembinaan, pengendalian dan pembiayaan; e. sanksi.
Rencana pemanfaatan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu pada
hutan kemasyarakatan (UPHHBK-HKm) di wilayah KPH Model Poigar, dapat
diberikan pada desa-desa yang berada didalam/ sekitar kawasan hutan atau yang
berbatasan langsung pada kawasan hutan KPH Model Poigar.Adanya pemanfaatan
hasi hutan kayu dimaksudkan agar para petani penggarap lahan hutan dibina secara
bertahap untuk mengembangkan tanaman kayu-kayuan baik yang sejenis maupun
tidak sejenis.Sedangkan hasil hutan bukan kayu dibolehkan tetap memelihara dan
memanen hasil tanamannya yang sudah ada seperti cengkeh, kakao, kelapa, dsb.
Sasaran lokasi pengembangan HKm adalah lahan-lahan hutan yang saat ini
berupa pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur
semak.Memperhatikan kondisi pemanfaatan lahan hutan produksi tersebut maka
direkomendasikan program pengembangan tanaman MPTS berkayu, yang ditanam
diantara tanaman tahunan yang telah ada pada pertanian lahan kering, sedangkan
pada pertanian lahan kering campur semak diupayakan adanya tanaman kayu-
kayuan.Jenis tanaman MPTS yang dapat diusahakan seperti Kemiri, Durian,
Langsat, Cengkeh, dll.Untuk jenis tanaman kayu-kayuan dianjurkan adalah jenis
tanaman kayu-kayuan untuk kayu pertukangan, seperti Nyatoh, Cempaka,
Matoa,Jabon, dll.
Sesuai Permenhut No. P. 37/Menhut-II/2007 jo. P.18/Menhut-II/2009 jo.
P.13/Menhut-II/2010 Tentang Hutan Kemasyarakatan, dijelaskan beberapa hal
yang perlu dipahami dan diikuti dalam penyelenggaraan HKm sbb.:
� Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya
ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
� Pemberdayaan Masyarakat setempat adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 97
sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan
pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
� Izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat
IUPHKm, adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan sumber daya
hutan pada kawasan hutan produksi.
� Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.
� Pohon serbaguna (Multi Purpose Trees Species) adalah tumbuhan berkayu
dimana buah, bunga, getah, daun dan/atau kulit dapat dimanfaatkan bagi
penghidupan masyarakat, disamping berfungsi sebagai tanaman lindung,
pencegah erosi, banjir, longsor. Budidaya tanaman tersebut tidak memerlukan
pemeliharaan intensif.
� Rencana Kerja IUPHKm adalah rencana kerja yang terdiri dari rencana umum
dan rencana operasional dalam hutan kemasyarakatan.
� IUPHKm bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan.
� Penyelenggaraan hutan kemasyarakatan berazaskan: a. manfaat dan lestari
secara ekologi, ekonomi, sosial dan budaya; b. musyawarah-mufakat; c.
keadilan.
� Untuk melaksanakan azas penyelenggaraan HKm digunakan prinsip:
a) Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan;
b) Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan
penanaman;
c) Mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya;
d) Menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa;
e) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan;
f) Memerankan masyarakat sebagai pelaku utama;
g) Adanya kepastian hukum;
h) Transparansi dan akuntabilitas publik;
i) Partisipatif dalam pengambilan keputusan.
� Rencana umum dalam hutan kemasyarakatan, merupakan rencana pemanfaatan
hutan kemasyarakatan yang menjamin kelestarian fungsinya secara ekonomi,
ekologi dan sosial. Rencana umum memuat penataan hutan yang meliputi
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 98
penataan batas areal kerja dan penataan batas areal kerja masing-masing
anggota kelompok, rencana penanaman, rencana pemeliharaan, rencana
pemanfaatan, rencana perlindungan yang disusun dan dipahami oleh kelompok
masyarakat penyusunnya. Rencana umum disusun oleh kelompok atau
gabungan kelompok pemegang izin yang dilakukan secara partisipatif dalam
satu kesatuan izin pemanfaatan hutan kemasyarakatan untuk satu periode
jangka waktu izin pemanfaatan hutan kemasyarakatan.
� Rencana Operasional, merupakan penjabaran lebih rinci dari Rencana Umum
yang memuat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dan target-target yang
akan dicapai dalam jangka waktu 1 (satu) tahun ke depan. Rencana operasional
memuat rencana-rencana kegiatan tahunan anggota kelompok pemegang izin
dalam mengelola hutan kemasyarakatan yang mengacu pada Rencana Umum.
� Pemegang IUPHKm wajib:
a) Melakukan penataan batas areal kerja;
b) Menyusun rencana kerja;
c) Melakukan penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan;
d) Membayar provisi sumberdaya hutan sesuai ketentuan;
e) Menyampaikan laporan kegiatan pemanfatan hutan kemasyarakatan Kepada
pemberi izin.
� IUPHKm diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat
diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 (lima) tahun.
2. Rencana Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Desa
Penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada
masyarakat setempat melalui lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya
hutan secara lestari.Penyelenggaraan hutan desa bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan.
Rencana penyelenggaraan hutan di wilayah KPH Model Poigarsasaranyang
menjadi penyelenggaraan hutan desa adalah hutan produksi (HPT dan HP).Kondisi
tutupan lahan hutan yang direncanakan untuk hutan desa adalah hutan sekunder/log
over area (LOA), areal tidak berhutan, dan semak belukar.
Dalam Permenhut No. P.53/Menhut-II/2011 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 Tentang Hutan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 99
Desa terdapat beberapa pengertian dan ketentuan yang harus dipahami dalam
proses pengusulan hutan desa sbb.:
� Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan
untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak.
� Lembaga Desa Pengelola Hutan Desa yang selanjutnya disebut Lembaga Desa
adalah lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan Peraturan Desa yang
bertugas untuk mengelola Hutan Desa yang secara fungsional berada dalam
organisasi desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
� Areal kerja hutan desa adalah satu kesatuan hamparan kawasan hutan yang
dapat dikelola oleh lembaga desa secara lestari.
� Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan desa adalah izin usaha
yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam hutan desa
pada hutan produksi melalui kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan,
dan pemasaran.
� Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh
sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi
secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya.
� Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa
lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi
utamanya.
� Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan
tidak mengurangi fungsi pokoknya.
� Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.
� Pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu adalah kegiatan untuk
mengambil hasil hutan baik berupa kayu dan/atau bukan kayu dengan batasan
waktu, luas dan/atau volume tertentu.
� Penetapan areal kerja hutan desa adalah pencadangan areal kawasan hutan oleh
Menteri untuk areal kerja hutan desa.
� Hak pengelolaan hutan desa bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan
hutan, dan dilarang memindahtangankan atau mengagunkan, serta mengubah
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 100
status dan fungsi kawasan hutan. Hak pengelolaan hutan desa dilarang
digunakan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan hutan dan harus
dikelola berdasarkan kaedah-kaedah pengelolaan hutan lestari.
� Permohonan Hak Pengelolaan Hutan Desa diajukan oleh Lembaga Desa kepada
Gubernur melalui Bupati/walikota dengan melampirkan persyaratan: a.
peraturan desa tentang penetapan lembaga desa; b. surat pernyataan dari kepala
desa yang menyatakan wilayah administrasi desa yang bersangkutan yang
diketahui camat; c. luas areal kerja yang dimohon; dan d. rencana kegiatan dan
bidang usaha lembaga desa.
Dalam penyelenggaraan hutan desa, lembaga desa yang diserahi tugas
dalam pengelolaan hutan difasilitasi oleh pemerintah/pemerintah daerah.Fasilitasi
dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas lembaga desa dalam pengelolaan
hutan. Jenis fasilitasi meliputi: a. pendidikan dan latihan; b. pengembangan
kelembagaan; c. bimbingan penyusunan rencana kerja hutan desa; d. bimbingan
teknologi; e. pemberian informasi pasar dan modal; dan f. pengembangan usaha.
Hak pengelolaan hutan desa dapat diberikan untuk jangka waktu paling
lama 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang. Hak Pengelolaan Hutan
Desa dapat diperpanjang berdasarkan evaluasi yang dilakukan paling lama setiap 5
(lima) tahun satu kali oleh pemberi hak.
Lembaga Desa pemegang Hak Pengelolaan Hutan Desa dapat mengajukan
IUPHHK dalam hutan desa yang terdiri dari IUPHHK Hutan Alam atau IUPHHK
Hutan Tanaman.IUPHHK Hutan Alam atau IUPHHK Hutan Tanaman dalam
Hutan Desa hanya dapat diajukan pada areal kerja Hak Pengelolaan Hutan Desa
yang berada dalam Hutan Produksi.Dalam hal di areal Hak Pengelolaan Hutan
Desa terdapat hutan alam yang berpotensi hasil hutan kayu, maka Lembaga Desa
dapat mengajukan permohonan IUPHHK Hutan Alam dalam Hutan Desa.Dalam
hal di areal Hak Pengelolaan Hutan Desa dapat dikembangkan hutan tanaman,
maka Lembaga Desa dapat mengajukan permohonan IUPHHK Hutan Tanaman
dalam Hutan Desa.
Rencana kerja hak pengelolaan hutan desa dimaksudkan sebagai acuan bagi
pemegang hak dalam pengelolaan hutan desa dalam melaksanakan kegiatan
pengelolaan hutan dan alat pengendalian bagi Pemerintah, provinsi, dan kabupaten.
Rencana kerja hak pengelolaan hutan desa terdiri dari: Rencana Kerja Hutan Desa
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 101
(RKHD); dan Rencana Tahunan Hutan Desa (RTHD). RKHD merupakan rencana
pengelolaan hutan desa selama jangka waktu pemberian hak 35 tahun yang
menjamin berlangsungnya kelestarian fungsi hutan secara ekonomi, ekologi, sosial
dan budaya setempat. RKHD meliputi aspek-aspek: Kelola kawasan; Kelola
kelembagaan; Kelola usaha; dan Kelola sumberdaya manusia. RKHD disusun oleh
lembaga desa yang dilakukan secara partisipatif dalam satu kesatuan hak
pengelolaan hutan desa.RKHD disahkan oleh Gubernur yang dapat didelegasikan
kepada Kepala Dinas Provinsi yang diserahi tugas dan tanggung jawab di bidang
kehutanan.Lembaga Desa menyampaikan RKHD yang telah disahkan Gubernur
kepada Menteri dengan tembusan kepada Bupati.
Rencana Tahunan Hutan Desa (RTHD) merupakan penjabaran lebih rinci
dari RKHD yang memuat kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dan target-
target yang akan dicapai dalam jangka waktu 1 (satu) tahun ke depan. RTHD
memuat rencana yang meliputi: rencana tata batas areal kerja; rencana penanaman;
rencana pemeliharaan; rencana pemanfaatan; dan rencana perlindungan. RTHD
disahkan oleh Bupati yang dapat didelegasikan kepada Dinas yang diserahi tugas
dan tanggung jawab di bidang kehutanan di Kabupaten.Lembaga Desa
menyampaikan RTHD yang telah disahkan kepada Gubernur dengan tembusan
kepada Menteri.
