15
AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016 KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan ZA. Fakultas Agama Islam Universitas Islam Lamongan e-mail: [email protected] Abstract: At present motivation for acquiring property has often become a problem. Quarrels often occur due to the seizure of property among humans. All this is inseparable from the influence of capitalism and is because of ignoring the concept of Islam. Islam as a way of life has a clear concept of property. The essence of possession absolutely belongs to Allah and humans are merely in possession of the right of use. Therefore humans must be careful in obtaining, owning, utilizing and distributing property. In obtaining property, Islam does not restrict the will of a person in seeking and obtaining property as long as it is done in the principle of so-called Halalan Thoyyibah. In terms of ownership and utilization, Islam considers that all forms of property held by humans are only limited to the trust given by Allah to be best utilized for themselves, their family and the welfare of all humans in accordance with the will of Allah. While in terms of the distribution of property, Islam denounces all attitudes and traits only paying more attention to individual interests. Social turmoil and various crimes are often triggered by the economic gap in the community. The spirit of seeking wealth should be balanced with the social spirit to help others in need, so that it will manifest a social balance. This is the concept of Islam related to property. If the concept is really materialized in the community, there will be no social problems often leading to possible quarrels in the community. On the contrary peace and prosperity will be felt throughout the whole community. Keyword: Property, Islam, distribution of property Pendahuluan Di dalam Al Quran, kata al-Mal dengan berbagai bentuk kata disebut tidak kurang dari 87 kali yang terdapat dalam 79 ayat di 38 surat. Penyebutan beberapa kali di dalam al- Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dalam sesuatu tersebut. Begitu juga dengan harta, yang mana harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan dan manusia tidak akan bisa terpisah darinya. Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang lazim. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia berusaha sesuai dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta. Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan demi menambah kenikmatan materi dan religi. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan aturan- aturan Allah yang harus diperhatikan oleh manusia agar dalam proses baik pencarian, pemilikan dan pemanfaatan harta tersebut tidak menimbulkan kekacauan dalam kehidupan. Karena pada dasarnya aturan-aturan tersebut dimaksudkan untuk menjamin keselamatan

KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Moh. Ah. Subhan ZA.

Fakultas Agama Islam Universitas Islam Lamongan

e-mail: [email protected]

Abstract: At present motivation for acquiring property has often become a problem. Quarrels often occur due to the seizure of property among humans. All this is inseparable from the influence of capitalism and is because of ignoring the concept of Islam. Islam as a way of life has a clear concept of property. The essence of possession absolutely belongs to Allah and humans are merely in possession of the right of use. Therefore humans must be careful in obtaining, owning, utilizing and distributing property. In obtaining property, Islam does not restrict the will of a person in seeking and obtaining property as long as it is done in the principle of so-called Halalan Thoyyibah. In terms of ownership and utilization, Islam considers that all forms of property held by humans are only limited to the trust given by Allah to be best utilized for themselves, their family and the welfare of all humans in accordance with the will of Allah. While in terms of the distribution of property, Islam denounces all attitudes and traits only paying more attention to individual interests. Social turmoil and various crimes are often triggered by the economic gap in the community. The spirit of seeking wealth should be balanced with the social spirit to help others in need, so that it will manifest a social balance. This is the concept of Islam related to property. If the concept is really materialized in the community, there will be no social problems often leading to possible quarrels in the community. On the contrary peace and prosperity will be felt throughout the whole community. Keyword: Property, Islam, distribution of property

Pendahuluan

Di dalam Al Quran, kata al-Mal dengan berbagai bentuk kata disebut tidak kurang dari

87 kali yang terdapat dalam 79 ayat di 38 surat. Penyebutan beberapa kali di dalam al-

Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dalam sesuatu tersebut. Begitu juga dengan

harta, yang mana harta merupakan kebutuhan inti dalam kehidupan dan manusia tidak akan

bisa terpisah darinya.

Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan

harta sebagai sesuatu yang lazim. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk

memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia berusaha sesuai

dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta.

Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga eksistensinya dan demi

menambah kenikmatan materi dan religi. Namun, semua motivasi ini dibatasi dengan aturan-

aturan Allah yang harus diperhatikan oleh manusia agar dalam proses baik pencarian,

pemilikan dan pemanfaatan harta tersebut tidak menimbulkan kekacauan dalam kehidupan.

Karena pada dasarnya aturan-aturan tersebut dimaksudkan untuk menjamin keselamatan

Page 2: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

265

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

manusia sepanjang hidupnya, baik yang menyangkut keselamatan agama , keselamatan diri,

keselamatan akal, keselamatan harta benda maupun keselamatan keturunan.

Namun sebaliknya kondisi pada saat ini, motivasi untuk memperoleh harta tersebut

banyak keluar dari aturan-aturan yang telah ditetapkan. Sehingga baik dalam proses

pencarian, kepemilikan maupun pemanfaatannya ada pihak-pihak yang terdholimi dan

menjadikan pelaksanaan Islam sebagai way of life yang diharapkan melahirkan tatanan

hayatan thayyibah tidak bisa terwujud dengan sepenuhnya.

Berangkat dari permasalahan diatas, maka tulisan singkat ini diharapkan bisa

membuka lebar-lebar pikiran kita bagaimana sebenarnya konsep harta menurut Islam.

