26
KONSEP PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT SELAT MADURA DAN SEKITARNYA Oleh Guntur (1) , Murachman (1) dan Soemarno (2), Dosen Fakultas Perikanan (1), Dosen Fakultas Pertanian (2) UNIBRAW, Malang ABSTRAK Wilayah Selat Madura, terutama Kawasan madura Kepulauan mempunyai potensi sumberdaya alam laut sangat besar, khususnya terumbu karang yang masih banyak memiliki keanekaragaman jenis. Lokasi-lokasi yang berpotensi sangat besar adalah (1). Perairan sebelah Timur dan Selatan P. Saobi; (2). Perairan sebelah Barat Pulau Sabunten; (3). Perairan sebelah Barat Laut Pulau Paliat; (4). Pantai sebelah Selatan bagian Timur Pulau Kangean. Perairan sebelah Timur dan Selatan P. Saobi dan perairan sebelah Barat P. Sabunten, saling berhadapan satu sama lain. Perairan P. Saobi mempunyai potensi biota laut dengan nilai konservasi tinggi, artinya memiliki banyak keanekaragaman jenis, sedangkan perairan Pulau Sabunten secara umum cukup baik dan terumbu karangnya masih utuh namun nilai konservasi rendah. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh vegetasi daratan P. Saobi yang berstatus Cagar Alam yang memungkinkan kwalitas air perairan timur dan barat P. Saobi cukup menunjang kelangsungan habitat terumbu karang. Kualitas air yang merupakan salah satu komponen dari habitat turut menentukan kelangsungan kehidupan dalam suatu ekosistem perairan, sedangkan habitat itu sendiri mempunyai peranan penting dalam menentukan kecepatan dan sifat pertumbuhan organisme. Kualitas air yang baik berpengaruh pada kecerahan perairan, karena kecerahan ada kekurangannya dengan daya tembus cahaya matahari yang merupakan salah satu faktor untuk membantu kehidupan. Sinar matahari ini diperlukan dalam fotosinhtesa tumbuhan yang berhijau daun seperti algae dan phytoplankton. Demikian pula diperairan P. Saobi ini, kwalitas air dan kecer- ahan saling berkaitan sehingga menguntungkan kehidupan organisms karang. Letak terumbu karang di P. Saobi dan di P. Sabunten yang berhadapan, juga berpengaruh terhadap kelangsungan tumbuhnya karang. Ini disebabkan gelombang laut yang keras, yang dapat AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000 122

Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

vn

Citation preview

Page 1: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

KONSEP PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT SELAT MADURA DAN SEKITARNYA

OlehGuntur(1) , Murachman(1) dan Soemarno(2),

Dosen Fakultas Perikanan (1), Dosen Fakultas Pertanian (2) UNIBRAW, Malang

ABSTRAK Wilayah Selat Madura, terutama Kawasan madura Kepulauan mempunyai

potensi sumberdaya alam laut sangat besar, khususnya terumbu karang yang masih banyak memiliki keanekaragaman jenis. Lokasi-lokasi yang berpotensi sangat besar adalah (1). Perairan sebelah Timur dan Selatan P. Saobi; (2). Perairan sebelah Barat Pulau Sabunten; (3). Perairan sebelah Barat Laut Pulau Paliat; (4). Pantai sebelah Selatan bagian Timur Pulau Kangean. Perairan sebelah Timur dan Selatan P. Saobi dan perairan sebelah Barat P. Sabunten, saling berhadapan satu sama lain.

Perairan P. Saobi mempunyai potensi biota laut dengan nilai konservasi tinggi, artinya memiliki banyak keanekaragaman jenis, sedangkan perairan Pulau Sabunten secara umum cukup baik dan terumbu karangnya masih utuh namun nilai konservasi rendah. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh vegetasi daratan P. Saobi yang berstatus Cagar Alam yang memungkinkan kwalitas air perairan timur dan barat P. Saobi cukup menunjang kelangsungan habitat terumbu karang.

Kualitas air yang merupakan salah satu komponen dari habitat turut menen-tukan kelangsungan kehidupan dalam suatu ekosistem perairan, sedangkan habitat itu sendiri mempunyai peranan penting dalam menentukan kecepatan dan sifat pertumbuhan organisme. Kualitas air yang baik berpengaruh pada kecerahan perairan, karena kecerahan ada kekurangannya dengan daya tembus cahaya matahari yang merupakan salah satu faktor untuk membantu kehidupan. Sinar matahari ini diperlukan dalam fotosinhtesa tumbuhan yang berhijau daun seperti algae dan phytoplankton. Demikian pula diperairan P. Saobi ini, kwalitas air dan kecerahan saling berkaitan sehingga menguntungkan kehidupan organisms karang.

Letak terumbu karang di P. Saobi dan di P. Sabunten yang berhadapan, juga berpengaruh terhadap kelangsungan tumbuhnya karang. Ini disebabkan gelombang laut yang keras, yang dapat merupakan penyebab terlepasnya karang bagian atas dan melemparkannya tertahan oleh kedua pulau tersebut. Dimusim angin timur, gelombang laut tertahan Pulau Sabunten dan pada musim angin barat gelombang laut tertahan P. Saobi.

Pola laut yang terjadi di antara . Sabunten dan P. Saobi adalah : (a). Arus Wind-droff current yang disebabkan oleh adanya angin. Pada musim Timur

menyebabkan arus barat, barat daya dan barat laut tertahan P. Saobi dan pada musim Barat menyebabkan munculnya arus timur, tenggara dan timur laut laut tertahan P. Sabunten.

(b). Arus pasang surut (tidal current) pada waktu air pasang merupakan arus timur dan pada waktu air surut merupakan arus barat. Kedua arah arus tersebut saling tertahan oleh ke dua pulau tersebut. Pada selat antara P. Saobi dan P. Sabunten yang membujur dari utara ke selatan pada waktu surut merupakan arus dari arah utara.

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

122

Page 2: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

(c). Arus partikel yang terjadi diantara kedua pulau menguntungkan organisme nabati laut yang ada disana, sebab arus ini mengadung unsur-unsur hara dari dasar perairan laut yang sangat penting bagi kesuburan perairan lingkungan laut.

Berdasar penilaian dan kemungkinan-kemungkinan tersebut diatas maka perairan timur dan selatan Pulau Saobi serta perairan barat P. Sabunten tepat bila dijadikan areal konservasi laut dengan status sebagai Taman Wisata Laut yang luasnya perlu ditetapkan setelah pengukuran yang seksama.

Terhadap perairan barat laut P. Paliat yang juga mempunyai terumbu karang yang cukup baik dengan jenis terumbu karang yang keanekaragaman jenisnya juga banyak, perlu dijadikan kawasan konservasi pula menyatu dengan Pulau Paliat yang milik Perum Perhutani. Gugusan terumbu karang yang tersebar di wilayah-wilayah yang dijadikan sasaran pengamatan potensi sumber daya alam laut, ternyata telah rusak dan mati atau tak dapat lagi dipertahankan.