Rencana Usaha Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
Rencana usaha pemanfaatan hasil hutan kayu tanaman hutan rakyat
(RUPHHK-HTR) di wilayah KPH Model Poigarpada Blok Pemberdayaaan seluas
+ 4.291 Ha masih dalam tahap pencadangan dari Menteri Kehutanan sesuai SK
Menhut Nomor : SK.453/Menhut-II/2009 dan SK Menhut Nomor :
SK.408/Menhut-II/2009. Sasaran lahan hutan pengembangan usaha hutan tanaman
rakyat (HTR) di wilayah KPH ini adalah lahan-lahan hutan yang telah lama
diokupasi penduduk dalam bercocok tanaman semusim dan tahunan, serta lahan-
lahan hutan produksi dengan kondisi rusak dengan penutupan vegetasi hutan
jarang.
Adapun sasaran lokasi pengembangan HTR di wilayah KPH adalah hutan
produksitetap (HP) seluas + 1. 358 Hadi wilayah Kabupaten Bolaang Mongondow
dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas + 2.933 Ha di Wilayah Kabupaten
Minahasa Selatan.Untuk jelasnya tersaji pada peta rancangan KPH Model Poigar.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 102
Pengembangan usaha HTR diarahkan pada hasil hutan kayu
pertukangan/Plywood berumur pendek-sedang (10-15 tahun) seperti Nyatoh, Jabon
merah/putih, Matoa, Sengon, dll.Jenis-jenis tersebut memiliki daya adaptasi
tumbuh yang baik, dikenal masyarakat, dan pasar lokal/regional yang jelas.Pada
lahan-lahan hutan yang telah dimanfaatkan penduduk dalam bercocok tanaman
tahunan dan menjadi sasaran pengembangan HTR, dapat diterapkan pola
pertanaman campuran dalam sistem agroforestri, sedangkan pada lahan-lahan hutan
produksi dengan penutupan vegetasi jarang dan semak belukar dapat diterapkan
pola pertanaman secara monokultur (jenis kayu-kayuan).
Kegiatan UPHHK-HTR diatur tersendiri dalam Permenhut No.: P.
3/Menhut-II/2012 Tentang Rencana Kerja Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu Hutan Tanaman Rakyat. Dalam Permenhut ini dijelaskan beberapa hal
berikut:
� Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat yang
selanjutnya disingkat IUPHHK-HTR adalah izin usaha yang diberikan untuk
memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi yang dibangun
oleh perorangan atau koperasi untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan
produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian
sumber daya hutan.
� Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat
yang selanjutnya disingkat RKUPHHK-HTR adalah rencana kerja IUPHHK-
HTR untuk seluruh areal kerja yang berlaku selama daur tanaman pokok yang
dominan, antara lain memuat aspek kelestarian hutan, kelestarian usaha, aspek
keseimbangan lingkungan dan pembangunan sosial ekonomi setempat.
� Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan
Tanaman Rakyat yang selanjutnya disingkat RKTUPHHK-HTR adalah
rencana kerja IUPHHK-HTR dalam satu KTH dan/atau Koperasi dengan
jangka waktu 1 (satu) tahun yang disusun berdasarkan RKUPHHK-HTR.
� Kelompok Tani Hutan HTR yang selanjutnya disingkat KTH adalah kumpulan
individu petani dalam suatu wadah organisasi yang tumbuh berdasarkan
kebersamaan, kesamaan profesi dan kepentingan untuk bekerjasama dalam
rangka pembangunan usaha hutan tanaman dalam rangka kesejahteraan
anggotanya.
� Tanaman Pokok HTR adalah tanaman untuk tujuan produksi hasil hutan
berupa kayu perkakas/pertukangan dan atau bukan perkakas/ pertukangan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 103
Berdasarkan batasan di atas maka KPH Model Poigar bertindak selaku
fasilitator dan pengembang HTR di wilayah kerjanya sesuai standar, norma dan
kriteria yang belaku.
Dalam rangka percepatan pembangunan HTR di wilayahnya, pengelola
KPH segera melakukan sosialisasi, penyuluhan dan bimbingan teknis serta
pelatihan-pelatihan kepada calon peserta pembangunan HTR sesuai dengan desa-
desa sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen RP KPH ini.Materi-materi
sosialisasi dan pembelajaran usaha HTR yang dinilai penting dan mendasar
diberikan kepada calon peserta HTR, diantaranya adalah sistem pembiayaan,
budidaya tanaman kehutanan (teknik/sistem silvilkultur), organisasi dan
kelembagaan usaha kelompok, teknik-teknik kerjasama kemitraan dan pemasaran
hasil hutan.
Guna meningkatkan minat masyarakat calon peserta HTR untuk ikut dalam
program HTR ini, pengelola KPHP dapat mengembangkan sistem kemitraan
dengan perusahaan perkayuan skala local/regional, seperti industri sawmill,
plywood dan perusahaan meubel.
Selanjutnya untuk keperluan penyusunan RKU dan RKT-PHHK-HT
disajikan contoh Tabel berikut.Namun untuk penyusunan RKU dan RKT
selengkapnya mengikuti format pada Lampiran Permenhut Nomor P.3/Menhut-
II/2012 tentang Rencana Kerja Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dalam
Hutan Tanaman Rakyat.
Tabel 12. Rencana Kerja Usaha IUPHHK-HTR .............................................
No. Kegiatan Rencana
Keterangan I II III … dst
1. Penataan batas areal IUPHHK HTR (km) x
2. Pemetaan rencana tata batas areal IUPHHK-
HTR x
3. Inventarisasi Tegakan (ha) x
4.
Pengadaan Bibit
a. Jumlah bibit
b. Persemaian
x
5.
Penanaman
a. Luas
b. Lokasi
x
6.
Pemeliharaan
a. Penyulaman
b. Penjarangan
x X x x
7. Perlindungan dan Pengamanan (ha) x X x x
8.
Rencana Pemanenan
a. Jenis
b. Luas (ha)
9. Rencana Pemasaran
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 104
Lampiran: Peta Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu HTR (RK-UPHHK HTR) untuk
Jangka Waktu selama daur tanaman pokok Periode……….s/d……… ...
Tabel 13.Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
HutanTanaman Rakyat
No Kegiatan Realisasi s/d
tahun lalu
Rencana Tahun
ini Keterangan
1. Penyiapan Lahan
Dilakukan tanpa
pembakaran dan
pembuatan kanal
2. Pembenihan/Pembibitan Jenis …..
Jumlah ….. btg
Jenis …..
Jumlah ….. btg
3. Penanaman
Luas ….. ha
Jenis …..
Jumlah ….. btg
Luas ….. ha
Jenis …..
Jumlah ….. btg
4. Pemeliharaan Tahun I Penyulaman …ha Penyulaman …ha
5. Pemeliharaan Tahun II
Penyulaman …ha Penyulaman …ha
6. Pemeliharaan Tahun III
Penyulaman …ha Penyulaman …ha
7. Pemeliharaan Lanjutan
I Penyulaman …ha Penyulaman …ha
8. Pemeliharaan Lanjutan
II Penyulaman …ha Penyulaman …ha
9. Pengendalian hama
penyakit (ha)
10. Pengendalian kebakaran
(ha)
11. Pengamanan hutan (ha)
12. Pemanenan
Luas … ha
Jenis ….. Volume ….. m3
Luas … ha
Jenis ….. Volume ….. m3
13. Hasil hutan lainnya:
HHBK, dll.
14. Pemasaran
Lampiran:Peta/Sketsa Rencana Kerja Tahunan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
HTR (RKTUPHHK-HTR) Tahun 20....
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 105
D. Penyelenggaraan Rehabilitasi diluar Ijin
Rehabilitasi hutan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan
meningkatkan fungsi hutan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya
dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.Reklamasi hutan,
pada pihak lain, diartikan sebagai usaha untuk memperbaiki atau memulihkan
kembali lahan dan vegetasi hutan yang telah rusak agar dapat berfungsi kembali
secara optimal.Baik rehabilitasi maupun reklamasi dapat memiliki kegiatan-
kegiatan yang serupa seperti reboisasi, pemeliharaan tanaman, pengayaan tanaman,
dan penerapan teknik konservasi tanah; namun tujuan akhir dapat berbeda.Jika
rehabilitasi bersifat memulihkan, meningkatkan, dan mempertahankan fungsi awal;
maka reklamasi dapat mengarah pada fungsi yang berbeda dari fungsi awal namun
dalam kelompok yang serupa.
Pengelolaan KPH Model Poigar dengan bentuk mengoptimalkan fungsi blok
pemberdayaan bertujuan pemulian kawasan hutan untuk meningkatkan
produktifitas kawasan hutan dan lahan, pendapatan masyarakat, lapangan kerja,
kebutuhan dasar, dan fungsi perlindungan. Faktor yang digunakan sebagai acuan
dalam membuat pengelolaan hutan antara lain: jarak kawasan hutan dari
pemukiman penduduk, kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat, dan keadaan
fisik kawasan hutan seperti jenis tanah, topografi dan jenis tanaman lokal yang
dominan.Kawasan hutan produksi yang telah rusak dan berubah menjadi
semak/belukar atau alang-alang, akan menjadi lokasi rekayasa pengelolaan dalam
bentuk/model management regime. Pada dasarnya pengelolaan kawasan hutan
harus memperhatikan syaratkelestariannya, dan interaksi antara hutan dengan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Jarak pemukiman yang berbatasan langsung (didalam/sekitar) dengan KPH
Model Poigar, termasuk dalam interface area (Simon,1994).Kawasan hutan
produksi berdekatan dengan kawasan pemukiman maka tekanan penduduk
terhadap hutan sangat tinggi, sehingga dalam pengelolaannya dilakukan dengan
intensif.
Lokasi rehabilitasi selain pada blok pemberdayaan yang memiliki
kelerengan agak curam atau 25%-40% terdapat juga pada kawasan lindung seluas
1190 ha yaitu di Kawasan HL Gn. Bumbungon 1 seluas 172 ha, HL Gn.
Bumbungon 2 seluas 901 hadan HL. Torout seluas 117 ha.Agar tujuan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 106
penyelenggaraan rehabilitasi KPH Model Poigar dapat dicapai dibutuhkan
keterlibatan masyarakat dalam pengelolaannya.
Sesuai Permenhut No.P.37/Menhut-V/2010 Tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, dijelaskan bahwa setiap
rencana rehabilitasi hutan dan lahan perlu didukung oleh dokumen Rencana
Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RPRHL).RPRHL adalah acuan bagi
Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTnRHL), dan RTnRHL adalah
acuan bagi penyusunan Rancangan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RK-
RHL).RK-RHL merupakan bestek bagi pelaksanaan RHL di lapangan.
