4
Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar Oleh A. A. Gde Muninjaya* Lebih dari 9.500 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan jejaringnya sudah dibangun di seluruh Indonesia sejak rencana embangunan lima tahun ertama dicanangkan tahun !9"!. Ketika itu# Puskesmas dibangun dengan tiga eran utama sebagai usat elayanan kesehatan dasar (Centre for primary health care services) # sebagai usat embangunan ber$a$asan kesehatan (centre for health oriented development )# dan sebagai usat emberdayaan masyarakat di bidang kesehatan (Centre for community health empowerment). %engan ketiga eran tersebut# jelas bah$a emerintah unya niat membangun Puskesmas untuk menjadi centre point engembangan elayanan kesehatan dasar sesuai dengan strata sistem elayanan kesehatan. %engan kata lain# Puskesmas berdiri bukan semata&mata sebagai balai engobatan untuk $arga yang sakit# melainkan sebagai usat sosialisasi gaya hidu sehat di masyarakat. 'etelah lebih dari emat dekade# sudahkah Puskesmas berhasil menjalankan misi a$alnya Pertanyaan ini menjadi enting untuk dija$ab sekarang mengingat a$al tahun dean 'istem aminan 'osial *asional akan mulai diimlementasikan. +alagi tahun ,0!- adalah tahun olitik# ara elite berusaha memerbarui kembali kontraknya dengan konstituen dan mena$arkan janji&janji baru. isakah dinamika di tahun olitik ,0!- mendorong erubahan aradigma sakit yang berkembang di masyarakat saat ini# menjadi aradigma hidu sehat +akah jaminan elayanan kesehatan yang ada dalam ''* dan mencaku seluruh masyarakat ( universal coverage) mamu meningkatkan akses masyarakat ke institusi elayanan kesehatan dasar yang lebih bermutu  Kerancuan Puskesmas 'ejauh ini# kebijakan desentralisasi embangunan kesehatan dan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun ,00! tamaknya masih teta /okus ada engembangan eran Puskesmas. Masalahnya# sebagai unit elaksana teknis (P1) %inas Kesehatan Kab2kota# Puskesmas $ajib melaksanakan rogram okok dan beberaa rogram engembangan (ino3asi) disesuaikan dengan kebutuhan elayanan kesehatan masyarakat di $ilayahnya masing&masing. Penyederhanaan rogram okok Pukesmas dari basic 12 menjadi basic 6 di era otonomi daerah meruakan ke$enangan emerintah untuk menyeragamkan jenis elayanan kesehatan dasar di seluruh $ ilayah tanah air. 4nam rogram okok yang $ajib diselenggarakan oleh Pusesmas terdiri dari !) rogram kesehatan ibu dan anak & Keluarga erencana ,) rogram emberantasan enyakit 6) rogram kesehatan Lingkungan -) rogram enyuluhan kesehatan !

Konsep Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Puskesmas

Citation preview

Revitalisasi Pelayanan Kesehatan DasarOleh A. A. Gde Muninjaya*Lebih dari 9.500 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan jejaringnya sudah dibangun di seluruh Indonesia sejak rencana pembangunan lima tahun pertama dicanangkan tahun 1971. Ketika itu, Puskesmas dibangun dengan tiga peran utama sebagai pusat pelayanan kesehatan dasar (Centre for primary health care services), sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan (centre for health oriented development), dan sebagai pusat pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan (Centre for community health empowerment).

Dengan ketiga peran tersebut, jelas bahwa pemerintah punya niat membangun Puskesmas untuk menjadi centre point pengembangan pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan strata sistem pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, Puskesmas berdiri bukan semata-mata sebagai balai pengobatan untuk warga yang sakit, melainkan sebagai pusat sosialisasi gaya hidup sehat di masyarakat.Setelah lebih dari empat dekade, sudahkah Puskesmas berhasil menjalankan misi awalnya? Pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab sekarang mengingat awal tahun depan Sistem Jaminan Sosial Nasional akan mulai diimplementasikan. Apalagi tahun 2014 adalah tahun politik, para elite berusaha memperbarui kembali kontraknya dengan konstituen dan menawarkan janji-janji baru.Bisakah dinamika di tahun politik 2014 mendorong perubahan paradigma sakit yang berkembang di masyarakat saat ini, menjadi paradigma hidup sehat? Apakah jaminan pelayanan kesehatan yang ada dalam SJSN dan mencakup seluruh masyarakat (universal coverage) mampu meningkatkan akses masyarakat ke institusi pelayanan kesehatan dasar yang lebih bermutu? Kerancuan Puskesmas

