167
KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULEN Tesis Disusun Oleh: Ichsan Habibi NIM: 11.2.00.0.07.01.0096 Pembimbing: Prof. Dr. Murodi, M.A. PROGRAM MAGISTER SEKOLAH PASCA SARJANA (SPs) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

  • Upload
    ngomien

  • View
    255

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

i

KONSEP DAKWAH

MUHAMMAD FETHULLAH GULEN

Tesis

Disusun Oleh:

Ichsan Habibi

NIM: 11.2.00.0.07.01.0096

Pembimbing:

Prof. Dr. Murodi, M.A.

PROGRAM MAGISTER SEKOLAH PASCA SARJANA (SPs)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

ii

Page 3: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

iii

KATA PENGANTAR ...................................................................... ix

PERNYATAAN

PERBAIKAN SETELAH VERIFIKASI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ichsan Habibi

NIM : 11.2.00.0.07.01.0096

Judul Kompre :Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen

Menyatakan bahwa draf Ujian Pendahuluan telah diverifikasi oleh

Prof. Dr. H. Said Agil al-Munawwar, M.A. pada tanggal 20 Oktober

2014.

Draf Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran verifikasi meliputi:

1. Stupid mistake

Demikianlah surat penyataan ini dibuat agar dapat dijadikan

pertimbangan untuk menempuh ujian pendahuluan.

Jakarta, 21 Oktober 2014

Saya yang membuat pernyataan,

Ichsan Habibi

Page 4: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

iv

Page 5: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

v

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمن الرحم

Puji dan syukur ke hadiran allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan

lancar tanpa menemui hambatan yang berarti. Shalawat dan salam

semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, kepada keluarga,

para sahabat, dan umatnya.

Tesis ini pada dasarnya tidak mungkin terealisasikan tanpa

bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada semua pihak

yang telah ikut andil besar membantu penulis dalam semua kegiatan

yang menunjang selama kelancaran kegiatan akademik penulis selama

ini.

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA Rektor dan para

Wakil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.

Azyumardi Azra, MA selaku Direktur Sekolah Pascasarjana (SPs) UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Suwito, MA dan Dr. Yusuf

Rahman, MA ketua program doktor dan magister. Demikian juga

kepada para dosen, tim penguji, staf dan karyawan civitas akademi

Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu dan memberikan kemudahan serta kelancaran pada penulis

dalam menyelesaikan studi.

Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga

kepada Prof. Dr. Murodi, MA pembimbing tesis yang secara pribadi

sangat membantu dengan meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga

beliau untuk mengarahkan, membimbing, dan memotivasi hingga

rampungnya tesis ini tanpa rasa lelah dan letih.

Teristimewa untuk orang tua penulis kepada ayahanda H. M.

Efendi dan H. Safri serta ibunda Hj. Soroya dan Hj. Wati dengan kasih

sayang, keikhlasan, kesabaran serta motivasinya yang sangat tulus

diiringi dengan do’a tanpa henti, sehingga menjadi kekuatan bagi

penulis dalam merampungkan tesis ini. Demikian juga rasa terimakasih

penulis ucapkan kepada istri tercinta Atik Sartika S.Ud. serta kakanda

Encup, Hamid, Uni, Rahman, Heri, Agus, Andi, dan adinda Dede dan

Ihsan serta ayunda Muawana, Mudrika, Ratna, Een, Esih, Uum, Etin

dan Fitri. semua keluarga besar yang menjadi motivasi tersendiri

Page 6: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

vi

kepada penulis selama menempuh pendidikan di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Kemudian terima kasih buat Satera, Luqman, Mukaddar,

Ahmad Suwaidi, Irawan dan Irfani, serta teman-teman seperjuangan

dalam menempuh pendidikan di SPs UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

semoga keakraban dan persaudaraan kita selalu terbina untuk masa-

masa yang akan datang.

Akhirnya kepada Allah jua penulis bermunajat semoga semua

kebaikan yang mereka berikan kepada penulis menjadi amal ibadah dan

mendapatkan pahala di sisi Allah SWT. Amiin yaa rabbal alamin.

Jakarta, 15 Oktober 2014

Penulis

Ichsan Habibi

Page 7: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

vii

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ichsan Habibi

NIM : 11.2.00.0.07.01.0096

Tempat/Tanggal Lahir: Pangkal Pinang 04-02-1987

Program : Magister (S2)

Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang

berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar

hasil karya saya, kecuali kutipan-kutipan yang dijelaskan sumbernya.

Apabila di dalamnya terdapat kesalahan dan kekeliruan, maka

sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya. Kemudian, apabila di

dalamnya terdapat plagiasi yang dapat berakibat diberikan sanksi

berupa pencabutan gelar oleh Sekolah Pascasarjana Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, maka saya siap

menanggung resiko tersebut.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakarta, 21 Oktober 2014

Yang membuat pernyataan

Ichsan Habibi

Page 8: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

viii

Page 9: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

ix

Page 10: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

x

Page 11: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

xi

ABSTRAK

Tesis ini berkesimpulan bahwa dakwah yang berlandaskan kepada

nilai-nilai kearifan dan moralitas merupakan pilar dasar dalam

pembentukan religiusitas masyarakat yang toleran. Dakwah yang

demikian sejalan dengan prinsip-prinsip keagamaan (dakwah qur’ani dan

nabawi) dan kebijaksanaan perenial. Terbukti hubungan yang dijalin

sesama manusia selalu mengedepankan nilai-nilai kearifan, moralitas dan

spritualitas.

Kesimpulan di atas mempertegas kajian ‘Ali ibn Abd al-Rahman

ibn ‘Ali al-T{ayya>r dalam karyanya al-Da‘wah wa al-Jiha>d fi> al-‘Ahd al-Nabawi>: A<da>b wa H{ikam, (2003).Memberikankesimpulan bahwa Nabi

tidak pernah melakukan dakwah dengan cara kekerasan dan paksaan,

bahkan sebaliknya Nabi memberikan tauladan kepada umatnya agar

berdakwah dengan cara santun dan damai. Paralel dengan kesimpulan

tersebut, Safrodin Halimi, dalam Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, (2008). Memandang

bahwa al-Qur’an telah meletakkan prinsip-prinsip dalam berdakwah,

seperti kejujuran dan keteladanan, keikhlasan dan ketulusan, kasih sayang

dan kelembutan serta kebebasan berkehendak dan memilih.

Kesimpulan tersebut sangat berbeda jauh dengan ‘Ali ibn Nafyu’

al-‘Ulya>ni>, dalam karyanya Ahammiyah al-Jihad> fi> Nas}ri al-Da‘wa al-Isla>miyyah wa al-Radd ‘Ala> al-T{awa>ifi al-D{a>llah Fi>hi: (1985). Menurut

‘Ali ibn Nafyu’ al-‘Ulya>ni> agama Islam tidak akan terealisasikan pada

umat Muslim kecuali dengan jihad dan segala konsepnya, sehingga dalam

pandangannya jihad memberikan pengaruh yang signifikan dalam

menyebarkan Islam. Di samping itu beliau banyak menggunakan ayat-

ayat jihad dalam merumuskan konsep dakwah. Begitu juga Yohanan

Friedmann, Tolerance and Coercion in Islam: Interfaith Relations in the Muslim Tradition, (2003). Menurut Friedmann al-Quran tidak memiliki

istilah khusus untuk mengungkapkan gagasan toleransi, lebih dari itu

Friedmann berpendapat Muhammad saw dalam berdakwah bertindak

intoleran dengan mengusir suku-suku yahudi dari Madinah.

Kajian ini bertumpu pada penelitian kepustakaan (library research), dengan sumber utama karya Gulen. Adapun cara membacanya

dengan pendekatan historis dan pendekatan humanistik.Selanjutnya data

di analisis dengan menggunakan metode content analyzing, dan

deskriptif-analisis. content analyzing ini peneliti gunakan untuk

menganalisa makna yang terkandung dalam asumsi, gagasan, atau

statemen untuk mendapat pengertian dan kesimpulan. Adapun metode

Page 12: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

xii

deskriptif-analisis akan digunakan untuk melakukan klasifikasi mengenai

relevansi substatif pemikiran dakwah Gulen, pemilahan ide-ide secara

detil, konsistensi pembahasan, pembedaan hirarkis, hingga analisa secara

tuntas yang meliputi semua kategori atau komponen yang diteliti.

Page 13: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

xiii

ABSTRACT

The thesis concludes that the mission is based on the values of

wisdom and morality is a fundamental pillar in the creation of a tolerant

society religiosity. Da'wah is in line with the principles of religious

(preaching qur'ani and prophetic) and perennial wisdom. proven

relationship human beings have always forged the values of wisdom,

morality and spirituality.

The Conclusion above studies emphasize 'Ali ibn Abd al-

Rahman ibn' Ali al-T{ayya>r in his al-Da'wah wa al-Jiha> d fi> al-'Ahd al-

Nabawi>: A<da>b wa H{ikam, (2003). To the conclusion that the Prophet

never proselytizing by force and coercion, even otherwise the Prophet

provide role models for his people to preach polite and peaceful manner.

Parallel with these conclusions, Safrodin Halimi, in Ethical Perspective

Propagation in the Qur'an, and Qur'anic ideals Between Social Reality,

(2008). Considers that the Koran had been put in preaching principles,

such as honesty and exemplary, sincerity and sincerity, affection and

tenderness as well as free will and choice.

The conclusion is very different from 'Ali ibn Nafyu' al-'Ulya>ni>,

in his Ahammiyah> al-Jihad fi> Nas}ri Da'wa al-Isla> miyyah wa al-Radd' Ala>

al-T {awa>ifi al-D{a>llah Fi>hi: (1985). According to 'Ali ibn Nafyu' al-'Ulya>ni>

Islam will not be realized unless the Muslims with jihad and every

concept, so in his view of jihad have a significant influence in the spread

of Islam. In addition, he uses many jihad verses in formulating the

concept of propaganda. Likewise Yohanan Friedmann, Tolerance and

coercion in Islam: Interfaith Relations in the Muslim Tradition, (2003).

According to Friedmann Koran does not have a special term to express

the idea of tolerance, over the Friedmann argued Muhammad in the act of

preaching intolerance to expel Jewish tribes of Medina.

This study is focused on the research literature (library

research), the main source of Gulen as for how to read the historical

approach and the humanistic approach. Further data were analyzed using

the method of analyzing content, and descriptive-analytical. analyzing

content of these researchers use to analyze the meaning of the

assumptions, ideas, or Statement by to get your understanding and

conclusions. As a descriptive-analytical method to be used to perform the

classification of substantive relevance missionary thought Gulen, sorting

ideas in detail, consistency discussion, hierarchical classification, to a

comprehensive analysis covering all categories or components examined.

Page 14: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

xiv

Page 15: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

xv

الخالصة

الرسالة تخلص على أن الدعوة تأسس على مبادئ الحكمة واألخالق تعتبر هذه من مصدرالعمدة ف تكون السلوك الدن المجتمعى و الموفق التسامحى. و منهج الدعوة مثل ذلك جدرة بأصول الدن الذي جاء من القران والسنة النبوة والحكمة الخالدة.

اع والمدعوا التى تعتمد على قم الحكمة وتبلغ الدعوة كذلك تشهد بصلة بن الد والمروءة و العبودة.

الدعوة وتلك النتجة تؤد رأه عل بن عبد الرحمن بن عل الطار ف كتابه: ""، أنه قال إنما الدعوة الت قام بها النب 3002، والجهاد ف عهد النبوي أداب وحكم

راه، ولكن مفهوم الدعوة حث ضرب صلى هللا عله وسلم ال تسلك على الغلظة واإلكالرسول صلى هللا عله وسلم باإلقتداء و تسر على موقف الرحمة واللن. ومناسبة

Etika Dakwa dalam‚بماعبرها سافردن حالم ف تألفه تحت العنوان: Persepektif al-Qur’an antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial,

الكرم قد وضع أسس الدعوة الت تتصور منها سلوك الداعى مثل إن القران .‛2008أال وه، الصدق واإلقتداء، وبناء اإلرادة الحرة واإلخالص، و أن تحل باللن والرحمة

وإعطاء اإلختارات.

وف نفس الوقت، هذه الرسالة ترفض وتنقد رأه على بن نف العلان ف كتابه:

"، رأى 1985ة اإلسالمة والردعلى الطوائف الضاللة فه،أهمة الجهاد ف نصرالدعو"

نف العلان على أن دن اإلسالم ال نطبق شرعته وتعالمه ف بناء أمة اإلسالمة إال بإقامة الجهاد ونشر مهاهمها. وف نظره كان الجهاد مؤثرا قوا ف نشر اإلسالم، تبررا

مفهوم الدعوة. وكذلك رأها وهنا فردمان ف بما فهمه فهو ستدل بأدلة الجهاد لتنسق Tolerance and Coercion in Islam: Interfaith Relation in the‚كتابه:

Muslim Tradition, 2003‛ حث قالت بأن القران ال حتوي مصطالحات مختصةندما الت تتعلق بمفهوم التسامح، بل إتهمت فردمان على أن محمد صلى هللا عله وسلم ع

قوم بدعوته إغتفال عن التسامح، بل إطراد الطوائف الهودي من المدنة المنورة.

أما هذه الرسالة من البحث المكتب الت تعتمد على مصدراألساسى، فهو الكتاب و المدخل البحث هذه الدراسة الت نهجها الباحث المنهج التارحى و كولونن بعنوا

المدخل اإلنسانة، ومن ثم قام الباحث بتحلل أفكار األساسة و توصف المفاهم ما تتعلق بموضوع البحث. وأما وظفة المنهج التحللى مستخدم ألجل اإلكتشاف و اإلخترعات

نتجة البحث وفوائدها. والمنهج الوصفى تستهدف المغزى، و األغراض، والوصول إلى الللبان فكرة ومفهوم من دعوة فتح هللا كولن، حث أن الباحث قوم بتقسم المباحث، وتفرق المواضع، وتفصل األفكار المهمة، وتأصل عناصر الدعوة كولن دون اإلغفال

لفكرة الدعوة فتح هللا عن اإلنتقادات والتحكم على ممزات وقصورات الت تحتوى على ا كولن، هذه الدراسة كلها تشتمل بالمبحث.

Page 16: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

xvi

Page 17: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

xvii

PEDOMAN TRANSLITERASI

b = ب

t = ت

th = ث

j = ج

h{ = ح

kh = خ

d = د

dh = ذ

r = ر

z = ز

s = س

sh = ش

s{ = ص

d{ = ض

t{ = ط

z{ = ظ

ع = ‘

gh = غ

f = ف

q = ق

k = ك

l = ل

m = م

n = ن

h = ه

w = و

y = ي

Vokal Pendek :a = ´ ; i = ; u =

Vokal Panjang :a< = ا ; i> = ي ; ū = و

Diftong : ay = يا ; aw = وا

Page 18: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

xviii

Page 19: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

xix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................... i

PERNYATAAN PERBAIKAN ....................................................... iii

KATA PENGANTAR ...................................................................... v

SURAT PENYATAAN .................................................................... vii

PERESETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ix

ABSTRAK ..................................................................................... xi

TRANSLITERASI ............................................................................ xvii

DAFTAR ISI ..................................................................................... xix

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar BelakangMasalah ............................................................. 1

B. Identifikasi Masalah .................................................................. 8

C. Batasandan Rerumusan Masalah ............................................... 8

D. Tujuandan Kegunaan Penelitian ................................................ 9

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................... 10

F. Metodologi Penelitian ............................................................... 12

G. Sistematika Pembahasan ........................................................... 14

BAB II

KONSEPSI DAKWAH DALAM ISLAM ....................................... 17

A. Pondasi Dasar Dakwah .............................................................. 17

1. Dakwah Qur’ani .................................................................. 17

2. Perkembangan Metode Dakwah .......................................... 29

3. Dakwah Profetik (Nabawi) .................................................. 34

B. Pesan Dakwah ............................................................................ 40

C. Etika Dakwah ............................................................................ 42

BAB III

KONTRUKSI DAN SUBTANSI DAKWAH GULEN .................... 47

A. Dasar-dasar dan Kaidah-kaidah dalam Dakwah ........................ 47

1. Membekali Diri dengan Ilmu Pengetahuan ......................... 49

2. Keselarasan Kalbu dengan al-Qur’an .................................. 56

3. Menggunakan Cara yang di Syari’atkan ............................. 59

4. Melakukan apa yang disampaikan ....................................... 61

B. Gambaran dan Sifat seorang Da’i (Etika Dakwah) ................... 74

1. Kasih Sayang (Love) ........................................................... 74

2. Mengedepankan Toleransi dan Menjaga Empati ................ 81

C. Urgensi Dakwah......................................................................... 84

Page 20: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

xx

BAB IV

RELEVANSI DAN SIGNIFIKANSIKONSEP DAKWAH GULEN

DALAM KONTEKS MASYARAKAT KONTEMPORER ............ 93

A. Islam sebagai Agama Cinta ....................................................... 93

B. Inklusifisme dan Toleransi sebagai Basis Keberagamaan ......... 100

C. Dialog Intensif Intra dan Antar Agama ..................................... 107

BAB V

PENUTUP ......................................................................................... 121

A. Kesimpulan ................................................................................ 121

B. Rekomendasi .............................................................................. 122

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 125

GLOSARIUM ................................................................................... 137

INDEKS ............................................................................................ 139

BIODATA PENULIS

Page 21: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dakwah sebagai bentuk ajakan kepada Islam1 merupakan salah satu

pondasi dan pilar pokok eksistensi Islam di muka bumi. Ajaran-ajaran Islam,

baik yang bersifat prinsip atau etik dalam kapasitas individu, keluarga, sosial,

semuanya menjadi landasan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang

Maha Kuasa.2Al-Qur’an sendiri bahkan menganjurkan adanya komunitas

sosial dalam berdakwah, karena peran dan fungsi dakwah yang demikian

krusial.3 Sebagaimana menurut Muhammad Fuad Abd al-Ba>qi,4 kata dakwah

dalam al-Qur’an dan kata-kata yang terbentuk darinya tidak kurang dari dua

ratus tiga belas kali.

Perintah dakwah dinyatakan dalam firman Allah surah al-Nahl: ayat

125, sebagaimana menurut Quraish Shihab, Nabi Muhammad Saw. yang

diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim As. kini diperintahkan lagi

untuk mengajak siapa pun agar mengikuti pula prinsip-prinsip ajaran bapak

para Nabi dan pengumandang tauhid itu.5 Lebih jauh lagi, menurut Shaykh Muhammad Nawa>wi al-Ja>wi,6 ayat

tersebut menunjukkan bahwa dalam garis besarnya, umat yang dihadapi

seorang da’i dapat digolongkan atas tiga golongan.7 Dalam upaya menjadikan

1Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas

Qur’ani dan Realitas Sosial (Semarang: Wali Songo Press, 2008), 1. Ditinjau secara etimologi atau bahasa, kata dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu ‚da‘a>‛, artinya mengajak, menyeru

dan memanggil. Lihat Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), 1.

Warson Munawwir, menyebutkan bahwa dakwah artinya adalah memanggil, mengundang,

mengajak, menyeru, mendorong dan memohon. Lihat Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 407. Istilah ini

sering diberi arti yang sama dengan istilah-istilah tabligh, amr ma‘ruf dan nahi munkar, mau‘iz}ah al-h}asanah, tabshi>r, inz}a>r, was}i>yah, tarbiyah, ta’lim, dan khutbah. Bandingkan M.

Munir, Manajemen Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2006), 17. 2Murtadha Husaini, Kode Etik Mubalig Tuntunan Dakwah Secara Islam (Jakarta:

Citra, 2011), vi. 3Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas

Qur’ani dan Realitas Sosial, 1. 4Muhammad Fuad Abd al-Ba>qi, al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfaz} al-Qur’an, (Cairo:

Da>r al-Hadith, 2007), 316-320. 5Ayat ini dipahami oleh sebagian ulama sebagai penjelasan tiga macam metode

dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-Misbah, volume 7 (Jakarta: Lentera Hati, 2004), 386. Bandingkan dengan

Muhammad ‘Ali al-S}a>bu>ni>, S}afwat al-Tafa>sir, juz 2 (Bairut: Dar al-Fikr, 2001), 137. 6Selain dikenal dengan al-Ja>wi>, Nawa>wi juga dikenal dengan al-Bantani.

7Lihat al-Nawa>wi al-Ja>wi, Mara>h Labi>d Tafsir Nawa>wi al-Tafsir al-Muni>r, juz 1,

(Indonesia: Dar al-Ihya al-Kutub al-Ara>biah, t.t), 469. Bandingkan juga Sulaiman ibn Umar

Page 22: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

2

dakwah sebagai sarana untuk mengajak manusia ke jalan Ilahi, supaya

dakwah mampu diterima oleh seluruh manusia sepanjang zaman, maka

hendaklah pergerakan dakwah harus mampu, jeli dan peka dalam menatap

segala persoalan kemasyarakatan. Artinya pelaksanaan dakwah harus

memperhatikan segala yang dapat menunjang terlaksananya dakwah secara

efektif dan efisien. Etika kearifan sebagai konsep kunci dakwah yang digagas oleh

Muhammad Fethullah Gulen, menjadi penegas betapa Islam adalah agama

cinta, toleransi, dan perdamaian.8 Menurutnya, Islam memandang manusia

sebagai satu kesatuan yang utuh. Sedikitpun Islam tidak pernah mengotak-

mengotakkan sisi-sisi manusia, siapapun ia. Sisi negatif manusia, Islam

dekati dengan cara memberi larangan dan ancaman, sementara sisi positif

Islam mendorong dengan beragam anjuran dan dorongan. Oleh karena itu,

dalam Islam terdapat ajaran al-Khauf (rasa takut akan ancaman) dan al-Raja‘ (berharap mendapat semua kebaikan), juga konsep surga (sebagai balasan

apabila manusia mau melakukan setiap anjuran ajaran Islam) dan neraka

(sebagai balasan apabila manusia terjerumus kepada setiap larangan ajaran

Islam).9 Karena itu, perlu dibangun konsep dakwah inklusif yang tidak hanya

terbatas pada permasalahan surga-neraka.

Konstruksi dakwah yang dibangun Gulen berbasis pada nilai-nilai

inklusif.10 Dalam pandangan Gulen dialog yang tulus, berorientasi dalam

mewujudkan sikap saling pengertian.11 Lebih jauh lagi Gulen menjelaskan,

bahwa da’i yang cerdas ialah da’i yang menyesuaikan kalbunya dengan al-

Qur’an dan al-Sunnah. Selain itu setiap da’i hendaklah menyampaikan

dakwahnya dengan penuh kejujuran, keikhlasan, sungguh-sungguh dan tidak

mengharapkan imbalan atau pujian,12 Gagasan dakwah yang ditawarkan

begitu unik, dan memiliki ciri khas tersendiri, sehingga pesan-pesan agama

yang ditranformasikan mudah diterima oleh masyarakat luas, terlebih lagi di

era modern ini. Gagasan ini tentunya tidak saja memberi warna tersendiri

al-‘A>ji>li al-Sya>fi>‘i, Tafsir al-Jamal ‘Ala al-Jalalain, juz 2 (Singapura: Maktabah wa Matba‘ah

Sulaiman Mar‘i, t.t), 606. 8M. Fethullah Gulen, Toward a Global Civilization of Love and Tolerance, 4.

9Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i> (Kairo: Da>r al-Ni>l, 2008), 11. Lihat juga Fethullah Gulen, Key Concepts in the Practice of Sufism, volum 1 (New Jersey, 2006), 33-41.

10Filosofi Gulen menggabungkan Islam dan modernitas, seperti sikap toleransi

beragama dan dialog antar agama. Lihat Salih Yucel, ‚Fethullah Gülen Spiritual Leader in a

Global Islamic Context‛ dalam Journal of Religion & Society, The Kripke Center, Vol. 12

(2010): 1. http://moses.creighton.edu/jrs/ 2010/2010-4.pdf (diakses pada 1 Mei, 2013) 11

Irwan Masduqi, Berislam Secara Toleran Teologi Kerukunan Umat Beragama (Bandung: Mizan, 2011), 146.

12Fethullah Gulen, Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-

H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>. 98-99.

Page 23: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

3

bagi keberislaman masyarakatnya, tapi juga keberislaman masyarakat dunia,

utamanya Indonesia.

Paradigma dakwah Gulen13 yang bersahaja merupakan prototipe yang

bersumber dari dakwah yang dibangun oleh Rasulullah lima belas abad

silam.14 Sebagai utusan yang membawa pesan cinta, Muhammad telah

mampu menghipnotis hati masyarakat Arab jahiliyah melalui dakwah moral,

cinta, dan teladan hidup di masanya. Tampaknya, Gulen benar-benar

memahami puspa ragam cara Nabi mendakwahkan Islam kepada umatnya.

Namun, beberapa sarjana Barat memiliki pandangan lain tentang

Islam. Pandangan sinis Yohanan Friedmann dengan statemen yang sangat

propokatif berikut: ‚The Qur’a>n does not have a specific term to express the idea of tolerance, but several verses explicity state that religius coercion (ikrah>) is either unfeasible or forbidden; other verses may be interpreted as expressing the same notion‛.15

Tidak jauh berbeda dengan Yohanan Friedmann, Abdus Salam Faraj

menilai degradasi masyarakat Islam disebabkan oleh orang-orang yang telah

meninabobokan umat agar percaya bahwa jihad dalam Islam bersifat defensif,

padahal Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan agar jihad terus

dilakukan, sehingga butuh upaya mengembalikan Islam kepada orientasi

jihad ofensif yang merupakan rukun Islam keenam yang telah terabaikan.16

13

Manusia yang ideal ibarat lilin yang mampu menerangi diri mereka dan orang

lain. Lihat Salih Yucel, ‚Spiritual Role Models in Fethullah Gülen’s Educational Philosophy‛

dalam Tawarikh: International Journal for Historical Studies, 3(1) 2011, 68.

http://www.tawarikh-journal.com/ files/File/04. yucel.mu. octo. 2011.pdf (diakses pada 1 Mei,

2013). 14

Bukti sejarah yang paling konkret dalam hal ini adalah beberapa peristiwa yang

menceritakan penderitaan yang diterima Nabi saw dari kalangan kafir quraisy tatkala

berdakwah, namun tidak pernah Nabi saw membalasnya dengan cara yang sama. Bagaimana

Nabi saw justru mendoakan kaum Yastrib yang melemparinya dengan batu hingga berdarah,

dan bagaimana Nabi saw tidak memerangi dan membunuh orang-orang kafir Quraisy di

Makkah ketika ia bersama umat Islam berhasil menaklukkan kota makkah (Fath al-Makkah)

dengan damai. Bagaimana Nabi saw memberikan contoh yang agung dikala beliau tidak

membunuh Suraqah yang hendak membunuhnya dimana ketika itu Suraqah jatuh dari

kudanya di hadapan beliau. Bagaimana Nabi saw. justru menjenguk orang sakit yang ketika

sehat yang senantiasa menghina, meludahi dan melemparinya dengan kotoran. Semua itu

merupakan fakta historis yang menguatkan cita rasa dakwah Islam yang humanis. Baca

Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 8.

15Yohanan Friedmann, Tolerance and Coercion in Islam: Interfaith Relations in the

Muslim Tradition (UK: Cambridge University Press, 2003), 1. 16

Abdus Salam Faraj, Jihaad the Absent Obligation: and Expel The Jews and Cristians From The Arabian Paninsula, terj. Abu Umamah (Birmingham: Maktabah Al

Ansaar Publications, First Edition 2000), 49-51. Bandingkan dengan Shaykh ul-Islaam Taqi

ud-Deen Ahmad ibn Taymiyyah, The Religious and Moral Doctrine of Jihaad, terj. Abu

Umamah (Birmingham: Maktabah Al Ansaar Publications, First Edition 2001), 11.

Page 24: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

4

Hal senada ditegaskan pula oleh ‘Ali ibn Nafyu’ al-‘Ulya>ni>,17 dalam

pandangan ‘Ali pesan-pesan Islam (dakwah) tidak akan mampu membumi

pada umat Muslim kecuali dengan jihad dan segala konsepnya, sehingga

dalam pandangannya jihad memberikan pengaruh yang signifikan dalam

menyebarkan Islam. Di samping itu ia banyak menggunakan ayat-ayat jihad

dalam merumuskan konsep dakwah.

Bertolak belakang dengan tiga pemikiran di atas, menurut Ka>mil

D{a>hir, penyebarluasan dakwah orang-orang ‚fundamentalis‛ dengan

menggunakan kekuatan politik, ekonomi dan militer. Bahkan lebih radikal

lagi dakwah yang mereka lakukan dengan menggunakan pedang ketika

ditolak.18 Di samping itu Hassan Hanafi menegaskan justru fundamentalisme

radikal telah mencoret citra Islam yang pada dasarnya adalah agama

kedamaian. ‚Islam, the name of the religion, is derived from the same root as

‘salam’ which means peace. Islam, therefore, is a religion of peace.‛19

Padahal menurut Hassan Hanafi kata Islam yang memiliki makna kedamaian

dalam al-Qur’an digunakan dalam 50 kali.

Dalam beberapa kasus, sikap fundamentalis ini seringkali muncul

karena agama dijadikan untuk kepentingan kelompok tertentu, bahkan untuk

alasan sebuah ideologi.20 Adapun menurut Khaled Abou El Fadl,21 kelompok

Islam Fundamentalis secara menyeluruh merupakan hasil dari sebuah produk

kemodernan, dan sikap fundamentalis merupakan akar perselisihan dalam

tradisi Islam.

Selaras dengan hal di atas, dalam pandangan Murad W. Hofman

bahwa \Islam adalah agama yang toleran par excellence (persamaan mutu)

sering dianggap tidak masuk akal oleh pengamat Barat, padahal itu benar.22

Lebih jauh lagi menurutnya al-Qur’an berulang-ulang menyatakan bahwa

perbedaan di antara manusia, baik dalam warna kulit, kekayaan, ras, dan

bahasa, adalah wajar, bahkan Allah melukiskan pluralisme ideologi dan

agama sebagai rahmat. Sikap yang menunjukkan toleransi intelektual dan

praktis yang komprehensif ini adalah pernyataan yang mendasar dalam ayat

2:256, suatu pernyataan yang bersifat faktual sekaligus normatif: tidak ada

17

‘Ali ibn Nafyu’ al-‘Ulya>ni>, Aha>miyah al-Jihad> fi> Nas}ri al-Da‘wa al-Isla>mi>yah wa al-Radd ‘Ala> al-T{awa>ifi al-D{a>llah Fi>hi (Riyadh: Da>r T{ayybah, 1985), 253-261.

18Muhammad Ka>mil D{a>hir, al-Da‘wah al-Waha>bi>ya wa Atharuha fi> al-Fikr al-Isla>mi

al-H>{adith (Beirut: Da>r al-Sala>m, 1993) 19

Hassan Hanafi, Islam in the Modern World: Tradition, Revolution and Culture, Vol II (Kairo: Dar Kebaa Bookshop, 2000), 232.

20Takis Fotopoulos, ‚The Myth of The Clash of Fundamentalism‛ dalam The

International Journal of Inclusive Democracy, Vol. 1, No. 4 (July, 2005), 2.

http://www.inclusivedemocracy.org/journal/pdf%20files/pdf%20vol1/The%20myth%20of%2

0the%20clash%20of%20fundamentalisms.pdf. (diakses pada 22 Maret, 2013). 21

Khaled Abou El Fadl,The Great Theft: Wrestling Islam from The Extermist t.t, 17. 22

Murad W. Hofman, Islam The Alternatif (Beltsville: Amana Publications, 1993),

63.

Page 25: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

5

paksaan dalam beragama. Ini menggambarkan tidak ada nilai keimanan yang

datang dengan pemaksaan, konsep hidayah jelas dari Tuhan, sementara

syariahnya penuh dengan sikap toleransi.23

Indikasi Islam sebagai agama yang radikal, menurut Irwan Masduqi

dibuktikan dengan adanya pemahaman-pemahaman radikal bahwa ‚ayat-ayat

pedang‛ telah menghapus ayat-ayat yang mengajarkan toleransi dan

inklusif.24 Akibatnya, Islam yang awalnya mengajarkan kedamaian berubah

menjadi ideologi kekerasan.25 Belum lagi ditambah dengan konflik antar

agama, dalam konteks ini, Alwi Shihab menjelaskan bahwa konflik tersebut

merupakan fenomena berumur setua agama-agama itu sendiri.26 Bahkan

dalam sejarah umat manusia perang agama merupakan perang terpanjang.27

Selama berabad-abad, sejarah interaksi antar umat beragama lebih

banyak diwarnai oleh kecurigaan dan permusuhan, dengan dalih demi

mencapai ridha Tuhan.28 Sebagai contoh pola hubungan yang paling dominan

antara dua tradisi keimanan, Islam-Kristen. Di mana permusuhan, kebencian

dan kecurigaan, lebih diutamakan, ketimbang menjaga bingkai persaudaraan,

persahabatan dan saling menghormati. Sejak permulaan sejarah mereka,

Islam dan Kristen memang sudah memiliki suatu bentuk dikotomi

pemahaman sehingga ini berpotensi untuk saling konflik.29

Selain itu, sejarah mencatat fatwa keagamaan yang bernuansa

kekerasan kerapkali menjadi batu sandungan dalam membangun masyarakat

yang toleran. Hal itu karena fatwa keagamaan pada hakikatnya tidak berdiri

sebagai sebuah fatwa, melainkan justru menjadi bagian dari kepentingan

kelompok tertentu yang bernaung di bawah klaim kebenaran.30 Hal inilah

yang menyebabkan Islam dimata dunia Internasional seringkali dicitrakan

23

‘Ali ibn Abd al-Rahman ibn ‘Ali al-Tayya>r, al-Da‘wah wa al-Jiha>d fi> al-‘Ahdi al-Nabawi>: A<da>b wa H{ikam (Riyadh: Huqu>qu al-T{ab‘ Mahfu>dz{ah li al-Mu’allif: 2003), 40.

24Ayat-ayat pedang yang dimaksud: QS A<li Imra>n [3]:19 dan 85. Adapun Ayat-ayat

yang menjelaskan inklusif ialah: QS al-Baqarah [2]: 256, QS al-Ka>firu>n [109]: 6 dan QS al-

Ma>idah [5]: 44 dan 46. 25

Irwan Masduqi, Berislam Secara Toleran Teologi Kerukunan Umat Beragama, 99. 26

Alwi Shihab, Islam Inklusif (Bandung: Mizan, 1998), cet. ke-4, 116. Misalnya

Islam, Kristen dan Yahudi merupakan tiga agama besar yang merupakan agama h}anif yang

diturunkan kepada Ibrahim (millah Ibra>him). Meskipun demikian, pada kenyataannya

menunjukkan bahwa konflik lebih sering terjadi pada tiga komunitas agama ini, bahkan

hingga sekarang. 27

Th. Sumarta, ‚Pluralisme, konflik dan Dialog: Refleksi tentang Hubungan Antar-

Agama di Indonesia‛ dalam Th. Sumarta dkk., Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia (Yogyakarta: Interfidei, 2001), 80.

28Alwi Shihab, Islam Inklusif, 40.

29Irawan, ‚Peran Tasawuf dalam Meredam Konflik Sara pada Era Reformasi di

Indonesia‛ dalam Imam Malik dkk., Antologi Pemikiran Dakwah Kontemporer (Yogyakarta:

Idea Press, 2011), 40. 30

Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme (Jakarta: Fitrah, 2007), 257.

Page 26: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

6

sebagai agama yang identik dengan kekerasan (violence), yakni agama yang

menyukai perang.31 Paradigma ini disebabkan aliran Islam fundamentalis dan

diikuti fakta terorisme yang kebanyakan pelakunya adalah orang-orang Islam

garis keras, yang tanpa disadari justru semakin memantapkan pencitraan

Islam secara negatif.

Di lain pihak, al-Qur’an telah meletakkan sebuah sistem sosial terbaik

untuk masyarakat Islam semenjak lima belas abad yang lalu. Namun, sangat

disayangkan umat Islam sendiri belum semua memahaminya.32 Karena itu,

umat Islam tidak mampu menjelaskan perspektif al-Qur’an dalam bidang

sosial keagamaan, hal ini sebagaimana prinsip-prinsip Islam yang lainnya.

Relevan dengan kerukunan umat beragama sangat terkait erat dengan

kebebasan beragama. Tak ada kerukunan tanpa kebebasan beragama.33 Jika

setiap orang dapat memperluas cakupan sikap dan perilaku toleransinya

kepada semua penganut agama, termasuk pada mereka yang tidak menganut

agama sekalipun, maka setiap orang kemungkinan besar, bisa menikmati

kebebasan beragama dengan nyaman.34 Apalagi sikap toleransi, kebebasan

dan persamaan hak merupakan prinsip mendasar dalam demokrasi liberal.35

Dalam upaya mensosialisasi prinsip moralitas Islam, setiap sosok

Muslim hendaklah mengarahkan diri mereka untuk mampu

mengejawantahkan setiap prinsip tadi dalam setiap tata-prilaku dalam

kehidupan mereka sehari-hari. Kehadiran Islam didasari dengan spirit

jaminan sosial, stabilisasi, perdamaian dan persaudaraan36 untuk seluruh

31

Fundamentalisme Islam dianggap sebagai ideologi yang berbahaya. Citra ini

dikemukakan karena kelompok fundamentalis Islam radikal banyak melakukan tindak pidana

seperti penculikan, pembunuhan, dan pengeboman. Banyak politisi dan cendekiawan Barat

menganggap fundamentalisme Islam sebagai ancaman global yang baru. Lihat Byung-Ock

Chang, ‚Islamic Fundamentalism, Jihad, and Terrorism‛ dalam Journal of International Development and Cooperation, Vol.11, No.1, 2005, 58. http://ir.lib.hiroshima-u.ac.

jp/metadb/up /74007022/ JIDC_11_01_04_ Chang.pdf (diakses pada 1 Mei, 2013). 32

M. Fethullah Gulen, As’ilah al-‘As}r al-Muh{a>yirah. Terj, Wurkhan Muhammad Ali,

(Dar al-Nile: Cairo, 2008), 72. 33

Prinsip kebebasan beragama ini terus dijaga dalam perkembangan sejarah Islam

klasik di mana orang-orang Yahudi dan Nasrani dipersilahkan menjalakan keyakinan mereka

masing-masing tanpa ada gangguan dari umat Islam. Kebebasan keyakinan (hurriyah al-‘aqi>dah) adalah hak yang dijamin dalam Islam, hal ini dikarenakan Nabi pun memberikan

kebebasan kepada penganut Kristen Najran dan melarang perusakan Gereja. Lihat Irwan

Masduqi, Berislam Secara Toleran Teologi Kerukunan Umat Beragama, 239. 34

M. Asrori Mulky, ‚Tak Ada Kerukunan Beragama Tanpa Kebebasan Beragama‛,

dalam Ulumul Qur’an nomor 01/XXI/2012: 114. 35

Steven A. Weldon, ‚The Institutional Context of Tolerance for Ethnic Minorities:

A Comparative, Multilevel Analysis of Western Europe‛ dalam American Journal of Political Science, Vol. 50, No. 2, April 2006, 331. http:// bama.ua.edu/~sborrell/psc521/tolerance.pdf

(diakses pada 1 Mei, 2013). 36

Ali Syu’aibi Gill Kibil, Meluruskan Radikalisme Islam (Ciputat: Pustaka Azhary,

2004), 251.

Page 27: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

7

penduduk muka bumi. Kehadiran Islam memberikan keadilan dan

kesempatan yang sama untuk kebutuhan jasmani dan ruhani.

Selain itu, Abdul Basit menjelaskan bahwa dakwah pada era

kontemporer ini dihadapkan pada berbagai tantangan dan problematika yang

semakin kompleks. Dakwah harus bisa menjawab permasalahan umat yang

juga semakin berkembang. Ini mengharuskan strategi dakwah berbanding

lurus dengan permasalahan keberagamaan masyarakat. Ia menilai bahwa

dakwah mempunyai kelemahan dalam strategi.37 Hal ini juga yang

menggelitik nalar intelektual Kuntowijoyo sehingga ia menganjurkan adanya

pergeseran paradigma dakwah ke arah yang lebih konkret.38 Jika selama ini

dakwah yang dilakukan secara konvensional belum bisa menjawab

sepenuhnya problematika sosial umat Islam, maka ia menilai umat Islam

perlu melakukan reinterpretasi mengenai dakwah itu sendiri.

Berangkat dari penyimpangan-penyimpangan dan pemahaman yang

kurang tepat di dalam memahami Islam dan cara dakwahnya, yang tetap

menjamur dan mengatasnamakan dakwah Islamiyah, serta strategi yang

digunakan para juru dakwah saat ini belum mampu menjawab tantangan

secara holistik. Apalagi tantangan yang dihadapi umat saat ini sangat

kompleks. Mulai dari tantangan kesenjangan ekonomi umat, masalah akhlak

dan keberagamaan simbolik.39 Menyebabkan sebagian ilmuwan Muslim

melakukan pembaruan terhadap wacana-wacana dakwah yang sudah

terdistorsi tersebut. Dalam spektrum pembaruan terhadap dakwah ini, bisa

ditemukan pada sosok pemikir reformis Muhammad Fethullah Gulen.

Dalam hal ini, diperlukan suatu pemahaman dan perubahan

pemahaman dakwah secara komprehensif, sehingga dakwah tidak kehilangan

makna yang hakiki, tetapi mengena dalam semua aspek kehidupan

masyarakat. Dari sinilah perlunya melihat dakwah dari berbagai dimensi

kehidupan. Bertolak dari uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di

atas, kiranya kajian konsep dakwah Fathullah Gulen dalam kitab T{uruq al-

Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h perlu untuk diteliti. Lantaran kajian ini

berusaha memberikan solusi dakwah di era global kontemporer. Selain itu

kajian ini berupaya menjelaskan gagasan dakwah Gulen menjadi pilar

keberagaman umat yang inklusif, serta mampu menepis stereotip Islam yang

negatif; teroris, eksklusif, dan arogan.

37

Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer (Purwokerto: STAIN Purwokerto

Press dan Pustaka Pelajar, 2006), 3. 38

Lihat Kuntowijoyo, Identitas Politik Umat Islam (Bandung: Mizan, 1997), 18-19. 39

Wan Mohd Nor Wan Daud, “Containing Muslim Extremism and Radicalism”

dalam Sari - International Journal of the Malay World and Civilisation 28(1) (2010), 244-

247. http://journalarticle.ukm.my/2416/1/Sari_28 (1)_2010_12_ Wan_Mohd_Nor_(Final).pdf.

(diakses pada 1 Mei, 2013).

Page 28: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

8

B. Identifikasi Masalah

Studi ini difokuskan untuk membangun sebuah konsep ideal tentang

dakwah dan nilai-nilai kearifan dakwah Gulen. Hipotesa yang dimunculkan

bahwa dakwah yang berlandaskan kepada nilai-nilai kearifan dan moralitas

merupakan pilar dasar dalam pembentukan religiusitas masyarakat yang

toleran. Dalam artian bahwa, agar dakwah dapat diterima, maka hendaklah

para da’i harus mampu berharmoni dan berhumanisasi dengan masyarakat

sekitarnya, baik dalam tataran hubungan antar agama, budaya, maupun antar

peradaban. Inilah kerangka etika filosofis dakwah yang hendak dibangun

sepanjang penelitian ini.

Permasalahan utama kajian ini pada dasarnya mengacu pada beberapa

permasalahan terkait adanya perubahan paradigma dalam penyampaian

pesan-pesan agama (dakwah), dakwah fundamentalis, ekstrim, dan radikal.

Serta hilangnya rasa kepercayaan dan toleransi. Benturan peradaban dan

krisis kepercayaan ini dipahami sebagai salah satu krisis besar yang

mengancam keharmonisan hubungan antar umat beragama dan negara. Oleh

karenanya, persoalan mendasar yang harus diubah adalah berkaitan dengan

paradigma atau sudut pandang tentang dakwah.

Berbicara dakwah tidak saja terbatas pada da’i dan audien (mad’u),

melainkan juga penekanan pada dimensi etika yang selaras dengan prinsip-

prinsip etika qur’ani dan profetik. Oleh sebab itu, melalui kajian pemikiran

Muhammad Fethullah Gulen, tentang konsep dakwah ini, diharapkan

memiliki konsekuensi terpeliharanya hubungan insani secara sehat dan

harmonis serta mampu membangun sebuah relasi yang mengedepankan nilai-

nilai kearifan dalam memandang dakwah dan makna kehidupan yang

bermasyarakat.

Berangkat dari asumsi tersebut di atas, penulis membuat beberapa

identifikasi terkait persoalan-persoalan yang telah disinggung di awal, antara

lain sebagai berikut: (1) Mengapa ada dakwah yang disampaikan dengan cara

radikal dalam Islam? (2) Benarkah dakwah Islam fundamentalis dan radikal

dipandang sebagai salah satu sebab pencitraan Islam secara negatif (sebagai

agama yang menyukai kekerasan), mengapa demikian, dan apa sebabnya? (3)

Apakah doktrin agama berperan dalam melegalkan pandangan dakwah Islam

terhadap kekerasan, atau telah terjadi kesalahan penafsiran terhadap doktrin

tersebut? (4) Menyusul kritik tajam terhadap Islam, bagaimana respon Gulen

dalam rangka menepis tudingan telak itu, lantas apa yang Gulen tawarkan

terkait upaya bahwa Islam agama dakwah yang cinta dan damai?

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Di dalam usaha mengajak dan menyeru serta mempengaruhi manusia

agar berada disepanjang jalan Tuhan, maka sudah pasti ada unsur-unsur yang

mengajak atau mempengaruhi, ada yang diajak dan diseru, alat untuk

Page 29: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

9

mengajak dan menyeru, serta isi ajakan dan seruan, dan yang terakhir

pengaruh dari dakwah itu sendiri (da’i, mad’u, materi, media, dan efek).40

Maka dari itu, fokus penelitian penting yang ingin penulis angkat dari konsep

dakwah Gulen adalah sebagai berikut: ‚Apakah konsep dakwah Muhammad

Fethullah Gulen dapat dijadikan basis dalam berdakwah di era global

kontemporer?‛ Pertanyaan ini diklasifikasi ke dalam poin-poin berikut,

yakni: a) Bagaimana konsepsi dakwah Muhammad Fethullah Gulen? b)

Bagaimana kontruksi dan Subtansi Dakwah Gulen? c) Bagaimana

Signifikansi Dakwah Gulen?

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aspek-aspek

kearifan dakwah Gulen dalam karya-karyanya. Tujuan khusus dalam

penelitian ini dimaksudkan sebagai jawaban dari rumusan masalah di atas:

Pertama, penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan konsep ideal

dakwah yang sejalan dengan prinsip-prinsip keagamaan (dakwah qur’ani dan

profetik) dan kebijaksanaan perenial. Kedua, menjelaskan bahwa hubungan

yang dijalin sesama manusia selalu mengedepankan nilai-nilai kearifan,

moralitas dan spritualitas. Ketiga, penelitian ini menunjukkan bahwa konsep

dakwah Gulen berorientasi kepada nilai-nilai yang benar-benar spritual dan

religius. Seperti sikap toleransi, kasih sayang, kesabaran, pengampunan

(forgiveness), kedamaian batin (inner peace), keharmonisan sosial (social harmony) dan kejujuran (honesty). Serta konsep dakwah Gulen pada intinya

mengajak kepada keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, dengan

tetap menjaga sikap inklusif, termasuk bagaimana mentranformasikan nilai

religius tersebut sebagai refleksi kehidupan sosial.

2. Kegunaan Penelitian Realisasi penelitian ini diharapkan nantinya akan bermanfaat paling

tidak: a) Untuk memperluas khazanah dan wawasan kajian metodologi

dakwah secara konseptual dan tekstual. Hal ini disebabkan perkembangan

zaman dan tuntutan realitas hidup umat manusia yang mengharuskan

ditemukannya metode-metode baru yang lebih akomodatif dan mendekati

kepada masyarakat. b) Dengan adanya kajian ini, dapat menjadi kontribusi

ilmiah dalam disiplin ilmu-ilmu dakwah karena ilmu-ilmu dakwah bukanlah

disiplin ilmu yang mati dan terbatas untuk jangkauan masa lampau saja,

tetapi ia juga mengakomodir perkembangan baru sesuai dengan pemahaman

manusia dalam setiap zamannya. c) Kajian ini dapat memberi arah bagi

penelitian-penelitian serupa yang lebih intensif dan komprehensif di

40

Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 54. Bandingkan dengan M. Munir,

Manajemen Dakwah, 21-35.

Page 30: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

10

kemudian hari, adanya urgensi antara satu penelitian dengan penelitian yang

lain, selain itu juga diharapkan dapat mengurangi tumpang tindih

(overlapping) informasi.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Telah banyak kajian yang menjelaskan tentang pentingnya akhlak,

sikap inklusif dan toleransi dalam berdakwah diantaranya: Safrodin Halimi,

‘Ali ibn Abd al-Rahman ibn ‘Ali al-Tayya>r dan Rosyidi.41 Safrodin

memaparkan al-Qur’an telah meletakkan prinsip-prinsip dalam berdakwah,

seperti kejujuran dan keteladanan, keikhlasan dan ketulusan, kasih sayang

dan kelembutan serta kebebasan berkehendak dan memilih.

Adapun ‘Ali ibn Abd al-Rahman ibn ‘Ali al-Tayya>r menjelaskan Nabi

tidak pernah melakukan dakwah dengan cara kekerasan dan paksaan, bahkan

sebaliknya Nabi memberikan tauladan kepada umatnya agar berdakwah

dengan cara santun dan damai. Hal ini dipertegas kembali oleh Rosyidi

bahwa dakwah yang lebih menekankan kepada aspek-aspek akhlak dan

batiniah disebut dakwah dengan pendekatan tasawuf, karena subtansi dari

tasawuf adalah akhlak.

Berdasarkan hasil telaah yang relevan dengan data penelitian ini,

peneliti menemukan beberapa tema yang telah mengkaji sosok Gulen

diantaranya: ‚A Winder Role for The Gulen Movement Consistent With The

Place of The Qur’an and Islam in The Evolution of Religious Understanding:

A Fundamental Theological Reasseement‛.42 yang dipresentasikan dalam

seminar internasional di Eramus University Rotterdam pada tahun 2007.

