89
KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH (Menurut Pandangan Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Dalam Ilmu Syari’ah Oleh Audia Pramudita NPM :1421010025 Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1439 H / 2018 M

KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK

RUMAH TANGGA SAKINAH

(Menurut Pandangan Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh

Audia Pramudita

NPM :1421010025

Program Studi : Al-Ahwal Al-Syakhsiyyah

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

LAMPUNG

1439 H / 2018 M

Page 2: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

ABSTRAK

KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK

RUMAH TANGGA SAKINAH

(Menurut Pandangan Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung)

Oleh

Audia Pramudita

Kafa’ah adalah kesepadanan antara calon suami dan calon istri dalam

faktor-faktor tertentu. Islam menganjurkan adanya kafa’ah ini merupakan hal

yang perlu diperhatikan saja agar tujuan pernikahan dapat terwujud menjadi

keluarga yang bahagia dan abadi. Ulama sepakat bahwa kafa’ah merupakan hak

seorang perempuan dan walinya. Pengutamaan Islam dalam faktor agama tentu

saja tidak terlepas dari upaya untuk mewujudkan keluarga yang sakinah,

mawaddah, warahmah. Dalam hal ini dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan

Lampung berbeda pendapat tentang konsep kafa’ah, hal ini yang membuat penulis

tertarik memilih permasalahan melalui penulisan ini. Permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana pandangan dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden

Intan Lampung terhadap konsep kafa’ah dalam perkawinan dan bagaimana

tanggapan dosen mengenai seseorang yang saling mencintai namun tidak sekufu’.

Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

untuk menggali informasi dari pandangan dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden

Intan Lampung terhadap konsep kafa’ah dalam perkawinan dan Untuk

mengetahui tanggapan dosen mengenai seseorang yang saling mencintai namun

tidak sekufu’

Dalam penelitian ini digunakan metode lapangan yang bersifat deskriptif

dengan menggunakan metode analisis kualitatif kemudian cara berfikir

menggunakan cara deduktif. Yang menekankan pada teknik pengambilan

sampling dengan cara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan

dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah

tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.

Berdasarkan data hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa

Pandangan dosen mengenai konsep kafa’ah dalam perkawinan merupakan hal

yang dapat menunjang terjadinya keharmonisan rumah tangga, tetapi ada dosen

yang mengatakan bahwa kafa’ah hanya sebagian kecil saja untuk mewujudkan

keharmonisan rumah tangga, karena penentu keharmonisan adalah hak dan

kewajiban. Sedangkan mengenai kriteria kafa’ah, para dosen sepakat bahwa

agama menjadi faktor utama dalam kafa’ah, sedangkan kriteria yang lain mereka

berselisih pendapat.Sedangkan, ketika dalam memilih calon pasangan tidak ada

kafa’ah diantara kedua pasangan, hal ini tidak menjadi permasalahan dalam

melangsungkan pernikahan, karena kafa’ah bukan termasuk syarat sah

pernikahan. Apabila rukun dan syarat terpenuhi maka pernikahan tersebut dapat

dikatakan sah.Dengan demikian disarankan agar orang tua harus memberikan

pemahaman tentang kafa’ah kepada anaknya supaya tercapainya tujuan

pernikahan yang sakinah mawaddah warahmah tanpa melebihkan aspek tertentu

diluar aspek agama.

Page 3: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH
Page 4: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH
Page 5: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

v

MOTTO

تخيروا ننطفكم : قال ر سى ل اهلل صم اهلل عهيه وسهم : عن عائشة، قا نت

وا نكحىا األ كفاء وأ نكحىا إنيهم

Dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah saw bersabda,”Pilihkanlah bagi anak-anak

gadis kalian (jodoh yang baik). Menikahlah kalian dengan yang sekufu’ dan

nikahkanlah anak-anak gadis kalian dengan mereka.”1

1Abdullah Shonhaji, Terjemahan Sunan Ibnu Majah Jilid IV (Semarang: CV. Asy Syifa’,

1993). h. 688.

Page 6: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

vi

PERSEMBAHAN

Karya skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang tercinta dan

terkasih yang ada dikehidupan saya, mereka adalah:

1. Orang tuaku, Ibu Sita Kusumawatidan Bapak Widada (Alm) yang telah

mendidik dengan penuh kesabaran, memberikan motivasi dengan nasihat-

nasihatnya dan selalu mendoakan dengan penuh ketulusan pada setiap

saat, serta selalu mendukung dalam mewujudkan cita-citaku.

2. Saudariku tercinta Rima Widyawati S.Pd dan Annisa Ulya yang telah

memberikan semangat dan keceriaan. Semoga kita dapat membanggakan

kedua orang tua kita. Amin.

Page 7: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

vii

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap Audia Pramudita, lahir di Pringsewu pada tanggal 02 Mei

1996, merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak

Widada (Alm) dan Ibu Sita Kusumawati.

Pendidikan yang pernah ditempuh dimulai dari sekolah dasar di SD Negeri

01 Pringsewu Selatan, lulus pada tahun 2008. Melanjutkan pendidikan menengah

pertama pada SMP Muhammadiyah Pringsewu, lulus pada tahun 2011.

Melanjutkan pendidikan menengah atas pada SMA Muhammadiyah Pringsewu,

lulus pada tahun 2014. Pada tahun 2014 melanjutkan pendidikan di Universitas

Raden Intan Lampung, mengambil program Strata 1 (S1) Jurusan Ahwal

Syakhsiyah pada Fakultas Syari’ah.

Page 8: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kenikmatan Iman, Islam dan Ihsan serta nikmat kesehatan jasmani dan rohani,

sehingga skripsi dengan judul “Kontekstualisasi Konsep Kafa’ah Dalam

Membentuk Rumah Tangga Sakinah” dapat diselesaikan.

Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Hukum di Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung. Dalam skripsi ini tentu

saja tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu

melalui skripsi ini ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Alamsyah , S.Ag, M.Ag. selaku dekan Fakultas Syari’ah

UIN Raden Intan Lampung

2. Bapak Marwin, S.H., M.H. selaku ketua jurusan Ahwal Syakhsiyah

UIN Raden Intan Lampung dan Bapak Gandhi Liyorba Indra, S.Ag.,

M.Ag. selaku sekertaris jurusan Ahwal Syakhsiyah Fakultas Syari’ah

UIN Raden Intan Lampung

3. Bapak Drs. Maimun, S.H., M.A. selaku pembimbing I dan Ibu Dra.

Firdaweri, M.H.I. selaku pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu dalam membimbing, mengarahkan dan memotivasi

hingga skripsi ini selesai.

4. Segenap dosen dan pegawai Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan

Lampung yang telah memberikan kontribusi dalam mendapatkan

materi-materi selama ini, guna menyelesaikan skripsi ini.

Page 9: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

ix

5. Pimpinan dan karyawan baik perpustakaan Fakultas Syari’ah maupun

perpustakaan pusat UIN Raden Intan Lampung yang telah memberikan

informasi, referensi dan lain-lain.

6. Kuucapkan terimakasih juga kepada Suyanti, Hasti Ani, Anisa

Nurbaiti, Regita Tari Lisena, Rita Sari, Supratna Sari, Rizky Silvia

Putri, Mia Adelina dan masih banyak lagi yang lainnya yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat, menemani

serta membantu selama proses belajar di bangku perkuliahan.

7. Sahabat-sahabat Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Panjerejo

kecamatan Gading Rejo Kabupaten Pringsewu.

8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah ikut membantu proses

penyelesaian skripsi ini.

Semoga jerih payah dan amal bapak-bapak dan ibu-ibu serta teman-teman

sekalian akan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah SWT dan

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para

pembaca pada umumya.

Bandar Lampung, Mei 2018

Audia Pramudita

NPM. 1421010025

Page 10: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

ABSTRAK ...................................................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... v

MOTTO ......................................................................................................... vi

PERSEMBAHAN .......................................................................................... vii

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... viii

KATA PENGANTAR ................................................................................... ix

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul .......................................................................... 1

B. Alasan Memilih Judul ................................................................. 3

C. Latar Belakang ....................................................................... .... 4

D. Rumusan Masalah ....................................................................... 9

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................ 9

F. Metode Penelitian ....................................................................... 10

BAB II KONSEP KAFA’AH DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian Kafa’ah ...................................................................... 14

B. Historisitas Kafa’ah .................................................................... 15

C. Status Kafa’ah dalam Perkawinan ............................................. 19

D. Konsep Kafa’ah Menurut Para Ulama dan Perundang

Undangan Indonesia ................................................................... 22

E. Penerapan Kafa’ah dalam Membangun Rumah Tangga

Sakinah ........................................................................................ 32

F. Kedudukan Kafa’ah Dalam Membentuk Rumah Tangga

Sakinah ....................................................................................... 34

Page 11: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

xi

BAB III GAMBARAN UMUM DAN PANDANGAN DOSEN TERHADAP

KONSEP KAFA’AH

A. Gambaran Umum Fakultas Syariah UIN Raden Intan

Lampung .................................................................................... 37

B. Dosen Tetap Yang Menjadi Narasumber di Fakultas Syari’ah

UIN Raden Intan Lampung ......................................................... 46

C. Pandangan Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung

Terhadap Konsep Kafa’ah ......................................................... 47

BAB IV ANALISIS DATA

A. Pandangan Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung

Terhadap Konsep Kafa’ah dalam Perkawinan ........................... 65

B. Tanggapan Dosen Mengenai Seseorang Yang Saling Mencintai

Namun Tidak Sekufu’ ................................................................. 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 69

B. Saran .......................................................................................... 70

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

xii

Page 13: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul

Judul merupakan suatu gambaran dalam karya ilmiah, untuk menghindari

kesalahpahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka terlebih dahulu

menguraikan pengertian dari istilah-istilah yang terdapat dalam skripsi yang

berjudul Kontekstualisasi Konsep Kafa’ah dalam Membentuk Rumah

Tangga Sakinah (Menurut Pandangan Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden

Intan Lampung). Dengan judul tersebut maka istilah-istilah yang perlu

dijelaskan adalah sebagai berikut:

1. Kontekstualisasi Konsep Kafa’ah

a. Menurut Emanuel Gerrit Singgih Kontekstualisasi adalah sebuah proses

berteologi dalam kesadaran, perjumpaan dan kehendak untuk

mendengarkan suara-suara apapun dan siapa pun dari konteks, baik

konteks masa kini, masa lalu, dan masa depan. Kontekstualisasi

merupakan proses mendengar, memahami, mempertimbangkan dan

menerima secara kritis suara-suara yang ada dalam

konteks.1Kontekstualisasi juga merupakan tindakan atau proses

1Emanuel Gerrit Singgih, Berteologi dalam Konteks, Pemikiran-Pemikiran

Kontekstualisasi Teologi di Indonesia (Yogyakarta: Kanisius dan BPK Gunung mulia, 2000), h.

178-185

Page 14: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

2

menempatkan informasi dalam konteks, membuat rasa informasi dari

situasi atau lokasi di mana informasi itu ditemukan.2

b. Konsep adalah rancangan atau ide yang diabstrakan dari peristiwa konkret,

gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang diluar bahasa yang

digunakan oleh akal budi untuk memahami ha-hal lain.3

c. Kafa’ahberarti sama, sederajat, sepadan, atau sebanding. Yang dimaksud

dengan kafa’ah di sini adalah pernikahan yang sebanding, baik itu

kedudukan, kekayaan, maupun akhlak.4

Jadi yang dimaksud dengan kontekstualisasi konsep kafa’ah adalah

penerapankonsep kesepadanan antara suami dan istri ketika melangsungkan

pernikahan.

2.Rumah Tangga Sakinah

a. Rumah tangga adalah bangunan untuk tempat tinggal yang berkenaan

dengan keluarga.5

b. Sakinah secara bahasa artinya ketenangan atau kedamaian. Sakinah berasal

dari kata sakana artinya menjadi tenang, mereda, hening, tinggal. Dalam

Islam, kata sakinah menandakan ketenangan dan kedamaian secara

khusus, yaitu kedamaian dari Allah yang berada di dalam kalbu.6

2http://kamus-internasional.com/definitions/?indonesian_word=contextualization diakses

30 April 2018

3Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Edisi

keempat, PT Gramedia Pustaka Utama), h. 725. 4Ahsin W. Alhafidz, Kamus Fiqh (Jakarta: Amzah, 2013), h. 114.

5Peter Salim, Yani Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Lentera

Basritama, 1990), h. 1189. 6Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Quran (Jakarta: Amzah, 2012), h. 263.

Page 15: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

3

Jadi yang dimaksud dengan rumah tangga sakinah adalah keluarga yang

hidup dengan rasa kasih sayang, ketenangan dan kedamaian yang dibangun

berdasarkan ajaran Islam serta mendapat rahmat dari Allah SWT.

3. Pandangan DosenFakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung

Pandangan adalah paham, pendapat atau pendirian.7 Dosen adalah seorang

tenaga pengajar pada perguruan tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan

pandangan dosen adalah suatu pemahaman yang dipahami oleh dosen di fakultas

syari‟ah UIN Raden Intan Lampung.

Dengan demikian maksud judul secara keseluruhan adalah penerapan

mengenai konsep kafa’ahdalam pernikahan yang mana penulis ingin mengetahui

bagaimana pendangan dosen Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung

mengenai kesepadanan tersebut.

B. Alasan Memilih Judul

Adapun alasan penulis memilih judul skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Alasan Objektif

a. Kafa’ah merupakan suatu kriteria untuk memilih calon suami dan calon

istri, tetapi bukan menjadi rukun maupun syarat dalam pernikahan.

b. Menurut dosen Fakultas Syari‟ah konsep kafa’ahmenjadi bahan

pertimbangan saja ketika akan memilih calon pasangan yang diutamakan

adalah kriteria agama sedangkan selain dari kriteria agama hanya sebatas

faktor pendukung.

7Haizar MA, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Jakarta: Referensi Perpustakaan, 2013),

h. 442.

Page 16: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

4

2. Alasan subyektif

a. Penelitian ini didukung oleh literatur yang memadai sehingga

dimungkinkan dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan.

b. Mengenai kafa’ah menurut pandangan dosen belum ada yang membahas,

khususnya dilingkungan Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung.

c. Judul skipsi ini relevan dengan disiplin ilmu yang dipelajari di Fakultas

Syari‟ah Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah (Hukum Keluarga).

C. Latar Belakang

Dengan seiring berkembangannya zaman, bahwa kafa’ah dimaknai dengan

berbagai macam, dimana dahulunya hanya berfokus pada kekayaan, keturunan,

kecantikan dan agama. Namun hal ini cukup meresahkan bagi sebagian

masyarakat, terutama bagi kalangan akademis, yakni terjadi pergeseran makna

dalam pemikiran masyarakat, terutama dikalangan menengah kebawah yang

sudah dipengaruhi dengan kesukuan, adat, organisasi masyarakat, ataupun akibat

latar belakang pendidikan yang rendah.

Dalam sebagian masyarakat, kafa’ah masih banyak dimaknai haruslah

sekufu’ atau sepadan dalam hal segalanya, misalnya apabila dari golongan kaya,

maka harus mendapatkan yang kaya, apabila dari kalangan berpendidikan, maka

mencari pasangan yang berpendidikan juga. Apabila dari kalangan dosen maka

dapatnya dari dosen juga. Dalam hal ini dosen-dosen Fakultas Syari‟ah antara satu

dengan yang lainnya pun berselisih pendapat dengan adanya konsep kafa’ah.

Yang mana bahwa kafa’ah memang memiliki kriteria yang dapat dijadikan

Page 17: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

5

sebagai bahan pertimbangan untuk memilih calon pasangan.

Sehinggadaribeberapa kriteria yang dikemukakan, mereka berpendapat bahwa

lebih memprioritaskan kepada faktor agama dan kriteria lainnya mereka

berpendapat bahwa hanya dikesampingkan saja. Namun bukan berarti kriteria

yang lainnya tersebut tidak menjadi bahan pertimbangan dalam memilih pasangan

sebagai kesepadanan diantara mereka, hanya saja yang diutamakan adalah agama.