Sehingga dalam pencarian, kepemilikan dan pemanfaatan harta kita tidak melanggar aturan-

aturan yang ditetapkan pemilik harta yang haqiqi yaitu Allah Swt.

Pengertian Harta

Harta dalam bahasa arab di sebut dengan al-mal, yang secara etimologi berarti

condong, cenderung, atau miring. Al-mal juga di artikan sebagai segala sesuatu yang

menyenangkan manusia dan mereka pelihara, baik dalam bentuk materi, maupun manfaat.1

Sedangkan secara terminologi ada dua definisi yang dikemukakan oleh para ulama. Pertama:

Ulama hanafiyah mendefinisikan al- Mal sebagai: segala yang diminati manusia dan dapat

dihadirkan ketika diperlukan, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan, dan

dimanfaatkan.2 Kedua: Jumhur ulama (selain ulama Hanafiyah) mengartikan al-mal (harta)

adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenakan ganti rugi bagi orang yang

merusak atau melenyapkannya. 3

Dalam kandungan kedua definisi diatas, terdapat perbedaan esensi harta yang

dikemukakan Ulama Hanafiyah dan jumhur ulama. ulama Hanafiyah berpendirian bahwa

yang dimaksud dengan harta itu hanya bersifat materi. Adapun manfaat termasuk ke dalam

pengertian milik. Sedangkan menurut jumhur ulama harta itu tidak saja bersifat materi

melainkan juga termasuk manfaat dari suatu benda.

Implikasi dari perbedaan pendapat ini terlihat dalam contoh berikut : 4

Apabila seseorang menggunakan kendaraan orang lain tanpa izin, menurut jumhur,

orang itu dapat dituntut ganti rugi, karena manfaat kendaraan itu mempunyai nilai harta.

Mereka berpendirian bahwa manfaat suatu benda merupakan unsur terpenting dalam harta,

karena nilai harta diukur pada kualitas dan kuantitas manfaat benda. Akan tetapi, ulama

Hanafiyah mengatakan bahwa penggunaan kendaraan orang lain tanpa izin, tidak dapat

dituntut ganti rugi, karena orang itu tidak mengambil haknya, tetapi hanya sekadar

memanfaatkan kendaraan; sementara kendaraanya tetap utuh. Namun demikian ulama

Hanafiyah tetap tidak dapat membenarkan pemanfaatan milik orang lain tanpa izin. Manfaat

sebagai hak milik menurut mereka tetap boleh dijadikan mahar dalam perkawinan dan

manfaat wajib dizakatkan.5

1 M. Abdul Mujieb (et al), Kamus Istilah Fiqih (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), 191

2 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 73

3 Ibid, 74

4 Ibid, 74

5 Implikasi lain yang muncul akibat dari perbedaan tersebut diatas adalah perbedaan dalam kasus sewa menyewa

(al-Ijarah). Apabila seseorang menyewakan rumahnya dan kesepakatan sewa menyewa telah disetujui kedua

Page 3: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

266

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

Lebih lanjut ulama Hanafiyah membedakan harta dengan milik. Menurutnya milik

adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh

orang lain. Adapun harta adalah sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika

dibutuhkan. Dalam penggunaannya, harta dapat dicampuri oleh orang lain. Jadi menurut

ulama Hanafiyah, yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a’yan).6

Akan tetapi Mustafa Ahmad al-Zarqa dan wahbah al-Zuhaili yang termasuk ulama’

Hanafiyah mutaakhkhirin berpendapat bahwa definisi harta yang diungkapkan oleh

pendahulunya dianggap tidak konprehensif dan kurang akomodatif, karena dalam surat al-

Baqarah, 2: 29 Allah menyatakan bahwa segala sesuatu yang diciptakanNya di bumi adalah

untuk dimanfaatkan umat manusia. Mereka lebih cenderung mengggunakan definisi Jumhur

Ulama diatas. Karena persoalan al-Mal terkait dengan persoalan adat kebiasaan, situasi dan

kondisi masyarakat. Menurut mereka, pada zaman ini kadangkala manfaat suatu benda lebih

banyak menghasilkan penambahan harta dibanding wujud bendanya sendiri, seperti

perbandingan harga antara mengontrakkan rumah dalam beberapa tahun dengan menjualnya

secara tunai. Atas dasar itu Mustafa Ahmad al-Zarqa mendefinisikan al-mal (harta) dengan:

segala zat (‘ain) yang berharga, bersifat materi yang beredar diantara manusia.7

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan diatas, Hasbi Ash Shiddieqy

mengomentari sebagai berikut: 8

1. Harta (mal) adalah “nama” bagi selain manusia yang ditetapkan untuk

kemaslahatan manusia dapat dipelihara pada suatu tempat, dapat dikelola

(tasharruf) dengan jalan ikhtiar.

2. Benda yang dijadikan harta itu, dapat dijadikan harta oleh umumnya manusia atau

oleh sebagian mereka.

3. Sesuatu yang tidak dipandang harta tidak sah kita menjualnya.

4. Sesuatu yang dimubahkan walaupun tidak dipandang harta, seperti sebiji beras.

Sebiji beras tidak dipandang harta walaupun dia boleh kita miliki.

5. Harta itu wajib mempunyai wujud, karenanya manfaat tidak masuk ke dalam

bagian harta.

6. Harta yang dapat dijadikan harta dapat disimpan untuk waktu tertentu, atau untuk

waktu yang lama dan digunakan di waktu dia dibutuhkan.