Dalam artikel ini Ian Fry mengkaji tentang pemikiran-pemikiran Gulen

tentang sikap fundamentalis, sejarah dan sistematik keagamaan serta

pentingnya dialog antar-agama. Selanjutnya, ‚Dialogical and Transformatif

Resources: Perspectives from Fethullah Gulen on Religion and Public Life‛.43

Paul Weller memaparkan pandangan Gulen terhadap kehidupan umat

41

Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, (Semarang: Wali Songo Press, 2008) ‘Ali ibn Abd al-Rahman ibn

‘Ali al-Tayya>r, al-Da‘wah wa al-Jiha>d fi> al-‘Ahdi al-Nabawi>: A<da>b wa H{ikam (Riyadh:

Huqu>qu al-T{ab‘ Mahfu>z{ah lil Mu‘alif: 1985) Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal: Menentramkan Jiwa, Mencerahkan Pikiran (Jakarta: Paramadina 2004).

42Lihat Ian Fry, ‚A Winder Role for The Gulen Movement Consistent With The

Place of The Qur’an and Islam in The Evolution of Religious Understanding: A Fundamental Theological Reasseement‛ artikel dalam Conference Peaceful Coexistence Fethullah Gulen’s Initiatives in the Contemporary World Eramus University Rotterdam 22-23 November 2007

(New Jersey: Tughra Books, 2009). 43

Paul Weller, ‚Dialogical and Transformatif Resources: Perspectives From

Fethullah Gulen on Religion and Public Life‛ dalam Conference Peaceful Coexistence Fethullah Gulen’s Initiatives in the Contemporary World Eramus University Rotterdam 22-

23 November 2007 (New Jersey: Tughra Books, 2009).

Page 31: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

11

beragama. Pentingnya nilai-nilai moralitas dan hubungan humanisme antar

umat beragama dan bermasyarakat.

Di samping itu, kajian yang pernah dilakukan dengan tema ‚The

Importance of Dialogue in a Rooted Conception of Cosmopolitanism

Fethullah Gulen and Mohammad Mojtahed Shabestary‛.44 Mahmoud Masaeli

menegaskan tentang betapa pentingnya dialog antar umat beragama di

tengah kehidupan globalisasi dan kosmopolitan dengan membandingkan

konsep Gulen dan Mojtahed Shabestary. Tema kajian berikutnya ‚Tolerance

as a Source of Peace: Gulen and the Islamic Conceptualization of

Tolerance‛.45 Aaron Tyler menggambarkan pandangan Gulen terhadap

konflik dan toleransi Islam pada abad kedua puluh satu, toleransi merupakan

pijakan untuk beribadah, dan sikap toleransi merupakan landasan untuk

berdialog.

Berbeda dengan penelitian yang dilakuakan Zulfahmi dengan fokus

kajiannya ‚Gerakan Damai Fethullah Gulen di Turki Perspektif Komunikasi

Islam‛.46 Dalam tesis ini Zulfahmi menjelaskan faktor kemiskinan dapat

memberikan pengaruh yang signifikan atas terjadinya tindak kekerasan di

masyarakat. Selain itu penelitian ini memaparkan Gulen dan pengikutnya

memberikan peran yang masif dan aktif dalam upaya proses bina damai,

seperti diadakannya dialog lintas etnis, negara dan keyakinan (interfaith).

Serta respon Gulen terkait gerakan radikal dan terorisme yang dialamatkan

kepada Islam.

Selain itu masih ada beberapa sarjana yang telah mengkaji Gulen di

antaranya: John Borelli,47 Heon Kim,48 Lynn E. Mitchell,49 Philipp

44

Lihat Mahmoud Masaeli, ‚The Importance of Dialogue in a Rooted Conception of

Cosmopolitanism Fethullah Gulen and Mohammad Mojtahed Shabestary‛ Artikel dalam

Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington DC 14-15 November 2008 (Washington

D.C: Rumi Forum, 2008). 45

Aaron Tyler, ‚Tolerance as a Source of Peace: Gulen and the Islamic

Conceptualization of Tolerance‛ Artikel dalam Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington

DC 14-15 November 2008 (Washington D.C: Rumi Forum, 2008). 46

Zulfahmi, ‚Gerakan Damai Fethullah Gulen di Turki Perspektif Komunikasi Islam‛ Tesis, Konsentrasi Agama dan Perdamaian Program studi Pengkajian Islam SPS UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2013. 47

John Borelli, ‚Interreligious Dialogue as a Spritual Practice‛dalam Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington DC 14-15 November 2008 (Washington D.C: Rumi

Forum, 2008). 48

Heon Kim, ‚Gulen’s Dialogic Sufism: A Constructional and Constructive Faktor

of Dialogue‛ dalam Conference Islam In The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington DC 14-15 November

2008 (Washington D.C: Rumi Forum, 2008).

Page 32: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

12

Bruckmayr,50 dan Thomas Michel,51 lebih menitikberatkan pada kajian

faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian religius sufistik Gulen dari

para tokoh sufi terdahulu. Kajian tersebut, berupa pengenalan dan pengantar

lebih lanjut dalam mengkaji Gulen, gerakan Gulen dan pemikirannya yang

berhubungan dengan konsep kearifan dan penerapannya dalam hubungan

masyarakat kontemporer. Sejumlah kajian di atas, dipandang penting dalam

menambah informasi dan pengetahuan tentang Gulen, gerakan dan

pemikirannya. Kajian ini memiliki signifikansi dalam menambah informasi

atau pemahaman singkat tentang pemikiran Gulen. Namun penulis menilai

kajian yang mereka lakukan belum memadai dalam mengkaji konsep dakwah

Gulen. Untuk itulah dalam penelitian ini, penulis berkepentingan untuk

melakukan kajian lebih mendalam terhadap konsep dan gagasan dakwah

perspektif Gulen.

Berdasarkan penelusuran terhadap kajian-kajian yang relevan di atas,

penulis melihat adanya kesamaan sekaligus perbedaan mendasar dalam

beberapa aspeknya. Perbedaan yang mendasar dalam kajian ini adalah

pembahasan tentang dakwah Gulen, serta hubungan yang dibangun dalam

kerangka etik normatif (etika qur’ani dan profetik). Pembahasan ini

dikorelasikan dalam konteks wacana kekerasan antar umat beragama, krisis

global (fundamentalis, radikal, ekstrim, benturan peradaban dan krisis

kepercayaan) yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan, sambil

menawarkan solusi sebagai alternatif pemecahannya. Oleh sebab itu, penulis

merasa perlu untuk mengkaji secara mendalam terhadap konsep dan gagasan

dakwah Muhammad Fethullah Gulen.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian Secara tipologis, penelitian ini dengan melihat unsur-unsur penelitian

yang digunakan, yaitu berupa bahan-bahan tekstual, seperti buku, jurnal,

49

Lynn E. Mitchell, ‚M. Fethullah Gulen: A Preacher of Piety and Integrity of

Action: A Study in Analogy Between the Gulen Movement and the Clapham Circle‛ dalam

Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington DC 14-15 November 2008(Washington D.C:

Rumi Forum, 2008). 50

Philipp Bruckmayr, ‚Fethullah Gulen and Islamic Literary Tradition‛ dalam

Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington DC 14-15 November 2008 (Washington

D.C: Rumi Forum, 2008). 51

Thomas Michel, ‚Fethullah Gulen: Following in The Footsteps of Rumi‛ dalam

Conference Peaceful Coexistence Fethullah Gulen’s Initiatives in the Contemporary World, Eramus University Rotterdam 22-23 November 2007 (New Jersey: Tughra Books, 2009).

Page 33: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

13

makalah, artikel, dan lainnya, maka penelitian tersebut mengikuti jenis telaah

kepustakaan (library research).52

2. Pendekatan Penelitian Dalam melakukan pembacaan terhadap pemikiran dakwah Gulen,

penulis menggunakan dua pendekatan, yaitu: pendekatan historis dan

pendekatan humanistik.53 Pendekatan historis berfungsi melacak konteks

sosio-kultural yang melingkupi kehidupan Gulen.

Sementara pendekatan humanistik sebagai pisau analisis untuk

mengkaji nilai-nilai kemanusiaan dan aspek-aspek hidup manusia. Termasuk

dalam pendekatan ini adalah aspek filosofis dari objek yang diteliti.

3. Sumber Data Sebagai penelitian bercorak library research, data diperoleh dari dua

sumber, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primernya adalah

kitab T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, Toward a Global Civilization of Love and Tolerance, Key Concepts in The Practice of Sufism, Pearls of Wisdom, The Essentials of the Islamic Faith, Question and Answers About Islam vol.2, As’ilah al-As}r al-Muhayyirah, al-Nu>r al-Kha>lid Muhammad Mafkhirah al-Insa>niyyah, Wa Nahnu Nuqi>mu S{arh} al-Ru>h.

Demikian juga dengan data sekunder, yang juga berupa buku, soft copy (pdf.), artikel, majalah, dan koran yang diperoleh dari perpustakaan

maupun berupa unduhan dari media internet.54 Data sekunder yang digunakan

adalah karya-karya dalam bentuk buku dan makalah yang relevan untuk

menjadi pelengkap data. Data sekunder yang digunakan di sini adalah:

Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington DC 14-15 November

2008.Conference Peaceful Coexistence Fethullah Gulen’s Initiatives in the Contemporary World, Eramus University Rotterdam 22-23 November

2007dan lain-lain.

52

Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survey (Jakarta:LP3ES, 1989) 45. Lihat

juga M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Bogor:

Ghalia Indonesia, 2002), 11. Bandingkan dengan Mustika Zed, Metodologi Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004) 16-22.

53Cik Hasan Bisri dan Eva Rufaidah, Model Penelitian Agama dan Dinamika Sosial,

Himpunan Rencana Penelitian (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) 8. 54

Atho’ Muzhar menyebut bahwa selain menyebut sumber primer maupun sekunder

dari penelitian, seorang peneliti juga hendaknya dapat menunjukkan di mana data dapat

diperoleh, data berupa apa saja; dokumen, prasasti, mata uang dan lain-lain. Sehingga,

validitas sumber data yang digunakan menjadi lebih berarti bagi upaya pengembangan kajian.

M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka

pelajar, 2002), Cet. IV, 62-64.

Page 34: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

14

4. Teknik Analisis Data

Untuk mempermudah dalam menganalisis data, peneliti menggunakan

teknik analisis isi (content analyzing).55 Content analyzing adalah

menganalisa makna yang terkandung dalam asumsi, gagasan, atau statemen

untuk mendapat pengertian dan kesimpulan. Selain itu juga peneliti

menggunakan metode deskriptif analisis.

Deskriptif secara sederhana dapat diartikan dengan menggambarkan

secara umum tentang objek penelitian untuk menemukan informasi yang

menyeluruh. Tujuan dari penelitian yang menggunakan metode deskriptif

pada umumnya adalah untuk membuat deproposal, gambaran atau lukisan

secara sistematis dan objektif, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, ciri-ciri serta

hubungan di antara unsur-unsur yang ada atau suatu fenomena tertentu.56

content analyzing ini peneliti gunakan untuk menganalisa makna

yang terkandung dalam asumsi, gagasan, atau statemen untuk mendapat

pengertian dan kesimpulan. Adapun dengan metode analisis peneliti

berupaya melakukan telaah atau penganalisisan terhadap pemikiran Gulen

dengan pendekatan filosofis secara mendalam. Metode analisis tersebut akan

digunakan untuk melakukan klasifikasi mengenai relevansi substatif

pemikiran dakwah Gulen, pemilahan ide-ide secara detil, konsistensi

pembahasan, pembedaan hirarkis, hingga analisa secara tuntas yang meliputi

semua kategori atau komponen yang diteliti. Selain itu, dengan metode

deskriptif-analisis penulis juga melibatkan evaluasi kritis untuk menelaah

sejauh mana keunggulan dan kelemahan pandangan Gulen.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk menyusun gambaran yang utuh dan terpadu tentang penelitian

ini, maka penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I diuraikan tentang pendahuluan yang secara garis besar

meliputi: latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah,

tujuan dan kegunaan penelitian, penelitian terdahulu yang relevan,

metodologi penelitian dan sistematika pembahasan. Dalam Bab Pertama ini

diuraikan masalah utama penelitian tentang pencitraan Islam oleh Barat

sebagai agama yang menyukai kekerasan. Paradigma tersebut diakibatkan

oleh pemahaman-pemahaman Islam garis keras terhadap teks normatif dan

kepentingan golongan. Adapun solusi yang ditawarkan adalah paradigma

dakwah yang berlandaskan nilai-nilai kearifan dan moralitas. Hipotesa yang

dibangun adalah dakwah yang berlandaskan nilai-nilai kearifan dan moralitas

merupakan pilar dasar dalam pembentukan religiusitas masyarakat yang

toleran. Untuk sampai kepada tujuan ini, dilakukan kajian teks terhadap

55

Hasan Bisri dan Eva Rufaidah, Model Penelitian, 9. 56

Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma,

2005), 58.

Page 35: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

15

sejumlah karya Muhammad Fethullah Gulen, seorang tokoh perdamaian

dunia saat ini, dengan menggunakan pendekatan historis dan humanistis.

Pembahasan tentang ‚Konsepsi Dakwah dalam Islam‛, akan dibahas

di Bab II. Bahasan ini meliputi: pondasi dasar dakwah dan etika dakwah.

Pada sub bab yang pertama akan diuraikan tentang landasan dakwah yang

berbasis filosofis normatif (dakwah qur’ani dan profetik), sekaligus

menegaskan bahwa Islam mengajarkan cara yang santun dalam berdakwah.

Pada sub bab selanjutnya akan membahas ‚etika dakwah‛. Pada sub bab ini

akan memaparkan etika dakwah yang menjadi pijakan da’i dalam berdakwah

serta menggunakan kekerasan dengan dalih berjihad di jalan Tuhan tidaklah

dapat dibenarkan dalam berdakwah. Pada bab ini dapat disimpulkan bahwa

Sikap Fundamentalis dan radikal bukanlah pijakan dakwah yang tepat, karena

dakwah Islam pada dasarnya mengumandangkan spirit profetik Rahmatan li al-‘A>lamin yaitu ajaran Islam yang mengedepankan cinta dan kasih sayang

serta sikap toleransi antar umat beragama. Sebagai solusinya, gagasan yang

berlandaskan kepada nilai-nilai kearifan, moralitas dan kesantunan terhadap

semua umat beragama merupakan nilai dasar dalam berdakwah.

Bab III ‚Kontruksi dan Subtansi Dakwah Gulen‛ pada sub pertama

akan dijelaskan dasar-dasar dan kaidah dalam dakwah, sub bab ini meliputi:

membekali diri dengan ilmu pengetahuan, keselarasan kalbu dengan al-

Qur’an, menggunakan cara yang disyari’atkan, dan melakukan apa yang

disampaikan. Sub bab berikutnya akan menguraikan gambaran dan sifat

seorang da’i. Pembahasan pada sub bab ini meliputi: berdakwah dengan

penuh kasih sayang, mengedepankan toleransi dan menjaga empati. Adapun

sub yang terakhir akan membahas urgensi dakwah. Kesimpulan pada bab ini

bahwa konsep dakwah Gulen berorientasi kepada nilai-nilai yang benar-benar

spritual, seperti sikap toleransi, kasih sayang, kesabaran, pengampunan

(forgiveness), kedamaian batin (inner peace), keharmonisan sosial (social harmony) dan kejujuran (honesty). Hal ini diiringi dengan metode dakwah

dalam al-Quran begitu humanis. Islam lebih mengedepankan perdamaian dan

dialog dengan santun dan argumentatif (muja>dalah bi allati hiya ah}san). Hal

ini tentunya harus dibudayakan, baik dalam konteks inter-religius, intra-

religius, maupun antar peradaban.

Bab IV ‚Relevansi dan Signifikansi Konsep Dakwah Gulen: Dalam

Konteks Masyarakat Kontemporer‛. Sub bab pertama membahas tentang:

Islam sebagai agama cinta, inklusifisme dan toleransi sebagai basis

keberagamaan dan dialog intensif intra dan antar agama. Uraian ini ditujukan

untuk perbaikan yang mendera moralitas masyarakat kontemporer seperti

berlaku radikal dan ekstrim. Fokus kajian ini menitikberatkan pada nilai-nilai

kearifan seperti toleransi, kasih sayang, sikap inklusif, yang merupakan

pondasi awal dalam membentuk kepribadian serta pijakan yang ditawarkan

dalam membangun interaksi dalam bermasyarakat. Kesimpulan pada bab ini

Page 36: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

16

bahwa konsep dakwah yang ditawarkan Gulen pada intinya mengajak kepada

keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, dengan tetap menjaga

sikap inklusif, termasuk bagaimana mentranformasikan nilai religius tersebut

sebagai refleksi kehidupan sosial.

Bab V ‚Penutup‛ merupakan kesimpulan yang menegaskan bahwa

dakwah yang berlandaskan kepada nilai-nilai kearifan dan moralitas

merupakan pilar dasar dalam pembentukan religiusitas masyarakat yang

toleran. Penutup bab ini merupakan kritik, saran dan rekomendasi. Kritik dan

saran tersebut diharapkan memberikan perbaikan yang signifikan dalam

penelitian ini.

Page 37: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

17

BAB II

KONSEPSI DAKWAH DALAM ISLAM

Pada bab ini penulis akan menguraikan konsep dan paradigma

dakwah dalam Islam. Kesimpulan pada bab ini, bahwa sikap Fundamentalis

dan radikal bukanlah pijakan dakwah yang tepat, karena dakwah Islam pada

dasarnya mengumandangkan spirit profetik Rahmatan li al-‘A>lamin yaitu

ajaran Islam yang mengedepankan cinta dan kasih sayang serta sikap

toleransi antar umat beragama. Sebagai solusinya, gagasan yang

berlandaskan kepada nilai-nilai kearifan, moralitas dan kesantunan terhadap

semua umat beragama merupakan nilai dasar dalam berdakwah. Hal ini dapat

dibuktikan dengan landasan fundamen dakwah yang berbasis filosofis

normatif (dakwah qur’ani dan dakwah profetik), sekaligus menegaskan

bahwa Islam mengajarkan cara yang santun dalam berdakwah. Selain itu,

dalam penyampaikan dakwah ada aturan dan kode etik yang harus dimiliki

dan diikuti oleh para juru dakwah (da’i).

A. Pondasi Dasar Dakwah

1. Dakwah Qur’ani (Metode Dakwah dalam al-Qur’an)

Sebagai agama terakhir, Islam merupakan agama penyempurna dari

keberadaan agama-agama sebelumnya. Perkembangan agama Islam yang

disebarkan oleh Nabi Muhammad Saw yang berawal di Mekkah lalu di

Madinah dan kemudian berkembang ke seluruh penjuru dunia tidak lain

adalah karena adanya proses dakwah yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Islam.1

Sebagai agama ilahi sumber dasar Islam adalah al-Qur’an.2 Al-Qur’an

memperkenalkan dirinya dengan berbagai atribut; al-Baya>n atau al-Tibya>n, al-Furqa>n, dan al-Huda>. seperti pada ayat:

‚bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al- Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)‛. (QS. al-Baqarah: 185).3

1Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Kiat Sukses Berdakwah, terj.

Samsul Munir Amin, (Jakarta: AMZAH, 2006), xi. 2Ali Raza Tahir, ‚Islam and Philosophy (Meaning and Relationship)‛ dalam

Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business vol. 4 no: 9 (January, 2013)

1289. http://journal-archieves27.webs.com/1287-1293.pdf (diakses pada: 23 Desember 2013). 3Selain sebutan-sebutan tersebut al-Qur’an juga bisa dinamakan dengan al-Z{ikr.

Seperti pada (QS. al-Nahl: 44). Sebutan-sebutan ini menjelaskan bahwa fungsi al-Qur’an

adalah sebagai petunjuk menuju jalan yang sebaik-baiknya (QS. al-Isra: 9) yang meliputi

akidah yang benar, akhlak murni yang harus diikuti manusia dalam kehidupannya, petunjuk

bagi upaya meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, pembawa kebenaran dan berpihak kepada

Page 38: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

18

Dalam tradisi keilmuan, dakwah bisa bermakna menyebarkan,

menyampaikan, meyakinkan, mengajak dan mendorong.4 Berdasarkan

penelusuran yang dilakukan oleh Halimi, bahwa dalam al-Qur’an, term-term

dakwah memiliki beberapa pengertian yaitu permohonan (sual) ibadah,

ajakan dan seruan.5 Dengan demikian, dalam keseharian hidupnya umat Islam

bukan saja berkewajiban melaksanakan ajaran Islam, tapi lebih dari itu harus

menyampaikan (tabligh) atau mendakwahkan kebenaran ajaran Islam

terhadap orang lain. Umat Muslim digelari Allah Swt sebagai umat pilihan,

yakni sebaik-baik umat (khairu ummah), yang mengemban tugas dakwah,

yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.6 Implikasi dari

pernyataan Islam sebagai agama dakwah inilah, menuntut ummatnya agar

selalu meyampaikan dakwah, karena kegiatan ini merupakan aktivitas yang

tidak pernah berhenti selama kehidupan di dunia masih berlangsung dan

akan terus melekat dalam situasi dan kondisi apa pun dengan berbagai

pendekatan dan coraknya.7 Dalam pengertian ini, bentuk dakwah dalam

praktiknya bukan hanya dalam tataran teoretis-instruktif atau dikenal dengan

istilah lisa>n al-Maqa>l, tetapi juga menuntut bentuk tindakan-empiris yang

dikenal dengan lisa>n al-Hal.8 Di dalam hal mengajak inilah, tentunya ada yang menjadi pijakan

dalam berdakwah. Pada dasarnya al-Qur’an merupakan inspirasi dakwah dan

kitab dakwah.9 Bermula sebagai kitab dakwah dan berpuncak sebagi kitab

keadilan (QS. al-Nisa’: 105), serta mendorong pada terjadinya perubahan yang positif

(QS.Ibrahim: 1). Baca Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial (Semarang: Wali Songo Press, 2008), 48.

4Taufik Yusuf al-Wa‘iy, Fiqih Dakwah Ilallah, terj. Sofwan Abbas dkk (Jakarta: Al-

I‘tishom, 2011), 11. Lebih jelas baca Muhammad Sa‘i>d Muba>rak, al-Da’wah wa al-Ira>dah

(Riyadh: Huqu>qu al-T{ab‘ Mahfu>z{ah lil Mu‘alif: 2005), 15. 5Menurut Ibn Manzu>r sebagaimana dikutip A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman bahwa

kata dakwah mempunyai arti banyak. Pertama, meminta pertolongan (al-Istigha>sah), kedua, menghambakan diri (‘iba>dah) seperti dalam firman-Nya (QS. al-A’raf: 194), ketiga,

memanjatkan permohonan kepada Allah SWT(berdo’a), seperti dalam firman-Nya (QS. al-

Baqarah: 186). Keempat, persaksian Islam (syaha>dat al-Isla>m) seperti surat Nabi Muhammad

Saw kepada Heraklius ‚…..أ دعوك بدعاية االسالم‛ (aku memanggil kamu dengan persaksian tentang

Islam). Kelima, memanggil atau mengundang (al-Nida>) seperti firman Allah (QS. al-Ahzab:

46). Lihat A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam (Jakarta: Kencana, 2011) 27-28. Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 50.

6Asep Syamsul dan M. Romli, Jurnalistik Dakwah, Visi dan Misi Dakwah Bilqolam

(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), 3. 7Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2006), 5.

8A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama

dan Peradaban Islam, 27-28. 9Iqram Faldiansyah, ‚Dakwah dan Lingkungan‛ dalam Imam Malik dkk., Antologi

Pemikiran Dakwah Kontemporer (Yogyakarta: Idea Press, 2011), 187.

Page 39: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

19

penetapan syari’at.10 Lebih tegas lagi, al-Qur’an menyebut kegiatan dakwah

dengan ahsanu qaula.11 Banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan masalah

dakwah. Tetapi, dari sekian banyak ayat yang memuat prinsip-prinsip

dakwah itu, ada satu ayat yang memuat sandaran dasar dan fundamen12 yakni

QS. al-Nahl: 125.

Metode dakwah dan langkah-langkah dakwah transformatif yang

ditawarkan dalam al-Qur’an untuk menyampaikan pesan keagamaan, berbasis

pada pendekatan yang bersifat persuasif dan sarat dengan nilai-nilai

kebijaksanaan (wisdom/al-h}ikmah). Metode dakwah demikian itu, telah

diformulasikan Allah dan Rasulnya lewat teks normatif al-Qur’an dan sunnah

Nabi berikut ini:

1. Al-Hikmah (الحكوة)

Dalam al-Qur’an kata ‚hikmah‛ menurut Harjani Hefni disebutkan

sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakirah maupun ma’rifat. ‚h}ukman‛

merupakan bentuk masdar dari ‚h}ikmah‛, yang apabila diartikan secara

makna aslinya adalah mencegah, melarang dengan penuh kebijaksanaan.

Dalam pandangan M. Abduh, sebagaimana dikutip Harjani Hefni, hikmah

adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga di

gunakan dalam arti ucapan yang sedikit lafazh akan tetapi banyak makna.13

Pararel dengan pendapat M. Abduh. Dalam konteks usul fiqh istilah

hikmah dibahas ketika ulama usul membicarakan sifat-sifat yang dijadikan

ilat hukum. Dan dikalangan tarekat hikmah diartikan pengetahuan tentang

rahasia Tuhan.14 Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat, karena

inti dari filsafat yakni mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu. Adapun

orang yang memiliki hikmah disebut al-H{a>kim yaitu orang yang memiliki

pengetahuan yang paling utama dari segala sesuatu.

Tidak jauh berbeda dengan M. Abduh, Toha Yahya dan Muhammad

Abu> al-Fatah al-Baya>nu>ni> menjelaskan, hikmah berarti meletakkan sesuatu

pada tempatnya dengan berpikir, penuh kehati-hatian serta berusaha

menyusun dan mengatur sesuai dengan keadaan zaman dan tidak

10

Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim (Jakarta: Lentera Basritama, 1997), 11.

11Q.S al-Fushilat: 33.

12Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan

Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 38 13

Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 8-9. Bandingkan dengan Muhammad Abu> al-

Fatah al-Baya>nu>ni>, al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah: Dira>sah Manhaji>yah Sya>milah li Ta>ri>kh al-Da’wah wa Usu>liha wa Mana>hijiha wa Asa>libiha wa Wasa>iliha wa Musykila>tiha fi D{aw’i al-Naql wa al-‘Aql, (Beirut: Mu’assasah al-Risa>lah, 1991), 244.

14Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 9.

Page 40: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

20

bertentangan dengan larangan Tuhan.15 Lebih spesifik lagi, Imam Nawawi al-

Bantani menjelaskan al-H{ikmah merupakan al-H{ujjah al-Qat}’iyyah al-Mufi>dah li al-‘Aqa>id al-Yaqi>niyyah (hikmah adalah dalil-dalil argumentasi

yang kuat dan berfaedah bagi kaidah-kaidah keyakinan).16

Selain itu, kata hikmah sering kali diterjemahkan dalam pengertian

bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga objek dakwah

mampu melaksanakan apa yang didakwahkan atas kemaunnya sendiri, tidak

merasa ada paksaan, konflik, maupun rasa tertekan. Dalam bahasa

komunikasi disebut sebagai frame of reference, field of reference, dan field of experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap pihak komunikan

(objek dakwah).17

Dalam konteks hukum Islam, makna hikmah berkonotasi melakukan

upayah prefentif dari tindakan kezaliman, dan apabila ditarik ke dalam

konsep dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan pada

saat mengemban misi dakwah. Lebih jauh pembahasan konsepsi dan metode

dakwah, dengan pijakan al-H{ikmah merupakan upaya seorang da’i

mentransformasikan pesan-pesan keagamaan dengan penuh kebijaksanaan,

akal budi yang mulia, hati yang bersih, lapang dada, dan menarik perhatian

orang kepada agama atau Tuhan. Konsepsi dakwah demikian itu, diperkuat

oleh al-Alla>mah Abu al-Fad}l Syiha>buddin al-Saidi> Mahmu>d al-A<lu>si> al-

Bagda>di>,18 dakwah dengan hikmah menurutnya yaitu:

15

Lebih jelas baca Muhammad Abu> al-Fatah al-Baya>nu>ni>, al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah: Dira>sah Manhaji>yah Sya>milah li Ta>ri>kh al-Da’wah wa Usu>liha wa Mana>hijiha wa Asa>libiha wa Wasa>iliha wa Musykila>tiha fi D{aw’i al-Naql wa al-‘Aql, 245. Harjani Hefni

dkk, Metode Dakwah, 9. Lihat juga Muhammad Ibra>hi>m al-Juyu>shi>, al-Da’wah wa Da’a>h fi> al-‘As}ri al-Hadi>th (Kairo: Mat}ba‘ah al-Husain al-Islami>yah, tt), 17.

16Hikmah menurut Sa’id bin Ali bin Waqif al-Qahtani mempunyai dua arti, yakni

secara etimologi dan terminologi. Secara etimologi hikmah mempunyai arti pertama, adil,

ilmu, sabar, kenabian, al-Qur’an dan injil. Kedua, memperbaiki (membuat menjadi baik) dan

terhindar dari kerusakan. Ketiga, ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan

ilmu yang utama. Keempat, objek kebenaran (al-Haq) yang didapat melalui ilmu dan akal.

Kelima, pengetahuan atau makrifat. Adapun secara terminologi hikmah dapat diartikan:

pertama, valid (tepat) dalam perkataan dan perbuatan. Kedua, mengetahui yang benar dan

mengamalkannya (ilmu dan amal) ketiga, wara’ dalam agama. Keempat, meletakkan sesuatu

pada tempatnya. Kelima, menjawab dengan tegas dan tepat. Lihat al-Nawa>wi al-Jawwi, Mara>h Labi>d Tafsir Nawa>wi al-Tafsir al-Muni>r, juz 1, (Indonesia: Dar al-Ihya al-Kutub al-

Ara>biah, t.t), 469. Lihat juga Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 98-99. Bandingkan dengan

Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 40-42.

17Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 98. Shamim A Siddiqi, Methodology of

Dawah Ilallah in American Perspective, (New York: The Forum for Islamic Work, 1989), 102. 18

Abu al-Fad}l Shiha>buddin al-Saidi> Mahmu>d al-A<lu>si> al-Bagda>di>, Ru>hul al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>ri al-Qur’an al-‘Az}i>m wa Sab’i al-Matha>ni, Juz 14. (Beirut: Da>r Ihya>’ al-Tura>s al-‘Arabi>,

tt) 254.

Page 41: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

21

ولرة هي هذا ها فى الثحر للشثهة حةالوز حجة المطعةال هو "تالحكوة" أي تا لومالة الوحكوة

أها الكالم الصىاب الىالع هي الفش أجول هىلع‚dakwah dengan hikmah‛ adalah dakwah dengan menggunakan perkataan

yang benar dan pasti, yaitu dengan argumen untuk menjelaskan kebenaran

dan menghilangkan sikap sekeptis, serta perkataan yang diucapkan relevan

dengan realitas dan situasi‛.

Pendapat di atas dipertegas lagi oleh Imam al-‘Aini yang menyatakan

bahwa ‚al-h}ikmah tadullu ‘ala> ‘ilmin daqi>q muhkam wa ta’li>muha kama>lun ‘alamiyyun, wa al-qad}a>’u kama>lun ‘amaliyyun‛.19 Berangkat dari pandangan

Abu al-Fad}l dan Imam al-‘Aini, maka metode hikmah dikonstruksi

berdasarkan pemahaman dakwah yang ‚berjalan pada metode yang realistis

(praktis) dalam melakukan suatu perbuatan‛.20 Maksudnya, selalu

memperhatikan kebutuhan dan menyentuh realitas yang terjadi di luar, baik

pada level komunitas intelektual, pemikiran, psikologis maupun sosial.

Dari uraian di atas, dapat dipahami hikmah menjadi salah satu faktor

pendukung sukses ataukah gagal dalam mengemban misi dakwah. Ketika da’i

menghadapi audien dengan bermacam tingkat pendidikan, strata sosial, dan

latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah, sehingga ajaran Islam

mampu memasuki ruang hati para audien dengan tepat.21 Oleh karena itu,

para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami latar belakang

permasalahan, sehingga ide-ide yang diterima dapat dirasakan sebagai suatu

yang menyentuh dan menyejukkan kalbu serta mendapat respon yang positif

dari mad’u.

Pada saat yang sama, konsepsi dan metode dakwah mengalami

pergeseran dari sikap dakwah yang penuh kearifan, kebijaksanaan, dan sarat

nilai-nilai persuasif, seketika berubah menjadi dakwah yang beringas dan

radikal yang dilakukan oleh kelompok muslim minoritas yang secara masif

mendengungkan jargon kembali kepada ‚salaf saleh‛.22 Prinsip utama dakwah

19

Jum‘ah Ami>n ‘Abdu al-Azi>z, al-Da’wah Qawa>’id wa Us}u>l, (Kairo: Da>r al-Da’wah,

1999), 31. 20

Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 46.

21Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 11. Baca juga Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang

Jalal: Menentramkan Jiwa, Mencerahkan Pikiran (Jakarta: Paramadina 2004). 3. 22

Kelompok minoritas yang dimaksud di sini adalah salafi wahabi. Karakteristik

utamanya adalah mengikuti tiga generasi pertama umat Islam (al-Salaf al-S{alih), monoteistik

(pemurnian akidah), serta menolak tasawuf dan Syiah, berkonsentrasi pada Hadis (ucapan

Nabi Muhammad), menolak setiap inovasi ilegal (bid'ah), menganggap Muslim yang tidak

mematuhi bentuk Islam menjadi kafir. doktrin ini telah menyebabkan sebagian umat Muslim

menjadi ekstremisme agama dan radikalisme atas nama agama, yang akhirnya menodai citra

Islam dan citra umat Islam sendiri. Salafi Wahhabi dalam sejarah Islam dipromosikan oleh

pendirinya, Muhammad Abd al-Wahhab (1703 M-1792 M). Zulkarnain Haron Nordin Hussin,

‚A Study on Salafi Jihadist Doctrine and the Interpretation of Jihad by Al Jama'ah Al

Page 42: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

22

yang mereka bangun, untuk melakukan pemurnian terhadap ajaran Islam.

Gerakan dakwah yang mereka lakukan itu, berbeda jauh dengan prinsip dan

tipologi paradingma dakwah yang ditawarkan dalam al-Qur’an.

Di sisi lain, para da’i dihadapkan dengan beragam pendapat dan

warna masyarakat. Dalam hal interaksi dan komunikasi inilah terjadi silang

pendapat dan perbedaan. Adapun dalam Islam perbedaan merupakan

sunnatullah dan sebuah keniscayaan.23 Namun dari sekian banyak perbedaan

itu, ada titik temu di antara mereka. Kemampuan da’i untuk bersifat objektif

terhadap umat lain, berbuat baik dan bekerja sama dalam hal-hal yang

dibenarkan agama tanpa mengorbankan keyakinan yang ada pada dirinya

adalah bagian dari hikmah dalam dakwah.24

Tidak semua orang mampu meraih hikmah, sebab Allah hanya

memberikannya untuk orang yang layak mendapatkannya. Barang siapa

mendapatkannya maka dia telah memperoleh karunia besar dari Allah.25 Atas

dasar inilah, maka hikmah berjalan pada metode yang realistis (praktis)

dalam melakukan suatu perbuatan. Maksudnya ketika seorang da’i akan

memyampaikan dakwahnya haruslah selalu memperhatikan realitas yang

Islamiyah‛ dalam Kemanusiaan Vol. 20, No. 2, (2013), 18. http://web.usm.my/kajh/

vol20_2_2013/Art%202%20(15-37).pdf. (diakses pada: 8 Januari, 2014). 23

Dalam kacamata Islam, al-Qur’an mensinyalir perbedaan merupakan ‚ciptaan

Ilahi‛ serta sunnah yang azali dan abadi, yang telah ditetapkan oleh Allah bagi seluruh

makhluk, seperti dijelaskan dalam al-Qur’an QS. Hu>d: 118-119. Muhammad Imarah, Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan, terj. Abdul Hayyie al-

Kattaanie. (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 15. 24

Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 12. 25

Ayat yang dimaksud adalah

‚Allah menganugerahkan al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang al-Quran dan al-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar Telah dianugerahi karunia yang banyak. dan Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)‛. (QS. Al-Baqarah: 269). Ayat tersebut

mengisyaratkan betapa pentingnya menjadikan hikmah sebagai sifat dan bagian yang

menyatu dalam metode dakwah dan betapa perlunya dakwah mengikuti langkah-langkah yang

mengandung hikmah. Ayat tersebut seolah-olah menunjukkan metode dakwah praktis kepada

juru dakwah yang mengandung arti mengajak manusia kepada jalan yang benar dan mengajak

manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk agama dan akidah yang benar. Mengajak

manusia kepada hakikat yang murni dan apa adanya. Itu semua tidak mungkin dilakukan

tanpa melalui pendahuluan dan pancingan atau tanpa mempertimbngkan iklim dan medan

kerja yang sedang dihadapi. Selain QS. Al-Nahl:125 dan QS. Al-Baqarah: 269, masih ada

ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan keutamaan dan pentingnya cara hikmah, seperti; QS.

al-Baqarah: 129 dan QS. Ali Imran: 164. Dalam Muhammad Abu> al-Fatah al-Baya>nu>ni>, al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah: Dira>sah Manhaji>yah Sya>milah li Ta>ri>kh al-Da’wah wa Usu>liha wa Mana>hijiha wa Asa>libiha wa Wasa>iliha wa Musykila>tiha fi D{aw’i al-Naql wa al-‘Aql, 245-

246. Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 13.

Page 43: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

23

terjadi di luar, baik pada tingkat intelektual, pemikiran, psikologis, maupun

sosial. Semua itu menjadi acuan yang harus dipertimbangkan.26

Selain itu, dakwah dengan hikmah ini mencakupi tiga unsur, yaitu;

pertama, menyangkut situasi dan kondisi mad’u. Situasi dan kondisi ini bisa

menyangkut lingkungan sosio-ekonomi, sosio-politik, dan sosio-kultural

mad’u. Kedua, menyangkut kadar materi yang disampaikan. Ini bearti materi

yang disampaikan tidak boleh berlebihan. Ketiga, menyangkut metode dan

teknik yang dipergunakan (sesuai dengan kebutuhan).27

Lebih jauh lagi Aswiral28 mengemukakan ada tiga macam pendekatan

yang perlu diketahui dalam berdakwah. pertama, approach filosofi (pendekatan ilmiah dan aqliyah) yang dihadapkan kepada golongan pemikir

atau kaum intelektual. Karena golongan ini mempunyai daya pikir yang

kritis, maka dakwah harus bersifat logika, menggunakan analisa yang luas

dan obyektif serta argumen yang logis dan komperatif. Pendekatan filosofis

(ilmiah dan aqliyah) ini bertujuan untuk menghidupkan pikiran mad’u, sebab

mereka menerima sesuatu lebih mendahulukan rasio daripada rasa. Kedua,

approach intruksional (pendekatan pengajaran). Pendekatan ini biasanya di

gunakan untuk kalangan awam, sebab pada umumnya daya nalar dan daya

pikir mereka sangat lemah dan sederhana, mereka lebih mengutamakan unsur

rasa dari pada rasio. Oleh sebab itu dakwah terhadap mereka lebih dititik

beratkan kepada bentuk pengajaran, nasehat yang baik serta muda dipahami.

Ketiga, approach diskusi (pendekatan bertukar pikiran), yakni secara

informatif dialogis.

2. Al-Mau’iz}ah al-H{asana (nasihat yang baik)

Secara bahasa al-Mau’iz}a al-H{asana terdiri dari dua kata, yaitu al-Mau’iz}a dan al-H{asana. Kata al-Mau’iz}a berasal dari kata wa’az}a-ya’iz}u-wa’z}an-i’z}atan. Sebagaimana menurut Muhammad Ibra>hi>m al-Juyu>syi

berarti: nasihat, peringatan serta bimbingan kepada ketaatan seperti yang

diperintahkan dalam al-Qur’an. Lebih jelas lagi, Ibra>hi>m al-Juyu>syi

menjelaskan al-H{asana merupakan perkataan dan perbuatan yang baik dan

26

Seseorang tidaklah dikatakan hakim (bijak) apabila belum terkumpul dalam dirinya

dua macam perkara, yakni hikmah dalam tataran teori dan praktik. Selain itu, dalam al-

Qur’an Allah memperkenalkan diri-Nya secara berulang-ulang dengan sebutan ‚al-Hakim‛

kurang lebih 80 kali. Lihat Muhammad Abu> al-Fatah al-Baya>nu>ni>, al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah: Dira>sah Manhaji>yah Sya>milah li Ta>ri>kh al-Da’wah wa Usu>liha wa Mana>hijiha wa Asa>libiha wa Wasa>iliha wa Musykila>tiha fi D{aw’i al-Naql wa al-‘Aql, 245. Harjani Hefni dkk,

Metode Dakwah, 13. 27

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah (Jakarta: Penamadani, 2006). 248.

28Aswiral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah Dalam Membentuk Da’i dan Khotib

Profesional (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), 73-74.

Page 44: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

24

bermanfaat, disifatkan dengan al-H{asana dikarenakan di dalamnya terdapat

nilai-nilai kebaikan dan jauh daripada sifat-sifat kejelekan.29

Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, menurut Imam Abdullah

bin Ahmad al-Nasafi yang dikutip oleh H. Hasanudin adalah sebagai berikut: فعهن فها او تا المرآى فى علهن اك تا صحهن تها وتمصذ هاوالوىعظة الحسة وه التى ال خ

‚al-Mau’iz}a al-H{asana‛ adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi

bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat

kepada mereka dengan al-Qur’an.30

Perspektif lebih komprehensif dikemukakan oleh Abd. Hamid al-

Bilali bahwa konsep dan metode dakwah dengan sentuhan al-Mau’iz}a al-H{asana, merupakan usaha dalam menjalankan misi dakwah yang dinilai lebih

tepat dan efektif, sebab ketika seorang da’i mengajak ke jalan Tuhan dengan

membangun pola komunikasi berbentuk nasihat atau bimbingan syarat

dengan lemah lembut, maka pesan keagamaan lebih dapat diterima oleh

masyarakat luas, sebagai konsekwensinya mampu melahirkan kesadaran para

madu untuk berbuat baik (wa‘yu al-diniyyah).31 Persepektif Abd. Hamid

tersebut, Sejalan dengan pandangan ahli tafsir seperti al-Qurtubi yang

mengatakan: ‚sesungguhnya konsepsi al-Mau’iz}ah al-H{asana upaya berpaling

dari yang jelek atau perbuatan buruk-melalui anjuran (targhib) dan

larangan‛.32 Menurut hemat penulis secara psikologi pola komunikasi dengan

pendekatan dakwah berbasis nasihat, mampu melunakkan hati dan

menimbulkan kesadaran religiusitas seorang mad’u.

Varian interpretasi metode al-Mau’iz}ah al-H{asana yang dilakukan

oleh sarjana tafsir di atas, mengacu kepada berbagai denotasi dan ekstensi

(mishdaq) yang sama secara subtansi. Oleh sebab itu, denotasi dan ekstensi

29

Muhammad Ibra>hi>m al-Juyu>shi>, al-Da’wah wa Da’a>h fi> al-‘As}ri al-Hadi>th, 21.

Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 15. 30

Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 15. Lebih jelas lihat Abu al-Qa>sim Mahmu>d

ibn ‘Umar al-Zamakhshari>>, al-Kassha>f ‘an H{aqa>iq Ghawa>mid} al-Tanzil> wa ‘Uyu>n al-Aqa>wil fi> Wuju>h al-Ta’wi>l, Juz 3,(Riya>d}: Maktabah al-‘Abi>ka>n, 1998), 485. Bandingkan juga dengan

Abu al-Fad}l Shiha>buddin al-Saidi> Mahmu>d al-A<lu>si> al-Bagda>di>, Ru>hul al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>ri al-Qur’an al-‘Az}i>m wa Sab’i al-Matha>ni, Juz 14, 254.

31Ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan pentingnya dan keutamaan dakwah dengan

metode al-Mau’iz}ah al-Hasana terdapat dalam QS. Al-Nahl: 125, QS. T{aha: 44, QS. Al-Nisa’:

63, QS. Al-Baqarah: 83. Selain itu, metode qur’ani dengan nasihat yang baik dan lemah

lembut ini juga merupakan metode yang digunakan oleh para Nabi dalam menyampaikan

dakwah mereka. Cerita Nabi Nuh, al-Qur’an jelaskan dalam QS. Al-A’raf: 62. Nabi Hud

dalam QS. A’raf: 68, Nabi S{a>leh dalam QS. A’raf: 79, dan Nabi Syu’aib dalam QS. A’raf: 93.

Baca Muhammad Ibra>hi>m al-Juyu>syi>, al-Da’wah wa Da’a>h fi> al-‘As}ri al-Hadi>s, 22-23. Lihat

juga Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 16. 32

Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-qur’an: Pegangan Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 48. Abi> ‘Abdillah Muhammad ibn Ahmad

ibn Abi> Bakr al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi‘i li al-Ah}ka>m al-Qur’an wa al-Muba>yin lima> Tad}a>manah min al-Sunnah wa a>y al-Furqa>n, Juz 12 (Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 2006), 461.

Page 45: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

25

ini bukanlah menjadi suatu permasalahan prinsipil. Sebab produk penafsiran

dari para mufassir hanya bersifat ijtihad dan berupaya mencari hakikat

sebuah artikulasi teks yang diinginkan al-Qur’an terhadap metode al-Mau’iz}ah al-H{asana itu sendiri, dan tidak terfokus hanya kepada makna

etimologisnya semata. Tegasnya produk sebuah penafsiran tentang konsep

dakwa al-Mau’iz}a al-H{asana harus lebih menekaknkan pada aspek metode,

tata cara, dan pendektan berdakwah supaya pesan dakwa disenangi, dengan

upaya untuk lebih mendekatkan dari pada menjauhkan, memudahkan (ya>siru>) dan tidak menyulitkan (la> tu‘a>siru>) mad’u. Singkatnya, metode dakwa

berbasis pada al-Mau’iz}a al-H{asana adalah metode yang memberi pengaruh

dan membangun pemahaman signifikan terhadap sasaran dakwah. Misi

dakwah ini berfungsi untuk memainkan peran ganda dalam menyampaiakan

pesan keagamaan, di satu sisi sebagai seorang da’i dan pada saat bersamaan

sebagai teman dekat yang menyayangi mad’unya, dan mencari segala hal

bermanfaat baginya dan membahagiakannya.33

Namun pendekatan persuasif-komunikatif berbasis al-Mau’iz}ah al-H{asana, masih jauh dari kenyataan yang diharapkan, meskipun telah

disinyalir oleh al-Qur’an. Demikian berdasarkan fakta dan realita empiris

yang terjadi di masyarakat, bahwa konsep dakwah al-Mau’iz}ah al-H{asana

sering kali diabaikan, bahkan tidak menjadi prinsip metode dakwah yang

sarat dengan kelembutan (layyin) dan saling mengasihi (rah}matan).

Kenyataan itu, tidak dapat ditampik bahwa memang fenomena da’i berwajah

garang sering dijumpai ketika menyampaikan pesan dakwah.34

Dengan demikian, al-Mau’iz}a al-H{asana sebagaimana dikatakan oleh

Muhammad Husain Fadlullah adalah yang dapat masuk ke dalam kalbu

dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan.

Tidak berupa larangan terhadap sesuatu yang tidak harus dilarang, tidak

menjelek-jelekkan atau membongkar kesalahan.35 Sebab kelemah lembutan

dalam menasihati sering kali dapat meluluhkan hati yang keras dan

menjinakkan kalbu yang liar. Bahkan, al-Mau’iz}a al-H{asana lebih mudah

melahirkan kebaiakan ketimbang larangan dan ancaman.

Walaupun terdapat difrensiasi dalam menginterpretasi gagasan pokok

al-Mau’iz}a al-H{asana di antara intelektual Muslim, tetapi secara eksplisit

terdapat persamaan persepsi metode al-Mau’iz}a al-H{asana dengan berpijak

33

Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 48.

34Kelompok ini dikenal dengan salafi jihadi dan al-Jama>'ah al-Isla>mi>yah. Mereka ini

mendengung-dengungkan dakwah dengan dalih berjihad di jalan Tuhan, melakukan aksi

kekerasan dan bersifat anarkis, main hakim sendiri dan berlaku radikal. Zulkarnain Haron

Nordin Hussin, ‚A Study on Salafi Jihadist Doctrine and the Interpretation of Jihad by Al

Jama'ah Al Islamiyah‛ dalam Kemanusiaan Vol. 20, No. 2, (2013), 24-31. 35

Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-qur’an: Pegangan Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 49.

Page 46: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

26

pada prinsip egaliter (al-Musa>wa), keadilan (al-‘Ada>lah), toleransi (al-Tasa>muh) dan pluralitas (al-Ta‘a>dudi>yah), yakni menjunjung tinggi nilai-nilai

kebaikan dan menghargai sesama mahluk sosial. Dari beberapa ulasan

tentang paradigma dakwah yang bernuansa al-Mau’iz}a al-H{asana di atas,

maka metode al-Mau’iz}a al-H{asana tersebut dapat diklasifikasi dalam

beberapa varian ide pokok berikut ini:36

a. Nasihat atau petuah. Nasihat adalah pola komunikasi bersifat persuasif

yang dibangun oleh seorang da’i kepada mad’unya (audien). Pola yang

bersifat komunikatif tersebut, biasa dilakukan oleh orang yang levelnya

lebih tinggi kepada yang lebih rendah, meliputi berbagai tingkatan

maupun pengaruh, misalnya nasihat orang tua kepada anaknya, lihat

QS. Luqman:13 yang artinya; ‚dan ingatlah ketika Luqman berkata

kepada anaknya, yaitu memberikan mau’iz}ah kepadanya: hai anakku,

janganlah pernah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya

mempersekutukan Allah adalah kez}aliman yang amat besar.

b. Bimbingan, pengajaran, pendidikan.

c. Kisah-kisah.

d. Kabar gembira dan peringatan.

e. Wasiat.

Lebih daripada itu, para da’i harus membekali diri dengan sikap

pesuasif, inklusif, interaktif, empati, altruisme dan sikap penuh kasih sayang.

