39
KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA PEMERIKSAAN SINUS PARANASALIS DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ABI SAMBUDA G0004028 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2008

KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA

PEMERIKSAAN SINUS PARANASALIS DI INSTALASI RADIOLOGI

RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

ABI SAMBUDA

G0004028

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2008

Page 2: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS

PADA PEMERIKSAAN SINUS PARANASALIS DI INSTALASI RADIOLOGI

RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Abi Sambuda, NIM/semester: G0004028/IX, Tahun 2008

Telah disetujui dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari

Pembimbing Utama Nama : Widiastuti, dr., Sp.Rad NIP : 140 149 593 (………………………………) Pembimbing Pendamping Nama : Made Setiamika, dr., Sp.THT –KL NIP : 140 150 259 (………………………………)

Penguji Utama Nama : Soetjipto, Prof.,dr., Sp.Rad NIP : 030 060 728 (………………………………) Anggota Penguji Nama : Bhisma Murti, dr., MPH, MSc., PhD NIP : 132 125 727 (………………………………)

Surakarta, ……………………………

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Sri Wahjono, dr., MKes. Dr. A. A. Subiyanto, dr., MS. NIP 030 134 646 NIP 030 134 565

Page 3: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta,

Abi Sambuda NIM G0004028

Page 4: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

iv

ABSTRAK Abi Sambuda, G0004028, 2008. Korelasi antara Rhinitis dengan Sinusitis pada Pemeriksaan Sinus Paranasalis di Instalasi Radiologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Rhinitis merupakan suatu peradangan yang terjadi pada membran mukosa hidung, yang dapat dibedakan menurut perjalanan penyakitnya menjadi rhinitis akut dan kronis.Sinusitis bukanlah penyakit yang mengancam jiwa, tapi menimbulkan morbiditas tinggi sehingga memerlukan perhatian pengobatan. Etiologi sinusitis sangat kompleks. Klasifikasi terbaru dari sinusitis mengarah pada rhinosinusitis, dimana radang sinus tidak akan terjadi tanpa adanya radang dari membran mukosa hidung sebelumnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara rhinitis dengan sinusitis pada pemeriksaan sinus paranasalis di instalasi Radiologi RS Dr. Moewardi Surakarta.

Jenis penelitian ini ialah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian adalah pasien rhinitis kiriman dari SMF THT RS Dr. Moewardi yang akan melakukan pemeriksaan foto sinus paranasalis di Instalasi Radiologi RS Dr. Moewardi periode Mei-Juli 2008 Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Diagnosa rhinitis berdasarkan pemeriksaan klinis sedangkan penentuan sinusitis dengan pemeriksaan foto radiologi. Data dianalisis dengan uji kai kuadrat.

Pada penelitian ini didapatkan sampel dengan rhinitis sebesar 23 orang dan non rhinitis sebesar 17 orang dengan kejadian sinusitis 39,1% pada rhinitis, 11,8% pada non rhinitis. Dari uji statistik didapatkan nilai kemaknaan korelasi antara penelitian ini menunjukkan p= 0,055 (p>0,05)

Kata kunci: Rhinitis, Sinusitis, Pemeriksaan Sinus Paranasalis

Page 5: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

v

ABSTRACT

Abi Sambuda, G0004028, 2008. Corelation between Rhinitis and Sinusitis on Paranasal Sinus Examination at Radiology Instalation, Dr. Moewardi General Hospital Surakarta, Medical Faculty of Sebelas University.

Rhinitis is an inflammation that can be found in the nose mucous membrane, which could be divided into acute rhinitis and chronic rhinitis. Sinusitis is not life threatening, but causes high morbidity so it is need more medical attention. Etiologic of sinusitis itself is more complex. Newer classifications of sinusitis refer to it as rhinosinusitis, taking into account the thought that inflammation of the sinuses cannot occur without some inflammation of the nose as well.

The objective of this study is to know if there is a corelation between Rhinitis and Sinusitis on Paranasal Sinus Examination at Radiology Instalation, Dr. Moewardi General Hospital Surakarta

This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi general hospital whom take a paranasal sinus x-ray photo check in radiology installation between May-July 2008. Sample election executed by purposive sampling. The diagnose of rhinitis based on clinical examination and for sinusitis diagnose with radiological photo examination. Data analysis executed by chi square test.

This study takes 23 samples for rhinitis and 17 samples for non rhinitis with sinusitis accidental equal to 39,1% on rhinitis, 11,8% without rhinitis. From statistic test got significance value between rhinitis and sinusitis on paranasal sinus examination p= 0,055 (p>0,05)

Key words: Rhinitis, Sinusitis, Paranasal sinus examination

Page 6: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

vi

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, atas petunjuk dan lindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terlaksana dengan baik berkat bantuan, bimbingan, motivasi dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Dr. A. A. Subijanto, dr.., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Sri Wahjono, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi Fakultas Kedokteran

Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Widiastuti, dr., Sp.Rad, selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan bagi penulis. 4. Made Setiamika, dr., Sp.THT –KL selaku Pembimbing Pendamping yang

telah memberikan saran dan bimbingan demi penulisan skripsi ini. 5. Soetjipto, Prof.,dr., Sp.Rad, selaku Penguji Utama yang berkenan

menguji, memberikan masukan, serta turut memotvasi penulis. 6. Bhisma Murti, dr., MPH, MSc., PhD selaku Anggota Penguji yang telah

memberikan banyak saran dan bantuan demi kesempurnaan skripsi ini. 7. Staf radiologi yang sangat membantu dalam pengumpulan data. 8. Staf bagian skripsi (Mas Nardi dan Mb Enny) 9. Keluargaku tercinta yang selalu mendorong untuk mengerjakan skripsi ini 10. Febri kurniawati sahabat terbaik penulis. 11. Nadia serta teman-teman yang telah banyak memberi dukungan baik

materi maupun spiritual 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu tapi telah

turut membantu dan membuat penulis terus ingin maju. Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan disini dan dengan rendah hati penulis mengharap saran dan kritiknya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Surakarta, November 2008