-------------Kata kunci: Konservasi laut

PENDAHULUAN

Usaha peningkatan pendaya-gunaan sumberdaya laut berperan ganda. Selain meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat nelayan, penyediaan pangan khsusnya protien hewani, ia juga dapat meningkat pendapatan negara. Total kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan lautan (minyak dan gas, perikanan laut, transportasi dll.) diperkirakan mencapai 22 persen dari Produk Domestik Bruto dan menyerap 13.6 juta tenaga kerja (Anonimous, 1992).

Berbagai permasalahan dapat muncul oleh pemanfaatan pesisir dan lautan yang mengabaikan prinsip-prinsip ling-kungan. Laut sering diperlakukan sebagai penampung sampah kota, limbah industri dan limpasan bahan kimia pertanian. Selain itu meningkatnya permintaan bahan makanan, energi dan bahan baku untuk industri dari lautan membawa tekanan. Eksploitasi wilayah pesisir dan laut kian meluas hutan mangrove dikonversikan menjadi tambak, atau peruntukn lainnya. Terumbu karangpun telah dieksploitasi secara besar-besaran. Di

wilayah tertentu telah terjadi kelang-kaan sumberdaya ikan akibat penangkapan berlebih.

Beranekaragam tipe ekosistem khas dijumpai di wilayah pesisir, se-perti hutan mangrove, terumbu karang, lamun, rumput laut, estuarin, delta dan rawa pantai non bakau. Selain me-nyediakan berbagai sumberdaya alam, tatanan lingkungan ini berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Te-rumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas, yang didalamnya terkandung keanekaragaman biota laut yang unik dan menarik. Produktivitas dan kekayaan jenis terumbu karang boleh dikata sebanding dengan hutan hujan tropika (Anonimous, 1992). Sebagai salah satu ekosistem di dunia yang secara ekologis paling produktif dan beragam, serta seringkali meru-pakan daerah yang paling cantik bentuknya (Nybakken, 1983; White, 1987). Hal lain yang menarik perhatian dari ekosistem terumbu karang terutama adalah besarnya kelimpahan dan keragaman biota yang berasosiasi.

Sebagai ekosistem perairan yang memiliki produktivitas tinggi, terumbu karang juga merupakan habitat dari

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

123

Page 3: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

berbagai jenis organisme laut. Terumbu karang berfungsi sebegai pelindung fisik, tempat tinggal, mencari makan, berpijah dan berkembang biak berbagai biota laut. Diperkirakan sekitar 263 jenis ikan hias hidup di perairan terumbu karang, dan sepertiga seluruh jenis ikan kehidupannya bergantung pada lestarinya terumbu karang. Disisi lain terumbu karang dapat dijadikan sebagai bahan bangunan, bahan baku industri pupuk dan farmasi (Anonimous, 1992).

Dalam dekade terakhir ini terumbu karang baik langsung maupun tidak langsung telah dimanfaatkan oleh manusia secara optimal tanpa kendali, antara lain usaha penangkapan ikan karang baik sebagai ikan hias maupun sebagai konsumsi secara besar-besaran yang menggunakan racun "potassium cyanida (KCN)", pengambilan karang untuk bahan bangunan dan tidak kalah pesatnya pemanfaatan daerah terumbu karang sebagai taman laut dijadikan objek wisata bahari. Menurut Salm (1984) hasil tangkapan ikan di perairan terumbu karang dan sekitarnya dapat mencapai 5.000 kg/nelayan/tahun.

Semakin meningkatnya pemba-ngunan di segala bidang terutama di wilayah selat Madura, serta me-ningkatnya jumlah penduduk meng-akibatkan peningkatan terhadap pen-cemaran pesisir dan laut serta kerusakan lingkungan laut. Sebagai contoh pengambilan biota laut dengan menggunakan cara-cara yang merusak lingkungna. Untuk itu pembangunan wilayah pesisir dan laut perlu memperhatikan kelestarian fungsi dan ekosistemnya dengan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan dan pemanfaatan yang tepat tanpa merusak lingkungan.

Dalam rangka menjamin kesinam-bungan dan kelestarian eksosistem laut di Selat Madura, maka perlu disusun konsep pengelolaan kawasan

konservasi laut untuk menjamin keles-tarian ekosistem laut wilayah Selat Madura. Dengan diketahuinya wila-yah-wilayah Selat madura yang perlu dikonservasi dan dilindungi, diharapkan pemanfaatan dan pengelolaan eko-sistem pantai dapat eterjamin dan eterarah sesuai peruntukan kawasan yang harus dilindungi dan dilestarikan. Wilayah konservasi laut Selat Madura disusun berdasarkan hasil studi DITJEN PHPA sebagai instansi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam laut.

Maksud penyusunan konsep pengelolaan kawasan konservasi laut adalah dalam rangka upaya konservasi dan pelestarian sumberdaya alam laut Selat madura melalui konsep penge-lolaan yang terencana dan terpadu untuk menunjang pembangunan wila-yah pesisir dan laut yang berwawasan lingkungan. Sedangkan tujuan penyu-sunan konsep pengelolaan kawasan konservasi laut adalah sebagai pedoman dan arahan bagi pemerintah, Masyarakat dan Dunia Usaha tentang lokasi-lokasi yang perlu dilindungi dan dilestarikan berdasarkan Peraturan perundangan yang berlaku, sehingga dapat diwujudkan kelestarian eko-sistem laut yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.

KEADAAN UMUM KAWASAN SELAT MADURA: Kepulauan Kangean

Kepulauan Kangean merupakan Gugusan pulau-pulau berjumlah 68 pulau yang membujur dari arah Barat ke

arah Timur pada posisi 6030'- 7013'

Lintang Selatan dan 115010'- 115056' Bujur Timur berjarak + 132 mil laut disebelah Timur Laut Kota Kalianget (P. Madura) dan + 100 mil laut di sebelah utara P. Bali berbatasan dengan wilayah bagian Timur dengan Laut

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

124

Page 4: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

Sulawesi, bagian Utara dengan Laut Kalimantan, bagian Barat dengan Laut Jawa/Madura dan bagian Selatan dengan Laut Bali.

Secara administratif pemerin-tahan, Kepulauan ini berada di bawah Koordinasi Pembantu Bupati wilayah Kerja Kangean di Arjasa, Kabupaten Sumenep, Propinsi Jawa Timur dan terbagi menjadi dua Kecamatan yaitu Kecamatan Arjasa dan Kecamatan Sepekan. Kecamatan Arjasa terbagi menjadi 28 desa yaitu Desa Arjasa, Kalekatak, Duko, Sumber Nangka, Bilis-bilis, Laut Jung-jung, Kalesangka, Angkatan, Kalo-kalo, Buddi, Kaling-anjar, Angan-angan, Sambakati, Pase-runaan, Pandunan, Belaman, Pangan-angser, Sawah Sumur, Pakian, Dan-deuy, Timur Jungjang, Jukang-Jukang, Tarjek, Kangenu, Tembayung, Cang-kraman, Batu Puteh dan Saobi. Kecamatan Sepekan terbagi menjadi sembilan desa yaitu Desa Sepekan, Sakala, Tanjung Kiaok, Pagerungan Besar, Pagerungan Kecil, Sabunten, Paliat, Sasiil dan Sepanjang.