Karena prinsip-prinsip fundamental tersebut, sebagaimana yang dikemukakan

menjadi modal utama bagi seorang da’i untuk meraih kesuksesan dalam

mentranformasikan nilai-nilai agama. Dakwah yang disampaikan dalam

konteks ini dapat menjadi stimulus terhadap kesadaran seseorang agar merasa

dihargai sebagai seorang Muslim. Selain itu, mad’u akan sangat tersentuh,

karena rasa cinta dan sayang yang diperlihatkan juru dakwah dapat

membangkitkan semangatnnya untuk menjadi mukmin yang baik.

3. Al-Muja>dalah bi allati hiya Ah}san (Berdebat dengan Cara Baik.)

lafaz al-Mujadalah dari segi etimolgi diambil dari kata ‚jadala‛ yang

bermakna memintal, melilin. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang

mengikuti wazan fa>‘ala ‚ja>dala‛ dapat bermakna berdebat, dan ‚muja>dalah‛

perdebatan.37 Meminjam penjelasan Muhammad Abu> al-Fatah al-Baya>nu>ni>,

dalam bahasa dikatakan ‚jadalahu‛ artinya mendebat dan melawannya.

Sehingga ‚jadal‛ adalah menghadapi argumentasi dengan argumentasi,

36

Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 16. Muhammad Ibra>hi>m al-Juyu>shi>, al-Da’wah wa Da’a>h fi> al-‘As}ri al-Hadi>s, 21-22.

37Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap

(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 175. Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 17.

Page 47: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

27

sedangkan mujadalah artinya berdebat dan berbantah-bantahan.38 Ada juga

yang berpendapat Kata ‚jadala‛ dapat bermakna menarik tali dan

mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan

menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan

pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.39

Menurut Ali al-Jarisyah sebagaimana dikutip Harjani Hefni, ‚al-Jidal‛ secara etimologi (bahasa) dapat bermakna ‚datang untuk memilih

kebenaran‛ dan apabila berbentuk isim ‚al-jadlu‛ maka berarti ‚pertentangan,

perseteruan atau peselisihan yang tajam‛. Al-Jarisyah menambahkan bahwa,

lafaz ‚al-Jadlu‛ mura>dif dari lafaz ‚al-Qatlu‛ yang bearti sama-sama terjadi

pertentangan, seperti terjadinya perseteruan antara dua orang saling

bertentangan sehingga saling melawan dan salah satu menjadi kalah.40

berkenaan pada kalimat selanjutnya, ‚dan debatlah mereka dengan

cara yang baik‛ dapat dianggap sebagai petunjuk tentang metode konfrontasi

juru dakwah dengan reaksi sasaran dakwah terhadap dakwah yang

disampaikannya.41 Menurut Zamakhshari>42 yang dimaksud dengan al-muja>dalah bi allati hiya ah}san ialah:

تا الطرمة الت ه أحسي طرق الوجادلة هي الرفك و اللي هي غر فظاظة وال تعف

Dari situlah, al-Qur’an melakukan upaya untuk melatih pribadi,

memperluas horizon wawasan pemikiran, serta mengajak da’i untuk keluar

dari belenggu individualistik ekslusif menuju sikap realistis inklusif dalam

interaksi sosial yang lebih luas. Menjauhkan diri dari sifat sombong, dusta,

dengki, hasud dan semua sifat-sifat tercela yang sesungguhnya sangat

membahayakan. Perintah dalam al-Qur’an begitu jelas agar para da’i

mengikuti watak yang penuh sikap toleran, saling menghargai dan

memperhatikan kondisi orang lain, memperhatikan keadaan psikologis dan

intelektual mad’u.43

Al-Qur’an juga menjelaskan, perbedaan dan perdebatan adalah

sesuatu yang wajar dan tidak dapat dihindari. Di sinilah dibutuhkan

kebijaksaan da’i dalam mencermati dan menerima realitas itu, sebagaimana

38

Baca Muhammad Abu> al-Fatah al-Baya>nu>ni>, al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah: Dira>sah Manhaji>yah Sya>milah li Ta>ri>kh al-Da’wah wa Usu>liha wa Mana>hijiha wa Asa>libiha wa Wasa>iliha wa Musykila >tiha fi D{aw’i al-Naql wa al-‘Aql, 263.

39Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 16.

40Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 18.

41Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan

Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 49. 42

Abu al-Qa>sim Mahmu>d ibn ‘Umar al-Zamakhshari>>, al-Kassha>f ‘an H{aqa>iq Ghawa>mid} al-Tanzil> wa ‘Uyu>n al-Aqa>wil fi> Wuju>h al-Ta’wi>l, Juz 3, 485. Bandingkan juga

dengan Abu al-Fad}l Shiha>buddin al-Saidi> Mahmu>d al-A<lu>si> al-Bagda>di>, Ru>hul al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>ri al-Qur’an al-‘Az}i>m wa Sab’i al-Matha>ni, Juz 14, 254

43Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-qur’an: Pegangan

Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 50.

Page 48: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

28

mereka menerima berbagai hal lainnya dalam konteks hidup bermasyarakat.44

Menurut Yusuf Qardhawi, dalam debat ada dua metode, yaitu metode yang

baik (h}asan) dan metode yang lebih baik (ah}san). Al-Qur’an menerangkan

bahwa salah satu pendekatan dakwah adalah dengan menggunakan metode

dakwah yang lebih baik (ah}san). Debat dengan metode ahsan ini dengan

menyebutkan segi-segi persamaan antara pihak-pihak yang berdikusi,

kemudian itu dibahas masalah-masalah perbedaan kedua belah pihak,

sehingga diharapkan mereka akan mencapai segi-segi persamaan pula.45

Berbeda jauh dengan pendapat Yusuf Qardhawi, Muhammad Ibra>hi>m

al-Juyu>shi, membagikan debat kedalam dua bagian. Pembagian ini merujuk

kepada QS. Al-Nahl: 125 dan QS. Gha>far: 5 (al-Mu’min: 5). Pertama, debat

dengan cara yang baik, yakni debat yang diarahkan untuk menyampaikan

kebenaran dengan cara yang benar dan relevan, seperti yang diperintahkan

Allah dalam QS. Al-Nahl: 125. Adapun kedua, debat dengan cara tercela,

yakni debat yang tidak membawa kepada kebaikan (melenyapkan kebenaran)

dan tidak relevan, seperti termaktub dalam QS. Gha>far: 5 (al-Mu’min: 5).46

Bagi Ibra>hi>m al-Juyu>shi> Dengan sikap seperti itulah akan terjadi

perdebatan dengan metode yang lebih baik. Metode debat seperti itu

merupakan cara praktis yang ideal untuk mencapai cita-cita mulia yang

diharapkan.47 Metode debat lebih menitikberatkan pada pencarian kelemahan

lawan dan menggunakan kekerasan, anarkis dan radikal serta sikap kejam

tidaklah dapat dibenarkan.48 Menggunakan cara-cara tidak arif dan bijaksana

dalam menghadapi orang lain (mad’u), akan menggagalkan metode debat.

Tetapi paling tidak terdapat pelajaran yang bisa diambil, yakni bahwa da’i

harus mengikuti suatu metodologi yang bisa mengesankan obyek dakwah,

dengan cara sebagai teman akrab dalam mencari kebenaran, menumbuhkan

44

Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 50.

45Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, 123.

46Begitu banyak kata jadal yang berbentuk kalimat dalam al-Qur’an diantaranya QS.

al-Kahfi: 54, QS. al-Anfal: 6, QS. al-Muja>dilah: 1 dan QS. al-Nisa>’: 107. Adapun Ayat-ayat

al-Qur’an yang menjelaskan keutamaan dan pentingnya dakwah dengan metode al-Muja>dalah terdapat dalam QS. al-Nahl: 125, QS. al-Ankabut: 46. Da’wah qur’ani dengan metode debat

juga pernah dilakukan oleh para Nabi, sebagaimana diceritakatan dalam al-Qur’an QS. Hud:

32, QS. al-Baqarah: 258, QS. al-An’am: 25, QS. al-Anbiya>’: 51-71, QS. al-Shu‘ara>’: 70-83

dan QS. Maryam: 41-48. Jejen Musfah, Indeks al-Qur’an Praktis: Dilengkapi Teks Ayat

Lengkap dengan Terjemahannya, (Jakarta: Hikmah, 2007), 107. Muhammad Ibra>hi>m al-

Juyu>shi>, al-Da’wah wa Da’a>h fi> al-‘As}ri al-Hadi>th, 30-32. Muhammad Abu> al-Fatah al-

Baya>nu>ni>, al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah: Dira>sah Manhaji>yah Sya>milah li Ta>ri>kh al-Da’wah wa Usu>liha wa Mana>hijiha wa Asa>libiha wa Wasa>iliha wa Musykila>tiha fi D{aw’i al-Naql wa al-‘Aql, 264-266.

47Muhammad Ibra>hi>m al-Juyu>shi>, al-Da’wah wa Da’a>h fi> al-‘As}ri al-Hadi>th, 32.

48Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan

Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 50.

Page 49: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

29

sikap kasih sayang, menghormati dan menghargai pribadi dan pemikirannya.

Dengan begitu, akan tercipta kehidupan yang penuh kedamaian dalam

pergumulan intelektual dengan penuh keakraban, kenyamanan dan

keharmonisan. Dalam kondisi inilah, mad’u tidak merasa tertekan, Bahkan

merasa dihargai dan dimuliakan. Ini dikarenakan, mereka dalam proses

mencari kebenaran bukan mencari menang kalah.

Dari uraian di atas, hemat penulis surah Al-Nahl: 125 menjelaskan

metode dakwah yang sangat komunikatif dan relevan. Dari setiap metode

yang dikemukakan al-Qur’an telah jelas harus kepada siapa metode itu

digunakan. Hal ini sebagaimana menurut Imam Nawa>wi;49

Manusia terbagi atas tiga golongan. Pertama kelompok cerdik-cendikiawan

yang cinta kebenaran, berpikir kritis, dan cepat tanggap. Mereka ini harus

dihadapi dengan h}ikmah, yakni dengan alasan-alasan, dalil dan h{ujjah yang

dapat diterima oleh kekuatan akal mereka. Kedua, kelompok masyarakat

yang punya intelektual tinggi tetapi belum sampai ke batas/tahap

kesempurnaan dan belum turun ke batas kekurangan, mereka ini dipanggil

dengan mau’iz}ah al-hasanah, dengan ajaran dan didikan yang baik-baik,

dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami. Ketiga, kelompok masyarakat

yang wataknya menentang dan membangkang karena belum mempunyai

pendirian tentang agama, dan belum punya sifat percaya. Mereka ini

dipanggil dengan muja>dalah bi al-lati hiya ah}san, yakni dengan bertukar

pikiran, guna mendorong supaya berpikir secara sehat. Dalam hal ini metode

muja>dalah bi al-lati hiya ah}san di gunakan untuk berdakwah kepada para ahli

kitab.

2. Perkembangan Metode Dakwah

Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah

untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan

suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya. Hal ini dikarenakan

suatu pesan, walaupun baik tapi jika disampaikan lewat metode yang tidak

benar, maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan.50 Dalam tugas

penyampaian dakwah Islamiyah, seorang da’i sebagai subjek dakwah

49

Lihat al-Nawa>wi al-Jawwi, Mara>h Labi>d Tafsir Nawa>wi al-Tafsir al-Muni>r, juz 1,

(Indonesia: Dar al-Ihya al-Kutub al-Ara>biah, t.t), 469. Bandingkan juga Sulaiman ibn Umar

al-‘A>ji>li al-Sya>fi>‘i, Tafsir al-Jamal ‘Ala al-Jalalain, juz 2 (Singapura: Maktabah wa Matba‘ah

Sulaiman Mar‘i, t.t), 606. 50

M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006),

33.

Page 50: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

30

memerlukan seperangkat pengetahuan dan kecakapan dalam bidang metode.

Dengan mengetahui metode dakwah, penyampaian dakwah dapat mengena

sasaran, dan dakwah dapat diterima oleh mad’u (objek) dengan mudah karena

penggunaan motode yang tepat sasaran.

Seorang da’i dalam menentukan metode dakwahnya sangat

memerlukan pengetahuan dan kecakapan di bidang metodologi. Selain itu,

pola berpikir dengan pendekatan sistem (approach system), di mana dakwah

merupakan suatu sistem, dan metodologi merupakan salah satu dimensinya,

maka metodologi mempunyai peranan dan kedudukan yang sejajar dan

sederajat dengan unsur-unsur lainnya seperti tujuan dakwah, objek dakwah,

subjek dakwah maupun kelengkapan dakwah lainnya. Dengan menguasai

metode dakwah, maka pesan-pesan dakwah yang disampaikan seorang da’i

kepada mad’u sebagai penerima atau objek dakwah akan mudah dicerna dan

diterima dengan baik.51

Masyarakat pada umumnya mengenal dakwah dengan sebutan,

dakwah bi al-lisan (ucapan), dakwah bi al-h}al (perbuatan), dan dakwah bi al-kitabah atau bi al-qalam (tulisan). Dalam perkembangan dakwah selanjutnya,

tiga metode dasar tersebut dikembangkan lagi oleh pakar dakwah menjadi

beberapa metode: Dr. Zaid Abdul Karim membaginya menjadi empat macam

metode dakwah, yaitu: dakwah dengan hikmah, dakwah dengan pelajaran

yang baik, dakwah dengan mendebat secara baik, dakwah dengan tidak harus

mendebat dengan cara yang paling baik.52

Tidak jauh berbeda, menurut Slamet Muhaimin Abda metode dakwah

ada empat macam. Pertama, metode dari segi cara, yaitu: tradisional

(ceramah) dan modern (diskusi dan seminar). Kedua, metode dari segi jumlah

audien, yaitu: dakwah perorangan dan dakwah kelompok. Ketiga, metode

dari segi cara penyampaian, yaitu: cara langsung (tatap muka) dan cara tidak

langsung (dengan bantuan korespondensi, penerbitan, televisi, radio).

Keempat, metode dari segi penyampaian isi, yaitu: cara serentak dan cara

bertahap.53

Munzier Suparta dan Harjani Hefni membaginya menjadi tujuh

metode dakwah, yaitu: uswah h}asanah, nasehat, tabsyir wa tandzir (kabar

gembira dan peringatan), wasiat, kisah, al-hiwar (dialog), dan as-ilah wa ajwibah (tanya jawab).54 Selain itu, Syamsul Munir Amin membaginya

menjadi tujuh macam metode dakwah, yaitu: ceramah, tanya jawab, diskusi,

propaganda, keteladanan, drama, dan silarurrahim.55 M. Quraish Shihab

51

M. Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, 33-34. 52

Zaid Abdul Karim, Dakwah Bil-Hikmah, terj. Kathur Suhardi, (Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 1993), 33. 53

Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Al-

Ikhlas, 1994), 80-87. 54

Harjani Hefni dk, Metode Dakwah, 99-344. 55

Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 101-105.

Page 51: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

31

membaginya menjadi lima metode dakwah, yaitu: ceramah, diskusi,

bimbingan dan penyuluhan, nasehat, dan panutan.56

Adapun menurut Asep Syamsul M. Romli istilah dakwah bi al-qalam

mungkin masih terasa asing di telinga banyak orang, tidak seperti dakwah bi al-lisan dan dakwah bi al-hal. Penggunaan nama ‚qalam‛ merujuk pada

firman Allah SWT, surah al-Qalam ayat 1 ‚Nun, perhatikanlah al-Qalam dan

apa yang dituliskannya‛. Karena menyangkut tulisan, dakwah bi al-qalam

bisa diidentikkan dengan istilah dakwah bi al-kita>bah (dakwah melalui

tulisan).57

Dari berbagai macam metode dakwah yang dikemukakan oleh pakar

dakwah di atas, dapat dikategorikan ke dalam beberapa metode, yaitu:

a. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah metode yang dilakukan dengan maksud untuk

menyampaikan keterangan, petunjuk, pengertian, dan penjelasan

tentang sesuatu kepada pendengar dengan menggunakan lisan.58

Sementara itu Enjang dan Aliyudin menyebut metode ceramah

dengan metode muha>darah.59 Menurut Quraish Shihab: ‚sampai saat

ini, kenyataan menunjukkan bahwa metode ceramah masih

merupakan metode yang paling banyak dilakukan. Dalam metode ini,

penampilan merupakan faktor pertama yang dapat menentukan sukses

atau tidaknya dakwah‛.60

b. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah metode yang dilakukan dengan

menggunakan tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana

ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami atau menguasai

materi dakwah, di samping itu juga untuk merangsang perhatian

penerima dakwah.61 Menurut Munzier Suparta dan Harjani Hefni

metode ini termasuk dari pengembangan dakwah bi al-Muja>dalah.

Kesan yang ditimbulkan melalui metode tanya jawab ini lebih kuat

bila dibandingkan hanya dengan berkomunikasi satu arah (one way communication).62

c. Metode Kisah

Kisah adalah salah satu kesenangan yang akan dapat langsung

menembus relung hati. Sayyid Qutub mengatakan: ‚Tidak dapat

56

M. Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan. 2000), 194. 57

Asep Syamsul dan M. Romli, Jurnalistik Dakwah, Visi dan Misi Dakwah Bilqolam, 21.

58Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 101.

59Enjang dan Aliyudin, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, (Bandung: Widya Padjajaran,

2009), 86. 60

M. Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an, 194 61

Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 102. 62

Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 335.

Page 52: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

32

dipungkiri bahwa kisah adalah salah satu metode untuk

menyampaikan hakikat kebenaran ke dalam hati. Tampilan hidup dan

menyelinap masuk kepada hati yang dalam, karena isi cerita adalah

suatu yang pernah terjadi dalam sejarah perjalanan umat manusia‛.

Metode termasuk dari bagian metode dakwah al-Mauidzatil Hasanah.63 Kisah-kisah penuh hikmah akan senantiasa menggugah

hati setiap orang. Tidak banyak orang menyadari bahwa

sesungguhnya kisah-kisah hikmah merupakan media yang sangat

efektif dalam menyampaikan pesan-pesan moral dan keagamaan.

Bahkan, bisa jadi kisah-kisah hikmah akan jauh lebih efektif dalam

membentuk karakter dan kesadaran seseorang, ketimbang ajaran-

ajaran moral yang disajikan secara kaku dan tekstual.64

d. Metode Munazarat (debat)

Debat sering dimaksudkan sebagai pertukaran pikiran dan

argumentasi (gagasan, pendapat) antara sejumlah orang secara lisan

membahas suatu masalah tertentu yang dilaksanakan dengan teratur

dan bertujuan untuk memperoleh kebenaran.65 Adapun Munzier

Suparta dan Harjani Hefni menyebut metode ini dengan metode al-hiwar.66

e. Metode Keteladanan

Dakwah dengan menggunakan metode keteladanan atau demontrasi

berarti suatu cara penyajian dakwah dengan memberikan keteladanan

langsung sehingga mad’u akan tertarik untuk mengikuti kepada apa

yang dicontohkannya.67 Akhlak yang mulia merupakan suatu yang

mutlak dimiliki oleh da’i dalam mengembankan misi menyeru

manusia ke jalan Tuhan, urgensi akhlak yang mulia bagi seorang juru

dakwah adalah bahwa sebelum seorang da’i menyampaikan materi

dakwahnya, pandangan mad’u tertuju pada apa yang dilihat dan

didengar dari sifat dan karakter pribadinya.68 Dengan demikian,

mad’u akan simpatik dengan sikap dan prilaku da’i yang seperti ini,

memuliakan dan menghormatinya lantaran suci hatinya, bersih

jiwanya, halus budi pekertinya, bijak akal pikirannya, dan tepat

wawasan penalarannya.

63

Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 301. 64

Fathul Bahri An-Nabiri, Meniti Jalan Dakwah, Bekal Perjuangan Para Da’i, (Jakarta: Amzah, 2008), 101.

65Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 102.

66Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 315.

67Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 103.

68Faizah dan Lalu Muchsin Efendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Prenada Media,

2006), 194.

Page 53: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

33

f. Metode Silaturahim (home visit) Dakwah dengan menggunakan metode home visit atau silaturahim,

yaitu dakwah yang dilakukan dengan mengadakan kunjungan kepada

suatu objek tertentu dalam rangka menyampaikan isi dakwah kepada

penerima dakwah.69

g. Metode Propaganda (di’ayah)

Metode propaganda adalah suatu upaya untuk menyiarkan Islam

dengan cara mempengaruhi, membujuk massa secara massal dan

persuasif, kegiatannya dapat disalurkan melalui pengajian akbar.70

h. Metode Mukatabat (tulisan)

Metode mukatabat adalah metode dakwah yang dilakukan melalui

tulisan-tulisan, kemudian tulisan-tulisan tersebut di sebarluaskan ke

khalayak ramai. Kata Ali bin Abi Thalib ‚Tulisan adalah temannya

para ulama‛. Kemampuan menulis telah menjadikan seorang Imam

Al-Ghazali dapat mewariskan ilmunya lewat Ihya ‘ulumuddin dan

kitabnya yang lain, Hasan Al-Bana, Abul A’la Al-Maududi, dan

Quraish Shihab menggelorakan semangat kebangkitan Islam lewat

artikel dan buku-buku mereka. Keunggulan dakwah bi al-Kitabah

dibandingkan format dakwah bentuk lain adalah sifat objeknya yang

massif dan cakupannya yang luas. Pesan dakwah bi al-Kitabah dapat

diterima oleh ratusan, ribuan, ratusan ribu, bahkan jutaan orang

pembaca dalam waktu yang hampir bersamaan.71

Topik dan metode dakwah harus berbeda-beda berdasarkan orang

yang di dakwahi, dari sini akan terlihat kecakapan dan kecerdikan da’i dalam

mencari kesesuaian antara orang yang didakwahi dan risalah yang

disampaikan.72 Jika dalam kegiatan dakwah, metode berfungsi sebagai cara

berdakwah, maka pendekatan berfungsi sebagai alat bantu agar penggunaan

metode tersebut mengalami kemudahan dan keberhasilan. Selain metode,

pendekatan menempati posisi yang berarti untuk memantapkan penggunaan

metode tersebut dalam proses dakwah. Pendekatan dakwah adalah titik tolak

atau sudut pandang kita terhadap proses dakwah, umumnya penentuan

pendekatan didasarkan pada mitra dakwah dan suasana yang melingkupinya.

Sjahudi Saradj menyatakan, tiga pendekatan dakwah, yaitu pendekatan

budaya, pendekatan pendidikan, dan pendekatan psikologis.73

Hal yang sama dikemukakan oleh Toto Tasmara, menurutnya

pendekatan dakwah adalah cara-cara yang dilakukan oleh seorang mubaligh

69

Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 104. 70

Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 104. 71

Asep Syamsul dan M. Romli, Jurnalistik Dakwah, 23-25. 72

Zaid Abdul Karim, Dakwah Bil-Hikmah, 41. 73

Moh, Ali Aziz, Ilmu dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2009), 347.

Page 54: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

34

(komunikator) untuk mencapai suatu tujuan tertentu atas dasar hikmah dan

kasih sayang. Dengan kata lain pendekatan dakwah harus bertumpu pada

suatu pandangan human oriented dengan menempatkan penghargaan yang

mulia atas diri manusia.74

Penjelasan lebih komprehensif dikemukan oleh Samsul Munir Amin.

menurut Samsul Munir Amin Pendekatan dakwah yang seharusnya dipahami

dan dikembangkan oleh para da’i, meliputi:75 Pertama, pendekatan edukatif

(pendidikan), yaitu pendekatan yang dilakukan da’i melalui pendidikan.

Dengan pendekatan edukatif ini subjek dakwah akan mudah menjalankan

aktivitas dakwah, terutama dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan

ajaran-ajaran Islam, baik kepada kelompok anak-anak, remaja, atau kepada

orang dewasa sebagai sasaran dakwah. Kedua, pendekaktan sosiologis, yaitu

pendekatan di mana seorang da’i dalam berdakwah memperhatikan situasi

dan kondisi sosial masyarakat sebagai objek dakwah. Ketiga, pendekatan

psikologis, yaitu pendekatan dakwah di mana seorang da’i harus mengetahui

kondisi psikis objek dakwah sehingga materi dakwah tepat mengena sasaran.

Keempat, pendekatan komunikasi, yaitu pendekatan di mana para da’i harus

mampu berinteraksi dengan objek dakwah.

3. Dakwah Nabawi

Para Nabi dan Rasul memiliki satu kesamaan, yaitu manusia-manusia

pilihan, walaupun di antara mereka memiliki derajat yang berbeda-beda. Zat

Allah ber-tajalli pada mereka. Selain itu juga Allah mendidik, mengayomi

dan memberi mereka keunggulan di atas seluruh mahluk semesta alam.

Tujuan dari diutusnya para Nabi dan Rasul adalah penghambaan diri kepada

Allah (al-‘Ubu>di>yah). Lebih spesifik lagi, tujuan mendasar dari diciptakannya

manusia adalah untuk mengenal Allah (ma’rifatullah) dan menunaikan

kewajiban kepada-Nya dengan cara yang benar.76

Kisah-kisah para Nabi dan Rasul mendapatkan porsi yang sangat

besar dalam al-Qur’an, yakni termuat pada lebih dari 50 surah dalam al-

Qur’an.77 Sejarah dakwah masa ini, dimulai dengan dakwah Nuh As, seorang

74

Moh, Ali Aziz, Ilmu dakwah, 347. 75

Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 48- 49. 76

Secara terperinci al-Qur’an menjelaskan alasan diciptakannya jin dan manusia, dan

apa tujuan diutus para Nabi dan Rasul. Seperti dalam ayat: ‚Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku‛ (QS. al-Dza>riya>t: 56), dan dalam ayat:

‚Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku‛. (QS. al-anbiya>’: 25. Lihat juga dalam QS. al-Nahl: 36. Muhammad

Fathullah Gu>lan, al-Nu>r al-Kha>lid Muhammad Mafkhirah al-Insa>niyyah, terj. Awirkhan

Muhammad ‘Ali>, (Kairo: Da>r al-Ni>l, 2007), 55-56. 77

Mahmud Abdul Latif, Pengemban Dakwah: Kewajiban dan Sifat-sifatnya, (Bogor:

Pustaka Thariqul Izzah, 2003), 56.

Page 55: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

35

Rasul pertama yang dakwah dan risalahnya diceritakan al-Qur’an dalam QS.

al-A’raf: 59. Lebih terperinci lagi dakwah Nuh As, ini, di abadikan dalam

salah satu surah al-Qur’an yang dikenal dengan QS. Nuh. Dalam surah ini

dipaparkan secara jelas cara-cara Nabi Nuh dalam berdakwah, yaitu secara

kontinuitas, berangsur-angsur, sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, serta

kesabaran beliau atas kaumnya. Setelah Nuh As, datang Hud As untuk

melanjutkan dakwah Nuh As. Setelah Hud As, datang Saleh As melanjutkan

perjuangan Hud untuk menyebarkan dakwah. Setelah Saleh As, Allah juga

mengutus Ibrahim78 yang dikenal dengan sebutan bapaknya para Nabi, untuk

meneruskan apa yang dulu pernah dilakukan Saleh. Setelah Ibrahim Allah

kemudian mengutus Luth, Yusuf, S{u’aib, Musa, Daud, Sulaiman dan Isa.79

Kisah Nabi Isa merupakan risalah terakhir, hingga akhirnya Allah mengutus

penutup para Nabi dan Rasul, Muhhammad Saw.80

Terdapat perbedaan signifikan diutusnya Rasulullah Saw. diantara

para Rasul dan Nabi yang lain. Beliau diutus untuk menjadi rahmat bagi

semesta alam (Rahmatan li al-‘A<lamin) dan sekaligus mengemban tanggung

jawab untuk berdakwah kepada segenap umat manusia dan jin menuju

penghambaan diri kepada Allah.81 Wahyu pertama yang diturunkan Allah

kepada Muhammad adalah QS. al-‘Alaq: 1-5. Menurut pendapat yang kuat,

setelah lima ayat tersebut turun wahyu kepada Rasul berhenti selama 40 hari.

Kemudian setelah melewati masa 40 hari barulah turun wahyu berikutnya

78

Ayat-ayat yang menceritakan dakwah Nuh tercantum dalam (QS. al-A’ra>f: 59, QS.

al-Ankabu>t: 14, QS. al-Shu’ara>’: 117-118 dan QS. Hu>d: 36-37). Dakwah Hud diantaranya

terdapat dalam (QS. al-A’ra>f: 65-72. QS. Hud: 53-58, QS. al-Mu’minu>n: 39-40, dan QS. al-

Ha>qqah: 6-8). Dakwah Saleh diceritakan dalam (QS. Hu>d: 61-68, QS. al-A’ra>f: 77). Nabi

Ibrahim terdapat dalam (QS. al-Shu’ara>’: 69-70 dan 71-79, QS. al-An’a>m: 74-83, QS. al-

Baqarah: 258. QS. al-Anbiya>’: 51-52 dan QS. al-Ankabu>t:26). 79

Setelah Ibrahim As, datang Luth, tatacara dakwahnya diabadikan dalam al-Qur’an

(QS. al-A’ra>f: 80-84, QS. al-Hijr: 51-76 dan QS. Hu>d: 78-82). Kemudian Yusuf, (QS. al-

Mu’min: 34 dan QS. Yu>suf: 111). Setelah Yusuf, Allah mengutus S{u’aib, (QS. al-A’ra>f: 85-

88, QS. Hu>d: 87-90 dan 94-95, QS. al-Shu’ara>’: 176-178 dan 185-190). Kemudian Allah

mengutus Musa, (QS. T{a>ha: 43-44, 49-54, 57-59, 60-64, 70-71, 72-76 dan 77-79, QS. al-

Qas}as}: 29-35 dan 36-40, QS. al-Shu’ara>’: 18-21, QS. al-Baqarah: 51-74, QS. al-A’ra>f: 130-

135). Nabi Daud, (Qs. al-Nisa>’: 163, QS. S{a>d: 17-20, QS. Saba’: 10, QS. al-Anbiya>’: 79).

Nabi Sulaiman, (QS. Saba’:12-14, QS. S{a>d: 37-42). Nabi Isa, (QS. Ali ‘Imra>n: 49, 59, dan 50-

53. QS. al-Ma>’idah: 46 dan 112-115, QS, al-S{aff: 6, QS. al-Nisa>’:159 dan QS. al-An’a>m: 90). 80

Muhammad Abu> al-Fatah al-Baya>nu>ni>, al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah: Dira>sah Manhaji>yah Sya>milah li Ta>ri>kh al-Da’wah wa Usu>liha wa Mana>hijiha wa Asa>libiha wa Wasa>iliha wa Musykila>tiha fi D{aw’i al-Naql wa al-‘Aql, 69. Sibba>m al-S{iba>gh, al-Da’wah wa al-Da‘a>h baina al-Wa>qi‘ wa al-Hadaf wa Mujtama‘a>t ‘Arabi>yah Mu‘a>s}irah, (Damaskus: Da>r

al-Ima>n, 2000), 34-35. 81

Muhammad Fathullah Gu>lan, al-Nu>r al-Kha>lid Muhammad Mafkhirah al-Insa>ni>yah, terj. Awirkhan Muhammad ‘Ali>, 56-57.

Page 56: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

36

melalui QS. al-Muddatstsir: 1-7. Dengan turunya dua ayat tersebut,

Rasulullah memulai dakwah secara rahasia.82

Dakwah ini, dimulai dengan berdakwah di kalangan keluarga

terdekatnya, langkah-langkah strategis pun dilakukan beliau untuk

mengembangkan dakwahnya. Menurut Murodi, langkah pertama yang

dilakukan adalah berdakwah secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di

kalangan rekan-rekannya. Hal itu dilakukan karena selain perintah Allah,

secara real Rasulullah belum mempunyai pengikut yang membantunya untuk

menyebarkan ajaran Islam. Namun, beliau terus berusaha menjalankan ajaran

Islam kepada keluarga dan kawan dekatnya. Karena itulah, orang yang

pertama menerima dakwahnya adalah keluarga dan para sahabat dekatnya.

Mula-mula istrinya, Siti Khadijah menerima ajakan tersebut, lalu pamannya

yaitu Ali bin Abi Thalib, kemudian sahabat karibnya Abu Bakar, kemudian

zayd bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya dan Ummu Aiman,

seorang pengasuh nabi Muhammad sejak ibunya Siti Aminah masih hidup.83

Di antara sahabat dekat Rasul yang berhasil mengajak karibnya untuk

menerima dakwah Islam adalah Abu Bakar. Abu Bakar dikenal sebagai

seorang pedagang yang amat luas pergaulannya. Melalui Abu Bakar banyak

orang yang masuk Islam di antaranya Utsman bin Affan al-Umawi, Zubair

bin Awwam, Abdurrahman ibn ‘Auf al-Zuhri, Sa’ad bin Abi Waqqash al-

Zuhri, Thalhah bin Ubaidillah al-Taimi, Abu Ubaidah Amir bin Jarrah, al-

Arqam bin Abi al-Arqam dan beberapa penduduk Makkah lainnya dari

kabilah Quraisy, mereka langsung dibawa Abu Bakar ke hadapan Nabi

Muhammad saw dan menyatakan keislamannya.84

Selain mereka, terdapat beberapa orang yang menyatakan sebagai

Muslim. Dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Assabiquna al-Awwalun, yakni orang-orang yang pertama memeluk Islam. seperti Salman

bin Abd al-Asad al-Makhzumi dan dua orang saudaranya Qudamah dan

Abdullah, Bilal bin Rabah al-Habsyi, Abu ‘Ubaidah Amri bin Jarrah dari bani

al-Harits bin Fihr, Ubaidah bin al-Harits bin Abd Muthalib bin Abd Manaf,

Sa’id bin Zaid al-Adawi dan istrinya yaitu Fathimah binti al-Khattab al-

82

Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah Perspektif Komunikasi, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2013), 31-32. 83

Murodi, Dakwah Islam dan Tantangan Masyarakat Quraisy: Kajian Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah saw, (Jakarta: Kencana, 2013), 61. Lebih jelas baca Abi>

Muhammad ‘Abd al-Malik ibn Hisham al-Ma‘a>firi >, al-Si>rah al-Nabawi>yah li ibn Hisham,

Tahqiq, al-Shaikh Ahmad Jad, Juz 1, (Kairo: Da>r al-Ghad al-Jadi>d al-Mans}u>rah, 2007), 125-

129. 84

Murodi, Dakwah Islam dan Tantangan Masyarakat Quraisy: Kajian Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah saw, 62. Muhammad Abu> al-Fatah al-Baya>nu>ni>, al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah: Dira>sah Manhaji>yah Sya>milah li Ta>ri>kh al-Da’wah wa Usu>liha wa Mana>hijiha wa Asa>libiha wa Wasa>iliha wa Musykila>tiha fi D{aw’i al-Naql wa al-‘Aql, 76. Abi>

Muhammad ‘Abd al-Malik ibn Hisham al-Ma‘a >firi>, al-Si>rah al-Nabawi>yah li ibn Hisham,

Tahqiq, al-Shaikh Ahmad Jad, Juz 1, 130.

Page 57: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

37

Adawiyah (saudara Umar bin Al-Khattab), Khabbab bin al-Art, Abdullah bin

Mas’ud al-Hudzail.85 Menurut Safi> al-Rahman al-Muba>rakfuri>, setelah diteliti

dan di telaah , sesunguhnya jumlah mereka yang juga dikenal dengan sebutan

Qadi>m al-Isla>m mencapai sekitar 130 sahabat, kendati demikian tidak di

ketahui secara pasti apakah mereka masuk Islam sebelumfase dakwah secara

terbuka atau setelah fase tersebut.86

Setelah tiga tahun Rasulullah melakukan dakwah secara rahasia,

turunlah perintah Allah agar beliau melakukan dakwah secara terbuka di

hadapan masyarakat umum.87 Langkah pertama yang dilakukan nabi

Muhammad saw dalam berdakwah secara terbuka adalah mengundang dan

menyeru kerabat dekatnya dari bani Muthalib. Kemudian Rasulullah

mengumpulkan mereka dan mengajak mereka untuk masuk Islam akan tetapi

semuanya menolak kecuali Ali ibn Abi Thalib. Langkah dakwah seterusnya

yang dilakukan nabi Muhammad saw adalah menyeru masyarakat umum.

Nabi mulai menyeru ke segenap lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat

bangsawan hingga hamba sahaya. Mula-mula Rasul menyeru penduduk

Mekkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Pertemuan dengan penduduk

Mekkah dilakukan di bukit Shafa, Dalam pertemuan itu nabi Muhammad

menjelaskan bahwa ia diutus oleh Allah untuk mengajak mereka menyembah

Allah dan meninggalkan penyembahan terhadap berhala. Masyarakat Quraisy

mendustakan Nabi dan menolak ajakannya untuk masuk Islam, di antara yang

mendustakan itu adalah Abu Lahab dan istrinya. Akan tetapi meskipun

begitu, Rasulullah terus berdakwah tanpa memperdulikan ejekan dan

gangguan yang ditujukan kepadanya dan para sahabatnya yang lain. Bahkan

beliau terus berusaha dan berjuang untuk menegakkan risalah Allah itu di

tengah-tengah kehidupan masyarakat Arab dan aktifitas dakwah Rasulullah

semakin sering dan tegas.88

Seperti dakwah pada umumnya, dakwah Nabi mempunyai

karakteristik. Sebagaimana menurut Ali Mustafa Yaqub, karakteristik

dakwah Nabi saw atau sikap-sikap beliau dalam menjalankan dakwah antara

lain adalah:

85

Murodi, Dakwah Islam dan Tantangan Masyarakat Quraisy: Kajian Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah saw, 62.

86Safi> al-Rahman al-Muba>rakfuri>, al-Rah}i>q al-Makhtu>m: Bah}th fi> al-Si>rah al-

Nabawi>yah ‘Ala> S{a>hibiha> Afd}al al-S{ala>h wa al-Sala>m, (Mesir: Da>r al-Wafa’, 2010), 81. 87

ayat yang menerangkan dakwah secara terang-terangan ‚maka sampaikanlah

olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari

orang-orang yang musyrik (QS. al-Hijr: 94). 88

Murodi, Dakwah Islam dan Tantangan Masyarakat Quraisy: Kajian Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah saw, 62-65. Muhammad Abu> al-Fatah al-Baya>nu>ni>, al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah: Dira>sah Manhaji>yah Sya>milah li Ta>ri>kh al-Da’wah wa Usu>liha wa Mana>hijiha wa Asa>libiha wa Wasa>iliha wa Musykila>tiha fi D{aw’i al-Naql wa al-‘Aql, 77-

78. Safi> al-Rahman al-Muba>rakfuri>, al-Rah}i>q al-Makhtu>m: Bah}th fi> al-Si>rah al-Nabawi>yah ‘Ala> S{a>hibiha> Afd}al al-S{ala>h wa al-Sala>m, 83-85.

Page 58: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

38

a. Memberikan peringatan (al-Inzar) al-Inzar adalah penyampaian dakwah dimana isinya berupa peringatan

terhadap manusia tentang adanya kehidupan akhirat dengan segala

konsekuensinya. al-Inzar ini sering dibarengi dengan ancaman hukuman

bagi orang-orang yang tidak mengerjakan perintah Allah dan Rasul-

Nya. Al-Qurán banyak menjelaskan Nabi Muhammad saw, begitu pula

nabi-nabi sebelumnya, sebagai nazir atau munzir, yang berarti orang

yang memberikan peringatan. Al-Qur’an juga menyebutkan mereka

sebagai bashir atau mubashshir, yaitu orang yang memberikan kabar

gembira. Al-inzar dalam dakwah ini umumnya ditujukan kepada orang-

orang kafir, atau orang-orang muslim yang masih suka berbuat

maksiat.89

b. Menggembirakan (al-Tabsyir) Al-Tabsyir adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-kabar yang

menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti dakwah. predikat

bashir atau mubashshir ini lebih sedikit disebutkan dalam Al-Qur’an di

antaranya karena:

1) Bahwa dakwah yang dilakukan nabi saw dan para nabi sebelumnya

lebih banyak bercorak inzar daripada munzir. 2) Tipologi orang-orang yang perlu mendapatkan indzar jauh lebih

banyak daripada tipologi orang-orang yang layak mendapatkan

tabshir. 3) Pendekatan dakwah dengan corak inzar ini ditempuh karena pada

dasarnya manusia itu sudah memiliki ‘keimanan dasar’ atau disebut

dengan ‘tauhid rububiyah’ dimana secara fitrah semua manusia, baik

yang mukmin maupun yang kafir mengakui adanya pencipta alam

raya ini. Bahkan iblispun mengakui bahwa ia diciptakan oleh Allah

swt.90

c. Kasih sayang dan lemah lembut (al-Rifq wa al-Lin)

Di antara karakteristik dakwah nabi saw, beliau dalam menjalankan

dakwah bersikap kasih sayang dan lemah lembut. Sikap ini beliau

lakukan terutama apabila beliau menghadapi orang-orang yang tingkat

budayanya masih rendah.91

d. Memberikan kemudahan (al-Taisir) Agama Islam, didakwahkan nabi Muhammad saw sarat dengan

kemudahan-kemudahan. Banyak aturan-aturan di dalamnya yang oleh

sementara orang dianggap menyulitkan, ternyata tidak demikian.

Orang yang tidak dapat menjalankan shalat dengan berdiri, ia boleh

89

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, (Jakarta: PT. Pustaka

Firdaus, 2000), 49-50. 90

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, 50-51. 91

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, 52.

Page 59: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

39

shalat dengan duduk. Apabila shalat dengan dudukpun tidak dapat,

maka ia boleh shalat dengan berbaring. Begitu pula dalam hal bersuci,

apabila ia tidak mendapatkan air, atau secara medis dilarang

menggunakan air, ia boleh bersuci dengan tayammum. Islam mengenal

adanya dispensasi (rukhshah), yaitu kemudahan-kemudahan yang

diperoleh karena adanya sebab-sebab tertentu.92

e. Tegas dan keras (al-syiddah)

Di samping sikap-sikap yang lemah lembut dan tidak mempersulit,

pada saat-saat tertentu Nabi saw juga menunjukkan sikap yang tegas

dan keras. Sikap seperti ini biasanya beliau perlihatkan dalam hal-hal

yang berkaitan dengan masalah-masalah aqidah, hak Allah, misalnya di

mana orang-orang musyrikin Makkah pernah mengajak nabi untuk

melakukan kompromi dalam peribadatan. Beliau dengan tegas

menolaknya seraya membacakan ayat-ayat surah al-kafirun yang baru

diturunkan kepada beliau. Dan dalam masalah di mana seorang sahabat,

misalnya masih mau melanggar larangan padahal ia sudah mengetahui

hal itu.93

f. Sarat dengan tantangan dan ujian (al-Tahaddiyat) Dakwah dan tantangannya adalah dua hal yang tidak dapat

dipisahkan. Tantangan-tantangan ini terkadang berupa hambatan-

hambatan dakwah baik internal maupun eksternal yang sering

berbentuk ujian-ujian hidup bagi pelaku dakwah itu sendiri. Adapun

ujian internal di antaranya adalah ujian perjalanan kehidupan pribadi

nabi, misalnya kisah kehidupan nabi saw yg memilukan ketika harus

terlahir sebagai anak yatim kemudian disusul dengan meninggalnya

ibunya ketika berusia enam tahun serta ujian-ujian yang lain yeng

mengiringi pejalanan kehidupan pribadi nabi saw. sedangkan ujian

eksternal misalnya, teror orang-orang musyrikin quraisy terhadap nabi

saw bahkan mencoba ingin membunuh nabi saw. Dan sebagai insan-

insan dakwah, para nabi justru yang paling parah menghadapi ujian-

ujian hidup. Hal ini dituturkan sendiri oleh nabi saw ketika menjawab

pertanyaan sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash, ‚siapakah orang yang

paling pedih ujian hidupnya di dunia ini?‛ beliau menjawab, ‚para nabi,

kemudian orang-orang yang tingkatannya mendekati nabi, dan

seterusnya‛.94

g. Ofensif dan aktif (hujumi wa fa’ali) Dakwah adalah upaya yang bersifat ofensif karena ia memulai

perbuatan lebih dahulu. Ia tidak bersifat difensif (bertahan) yang hanya

berbuat apabila ada orang lain yang memulai. Dakwah juga bersifat

92

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, 53-54. 93

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, 55. 94

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, 57.

Page 60: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

40

aktif, karena ia merupakan upaya persuasif yang berusaha untuk

meyakinkan pihak lain agar mau mengikuti isi dakwah tersebut.95

Dari beberapa gambaran di atas, dakwah yang dijalankam Nabi

menunjukkan ajaran Islam yang seutuhnya. selain itu, praktik dakwah

Muhammad96 mengajarkan dakwah harus disebarkan secara bijaksana melalui

pendekatan, tindakan yang baik dan sistematis (manajemen yang tepat).

B. Pesan Dakwah

Dalam berdakwah, selain metode dakwah ada juga unsur penting

yang tidak bisa dipisahkan dari proses kegiatan dakwah, yakni al-Ma>ddah atau materi dakwah (pesan).97 Pesan merupakan sekumpulan lambang.

Lambang-lambang itu bersifat verbal dan nonverbal. Kata-kata yang

diucapkan dengan volak disebut verbal vokal. Lebih jauh lagi Wilbur

Schramm melihat pesan sebagai tanda esensial yang harus dikenal oleh

komunikan.98 Atas dasar tersebut maka pesan yang akan dikirimkan harus

dipersiapkan dengan baik agar bermakna.

Lebih jauh lagi, diperlukan strategi dan perencanaan komunikasi yang

bertujuan untuk mengidentifikasi isi pesan. Ada beberapa jenis pesan, antara

lain: informational messege (pesan yang mengandung informasi),

instructional message (pesan yang mengandung perintah), dan motivational message (pesan yang berusaha mendorong).99

Ada begitu banyak pesan yang diwakili oleh lambang kata-kata,

namun ada pula pesan yang diwakili oleh gerakan anggota badan, bunyi, dan

bau, semua lambang itu harus diinterpretasi. Lain dari itu pesan yang

memenuhi syarat adalah: pertama, pesan yang dirancang dan disampaikan

sedemikian rupa sehingga menarik perhatian komunikan. Kedua, pesan yang

menggunakan lambang-lambang, yang mana lambang itu berkaitan dengan

pengalaman yang samar antar komunikator dan komunikan. Ketiga, pesan

yang membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan, serta menyarankan cara-

cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. Keempat, pesan yang

meyarankan langkah-langkah yang disesuaikan dengan situasi kelompok

komunikan.100

95

Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, 62. 96

Abdul Ghafar HJ. Don Jaffary Awang, ‚Knowledge management and its Impact on

Islamic Da’wah: A Historical Perspective‛, dalam Journal of Islamic and Arabic Education. 1

(2), 2009. 63. http://journalarticle.ukm.my/770/1/10_1.pdf. (diakses: 21 Desember, 2013). 97

Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal: Menentramkan Jiwa, Mencerahkan Pikiran

(Jakarta: Paramadina 2004), 46. 98

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2003) 19. 99

Alo Liliweri, M.S, Komunikasi Antarpribadi (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997)

20. 100

Alo Liliweri, M.S, Komunikasi Antarpribadi. 20-21

Page 61: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

41

Penyajian pesan juga dapat menetukan berhasil atau tidaknya upaya

komunikasi yang dilancarkan seseorang kepada orang lain atau kepada

kelompok dan organisasi. Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut

‚the condition of success in comunication‛ yakni kondisi yang harus dipenuhi

jika menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang

dikehendaki,101 antara lain:

a. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga

dapat menarik perhatian komunikan.

b. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada

pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga

sama-sama mengerti.

c. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan

menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

d. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan

tadi yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada

pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang

dikehendaki.102

Tidak jauh berbeda dengan Wilbur Schramm, Reardon

mengemukakan untuk menyusun pesan perlu diperhatikan tiga faktor, yaitu;

tatabahasa, mengetahui dan mengenal orang lain, dan mengetahui situasi.103

Selaras dengan faktor-faktor dalam penyususan pesan, agar komunikasi

efektif, maka hendaklah proses penyandian oleh komunikator harus bertautan

dengan proses pengawasandian oleh komunikan.104

Materi (al-Ma>ddah) dakwah adalah masalah isi pesan yang

disampaikan da’i kepada mad’u, pada dasarnya bersumber dari al-Qur’an dan

Hadits sebagai sumber utama yang meliputi akidah, syari’ah dan akhlak.105

Hal yang perlu disadari adalah bahwa ajaran yang diajarkan itu bukanlah

semata-mata hanya berkaitan dengan eksistensi dan wujud Tuhan semata,

namun lebih dari itu, ajaran yang diajarkan ialah berupa upaya menumbuhkan

kesadaran mendalam agar mampu memanifestasikan akidah (keimanan),

syari’ah (keislaman) dan akhlak (budi pekerti) dalam ucapan, pikiran, dan

tindakan dalam kehidupan bermasyarakat.106 Hal ini dikarenakan, akidah

yang benar menjadi dasar bagi ibadah yang benar, adapun ibadah yang benar

menjadi dasar bagi akhlak individual maupun akhlak sosial yang baik dan

benar.

101

Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007) 64. 102

Onong Uchjana Effendy, Dimensi-Dimensi Komunikasi (Bandung: Alumni, 1981)

37. 103

Alo Liliweri, M.S, Komunikasi Antarpribadi. 22 104

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. 19 105

Nurul Badruttaman, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher , 109. 106

Nurul Badruttaman, Dakwah Kolaboratif Tarmizi Taher, 109-110.

Page 62: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

42

Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Menurut Safrodin

Halimi yang mengutip pendapat Abdul Halim Mahmud mengemukakan

bahwa, ada tiga unsur ajaran Islam sebagai materi dakwah yang harus

disampaikan oleh da’i dalam berdakwah, yakni akidah, ibadah dan akhlak.107

Dari uraian di atas dapat dipahami ketiga aspek tersebut merupakan pondasi

yang paling pokok dalam Islam.

C. Etika Dakwah

Hidup di era globalisasi, ditandai dengan revolusi informasi, dari hal

inilah, diperlukan arahan (guidance) moral dan etika yang bersumber dari

agama. Arahan yang langsung berasal dari Tuhan ini akan mendorong suatu

bangsa hidup sejahtera dan bahagia dalam baldatun t}ayyibatun warabbun ghafu>r.108 Dalam pandangan Mulyadhi Kartanegara, manusia dipandang

sebagai satu-satunya makhluk bermoral, yakni makhluk makhluk yang dapat

dilatakan baik dan buruk. Lebih jauh menurutnya orang yang baik adalah

orang yang memfokuskan dirinya untuk meraih tujuan penciptaannya.