Abi Sambuda

Page 7: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………….vi

DAFTAR ISI………………………………………………………………...……....vii

DAFTAR TABEL…………………………………………………………………....ix

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………………x

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………..……………….1

A. Latar Belakang Masalah………………………………..……………..1

B. Perumusan Masalah……………………………………………….…. 2

C. Tujuan Penelitian……………………………………………………...2

D. Manfaat Penelitian………………………………………………….....2

BAB II LANDASAN TEORI………………………………………………….........3

A. Tinjauan Pustaka……………………………………………………....3

1. Anatomi dan Fisiologi Hidung……………………………………3

2. Sinusitis..............................…………………………………….....6

3. Pemeriksaan Sinus Paranasalis……………………………..........13

B. Kerangka Pemikiran…………………………………………………15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN…………………..………………………16

A. Jenis Penelitian………………………………………………………16

B. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………….…16

C. Sampel Uji Diagnostik……………………………………………....16

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi………………………………………...16

E. Variabel Penelitian…………………………………………………...16

F. Definisi Operasional Variabel……………………………………….18

G. Alur dan Cara Kerja………………………………………………….18

H. Analisis Data………………………………………………...…...…..19

I. Cara Kerja……………………………………………………………19

Page 8: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

viii

BAB IV HASIL PENELITIAN……………………………………………………..20

A. Data Penderita Rhinitis dan Sinusitis………………………………..20

B. Hasil Uji dan Korelasi antara Rhinitis dan Sinusitis...........………....23

BAB V PEMBAHASAN…………………………...………………………………24

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………………………………….....………….24

A. Simpulan……………………..………………………………....……27

B. Saran…………………………..……………………………………..27

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..28

LAMPIRAN

Page 9: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi frekuensi subjek penelitian menurut umur……...………...20

Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek penelitian menurut jenis kelamin…….…21

Tabel 3. Hasil analisis tentang korelasi antara sinusitis dan rhinitis pada pemeriksaan sinus paranasalis……………………………………….23

Page 10: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil uji chi- square

Page 11: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rhinitis merupakan suatu jenis penyakit yang banyak dijumpai di

masyarakat dengan distribusi yang luas.Rhinitis merupakan suatu peradangan

yang terjadi pada membrana mukosa hidung, yang dapat dibedakan menurut

perjalanan penyakitnya menjadi rhinitis akut dan rhinitis kronis (Adam, 1989).

Sinusitis bukanlah penyakit yang mengancam jiwa,tapi menimbulkan

morbiditas yang tinggi, sehingga memerlukan perhatian pengobatan (Neville

1995).

Rhinitis dan sinusitis saling berkaitan karena rhinitis akan menyebabkan

sumbatan pada hidung dan selanjutnya akan menghambat/memblock sinus (Budi,

2002).Klasifikasi terbaru dari sinusitis mengarah kepada rhinosinusitis, dimana

radang sinus tidak akan terjadi tanpa beberapa radang dari hidung itu sendiri

(rhinitis) (Palmer, 2005).

Di Indonesia sendiri ternyata prevalensi penyakit ini tidak bisa dibilang

rendah. Malah cenderung menunjukan peningkatan..

Hal ini terbukti dari beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa gejala rhinitis

di Jawa dan Bali meningkat hingga 7,5 persen pertahunnya (elise, 2003).

Berbagai etiologi dan faktor predisposisi berperan dalam timbulnya

penyakit ini, seperti deviasi septum, polip kavum nasi, tumor hidung dan

nasofaring serta alergi. Etiologi sinusitis adalah sangat kompleks. Hanya 25%

disebabkan oleh infeksi, selebihnya 75% disebabkan oleh alergi dan

ketidakseimbangan pada sistim saraf otonom yang menimbulkan perubahan-

perubahan pada mukosa sinus (Suprihati,1996).

Page 12: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xii

Bertolak dari pemikiran dan latar belakang masalah tersebut, penulis ingin

meneliti Korelasi antara rhinitis dengan sinusitis pada pemeriksaan sinus

paranasalis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi

Surakarta?

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas,maka dapat dirumuskan

masalah pada penelitian ini, yaitu: Adakah korelasi antara rhinitis dengan sinusitis

pada pemeriksaan sinus paranasalis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum

Daerah Dokter Moewardi Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara

rhinitis dengan sinusitis pada pemeriksaan sinus paranasalis di Instalasi

Radiologi RSDM

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan bagi

penelitian lain serta manembah pengetahuan bagi peneliti maupun masyarakat

luas tentang korelasi antara rhinitis dan sinusitis.

2. Manfaat aplikatif

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi

dalam menentukan diagnosis sinusitis.

Page 13: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xiii

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan pustaka

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG

a. Anatomi hidung

Hidung merupakan organ penting, yang seharusnya dapat perhatian

lebih dari biasanya.Hidung mempunyai beberapa fungsi: sebagai indra

penghidu,menyiapkan udara inhalasi agar dapat digunakan paru-paru,

mempengaruhi refleks tertentu pada paru-paru dan memodifikasi bicara

(peter, 1989).

1) Hidung Luar

Menonjol pada garis tengah di antara pipi dengan bibir atas; struktur

hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian: yang paling atas, kubah

tulang, yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago

yang sedikit dapat digerakkan; dan yang paling bawah adalah lobulus

hidung yang mudah digerakkan. Belahan bawah aperture piriformis hanya

kerangka tulangnya saja, memisahkan hidung luar dengan hidung dalam.

