Upload
dwiesty11192
View
120
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
Konsep Kesehatan dan Perilaku
A. Konsep Kesehatan
a. Kesehatan
Berikut beberapa pengertian kesehatan, yaitu:
Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, kesehatan adalah
keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Menurut WHO, kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental,
maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat.
(Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, 2005:3)
Dari pengertian di atas, pada batasan yang terdahulu kesehatan itu hanya mencakup 3
aspek, yaitu fisik, mental, dan sosial (WHO) tetapi menurut UU No.23/1992,
kesehatan itu mencakup 4 aspek yakni fisik/badan, mental/jiwa, sosial, dan ekonomi .
Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat
kesehatan pada seseorang, kelompok dan masyarakat. Itu sebabnya, maka kesehatan
itu bersifat holistik atau menyeluruh. Soekidjo Notoatmodjo dalam bukunya Promosi
Kesehatan Teori dan Aplikasi (2005:4) menyebutkan wujud atau indikator dari
masing-masing 4 aspek tersebut dalam kesehatan individu antara lain sebagai berikut.
1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan memang
secara klinis tidak sakit.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yaitu: pikiran (mampu
berpikir logis atau berfikir secara runtut), emosional (seseorang mampu
mengekspresikan emosinya), dan spiritual (dilihat dari praktik keagamaan atau
kepercayaan, serta perbuatan baik sesuai dengan norma-norma masyarakat).
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan
orang lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok
lain tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial,
ekonomi, politik, dan sebagainya, saling menghargai dan toleransi.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat dari produktivitas seseorang (dewasa)
dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat
menyokong hidupnya atau keluarganya secara finansial. Bagi anak, remaja,
usia lanjut dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Bagi mereka, produktif
disini diartikan mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka
nanti, misalnya sekolah atau kuliah bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan
pelayanan atau keagamaan bagi usia lanjut.
b. Pola Dasar Indikator Kesehatan
Soekidjo Notoatmodjo (2005:5) menyebutkan kembali konsep Fashel dan Bush
(1970) tetang tingkatan kesehatan dan indikatornya. Fashel dan Bush (1970) yang
mendasarkan uraiannya pada definisi Parson menjabarkan kesehatan ke dalam 11
tingkatan atau keadaan. Dari ke-11 tingkatan tersebut, Fashel dan Bush sekaligus
mencoba membuat indikator-indikator sebagaimana diuraikan di bawah:
1. Sehat sempurna (Well being)
Pada keadaan ini individu bebas gejala, keadaan kesehatannya sesuai dengan
definisi sehat WHO.
2. Kurang memuaskan (Dissatisfaction)
Keadaan kesehatan individu dalam batas-batas tertentu dapat diterima, namun
ada penyimpangan ringan dari keadaan well being.
3. Tidak Nyaman (Discomfort)
Aktivitas sehari-hari dapat dilaksanakan tanpa pengurangan, walaupun
beberapa gejala mulai tampak.
4. Ketidakmampuan minor (Minor disability)
Aktivitas sehari-hari dapat dilaksanakan, namun berkurang secara bermakna
karena adanya gangguan kesehatan.
5. Ketidakmampuan mayor (Mayor disability)
Aktivitas sehari-hari masih dapat dilaksanakan, namun berkurang secara
bermakna.
6. Cacat (Disabled)
Individu tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-harinya tetapi masih bida
bergerak bebas dalam masyarakat.
7. Terbatas (Confined)
Individu berada di tempat tidur tetapi tidak masuk rumah sakit (dirawat).
8. Tinggal di tempat tidur (Confined+bedridden)
Kemampuan kegiatan individu hanya terbatas di tempat tidurnya.
9. Terisolasi (Isolated)
Individu terpisah dari sanak keluarga dan kawan-kawan (dirawat).
10. Coma
Individu hampir mati, namun ada kemungkinan bisa sembuh dan jadi lebih
sehat lagi.
11. Mati
Individu tidak mampu sama sekali.
Indeks status fungsional oleh Bush dan kawan-kawan terdiri dari 3 skala yang
memperhitungkan pergerakan badan (body movement), mobilitas (mobility), dan
aktivitas peran utama (major role activity). Major role activity merupakan ciri paling
khas dari definisi sosio-kultural tentang kesehatan dan penyakit, karena berhubungan
erat dengan sifat-sifat sosial, sedangkan pergerakan badan dan mobilitas tidak. Indeks
fungsi status dianggap sebagai ukuran sosio kultural mengenai kesehatan/penyakit
yang tidak bisa diterima. Pendekatan sosiologi lainnya:
a. Mechanic’s Coping Respon Teory
Menurut Mechanic’s, penerimaan perilaku sakit dan peranan si sakit merupakan
proses musyawarah antara individu dan mereka yang berhubungan dengan
individu tersebut. Untuk itu ia menyimpulkan adanya 10 faktor penting yang
berperan dalam proses negosiasi dan evaluasi:
1. Penampilan; pengenalan atau pengertian yang paling menonjol dari gejala-
gejala.