Luas Pulau Kangean adalah 547,28 km2 atau 54.728 Ha. Dari luas tersebut, 460,96 Ha merupakan wilayah Kecamatan Arjasa dan 8.632 Ha merupakan wilayah Kecamatan Sepekan. Status tanah daratan di Kepulauan Kangean umumnya seba-gian dibawah pengelolaan masyarakat (tegalan dan pemukiman) dan sebagian hutan merupakan wilayah kerja Perum Perhutani Unit II Jatim, dan sebagian di Pulau Saobi merupakan Cagar Alam P. Saobi.

KARAKTERISASI LOKASI KEPULAUAN KANGEAN

Kegiatan pencarian lokasi Taman Wisata Laut di Selat Madura dan sekitarnya dipusatkan pada pengum-pulan data dan informasi mengenai

potensi laut dan sumber daya pantai di Kepulauan Kangean. Lokasi yang dijadikan obyek pengamatan didasar-kan pada informasi yang bersumber dari instansi pemerintah yang terkait maupun dari tokoh/pemuka masyarakat dan nelayan setempat. Secara umum potensi sumber daya alam laut dan pantai di Kepulauan Kangean dan sekitarnya, pada umumnya pulau-pulau yang berada disekitarnya ditumbuhi mangrove dan sebagian memiliki hamparan terumbu karang. Kelim-pahan koloni terumbu karang yang tumbuh subur terletak disekitar P. Mamburit, P. Kangean, P. Saobi, P. Sabunten, P. Paliat, P. Sapangkur, P. Saur, P. Saibus, P. Sapeken, P. Sasiil dan P. Sepanjang.

Sedangkan pulau-pulau kecil yang berada disekitar sebelah Tenggara P. Kangean, yang tidak memiliki daratan dan ditumbuhi vegetasi mangrove yang relatif masih utuh yaitu P. Bindera, P. Kaloangan, P. Malang, P. Malelang dan P. Bumnyarit.

1. P. MamburitPulau ini telah menjadi

perkampungan di tengah laut yang pantainya mulai dari batas air surut sampai kedalaman + 15 meter terdapat hamparan terumbu karang, baik yang masih hidup maupun sudah mati. Jenis terumbu karang yang mendominasi di wilayah ini adalah jenis Acropora sp. dan Porites sp.. Intensitas pelayaran nelayan dari perkampungan di P. Mamburit ke P. Kangean menyebabkan terumbu karang ini banyak yang sudah rusak. Jenis ikan hias yang ada disana tidak banyak. Kemungkinan lain rusaknya terumbu karang adalah karena perahu yang membuang jangkar di sekitar terumbu karang turut menghancur kannya. Akibat jangkar yang diturun kannya, sehingga kondisi ekosistem terumbu karang beserta biota

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

125

Page 5: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

lautnya sukar untuk dipertahankan sebagai kawasan konservasi.

2. P. KangeanPulau yang paling luas di

kepulauan ini merupakan pulau yang paling banyak disinggahi perahu, baik perahu nelayan maupun kapal Ferri. Terumbu karang dijumpai di pantai Barat pulau ini yang berdekatan dengan P. Mamburit. Keadaannya hampir sama dengan terumbu karang di P. Mamburit. Di pantai Timur Pulau Kangean yaitu di Selat antara P. Kangean dan P. Paliat terdapat selat yang sempit yang sering dilalui kapal nelayan bahkan di pantai timur P. Kangean ini terdapat Tempat Pengumpulan Kayu milik Perum Perhutani. Hal ini menyebabkan terum-bu karang di pantai timur P. Kanqean tidak ada yang baik, demikian pula di pantai utara dan selatan.

3. P. PaliatPulau ini terletak di sebelah timur

P. Kangean yang dipisahkan oleh selat sempit. Pulau ini milik Perum Perhutani yang berstatus sebagai hutan produksi. Vegetasinya masih baik dengan pohon bakau mengelilingi pantai pulau ini. Di ujung barat pulau ini atau tepatnya barat laut pulau ini membujur ke arah timur + 1 km sebatas + 15-30 m dari batas air laut surut ke arah tengah laut terdapat terumbu karang yang masih baik. Sampai kedalaman + 5 meter. Terumbu karang ini dapat dinikmati dengan tanpa menyelam (dari atas perahu) karena airnya masih jernih. Demikian pula pantai selatan pulau ini terdapat terumbu karang yang diwaktu air surut nampak kepermukaan air. Terumbu karang dari jenis Porites sp., Acropora sp., Asperea, A. millepora sp., montipora toloisa. Jenis-jenis ikan hias Epinephalus sp., Chaetodontoplus sp., Hereochus Chaetodon, Zanclus

canessens, Abudefduf, Lambroindes dimideatus dan Amphiprion sp..

4. P. SaobiSeluas 930 ha dari pulau ini telah

berstatus Cagar Alam dan selebihnya dihuni penduduk dengan berbagai aktifitas kehidupan yang sebagian besar menjadi nelayan. Sawo kecik (Manilkara kauki) dan burung gosong (Megacephalon freycenet reinwardtii) merupakan flora dan fauna khas di P. Saobi. Perairan pantainya disebelah utara berpasir dan sebelah timur dan selatan yang berhadapan dengan Cagar Alam, merupakan terumbu karang yang pada waktu air laut surut tampak seperti daratan berrelief seluas + 20 Ha.

Potensi perairannya mempunyai nilai konservasi yang tinggi ditandai dengan adanya keanekaragaman jenis terumbu karang. Jenis Enhalus sp. dan Thalassia sp. merupakan potensi perairan yang paling dominan disertai jenis terumbu karang Acropora sp. dan Heliopora sp. yang dominan pula. Berbagai jenis ikan seperti Scarus sp., Casio sp., Lutjanus sp., Abudefduf, Chaetodon, Amphiprion SP. Epino-phelus sp. dan (Acanthurus sp.).

5. P. SabunteunPulau ini terletak sebelah timur

Saobi dan dihuni penduduk yang bermata pencaharian bercocok tanam (tadah hujan), kebun kelapa dan nelayan. Di Pulau ini terdapat dua sumber air jernih yang merupakan sumber air pokok bagi kepentingan sehari-hari. Vegetasi pantai terdiri dari Rhyzophora stylosa dan Casuarina equisetifolia serta pohon-pohon kelapa. Terumbu karang terdapat dibagian barat pulau ini (antara P. Saobi dan P. Sabunten) yang umumnya dari jenis Acropora sp. dan Porites sp.. Rumput laut dari jenis Thalassia hemprichii dengan jenis-jenis ikan Amphiprion

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

126

Page 6: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

ocellaris, Zebrasvina sp. dan Epinephelus sp. (kerapu).