Di sebelah superior, struktur tulang hidung luar berupa prosesus maksila

yang berjalan ke atas dan kedua tulang hidung, semuanya disokong oleh

prosesus nasalis tulang frontalis dan suatu bagian lamina perpendikularis

tulang etmoidalis. Spina nasalis anterior merupakan bagian dari prosesus

maksilaris medial embrio yang meliputi premaksila anterior, dapat pula

dianggap sebagai bagian dari hidung luar. Bagian berikutnya, yaitu kubah

kartilago yangs edikit dapat digerakkan, dibentuk oleh kartilago septum

kuadrangularis. Sepertiga bawah hidung luar atau lobulus hidung,

dipertahankan bentuknya oleh kartilago lateralis inferior. Lobulus

Page 14: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xiv

menutup vestibulum nasi dan dibatasi di sebelah medial oleh kolumela, di

lateral oleh ala nasi, dan anterosuperior oleh ujung hidung (Peter, 1989).

2) Hidung Dalam

Struktur ini membentang dari os internum di sebelah anterior hingga

koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring.

Septum nasi merupakan struktur tulang di garis tengah, secara anatomi

membagi organ menjadi dua hidung. Selanjutnya, pada dinding lateral

hidung terdapat pula konka dengan rongga udara yang tak teratur di

antaranya—meatus superior, media dan inferior. Sementara kerangka

tulang tampaknya menentukan diameter yang pasti dari rongga udara,

struktur jaringan lunak yang menutupi hidung dalam cenderung bervariasi

tebalnya, juga mengubah resistensi, dan akibatnya tekanan dan volume

aliran udara inspirasi dan ekspirasi. Diameter yang berbeda-beda

disebabkan oleh kongesti dan dekongesti mukosa, perubahan badan

vascular yang dapat mengembang pada konka dan septum atas, dan dari

krusta dan deposit atau secret mukosa.

Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus inferior di bagian

anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan muara sinus

frontalis, etmoidalis anterior dan sinus maksilaris. Sel-sel sinus etmoidalis

posterior bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus sfenoidalis

bermuara pada resesus sfenoetmoidalis.

Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil pada bagian

medial dan latreral dinding hidung dalam dank e atas hingga kubah

hidung. Deformitas struktur demikian pula penebalan atau edema mukosa

berlebihan dapat mencegah aliran udara untuk mencapai daerah

olfaktorius, dan, dengan demikian dapat sangat mengganggu penghiduan.

Page 15: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xv

Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum

(kuadrangularis) di sebelah anterior, lamina perpendikularis tulang

etmodalis di sebelah atas, vomer dan rostrum sphenoid di posterior dan

suatu Krista di sebelah bawah, terdiri dari Krista maksial dan Krista

palatina (Hilger, 1989).

b. Fisiologi hidung

Seperti halnya anatomi hidung biasanya tidak memungkinkan inspeksi

celah olfaktorius dengan speculum hidung, maka untuk alas an yang sama

lengkung aliran udara inspirasi normalnya tidak cukup tinggi untuk mencapai

celah tersebut agar bau dapat terhidu, kecuali bila bau tersebut sangat kuat.

Bila kita ingin mengenali suatu bau, biasanya kita mengendus, yaitu,

menambah tekanan negative guna menarik aliran udara yang masfaktorius.

Pada sumbatan hidung yang patologik, pasien sering mengeluh anosmia

sebelum mengemukakan bahwa ia juga bernafas lewat mulut. Lebih lanjut,

karena kita membedakan berbagai makanan lewat kombinasi rasa dan bau,

keluhan pasiendapat pula berupa makanan tidak lagi “pas” rasanya.

Indra penghidu pada manusia tergolong rudimenter dibandingkan

hewan lainnya, namun kepekaan organ ini cukup mengejutkan. McKenzie

menyatakan vanillin dapat dipersepsi manusia sebagai suatu bau bila terdapat

dalam konsentrasi hingga serendah 5 x 10-10 gm/L udara. Proses persepsi bau

belum dapat dipastikan, namun terdapat dua teori yang mengisyaratkan

mekanisme kimia atau undulasi. Menurut teori kimia, partikel-partikel zat

yang berbau desebarkan secara difusi lewat udara dan menyebabkan suatu

reaksi kimia saat mencapai epitel olfaktorius. Menurut teori undulasi,

gelombang energi serupa dengan tempaan ringan pada ujung saraf olfaktorius.

Tanpa memandang mekanismenya, indra penghidu dengan cepat menghilang.

Page 16: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xvi

Masih sangat sulit untuk melakukan standarisasi uraian ciri-ciri

beragam bau atau pengukuran kadar bau yang dapat dibandingkan dalam

suatu uji laboratorium. Amoore mengidentifikasi tujuh kategori utama dari

bau, yang cukup memadai untuk menjembatani dan menjelaskan semua

perbedaan yang dirasakan. Meskipun banyak peneliti dapat menerima teori

ini, namun sistem ini belum diterima dalam praktek klinis rutin ataupun

sebagai dasar untuk menentukan derajat kecacatan. Sebaliknya, peneliti

seringkali mencoba membedakan anosmia, hiposmia, penghiduan normal dan

parosmia (penghiduan yang berubah) memakai suatu zat yang berbau,

misalnya minyak cengkeh dalam berbagai derajat pengeceran pada subjek

yang diuji.

Sinus tidak mempunyai fungsi fisiologis yang nyata. Negus adalah

salah satu pendukung opini bahwa sinus juga berfungsi sebagai indra

penghidu dengan jalan memudahkan perluasan dari etmokonka, terutama

sinus frontalis dan sfenoidalis.Etmokonka yang dilapisi epitel penghidu dapat

ditemukan pada beberapa binatang rendah. Pada manusia, sinus biasanya

kosong dan indra penghidu kita jauh lebih rendah dari misalnya anjing atau

kucing; etmokonka manusia jelas telah menghilang selama proses evolusi

(Peter,1989)

2. SINUSITIS

a. Definisi

Sinusitis adalah radang pada sinus paranasalis, dimana dapat

disebabkan oleh infeksi maupun bukan infeksi, dari bakteri, jamur, virus,

alergi maupun sebab autoimun (Williams, 1992)

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinus sedangkan bila

mengenai semua sinus paranasal, disebut pansinusitis (Endang, 1990)

Page 17: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xvii

b. Klasifikasi

1) Berdasar lokasinya:

Ditemukan beberapa pasang sinus paranasalis, yaitu; frontalis,

ethmoidalis, maksilaris dan spenoidalis

a) Sinusitis maksilaris: menyebabkan nyeri daerah maksila seperti

sakit gigi dan kepala.

b) Sinusitis frontalis: menyebabkan nyeri pada daerah belakang

dan atas mata.

c) Sinusitis ethmoidalis: menyebabkan nyeri pada daerah belakang

mata, maupun sakit kepala.

d) Sinusitis sphenoidalis: menyebabkan nyeri pada daerah belakang

mata, tetepi lebih sering pada vertex kepala (Mehle, 2005).