Dokumen RPRHL DAS disusun dengan mengacu pada RTkRHL DAS. RTk
RHL DAS adalah dokumen rencana RHL jangka panjang (15 tahun: Periode 2010-
2024), sedangkan RPRHL DAS adalah management plan RHL jangka menengah
(5tahun). Selanjutnya RTnRHLadalah dokumen rencana tahunan yang
menggambarkan sebaran lokasi sasaran kegiatan RHL dalam tahun tersebut.Setiap
lokasi sasaran kegiatan RHL dalam dokumen RTnRHL wajib disusun dokumen
RK-RHL-nya.
Penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia telah diatur dalam
Peraturan Menteri Kehutanan secara berjenjang sbb.:
1. Permenhut Nomor P.32/Menhut-V/2009 tentang Penyusunan Rencana Teknis
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTk-RHL DAS).
2. Permenhut Nomor P.37/Menhut-V/2010 tentang Penyusunan Rencana
Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RP-RHL
DAS).
3. Permenhut Nomor P.38/Menhut-V/2010 tentang Penyusunan Rencana
Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTn-RHL
DAS).
4. Permenhut Nomor P.70/Menhut-II/2008 jo. Nomor P.26/Menhut-II/2010
tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Dalam ini Permenhut
diatur pula Out line RK-RHL.
E. Penyelenggaraan Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
1. Perlindungan hutan
Perlindungan hutan dimaksudkan sebagai usaha untuk mencegah dan
membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan akibat berbagai
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 107
faktor seperti aktivitas manusia, ternak, api, daya alam, hama, dan
penyakit.Kegiatan perlindungan direncanakan blok-blok inti dan blok-blok
perlindungan untuk pelindungan tata air, perlindungan habitat dan sumber-
sumber plasma nutfah.Adapun blok-blok inti seluas 5.212,21 ha dan blok-blok
perlindungan hutan seluas 4.360,32 ha.
Dalam PP No. 45 Tahun 2004 Tentang Perlindungan Hutan dijelaskan
beberapa pengertian sbb.:
a) Polisi Kehutanan adalah pejabat tertentu dalam lingkup instansi
kehutanan pusat dan daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya,
menyelenggara-kan dan atau melaksanakan usaha perlindungan hutan
yang oleh kuasa undang-undang diberikan wewenang kepolisian khusus
di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
b) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kehutanan adalah pejabat
pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan
daerah yang oleh undang-undang diberi wewenang khusus penyidikan di
bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya.
c) Satuan Pengamanan Hutan adalah pegawai organik yang diangkat oleh
pimpinan perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hutan atau
petugas yang dibentuk oleh masyarakat hukum adat untuk melaksanakan
tugas pengamanan di areal hutan yang menjadi tanggung jawabnya.
d) Masyarakat adalah orang seorang, kelompok orang, termasuk masyarakat
hukum adat atau Badan Hukum.
Penyelenggaraan perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga hutan,
hasil hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi lindung, fungsi
konservasi, dan fungsi produksi, tercapai secara optimal dan lestari.
Secara umum kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam perlindungan hutan
adalah sebagai berikut.
• Pencegahan pemanenan pohon tanpa izin.
• Pencegahan dan pemadaman kebakaran hutan.
• Penyediaan sarana dan prasarana pengamanan hutan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 108
• Pencegahan perburuan satwa liar dan/atau satwa yang dilindungi.
• Pencegahan penggunaan dan pendudukan kawasan hutan secara tidak sah.
• Pencegahan perambahan kawasan hutan.
• Pencegahan gangguan hama dan penyakit; serta
• Pengupayaan satuan pengamanan hutan.
Operasionalisasi pelaksanaan kegiatan perlindungan hutan dilakukan oleh KPH,
dan dalam hal ini berupa langkah-langkah berikut.
1) Pengamanan areal kerja yang meliputi ekosistem hutan, kawasan hutan, dan
hasil hutan termasuk tumbuhan dan satwa.
2) Pencegahan kerusakan hutan dari perbuatan manusia dan ternak, kebakaran
hutan, hama penyakit, dan daya-daya alam.
3) Pengambilan tindakan pertama yang diperlukan terhadap adanya gangguan
keamanan hutan di areal kerja KPH.
4) Melaporkan setiap adanya kejadian pelanggaran hukum di areal kerja kepada
instansi kehutanan terdekat.
5) Menyediakan sarana, prasarana, serta tenaga pengamanan hutan yang sesuai
dengan kebutuhan.
Perlindungan Hutan atas Hasil Hutan:
(1) Setiap orang yang mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan wajib
dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan.
(2) Termasuk dalam pengertian hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama-sama
dengan surat keterangan sahnya hasil hutan adalah:
a. asal usul hasil hutan dan tempat tujuan pengangkutan tidak sesuai dengan yang
tercantum dalam surat keterangan sahnya hasil hutan;
b. apabila keadaan fisik, baik jenis, jumlah maupun volume hasil hutan yang
diangkut, dikuasai atau dimiliki sebagian atau seluruhnya tidak sama dengan isi
yang tercantum dalam surat keterangan sahnya hasil hutan;
c. pada waktu dan tempat yang sama tidak disertai dan dilengkapi surat-surat yang
sah sebagai bukti;
d. Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSKB/SKSHHBK) masa berlakunya
telah habis;
e. hasil hutan tidak mempunyai tanda sahnya hasil hutan.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 109
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat keterangan sahnya hasil hutan diatur sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam rangka pelaskanaan perlindungan hutan di wilayah KPH mengacu pada
Permenhut No.: P.6/Menhut-II/2010. Jenis-jenis kegiatan perlindungan hutan yang
dapat dilakukan antara lain meliputi: patroli areal, operasi gabungan, penyuluhan dan
sosialisasi, proses hukum. Untuk jelasnya disajikan pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14. Jenis Kegiatan Perlindungan Hutan di Wilayah KPH Model Poigar
No. Jenis Kegiatan Satuan Keterangan
1 Patroli Areal 1 kali/bln Rutin
2 Operasi Gabungan Paket Sesuai
kondisi
3 Penyuluhan hukum dan sosialisasi kebijakan 1 kali/6 bln Persemester
4 Proses hokum Paket Sesuai kasus
5 Perlindungan flora dan fauna langka dan
dilindungi
Seluruh
wilayah KPHP
Sesuai
kebutuhan
2. Penyelenggaraan Konservasi Alam
Dengan kondisi sosial dan ekologi yang kompleks pada kawasan hutan KPH
Model Poigar yang memiliki masalah-masalah sosial dan ekonomi maka perlu adanya
perhatian khusus dalam pengamanan wilayah KPH dari berbagai sumber konflik
seperti upaya-upaya penolakan kehadiran KPHP, rusaknya ekosistem DAS sebagai
penyimpan dan pengatur tata air bagi kawasan bawahannya, penyelamatan flora dan
fauna langka dan endemik Sulawesi, serta pengakuan hak-hak masyarakat. Sehingga
perlunya langkah-langkah menyelesaikan masalah lewat konservasi alam.
Lokasi yang direkomendasikan untuk tujuan konservasi alam yang berada di
wilayah KPH Model Poigarterletak pada blok-blok inti dalam kawasan hutan lindung
yang luasnya mencapai 5.212,21Ha.
Penunjukan lokasi konservasi alam pada blok inti dalam kawasan hutan lindung
ditujukan bukan untuk dimanfaatkan melainkan untuk memberikan perlindungan
terhadap sumber-sumber daya alam hayati dan lingkungannya dalam hutan lindung
seperti konservasi alam untuk sumber-sumber/tata air, sumber plasma nutfah,
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 110
perlindungan satwa, penyeimbang bagi kawasan dari ancaman bencana banjir dan
longsor, dsb.
F. Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakholder Terkait
KPH Model Poigar sebagai unit pengelolaan hutan dalam melakukan aktivitas
memerlukan berkoordinasi dan bersinergi dengan beberapa instansi dan stakeholder
terkait. Sistem kordinasi dan sinergi dengan instansi dan stakeholder terkait,
sebagaimana disajikan pada Tabel 15 berikut.
Tabel 15. Sistem Koordinasi dan Sinergi dengan Instansi dan Stakholder Terkait
No. Jenis
Kegiatan Usaha
Koordinasi KPHP
dengan....
Sinergi KPHP
dengan..... Kebutuhan
1 2 3 4 5
A Rencana Pemanfaatan (Wil. Tertentu dan Wil. Ijin
Usaha).
1 IUPHHK-HT dan IUPHHK-HA
BPKH, BP2HP,
Dishut Bolmong,
Dishut Minsel,
Dishut Prov.
Dana,
Binwasdal
2 UPHHK-RE BPKH, BP2HP,
Dishut Prov. BUMS
Dana,
Binwasdal
3 PHHBK-Tambang
BPKH, BP2HP,
Dinas
Pertambangaan,
Dishut Prov.
BUMS/BUMN Dana,
Binwasdal
4 PHHBK-Rotan/Getah/Madu
hutan Klpk Tani Hutan
Industri Pengolahan
HHBK
Dana,
Binwasdal
5 UPJL-JA (jasa lingkungan air) Klpk Usaha
Pengelola jasa air Dinas PU. Pengairan
Dana,
Binwasdal
6 UP RAP- KARBON dan/atau
UP PAN-KARBON
BPKH, Bappeda,
LSM. UNREDD
Provinsi
Lembaga Internasional &
Masyarakat
Dana,
Binwasdal
B Rencana Pemberdayaan
Masyarakat
1 HKm
BPKH,
Pemdes/Petani
Hutan
BPDAS/Dishut Provinsi Dana,
Binwasdal
2 Hutan Desa (HD)
BPKH,
Pemdes/Petani
Hutan
BPDAS/Dishut Provinsi Dana,
Binwasdal
3 Hutan Tanaman Rakyat (HTR) BPKH, Pemdes/
Klpk Tani Hutan BP2HP/Dishut Provinsi
Dana,
Binwasdal
C Rencana Rehabilitasi Hutan
1 RH-HL (Reboisasi/Pengkayaan
reboisasi)
BPDAS, Petani
Hutan BPDAS, Petani Hutan
Dana,
Binwasdal
2
RH-HP
(HT/Reboisasi/Pengkayaan
Reboisasi)
BPDAS, Petani
Hutan BPDAS, Petani Hutan
Dana,
Binwasdal
D Rencana Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
1 Perlindungan Hutan Pemegang ijin usaha Dishut Prov, Dishut
Bolmong, Dishut Minsel,
Dana,
Binwasdal
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 111
No. Jenis
Kegiatan Usaha
Koordinasi KPHP
dengan....
Sinergi KPHP
dengan..... Kebutuhan
1 2 3 4 5
Pemcam, Pemdes,
Masyarakat, Pemegang
ijin usaha
2 Perlindungan tata air (PL-TA) Pemdes
Dishut Prov, Dishut
Bolmong, Dishut Minsel,
Pemcam, Pemdes,
Masyarakat
Dana,
Binwasdal
3 Perlindungan Blok inti HL Pemdes
Dishut Prov, Dishut
Bolmong, Dishut Minsel ,
Pemcam, Pemdes,
Masyarakat
Dana,
Binwasdal
Keterangan: Binwasdal = Pembinaan, Pengawasan, Pengendalian. KPH Model Poigar adalah bagian dari
Dishut Provinsi Sulawesi Utara.
G. Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM
1. Sumberdaya Manusia
Dalam penguatan kapasitas kelembagaan KPH Model Poigar menuju KPH
yang mandiri dibutuhkan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) yang
mengelolanya, baik dari aspek kuantitas maupun kualitas. Kualitas SDM terutama
yang terkait dengan kualifikasi dan kompetensi staf yang memiliki relevansi dengan
komponen-komponen kegiatan yang akan ditanganinya. Selanjutnya dalam rangka
meningkatkan kapasitas kelembagaan KPH dalam menangani wilayah kelolanya,
dinilai penting menyelenggarakan resort-resort di wilayah tertentu.
Dalam Permenhut No.: P. 42/Menhut-II/ 2011 Tentang Standar Kompetensi
Bidang Teknis Kehutanan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi, dijelaskan beberapa hal terkait dengan standar
kompetensi SDM untuk pengelolaan KPHP sebagai berikut:
� Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seseorang,
mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam
pelaksanaan tugas jabatannya secara profesional, efektif dan efisien.
� Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang
dan hak seseorang pegawai dalam melaksanakan pekerjaan pada suatu organisasi.
Dalam memberikan pertimbangan teknis dan mengusulkan penetapan
organisasi KPH, khususnya yang berkaitan dengan sumberdaya manusia, Pemerintah
Provinsi (UPTD KPH) perlu memperhatikan Standar Kompetensi Bidang Teknis
Kehutanan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan
Hutan Produksi sesuai Permenhut Nomor P.42/Menhut-II/2011 antara lain; Persyaratan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 112
Administrasi Minimal bagi Pegawai KPHP Tipe A. KPH Model Poigar termasuk
dalam Tipe A. Selanjutnya berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah,
pengangkatan jabatan dan pegawai KPH Model Poigar harus memenuhi standar
kompetensi bidang teknis kehutanan.
KPH Model Poigar sebagai KPH tipe A sesuai Perbup Nomor ....Tahun 2011
baru terpenuhi tiga persyaratan yaitu Kepala KPH, Kepala Seksi (2 seksi), dan kepala
sub bagian tata usaha.Yang belum terpenuhi hingga saat ini adalah kepala-kepala resort
KPH. Karena itu untuk menjadikan KPH terkelola baik sesuai arahan rencana
pengelolaan hutan dipandang perlu membentuk resort-resort KPH yang baru,
Dari analisis kondisi kawasan hutan dan kondisi geografis wilayah serta letak
kantor KPH Poigar, lokasi-lokasi strategis penempatan resort KPH dalam
pengelolaannya sesuai dengan wilayah pengelolaan yang terletak di 2 kabupaten.Maka
resort yang dibutuhkan sebanyak 2 resort.Penempatan resort KPH dapat dievaluasi
kedepannya setiap 5 tahun. Pembentukan dan ditetapkan kepala resort-nya, perlu
segera ditindaklanjuti dengan pembangunan kantor dan fasilitas penunjangnya serta
penambahan personil KPH pada tingkat resort.
Selanjutnya analisis kebutuhan tenaga teknisi lapangan termasuk Jagawana
pada KPH Model Poigar didasarkan pada pertimbangan bahwa setiap staf tenaga teknis
pada tingkat seksi dengan kemampuan mengurus hutan adalah 10.000 Ha/orang,
sedangkan pada tingkat lapangan (Jagawana) adalah 5.000 Ha/orang.
Penataan Personil:
Untuk memenuhi tenaga dengan persyaratan tersebut di atas, dapat dilakukan
dengan cara: Penataan personil yang ada di lingkup Pemda Bolaang Mongondow,
Pemda Minahasa Selatan, dan atau berasal dari wilayah Provinsi Sulawesi Utara, dan
atau; berasal dari wilayah provinsi lainnya dan atau dari pusat maupun penempatan
tenaga lulusan SMK Kehutanan.
Pemenuhan kebutuhan tenaga kerja lingkup KPH Model Poigar dapat
dilaksanakan sesuai kebutuhan minimal dalam rangka efisiensi dan efektif pelaksanaan
pembangunan KPH.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 113
Pengembangan SDM Pengelola KPH:
Pengembangan sumberdaya manusia (SDM) dimaksudkan untuk memenuhi
kualifikasi SDM dan jumlah pengelola KPH sesuai PP Nomor 3 Tahun 2008.
Tujuannya adalah mempercepat berfungsinya KPH sebagai penguatan pengelolaan
hutan di tingkat tapak.
Kegiatan pengembangan SDM pengelola KPH di tingkat tapak meliputi:
pelatihan teknis pengelolaan hutan dan perencanaan hutan lingkup KPH serta pelatihan
manajerial KPH dalam hubungannya pemerintahan, dll.
Selanjutnya bagi pemegang ijin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan
kawasan hutan di wilayah KPH Model Poigar (jika telah ada) dapat merekrut
kebutuhan tenaga kerja sesuai kebutuhannya, namun tetap mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan Kementerian Kehutanan.
2. Sarana dan Prasarana
Dalam Permenhut No.: P.41/Menhut-II/2011 Tentang Standar Fasilitasi Sarana
dan Prasarana Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi “Model”, dijelaskan beberapa hal terkait dengan sarana dan prasarana KPHP
sebagai berikut:
� Sarana adalah barang atau benda bergerak yang dapat dipakai sebagai alat dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi meliputi peralatan perkantoran,
peralatan transportasi dan peralatan lainnya.
� Prasarana adalah barang atau benda tidak bergerak yang dapat menunjang atau
mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi unit organisasi antara lain tanah,
bangunan, ruang kantor.
� Fasilitasi sarana dan prasarana adalah bentuk dukungan Pemerintah kepada KPHL
dan KPHP berupa sarana dan prasarana.
Fasilitasi sarana dan prasarana KPH Model Poigar yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat dan juga oleh Pemerintah Daerah guna mendorong beroperasinya
KPH di lapangan.
• Sebidang Tanah (78 x 78 Meter) luas 6.080 M2 d.a Desa Poigar II Kec. Poigar
Kab. Bolmong
• 1 unit kantor dengan luas 300 m²
• 1 unit Mess
• 1 unit mobil ( roda 4 ) D-Max
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 114
• 4 Unit Motor (Vixion Yamaha dan Trail Kawasaki 3 unit)
• 5 unit komputer PC dan 4 Laptop
• 20 meja biro
• 8 meja setengah biro beserta kursi
• 3 set meja pimpinan
• 2 Meja Rapat dan 20 Kursi
• Lemari kantor sebanyak 5 buah.
• Meja kursi tamu sebanyak 1 Set.
• Desktop sebanyak 4 buah
• LCD Projektor sebanyak 1 buah
• GPS sebanyak 6 buah
• Kompas tandem sebanyak 5 buah
• Altimeter sebanyak 1 buah
• Alat ukur pohon sebanyak 2 buah
• Filing Cabinet sebanyak 5 buah
• Eksternal hardisk sebanyak 5 buah
• Printer sebanyak 2 buah
• Ploter sebanyak 1 unit
• 2 unit air conditioner
• I unit mesin fax dan 8Printer dan 1 Ploter
• 1 Buah Mess KPH (7 x 14 M)
• Penataan Halaman (Pemasangan Paving Blok 200 M2)
• Dan lain-lain
H. Penyediaan Pendanaan
Pengelolaan KPH Model Poigar membutuhkan dana yang tidak kecil dalam
penyelenggaraan setiap jenis kegiatan usahanya. Karena itu dalam penyelenggaraan
setiap jenis kegiatan usaha akan dilakukan dalam bentuk kemitraan dengan berbagai
pihak akan berminat berinvestasi di wilayahnya.
Untuk mencapai maksud tersebut, KPHP “model” menawarkan berbagai
produk pemanfaatan kawasan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Dalam rencana
sepuluh tahun ke depan, KPH Model Poigar menawarkan rencana usaha pemanfaatan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 115
hutan, yaiturencana pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman pada hutan
produksi (HHK-HT/HTI), rencana pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam
dalam bentuk restorasi ekosistem pada hutan produksi (HHK-RE), rencana
pemanfaatan jasa lingkungan (jasa wisata alam, jasa aliran air dan jasa karbon), dan
rencana pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam pada hutan lindung
(HHBK-rotan/getah/dll.). Rencana-rencana usaha pemanfaatan kawasan hutan dan
hasil hutan tersebut diharapkan pendanaannya bersumber dari pemegang ijin usaha.
I. Pengembangan Database
Teknologi informasi dan globalisasi saat ini, memerlukan database yang baik
untuk mendukung operasional pengelolaan, terutama pada tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan pengelolaan, dan tahap evaluasi dan pengendalian.Melalui penyajian
database yang sistematis, akurat, menjadikan suatu lembaga, tak terkecuali lembaga
KPH Model Poigar dalam melaksanakan pengelolaan hutannya.
Database kawasan dan potensi hutan KPHP yang terkelola baik akan menjadi
sistem informasi kehutanan yang memiliki “nilai jual” yang tinggi dan alat kontrol
yang optimal dalam mengukur kinerja lembaga dan personil pengelolanya. KPH Model
Poigar sepantasnya membangun sistem database-nya lebih awal sebelumnya
memasarkan produk-produk nya kepada publik.Karena sistem database yang on-line
diharapkan KPHP ini mampu menembus pasar internasional dalam menawarkan
rencana produk pengelolaan hutannya.Sehubungan dengan uraian tersebut, dengan
sistem database yang telah terbangun dapat dikembangkan menjadi sistem informasi
kehutanan KPH Model Poigar (SISHUT KPH Model Poigar).
Dalam Permnhut No.: P.02/Menhut-II/2010 Tentang Sistem Informasi
Kehutanan. Untuk itu maka dalam pengembangan database KPH Model Poigar akan
mengacu pada Permenhut tersebut dengan beberapa batasan tentang sistem informasi
kehutanan sebagai berikut:
� Standar adalah acuan yang dipakai sebagai patokan dalam penyelenggaraan
sistem Informasi kehutanan pada tingkat KPHP.
� Prosedur adalah metode atau tata cara untuk penyelenggaraan sistem
informasi kehutanan pada tingkat KPHP
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 116
� Data adalah gambaran dari sekumpulan fakta, konsep atau instruksi yang
tersusun dalam suatu cara atau bentuk yang formal sehingga sesuai untuk
komunikasi, interpretasi atau pemrosesan secara manual atau otomasi.
� Data digital adalah data yang telah diubah dalam bentuk atau format yang
dapat dibaca oleh perangkat elektronik.
� Data spasial adalah data hasil pengukuran, pencatatan dan pencitraan
terhadap suatu unsur keruangan yang berada di bawah, pada atau di atas
permukaan bumi dengan poisisi keberadaannya mengacu pada sistem
koordinat nasional.
� Data numerik adalah data yang merupakan atribut dari data spasial atau data
lain yang tidak terkait dengan aspek keruangan.
� Basis data adalah Koleksi dari sekumpulan data yang berhubungan atau
terkait satu sama lain, disimpan dan dikontrol bersama dengan suatu skema
atau aturan yang spesifik sesuai dengan struktur yang dibuat.