Agama merupakan suatu pedoman bagikehidupan manusia di semua segi

terutama dalam segi pernikahan karena manusia diciptakan oleh Allah itu

berpasang-pasangan yang tujuannya untuk menjadikan manusia berkembang biak

dan berlangsung dari generasi ke generasiberikutnya. Islam mengatur manusia

dalam hidup berpasang-pasangan itu melalui jenjang pernikahan.8

Pernikahan juga berfungsi untuk mengatur hubungan laki-laki dan

perempuan berdasarkan rasa kasih sayang, dan berkewajiban untuk mengerjakan

tugas didalam rumah tangga seperti mendidik anak, dan menciptakan suasana

yang menyenangkan.9

Dalam Islam, setiap akan memulai pernikahan dianjurkan untuk diadakan

pinangan terlebih dahulu. Meminang maksudnya seorang laki-laki meminta

kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara yang sudah umum

berlaku di tengah-tengah masyarakat. Meminang termasuk usaha pendahuluan

sebelum dilakukan pernikahan, agar kedua belah pihak saling mengenal sehingga

pelaksanaan pernikahan nanti benar-benar berdasarkan pandangan dan penilain

8Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2008), h. 12.

9Khoirul Abror, Hukum Perkawinan dan Perceraian (Yogyakarta: Ladang Kata, 2017), h.

70.

Page 18: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

6

yang jelas.10

Peminangan ini juga bertujuan, salah satunya untuk mengetahui

apakah calon suami dan istri mempunyai tingkatan sepadan atau kafa’ah.

Dalam hukum Islam, keseimbangan, keserasian, dan kesepadanan antara

calon suami dan istri disebut dengan kafa’ah atau kufu’, sehingga masing-masing

calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan. Artinya laki-laki

sepadan dengan calon istriya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat

sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayan. Jadi, tekanan dalam hal kafa’ah

adalah seimbang, keharmonisan dan keserasian, terutama dalam hal agama, yaitu

akhlak dan ibadah. Sebab kalau kafa‟ah diartikan persamaan dalam hal harta, atau

kebangsawanan, maka akan berarti terbentuknya kasta, sedangkan dalam Islam

tidak dibenarkan adanya kasta, karena manusia di sisi Allah swt adalah sama.11

Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur‟an Surat Al-Hujurat Ayat 13 :

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang

yang paling taqwa diantara kamu.”12

Kebiasaan yang terjadi dalam menilai kafa’ahini dalam praktek di

masyarakat Indonesia sangat relatif karena dasar dan pedoman peninjauan bukan

berdasarkan hukum Islam, namun pada prakteknya dasar pedomannya adalah

pertimbangan hukum adat, tradisi, dan kekuasaan masyarakat setempat, biasanya

10

Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqih Munakahat 1 (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999),

h 41. 11

Abdul Rahman Ghozali, Op.Cit. h. 96. 12

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah (Bandung: CV Penerbit

Diponegoro, 2011), h. 517.

Page 19: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

7

memiliki pengaruh yang lebih kuat dan besar. Jika calon suaminya tidak setara

dengannya, ikatan hubungan antara keduanya biasanya tidak bisa berlanjut. Ikatan

rasa kasih antara keduanya dapat terlepas. Seperti itu juga wali perempuan,

mereka merasa enggan untuk berbesanan dengan orang yang tidak sesuai dengan

mereka karena mereka akan merasa terhina dengan hal itu. Dengan demikian,

ikatan besanan akan terlepas dan menjadi rapuh sehingga membuat tujuan sosial

dan hasil yang dituju dari perkawinan tidak akan terwujud.

Ulama sepakat menyatakan bahwa kafa’ah merupakan hak seorang wanita

dan walinya. Apabila seorang wali menikahkan seorang wanita dengan seorang

pria yang tidak sekufu dengannya maka wanita ini berhak membatalkan

perkawinan tersebut. Sebaliknya, apabila seorang wanita memilih jodohnya

seorang pria yang tidak sekufu dengannya maka wali berhak menolak dan

menuntut pembatalan perkawinan tersebut.13

Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

عائ ه اهلل صو اهللشتع ا األ مفاء ، قا ىج : قاه س س نح ا ا ىطفن : حخيش سي عيي

ا إىي نح .أ

Dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah saw bersabda,”Pilihkanlah bagi anak-anak

gadis kalian (jodoh yang baik). Menikahlah kaliandengan yang sekufu‟ dan

nikahkanlah anak-anak gadis kalian dengan mereka.”14

Seseorang yang baik kehidupan agamanya tidak sepadan menikah dengan

yang tidak baik kehidupan agamanya. Orang yang mempuyai ketakwaan tinggi,

13

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam 3 (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,

2006), h. 846. 14

Abdullah Shonhaji, Terjemahan Sunan Ibnu Majah Jilid IV (Semarang: CV. Asy Syifa‟,

1993). h. 688.

Page 20: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

8

tidak layak menikah dengan orang yang tidak mempunyai taqwa. Orang yang

mempunyai budi pekerti yang mulia tidak kufu’ mempunyai teman hidup orang

jahat atau tidak berakhlak mulia. Itulah sebabnya implementasi kafa’ah ini

seyogyanya dikaitkan dengan kehidupan keagamaan dan akhlak.15

Untuk dapat terbina dan terciptanya suatu rumah tangga yang sakinah,

mawaddah warrohmah, islam menganjurkan akan adanya kafa’ah atau

kesepadanan antara calon suami istri. Tetapi ini bukan sesuatu hal yang mutlak,

melainkan suatu hal yang perlu diperhatikan guna terciptanya tujuan pernikahan

yang bahagia dan abadi.

Mencari pasangan hidup sebagai suami istri tidaklah mudah, karena cukup

banyak masalah-masalah yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan oleh

masing-masing pihak, sehubung dengan itu hendaklah masing-masing calon

suami istri untuk dapat mencari atau mempelajari sifat-sifat atau tingkah laku

serta memperhatikan watak kepribadian dari calon tersebut, agar tidak ada

penyesalan kemudian hari.

Oleh karena itu, saya terdorong untuk meneliti bagaimana pandangan

dosen Fakultas Syari‟ahUIN Raden Intan Lampung mengenai konsep kafa’ah.

Apakah menurut dosen Fakultas Syari‟ah mengenai kafa’ahtersebut sebagai syarat

dalam perkawinan. Adapun titik fokus dalam penelitian ini adalah bagaimana

pandang dosen Fakultas Syari‟ahUIN Raden Intan Lampung tentang

kontekstualisasi konsep kafa‟ah dalam membentuk rumah tangga sakinah.

15

A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan (Badung: Al-Bayan, 1995), h. 42.

Page 21: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

9

D. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian ini, maka dirumuskan

beberapa masalah:

1. Bagaimana pandangan dosen Fakultas Syari‟ahUIN Raden Intan Lampung

terhadap konsep kafa’ah dalam perkawinan?

2. Bagaimana tanggapan dosen mengenai seseorang yang saling mencintai namun

tidak sekufu’?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menggali informasi dari pandangan dosen Fakultas Syari‟ah UIN Raden

Intan Lampungterhadapkonsep kafa’ah dalam perkawinan.

2. Untuk mengetahui tanggapan dosen mengenai seseorang yang saling mencintai

namun tidak sekufu’

Adapun kegunaan penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan

tentangkafa’ahdalam perkawinan.

2. Secara praktis

Penelitian ini penulis gunakan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar

serjana pada jurusan al-ahwal al-syakhsiyah Fakultas Syariah UIN Raden

Intan Lampung.

Page 22: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

10

F. Metode Penelitian

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

a. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yaitu

penelitian yang datanya diperoleh melalui wawancara dengan beberapa

informan yang sudah dipilih dan ditentukan. Pandangan dosen Fakultas

Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung yang menjadi data pokok yang telah

dipilihdengan berbentuk hasil wawancara. Jenis penelitian ini termasuk

dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu suatu proses penelitian

yang menghasilkan data-data deskriptif yaitu kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang yang diwawancarai dan perilaku yang diamati.16

Dimana

data-data deskriptif tersebut merupakan data yang dikumpulkan berupa

kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.17

Jadi penulis berusaha

semaksimal mungkin menjabarkan mengenai kontekstualisasi konsep

kafa’ah dalam membentuk rumah tangga sakinah yang mana dari

pandangan dosen memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya.

b. Kemudian sifat penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu suatu

metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu

kondisi, suatu sistem pemikiran atau suatu kelas, peristiwa pada masa

16

Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

1999). h. 3 17

Ibid. h. 6.

Page 23: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

11

sekarang.18

Yang dimaksud dengan subjek penelitian adalah dosen Fakultas

Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung.

2. Sumber Data

Sumber data adalah tempat dimana data itu diperoleh. Adapun sumber

data pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang diperoleh

langsung dari hasil wawancara dilengkapi dengan dokumen yang memuat

pandangan dosen mengenai konsep kafa’ah. Sedangkan data sekunder dalam

penelitian ini diperoleh dari hasil pembacaan terhadap literarur-literatur tentang

konsep kafa’ah dan yang berkaitan dengan kajian ini.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Metode wawancara

Wawancara adalah alat pengumpulan informasi dengan cara mengajukan

sejumlah pertanyaan secara lisan dan dijawab secara lisan pula. Ciri-ciri

utama dari wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka antara

pencari informasi dengan sumber informasi.19

Dalam penelitian ini penulis

melakukan wawancara dengan beberapa dosen yang ada di Fakultas

Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa

catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, ledger,

18

Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 63. 19

Margono, Metode Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 54.

Page 24: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

12

dan sabagainya.20

metode ini digunakan untuk memperoleh data yang

berhubungan dan yang berkaitan dengan kafa’ahdalam membentuk rumah

tangga sakinah.

4. Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek/subyek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.21

Yang

menjadi populasi dari penelitian ini yaitu pada dosen Fakultas Syari‟ah UIN

Raden Intan Lampung yang kurang lebih berjumlah 91 orang dengan perincian

dosen tetap 47 orang.22

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti. Dalam penelitian

ini tidak semua populasi akan dijadikan sumber data melainkan diambil

sampelnya saja, antara lainbeberapa dosen tetap Fakultas Syari‟ah yang

memiliki kompetensi dalam bidang ilmu fiqh. Dalam penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dilakukan

dengan cara mengambil subyek bukan didasarkan atas strata, random atau

daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.23

20

Suharsimi Arikunto, Prosedur Suatu Pendekatan Praktis (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),

h. 188. 21

Sugiono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung: Alfabeta, 2001), h. 57. 22

Buku Profil Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan Lampung 2016. 23

Sugiono, Statistika Untuk Penelitian (Bandung: Alfabeta CV, 2011), h. 64.

Page 25: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

13

5. Metode Pengolahan Data

a. Editing

Editing adalah data yang diperoleh, diperiksa untuk mengetahui apakah

masih terdapat kekurangan-kekurangan serta apakah data tersebut sesuai

dengan permasalahan yang akan dibahas.

b. Penandaan data (coding)

Penandaan data adalah pemberian tanda pada data yang diperoleh, baik

berupapenemuan, simbol atau kata tertentu menurut jenis dan sumbernya,

dengan tujuan untuk menyajikan data secara sempurna.

c. Sistematis

Sistematis adalah melakukan penyusunan pokok bahasan secara

sistematis atau berurutan sehingga memudahkan pembahasan.

6. Metode Analisis Data

Untuk menganalisa data dilakukan secara kualitatif, yaitu suatu prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata, tulisan atau

lisan dari orang-orang yang berperilaku yang dapat dimengerti.24

Setelah analisa data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif,

yaitu suatu penjelasan dan penginterpretasikan secara logis, sistematis. Dari

hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas

permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dengan menggunakan cara

berfikir deduktif.

24

Lexy J. Moeloeng, Loc.Cit.

Page 26: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

14

Cara berfikir deduktif adalah metode analisa data dengan cara bermula dari

data yang bersifat umum tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat

khusus.25

25

Sutrisno Hadi, Methologi Research, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1984), h.

42.

Page 27: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

15

BAB II

KONSEP KAFA’AH DALAM PERKAWINAN

A. Pengertian Kafa’ah

Menurut kamus Kontemporer Arab Indonesia karangan Ahmad Zuhdi

Muhdor فء, مفاء, مفاءة م artinya sama, persamaan, dan kesepadanan.26

Sedangkan kata kufu’ berarti sesuatu atau seorang yang setara atau

sepadan dengan sesuatu atau seorang lainnya. Adapun yang dimaksud disini

adalah sepadannya seorang suami dengan istrinya dalam kedudukan, pendidikan,

kekayaan, status sosial, dan sebagainya.27

Kata kufu’ ataukafa’ah dalam perkawinan mengandung arti bahwa

perempuan harus sama atau setara dengan laki-laki, sifat kafa’ah mengandung arti

sifat yang terdapat pada perempuan yang dalam perkawinan sifat tersebut harus

ada pada laki-laki yang mengawininya.28

Kafa’ah adalah suatu hal yang dianggap penting didalam pernikahan,

bukan dalam syahnya akad nikah, bahkan karena hal itu menjadi hak calon istri

dan wali, maka mereka bisa menggugurkannya.29

Beni Ahmad Saebani menjelaskan bahawa pengertian kafa’ah ialah

kesepadanan atau setingkat, yang dimaksud dengan sepadan adalah keadaan dua

pasangan suami istri yang memiliki kesamaan dalam beberapa hal, yaitu:

26

Ahmad Zuhdi Muhdor, Kamus kontemporer Arab-Indonesia,Cet II (Yogyakarta:

Yayasan Ali Maksum, 1996), h. 1511. 27

Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis (Bandung: Penerbit Mizan, 2002), h. 48. 28

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2014), h.

140 29

Aliy As‟ad, Fathul Mu’min Jilid 3, Penerjemah Moh. Tolchah Mansoer (Yogyakarta:

Menara Kudus, 2006), h. 73.

Page 28: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

16

1. Keduanya beragama Islam

2. Memiliki rupa yang tampan dan cantik

3. Keduanya dari keturunan yang baik

4. Keduanya orang kaya

5. Keduanya berpendidikan30

Sedangkan menurut M. Ali Hasan kafa’ah adalah kesetaraan yang perlu

dimiliki oleh calon suami dan istri, agar dihasilkan keserasian hubungan suami

istri secara mantap dalam menghindari cela dalam masalah-masalah tertentu.31

Menurut H.S.A Alhamdani kafa’ah adalah suami seimbang kedudukannya

dengan istrinya dimasyarakat, sama baik akhlaknya dan kekayaannya. Persamaan

kedudukan suami dan istri akan membawa kearah rumah tangga yang sejahtera,

terhindar dari ketidakberuntungan.32

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kafa’ahadalah

kesepadanan yang perlu dimiliki oleh calon suami dan istri agar dihasilkan

keserasian hubungan suami istri dalam rangka menghindarkan ketidakharmonisan

dalam rumah tangga yang nantinya menuju keluarga yang sakinah, mawaddah wa

rahmah.

B. Historisitas Kafa’ah

Memilih seseorang untuk menjadi pendamping yang sesuai dengan kriteria

memang tidak mudah. Banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk menentukan

30

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2 (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 200. 31

M. Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga, cet ke-4 (Jakarta: Predana Media

Group, 2003), h. 33. 32

H.S.A. Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Pustaka Amani,

1989), h. 98.

Page 29: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

17

siapa orang yang tepat. Namun Agama Islam mengatur seluruh aspek kehidupan

termasuk urusan jodoh. Menurut hadist Nabi Muhammad saw, setidaknya ada 4

kriteria ketika seseorang ingin mencari pendamping hidup yaitu:

ش يشة سضي اهلل أب اى ع ، ع شأ ة صي اهلل بيع نح اى ، قاه: ح سي ا عيي ىأس بع ى

ا فاظ ىذ ي ا ا ى ج ا ىحسب ا حش بج يذاك.ى فش بزا ث اىذ ي

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: “Wanita dikawini karena empat

hal: Karena hartanya, karena status sosialnya, karena kecantikannya, dan karena

ketaatannya kepada agama. Pilihlah wanita yang taat kepada agama, maka kamu

akan beruntung.”33

Latar belakang historis dari hadis diatas yaitu Jabir menceritakan bahwa ia

menikah di zaman Rasullah saw, maka Rasullah saw bertanya: “Hai Jabir, sudah

menikahkah engkau?” sudah, wahai Rasullah, jawab Jabir. Rasullah bertanya lagi:

“Apakah isterimu perawan atau janda?” Jabir menjawab: “Sudah janda, wahai

Rasullah”. Maka nabi bersabda: “Kenapa tidak engkau nikahi saja perempuan

yang masih perawan, sehingga engkau dapat bermain dan menggaulinya dengan

mesra?” Jabir menjawab: “Wahai Rasullah, saya ini punya beberapa orang

saudara perempuan. Aku khawatir bahwa isteriku masuk antara saya dengan

mereka (merenggangkan saya dengan saudara-saudara perempuan saya itu).”