Adapun orang yang membiarkan dirinya terhalang untuk meraih tujuan

penciptaannya dikatakan orang yang jahat.109 Kedudukan etika dalam

kehidupan manusia menempati kedudukan yang penting, sebagai individu

maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh dan bangunnya suatu

masyarakat tergantung kepada bagaimana etikanya. Apabila etikanya baik,

dapat dipastikan sejahteralah lahir batinnya, namun sebaliknya, bila etikanya

rusak, rusaklah lahir dan batinnya.110

Istilah ‚ethics‛ dalam bahasa Ingris berasal dari bahasa Yunani

‚ethos‛ yang bearti watak. Ethics (etika) adalah studi sistematik tentang sifat

konsep nilai baik dan buruk, benar dan salah, dalam kaitannya dengan

tingkah laku manusia. Namun demikian, konsep nilai paling penting dalam

pembicaraan etika adalah tentang ide kebaikan.111 Meminjam penjelasan

Mulyadhi Kartanegara, kajian etika merupakan salah satu cabang ilmu-ilmu

praktis. Disebut ilmu praktis karena sasaran dan tujuannya adalah ‚tindakan‛

107

Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 36.

108Nurul Badruttamam, Dakwah Kalobaratif Tarmizi Taher, 39.

109

Mulyadhi Kartanegara, ‚Etika‛ dalam Mulyadhi Kartanegara dkk., Pengantar Studi Islam (Jakarta: Ushul Press, 2011), 386.

110M. Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2006) 1-2. 111

Lalu Ahmad Zainuri, ‚Etika Da’i dalam al-Qur’an: Studi Analisis Pada Surat al-

Muddtstsir‛ Tesis, Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi Program studi Pengkajian Islam

SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2005. 54.

Page 63: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

43

manusia, dengan tujuan mengarahkan ‚tindakan‛ itu ke arah yang benar,

sehingga menjadi orang yang baik.112

Etika Islam dapat ditemukan dalam sumber yang merentang luas

mulai dari tafsir al-Qur’an hingga kalam, dari komentar filosofis atas

Aristoteles hingga teks mistis sufi.113 Secara spesifik kajian etika dalam

tradisi intelektual Islam, menurut Toshihiko Izutsu, sebagaimana dikutip

Satera, bahwa al-Qur’an (sumber utama Islam) mengandung tiga katagori

etik. Pertama, etika ketuhanan. Kedua, etika manusia dengan Tuhan (akhla>q li al-kha>liq). Ketiga, etika yang berhubungan dengan manusia terhadap

manusia, selanjutnya disebut sistem etika sosial (akhla>q ma’a al-nas).114

Tidak jauh berbeda dengan Toshihiko Izutsu, menurut Fakhry, etika

Islam telah dikembangkan kedalam beberepa bentuk: scriptural morality

(moralitas skriptural), Moralitas skriptural adalah etika yang didasarkan

sepenuhnya pada al-Qur’an dan hadis. Biasanya istilah-istilah kunci yang

digunakan dalam bentuk ini sepenuhnya mengacu kepada al-Qur’an. Seperti:

‘adl (keadilan), khayr (kebaikan), birr (kebajikan), dan sharr (keburukan).

Wacana ini dikembangkan oleh para teolog dan filosof dengan penuh

ketelitian abstraksi dan analisis mereka berdasarkan metode-metode dan

katagori-katagori diskursif yang berkembang pada abad 8 dan 9. Masuk

dalam katagori ini biasanya para ahli tafsir dan ahli hadis.115 Kedua,

theological moralitity (moralitas teologi), Keputusan-keputusan etiknya

berlandaskan kepada al-Qur’an dan Sunnah, serta konsep kunci yang

digunakan banyak meminjam argumen dalam filsafat. Etika teologis ini

dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: rasionalis yang diwakili oleh

mu’tazilah. Semi rasionalis yang diwakili Ash’ariyah, dan semi rasoinalis dan

voluntarisme yang diwakili oleh zhahiriyah, terutama Ibn Hazm dan Ibn

Taimiyah. Kedua nama terakhir menolak validitas argumentasi dialektis dan

teologis dan menhgaruskan agar kitab suci sebagai sumber pokok kebenaran

112

Mulyadhi Kartanegara, ‚Etika‛ dalam Mulyadhi Kartanegara dkk., Pengantar Studi Islam, 377. Satera Sudaryoso, Etika Keseimbangan Kosmik: Hubungan Alam dan Manusia (Jakarta: Impressa, 2013), 28.

113Daniel H. Frank, ‚Etika‛ dalam Seyyed Hossein Nasr dkk., Ensiklopedi Tematis

Filsafat Islam: Buku Kedua Seri Filsafat Islam, terj. Tim Penerjemah Mizan, (Bandung:

Mizan, 2003), 1276. 114

Etika Ketuhana merupakan Katagori yang menunjukkan dan menguraikan nama-

nama dan sifat-sifat Tuhan. Adapun etika manusia dengan Tuhan termasuk dalam katagori

yang menyangkut hubungan etik dan tindakan-Nya terhadap manusia dengan cara yang etik

pula, maka manusia pun dituntut untuk merespon sikap etik Tuhan tersebut.Satera Sudaryoso,

Etika Keseimbangan Kosmik: Hubungan Alam dan Manusia, 29. 115

Lihat Mulyadhi Kartanegara, ‚Etika‛ dalam Mulyadhi Kartanegara dkk.,

Pengantar Studi Islam, 378-379. Satera Sudaryoso, Etika Keseimbangan Kosmik: Hubungan Alam dan Manusia, 31-32.

Page 64: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

44

agama diinterpretasikan secara harfiah.116 Ketiga, philosophical moralitity

(moralitas filosofis) Etika filosofis muncul sebagai sebuah wacana prmikiran

yang mengadopsi dan member warna Islam pada pemikiran etika Plato dan

Aristoteles serta Neoplatonisme. Sebuah sistem filsafat akhlak yang banyak

dikembangkan oleh para filosuf Muslim dengan sentuhan teori-teori filsafat

Yunani. Aliran ini, antara lain diwakili oleh Ibn Miskawaih, al-T{husi dan al-

Dawwani yang lebih mengedepankan argument-argumen filosofis.117 dan

keempat, religious moralitity (moralitas religius).118

Istilah kode etik lazimnya merujuk pada aturan-aturan atau prinsip-

prinsip yang merumuskan perlakuan benar dan salah. Dalam kaitannya

dengan dakwah, pengertian etika dakwah adalah rambu-rambu etis yang

dapat menghasilkan dakwah secara respontif.119 Dalam hubungan dengan

etika dakwah inilah, para pemikir Muslim seperti; Toha Yahya Omar120

menjelaskan etika dakwah adalah perbuatan lahir yang dilaksanakan dengan

maksud baik, sebab etika dakwah sangat berkaitan dengan pola tingkah laku,

dan tata krama yang harus dilaksanakan oleh para da’i, seperti berlaku sopan

dan jujur dalam bertingkah laku.

Hal senada juga ditegaskan Ali Mustafa Ya’qub, menurutnya secara

umum etika dakwah adalah etika Islam itu sendiri, di mana seorang da’i

sebagai seorang Muslim dituntut untuk memiliki etika yang terpuji dan

menjauhkan diri dari perilaku-perilaku yang tercela. Namun secara khusus,

dalam dakwah terdapat etika-etika tersendiri seperti: tidak memisahkan

antara ucapan dan perbuatan, tidak melakukan toleransi agama,121 tidak

mencerca sesembahan lawan, tidak melakukan diskriminasi, tidak memungut

imbalan, tidak mengawani pelaku maksiat, tidak menyampaikan hal-hal yang

tidak diketahui.122

116

Lihat Satera Sudaryoso, Etika Keseimbangan Kosmik: Hubungan Alam dan Manusia, 31-32. Lihat juga Edi Amin, ‚Etika Dakwah: Kajian Kritis Profesionalisasi

Dakwah‛ Tesis, Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi Program studi Pengkajian Islam SPS

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2004. 54. 117

Satera Sudaryoso, Etika Keseimbangan Kosmik: Hubungan Alam dan Manusia,

32. Lihat juga Edi Amin, ‚Etika Dakwah: Kajian Kritis Profesionalisasi Dakwah‛ Tesis, Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi Program studi Pengkajian Islam SPS UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2004. 55. 118

Merupakan gabungan dari moralitas skriptural, teologis, dan filosofis. Lihat

Satera Sudaryoso, Etika Keseimbangan Kosmik: Hubungan Alam dan Manusia, 32. 119

Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 82. 120

Toha Yahya Omar, Ilmu Dakwah (Jakarta: Pertjetakan Negara, 1971) 19. 121

Toleransi yang dimaksud adalah keyakinan bahwa keanekaragaman agama terjadi

karena sejarah dengan semua faktor yang mempengaruhinya, kondisi ruang dan waktu yang

berbeda, prasangka, keinginan dan kepentingan. Adapun toleransi yang dibolehkan apabila

tidak menyangkut dalam masalah akidah, dalam hal ini toleransi yang berujung untuk

menjunjung kemerdekaan beragama. Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, 37. Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 85.

122Ali Mustafa Yaqub, Sejarah dan Metode Dakwah Nabi, 36-47.

Page 65: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

45

Relevan dengan pendapat Ali Mustafa Ya’qub, Muhammad Sayyid

al-Wakil mendefenisikan etika dakwah dengan akhlak yang harus dimiliki

oleh para figur publik dan teladan bagi orang-orang yang ia dakwahi dengan

kriteria: iman (percaya) kepada apa yang didakwahkan, memiliki qudwah

hasanah (keteladanan yang baik), istiqamah, sabar menghadapi berbagai

kendala dan penderitaan, lapang dada dan lemah lembut, tawad}u’ (merendah

diri), dan zuhud serta tekun berdakwah.123 Lalu Ahmad Zainuri dalam

penelitiannya menjelaskan ada lima etika da’i dalam berdakwah; yakni

seorang da’i harus selalu mengagungkan Tuhan, berpenampilan bersih dan

menarik, menjauhi dosa dan maksiat, tidak meminta balas jasa, dan yang

terakhir sabar dalam berdakwah.124

Hal senada juga diungkapakan Safrodin Halimi, menurutnya etika al-

Qur’an mempunyai sifat humanistik dan rasiaonalistik. Humanistik dalam

pengertian mengarahkan manusia pada pencapaian hakikat kemanusiaan

tertinggi dan tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Sebaliknya bersifat

rasionalistik bahwa semua pesan-pesan yang diajarkan al-Qur’an terhadap

manusia sejalan dengan prestasi rasionalitas manusia. Pesan-pesan al-Qur’an

seperti ajakan pada kebenaran, keadilan, kejujuran, kebersihan, saling

menghormati dan menghargai.125 Safrodin juga menjelaskan nilai-nilai etika

dalam berdakwah yaitu; kejujuran dan keteladanan, ikhlas dan ketulusan,

kasih sayang dan kelemah lembutan, kebebasan berkehendak dan memilih,

keteguhan dan ketabahan, kerendahan hati dan sikap.Hal ini disebabkan

orientasi etika dakwah untuk menggapai kebahagiaan transendental.126

Terdapat perbedaan dari penjelasan etika dakwah di atas, misalnya

Toha Yahya Omar menjelaskan hubungan etika dan dakwah dengan

menggunakan kalimat etika dakwah. Sedangkan Ali Mustafa Yaqub

menggunakan istilah etika dakwah dan kode etik dakwah dengan istilah yang

sama. Menurut Edi Amin, bila merujuk pada makna etika dalam kamus, maka

Toha Yahya Omar benar menggunakan istilah etika dakwah. Sedangkan Ali

Mustafa Yaqub tidak sepenuhnya salah. Ali Mustafa Yaqub akan lebih baik

jika menggunakan istilah kode etik dakwah saja, tanpa menyamakannya

dengan etika dakwah. Karena etika dakwah memiliki tiga makna, yang

123

Muhammad Sayyid al-Wakil, Prinsip dan Kode Etik Dakwah, (Jakarta:

Akademika Presindo, 2002) 106-137. Lihat juga Sibba>m al-S{iba>gh, al-Da’wah wa al-Da‘a>h baina al-Wa>qi‘ wa al-Hadaf wa Mujtama‘a>t ‘Arabiyyah Mu‘a>s}irah, (Damaskus: Da>r al-Ima>n,

2000), 142. 124

Lalu Ahmad Zainuri, ‚Etika Da’i dalam al-Qur’an: Studi Analisis Pada Surat al-

Muddtstsir‛ Tesis, Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi Program studi Pengkajian Islam

SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2005. 105-154. 125

Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 53.

126Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas

Qur’ani dan Realitas Sosial, 54-94 .

Page 66: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

46

diantaranya adalah kode etik. Sedangkan pembicaraan Ali Mustafa Yaqub

adalah seputar kode etik, bukan etika dakwah dalam arti yang lebih luas.127

Terlepas dari perdebatan dan perbedaan panjang di atas, penulis dalam hal

ini, menegaskan sebagaimana diupayakan para pemikir di atas, bahwa para

da’i tidak diperintahkan menyampaikan dakwah seenaknya saja, ada aturan-

aturan yang telah ditetapkan.128 Jelas bahwa dakwah Islam tidak bersifat

memaksa, melontarkan isu yang bersifat fanatik, provokatif, celaan-celaan

yang menimbulkan permusuhan, dan bukan pula aktifitas-aktifitas yang

bersifat destruktif. Karena etika manusia memandang dakwah yang

dipaksakan sebagai pelanggaran berat, maka itu dakwah Islam menghususkan

penggunaanya secara persuasif.

127

Edi Amin, ‚Etika Dakwah: Kajian Kritis Profesionalisasi Dakwah‛ Tesis, Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi Program studi Pengkajian Islam SPS UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2014. 65-66. 128

Syarat-syarat dakwah telah ditetapkan oleh Allah dan mereka mengemban

wewenang yang sama dengan perintah dakwah. ‚tak ada paksaan dalam agama, kebenaran telah nyata. Barang siapa yang menghendaki biarlah beriman: barang siapa tidak menghendaki, biarlah dia kafir, maka yang beruntung adalah dirinya sendiri dan barang siapa menolaknya maka yang celaka adalah dirinya sendiri‛. (QS. 2:256. Lihat juga QS. 18:29,

39:41). Adapun perintah dakwah secara persuasif termaktub dalam QS. 5:108, 3:176-177 dan

47:32. Lihat Harjani Hefni dkk, Metode Dakwah, 81-82. Jum‘ah Ami>n ‘Abdu al-Azi>z, al-Da’wah Qawa>’id wa Usu>l, 86-87.

Page 67: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

47

BAB III

KONTRUKSI DAN SUBTANSI DAKWAH GULEN

Bab ini akan membahas konsepsi dakwah Gulen yang lebih mengarah

pada human oriented. Hal ini penting dibahas, mengingat dakwah humanis

lebih mengedepankan nilai-nilai kearifan dan kebijaksanaan perenial.

Sebelum memasuki ke pada pembahasan itu, penulis akan menjelaskan lebih

dulu dasar-dasar dan kaidah-kaidah da’i dalam berdakwah, meliputi:

membekali diri dengan ilmu pengetahuan, keselarasan kalbu dengan al-

Qur’an, menggunakan cara yang disyari’atkan, dan melakukakn apa yang

disampaikan. Hal ini penting dijelaskan, karena merupakan prasyarat da’i

sebelum berdakwah. Adapun nilai-nilai (etika) berdakwah yang humanis

meliputi: sikap kasih sayang, mengedepankan toleransi dan menjaga empati.

Sebagai penutup dalam bab ini, akan diuraikan bagaimana urgensi dakwah

pada masa sekarang. Kesimpulan bab ini bahwa konsep dakwah Gulen

berorientasi kepada nilai-nilai yang benar-benar spritual, seperti sikap

toleransi, kasih sayang, kesabaran, pengampunan (forgiveness), kedamaian

batin (inner peace), keharmonisan sosial (social harmony) dan kejujuran

(honesty). Hal ini diiringi dengan metode dakwah dalam al-Quran begitu

humanis. Islam lebih mengedepankan perdamaian dan dialog dengan santun

dan argumentatif (muja>dalah bi allati hiya ah}san). Hal ini tentunya harus

dibudayakan, baik dalam konteks inter-religius, intra-religius, maupun antar

peradaban.

A. Dasar-dasar dan Kaidah-kaidah dalam Dakwah

Dalam Islam, orang yang melakukan seruan dan ajakan (dakwah)

biasa dikenal dengan istilah ‚da’i‛. Namun mengingat bahwa proses

memanggil dan menyeru tersebut juga merupakan proses penyampaian

(tabligh) pesan-pesan tertentu, maka dikenal juga dengan istilah (muballigh)

yakni orang yang berfungsi sebagai komunikator.1 Adapun dalam pengertian

Islam, menurut Samsul Munir Amin, da’i adalah orang yang mengajak

kepada orang lain, baik secara langsung atau tidak langsung dengan kata-

kata, perbuatan dan tingkah laku ke arah yang lebih baik menurut al-Qur’an

1Kata da’i berasal dari bahasa Arab yang bearti orang yang mengajak. Dalam istilah

ilmu komunikasi dikenal dengan istilah komunikator. Menunjuk pada pelaku (subjek) dan

penggerak (aktivis) kegiatan dakwah, yaitu orang yang berusaha untuk mewujudkan Islam

dalam semua segi kehidupan baik pada tataran individu, keluarga masyarakat, umat dan

bangsa. Lihat A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam (Jakarta: Kencana, 2011) 73. Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: AMZAH, 2009), 68. Bandingkan dengan Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial (Semarang: Wali

Songo Press, 2008), 32.

Page 68: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

48

dan al-Sunnah.2 Sebagai pelaku dan penggerak dakwah inilah menunjukkan

da’i memiliki kedudukan yang sangat penting, dikatakan penting karena da’i

dapat menjadi penentu keberhasilan dan kesuksesan dakwah.3

Lebih jauh lagi, Munir Amin mensfesifikasi da’i dengan dua

pengertian; pertama, secara umum da’i adalah setiap muslim atau muslimat

yang berdakwah sebagai kewajiban yang melekat dan tidak terpisahkan dari

misinya sebagai penganut Islam, yakni yang berjalan berdasarkan perintah

‚ba>lighu ‘a>ni walaw a>yah‛. Kedua, secara khusus da’i adalah mereka yang

mengambil keahlian khusus (spesialis) dalam bidang dakwah Islam. Yakni

dengan kesungguhan luar biasa dan dengan qudwah h}asanah.4

Hal senada juga diutarakan oleh Abdul Halim Mahmud, dalam

pandangannya, dakwah yang dilakukan oleh da’i secara personal disebut

dengan dakwah fardiyah. Dakwah fardiyah ini dipahami sebagai ajakan atau

seruan ke jalan Allah Swt. yang dilakukan seorang da’i kepada orang lain

secara personal dengan tujuan mengubahnya menjadi lebih baik dan diridhai

Allah Swt.5 Selain dakwah fardiyah, ada juga dakwah yang dilakukan oleh

sekelompok da’i, atau yang dikenal dengan istilah ‚da’wah jama’i‛ yang

berarti dakwah kolektif.6

Seperti Abdul Halim Mahmud dan Samsul Munir Amin, ‘Abd al-

Badi’ Saqar memandang da’i sebagai arsitek sosial Islam. Saqar menegaskan

lagi, da’i bukan sekedar aktor panggung yang hanya mengharap perhatian dan

tepuk tangan para penonton. Tapi lebih utama lagi menurutnya, da’i yaitu

mengubah manusia dari satu kondisi kepada kondisi lain yang lebih baik.7

Ilyas Ismail dalam penelitiannya mengemukakan bahwa da’i identik dengan

dakwah itu sendiri. Hal ini menurutnya dikarenakan seorang da’i harus

menjadi teladan dan penutan yang baik di tengah-tengah masyarakat. Untuk

2Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 68.

3A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran Dakwah

Harakah. (Jakarta: Penamadani, 2006), 311. Lihat juga A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman,

Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam (Jakarta: Kencana,

2011) 73-74. 4Syamsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 68-69.

5Abdul Halim Mahmud, Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi Muslim,

Trj. As’ad Yasin. (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 29. 6Safrodin Halimi dalam penelitiannya mengemukakan, dalam konteks da’wah jama’i

al-Qur’an pada beberapa tempat seringkali menyebut ‚da’i‛ dengan istilah ‚U<mah‛ yang

bearti ‚komunitas‛ dan menyebutnya dengan kata ganti ‚Tum‛ yang bearti ‚kalian‛. Dalam

pandangan Safrodin term ‚U<mah‛ dan ‚Tum‛ dalam bahasa arab ini merujuk kepada suatu

kelompok orang atau komunitas yang terdiri dari beberapa personal. Secara spesifik lagi

menurut Safrodin, interpretasi dari istilah al-Qur’an ini bisa bemakna bahwa dakwah sangat

dipengaruhi oleh manajemen dakwah secara kolektif. Hal ini menurutnya, dakwah yang

dilakukan oleh para da’i kolektif lebih teroganisir dan peluang keberhasilannya lebih besar

jika dibandingkan dengan dakwah yang dilakukan dengan perorangan. Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 33.

7Abd al-Badi Saqar, Kaifa Nad’u al-Na>s, (Beirut: al-Maktab al-Isla>mi>, 1979), 12-13.

Page 69: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

49

itu, da’i harus memiliki sifat-sifat terpuji atau akhlak yang mulia. Lebih

spesifik lagi dalam pandangan Ilyas Ismail, keluhuran budi ini menjadi salah

satu pendorong yang memungkinkan masyarakat (mad’u) untuk dapat

mengikuti jalan kebenaran yang diserukan sang da’i. Sehingga dalam hal ini

ada tuntutan yang lebih bagi setiap da’i dibandingkan dengan kaum Muslimin

pada umumnya.8

Dengan demikian, menurut Abdul Latif Uwaidah, setiap pengemban

dakwah (da’i) harus memahami bahwa dirinya merupakan representasi atau

perwujudan Islam. Konsekuensinya, seorang pengemban dakwah wajib

menjadi seorang yang ‘A<lim (berilmu), yakni mengusai berbagai pemikiran

dan hukum-hukum Islam yang wajib ia ketahui dalam kapasitasnya sebagai

da’i. Karena menurutnya, orang yang bodoh tentu tidak akan mampu dan

tidak dapat dipercaya untuk menyampaikan apa yang diperintahkan Islam.9

Dalam kaitannya dengan menyampaikan pesan-pesan agama inilah,

Gulen memberikan beberapa kaidah dasar yang harus dimiliki oleh para da’i.

Hal ini dikarenakan agar nilai-nilai yang disampaikan bisa diterima, dipahami

dan diamalkan oleh para audien (mad’u). Kaidah-kaidah dasar yang harus

dimiliki oleh para da’i ini meliputi:

1. Membekali diri dengan ilmu pengetahuan

Menurut Gulen, semua jenis ilmu mempunyai definisi tersendiri, dan

setiap pengamalan juga mempunyai caranya tersendiri. Tanpa mengetahui

definisi dan cara pengamalannya, maka para da’i menurut Gulen tidak pantas

membicarakan dan penyampaikan satu bidang ilmu apapun, serta tidak pantas

pula membicarakan pengamalannya sedikit pun. Hal ini dikarenakan masalah

dakwah bukan merupakan tugas seorang muslim saja, maka untuk

pelaksanaannya diperlukan berbagai pokok dan cara tersendiri pula. Lebih

jauh lagi, Gulen menerangkan, Setiap dakwah yang tidak mengikuti cara-cara

yang yang telah ditentukan, maka dapat dipastikan tidak akan ada

keberhasilan sedikitpun, kecuali kesia-siaan.10

8 A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran

Dakwah Harakah, 311-312. 9Muhammad Abdul Latif Uwaidah, Pengemban Dakwah Kewajiban dan Sifat-

sifatnya, trj. Arief B. Iskandar, ( Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003), 131-132. 10

Setiap da’i yang brdakwah, diisyaratkan harus memiliki ilmu pengetahuan yang

luas. Sebab, hubungan antara ilmu pengetahuan dengan cara berdakwah sangat erat.

Terutama, memahami ilmu pengetahuan tentang agama. Sehingga da’i tersebut dapat

menerangkan seputar ajaran agama itu dengan gamblang dan jelas. Kalau tidak, maka dakwah

yang ia sampaikan tidak akan berguna, bahkan akan menjadikan audien menjauh dari jaran

agama yang disampaikannya. Hal demikian itu, dikarenakan da’inya tidak menguasai ilmu

pengetahuan untuk menerangkan materi dakwahnya secara baik dan tepat sasaran.

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-

S{a>lih}i> (Kairo: Da>r al-Ni>l, 2008), 87-88.

Page 70: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

50

Terkait masalah ilmu dan dakwah, serta bagaimana cara

pengamalannya, Gulen menjelaskan, ilmu di alam semesta ini laksana mihrab

Nabi Adam As. Setelah itu, tugas berdakwah dilanjutkan oleh para Nabi dan

Rasul setelah beliau. Dalam hal ilmu dan dakwah inilah, Gulen menerangkan

bahwa arti ilmu adalah pengenalan seseorang kepada Sang Maha Pencipta,

kemudian mengenalkan Sang Pencipta kepada orang lain.11 Berikutnya,

hendaklah ia mengenal Tuhan-nya dengan sebenar-benarnya pengenalan.

Selain itu, dalam pandangan Gulen, perumpamaan manusia di dalam

kehidupan ini, bagaikan seseorang yang sedang mendaki sebuah bukit yang

tinggi. Kalau tidak berhati-hati menempatkan telapak kaki di posisi yang

sebenarnya, maka sudah tentu akan terpeleset atau bahkan bisa terjatuh ke

jurang yang dalam, yang mana ini bisa menyebabkan kebinasaan diri. Ini

menunjukkan setiap ilmu pasti mempunyai tujuan tersendiri, yaitu

mendorong seseorang untuk mengenal dan mencintai Tuhannya. Karena, jika

ilmu tidak mendorong seseorang untuk mencintai Tuhannya, maka ilmu itu

tidak berguna baginya. Hal ini menurut Gulen, ilmu harus menjadi sumber

kehidupan bagi jiwa dan perasaannya. Adapun jika seseorang telah

kehilangan sentuhan dari perasaannya, maka ilmu yang tersedia pada dirinya

sama sekali tidak berguna.12 Oleh karena itu, ilmu menjadi landasan penting

dalam menyampaikan pesan-pesan agama. Hal ini disebabkan, dengan ilmu,

kadar amal perbuatan yang utama dan sia-sia, tepat dan salah bisa

diketahui.13

Lebih jauh lagi, dalam pandangan Gulen, banyak sekali ayat al-

Qur’an yang menganjurkan manusia untuk mencari ilmu pengetahuan. Di

antaranya ayat-ayat tersebut misalnya terdapat dalam QS. Al-Zumar: 9.

‚Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.‛

Menurut Gulen, firman Allah Swt. di atas mengisyaratkan bahwa

ilmu yang membawa manusia untuk mengenal Tuhannya dengan ilmu yang

menghalangi manusia dari mengenal Tuhannya tidaklah sama. Adapun Orang

yang membolak-balikkan halaman-halaman buku tanpa berusaha memahami

isinya, menurut Gulen laksana seekor binatang pengerat yang mencari rahasia

di balik tumpukan suatu benda. Sehingga ia tidak akan mampu memetik

11

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 88. 12

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 89. 13

Adil Abdullah al-Laili asy-Syuwaikh, Bersama Kereta Dakwah Sukses Berdakwah di Era Keterbukaan, trj. Asfuri Bahri, (Jakarta: Robbani Press, 2006), 143.

Page 71: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

51

sedikit pun manfaat dari sejumlah buku yang dipegangnya. Menurut bahasa

al-Qur’an, ia bagai seekor keledai yang memikul sejumlah buku. Dengan kata

lain, buku-buku yang meski mengandung banyak sekali ilmu pengetahuan itu

pun menjadi tidak berguna bagai seekor keledai. Akan tetapi, berbeda jauh

dengan orang yang rajin membaca ilmu pengetahuan, dan ilmu itu

menyebabkan ia mengenal Allah.14 Sebagimana menurut Gulen firman Allah

QS. al-Fathir: 28.

‚Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama.‛15 Berkenaan dengan ayat di atas, Gulen menjelaskan bahwa Allah

memuji orang-orang yang berilmu, yang dengan ilmunya mereka dapat

mengenal Allah dengan baik. Sehingga mereka selalu bertata-krama dan

bersikap khusu’ terhadap Tuhannya. Lebih jauh lagi, menurut Gulen, firman

Allah di atas didukung oleh sabda Rasulullah Saw. berikut ini;

إن العلماء ورثة األنبياء ‚sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi.‛16

Kesimpulan dari hadis di atas menurut Gulen, bahwa ada sekolompok

manusia yang mengenal Allah melalui ilmu pengetahuan yang dimiliki.

Mereka itu adalah para Nabi. Sedangkan kita sebagai umat beliau tidak

sampai pada tingkatan seperti mereka. Lebih spesifik lagi dalam pandangan

Gulen, manusia dapat mengenal Allah ‘Azza wa Jalla melalui perantara

cahaya yang keluar dari lisan para Nabi dan Rasul. Menurut Gulen, hal ini

disebabkan, tidak seorang pun mampu mencapai pengenalan diri kepada

Tuhannya, kecuali melalui sabda-sabda yang keluar dari lisan para Nabi dan

Rasul. Ini menunjukkan para Nabi dan Rasul mendapatkan warisan

pengetahuan langsung dari sisi Allah yang Maha Mangetahui.17

Lebih komprehensif lagi Gulen menjelaskan, Strata selanjutnya

setelah para Nabi dan rasul adalah hamba yang shalih, yang oleh al-Qur’an

14

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 90. 15

yang dimaksud dengan ulama dalam ayat Ini ialah orang-orang yang mengetahui

kebesaran dan kekuasaan Allah. 16

Lebih lengkap matan dan sanad hadis ini dapat dilihat dalam kitab hadis yang

ditulis oleh Muhammad ibn ‘Isa Abu> ‘Isa al-Tarmidhi> al-Sulami>, Sunan al- Tarmidhi>, (Beirut:

Da>r Ih}ya> al-Tura>th al-‘Arabi>, tt) juz: 10, 204. 17

Para nabi dan rasul adalah orang-orang yang telah menyerahkan jiwa raga mereka

kepada Allah. Adapun tugas mereka adalah menyampaikan risalah dengan sejelas-jelasnya.

Sehingga apa yang mereka ucapkan dan sampaikan hanyalah apa yang dikehendaki Allah

dengan gaya bahasa dan pola tutur yang diinginkan Allah Swt. Muhammad Fathullah Gu>lan,

T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 90-91. Muhammad

Fathullah Gu>lan, al-Nu>r al-Kha>lid Muhammad Mafkhirah al-Insa>niyyah, terj. Awirkhan

Muhammad ‘Ali>, (Kairo: Da>r al-Ni>l, 2007), 67.

Page 72: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

52

diisyaratkan sebagai pewaris isi bumi. Hubungan antara sabda Rasulullah di

atas mempunyai hubungan yang relevan, karena hamba-hamba Allah yang

shalih adalah orang-orang yang paling pantas menjadi khalifah Allah di muka

bumi. Mereka adalah para ulama, dan mereka merupakan pawaris para Nabi.

Sebab, para Nabi adalah manusia-manusia pilihan yang menyampaikan

firman-firman Allah. Demikian pula halnya dengan para ulama. Karena para

ulama adalah pewaris para Nabi, sehingga mereka juga mengenal Allah Swt

dengan baik, yang berbeda dengan masyarakat awam. Semua itu disebabkan

oleh kedudukan seorang yang berilmu lebih utama dari yang lain.18

Sebagaimana sabda Rasul yang berbunyi;

فضل العالم على العابد كفضلى على أدناكم

‚Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah seperti keutamaanku di atas orang-orang yang paling rendah di antara kalian‛.19

Di sini dapat dapat diketahui ada satu titik penting, bahwa manusia

sempurna yang mewarisi ilmu para Nabi tidak terlepas dari pancaran cahaya

yang datangnya dari cahaya Rasulullah Saw. sebab, beliau merupakan

matahari yang memancarkan sinarnya ke seluruh alam semesta. Dalam hal

ini, menurut Gulen, jika seseorang telah mendapatkan pancaran cahaya

Rasulullah Saw. maka insya Allah dengan rahmat Allah ia akan terus-

menerus mengikuti jalan petunjuk, dan sekaligus menjadi orang baik.20

Sebagai tolak ukur, Rasulullah Saw. senantiasa bertata-krama dan

berakhlak mulia. jika seseorang telah mendapatkan sebagian dari cahaya

petunjuk Rasulullah Saw. maka oarang tersebut akan mampu

mengembangkannya kepada orang lain, dan mengajak mereka mengikuti

jalan kebaikan secara berkesinambungan, sampai menjadi manusia sempurna.

Semua itu menurut Gulen, disebabkan orang tersebut senantiasa melakukan

apa yang telah diajarkan oleh al-Qur’an melalui lisan Rasul-Nya. Sebab, jika

tidak, maka al-Qur’an sendiri telah mengkritik sebagian orang yang tidak

mau mengamalkan ajaran al-Qur’an. Seperti firman Allah dalam al-Qur’an

QS. al-Baqarah: 146.

18

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 91. 19

Untuk lebih lebih jelasnya baca Muhammad ibn ‘Isa Abu> ‘Isa al-Tarmidhi> al-

Sulami>, Sunan al- Tarmidhi>, juz; 10, 207. 20

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i, 91.

Page 73: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

53

‚Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang Telah kami beri al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri21 dan Sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka Mengetahui‛.

Dari ayat di atas menurut Gulen, akan selalu ada sebagian orang yang

di beri tahu tentang ilmu pengetahuan (agama) secara lebih mendalam, akan

tetapi mereka justru tidak mau mengamalkan ilmu yang didapatkannya itu.

Hingga sedikitpun mereka tidak mendapatkan cahaya dari ilmu yang ada

pada sisi mereka. Selanjutnya dalam pandangan Gulen, orang yang diberikan

anugrah ilmu dan mau mngamalkannya laksana cahaya matahari yang

senantiasa memancarkan sinarnya di siang hari. Namun sebaliknya, orang

yang diberi pemahaman tentang suatu ilmu, namun enggan untuk

mengamalkan apa yang diajarkan kepadanya, maka ia bagaikan sesuatu yang

tidak berguna sama sekali. Memiliki anugerah ilmu dan tugas

mengajarkannya kepada orang lain, atau dengan kata lain berdakwah,

merupakan sesuatu yang identik laksana dua sisi mata uang. Ibarat sebuah

logam mulia yang mempunyai dua tampilan serupa. Demikian pula

mengamalkan ilmu yang dimiliki merupakan keharusan yang tidak bisa

dipisahkan.22

Hal di atas menurut Gulen, orang yang mengamalkan ilmunya berarti

telah mensyukuri anugerah yang diberikan oleh Tuhan-nya. Namun

sebaliknya, jika seorang muslim tidak bersedia mengamalkan ilmunya,

meskipun ia banyak melakukan ibadah, maka ia bagaikan orang yang bodoh,

buta dan juga tuli. Apalagi jika ia diperintah untuk mengajak orang lain ke

jalan keimanan, akan tetapi ia tidak menjalankannya dengan baik, maka ia

telah mengkhianati ilmu yang dilimpahkan oleh Allah kepadanya. Orang-

orang muslim yang berilmu, dan ia tidak mau mengamalkan ilmunya, maka

mereka semua akan menjadi objek cemoohan bagi orang-orang non-muslim

yang selama ini telah menindas umat Islam. jadi, keimanan harus diikuti

dengan pengamalan secara lahiriah, sehingga lahir dan batinnya tidak saling

bertabrakan. Jika suatu masyarakat Islam mengerjakan secara baik ajaran

Islam, maka kalbu, akal dan kehidupan mereka telah menyatu dalam

kesempurnaan. Sehingga perbuatan mereka sesuai dengan fitrah kemanusiaan

yang ada.23

21

Mengenal Muhammad s.a.w. yaitu mengenal sifat-sifatnya sebagai yang tersebut

dalam Taurat dan Injil. 22

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 92-93. Baca juga Muhammad Fathullah Gu>lan Wa Nahnu Nuqi>mu S{arh} al-Ru>h, terj ‘Auni> ‘Umar Lut}fi>. (Kairo: Da>r al-Ni>l, 2008) 36-37.

23

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i, 93.

Page 74: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

54

Lebih spesifik lagi Gulen menjelaskan, Jika suatu masyarakat tidak

mengenal dengan baik agamanya, juga tidak mengenal Tuhannya, serta tidak

memahami kitab sucinya, mana mungkin mereka akan mengajak orang lain

ikut ke dalam agamanya. Sebab, orang lain akan memerhatikan praktik hidup

umat beragama sebelum ia mengikuti ajakan yang diserukan. Jika seorang

muslim hendak mengajak orang lain ke dalam agamanya, sedangkan ia

sendiri sangat jauh dari aturan agama Islam, maka sudah tentu tidak akan

mungkin orang lain akan tertarik untuk masuk ke dalam agama Islam. Akan

tetapi, jika seorang muslim senantiasa menghabiskan waktunya untuk

berdakwah, disertai menunaikan seluruh ibadahnya dengan baik di waktu

pagi dan siang, juga seluruh kegiatan ia gunakan untuk mengingat Allah serta

mengajak orang lain kepada jalan petunjuk, maka tidak mustahil apabila

orang lain akan cepat mengikuti ajakan si muslim itu ke dalam aturan

agamanya.24

Dari uraian di atas dapat dipahami, jika setiap muslim menjalankan

perintah Allah Swt dengan baik, maka diharapka orang-orang di luar Islam

akan berbondong-bondong masuk ke dalam pelukan Islam. Sebab

sesungguhnya mereka telah mempelajari ajaran Islam dengan baik, dan

mereka juga mengakui ajaran Islam adalah sistem hidup yang paling

manusiawi dan paling sempurna. Namun, karena umat Islam sendiri tidak

mau menjalankan apa yang menjadi ajaran agamanya dengan baik, maka

tidak salah kalau orang-orang non-muslim segan untuk memeluk agama

Islam. Bahkan, akhir-akhir ini mereka berusaha sekeras-kerasnya untuk

menjauhi umat Islam. Sebagai kesimpulan, menurut Gulen, ajaran Islam

merupakan aturan yang Allah Swt. tetapkan antara menyatukan ilmu dan

pengamalan secara konkrit. Di antara keduanya tersedia apa yang disebut

sebagai keimanan. Jadi, iman akan mendorong seseorang untuk mengamalkan

ilmunya. Sebenarnya jika kita mau memetik pelajaran dari sejumlah kisah

tentang amalan ibadah orang lain, maka hal itu sangat baik untuk diteladani.

Mengingat, di dalamnya dapat diambil berbagai pelajaran hidup serta nasihat

yang baik.25

Ajaran agama Islam memerintahkan kepada umatnya untuk

menghayati antar Islam, iman, ilmu dan sekaligus pengamalannya. Adapun

24Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i, 93-94.

25

Dalam ajaran Islam ada dua perkara puncak; yakni mengamalkan dan

menyebarkannya kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan mengamalkan Islam tanpa

mendakwahkannya ke tengah-tengah masyarakat, baru merupakan setengah tuntutan Islam.

Sebaliknya menyebarkan dakwah Islam tanpa mengamalkannya, juga baru setengah tuntutan

Islam. Karena itu, tuntutan Islam tersebut belum dikatakan sempurna kecuali dengan

menunaikan kedua-duanya secara bersamaan. Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 94. Lihat juga Muhammad Abdul Latif

Uwaidah, Pengemban Dakwah Kewajiban dan Sifat-sifatnya, trj. Arief B. Iskandar, 172.

Page 75: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

55

sebaliknya, orang-orang yang suka berbicara tentang amal-amal Islam tanpa

mengetahui keimanan dan pengamalan menurut aturan agama Islam yang

sesungguhnya, maka ucapan mereka hanyalah bernilai sia-sia belaka. Dalam

pandangan Gulen, manusia modern sekarang ini, lebih condong

mementingkan pemikiran (akal logika), sehingga menurut Gulen banyak

ditemukan orang di luar Islam, atau orang yang tidak beragama sekalipun

berbicara atas nama ilmu pengetahuan. Pada saat para da’i harus berhadapan

dengan mereka inilah paling tidak para da’i harus menggunakan cara yang

sama pula, maka masalah ini sangat erat hubungannya dengan tuntutan atas

pengetahuan yang tersedia. Sebab, entitas ilmu dan pengetahuan tidak bisa

saling dipisahkan dari konteksnya satu sama lain. Hingga setiap muslim yang

bertugas menyeru kepada ajaran Islam dituntut pula untuk mengetahui semua

perkembangan ilmu yang ada di masanya.26

Dalam kegiatan mengajak ke jalan Tuhan inilah, menurut Gulen,

seorang da’i yang tidak mengetahui perkembangan terkini dimasanya, maka

ia bagai seorang yang hidup di alam kegelapan. Sehingga ia tidak akan bisa

berdakwah secara maksimal untuk menyampaikan agama dan keimanan yang

sesungguhnya kepada orang lain. Dari sini setiap mukmin harus memahami

dan menyampaikan apa saja yang telah dipahami dalam pikirannya

menggunakan cara yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang

ada di masanya. Lebih jauh lagi Gulen menjelaskan, Seorang da’i yang

senantiasa mengikuti perkembangan masanya, akan menjadi da’i yang

berhasil di dalam usaha dakwahnya. Hal ini, menurut Gulen, dapat

dibuktikan dengan semua sabda Rasul dan tingkah laku Rasul yang dapat

memberi pengaruh tersendiri di sanubari orang yang mendengar dan

melihatnya. Menurut Gulen lagi, Rasulullah saw selalu berbicara menurut

perkembangan akal manusia pada masa itu. Sebenarnya, seluruh perintah

yang datangnya dari sisi Allah Swt. tidak pernah bertentangan dengan

kejadian alam semesta ini. Kiranya cukup bagi seseorang mengetahui hikmah

diciptakannya pribadi dan ruhnya. Sehingga ia dapat menyampaikan dakwah

sesuai dengan ilmu pengetahuan yang ada pada masanya.27

Hal yang sama pun dilakukan oleh para da’i Islam pada masa

keemasan Islam. meskipun teknik dan penyampaiannya agak beda. Alhasil,

26

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 94. Muhammad Fathullah Gu>lan Wa Nahnu Nuqi>mu S{arh} al-Ru>h, terj ‘Auni>

‘Umar Lut}fi>, 37. 27

Demikian pula yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw, mereka

menyampaikan agama ini kepada orang lain sesuai dengan pengetahuan orang-orang yang ada

pada masa itu. Sehingga segala bentuk nasihat yang terucap maupun petunjuk praktis yang

mereka sampaikan dapat di terima secara baik oleh masyarakat yang ada di masa itu dalam

kurun waktu yang tidak terlalu lama. Semua pengamalan itu mereka peroleh dari bimbingan

Rasulullah saw. Lihat Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h,

terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 94-95.

Page 76: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

56

mereka semua menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain disesuaikan

dengan perkembangan ilmu yang ada pada masanya masing-masing, hingga

masa kini. Ini semua dapat dilihat dari para da’i Islam yang sukses pada

waktu itu seperti Imam al-Ghazali, Imam Rabbani, Jalaluddin al-Rumi, dan

para tokoh da’i lainnya. Akan tetapi, menurut Gulen, pada saat tongkat

estafet dakwah ini berpindah tangan ke genarasi sekarang, maka semua itu

diikuti dengan berbagai bentuk kekurangan. Sebab menurutnya, banyak dari

da’i sekarang yang justru tidak memahami perkembangan ilmu pengetahuan

di masa kini, sebagaimana yang dimiliki oleh para da’i terdahulu sehingga

generasi sekarang menjadi korban dari kebodohan.28

2. Keselarasan kalbu dengan al-Qur’an

Allah Swt menurunkan al-Qur’an kepada Rasulullah saw. selama 23

(dua puluh tiga) tahun; 13 (tiga belas) tahun di Makkah dan 10 (sepuluh)

tahun di Madinah. Sebagaimana menurut Abdul Latif Uwaidah, Allah Swt

menurunkan al-Qur’an dengan menggunakan bahasa arab yang sangat jelas,

hal ini bukan sekedar agar menjadi mukjizat bagi Muhammad bin ‘Abdillah

yang meneguhkan kebenaran kenabiannya, atau sekedar dijadikan oleh kaum

Muslim sebagai metode dan lampu penerang untuk diamalkan dan diterapkan

dalam kehidupan semata. Akan tetapi, al-Qur’an juga sebagai sarana

beribadah bagi siapa saja yang mau mempelajari sekaligus mengajarkannya,

menghafal sekaligus menjaga hafalannya, dan membaca sekaligus men-tarti>l-kan bacaannya.29 Gulen menjelaskan, berdakwah merupakan tugas yang

paling utama bagi setiap muslim meskipun hukum berdakwah fardhu kifayah

dalam keadaan biasa, karena menegakkan amar ma’ru>f dan nahi munkar akan

menyelamatkan umat manusia dari berbagai cobaan baik di dunia maupun di

akhirat.30 Relevan dengan keutamaan dan pentingnya dalam mengamalkan isi

kandungan al-Qur’an, menurut Gulen, keberhasilan seorang da’i dalam

berdakwah tidak terlepas dari keselarasan kalbunya dengan petunjuk-

petunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah. Sebab, hubungan antara kalbu dengan

28

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 95. 29

Al-Qur’an adalah firman Allah yang sangat agung dan tinggi, melampaui semua

bentuk ucapan manusia yang ada. Karena itu, mempelajari dan mengajarkan al-Qur’an adalah

sebaik-baik pembelajaran dan pengajaran, menghafal dan memelihara hafalan al-Qur’an

adalah sebaik-baik penghafal dan pemeliharaan hafalan, serta membaca dan membaguskan

bacaan juga adalah sebaik-baik pembacaan dan pembagusan bacaan. Bahkan dalam hal ini,

tidak ada sebuah pembacaan yang harus disertai dengan tarti>l kecuali bacaan al-Qur’an.

Muhammad Abdul Latif Uwaidah, Pengemban Dakwah Kewajiban dan Sifat-sifatnya, trj.

Arief B. Iskandar, 178.

30

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 176.

Page 77: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

57

tuntunan al-Qur’an sangatlah dekat.31 Sebagaimana telah disebutkan oleh

Allah swt:

‚Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mau menggunakan fungsi akalnya, atau yang mau menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya‛. (QS. Qaf: 37).32

Ayat di atas menurut Gulen, menjelaskan bagaimana hendaknya para

da’i membekali diri dalam berdakwah, Para da’i dianjurkan untuk

memfokuskan seluruh perhatian kepada isi al-Qur’an, karena seseorang yang

dapat mengambil pelajaran dari al-Qur’an adalah yang bersedia dan

mengikuti jalan yang tidak bertentangan dengan ketetapan-ketetapan dalam

al-Qur’an. Apabila perhatian sorang da’i tidak sejalan dengan ajaran al-

Qur’an, maka ketinggian nilai mukjizat al-Qur’an tersebut tidak akan bisa

dinikmati. Akibatnya, ia akan berani menyamakan al-Qur’an dengan ucapan

manusia biasa dalam perlakuannya terhadap al-Qur’an. Siapapun yang

menilai al-Qur’an dengan penilaian seperti itu, maka ia tidak akan bisa

mengamalkan ajaran al-Qur’an, meski ia banyak berbicara tentang al-

Qur’an.33 Sebab, menurut Gulen al-Qur’an sendiri menyatakan:

‚Alif lam mim, Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa‛, (QS. al-Baqarah: 1-2).34

Dari penjelasan firman Allah di atas lanjut Gulen, dapat dipahami

bahwa orang-orang yang bertakwa adalah manusia yang paling mulia, dan

mereka paling mengerti dengan syari’at Islam yang sangat cocok dengan

fitrah manusia. Perlu diketahui pula, bahwa seseorang yang tidak peduli

dengan ajaran al-Qur’an, maka ia bukanlah orang yang bertakwa, karena

kalbunya tidak dapat menerima petunjuk apapun dari al-Qur’an. Bahkan

kalbunya telah tertutup rapat (mati), sehingga tidak dapat melihat kebenaran

al-Qur’an.35 Sebagaimana telah disebutkan oleh Allah swt:

31Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 96.

32

ayat yang dimaksud adalah:

33

Sebagaimana diketahui bahwa di dalam al-Qur’an mengandung berbagai petunjuk,

nasihat yang baik, sekaligus peringatan. Syarat utama agar bisa meresapi seluruh kandungan

al-Qur’an ke dalam sanubari adalah dengan adanya keterbukaan kalbu atau bersedia menerima

ajaran al-Qur’an. Oleh karena itu, setiap pembaca al-Qur’an hendaknya memusatkan

pandangan dan pendengarannya kepada kandungan al-Qur’an. Muhammad Fathullah Gu>lan,

T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 96.

34

Ayat yang dimaksud adalah:

35

Seorang yang sanubarinya terfokus dan peduli kepada ajaran al-Qur’an, maka ia

akan mampu memerhatikan segala kejadian yang ada di alam semesta sebagai ciptaan Allah

Page 78: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

58

‚Dan orang-orang yang beriman bertanya, ‘Mengapa tiada diturunkan suatu surah?’ Maka apabila diturunkan suatu surah yang jelas maksudnya, dan disebutkan di dalamnya perintah berperang, maka akan engkau lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam qalbunya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati. Dan kecelakaanlah bagi mereka‛, (QS. Muhammad: 20).36

Tata cara yang dipakai oleh setiap da’i dalam menyampaikan

dakwahnya harus sesuai dan pantas dengan tuntunan syariat, karena untuk

sukses dalam berdakwah tidak ada cara lain kecuali harus sesuai dan pantas

dengan tata cara yang dicontohkan oleh syariat sebagaimana tata cara

dakwah yang telah diajarkan oleh Rasulullah saw.37 Selain itu pula,

hendaknya setiap da’i mempunyai hati yang bersih dan lemah lembut terlebih

ketika menyampaikan dakwahnya kepada orang lain, karena apabila hatinya

kotor maka hubungannya dengan Allah akan kotor pula.38 Menurut Gulen,

salah satu kelemahan manusia adalah adanya sifat individualisme. Jika sifat

tersebut masih merajalela di hati manusia, maka ia tidak akan menjadi

seorang da’i yang mukhlis sepenuhnya karena Allah, karena di hatinya masih

tersimpan rasa sombong dan bangga diri. Dalam hal ini Gulen menegaskan

bahwa, Ciri-ciri da’i yang mukhlis adalah yang selalu merendahkan hati

tanpa unsur kepentingan pribadi, muncul darinya sifat-sifat harum secara

fitrah tanpa ada unsur rekayasa sedikitpun, pandangan matanya syahdu dan

ucapannya selalu menyejukkan hati, dan kalangan sekitarnya merasa nyaman

dan bangga berada di dekatnya. Sifat terpuji tersebut dapat diperoleh dari visi

ayat-ayat al-Qur’an dan gambaran biografi hidup Nabi Muhammad saw yang

swt. sebaliknya, jika seseorang tidak dapat memerhatikan segala kejadian yang ada di alam

semesta ini sebagai ciptaan Allah, maka ia tidak akan bisa menerima petunjuk apapun yang

bersumber dari al-Qur’an Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i, 96-97.