6. P. SapungkurPulau Sapungkur terletak sebelah

timur P. Sabunten dengan penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Casuarina equisecifolia merupakan vegetasi pantai dengan potensi perairan berupa hamparan terumbu karang yang sebagian besar telah tertimbun endapan lumpur sehingga mengalami kematian. Jenis terumbu karang yang masih hidup adalah jenis Acropora sp., Porites sp., Galaxea sp. dan Platygyra sp.. Ikan-ikan hias yang berkeliaran hidup diterumbu karang tersebut adalah jenis (Abudefduf sp., Dascylus sp. Epinephalus sp. dan Acanthurus sp.. Formasi dasar perairan dengan kedalaman bervariasi antara 2-3 meter berupa pasir dan dibeberapa tempat dijumpai adanya jenis Neoferdina ocellata (Astroidea), sedangkan dari jenis Echinoidae yang terletak adalah jenis Diadeun setosum (bulu babi)

7. P. SaurPulau ini berpenduduk yang mata

pencahariannya bercocok tanam, selain ada yang jadi nelayan. vegetasi pantai dimulai dari jenis kacang-kacangan (Ipomoea percaprae), pandan laut (Pandanus sp.), kemudian cemara laut (Casuarina equisetifolia). Perairan sampai kedalaman antara 2-4 meter ditumbuhi rumput laut dari jenis Enhalus sp. dan Thalassia sp. Acropra sp. dan Porites sp. yang sudah mati merupakan terumbu karang yang mendominasi daerah ini dan muncul dipermukaan air pada waktu air surut. Binatang laut (Astroidea) dari jenis Neoferdina ocellata serta Echinodea dan Diadeum setosum menyebar di beberapa tempat yang berpasir.

8. P. Saibus

Potensi biota laut yang berada di pulau ini adalah terumbu karang dari jenis Acropora sp. dan Porites sp. yang sudah mati serta Di bagian tengah perairan dijumpai adanya hamparan gosong pasir yang tidak begitu luas dan tidak berpenghuni. Formasi bakau dari jenis Rhizophora sp. merupakan vegetasi pantai yang ada di pinggiran pulau.

9. P. SasiilTerumbu karang yang sudah mati

dari jenis Porices sp. dan Acropora sp. banyak dijumpai. Lalu lintas nelayan yang menuju P. Sepanjang melewati perairan pulau ini sehingga terumbu karangnya rusak dan kemudian mati. Di beberapa tempat masih terdapat kelompok Lobophyllia sp. yang sudah mati dan rumput laut dari jenis Enhalus sp. dan Thalassia sp. tumbuh berteba-ran. Berdekatan dengan terumbu karang terdapat Mercusuar.

10. P. SepanjangPulau terbesar kedua setelah

Pulau Kangean terletak diujung paling timur dari Kepulauan Kangean. Seba-gian besar pulau ini berstatus hutan produksi milik Perum Perhutani dengan jenis kayu jati dan formasi hutan bakau Rhyzophora stylosa sebagai hutan lindung. Perairannya tidak jernih bahkan nampak keruh berlumpur. Disebelah barat daya pulau ini berdiri tegak "Mercu suar" diantara hamparan terumbu karang yang sudah mati tertimbun lumpur. Terumbu karang yang masih hidup tidak dijumpai. Di bagian timur disebelah Tanjung Kiao yang merupakan habitat duyung (Dugong dugon). Rumput laut dari jenis Thalassia sp. dan Enhalus sp. tumbuh mendominasi wilayah berpasir.

11. P. SapekanDi Pulau ini terdapat pusatnya

Kecamatan Sapekan, sehingga

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

127

Page 7: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

keadaan perairannya ramai sebagai jalur perhubungan antar pulau dan merupakan tempat berbelanjanya penduduk yang bertempat tinggal di pulau-pulau sekitar Kecamatan Sapekan, bahkan pulau-pulau yang merupakan wilayah Kecamatan Arjasa. Di pulau ini tidak dijumpai terumbu karang yang baik. Biota laut sekitar perairan pulau ini berupa ikan yang dikonsumsi penduduk seperti ikan layang dan Lathrinus sp..

Beberapa PermasalahanBeberapa permasalahan yang

dijumpai yang berkaitan dengan keberadaan dan kelestarian sumber daya alam laut di pulau-pulau sekitar Selat Madura adalah sebagai berikut :1. Umurnnya kesadaran masyarakat

nelayan yang ada di sekitar pulau-pulau Selat Madura masih rendah terhadap kelestarian terumbu karang, terbukti rdasih banyak dilakukan pembuangan sauh / jangkar disembarang tempat yang ada terumbu karangnya.

2. Di tepi pantai P. Sapangkur terdapat sebuah bagan yang menampung jenis-jenis ikan kerapu dan napo-leon milik pengusaha di Jakarta, yang dieksport ke Singapura, Hongkong dan Jepang. Kegiatan tersebut dikhawatirkan akaii me-rusak kelestarian terumbu karang, karena diduga cara penangkapan ikan tersebut dengan menggunakan bahan beracun, yang akan merusak biota karang. Dan dampaknya yang lebih besar akan timbul, mengingat prospek komoditi ikan-ikan tersebut cukup baik dewasa ini akan mengundang investor-investor lain untuk ikut-ikutan usaha bagan.

3. Namun terhadap pemboman umum-nya nelayan setempat sudah sadar. Mereka sudah mengusir kalau ada nelayan luar yang datang mau menangkap ikan dengan cara baru.

4. Di pulau Pagerungan ada pemboran minyak di laut. Hal ini kemungkinan dapat banyak berpengaruh terhadap pembangunan di Kepulauan Ka-ngean.

EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN PENGELOLAANNYA

Beranekaragam tipe ekosistem khas dijumpai di wilayah pesisir, se-perti hutan mangrove, terumbu karang, rumput laut, estuarin, delta dan rawa pantai non bakau. Selain menyediakan berbagai sumberdaya alam, tatanan lingkungan ini berfungsi sebagai penyangga kehidupan.

Terumbu karang merupakan eko-sistem khas, yang didalamnya ter-kandung keanekaragaman biota laut yang unik dan menarik. Produktivitas dan kekayaan jenis terumbu karang boleh dikata sebanding dengan hutan hujan tropika (Anonimous, 1992). Sebagai salah satu ekosistem di dunia yang secara ekologis paling produktif dan beragam, serta seringkali meru-pakan daerah yang paling cantik ben-tuknya (Nybakken, 1983; White, 1987). Hal lain yang menarik perhatian dari ekosistem terumbu karang terutama adalah besarnya kelimpahan dan keragaman biota yang berasosiasi.

Sebagai ekosistem perairan yang memiliki produktivitas tinggi, terumbu karang juga merupakan habitat dari berbagai jenis organisme laut. Terumbu karang berfungsi sebegai pelindung fisik, tempat tinggal, mencari makan, berpijah dan berkembang biak berbagai biota laut. Diperkirakan sekitar 263 jenis ikan hias hidup di perairan terumbu karang, dan sepertiga seluruh jenis ikan kehidupannya bergantung pada lestarinya terumbu karang. Disisi lain terumbu karang dapat dijadikan sebagai bahan bangunan, bahan baku industri pupuk dan farmasi (Anonimous, 1992).