Rasul bersabda: “Yah, sudahlah, itu sudah baik. Sesungguhnya perempuan itu

dinikahi . . . .” dan seterusnya bunyihadis diatas.

33

Zainuddin Hamidy, Terjemahan Hadits Shahih Bukhari, (Jakarta: Widjaya, 1992), h.

10.

Page 30: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

18

Perempuan itu dinikahi karena faktor-faktor kebaikan dan ketakwaannya,

kekayaan material dan kecantikannya. Maka Nabi menyuruh faktor mana saja

yang disukai. Akan tetapi faktor yang (taat) beragama adalah yang paling penting

terpenuhi oleh wanita itu, meskipun dia kaya atau miskin dan keduanya (calon

suami dan istri) akan berantakan (rumah tangganya) bila faktor agama itu tidak

diindahkan. Maka memilih jodoh karena faktor agama menolong suami istri

sendiri, serta akan menjadi teladan bagi anak kelak, karena faktor agama akan

mendatangkan kebaikan yang banyak sekali.34

Faktor tersebut adalah unsur ideal kenapa seseorang perempaun dipilih

untuk dijadikan pedamping hidup. Namun yang terpenting dari keempat unsur

tersebut adalah unsur agamanya, karena agama akan menjadi fondasi utama dalam

membangun sebuah keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.

Berbicara tentang sejarah kafa’ah, sedikitnya dimunculkan ada dua teori.

Teori pertama oleh M. M. Bravman yang berpendapat, konsep ini muncul sejak

masa pra Islam. Untuk mendukung teori ini, Bravman menulis beberapa kasus

yang pernah terjadi. Misalnya kasus rencana pernikahan Bilal. Disamping itu, dia

juga menulis dua kasus lain, yang didalam pernikahan itu sendiri dapat dilihat

adanya kafa’ah. Bahkan didalam rencana pernikahan tersebut kata kafa’ah

disebutkan dengan jelas. Teori kedua, dipaparkan oleh Coulson dan Farhat J.

Ziadeh mengatakan, kafa’ah bermula dari Irak, khususnya Kufah dari Abu Hanafi

hidup. Abu Hanafi adalah tokok pendiri mazhab Hanafi. Beliau adalah pencetus

pertama dari konsep kafa‟ah ini, konsep ini muncul karena kekomplekan masalah

34

Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi AD Damsyiqi, Asbabul Wurud 2, Penerjemah

Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim (Jakarta: Kalam Mulia, 1999), h. 19.

Page 31: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

19

dalam masyarakat yang hidup di Irak kala itu. Kompleksitas sebagai akibat

urbanisasi yang terjadi di Irak ketika itu. Urbanisasi melahirkan percampuran

sejumlah etnik, seperti percampuran orang Arab dan non-Arab yang baru masuk

Islam. Untuk menghindari salah pilih dalam pasangan. Teori kafa’ah ini menjadi

niscaya.35

Kafa’ah menjadi sebuah ketentuan yang khas didalam mazhab fiqih yang

ada di Kufah. Kafa’ah menjadi usaha untuk melindungi kepentingan wali didalam

perkawinan demi menjaga nama baik keluarga. Di Kufah, Abu Hanifah

menemukan masyarakat yang sangat beragam dan kompleks dengan kesadaran

kelas yang tinggi, yang tidak dirasakan oleh masyarakat Madinah. Di Kufah,

kelompok-kelompok etnis bercampur baur, tradisi urbanisasi telah lama ada, Arab

dan non-Arab berhadapan, diferensiasi sosial benar-benar memiliki hasil.Hal ini

merupakan faktor penting dikembangkannya konsep kafa’ah oleh mazhab Hanafi

dan kemudian menyebar didaerah lain serta diadopsi oleh mazhab-mazhab

lain.Maka secara historis kontekstual, kafa’ah muncul sebagai respon terhadap

kondisi sosial kemasyarakatan yang berkembang dan kemudian muncul sebagai

aturan hukum, sebagai akibat logis dari aturan hukum perkawinan lain yang sudah

ditetapkan. Pendek kata, argumentasi kemaslahatan perkawinan diterapkan secara

berbeda, karena perbedaan respon terhadap situasi sosial kemasyarakatan dan

logika hukum yang sudah ada.36

35

Siti Jahroh, “Reinterpretasi Prinsip Kafa‟ah SebagainNilai Dasar Dalam Pola Relasi

Suami Istri” https://ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/ahwal/article/viewFile/05203/999diakses 15

Mei 2018 36

Siti Fatimah, “Konsep Kafa‟ah Dalam Pernikahan Menurut Islam” tersedia di:

http://ejournal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/view/56/53diakses 15 Mei

2018

Page 32: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

20

C. Status Kafa’ah dalam Perkawinan

Dalam proses menuju suatu pernikahan yang merupakan pintu gerbang

dalam membangun suatu keluarga yang sakinah, lantaran memilih jodoh yang

tepat sudah merupakan separuh (sebagian) dari suksesnya suatu pernikahan.

Bahkan hal ini penting sekali apabila memang mendambakan suatu kehidupan

keluarga yang harmonis dan melahirkan generasi penerus bangsa.37

Pada dasarnya, suatu pernikahan terjadi apabila saling mencintai, suka

sama suka, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Peminangan (lamaran)

dilakukan sebagai permintaan secara resmi kepada wanita yang akan dijadikan

calon istri atau melalui wali wanita itu. Sesudah itu baru dipertimbangkan apakah

lamaran itu dapat diterima atau tidak.38

Sebelum diadakan peminangan, hendaklah

benar-benar memperhatikan dan memilah milih calon pasangan secara teliti dan

jeli, berdasarkan kriteria-kriteria yang telah dianjurkan oleh agama melalui nash-

nashnya baik al-Qur‟an maupun Hadis nabi. Hal ini harus sepenuhnya

diperhatikan dikarenakan berhubungan dengan kehidupan berumah tangga

nantinya diharapkan tidak ada hal-hal yang akan mengecewakan atau bahkan

memberi dampak buruk bagi perjalanan rumah tangga pasangan suami istri.

أب شع صي اهلل يشة قاه : قاه سسه اهلل ي سي عيي حش ض خ: إرا أحا م يق

فساد عش يض. فخت في األس ض ا حن ، إال حفعي ج فز دي

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila seseorang

yang kalian telah rela perihal akhlaqnya dan agamanya datang (meminang anak

37

Dedi Junaedi, Keluarga Sakinah (Jakarta: Akademika Pressindo, 2007), h. 45. 38

M. Ali Hasan., Op.Cit. h. 23.

Page 33: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

21

gadis) kalian, maka kawinkanlah (anak kalian) dengannya. Jika kalian tidak

kerjakan, niscaya akan timbul fitnah dibumi dan kerusakan yang sangat luas

(besar).”39

Dalam hal memilih pasangan hidup, masalah kafa’ah juga sangat penting.

Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menghindarkan terjadinya

ketidakharmonisandidalam rumah tangga. Dengan adanya kafa’ah dalam

perkawinan diharapkan masing-masing calon mampu mendapat keserasian dan

keharmonisan. Walaupun keberadaan kafa’ah sangat diperlukan dalam kehidupan

perkawinan, namun dikalangan para ulama berbeda pendapat baik mengenai

status kafa’ah ini, apakah penting dalam sebuah perkawinan atau tidak.

Ibnu Hazm berpendapat bahwa kafa’ah tidak penting dalam sebuah

perkawinan, menurutnya antara orang Islam yang satu dengan orang Islam yang

lainnya adalah sama. Semua orang Islam asalkan dia tidak pernah berzina, maka

ia berhak kawin dengan semua wanita muslim yang tidak pernah berzina.40

Sebagian ulama mengatakan mengatakan bahwa kafa’ah bukanlah salah

satu syarat sah perkawinan. Namun sebagian lainnya, Khusus ulama Mazahab

Hanafi mutakhir, mengatakan bahwa kafa’ah merupakan salah satu syarat sah

perkawinan dalam hal-hal sebagai berikut:

1. Apabila seorang wanita baligh berakal menikahkan dirinya sendiri dengan

seorang yang tidak sekufu’ dengannya atau dalam perkawinan itu terdapat

unsur penipuan yang besar, maka dalam hal seperti ayah dan kakek, berhak

39

Abdullah Shonhaji, Terjemahan Sunan Ibnu Majah Jilid IV (Semarang: CV. Asy Syifa‟,

1993), h. 687. 40

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 7, terjemahan oleh Moh. Thalib (Bandung: PT Alma‟arif,

1987), h. 36.

Page 34: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

22

untuk tidak menyetujui perkawinan tersebut sebelum melangsungkannya

akad.

2. Apabila seorang wanita yang tidak cakap bertindak hukum, seperti anak kecil

atau orang gila, dinihkahkan oleh walinya selain ayah atau kakek dengan

seseorang yang tidak sekufu’, maka perkawinan itu rusak, karena tugas wali

terkait dengan kemaslahatan anak wanita tersebut.

3. Apabila ayah dikenal sebagai orang yang pilihannya selalu buruk menikahkan

anak wanita yang belum dewasa dengan seseorang yang tidak sekufu’,

misalnya orang gila atau fasik, maka ulama sepakat menyatakan bahwa

pernikahan ini batal.41

Begitu juga dengan al-Hasan al-Basri, as-Sauri, dan al-Karkhi berpendapat

bahwa kafa’ah bukanlah faktor penting dalam perkawinan dan tidak termasuk

syarat sah atau syarat lazim perkawinan. Menurut mereka, ketidaksekufu’an calon

suami dan calon istri tidak menjadikan penghalang kelangsungan perkawinan

tersebut. Sedangkan jumhur fuqaha, diantaranya adalah ulama empat mazhab

berpendapat bahwa kafa’ah sangat penting dalam perkawinan meskipun kafa’ah

bukan merupakan syarat sah suatu perkawinan dan hanya merupakan syarat lazim

suatu perkawinan.42

Karena kafa’ah tidak termasuk syarat pernikahan sehingga

pernikahan antara orang yang tidak se-kufu‟ akan tetap dianggap memiliki

legalitas hukum. Kafa’ah dipandang hanya merupakan segi afdholiyah saja.

41

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam 3 (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,

2006), h. 845. 42

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam 9, Abdul Hayyie al-Kattani dkk (Jakarta: Gema Insani,

2011) , h. 902.

Page 35: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

23

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa semua manusia

sama dalam hak dan kewajiban, tidak ada keistimewaan antara yang satu dengan

yang lainnya kecuali dengan takwa. Dan mereka juga menyatakan bahwa

penghormatan dan penghargaan terhadap darah seorang dalam hukum pidana

ialah sama saja. Jika yang membunuh adalah orang yang terhormat dan yang

dibunuh adalah orang jelata, maka hukum qishas tetap dijalankan. Jika kekufu’an

diterapkan dalam hukum pidana Islam, maka begitu pula ketentuan dalam

perkawinan seharusnya tidak ditetapkan.

D. Konsep Kafa’ah Menurut Para Ulama dan Perundang-Undangan Indonesia

Tidak disebutkan secara jelas tentang konsep kafa’ah perkawinan dalam

al-Qur‟an, sehingga kriteria yang digunakan untuk menentukan kafa’ah, ulama

berbeda pendapat. perbedaan pendapat dikalangan para ulama ini selain

dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dimana ulama tersebut tinggal, juga

disebabkan karena adanya perbedaan menggunakan dalil-dalil dan cara berijtihad

diantara mereka, sehingga keadaan berijtihad mengakibatkan perbedaan dalam

fiqih sebagai hasil ijtihad, yang secara lengkap diuraikan sebagai berikut:43

Hanafi Maliki Syafi‟i Hambali

Nasab

Islam

Hirfah

Diniyah

Kemerdekaan

Kekayaan

Diniyah

Bebas dari cacat

Nasab

Diniyah

Kemerdekaan

Profesi

Diniyah

Profesi

Kekayaan

Kemerdekaan

Nasab

43

Wahbah az-Zuhaili, Ibid. h. 223.

Page 36: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

24

Ulama sepakat menempatkan diniyah atau tingkat ketaatan beragama

sebagai kriteria kafa’ah bahkan menurut ulama Maliki hanya inilah satu-satunya

yang dapat dijadikan kriteria kafa’ah itu.44

Kesepakatan tersebut didasarkan pada

firman Allah dalam surat as-Sajdah ayat 18:

“Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? mereka

tidak sama.”45

Abu Hanifah sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ahmad,berpendapat

bahwakriteria kafa‟ah hanya terbatas pada faktor agama dannasab saja. Akan

tetapimenurut riwayat lain, madzhab ini juga mengakuikriteria kafa‟ah dari segi

agama, nasab, kemerdekaan, pekerjaan dankekayaan. Sama halnya dengan

madzhab Syafi‟i, mereka mengakui beberapasegi yang perlu diperhatikan dalam

kafa‟ah yaitu agama, nasab, kemerdekaandan pekerjaan.Namun di kalangan para

sahabat Syafi‟i juga ditemukanpendapat yang menyatakan bahwa mereka juga

mengakui kriteria kafa‟ah darisegi bebas cacat.Sedangkan dari kalangan

Hanabilah ditemukan dua sumberyang berbeda. Sumber pertama mengatakan

bahwa Ahmad mempunyai ideyang sama dengan Syafi‟i, dengan catatan Ahmad

mengeluarkan urusan bebasdari aib secara jasmani. Sumber kedua menyebutkan

Ahmad hanyamencantumkan unsur taqwa dan nasab sebagai kriteria kafa‟ah.46

44

Amir Syarifuddin, Op.Cit. h. 141. 45

Departemen Agama RI, Op.Cit. h. 416. 46

Muhammad Abū Zahrah, Al-Ahwāl Asy-Syakhsiyyah (Kairo: Dār al-Fikr al-

Arabi,1957), h. 163.

Page 37: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

25

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masalah kafa’ah dalam

perkawinan menimbulkan perbedaan pendapat dikalangan ulama. Masing-masing

ulama mempunyai batasan yang berbeda mengenai masalah ini. Jika diamati,

perbedaan ini terjadi karena perbedaan pandangan dalam menilai sejauh mana

kafa’ah itu mempunyai kontribusi dalam melestarikan kehidupan rumah tangga.

Dengan demikian, jika suatu segidipandang maupun menjalankan peran dan

fungsinya dalam melestarikan kehidupan rumah tangga, maka bukan tidak

mungkin segi tersebut dimasukkan dalm kriteria kafa’ah. Dari penjelasan

kriteriakafa’ah diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Agama

Semua ulama mengakui agama sebagai salah satu unsur kafa’ah yang

paling esensial. Penempatan agama sebagai unsur kafa’ah tidak ada

perselisihan di kalangan ulama. Hal ini karena Islam menjadi syarat sah dalam

melangsungkan pernikahan. Agama juga dapat diartikan dengan kebaikan,

istiqamah. Mengenai kafa’ah dalam agama, lelaki harus sama dengan

perempuan dalam kesucian dan istiqamah. Apabila lelaki fasik pezina, maka ia

tidak sekufu’ bagi perempuan yang suci, walaupun lelaki telah bertaubat dan

taubatnya sungguh-sungguh, karen taubat dari zina tidak menghapus nama

buruk. Apabila lelaki fasik selain fasik zina, seperti peminum khamar dan

pendusta kemudian bertaubat, maka ia kufu’ bagi perempuan istiqamah. Maka

sepatutnyalah perempuan sekufu’ dengan laki-laki yang menjaga kehormatan

dan kesuciannya.47

47

Mahmud Junus, Hukum Perkawinan Dalam Islam (Jakarta: Al Hidajah, 1388), h. 75.

