10
Konsep Kesehatan dan Perilaku A. Konsep Kesehatan a. Kesehatan Berikut beberapa pengertian kesehatan, yaitu: Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menurut WHO, kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat. (Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, 2005:3) Dari pengertian di atas, pada batasan yang terdahulu kesehatan itu hanya mencakup 3 aspek, yaitu fisik, mental, dan sosial (WHO) tetapi menurut UU No.23/1992, kesehatan itu mencakup 4 aspek yakni fisik/badan, mental/jiwa, sosial, dan ekonomi . Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan pada seseorang, kelompok dan masyarakat. Itu sebabnya, maka kesehatan itu bersifat holistik atau menyeluruh. Soekidjo Notoatmodjo dalam bukunya Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi (2005:4) menyebutkan wujud atau indikator dari masing-masing 4 aspek tersebut dalam kesehatan individu antara lain sebagai berikut. 1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan memang secara klinis tidak sakit. 2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yaitu: pikiran (mampu berpikir logis atau berfikir secara

Konsep Perilaku dan Kesehatan.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Konsep Perilaku dan Kesehatan.doc

Konsep Kesehatan dan Perilaku

A. Konsep Kesehatan

a. Kesehatan

Berikut beberapa pengertian kesehatan, yaitu:

Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992, kesehatan adalah

keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang

hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Menurut WHO, kesehatan adalah keadaan sempurna, baik fisik, mental,

maupun sosial, dan tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat.

(Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, 2005:3)

Dari pengertian di atas, pada batasan yang terdahulu kesehatan itu hanya mencakup 3

aspek, yaitu fisik, mental, dan sosial (WHO) tetapi menurut UU No.23/1992,

kesehatan itu mencakup 4 aspek yakni fisik/badan, mental/jiwa, sosial, dan ekonomi .

Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat

kesehatan pada seseorang, kelompok dan masyarakat. Itu sebabnya, maka kesehatan

itu bersifat holistik atau menyeluruh. Soekidjo Notoatmodjo dalam bukunya Promosi

Kesehatan Teori dan Aplikasi (2005:4) menyebutkan wujud atau indikator dari

masing-masing 4 aspek tersebut dalam kesehatan individu antara lain sebagai berikut.

1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit dan memang

secara klinis tidak sakit.

2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yaitu: pikiran (mampu

berpikir logis atau berfikir secara runtut), emosional (seseorang mampu

mengekspresikan emosinya), dan spiritual (dilihat dari praktik keagamaan atau

kepercayaan, serta perbuatan baik sesuai dengan norma-norma masyarakat).

3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan

orang lain secara baik, atau mampu berinteraksi dengan orang atau kelompok

lain tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial,

ekonomi, politik, dan sebagainya, saling menghargai dan toleransi.

4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat dari produktivitas seseorang (dewasa)

dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat

menyokong hidupnya atau keluarganya secara finansial. Bagi anak, remaja,

usia lanjut dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Bagi mereka, produktif

disini diartikan mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka

Page 2: Konsep Perilaku dan Kesehatan.doc

nanti, misalnya sekolah atau kuliah bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan

pelayanan atau keagamaan bagi usia lanjut.

b. Pola Dasar Indikator Kesehatan

Soekidjo Notoatmodjo (2005:5) menyebutkan kembali konsep Fashel dan Bush

(1970) tetang tingkatan kesehatan dan indikatornya. Fashel dan Bush (1970) yang

mendasarkan uraiannya pada definisi Parson menjabarkan kesehatan ke dalam 11

tingkatan atau keadaan. Dari ke-11 tingkatan tersebut, Fashel dan Bush sekaligus

mencoba membuat indikator-indikator sebagaimana diuraikan di bawah:

1. Sehat sempurna (Well being)

Pada keadaan ini individu bebas gejala, keadaan kesehatannya sesuai dengan

definisi sehat WHO.

2. Kurang memuaskan (Dissatisfaction)

Keadaan kesehatan individu dalam batas-batas tertentu dapat diterima, namun

ada penyimpangan ringan dari keadaan well being.