Dari beberapa kutipan tersebut dapat dipahami bahwa para fuqaha masih berbeda

pendapat dalam menentukan definisi harta. Namun Hasbi Ash Shiddieqy menyimpulkan dari

perbedaan pendapat tersebut bahwa harta merupakan nama bagi selain manusia, dapat

belah pihak. Kemudian pemilik rumah meninggal dunia. Dalam kasus seperti ini, menurut ulama’ Hanafiyah

kontrak sewa menyewa tersebut dibatalkan, karena pemilik rumah telah meninggal dan rumah harus diserahkan

kepada ahli warisnya, karena manfaat (sewa rumah yang dikontrakkan) tidak termasuk harta yang boleh diwarisi.

Sedangkan jumhur ulama’ berpendirian bahwa kontrak sewa menyewa berlangsung sampai habis masa

kontraknya, sekalipun pemilik rumah telah wafat. Karena manfaat adalah harta yang boleh diwariskan kepada

ahli waris. Terhentinya sewa menyewa hanya dengan jatuhnya tempo penyewaan, bukan wafatnya pemilik

rumah. (lihat Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 74 6 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: Raja Grafindi Persada, 2002), 9-10.

7 Nasrun Haroen, Fiqh ....... 75 8 Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (Jakarta: Bulan Bintang 1989), cet ke-3. 140.

Page 4: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

267

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

dikelola, dimiliki, diperjualbelikan dan berharga. Konsekuensi perumusan ini sebagai berikut

: 9

1. Manusia bukanlah harta sekalipun berwujud.

2. Babi bukanlah harta karena babi bagi kaum muslimin haram diperjualbelikan.

3. Sebiji beras bukanlah harta karena sebiji beras tidak memiliki nilai (harga)

menurut ‘urf.

Status dan Fungsi Harta

Pada dasarnya semua harta yang ada di tangan manusia mutlak kepunyaan Allah.

Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat relatif, sebatas melaksanakan amanah Allah yang

dipercayakan kepadanya untuk mengelola dan memanfaatkannya pada hal-hal yang baik.10

Hal ini sebagaimana yang tertuang dalam surat al-Hadid (57) ayat :

Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.

Dari keterangan ayat di atas jelaslah bahwa pemilik mutlak atas harta yang ada adalah

Allah Swt. Akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.

Oleh karena itu, kepemilikan pribadi, baik atas barang-barang konsumsi ataupun barang-

barang modal, sangat dihormati walaupun hakikatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya

tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain dan dengan ajaran Islam. Sementara

itu dalam ekonomi kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas.11

sedangkan dalam ekonomi sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang

ada hanyalah milik negara.12

Salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta terutama dalam hal

pemanfaatan atau distribusi yang tidak terdapat dalam ekonomi kapitalis maupun sosialis

adalah zakat. Sistem perekonomian di luar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada

pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat

kikir, dengki, dendam dan sifat buruk lainnya . jika dalam ekonomi konvensional pemerintah

memperoleh pendapatan dari sumber pajak, bea cukai, dan pungutan, maka Islam

memperolehnya dengan zakat, jizyah dan juga kharaj.13

9 Hendi Suhendi, Fiqh .... 11.

10 Taqiyuddin al-Nabhani, membangun sistem ekonomi alternatif, perspektif Islam (terj), (Surabaya: risalah gusti,

1995), 118-119 11

Heri sudarsono, Konsep Ekonomi Islam (Yogyakarta: Ekonisia, 2002), 81 12

Afzalur Rahman, doktrin ekonomi Islam (terj) jilid 1(Yogyakarta: dana bakti wakaf, 1995), 6 13

Veitsal rifai dan Andi Buchari, Islamic Economics (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), 362

Page 5: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

268

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

Berdasarkan uraian di atas, pada hakikatnya segala sesuatu adalah milik Allah Swt.

Dan semuanya akan kembali kepada Allah, sehingga aktivitas ekonomi baik produksi,

konsumsi dan distribusi harus senantiasa dikembalikan kepada aturan-aturan yang telah

ditetapkan baik dalam al-Quran maupun sunnah sebagaimana firman Allah dalam al-Quran

surah al-Nur (24) ayat 64:

Ketahuilah Sesungguhnya kepunyaan Allahlah apa yang di langit dan di bumi. Sesungguhnya Dia mengetahui Keadaan yang kamu berada di dalamnya (sekarang). dan (mengetahui pula) hati (manusia) dikembalikan kepada-Nya, lalu diterangkan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. dan Allah Maha mengehui segala sesuatu. Allah menutup surat al-Nur ini setelah menerangkan bahwa Dialah pemberi cahaya

bagi langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dan memberi petunjuk kepada

hamba-Nya dengan melalui Rasul-Rasul-Nya, kemudian mengancam orang-orang yang

melanggar perintahNya dengan menegaskan bahwa milik-Nyalah semua yang ada di langit

dan di bumi dan Dia mengetahui keadaan semua hambaNya dan akan memperhitungkan

semua amal perbuatan mereka serta membalasnya.

Selain, statusnya menjadi milik mutlak Allah al-Quran juga memberikan penjelasan

bahwa status harta juga merupakan:14

1. Perhiasan kehidupan dunia, Allah berfirman dalam Surat Al-Kahfi : 46 : Harta dan

anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia …

2. Cobaan, sebagaimana dijelaskan dalam Surat At-Taghaabun : 15 : Sesungguhnya

hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala

yang besar.