2. Berat atau ringannya gejala
3. Dampak gejala-gejala
4. Frekuensi gejala
5. Nilai ambang toleransi dari mereka yang menilai gejala-gejala.
6. Informasi
7. Kebutuhan
8. Perbandingan yaitu keperluan dibandingkan dengan reaksi penyakit (proritas
mana?)
9. Mengikutsertakan inpretasi masuk akal yang bisa menjelaskan gejala-gejala
yang dikenal kembali
10. Tersedianya fasilitas pengobatan
b. Model Sucham tentang Perilaku
Sucham membuat 5 tingkatan perilaku guna mencari pertolongan, yaitu:
1. Tingkat pengalaman gejala-gejala,
2. Tingkat asumsi; peranan sakit,
3. Tingkat peranan berhubungan; dengan pelayanan kesehatan,
4. Tingkat ketergantungan pasien,
5. Tingkat penyembuhan (rehabilitasi).
Menurut Sucham, tidak selalu semua tingkatan harus ada pada tiap kasus penyakit.
c. Kesehatan sempurna, kesehatan normal, dan penyakit
Twoddle (1974) menitikberatkan hubungan sosial budaya dalam menentukan
kesehatan. Menurut pendapatnya, tidak ada seorang pun yang seratus persen sehat,
dan tiap orang tidak sakit. Jadi antara kesehatan sempurna dan kematian terletak
kesehatan normal dan sakit (ill health).
Menurut Twoddle, apa yang sehat bagi seseorang bisa saja tidak sehat bagi orang
lain. Ada dua hal timbul dari usaha menjelaskan kesehatan dan penyakit, yaitu:
a. Karena terpaksa membicarakan kesehatan normal dengan kesehatan sempurna,
kesehatan lebih dikenal sebagai norma sosial.
b. Definisi kesehatan dilihat dari sudut sosial lebih khas daripada bila dilihat dari
sudut biologis.
Dari kriteria biologis yang terpenting letaknya pada dua ujung ekstrem, yaitu
kesehatan sempurna dan kematian.
c. Upaya Kesehatan
Menurut Soekidjo Notoatmodjo, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat. Upaya mewujudkan kesehatan dapat dilihat dari 2 aspek:
1. Pemeliharaan Kesehatan, mencakup 2 aspek yaitu aspek kuratif (pengobatan
penyakit) dan aspek rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit
atau cacat).
2. Peningkatan Kesehatan, mencakup 2 aspek yaitu aspek preventif (pencegahan
penyakit) dan aspek promotif (peningkatan kesehatan itu sendiri).
Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah
pelayanan kesehatan yang pada umumnya dibedakan menjadi tiga.
1. Sarana pemeliharaan kesehatan primer (primary care), misalnya puskesmas,
poliklinik, dokter praktik swasta, dan sebagainya.
2. Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary care), misalnya puskesmas
dengan rawat inap (puskesmas pusat), rumah sakit kabupaten, rumah sakit tipe D
dan C, dan rumah bersalin.
3. Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat tiga (tertiary care), misalnya rumah sakit
provinsi, rumah sakit tipe B dan A.
Sarana pelayanan kesehatan primer disamping melakukan pelayanan kuratif, juga
melakukan pelayanan rehabilitatif, preventif, dan promotif.
d. Pengelompokkan Kesehatan
Secara umum kesehatan dikelompokkan menjadi dua, yaitu kesehatan individu dan
kesehatan agregat (kumpulan individu) atau kesehatan masyarakat. Ilmu yang
mempelajari masalah kesehatan individu adalah ilmu kedokteran (medicine),
sedangkan ilmu yang mempelajari masalah kesehatan agregat adalah ilmu kesehatan
masyarakat (public health).
B. Konsep Perilaku
Soekidjo Notoatmodjo menyebutkan dari segi biologis, perilaku adalah kegiatan atau
aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Yang dimaksud perilaku
(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati
langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini
terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme
tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme
Respons. Skiner membedakan adanya dua respons.
1. Respondent respons atau reflexive
Yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulasi) tertentu.
Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation, karena menimbulkan respons-
respons yang relatif tetap. Misalnya cahaya terang menyebabkan mata tertutup,
mendengar berita musibah menjadi sedih.
2. Operant respons atau instrumental respons
Yaitu respons yag timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinfocer,
karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan
melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari
atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi
dalam melaksanakan tugasnya.
Dilihat dari bentuj respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua.
1. Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup
(covert). Misalnya seorang ibu hamil tahu pentignya periksa kehamilan, seorang
pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubugan seks, dan
sebagainya.
2. Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke
puskesmas untuk diimunisasi.
Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response. Oleh karena itu, untuk
membentuk jenis respons atau perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tang
disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant
conditioning ini menurut Skiner adalah sebagai berikut.
a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer
berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.
b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendak. Kemudin komponen-komponen tersebut
disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku
yang dimaksud.
c. Menggunakan secara urut komponen-komponen sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer atau hasdiah untuk masing-masing komponen
tersebut.
d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang
telah disusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya
diberikan.
Daftar Pustaka
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Jakarta: Rineka Cipta.