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

128

Page 8: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

Di perairan laut Indonsia diperkirakan luas terumbu karang

mencapai 6.800 km2, membentang sepanjang 17.500 km (Anonimous, 1992). Sebagian sudah ditetapkan menjadi taman nasional luat, antara lain di daerah Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimunjawa, Bunaken Sulawesi Utara yang terkenal sebagai Taman Nasional Laut, disamping itu juga perairan laut Madura Kepulauan terdapat terumbu karang yang lamam dikenal oleh nelayan dan merupakan daerah perburuan /penangkapan ikan-ikan karang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, seperti ikan kerapu, kakap dan ikan hias.

Dalam dekade terakhir ini terumbu karang baik langsung maupun tidak langsung telah dimanfaatkan oleh manusia secara optimal tanpa kendali, antara lain usaha penangkapan ikan karang baik sebagai ikan hias maupun sebagai konsumsi secara besar-besaran yang menggunakan racun "potassium cyanida (KCN)", pengambilan karang untuk bahan bangunan dan tidak kalah pesatnya pemanfaatan daerah terumbu karang sebagai taman laut dijadikan objek wisata bahari. Menurut Salm (1984) hasil tangkapan ikan di perairan terumbu karang dan sekitarnya dapat mencapai 5.000 kg/nelayan/tahun.

Penelitian tentang kondisi ekologi terumbu karang di Indonesia tergolong masih sedikit, pada hal perairan laut Indonesia demikian luasnya dan sangat kaya akan sumberdaya terumbu ka-rangnya. Sementara itu eksploitasi terhadap terumbu karang untuk ber-bagai tujuan terus berlangsung tanpa memperhatikan keadaan ekologisnya. Hal ini apabila terjadi terus menerus akan mengakibatkan kepunahan te-rumbu karang yang ada. Sebagai salah satu ekosistem yang secara ekologis merupakan habitat berbagai jenis

organisme laut, maka sangatlah perlu dijaga kelisteriannya.

Pertimbangan KonservasiKonservasi dan pengelolaan

terumbu karang secara lestari dan berkembang sangat penting artinya. Oleh karena itu ekosistem terumbu karang yang sangat produktif dapat mendukung kehidupan nelayan setempat. Jika habitat terumbu karang dapat berfungsi secara optimal, maka produksi ikan-ikan karang akan dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan dan akan memberikan keuntungan secara sosial dan ekonomi bagi masyarakat, untuk masa kini dan masa yang akan datang. Konservasi dan pengelolaan terumbu karang haruslah secara menyeluruh baik ekosistem terumbu karang itu sendiri maupun sumberdaya ikan yang berasosiasi dengan terumbu karang, serta melibatkan masyarakat pengguna dengan memperbaiki terumbu karang yang telah rusak melaui pembuatan terumbu karang buatan. Disamping itu mencari alternatif pemanfaatan sumberdaya ikan-ikan karang melalui paket teknologi alat tangkap yang ramah lingkungan serta pengalihan usaha ke budidaya laut, yang layak dan memberikan prosfek yang cerah untuk meningkatkan pendapatan khususnya nelayan setempat.

Secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi terumbu karang di Indonesia saat ini adalah 14 % dalam kondisi kritis, 46 % telah mengalami kerusakan, 33 % kondisi masih bagus dan kira-kira hanya 7 % yang kondisinya sangat bagus. Bertambahnya berbagai aktivitas manusia yang berorientasi di daerah terumbu karang akan menambah tekanan dan sebagai dampaknya adalah turunnya kualitas terumbu karang. Jika kegiatan yang berhubungan dengan terumbu karang

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

129

Page 9: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

tidak segera dilakukan dengan baik maka prosentas terumbu karang dengan kriteria kritis akan bertambah dengan cepat (Anonymous, 1992). Di beberapa bagian perairan laut saat ini berlansung perusakan terumbu karang sudah pada tingkat yang menghawatirkan, sebagai akibat pengeksploitasiannya yang tidak terkendali, antara lain Teluk Ambon (Yusron dan Syahaetua, 1987) dan di pantai Lombok Barat, Nusa Tenggara (Sutarna dkk., 1987) serta Kepulauan Seribu. Keadaan serupa terjadi pula pada daerah terumbu karang di perairan Pasir Putih Selat Madura, terutama pengambilan karang sebagai hiasan dan bahan bangunan serta usaha penangkapan berbagai jenis ikan hias yang menggunakan bahan racun pada kadar tertentu dengan tujuan agar supaya ikan tertangkap dalam keadaan pingsan. Hal ini jelas akan berpengaruh terhadap ekosistem teumbu karang yang ada disekitarnya.

Terumbu karang berfungsi sebagai daerah perlindungan, tempat berkembang biak, mencari makan dan berpijah bagi berbagai jenis biota laut, mempunyai kestabilan, aneka-ragam spesies dan ekosistem beradaptasi secara baik melalui simbiose internal dan intra komunitas. Akan tetapi tidak kebal terhadap gangguan aktivitas manusia dan mudah sekali diserang oleh faktor-faktor perusak (ekosistem yang fragile) (Odum, 1971). Di sisi lain terumbu karang sebagai sumberdaya dieksploitasi sebagai bahan bangunan, bahan baku industri pupuk dan farmasi tanpa memperhatikan prinsip-prinsip ekologi.

Adanya kerusakan terumbu karang akan mengakibatkan pula perubahan keragaman organisme penghuni terumbu karang Menurut Risk (1972) di perairan terumbu karang terdapat indikasi adanya hubungan antara keragaman spesies ikan dengan

kompleksitas substrat. Daerah yang mempunyai keragaman spesies karang yang lebih banyak akan lebih bervariasi populasi ikannya. Makin kompleks populasi karang akan memberikan pula relung (niche) ekologi yang lebih banyak bagi ikan-ikan karang. Mengingat terumbu karang mempunyai arti penting baik ditinjau dari segi ekologi sebagai penyangga kehidupan maupun segi potensi ekonomi berupa usaha perikanan, industri dan pariwisata, perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya.

Ekosistem Terumbu Karang

1. Daerah Penyebaran Terumbu KarangLuas daerah terumbu karang di

dunia sedikitnya mencapai 600,000

km2, yang tersebar di daerah antara

30o LU dan 30o LS, dengan beberapa kekecualian, terutama mendominasi perairan dangkal daerah tropis. Kekecualian tersebut terdapat di daerah lintang tinggi yang mendapat aliran arus hangat, sebagai contoh yaitu dijumpainya terumbu karang di perairan

Indo-Pasifik pada daerah 35o LU, di

dekat Kepulauan Jepang, dan pada 32o

LS, di Laut Tasmania (Sheppard, 1983 dalam Berwick, 1983; White, 1987). Oleh karena itu terumbu karang digolongkan sebagai salah satu ekosistem khas yang terdapat di daerah tropis dan sering digunakan untuk menentukan batas lingkungan perairan laut tropis (Odum, 1971); Nybakken, 1983).

Walaupun begitu di daerah tropis tidak akan terdapat terumbu karang bila suhu air laut, salinitas dan penetrasi cahayanya berada pada kondisi kritis bagi kehidupan terumbu karang. Sebagai contoh di daerah pantai Samudra Hindia bagian utara, Teluk

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

130

Page 10: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

Persia bagian utara dan pantai di sekitar Hongkong tidak dijumpai terumbu karang karena merupakan daerah- daerah yang memiliki kekeruhan, suhu dan pengenceran oleh air tawar yang melampaui batas toleransi bagi pembentukan dan pertumbuhan terumbu karang. Demikian juga halnya di daerah pantai tropis yang mendapat aliran arus dingin, seperti pantai Barat Afrika dan sebagian besar pantai Barat Amerika Utara dan Selatan (Sheppard, 1983 dalam Berwick, 1983).