2) Berdasar durasinya:

Menurut Adams (1978),sinusitis dibagi menjadi (a) sinusitis

akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu, (b)

sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu sampai beberapa

bulan, (c) sinusitis kronis apabila infeksi beberapa bulan sampai

beberapa tahun.

Menurut Cauwenberge (1983) disebut sinusitis kronis,

apabila sudah lebih dari 3 bulan.Tetapi apabila dilihat dari

gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila

terdapat tanda-tanda radang akut.Dikatakan sinusitis subakut, bila

tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus

masih reversibel dan disebut sinusitis kronik, bila perubahan

histologik mukosa sinus sudah irreversibel, misal sudah berubah

menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi

Page 18: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xviii

tepat yang lain ialah berdasarkan pemeriksaan histopatologik, akan

tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.

a) Sinusitis Akut

Sinusitis akut biasanya didahului infeksi traktus respiratorius,

umumnya disebabkan oleh virus seperti: Haemophilus influenzae,

Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis dan

Staphylococcus aureus. Bakteri pathogen seperti: streptococci

species, anaerobic bacteria dan beberapa gram negatif (Fokken,

2007).

Penyakit ini dimulai dangan penyumbatan kompleks

ostiomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu

juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi gigi (Nusjirwan,

1990).

Sinusitis akut memiliki gejala subjektif dan gejala objektif.

Gejala subjektif bersifat sistemik dan lokal. Gejala sistemik berupa

demam dan rasa lesu. Gejala lokal dapat kita temukan pada

hidung, sinus paranasal dan tempat lainnya sebagai nyeri alih

(referred pain). Gejala pada hidung dapat terasa adanya ingus yang

kental & berbau mengalir ke nasofaring. Selain itu, hidung terasa

tersumbat. Gejala pada sinus paranasal berupa rasa nyeri dan nyeri

alih (referred pain)

Gejala subjektif yang bersifat lokal pada sinusitis maksila

berupa rasa nyeri dibawah kelopak mata dan kadang tersebar ke

alveolus sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih (referred pain)

dapat terasa di dahi dan depan telinga. Gejala sinusitis etmoid

berupa rasa nyeri pada pangkal hidung, kantus medius, kadang-

kadang pada bola mata atau dibelakang bola mata. Akan terasa

Page 19: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xix

makin sakit bila pasien menggerakkan bola matanya. Nyeri alih

(referred pain) dapat terasa pada pelipis (parietal). Gejala sinusitis

frontal berupa rasa nyeri yang terlokalisir pada dahi atau seluruh

kepala. Gejala sinusitis sfenoid berupa rasa nyeri pada verteks,

oksipital, belakang bola mata atau daerah mastoid.

Gejala objektif sinusitis akut yaitu tampak bengkak pada

muka pasien. Gejala sinusitis maksila berupa pembengkakan pada

pipi dan kelopak mata bawah. Gejala sinusitis frontal berupa

pembengkakan pada dahi dan kelopak mata atas. Pembengkakan

jarang terjadi pada sinusitis etmoid kecuali ada komplikasi.

Rinoskopi sinusitis akut. Pemeriksaan rinoskopi anterior

menampakkan mukosa konka nasi hiperemis dan edema. Terdapat

mukopus (nanah) di meatus nasi medius pada sinusitis maksila,

sinusitis forntal, dan sinusitis etmoid anterior. Nanah tampak

keluar dari meatus nasi superior pada sinusitis etmoid posterior

dan sinusitis sfenoid. Pemeriksaan rinoskopi posterior

menampakkan adanya mukopus (nanah) di nasofaring (post nasal

drip)(Muhammad, 2007).

b) Sinusitis Subakut

Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut, hanya tanda-

tanda radang akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan)

sudah reda.

Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus

medius atau superior.Pada rinoskopi posterior tampak sekret

purulen di nasofaring.Pada pemeriksaan transiluminasi tampak

sinus yang sedikit suram ataupun gelap (Endang, 1997)

c) Sinusitis Kronis

Page 20: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xx

Sinusitis kronis adalah komplikasi dari berbagai penyakit

radang sinus pada umumnya.Penyebabnya multi faktorial dan juga

termasuk alergi,faktor lingkungan seperti debu, infeksi bakteri,

atau jamur.Faktor non alergi seperti rhinitis vasomotor dapat juga

menyebabkan masalah sinus kronis (Schreiber, 2005).

Etiologi sinusitis kronis. Infeksi kronis pada sinusitis kronis

dapat disebabkan :

(1) Gangguan drainase: Gangguan drainase dapat disebabkan

obstruksi mekanik dan kerusakan silia.

(2) Perubahan mukosa: Perubahan mukosa dapat disebabkan

alergi, defisiensi imunologik, dan kerusakan silia.

(3) Pengobatan : Pengobatan infeksi akut yang tidak sempurna.

Sebaliknya, kerusakan silia dapat disebabkan oleh gangguan

drainase, perubahan mukosa, dan polusi bahan kimia.

Gejala sinusitis kronik. Secara subjektif, sinusitis kronis

memberikan gejala :

(1) Hidung: Terasa ada sekret dalam hidung.

(2) Nasofaring: Terasa ada sekret pasca nasal (post nasal drip).

Sekret ini memicu terjadinya batuk kronis.