Page 38: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

26

2. Nasab

Maksud nasab disini adalah keturunan seseorang yang berkenaan dengan

latar belakang keluarganya baik menyangkut suku, kebudayaan, maupun status

sosialnya. Dalam unsur nasab ini terdapat dua golongan yaitu pertama

golongan „Ajam, kedua golongan Arab. Riwayat Hakim dari Ibnu Umar bahwa

Rasullah saw, telah bersabda:

ا قاه : قاه س ش سضي اهلل ع ع اب أ ع اىعشب بعض سي ه اهلل صو اهلل عيي س

أمفاء بعض، ا ى بعض اى {مفاء بعض، اىحا م ا . }س حجا ل أ إىا حا

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu „anhuma bahwa Rasulullah saw.

Bersabda,“Bangsa Arab itu sama derajatnya satu lain, dan kaum mawali (bekas

hamba yang telah dimerdekakan) sama derajatnya satu sama lain, kecuali

tukang tenun dan tukang bekam.” (HR. al-Hakim).48

Dengan ditetapkannya nasab sebagai kriteria kafa’ah, maka orang ajam

dianggap tidak sekufu’ dengan orang Arab baik dari suku Quraisy maupun

suku selain Quraisy. Orang Arab yang tidak berasal dari suku Quraisy

dipandang tidak sekufu’ dengan orang Arab yang berasal dari suku Quraisy.

Selain itu, untuk orang Arab yang berasal dari keturunan Bani Hasyim dan

Bani Muthalib hanya dapat sekufu’ dengan seseorang yang berasal dari

keturunan yang sama, tidak hanya lainnya.49

48

Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram dan Dalil-Dalil Hukum, terjemahan

Khalifaturrahman dan Haer Haeruddin (Jakarta: Gema Isnani, 2013), h. 438. 49

Ahmad bin „Umar Ad-Dairabi, Fiqih Nikah, Penerjemah Heri Purnomo dan Saiful Hadi

(Jakarta: Mustaqiim, 2003), h. 199.

Page 39: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

27

3. Kemerdekaan

Kriteria tentang kemerdekaan ini sangat erat kaitannya dengan masalah

perbudakan. Jumhur ulama selain Malikiyyah memasukkan merdeka dalam

kafa‟ah berdasarkan Al-Qur‟an surat an-Nahl ayat 75:

“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki

yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang kami beri

rezki yang baik dari kami, lalu Dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara

sembunyi dan secara terang-terangan, Adakah mereka itu sama?”50

Ayat diatas mejelaskan bahwa seorang budak dimiliki oleh orang tuanya

dan dia tidak dapat melakukan sesuatu pun termasuk menafkahkan hartanya

sesuai dengan kenginginannya kecuali atas perintah tuannya. Akan tetapi orang

merdeka bebas melakukan sesuatu sesuai dengan keinginannya tanpa

menunggu perintah dari siapapun. Jadi budak laki-laki tidak sekufu‟ dengan

perempuan merdeka, budak laki-laki yang sudah merdeka tidak sekufu‟ dengan

perempuan yang merdeka sejak lahir.51

Menurut Hanafi laki-laki bangsa „Ajam

yang alim, lagi miskin sekufu’ dengan perempuan bangsa Arab yang jahil lagi

kaya, bahkan sekufu’ juga dengan perempuan Syarifah keturunan „Alawiyah.

50

Departemen Agama RI, Op.Cit. h. 272. 51

Sayyid Sabiq, Op.Cit. h. 59

Page 40: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

28

Karena kemuliaan ilmu pengetahuan diatas dari kemuliaan kebangsaan dan

kekayaan. Demikian pendapat Ibnu Hamman dari ulama Hanafiah.52

4. Pekerjaan

Yang dimaksudkan dengan pekerjaan adalah berkenaan dengan segala

sarana maupun prasarana yang dapat dijadikan sumber penghidupan baik

perusahaan maupun yang lainnya. Pekerjaan seseorang adakalanya

menimbulkan perasaan kebanggaan ataupun kehinaan pada dirinya. Oleh sebab

itu, apabila ada seorang wanita dan suatu keluarga yang pekerjaannya

terhormat, tidak sekufu’ dengan laki-laki yang pekerjaannya kasar. Tetapi kalau

pekerjaanya itu hampir bersamaan tingkatnya antara satu dengan yang lain

maka tidaklah dianggap perbedaan. Untuk mengetahui pekerjaan yang

terhormat atau kasar, dapat diukur dengan kebiasaan masyarakat setempat.

Sebab adakalanya pekerjaan terhormat pada suatu tempat, kemungkinan satu

ketika dipandang tidak terhormat disuatu tempat dan masa yang lain.53

5. Kekayaan

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan manusia terdapat

statifikasi sosial, diantara mereka ada yang kaya dan ada yang miskin. Para

ulama mazhab Syafi‟i berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian ada yang

menjadikannya ukuran kufu’. Jadi orang fakir menurut mereka tidak kufu’

dengan perempuan kaya. Mereka berkata pula bahwa kemampuan laki-laki

fakir dalam membelanjai istrinya adalah dibawah ukuran laki-laki kaya.

Sebagian lain berpendapat bahwa kekayaan itu tidak dapat jadi ukuran kufu‟

52

Mahmud Junus, Op.Cit. h. 76. 53

Muhammad Bagir Al-Habsyi, Op.Cit. h. 50.

Page 41: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

29

karena kekayaan itu sifatnya datang dan pergi sewaktu-waktu, dan bagi

perempuan yang berbudi luhur tidaklah mementingkan kekayaan.

Golongan Hanafi menganggap bahwa kekayaan menjadi ukuran kufu’.

Dan ukuran kekayaan disini yaitu memiliki harta untuk membayar mahar dan

nafkah. Bagi orang yang tidak memiliki harta untuk membayar mahar dan

nafkah, atau salah satu diantaranya, maka dianggap tidak kufu’. Dan yang

dimaksud dengan kekayaan untuk membayar mahar yaitu sejumlah uang yang

dapat dibayarkan dengan tunai dari mahar yang diminta.

Tetapi menurut Abu Yusuf, kemampuan atas mahar tidak merupakan

syarat kafa’ah dalam kekayaan. Selama seorang suami mampu memberikan

kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dan nafkah dari satu hari ke hari

berikutnya, maka ia dianggap termasuk kedalam kelompok yang mempunyai

kafa’ah. Abu Yusuf beralasan bahwa kemampuan membayar nafkah itulah

yang lebih penting untuk menjalin kehidupan rumah tangga kelak. Sementara

mahar dapat dibayar siapa saja di antara keluarganya yang mempunyai

kemampuan misalnya bapak atau kakek. Karena kalau perempaun yang kaya

bila berada ditangan suami yang melarat akan mengalami bahaya. Sebab suami

menjadi susah dalam memenuhi nafkahnya dan jaminan anak-anaknya.

Masyarakat juga menganggap kekayaan merupakan suatu kehormayan

sebagaimana keturunan, bahkan nilainya lebih tinggi.54

6. Bebas dari cacat

54

Sayyid Sabiq, Op.Cit. h. 46.

Page 42: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

30

Sebagai kriteria kafa’ah, bebas dari cacat ini hanya diakui oleh ulama

Maliki tapi dikalangan sahabat Imam Syafi‟i ada juga yang mengakuinya.

Sementara mazhab Hanafi maupun Hambali, keberadaan cacat tersebut tidak

menghalangi kufu’nya seseorang. Walaupun cacat tersebut dapat menghalangi

kesekufu’an seseorang, namun tidak berarti dapat membatalkan perkawinan.

Karena keabsahan bebas dari cacat sebagai kriteria kafa’ah hanya diakui

manakala pihak wanita tidak menerimanya. Hanaya pihak perempuan yang

mempunyai hak untuk menerima atau menolak, dan bukan walinya. Karena

resikonya tentu dirasakan oleh perempuan. Akan tetapi jika terjadi kasus

penipuan atau pengingkaran misalnya sebelum perkawinan dikatakan orang

tersebut sehat tapi ternyata cacat maka kenyataan tersebut dapat dijadikan

alasan untuk manuntut fasakh.55

Adapun yang dapat menentukan kufu‟ adalah laki-laki, bukan perempuan.

Laki-laki yang dikenai syarat bahwa ia harus kufu‟ dengan perempuannya,

bukan sebaliknya perempuan harus kufu’ dengan laki-laki.

ج حز ا اعخق ا ث اىي احس ا حعيي احس ا جاس يت فعي ذ ع ما . اجشا ا في

}سا اىبخا س سي{

“Barang siapa yang mempunyai seorang budak perempuan lalu diajarkannya

dengan pelajaran yang baik kepadanya, kemudian dimerdekakan terus

dinikahinya, maka baginya dua pahala.”(H.R. Bukhari dan Muslim)56

55

Sayyid Sabiq, Ibid. h. 47. 56

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-lu’lu Wal Marjan, Penerjemah H. Salim Bahreisy

(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996), h. 488.

Page 43: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

31

Latar belakang keturunan dan harta kekayaan menjadi pertimbangan

dalam memilih calon suami, dimana perempuan yang ingin menikah harus

meminta persetujuan dari orang tua ataupun walinya. Meskipun perempuan

boleh memilih pasangan hidupnyanamun diupayakan agar ia tidak menikah

dengan laki-laki yang derajatnya berada di bawahnya atau di bawah

keluarganya. Sebab menikahkan perempuan dengan laki-laki yang tidak

sekufu’ berarti memberi aib kepada keluarganya. Karena itulah hukumnya tidak

boleh kecuali walinya ridha. Jika wali dan perempuannya ridha maka ia boleh

dinikahkan, sebab wali berhak menghalangi nikahnya perempuan dengan laki-

laki yang tidak sekufu’. Jadi kalau kalau mereka semua setuju semua sudah

setuju maka hilanglah halangannya.

Kafa’ah diukur ketika berlangsungnya akad nikah. Jika selesai akad nikah

terjadi kekurangan, maka hal itu tidaklah mengganggu dan tidak membatalkan

apa yang sudah terjadi, serta tidak mempengaruhi hukum akad nikah, karena

syarat-syarat pernikahannya hanya diukur ketika berlakunya akad nikah. Jika

pada waktu akad nikah pekerjaan suami itu mulia dan mampu memberi nafkah

istrinya atau orang yang saleh, kemudian dikemudian hari terjadi perubahan,

maka akad nikahnya tetap sah. Bila terjadi suami seperti ini, maka istri

hendaklah bersabar dan bertakwa kepada Allah karena dengan sabar dan takwa

kepada Allah SWT niscaya pertolongan akan datang.57

Kafa’ah menjadi perbincangan hampir disemua kitab fiqih dan sama sekali

tidak disinggung oleh undang-undang perkawinan tetapi disinggung sekilas dalam

57

Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqih Munakahat 1(Bandung: CV Pustaka Setia, 1999),

h. 62.

Page 44: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

32

Kompilasi Hukum Islam, yaitu pada pasal 61 dalam membicarakan pencegahan

perkawinan dan yang diakui sebagai kriteria kafa’ah itu adalah apa yang telah

menjadi kesepakatan ulama, yaitu kualitas beragama.

Pasal 61

Tidak se-kufu‟ tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali

tidak se-kufu‟ karena perbedaan agama atau ikhtilafu al-dien.58

Oleh karena itu konsep kafa’ah yang masih memprioritaskan nasab

bertentangan dengan peraturan yang terdapat didalam Kompilasi Hukum Islam

yang hanay bersandar pada agama yang artinya bahwa, tidak ada pencegahan

perkwinan atas dasar tidak sekufu kecuali memiliki perbedaan agama.

Pencegahan perkawinan hanya dapat dilakukan kalau dilakukan atas dasar

hukum Islam dan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini dapat dilihat

bahwa perkawinan antar suku atau antar daerah di Indonesia dengan latar

belakang adat yang berbeda sudah lama dipraktikkan oleh masyarakat, sehingga

tolak ukurnya tidak lagi suku tetapi agama. Hal ini diperkuat lagi Pasal 2 UU No.

1 Tahun 1974 bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaan itu. Kata “itu” diakhiri ketentuan ini

berarti bahwa kepercayaan yang dimaksud terkait dengan agama yang dianut oleh

seorang warganegara.

58

Departemen Agama Republik Indonesia, Kompilasi Hukum Islam (Jakarta, 2011), h. 36.

Page 45: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

33

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing

agamnya dan kepercayaan itu.

(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku.59

Jadi pemilah-milahan antar bangsawan dengan bukan bangsawan atau

keturunan raja dengan bukan keturunan raja merupakan peninggalan dari

kebudayaan tertentu yang melihat orang berkasta-kasta. Hal ini tidak relevan

dengan pandangan kesetaraan dalam Islam.60

Menurut hukum adat, perkawinan

bukan saja merupakan soal mengenai orang-orang yang bersangkutan (sebagai

suami istri), melainkan juga merupakan kepentingan seluruh keluarga dan bahkan

masyarakat adatpun ikut berkepentingan dalam soal perkawinan itu. Bagi hukum

adat perkawinana itu adalah perbuatan-perbuatan yang tidak hanya bersifat

keduniaan, melainkan juga bersifat kebatinan atau keagamaan.61

E. Penerapan Kafa’ah dalam Membangun Rumah Tangga Sakinah

Pada hakikatnya manusia tidak bisa berkembangbiak dengan baik tanpa

adanya perkawinan, karena perkawinan menyebabkan keturunan, dan keturunan

menimbulkan keluarga yang berkembang di masyarakat.Perkawinan juga

merupakan suatu hubungan yang sangat mendasar bagi manusia. Salah satu

59

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2. 60

Yaswirman, Hukum Keluarga (Jakarta: Raja wali Pers, 2013), h. 203. 61

Taufiqrrohman Syahuri, Legislasi Hukum Perkawinaan di Indonesia (Jakarta: Kecana,

2015), h. 64.

Page 46: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

34

persoalan yang menjadi berdebatan dan sering di perbincangkan dalam bidang

perkawinan yaitu tentang masalah kafa’ah.

Kafa’ah sangat menarik dan sering diperbincangkan karena kafa’ah

merupakan salah satu unsur terpenting yang dapat mendorong terciptanya

kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah tangga karena dengan

adanyakafa’ah akan lebih menjamin perempuan dari kegagalan dan kegonjangan

dalam rumah tangga.62

Para ulama empat mazhab menyetujui bahwa yang pokok

dalam kesekufuan adalah segi agama. Kenapa agama itu paling penting dalam

membentuk keluarga, karena apabila calon suami dan calon istri memiliki

perbedaan agama, dalam hal ini akan mengakibatkan tidak terciptanya

keharmonisan dan akan menimbulkan perselisihan. Dalam kondisi masyarakat

Indonesia, misalkan kafa’ah hanyalah dalam hal agama, lain halnya adanya adat

budaya yang mempengaruhi aspek kafa’ah ini berkembang sesuai adat istiadat

misalkan seseorang yang bersuku Lampung harus menikah dengan yang bersuku

Lampung pula, suku Jawa dengan Jawa dan lain-lain, hal ini juga terjadi dalam

masyarakat Arab dimana seseorang laki-laki Arab harus menikah dengan

perempuan bersuku Arab pula, karena dimungkinkan jika memiliki kesamaan

suku akan lebih mudah bersosialisasi baik antar personal suami dan istri, begitu

pula bergaul dan berinteraksi dengan kedua keluarga besar. Pada masa modern

sekarang ini pendidikan juga memiliki andil dalam kafa’ah, Jika seseorang

memiliki pendidikan yang sama akan lebih mudah utuk bersosialisasi dalam

berbagai hal, baik dalam interaksi, interpersonal maupun lingkungan disekitar

62

Sayyid Sabiq, Op.Cit. h. 36.

Page 47: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

35

dalam keluarga dan masyarakat.63

Meskipun demikian Allah swt menempatkan

manusia sama dalam hal derajat dan kedudukannya. Hal ini disebutkan dalam QS.

Al-Hujurat ayat 13 :

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia

diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”64

Apabila pernikahan yang dilakukan oleh dua calon pasangan suami istri

tidak memerhatikan prinsip kesetaraan, rumah tangganya akan mengalami

kesulitan untuk saling beradaptasi, sehingga secara psikologi keduanya akan

terganggu. Misalnya, suaminya anak konglomerat, sedangkan istrinya anak orang

melarat. Kemungkinan besar jika terjadi konflik, pihak istri yang miskin akan

mudah dihinakan oleh pihak suaminya. Demikian pula sebaliknya. Oleh karena

itu, prinsip kesetaraan dilaksanakan untuk dijadikan patokan dalam membentuk

rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah.65

Namun keadaan manusia itu tidak selalu sempurna dan selalu saja ada

kekurangannya, sehingga jarang sekali didapati seseorang calon suami atau calon

63

Siti Fatimah, “Konsep Kafa‟ah Dalam Pernikahan Menurut Islam” tersedia di:

http://ejournal.staidarussalamlampung.ac.id/index.php/assalam/article/view/56/53diakses 15 Mei

2018 64

Departemen Agama RI, Op.Cit. h. 517. 65

Beni Ahmad Saebani, Op.Cit. h. 200.