Penyebaran geografis terumbu karang dipengaruhi oleh suhu dan hampir semuanya hanya ditemukan pada perairan yang dibatasi oleh

permukaan yang isoterm 20o C (Barnes, 1980; Ditlev, 1980; Nybakken, 1983; Berwick, 1983). Menurut Berwick (1983) dan Nybakken (1983), tidak ada terumbu karang yang berkembang pada perairan yang suhu minimum

tahunannya di bawah 18o C. Perkembangan optimal untuk terumbu karang adalah pada perairan yang suhu

rata-rata tahunannya (23o - 25o) C, sedangkan suhu maksimum yang dapat ditoleransi oleh terumbu karang adalah

(36o - 40o) C (Nybakken, 1983). Menurut Berwick (1983) suhu optimum bagi terumbu karang berkisar antara

(25o - 29o) C, sedangkan suhu

maksimumnya berkisar antara (35o -

38o) C, tergantung pada jenisnya.Penetrasi cahaya matahari

memainkan peranan penting dalam pembentukan terumbu karang, karena cahaya matahari menentukan berlangsungnya proses fotosintesa bagi alga yang bersimbiosa di dalam jaringan karang (Berwick, 1983). Oleh karena itu distribusi vertikal terumbu karang dibatasi oleh kedalaman efektif sinar matahari yang masuk. Barnes (1980) menyatakan bahwa terumbu

karang dapat hidup sampai kedalaman 60 m, menurut Ditlev (1980) pada perairan yang jernih di se-kitar samudera terumbu karang dapat mencapai kedalaman lebih dari 80 m, menurut Vaughan dalam Sukarno (1981) kedalam maksimum untuk terumbu karang adalah 45 m. Nybakken (1983) menyatakan bahwa terumbu karang tidak dapat berkembang di perairan yang lebih dalam dari (50 - 70) m dan kebanyakan terumbu karanmg tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang.

Terumbu karang, terutama karang hermatipik merupakan organisme laut sejati dan kebanyakan spesies sangat sensitif terhadap perubahan salinitas yang lebih tinggi atau lebih rendah dari

salinitas normal air laut ( 30 - 35 ) o/oo Nybakken, 198; Berwick, 1983). Faktor-faktor pembatas bagi kehidupan, distribusi dan stabilitas ekosistem terumbu karang adalah suhu, cahaya matahari, salinitas, kejernihan air, arus (pergerakan) air, dan substrat (Barnes, 1980; Nybakken, 1983; Bewick, 1983). Untuk hidupnya terumbu karang memerlukan air laut yang bersih dan jernih, apabila terjadi kekeruhan pada air laut akan mempengaruhi penetrasi cahaya matahari sehingga laju pertumbuhan dan produksi terumbu karang (Berwick, 1983). Arus diperlukan oleh terumbu karang, tersedianya aliran suplai makanan berupa plankton dan oksigen serta terhindarnya karang dari timbunan endapan (Sukarno, 1981). Selanjutnya dinyatakan bahwa substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk membentuk koloni baru.

2. Bahan Pembentuk Terumbu KarangTerumbu karang merupakan

endapan (deposit) padat kalsium (CaCO3), yang dihasilkan oleh karang

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

131

Page 11: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

dengan sedikit tambahan dari alga berkapur (Calcareous alga) dan organisme-organisme lain yang mensekresi kalsium karbonat (CaCO3)

yang berperan dalam pembentukan terumbu karang modern, karang batu (Scleractinia) merupakan penyusunan yang paling penting (Barnes, 1980). Walaupun penyusun utama ekosistem terumbu karang adalah karang batu, tetapi peran karang lunak juga tidak kalah penting dalam penyusunan fisik terumbu karang (Manuputty, 1986).

Karang terdiri dari dua kelompok, yaitu karang her-matipik dan karang ahermatipik. Karang hermatipik adalah karang yang mengahsilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis. Sedangkan karang ahermatipik adalah karang yang tidak menghasilkan terumbu dan kelompok karang ini tersebar luas di seluruh dunia. Yang menjadi perbedaan utam-aantara karang hermatipik dengan karang ahermatipik adalah adanya simbiose mutualisme antara karang dengan zooxanthellae, yaitu sejenis alga unisular ( dinof- lagellata unisular), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di dalam jaringan karang. Karang hermatipik bersimbiose dengan alga tersebut, sedangkan karang ahermatipik tidak (Ditlev, 1980; Nybakken, 1983).

Menurut Barnes (1980) terdapat lebih dari 60 genera karang yang bersimbiose dengan zooxanthellae. Asosiasi simbiotik antara zooxanthellae dengan karang demikian eratnya hingga sangat menentukan meta-bolisme hewan tersebut, kemam-puannya untuk membentuk kerangka dan sebaran vertikalnya. Selain itu zooxanthellae juga terdapat dalam berbagai jenis inverteb- rata di terumbu karang sehingga memberikan petunjuk bahwa peranan alga tersebut sangat penting dalam ekosistem terumbu karang

(Nybakken, 1983; Nontji, 1984). Oleh karena itu karang hermatipik mempunyai sifat yang unik, yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan, sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat fototropik positif. Kebutuhan akan cahaya matahari tidak diragukan lagi adalah untuk zooxanthellae (Nybakken, 1983; Suharsono, 1984). Goreau (1961) dalam Nybakken (1983) menyatakan bahwa zooxanthellae meningkatkan laju proses kalsifikasi (pembentuk kapur) yang dilakukan oleh karang dan laju pertumbuhan koloni karang. Namun mekanisme zooxan-thellae me-ningkatkan laju pertumbuhan kerangka karang sampai saat ini belum diketahui secara jelas. Tetapi Barnes (1980) menjelaskan bahwa adanya proses fotosintesa oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan kar-bon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berukut :

Ca(HCO3)2 <===> CaCO3 + H2CO3 <===> H2O + CO2

Fotosintesa oleh alga yang bersimbiose membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira- kira 10 kali lebih cepat dari pada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae (Ditlev, 1980).

3. Tipe Terumbu KarangBentuk umum struktur

terumbu karang dapat digolongkan tiga tipe yaitu atol, terumbu penghalang (barrier reef) dan terumbu tepi (fringing reef). Atol merupakan terumbu yang berbentuk cincin yang muncul dari perairan dalam dan jauh dari daratan. Terumbu penghalang dan terumbu tepi keduanya berdekatan dengan daratan,

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

132

Page 12: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

terumbu penghalang dibatasi oleh jarak lebih besar dan perairan lebih dalam dibandingkan dengan terumbu tepi (Nybakken, 1983; Nontji, 1987).