Sejauh ini, kebijakan desentralisasi pembangunan kesehatan dan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001 tampaknya masih tetap fokus pada pengembangan peran Puskesmas. Masalahnya, sebagai unit pelaksana teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kab/kota, Puskesmas wajib melaksanakan program pokok dan beberapa program pengembangan (inovasi) disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat di wilayahnya masing-masing. Penyederhanaan program pokok Pukesmas dari basic 12 menjadi basic 6 di era otonomi daerah merupakan kewenangan pemerintah untuk menyeragamkan jenis pelayanan kesehatan dasar di seluruh wilayah tanah air. Enam program pokok yang wajib diselenggarakan oleh Pusesmas terdiri dari 1) program kesehatan ibu dan anak - Keluarga Berencana; 2) program pemberantasan penyakit; 3) program kesehatan Lingkungan; 4) program penyuluhan kesehatan masyarakat; 5) program gizi masyarakat, dan 6) program pengobatan dasar. Meskipun program pokok Puskesmas sudah disederhanakan, tetapi pemerintah daerah belum tertarik mengembangkan peran Puskesmas sebagai ujung tombak dan penggerak pembangunan berwawasan kesehatan di wilayahnya.

Akibatnya, program yang dilaksanakan Puskesmas cenderung lebih fokus pada pengobatan melalui balai (klinik) pengobatan Puskesmas. Staf Puskesmas lebih banyak memanfaatkan waktu kerjanya menunggu pasien di dalam gedung Puskesmas dibandingkan proaktif mendampingi keluarga dan kelompok-kelompok masyarakat memelihara kesehatannya sendiri. Di tingkat pelayanan kesehatan dasar, masyarakat seharusnya tidak diposisikan sebagai konsumen obat. Pola pelayanan kesehatan seperti ini menandakan kebijakan desentralisasi pembangunan kesehatan belum mampu mengembalikan format awal peran Puskesmas. Para penyedia pelayanan kesehatan dan masyarakat dibiarkan mengembangkan pola pikir yang selalu berorientasi pada penyakit (paradigma sakit). Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit hanya menjadi wacana, tetapi minim tindakan nyata. Pengelolaan Puskesmas menjadi tidak efisien. Paradigma hidup sehat yang seharusnya menjadi penggerak pembangunan berwawasan kesehatan di daerahnya justru tidak dikembangkan oleh Bupati/Walikota.Sindroma paradigma sakit yang berkembang saat ini di masyarakat mengakibatkan pelayanan kesehatan menjadi mahal; kejadian sakit yang berkembang di masyarakat menjadi komoditas pengobatan, masyarakat cenderung diposisikan sebagai konsumen obat dan harus membayar sendiri pengobatan yang dibutuhkan (out of pocket services).Pentingnya Revitalisasi Strategi reformasi pelayanan kesehatan yang belum pernah diwujudkan oleh pemerintah daerah sejak kebijakan otonomi daerah diterapkan tahun 2001 adalah pengembangan peran Puskesmas sesuai dengan format awal didirikannya Puskesmas. Strategi ini akan mengembalikan format Puskesmas seperti semula yang pada gilirannya akan mendorong diterapkannya Revitalisasi Pelayanan Kesehatan Dasar (RPKD) di daerah. Strategi ini harus lebih intensif diperkenalkan kepada masyarakat luas, termasuk kepada petugas kesehatan dan pejabat terkait di daerah. Tujuan pengembangan strategi RPKD adalah mencegah ekses berkembangnya konsumerisme di bidang pelayanan kesehatan. Ada setidaknya tujuh kebijakan strategis yang sebaiknya dikembangkan oleh pemerintah daerah untuk merealisasikan RPKD di wilayah kerjanya.1. Mengembangkan paradigma hidup sehat di bidang pelayanan kesehatan dasar, menggantikan paradigma sakit yang cenderung merugikan masyarakat. Untuk maksud tersebut, Bupati/walikota perlu mengeluarkan surat keputusan/peraturan kepala daerah yang diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda) oleh DPRD.2. Memperkuat struktur organisasi pelayanan kesehatan di daerah. Strategi ini merupakan bagian dari reformasi kinerja Dinas Kesehatan Kab/kota dan RSUD. Kewenangan kedua institusi pelayanan kesehatan ini di daerah perlu diatur kembali dengan peraturan daerah khusus. Pmerintah daerah wajib meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dasar di daerahnya masing-masing, termasuk meningkatkan peranserta keluarga dan kelompok-kelompok masyarakat memelihara kesehatannya sendiri. 