(3) Faring: Rasa gatal dan tidak nyaman di tenggorok.

(4) Telinga: Gangguan pendengaran karena sumbatan tuba

Eustachius.

(5) Kepala: Nyeri kepala / sakit kepala yang biasanya terasa pada

pagi hari dan berkurang atau menghilang setelah siang hari.

Penyebabnya belum diketahui pasti. Mungkin karena malam

Page 21: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxi

hari terjadi penimbunan ingus dalam sinus paranasal dan

rongga hidung serta terjadi stasis vena.

(6) Mata: Terjadi infeksi mata melalui penjalaran duktus

nasolakrimalis.

(7) Saluran napas: Terjadi batuk dan kadang-kadang terjadi

komplikasi pada paru seperti bronkitis, bronkiektasis, dan asma

bronkial

(8) Saluran cerna: Terjadi gastroenteritis akibat tertelannya

mukopus. Sering terjadi pada anak-anak.

Secara objektif, gejala sinusitis kronis tidak seberat sinusitis

akut. Tidak terjadi pembengkakan wajah pada sinusitis kronis.

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan sekret kental

purulen di meatus nasi medius dan meatus nasi superior. Sekret

purulen juga ditemukan di nasofaring dan dapat turun ke

tenggorok pada pemeriksaan rinoskopi posterior.

Pemeriksaan mikrobiologik sinusitis kronis. Biasanya

sinusitis kronis terinfeksi oleh kuman campuran, bakteri aerob (S.

aureus, S. viridans & H. influenzae) dan bakteri anaerob

(Peptostreptokokus & Fusobakterium)(Muhammad, 2007)

3) Berdasar penyebabnya

a) Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala

sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat

menyebabkan sinusitis

b) Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering

menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar

dan molar)(Sukri, 2007)

Page 22: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxii

3. DIAGNOSIS

Faktor predisposisi yang dapat mengembangkan sinusitis, antara lain:

alergi; masalah struktural seperti deviasi septum atau ostium sinus yang kecil;

merokok; polip hidung; membawa gen fibrosis kistik.Beberapa prediksi sudah

dikembangkan untuk diagnosa berdasar fisik dan riwayat penyakit, prediktor

terbaik yaitu adanya cairan hidung yang kental (Simel, 1992).

Pemeriksaan yang dilakukan didapat nyeri tekan pada pipi kanan / kiri

atau dua-duanya, terkadang nyeri tekan di atas hidung. Pemeriksaan lain

misalnya: Transiluminasi, Rinoskopi, Sinoskopi, pemeriksaan foto rontgen

sinus paranasal (foto waters, PA, lateral), pemeriksaan Naso-endoskopi, CT

Scan, tentu juga pemeriksaan kultur kuman (Erawati, 2001)

4. PENGOBATAN

Didapatkan beberapa obat yang dapat melegakan gejala yang

menyertai sinusitis, seperti sakit kepala, nyeri maupun kelelahan.Biasanya

dapat dikombinasikan antara jenis obat antihistamin bersamaan dengan

decongestan atau pelega nyeri.Bila sinusitis tidak membaik pada 48 jam, atau

menyebabkan nyeri berarti, dapat diberikan antibiotik (Amoxicillin yang

paling umum).Flouroquinolone untuk pasien dengan alergi penicillin (Samsa,

1992).

Antibiotik dosis penuh untuk 10 - 14 hari,obat dekongestan lokal

berupa tetes hidung dengan waktu terbatas 5 – 10 hari (Erawati, 2001)

5. TINDAKAN MEDIS

Penderita dengan sinusitis kronis, diindikasikan untuk mendapatkan

pembedahan hidung, atau biasa disebut FESS (Functional Endoscopic Sinus

Page 23: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxiii

Surgery) dimana mengembalikan fungsi normal sinus dengan menghilangkan

bagian-bagian baik yang normal maupun patologis yang menyebabkan

sumbatan pada sinus (Ian, 2007).

Pencucian hidung : Apabila dengan pengobatan tidak banyak

menolong, maka mungkin pencucian hidung diperlukan. Dilakukan dengan

Anestesi lokal, di mana trokar dan kanula dimasukkan melalui meatus inferior

dan ditusukkan menembus dinding naso antral dan kemudian di drainase.

Setiap pus yang didapatkan dibuat pemeriksaan biakannya. Apabila setelah 2-

3 kali pencucian, infeksi belum sirna, maka mungkin diperlukan tindakan

Antrostomi intranasal. Namun perlu diketahui, jarang dibutuhkan terapi

pembedahan pada sinusitis akut. Antrostomi yaitu membuat hubungan /

lubang di bawah pangkal konka inferior, sehingga ada hubungan langsung

antara sinus maxilaris dengan cavum nasi supaya pengaliran lendir/sekret

lebihbaik.

Bila pengobatan konservatif tidak berhasil maka dilakukan tindakan

radikal berupa: Operasi Cadwell-Luc. Selain itu tindakan operasi dengan

menggunakan endosop disebut Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF)

Sejumlah komplikasi sinusitis yang mungkin timbul adalah infeksi tulang

(Osteomielitis dan abses periostal) biasanya pada anak-anak, kelainan Orbita

(ruangan tempat bola mata), kelainan dalam kepala (intrakranial), kelainan

paru.

Sementara jumlah pencucian sinus tergantung dengan kondisi

penyakitnya. Jarak waktu pencucian kurang lebih dua minggu setelah

pencucian pertama. Untuk menghindari kambuh, upayakan agar aliran silia

mukosa sinus tidak rusak. Bila tidak rusak, kemungkinan kambuh sangat kecil

(Erawati, 2001).

Page 24: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxiv

6. PEMERIKSAAN SINUS PARANASALIS

Untuk melihat sinus maksilaris, kita usulkan memakai posisi Water pada

X-photo rontgen. Hasil foto X dengan sinus gelap menunjukkan patologis.