3. Sarana untuk memenuhi kesenangan, Allah berfirman : Surat Ali-Imron : 14:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini,

yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda

pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di

dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

4. Sarana untuk menghimpun bekal menuju kehidupan akhirat, Allah berfirman :

Surat Al-Baqarah : 262. Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,

kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan

menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si

penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada

kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Firman-Nya lagi dalam Surat At-Taubah : 41.

14

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek (Jakarta: Gema Insani, 2001), 9

Page 6: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

269

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun berat, dan

berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu, adalah

lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Sedangkan fungsi harta dapat dijelaskan sebagai berikut15

:

1. Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah),

sebab untuk beribadah diperlukan alat-alat, seperti alat untuk menutup aurat

dalam pelaksanaan shalat, pendaftaran dan bekal untuk melaksanakan ibadah haji,

berzakat, sedekah, dan hibah, wakaf.

2. Untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt, sebab kefakiran

cenderung dekat kepada kekafiran, sehingga pemilikan harta dimaksudkan untuk

meningkatkan ketakwaan kepada Allah.

3. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya,

sebagaimana firman Allah : Surat An-Nisa : 9.

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di

belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap

kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah

dan mengucapkan perkataan yang benar.

4. Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat,

Nabi saw, bersabda :

Bukanlah orang yang baik yang meninggalkan masalah dunia untuk masalah

akhirat, dan yang meninggalkan masalah akhirat untuk urusan dunia, sehingga

seimbang di antara keduanya, karena masalah dunia adalah menyampaikan

manusia kepada masalah akhirat.

5. Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu jelas

membutuhkan biaya.

6. Untuk memutar (men-tasharruf) peran-peran kehidupan, yakni adanya pembantu

dan tuan, adanya orang kaya dan miskin yang saling membutuhkan, sehingga

tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.

7. Untuk menumbuhkan silaturahmi, karena adanya perbedaan dan keperluan,

misalnya, Bandung merupakan daerah penghasil kain, Cianjur merupakan daerah

penghasil beras; maka orang Cianjur yang membutuhkan kain akan membeli

produk orang Bandung, dan orang Bandung yang membutuhkan beras akan

membeli produk orang Cianjur. Dengan cara begitu akan terjadilah interaksi dan

komunikasi silaturahmi dalam rangka saling mencukupi kebutuhan. Oleh karena

itu, perputaran harta dianjurkan oleh Allah, sebagaimana firman-Nya : Surat Al-

Hasyr : 7.

15

Hendi Suhendi, Fiqh ......27-29.

Page 7: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

270

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta

benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk

rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang

dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja

di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa

yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

Secara garis besar, menurut Mustafa Ahmad Zarqa’ bahwa dalam pemilikan dan

penggunaan harta, di samping untuk kepentingan pribadi pemilik harta, juga harus dapat

memberikan manfaat dan kemaslahatan untuk orang lain. Inilah diantaranya fungsi sosial

dari harta itu, karena suatu harta sebenarnya adalah milik Allah yang dititipkan ke tangan-

tangan manusia yang tidak hanya diperuntukkan kepada orang yang memegang amanah itu

saja. Di samping itu, penggunaan harta dalam ajaran islam harus senantiasa dalam

pengabdian kepada Allah dan dimanfaatkan dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri)

kepada Allah. Pemanfaatan harta pribadi tidak boleh hanya untuk pribadi pemilik harta,

melainkan juga digunakan untuk fungsi sosial dalam rangka membantu sesama manusia.16

Berkaitan dengan masalah ini Rasulullah menegaskan dalam hadisnya:

“Bahwa pada setiap harta seseorang itu ada hak (orang lain) selain zakat”. (HR. al-

Tirmidzi).

Memperoleh Harta

Sebagaimana telah di jelaskan pada uraian yang lalu bahwa harta merupakan salah satu

kebutuhan pokok manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Oleh karena itu, Allah

swt, memerintahkan manusia supaya berusaha mencari harta dan memilikinya. Tetapi dalam

pencarian itu harus memperhatikan usaha-usaha yang baik dan halal. Banyak ayat al-Qur’an

dan hadis yang memerintahkan hal tersebut, antara lain :

Firman Allah dalam surat al-Jumu’ah ayat 10 :

Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan

carilah karunia Allah…

Setelah seseorang berusaha mencari karunia Allah dengan sungguh-sungguh, maka

Allah menyuruh kepada orang tersebut untuk memohon kepada Allah agar Allah

16

Mustafa Ahmad al-Zarqa, al-Madkhal al-Fiqhi al-‘Am, (Beirut: Dar al-Fikr, 1946 jilid III),118

Page 8: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

271

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

melimpahkan karunianya itu dalam bentuk rezeki. Hal ini disebutkan dalam surat an-Nisa

ayat 32 :

…dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah maha

mengetahui segala sesuatu.