Page 48: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

36

istri yang memiliki faktor-faktor tersebut secara menyeluruh. Apabila faktor-

faktor tersebut tidak dimiliki dan didapati seluruhnya, maka yang harus

diutamakan adalah faktor agama. Sebab berbeda agama mempunyai kemungkinan

kegagalan yang lebih besar daripada yang seagama. Tercapainya tujuan

pernikahan memang tidak mutlak ditentukan oleh faktor kesepadanan semata,

tetapi hal tersebut bisa menjadi penunjang yang utama dan faktor agama serta

akhlaklah yang lebih penting dan harus diutamakan.

F. Kedudukan Kafa’ah Dalam Membentuk Rumah Tangga Sakinah

Salah satu pertimbangan dalam menentukan calon pasangan baik suami

maupun istri adalah pertimbangan kafa’ah. Tujuan disyari‟atkannya kafa’ah

adalah untuk menghindari celaan yang terjadi apabila pernikahan dilangsungkan

antara sepasang mempelai yang tidak sekufu’ (sederajat) dan juga demi

kelanggengan kehidupan pernikahan, sebab apabila kehidupan pasangan suami

istri sebelumnya tidak jauh berbeda tentunya tidak terlalu sulit untuk saling

menyesuaikan diri dan lebih menjamin kelangsungan kehidupan rumah tangga.66

Para Imam empat mazhab menyatakan bahwa kafa’ah adalah syarat lazim

dalam perkawinan bukan syarat sah sebuah akad pernikahan. Jika perempuan

yang tidak setara maka akad tersebut sah. Sedangkan syarat sahnya pernikahan

adalah apabila syaratnya terpenuhi, maka terjadilah pernikahan. Syarat pertama

adalah halalnya seorang perempuan bagi suami yang menjadi pendampingnya.

Artinya tidak diperbolehkan perempuan yang hendak dinikahi itu berstatus

66

Mufidah, Psikologi Keluarga Islam (Malang: UIN Maliki Press, 2013), h. 77.

Page 49: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

37

sebagai muhrimnya dengan sebab apapun, yang mengharamkan pernikahan

mereka berdua, baik itu bersifat sementara maupun selamanya. Syarat yang kedua

adalah saksi yang mencakup hukum kesaksian dalam pernikahan. Dengan

demikian kafa’ah hukumnya adalah dianjurkan.67

Islam pada dasarnya tidak menetapkan bahwa seorang laki-laki hanya

boleh menikah dengan perempuan yang sama dengannya. Islam juga tidak

menjadikan perbedaan kedudukan, harta, pendidikan, suku maupun fisik sebagai

penghalang dalam pernikahan, karena Islam tidak membuat aturan mengenai

kafa’ah, tetapi manusialah yang menetapkannya, sebab yang menjadi ukuran

dalam Islam adalah agamanya dan Islam memandang bahwa manusia diciptakan

adalah sama. Ada hal yang dapat mempengaruhi terjadinya kerukunan dalam

rumah tangga yaitu antara suami istri memiliki kesepadanan. Keharmonisan dan

kebahagiaan dalam suatu rumah tangga sangat ditentukan oleh keharmonisan

pasangan tersebut. Tidak diragukan lagi jika kedudukan antara laki-laki dan

perempuan sapadan, maka suami istri akan terhindar dari kegagalan atau

kegoncanan rumah tangga.68

Bahwa manusia itu sama dalam hak-hak dan kewajiban, mereka tidak

lebih utama dari kecuali dengan ketakwaan. Sedangkan selain ketakwaan yang

berdasarkan nilai kepribadian yang berlandaskan tradisi dan adat istiadat, maka

pasti diantara manusia saling memiliki perbedaan. Ada perbedaan dalam sisi

rezeki dan kekayaan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalan surat an-Nahl ayat

71:

67

Wahbah az-Zuhaili, Op.Cit. h. 223. 68

Anshari Taslim, Indahnya Nikah Sambil Kuliah, (Jakarta: Cendekia Sentra Muslim,

2005), h. 181.

Page 50: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

38

“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal

rezki”69

Secara akal pun, yang namanya kafa’ah ini sangat diterima, karena sudah

menjadi pengetahuan umum yang semua orang tahu, bahwa kesamaan status dan

kesepadanan strata antara kedua pasangan itu menjadi salah satu faktor

keharmonisan keluarga, karena bagaimana pun kafa’ah mempunyai pengaruh atas

lancar atau tidaknya sebuah hubungan keluarga. Maka kafa’ah ini sebagai faktor

yang dapat mewujudkan rumah tangga yang sakinah dan menjadi bahan

perhitungan juga.

Namun walaupun kafa’ah ini dianjurkan oleh Islam dalam memilih calon

suami dan calon istri, tetapi tidak menentukan sah atau tidaknya perkawinan.

Kafa’ah adalah hak bagi wanita dan walinya dan kafa’ah atau tidaknya pasangan

tersebut dilihat dari perempuannya bukanya dari laki-laki. Perempuanlah yang

dijadikan patokan apakah laki-laki jodohnya itu sekufu’ dengannya atau tidak.

Karena sesuatu perkawinan yang tidak seimbang atau serasi akan menimbulkan

problema berkelanjutan dan besar kemungkinan menyebabkan terjadinya

perceraian. Namun semua itu juga tergantung kepada pasangan tersebut yang akan

menjalankan bahtera kehidupan rumah tangga kedepannya. Kisah pernikahan

Fathimah binti Qais dengan Usamah bin Zaid merupakan gambaran bahwa

kedudukan dan kehormatan bukan merupakan aspek utama kafa’ah, Fathimah

69

Departemen Agama RI, Op.Cit. h. 274.

Page 51: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

39

binti Qais adalah perempuan terhormat, cantik dan termasuk golongan orang

hijrah yang pertama, sedangkan Usamah bin Zaid adalah seorang budak, padahal

ketika itu Mu‟awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm datang meminang.

Mu‟awiyah adalah seorang bangsawan. Dilihat dari aspek ini, Mu‟awiyah sangat

pantas untuk memperistrinya, tetapi Rasulullah menyuruh Fatimah binti Qais

untuk menikah dengan Usman bin Zaid.70

Sehingga ketika itu Allah swt berfirman

dalam surat Al-Hujurat ayat 13:

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia

diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”71

Ayat diatas menegaskan bahwa orang yang paling mulia disisi Allah

adalah orang yang paling bertakwa. Maka ayat tersebut menunjukkan bahwa

kemuliaan itu ditentukan oleh ketakwaan kita. Sebenarnya menurut Iman Malik,

kafa’ah ini khusus untuk kesepadanan dalam agama, iman taqwa dan juga

akhlaknya. Bahwa orang yang bagus agamanya, ia sekufu’ dengan pasangan yang

70

Mohammad Fuazil Adhim, Di Ambang Pernikahan (Jakarta: Gema Insani Press, 2002),

h. 74. 71

Departemen Agama RI, Op.Cit. h, 517.

Page 52: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

40

bagus pula agamanya. Imam Syafi‟i pun mendukung pendapat ini. Bahwa kafa’ah

berlaku dalam bidang agama.

Page 53: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

41

BAB III

GAMBARAN UMUM DAN PANDANGAN DOSEN

TERHADAP KONSEP KAFA’AH

A. Gambaran Umum Fakultas SyariahUIN Raden Intan Lampung

1. Sejarah dan Perkembangan

Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan Lampung merupakan salah satu dari

lima Fakultas di lingkungan IAIN Raden Intan Lampung saat ini. Keberaaan

Fakultas ini mempunyai sejarah yang panjang sejak didirikan pada tahun 1968.

Sejarah berdirinya Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan Lampung tidak terlepas

dari sejarah berdirinya IAIN Raden Intan Lampung, yaitu melalui musyawarah

Alim Ulama Daerah Lampung di Metro sebagai ibu kota Lampung Tengah

ketika itu, dalam rangka membentuk Yayasan Sejahtera Islam Lampung

(YKIL) pada tahun 1963, yang membidani berdirinya Perguruan Tinggi Agama

Islam (PTAI). Pada tahun itulah (1963) berdirinya PTAI dengan membuka 2

(dua) Fakultas, yaitu Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Syari‟ah di Lampung di

bawah binaan dan santunan YKIL dengan lokasi perkantoran dan perkuliahan

ditempatkan di aula Fakultas hukum Unsri jalan Hasanuddin No. 1

Telukbetung. Setelah berjalan beberapa bulan perkuliahan kedua Fakultas

tersebut dialihkan ke Masjid Jami‟ Lungsir Telukbetung, yang sekarang

bernama masjid Jami‟ al-Furqon. Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan didirikan

bersama dengan peresmian IAIN Raden Intan Tanjungkarang dengan Surat

Keputusan (SK) Menteri Agama RI Nnomor 187 Tahun 1968 tanggal 26

Page 54: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

42

Oktober 1968 pada masa kepemimpinan Rektor pertama Muktamar Hasan,

S.H. yang berlokasi di Jalan Raden Fattah Kaliawi Tanjungkarang.Pada masa

transformasi menjadi perguruan tinggi negeri berdasarkan SK Menteri Agama

RI No. 187 tahun 1968, Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan Lampung

memiliki dua jurusan yaitu Jurusan Peradilan Agama atau Qodho‟ dan Jurusan

Perdata Pidana Islam. Sesuai dengan kebijakan Departemen Agama (sekarang

Kementerian Agama) pada tahun 1995, maka dua jurusan tersebut

dikembangkan menjadi tiga program studi, yaitu al-Ahwal al-Syakhsiyah (AS)

atau hukum keluarga/perdata, Mu‟amalah (M) atau Hukum Ekonomi dan

Bisnis, dan Jinayah Siyasah (JS) yang kemudian berubah menjadi jurusan

Siyasah (S) atau Hukum Tata Negara. Pada tahun 2006 fakultas Syari‟ah

membuka lagi jurusan Ekonomi Islam (EI) dan pada tahun 2013 dibuka lagi

jurusan baru Perbankan Syari‟ah (PS). Jadi sampai pertengahan tahun 2015

Fakultas Syari‟ah menyelenggarakan lima jurusan, yaitu Hukum Keluarga,

Hukum Ekonomi dan Bisnis, Hukum Pidana dan Politik, Ekonomi Islam dan

Perbankan Syari‟ah, sedangkan pada tahun 2016 Fakultas Syari‟ah

menyelenggarakan konsentrasi ilmu hukum dan kelas internasional. Sejalan

dengan pengembangan kelembagaan yang dilakukan Direktorat Jendral

Pendidikan Tinggi Islam (Dirjen Pendis), maka pada tahun 2015 dibuka

fakultas baru yaitu Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) sebagai

pengembangan (pecahan) dari Fakultas Syari‟ah. Dua jurusan yang ada

sebelumnya ada di Fakultas Syari‟ah yaitu Ekonomi Islam dan Perbankan

Syari‟ah turut dipindah keseluruhannya, baik mahasiswa lama dan baru

Page 55: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

43

maupun dosennya, ke FEBI tersebut. Dengan demikian Fakultas Syari‟ah

menyelenggarakan empat jurusan, yaitu Hukum Keluarga (AS), Hukum

Ekonomi dan Bisnis (M), Hukum Pidana dan Politik yang berubah menjadi

Hukum Tata Negara atau Siyasah (S) dan Ilmu Hukum (IH), tersebut

dibentuknya kelas internasional untuk jurusan Siyasah.72

2. Visi, Misi dan Tujuan Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung

a. Visi : Menjadikan Fakultas yang unggul dan komperatif dalam pendidikan,

pengkajian dan pengembangan hukum Islam dan ilmu hukum secara

integratif, yang berwawasan keIslamian, kemanusiaan, dan keindonesiaan,

baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional.

b. Misi :

1)Melaksanakan pendidikan yang berkualitas dalam hukum Islam dan ilmu

hukum terkait secara integratif, baik dalam bidang hukum perdata atau

keluarga, hukum ekonomi, hukum tata negara, hukum pidana, dan

sebagainya.

2) Melakukan penelitian, pengkajian dan pengembangan hukum Islam

dan ilmu hukum terkait di bidangnya.

3) Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat sesuai bidangnya serta

kerjasama yang simbiotif dengan berbagai lembaga dalam dan luar

negeri.

72

Buku Profil Fakultas Syari‟ah IAIN Raden Intan Lampung 2016.

Page 56: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

44

c. Tujuan:

1) Melahirkan sarjana hukum yang beriman, bertakwa, dan berakhlak

mulia.

2) Menghasilkan sarjana hukum bidang keIslamian dan ilmu hukum yang

ahli dan profesional dalam memutuskan dan menyelesaikan persoalan

hukum yang terjadi serta melaksanakan tugas pelayanan masyarakat

sesuai dengan disiplin keahlian hukum.

3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung periode

2015-2019 terdiri dari pimpinan fakultas, sub-sub bagian, jurusan/program

studi, lembaga-lembaga atau pusat-pusat kajian. Sruktur tersebut dapat dilihat

dalam uraian di bawah ini:

a. Pimpinan

1) Dekan : Dr. Alamsyah, M.Ag.

2) Wakil Dekan I : Dr. H. Khairuddin Tahmid, M.H.

3) Wakil Dekan II : Drs. H. Haryanto, M.H.

4) Wakil Dekan III : Drs. H. Chaidir Nasution, M.H.

b. Kepala Bagian Tata Usaha dan Kasubag

1) Kabag Tata Usaha : Drs. H. Aziz Mohadi, M.M

2) Kasubag Akademik dan : Drs. Muhammad Kirom

Kemahasiswaan

3) Kasubag Umum, : Suciati M. SH

Page 57: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

45

Kepegawaian, dan

Keuangan

c. Ketua-Ketua Prodi

1) Ketua Jurusan AS : Marwin, S.H., M.H.

Sekretaris : Gandhi Liyorba Indra, S.Ag., M.Ag.

2)Ketua Jurusan Muamalah : Dr. H. A. Khumedi Ja‟far, S.Ag., M.H.

Sekretaris : Khoirudin, S.Th.I., M.S.I.

3)Ketua Jurusan Siyasah : Drs. Susiadi AS, M.Sos.I.

Sekretaris : Frenki, S.E.I., M.S.I.

4. Program Studi

Fakultas Syari‟ah UIN Raden intan Lampung pada saat ini memiliki 3

jurusan atau program studi sebagai berikut:

a. Prodi Hukum Keluarga (Al-Ahwal Al-Syakhsiyah)

Jurusan (Prodi) ini meyiapkan sarjan muslim yang mempunyai

keahlian dibidang hukum Kekeluargaan dalam Islam (Perkawinana, waris,

wakaf, hibah, wasiat, dan lain-lain). Mampu mengkaji mendalami dan

meneliti problematika hukum kekeluargaan serta mampu mengembangkan

teori dan konsep hukum kekeluargaan dalam Islam sehingga diharapkan

dapat diaplikasikan dan disebarluaskan dalam masyarakat. Program Studi

Hukum Keluarga (Al-Ahwal Al-Syakhsiyah) ini telah terakreditasi oleh

Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi dengan nilai B.

Page 58: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

46

1) Visi : Program Studi Hukum Keluarga (Al-Ahwal Al-Syakhsiyah) ini

adalah menjadi pusat pendidikan, pengkajian, dan pengembangan

Hukum Keluarga berbasis ilmu syari‟ah, yang unggul, kompetitif,

inovatif dan responsif terhadap perkembangan persoalan kemanusiaan

dan berdaya saing global pada tahun 2023.

2) Misi :

a) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di bidang hukum

keluarga, baik yang bersifat teoritis maupun praktis.

b) Melakukan pengkajian dan pengembangan ilmu syari‟ah dan ilmu

hukum di bidang hukum perdata yang berbasis penelitian.

c) Melaksanakan pengabdian pada masyarakat guna membangun

kehidupan keluarga harmonis berdasarkan hukum keluarga serta

menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga luar.