� Sistem Informasi Kehutanan adalah kegiatan pengelolaan data kehutanan
yang meliputi kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyajian serta tata
caranya secara digital.
� Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,
menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis
dan/atau menyebarkan informasi.
Penerapan sistem informasi kehutanan KPHP dimaksudkan sebagai acuan
dalam penyelenggaraan sistem informasi kehutanan sebagai norma, standar, prosedur
dan kriteria dalam penyelenggaraan sistem informasi kehutanan di tingkat KPH.
Tujuan penetapan sistem informasi kehutanan KPH adalah terlaksananya
penyelenggaraan sistem informasi kehutanan secara terkoordinasi dan terintegrasi
sebagai pendukung dalam proses pengambilan keputusan serta peningkatan pelayanan
bagi publik dan dunia usaha.
Jenis data kehutanan yang diperlukan dalam penyelenggaraan sistem informasi
kehutanan pada KPH Model Poigar meliputi data: a. Kawasan dan potensi hutan; b.
Industri kehutanan; c. Perdagangan hasil hutan; d. Rehabilitasi lahan kritis; e.
Pemberdayaan masyarakat; dan f. Tata kelola kehutanan.
Data kawasan dan potensi Hutan antara lain meliputi: a. Luas kawasan hutan dan
perairan; b. Tata batas kawasan hutan; c. Luas kawasan hutan yang telah ditetapkan; d.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 117
Luas dan letak perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan; e. Luas dan letak
kesatuan pengelolaan hutan; f. Potensi hasil hutan kayu; g. Potensi hasil hutan bukan
kayu; h. Luas areal yang tertutup dan tidak tertutup hutan; i. Luas dan letak areal
penggunaan kawasan hutan; j. Jenis flora dan fauna yang dilindungi; k. Gangguan
keamanan hutan; l. Lokasi dan luas areal kebakaran hutan; dan m. Perlindungan hutan.
Data industri kehutanan antara lain meliputi: a. Jumlah dan luas ijin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu; b. Jumlah dan luas ijin usaha pemanfaatan hasil hutan
bukan kayu; c. Jumlah dan luas ijin usaha pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata
alam; d. Jumlah ijin pengusahaan tumbuhan dan satwa liar; e. Produksi kayu bulat dan
kayu olahan (Produksi hasil hutan bukan kayu dan Pelaksanaan sistem silvikultur
intensif); f. Jumlah dan kapasitas industri primer kehutanan; dan g. Sertifikasi
pengelolaan hutan.
Data perdagangan hasil hutan antara lain meliputi: a. Volume dan nilai ekspor hasil
hutan kayu dan bukan kayu; b. Volume dan nilai impor kayu bulat dan kayu olahan; c.
Nilai perdagangan tumbuhan dan satwa liar; d. Potensi penyerapan dan perdagangan
karbon; e. Nilai PNBP dari penggunaan kawasan hutan; dan f. Kontribusi sektor
kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto.
Data rehabilitasi lahan kritis antara lain meliputi: a. Lokasi dan luas lahan kritis
berdasarkan DAS; b. Laju deforestasi dan degradasi; c. Hasil kegiatan rehablitasi hutan
dan lahan; d. Luas dan lokasi kegiatan reklamasi kawasan hutan; dan e. Pengembangan
kegiatan perbenihan.
Data pemberdayaan masyarakat antara lain meliputi: a. Lokasi dan luas hutan desa;
b. Jumlah, letak dan luas areal hutan tanaman rakyat; c. Letak dan luas areal hutan
rakyat; d. Letak dan luas areal hutan kemasyarakatan; e. Pengelolaan Hutan Bersama
masyarakat (PHBM); f. Pembangunan masyarakat desa hutan (PMDH); g. Peningkatan
ekonomi masyarakat di sekitar kawasan konservasi; dan h. Peningkatan usaha
masyarakat di sekitar hutan produksi.
Data tata kelola kehutanan antara lain meliputi: a. Jumlah dan sebaran PNS instansi
kehutanan; b. Alokasi dan realisasi anggaran; c. Sarana dan prasarana instansi
kehutanan; d. Realisasi audit reguler dan khusus; e. Penyuluhan kehutanan; dan f.
Teknologi produk dan informasi ilmiah.
Dalam rangka penyajian data-data tersebut mengikuti format pada Lampiran
Permenhut No.: P.02/Menhut-II/2010 atau perubahannya jika telah ada.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 118
J. Rasionalisasi Wilayah Kelola
Rasionalisasi wilayah kelola KPH Model Poigar adalah penting bagi
pengembangan manajemen kawasan. Sejak terbentuknya kelembagaan KPH Model
Poigar tahun 2011, telah melaksanakan kegiatan, terutama yang terkait dengan
pelayanan adminstrasi perkantoran, peningkatan sarana prasarana, peningkatan disiplin
aparatur, pemanfaatan SDM, reboisasi/pengkayaan, sosialisasi pembangunan KPH
kepada pihak terkait dan diskusi publik, termasuk rasionalisasi wilayah kerja. Dalam
proses perjalanan KPH ini terbuka peluang untuk merasionalisasi kawasannya sesuai
keadaan yang berkembang, baik yang terkait dengan perkembangan kebijakan dibidang
pengelolaan hutan maupun yang terkait dengan kondisi hutan di tingkat tapak.
KPH Model Poigar (KPHP Unit IV) dalam penyusunan rencana pengelolaan
jangka panjang mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.
Menhut No. 788/MENHUT-II/2009 Tentang Penetapan Wilayah Kesatuan
Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar, Kabupaten Bolaang Mongondow,
Provinsi Sulawesi Utara.
Rasionalisasi model pengelolaan kawasan dappat dilakukan beberapa hal,
seperti dengan diadakan rencana pemanfaatan hutan pada wilayah tertentu, seperti
perlunya memberikan ruang hidup di wilayah KPHP bagi masyarakat setempat serta
area untuk pemanfaatan karbon, dll.
Dalam proses pengelolaan KPH Model Poigar 10 tahun kedepan, apabila dalam
rentang waktu tersebut terdapat beberapa rencana usaha yang tidak memungkinkan
dilaksanakan setelah dilakukan studi-studi kelayakan ataupun terdapat rencana
kegiatan yang belum teridentifikasi saat penyusunan rencana ini maka dapat dilakukan
rasionalisasi wilayah kelola. Termasuk dalam rasionalisasi ini adalah pengurangan dan
atau penambahan luas areal wilayah kelola pada kegiatan usaha-usaha tertentu dalam
wilayah KPHP.
Dalam rasionalisasi wilayah kelola KPH Model Poigar yang terpenting
dilakukan dengan segera adalah penyelarasan/sinkronisasi batas-batas luar wilayah
KPH, antara peta hasil tata batas luar kawasan hutan wilayah KPH oleh Dishut
Sulawesi Utara dengan peta penetapan KPH Model Poigar.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 119
K. Review Rencana Pengelolaan (Minimal 5 tahun sekali)
Seperti halnya dengan rasionalisasi wilayah kelola, maka review rencana
pngelolaan KPH Model Poigar memungkinkan pula dilakukan, selama proses dan
maksud serta tujuan review tidak menyalahi peraturan perundang-undangan yang ada.
Untuk contoh, apabila dalam proses pelaksanaan pengelolaan, di wilayah
KPHP ternyata terdapat potensi tambang dan pengembangan HTI, tentunya dapat
dilakukan review untuk mengakomodir rencana investasi tersebut. Namun demikian
dalam merencanakan investasi tambang di wilayah KPHP perlu dilakukan secara ekstra
hati-hati oleh Pengelola KPH, karena hampir seluruh wilayah KPH ini rentang
terhadap bencana alam, dan kawasan hutan yang ada menjadi penyangga utama bagi
permukiman dan lahan pertanian pada delapan kecamatan di kawasan bawahannya.
Karena itu, setiap rencana pengelolaan kawasan hutan terkait dengan rencana investasi
tambang perlu mendapat persetujuan tertulis dari kelompok-kelompok masyarakat
yang akan terkena dampaknya, yang disaksikan oleh LSM, Pemerintah Desa dan
Kecamatan. Izin penggunaan tambang berpedoman pada Permenhut No.P. 38/Menhut-
II/2012 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
Rencana review pengelolaan hutan di wilayah KPH Model Poigar yang
rencananya dilakukan minimal lima tahun sekali adalah waktu cukup mengukur suatu
kinerja pengelolaan hutan. Tentunya terhadap pengelolaan hutan yang dinilai menjadi
penyumbang dampak negatif besar bagi lingkungan serta menjadi sumber potensi
konflik besar perlu dievaluasi kelayakan eksistensinya.
Review dimaksudkan pula untuk mensinkronkan setiap perubahan kebijakan
pemerintah di bidang pengelolaan hutan yang mungkin terjadi selama jangka waktu
tertentu pengelolaan hutan, seperti perubahan perundang-undangan di bidang
kehutanan, perubahan peraturan pemerintah terkait pengelolaan dan pemanfaatan hasil
hutan, dsb.
L. Pengembangan Investasi
Rencana pengembangan investasi di wilayah KPH Model Poigar didasarkan
pada peluang, kekuatan, ancaman dan tantangan terhadap setiap rencana investasi di
wilayah ini.
Guna menyakinkan investor menanamkan modalnya di wilayah KPHP
dilakukan analisis kelayakan terhadap beberapa rencana usaha pemanfaatan hutan yang
diselenggarakan oleh KPH Model Poigar.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 120
Rencana Pengembangan Investasi di wilayah KPH Model Poigar difokuskan
pada perhitungan kelayakan usaha pemanfaatan hutan produksi melalui pembangunan
hutan tanaman seperti pembangunan hutan tanaman rakyat, hutan tanaman industri
atau hutan tanaman lainnya, termasuk kegiatan rehabilitasi hutan.
Pembiayaan dan Tata Waktu:
• Besarnya anggaran pembangunan hutan tanaman lima tahun terakhir dari
berbagai sumber anggaran beserta realisasinya dijadikan acuan dalam
merencanakan jumlah anggaran untuk lima tahun berikutnya.
• Rencana anggaran pada dasarnya merupakan terjemahan dari input menjadi
unit uang dengan menggunakan satuan biaya (unit cost) yang berlaku serta
asumsi-asumsi tertentu.
• Satuan biaya yang digunakan didasarkan pada hasil studi lapangan pada waktu
dan tempat tertentu dan/atau ketetapan instansi-instansi yang berwenang.
• Pembiayaan kegiatan pembangunan hutan tanaman bersumber dari
APBN/APBD dan sumber-sumber lain yang berpotensi membiayai kegiatan
pada untuk masa lima tahun kedepan (masa review rencana pengelolaan hutan).
Selain pembiayaan tersebut, pembiayaan kegiatan juga dapat berasal dari DBH
DR, DAK Bidang Kehutanan, dan lain-lain termasuk pembiayaan secara
swadaya masyarakat maupun kemitraan.