Bila telah berusaha memperoleh rezeki Allah dan telah meminta pula perkenan dari

Allah, maka Allah akan memberikan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya,

sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Jumu’ah ayat 4 :

Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan

Allah mempunyai karunia yang besar

Dalam mencari dan memperoleh harta, Islam tidak membatasi kehendak seseorang

dalam mencari dan memperoleh harta selama yang demikian tetap dilakukan dalam prinsip

umum yang berlaku, yaitu Halalan Thoyyibah. Hal ini berarti Islam tidak melarang

seseorang untuk mencari kekayaan sebanyak mungkin. Karena bagaimanapun yang

menentukan kekayaan yang dapat diperoleh seseorang adalah Allah swt sendiri. 17

Di

samping itu, dalam pandangan Islam harta itu bukanlah tujuan, tetapi, merupakan alat untuk

menyempurnakan kehidupan dan untuk mencapai keridhaan Allah.

Adapun bentuk usaha dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk

dimiliki oleh manusia untuk menunjang kehidupannya, secara garis besarnya ada dua bentuk

:

a. Memperoleh harta tersebut secara langsung sebelum dimiliki oleh siapapun.

Bentuk yang jelas dari mendapatkan harta baru sebelum menjadi milik oleh

siapapun adalah menghidupkan (menggarap) tanah mati yang belum dimiliki yang

disebut ihya al-mawat.

Ihya al-mawat dalam bentuk asalnya ialah membuka tanah yang belum menjadi

milik siapa pun, atau telah pernah dimiliki namun telah ditinggalkan sampai

telantar dan tak terurus. Siapa yang memperoleh tanah dalam bentuk demikian dia

berhak memilikinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi yang berasal dari Sa’id bin

Zubeir yang mengatakan :

“Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati maka ia berhak memilikinya”.

Menghidupkan tanah mati sebagaimana disebutkan diatas termasuk usaha

memperoleh dengan tangan dan tenaga sendiri. Usaha ini termasuk yang paling

baik. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw, yang diriwayatkan oleh Rufa’ah bin

Rafi’ :

“Bahwa Nabi saw, pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik. Nabi

menjawab : “setiap usaha seseorang dengan tangannya (tenaganya) sendiri, dan

setiap jual beli yang baik (jujur)”.

b. Memperoleh harta yang telah dimiliki oleh seseorang melalui transaksi. Bentuk ini

dipisahkan dari dua cara : Pertama, peralihan harta berlangsung dengan sendirinya

atau yang disebut ijbary yang siapa pun tidak dapat merencanakan atau

menolaknya seperti melalui warisan. Kedua, peralihan harta berlangsung tidak

dengan sendirinya, dalam arti atas kehendak dan keinginan sendiri yang disebut

ikhtiyary, baik melalui kehendak sepihak seperti hibah atau pemberian maupun

17

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqh (Bogor: Kencana, 2003), 182.

Page 9: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

272

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

melalui kehendak dan perjanjian timbal balik antara dua atau beberapa pihak

seperti jual beli. Kedua cara memperoleh harta ini harus selalu dilakukan dengan

prinsip halal dan baik agar pemilikan kekayaan diridhai Allah swt.18

Memiliki harta

Agama Islam memahami adanya suatu fenomena tentang keinginan manusia untuk

memiliki harta karena hal itu merupakan sunnatullah. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan

dalam firman Allah surah Ali ‘Imran (3) ayat 14:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,

Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda

pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di

dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).

Islam memiliki pandangan yang khas mengenai masalah kepemilikan harta di mana

semua bentuk kekayaan pada hakikatnya adalah milik Allah Swt demikian juga harta atau

kekayaan di alam semesta ini yang telah dianugerahkan untuk semua manusia sesungguhnya

merupakan pemberian dari Allah kepada manusia untuk dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya

bagi kesejahteraan seluruh umat manusia sesuai dengan kehendak Allah Swt.

Berbeda dengan pandangan kapitalisme maupun sosialisme, yang keduanya berakar

pada pandangan yang sama yaitu materialisme. Menurut pandangan kapitalisme bahwa

kekayaan yang dimiliki seseorang merupakan hak milik mutlak baginya yang kemudian

melahirkan pandangan kebebasan kepemilikan sebagai bagian dari pandangan hak asasi

manusia. Di mana manusia bebas menentukan cara memperoleh dan memanfaatkannya. Dari

pandangan inilah yang mendorong manusia berusaha menciptakan suatu metode atau

teknologi produksi yang modern untuk dapat memperoleh keuntungan dan pendapatan yang

sebesar-besarnya.

Disisi lain, Islam juga tidak sepakat dengan pandangan sosialisme yang tidak

menempatkan harkat dan martabat manusia pada proporsinya yang tidak mengakui adanya

hak milik individu. Semua kekayaan adalah milik negara dan negara akan memenuhi semua

kebutuhan rakyatnya. Individu akan diberikan sebatas yang diperlukan dan dia akan bekerja

sebatas kemampuannya. Hal ini justru memudahkan praktek korupsi dan penyalagunaan

wewenang yang menimbulkan kerugian bagi negara dan rakyat.

Islam tidak mengenal adanya kebebasan kepemilikan karena pada dasarnya setiap

perilaku manusia harus dalam kerangka syariah termasuk masalah ekonomi. Islam mengatur

18

Ibid, 183.