36

Ayat yang dimaksud adalah:

37

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 177.

38

lebih jauh menurut Gulen, apabila seorang da’i ingin berhasil dalam dakwahnya,

maka sanubarinya harus sesuai dengan petunjuk-petunjuk al-Qur’an. Hal ini menurutnya

disebabkan, da’i yang mampu menyesuaikan sanubarinya dengan petunjuk-petunjuk al-

Qur’an, maka da’i tersebut akan berhasil dalam dakwahnya, karena seorang da’i akan mampu

mengambil pelajaran dari petunjuk-petunjuk al-Qur’an. Lebih lagi apabila da’i bisa

menyatukan kalbunya dengan tuntunan al-Qur’an. Sehingga diharapkan ia akan bisa menjadi

seorang yang mempunyai sanubari lembut, bersih, penuh kasih sayang yang mulia dan

berbagai sifat terpuji lainnya dan ia akan menjadi seorang mukmin yang sejati. Muhammad

Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 174.

Page 79: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

59

penuh dengan kesopanan, kesederhanaan, dan tidak pernah menyimpang

sedikitpun dari kebenaran; dan itulah cara berdakwah yang terbaik.39

3. Menggunakan cara yang di syari’atkan

Setiap orang yang menjalankan aktivitas dakwah, hendaklah memiliki

kepribadian yang baik sebagai seorang da’i. Hal ini dikarenakan seorang da’i

adalah figur yang dicontoh dalam segala tingkah laku.40 Da’i ibarat seorang

guide atau pemandu terhadap orang-orang yang ingin mendapatkan

keselamatan hidup di dunia dan akhirat. Selain itu, da’i sebagai petunjuk

jalan harus mengerti dan memahami jalan yang boleh dilalui dan mana jalan

yang tidak boleh di lalui oleh seorang muslim, sebelum ia memberi petunjuk

jalan bagi orang lain. Oleh kerena itu, ia memiliki kedudukan yang sangat

penting di tangah masyarakat. Dari kedudukannnya yang sangat penting di

tengah masyarakat, seorang da’i harus mampu menciptakan jalinan

komunikasi yang erat antara dirinya dan masyarakat. Ia harus mampu

bertindak dan bertingkah laku yang semestinya dilakukan oleh seorang

pemimpin. Selain itu, para da’i juga harus mampu berbicara dengan

masyarakatnya dengan bahasa yang dimengerti. Oleh karena itu, para da’i

juga harus mengetahui dengan pasti latar belakang dan kondisi masyarakat

yang dihadapinya.41

Mengingat bahwa pesan-pesan dakwah harus memperhatikan sisi-sisi

penting, seperti; kedudukan orang yang diajak bicara atau yang didakwahi,

situasi dan kondisi mereka, bahasa yang digunakan, dan kesungguhan dalam

menerangkan inilah dalam pandangan Yusuf al-Qaradhawi, maka hendaklah

para da’i menyampaikan pesan-pesan agama seperti penyampaian yang

dilakukan para rasul Alaihimu al-Salam, yang dibakukan dalam firman Allah

Ta’ala

‚maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang‛ (QS. al-Nahl:35)

Lebih jauh menurut Yusuf al-Qaradhawi, ayat di atas menjelaskan

pesan-pesan agama harus disampaikan dengan penuh kearifan dan

kebijaksanaan. Selain itu, para palaku dakwah (da’i) harus berhati-hati dalam

39Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i> (Kairo: Da>r an-Nail, 2006), 140-141. Untuk lebih jelas baca Muhammad

Fathullah Gu>lan, al-Nu>r al-Kha>lid Muhammad Mafkhirah al-Insa>niyyah, terj. Awirkhan

Muhammad ‘Ali>, (Kairo: Da>r al-Ni>l, 2007). Abi> Muhammad ‘Abd al-Malik ibn Hisham al-

Ma‘a>firi>, al-Si>rah al-Nabawi>yah li ibn Hisham, Tahqiq, al-Shaikh Ahmad Jad, (Kairo: Da>r al-

Ghad al-Jadi>d al-Mans}u>rah, 2007). Safi> al-Rahman al-Muba>rakfuri>, al-Rah}i>q al-Makhtu>m: Bah}th fi> al-Si>rah al-Nabawi>yah ‘Ala> S{a>hibiha> Afd}al al-S{ala>h wa al-Sala>m, (Mesir: Da>r al-

Wafa’, 2010). 40

Siti Muriah, Metodologi Dakwah kontemporer, (Yokyakarta: Mitra Pustaka,

2000), 27. 41

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 69.

Page 80: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

60

menyampaiakan misi dan amanat yang diembannya. Tidak berbicara

serampangan tanpa pertimbangan terlebih dahulu. Hal ini menurutnya

dikerenakan telinga dunia akan mendengar, kemudian menganalisanya.42

Seorang da’i harus memilih berbagai sarana yang dibolehkan untuk

menyampaikan dakwahnya. Sebab, seorang da’i tidak akan berhasil sampai

kepada sasaran dakwahnya, kecuali jika ia menempuh atau menggunakan

berbagai cara yang dibolehkan oleh syari’ai Islam. Dalam hal berdakwah

inilah, menurut Gulen, para da’i-da’i Islam sedikitpun tidak boleh

menyampaikan dakwah kepada orang lain dengan cara-cara yang dilarang

oleh aturan Islam. Karena, dakwah Islam adalah sarana untuk mengajak

manusia kepada kebaikan, bukan mengajak manusia kepada keburukan. Oleh

karena itu, menurut Gulen, seorang da’i harus melakukannya dengan cara

yang baik, seperti tidak berbohong, mencaci maki, dan menyakiti pihak lain

dengan tutur kata maupun perilakunya.43

Dalam hubungan menyampaikan dakwah dengan cara yang baik ini,

menurut Gulen, Allah Swt akan menghilangkan keberkahan dan kedamaian

dari sisi para da’i yang menggunakan cara dakwah yang tidak Islami.

Adakalanya seorang da’i dapat menyampaikan materi dakwahnya di tengah

ribuan umat, dan mereka mendapat sambutan yang hangat dari para

pendengarnya. Akan tetapi, karena ia menggunakan cara yang tidak baik,

maka apa yang ia sampaikan tidak akan mendapat berkah dari sisi Allah.44

Dalam proses kegiatan menyampaikan pesan-pesan agama inilah,

menurut Gulen, seorang da’i tidak perlu menggunakan cara-cara yang tidak

diridhai oleh Allah untuk menyampaikan materi dakwahnya. Seorang da’i

hanya diperintahkan untuk menyampaikan dakwahnya dengan cara-cara yang

baik, sesuai dengan aturan Islam. Seorang da’i tidak berhak menggunakan

cara-cara yang tidak Islami di dalam berdakwah. Sebagaimana yang banyak

berkembang belakangan ini, banyak cara yang digunakan oleh para da’i untuk

menyampaikan dakwahnya, meskipun ia harus bergurau yang tidak sehat, dan

mengutip ucapan-ucapan buruk. Dengan kata lain, setiap da’i harus

42

Yusuf al-Qaradhawi, Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam, terj. H.M. Abdilah Noor Ridlo (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), 55-56.

43Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 98. 44

Dalam pandangan Gulen, seorang da’i yang berdakwah kepada sejumlah orang

saja, namun da’i tersebut menyampaikan dakwahnya dengan cara yang diridhai oleh Allah

swt, maka nilai dakwahnya menyamai kuantitas dakwah kepada seribu orang. Sebaliknya,

seribu orang pendengar dakwah, akan tetapi da’i yang menyampaikan materi dakwah tersebut

tidak dengan cara yang diridhai Allah, maka kualitas dakwahnya justru tidak menyentuh

seorang pendengar pun, karena bobot atau kapasitas keberkahannya yang berbeda.

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-

S{a>lih}i>, 98.

Page 81: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

61

menyampaikan dakwahnya dengan jujur, ikhlas, sungguh-sungguh, dan sesuai

dengan petunjuk al-Qur’an maupun al-Sunnah.45

4. Melakukan apa yang disampaikan

Cara berdakwah yang paling mendekati keberhasilan menurut Gulen

adalah, hendaknya para da’i hidup dengan apa yang ia sampaikan kepada

umat atau pendengar dakwahnya, sebab, tujuan dakwah hanyalah untuk

mengajak manusia ke jalan Allah swt yang lurus, dan seorang mukmin adalah

siapa yang lahir maupun batinnya lurus. Jika hidup seorang mukmin

setengah-setengah, maka ia dapat dikatakan sebagai seorang yang bersikap

munafik. Oleh karena itu, seorang da’i harus bersih dari segala sifat yang

tidak terpuji. Karena keimanan yang kuat bernilai sangat tinggi, dan ia tidak

akan menyampaikan sesuatu kecuali yang baik serta lurus di setiap masa dan

tempat.46

Perlu diperhatikan dan diamati lebih jauh, ketika setiap dakwah yang

disampaikan tidak mengena di kalbu pendengarnya, maka dakwah semacam

itu tidak akan berguna sedikitpun bagi mereka. Apalagi kalau para da’i-nya

tidak mempunyai hati yang bersih dan ikhlas. Sehingga Allah swt tidak

menurunkan berkah dan kebaikan di hati para da’i ini. Dakwah apa saja yang

disampaikan oleh para da’i, akan tetapi apa yang disampaikan tidak dijiwai

oleh para penyampainya sendiri, maka dakwah semacam itu tidak akan

memberi pengaruh sedikitpun di kalbu para pendengarnya. Seharusnya dalam

diri da’i tidak ada pertentangan antara lahir dan batin mereka di segala

bidang, baik itu pada saat mereka tengah sendirian maupun ketika bersama

orang banyak. Jika seorang da’i melakukan suatu kesalahan, hendaknya ia

segera memperbaiki kesalahannya itu, agar perhitungannya di hadapan Allah

swt tidak memberatkan dirinya. Dalam pandangan Gulen, berikut upaya yang

harus dilakukan oleh para da’i agar dakwahnya dapat diterima dengan baik:

a. Menjadi Teladan yang Baik

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, para da’i adalah para

penyampai pesan-pesan Allah Swt dan Rasul-Nya tentang kebenaran

45

Teknik metodik yang digunakan dalam berdakwah bersifat fleksibel dan

kontekstual sesuai dengan kondisi masyarakat di mana dakwah diterapkan. Cara dakwah ini

meliputi beragam dimensi, baik dimensi psikologis, sosiologis maupun teknologi. Adapun

secara psikologis, Islam telah memberikan tuntunan berdakwah yang baik dan efektif

terhadap ranah kejiwaan manusia, sehingga bisa memperoleh simpati dari masyarakat; antara

lain dakwah dengan h}ikmah, mauiz}ah, dan mujadalah yang baik. Al-Qur’an sendiri bahkan

melarang cara berdakwah dengan sikap dan hati yang keras lagi kasar. Karena hal itu justru

mnyebabkan audiens akan menjauh dari Islam. Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial (Semarang: Wali Songo

Press, 2008), 37. Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj

Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 99. 46

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 120-121.

Page 82: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

62

ajaran agama. Untuk misi dan tugas yang mulia ini, tentu kualifikasi dan

syarat kelayakan, terutama dalam bentuk sifat-sifat terpuji mutlak harus

dipenuhi. Hal ini dikarenakan, para da’i pencitra dakwah. Jika mereka

baik, maka dakwah akan dicitrakan baik. Begitu pula sebaliknya. ‚al-Da’wah Mahju>bah bi al-Du’a>t‛ begitulah kemuliaan dakwah seringkali

tertutupi dan tidak dirasakan oleh umat. Justru karena pelaku para da’i

yang bertolak belakang dengan citra dakwah.47

Menyampaikan dakwah di tengah masyarakat Islam bukan semata

tugas yang mesti ditunaikan, akan tetapi lebih mencakup kepada segala

aspek kehidupan. Dalam pengertian, membentuk kepribadian setiap

individu masyarakat sesuai ajaran Islam pada keseharian mereka. Dalam

pandangan Gulen, dakwah tidak tergolong sukses pada diri seseorang

jika hanya diukur dengan kerajinannya berangkat ke masjid, pulang dari

ibadah haji, atau ikut hadir di hari besar islam; seperti perayaan Maulid

Nabi saw dan sebagainya. Lebih jauh menurut Gulen, da’i bisa disebut

sukses bila berhasil mengubah perilaku pendengarnya dalam segala aspek

hidupnya bukan hanya sekedar penampilan luarnya saja.48

Dalam pandangan Gulen, jalan dan tantangan dakwah saat ini masih

seprti dahulu, hanya saja terdapat sedikit perbedaan pada polanya.

Adapun yang sukses dalam berdakwah adalah gerakan yang terpancar

dari keimanan, dan jauh dari unsur campur tangan kepentingan pribadi

yang mengandalkan bentuk atau tampilan luarnya saja. Intinya, seorang

da’i harus mengatur segala tindak-tanduknya dalam hidup untuk menjadi

teladan bagi yang lainnya. Kemanapun seorang da’i pergi, ia harus

memerhatikan misi yang ia bawa, kemudian ia terapkan dalam gerak-

geriknya.49

Dalam konteks posisi da’i yang cukup tinggi, baik dimata Allah

Swt. maupun di mata manusia, maka menjadi wajar kemudian da’i

menjadi sorotan dan bahan perbincangan umat. Ibn Qa>yim menegaskan

47

Atabik Luthfi, Tafsir Da’awi Tadabbur Ayat-ayat Dakwah untuk Para Da’i, (Jakarta: al-I’tishom, 2011), 43.

48Perubahan penampilan luar telah memberikan kepuasan bagi sebagian da’i, hanya

saja semua cara ini telah jauh dari target utama dawah di masyarakat. Intinya, penyebab

utama merosotnya moral masyarakat Islam lantaran tidak adanya amar ma’ruf nahi munkar secara merata dan bernilai signifikan. Tugas sebagai da’i, merupakan tugas yang sangat mulia

di masa kini. Tugas ini harus diemban oleh setiap individu muslim. Sebab, kerusakan moral

telah melanda di mana-mana, serbuk kehancuran moral itu pertama menyerang satu orang,

kemudian menular kepada yang lain, hingga merata ke seluruh lapisan masyarakat. Perlu

diyakini, bahwa tugas ini merupakan bukti keimanan kita yang harus dikedepankan dari

perkara lainnya. Sejak dahulu sampai sekarang mereka yang membela agama ini terbukti

adalah mereka yang kuat sekali keimanannya.Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 123-124.

49Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 124.

Page 83: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

63

sebagaimana yang di kutip Atabik Luthfi, pentingnya seorang da’i untuk

mengukur dirinya dengan kemuliaan dakwah, serta memposisikan diri

sesuai dengan posisi dakwah yang tinggi. Ini merupakan suatu kemuliaan

sekaligus satu amanah yang berat, yang memang hanya bisa diemban

oleh manusia yang mulia dan tinngi.50

Inilah pola hidup para nabi dan para shalihin. Setiap gerak dan

langkah mereka menuntun manusia ke jalan Allah swt. mereka telah

menyampaikan dan menerapkan misi yang mereka bawa secara simultan.

Berbeda dengan mereka yang bertolak belakang antara perbuatan dan

ucapannya. mereka menyesatkan banyak orang yang mengekor kepada

apa yang mereka sampaikan, sehingga semuanya terjatuh ke dalam

lembah yang sama, kebinasaan. Allah Swt. mewahyukan kepada nabi

Allah ‘Isa as, ‚Yang pertama, bimbinglah dirimu menuju keridhaan-Nya.

Kalau sudah tunduk, barulah engkau menasehati orang lain. Sebab, kalau

tidak demikian, malulah engkau kepada-Ku dalam menasehati orang

lain‛.51

Menurut Gulen, nasihat ini bukan hanya ditujukan kepada nabi ‘Isa

as dalam arti statusnya sebagai rasul-Nya. Akan tetapi, nasihat tersebut

juga mencakup seluruh rasul dan setiap orang yang bergerak di bidang

dakwah. Sebagaimana Allah swt telah menjelaskan di dalam al-Qur’an:

‚Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?‛(QS. al-Baqarah:

44).

Menurut Gulen, ayat ini merupakan ancaman keras bagi bani Israil

di masa itu, dan pelajaran yang bisa dipetik oleh kaum muslim di masa

ini adalah, janganlah kalian menyuruh sesuatu yang tidak kalian lakukan.

Sebab, perbuatan yang bertolak belakang dengan ucapan merupakan

penipuan. Oleh karena itu, banyak dari para da’i yang tidak diterima oleh

50

Lebih lanjut Ibn Qa>yim membuat analogi (perumpamaan) seorang da’i seperti

seorang yang memagang jabatan strategis di pemerintahan yang mempunyai kewenangan

memberi persetujuan atas nama raja. Sehingga dalam pandangan Ibn Qa>yim, sosok ideal

seorang da’i adalah yang memenuhi beberapa kualifikasi berikut: pertama, memiliki landasan

ilmu apa yang disampaikan (al-Ilmu bi ma yuba>ligh). Kedua, jujur dan benar terhadap apa

yang disampaikan (al-S{idq fi ma yuba>ligh). Ketiga, baik dalam cara penyampainnya (h}asanah t}ari>qah fi al-Tabligh). Keempat, baik di dalam menjaga citra dan perilaku di tengah-tengah

manusia. Kelima, adil pada ucpan dan perbuatan (al-‘Adl fi> aqwa>lihi wa af’alihi). Atabik

Luthfi, Tafsir Da’awi Tadabbur Ayat-ayat Dakwah untuk Para Da’i, 45. 51

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 124.

Page 84: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

64

masyarakatnya, bahkan tidak dipercaya oleh mereka, lantaran mereka

mengucapkan sesuatu yang mereka sendiri tidak melakukannya.52

Dalam konteks dakwah ini menurut Muhammad Abduh, kekuatan

inti yang menggerakkan roda dakwah adalah para da’i. Keteladanan yang

baik dari para da’i merupakan salah satu unsur yang dibutuhkan dalam

perjuangan dakwah. Hal ini dikarenakan umat sekarang sangat

membutuhkan kehadiran seorang teladan yang bisa dijadiakan contoh

yang bisa diikuti. Dengannya mereka bisa menutupi kekurangan mereka

dengan bercermin dari sosok yang mereka teladani. Sehingga merupakan

sesuatu yang tidak dapat dipungkiri, bahwa keteladanan yang baik

merupakan sarana pendidikan dan perubahan ke arah yang lebih baik.53

b. Ketegaran dan Kesabaran

Sudah menjadi sunnahtullah, kalau dakwah selalu menghadapi

tantangan dan rintangan di setiap kondisinya. Apalagi kaitannya cukup

erat dengan pengenalan manusia kepada Allah ‘Azza wa Jalla, karena

inilah asas utama hidup manusia dalam mencapai kebahagiaan. Tanpa

semua ini, maka tidak akan ada gunanya wujud manusia di muka bumi.

Inilah pentingnya manusia mengetahui keagungan tugas berdakwah, agar

hidup mereka menjadi lebih bermanfaat dan bermakna. Sekecil apapun

usaha menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, tidak boleh dihapuskan

sama sekali dari kemuliaan nilainya. Sebab, usaha ini sangat berguna

bagi orang-orang beriman, sehingga mereka mencapai kebahagiaan hidup

di alam dunia maupun akhirat kelak. Menurut Gulen, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar adalah termasuk perintah keimanan. Siapa saja yang

melakukannya dengan baik, maka ia termasuk orang-orang yang menjaga

keimanannya. Hendaklah setiap mukmin menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, meskipun sebatas pada lingkup keluarga kecil dan rumah

tangganya. Tanpa hal itu, maka mereka akan mendapat dampak negatif,

seperti yang ditampakan kepada Bani Israil.54

Sedangkan para da’i yang bersikap ikhlas menurut Gulen, senantiasa

menanti datangnya berbagai cobaan, karena mereka yakin bahwa mereka

52

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 125. 53

Sejarah telah mencatat, bahwa tersebarnya Islam ke segenap pelosok adalah karena

kpribadian para da’i yang memancarkan kebaikan pada seluruh umat manusia terutama akhlak

pemimpin dakwah yaitu Rasulullah saw. seperti yang dijamin oleh Allah Swt dalam Firman-

Nya, ‚sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang agung‛. Atabik Luthfi,

Tafsir Da’awi Tadabbur Ayat-ayat Dakwah untuk Para Da’i, 45-46. 54

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 126. Lihat juga Muhammad Fethullah Gulen, Membangun Peradaban Kita: Islam adalah Masa Depan Dunia yang Memuliakan dan Menjunjung Tinggi Derajat Manusia, trj. Fuad Syaifudin Nur dan Syarif Hade Masya, (Jakarta: Republika, 2013), 176-177.

Page 85: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

65

tidak akan sukses selama mereka tidak dicoba seperti orang-orang yang

pernah menegakkan kebenaran di masa lalu. Mereka berharap mampu

menghadapi berbagai bentuk cobaan dengan sungguh-sungguh. Akan

tetapi, jika mereka diterima dengan baik, maka mereka akan banyak

bersyukur kepada Allah Swt. atas karunia-Nya, dan mereka akan

melanjutkan tugas suci itu hingga akhir hayat.55

c. Menjauhkan Diri dari Kemunafikan dalam Berbicara

Menurut Gulen, Seorang da’i harus selalu merasa bahwa dirinya

senantiasa diperhatikan oleh Allah swt, dan hendaknya ia selalu

memperhitungkan perbuatan yang dilakukan pada setiap waktunya. Ia

akan berusaha selalu berbuat kebaikan, seperti ketika ia mengajak orang

lain untuk berbuat yang sama. Sedikitpun ia tidak akan pernah

melakukan kejahatan yang pernah ia larang orang lain dari

mengerjakannya. Ia akan selalu mengajak orang lain ke jalan yang baik,

dan ia selalu takut kalau dirinya terjatuh dalam lingkaran kemunafikan.

Oleh karena itu, ia akan selalu bersikap ikhlas. Lebih jauh menurut

Gulen, Rasulullah saw pernah menerangkan dalam sebuah hadis yang

sangat menakutkan bagi setiap mukmin yang suka menasehatkan

kebaikan kepada orang lain, seperti yang disebutkan dalam sabda beliau

berikut ini, ‚Sesungguhnya yang paling aku takutkan terjadi pada umatku adalah kemunafikan dalam berbicara‛.56

Lebih spesifik lagi Gulen menjelaskan, seorang mukmin yang sejati

akan selalu merasa takut kalau dirinya terjerembab ke dalam lubang

kemunafikan. Oleh karena itu, setiap saatnya ia merasa untuk

menyampaikan nasihat yang baik kepada orang lain. Penjelasan hadis di

55

Seorang mukmin yang mukhlis dan bersungguh-sungguh antara perbuatan dengan

tutur katanya, menurut Gulen, ia tidak akan berdusta seperti apa yang dilakukan oleh orang-

orang munafik. Sebagaimana yang telah disebutkan oleh al-Qur’an. Dengan kata lain, siapa

saja yang berusaha menerangkan tentang agama ini, keimanan, al-Qur’an, dan nilai-nilai

keislaman. Maka hedaknya ia meluruskan perbuatan mereka sesuai dengan tutur kata yang

mereka ucap. Sekecil apapun hendaknya mereka tidak melakukan perbuatan dosa dalam

hidupnya. Dan, hendaknya pula mereka menganggap perbuatan dosa itu sebagai sesuatu yang

sangat membahayakan bagi diri mereka. Jika mereka sampai melakukan perbuatan dosa yang

terpublikasi, mereka akan merasa tersiksa, dan akan menderita kekecewaan yang sangat

mendalam sepanjang hidup. Sehingga mereka harus selalu memohon ampunan. Muhammad

Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 126-127.

Lihat juga Muhammad Fathullah Gu>lan, As’ilah al-As}r al-Muhayyirah, terj Asrin Wurkhan

Muhammad ‘Ali>, (Kairo: Da>r Ni>l, 2008), 62. 56

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 127. Bandingkan Muhammad Fathullah Gulen, Toward a Global Civilization of Love and Tolerance. terj Mehmet Unal, (New Jersey, Tughra Books, 2011), 162

Page 86: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

66

atas termasuk ancaman bagi para pelakunya. Adakalanya sejumlah da’i

terus menerus berdakwah di berbagai media masa, akan tetapi wajah

mereka tidak pernah terlihat sebagai orang-orang yang ahli sujud, kalbu

mereka kosong dari sikap keikhlasan, dan pribadi mereka terlihat tidak

jujur. Dalam pandangan Gulen para da’i mempunyai posisi yang sangat

penting. Sebagaimana Gulen memberikan perumpamaan: ‚Imam yang

bodoh bisa melenyapkan agama dan dokter yang bodoh bisa

melenyapkan nyawa.‛ Dari perumpamaan di atas mengisaratkan bahaya

da’i yang bodoh lebih besar daripada dokter yang bodoh, karena

kebodohan dokter dan bahayanya terbatas pada kehidupan jangka pendek

di dunia, sementara da’i bodoh merusak kehidupan abadi.57

Al-Qur’an banyak menyebut sifat-sifat baik orang-orang yang

berdakwah, dan al-Qur’an juga memperingatkan mereka dari sifat-sifat

kemunafikan. Agar orang-orang beriman tidak terjerembab ke dalam

nilai-nilai kemunafikan. Seperti yang telah disebutkan oleh Allah swt

dalam firman-Nya berikut ini;

‚Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. dan jika mereka berkata kamu mendengarkan Perkataan mereka. mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar, mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. mereka Itulah musuh (yang sebenarnya) Maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?‛ (al-

Munafiqun: 4).

Menurut Gulen, Penjelasan dari firman Allah Swt. di atas

menunjukkan bahwa kaum munafik selalu berlawanan antara kata

dengan perbuatannya. Bukan itu saja, sebagaimana yang diterangkan

oleh al-Qur’an, bahkan gerak-gerik badan mereka, perbuatan mereka,

juga ucapan mereka menunjukkan bahwa mereka adalah kaum munafik.

Mereka mampu mengumpulkan orang banyak, dan mengajak mereka

57

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 128. Baca juga Muhammad Fathullah Gu>lan, As’ilah al-As}r al-Muhayyirah, terj Asrin Wurkhan Muhammad ‘Ali>, (Kairo: Da>r Ni>l, 2008), 78.

Page 87: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

67

mengikuti tutur kata mereka. Sehingga para pendengar itu bagaikan

orang-orang yang tengah terkena sihir oleh tutur kata mereka. Padahal

sesungguhnya mereka adalah musuh yang nyata bagi masyarakat.58

Al-Qur’an menyebutkan sifat orang-orang munafik sejelas itu, agar

orang-orang beriman tidak sampai tertipu oleh perbuatan mereka yang

mengajak manusia dengan nama agama, kesatuan, dan persatuan.

Sementara itu, mereka sendiri tidak pernah melakukan (mengamalkan)

semua perintah tersebut sedikitpun. Al-Qur’an mengancam orang-oang

munafik itu dengan ancaman yang sangat keras, agar orang-orang yang

beriman tidak memberi kesempatan sedikitpun bagi mereka untuk hidup

di tengah orang-orang yang beriman. Firman Allah swt di atas menurut

Gulen, akan membuat kalbu setiap da’i yang mukhlis menjadi gemetar.

Sebab, da’i yang mukhlis takut kalau ia sampai terjerembab ke lembah

kemunafikan. Oleh karena itu, da’i yang mukhlis akan selalu berhati-hati

dalam tutur kata dan perbuatannya, agar ia terhindar dari ancaman Allah,

seperti yang ditujukan kepada orang-orang munafik.59

d. Bukan karena Kepandaian dalam Beretorika

Dalam pandangan Gulen, pengaruh tutur kata dan perbuatan seorang

da’i bagi para pendengarnya bergantung kepada besar-kecilnya

keikhlasan. Jika seorang da’i tidak ikhlas, maka tutur katanya tidak akan

berpengaruh sedikitpun di kalbu para pendengarnya. Artinya, sampainya

petunjuk ke kalbu seseorang tidak bergantung kepada kehebatan orasi

sang da’i, akan tetapi lebih karena pertolongan Allah ‘Azza wa Jalla semata. Sebagaiman yang telah disebutkan Allah di dalam firman-Nya

berikut ini,

‚Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk‛. (QS. al-Qashash: 56).

Menurut Gulen, Firman Allah di atas mengisyaratkan, bahwa yang

berwenang memberi petunjuk (hidayah) ke dalam kalbu seorang hamba

hanya Allah semata, bukan karena baiknya perilaku atau tutur kata

seseorang. Oleh karena itu, setiap da’i hendaknya senantiasa bersikap

ikhlas ketika menyampaikan dakwahnya kepada orang lain. Agar orang

58

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 128-129. 59

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 129.

Page 88: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

68

lain mendapat petunjuk dari sisi Allah swt melalui dakwahnya. Al-

Qur’an menyebutkan bagi setiap mukmin, ia harus menyamakan antara

tutur kata dan perbuatannya. Jika ia dapat menyamakan antara tutur kata

dan perbuatannya, maka ia termasuk seorang mukmin yang sejati. Jika

tidak, maka ia termasuk seorang yang munafik. Ada sebagian orang yang

mengira, jika seseorang tidak dapat berjuang dan tidak dapat menjauhi

segala perbuatan maksiat, maka cukup baginya menyampaikan nasihat-

nasihat yang baik bagi orang lain. Tentunya, perkiraan semacam itu

tidak lain hanyalah bisikan setan belaka, sedikitpun tidak ada

hubungannya dengan tuntunan al-Qur’an dan al-Sunnah.60

Al-Qur’an telah mengabadikan ucapan nabi Allah Syu’aib as

sebagai berikut,

‚…Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan…‛. (QS. Hud: 88).

Penjelasan lebih lanjut dari firman Allah di atas adalah, ketika Nabi

Syu’aib tengah berdilog dengan kaum beliau, ‚Ketahuilah, bahwa aku

tidak mengharapkan kebaikan apapun dari sisi kalian, utamanya pada

saat aku mengatakan bahwa riba itu diharamkan, dan suap menyuap itu

dilarang. Sebab, aku tidak terpikir ingin mendapat suap sedikitpun dari

kalian‛. Ucapan nabi Allah Syu’aib as yang sepolos itu menunjukkan,

bahwa dirinya benar-benar jujur dalam menyampaikan dakwah kepada

umat beliau. Apalagi beliau adalah seorang nabi dan utusan Allah.

Masalah ini harus dijadikan pedoman bagi setiap da’i . nabi Allah

Syu’aib as mengajak kaum beliau ke jalan Allah, dan kepada jalan yang

lurus. Beliau selalu ingat akan pokok-pokok dasar berdakwah, dan al-

Qur’an berulang kali menyebutkan pokok-pokok berdakwah itu kepada

kita.61

60

Petunjuk (hidayah) hanya ada di tangan Allah Swt. Dia akan memberikan petunjuk

itu kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allah akan memberi bagi siapa pun yang

dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, tidak seorang da’i pun yang pantas merasa bahwa ia dapat

menyampaikan petunjuk ke dalam kalbu seseorang, baik itu berkaitan dengan perilaku

maupun tutur katanya. Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h,

terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 129-130. 61

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 131.

Page 89: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

69

Rasulullah saw juga menyebutkan pokok-pokok berdakwah itu

berulang kali. Rasulullah tidak pernah menyebutkan, bahwa beliau

adalah orang yang paling taat, seorang nabi yang tidak diungguli oleh

siapapun, khususnya ketika beliau Isra’ dan Mi’raj, serta Allah selalu

mengingatkan beliau di dalam firman-Nya swt berikut ini,

‚Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)‛. (QS. al-Hijr: 99).

Penjelasan ayat di atas menurut Gulen, Nabi saw selalu berpegang

teguh kepada perintah Allah swt sepanjang hidup. Beliau tidak pernah

merasa diri mempunyai kelebihan apapun tanpa izin Allah Swt. Setiap

tutur kata yang beliau sampaikan mempunyai kesan tersendiri bagi

pendengar. Karena tutur kata beliau saw tidak pernah bertentangan

dengan perbuatan beliau sehari-hari meskipun beliau dalam kedaan yang

sangat memprihatinkan. Diriwayatkan, bahwa Rasulullah saw pernah

berkata kepada Sayyidah ‘Aisyah ra di suatu malam, ‚Wahai ‘Aisyah

izinkan aku beribadah di malam ini‛. jawab ‘Aisyah, ‚ Demi Allah,

sebenarnya aku masih senang berada di dekatmu, akan tetapi aku lebih

senang terhadap apa saja yang menyebabkan engkau gembira dengan

melakukannya‛. Maka saw bangun dari tempat tidur, kemudian bersuci

dan melakukan shalat malam. Dalam shalat itu, beliau saw menangis

hingga membasahi tempat sujud beliau, sampai Bilal datang untuk

memberi tahu bahwa sudah tiba waktunya shalat Shubuh.62

Hal yang paling pokok bagi setiap da’i menurut gulen, adalah

hendaknya ia selalu menghubungkan kalbunya kepada Allah swt. Itulah

yang dijalankan oleh Rasulullah saw sebagai hamba yang sekaligus

Rasul-Nya. Karena, jika seorang hamba tidak merasa dekat dengan Allah

sebagai Tuhannya, maka hidupnya akan terasa hampa (kosong), sehingga

62

Rasulullah saw adalah seorang nabi yang senantiasa mengajak umat beliau ke jalan

Allah swt dan beliau selalu mendudukan beliau sebagai hanba-Nya. Beliau saw senantiasa

meningkatkan ibadah setiap saatnya, meskipun beliau tengah menderita sakit, dan beliau

tidak bisa berdiri untuk menegakkan shalat, hingga akhir hayat beliau. Meskipun dalam

keadaan sakit, Rasulullah saw senantiasa memikirkan istri-istri beliau, anak cucu, dan umat

beliau. Rasulullah ingin kalau mereka semua diberi kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Meskipun dalam keadaan yang sangat memprihatinkan, Rasulullah saw senantiasa melakukan

berbagai ibadah sunah. Beliau masih melakukan shalat sunah yang sangat panjang. Jika beliau

tidak dapat melakukan sambil berdiri, maka beliau melakukannya sambil duduk. Beliau juga

senantiasa bersungguh-sungguh dan bersikap tawadhu’, ikhlas serta memenuhi janji.

Rasulullah saw adalah suri teladan yang terbaik bagi umat beliau, sehingga beliau senantiasa

menaati perintah Allah Swt. hingga akhir hayat beliau.Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 131-132.

Page 90: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

70

ia dipacu oleh nafsunya untuk berbuat segala sesuatu (amalan) yang

buruk.63

e. Selalu Mengiringi dengan Do’a

Selain beberapa sifat terpuji dari sifat rasulullah saw yang telah

disebutkan di atas, bahwa beliau senantiasa berdo’a di samping

menyampaikan dakwah kepada umat beliau. Bahkan Rasulullah saw

senantiasa menganjurkan kepada para sahabat beliau dan umat Islam

pada umumnya untuk senantiasa berdo’a. seperti yang telah disebutkan

di dalam firman Allah ‘Azza wa Jalla berikut ini,

‚Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): "Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), Padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)". (QS.

al-Furqa>n: 77).

Rasulullah saw senantiasa berdo’a ketika beliau hendak tidur,

setelah bangun dari tidur, pada saat hendak makan, minum, ketika

hendak berpakaian, juga pada saat melepaskan pakaian. Beliau juga

senantiasa berdo’a ketika hendak memasuki kamar mandi, juga pada saat

hendak berwudhu’. Dengan demikian, beliau saw senantiasa berdo’a

dalam urusan keduniaan beliau. Tidak seorangpun yang selalu berdzikir

kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan berdo’a dalam segala urusannya, seperti

yang dilakukan oleh beliau.64

Contoh kehidupan Rasulullah saw yang dipenuhi berbagai bentuk

teladan yang baik telah dijadikan simbol dan contoh hidup bagi setiap

orang dari umat beliau. Sehingga tidak seorangpun di muka bumi ini

yang dijadikan contoh oleh orang banyak selain beliau saw, dan contoh

yang beliau ajarkan itu telah diikuti oleh umat beliau sejak lebih dari

lima belas abad yang lalu. Hampir seluruh suri teladan baik yang pernah

beliau saw contohkan bagi umat beliau telah dilaksanakan oleh umat

Islam sepanjang hidup mereka masing-masing. Sejak dari contoh ketika

63

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 132. Muhammad Fathullah Gu>lan, al-Nu>r al-Kha>lid Muhammad Mafkhirah al-Insa>ni>yah, terj. Awirkhan Muhammad ‘Ali>, 85-87.

64Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 134.

Page 91: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

71

beliau saw makan dan minum, memakai pakaian, ketika berdiri, duduk,

bertutur kata, membuat perjanjian, dan segala urusan lainnya.65

Dengan mengikuti jejak Rasulullah saw secara teliti dan detail,

maka para da’i dapat dijadikan contoh yang baik oleh masyarakatnya.

Sebenarnya tugas seorang da’i harus menjadi suri teladan yang baik bagi

umat Islam, agar suri teladan yang baik dari pribadi Rasulullah saw dan

para sahabat beliau senantiasa hidup ditengah-tengah masyarakat Islam

di sepanjang masa dan semua tempat. Sebab, apabila kita ingin hidup

bahagia di dunia dan di alam akhirat kelak, maka tidak ada jalan lain

bagi kita, selain harus mengikuti jejak Rasulullah saw serta para sahabat

beliau.66

Menurut Gulen, Selain mementingkan masalah shalat, para sahabat

juga peduli kepada rukun-rukun agama yang lain, mulai dari rukun Iman

hingga rukun Islam. Mereka selalu menasehati umat Islam masing-

masing untuk peduli kepada semua perintah Allah swt dan larangan-Nya.

Selain itu, menurut Gulen, salah satu bentuk kehidupan Rasulullah saw,

beliau tidak pernah menyepelekan sesuatu yang berkaitan dengan

kehidupan beragama. Sedikit pun Rasulullah saw tidak pernah

melalaikan salah satu tugas keagamaan yang tengah beliau emban.

Sehingga dalam waktu singkat atau selama lebih kurang dua puluh tiga

tahun lamanya beliau dapat mendirikan suatu negara Islam yang sangat

besar dan mulia.67

Rasulullah saw sangat peduli terhadap kepentingan umat beliau, dan

hubungan mereka dengan beliau. Meskipun urusan Rasulullah saw sangat

terkait erat dengan dunia dan seisinya, akan tetapi beliau tetap tidak

pernah melupakan seorangpun dari keluarga dan para sahabat beliau

yang juga mulia. Rasulullah saw senantiasa memohon pertolongan

kepada Allah ‘Azza wa Jalla, agar Dia senantiasa memberikan ampunan

65

Suri teladan yang baik dari Rasulullah saw itu selalu diperankan oleh setiap orang

dari umat beliau dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, di dalam kehidupan Rasulullah tidak ada

waktu sia-sia untuk tidak berdzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla. Contoh baik dari seluruh

perbuatan Rasulullah telah dilakukan oleh para sahabat beliau secara cermat dan tepat.

Seperti yang mereka lihat dalam kehidupan beliau saw sehari-hari. Muhammad Fathullah

Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 135. 66

Disadari atau tidak, Islam selalu mengerahkan, membimbing serta memenuhi

kebutuhan kita. Bahkan Islam dan Rasul-Nya juga mengobarkan semangat juang. Selain itu

sikap Islam dan rasul-Nya yang seimbang dan moderat mampu meluaskan hati dalam

menyelesaikan masalah-masalah tentang kebenaran, keadilan, persamaan hak dan kewajiban.

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-

S{a>lih}i>, 136. Lihat juga Muhammad Fethullah Gulan, Membangun Peradaban Kita Islam adalah Masa Depan Dunia yang Memuliakan dan Menjunjung Tinggi Derajat Manusia, terj

Fuad Syaifuddin Nur dan Syarif Hade Masyah, (Jakarta: Republika, 2013), 161-162. 67

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 137.

Page 92: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

72

dan kemenangan bagi umat Islam sepanjang masa. Dan, beliau tidak

melakukan apapun kecuali apa yang diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla.68

Demikian pula sahabat Abu Bakar al-Shiddiq ra. yang tidak pernah

meninggalkan shalat tahajjudnya walau semalam, meskipun ia sangat

sibuk memerangi orang-orang yang murtad di siang hari, namun ia tidak

pernah meninggalkan bacaan al-Qur’annya setiap siang dan malam

harinya. Abu Bakar juga kerap menangis ketika membaca ayat-ayat suci

al-Qur’an. Demikian pula hanya dengan sahabat ‘Umar ibn Khathab ra

yang berhasil mengalahkan dua kerajaan besar seperti Romawi dan

Persia. Akan tetapi ‘Umar tidak pernah lalai sedikitpun dari menegakkan

ibadah dan perjuangan Islam. Tidak berbeda jauh dengan Abu Bakar dan

Umar, sahabat ‘Utsman ibn ‘Affan ra pun melakukan hal yang serupa.

Pada saat ia tengah sibuk menghadapi berbagai cobaan dari internal

umat Islam, ia terus-menerus berusaha dan membaca al-Qur’an tanpa

henti. Sehingga ia terbunuh ketika tengah berpuasa dan saat membaca

al-Qur’an. Darah ‘Utsman menetes di atas lembaran (mushaf) al-Qur’an

yang masih terbuka, dan kelak akan menjadi saksi baginya bahwa ia

terbunuh ketika sedang membaca al-Qur’an.69

Seperti telah disebutkan didalam firman-Nya swt sebagai berikut:

‚...Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui‛. (QS. al-Baqarah: 137).

Demikian pula kondisinya dengan sahabat ‘Ali bin Abi Thalib ra ia

tidak pernah lalai dari mendirikan shalat malam sesaatpun. Setiap malam

‘Ali selalu bermunajat dan bersujud di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla,

Serta ia merasa gemetar setiap kali mendengar suara adzan. Sebab, ‘Ali

merasa bahwa telah tiba saatnya untuk menghadap kepada Allah di

dalam mendirikan shalatnya.70

68

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 137-138. 69

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 138. 70

Para sahabat Rasulullah saw telah menunaikan kewajiban berupa amar ma’ruf nahi munkar dengan sebaik mungkin. Mereka berhasil di dalam menunaikannya dengan sungguh-

sungguh dan mengharapkan keridhaan Allah Swt. semata. Dengan kata lain , setiap mukmin

dan muslim wajib baginya menegakkan amar ma’ruf nahi munkar , apapun tugas sehari-

harinya, baik ia sebagai orangtua, sebagai imam masjid, sebagai da’i, sebagai guru, sebagai

dosen sebagai mahasiswa atau sebagai murid. Hendaknya setiap orang dari mereka

melakukannya dengan keikhlasan penuh semata karena Allah swt. Muhammad Fathullah

Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 138-139.

Page 93: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

73

Siapa saja yang melakukannya dengan ikhlas, maka ia akan

menyesuaikan perilaku dan tutur katanya, serta ia akan menghayati

tugas suci itu dengan baik. Setiap dakwah yang tidak disampaikan

dengan ikhlas, dan tidak dilaksanakan dengan suatu wujud pengamalan,

maka dakwahnya dinilai gagal, meskipun ia telah melaksanakannya

dengan baik. Sebab, urusan dakwah sangat erat kaitannya dengan

perkara akhirat. Seperti yang telah disebutkan di dalam sabda Rasulullah

saw sebagai berikut, ‚Ketika aku di-Isra dan Mi’rajkan, aku melihat sekelompok orang yang menggores lidah mereka dengan penggores tajam dari api neraka. Maka aku bertanya kepada malaikat Jibril, ‘Wahai Jibril, siapakah mereka itu?’, Jawab Jibril, ‘Mereka itu adalah para pemberi nasihat yang gemar memberikan nasihat ke jalan kebaikan, akan tetapi diri mereka sendiri tidak pernah mengerjakan perbuatan baik itu, meskipun mereka membaca firman-firman Allah‛.71

Itulah dampak negatif yang diterima bagi para pemberi nasihat yang

baik, yang mereka tidak pernah melakukannya. Mereka melarang

manusia dari perbuatan munkar, akan tetapi mereka sendiri justru

melakukannya. Dewasa ini kita sangat membutuhkan para da’i yang

melaksanakan berbagai nasihat baiknya, serta larangan dari kemunkaran.

Dalam hal dakwah ini, masyarakat tidak butuh kepada orang-orang yang

hanya pandai berbicara, tanpa bersedia mengamalkannya dengan baik.

Menurut Gulen, orang-orang semacam itu bagai kumpulan keledai yang

mengangkat sejumlah kitab yang berisikan ilmu, akan tetapi kitab-kitab

yang berisikan ilmu itu tidak berguna sedikitpun baginya.72

Dari berbagai dasar-dasar dan kaidah-kaidah dalam dakwah, secara

garis besar Gulen membagikan agar petunjuk, perbaikan dan penyadaran

mendapatkan hasil. Maka hal yang paling utama dilakukan yakni

mengetahui termasuk dari golongan mana dari beberapa golongan di atas

yang ingkar yang kita tuju. Hal ini menurut Gulen, apabila persoalan ini

bisa dideteksi maka jelaslah apa yang harus dilakukan. Di sini Gulen

membaginya menjadi sebelas katagori: Pertama, harus mengetahui jenis

pengingkaran lawan bicara. Kedua, mengetahui tingkat intelektual dan

sosial lawan bicara, dengan demikian da’i dapat berbicara dengannya

dalam tingkat dan bahasa yang bisa dipahami. Ketiga, mengetahui secara

baik hal yang ingin kita sampaikan sekaligus memberikan jawaban yang

memuaskan terhadap berbagai pertanyaan yang diajukan. Keempat, metode pemaksaan harus dijauhi. Kelima, pembicaran harus diarahkan

kepada hati lawan bicara. Setiap kalimat harus berawal dan berakhir

71

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 139. 72

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 139-140.

Page 94: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

74

dengan kejujuran dan cinta, bersumber dari hati, serta tidak berisi celaan

dan kata yang kasar terhadap pribadi dan pemikiran lawan bicara.

Keenam, tidak boleh mengkritik pandangan keliru lawan bicara kita atau

pertanyaannya yang salah dengan cara yang menyakitkan. Ketujuh,

memperkenalkan orang yang ingkar kepada teman-teman yang memiliki

akidah sehat dan jiwa bercahaya lebih baik dan efektif daripada seribu

nasihat. Kedelapan, sebaliknya, ia tidak boleh diperkanalkan dengan

orang-orang yang tidak berprilaku baik dan tidak berpandangan benar.

Kesembilan, hendaklah dari para da’i membiarkannya berbicara serta

bercerita tentang diri dan perasaannya. Ia harus dihormati dan diberi

kesempatan untuk mengungkapkan pemikirannya. Kesepuluh, hendaknya

dari para da’i perlu menegaskan bahwa berbagai pemikiran yang ia

kemukakan bukanlah pemikirannya seorang. Kesebelas, menyampaikan

dan menjelaskan kedua pilar syahadat.73

B.Gambaran dan Sifat seorang Da’i (Etika Dakwah)

1. Kasih Sayang.

Kasih sayang merupakan bentuk lain dari kelembutan yang lazim

dimiliki oleh da’i dalam berdakwah. Sikap ini termasuk bagian dari sentuhan

psikologis dalam berdakwah. Termasuk di dalamnya kesopanan. Adapun

kesopanan yang harus dipelihara sebagai etika berdakwah ini meliputi

perkataan dan perbuatan. Gaya atau perangai berbicara, cara mengenakan dan

bentuk pakaian yang dikenakan harus di jaga serapi-rapinya, sehingga tidak

melanggar norma-norma sosial yang telah berlaku di masyarakat, norma-

norma Islam dan juga tidak membosankan.74

Secara psikologis, sikap keras dan kasar yang ditunjukkan da’i

terhadap audiennya justru menyebabkan mereka antipati terhadap dirinya

maupun dakwah yang disampaikannya. Bukannya simpati yang mereka

rasakan, malahan justru ketakutan yang mencekam hati yang mereka rasakan

ketika berhadapan dengan da’i yang bersikap demikian. Karena itu Allah

Swt. menganjurkan agar da’i berhati lembut, pemaaf dan tegas, serta suka

bertukar pikiran dengan masyarakatnya dalam memecahkan persoalan.75

73

Muhammad Fathullah Gu>lan, As’ilah al-As}r al-Muhayyirah, terj Asrin Wurkhan

Muhammad ‘Ali>, (Kairo: Da>r Ni>l, 2008), 66-70. 74

Baca Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 66.

75Al-Qur’an menyatakan, sikap keras dan kaku sebagai perbuatan yang tidak etik

dalam berdakwah. Selain bertentangan dengan nilai kemanusiaan padaumumnya, sikap

tersebut juga berimplikasi pada tidak efektifnya tujuan dakwah yang hendak dicapai. Safrodin

Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 66.

Page 95: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

75

Dalam hal ini, Allah menjelaskan kelemah lembutan sikap Nabi saw

dalam berdakwah sebgai rahmat Allah Swt. yang dilimpahkan kepadanya.