Perhatikan batas sinus atau tulang, apakah masih utuh ataukah tidak

(Sardjono, 2000)

Spesifisitas dari pemeriksaan foto polos termasuk tinggi, tapi

sensitifitasnya rendah kecuali untuk sinus maksillaris (sensitifitas 80%)

(Hagtvedt, 2002).

Foto polos adalah salah satu cara mendiagnosa penyakit sinus.Walaupun

didapatkan beberapa gambaran radiografi untuk evaluasi sinus paranasal,

umumnya hanya ada empat gambaran – Caldwell, water, lateral dan base.

Pengerjaan rutin radiografis harus meliputi sebuah cross-table atau film

lateral tegak dipadukan dengan penyinaran sinar-X horizontal, dimana

menampilkan cairan dalam sinus dengan membandingkan tingkat cairan-

udara.Dengan cara lain, penyinaran sinar-X dari depan, dan pasien dalam

posisi pronasi maupun supinasi dengan kepala menengok ke suatu sisi, cairan

akan memenuhi dinding sinus, maka tidak akan tampak tingkat air-udara

(Babbel, 1991)

Page 25: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxv

B. Kerangka Pemikiran

Rhinitis

Sekresi lendir berlebihan

Oedema mukosa

Obstruksi kompleks ostiomeatal

Invasi bakteri, jamur, virus

Radang sinus paranasalis

Sinusitis

Gambar 1. Skema kerangka pikiran

C. Hipotesis

Ada korelasi antara rhinitis dengan sinusitis pada pemeriksaan sinus

paranasalis di instalasi radiologi RSDM

Page 26: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxvi

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan

rancangan cross sectional.

B. Lokasi Penelitian

Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi

Surakarta.

C. Populasi Penelitian

Seluruh pasien rhinitis kiriman dari SMF THT RSDM yang

melakukan pemeriksaan foto sinus paranasalis di instalasi Radiologi Rumah

Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi Surakarta periode April 2007- Mei

2008.

D. Sampel dan Teknik Sampling

pengambilan sample secara purposive sampling, dimana dilakukan

pemeriksaan sinusparanasalis pada pasien rhinitis yang masuk ke Instalasi

Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Moewardi Surakarta periode

April 2007- Mei 2008.

E. Identifikasi Variabel Penelitian

1.Variabel bebas : rhinitis

Page 27: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxvii

2.Variabel tergantung : sinusitis

3.Variabel luar yang terkendali : umur, jenis kelamin, pekerjaan, lama

menderita

4.Variabel luar yang tidak terkendali : penggunaan obat-obatan

F. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Rhinitis

Rhinitis adalah radang pada hidung dengan gejala pilek, bersin-

bersin dan hidung tersumbat terutama bila pagi dan cuaca dingin.Rhinitis

terbagi menjadi beberapa tipe. Rhinitis alergi disebabkan adanya reaksi dari

sistem imun tubuh terhadap alergen yang bisa ditemui di dalam ataupun di

luar rumah. Umumnya pencetus yang ada d luar rumah yaitu debu, jamur,

serbuk sari, rumput liar yang disebut alergi musiman. Rhinitis alergi juga

dapat dicetuskan oleh alergen yang ada di dalam rumah, seperti bulu

binatang, jamur ataupun debu rumah yang bisa ditemukan sepanjang tahun

tanpa dipengaruhi musim, disebut rhinitis perennial. Rhinitis alergi

berdasarkan riwayat keluarga dan gejala atau melalui tes alergi.Kadang

rinitis tidak disebabkan oleh alergen, tapi dapat disebabkan penggunaan

berlebihan obat semprot hidung topikal, perubahan hormon, struktur tidak

normal dari hidung dan kadang disebabkan oleh obat-obatan.(budi, 2002)

Cara pengukuran : pemeriksaan klinis

Skala : Nominal

2) Variabel tergantung : Sinusitis

Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus.

Sinusitis banyak ditemukan pada penderita terjadi pilek menahun akibat dari

alergi terhadap debu dan sari bunga. Sinusitis juga dapat disebabkan oleh

Page 28: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxviii

bahan bahan iritan seperti bahan kimia yang terdapat pada semprotan hidung

serta bahan bahan kimia lainnya yang masuk melalui hidung. Sinusitis juga

bisa disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri (Wirawan, 2008).

Cara pengukuran : Pembacaan Foto

Skala : nominal

G. Alur dan Cara Kerja

Penelitian dilakukan dengan cara melihat hasil foto sinus

paranasalis pada pasien yang menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Umum

Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

Pasien rhinitis

Foto sinus paranasalis

Sinusitis Normal

Sinus frontalis Sinus ethmoidalis Sinus maksillaris Sinus sfenoidalis

Kesimpulan

Analisis

Gambar 2. Skema alur penelitian

Page 29: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxix

H. Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji kai kuadrat.

Page 30: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxx

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Data penderita Rhinitis dan Sinusitis

Berdasarkan data yang diperoleh yaitu data hasil pemeriksaan rhinitis

yang terdiagnosa secara radiologis melalui pemeriksaan sinus paranasalis sebagai

penderita sinusitis maupun non sinusitis di RSDM Surakarta sejumlah 40 orang

didapatkan hasil seperti yang tampak dalam tabel-tabel sebagai berikut :

Tabel 1. Distribusi Frekuensi subjek penelitian yang telah melalui pemeriksaan sinus paranasalis di RSDM surakarta menurut umur

Rhinitis Non Rhinitis Jumlah Umur (tahun)

jumlah % Jumlah % Jumlah % 11-20 5 12,5 1 2,5 6 15 21-30 6 15 5 12,5 11 27,5 31-40 5 12,5 3 7,5 8 20 41-50 6 15 3 7,5 9 22,5 51-60 1 2,5 2 5 3 7,5 61-70 0 0 3 7,5 3 7,5

Jumlah 23 57,5 17 42,5 40 100

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa presentase probandus terbanyak

berasal dari responden rentang usia 21- 30 sebanyak 27,5 % dan paling sedikit pada

rentang usia 51- 60 sebesar 7,5 %. Sedangkan frekuensi terjadinya rhinitis tersering

muncul pada rentang usia 21- 30 dan 41- 50 sebesar 15 %

Page 31: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxxi

Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek penelitian yang telah melalui pemeriksaan sinus paranasalis di RSDM surakarta menurut jenis kelamin

Rhinitis Non Rhinitis Jumlah Umur (tahun)

jumlah % Jumlah % Jumlah %

Laki-laki 6 15 7 17,5 13 32,5 Perempuan 17 42,5 10 25 27 67,5 Jumlah 23 57,5 17 42,5 40 100

Dari tabel 2 diketahui bahwa subjek lebih banyak terdiri dari perempuan

(67.5%), dan kejadian rhinitis pun lebih tinggi pada subjek perempuan sebanyak 17

orang (42,5).