Page 10: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

273

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

cara perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani ada

tiga macam kepemilikan yaitu:19

a. Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah), adalah idzin syariat pada individu

untuk memanfaatkan suatu barang melalui lima sebab kepemilikan (asbab al-

tamalluk) individu yaitu: 1). Bekerja (al-’amal), 2). Warisan (al-irts), 3). Keperluan

harta untuk mempertahankan hidup 4). Pemberian negara (i’thau al-daulah) dari

hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah pertanian, barang dan uang

modal, 5). Harta yang diperoleh individu tanpa berusaha seperti hibah, hadiah,

wasiat, diat, mahar, barang temuan, santunan untuk khalifah atau pemegang

kekuasaan pemerintah.

b. Kepemilikan Umum (Milkiyah ’Ammah), adalah idzin syariat kepada masyarakat

secara bersama-sama memanfaatkan suatu kekayaan yang berupa barang-barang

yang mutlak diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti air, sumber

energi (listrik, gas, batu bara, nuklir dsb), hasil hutan, barang yang tidak mungkin

dimiliki oleh individu seperti sungai, pelabuhan, danau, lautan, jalan raya,

jembatan, bandara, masjid dsb., dan barang yang menguasai hajat hidup orang

banyak seperti emas, perak, minyak dsb..

c. Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah), adalah idzin syariat atas setiap harta yang

hak pemanfaatannya berada di tangan khalifah sebagai kepala negara. Termasuk

dalam kategori ini adalah harta ghanimah (pampasan perang), Fa’i, kharaj, jizyah,

1/5 rikaz (harta temuan), ’ushr, harta orang murtad, harta yang tidak memiliki ahli

waris dan tanah hak milik negara.

Pemanfaatan harta

Jika harta dicari dan diperoleh sesuai dengan aturan Allah yang tersimpul dalam

prinsip halalan Thoyyibah, maka harta yang telah diperoleh itu pun harus digunakan dan

dimanfaatkan sesuai dengan aturan Allah. Tujuan utama dari harta itu diciptakan Allah yaitu

untuk menunjang kehidupan manusia. Oleh karena itu, harta itu harus digunakan untuk

maksud tersebut. Tentang penggunaan harta yang telah diperoleh itu ada beberapa petunjuk

dari Allah sebagai berikut :20

a. Digunakan untuk kepentingan kebutuhan hidup sendiri. Penggunaan harta untuk

kebutuhan hidup dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya pada beberapa ayat al-

Qur’an, di antaranya pada surat al-Mursalat ayat 43 :

Dikatakan kepada mereka makan dan minumlah kamu dengan enak karena apa

yang telah kamu kerjakan”.

meskipun yang disebutkan dalam ayat ini hanyalah makan dan minum, namun

yang dimaksud di sini adalah semua kebutuhan hidup, seperti pakaian dan

perumahan. Hal ini berarti Allah menyuruh menikmati hasil usaha bagi

kepentingan hidup di dunia. Namun, dalam memanfaatkan hasil usaha itu ada

beberapa hal yang dilarang untuk dilakukan oleh setiap muslim :

19

Veitsal rifai dan Andi Buchari, Islamic ....... 370 20

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqh, Bogor: Kencana, 2003), cet. Ke-1. 184-187.

Page 11: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

274

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

1) Israf, yaitu berlebih-lebihan dalam memanfaatkan harta meskipun untuk

kepentingan hidup sendiri. Yang dimaksud dengan israf atau berlebih-lebihan

itu ialah menggunakannya melebihi ukuran yang patut, seperti makan sampai

kekenyangan, mempunyai mobil lebih dari yang diperlukan, dan mempunyai

rumah melebihi yang dibutuhkan. Larangan hidup berlebih-lebihan itu

dinyatakan Allah dalam surat al-A’raf 31 :

Makan dan minumlah tetapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak

senang kepada orang yang berlebih-lebihan.

2) Tabzir (boros), artinya menggunakan harta untuk sesuatu yang tidak diperlukan

untuk menghambur-hamburkan sesuatu yang tidak bermanfaat. Bedanya dengan

israf, sebagaimana telah disebutkan di atas, ialah bahwa israf itu untuk

kepentingan diri sendiri, sedangkan boros untuk kepentingan lain, seperti

memiliki motor balap yang mahal padahal dia sendiri bukan pembalap.

Larangan Allah terhadap pemborosan ini terdapat di dalam surat al-Isra’ ayat 26

dan 27 :

Janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros. Sesungguhnya

pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah

sangat kafir (ingkar) terhadap Tuhannya.

b. Digunakan untuk memenuhi kewajibannya terhadap Allah.

Kewajiban terhadap Allah itu ada dua macam :

1) Kewajiban materi yang berkenaan dengan kewajiban agama yang merupakan

utang terhadap Allah, seperti untuk keperluan membayar zakat atau nazar atau

kewajiban materi lainnya, meskipun secara praktis juga digunakan dan

dimanfaatkan untuk manusia. Kewajiban dalam bentuk ini dinyatakan Allah

beberapa ayat al-Qur’an, diantaranya dalam surat al-Baqarah ayat 257 :

Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (zakatkanlah) dari yang baik-

baik dari apa yang kamu usahakan dan apa-apa yang Kami keluarkan untukmu

dari dalam bumi.

2) Kewajiban materi yang harus ditunaikan untuk keluarga, yaitu istri, anak, dan

kerabat. Tentang kewajiban materi untuk istri dan anak dijelaskan Allah dalam

surat al-Baqarah ayat 233 :

…kewajiban ayah untuk memberi nafkah dan pakaian untuk istri dan anaknya

secara makruf (patut).