Kondisi fisik terumbu karang yang kompleks memberikan andil bagi keragaman dan produktivitas biologinya. banyaknya lubang dan celah di terumbu karang memberikan tempat tinggal, perlindungan, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi berbagai jenis ikan dan invertebrata yang ada di perairan terumbu karang maupun yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Biota yang hidup di daerah terumbu karang merupakan suatu komunitas yang meliputi kumpulan kelompok biota dari berbagai tingkat trophik. Masing- masing kompoenen dalam komunitas ini mempunyai ketergantungan yang erat antara satu dengan yang lain (Sukarno, 1981; White, 1987).

3. Ekologi Ikan-Ikan KarangKondisi fisik terumbu karang yang

kompleks memberikan andil bagi keragaman produktivitas biologinya. Banyaknya lubang dan celah di terumbu karang memberikan tempat tinggal, perlindungan, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi ikan dan biota yang ada di perairan terumbu karang maupun yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Biota yang hidup di daerah terumbu karang merupakan suatu komunitas yang meliputi kelompok biota dari berbagai tingkat tropik. Masing-masing komponen dalam komunitas ini mempunyai ketergantungan yang erat satu dengan yang lain (Nybakken, 1988; Soekarno, 1981). Dari gambaran di atas tampak jelas bahwa ikan-ikan tersebut memberikan andil besar terhadap ekosistem terumbu karang (Nybakken, 1988).

Jenis-jenis ikan ekonomis penting tertentu memiliki asosiasi dengan

ekosistem terumbu karang. Hasil perikanan dari perairan terumbu karang dan perairan dangkal di sekitar berkisar

antara 2.5 - 5 ton/km2/tahun dengan potensi perikanan karang seluruhnya mencapai 2.7 juta metrik ton/tahun (Berwick, 1983) atau diduga sekitar 9 12 % dari total hasil perikanan dunia yang bernilai 70 juta ton/tahun (White, 1987 dalam Aktani 1988). Menurut Salm (1984) hasil tangkapan ikan di perairan terumbu karang dan sekitarnya dapat mencapai 5.000 kg/nelayan/tahun.

Kekayaan jenis ikan karang sebanding dengan jenis karang yang ada. Dapat dikatakan bahwa daerah pusat indo Pasifik, Kepulauan Filipina dan Indonesia yang kaya akan keragaman jenis karangnya mempunyai sejumlah besar spesies ikan dan jumlah tersebut menurun pada daerah yang semakin jauh dari kepulauan (Nybakken, 1988). Salah satu pendapat menerangkan bahwa diversitas spesies ikan karang yang tinggi disebabkan oleh banyaknya variasi habitat yang terdapat di terumbu karang. Pendapat lain menyatakan bahwa ikan-ikan tersebut memang memiliki relung (niche) ekologi yang lebih sempit sehingga lebih banyak spesies yang hanya bergerak (berakomodasi) di dalam area tertentu. Maka sebagai akibatnya ikan-ikan karan terbatas dan terlokalisasi di area tertentu pada terumbu karang( Nybakken, 1988).

Hutomo (1986) menyebutkan bahwa fisiografi dasar perairan adalah faktor utama yang menentukan dis-tribusi dan kelimpahan ikan-ikan ka-rang. Oleh karena itu keberadaan ikan-ikan karang juga sangat dipengaruhi oleh kondisi atau kesehatan terumbu karang, yang biasanya ditujukan oleh prosentase penutupan karang hidup (life coverage). Perbedaan habitat terumbu karang dapat mendukung

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

133

Page 13: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

adanya perbedaan kumpulan ikan-ikan. Oleh karena itu interaksi intra dan inter spesies berperan penting dalam penentuan perwilayahan (spacing, sehingga banyak ikan-ikan yang menempati wilayah tertentu.

Dua kelompok ikan yang secara aktif memangsa koloni karang, yaitu jenis yang memakan karang (famili Tetra-odontidae, Monocanthidae, Balis-tidae, chaetodontidae) dan jneis omnivora yang mencabut polyp karang

untuk mendapatkan algae yang berlindung di dalaam rangka karang (famili Acnthuridae, Scaridae). Ikan yang omnivora jumlahnya mencapai 50 70 %, hampir meliputi semua ikan di terumbu karang (famili Tetra-odontidae, Monocanthidae, Balistidae, chaeto dontidae). Kelompok kedua sekitar 15 % adalah ikan herbivora dan pem-angsa karang. Hanya beberapa spesies saja yang planktivora (Clupeidae, Atherinidae) dan karnivora.

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

134

Page 14: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

Piskivora Besar (hiu, kerapu, karangida, barakuda Pemangsa ikan kecil Piskovora perairan (kerapu, seranida tengah (karangida) kecil, karangida)

Pemangsa karang (ikan buntal, ikan kakatua)

Pemangsa invertebrata Pemangsa invertebrata bentik (ikan kepe-kepe Karang perairan tengah (ikan kerapu kecil) betok laut, klupeida

Zooplankton

Herbivora +-- ikan pakol,ikan ¦ Pemangsa detritus Invertebrata bibir, belosoh ¦ (belanak) bentik Algae bentik Detritus Fitoplankton

Gambar 3. Hubungan trofik pada ikan-ikan karang (Sumber: Connel, 1977 dalam Nybakken, 1988)

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

135

Page 15: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

(1). Konsep pengelolaan kawasan konservasi laut di kawasan Selat Madura merupakan konsep sistem terpadu yang terdiri atas beberapa subsistem, yaitu (i) bio-ekonomi, (ii) sosio-teknologi, (iii) Ekologi perairan pantai/Kepulauan; (iv) sosio-budaya, dan (v) subsistem pewilayahan.

(2). Perairan Kepulauan Kangean secara keseluruhan masih mem-punyai terumbu karang yang baik khususnya wilayah:Wilayah I, yang mencakup sebagian perairan P. Saobi, P. Sabunten dan pulau-pulau bakau yang meliputi P. Bindena, P. Ka-loangan, P. Malang, P. Mambelang, P. Bumnyarit dan P. Sepapan, luas kawasan ini adalah + 7.715 Ha dan terletak pada

ordinat 6055'45"-701' Lintang

Selatan dan 115023'55" -

115033'5" Bujur Timur dapat ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.Wilayah II, yang mencakup sebagian perairan P. Paliat bagian selatan dan pulau bakau yang meliputi P. Kamoron dan P. Talengki, luas kawasan ini adalah + 3.500 Ha dan terletak pada

ordinat 6057'15" - 701'25" Lintang

Selatan dan 115033'31" -

115039'45" Bujur Timur dapat ditetapkan sebagai Taman wisata Alam Laut.Wilayah III, yang mencakup sebagian perairan P. Sepanjang bagian barat perairan P. Saibus bagian timur dan P. Bangkat, luas kawasan ini adalah + 5.485 Ha

terletak pada ordinat 701'10" -

7045'25" Lintang Selatan dan

115040'45" - 115046'40" Bujur

Timur dapat dapat ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.

(3). Hutan mangrove (bakau) di selatan timur Pulau Kangean, dibagian Selatan dan Barat Pulau Paliat serta pulau-pulau kecil disekitarnya masih dalam keadaan baik dan utuh.