3. Memberdayakan peran kader kesehatan. Salah satu kegiatan RPKD di setiap desa adalah meningkatkan kompetensi kader kesehatan yang bertugas di posyandu. Mereka diberikan insentif melalui alokasi dana desa dan pelatihan keterampilan dasar untuk mengidentifikasi berbagai perilaku masyarakat dan lingkungan hidup yang kurang sehat. Posyandu tidak saja rutin menimbang Balita tetapi juga dikembangkan menjadi pusat pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan, kependudukan, dan ekonomi kerakyatan.4. Mengefektifkan kerjasama lintas sektor untuk mengantisipasi masalah kesehatan masyarakat yang potensial berkembang di daerah. Upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan dan RSUD. Semua sektor terkait harus digerakkan menanggulangi masalah kesehatan masyarakat yang potensial berkembang di daerahnya masing-masing. Kerjasama seperti ini akan mendorong daerah mengembangkan pembangunan berwawasan kesehatan untuk mempercepat identifikasi faktor risiko (perilaku dan lingkungan) berkembangnya penyakit menular dan tidak menular di wilayahnya. Determinan sosial masalah kesehatan seperti pengangguran, rendahnya pendapatan keluarga, keterbatasan transportasi, dan kuatnya kepercayaan masyarakat dsb) juga perlu diidentifikasi untuk mengendalikan berbagai jenis penyakit rakyat yang berkembang di daerah.5. Memaksimalkan pemanfaatan dana BOK (Biaya Operasional Kesehatan). Setiap tahun, Pemerintah menyediakan BOK antara Rp 60-90 juta per Puskesmas. Dana ini digulirkan untuk mendorong staf Puskesmas lebih proaktif melakukan pendampingan keluarga dan kelompok masyarakat mengembangkan perilaku dan lingkungan hidup sehat untuk mencegah penyakit. Bupati/Walikota perlu mengeluarkan surat keputusan atau peraturan kepala daerah untuk mendorong Pemerintah Desa lebih proaktif mendukung pembangunan kesehatan dasar di wilayah kerjanya dengan memanfaatkan alokasi dana khusus pembangunan desa yang bersumber dari APBD II. 6. Mengefektifkan sistem jaminan pelayanan kesehatan (Jamkesmas, Askes, Jaminan sosial kesehatan daerah dsb). Kebijakan ini akan membuka persaingan pelayanan pengobatan di tingkat pelayanan kesehatan dasar, termasuk mengakses pengobatan alternatif dan tradisonal. Untuk itu, Bupati/Walikota harus mendorong pimpinan RS dan Dinas Kesehatan berkoordinasi lebih intensif untuk menyusun prosedur tetap (protap) peningkatan mutu pengobatan di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Strategi ini akan menghasilkan standar tarif, standar terapi, berbagai prosedur tetap pengobatan dasar, standar pengawasan dsb sebagai bentuk standardisasi mutu pengobatan dasar dan mekanisme rujukan yang terbuka. Dengan strategi ini, masyarakat akan lebih mudah mengakses pelayanan kesehatan dasar yang holistik, menyeluruh dan bermutu.7. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan kesehatan berbasis penduduk. Strategi ini harus disinkronkan dengan sistem e-KTP. Kedua kebijakan strategis ini seharusnya memperkuat sistem inovasi daerah, dan akan membantu pemerintah daerah menyusun rencana pembangunan kesehatan sesuai dengan masalah kesehatan yang potensial berkembang di wilayahnya. Masih tersisa beberapa bulan sampai akhir tahun ini untuk menerapkan strategi pengembangan RPKD. Pemerintah daerah harus segera mengadopsinya jika ingin melakukan perubahan paradigma sakit menjadi paradigma hidup sehat. Dengan menerapkan strategi RPKD, masyarakat akan dicegah menjadi konsumen obat. Mereka juga akan lebih mudah mengakses pengobatan dasar yang bermutu, holistik dan menyeluruh.

Penguatan kerjasama lintas sektor dan pemberdayaan kinerja kader kesehatan di Posyandu tidak saja memperkuat pelayanan kesehatan dasar juga akan menghasilkan rencana strategis pembangunan berwawasan kesehatan yang lebih proaktif dan antisipatif terhadap perkembangan masalah kesehatan masyarakat di setiap daerah. Kita semua tahu tahun 2014 adalah tahun politik. Justru di tahun politik inilah, para elite politik harus lebih mengembangkan kepekaan sosialnya dan lebih cerdas menyikapi kebutuhan rakyat untuk mengakses pelayanan kesehatan dasar yang lebih bermutu.

*Penulis adalah pengamat pelayanan kesehatan masyarakat, tinggal di Bali1