Adapun kewajiban memberi nafkah untuk kerabat terlihat dalam firman Allah

surat al-Baqarah ayat 215 :

… mereka bertanya kepadamu (ya Muhammad) apa-apa yang akan mereka

nafkahkan, katakanlah : Apa saja harta yang akan kamu nafkahkan hendaklah

diberikan kepada ibu bapak dan karib kerabat.

c. Dimanfaatkan untuk kepentingan sosial. Hal ini dilakukan karena meskipun semua

orang dituntut untuk berusaha mencari rezeki namun yang diberikan Allah

tidaklah sama untuk setiap orang. Ada yang mendapat banyak sehingga melebihi

Page 12: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

275

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

keperluan hidupnya sekeluarga; tetapi ada pula yang mendapat sedikit dan kurang

dari keperluan hidupnya. Yang mendapat rezeki yang sedikit ini memerlukan

bantuan dari saudaranya yang mendapat rezeki yang berlebih dalam bentuk infak.

Kenyataan berbedanya rezeki ini dinyatakan Allah dalam firman-Nya pada surat

al-Nahl ayat 71 :

… dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian lain dalam hal rezeki.

Orang yang mendapat kelebihan rezeki ini dituntut untuk menafkahkan

sebagian dari perolehannya itu, sebagaimana disebutkan Allah dalam banyak ayat,

di antaranya dalam surat al-Munafiqun ayat 10 :

… dan infaqkanlah sebagian apa yang Allah telah memberi rezeki kepadamu

sebelum maut mendatangimu.

Di samping Allah memberi pedoman pemanfaatan harta yang telah diperoleh

seseorang dalam bentuk rezeki sebagaimana telah disebutkan di atas, Allah

melarang umat Islam menggunakan hartanya untuk tujuan yang negatif yang dapat

menyulitkan kehidupan orang, menyakiti orang, dan menjauhkan orang dari

melaksanakan perintah agama. Hal ini tampak dalam beberapa firman Allah sebagai

berikut :

Larangan penggunaan harta untuk menjauhkan orang dari ajaran agamanya

tergambar dalam celaan Allah dalam surat al-Anfal ayat 36 :

Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta mereka untuk

menghalangi (orang) dari jalann Allah …

Larangan Allah menggunakan harta untuk menyakiti orang dapat dipahami

dari firman-Nya dalam surat al-Baqarah ayat 262 :

Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak

mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya

dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di

sisi Tuhan mereka.

Distribusi Harta

Agar tercipta keadilan dan kesejahteraan, Islam telah mengatur mengenai proses dan

mekanisme distribusi kekayaan diantara seluruh lapisan masyarakat. Instrumen distribusi

kekayaan yang ditetapkan oleh Islam adalah sebagai berikut21

:

1. Wajibnya muzakki membayar zakatnya dan diberikan kepada mustahiq utamanya

kalangan fakir miskin.

2. Hak setiap warga negara untuk memanfaatkan kepemilikan umum. Negara berhak

mengelola secara optimal dan efisien serta mendistribusikannya kepada

masyarakat secara adil dan proporsional.

3. Pembagian harta negara seperti tanah, barang dan uang sebagai modal bagi yang

memerlukannya.

4. Pemberian harta waris kepada ahli warisnya.

5. Larangan menimbun emas dan perak sekalipun telah dikeluarkan zakatnya.

21

Veitsal rifai dan Andi Buchari, Islamic ....... 372

Page 13: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

276

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

Pemberlakuan aturan dalam pendistribusian kekayaan secara adil akan menghindari

terjadinya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat. Di satu sisi ada kesempatan dan

peluang bagi individu yang kreatif dan punya potensi untuk dapat memiliki kekayaan dalam

jumlah yang banyak tanpa harus melakukan praktek ekonomi yang dilarang. Disisi lain

negara akan menjaga jangan sampai diantara mayarakatnya yang tidak mampu memenuhi

kebutuhan pokoknya.

Mekanisme yang mengatur persoalan distribusi kekayaan diantara manusia tidak

terlepas dari pandangan ideologis bahwa semua kekayaan yang ada di alam semesta ini pada

hakikatnya adalah milik Allah Swt. Sehingga harus diatur sesuai dengan prinsip-prinsip

syariah. Manusia tidak punyak hak untuk mengklaim bahwa semua harta miliknya adalah

miliknya secara absolut karena sebenarnya manusia diberikan wewenang untuk mengelola

dan memanfaatkan harta yang ada di dunia dan pada saatnya harus dikembalikan kepada

pemilik mutlaknya yaitu Allah Swt. Oleh karena itu Islam mendorong sifat dan sikap

kepemilikan yang dapat meningkatkan kemanfaatan suatu barang melalui dorongan

semangat etos kerja sama antara pemilik modal dengan pengusaha, pemanfaatan sumber

daya alam secara bertanggung jawab dengan mempertimbangkan aspek pertumbuhan dan

keadilan disamping harus memperhatikan dimensi keberlanjutan lingkungan ekologi.