• Analisis finansial dilaksanakan untuk menentukan sampai seberapa besar suatu
program/kegiatan dapat memberikan manfaat yang lebih besar dari biaya
(investasi) yang diperlukan dari sudut ekonomi maupun perbaikan kondisi
lingkungan.
• Analisa finansial merupakan alat bagi pembuat keputusan untuk menetapkan
layak atau tidaknya suatu program/kegiatan dilaksanakan.
• Keuntungan atau manfaat dari program/kegiatan dapat berupa keuntungan
langsung, atau tidak langsung dan tidak dapat dinilai dengan uang (intangable),
misalnya perbaikan lingkungan hidup, perbaikan iklim mikro, meningkatkan
stabilitas nasional dan sebagainya.
• Pendekatan kelayakan ekonomi digunakan untuk menilai kegiatan atau
program dengan cara menghitung: a. Net Present Value (NPV); b. Internal Rate
of Return (IRR); c. Benefit Cost Ratio (BCR);
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 121
• Analisis finansial hanya dilakukan untuk rencana usaha di kawasan hutan
produksi, karena kegiatan pada hutan lindung lebih dititikberatkan kepada
upaya konservasi dan perbaikan lingkungan.
Analisis Kelayakan Ekonomi:
Analisis kelayakan ekonomi bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan
ekonomi dari kegiatan usaha yang akan dilaksanakan ditinjau dari segi ekonomi.
Kriteria yang digunakan dalam analisis ekonomi ini adalah Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio (BCR).
NPV merupakan keuntungan bersih di akhir tahun projek yaitu jumlah benefit
dikurangi biaya di akhir tahun projek. Dengan kata lain NPV merupakan selisih antara
“present value benefit” dan “present value” dari biaya yang dinyatakan dengan rumus:
NPV merupakan tingkat keuntungan/profitabilitas relatif.
n t
NPV = ∑ [Bt – Ct]/[1+i]
t-i
Keterangan:
Bt= manfaat projek pada tahun t
Ct = biaya pada tahun t
i = discount rate (tingkat bunga)
t = umur projek.
Kriteria penilaian:
Bila nilai NPV < 1 dan positip berarti projek dapat dilaksanakan, karena akan
memberikan manfaat.
Bilai nilai NPV = 0, berarti projek tersebut mengembalikan persis sebesar biaya
(cost) yang dilakukan.
Bila nilai NPV < 0, berarti projek tidak akan memberikan manfaat sehingga
tidak layak dilaksanakan.
IRR adalah nilai discount rate (i) sehingga NPV program/projek sama dengan
nol. NPV dapat dinyatakan dengan persamaan:
n t
NPV = ∑ [Bt – Ct]/[1+IRR] = 0
t-i
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 122
Kriteria penilaian:
Bilai nilai IRR >social discount rate, maka program/projek layak dilaksanakan.
Bilai nilai IRR <social discount rate, maka program/projek tidak layak
dilaksanakan.
BCR adalah perbandingan antara benefit dan cost yang sudah disesuaikan nilai
sekarang (present value). B/C ratio dapat dinyatakan dengan persamaan:
n t n t
B/C = ∑ { [Bt]/[1+t] }/{ ∑ { [Ct]/[1+i] }
t-it-i
Kriteria penilaian:
Bila nilai BCR > 1 berarti projek layak untuk dilaksanakan.
Bila nilai BCR < 1 berarti projek tidak layak untuk dilaksanakan.
Beberapa asumsi yang dijadikan dasar dalam perhitungan analisis ekonomi
projek ini adalah:
a. Pelaksanaan projek ditetapkan minimal 15 tahun untuk jenis kayu-kayuan,
sedangkan untuk jenis tanaman tahunan (buah-buahan) ditetapkan 5 tahun.
b. Satuan harga diambil pada tahun berjalan.
c. Tingkat suku bunga (interest) sama dengan tingkat suku bunga di bank.
Penetapan angka suku bunga ini didasarkan pada kecenderungan yang
nampak, bunga tabungan jangka panjang berdasarkan harga yang berlaku
(nominal) di sektor moneter rerata diperkirakan berada di tingkat nilai
bunga per tahun. Dengan perkiraan tingkat inflasi normal dalam jangka
panjang per tahun selama lima belas tahun, maka tingkat suku bunga riil
per tahun dapat ditentukan.
d. Setiap kegiatan projek dibebankan pada sumber dana APBN/APBD
Provinsi, dan atau bantuan dana dari sumber-sumber sah lainnya.
Pendapatan Unit Kegiatan Rencana Usaha Hutan Tanaman:
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 123
Pendapatan setiap unit kegiatan usaha diperoleh dari nilai output yang bisa
dihasilkan unit kegiatan. Untuk kepentingan penyusunan dokumen rencana ini,
pendapatan setiap unit kegiatan usaha diperoleh dari hasil penjualan hasil hutan kayu-
kayuan dan MPTS.
Harapan hasil kayudiperoleh sejak pemanenan pertama (umur 10 tahun hasil
penjarangan) dan pemanenan akhir (umur 15 tahun) untuk jenis kayu-kayuan dan
mulai tahun ke-5 untuk jenis tanaman perkebunan.Untuk mengetahui pendapatan harga
pasar dikalikan dengan jumlah volume produksi (m³, kg atau ton) akan diperoleh
perkiraan pendapatan untuk jenis komoditi yang diusahakan bersama-sama masyarakat
pengguna lahan hutan.
Keuntungan Finansial (Commercial Profitability)
Kriteria yang dipilih dalam analisis ini adalah berupa angka nilai sekarang
netto (NPV) yakni keuntungan dalam nilai rupiah dengan memasukkan biaya
opportunitas modal (bunga), rasio pendapatan biaya terdiskon (BC ratio) yakni tingkat
keterhubungan relatif terhadap biaya termasuk biaya bunga, serta prosentase
keuntungan internal (internal/financial rate of return atau IRR/FRR), yakni tingkat
keuntungan mutlak dinyatakan dalam prosentase biaya. Seperti telah dijelaskan bahwa
perhitungan besarnya NPV dan BCR didasarkan biaya suku bunga riil sebesar modal
yang menjadi beban investor kepada kridetur (seluruh biaya unit kegiatan dianggap
berasal dari pinjaman). Demikian juga halnya dengan tingkat keuntungan yang
digunakan sebagai angka pembanding IRR yang ditemukan.
Untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan usaha hutan tanaman
harus didukung dengan biaya yang cukup untuk menjamin ketersediaan sumber daya
yang diperlukan.Untuk itu perlu dilakukan perhitungan yang cermat agar sumber daya
yang dibutuhkan selalu tersedia.
Penyelenggaraan kegiatan usaha hutan tanaman pada hutan produksi yang
telah dibebani izin pemanfaatan hutan atau izin penggunaan kawasan hutan dibiayai
oleh pemegang izin.Dasar pertimbangan yang digunakan dalam menentukan
pembiayaan kegiatan usaha hutan tanaman termasuk rehabilitasi hutan didasarkan
kepada:
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 124
a. Keputusan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK) tentang penetapan
biaya satuan yang terbaru.
b. Keputusan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial
(BPDASPS) tentang penetapan biaya satuan bidang reboisasi dan rehabilitasi
lahan yan terbaru.
c. Standarisasi Kebutuhan Tenaga Kerja (HOK/Ha) dari pejabat berwenang.
d. Standar biaya di wilayah kerja sasaran kegiatan dari hasil pengamatan
lapangan dan konsultasi dengan instansi terkait.
e. Harga satuan pokok kegiatan Provinsi Sulawesi Utara atau Kabupaten yang
terbaru.
f. Kemungkinan kenaikan harga dalam kurun 5 (lima) tahun.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 125
VI. PEMBINAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Pembinaan, pengendaliandan pengawasansebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan
Hutan, dilakukan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota dan Kepala KPH terhadap
pelaksanaan tata hutan dan penyusunanrencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutanoleh
KPH, pemanfaatan hutan dan/atau pengolah hasil hutan.
Untuk tertibnya pelaksanaan tata hutan dan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan
hutan, Menteri berwenang membina dan mengendalikan kebijakan bidang kehutanan yang
dilaksanakan oleh Gubernur, Bupati/Walikota dan/atau Kepala KPH.Sementara Gubernur
berwenangmembina dan mengendalikan kebijakan bidang kehutanan yang dilaksanakan oleh
Bupati/Walikota dan/atau Kepala KPH.Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya
melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
hutan, serta pemanfaatan hutan yang dilaksanakan oleh kepala KPH, pemanfaatan hutan,
dan/atau pengolah hasil hutan.
Tertib yang dimaksudkan diatas berkaitan dengan pembagian tugas dan kewenangan antar
pemerintah, pemerintah daerah dan KPH sehingga diharapkan terbangun tata hubungan kerja
yang harmonis dan menghindari terjadinya tumpang tindih tugas dan kewenangan khususnya
dalam melaksanakan pembinaan, pengendalian dan pengawasan. Uraian mengenai pembinaan,
pengendalian dan pengawasan yaitu sebagai berikut :
A. Pembinaan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pembinaan adalah suatu usaha, tindakan,
dan/atau kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yg
lebih baik. Dalam pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,
pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan dan
perlindungan hutan, pembinaan juga dapat diartikan sebagai upaya untuk memperbaharui
dan/atau menyempurnakan suatu usaha, kegiatan, ataupun kebijakan yang sudah ada
sehingga hasil yang diharapkan lebih optimal.
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 126
Adapun bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati
meliputi pemberian : pedoman; bimbingan; pelatihan; arahan dan/atau supervisi. Pedoman
ditujukan terhadap pelaksanaan tata hutan danpenyusunan rencana pengelolaan hutan, serta
pemanfaatanhutan.Sementara bimbingan ditujukan terhadap penyusunan prosedur dan
tatakerja.Adapun pelatihan ditujukan terhadap sumber daya manusia danaparatur.Mengenai
arahan mencakup kegiatan penyusunan rencana dan program.Untuk supervisi ditujukan
terhadap pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta
pemanfaatan hutan.
Pembinaan yang dilakukan Kepala KPH khususnya dalam menyelenggarakan
pengelolaan hutan oleh organisasi KPH, pemanfaat hutan dan/atau pengolah hasil hutan
meliputi :
1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.