3) Tujuan :

a) Menghasilkan sarjana hukum yang beriman, bertakwa, dan

berkhlak mulia.

b) Menghasilkan sarjana yang menguasai hukum keluarga dan hukum

keperdataan, baik hukum Islam maupun ilmu hukum, serta maupun

menyelesaikan persoalan dan melakukan pelayanan sesuai dengan

bidang keahliannya.

Page 59: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

47

b. Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah)

Jurusan ini menyiapkan sarjana muslim yang mempunyai keahlian

dalam sidang Muamalah, dengan kajian utama Hukum Perikatan dan

Bisnis Syari‟ah serta menyiapkan mahasiswa untuk memiliki pengetahuan

tentang kaidah-kaidah muamalah kebendaan, hak milik dan sosial budaya,

memiliki keterampilan dalam menejemen perusahaan, asuransi dan

lembaga keuangan Islam lainnya.Program studi Hukum Ekonomi Syari‟ah

atau Mu‟amalah ini telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional

Perguruan Tinggi dengan nilai A.

1) Visi : Program Studi Hukum Ekonomi Syari‟ah adalah menjadi pusat

pendidikan, pengkajian, dan pengembangan Hukum Ekonomi berbasis

ilmu Syari‟ah yang unggul, kompetitif, inovatif dan responsif terhadap

perkembangan hukum dan ekonomi yang berdaya saing global pada

tahun 2023.

2) Misi :

a) Melaksanakan pendidikan, pengkajian dan pengembangan Hukum

Ekonomi dan ilmu ekonomi berbasis syari‟ah baik teoritis maupun

praktis.

b) Mengembangkan sistem ekonomi dan lembaga keuangan dengan

berbasis kepada prinsip-prinsip syari‟ah.

c) Melaksanakan pengabdian pada masyarakat di bidang Hukum dan

Ekonomi Syari‟ah serta menjalin kerjasama yang baik dan

Page 60: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

48

menguntungkan dengan lembaga-lembaga terkait, pemerintah dan

swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri.

3) Tujuan :

a)Menghasilan sarjana hukum yang beriman, bertakwa, berakhlak

mulia dan memiliki penguasaan hukum ekonomi syari‟ah.

b) Menghasilkan serjana yang mampu menyelesaikan persoalan

hukum dan ekonomi kemasyarakatan yang terjadi dan

melaksanakan pelayanan sesuai dengan disiplin keahlian di

bidang hukum ekonomi syari‟ah.

c. Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Jurusan Siyasah bertujuan meyiapkan sarjana muslim yang mengetahui

Hukum Tata Negara yang memiliki keterampilan dalam memberikan

pendapat atau fatwa dalam Hukum Pidana Islam serta mempunyai

Kompetensi tentang konstalasi dan pengembangan Ilmu Tata Negara dan

Pemerintahan dalam Islam serta mengaplikasiannya. Program Studi

Hukum Tata Negara (Siyasah) ini telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi

Nasional Perguruan Tinggi dengan nilai B.

1) Visi : Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) adalah menjadi

pusat pendidikan, pengkajian, dan pengembangan ilmu hukum tata

negara yang berbasis ilmu syari‟ah dan ilmu hukum yang unggul,

kompetitif, inovatif, dan responsif terhadap perkembangan persoalan

kontemporer dan berdaya saing global pada tahun 2023.

Page 61: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

49

2) Misi :

a) Melaksanakan pendidikan dan pengajaran hukum tata negara yang

berbasis ilmu-ilmu syari‟ah dan ilmu hukum, baik teoritis maupun

praktis.

b) Melakukan pengkajian dan pengembangan Hukum Tata Negara

dengan berbasis penelitian.

c) Melakukan pengabdian untuk membangun sistem ketatanegaraan

dan pemerintahan sesuai dengan nilai-nilai prinsip syari‟ah.

d) Menjalin kerjasama yang baik dan menguntungkan dengan

lembaga-lembaga terkait, pemerintahan dan swasta, baik dalam

negeri maupun luar negeri.

3) Tujuan :

a) Menghasilkan sarjana hukum yang beriman, bertakwa dan

berakhlak mulia.

b) Menghasilkan sarjana yang menguasai hukum tata negara dan

pemerintahan serta mampu mengimplementasikannya sesuai

dengan nilai-nilai syari‟ah.

c) Menghasilkan sarjana yang mampu menyelesaikan persoalan tata

negara, pemerintahan dan perundang-undangan yang terjadi dan

melakukan pelayanan sesuai dengan keahliannya di bidang hukum

tata negara.

Page 62: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

50

5. Paradigma Keilmuan

Pendidikan di Fakultas Syari‟ahUIN Raden intan Lampung dirancang

untuk mencetak sarjana hukum yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia,

yang menguasai hukum Islam dan ilmu hukum terkait sesuai bidangnya, secara

integratif dan interdisipliner yang kokoh dan mendalam. Struktur leilmuan

Fakultas Syari‟ah dan Hukum berakar dari al-Qur‟an dan as-Sunnah sebagai

sumbernya, yang ketika ditafsirkan melalui ilmu al-Qur‟an dan al-Hadis, lalu

melahirkan ilmu fikih atau ilmu hukum Islam, sebagai dari ilmu-ilmu

keIslaman secara umum. Sebagai ilmu yang memuat aturan-aturan praktis

kehidupan manusia, maka ilmu fikih terpolarisasi menjadi ilmu bidang besar

hukum Islam, yaitu fikih ibadah (hukum ibadah ritual), fikih mu‟amalah

(hukum ekonomi-bisnis), fikih munakahat (hukum keluarga/perdata), fikih

jinayah (hukum pidana), dan fikih siyasah (hukum tata negara dan politik).

Oleh karena itu, kajian-kajian hukum keluarga dengan mata kuliah inti

fikih munakat dilakukan secara terpadu dengan hukum perdata, psikologi

hukum keluarga,mediasi dan advikasi. Kajian hukum ekonomi berbasis pada

fikih mu‟amalah dilaksanakan secara menyatu dengan kajian ilmu ekonomi

dan ilmu sosial umumnya. Demikian pula kajian hukum tata negara yang

berbasis kepada kajian fikih siyasah diintegrasikan dengan berbasis disiplin

ilmu terkait, seperti ilmu hukum tata negara, ilmu politik, dan sebagainya.

Page 63: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

51

B. Dosen Tetap Yang Menjadi Narasumber di Fakultas Syari’ah UIN Raden

Intan Lampung

Obyek dalam penelitian ini adalah dosen yang memiliki kompetensi dalam

bidang fiqh secara umum di Fakultas Syari‟ah. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang membahas mengenai kafa’ah. Tetapi hanya dosen tetap saja yang menjadi

informan. Adapun dosen tetap Fakultas Syari‟ah yang menjadi informan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Drs. Khoirul Abror, M.H.

Beliau merupakan dosen mata kuliah fiqh ibadah di Fakultas Syari‟ah dan

beliau juga telah menulis buku mengenai Hukum Perkawinan dan Perceraian

yang menjelaskan bahwa beliau pun membidangi fiqh munakahat.

2. Dra. Firdaweri, M.H.I.

Beliau merupakan dosen senior mata kuliah fiqh munakahat di Fakultas

Syari‟ah dan beliau pernah menjabat Lektor Kepala Mata Kuliah Fiqh pada

tahun 1997.

3. Drs. H. Muhammad Rusfi, M.Ag.

Beliau adalah dosen yang mengajar mata kuliah ushul fiqh

4. Rohmat, S.Ag., M.H.I.

Beliau adalah dosen yang mengajar mata kuliah fiqh jinayah sekaligus ilmu

falak

5. Dr. H. A.Khumedi Ja‟far, S.Ag., M.H.

Page 64: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

52

Beliau merupakan dosen tetap di Fakultas Syari‟ah yang membidangi fiqh

muamalah. Beliau sekarang menjabat sebagai ketua Jurusan Muamalah dan

beliau baru saja mendapatkan gelar Doktor dalam bidang Hukum Keluarga.

6. Abdul Qodir Zaelani, S.H.I., M.A.

Beliau adalah dosen yang mengajar mata kuliah fiqh mawaris dan beliau juga

mengelola lembaga kajian redaksi al-„Adalah sebagai pemimpin.

7. Yufi Wiyos Rini Masykuroh, S.Ag., M.Si.

Beliau merupakan dosen yang mengajar mata kuliah fiqh ibadah.

C. Pandangan Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung

TehadapKonsep Kafa’ah

Kafa’ah merupakan suatu hal yang yang perlu diperhatikan dalam memilih

calon pasangan agar tidak terjadi kesenjangan antara kedua belah pihak. Kafa’ah

sendiri pun bukanlah suatu hal yang dijadikan sebagai syarat dalam perkawinan.

Walaupun bukan menjadi syarat dalam perkawinan para ulama banyak berbeda

pendapat mengenai hal ini.

Beberapa tanggapan dosen Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung

mengenai konsep kafa’ahyang mempunyai spesifikasi dalam bidang ilmu Hukum

Perkawinan yaitu dosen-dosen yang mengajar dalam bidang ilmu Fiqh. Terdapat

beberapa pertanyaan yang diajukan mengenai kafa’ah, antara lain mengenai

tanggapan tentang kafa’ah dalam rumah tangga, apa saja kriteria kafa’ah, setuju

atau tidak bahwa kafa’ahdijadikan konsep untuk mewujudkan keharmonisan

rumah tangga, bagaimana dengan seseorang yang sudah saling mencintai tetapi

Page 65: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

53

tidak sekufu’, adakah hal-hal selain dalam konsep kafa’ah untuk mencapai rumah

tangga rumah tangga yang harmonis. Diantara beberapa dosen yang diwawancarai

antara lain:

1. Menurut bapak Drs. Khoirul Abror, M.H,73

mengenai tanggapan beliau tentang

kafa’ah dalam rumah tangga, beliau mengatakan bahwakafa’ah itu seimbang atau

seirama baik dengan laki-laki maupun perempuan, baik seirama dalam hal

pendidikan ekonomi dan ilmu pengetahuan, tetapi tidak harus sama tetapi tidak

pula jauh secara keseimbangannya.

Lalu kriteria kafa’ah menurut beliau yaitu seirama dalam hal pendidikan,

dalam hal ekonomi dan seirama dalam hal pengetahuan. Namun yang paling

utama yaitu dalam hal umur yaitu jarak antara umur laki-laki dan perempuan tidak

jauh berbeda.

Beliau setuju bahwa kafa’ahdijadikan konsep untuk mewujudkan

keharmonisan rumah tangga dengan syarat laki-laki harus seimbang, kemudian

antara wali dan laki-laki tidak bermusuhan, dan laki-laki pun sanggup membayar

mas kawin.

Ketika ada seseorang yang saling mencintai tetapi dia tidak sekufu’ itu bukan

menjadi hal yang dipermasalahkan tetapi setidaknya antara laki-laki dan

perempuan itu seagama, karena didalam KHI juga sudah jelas bahwa tidak sekufu’

tidak dapat menghalangi untuk menikah kecuali karna tidak sekufu’ dalam hal

agama. Karena kalau berbicara tentang kafa’ah sama halnya berbicara masalah

ijbar. Hak ijbar itu orang tua memaksakan anak gadisnya menikah dengan laki-

73

Wawancara dengan bapak Khoirul Abror, Bandar Lampung, 02 Februari 2018.

Page 66: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

54

laki tanpa izin dari gadis yang bersangkutan tetapi dengan pertimbangan dan

syarat tertentu, karena sering kali perempuan tidak pandai memilih jodohnya

dengan tepat. Maka disitu baru muncullahkafa’ah karena kafa’ah memang harus

diperhatikan benar.

Hal-hal selain dari konsep kafa’ah untuk mencapai rumah tangga yang

harmonis adalah tidak ada permusuhan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya

saling menjaga perasaan masing-masing dan saling menghormati agar tidak

adanya permusuhan karena tidak ada permusuhan itu wajib.

2. Menurut ibu Dra. Firdaweri, M.H.I.74

dianjurkannya didalam perkawinan itu

adanya kafa’ah tetapi kafa’ah yang dikatakan dalam hadits bahwa wanita

dinikahkan karena empat hal yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya

dan agamanya. Pilihkan wanita karena agamanya maka kamu akan beruntung.

Kriteria kafa’ah itu hanya ada emapat yaitu harta, keturunan, kecantikan dan

agama tetapi yang paling ditekankan dalam Islam adalah agama. Tetapi kalau bisa

selain agama disamping itu ada unsur-unsur lain yaitu pendidikan.

Beliau mendukung bahwa kafa’ah dapat menimbulkan keharmonisan dalam

rumah tangga, bila terjadi kesenjangan dalam rumah tangga dikhawatirkan akan

menimbulkan konflik karena kedua belah pihak tidak memahami satu sama lain.

Tidak apa-apa ketika laki-laki dan perempuan tidak kafa’ah akan melangsungkan

pernikahan asal terpenuhinya rukun dan syarat karena kafa’ah itu bukan rukun

dan syarat dalam pernikahan, tetapi ketika akan melihat harmonis dan tidak

harmonisnya itu dilihat setelah menikah.

74

Wawancara dengan ibu Firdaweri, Bandar Lampung, 05 Februari 2018.

Page 67: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

55

Untuk mencapai rumah tangga yang harmonis adalah hak dan kewajiban, namun

hak dan kewajiban suami istri itu bisa bergeser dengan kemajuan zaman sekarang,

contohnya istri harus memasak nasi, memasak nasi itu bisa digantikan dengan alat

elektronik, tetapi hak dan kewajiban hubungan seks tidak bisa bergeser namun

hak dan kewajiban yang lain bisa bergeser asalkan keduanya bisa menerima.

Memenuhi dan menerima hak dan kewajibannya itu sudah menimbulkan

keharmonis dalam kehidupan rumah tangganya. Karena kafa’ah itu hanya

sebagian kecil dari keharmonisan rumah tangga bukan penentunya, penentu

kebahagiaan itu hak dan kewajiban.

3.Menurut bapak Drs. H. Muhammad Rusfi, M.Ag.75

beliau mengatakan bahwa

kafa’ah itu persamaan, kedudukan, sederajat dan sama agamanya dengan calon

pasangan.

Kriteria kafa’ah yang paling utama adalah agamanya karena agama merupakan

pondasi dari semuanya. Selain agamanya status sosial juga perlu diperhatikan

karena status sosial yang ningrat dengan yang ningrat juga belum menjamin

kebahagiaan tetapi tidak menjadi patokan dan jangan terlalu jauh juga statusnya

nanti akan canggung didalam rumah tangga. Maka kafa’ah ini harus diperhatikan

tetapi yang paling diutamakan adalah agamanya.

Beliau setuju bahwa salah satu yang dapat mewujudkan keluarga harmonis itu

adalah konsep kafa’ah ini. Namun ketika ada seseorang yang sudah saling

mencintai namun tidak sekufu’ merupakan hal yang anak remaja lakukan

sekarang, mereka hanya melihat luarnya saja yaitu cantik dan ganteng, mereka

75

Wawancara dengan bapak Muhammad Rusfi, Bandar Lampung, 07 Februari 2018.

Page 68: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

56

tidak berfikir panjang apabila sudah berumah tangga seperti apa perilaku antar

keduanya maka orang tualah yang mepunyai hak untuk mnerima dan menolak

calon pasangan anak perempuan mereka. Ketika hendak memilih pasangan

sebaiknya melihat agamnya terlebih dahulu.

Selain dari konsep kafa’ah hal yang dapat mencapai keharmonisan rumah tangga

yaitu pasangan saling pengertian, saling membantu, sama-sama saling menutupi

kekurangan pasangan, persoalan suami istri tidak boleh keluar dari pintu kamar

dan yang terakhir persoalan rumah tangga tidak boleh keluar dari pintu rumah.

4.Menurut bapak Rohmat, S.Ag., M.H.I.76

beliau mengatakan kafa’ah itu

seimbang, sebanding yang sebanding dalam Islam itu dalam hal agama.

Sementara ini kafa’ah yang penting beragama Islam saja, Islam dengan Islam.

Sementara banyak yang sama-sama Islam tetapi yang perempuannya taat

beragama yang laki-laki tidak dan sebaliknya yang laki-laki taat beragama yang

perempuannya tidak. Maka apabila didalam rumah tangga ada kesenjangan

biasanya salah satunya ada yang kurang nyaman.