SARAN-SARAN(1). Perairan Kepulauan Kangean yang

masih mempunyai nilai konservasi tinggi baqi terumbu karang dan hutan mangrove, perlu segera diusulkan menjadi kawasan konservasi laut dengan peruntukan sebagai berikut:Wilayah I, yang mencakup sebagian perairan P. Saobi, P. Sabunten dan pulau-pulau bakau yang meliputi P. Bindena, P. Ka-loangan, P. Malang, P. Mambelang, P. Bumnyarit dan P. Sepapan, luas kawasan ini adalah + 7.715 Ha dan terletak pada

ordinat 6055'45" - 701' Lintang

Selatan dan 115023'55" -

115033'5" Bujur Timur dapat ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.Wilayah II, yang mencakup sebagian perairan P. Paliat bagian Selatan dan pulau bakau yang meliputi P. Kamoron dan P. Talengki, luas kawasan ini adalah + 3.500 Ha dan terletak pada

ordinat 6057'5" - 701'25" Lintang

Selatan dan 115033'31" -

115039'45" Bujur Timur dapat ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.Wilayah III, yang mencakup sebagian perairan P. Sepanjang bagian Barat perairan P. Saibus bagian Timur dan P. Bangkat, luas kawasan ini adalah + 5.485 Ha

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

136

Page 16: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

terletak pada ordinat 701'10" -

7045'25" Lintang Selaran dan

115040'45" - 115046'40" Bujur Timur dapat ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut.

(2). Dalam jangka panjang ditambah dengan perairan lain (di sekitar utara Pulau Sepanjang) sebaiknya ketiga wilayah tersebut di atas dijadikan Taman Nasional Laut.

(3). Untuk mengantisipasi rencana tersebut lebih lanjut maka areal perairan yang sudah diusulkan jadi Taman Wisata Laut termaksud perlu ada pengamanan dari eksploitasi perikanan dengan memakai bahan peledak ataupun potas. Untuk itu perlu adanya suatu penyuluhan terpadu antara instansi terkait.

(4). Perlu adanya peningkatan sarana perhubungan yang memadai untuk mendukung rencana pengembangan pariwisata alam di Kepulauan Kangean.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1992. Kualitas Lingkung-an Hidup Indonesia 1992: 20 Tahun Setelah Stokcholm. Kan-tor Meteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. 122 hal.

Anonimous. 1992. Pemanfaatan Te-rumbu Karang. Metode Pendu-gaan dan Pengelolaannya di Negara-negara ASEAN (terje-mahan). Ditjen Perikanan. International Development Research Centre. INFIS Manual Serie No. 18. 62p.

Anonimous. 1992. Seminar Kelautan. Strategi konservasi dan Pengelolaan Ekosistem Termbu

karang. Jakarta 7-8 Agustus 1992.

Baker, I. dan P. Kaeoniam. 1986. Manual of coastal development planning and management for Thailand. Environmental and Resources Research Division, Thailand Institute of Scientific and Technological Research, Bangkok.

BAPPEDA Kabupaten Daerah Tingkat II Sumenep. 1994. Proposal Pembangunan Taman Laut Nasional di P. Mamkuret, P. Saobi dan P. Kemudi Kecamatan Arjasa dan Kecamatan Raas. Kabupaten Daerah Tingkat II Sumenep, Sumenep.

Beast, M.B.: B.W. Hoeksema, W. Moka, H. Moll, Suharsono and N. Sutarna, 1989. Recent Scleractinian Coral Species Collected during the Shellius-II. Expedition in Eastern Indonesia.

Beast, M.B.: B.W. Hoeksema, W. Moka, H. Moll, Suharsono and N. Sutarna. 1994. Makalah masa-lah koordinasi Perencanaan Pembangunan wilayah Keca-matan. Sapeken. Direktorat Jen-deral PHPA, 1985. Identifikasi Potensi Laut dalam rangka pengembangan kawasan kon-servasi laut di Kepulauan Kangean Jawa Timur.

Bird, E.C.F. 1980. Environmental problems related to the coastal dynamics of humid tropical deltas. pp.18-21. Dalam: Proceedings of the Jakarta Workshop on Coastal Resource Management. ed. E.C.F. Bird and A. Soegiarto. The United Nations University, Tokyo.

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

137

Page 17: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

Chapman, V.J. 1977. Wet coastal Ecosystems. Ecosystems of the world Vol. 1. Elsevier Scientific Publishing Co., New York.

Clark, J. 1974. Coastal Ecosystems: Ecological considerations for management of the coastal zone. The conservation foundation, Washington DC.

Clark, J.R. 1976. Coastal ecological considerations for management of the coastal zone. The conservation Foundation. Washington D.C.

Clark, J.R. 1983. Coastal Ecosystems Management: A Technical manual for the conservation of coastal zone resources. The Conservation Foundation, Florida.

Clark, J.R. 1985. Coastal resources management: Development Case Studies. Research Planning Institute, South Caroline.

Dinas Perikanan 1995. Laporan Tahunan 1995. Dinas Perikanan Daerah Propinsi Dati I Jawa Timur, Surabaya.

Kenchington, R.A. dan B.E.T. Hudson. 1984. Coral reef management Handbook. UNESCO.

Knox G.A. dan T. Miyabara. 1984. Coastal zone resource develop ment and conservation in Southeast Asia. UNESCO and East-West Centre, Hawaii.

Ludwig, H.F. dan NEB. 1976. Envi-ronmental Guidelines for coastal zone management in Thailand,

Zone of Phuket. 3 Nov., NEB, Bangkaok.

Marsoedi, Sumitro, S.B., Iskandar, Dalimonthe, Nawawi, M. dan Soedarmanto, 1991. Studi perlindungan dan pengelolaan sumberdya kelautan di Jawa Timur. Pusat Studi Lingkungan Hidup, universitas Brawijaya, Malang.

Mather, P. and Bennett, 1, 1984. A Coral Reef Hand Book. The Australian Coral Reef Society, Brisbane.

Moore. H.B. 1962 Marine Ecology John Willey and Sons Inc. New York. 1993.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology (3th. ed.). Topan Company. Ltd. Takyo. 574p.

Odum, W.E. 1976. Ecological guidelines for tropical coastal Development. IUCN.

Risk, M. J. 1972. Fish Diversity on A Coral Reef in The Virgin Islands. Atoll Research Bulletin No. 153. Washington.

Romi Mahtarto, K. 1974. Beberapa hal mengenai karang. Pewarta Ocean LIPI LON. Jakarta Tahun 1 Nomor 8.

Salm, R.V. 1984. Man's Use of Coral Reef Survey and Asessment Methods Currently in Use in Indonesia. UNESCO Reports in Marine Science No. 21. pp 74 - 82.

Snedaker, S.C. dan C.D. Getter. 1985. Coastal Resources Management Guidelines, Coastal Publications

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

138

Page 18: Konsep Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

No.2. Research Planning Institute Inc. In Cooperation with NPS, USDI, USAID, Washington DC.

White, A.T. 1987. Coral Reef: Valuable Resources of South East Asia. ICLARM Education Series 1. 36p.

AGRITEK EDISI KHUSUS MARET 2000

139