Dalam pelaksanaannya Kepala KPH melakukan pembinaan berupa :
� Memberikan penilaian dan masukan dalam proses penyusunantata hutan dan
rencana pengelolaan hutan;
� Memberikan penilaian dan masukan terhadap draft yang telah tersusun hingga
dihasilkan tata hutan dan rencana pengelolaan hutan untuk disahkan;
� Memberikan arahan kepada pegawai KPH terkait kegiatan penyusunan rencana
pengelolaan hutan;
� Memberikan arahan kepada pegawai KPH untuk mengembangkan kapasitasnya;
� Memberikan arahan kepada pegawai KPH agar sentiasa melaksanakan kegiatan
sesuai dengan aturan perundangan yang terkait
2. Pemanfaatan hutan.
Dalam pelaksanaan pemanfaatan hutan Kepala KPH memberikan pembinaan antara
lain :
• Pembinaan, pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan izin pemanfaatan hutan di
wilayah KPH-nya dan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan dengan
tembusan kepada Gubernur dan Bupati;
• Memberikan informasi mengenai aturan perundangan yang mengatur pemanfaatan
hutan kepada para pemegang izin pemanfaatan hutan;
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 127
• Mengingatkan kepada para pemegang izin pemanfaatan hutan khususnya mengenai
kewajiban yang harus dipenuhi;
• Memberikan peringatan kepada para pemegang izin pemanfaatan hutan yang
melakukan aktifitas pemanfaataan yang tidak sesuai dengan aturan perundangan
yang mengatur;
• Memberikan penilaian dan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan
hutan;
3. Penggunaan kawasan hutan.
Pemberian pembinaan oleh Kepala KPH meliputi :
� Pembinaan, pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan izin penggunaan kawasan
hutan di wilayah KPH-nya dan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan
dengan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota.
� Memberikan informasi mengenai aturan perundangan yang mengatur pemanfaatan
hutan kepada para pemegang izin penggunaan hutan;
� Mengingatkan kepada para pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan khususnya
mengenai kewajiban yang harus dipenuhi;
� Memberikan peringatan kepada para pemegang izin pinjam pakai yang melakukan
aktifitas pemanfaataan yang tidak sesuai dengan aturan perundangan yang
mengatur;
� Memberikan penilaian dan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan penggunaan
kawasan hutan;
4. Rehabilitasi Hutan dan Reklamasi.
Pembinaan Kepala KPH antara lain :
- Pembinaan atas pelaksanaan rehabilitasi hutan di wilayah KPH-nya dan dilaporkan
kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan dengan tembusan kepada Gubernur dan
Bupati;
- Memberikan informasi mengenai aturan perundangan yang mengatur rehabilitas
hutan;
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 128
- Pembinaan, pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan reklamasi hutan di wilayah
KPH-nya dan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan dengan tembusan
kepada Gubernur dan Bupati;
- Memberikan informasi mengenai aturan perundangan yang mengatur rehabilitas
hutan dan reklamasi kepada para pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan;
- Memberikan penilaian dan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan
reklamasi hutan;
5. Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Bentuk konkrit pembinaan yang dilakukan oleh Kepala KPH antara lain :
� Memberikan informasi aturan perundangan yang mengatur mengenai perlindungan
hutan dan konservasi alam;
� Melaporkan serta memberikan masukan kepada pemerintah dan pemerintah daerah
mengenai pelaksanaan kegiatan perlindungan dan konservasi alam di wilayah KPH
secara berkala;
� Memberikan penilaian dan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan perlindungan
hutan dan konservasi alam;
B. Pengendalian
Kamus besar bahasa Indonesia memberikan defenisi yang beragam terhadap kata
pengendalian, yaitu antara lain: melakukan pembatasan, memberikan pengaruh, melakukan
penyesuaian dan/atau pengaturan terhadap suatu kegiatan, kebijakan ataupun suatu usaha
antara hasil yang telah dicapai dengan sasaran yang ingin dicapai agar sesuai dengan yang
diharapkan.
Dalam pelaksanaan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, serta
pemanfaatan hutan, pengendaliandapat dipahami sebagai suatu upaya untuk mempengaruhi,
mensinkronkan, serta melakukan pembatasan terhadap suatu kebijakan atau pelaksanaan
kegiatan dalam pengelolaan hutan oleh KPH, pemanfaat hutan dan/atau pengolah hasil hutan
agar sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. Pengendalian meliputi kegiatan monitoring
dan evaluasi.Monitoring merupakan kegiatan untuk memperoleh data daninformasi,
kebijakan, dan pelaksanaan pengelolaan hutan, sementara evaluasimerupakan kegiatan untuk
menilai keberhasilanpelaksanaan pengelolaan hutan lestari yaitu tata hutan danpenyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 129
rencana pengelolaan hutan, serta pemanfaatanhutan yang dilakukan secara periodik
disesuaikan denganjenis perizinannya.
Adapun bentuk pengendalian yang dilakukan oleh Kepala KPH dalam setiap
penyelenggaraan kegiatan pengelolaan hutan antara lain :
1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan.
Pengendalian yang dilakukan antara lain :
• Memberikan penilaian dan saran penyesuaian terhadap draft tata hutan dan rencana
pengelolaan hutan yang telah disusun agar lebih sesuai dengan kondisi situasional
tingkat tapak untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai.
• Memberikan masukan dan rekomendasi dalam perekrutan tenaga KPH agar
memenuhi standar kompetensi yang diinginkan;
2. Pemanfaatan hutan
Dalam pelaksanaannya, Kepala KPH melakukan pengendalian antara lain :
� Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan izin pemanfaatan hutan di wilayah KPH-
nya dan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan dengan tembusan kepada
Gubernur dan Bupati;
� Memantau dan mengevaluasi pemenuhan kewajiban para pemegang izin
pemanfaatan hutan;
� Memberikan peringatan kepada para pemegang izin bilamana terdapat pelaksanaan
izin yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku;
� Memberikan sanksi atas pelanggaran pelaksanaan izin pemanfaatan hutan oleh
pemegang izin sesuai dengan kewenangannya;
3. Penggunaan kawasan hutan.
Pengendalian yang dilakukan Kepala KPH antara lain :
� Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan izin pinjam pakai kawasan hutan di
wilayah KPH-nya dan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan dengan
tembusan kepada Gubernur dan Bupati;
� Memantau dan mengevaluasi pemenuhan kewajiban para pemegang izin pinjam
pakai kawasan hutan;
� Memberikan peringatan kepada para pemegang izin bilamana terdapat pelaksanaan
izin yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku;
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 130
� Memberikan sanksi sesuai dengan kewenangannya atas pelanggaran pelaksanaan izin
pinjam pakai kawasan hutan oleh pemegang izin;
4. Rehabilitasi hutan dan reklamasi.
Bentuk konkrit pengendalian oleh Kepala KPH antara lain :
- Pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan rehabilitasi hutan di wilayah KPH-nya
dan dilaporkan kepada Menteri setiap 3 (tiga) bulan dengan tembusan kepada
Gubernur dan Bupati;
- Memberikan saran dan masukan dalam pelaksanaan rehabilitasi hutan dan reklamasi;
- Memberikan penilaian keberhasilan atas pelaksanaan rehabilitasi hutan dan
reklamasi;
5. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
Pengendalian yang dilaksanakan oleh Kepala KPH antara lain :
� Memberikan penilaian keberhasilan terhadap pelaksanaan kegiatan perlindungan
hutan dan konservasi alam;
C. Pengawasan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengawasan didefenisikan sebagai suatu
upaya penilikan, penjagaan terhadap suatu barang, kegiatan atau kebijakan yang diterpakan.
Dalam konteks peyelenggaraan kegiatan pengelolaan hutan, pengawasan dapat diartikan
sebagai suatu upaya untuk menilik atau mengamati dan/atau mengawal proses pelaksanaan
tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan.
Pengawasan dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat Menteri, Gubernur,
Bupati, sampai palaksana di tingkat tapak sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Adapun uraian pelaksanaan pengawasan oleh Kepala KPH pada setiap kegiatan pengelolaan
hutan oleh KPH, pemanfaat hutan dan/atau pengolah hasil hutan adalah sebagai berikut :
1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan.
Pengawasan oleh Kepala KPH berupa :
• Mengawal dan mengamati proses dan perkembangan pelaksanaan tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaan;
• Mengawal dan menjaga profesionalisme pegawai KPH dalam melaksanakan tata hutan
dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 131
2. Pemanfaatan hutan.
Bentuk konkrit pengawasan oleh Kepala KPH antara lain :
� Mengawal dan mengamati pelaksanaan atas izin pemanfaatan hutan;
� Menjaga hubungan yang baik dengan para pemegang izin;
� Mengawal pemenuhan kewajiban oleh para pemegang izin;
� Mengawal masa berlaku izin pemanfaatan hutan
3. Penggunaan kawasan hutan.
Kepala KPH melakukan pengawasan dalam bentuk :
� Mengawal dan mengamati pelaksanaan atas izin pinjam pakai kawasan hutan di
wilayah KPH;
� Menjaga hubungan yang baik dengan para pemegang izin;
� Mengawal pemenuhan kewajiban oleh para pemegang izin;
� Memperhatikan masa berlaku izin pinjam pakai kawasan hutan;
4. Rehabilitasi hutan dan reklamasi.
Bentuk konkrit pengawasan oleh Kepala KPH antara lain :
- Mengawal dan mengamati pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi hutan;
- Mengawal
5. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
Pengawasan oleh Kepala KPH antara lain :
� Mengawal dan mengamati pelaksanaan perlindungan hutan dan konservasi alam ;
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 132
VII. PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN
A. Pengukuran Kinerja KPH
Kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan pengelolaan atau pelaksanaan
kegiatan KPH menjadi dasar dalam pengukuran kinerja KPH. Pengukuran kinerja KPH
dilaksanakan oleh pengelola KPH secara internal dan oleh tim penilai indenpenden secara
eksternal. Karena itu, dalam pengukuran kinerja KPH diperlukan kriteria dan indikator,
mekanisme penilaian dan penjaminan mutu pengelolaan KPH.
1. Kriteria dan Indikator KPH
Kriteria dan indikatorpengukurankinerjaKPH meliputi: (1) kemantapan kawasan,
(2) tata hutan, (3) rencana kelola, (4) kapasitas organisasi, (5) hubungan antar strata
pemerintahan dan regulasi, (6) mekanisme investasi, (7) ketersediaan akses dan hak
masyarakat, dan (8) mekanisme penyelesaian sengketa kehutanan.
2. Kriteria dan Indikator Provinsi/Kabupaten
Kriteria dan indikator Provinsi/Kabupaten meliputi: (1) sistem pengurusan hutan, (2)
dukungan regulasi, (3) internalisasi program pembangunan KPH, (4). mobilisasi sumberdaya,
(5) percepatan berjalannya fungsi kawasan produksi.
Implementasi terhadap kriteria dan indikator pengukuran kinerja KPH pada masing-
masing jenis kegiatan, mengacu pada peraturan perundang-undangan, baik yang bersifat
umum, khusus maupun yang bersifat teknis.
3. Mekanisme Penilaian KPH
MenurutHariadiKartodihardjo (2012)Mekanisme penilaian KPH
dapatdilakukansecara internal maupundilakukanolehtimindependen.
OlehnyadalamdalammengukurkinerjanyaKPH Model Poigardapatmelakukansecara internal
maupunpenilaiankinerjadilakukanolehtimindependen KPH. Dokumenrencana pengelolaan
KPH jangka panjang yang dimilikinya menjadi acuan tim penilai dalam mengukur
kinerjanya. Mekanismepenilaian KPH dapat dilakukan sesuai Gambar 3.