3. Tidak Nyaman (Discomfort)

Aktivitas sehari-hari dapat dilaksanakan tanpa pengurangan, walaupun

beberapa gejala mulai tampak.

4. Ketidakmampuan minor (Minor disability)

Aktivitas sehari-hari dapat dilaksanakan, namun berkurang secara bermakna

karena adanya gangguan kesehatan.

5. Ketidakmampuan mayor (Mayor disability)

Aktivitas sehari-hari masih dapat dilaksanakan, namun berkurang secara

bermakna.

6. Cacat (Disabled)

Individu tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-harinya tetapi masih bida

bergerak bebas dalam masyarakat.

7. Terbatas (Confined)

Individu berada di tempat tidur tetapi tidak masuk rumah sakit (dirawat).

8. Tinggal di tempat tidur (Confined+bedridden)

Kemampuan kegiatan individu hanya terbatas di tempat tidurnya.

9. Terisolasi (Isolated)

Individu terpisah dari sanak keluarga dan kawan-kawan (dirawat).

10. Coma

Page 3: Konsep Perilaku dan Kesehatan.doc

Individu hampir mati, namun ada kemungkinan bisa sembuh dan jadi lebih

sehat lagi.

11. Mati

Individu tidak mampu sama sekali.

Indeks status fungsional oleh Bush dan kawan-kawan terdiri dari 3 skala yang

memperhitungkan pergerakan badan (body movement), mobilitas (mobility), dan

aktivitas peran utama (major role activity). Major role activity merupakan ciri paling

khas dari definisi sosio-kultural tentang kesehatan dan penyakit, karena berhubungan

erat dengan sifat-sifat sosial, sedangkan pergerakan badan dan mobilitas tidak. Indeks

fungsi status dianggap sebagai ukuran sosio kultural mengenai kesehatan/penyakit

yang tidak bisa diterima. Pendekatan sosiologi lainnya:

a. Mechanic’s Coping Respon Teory

Menurut Mechanic’s, penerimaan perilaku sakit dan peranan si sakit merupakan

proses musyawarah antara individu dan mereka yang berhubungan dengan

individu tersebut. Untuk itu ia menyimpulkan adanya 10 faktor penting yang

berperan dalam proses negosiasi dan evaluasi:

1. Penampilan; pengenalan atau pengertian yang paling menonjol dari gejala-

gejala.

2. Berat atau ringannya gejala

3. Dampak gejala-gejala

4. Frekuensi gejala

5. Nilai ambang toleransi dari mereka yang menilai gejala-gejala.

6. Informasi

7. Kebutuhan

8. Perbandingan yaitu keperluan dibandingkan dengan reaksi penyakit (proritas

mana?)

9. Mengikutsertakan inpretasi masuk akal yang bisa menjelaskan gejala-gejala

yang dikenal kembali

10. Tersedianya fasilitas pengobatan

b. Model Sucham tentang Perilaku

Sucham membuat 5 tingkatan perilaku guna mencari pertolongan, yaitu:

1. Tingkat pengalaman gejala-gejala,

2. Tingkat asumsi; peranan sakit,

Page 4: Konsep Perilaku dan Kesehatan.doc

3. Tingkat peranan berhubungan; dengan pelayanan kesehatan,

4. Tingkat ketergantungan pasien,

5. Tingkat penyembuhan (rehabilitasi).

Menurut Sucham, tidak selalu semua tingkatan harus ada pada tiap kasus penyakit.

c. Kesehatan sempurna, kesehatan normal, dan penyakit

Twoddle (1974) menitikberatkan hubungan sosial budaya dalam menentukan

kesehatan. Menurut pendapatnya, tidak ada seorang pun yang seratus persen sehat,

dan tiap orang tidak sakit. Jadi antara kesehatan sempurna dan kematian terletak

kesehatan normal dan sakit (ill health).