Dalam al-Qur’an terdapat ayat sebagai berikut:

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu”.76

Ayat di atas menggambarkan bahwa kelemahlembutan yang tampak

pada diri Nabi saw sehingga beliau tidak marah dan menghardik orang-orang

yang tidak mematuhi komandonya di perang Uhud yang berakibat kekalahan

bagi pasukan muslim merupakan sikap beliau yang tepat dan etis dalam

berdakwah. Kekalahan ini ada kaitannya dengan beberapa kesalahan yang

dilakukan sahabat-sahabat nabi sendiri, di antaranya; pertama, ada sedikit

ganjalan di hati nabi saw berkaitan dengan sikap para sahabat yang

berkeinginan menyongsong musuh di luar kota Madinah. Nabi saw sendiri

lebih cenderung bertahan di Madinah. Kedua, terdapat ketidak-kompakan di

antara pasukan Nabi saw (sepertiga kembali ke Madinah). Ketiga, mereka

menyalahi perintah Nabi saw. Keempat, mereka tergoda dan terpedaya

dengan ghani>mah (harta rampasan perang). Kelima, mereka menjadi lemah

mendengar kematian Nabi saw, lalu melarikan diri dan membiarkan nabi

dalam kelompok kecil.77

Meskipun demikian, berkat kasih sayang Tuhan yang ditanamkan ke

dalam jiwa Nabi saw, beliau tetap santun dan ramah kepada mereka. Bahkan

beliau memaafkan dan memohonkan ampun atas mereka. Sehingga dengan

sikap demikian itu, Nabi saw masih menjaga kesolidan umat Islam dan

pasukannya sehingga tidak bercerai berai. Padahal solidalitas dan kesatuan

umat Islam waktu itu sangat dibutuhkan di saat mereka masih menjadi umat

minoritas yang berhadap-hadapan dengan pasukan koalisi kafir Quraisy dan

Yahudi.78 Kenyataan ini, memperlihatkan dengan jelas kasih sayang Tuhan

76

Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan

politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya. (QS. Ali‘Imran:159) 77

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah, 315-316.

78A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran

Dakwah Harakah, 316. Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 67.

Page 96: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

76

dalam akhlak dan watak Nabi saw yang serba baik, pengasih dan lemah

lembut, yang memungkinkan banyak orang terpikat dan bersimpati

kepadanya. Inilah kasih sayang yang menyebabkan Rasul saw menjadi orang

yang amat santun dan bersikap lemah lembut kepada sahabat-sahabatnya.79

Apabila Nabi saw tidak bersikap demikian, bersikap kasar dan saling

menyalahkan maka kemungkinan perpecahan atau bahkan pemurtadan sangat

besar terjadi dalam umat Islam sendiri, dan hal itu akan menciptakan

persoalan besar bagi kelanjutan dakwah Islam waktu itu. Sebab itu, sikap

lembut yang ditunjukkan Nabi saw tersebut secara teologis disebut oleh al-

Qur’an sebagai rahmat Allah Swt. kepada Nabi saw yang memiliki manfaat

amat besar bagi umatI slam waktu itu.80

Setidaknya terdapat dua sikap yang dianggap etis menurut ayat

tersebut, yakni; pertama, sikap kasar, kedua, sikap kaku serta keras hati.

Kedua sikap ini kontra produktif dengan tujuan dakwah bila bercermin pada

diri da’i ketika berdakwah, yang bisa berakibat bukan simpatik yang

diperolehnya malahan cemoohan atau keingkaran yang dihadapinya. Oleh

sebab itu, al-Qur’an menegaskan agar para da’i memiliki sifat dan sikap-sikap

tertentu sebagai manifestasi etika berdakwah yang telah di contohkan oleh

Nabi saw dalam ayat tersebut, yakni; pertama, lemah lembut, kedua, pemaaf

dan suka meminta maaf kepada Allah Swt atas kesalahan umatnya, ketiga,

mentradisikan musyawarah dalam setiap memecahkan persoalan, keempat,

sikap tawakkal yang tinggi ketika memiliki kamauan untuk melakukan

perbuatan tertentu.81

Sikap-sikap tersebut merupakan sikap yang secara psikologis

memiliki watak positif yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan

(humanis) dan tentunya dapat diterima oleh manusia pada umumnya. Tradisi

musyawarah misalnya bisa kita nilai sebagai media untuk memecahkan

segala persoalan umat dengan melibatkan pendapat dan fikiran banyak orang,

dan ini sekaligus menjadi penghargaan tersendiri bagi eksistensi setiap

individu dan hak-haknya dalam komunitasnya. Tradisi ini sekaligus juga

menjadi media yang efektif untuk memelihara persatuan dan kesolidan umat

(komunitas). Karena, setiap individu melalui tradisi ini merasa dihargai

dalam struktur sosialnya.

Pesan lain yang tersirat dari ayat di atas adalah bahwa kelembutan

sikap dan bahkan perangai merupakan magnet psikologis sekaligus nilai etika

dakwah yang harus di bina oleh setiap da’i dalam aktifitas dakwahnya kepada

79

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah, 316.

80Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas

Qur’ani dan Realitas Sosial, 67. 81

Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 67-68.

Page 97: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

77

setiap orang yang didakwahi tanpa diskriminasi, tanpa harus dibedakan oleh

strata sosial, jenis kelamin, bangsa, ras maupun warna kulit. Yang menjadi

pangkal perhatian dalam konteks tersebut adalah antusias dan ketulusan

mereka untuk mendapatkan nasehat-nasehat dan pelajaran-pelajaran yang

baik dari dakwah.82

Prinsip etika lemah lembut dan kasih sayang ini juga dipertegas lagi

dengan perintah Allah Swt agar Nabi saw berdakwah dengan hikmah, dan

pelajaran yang baik serta nasehat yang baik, sekaligus mengajak mereka

berdialog dengan cara yang lebih baik bila mereka membantah dakwahnya.

Dalam hal ini Allah befirman:

‚Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk‛. (QS. al-Nahl:125)

Ayat di atas biasanya dijadikan dalil mengenai metode dan strategi

dakwah. Namun, pada sisi lain bisa pula menjadi diktum untuk mempertegas

prinsip etika kasih sayang, kelemah-lembutan dan kedamaian yang diajarkan

al-Qur’an kepada kita dalam berdakwah. Sebagai manifestasi dari

kelembutan sikap dan kasih sayang, dakwah harus dilakukan dengan cara

yang ramah dan lebih baik daripada sikap yang ditunjukkan oleh audiensnya.

Dalam al-Qur’an bahkan Allah Swt. menganjurkan Rasul saw dan para da’i

untuk menyeru manusia ke jalan Allah Swt dengan; pertama, al-H{ikmah,

kedua, al-Mauiz}ah h}asanah, yang bearti pernyataaan dan nasehat yang baik.

Ketiga, perdebatan atau jawaban terhadap audiens dakwah dengan bahasa

yang lebih santun dan halus bila mereka membantah atau menghendaki

berdebat dengannya sehingga mereka tidak merasa sakit hati dan terhina.

Jawaban da’i terhadap bantahan mereka terhadap subtansi dakwah dilakukan

dengan cara, dan tutur kata yang lembut dan halus, tidak sebaiknya dengan

nada yang tinggi atau nada menghujat. Karena, jawaban tersebut (mujadalah)

dikemukakan untuk membuktikan kebenaran dakwah yang disampaikan

sesuai dengan kadar logika yang mereka miliki, sehingga mereka dapat

memahami dan mau menerima dakwah tersebut.83

82

Baca Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 68-70.

83Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas

Qur’ani dan Realitas Sosial, 70-71.

Page 98: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

78

Senada dengan pesan ayat tersebut, Allah Swt. juga melarang

berdebat dengan ahl kitab kecuali dengan bahasa perdebatan yang lebih

santun. Dalam hal ini, Allah Swt berfirman:

‚Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka,84 dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri".

Pada tempat lain, Allah Swt. juga memerintahkan Nabi Musa as. dan

Harun as. untuk menggunakan kata-kata yang halus ketika mendakwahi raja

fir’aun supaya ia dapat menerima nasehat atau setidaknya merasa takut.

Berkaitan dengan hal ini, Allah Swt berfirman sebagai berikut:

‚Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut".85

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa salah satu prinsip etika

dakwah adalah sikap lemah lembut, kasih sayang dan pemaaf. Manifestasi

kelembutan dalam berdakwah ini meliputi kelembutan hati dan sikap,

kelembutan perangai dan kelembutan tutur kata. Kelembutan-kelembutan ini

merupakan manifestasi dari kasih sayang dan tidak identik sama sekali

dengan ketidak-tegasan. Karena ketidaktegasan itu tidak terletak pada

perangai atau bahasa tutur kata, tetapi lebih mengarah kepada subtasnsi

pesan.86

Berkenaan dengan penjelasan di atas Gulen memberi perumpamaan

Seorang da’i bagaikan seorang pejuang yang mengembangkan kasih sayang

kepada segala sesuatu. Da’i tidak akan menggunakan cara-cara yang keliru

untuk menyampaikan dakwahnya, misalnya menggunakan kekerasan,

kekuatan, dan paksaan. Menurut Gulen hal ini dikarenakan untuk

84

yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim ialah: orang-orang yang setelah

diberikan kepadanya keterangan-keterangan dan penjelasan-penjelasan dengan cara yang

paling baik, mereka tetap membantah dan membangkang dan tetap menyatakan permusuhan.

(QS. al-‘Ankabu>t: 46) 85

QS. T{a>ha>: 44. 86

Baca Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, 72.

Page 99: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

79

meneguhkan iman dalam hati seorang tidak perlu menggunakan cara-cara

yang keliru. Untuk menerangkan keimanan kepada orang lain dibutuhkan

sikap kasih sayang, toleransi, dan kesabaran. Bila ini yang dilakukan maka

keimanan dapat tumbuh subur di hati setiap orang yang mendengar nasihat

baiknya. Selain itu, hendaknya setiap da’i mampu menggunakan cara-cara

yang menarik simpatik di hati para pendengarnya. Hendaknya ia menjadi suri

teladan yang baik bagi umatnya, agar umatnya menghargai kepribadian para

da’i itu. Tetapi kalau ada da’i yang menggunakan cara kekerasan dan

paksaan, maka para pendengarnya tidak akan merasa terpanggil untuk

mengikuti tuntunannya.87

Sikap kasih sayang kepada umat yang diperankan oleh pribadi

Rasulullah saw menjadikan dakwah beliau dapat diterima orang banyak

dalam waktu yang sungguh sangat singkat. Dalam salah satu sabdanya beliau

menyebutkan sebagai berikut, ‚Aku bagi kalian adalah bagai seorang ayah‛.

Ini menunjukkan sejak mudanya, beliau saw sudah bersikap penuh kasih

sayang kepada umatnya. Beliau saw menganggap setiap mukmin sebagai

puteranya sendiri, sehingga beliau saw selalu bersikap kasih sayang kepada

setiap umatnya. Demikian pula umatnya pun sangat mencintai beliau saw

lebih dari kecintaan mereka pada ibu bapak mereka sendiri, atau bahkan lebih

mencintai beliau saw dari dirinya sendiri. Karena itu, sikap beliau saw yang

penuh kasih sayang perlu mendapat kehormatan yang luar biasa dari setiap

umat. Dalam dakwahnya beliau saw selalu bersikap kasih sayang kepada

setiap orang, karena hanya dengan sikap itu beliau saw dapat menarik

simpatik orang lain untuk mencintai dan mengikuti segala petunjuk yang

beliau saw sarankan.88 Demikian pula, hendaknya setiap da’i mempunyai jiwa yang penuh

kasih sayang kepada semua orang, agar mereka dapat menyelamatkan orang-

orang itu di dunia dan akhirat. Adapun contoh yang paling baik bagi kita

adalah pribadi Rasulullah saw. sepanjang hidupnya Nabi saw terus-menerus

berdakwah untuk mengajak manusia beriman kepada Allah, meskipun beliau

menghadapi berbagai tantangan dan perlakuan yang tidak manusiawi.

Adakalanya beliau saw dijerat lehernya dengan sehelai kain oleh musuhnya,

adakalanya pula beliau saw dilumuri dengan kotoran binatang, adakalanya

pula jalan beliau saw dipenuhi dengan duri-duri, meskipun beliau selalu

berusaha mengajak mereka ke jalan yang benar, agar mereka masuk ke dalam

surga. Sebagai contoh, ketika beliau saw berdakwah di kota Thaif, maka

87

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 157. 88

Cara yang ditempuh oleh Rasulullah saw untuk menyampaikan dakwahnya adalah

sangat luwes dan santai, sehingga siapapun yang menempuh cara-cara yang dilakukan oleh

beliau saw untuk mengajak orang lain kepada kebenaran, pasti akan sukses. Sebaliknya, jika

cara yang ditempuh bertentangan maka ia akan gagal. Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 159.

Page 100: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

80

beliau saw disakiti oleh sejumlah penduduknya dengan kedua kaki dan wajah

beliau saw terluka. Ketika itu beliau hanya ditemani oleh Zaid ibn Haritsah ra

sehingga malaikat penjaga gunung menawari jasanya akan menjatuhkan

gunung kota Thaif kepada mereka yang telah melukai pribadi Rasulullah

saw, tetapi tawaran baik dari malaikat itu ditolak oleh beliau89 seperti yang

disebutkan dalam sabda beliau berikut ini;

‚Aku masih berharap semoga Allah mengeluarkan anak cucu dari mereka yang mau menyembah Alllah Yang Maha Esa dan tiada sekutu baginya‛.

Selain itu, ketika wajah beliau saw terluka di medan perang, sehingga

darah beliau menetes ke bumi, pada saat seperti itu beliau saw masih berdo’a

sebagai berikut;

‚Ya Allah, berilah ampun apa yang telah dilakukan oleh umatku terhadap diriku, karena mereka tidak mengerti‛.

Do’a nabi di atas adalah untuk menyelamatkan umatnya dari siksa

Allah. Hal ini bisa terjadi karena besarnya rasa kasih sayang beliau saw

terhadap umatnya. Dalam bahasa al-Qur’an, kasih sayang disebut rahmah

yang berarti sensibilitas atau kepekaan tertentu yang mendorng perbuatan

baik (ihsa>n) kepada orang yang dikasihi. Pemilik sifat rahmah disebut rahma>n

atau rahi>m. Hanya saja, kata rahma>m dipergunakan hanya untuk Allah Swt.

sedang kata rahi>m dipergunkan untuk Allah dan untuk manusia, khusunya

Nabi Muhammad saw.90

Pentingnya sikap kasih sayang ini dapat dilihat dari sudut

kepentingan da’i maupun mad’u itu sendiri. Dari sudut kepentingan da’i

maupun mad’u itu sediri. Dari sudut kepentingan da’i, dapat ditegaskan

bahwa, kasing sayang bukan hanya diperlukan, tetapi merupakan kebutuhan

bagi seorang da’i. Hal ini dikarenakan da’i pada dasarnya adalah seoarng

pemimpin, pembimbing rohani, pengajar dan pendidik (mu’allim wa murabbi). Dalam kedudukan dan kapasitasnya semua itu, da’i merupakan

orang pertama yang harus memiliki sifat kasih sayang dan mewujudkan kasih

sayang itu dalam proses dakwah yang harus dilakukan. Sementara dari sudut

kepentingan mad’u, kasih sayang diperlukan karena watak dan jiwa manusia

mengalami perkembangan. Pada kenyataanya jiwa manusia tidaklah

sempurna. Namun, dalam waktu yang bersamaan, jiwa itu menerima

pertumbuhan dan perkembangan hingga mencapai tingkat kesempurnaan

tertentu. Dalam suatu komunitas pastilah di situ terdapat orang-orang yang

mimiliki kelemahan dan kekurangan.91

89

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 161. 90

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 162. Baca juga A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah, 315.

91A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran

Dakwah Harakah, 316.

Page 101: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

81

Dalam pandangan Gulen, ada suatu generasi yang meninggal dan

hidup. Di hadapan mereka terdapat berbagai halangan yang menghalangi

mereka menuju jalan yang benar, sehingga mereka lebih mengutamakan

kesenangan hidup dan hawa nafsunya daripada memilih keimanan, agama,

dan al-Qur’an. Sebenarnya yang berhak disalahkan bukanlah orang-orang

yang menyebabkan mereka menjadi sesat, tetapi kesalahan itu layak

dilimpahkan kepada para da’i yang tidak menyampaikan dakwahnya dengan

ikhlas, sabar, dan tekun.92

2. Mengedepankan toleransi dan menjaga empati

Menurut Gulen, sikap toleransi harus terambil dari akar yang

mengakui realitas perbedaan. Sikap seperti ini ditunjukan bahwa manusia

memerlukan perasaan yang langgeng dan kebutuhan untuk saling

menghormati, menjaga persahabatan, dan dialog aktif. Selain itu, toleransi

dapat menawarkan kekuatan dalam menjaga hubungan kemanusiaan dan

meminimalisir konflik yang terjadi.93 Lebih jauh lagi menurut Gulen,

hendaknya para da’i mempunyai sifat toleransi, lapang dada, dan luas

pandangan, meskipun pada saat yang sama ia tidak boleh mengendurkan

dakwahnya. Sebagai contohnya yang terbaik adalah ucapan Nabi saw yang

ditujukan bagi kaum Quraisy di Makkah yang dulunya mereka pernah

mengusir beliau saw dan umat Islam dari kota Makkah setelah mereka disiksa

mati-matian. Maka setelah Nabi saw dan sahabat-sahabat mereka dapat

menaklukkan kota Makkah, beliau saw bertanya kepada penduduk kota itu,

‚Bagaimanakah pendapat kalian, kiranya apa yang harus aku lakukan

terhadap kalian?‛, jawab mereka, ‛Engkau adalah saudara yang baik dari

keluarga yang baik‛, jawab beliau saw, ‚Pada hari ini tak ada cercaan

terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah

Maha Penyayang di antara para penyayang.94

Kesimpulannya, Nabi saw dan para sahabatnya memaafkan kejahatan

yang pernah dilakukan oleh penduduk kota Makkah terhadap beliau saw dan

para sahabatnya, sebagaimana Nabi Yusuf as memaafkan saudara-saudaranya

92

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 162-163. 93

Aaron Tyler, ‚Tolerance as a Source of Peace: Gulen and the Islamic

Conceptualization of Tolerance‛ Artikel dalam Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington

DC 14-15 November 2008 (Washington D.C: Rumi Forum, 2008). 735-736. Bandingkan

dengan Efrat. E. Aviv, “The Ligh of Tolerance’-Between Rabbi Abraham Kook and Hoja

Efendi Fethullah Gulen” Artikel dalam Conference Peaceful Coexistence Fethullah Gulen’s Initiatives in the Contemporary World Eramus University Rotterdam 22-23 November 2007

(New Jersey: Tughra Books, 2009). 89. 94

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 167.

Page 102: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

82

se-ayah yang telah menyakiti selama bertahun-tahun. Jadi setiap da’i, ia

harus mempunyai perasaan toleransi, lapang dada, dan berpandangan luas.

Kasih sayang Nabi tersebut merupakan puncak dari segala bentuk kasih

sayang yang melahirkan rasa belas kasihan yang mendalam atas penderitaan,

kehinaan, dosa-dosa dan kesalahan orang lain (umat). Dalam waktu yang

bersamaan timbul pula keinginan yang kuat agar mereka mampu menggapai

kehormatan Islam. Dari sifat kasih sayang ini, timbul sifat-sifat lain yang

terpuji, seperti sikap lemah lembut, toleran dan pemaaf. Dakwah dengan

sikap lemah lembut dan toleransi tinggi ini, dinilai sebagai sesuatu yang amat

positif. Dengan pendekatan ini, sikap-sikap yang kasar dan keras dari mad’u,

dapat berubah menjadi sikap yang ramah dan bersahabat.95 Sekiranya, sikap

kasar dan keburukan mereka dibalas dengan tindakan keburukan serupa,

boleh jadi kejahatan mereka justru makin menjadi-jadi.

Namun, dakwah lemah lembut dan toleransi tinggi ini, menurut

Quthub sebagaimana yang dikutip Ilyas Ismail, harus dilakukan secara

proporsional. Artinya, dakwah semacam ini tidak berlaku secara mutlak,

tetapi memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Pertama, bahwa

kejahatan yang dilakukan mad’u terbatas dalam pergaulan yang bersifat

personal, bukan kejahatan terhadap agama, akidah dan syari’at Islam.

Bilamana kejahatan yang dilakukan menyangkut agama Islam, maka tidak

ada toleransi sama sekali. Kedua, bahwa toleransi dan maaf yang diberikan

harus diyakini dapat memberikan pengaruh yang postif. Ini dapat terjadi bila

toleransi dan maaf itu dilakukan pada saat kaum muslim sesungguhnya

memiliki kesanggupan untuk melawan kejahatan itu. Hanya dalam keadaan

demikian toleransi dan maaf yang diberikan tidak akan dipandang sebagai

suatu kelemahan, tetapi justru sebaliknya merupakan suatu kemuliaan dan

keluhuran budi pekerti.96

Karena itu, diperlukan sebuah paradigma yang memadai untuk

membangun toleransi dalam konteks keberagamaan. Dalam hal ini, menurut

Zuhairi, ada tiga poin penting yang dapat menjadi catatan berkaitan dengan

toleransi berbasis agama: pertama, sacara dogmatik, toleransi harus dibangun

di atas kesadaran untuk menerima pihak yang dianggap salah. Kedua,

toleransi mengandaikan tidak hanya menerima pihak yang lain salah, tetapi

juga menebarkan penghargaan dan cinta kasih kepadanya. Ketiga, toleransi

merupakan upaya yang harus di dukung oleh semua pihak, terutama oleh

mereka yang mempunyai otoritas dan para penentu kebijakan publik.97 Sifat

95

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah, 318.

96A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran

Dakwah Harakah, 319. 97

Model toleransi yang pertama hanya berhenti pada posisi memaklumi kesalahan,

akan tetapi model toleransi yang kedua mencoba untuk memberikan penghargaan dan

menebarkan cinta kasih. Toleransi seperti ini lebih bersifat praktis, dan sudah dipastikan

Page 103: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

83

kasih sayang dan toleransi seperti yang telah dikemukakan di atas dan

sebagaimana telah diperlihatkan oleh Nabi saw, merupakan salah satu sifat

mutlak harus dimiliki oleh para da’i. Apa saja yang diperintahkan oleh Allah

kepada Nabi Muhammad saw, dengan sendirinya perintah itu berlaku pula

bagi para da’i. Apa yang diharapkan dari kita saat ini adalah kesadaran bahwa

toleransi adalah kekuatan yang tumbuh dalam diri sendiri dan kemudian di

lingkungan. Dalam rangka untuk membawa kelahiran kembali agama dan

bangsa, maka sikap, pikiran yang penuh kebencian harus dijauhkan dan

dihilangkan, kemudian menanamkan konsep toleransi dalam kehidupan

beragama dan bermasyarakat.98 Selain itu, setiap mukmin khususnya para da’i, hendaknya

mempunyai perasaan sangat prihatin ketika melihat kesesatan dan

pembangkangan umatnya terhadap agama Allah. Dengan perasaan itu, maka

hatinya akan tergerak untuk membimbing ke jalan yang lurus, seperti yang

dirasakan oleh Rasulullah saw ketika melihat kaumnya sangat sesat,99

sehingga al-Qur’an menggambarkannya seperti yang disebutkan dalam

firman Allah,

‚Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, Karena mereka tidak beriman‛. (QS. al-Syu’ara: 3).

Firman Allah di atas mengisyaratkan bahwa beliau saw sangat gusar

dan mengkhawatirkan keselamatan umatnya ketika mereka menentang ajaran

Islam. Sifat ini hendaknya dimiliki oleh para da’i. Perbuatan murtad atau

seorang yang keluar dari Islam yang dulunya ia yakini dengan benar termasuk

perbuatan yang merugikan umat Islam. Oleh karena itu sebagian ulama

berpendapat bahwa seorang yang murtad dari Islam harus dibunuh. Akan

tetapi, kebanyakan ulama berpendapat bahwa seorang yang telah keluar dari

Islam, maka pejabat negara harus menyadarkannya dan mengajaknya kembali

ke dalam Islam dengan dalil-dali yang dapat melunakkan hatinya, tetapi

kalau ia tidak mau kembali kepada Islam, barulah ia dibolehkan untuk

dibunuh. Karena Islam menganggap keluarnya seorang muslim dari Islam

tingkatannya lebih tinggi dan mulia. Sebab memahami pandangan dan pilihan orang lain

sebagai sesuatu yang bersifat manusiawi serta merta tidak bisa dihindarkan. Baca Zuhairi

Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme, 192-

195. 98

Efrat. E. Aviv, “The Ligh of Tolerance’-Between Rabbi Abraham Kook and

Hoja Efendi Fethullah Gulen” Artikel dalam Conference Peaceful Coexistence Fethullah Gulen’s Initiatives in the Contemporary World Eramus University Rotterdam 22-23

November 2007. 89-90. 99

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 167-168.

Page 104: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

84

akan membahayakan perasaan muslim lainnya, karena itu para pemuka Islam

tidak boleh tinggal diam menghadapi orang murtad.100

C. Urgensi Dakwah

Dalam Islam, salah satu ajaran yang paling penting dan berorientasi

praktis dan strategis (strategic oriented) adalah ajakan kepada manusai agar

berada dan tetap berada dalam jalan yang benar yang populer disebut

dakwah.101 Selain itu, dakwah merupakan masalah besar yang menyangkut

hajat dan kepentingan masyarakat luas. Sebab pada kenyataannya Islam tidak

mungkin berkembang tanpa adanya dakwah yang disebarkan oleh para tokoh-

tokoh dakwah. Dakwah juga sering kali di istilahkan dengan Menegakkan

amar ma’ruf nahi munkar102 yang merupakan tujuan utama dan termulia

diciptakannya manusia. Allah swt menciptakan alam semesta yang sebesar

dan selengkap ini demi terwujudnya usaha amar ma’ruf nahi munkar. Karena

itu, Allah sengaja menciptakan manusia sebagai khalifah di permukaan bumi

ini, demi terwujudnya kekhalifahan. Dan, untuk menunjang keberhasilan

tugas kehalifahan dimaksud, Allah sengaja mengutus sejumlah Nabi dan

Rasul sebagai penunjuk jalan menuju kehendaknya.103

Seperti tabligh, amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan keharusan

agama dan tuntutan iman. Amar ma’ruf merupakan kewajiban kaum Muslim

baik sebagai individu maupun umat, sekaligus menjadi ciri dan karakternya

yang khas yang membedakan masyarakat Islam dengan masyarakat lain.104

100

Sahabat Nabi saw Khalid ibn Walid pernah terburu-buru membunuh seorang

muslim yang baru keluar dari Islam, tanpa disadarkan lebih dulu untuk kembali ke dalam

Islam. Sehingga beliau saw sangat kecewa seraya berdo’a, ‘Ya Allah, aku berlepas diri

kepada-Mu dari perbuatan Khalid terhadap mereka. Kekecewaan yang pernah dilakukan oleh

Rasulullah saw pernah juga dirasakan oleh sahabat ‘Umar ibn Khathab, ketika ada seorang

laki-laki dari Yamamah dan bertanya tentang sesuatu yang penting kepadanya, tetapi

sahabat-sahabat ‘Umar menyebutkan bahwa laki-laki itu adalah seorang muslim yang telah

keluar dari Islam, tanya ‘Umar, ‚Apa yang kalian lakukan terhadapnya?‛, jawab mereka,

‚Kami memenggal lehernya‛. Mendengar ucapan mereka, maka ‘Umar sangat terkejut seraya

berkata, ‚Mengapa kalian tidak menahannya lebih dulu selama tiga hari, memberinya makan

sepotong roti setiap hari dan menyuruhnya bertobat, agar ia mau kembali ke jalan Allah‛.

Kemudian ‘Umar berdo’a, ‚Ya Allah, aku tidak menyuruh mereka untuk membunuhnya dan

tidak rela dengan perbuatan mereka‛. Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 168-169.

101Acep Aripudin, Dakwah antar Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), 123.

102Taufiq Yusuf al-Wa ‘iy mendefinisikan amar ma’ruf nahi munkar dengan

perbaikan, pelurusan, pendidikan sesuai ajaran dan risalah Islam, sehingga membutuhkan

pengetahuan, pembahasan, pandangan dan penyeleksian. Da’i yang beramar ma’ruf nahi

munkar haruslah memiliki pemahaman yang cerdas, baik, pandai dan sabar. Baca Taufik

Yusuf al-Wa‘iy, Fiqih Dakwah Ilallah, terj. Sofwan Abbas dkk (Jakarta: Al-I‘tishom, 2011),

364. 103

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 17. 104

‘Abd al-Kari>m Zaidan, Us}u>l al-Da’wah, (Mesir, Da>r al-Wafa>’, 1992), 308-309

Page 105: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

85

Masyarakat Islam adalah masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap

kebaikan dan petunjuk Allah, merupakan masyarakat yang selalu bekerjasama

dan bahu membahu dalam membangun kebaikan masyarakat dan memerangi

kejahatan.105

Dalam al-Qur’an, keharusan ini dikaitkan dengan kedudukan umat

Islam sebagai umat terbaik (khair u>mah) seperti terlihat jelas dengan jelas

dalam ayat ini:

‚Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik‛. (QS. Ali ‘Imra>n: 110)

Ayat di atas jelas merupakan jaminan bersyarat yang diberikan oleh

Allah Swt. kepada umat Islam, bahwa mereka adalah umat terbaik sepanjang

zaman selama senantiasa mampu mempertahankan eksistensi dakwah dalam

kehidupan mereka. Kesadaran memahami ayat di atas secara seksama akan

menumbuhkan semangat dan motivasi dakwah di kalangan umat terbaik ini.

Menurut Atabik Luthfi yang menarik dari susunan kalimat ayat di atas adalah

penyebutan kata ‚amar ma’ruf dan nahi munkar‛ (menyuruh kepada yang

baik dan mencegah dari yang munkar) yang merupakan esensi dakwah

didahulukan dari pada penyebutan kata ‚iman kepada Allah‛. Padahal iman

kepada Allah Swt. merupakan derajat tertinggi dan lebih dahulu

keberadaannya. Bahkan amar ma’ruf dan nahi munkar sendiri merupakan

konsekunsi iman kepada Allah Swt. ini menunjukkan betapa pentingnya

aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar, sekaligus merupakan perintah agar

umat siap mencurahkan segala potensi dan kemampuannya untuk

mewujudkan kebaikan dan mencegah timbulnya kejahatan bagi umat

manusia.106

Sebagai umat terbaik, umat Islam berdasarkan ayat di atas

berkewajiban melakukan tiga hal. Pertama, amar ma’ruf yakni menyuruh

manusia kepada kebaikan. Kata ma’ruf ini berarti sesuatu yang baik atau

105

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah, 169.

106Atabik Luthfi, Tafsir Da’awi Tadabbur Ayat-ayat Dakwah untuk Para Da’i,

(Jakarta: al-I’tishom, 2011), 2.

Page 106: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

86

yang dipandang sebagai kebaikan, merupakan sesuatu yang dipandang baik

oleh agama dan pemikiran akal. Ma’ruf juga berarti sistem dan tata-nilai itu

sendiri, serta usaha menanamkan dan membudayakan nilai-nilai Islam dalam

kenyataan individu, keluarga dan masyarakat. Kedua, nahi munkar, yakni

mencegah manusia dari kemungkaran. Munkar merupakan lawan dari ma’ruf,

berarti sesuatu yang buruk atau yang dipandang buruk oleh agama dan

pemikiran akal. Munkar juga dapat diartikan sistem dan tata-nilai jahiliyah.

Dalam perspektif ini, nahi munkar berarti mengubah sistem dan tata-nilai

jahiliyah dengan sistem dan tata-nilai islami. Ketiga, iman kepada Allah Swt.

Ini merupakan dasar dari tugas sebelumnya. Iman harus menjadi pusat

orientasi dari setiap kegiatan khair u>mah. Adapun, amar ma’ruf dan nahi munkar yang dilakukan haruslah dalam kerangka iman dan ibadah kepada

Allah Swt. Iman juga harus menjadi satu-satunya kriteria penilaian (mi>za>n)

dalam menetapkan mana yang ma’ruf dan mana yang munkar.107

Pada zaman modern ini, menurut Gulen, manusia sangat

membutuhkan tegaknya amar ma’ruf nahi munkar, bahkan dengan porsi yang

lebih dibandingkan masa-masa sebelumnya. Memang benar bahwa masa

kenabian telah berakhir dengan diutusnya Rasulullah Muhammad saw.

Namun demikian, pintu amar ma’ruf nahi munkar tidak serta-merta tertutup

rapat oleh berpulangnya beliau ke hariban ilahi berikut status beliau sebagai

penutup para Nabi dan Rasul. Sehingga saat seperti sekarang ini, ketika

banyak orang berkubang dalam lumpur kekafiran dan kemaksiatan, bahkan

lebih buruk atau lebih banyak dari yang pernah terjadi di masa-masa lampau,

amar ma’ruuf nahi munkar masih tetap serta akan selalu kita butuhkan. Oleh

karena itu, adanya berbagai bentuk bencana alam dan berbagai kesulitan yang

menerpa umat ini jauh lebih banyak daripada yang terjadi di masa-masa

lampau. Keadaan yang sangat sulit ini mengharuskan para da’i lebih cermat

daripada para penyeru yang ada sebelum mereka.108

107

Perintah amar ma’ruf dan nahi munkar dimaksudkan sebagai suatu ikhtiar dalam

mewujudkan kedamaian dan kebahagiaan masyarakat. Kebahagiaan masyarakat atau umat ini,

tidak akan terwujud, kecuali bila kebaikan menjadi dominan dalam masyarakat itu. Dominasi

kebaikan ini harus diupayakan melalui pembudayaan nilai-nilai Islam (amar ma’ruf) di satu

pihak, dan kontrol sosial (nahi munkar) terhadap berbagai penyimpangan dan ketimpangan

sosial yang terjadi dalam masyarakat di lain pihak. Baca A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah, 169-170.

108Dalam pandangan Gulen, mayoritas manusia yang hidup pada abad kedua puluh

satu ini senantiasa berkubang dalam lumpur dosa, sehingga manakala dosa-dosa mereka

diperlihatkan di hadapan mata kita, maka kita termasuk orang-orang yang akan melarikan diri

dari dosa-dosa kita sendiri. Meskipun dosa-dosa kita tidak terhitung banyaknya, akan tetapi

kewajiban menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tetap dibebankan kepada para da’i, agar

umat manusia mendapat kasih sayang Allah swt. Kita semua sangat lemah, dan Allah Maha

Kuat, Maha Mulia lagi Maha Pengasih serta Penyayang. Andaikata kita ungkapkan perasaan

kita seolah tidak pantas mendapat kasih sayang dari sisi Allah swt. Muhammad Fathullah

Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 24-25.

Page 107: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

87

Dengan kata lain, para da’i dewasa ini harus mempunyai kesanggupan

dan keikhlasan yang khusus untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, seperti yang pernah dimiliki oleh para sahabat Nabi saw dahulu. Meskipun

hawa nafsu seseorang lebih rendah dari segalanya, akan tetapi tugas suci yang

diemban di atas pundak masing-masing mereka juga lebih bernilai tinggi dari

segalanya. Dan, Allah swt akan menurunkan kasih sayang-Nya menurut

kebutuhan para hamba. Sebab, sentuhan kasih sayang Allah lebih besar

daripada kemauan hamba itu sendiri. Selain itu menurut Tufiq Yusuf al-

Wa’iy, tidak dibolehkan beramar ma’ruf nahi munkar kecuali menghiasi

dirinya dengan sifat-sifat: lembut, santun, beirlmu, paham. tidak riya, kosong

dari hawa nafsu dan bercitra baik.109

Selain itu, menurut Gulen, kualitas manusia yang berada di abad

kedua puluh satu ini seperti orang-orang yang tidak lagi mempunyai jiwa

ruhani. Sebab, kalbu mereka telah tersesat dari jalan kebenaran. Meskipun

keadaan manusia telah sedemikian parahnya pada masa ini, akan tetapi suara

dari sabda-sabda Rasulullah saw masih dapat terdengar di telinga kita. Yang

demikian itu, tidak lain karena besarnya kasih sayang Allah swt kepada umat

manusia. Oleh karena itu, kita wajib bersyukur kepada Allah Yang Maha

Pengasih atas kasih sayang-Nya yang luar biasa. Karena, hanya orang-orang

yang bersyukur saja yang akan selamat dari murka Allah swt.110

Mengingat urgennya amar ma’ruf nahi munkar, maka Allah Swt.

memerintahkan umat Islam untuk senantiasa melakukannya. Bahkan Allah

Swt. tidak hanya memerintahkan, melainkan juga memberikan balasan

berupa keberuntungan dan kemenangan. Allah Swt berfirman;

‚Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung‛. (QS. ‘Ali Imran: 104).

Maksud dari firman Allah swt di atas menurut Gulen, hendaknya ada

sebagian orang dari orang-orang yang beriman yang senantiasa menegakkan

amar ma’ruf nahi munkar, agar umat manusia tidak tenggelam dalam

109

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 25. Baca juga Taufik Yusuf al-Wa‘iy, Fiqih Dakwah Ilallah, terj. Sofwan

Abbas dkk, 390. 110

Gulen memberikan perumpamaan, hidup di masa sekarang, laksana berada di atas

perahu keselamatan yang dikemudikan oleh Rasulullah saw, dan para kru beliau (para da’i).

Selain itu, menurut Gulen, kualitas manusia dewasa ini laksana benda-benda yang tidak

bernyawa, dan tidak mempunyai rasa rindu maupun cinta kepada Allah Swt. Muhammad

Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 25-26.

Page 108: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

88

kesesatan dan sekaligus dapat mengurangi jumlah kemaksiatan. Jika di dalam

suatu masyarakat telah ada sejumlah orang yang senantiasa menegakkan

amar ma’ruf nahi munkar, maka masyarakat seperti itu akan terlindung dari

murka dan siksa Allah swt. lebih jauh lagi, dengan melakukan dakwah inilah

akan menghantarkan manusia ke pintu gerbang kebenaran Tuhan yang

Mahabenar.111

Sebagai perintah Allah Swt. sudah tentu jika dilaksanakan akan

menyebabkan lahirnya berbagai macam kebaikan, baik di dunia maupun di

akhirat. Sebaiknya, jika ditinggalkan dan diabaikan akan menyebabkan

timbulnya keburukan dan kehinaan, di dunia dan akhirat. Menurut Sayyid

Muhammad Nuh, pengertian amar ma’ruf adalah mengajak dan memberikan

dorongan kepada orang untuk melaksanakan kebaikan dalam seluruh dimensi

dan bentuknya, menyiapkan sebab-sebab dan sarana-sarananya dalam bentuk

mengokohkan pilar-pilarnya, serta menjadikannya sebagai ciri umum bagi

seluruh kehidupan. Sedangkan nahi munkar adalah memperingatkan,

menjauhkan dan menghalangi orang dari melakukannya, memutuskan sebab-

sebab dan sarana-sarananya sampai ke akar-akarnya, serta membersihkan

kehidupan dari segala bentuk kemungkaran, sehingga akan lahirlah kemuliaan

dan kedamaian hidup.112 Sebagaimana yang telah disebutkan di dalam

firman-Nya berikut ini,

‚Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan‛. (QS. Hud:

117).

Maksudnya, Allah tidak akan menurunkan beragam bencana atau

cobaan pada suatu masyarakat, jika di tengah-tengah masyarakat itu masih

ada sejumlah orang yang senantiasa menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Atau, Allah akan menunda siksa dan murka-Nya terhadap suatu kaum jika di

tengah-tengah kaum itu masih terdapat sejumlah orang yang senantiasa

menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Menurut Gulen berdasarkan tugas

dakwah inilah Allah menjadikan tanggung jawab dakwah sebagai tolak ukur

atas kebaikan dan keburukan.113

Oleh karena itu, Allah swt tidak akan menyiksa orang-orang yang

selalu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di kalangan masyarakatnya.

111

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 27. Lihat juga Muhammad Fathullah Gu>lan Wa Nahnu Nuqi>mu S{arh} al-Ru>h,

terj ‘Auni> ‘Umar Lut}fi>. (Kairo: Da>r al-Ni>l, 2008) 21. 112

Atabik Luthfi, Tafsir Da’awi Tadabbur Ayat-ayat Dakwah untuk Para Da’i, 11. 113

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 27. Lihat juga Muhammad Fathullah Gu>lan Wa Nahnu Nuqi>mu S{arh} al-Ru>h,

terj ‘Auni> ‘Umar Lut}fi>, 21-22.

Page 109: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

89

Hingga apabila ingin mendapatkan perlindungan dan keselamatan dari sisi

Allah, maka hendaknya segera menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. hendaknya pula meyakini bahwa jika tugas amar ma’rufnahi munkar ini tidak

dijalankan dengan baik, maka dapat dipastikan masyarakatnya akan

mendapatkan siksa Allah Swt. Berapa banyak masyarakat yang dikenal

sangat rajin beribadah pada setiap malam dan paginya, mereka juga rajin

berdzikir serta berthawaf di seputar Ka’bah, akan tetapi Allah justru

menimpakkan murka dan siksa-Nya kepada orang-orang itu, disebabkan di

tengah-tengah mereka tidak ada lagi sekelompok orang yang mau

menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.114 Dalam pandangan Gulen, persoalan yang sangat mendasar dalam

dakwah adalah tentang hakikat dakwah, dan juga berdakwah untuk

kepentingan yang berskala umum; berkaitan dengan kebutuhan manusia

kepada amar ma’ruf nahi munkar dari berbagai seginya. Sesuai dengan

kehendak Allah swt yang menentukan manusia sebagai khalifah-Nya di muka

bumi, maka Allah memberi manusia kekuatan serta kemampuan untuk bisa

mengeksplorasi apa saja yang telah Dia sediakan di permukaan maupun di

dasar bumi, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan manusia. Oleh karena itu,

tidak tersedia sifat yang spesial semacam ini pada makhluk-makhluk selain

manusia, yang dengan sifat tersebut manusia dapat mengembangkan serta

mengeksplorasi apa saja yang tersedia di permukaan bumi untuk kepentingan

dirinya sendiri dan pihak lain. Apalagi setelah mereka mengenal nama dan

seluruh sifat Allah Yang Mahamulia, khususnya yang disebut sebagai Pemilik

segala sesuatu. Sebab, Allah Swt adalah satu-satunya Dzat Yang Maha

Memberi atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya untuk kepentingan

manusia. Dengan kata lain, manusia diberi hak untuk memilih berdasar

kepada kehendaknya sendiri, sesuai dengan apa yang telah digariskan

(ditetapkan) oleh Allah swt. Hingga dengan cara semacam itu, manusia dapat

mengenal Allah sebagai Dzat Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, dan Dia

pula Yang Maha Menentukan atas segala peristiwa, sehingga manusia juga

merasa memiliki atau tidak memiliki apa saja yang berada di bumi ini sesuai

dengan kehendak Allah.115

Adapun kehendak manusia yang diberi kebebasan untuk memilih apa

saja yang diinginkannya, maka semua itu telah ditetapkan oleh Allah sejak

manusia dinyatakan sebagai khalifah Allah di muka bumi. Seperti telah

disebutkan di dalam firman-Nya swt berikut ini,

114

Pelaksanaan ibadah adalah salah satu manifestasi ketundukan dan kepatuhan.

Namun, kesemuanya itu bisa dinilai dengan akal dan logika sekaligus ada hikmah-hikmah

yang terkandung di dalamnya. Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>, 28. Baca juga Muhammad Fathullah Gu>lan, As’ilah al-As}r al-Muhayyirah, terj Asrin Wurkhan Muhammad ‘Ali>, (Kairo: Da>r Ni>l, 2008), 153.

115Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 28.

Page 110: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

90

‚Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi...‛ (QS. al-Baqarah:

30). Sejak saat itulah Allah swt telah memberikan kebebasan kepada

manusia untuk berkehendak, dan mengeksplorasi apa saja yang ada di bumi.

Sebagai seorang khalifah, maka manusia tidak bisa melampaui batas-batas

yang telah ditetapkan baginya dari sisi Allah. Adapun batas-batas yang telah

ditetapkan bagi manusia dari sisi Allah swt telah disampaikan melalui

petunjuk para Nabi dan Rasul. Jika manusia menjalankan secara baik dan

benar segala perintah Allah, maka ia termasuk makhluk yang paling mulia

dalam penilaian-Nya. Lebih jauh lagi bagi manusia yang mampu

merepresentasikan spirit Muhammad dan akhlak qur’ani yang luhur,

merekalah yang disebut sebagai hamba yang saleh.116

Setiap orang wajib mengenal Allah Swt sebagai Tuhan-nya, dan

mengenalkan Dzat Allah kepada orang lain, bahwa segala sesuatu yang ada

ini hanyalah milik Allah, serta Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Setiap

orang wajib mengenali dan mengenalkan kepada orang lain tentang para

Rasul Allah, kitab-kitab suci-Nya. Wajib pula melaksanakan segala perintah

Allah dan apa saja yang telah disampaikan melalui lisan Rasul-Nya dalam

kehidupan ini, termasuk di dalamnya adalah untuk menunaikan tugas amar ma’ruf nahi munkar. Sebab, tugas tersebut termasuk salah satu dari tujuan

Allah swt menciptakan manusia, yaitu sebagai khalifah di muka bumi. Jadi,

manakala seseorang telah menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, maka ia

termasuk hamba Allah yang telah melaksanakan perintah-Nya dengan baik,

sedangkan segala sesuatu yang tersedia boleh dijadikannya sebagai sarana,

sedikit demi sedikit, untuk kemanfaatan manusia. Semua itu dilakukan demi

menggapai keridhaan Allah swt.117 Selain itu menurut Gulen, manusia terbaik adalah siapa yang selalu

menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, sehingga semua waktunya digunakan

untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. juga bersikap takut atas murka

Tuhan-nya, sehingga seluruh kehidupannya disesuaikan dengan perintah-

perintah Allah yang berada di dalam kitab suci-Nya. Yaitu, dengan

menyayangi sesama manusia dan menyambung tali silaturrahim. Itulah

kewajiban yang terpenting untuk segera dilaksanakan oleh setiap mukmin

terhadap sesamanya. Adapun manusia sebagai makhluk yang sempurna, yang

116

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 29. Muhammad Fathullah Gu>lan Wa Nahnu Nuqi>mu S{arh} al-Ru>h, terj ‘Auni>

‘Umar Lut}fi>, 13. 117

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 29.

Page 111: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

91

diberikan akal pikiran, ingin merasakan bahwa hubungan di antara sesama

manusia terjalin dengan sangat erat. Maka harus senantiasa menyambung tali

silaturrahim, dan juga melaksanakan apa saja yang menjadi tugas manusia

terhadap pihak lain. Akan tetapi, yang lebih penting dari kesemuanya itu

adalah, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar bagi semua orang. Siapapun

yang mau dan mampu melakukan tugas ini dengan baik, maka ia termasuk

orang-orang yang dipuji oleh Allah swt.118 Hal ini sebagaimana firman Allah

berikut ini;

‚Mereka itu tidak sama; di antara ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang), Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh‛ (QS. Ali ‘Imran: 113-114).

Dalam pandangan Gulen, ayat di atas menjelaskan tentang keutamaan

dan kemuliaan orang yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Siapa saja

yang telah menunaikan tugas amar ma’ruf nahi munkar dengan baik, maka ia

termasuk orang yang beriman, dan bersungguh-sungguh dalam keimanannya.

Sebab, firman Allah di atas dan tersedia pula sejumlah ayat yang serupa

dengan firman Allah ini menggiring kita untuk melaksanakan tugas amar ma’ruf nahi munkar dengan baik.119

118

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 29-30. 119

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 30.

Page 112: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

92

Page 113: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

93

BAB IV

RELEVANSI DAN SIGNIFIKANSI KONSEP DAKWAH GULEN:

DALAM KONTEKS MASYARAKAT KONTEMPORER

Pembahasan awal dari bab ini adalah menjelaskan Islam sebagai

agama cinta. Sebagai agama cinta dan mencintai kedamaian Islam

meletakkan tata cara bagi pemeluknya untuk tetap menjalin hubungan yang

humanis dan harmonis. Selain itu sikap inklusif dan ajaran toleransi

merupakan basis keberagamaan. Dengan sikap inklusif dan mengamalkan

ajaran toleransi diharapkan dakwah dalam prosesnya bisa menghargai dan

menghormati serta memuliakan manusia. Serta diikuti dengan dialog intensif

intra dan antar agama. Maka perpecahan dan perselisihan, sedikit mungkin

dapat dihindarkan. Adapun uraian ini ditujukan untuk perbaikan yang

mendera moralitas masyarakat kontemporer seperti berlaku radikal dan

ekstrim. Fokus kajian ini menitikberatkan pada nilai-nilai kearifan seperti

toleransi, kasih sayang, sikap inklusif, dan dialog yang merupakan pondasi

awal dalam membentuk kepribadian serta pijakan yang ditawarkan dalam

membangun interaksi dalam bermasyarakat.

A. Islam sebagai Agama Cinta

Islam terambil dari kata ‚aslama‛ artinya pasrah, tunduk dan patuh

kepada Tuhan. Inti ajaran Islam adalah kepasrahan penuh kepada Tuhan.

Adapun dasar-dasar ajarannya adalah apa yang disebut secara ringkas dan

tepat dengan sebutan rukun Islam dan rukun Iman.1 Islam adalah kata bahasa

Arab yang semakna dengan kata salima, artinya selamat. Islam (penganutnya

disebut Muslim) aslama yang berarti penyerahan diri kepada Allah, kata lain

yang memiliki kesamaan makna dengan Islam diantaranya kata hanif, artinya

cenderung atau kata din yang seakar dengan dain artinya hutang.2

Keislaman juga bisa dimaknai dengan perdamaian. Sebagaimana kata

Islam itu sendiri berasal dari kata ‚aslama-yuslimu-isla>man‛. Kata ini berarti

1Rukun Islam yang dimaksud adalah, bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan

Muhammad utusan Allah (shahadatain), mendirikan shalat, membayar zakat, puasa

Ramadhan, dan mengerjakan haji bagi yang mampu. Adapun rukun Iman yang dimaksud

yaitu; beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan

beriman kepada ketentuan Ilahiah. Acep Aripudin, Dakwah Antarbudaya,(Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2012), 85. Baca juga Abbdullah Shah}a>tah, al-Da‘wah al-Isla>m wa al-I‘la>m al-Di>ni>, (Mesir: al-Hai’ah al-Mis}ri>yah al-‘A<mmah li al-Kita>b, 1978), 218. Bandingkan dengan

Nanang Tahqiq, ‚Islam‛ dalam dalam Mulyadhi Kartanegara dkk., Pengantar Studi Islam

(Jakarta: Ushul Press, 2011), 42-43. 2Seperti kalimat din al-Islam karena ketundukan kapada Tuhan merupakan hutang

setelah manusia berjanji dan bersaksi mengakui ketuhanan ketika di alam ruh. Lihat Acep

Aripudin, Dakwah Antar Budaya. 107. Bandingkan dengan Muhammad Baqir ash-Shadr,

Risalatuna Pesan Kebangkitan Umat; Konsep Dakwah, pemikiran, dan Reformasi Sosial, terj.