Kedudukan kafa’ah itu bukan syarat dan bukan rukun pula tetapi nilai idealisme

artinya sama-sama seimbang baik dalam sosial, ekonomi maupun agama. Nilai

idealisme kafa’ah itu dalam berbagai hal termasuk cara berfikir harus seimbang,

dalam hal kebutuhan seksual itupun harus kafa’ah.

Beliau setuju bahwa konsep kafa’ah bisa mencapai keharmonisan dalam rumah

tangga, apabila didalam rumah tangga suami istri tidak kafa’ahdan itu akan

mempengaruhi dalam keharmonisan rumah tangga tersebut. Namun konsep

76

Wawancara dengan bapak Rohmat, Bandar Lampung, 05 Februari 2018.

Page 69: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

57

kafa’ah ini hanya seyogyanya saja, karena yaitu tadi apabila didalam rumah

tangga suami istri tidak kafa’ah dalam tatanan nilai idealisme, maka akan

membuat tidak nyaman dan akan terjadi ada yang lebih dominan diantara

keduanya.

Menurut beliau jikaada seseorang yang saling mencintai namun tidak sekufu‟ itu

tidak apa-apa karena kafa’ah bukan menjadi penentu sah atau tidaknya suatu

perkawinan. Kafa’ah bukan syarat, bukan rukun dan bukan disunnahkanjuga.

Untuk mencapai rumah tangga yang harmonis hal-hal selain dari konsep kafa’ah

yaituyang terpenting adalah hak dan kewajiban, masing-masing mengetahui dan

melaksanakan hak dan kewajibannya. Ketika hak dan kewajibannya terpenuhi

akan relatif nyaman dan akan relatif bahagia, tetapi kebahagiaan itu tidak mutlak

namun standar hukumnya. Mengetahui hak dan kewajiban laki-laki apa, hak dan

kewajiban perempaun apa. Ketika semua itu sudah ditunaikan secara hukum itu

bahagia, tetapi namanya kebahagiaan itu ukurannya individu, kalau ukurannya

individu tidak bisa dipaksa, karena hak dan kewajiban sudah terpenuhi belum

tentu bahagia itu kalau ukurannya individu namun kalau ukurannya hukum sudah

bahagia.

5.Menurut bapak Dr. H. A.Khumedi Ja‟far, S.Ag., M.H.77

kafa’ah itu kesepakatan

sebelum terjadi pernikahan, jadi kafa’ah dalam hal pra perkawinan itu sangat

diperlukan karena salah satu kunci atau syarat untuk menjadi suami istri atau

untuk menuju rumah tangga itu antara calon mempelai laki dengan calon

77

Wawancara dengan bapak Kumedi Ja‟far, Bandar Lampung, 13 Februari 2018.

Page 70: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

58

perempuan harus seiya sekata artinya sepakat, saling menerima dalam konsep

kafa’ah itu sangat diperlukan bagi calon mempelai laki-laki dan perempuan.

Beliau mengatakan bahwa kriteria kafa’ahyaitu sepakat dalam hal janji kesetiaan

yang harus disepakati dari awal, harus menerima kekurangan dan kelebihan

masing-masing, jadi menerima kondisi yang akan terjadi dan siap menerima apa

yang akan terjadi nantinya, tidak hanya ketika enaknya saja.

Beliau juga setuju bahwa kafa’ah sebagai acuan untuk dijadikannya keharmonisan

dalam rumah tangga, sehingga didalam rumah tangga nantinya akan terjalin

keserasian.

Ketika seseorang saling mencintai namun tidak sekufu, itu perlu dikaji ulang,

biasanya mereka berdua hanya semata-mata cinta buta, tidak melihat masa depan,

tidak melihat aturan-aturan dalam Islam, sedangkan dalam Islam kan yang

dimaksud sekufu‟ disini yang dalam hal apa saja, minimal dalam hal agama kalau

bisa yang dalam ekonomi, pendidikan dan penghasilan tetapi minimal sekufu’

dalam hal agama.

Untuk mencapai rumah tangga yang harmonis suami istri harus saling setia, saling

percaya, saling terbuka, saling menghargai satu dengan yang lain, saling

menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing. Insyaallah keharmonisan

dalam rumah tangga salalu terwujud dan menghindari dari macam keributan dan

keretakan dalam rumah tangga.

Page 71: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

59

6.Menurut bapak Abdul Qodir Zaelani, S.H.I., M.A.78

kafa’ah dalam rumah tangga

itu menjadi suatu pertimbangan yang penting karena dapet menimbulkan

keserasian antara kedua belah pihak.

Keseimbangan antara kedua belak pihak ini misalnya, keseimbangan intelektual,

keseimbangan ekonomi, agama, dan keserasian dengan amalan agama karena

kalau tidak menjadikan pertimbangan hal ini akan menjadi jomplang. Nabi

mengatakan memilih wanita itu dari hartanya, keturunannya, kecantikannya dan

agama. Walaupun ulama-ulama menyatakan ada beberapa kriteria, saya melihat di

hanafi, maliki, syafi‟i dan hambali mengatakan yang pertama adalah nasab,

kualitas agamanya.

Beliau setuju bahwa kafa’ahdapat dijadikan sebagai keharmonisan rumah tangga,

ketika tidak ada persoalan yang terpenting keluarga mengkomunikasikan segala

sesuatu sehingga apa yang dikomunikasikan itu nyampe, jangan sampai melihat

keluarga dari ukuranya bisa menjadi tidak harmonis, tetapi bagaimana keridhoan

keduanya.

Ketika seseorang dengan agamanya muslim kemudian tidak sekufu’ atau tidak

selaras dengan agama non muslim lalu dia menikah, ini kan menjadi

pertimbangan juga tidak mungkin dalam satu keluarga ada dua nahkoda, nahkoda

yang berbeda, maka kafa’ah dalam Islam ini menjadi pertimbangan bukan

menjadi syarat syahnya pernikahan. Tidak apa-apa tidak sekufu’ karena cinta,

tetapi ada konsekuensi logis ketika tidak sama.

78

Wawancara dengan bapak Abdul Qodir Zaelani, Bandar Lampung, 05 Maret 2018.

Page 72: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

60

Dalam al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 187, Istri kalian adalah pakaian kalian

dan kalian adalah pakaian bagi istri kalian. Dan suami istri itu saling melindungi,

memahami, menghargai, menghormati, menerima dengan kelebihan dan

kekurangan karena tidak ada yang sempurna, ketika hendak berkeluarga maka

harus sudah siap dengan konsekuensi kekurangan pasangan. Maka itu menurut

saya untuk mencapai keharmonisan dalam rumah tangga.

7.Menurut ibu Yufi Wiyos Rini Masykuroh, S.Ag., M.Si.79

kafa’ah menurut beliau

berarti sama, sederajat, seimbang dalam kehidupan rumah tangga kemudian sama-

sama seiman dalam kehidupan. Kalau seiman dalam kehidupan akan

menimbulkan kesamaan dalam beribadah dan dalam menjalankan kehidupan akan

dapat saling mengisi.

Terhadap beberapa kriteria yang paling utama adalah agama, keturunan yang

seiman, kalau harta bisa dicari bersama sehingga harta bukan merupakan kriteria

kafa’ah.

Keterkaitan antara kafa’ah dan kebahagiaan rumah tangga tentu sangat

mendukung, sebab didalam keluarga harmonis itu akan mencerminkan kepada

setiap anggota keluarga akan merasa tenang, setiap anggotanya merasa dalam

suasana tentram, damai, aman, bahagia dan sejahtera lahir dan batin. Sejahtera

lahir adalah bebas dari kemiskinan harta dan tekanan penyakit jasmani, sedangkan

sejahtera batin maksudnya bebas dari kemiskinan iman, rasa takut akan kehidupan

dunai akhirat, mampu mengkomunikasikan nilai-nilai keagamaan dalam keluarga

dan masyarakat.

79

Wawancara dengan ibu Yufi Wiyos Rini Masykuroh, Bandar Lampung, 06 Februari

2018.

Page 73: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

61

Rasulullah memberikan persyaratan kepada manusia yang akan membina keluarga

baru, yaitu calon pasangan suami dan istri hendaklah sekufu’, baik berupa

keturunan, kekayaan dan agama. Namun syarat yang utama adalah keduanya

harus seagama dan taat beragama. Memang laki-laki yang beragama Islam boleh

menikah dengan wanita ahi kitab, namun kebolehan itu dalam rangka dakwah

tetapi tetap diharuskan wanita tersebut harus masuk Islam.

Untuk mencapai rumah tangga yang harmonis hal-hal yang harus ditanamkan

selain dalam kafa’ah, yaitu terwujudnya keluarga sakinah bahagia tentram dan

damai, bukanlah hal yang mudah kalau tidak dilaksanakan dengan baik. Dimana

keluarga senantiasa harus dilandasi adanya kasih sayang, setiap anggota keluarga

memahami akan kewajibannya masing-masing dalam keluarga itu sendiri.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh beberapa dosen Fakultas

Syari‟ah didapatkan beberapa pendapat yang dibahas dalam skripsi ini, antara

lain:

Pertanyaan pertama, yaitu bagaimana pendapat dosen mengenai kafa’ah dalam

rumah tangga, didapat jawaban yang beragam namun dapat ditarik kesimpulan

yaitukafa’ah merupakan kesepadanan antara calon mempelai laki-laki dan calon

mempelai perempuan ketika akan melangsungkan pernikahan tetapi kafa’ah ini

hanya menjadi hal yang dianjurkan saja agar didalam rumah tangga tidak terjadi

kesenjangan dan menimbulkan keserasian.

Pertanyaan kedua, mengenai kriteria kafa’ah, banyak tanggapan yang berbeda dari

beberapa dosen namun banyak yang mengatakan kriteria kafa’ah ini dari segi

ekonomi, pendidikan dan status sosial tetapi ada dosen yang mengatakanyaitu ibu

Page 74: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

62

Yufi bahwa harta bukan merupakan kriteria kafa’ah karena harta bisa dicari

bersamanamun dari kriteria tersebut narasumber sepakat bahwa agama yang

paling diutamakan.

Pertanyaan ketiga, merupakan tanggapan mengenai setuju atau tidaknya kafa’ah

dapat mewujudkan keharmonisan rumah tangga, hampir semua

respondenmengatakan setuju dengan kafa’ah ini, karena didalam rumah tangga

akan terjalin keserasian sehinggakedua belah pihak saling memahami satu sama

lain, yang mana tidak terjadi kesenjangan dan tidak ada yang merasa lebih

dominan didalam rumah tangga. Tetapi menurut ibu firdaweri kafa’ah itu hanya

sebagian kecil dari keharmonisan rumah tangga bukan penentunya, penentu

kebahagiaan itu hak dan kewajiban.

Pertanyaan keempat, mengenai seseorang yang saling mencintai namun tidak

sekufu’, para dosen menanggapi hal ini dengan berbagai pendapat yaitu ada yang

mengatakan tidak apa-apa tidak sekufu’ karena kafa’ahbukan merupakan rukun

dan syarat suatu pernikahan, tetapi ada juga yang berpendapatbahwa harus

menerima konsekuensinya ketika tidak sekufu’, kalau bisa harus ada ridho dari

orang tua.

Pertanyaan kelima, mengenai hal-hal selain dari konsep kafa’ah yang dapat

mencapai rumah tangga harmonis, para dosen menanggapi hampir semuanya

mengatakan yang paling terpenting yaitu hak dan kewajiban terpenuhi, saling

terbuka, menerima dan menutupi kekurangan pasangan. Maka keharmonisan akan

terwujud dan terhindar dari keributan maupun keretakan dalam rumah tangga.

Page 75: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

63

Pada prinsipnya semua dosen mengatakan bahwa kafa’ahdalam segi

agama itu yangmenentukan sahnya perkawinan karena kalau tidak sama-sama

Islam maka pernikahanya tidak boleh dapat dilaksanakan karena tidak memenuhi

syarat pernikahan. Tetapipada kriteria kafa’ah lainnya para dosen berbeda

pendapat, antara lain:

Dr. Khoirul Abror, M.H. Pendidikan, Ekonomi, Pengetahuan,

dan Jarak Umur

Dra. Firdaweri, M.H.I Harta, Keturunan, dan Pendidikan

Drs. H. Muhammad Rusfi, M.Ag. Status Sosial

Rohmat, S.Ag., M.H.I. Status Sosial, dan Ekonomi

Dr. H. A.Khumedi Ja‟far, S.Ag., M.H. Ekonomi, dan Pendidikan

Abdul Qodir Zaelani, S.H.I., M.A Ekonomi, dan Intelektual

Yufi Wiyos Rini M, S.Ag., M.Si. Keturunana Seiman

Page 76: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

64

Page 77: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

65

BAB IV

ANALISIS DATA

A. Pandangan Dosen Fakultas Syari’ah UIN Raden Intan Lampung Terhadap

Konsep Kafa’ah dalam Perkawinan

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh dari hasil penelitian

dilapangan yaitu di Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung yang kemudian

dituangkan dalam penyusunan bab-bab terdahulu, maka pada langkah selanjutnya

akan menganalisis data yang telah dikumpulkan untuk menjawab permasalahan

dalam penelitian ini.

Kafa’ahmerupakan sesuatu hal yang menjadi pertimbangan dalam

memilih pasangan ketika akan melangsungkan pernikahan, yang mana persoalan

kafa’ah ini memang dirasa penting, agar terjadi kesepadanan antara kehidupan

suami istri dalam membina rumah tangga.

Dari beberapa tanggapan dosen mengenai kafa’ah, yaitu hampir semua

dosen menyetujui bahwa kafa’ah ini dapat menunjang terjadinya keharmonisan

rumah tangga, yang mana rumah tangga tersebut nantinya akan terjalin keserasian

dan tidak ada kesenjangan dari kedua belah pihak. Namun, ada satu dosen yang

berpendapat yaitu ibu Firdaweri bahwa kafa’ah itu hanya sebagian kecil saja dari

keharmonisan rumah tangga dan bukan penentunya, tetapi menurut beliau penentu

kebahagiaan itu adalah hak dan kewajiban.

Untuk kriteria kafa’ah sendiri pun banyak tanggapan yang berbeda dari

para dosen, namun dari perbedaan pendapat tersebut dosen sepakat bahwa ktriteria

Page 78: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

66

kafa’ah yang paling diutamakan adalah mengenai agama. Sedangkan perbedan

kriteria tersebutseperti bapak Rohmat, dan bapak M. Rusfi yaitu dari status sosial

yang diperhatikan. Karena ketika status sosialnya saja tidak sepadan maka akan

terjadi kesenjangan atau ada yang lebih dominan dari salah satu diantara mereka

didalam rumah tangga, Sedangkan untuk beberapa dosen lainnya mereka

mengatakan kriteria kafa’ah ini dari pendidikan, keturunan, pengetahuan, dan

ekonomi, namun menurut ibu Yufi Wiyos Rini Masykuroh ekonomi

bukantermasuk sebagai kriteria kafa’ah karena menurut beliau ekonomi

merupakan sesuatu yang dapat dicari bersama-sama ketika sudah hidup berumah

tangga. Sedangkan menurut bapak Khoirul Abror dalam kriteria kafa’ah yang

paling utama selain dari segi agama adalah ketika jarak umur antara calon laki-

laki dan calon perempuan tidak jauh berbeda. Sehingga ketika sudah menjalankan

hidup berumah tangga mudah untuk saling berkomunikasi.

Jadi dari kriteria kafa’ah tersebut prinsipnya para dosen sepakat bahwa

kriteria agamalah yang paling penting, tetapi dalam kriteria kafa’ah lainnya pun

tidak menutup kemungkinan untuk menjadi bahan pertimbangan juga dalam

memilih calon pasangan. Namun hanya sebatas untuk dikesampingkan saja.

Sedangkan mengenai kriteria kafa’ah dalam hal pendidikan, status sosial,ilmu

pengetahuan, dan masalah umur yang tidak boleh terlampau jauh antara pasangan,

tidak termasuk kriteria yang disebutkan menurut ulama empat mazhab. Maka hal

ini menjadi bukti bahwa pendapat dosen tidak sepenuhnya sama dengan pendapat

para ulama mazhab. Apabila dilihat pada era zaman sekarang ini maka kriteria

yang disebutkan oleh para dosen menggambarkan pada era zaman yang sudah

Page 79: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

67

modern ini. Contohnya saja dalam hal pendidikan, di zaman sekarang ini

pendidikan termasuk dalam katagori yang diwajibkan kepada setiap orang untuk

melaksanakannya, karena dengan melaksanakan pendidikan maka seseorang akan

terbentuk menjadi pribadi yang memiliki pola pikir yang terus berkembang.