Menurut Twoddle, apa yang sehat bagi seseorang bisa saja tidak sehat bagi orang

lain. Ada dua hal timbul dari usaha menjelaskan kesehatan dan penyakit, yaitu:

a. Karena terpaksa membicarakan kesehatan normal dengan kesehatan sempurna,

kesehatan lebih dikenal sebagai norma sosial.

b. Definisi kesehatan dilihat dari sudut sosial lebih khas daripada bila dilihat dari

sudut biologis.

Dari kriteria biologis yang terpenting letaknya pada dua ujung ekstrem, yaitu

kesehatan sempurna dan kematian.

c. Upaya Kesehatan

Menurut Soekidjo Notoatmodjo, upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau

masyarakat. Upaya mewujudkan kesehatan dapat dilihat dari 2 aspek:

1. Pemeliharaan Kesehatan, mencakup 2 aspek yaitu aspek kuratif (pengobatan

penyakit) dan aspek rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit

atau cacat).

2. Peningkatan Kesehatan, mencakup 2 aspek yaitu aspek preventif (pencegahan

penyakit) dan aspek promotif (peningkatan kesehatan itu sendiri).

Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah

pelayanan kesehatan yang pada umumnya dibedakan menjadi tiga.

1. Sarana pemeliharaan kesehatan primer (primary care), misalnya puskesmas,

poliklinik, dokter praktik swasta, dan sebagainya.

Page 5: Konsep Perilaku dan Kesehatan.doc

2. Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat dua (secondary care), misalnya puskesmas

dengan rawat inap (puskesmas pusat), rumah sakit kabupaten, rumah sakit tipe D

dan C, dan rumah bersalin.

3. Sarana pemeliharaan kesehatan tingkat tiga (tertiary care), misalnya rumah sakit

provinsi, rumah sakit tipe B dan A.

Sarana pelayanan kesehatan primer disamping melakukan pelayanan kuratif, juga

melakukan pelayanan rehabilitatif, preventif, dan promotif.

d. Pengelompokkan Kesehatan

Secara umum kesehatan dikelompokkan menjadi dua, yaitu kesehatan individu dan

kesehatan agregat (kumpulan individu) atau kesehatan masyarakat. Ilmu yang

mempelajari masalah kesehatan individu adalah ilmu kedokteran (medicine),

sedangkan ilmu yang mempelajari masalah kesehatan agregat adalah ilmu kesehatan

masyarakat (public health).

B. Konsep Perilaku

Soekidjo Notoatmodjo menyebutkan dari segi biologis, perilaku adalah kegiatan atau

aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Yang dimaksud perilaku

(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati

langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons

atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini

terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme

tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme

Respons. Skiner membedakan adanya dua respons.

1. Respondent respons atau reflexive

Yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulasi) tertentu.

Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation, karena menimbulkan respons-

respons yang relatif tetap. Misalnya cahaya terang menyebabkan mata tertutup,

mendengar berita musibah menjadi sedih.

2. Operant respons atau instrumental respons

Yaitu respons yag timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau

perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinfocer,

karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan

Page 6: Konsep Perilaku dan Kesehatan.doc

melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari

atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi

dalam melaksanakan tugasnya.

Dilihat dari bentuj respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan

menjadi dua.

1. Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert). Misalnya seorang ibu hamil tahu pentignya periksa kehamilan, seorang

pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubugan seks, dan

sebagainya.

2. Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke

puskesmas untuk diimunisasi.

Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response. Oleh karena itu, untuk

membentuk jenis respons atau perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tang

disebut operant conditioning. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant

conditioning ini menurut Skiner adalah sebagai berikut.

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer

berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang

membentuk perilaku yang dikehendak. Kemudin komponen-komponen tersebut

disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku

yang dimaksud.

c. Menggunakan secara urut komponen-komponen sebagai tujuan sementara,

mengidentifikasi reinforcer atau hasdiah untuk masing-masing komponen

tersebut.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang

telah disusun. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya

diberikan.

Daftar Pustaka

Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Jakarta: Rineka Cipta.