0

2

4

6

8

10

12

1

11-2021-3031-4041-5051-6061-70

Gambar 1 : Distribusi sampel berdasarkan usia

Page 32: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxxii

0

5

10

15

20

25

30

perempuanlaki-laki

perempuan 27

laki-laki 13

1

Gambar 2 : Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin

B. Hasil uji dan korelasi antara rhinitis dan sinusitis

Tabel menunjukkan terdapat hubungan antara sinusitis dan rhinitis. Pasien

dengan diagnosis rhinitis memiliki risiko mengalami sinusitis 5 kali lebih besar

daripada tanpa rhinitis (OR 4.82; p= 0.055).

Tabel 3. Hasil analisis tentang korelasi antara sinusitis dan rhinitis pada pemeriksaan sinus paranasalis

Diagnosis sinusitis

Diagnosis rhinitis

Positif (%) Negatif (%)

OR

X2 p

Positif

9 (39.1%)

14 (60,9%)

Page 33: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxxiii

Negatif

2 (11.8%)

15 (88.2%) 4,82 3,67 0.055

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Rhinisitis Positif Rhinitis NegatifDiagnosis Rhinitis

Per

sen

Sin

usiti

sP

ositi

f

Sinusitif Positif Sinusitis Negatif

Gambar 3 : Perbedaan persentase diagnosis sinusitis pada kelompok pasien dengan rhinitis dan pasien dengan rhinitis negatif

Page 34: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxxiv

BAB V

PEMBAHASAN

Rhinitis adalah peradangan pada selaput lendir hidung. Rhinitis ditandai dengan

adanya hidung tersumbat, keluar lendir dari hidung, bersin, gatal hidung, lendir yang

mengalir ke tenggorokan, ataupun kombinasi dari gejala-gejala tersebut. Rhinitis itu

sendiri dapat disebabkan oleh alergi dan non- alergi. Yang paling sering terjadi adalah

rhinitis alergi, seperti yang dialami oleh Mas Pramudiyo. Sedangkan rhinitis

nonalergi dapat disebabkan oleh infeksi, hormonal, okupasional, dan lain-lain

(Novianty, 2008)

Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Sinusitis banyak

ditemukan pada penderita hay fever yang mana pada penderita ini terjadi pilek

menahun akibat dari alergi terhadap debu dan sari bunga. Sinusitis juga dapat

disebabkan oleh bahan bahan iritan seperti bahan kimia yang terdapat pada semprotan

hidung serta bahan bahan kimia lainnya yang masuk melalui hidung.Sinusitis juga

bisa disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri.

Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara

yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang

berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat

pasang kiri dan kanan. Sinus frontalis terletak di bagian dahi, sedangkan sinus

maksilaris terletak di belakang pipi. Sementara itu, sinus sphenoid dan sinus ethmoid

terletak agak lebih dalam di belakang rongga mata dan di belakang sinus maksilaris.

Dinding sinus terutama dibentuk oleh sel sel penghasil cairan mukus. Udara masuk

ke dalam sinus melalui sebuah lubang kecil yang menghubungkan antara rongga

sinus dengan rongga hidung yang disebut dengan ostia. Jika oleh karena suatu sebab

lubang ini buntu maka udara tidak akan bisa keluar masuk dan cairan mukus yang

diproduksi di dalam sinus tidak akan bisa dikeluarkan (Cock, 2008).

Page 35: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxxv

Sinusitis memang banyak berangkat dari rhinitis, hingga akhirnya lahir istilah

rhinosinusitis. Studi terkini mendefinisikan hubungan rhinitis dan sinusitis secara

lebih baik.Disimpulkan, sinusitis sering didahului oleh rhinitis dan jarang sekali yang

terjadi tanpa berbarengan dengan rhinitis.

Hal tersebut diduga terjadi karena adanya inter-relationship antara hidung dan

sinus passages. Lapisan mukosa hidung dan sinus secara simultan terlibat dalam

timbulnya gejala flu biasa. Mekanisme hubungan rhinitis dan sinusitis diperkirakan

melibatkan penyumbatan aliran sinus nasal, diikuti dengan kolonisasi bakteri, dan

infeksi yang mengarah pada sinusitis akut, berulang, atau kronik (Arnita, 2006).

Berdasarkan data- data yang diperoleh dari hasil penelitian serta perhitungan

statistik maka hasil penelitian tersebut akan dibahas sebagai berikut.

Telah dilakukan penelitian dengan subyek berjumlah empat puluh pasien

dengan kriteria inklusi pasien yang dikirim dari SMF THT dengan diagnosa

rhinosinusitis kemudian melakukan pemeriksaan sinus paranasalis di Instalasi

Radiologi RSU Dr. Moewardi Surakarta.Diagnosis sinusitis dengan cirri-ciri sebagai

berikut :

1. Hidung. Terasa ada sekret dalam hidung (Nurbaiti, 2006).

2. Nasofaring. Terasa ada sekret pasca nasal (post nasal drip). Sekret ini

memicu terjadinya batuk kronis(Nurbaiti, 2006).