Muahammad Abdul Qadir Alcaf, (Yogyakarta: RausyanFikr, 2011), 137-140.

Page 114: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

94

mendamaikan. Sebagaimana ayat al-Qur’an yang berbunyi udkhulu> fi> al-Silm ka>ffah yang bearti masuklah kalian dalam kedamaian secara total.3 Dalam

pandangan Abbdullah Shah}a>tah, Islam adalah agama damai dan persetujuan,

Allah Swt. menamakannya dengan al-Sala>m (damai). Sehingga dalam Islam

perselisihan, permusuhan dan kemarahan dilarang. Hal ini dikarenakan,

kesemuanya itu akan menyebabkan kerusakan hati dan akan mencerai-

beraikan keimanan.4

Adapun menurut Mohammad Jawad Chirri, kata Islam berlaku untuk

orang yang siap menerima perintah dari Allah dan mengikuti mereka. Karena

Muhammad menyatakan bahwa ajarannya mengandung ajaran-ajaran para

Nabi sebelumnya dan semua perintah-perintah Ilahi. Ketika seseorang

mengaku kepercayaan pada kebenaran Muhammad dan janji untuk mengikuti

pesannya, maka ia pada kenyataannya, akan menyatakan kesiapannya untuk

mematuhi perintah Allah tanpa syarat.5

Tidak jauh berbeda dengan pandangan Mohammad Jawad Chirri, John

L. Esposito menegaskan, ketika membicarakan Islam, maka akan banyak

penafsiran terhadap Islam itu sendiri. Menurutnya, Islam mengakui suatu

realitas yang Mahatinggi, Mahakuasa, Maha Pengasih dan Pemurah, Pencipta

serta Pengatur alam semesta, dan Hakim pada hari akhir. Selain itu, para

pemimpin kaum muslim mengatakan bahwa Islam adalah agama damai dan

adil. Sementara itu, sebagaimana kepercayaaan lainnya, Islam dalam

sejarahnya bukan hanya merupakan sumber kasih, moralitas, dan kebajikan,

malainkan juga penyebar teror, ketidakadilan, dan penindasan. Pencitraan

Islam itu ternoda ditangan-tangan orang Islam sendiri, seperti yang dilakukan

Osama bin Laden dan teroris muslim lainnya yang secara global justru

membantai muslim maupun non muslim.6

Selain itu, agama Nabi Ibrahim juga disebut agama yang memiliki

kecenderungan dengan penuh tunduk kepada Tuhan Yang Esa. Kata ini juga

memiliki kesamaan makna dengan Islam, antara lain kata millah, yang sering

diartikan dengan agama, seperti dalam al-Qur’an terdapat bermacam-macam

millah, millah Ibrahim dan millahnya kaum Yahudi dan Nasrani.7

Semantara itu, menurut Said Aqil Siroj, ada tiga kompenen yang

fundamental dalam memahami Islam sebagai agama yang kaffah; akidah,

syariah, dan tasawuf. Dari perspektif akidah, Islam memperkenalkan konsep

keesaan Tuhan. Hal ini dimulai dari keberadaan Nabi Muhammad di Makkah

3Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab toleransi Inklusivisme, Pluralisme, dan

Multikulturalisme, (Jakarta: Fitrah, 2007), 366. 4Abbdullah Shah}a>tah, al-Da‘wah al-Isla>m wa al-I‘la>m al-Di>ni>, (Mesir: al-Hai’ah al-

Mis}ri>yah al-‘A<mmah li al-Kita>b, 1978), 217. 5Mohammad Jawad Chirri, Inquiries About Islam, 1986, 17.

6John L. Esposito, The Future of Islam, (New York: Oxford University Press, 2010),

10-12. 7Acep Aripudin, Dakwah Antar Budaya. 107

Page 115: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

95

di tengah masyarakat yang masih jahiliah yakni masyarakat yang

peradabannya masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan masih berlakunya

perbudakan, adapun bila ditinjau dari sisi teologi, kondisi mayoritas

masyarakat masih menganut paganisme. Selama tiga belas tahun Nabi

Muhammad saw. berdakwah dan bersosialisasi di Makkah dengan

menawarkan prinsip teologi la> ila>ha illallah (tiada Tuhan selain Allah).

Kalimat yang secara teologis bermakna penegasan tidak ada tuhan yang

absolut selain Allah. selain itu pernyataan keimanan ini juga memberikan

dampak sosial politik, yaitu penolakan terhadap berbagai bentuk perbudakan,

penjajahan, dan intimidasi yang melanggar kebebasan dan hak asasi manusia.

Hal ini dikarenakan, dalam pandangan Islam, manusia dibangun atas dasar

kebersamaan, kebebasan dan persamaan derajat.8

Adapun pola interaksi yang dibangun Islam sejak awal berupa

dinamisasi yang mengedepankan pola uswah h}asanah, yakni berasaskan pada

moralitas dan contoh teladan yang baik. Dengan adanya pendekatan

moralitas ini menuntut umat Islam untuk selalu menjadi uswah (teladan)

yang baik bagi lingkungan sekitarnya. Metode uswah h}asanah ini merupakan

gerakan beragama yang bersifat soft-power, yakni yang menjunjung tinggi

nilai keteladanan, moralitas, pembela bagi kaum d}u‘afa (tertindas) serta

penegak hak-hak asasi manusia.9

Sehingga dalam posisinya sebagai agama yang menjunjung tinggi

moralitas, Islam menunjukkan hal itu dalam kehidupan sehari-hari utusannya.

Praksis dakwah Islam seperti ini merupakan bagian dari proses pembangunan

image, yaitu untuk menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang

menjunjung tinggi moralitas dan penyempurnaan etika (itmam al-Khuluq).

Lebih jauh lagi, kebenaran maupun autentisitas Islam pernah digunakan

untuk kepentingan melakukan tindakan anarkis, seperti pemaksaan,

intimidasi, kekerasan dan tindakan-tindakan negatif lainnya.10

Adapun Islam dalam komponen syariatnya, merupakan nilai-nilai

agama yang diaplikasikan secara fungsional dan dalam makna konkret untuk

mengarahkan kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan syariat merupakan

jalan ketetapan Tuhan sebagai arah kehidupan manusia untuk merealisasikan

kehendak Tuhan. Cara untuk merealisasikannya dengan upaya seperti saling

menghormati dan menghargai, tolong menolong, cinta kasih, serta

mewujudkan keadilan dan kemakmuran. Lebih spesifik lagi semangat dasar

syariat Islam adalah moralitas. Sehingga dari pengertian inilah, Islam dikenal

8Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam sebagai

Inspirasi bukan Aspirasi (Bandung: Mizan, 2006), 26. 9Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam sebagai

Inspirasi bukan Aspirasi, 27-28. 10

Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi, 28.

Page 116: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

96

dengan penegakan syariat secara kaffah.11 Hal inilah merupakan pondasi

kerjasama (ta’awun) antar semua pihak. Adapun benih penyakit yang

merusak interaksi manusia seringkali berasal dari ketidaktahuan sesama

mereka dan saling berjauhan serta menghujat. Al-Qur’an sendiri

mengungkapkan kata ‚al-Arh}am‛ (hubungan silaturrahmi) dengan begitu

indah. Kata ‚al-Arh}am‛ ini digunkan al-Qur’an untuk mengindikasikan

bahwa seluruh manusia memiliki hubungan keluarga yang harus di jalin.12

Ungkapan al-Qur’an yang dimaksud adalah QS. al-Nisa>’: 1.

‚Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu‛.

Sementara itu, dalam pandangan Gulen, Islam adalah agama

keamanan, keselamatan, dan perdamaian. Prinsip-prinsip ini meresap dalam

kehidupan umat Islam. Sebagai contoh , ketika umat muslim berdiri untuk

shalat, mereka memutuskan hubungan dengan dunia, menghadap Tuhan

dalam iman dan ketaatan, dan berdiri tegak kehadirat-Nya. Adapun di

penghujung shalat, seolah-olah mereka hidup kembali, menyambut orang-

orang di kanan dan kiri dengan salam damai, ‚semoga tetap aman dan

damai.‛ Dengan keinginan untuk keselamatan dan keamanan, kedamaian dan

kesejahteraan. Hal ini dikarenakan salam, doa keselamatan dan keamanan

bagi orang lain dianggap sebagai salah satu perbuatan yang paling

bermanfaat dalam Islam. Islam juga merupakan jalan lurus yang membentang

dari zaman azali hingga masa keabadian. Islam juga dikenal dengan sebuah

tanda bagi aturan agama samawi yang diturunkan Tuhan untuk mewujudkan

hasrat ‚keabadian‛ yang dimiliki setiap orang, serta sekaligus untuk

11

Syariat berasal dari kata syara’a yang berarti jalan. Adapun dalam pengertian

terminologisnya, syariat dapat diartikan sebagai jalan kehidupan yang baik. Hal ini

menunjukkan syariat Islam adalah tuntutan Islam yang meliputi segala aspek kehidupan

manusia, baik yang berkenaan dengan moralitas, penegakan hukum, keadilan, kemakmuran

dan upaya dalam meningkatkan sumber daya manusia. Selain itu, pada masa Nabi

Muhammad saw. syariat menampilkan dua aspek dalam dirinya, aspek eksoteris dan esoteris.

Sisi eksoteris syariat Islam dapat terlihat seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, haji dan jihad

fi sabilillah. Baca Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi, 28-30.

12Yusuf al-Qaradhawi, Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah

Islam, terj. H.M. Abdilah Noor Ridlo (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), 66-67.

Page 117: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

97

membuka setiap hati tanpa terkecuali, hal ini dimulai dari hati manusia mulia

di muka bumi, Rasulullah Saw sampai hati yang dimiliki manusia biasa.13

Diskriminasi dalam tubuh umat manusia telah ada sebelum kelahiran

Islam. Diskriminasi berdasarkan warna kulit, ras, bahasa, dan strara sosial.

Maka, kedatangan Islam membawa angin segar untuk mereformasi

ketimpangan-ketimpangan tersebut. Secara teoritis, Islam menghancurkan

praktik-praktik diskrimanatif tersebut dengan mengeluarkan statemen

tentang persamaan antar seluruh umat manusia, dan dikatakan bahwa tidak

ada kelebihan di antara kulit putih dan kulit hitam, antara arab dan ajami,

semuanya sama kecuali ketakwaan. Adapun secara praktis, Islam telah

menegaskan berlakunya keawajiban-kewajiban atas manusia secara

keseluruhan, tanpa pengecualian berdasarkan status atau kedudukan

seseorang.14

Lebih spesifik lagi, menurut Gulen, semenjak Islam mulai mendirikan

kemahnya di muka bumi, agama Islam selalu mengerahkan seluruh energi

yang dimilikinya untuk mengajak bicara serta membuka hati manusia, sampai

akhirnya berhasil menggambarkan citranya di dalam setiap sanubari dan

kemudian bergerak menuju seluruh sendi kehidupan yang ada. Hal seperti

inilah, yang membuat keselarasan dan kesesuaian antara kedalaman Islam di

dalam hati manusia dengan pengaruh yang ditimbulkannya dalam setiap

sendi kehidupan manusia yang bersangkutan. Sebagaimana pula halnya

adanya keselarasan antara kadar keterjalinan Islam di dalam jiwa seseorang

dengan mengakar kuatnya agama ini di dalamnya, sehingga pengaruhnya

kemudian mengaliri kehidupan dan sinar pantulnya menyebar ke lingkungan

sekitar.15

13

M. Fethullah Gulen, Toward a Global Civilization of Love and Tolerance, (New

Jersey, Tughra Books, 2011) 58. Baca juga Muhammad Fethullah Gulen, Membangun Peradaban Kita Islam adalah Masa Depan Dunia yang Memuliakan dan Menjunjung Tinggi Derajat Manusia, terj Fuad Syaifuddin Nur dan Syarif Hade Masyah, (Jakarta: Republika,

2013), 81. 14

Contoh yang sangat relevan seperti dalam melaksanakan kewajiban shalat. ketika

melakukan shalat secara berjamaah, para makmum berdiri di belakang imam, adapun orang

yang datang lebih awal berhak untuk mendapat bagian di barisan (saf) pertama, maka seorang

yang dalam strata sosialnya lebih tinggi bisa saja berdiri di belakan orang yang dalam strata

sosialnya lebih rendah. Begitu juga dalam pelaksanaan ibadah haji, antara presiden dan

rakyatnya, para pembesar dan masyarakat biasa, yang kaya dan yang miskin; kesemuanya

mengenakan pakaian ihram dalam satu tipe bewarna putih, yakni pakaian yang mirip dengan

pakaian kafan, serta bersama-sama menyambut seruan Allah seraya mengucapkan kalimat

Talbiyah, ‚labbaik Allahumma labbaik‛. Hal ini menujukkan, dalam Islam semua manusia

sejajar dan sama serta tidak ada yang membedakannya kecuali ketakwaan. Yusuf al-

Qaradhawi, Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam, terj. H.M.

Abdilah Noor Ridlo, 67. 15

Bahkan lebih jelas lagi menurut Gulen, semua yang dilihat berada dalam bentuk

kerinduan, keinginan dan ketekunan untuk menerima Islam. Selain itu, Islam sebenarnya telah

mewujudkan keselarasan dan kedalaman citra yang terkandung di dalamnya. Hal ini

Page 118: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

98

Hubungan pertalian ini yang dibangun oleh Islam berdasarkan

landasan normatif yang bersumber dari al-Qur’an. Dalam hal ini, al-Qur’an

merupakan kekuatan yang paling dahsyat, paling pas dengan indra

kemanusiaan, dan lebih dekat lagi dengan hukum akal. Sehingga tidak

ditemukan baik itu sebelum ataupun sesudahnya aturan sejenis yang dapat

membangun, manjaga keseimbangan antara akal, hati dan ruh.16

Islam juga merupakan aturan yang paling ideal dan paling sesuai

dengan perangai dan tabiat kebiasaan manusia, baik yang berhubungan

dengan alam makrokosmos ataupun alam mikrokosmos. Dalam hal ini, Gulen

menjelaskan tidak ada yang sejenis dan serupa dengan Islam dalam

memenuhi kebutuhan masyarakat, dan menurut Gulen tak kan pernah ada.

Kondisi inilah yang disebutnya dengan kondisi fitrah, hal ini dikarenakan

sumber utama Islam adalah wahyu yang suci nan jernih. Adapun penjelas

utama wahyu itu adalah al-Sunnah.17

Selain itu, cara paling mudah diterima langsung untuk memikat hati

manusia adalah cara cinta, yakni jalan yang dilakukan oleh para Nabi. Mereka

yang menempuh jalan ini jarang sekali ditolak, kalaupun ditolak oleh

segelintir orang, mereka disambut gembira oleh ribuan orang lainnya. Sekali

mereka diterima dengan cinta, tak akan ada yang mampu menghalangi

mereka untuk meraih cita-cita gemilang, yaitu keridaan Tuhan. Lebih spesifik

lagi, menurut Gulen, dalam kamus kemanusiaan, cinta adalah kehidupan.

Manusia bisa merasakan dan mengindra satu sama lain dengan cinta. Tuhan

belum menciptakan hubungan yang lebih kuat daripada cinta, yang

merupakan mata rantai pengikat manusia antara satu dan yang lainnya.18

menunjukkan bahwa setiap kali hal ini masuk kedalam lubuk hati manusia, maka pengaruhnya

terhadap lingkungan di sekitarnya juga akan semakin kuat. Muhammad Fethullah Gulen,

Membangun Peradaban Kita Islam adalah Masa Depan Dunia yang Memuliakan dan Menjunjung Tinggi Derajat Manusia, 81-82.

16Muhammad Fethullah Gulan, Membangun Peradaban Kita Islam adalah Masa

Depan Dunia yang Memuliakan dan Menjunjung Tinggi Derajat Manusia, 171. 17

Memahami Islam secara tekstualistik dan legal formal memang sering

mendatangkan sikap ekstrem dan melampaui batas. Padahal al-Qur’an tidak melegitimasi

sedikit pun segenap prilaku dan sikap yang melampaui batas. Dalam konteks ini, ada tiga

sikap yang katagorikan ‚melampaui batas‛. Pertama, ‚ghuluw‛, yaitu bentuk ekspresi

manusia yang berlebihan dalam merespon persoalan hingga terwujud dalam sikap-sikap di

luar batas kewajaran manusia. Kedua, ‚tat}arruf‛, yaitu sikap berlebihan karena dorongan

emosiaonal yang berimplikasi pada empati berlebihan dan sinisme keterlaluan dari

masyarakat. Ketiga, ‚irhab‛, yakni sikap dan tindakan berlebihan karena dorongan agama dan

ideologi. Sikap ini biasanya jadi legitimasi membenarkan kekerasan atas nama agama atau

ideologi tertentu. Baca Said Aqil Siroj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi , 28-30. Bandingkan dengan Muhammad Fethullah Gulan,

Membangun Peradaban Kita Islam adalah Masa Depan Dunia yang Memuliakan dan Menjunjung Tinggi Derajat Manusia, 172.

18M. Fethullah Gulen, Toward a Global Civilization of Love and Tolerance, 2-4.

Page 119: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

99

Sementara itu, menurut Yusuf al-Qard}awi, Islam memuliakan

manusia karena eksistensinya sebagai manusia, tanpa harus membedakan

warna kulit, ras/etnis, bahasa, geografis tempat tinggal atau status dan strata

yang dimiliki. Kesemuanya itu tidak menjadi pertimbangan untuk membeda-

bedakan manusia. Akan tetapi, hal yang sangat prinsipil mereka dimuliakan

dan dihargai karena mereka adalah manusia. Lebih jauh lagi Islam melihat

jenis manusia keseluruhan dari sifatnya sebagai satu keluarga. Berafiliasi

kepada Allah dalam penghambaan dan sebagai keturunan Adam. Sehingga

dapat dipastikan jika Tuhan mereka satu dan bapak mereka juga satu. 19

Kedamaian dalam Islam merupakan perkara yang sangat

Fundamental. Sebagaimana Abdullah Shaha>tah menyatakan;

Maksud dari kalimat di atas adalah bahwa, perdamaian merupakan

jiwa agamamu, ajakan Allah bagimu dan peradamaian merupakan ayat dalam

al-Qur’an dan Sunnah dari petunjuk Nabimu. Maka pegangilah dia karenanya

jalan kesatuanmu, tanda ketinggianmu, jalan kemegahanmu, kekuasaan Allah

beserta jamaah, Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu

menolong saudaranya.

Menurut Gulen, Mementingkan orang lain merupakan sikap mulia

yang dimiliki manusia, dan sumbernya adalah cinta. Siapapun yang memiliki

andil terbesar dalam masalah cinta ini, mereka pahlawan kemanusiaan paling

hebat; orang-orang ini telah mampu mencabut perasaan benci dan dendam

dalam diri mereka.21

Tidak jauh berbeda dengan Gulen, dalam pandangan Zuhairi Misrawi,

banyak sekali alasan untuk menyatakan bahwa Islam adalah agama cinta

kasih dan mencintai kedamaian. Pertama, Tuhan adalah Mahadamai, ini

terlihat dari salah satu nama-nama Tuhan yang indah di dalam ‚al-Asma>’ al-H{usna>‛ yaitu ‚al-Sala>m‛ yang berarti Yang Mahadamai. Lebih jauh lagi,

salah satu fungsi diciptakannya manusia adalah untuk menjaga

keberlangsungan hidup umat manusia. Hal inilah yang menyebabkan hampir

19

Hal ini tergambar ketika Nabi menyampaikan khutbah di hadapan khalayak ramai

pada waktu haji wada’: ‚wahai sekalian manusia sesungguhnya Tuhanmu adalah satu, dan

bapakmu juga satu, masing-masing kamu sekalian dari Adam, dan Adam diciptakan dari

tanah‛. Isi khutbah ini relevan dengan pernyataan Allah dalam QS. al-Hujurat: 13. Pada

kalimat ‚li ta’arafu>‛ (saling berkenalan), yaitu untuk mengetahui satu sama lainnya dan saling

memahami. Baca Yusuf al-Qaradhawi, Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam, terj. H.M. Abdilah Noor Ridlo, 66.

20Abbdullah Shah}a>tah, al-Da‘wah al-Isla>m wa al-I‘la>m al-Di>ni>, 218.

21M. Fethullah Gulen, Toward a Global Civilization of Love and Tolerance, 2.

Page 120: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

100

diseluruh praktek ritual keagamaan dalam Islam selalu mempunyai misi dan

visi untuk mewujudkan kedamaian dan perdamaian.22 Kedua, perdamaian

merupakan keteladanan yang dipraktekkan oleh Nabi Muhammad saw. di

saat memulai dakwahnya beliau menjadikan perdamaian sebagai salah satu

titik penting dalam melakukan perubahan sosial. Ketiga, perdamaian

merupakan salah satu bentuk ukuran tinnginya peradaban manusia. Selain itu,

manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang senantiasa melakukan

interaksi sosial. Ini menunjukkan inti dari agama dan relasi sosial adalah

perdamaian. Lebih spesifik lagi, menolak perdamaian merupakan sikap yang

bisa dikatagorikan sebagai menolak esensi agama dan kemanusiaan.23

Akal, hati, pikiran, perasaan, dan wahyu memiliki urgensi yang tinggi

dalam konsep ajaran Islam. Kesemuanya itu merupakan satu-kesatuan dengan

sisi yang bervariasi. Menurut Gulen, ajaran Islam lebih luas dan lebih luwes

dari yang lainnya sesuai dengan yang ditempatinya. Hal ini dikarenakan,

ajaran Islam senantiasa merawat kelapangan dan keluasan ajarannya kepada

manusia. Karenanya ketika Islam menghadapi lawannya selalu menggunakan

metode dialog, yang diiringi dengan penuh perasaan dan kasih sayang.

Adapun hukum-hukumnya dibangun di atas dasar keterikatan antara manusia,

alam semesta, dam Pencipta. Selain itu kesemuanya selaras dengan ayat-ayat

al-Qur’an, akal dan logika.24 Dari penjelasan di atas, dapat dipahami Islam

merupakan keharmonisan dan daya kesempurnaan dengan segala kondisi

kehidupan yang memiliki berbagai aspek spritual dan kehidupan.25

B. Inklusifisme dan Toleransi sebagai Basis Keberagamaan

Dalam tradisi ilmiah Islam, dapat ditemukan metodologi Islam dalam

mengatur hubungan antar manusia dan upayanya untuk menyelesaikan

problematika hubungan sosial, dalam hal ini tidak ada istilah yang lebih tepat

daripada dua kata: ‚toleransi‛ dan ‚keadilan‛. Dua kata tersebut cukup

mewakili landasan yang mencakup segala permasalahan syari’at, khususnya

22

Visi dan misi Islam ingin mewujudkan kedamaian dan perdamaian dapat tergambar

dari do’a atau wiridan yang berisi tentang harapan untuk hidup damai yang biasanya

dilantunkan dan dipanjatkan setiap selesai melaksanakan shalat:

‚wahai Tuhan, Engkau adalah Mahadamai. Dari-Mu muncul kedamaian. Dan kepada-Mu kedamaian akan kembali. Maka hidupkanlah kami dengan kedamaian dan masukkkanlah kami ke dalam surga, rumah kedamaian. Dengan keberkahan dan ketinggian-Mu yang Mahamulia‛.

23Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan

Multikulturalisme, 365-366. 24

Muhammad Fethullah Gulan, Membangun Peradaban Kita Islam adalah Masa Depan Dunia yang Memuliakan dan Menjunjung Tinggi Derajat Manusia, 171.

25Mujtaba Musawi Lari, Islam Spirit Sepanjang Zaman, (Jakarta: al-Huda, 2010),

119.

Page 121: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

101

yang berhubungan dengan masalah hubungan antar manusia.26 Prinsip

toleransi (al-Tasa>muh) dapat ditemukan dalam beberapa ayat al-Qur’an

secara terpisah-pisah. Ada yang mengajak dan memerintahkan manusia

supaya mau memaafkan dan tidak menuntut balas (al-Afwu dan al-Shafh),

ada yang memerintahkan untuk berbuat kebajikan (al-Ihsan), bahkan ada

yang menyuruh membalas kejahatan dengan kebajikan, di samping itu ada

pula perintah untuk berpaling saja dari orang-orang yang tidak mengerti, dan

perintah-perintah lain yang bermuara dan berangkat dari toleransi.27

Sebagai contoh, berikut ini ayat-ayat yang berhubungan dengan

toleransi tersebut:

1. Dalam QS. al-Mu’minun: 96

“Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih

mengetahui apa yang mereka sifatkan.”28

2. Dalam QS. al-Fushilat: 34-35 di sebutkan,

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu)

dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan

antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat

setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada

orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-

orang yang mempunyai keuntungan yang besar.”

Sikap toleran merupakan ‚metode damai yang sejuk‛ yang

semestinya menjadi alat bagi Muslim untuk menghadapi sikap tidak

bersahabat dari orang lain atau perlakuan jahat orang-orang yang merusak

hak-haknya. Sikap toleran akan membuat seseorang ketika menghadapi

perlakuan tidak baik dari sesamanya menjadi manusia teladan. Pancaran

rahmat keluar dari kalbunya, untuk kemudian membangkitkan rasa cinta dan

26

Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim (Jakarta: Lentera Basritama, 1997), 22.

27Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan

Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 22-23. Dalam QS. al-Furqan: 63. QS. al-

Baqarah: 109. QS. al-Baqarah: 237. QS. Ali ‘Imra>n: 159. QS. al-Ma’idah: 13. QS. al-Syura:

37. QS. al-Syura: 40. QS. al-Jatsiyah: 14. QS. al-Qashash:77. QS al-Baqarah: 195. 28

Maksudnya: perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan kaum musyrikin yang

tidak baik itu hendaklah dihadapi oleh Nabi dengan yang baik, umpama dengan

memaafkannya, Asal tidak membawa kepada Kelemahan dan kemunduran dakwah.

Page 122: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

102

kedamaian pada diri orang lain. Dari batinnya meluncur kesejukan,

kedamaian, dan keselamatan pada masyarakatnya.29 Tetapi, rahmat kasih

sayang yang bersinar dari kalbu dan kebaikan yang memancar dari jiwa itu

merupakan manifestasi dari kerendahan batin atau kekerdilan jiwa yang

memaksanya untuk mengikuti prilaku seperti itu, juga bukan berasal dari

kealpaannya terhadap realitas prilaku manusia, bukan pula karena

ketidaktahuannya terhadap kecenderungan jahat manusia, sikap toleransi

merupakan upaya untuk melepaskan pertengkaran dan pertentanagan di

antara individu manusia. Selain itu juga toleransi untuk menjauhkan rasa

dengki, dendam, kebencian, dan permusuhan dari jiwa manusia dan

menggantinya dengan jiwa yang penuh rasa cinta, rasa sayang, dan rasa

saling mengasihi.30

Hal yang lebih relevan dikemukakan Zuhairi, menurut Zuhairi

Misrawi, bahwa rahmat dan kasih Nabi merupakan kategori kasih yang

proaktif dan progresif. Artinya, rahmat dan kasihnya melampaui batas-batas

primordialnya. Rahmat dan kasihnya bersifat universal untuk semua umat

beragama dan untuk sepanjang masa. Rahmat dan kasih merupakan unsur

terpenting bagi keseimbangan dan keberlangsungan da’wah Rasulullah saw.31

Terlebih lagi di era kontemporer ini, khususnya dalam hal keagamaan

semakin terlihat indikasi alienasi paham keagamaan, bahkan kadangkala

menjadi salah satu sumber kekerasan, kendatipun bukan satu-satunya sumber.

Dalam pandangan Zuhairi, agama yang senantiasa diletakkan di menara

gading tidak mampu memberikan jawaban mujarab terhadap problem

keumatan dan kemanusiaan. Hal itu terjadi, karena ada jurang yang

memisahkan antara paham keagamaan dengan realitas sosial. Paham

keagamaan berada di sebelah lembah, sedangkan problem kemanusiaan di

lembah yang lain sehingga antara keduanya tidak saling menyapa dan tidak

pula berdialog dan yang amat menyedihkan, paham keagamaan justru

dijadikan pemicu tindakan kekerasan, penyerangan dan pengusiran.32

Hal yang seperti ini disebabkan tema dan cakupan dakwah yang

disampaikan para juru dakwah selama ini hanya berkisar dalam masalah-

masalah hablun minallah (hubungan vertikal), atau maslah ukhrawi belaka:

syahadat, shalat, zakat, puasa, haji dan tema-tema ritual keagamaan lainnya.

Sementara tema dakwah Islam lainnya, yaitu hablun minannas (hubungan

horizontal) tidak banyak disinggung. Padahal sebenarnya cakupan atau tema

29

Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 30-31.

30Muhammad Husain Fadlullah, Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan

Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim, 31. 31

Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme, 245.

32Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan

Multikulturalisme, 257.

Page 123: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

103

dakwah sangatlah luas. Masalah-masalah kepentingan umat adalah bagian

dari tema dakwah Islam, misalnya demokrasi, masalah peningkatan sumber

daya umat, masalah peningkatan ekonomi, etos kerja, dan lain-lain. Hal ini

jarang disinggung dalam bahasan-bahasan materi dakwah, sehingga dakwah

seakan tidak berpijak di bumi tetapi mengangkasa. Karena pada dasarnya

dakwah adalah aktivitas mengubah masyarakat menjadi lebih baik dalam

berbagai persoalan agar sesuai dengan ajaran Islam.33

Dari sisi metodologis, konsepsi Islam tentang model dakwah

sedemikian humanis dan tulus. Nabi saw sendiri telah menyampaikan Islam

dengan cara damai, halus, penuh kasih sayang dan tanpa paksaan. Dari sisi

sosiologis, pudarnya nilai-nilai dakwah yang original itu tidak dapat

dilepaskan dari perkembangan sain maupun sosial-kultural masyarakat

kekinian. Sebab, bagaimanapun juga eksistensi dakwah Islam senantiasa

bersentuhan dengan realitas sosial yang mengitarinya.34

Dalam konteks penyelamatan dunia kontemporer dari ancaman global

inilah Gulen mendedikasikan dirinya melalui upaya-upaya dakwah,

pendidikan atas dasar cinta, toleransi dan dialog. Buku Gulen yang berjudul

Toward a Global Civilization of Love and Tolerance, merupakan kompilasi

dari pidato-pidato dan artikel-artikelnya. Buku ini di publikasikan ketika

dialog antarperadaban dan agama semakin dibutuhkan sebagai alternatif bagi

kemungkinan terjadinya ‚benturan peradaban‛ (clash of civilization).

Bukunya ini mendapat apresiasi dari berbagai lapisan masyarakat dan lintas

golongan.35

Gulen menilai sikap toleransi sebagai nilai abadi yang berasal dari

"esensi penciptaan," kasih Allah: "Allah menciptakan semesta sebagai

manifestasi dari cintanya kepada makhluk-Nya, dalam kemanusiaan

khususnya, dan Islam menjadi kain tenunan dari kasih-Nya‛. Toleransi,

sebagai ungkapan ini

berasal cinta melalui Islam, lebih lanjut menurut Gulen, sikap intoleran dan

kekerasan menunjukkan bahwa fanatisme buta adalah bertentangan dengan

esensi dari pesan Islam dan Allah untuk penciptaan. Gulen mengajak umat

33

Samsul Munir Amin, Rekontuksi Pemikiran Dakwah Islam, (Jakarta: Amzah,

2008) x-xi. 34

Dalam perspektif historis, pergumulan dakwah Islam dengan realitas sosio-kultural

menjumpai dua kemungkinan. Pertama, dakwah Islam mampu memberi hasil terhadap

lingkungan dalam arti memberi dasar filosofi, arah, dorongan dan pedoman perubahan

masyarakat sampai terbentuknya realitas sosial baru. Kedua, dakwah Islam dipengaruhi oleh

perubahan masyarakat dalam arti eksistensi, corak dan arahnya. Ini berarti bahwa aktualitas

dakwah ditentukan oleh sistem sosio-kultural. Lihat Safrodin Halimi, Etika Dakwah dalam Perspektif Al-Qur’an, Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial, (Semarang: Wali Songo

Press, 2008), 2–4. 35

Irwan Masduqi, Berislam Secara Toleran Teologi Kerukunan Umat Beragama, (Bandung: Mizan, 2011), 149.

Page 124: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

104

Islam untuk merebut kembali nilai toleransi sebagai sesuatu yang melekat

dalam semangat Islam yang bersumber dari al-Qur'an dan sunnah Nabi

Muhammad saw.36

Sementara itu, dalam pandangan Irwan Masduqi, karya Gulen

tersebut memiliki memiliki tujuan ganda. Pertama, seruan kepada kaum

Muslim agar membangun kesadaran bahwa Islam mengajarkan perlunya

dialog dan umat Islam diajak untuk menjadi agen perdamaian dan agent of sosial change serta menjadi saksi kasih sayang Tuhan yang universal. Gulen

menyerukan toleransi dengan membawa al-Qur’an, hadis, dan pandangan

inklusif para tokoh sufi.37 Disini Gulen meyakinkan bahwa toleransi, cinta

dan kasih sayang merupakan manifestasi dari Tuhan. Kedua, Gulen mengajak

Barat agar mengkaji Islam secara komprehensif dan simpatik melalui sumber-

sumbernya yang otoritatif.38

Masyarakat yang plural secara agama, pada umumnya mempunyai

masalah yang serius dalam hubungan antar agama. Kendatipun dialog-dialog

kultural senantiasa dilakukan, akan tetapi konflik, benturan dan gesekan

seringkali muncul karena beberapa faktor, diantaranya faktor teologis,

historis dan politis. Disinilah diperlukan sebuah pembacaan yang

komprehensif terhadap inti ajaran Islam. Dengan demikian tidak bisa

dipungkiri bila kasih sayang dan toleransi merupakan tulang-punggung

peradaban kemanusiaan kontemporer. Menurut Zuhairi di tengah situasi

global yang semakin tidak manusiawi, maka peradaban dan dakwah Islam

harus menjadi oase di tengah krisis kemanusiaan. Artinya, tidak ada alasan

untuk melakukan kekerasan dengan dalih kekerasan yang dilakukan pihak

lain. Amat diperlukan upaya-upaya strategis dan proaktif untuk

mengampanyekan ajaran Nabi Muhammad saw sebagai pembawa kasih

sayang.39

Adapun hal yang paling penting adalah meyakini relativitas yang

melekat pada setiap insan. Ini dikarenakan tidak ada manusia yang sempurna

dan memegang kebenaran mutlak. Lebih tegas lagi kesempurnaan hanyalah

milik Tuhan semata. Di sinilah dakwah dan toleransi perlu menggarisbawahi

kesanggupan untuk menerima yang lain sebagai inspirasi menuju tangga

36

Aaron Tyler, ‚Tolerance as a Source of Peace: Gulen and the Islamic

Conceptualization of Tolerance‛ Artikel dalam Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington

DC 14-15 November 2008 (Washington D.C: Rumi Forum, 2008). 737. 37

Pandangan inklusif para tokoh sufi ini seperti Al-Ghazali, jalaludin Rumi dan Ibn

Arabi 38

Irwan Masduqi, Berislam Secara Toleran Teologi Kerukunan Umat Beragama, 149-150.

39Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan

Multikulturalisme, 248.

Page 125: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

105

kebenaran. Begitu juga dengan agama-agama samawi. Iman kepada para Nabi

dan Kitab terdahulu merupakan bukti ketulusan dan keterbukaan terhadap

kebenaran yang datang dari pihak lain. Dalam hal ini, Tuhan sendiri yang

menunjuk hamba-hamba pilihan-Nya untuk membawa obor kebenaran dan

cahaya keimanan. Karena itu, amat tidak bermoral bila dalam dakwah dan

debat muncul semacam anggapan bahwa pihaknya yang benar, sedangkan

pihak yang lain salah.40

Dalam kaitannya dengan hal ini, Gulen menjelaskan bahwa terorisme

dan kekerasan merupakan akibat hilangnya cinta dan kasih sayang di hati

manusia. Menurutnya cinta adalah obat mujarab bagi problem kekerasan,

serta kehidupan yang damai hanya dapat diwujudkan secara harmoni dengan

cinta kepada Tuhan, dan tidak ada hubungan yang lebih kuat daripada cinta.

Lebih spesifik lagi menurut Gulen cinta adalah mawar di dalam hati manusia

yang tak pernah layu, dan hubungan terkuat di antara individu-individu yang

membentuk keluarga, masyarakat, dan bangsa adalah cinta.41

Selain daripada itu, toleransi yang dalam bahasa Arab disebut al-tasa>muh merupan salah satu ajaran inti Islam yang sejajar dengan ajaran lain,

seperti kasih (rah}mah), kebijaksanaan (h}ikmah), keadilan (‘adl) dan

kemaslahatan universal (mash}lahah ‘ammah). Dengan demikian dapat

dipahami prinsip-prinsip ajaran inti Islam tersebut bersifat trans-historis,

trans-ideologis bahkan trans-keyakinan agama.42

Toleransi merupakan keniscayaan dalam ruang individu dan publik,

hal ini dikarenakan salah satu tujuan toleransi adalah membangun hidup

damai di antara pelbagai kelompok masyarakat, baik dari perbedaan latar

belakang sejarah, kebudayaan, maupun identitas. Dalam pandangan Michael

Walzer, sebagaimana dikutip Zuhairi Misrawi, setidaknya ada lima hal yang

menjadi subtansi dari toleransi: Pertama, menerima perbedaan untuk hidup

damai. Kedua, menjadikan keseragaman menuju perbedaan. Ketiga, membangun moral stoisme, yaitu menerima orang lain mempunyai hak,

walaupun dalam prakteknya haknya kurang menarik orang lain. Keempat, mengepresikan keterbukaan terhadap yang lain, ingin tahu, menghargai, ingin

mendengarkan dan belajar dari orang lain. Kelima, dukungan yang antusias

terhadap perbedaan serta menekankan aspek otonomi.43

Dengan demikian, al-Qur’an telah menggariskan dengan sangat baik

jalan menuju toleransi. Selain itu, di tengah menguatnya keberagamaan

diperlukan toleransi yang bersifat aktif. Ini artinya dakwah dan debat yang

40

Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme, 265.

41M. Fethullah Gulen, Toward a Global Civilization of Love and Tolerance, 4.

42Abd. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, Membangun Toleransi

Berbasis Al-Qur’an, 215. 43

Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme, 181-182.

Page 126: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

106

seringkali di jadikan ajang untuk memupuk kebencian dapat digantikan

sebagai ajang untuk memupuk kebersamaan dan keterbukaan terhadap orang

lain. Adapun dakwah itu sendiri bukanlah upaya untuk menciptakan tebing

ketertutupan terhadap yang lain. Padahal lebih dari itu dakwah dan debat

merupakan upaya persuasif untuk mengenalkan nilai-nilai kebaikan dan

kebenaran. Maka sudah sewajarnya bila langkah yang diambil juga

memperhatikan tentang pentingnya melihat pihak lain sebagai pihak setara,

terutama dalam kapasitasnya sebagai makhluk Tuhan yang mempunyai

kelebihan dan kekurangan yang hampir merata.44

Adapun dalam pandangan Gulen, toleransi biasanya digunakan untuk

menggantikan rasa hormat, kasih sayang, kemurahan hati, atau kesabaran.

Lebih jauh lagi menurutnya, unsur terpenting dari sistem moral yang

merupakan sumber disiplin spiritual yang sangat penting dan merupakan

kebajikan surgawi bagi orang-orang yang hebat.45 Lebih jauh Gulen

menjelaskan, umat manusia yang hidup pada abad kedua puluh satu ini lebih

membutuhkan kepada tata cara dan penyampaian yang mengandung kasih

sayang serta dipenuhi dengan sikap toleransi. Mereka tidak menginginkan

kepada cara-cara kekerasan sedikitpun. Oleh karena itu, setiap da’i harus

mempunyai hati yang lapang, dan bersikap penuh kasih sayang kepada semua

orang, sehingga suara mereka mampu menyentuh perasaan para

pendengarnya. Jika para da’i dewasa ini bersikap santun dan berlapang dada,

maka para pendengarnya akan menerima serta mendengar nasihat mereka

dengan lapang dada pula. Sebab, sifat dasar manusia sejak dahulu hingga

masa kini sangat terpengaruh kepada alam demokrasi yang terbebas dari

segala bentuk paksaan maupun penindasan (intimidasi).46

Sekarang, saatnya ajaran tentang toleransi di dalam dakwah

sebagaimana dijelaskan di atas mendapat perhatian yang semestinya,

khususnya para da’i dan ilmuan agar tidak terjebak dalam klaim kebenaran.

Sebab, hanya Tuhanlah yang patut menyandang Yang Mahabenar dan

Mahatahu. Para da’i dan kalangan cerdik-cendikia diharapkan dapat

membangun iklim toleransi di lingkungan masing-masing, baik di masjid,

madrasah, kampus, kantor maupun lembaga-lembaga kekusaan politik.

Sehingga dakwah yang merupakan panggung pencerahan dan pemberdayaan

masyarakat diharapkan dapat memberikan alternatif bagi terciptanya suasana

yang kondusif untuk membangun toleransi di tengah keragaman.47

44

Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme, 265.

45M. Fethullah Gulen, Toward a Global Civilization of Love and Tolerance, 33-34

46Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 30. 47

Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme, 266.

Page 127: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

107

Lebih jauh lagi Abd. Moqsith Ghazali menegaskan kebebasan

beragama dan respek terhadap kepercayaan orang lain bukan hanya penting

bagi masyarakat majemuk, tetapi bagi orang Islam, hal ini dikarenakan

kebebasan beragama merupakan ajaran al-Qur’an. Selain daripada itu

membela kebebasan beragama dan menghormati kepercayaan orang lain

merupakan bagian dari kemusliman. Keharusan membela kebebasan

beragama tersebut diantaranya, disimpulkan dalam sikap mempertahankan

rumah-rumah peribadatan, seperti biara-biara, gereja-gereja, sinagog-sinagog

dan masjid-masjid. Dengan demikian, tak ada alasan bagi seorang muslim

untuk membenci orang lain karena ia bukan penganut agama Islam. Bahkan

toleransi yang ditunjukkan Islam demikian kuat sehingga umat Islam dilarang

memaki tuhan-tuhan yang disembah orang-orang musyrik. Membiarkan

orang lain tetap memeluk agamanya adalah bagian dari perintah Islam itu

sendiri.48

Dengan demikian, dalam dakwah sikap pluralis dan ajaran toleransi

harus menjadi tindakan nyata yang dapat membentuk kesadaran kolektif.

Namun lebih dari itu, sejatinya dakwah tidak dalam rangka menafikan wahyu

keragaman, melainkan justru meneguhkan kebersamaan dalam bingkai

kemanusiaan dan keharmonisan. Dakwah yang toleran merupakan amanat

dan perintah Tuhan yang semestinya dipedomani oleh mereka yang bergerak

di medan dakwah. Tanpa hal tersebut, umat Islam akan kehilangan khazanah

yang paling penting untuk membangun toleransi intra-agama dan antar-

agama. Hal ini menunjukkan siapa pun yang mengaku beriman, berakal dan

mempunyai hati nurani mesti mempunyai tanggungjawab yang besar untuk

merancang-bangun paradigma toleransi. Tanpa upaya tersebut, hidup toleran

tanpa kekerasan akan menjadi sebuah mimpi. Tanpa keterlibatan kalangan

agamawan, toleransi akan sulit menemukan momentumnya, terutama dalam

rangka membangun toleransi yang berbasis khazanah keagamaan.49

C. Dialog Intensif Intra dan Antar Agama

Berbicara dialog intensif intra dan antar agama tidak dapat

dipisahkan dari umat Islam dan globalisasi.50 Merupakan dua faktor yang

48

Setiap umat Islam wajib menyampaikan ajaran toleransi ke tengah umat manusia

karena toleransi merupakan perkara yang fundamental dan ditegaskan di dalam Al-Qur’an,

serta perbedaan agama bukanlah penghalang untuk merajut tali persaudaraan antar sesama

manusia yang berlainan agama hal ini sebagaimana Nabi Muhammad lahir ke dunia bukan

untuk membela satu golongan, etnis dan agama tertentu saja, melainkan sebagai Rahmat Lil ‘A>lamin. Abd. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama, Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an, 216.

49Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan

Multikulturalisme, 179- 266. 50

Globalisasi berasal dari kata global yang artinya berkenaan dengan keseluruhan,

lihat Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 491.

Page 128: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

108

senantiasa berkembang, sedangkan umat Islam sendiri adalah bagian yang

integral dalam era globalisasi, maka hubungan di antara keduanya

berkembang sebagai hubungan saling mempengaruhi.51 Dalam konteks

hubungan saling mempengaruhi seperti itu maka pentingnya dialog dalam

kehidupan bermasyarakat. Menurut Mukti Ali, dialog antar orang beriman

yang dijalankan oleh para pengajar, secara pribadi lebih membuahkan hasil

ketimbang dialog antar orang-orang beriman yang dijalankan secara formal

pada tataran pemerintahan. Meski demikian, pelbagai kelompok pada tataran

organisasi kemasyarakatan atau institusi negara juga turut menggerakkan

usaha dialog.52 Adapun dalam pandangan Gulen, dialog bisa berarti dua orang

atau lebih berkumpul untuk membahas isu-isu tertentu, kemudian menjalin

ikatan di antara mereka.53 Di sisi lain, dialog di mulai saat orang-orang

bertemu. Dialog bergantung pada pengertian timbal balik dan kepercayaan

timbal balik. Melalui dialoglah dimungkinkan berbagi dalam melayani.

Sehingga dialog menjadi medium untuk kesaksian yang otentik.54

Dialog antar iman atau interfaith dialogue dimengerti sebagai dialog

antar umat berbeda iman yang dijalankan secara personal maupun secara

komunal, sedangkan dialog antar agama merupakan dialog yang dijalankan

oleh umat berbeda agama dengan lebih teroganisir dan secara langsung atau

tidak langsung menyangkut institusi agama. Dialog antar umat beragama

selayaknya juga memperkembangkan iman para pelakunya. Istilah dialog

antar iman muncul ketika istilah agama tidak lagi bermakna netral, hal ini

disebabkan agama di bawah hegemoni pemerintah. Sehingga dapat dipahami

penggunaan kata iman mengandung aspek dekonstruktif, yakni mau

membebaskan diri dari hegemoni pemerintah tersebut sehingga dapat

meggulirkan suatu gerakan. Dengan demikian dialog dapat dipahami dengan

makna seluas-luasnya agar dapat menampung sebanyak mungkin potensi

yang ada untuk dikembangkan. Ketika orang berbeda iman saling bertemu

dan menyapa, maka dapat dipastikan akan terjadi dialog. Apa pun yang

Adapun yang dimaksud dengan globalisasi yaitu proses masuknya ke ruang lingkup dunia.

Lihat Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, versi ofline dengan mengacu pada data

dari KBBI daring (edisi III) dari http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/ diakses tanggal 27

Desember 2012.

51

Samsul Munir Amin, Rekontruksi Pemikiran Dakwah Islam, 164. 52

J.B Barnawiratma, Zainal Abidin Bagir, etc, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, (Jakarta: Mizan Publika, 2010) 5.

53Dalam hal ini, dialog bisa juga dikatakan sebagai suatu kegiatan yang di tengahnya

terdapat kegiatan manusia. Lihat M. Fethullah Gulen, Toward a Global Civilization of Love and Tolerance, 50. Baca juga Ozguc Orhan, ‚Islamic Himmah and Christian Charity: an

Attempt at Inter-Faith Dialogue‛ Artikel dalam Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington

DC 14-15 November 2008 (Washington D.C: Rumi Forum, 2008). 578. 54

J.B Barnawiratma, Zainal Abidin Bagir, etc, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, 7.

Page 129: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

109

dikomunikasikan, dialog terjadi. Dialog antar umat beragama pertama-tama

dapat di lihat ‚dari bawah‛. Yakni dari perjumpaan dalam kehidupan sehari-

hari. Dengan pengertian itu, dialog yang secara eksplisit mengungkapkan isi

iman dan agama tidaklah dikesampingkan. Melainkan lebih dari itu juga

untuk dikembangkan sesuai dengan fungsinya secara kontekstual.55

Lebih jauh lagi dialog yang berkembang dari bawah dapat

digambarkan dengan tujuh dataran yang berhubungan satu sama lain.

Dataran-dataran dialog itu dapat dilihat sebagai langkah-langkah yang

fleksibel. Dataran-dataran dialog itu juga dapan disebut momen-momen

dialog. Ini disebabkan usaha dan tindakan berdialog tidak berangkat dari titik

nol. Bahkan lebih jauh lagi dapat dilaksanakan pada dataran mana saja yang

mungkin pada lingkungan dan waktu tertentu. Dataran-dataran atau momen-

momen itu dapat dibagi sebagai berikut:

Pertama, dialog kehidupan. Dialog yang terjadi dalam komunitas

kecil yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dialog kehidupan itu,

anggota-anggota komunitas hidup berdampingan dengan semangat

kerukunan dan berkomunitas , bertetangga, dan berteman. Dari pengalaman

hidup bersama itu muncullah kepedulian bersama. Kedua, analisis sosial dan refleksi etis kontekstual. Pada dataran kedua ini, komunitas dari anggota-

anggota berbagai agama itu mencoba mengartikan kenyataan hidup yang

dialami dan membuat pertimbangan etis. Dengan kata lain, komunitas

membuat analisis sosial kemudian merumuskan pilahan etis dalam

konteksnya, menalaah faktor-faktor penyebab situasi tersebut dan hubungan

antar faktor. Pada dataran ini komunitas juga menentukan pilihan etis yang

konkret sebagai bagian dari analisis sosial. Analisis sosial tersebut masih

dapat diperdalam lagi dengan pertimbangan-pertimbangan yang didasarkan

iman para anggota komunitas. 56

Ketiga, studi tradisi-tradisi agama. Pada dataran ketiga ini, para

anggota kelompok menggali tradisi iman masing-masing. Momen ini penting

karena pilihan etis orang beriman juga dilandasi dan diperkuat oleh sumber

iman masing-masing. Keempat, dialog antar umat beragama: berbagi iman dalam level pengalaman. Pada dataran keempat ini, dialog terjadi dengan

55

Istilah iman menunjuk pada pengalaman orang yang menyerahkan diri kepada

Allah, dan menghayati penyerahan diri secara individual maupun komunal. Adapun istilah

agama menunjuk pada sosialisasi dan institusionalisasi pengalaman iman tersebut, yang

tampak dalam komunitas, ajaran, dan ibadahnya. Dengan pengertian tersebut, dialog antar

iman dan lintas iman dapat terjadi. Baca J.B Barnawiratma, Zainal Abidin Bagir, etc, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, 6-7.