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
Gambar
4. Penjaminan Mutu KPH
KPH dalam menjalankan aktivitasnya perlu didukung dokumen penjaminan mutu,
yang mana dokumen tersebut memuat standar operasi pelaksanaan (SOP) setiap kegiatan
yang dilaksanakan, baik administrastif maupun teknis lapangan.
Dalam pengukuran kinerja berbasis pada penjaminan mutu, dapat mengikuti
mekanisme seperti pada Gambar
Gambar 4. Mekanisme Penjaminan Mutu KPH
KPHKPH DOKUMEN
PROGRAM
PENGUATAN LAPANGAN
1
4
DINASDINAS
Hutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar
Gambar 3. Mekanisme Penilaian Kinerja KPH
jaminan Mutu KPH
KPH dalam menjalankan aktivitasnya perlu didukung dokumen penjaminan mutu,
yang mana dokumen tersebut memuat standar operasi pelaksanaan (SOP) setiap kegiatan
yang dilaksanakan, baik administrastif maupun teknis lapangan.
Dalam pengukuran kinerja berbasis pada penjaminan mutu, dapat mengikuti
mekanisme seperti pada Gambar 4 berikut.
. Mekanisme Penjaminan Mutu KPH
TIM PENILAI
DOKUMEN
DEPDAGRI,
DEPHUT,
PEMPROV
PEMKAB
DEPDAGRI,
DEPHUT,
PEMPROV
PEMKAB
PERANGKAT
K&I
PERANGKAT
K&I
LAPANGAN
2
5
INTERVENSI
DAN
INSENTIF
INTERVENSI
DAN
INSENTIF
Independen
3
MASYARAKAT LUAS
LEMBAGA LAIN
MASYARAKAT LUAS
LEMBAGA LAIN
133
KPH dalam menjalankan aktivitasnya perlu didukung dokumen penjaminan mutu,
yang mana dokumen tersebut memuat standar operasi pelaksanaan (SOP) setiap kegiatan
Dalam pengukuran kinerja berbasis pada penjaminan mutu, dapat mengikuti
MASYARAKAT LUASMASYARAKAT LUAS
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 134
Dalam menjaga kualitas kinerjanya, KPH harus selalu mengacu pada dokumen
rencana pengelolaan KPH yang dimilikinya sebagai alat kontrol dalam menjalankan
aktivitasnya.
B. Rencana Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan
Pemantauan
(Monitoring)danevaluasiadalahmerupakanrangkaiankegiatanpengendalian
program.Kegiatanmonitoringdilakukanuntukmemperoleh data
daninformasipelaksanaankegiatanpemanfaatanhutan, penggunaankawasanhutan,
rehabilitasidanreklamasihutan.Kegiatanevaluasidilakukanuntukmenilaikeberhasilanpelaksan
aankegiatanpemanfaatanhutan, penggunaankawasanhutan, rehabilitasidanreklamasihutan
yang dilakukansecaraperiodik.
Dalammenentukanrencanamonitoringdanevaluasi yang perluditetapkanadalah:
a. Tim / pelaksanamonitoringdanevaluasi;
b. Waktupelaksanaanmonitoringdanevaluasi;
c. Sasaranmonitoringdanevaluasi;
d. Metodemonitoringdanevaluasi yang akanditerapkan;
e. Pelaporanhasilmonitoring danevaluasi.
Unsur-unsur yang
dimonitoringmeliputikemajuanatauperkembanganfisikpekerjaaanantara lain:
a. Untukkegiatanpemanfaatanhasilhutankayuhutan alam dan
restorasiekosistemdalamhutanalamsebelumtercapaikeseimbanganhayatidanekosistemnya:
(1) Tata Batas danZonasi Areal, (2) PembinaanHutan, (3) TenagaKerja, (4)
PerlindungandanPengamananHutan, (5) KelolaSosial, (6)
PengelolaandanPemantauanLingkungan, (7) PenelitiandanPengembangan.
Setelahtercapaikeseimbanganhayatidanekosistemnya: (1) Tata Batas danZonasi Areal, (2)
SistemSilvikultur, (3) PenggunaandanPenjualan, (3) TenagaKerja, (4)
PerlindungandanPengamananHutan, (5) KelolaSosial, (6)
PengelolaandanPemantauanLingkungan, (7) PenelitiandanPengembangan. sertamasalah
yang
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 135
timbuldalampelaksanaankegiatanuntukdijadikanbahanmasukandalammerumuskanupayap
emecahannya.
b. Untukkegiatanhutantanaman (HTR, HT/HTI, HD, HKm): penataanbatas areal kerja,
fisiktanaman, perlindungandanpengamanan, pemanenan, dll. sertamasalah yang
timbuldalampelaksanaankegiatanuntukdijadikanbahanmasukandalammerumuskanupayap
emecahannya.
c. Untukkegiatanrehabilitasihutan (RH): fisiktanaman, bangunankonservasitanah,
saranadanprasarana yang menunjangkegiatanhutantanaman RH sertamasalah yang
timbuldalampelaksanaankegiatanuntukdijadikanbahanmasukandalammerumuskanupayap
emecahannya.
d. Untukkegiatanpemanfaatanhasilhutanbukanpadahutanalamsertajasalingkungan:
fisikkegiatan, saranadanprasarana yang menunjangkegiatan, sertamasalah yang
timbuldalampelaksanaankegiatanuntukdijadikanbahanmasukandalammerumuskanupayap
emecahannya.
e. Untukkegiatanpemanfaatanhutanpadawilayahtertentu: fisikkegiatan, saranadanprasarana
yang menunjangkegiatan, sertamasalah yang
timbuldalampelaksanaankegiatanuntukdijadikanbahanmasukandalammerumuskanupayap
emecahannya.
Evaluasimerupakan proses
untukmenilaihasilakhirsuatutahapankegiatandengantujuanuntukmeningkatkanefisiensidanefe
ktivitassertauntukmemberikanmasukandalampenyempurnaanrencanakegiatan di
masamendatang.
Evaluasi program/kegiatanmencakupevaluasikeluaran (output), hasil(outcome)
dandampak(impact). Evaluasikeluaran (output)
kegiatandilakukandengansasarankegiatantahunberjalansertapemeliharaan.
Padakegiatanhutantanamandanataurehabilitasihutan (RH) meliputi:
a. Penilaiantanaman (hutantanamandan RH): kesesuaiandenganrancanganteknis,
luastanaman, jumlahdanjenistanaman, persentasetumbuhtanamansehatdankeberhasilan.
b. Penilaianbangunankonservasitanah (khusus RH): kesesuaiandenganrancanganteknis,
jumlahbangunan, kondisi (baik/rusak), fungsibangunan
(berfungsi/kurangberfungsi/tidakberfungsi).
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 136
Evaluasihasil (outcome) kegiatan: Untukcontoh, pada
kegiatanrehabilitasihutanmisalnya, dilakukandengansasaransuatu UTP RH
denganindikatortata air dansosial-ekonomi-budayamasyarakat. Indikatormeliputierosi,
sedimentasi, limpasan (run-off), pendapatan (income) masyarakat, dinamikakelembagaandan
lain sebagainya.
Evaluasidampak (impact) kegiatanpadakegiatan RH misalanya,
dilakukandengansasaranpada UTP RH yang bersangkutandanwilayahdisekitarnya.
Evaluasikegiatanpengelolaan KPH, termasukjenis-jeniskegiatan yang ada di
wilayahnyadilaksanakansesuaiketentuan yang diaturolehmasing-
masingDirekturJenderallingkupKemenhutberdasarkanjeniskegiatannya.
PelaporankegiatanpengelolaanKPH Model
Poigardilaksanakansesuaikebutuhankegiatanmasing-masingjenisusahadan non-usaha di
wilayah KPHP.NamundemikianbagiInstansiKPH Model
PoigarperlumelaporkanaktivitaspengelolaanhutannyasesuaiTupoksinyasecarapriodik
(bulanan, triwulan, enambulanan/semester, satutahunan).
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 137
VIII. PENUTUP
Hutan dan kawasan hutan mempunyai peranan sebagai penyangga dan penyeimbang
lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting
dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Dengan pengelolaan hutan yang optimal
memberikan kontribusi bagi kepentingan nasional dan dunia internasional dalam
mensejahterakan masyarakat.
Dalam rangka pengelolaan hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan
kawasan hutan bagi kesejahteraan masyarakat, pada prinsipnya kawasan hutan KPH Model
Poigar harus dikelola dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaannya, tanpa
mengubah fungsi pokoknya yaitu fungsi lindung dan produksi. Oleh karena itu dalam
pengelolaan hutan perlu dijaga keseimbangan kedua fungsi tersebut.
Kondisi hutan di wilayah KPH Model Poigar belakangan ini sangat memprihatinkan yang
ditandai dengan meningkatnya laju degradasi hutan, kurang berkembangnya investasi dibidang
kehutanan, rendahnya kemajuan pembangunan hutan tanaman, kurang terkendalinya illegal
logging dan illegal trade, merosotnya perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan,
meningkatnya luas kawasan hutan yang tidak terkelola secara baik sehingga perlu dilakukan
upaya-upaya strategis dalam bentuk deregulasi dan debirokratisasi.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan hutan di wilayah KPH Model
Poigar dalam upaya menjaga kelestarian hutan, diperlukan tata kelola yang baik sesuai
perkembangan dan kemajuan bangsa. Suatu langkah maju yang telah dicapai saat ini adalah
pengelolaan hutan berbasis pengelolaan tingkat tapak atau yang dikenal dengan kesatuan
pengelolaan pengelolaan hutan (KPH).
Dalam mewujudkan visi dan misi KPH Model Poigar
yangmengoptimalkanfungsipengelolaanpadasetiapblok-
blokpengelolaanberdasarkanasaskelestarianhasildanekosistemhutanuntukkesejahteraanmasyaraka
tsekitarhutan untuk mencapai kemandirian dan profesional dalam pengelolaan hutan maka
pengelolaannya harus dapat diterima semua pihak yang berkepentingan terkait kawasan ini
dengan komitmen yang tinggi. Untuk mewujudkan hal tersebut pengelolaan hutan KPH Model
Poigar dalam menjalankan fungsi dan tugasnya menyusun rencana pengelolaan hutan jangka
RencanaPengelolaanHutan Jangka Panjang
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Model Poigar 138
panjang (10 tahun) kemudian perlu segera ditindaklanjuti berupa penjabaran kedalam rencana
jangka pendek dan selanjutnya rencana tahunan dengan menyenggarakan kegiatan inventarisasi
dan penataan kawasan dipercepat guna menghindari terjadinya konflik internal dan eksternal.
Mengingat banyaknya stakholder yang diharapkan ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan
pengelolaan hutan di wilayah KPH Model Poigar dan akan menjadi KPH contoh bagi KPH-
KPH lain di sekitarnya yang belum terbentuk maka rencana pengelolaan jangka panjang KPH ini
perlu segera diimplementasikan. Mengingat banyaknya para pihak (dinas/instansi) yang akan
terlibat dalam pembangunan KPH ini maka dalam implementasinya perlu dilakukan kerjasama
dalam wujud koordinasi dan sinkronisasi program yang baik dalam pelaksanaannya.