Islam mencela sikap dan sifat yang hanya memperhatikan kepentingan individu tanpa

memperhatikan keadaan sekitarnya. Gejolak sosial dan berbagai tindak kriminalitas

seringkali dipicu oleh adanya faktor kesenjangan ekonomi ditengah masyarakat. Semangat

mencari kekayaan harus diimbangi dengan semangat sosial untuk membantu orang lain yang

membutuhkan, sehingga akan terwujud keseimbangan sosial. Kebijakan ekonomi melalui

instrumen moneter dan fiskal merupakan alat untuk mendorong peningkatan produksi dan

distribusi barang dan jasa bagi kebutuhan masyarakat.22

Kesimpulan

Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan

harta sebagai sesuatu yang wajar. Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga

eksistensinya dan demi menambah kenikmatan materi dan religi. Akan tetapi islam

memberikan aturan-aturan dari motivasi tersebut agar tidak terjadi kedholiman di bumi ini.

Islam sebagai way of life telah memiliki konsep yang jelas tentang harta. Hakikat

harta adalah mutlak kepunyaan Allah dan manusia hanyalah memiliki kewenangan berupa

hak pakai/hak guna pemanfaatan atas semua karunia Allah dan itupun akan dipertanggung

jawabkan kelak di akhirat. Oleh karena itu manusia harus berhati-hati dalam memperoleh,

memiliki, memanfaatkan dan mendistribusikan harta

Dalam memperoleh harta, Islam tidak membatasi kehendak seseorang dalam mencari

dan memperoleh harta selama yang demikian tetap dilakukan dalam prinsip umum yang

berlaku, yaitu Halalan Thoyyibah.

Dalam masalah kepimilikan dan pemanfaatan, Islam memandang bahwa semua bentuk

kekayaan pada hakikatnya adalah milik Allah Swt demikian juga harta atau kekayaan di

alam semesta ini yang telah dianugerahkan untuk semua manusia sesungguhnya merupakan

22

Veitsal rifai dan Andi Buchari, Islamic ....... 373

Page 14: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

277

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

pemberian dari Allah kepada manusia untuk dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi

dirinya, keluarganya dan kesejahteraan umat manusia sesuai dengan kehendak Allah Swt.

Sedangkan dalam masalah distribusi harta, Islam mencela sikap dan sifat yang hanya

memperhatikan kepentingan individu tanpa memperhatikan keadaan sekitarnya. Gejolak

sosial dan berbagai tindak kriminalitas seringkali dipicu oleh adanya faktor kesenjangan

ekonomi ditengah masyarakat. Semangat mencari kekayaan harus diimbangi dengan

semangat sosial untuk membantu orang lain yang membutuhkan, sehingga akan terwujud

keseimbangan sosial.

Demikian konsep yang diberikan oleh Islam berkaitan dengan harta. Jika konsep

ersebut benar-benar dijalankan di lapisan masyarakat maka tidak akan terjadi kedholiman

yang kadang-kadang menimbulkan pertengkaran ditengah masyarakat. Justru sebaliknya

kesejahteraanlah yag akan dirasakan oleh masyarakat.

Daftar Rujukan

Abdurrahman Wahid, Islamku Islam Anda Islam Kita Agama Masyarakat Negara

Demokrasi, Jakarta : The Wahid Institute (Percetakan Desantara Utama), 2006.

Adiwarman A. karim, Bank Islam: analisis fiqh dan keuangan , Jakarta : rajawali perss, 2005.

Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami, Ed. 3 (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2008).

Afzalurrohman, Doktrin Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1996)

Ahmad al-Zarqa’, Mustafa, Al-Madkhal al-Fiqh al-‘Am Beirut: dar al-Fikr, Jilid III, 1946

Al-Nabhani, Taqiyuddin, membangun sistem ekonomi alternatif, perspektif Islam (terj),

Surabaya: risalah gusti, 1995

Ari Sudarman, Ekonomi Mikro-Makro (Teori Soal dan Jawaban), (Yogyakarta :

BPFE.,1991).

Ash Shiddieqy, Hasbi, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, cet ke-3. 1989

Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007

Imamudin Yuliadi, Ekonomi Islam Sebuah Pengantar, (Yogyakarta, LPPI :2001),

Ismail Nawawi, (2009), Ekonomi Islam Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum, Putra

Media Nusnatara (PMN), Surabaya.

M.A. Mannan, Judul asli : Islamic Economics Theory and Practise, diterjemah oleh : M.

Nastangin, Teori dan Praktek Ekonomi,(Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf,

1997),hal. 148.

Mashuri, Teori Ekonomi dalam Islam, (Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2005).

Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta :BPFE.,2004).

Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, Yogyakarta :UPP STIM YKPN, 2011.

Mujieb, M. Abdul (et al), Kamus Istilah Fiqih Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994

Rahman, Afzalur , doktrin ekonomi Islam (terj) jilid 1, Yogyakarta: dana bakti wakaf, 1995

Rifai, Veitsal dan Andi Buchari, Islamic Economics, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009

Rudy P. Sitompul, judul asli “Macroeconomics, 3rd Edition” Judul

terjemahannya:Makroekonomi, (Jakarta: Erlangga, 1986).

Sadono Sukirno, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam Modern Perkembangan Pemikiran dari

Kalsik hingga Keynesian Baru, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000).

Page 15: KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan …journal.unisla.ac.id/pdf/131022016/9. Ah. Subhan, ZA, Konsep harta...KONSEP HARTA PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM Moh. Ah. Subhan

278

AKADEMIKA, Volume 10, Nomor 2, Desember 2016

sudarsono, Heri, Konsep Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonisia, 2002

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindi Persada, 2002

Syafi’i Antonio, Muhammad , Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani,

2001

Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Bogor: Kencana, 2003