3. Faring. Rasa gatal dan tidak nyaman di tenggorok(Nurbaiti, 2006).

4. Telinga. Gangguan pendengaran karena sumbatan tuba

Eustachius(Nurbaiti, 2006).

5. Kepala. Nyeri kepala / sakit kepala yang biasanya terasa pada pagi hari

dan berkurang atau menghilang setelah siang hari. Penyebabnya belum

diketahui pasti. Mungkin karena malam hari terjadi penimbunan ingus

dalam sinus paranasal dan rongga hidung serta terjadi stasis

vena(Nurbaiti, 2006).

6. Mata. Terjadi infeksi mata melalui penjalaran duktus

nasolakrimalis(Nurbaiti, 2006).

Page 36: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxxvi

Peneliti mendapatkan sampel lima puluh dua pasien, lalu setelah disesuaikan

dengan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan empat puluh pasien.

Frekuensi responden terbanyak berasal dari rentang usia 21-30 tahun.

Berdasarkan distribusi jenis kelamin dapat diketahui bahwa jumlah responden lebih

banyak perempuan daripada laki-laki.

Dari Tabel 3 dapat diketahui dari empat puluh pasien, yang terdiagnosa sinusitis

positif dengan rhinitis positif sebanyak 9 orang (39,1%), sedangkan sinusitis positif

tanpa rhinitis sebanyak 2 orang (11,8%).

Dari hasil penelitian didapatkan nilai signifikansi sebesar 4.82 maka dapat

ditarik simpulan ada korelasi antara rhinitis dengan sinusitis (p= 0.055)

Page 37: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxxvii

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan bahwa ada

korelasi antara rhinitis dengan sinusitis.

B. Saran

1. Lebih teliti memperhatikan kriteria baik inklusi maupun eksklusi

2. Lebih teliti dalam mendiagnosa sinusitis pada pasien

3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk memastikan korelasi antara rhinitis

dengan sinusitis dengan mengendalikan variabel perancu dan

memperbesar sampel.

Page 38: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxxviii

DAFTAR PUSTAKA

Adams GL, Boies LC, PA (eds). 1989. Fundamentals Otolaryngology.Philadelphia,W.b.Saunders, : 249-270

Arnita. 2006. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=162/

(14 November 2008) Babbel R, Harnsberger HR, Nelson B, et al. 1991. Optimization of techniques in

screening CT of the sinuses. Am J Neroradiol; 12:849-854. Berg O, Carenfelt C. 1988. Analysis of symptoms and clinical signs in the maxillary

sinus empyema. Acta Otolaryngol. 105 (3-4): 343-9. Boies. 1989. Fundamental of Otolaryngology. 6th edition 250-253 Budi, S. 2008. Seputar kesehatan.Pontianak post.

http://www.pontianakpost.com/berita (16 April 2008) Cock IM. 2008 http://www.blogdokter.net/2008/01/30/sinusitis/(14 November 2008) Erawati. 2008. Seputar pengobatan sinusitis. http://www.sinarharapan.co.id/berita/

0109/28 /fea02.html (4 Maret 2008). Hagtvedt T, Aaløkken TM, Nøtthellen J, Kolbenstvedt A. 2002. Conventional sinus

radiography compared with low dose CT and standard dose CT in the diagnosis of acute sinusitis. Poster published at ECR http://dmfr.birjournals.org/cgi/ content/full/32/1/60 (20 Maret 2008)

Kesakeyan E, 2003. Rhinitis. http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2005/ 0729/ (16 April 2008).

Mangunkusumo E, Nusjirwan Rifki. Sinusitis.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

Mehle ME, Schreiber CP 2005. Sinus headache, migraine, and the otolaryngologist.

Otolaryngology--head and neck surgery : official journal of American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery 133 (4)

Page 39: KORELASI ANTARA RHINITIS DENGAN SINUSITIS PADA …...This study is analytical observational with cross sectional enclosure. The subjects are rhinitis patients from SMF THT Dr. Moewardi

xxxix

Muhammad, 2007. Sinusitis akut. http://hennykartika.wordpress.com/category/sinus-paranasal/ (20 Maret 2008)

Neville BW. 1995. Oral and Maxillofacial Pathology. WB Saunders Co., Philladelphia, 159-160

Novianty Cut. 2008. http://konsultasikesehatan.epajak.org/flu/pilek-setiap-pagi-3 (14

November 2008) Nurbaiti. 2006. Sinusitis kronik.

http://hennykartika.wordpress.com/2007/12/29/sinusitis-kronik/ (14 November 2008)

Nusjirwan, R. 1990. Sinusitis. Buku Ajar THT Edisi 3.Jakarta: Balai Penerbitan UI.

Hal 121 Schreiber C, Hutchinson S, Webster C, Ames M, Richardson M, Powers C. 2004.

Prevalence of migraine in patients with a history of self-reported or physician-diagnosed "sinus" headache. Arch. Intern. Med. 164 (16): 1769-72.

Soedjak Sardjono, Sri Rukmini, Sri Herawati, Sri Sukesi. 2000. Teknik Pemeriksaan

Telinga, Hidung & Tenggorok. Jakarta: EGC. Sukri, R. 2008. Sinusitis. http://id.wikipedia.org/wiki/Sinusitis. (20 Maret 2008) Suprihati. 1996. Faktor Alergi Pada Sinusitis Kronis. Lab /UPF THT/ FK UNDIP.

RS Kariadi Semarang Dalam Kumpulan Naskah Ilmiah Konas VIII Perhati Ujung Pandang, Juli 1996, 927 – 31.

Williams JW, Simel DL, Roberts L, Samsa GP. 1992. Clinical evaluation for

sinusitis. Making the diagnosis by history and physical examination. Ann. Intern. Med. 117 (9): 705-10.

Williamson IG et al. 2007. Antibiotics and Topical Nasal Steroid for Treatment of

Acute Maxillary Sinusitis. JAMA 298: 2487-2496. Wirawan made. 2008. Sinusitis. http://www.blogdokter.net/2008/01/30/sinusitis/. (16

April 2008).