Apabila memilih pasangan yang memiliki pola pikir yang sama antar pasangan

maka akan mudah untuk melangkah kedepan dengan tujuan yang sama dalam

membangun rumah tangga. Contoh yang kedua yaitu mengenai status sosial, tidak

dapat dipungkiri bahwa status sosial seseorang dapat menentukan siapa seseorang

tersebut. Sehingga di dalam rumah tangga apabila status sosialnya itu terlalu jauh

maka akan ada yang lebih dominan dan akan ada yang merasa canggung.

Alangkah baiknya apabila status sosial juga perlu diperhatikan dalam memilih

calon pasangan.

Masyarakat kita memang dikenal dengan berbagai macam etnis, suku dan

budayanya, bahkan banyak pemeluk agama yang berbeda-beda. Dalam kaitannya

dengan kehidupan yang sekarang, konsep ini dirasa menimbulkan pengelompokan

diantara manusia yang dianggap tidak saling berkaitan lagi.Disamping itu

masyarakat pun berkembang dari berbagai macam stratifikasi sosial. Namun

dengan perkembangan zaman, kafa’ah ini malah menambah berbagai macam

kriteria yang membuat masyarakat menjadi semakin mengelompokan antara etnis,

suku dan budaya.Sehingga penetapan oleh Islam mengenai kriteria yang

diutamakan yaitu agama menjadi kriteria yang terlupakan, tetapi setelah saya

mewawancarai kepada para dosen di Fakultas Syari‟ah maka mereka sepakat

Page 80: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

68

bahwa kriteria kafa’ah yang paling diutamakan adalah dari segi agama yang

sesuai dengan hukum Islam.

Saya sendiri setuju dengan adanya konsep kafa’ah ini, seperti apa yang

telah dikatakan oleh dosen-dosen sebelumnya,yang beranggapan bahwa kafa’ah

dapat menunjang terjadinya keharmonisan dalam rumah tangga. Sehingga

didalam rumah tangga tersebut dapat terjalin keserasian antara suami istri.

Walaupun kafa’ah ini hanya sebagai penunjang namun menurut saya kafa’ah juga

perlu diperhatikan ketika akan memilih pasangan. Karena tidak dapat dipungkiri

bahwa apabila memilih pasangan yang akan dijadikan sebagai pendamping hidup

itu memiliki kesepadanan diantara keduanya maka ketika melangsungkan bahtera

kehidupan rumah tangga kedepannya akan lebih mudah untuk menyesuaikan

antara keduanya dan tidak ada yang dominan didalam rumah tangga, ketika antara

kedua pasangan tersebut terjadi kesenjangan maka akan rentan terjadinya konflik

dikeduanya, sebagaimana Rasulullah saw berkata:

عائشت، قا ىج ه ع ا صو اهلل اهلل: قاه س س نح ا ا ىطفن : حخيش سي عيي

ا إىي نح أ .األ مفاء

Dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah saw bersabda,” Pilihkanlah bagi anak-anak

gadis kalian (jodoh yang baik). Menikahlah kalian dengan yang sekufu‟ dan

nikahkanlah anak-anak gadis kalian dengan mereka.”80

80

Abdullah Shonhaji, Terjemahan Sunan Ibnu Majah Jilid IV (Semarang: CV. Asy Syifa‟,

1993). h. 688.

Page 81: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

69

Dalam kriteria kafa’ahsaya setuju untuk memilih calon pasangan dengan

memperhatikan terlebih dahulu mengenai agama dan ketakwaannya, karena

agama merupakan suatu pondasi dari suatu hubungan. Ketika seseorang memiliki

ketakwaan kepada Allah swt maka ia akan menjadikan setiap aktivitasnya

termasuk pernikahan hanya karena Allah dan semata-mata untuk ibadah.

Rasulullah SAW berkata dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya:

ش يشة سضي أب اى اهللع ، ع ا اهللبي صي ع شأ ة ىأس بع ى نح اى ، قاه: ح سي عيي

حش ا فاظفش بزا ث اىذ ي ىذ ي ا ا ى ج ا ىحسب ا بج يذاك. ى

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: “Wanita dikawini karena empat

hal: Karena hartanya, karena status sosialnya, karena kecantikannya, dan karena

ketaatannya kepada agama. Pilihlah wanita yang taat kepada agama, maka kamu

akan beruntung.”81

Dari hadist diatas sudah jelas bahwa ketika memilih calon pasangan dilihat

dari ketakwaan agamanya. Sepasang suami istri yang memiliki iman dan

keyakinan yang sama dalam kehidupannya tentu akan sangat mudah berjalan

beriringan dalam membangun sebuah keluarga sakinah. Dengan adanya kesamaan

iman ini perbedaan dan perselisihan yang mungkin terjadi dapat diminimalisir

secara baik, karena pandangan yang mereka miliki telah sama. Salah satu hikmah

dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dapat menjadi faktor

kelanggengan rumah tangga.

81

Zainuddin Hamidy, Terjemahan Hadits Shahih Bukhari, (Jakarta: Widjaya, 1992) h. 10.

Page 82: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

70

B. Tanggapan Dosen Mengenai Seseorang Yang Saling Mencintai Namun Tidak

Sekufu’

Kafa’ah dapat diartikan sebagai bahan pertimbangan ketika akan memilih

pasangan, sehingga kafa’ah ini berlakunya sebelum akad nikah. Namun ketika

memilih pasangan ada yang perlu diperhatikan dari segi agama, keturunan,

pendidikan, status sosial, umur, ilmu pengetahuan, dan ekonomi. Kriteria tersebut

merupakan pendapat dari para dosen.Jika salah satu calon mempelai memiliki

salah satu dari kategori tersebut, maka kesepadanannya telah dianggap terpenuhi.

Tetapi hal ini tidak berpengaruh pada sahnya akad nikah yang dilakukan,

karenakafa’ah itu bukan termasuksyarat sah nikah. Seandainya seorang

perempuan menikah dengan seorang laki-laki yang tidak sepadan dengannya dan

perempuan tersebut atau walinya tidak mau menerima dan menyetujui, maka

pernikahan tersebut menjadi batal.

Ketika dalam memilih calon pasangan ada ketidak sekufu’an diantara

kedua pasangan tersebut, maka hal ini tidak menjadi masalah dalam

melangsungkan pernikahan. Menurut dosen yang mengatakan hal seperti ini

adalah bapak Rohmat, beliau mengatakan bahwa kafa’ah ini bukan menjadi

penentu sah atau tidaknya suatu pernikahan. Kafa’ah juga bukan syarat, bukan

rukun dan bukan disunnahkan juga.Sehingga diperbolehkan ketika tidak ada

kafa’ah diantara pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.Sama halnya

dengan pendapat ibu Firdawerikafa’ah itu bukan rukun dan syarat dalam

pernikahan, asalkan terpenuhinya rukun dan syarat pernikahan, maka pernikahan

tersebut sudah dikatakan sah. Kemudian menurut bapak Abdul Qodir Zaelani

Page 83: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

71

bahwa tidak apa-apa apabila tidak ada kafa’ah karena rasa cinta, tetapi harus

menerima konsekuensinya ketika tidak kafa’ah. Sedangkan dari pendapat bapak

Kumedi Ja‟far, beliau mengatakan bahwa perlu dikaji ulang ketika tidak kafa’ah,

biasanya hanya semata-mata karna rasa cinta sehingga tidak melihat aturan-aturan

dalam Islam. Sedangakan dalam Islam yang dimaksud kafa’ah ini adalah dalam

hal agama. Untuk pendapat dosen yang lain mereka mengatakan bahwa yang

terpenting pasangan tesebut sama-sama beragama Islamkarena tidak kafa’ah

seseorang bukan menjadi hal yang dipermasalahkan.

Mungkin kafa’ah ini menjadikan seseorang yang seolah-olah terlalu

idealis atau pilih-pilih, karena memilih pendamping hidup bukan dilakukan untuk

waktu yang sebentar saja, melainkan dilakukan untuk sepanjang hidupnya,

sehingga memilih pasangan harus dilakukan terlebih dahulu, agar tidak

mendapatkan penyesalan dikemudian hari. Karena tujuan utama kafa’ah ini

adalah untuk ketentraman dan kelanggengan sebuah rumah tangga, jika rumah

tangga didasari dengan kesamaan persepsi, kesesuaian pandangan, dan saling

pengertian, maka rumah tangga akan tentram, bahagia, dan selalu dinaungi rahmat

Allah swt. Namun sebaliknya, jika rumah tangga yang sama sekali tidak didasari

dengan kecocokan antara pasangan, maka permasalahan yang kelak akan selalu

dihadapi.

Page 84: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

72

Page 85: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

73

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan dan analisis yang telah uraikan pada bab-bab

sebelumnya, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Pandangan dosen mengenai konsep kafa’ah dalam perkawinan merupakan

hal yang dapat menunjang keharmonisan rumah tangga, tetapi ada dosen

yang mengatakan bahwa kafa’ah hanya sebagian kecil sajauntuk

mewujudkan keharmonisan rumah tangga karena penentu keharmonisan

adalah hak dan kewajiban. Sedangkan kriteria kafa’ah, para dosen

sepakatagamalah yang dijadikan faktor utama dan terpenting dalam

kafa’ah, namun kriteria lain diluar dari kriteria agama mereka berselisih

pendapat, seperti pendidikan, umur tidak boleh terlalu jauh, keturunan,

ekonomi, status sosial dan ilmu pengetahuan. Tetapi kriteria-kriteria

tersebut tidak menutup kemungkinan untuk dijadikan juga sebagai kriteria

kafa’ah dalam keharmonisan rumah tangga, tetapi hanya sebatas faktor

pendukung.

2. Ketika dalam memilih calon pasangan tidak ada kafa’ah diantara kedua

pasangan, hal ini tidak menjadi permasalahan dalam melangsungkan

pernikahan, karena kafa’ah bukan termasuk syarat sah pernikahan.

Apabila rukun dan syarat terpenuhi maka pernikahan tersebut dapat

dikatakan sah.

Page 86: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

74

B. Saran

Setelah melakukan pembahasan dan mengambil beberapa kesimpulan

maka perlu untuk memberikan saran-saran yang mungkin ada manfaat kepada

semua pihak adalah:

1. Bagi yang ingin melangsungkan pernikahansebaiknya sudah

mempersiapkan diri dan mempertimbangkan terlebih dahulu persamaan

maupun perbedaan yang terdapat diantara keduanya, sehingga dalam

menghadapi persoalan rumah tangga sudah siap dan tidak mudah labil

dalam setiap masalah.

2. Orang tua harus memberikan pemahaman tentang kafa’ah, kepada

anaknya agar tercapainya tujuan pernikahan yang sakinah mawaddah

warahmah tanpa melebihkan aspek tertentu diluar aspek agama.

Page 87: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

DAFTAR PUSTAKA

A. Zuhdi Muhdlor. Memahami Hukum Perkawinan. Badung: Al-Bayan, 1995.

Abdul Aziz Dahlan. Ensiklopedia Hukum Islam 3. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van

Hoeve, 2006.

Abdul Rahman Ghozali. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana, 2008.

Abdullah Shonhaji. Terjemahan Sunan Ibnu Majah Jilid IV. Semarang: CV. Asy

Syifa’, 1993.

Ahmad bin ‘Umar Ad-Dairabi. Fiqih Nikah. Penerjemah Heri Purnomo dan Saiful

Hadi. Jakarta: Mustaqiim, 2003.

Ahmad Zuhdi Muhdor. Kamus kontemporer Arab-Indonesia,Cet II. Yogyakarta:

Yayasan Ali Maksum, 1996.

Ahsin W. Alhafidz. Kamus Fiqh. Jakarta: Amzah, 2013.

-------. Kamus Ilmu Al-Quran. Jakarta: Amzah, 2012.

Aliy As’ad. Fathul Mu’min Jilid 3. Penerjemah Moh. Tolchah Mansoer

Yogyakarta: Menara Kudus, 2006.

Amir SyarifuddinHukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2014.

Anshari Taslim.Indahnya Nikah Sambil Kuliah. Jakarta: Cendekia Sentra Muslim,

2005.

Beni Ahmad SaebaniFiqh Munakahat 2. Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Dedi Junaedi. Keluarga Sakinah. Jakarta: Akademika Pressindo, 2007.

Departemen Agama Republik Indonesia. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta, 2011.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah. Bandung: CV Penerbit

Diponegoro, 2011.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Edisi

keempat, PT Gramedia Pustaka Utama.

Page 88: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

Emanuel Gerrit Singgih. Berteologi dalam Konteks. Pemikiran-Pemikiran

Kontekstualisasi Teologi di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius dan BPK

Gunung mulia, 2000.

H.S.A. Alhamdani. Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Pustaka

Amani, 1989.

Haizar MA. Kamus LengkapBahasa Indonesia. Jakarta: Referensi Perpustakaan,

2013.

https://ejournal.uin-suka.ac.id/syariah/ahwal/article/viewFile/05203/999

diakses 15 Mei 2018

http://kamus-internasional.com/definitions/?indonesian_word=contextualization

diakses 30 April 2018

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/galuhjustisi/article/view/795/721diakses 15

Mei 2018

Ibnu Hajar al-Asqalani. BulughulMaramdanDalil-DalilHukum.

TerjemahanKhalifaturrahmandanHaerHaeruddin. Jakarta: GemaIsnani,

2013.

Ibnu Hamzah Al Husaini Al Hanafi AD Damsyiqi. Asbabul Wurud 2. Penerjemah

Suwarta Wijaya dan Zafrullah Salim. Jakarta: Kalam Mulia, 1999.

Khoirul Abror. Hukum Perkawinan dan Perceraian. Yogyakarta: Ladang Kata,

2017

Lexy J. Meleong. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

1999.

M. Ali Hasan. Pedoman Hidup Berumah Tangga. cet ke-4. Jakarta: Predana

Media Group, 2003.

Mahmud Junus. Hukum Perkawinan Dalam Islam. Jakarta: Al Hidajah, 1388.

Margono. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.

Mohammad Fuazil Adhim.Di Ambang Pernikahan. Jakarta: Gema Insani Press,

2002.

Moh. Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985.

Mufidah. Psikologi Keluarga Islam. Malang: UIN Maliki Press, 2013.

Muhammad Abū Zahrah. Al-Ahwāl Asy-Syakhsiyyah. Kairo: Dār al-Fikr al-Arabi,

1957.

Page 89: KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUKrepository.radenintan.ac.id/4156/1/SKRIPSI FULL A.pdf · ABSTRAK KONTEKSTUALISASI KONSEP KAFA’AH DALAM MEMBENTUK RUMAH TANGGA SAKINAH

Muhammad Bagir Al-Habsyi. Fiqih Praktis. Bandung: Penerbit Mizan, 2002.

Muhammad Fuad Abdul Baqi. Al-lu’lu Wal Marjan. Penerjemah H. Salim

Bahreisy. Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996.

Peter Salim, Yani Salim. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Lentera

Basritama, 1990.

Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah 7. Terjemahan oleh Moh. Thalib. Bandung: PT

Alma’arif, 1987.

Slamet Abidin dan Aminudin. Fiqih Munakahat 1. Bandung: CV Pustaka Setia,

1999.

Sugiono. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta, 2001.

-------. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta CV, 2011.

Suharsimi Arikunto. Prosedur Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta,

1991.

Sutrisno Hadi. Methologi Research. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1984.

Taufiqrrohman Syahuri. Legislasi Hukum Perkawinaan di Indonesia. Jakarta:

Kecana, 2015.

Wahbah az-Zuhaili. Fiqih Islam 9. Abdul Hayyie al-Kattani dkk. Jakarta: Gema

Insani, 2011.

Yaswirman. Hukum Keluarga. Jakarta: Raja wali Pers, 2013.

Zainuddin Hamidy. Terjemahan Hadits Shahih Bukhari. Jakarta: Widjaya, 1992.