56Analisis sosial tidaklah bebas nilai, perlu disadari bersama nilai apa yang

disepakati dan diperjuangkan dalam kelompok. Nilai-nilai itu misalnya kedamaian dan

keadilan sosial, keadilan gender dan hak asasi manusia, lingkungan hidup yang lestari dan

berkelanjutan. J.B Barnawiratma, Zainal Abidin Bagir, etc, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, 8-10.

Page 130: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

110

berbagi pengalaman iman dalam komunitas lintas iman. Berpangkal pada

tradisi iman dan agama masing-masing, para peserta berbagi pengalaman

iman dan kekayaan spritual. Dengan cara seperti ini, para peserta saling

memperkaya satu sama lain.57 Adapun menurut Gulen, dialog antar agama,

khususnya berusaha untuk mewujudkan kesatuan agama dasar dan persatuan

universalitas keyakinan. jelas bahwa Gulen mengharapkan perdamaian dan

toleransi menjadi buah dari dialog antar agama58

Kelima, dialog antar umat beragama: berteologi lintas agama. Pada

dataran ini, dialog terjadi dalam pergumulan teologi lintas iman dan agama.

Para teolog atau spesialis berbagai bidang dapat berbagi pemahaman dalam

level ilmiah. Mereka mengkomunikasikan pemahaman yang lebih mendalam

mengenai warisan religius masing-masing seraya menghargai dan belajar dari

pemahaman tradisi-tradisi agama lain. Dengan demikian pergumulan lintas

iman dan agama diharapkan saling memperkaya dan juga dapat memunculkan

pemaknaan ulang. Keenam, dialog aksi. Dalam dataran ini, dialog antar

agama mengkaji masalah-masalah sosial dan mengarah pada keterlibatan

masyarakat. Hal ini dikarenakan umat beragama tidak dapat menghindari

kenyataan bahwa mereka merupakan bagian dari masyarakat. Selain itu,

melalui dialog, aksi kelompok yang terdiri dari berbagai agama dapat

memperdayakan rakyat dengan perspektif keadilan sosial, keadilan gender,

hak asasi manusia dan lingkungan hidup. Sehingga kelompok lintas agama

dapat menjadi komunitas yang melayani kepentingan umum, serta menjadi

komunitas dialogis yang transformatif. Ketujuh, dialog intra agama. Setelah

menjalani macam-macam dataran dialog antar iman, lintas iman, dan lintas

agama, setiap orang kembali kepada iman pribadinya. Pada dataran ini

selayaknya terjadi otokritik. Sehingga umat beragama menjadi orang-orang

beriman yang lebih baik secara personal dan komunal. Dengan demikian

diharapkan orang Islam menjadi muslim yang lebih baik, orang kristen

menjadi kristiani yang lebih baik, dan begitu juga terhadap penganut agama

yang lainnya. Dari tujuh dataran dalam dialog ini dapat pahami bahwa

semakin mendalam perjumpaan lintas iman dan lintas agama, maka semakin

mendalam juga perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam menghidupi

iman dan agamanya sendiri.59

Dalam kaitannya dengan pentingnya dialog ini, maka Gulen

memandang positif perubahan di dalam iklim spritual global. Dalam

57

J.B Barnawiratma, Zainal Abidin Bagir, etc, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, 8-11.

58Ozguc Orhan, ‚Islamic Himmah and Christian Charity: an Attempt at Inter-Faith

Dialogue‛ Artikel dalam Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington DC 14-15 November

2008. 578. 59

J.B Barnawiratma, Zainal Abidin Bagir, etc, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, 11-13.

Page 131: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

111

pandangannya abad dua puluh satu sebagai abad dinamisme spritual yang

akan membangkitkan nilai-nilai moral yang telah lama tidur, suatu era

toleransi dan pemahaman yang menuju pada kerjasama peradaban. Roh

manusia seharusnya memenangkan jalan menuju dialog antar peradaban dan

sama-sama berbagi nilai.60

Selain itu, dialog bukanlah tujuan akhir, melainkan sesuatu yang

dijalankan untuk mencapai tujuan selanjutnya. Namun tujuan hidup bersama

tidaklah dapat dicapai dengan baik tanpa keterlibatan semua pihak. Dengan

demikian, dialog merupakan gaya hidup orang beriman dan beragama, serta

merupakan sesuatu yang perlu dan harus dijalankan kalau seseorang atau

komunitas mau setia kepada panggilan manusiawi dan ilahiah. Hubungan

antar agama yang terbuka dan jujur memerlukan landasan teologis yang

terbuka pula. Keterbukaan dalam praktik dan teologi akan menyuburkan satu

sama lain. Dalam mengembangkan teologi yang terbuka, umat beragama

tidak hanya berpikir secara tekstual melainkan juga secara kontekstual.61

Sementara itu, globalisasi bukanlah istilah asing bagi dunia Islam, al-

Qur’an sendiri telah mengajarkan pandangan secara global melalui ajarannya

mengenai keberadaan Tuhan sebagai Rabb al-‘A<lami>n (Tuhan seluruh alam)

dan kerasulan Muhammad sebagai rahmat li al-‘ A<lami>n, juga mengenai al-

Qur’an sebagaiهذاللاس(petunjuk manusia) sejak empat belas abad silam.62

Menurut Samsul Munir Amin globalisasi selalu dihubungkan dengan

modernisasi dan modernisme. Namun ciri khas modernisasi dan manusia

modern adalah tingkat berpikir, iptek, dan sikapnya terhadap penggunaan

waktu dan perghargaan terhadap karya manusia. Lalu berdasarkan pandangan

itu, muncullah penilaian yang membuat klasifikasi kemajuan dan

kemunduran.63 Namun menurut Islam, maju atau mundur itu diukur

berdasarkan nilai-nilai Islami, bukan menurut ukuran-ukuran yang lain.

Adapun yang dinilai kemajuan menurut Islam mungkin kemunduran menurut

yang lain, sebaliknya yang dikatakan kemajuan menurut yang lain mungkin

kemunduran menurut Islam.

Meminjam penjelasan Azra, globalisasi dapat dipahami dengan

makna ganda. Pada satu sisi, globalisasi mencakup globalisasi sistem

ekonomi, sistem politik, telekomunikasi dan transportasi yang memang pada

akhirnya menjadi global. Tetapi pada sisi yang lain, globalisasi bisa juga

dalam bidang kebudayaan, seperti globalisasi budaya dan gaya hidup barat

yang memiliki pretensi-pretensi universal justru mendorong semakin kuatnya

resistensi budaya lokal dan regional. Dengan demikian, pada bidang

60

M. Fethullah Gulen, The Essentials of The Islamic Faith, (New Jersey, 2010) viii. 61

J.B Barnawiratma, Zainal Abidin Bagir, etc, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, 11-13.

62Samsul Munir Amin, Rekontruksi Pemikiran Dakwah Islam, 164-165.

63Samsul Munir Amin, Rekontruksi Pemikiran Dakwah Islam, 164.

Page 132: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

112

kebudayaan ini terdapat dua kecenderungan sekaligus; pada satu sisi

menguatnya ekspansi budaya global barat, dan pada sisi yang lain

meningkatnya kesadaran budaya lokal dan regional non-barat. Lebih jauh

lagi, globalisasi memang menghasilkan perubahan-perubahan struktur yang

sulit dielakkan baik dalam kehidupan politik maupun ekonomi. Dengan kata

lain, struktur-struktur dalam bidang-bidang ini dapat menjadi global dan

universal. Akan tetapi nilai-nilai (values) yang bersumber dari tradisi lokal

maupun agama dalam banyak hal berkaitan erat dengan realitas lokal dan,

karena itu sulit untuk bisa betul-betul menjadi universal. Disinilah akhirnya

bisa terjadi konflik di antara budaya atau peradaban yang memiliki pretensi-

pretensi global, seperti budaya barat yang ekspansif dengan budaya lokal dan

regional yang memiliki nuansa keagamaan tertentu.64

Adapun dalam Islam, perubahan sosial (social change) pada sebuah

masyarakat merupakan sunnatullah. Perubahan sosial yang terjadi pada masa

sekarang sangat kompleks. Perubahan yang terjadi begitu cepat ini selain

menimbulkan hal-hal positif, juga menimbulkan hal yang negatif. Bukan

hanya di bidang ekonomi dan politik, tetapi lebih dari itu ia merambah pada

bidang lainnya seperti hukum, budaya, dan moral.65

Perubahan sosial merupakan cara untuk mengubah tatanan kondisi

masyarakat yang menyimpang, dari yang salah dan buruk menjadi kondisi

masyarakat yang terarah, benar dan baik.66 Dalam al-Qur’an, istilah ini

teridentifikasi, antara lain dalam surat ar-Ra’d: ‚Sesungguhnya Allah tidak mengubah suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri mereka‛.67 Cara ini telah dipraktekkan oleh Nabi dalam misi dakwahnya.

Dalam waktu relatif singkat, yaitu kurang lebih dua puluh tiga tahun, berhasil

melakukuan perubahan sosial yang sangat signifikan terhadap kondisi sosial

masyarakat Arab.68

64

Azyumardi Azra, Konflik Baru Antar Peradaban; Globalisasi, Radikalisme dan Pluralitas, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) 15.

65Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), cet. ke-1, 221.

66Iqram Faldiansyah, ‚Dakwah dan Lingkungan‛ dalam Imam Malik dkk., Antologi

Pemikiran Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Idea Press, 2011),198. Perubahan sosial yaitu

perubahan susunan kemasyarakatan dari suatu sistem sosial pra industri ke sistem sosial

industrial. Terkadang disejajarkan dengan perubahan dari masyarakat pramodern ke

masyarakat modern. Atau, dalam peristilahan yang sering digunakan adalah perubahan dari

keadaan ‚negara yang kurang maju‛ (less developed country) ke keadaan ‚masyarakat negara

yang lebih maju‛ (more developed country). Lihat Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah,222. 67

Q.s. ar-Ra’d ayat 11. 68

M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah (Jakarta: Prenada Media, 2006),

253. Untuk lebih jelas tentang perubahan sosial, baca Joseph S. Roucek dan Roland L.

Warrin, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Bina Aksara,tt,), 346. Lihat juga Paul B. Horton dan

Chester L. Hunt, Sosiologi, (Jakarta: Erlangga, 1999), 244. Bandingkan juga dengan

Jalaluddin Rakhmat, Rekayasa Sosial; Reformasi atau Revolusi (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1999), 45

Page 133: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

113

Tentang teori perubahan sosial, Tonies mengkontraskan hubungan-

hubungan natural dan organis keluarga, desa dan kota kecil (gemeinschaft) dengan kondisi yang ‚artifial‛ dan ‚terisolasi‛ dari kehidupan kota dan

masyarakat industri, di mana hubungan-hubungan asli dan natural manusia

satu sama lain telah dikesampingkan, dan setiap orang berjuang untuk

keuntungannya sendiri dalam suatu semangat kompetisi.69

Menguraikan lebih jauh dikotomi Tonnies itu, Mengutip dari Samsul

Munir Amim, Talcott Parsons mengembangkan suatu teori yang terkenal

dengan pattern variables. Menurut teori Parsons, perubahan dari masyarakat

tradisional ke masyarakat industri dan modern juga berarti perubahan dari:

Pertama, affectivity ke affective, yaitu perubahan dan sikap bertindak karena

hendak mendapatkan kesenangan segera ke sikap bertindak dengan kesediaan

menunda atau meninggalkan kesenangan jangka pendek itu karena hendak

mencapai tujuan-tujuan jangka panjang. Pengaruh langsung perubahan ini

bagi proses industrialisasi ialah terbentuknya modal yang diperlukan, karena

adanya kebiasaan menabung dan investasi akibat ditinggalkannya

penggunaan pendapatan untuk maksud-maksud konsumtif. Kedua,

partikularisme ke universalisme. Industrialisasi cenderung mengikis

keeksklusifan partikularistis seperti keekslusifan rasial, warna kulit, dan

keturunan. Partikularisme semacam itu tidak efisien dan membawa ke

penyiapan-penyiapan tenaga. Masyarakat-masyarakat yang paling tinggi

tingkat industrialisasinya, baik kapitalis maupun komunis, adalah

masyarakat-masyarakat di mana pola-pola universalistis tampak menonjol

dan karier terbuka untuk berbagai bakat dan kemampuan. Ketiga, ascription ke achievement. Demikian pula halnya achievement ,dan bukannya

ascription, ia cenderung menjadi dasar rekrut mendalam suatu masyarakat

yang terindustrialisasikan sepenuhnya. Perubahan karena industrialisasi

adalah perubahan dari sistem penghargaan karena prestise ke sistem

penghargaan karena prestasi. Keempat, diffuseness ke specific. Yang

dimaksud adalah perubahan dari hubungan-hubungan sosial yang memiliki

ruang lingkup luas dan serba meliputi, ke hubungan-hubungan di mana

seseorang aktor atau pelaku tindakan membatasi perhatiannya mengenai

orang lain pada hal-hal yang bersifat khusus dan tidak mengizinkan masuk

pertimbangan-pertimbangan lain. Contoh hubungan diffuse ialah antara ayah

dan anak, sedangkan contoh hubungan spesifik (specific) ialah antara guru

dan murid di sekolah umum. Seorang ayah akan berperan sebagai ayah

terhadap anaknya dalam segala situasi, sedangkan seorang guru berperan

sebagai guru terhadap muridnya hanya pada situasi si sekolah, di kelas, atau

situasi yang menyangkut kegiatan pengajaran dan pendidikan.70

69

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 222-223. 70

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 223-224.

Page 134: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

114

Terjadinya perubahan sosial, membawa dampak juga kepada proses

dakwah di kalangan masyarakat. Cara pandang, cara berpikir dan cara

bertindak masyarakat berubah dengan drastis terhadap fenomena

keberagaman masyarakat. Dalam hal ini dakwah harus mampu mengimbangi

perubahan sosial yang terjadi di masyarakat untuk mengarahkan kepada hal-

hal yang bersifat positif. Dari berbagai bentuk perubahan sosial yang

diungkapkan di atas, justru dakwah atau da’i perlu peduli dengan terus

membaca perkembangan yang terjadi di lingkungan masyarakat. Dari hasil

membaca tadi, seorang da’i harus mampu memberikan solusi yang

konstruktif, yang sesuai dengan ajaran, norma dan etika Islam yang dinamis,

transformatif, kondisional, untuk menggerakkan masyarakat agar bangkit

dari segala bentuk keterbelakangan menuju cahaya iman dan kemajuan ilmu

pengetahuan.

Seiring dengan perkembangan dakwah yang semakin meluas serta

gerakan organisasi dakwah yang semakin berkembang pesat baik di

masyarakat maupun di berbagai perguruan tinggi Islam, ini tidak lantas

membuat problematika dakwah hilang dari bayang-bayang majunya

pergerakan dakwah, problematika kerap kali muncul mengiringi pergerakan

dakwah tersebut. Problematika dakwah yang mengemuka pada umumnya

dapat dibedakan menjadi dua macam yakni problematika internal dan

problematika eksternal. Problematika internal diklasifikasikan dalam dua

kelompok, pertama: kelemahan para da’i terhadap pemahaman konsep-

konsep agama sebagai substansi dakwah, metode yang dipakai serta kualitas

da’i itu sendiri, kedua: kelembagaan dakwah yang kurang profesional dalam

aspek manajemennya. Sedangkan problematika eksternal yakni suatu keadaan

yang merintangi gerakan dakwah yang datang dari faktor luar, baik itu faktor

struktur politik nasional maupun internasional terjadi interdepedensi

sistem,71 maraknya ghazw al-fikr, imperialisme barat, gerakan pemurtadan

yang dilakukan para misionaris,72 serta melajunya sains dan teknologi yang

telah menggusur hampir seluruh potensi rohaniah manusia, menyisihkan dan

merusak etika, moral serta akhlak yang mana hal-hal tersebut seharusnya

adalah bidang garap dakwah Islam.73

Selain problematika internal dan eksternal, dalam pelaksanaan

dakwah seringkali juga ditemukan problematika lain baik berupa

permasalahan teknis maupun permasalahan secara umum yang menyangkut

berbagai aspek kehidupan manusia, yaitu aspek sosial budaya, ekonomi dan

politik. Kecenderungan sosial budaya yang terjadi di antaranya reifikasi,

71Samsul Munir Amin, Rekontruksi Pemikiran Dakwah Islam,159.

72

Kartika Sari, ‚Problematika Dakwah di Indonesia dan Upaya Menjawab

Tantangan,‛dalam Imam Malik dkk., Antologi Pemikiran Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: Idea Press, 2011), 87-88.

73

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 309.

Page 135: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

115

objektivikasi manusia dan manipulasi.74 Kecenderungan ekonomi berkisar

kepada masalah permodalan yang menyangkut keterbatasan sumber modal,

ketenagakerjaan dimana jumlah pengangguran semakin meningkat

dikarenakan mereka tidak terlatih sedangkan yang dibutuhkan adalah tenaga

kerja yang terlatih dan ahli, kemudian keadilan ekonomi dimana yang kuat

dialah yang berhak berkuasa. Sedangkan kecenderungan politik di antaranya

partai-partai politik yang berbasis massa Islam belum bersatu untuk

mengedepankan dakwah Islam dan lebih mengedepankan kepentingan politik

masing-masing.75

Upaya untuk menjawab tantangan problematika dakwah di atas

setidaknya ada dua hal yang harus terpenuhi. Pertama, humanisasi yang

berarti dakwah harus kontribusi terhadap nilai-nilai manusiawi dengan

lingkungannya, yang pada gilirannya akan menjelmakan struktur sosio-

kultural yang sehat dan dinamis serta sejahtera.76 Kedua, liberasi yaitu

serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka membebaskan manusia

dari keterbelengguan berpikir, kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan dan

nilai-nilai negatif dari struktur sosio-kultural yang kacau.77

Sementara itu, dalam konsep pemikiran yang praktis, sebagaimana

yang dikutip Kartika Sari, Amin Rais menawarkan lima ‚Pekerjaan Rumah‛

yang perlu diselesaikan, agar dakwah Islam di era informasi sekarang tetap

relevan, efektif, dan produktif. Pertama, perlu ada pengkaderan yang serius

untuk memproduksi juru-juru dakwah dengan pebagian kerja yang rapi. Ilmu

tabligh belaka tidak cukup untuk mendakung proses dakwah, melainkan

diperlukan pula berbagai pengusaan dalam ilmu-ilmu teknologi informasi

yang paling mutakhir. Kedua, setiap organisasi Islam yang berminat dalam

tugas-tugas dakwah perlu membangun labolatorium dakwah (labda). Dari

hasil ‚labda‛ ini akan dapat diketahui masalah-masalah rill di lapangan, agar

jelas apa yang harus dilakukan. Ketiga, proses dakwah tidak boleh lagi

terbatas pada dakwahbil-lisan, tapi harus diperluas dengan dakwahbil-hal, bil-kita>bah, bil-hikmah, dan bil-iqtisa>diyah (ekonomi). Yang jelas, actions speak louder than word. Keempat, media masa cetak dan terutama media

74Reifikasi yaitu kecenderungan manusia untuk menilai dan menikmati sesuatu

hanya dengan ukuran-ukuran yang bersifat lahiriah semata (pragmatis), objektivikasi manusia

yaitu terperangkapnya manusia dalam kerangka sistem budaya dan teknologi sehingga dirinya

menjadi komponen yang sangat tergantung pada sistem tersebut, sedangkan manipulasi merupakan efek samping lain dari makin dipadatinya kehidupan manusia oleh teknologi.

Lihat Kartika Sari, ‚Problematika Dakwah di Indonesia dan Upaya Menjawab

Tantangan‛dalam Imam Malik dkk., Antologi Pemikiran Dakwah Kontemporer, 79.

75

Kartika Sari, ‚Problematika Dakwah di Indonesia dan Upaya Menjawab

Tantangan,‛ 80-83. 76

Kartika Sari, ‚Problematika Dakwah di Indonesia dan Upaya Menjawab

Tantangan,‛ 88. 77

Kartika Sari, ‚Problematika Dakwah di Indonesia dan Upaya Menjawab

Tantangan,‛ 88. Bandingkan dengan Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 305-306.

Page 136: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

116

elektronik. Media elektronik yang dapat menjadi wahana atau sarana dakwah

perlu dimiliki oleh umat Islam. Kelima, merebut para remaja merupakan

tugas dakwah jangka panjang. Anak-anak dan para remaja adalah aset yang

tak ternilai. Mereka wajib diselamatkan dari pengikisan akidah yang terjadi

akibat ‚invasi‛ nilai-nilai non islami ke dalam jantung berbagai komunitas

Islam. Bila anak-anak dan remaja kita memiliki benteng tangguh (al-hususn al-hami>diyah) dalam era globalisasi dan informasi sekarang ini.78

Menghadapi objek dakwah yang berada dalam kondisi transisi, maka

para da’i harus mampu menginterpretasikan dakwah sebagai gerakan moral

dan gerakan kebudayaan, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad

Saw. lima belas abad yang silam, dimana pada waktu itu dakwah berfungsi

sebagai transformator sosial budaya yang berakar pada keyakinan adanya

Tuhan Yang Maha Esa dan mempunyai tujuan secara kuantitatif, dengan

penciptaan masyarakat yang sadar akan perlakuannya selama ini adalah hasil

dari mereduksi budaya Barat, sehingga perlu ditransformasikan ke etika

Islam.

Sebagai umat Islam, sudah semestinya kita menghargai hukum-hukum

Islam, terutama yang berkaitan dengan moral dan etika yang telah ditentukan

oleh Tuhan. Selain itu menurut Gulen ajaran Islam mempunyai misi untuk

menganjurkan manusia agar senantiasa melakukan segala bentuk kebaikan,

dan menjauhi segala bentuk keburukan.79 Lebih jauh lagi, dakwah itu harus

dilakukan dengan cara yang santun dan damai, dengan tidak mengajak secara

paksaan. Apalagi mengajak kepada orang-orang non Muslim. Ini berarti

bahwa karena iman berkaitan dengan forum internum, maka paksaan

beragama merupakan upaya yang sia-sia, bahkan kita dilarang untuk

melakukan usaha semacam itu yang tidak mendatangkan hasil. Berdasarkan

alasan inilah maka perselisihan antar agama harus ditangani dengan cara yang

bersahabat dan damai, dan biarlah Tuhan yang menentukan hasilnya.80

Lain dari itu, menurut Yusuf al-Qaradawhi, persoalan sensitif yang

dihadapi setiap penganut agama yaitu, keyakinan bahwa hanya dia yang

benar dan orang lain yang salah. Mereka beranggapan hanya merekalah yang

mendapat hidayah. Keyakinan ini terkadang mendorong seseorang kepada

sikap fanatik. Namun dalam hal ini, terdapat beberapa unsur penting lain

yang dapat meminimalisir hal tersebut dalam pola pikir dan nurani seorang

muslim.81

78

Kartika Sari, ‚Problematika Dakwah di Indonesia dan Upaya Menjawab

Tantangan,‛ 89-90. 79

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i> (Kairo: Da>r al-Ni>l, 2008), 12-13. 80

Q.S An-Nisa: 59 81

Yusuf Al-Qaradawhi, Kita dan Barat; Menjawab Berbagai Pertanyaan Menyudutkan Islam (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007) 276.

Page 137: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

117

Al-Qur’an telah menjelaskan cara berdakwah yang baik dan benar.

Sehingga sikap fundamental dan radikal tidak dibenarkan sebagai cara

dakwah yang benar. Dalam umat Islam terdapat kelompok fundamentalisme,

dan dalam umat yang lain juga terdapat kelompok fundamentalis. Mereka-

mereka ini tidak mungkin bertemu dan berdialog, karena mereka tidak pernah

percaya dengan pentingnya dialog, bahkan dengan legalitas dialog. Adapun

yang bisa diharapakan dari berdialog adalah kelompok moderat dari kedua

umat tersebut. Mereka inilah sandaran cita-cita untuk melakukan dialog,

kesepahaman, dan kerjasama dalam hal-hal yang sama, serta bersikap toleran

dalam hal-hal yang beda.82

Menurut Gulen, manusia diberi hak untuk memilih berdasarkan

kehendaknya sendiri, dan mengeksplorasi apa saja yang ada di muka bumi.83

Adapun Islam merupakan agama terakhir dari seluruh agama-agama samawi.

Dalam konteks literatur kebahasaan, Islam secara etimolgis berarti

keamanan, perlindungan, konsiliasi dan perdamaian atau dapat pula berarti

pembebasan, penyerahan diri, purifikasi dan keselamatan dari setiap cobaan

yang dapat menimpa seluruh komponen kehidupan, seperti manusia, hewan,

tumbuhan dan bahkan benda mati sekalipun.84 Terminologi Islam berarti,

Islam ekuivalen tauhid.85

Etimologi Islam merefleksikan keselamatan dan kedamaian bagi

pemeluknya, mengganggu seorang muslim dalam menjalankan formalitas

peribadatannya adalah hal yang tidak bisa dibenarkan, sebagaimana yang

sudah ditetapkan. Pemahaman yang sesungguhnya dari Islam akan

membentuk sosok muslim bagaikan sebuah benteng bersenjatakan moralitas.

Moralitas Islam akan menuntut seorang muslim untuk mempersenjatai diri

82

Dunia ini diibaratkan seperti kampung yang kecil. Merupakan kewajiban setiap

penduduk kampung tersebut adalah bertemu, berdialog, serta tolong menolong dalam

kebaikan dan takwa, bukan dalam dosa dan permusuhan. Yusuf Al-Qaradawhi, Kita dan Barat; Menjawab Berbagai Pertanyaan Menyudutkan Islam, 276-277. Ajakan Al-Qur’an

kepada Ahli Kitab untuk berdialog termaktub dalam Q.S Ali Imran: 64.

Katakanlah: "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah".

83Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 28. 84

Ali Syu’aibi Gill Kibil, Meluruskan Radikalisme Islam (Ciputat: Pustaka Azhary,

2004) 246. 85

Islam juga mencakup artian dari sebuah ketaatan kepada Allah. Sebagaimana

Firman Allah dalam Q.S Al-An’a>m: 14 dan Q.S Ali Imra>n: 80.

Page 138: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

118

dengan sejumlah prinsip, berupa prinsip ketaatan kepada Tuhan, prinsip

intropeksi diri pada setiap dosa dalam upaya menjauhi diri setiap prilaku

buruk.86

Lebih jauh lagi, strategi penyampaian pesan-pesan dakwah kepada

obyek dakwah memiliki konsekuensi terpeliharanya hubungan insani secara

sehat dan harmonis, sehingga dakwah tetap memberikan fungsi maksimal

bagi kehidupan. Jelasnya proses dakwah perlu mempertimbangkan dimensi-

dimensi sosiologis dan antropologis agar komunikasi yang dilaluinya dapat

berimplikasi pada peningkatan kesadaran umat secara domestik dan islami.87

Adapun dalam pandangan Gulen, sikap individualitas dan streotype

dapat mempersulit datangnya petunjuk. Lebih spesifik lagi, Gulen

menerangkan bahwa tujuan utama seorang da’i adalah mengajak orang ke

jalan Tuhan, tanpa harus ada berkembangnya potensi perpecahan di antara

umat beragama.88 Selaras dengan kegiatan dakwah yang baik, unsur-unsur

pokok yang menjadi bagian dari identitas muslim menurut Tariq Ramadhan89

ada lima: pertama, iman dan spritualitas: keislaman seseorang akan tercermin

dari sebuah keimanan kepada satu Tuhan. Orang beriman berhubungan

dengan Tuhan melalui kehidupan spritual yang permanen. Kehidupan orang

beriman idealnya menjadi manifestasi yang sempurna dari keimanannya.

Dengan demikian, di lingkungan apapun, keimanan dan kehidupan hati ini

harus dijaga dan dijunjung tinggi.90

Kedua, Ibadah: yakni dengan cara menjalani dan mematuhi perintah-

perintah agama dan menjalankan ibadah yang diwajibkan adalah konsekuensi

logis dari ‚iman dan spritualitas‛. Ini adalah soal kebebasan beribadah,

karena itu baik laki-laki maupun perempuan harus mempunyai pilihan untuk

beribadah atau tidak. Jika seorang memilih utama mematuhi agamanya atau

tidak mematuhi kewajiban utama agamanya,91 maka ia pun harus dibiarkan

hal itu tanpa gangguan. Ini juga tentunya berarti bahwa dimensi komunitas

kaum beriman harus dihormati.

Ketiga, Perlindungan, sebagai manusia dan orang beriman, orang

muslim tidak begitu saja minta untuk diterima atau ditoleransi. Tapi lebih

86

Ali Syu’aibi Gill Kibil, Meluruskan Radikalisme Islam, 251. 87

Wakidul Kohar, ‚Strategi Dakwah untuk Masyarakat Multi Etnis‛ dalam Islam

dan Ralitas Sosial: Di Mata Intelektual Muslim Indonesia (Jakarta: Edu Indonesia Sinergi,

2005) 298-299. 88

Muhammad Fathullah Gu>lan, T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj Ih}sa>n

Qa>sim al-S{a>lih}i>, 108-109. 89

Cucu Hasan al-Banna, Guru besar Filsafat di College of Geneva, Swiss. 90

Bagi seorang Muslim, kehidupan spritual merupakan esensi eksistensinya di muka

bumi dan para ulama, dalam klasifikasi lima masha>lih esensial mereka, menyebutkan pada

peringkat pertama, penjagaan keimanan dan jalan hidup secara alamiah berhubungan dengan

pengesperiannya. 91

Lima pilar agama Islam yakni: Shalat, puasa, membayar zakat, dan melaksanakan

ibadah haji.

Page 139: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

119

dari itu bisa memberi perlindungan dan bisa bersikap toleransi juga.

Keempat, Kebebasan, kaum Muslim memberi kesaksian mengenai kebenaran

Islam yang menurut mereka, diturunkan Tuhan ke dunia melalui wahyu al-

Qur’an. Namun pada hakikatnya, kebebasan beribadah harus berdampingan

dengan kebebasan berbicara, dan melalui kebebasan ini kaum Muslim dapat

mempersentasikan dan menjelaskan bagaimana iman, agama dan hidup

mereka92 adapun yang terakhir ialah Partisipasi, yakni spritualitas Islam

untuk mencapai pertumbuhan sempurna melalui perbuatan (amal) orang

beriman dan berpartisipasi dalam urusan sosial. Dari sudut pandang Islam,

beriman berarti beramal dan ini adalah makna dari ungkapan al-Qur’an yang

sering diulang-ulang ‚mereka yang beriman dan beramal saleh‛. Ini berarti

kaum Muslim harus didorong melibatkan diri dalam masyarakatnya dan

beramal demi solidaritas manusia.93

Lima elemen inilah menurut Tariq Ramadhan, tentunya memberi kita ide

tentang prasyarat esensial yang membentuk identitas muslim. Elemen ini

merupakan potret seorang muslim secara menyeluruh tanpa

mempertimbangkan ketidakmenentuan sejarah atau faktor sosial politik.

Tanggung jawab pertama dan terbesar orang muslim adalah memberikan

penilaian yang fair terhadap lingkungan agama, sosial dan hukum. Selain itu

dengan menjadi seorang muslim berarti menjadi juru damai, yaitu seorang

yang secra terus menerus berupaya mencari jalan untuk mengatasi konflik

dan memelihara keinginan baik untuk kehidupan bersama yang damai. Tuhan

menghendaki kita untuk hidup dalam kedamaian dan harmoni bersama

ciptaan-Nya.94 Serta diikuti dengan usaha dialog yang baik dan menghormati

nilai-nilai dan asas-asas kemanusiaan. Dialog ini dilakukan baik pada tataran

intra agama atau keimanan. Bahkan lebih komprehensif lagi dilakukan antar

agama atau keimanan.

92

Ini adalah makna dari ungkapan al-Qur’an ‚menjadi saksi atas (perbuatan)

manusia‛ Q.S Al-Baqarah: 143. Artinya kaum Muslim harus membuat pesan mereka agar

dapat dipahami dan dikenal. Ini juga arti konsep utama lainnya dalam tradisi Islam, yaitu

dakwah. konsep dakwah berlandaskan satu prinsip, yaitu hak setiap manusia untuk membuat

pilihan berdasrkan pengetahuan dan karenanya orang Muslim diperintahkan menyampaikan

pengetahuan tentang Islam di kalangan orang Muslim maupun non Muslim. Lihat Tariq

Ramadhan, Teologi Dialog: Islam Barat Pergumulan Muslim Eropa (Bandung: Mizan, 2002)

150-151. 93

Tariq Ramadhan, Teologi Dialog: Islam Barat Pergumulan Muslim Eropa 149-151. 94

J.B Barnawiratma, Zainal Abidin Bagir, etc, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia, 31-32.

Page 140: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

120

Page 141: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

121

BAB V

PENUTUP

Sebagai bab penutup, pada bab ini menyimpulkan sebagaimana

uaraian pada bab sebelumnya dan diakhiri dengan beberapa saran dan

rekomendasi untuk pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai tema

pada tesis ini.

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian-uraian terdahulu, tesis ini menyimpulkan

bahwa dakwah yang berlandaskan kepada nilai-nilai kearifan dan moralitas

merupakan pilar dasar dalam pembentukan religiusitas masyarakat yang

toleran. Terbukti prefensi dalil al-Qur’an yang lebih memanusiakan manusia

dalam menjalin hubungan dengan lebih mengedepankan nilai-nilai kearifan,

moralitas dan kebijaksanaan perenial. Dalam artian bahwa, agar dakwah

dapat diterima, maka hendaklah para da’i harus mampu berharmoni dan

berhumanisasi dengan masyarakat sekitarnya, baik dalam tataran hubungan

antar agama, budaya, maupun antar peradaban. Permasalahan utama kajian

ini pada dasarnya mengacu pada beberapa permasalahan terkait adanya

perubahan paradigma dalam penyampaian pesan-pesan agama (dakwah),

dakwah fundamentalis, ekstrim, dan radikal. Serta hilangnya rasa

kepercayaan dan toleransi. Benturan peradaban dan krisis kepercayaan ini

dipahami sebagai salah satu krisis besar yang mengancam keharmonisan

hubungan antar umat beragama dan negara. Oleh karenanya, persoalan

mendasar yang harus diubah adalah berkaitan dengan paradigma atau sudut

pandang tentang dakwah.

Berangkat dari penelitian dan pembacaan yang dilakukan oleh

penulis, maka tesis ini menemukan beberapa poin penting berikut ini:

Pertama, Sikap Fundamentalis dan radikal bukanlah pijakan dakwah

yang tepat, karena dakwah Islam pada dasarnya mengumandangkan spirit

profetik Rahmatan li al-‘A>lamin yaitu ajaran Islam yang mengedepankan

cinta dan kasih sayang serta sikap toleransi antar umat beragama. Sebagai

solusinya, gagasan yang berlandaskan kepada nilai-nilai kearifan, moralitas

dan kesantunan terhadap semua umat beragama merupakan nilai dasar dalam

berdakwah. Hal ini dapat dibuktikan dengan landasan fundamen dakwah

yang berbasis filosofis normatif (dakwah qur’ani dan dakwah profetik),

sekaligus menegaskan bahwa Islam mengajarkan cara yang santun dalam

berdakwah. Selain itu, dalam penyampaikan dakwah ada aturan dan kode etik

yang harus dimiliki dan diikuti oleh para juru dakwah (da’i).

Kedua, Metode dakwah dalam al-Quran begitu humanis, Islam lebih

mengedepankan perdamaian dan dialog dengan santun dan argumentatif. Hal

Page 142: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

122

ini tentunya harus dibudayakan, baik dalam konteks inter-religius, intra-

religius, maupun antar peradaban. Lebih komprehensif lagi, landasan dakwah

yang berbasis filosofis normatif (dakwah qur’ani dan profetik), menegaskan

bahwa Islam agama cinta dan mencintai kedamaian. Sehingga dalam proses

menyampaikan pesan-pesan keagamaan Islam telah memberikan tata cara

dakwahnya yang meliputi; al-Hikmah, Al-Mau’iz}ah al-H{asana (nasihat yang

baik) dan Al-Muja>dalah bi allati hiya Ah}san (Berdebat dengan Cara Baik.)

serta menggunakan kekerasan dengan dalih berjihad di jalan Tuhan tidaklah

dapat dibenarkan dalam berdakwah.

Ketiga, dalam proses menyampaikan pesan-pesan keagamaan

(dakwah) inilah Gulen memberikan dasar-dasar dan kaidah-kaidah dalam

dakwah yang diawali dengan membekali diri dengan ilmu pengetahuan,

menyelaraskan hati dengan al-Qur’an dan al-Sunnah, menggunakan cara-cara

yang disyari’atkan dan melakukan apa yang disampaikan. Lain dari pada itu,

Gulen juga memberikan gambaran dan sifat seorang da’i yang harus dimiliki

dalam berdakwah (etika dan teladan dakwah) yang meliputi berdakwah

dengan penuh kasing sayang, mengedepan toleransi dan menjaga empati.

Kontruksi dan subtasnsi konsep dakwah Gulen ini, berorientasi kepada nilai-

nilai yang benar-benar spritual, seperti sikap toleransi, kasih sayang,

kesabaran, pengampunan (forgiveness), kedamaian batin (inner peace),

keharmonisan sosial (social harmony), kejujuran (honesty).

Keempat, problem krisis manusia modern dalam menjalin hubungan

dimotori dengan sikap eksklusif, ekstrim, radikal dan intoleran. Sehingga

revolusi paradigma menjadi keniscayaan, di antara alternatifnya dengan

menekankan Islam sebagai agama cinta. hal ini tentunya diiringi dengan

sikap inklusif dan ajaran toleransi sebagai basis keberagamaan. Lebih jauh

lagi diikuti dengan dialog intensif intra dan antar agama. Ini menunjukkan

adanya kesinambungan dalam upaya memperbaiki hubungan antar umat

manusia yang berbeda agama dan beragam budaya. Sikap inklusif dan ajaran

toleransi tersebut untuk perbaikan yang mendera moralitas masyarakat

kontemporer seperti berlaku radikal, ekstrim, dan intoleran. Kesemuanya itu

merupakan pondasi awal dalam membentuk kepribadian serta pijakan dalam

membangun interaksi dalam bermasyarakat.

Kelima, dakwah Gulen pada intinya mengajak kepada keseimbangan

antara kehidupan dunia dan akhirat, dengan tetap menjaga sikap inklusif,

termasuk bagaimana mentranformasikan nilai religius tersebut sebagai

refleksi kehidupan sosial.

B. Rekomendasi

Sebagai agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa

aktif dalam melakukan kegiatan dakwah. Maka dakwah menempati posisi

yang tinggi dan mulia dalam kemajuan agama Islam. Bagaimanapun detil,

Page 143: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

123

luas, dan komprehensifnya sebuah penelitian yang mencoba menguraikan

tentang metode, dan pendekatan dakwah, hampir dipastikan penelitian tersebut

tidak akan berhenti, hal ini dikarenakan kegiatan dakwah tidak akan pernah

usai selama kehidupan di dunia masih berlangsung dan akan terus melekat

dalam situasi dan kondisi apa pun bentuk dan coraknya.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh

dari kesempurnaan, serta banyaknya kelemahan dari berbagai aspek. Kajian

tentang dakwah selama ini biasanya hanya terbatas dan terfokus pada

metode, pendekatan, dan etika dalam dakwah. Tentu kajian-kajian tersebut

tidak terlalu memberikan kontribusi yang signifikan dalam memperkaya

khazanah keilmuan dunia akademik.

Bertolak dari kesadaran akademik ini, maka penulis hendak

memberikan masukan dan rekomendasi kepada peneliti selanjutnya untuk

lebih mendalam dan lebih giat dalam melakukan penelitian. Dengan beberapa

rekomendasi sebagai berikut:

Pertama, kepada komunitas akademik pemerhati, dan pengkaji

dakwah, khususnya yang berkaitan dengan tema-tema kearifan dan moralitas,

hendaknya dapat memberikan muatan filosofis baru yang lebih praktis sejalan

dengan wacana kontemporer. Tema-tema yang melangit dan ideal dapat

dibumikan secara familiar, sehingga seluruh kalangan dan lapisan masyarakat

dapat dengan mudah mengakses, memahami dan menerapkan konsep-konsep

ideal tersebut dalam berdakwah dan berkehidupan yang bermasyarakat. Hal

ini disebabkan wacana krisis moral, bersikap radikal, ekstrim dan intoleran,

merupakan bagian dari sedikit problem kehidupan masyarakat kontemporer.

Selain itu termasuk dari bagian problem yang bersifat praktis maupun

teoritis. Sehingga penyelesaiannya pun perlu di tempuh dengan dua

kecenderungan tersebut. Perkara yang sudah sepatutnya juga bagi para

pemerhati, pengkaji dan praktisi dakwah agar dapat memainkan perannya

dalam konteks tersebut.

Kedua, diharapkan kajian dakwah pada dasarnya tidak terbatas pada

tataran metode dan pendekatan saja. Akan lebih kontributif, apabila dakwah

dikaitkan dengan berbagai disiplin ilmu yang ada: Seperti kajian dakwah

dihubungkan dengan lintas disiplin ilmu modern atau lebih jauh lagi jika

disandingkan dengan ilmu sosiologi, tasawwuf, hubungan internasional

dengan pendekatan fenomenogi. Ini beberapa kajian yang berkaitan dengan

lintas disiplin ilmu dakwah dengan jenis ilmu yang lainnya.

Ketiga, kajian ini hanya terfokus dan terpusat pada kajian konsep

dakwah Gulen dan relevansinya dalam konteks masyarakat kontemporer.

Sesungguhnya para pemerhati dan praktisi dakwah selain Gulen, masih

banyak dan luas untuk dikaji dan diteliti. Baik yang berkenaan dan berkaitan

dengan konsep dakwah dan penerapannya. Apalagi di komparasikan dengan

teori-teori disiplin ilmu yang lainnya. Maka penulis menyarankan akan lebih

Page 144: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

124

baik lagi apabila kajian ini dilanjutkan dalam konteks yang lebih luas. Untuk

langkah selanjutnya, diharapkan lewat penelitian ini dapat memberikan

kontribusi yang signifikan dan berarti kepada seluruh civitas akademik pada

khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Page 145: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

125

DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Ba>qi, Muhammad Fuad. al-Mu‘jam al-Mufahras Li Alfaz} al-Qur’an. Cairo: Darul Hadits, 2007.

Abou El Fadl, Khaled. The Great Theft: Wrestling Islam From The Extermist. t.t.

Abdullah, M. Yatimin. Pengantar Studi Etika. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2006.

Abda, Slamet Muhaimin, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, Surabaya: Al-

Ikhlas, 1994.

Amin, Syamsul Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah, 2009.

Amin, Edi. ‚Etika Dakwah: Kajian Kritis Profesionalisasi Dakwah‛ Tesis, Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi Program studi Pengkajian

Islam SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2004.

Aziz, Moh. Ali, Ilmu dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2009.

Azra, Azyumardi. Konflik Baru Antar Peradaban; Globalisasi, Radikalisme dan Pluralitas. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.

al-Baya>nu>ni>, Muhammad Abu> al-Fatah. al-Madkhal ila ‘Ilmi al-Da’wah: Dira>sah Manhaji>yah Sya>milah li Ta>ri>kh al-Da’wah wa Usu>liha wa Mana>hijiha wa Asa>libiha wa Wasa>iliha wa Musykila>tiha fi D{aw’i al-Naql wa al-‘Aql. Beirut: Mu’assasah al-Risa>lah, 1991.

al-Bagda>di>, Abu al-Fad}l Shiha>buddin al-Saidi> Mahmu>d al-A<lu>si.> Ru>hul al-Ma’a>ni> fi> Tafsi>ri al-Qur’an al-‘Az}i>m wa Sab’i al-Matha>ni, Juz 14.

Beirut: Da>r Ihya>’ al-Tura>s al-‘Arabi>, tt.

al-Azi>z, Jum‘ah Ami>n ‘Abdu. al-Da’wah Qawa>’id wa Usu>l, Kairo: Da>r al-

Da’wah, 1999.

Badruttamam, Nurul. Dakwah Kalobaratif Tarmizi Taher. Jakarta: Grafindo,

2005.

Page 146: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

126

Bagir, J.B Barnawiratma, Zainal Abidin etc, Dialog Antarumat Beragama Gagasan dan Praktik di Indonesia. Jakarta: Mizan Publika, 2010.

Basit, Abdul. Wacana Dakwah Kontemporer. Purwokerto: STAIN

Purwokerto Press dan Pustaka Pelajar, 2006.

Bisri, Cik Hasan dan Eva Rufaidah. Model Penelitian Agama dan Dinamika

Sosial. Himpunan Rencana Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2002.

Chirri, Mohammad Jawad, Inquiries About Islam. 1986.

D{a>hir, Muhammad Ka>mil. al-Da‘wa al-Waha>biyya wa Atharuha fi> al-Fikr al-Isla>mi al-H>{adith. Beirut: Da>r al-Sala>m, 1993.

Ebaugh, Helen Rose, The Gülen Movement A Sociological Analysis of a Civic Movement Rooted in Moderate Islam. New York: Springer,

2010.

Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2003.

Esposito, John L. The Future of Islam. New York: Oxford University Press,

2010.

Faizah dan Lalu Muchsin Efendi, Psikologi Dakwah. Jakarta: Prenada Media,

2006.

Faraj, Abdus Salam. Jihaad the Absent Obligation: and Expel The Jews and Cristians From The Arabian Paninsula, terj. Abu Umamah

Birmingham: Maktabah Al Ansaar Publications, First Edition 2000.

Faldiansyah, Iqram. ‚Dakwah dan Lingkungan‛ dalam Imam Malik dkk.,

Antologi Pemikiran Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Idea Press,

2011.

Fadlullah, Muhammad Husain Metodologi Dakwah Dalam al-Qur’an: Pegangan Bagi Para Aktivis, terj. Tarmana Ahmad Qosim. Jakarta:

Lentera Basritama, 1997.

Page 147: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

127

Fathurahman, Safira Rahmayani, ‚Fethullah Gulen sebagai Tokoh Sentral

dalam Gerakan Fethullah Gulen‛ Skripsi, Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya Program Studi Arab, Universitas Indonesia Depok 2011.

Frank, Daniel H. ‚Etika‛ dalam Seyyed Hossein Nasr dkk., Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam: Buku Kedua Seri Filsafat Islam, terj. Tim

Penerjemah Mizan. Bandung: Mizan, 2003.

Friedmann, Yohanan. Tolerance and Coercion in Islam: Interfaith Relations in the Muslim Tradition. UK: Cambridge University Press, 2003.

Gu>lan, Muhammad Fathullah. T{uruq al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H{aya>h, terj

Ih}sa>n Qa>sim al-S{a>lih}i>. Kairo: Da>r al-Ni>l, 2008.

--------------------. Wa Nahnu Nuqi>mu S{arh} al-Ru>h, terj ‘Auni> ‘Umar Lut}fi>.

Kairo: Da>r al-Ni>l, 2008.

--------------------. As’ilah al-‘As}r al-Muh{ayyirah, terj. Wurkhan Muhammad

Ali. Da>r al-Nile: Cairo, 2008.

--------------------.Toward a Global Civilization of Love and Tolerance. New

Jersey, Tughra Books, 2011.

--------------------. al-Nu>r al-Kha>lid Muhammad Mafkhirah al-Insa>ni>yah, terj.

Awirkhan Muhammad ‘Ali>, Kairo: Da>r al-Ni>l, 2007.

--------------------.The Essentials of The Islamic Faith. New Jersey, 2010.

--------------------. Key Concepts in the Practice of Sufism, volum 1. New

Jersey, 2006.

--------------------. Pearls of Wisdom trj. Ali Unal. New Jersey:Light, 2005.

--------------------. Membangun Peradaban Kita: Islam adalah Masa Depan Dunia yang Memuliakan dan Menjunjung Tinggi Derajat Manusia, trj. Fuad Syaifudin Nur dan Syarif Hade Masya, Jakarta: Republika,

2013.

Ghazali, Abd. Moqsith, Argumen Pluralisme Agama, Membangun Toleransi Berbasis Al-Qur’an, Depok: Kata Kita, 2009.

Page 148: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

128

al-Hasani, Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki. Kiat Sukses Berdakwah, terj.

Samsul Munir Amin. Jakarta: AMZAH, 2006.

Halimi, Safrodin. Etika Dakwah dalam Perspektif al-Qur’an Antara Idealitas Qur’ani dan Realitas Sosial. Semarang: Wali Songo Press, 2008.

Hanafi, Hassan. Islam in the Modern World: Tradition, Revolution and Culture.Vol II. Kairo: Dar Kebaa Bookshop, 2000.

Hasan, M. Iqbal\. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Hefni, Harjani dkk. Metode Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2006.

Husaini, Murtadha. Kode Etik Mubalig Tuntunan Dakwah Secara Islam.

Jakarta: Citra, 2011.

Hofman, Murad W. Islam The Alternatif, Beltsville: Amana Publications,

1993.

Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt. Sosiologi. Jakarta: Erlangga, 1999.

Hotman, Prio dan A. Ilyas Ismail. Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam. Jakarta: Kencana, 2011.

Ibn Taymiyyah, Shaykh ul-Islaam Taqi ud-Deen Ahmad. The Religious and Moral Doctrine of Jihaad, terj. Abu Umamah Birmingham: Maktabah

Al Ansaar Publications, First Edition 2001.

Imarah, Muhammad. Islam dan Pluralitas: Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan, terj. Abdul Hayyie al-Kattaanie. Jakarta:

Gema Insani Press, 1999.

Irawan. ‚Peran Tasawuf dalam Meredam Konflik Sara pada Era Reformasi di

Indonesia‛ dalam Imam Malik dkk. Antologi Pemikiran Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Idea Press, 2011.

al-Jawwi, Syaikh al-Nawawi. Mara>h Labi>d Tafsir Nawa>wi al-Tafsir al-Muni>r. Indonesia: Dar al-Ihya al-Kutub al-Arabiyah, t.t.

al-Juyu>shi>, Muhammad Ibra>hi>m. al-Da’wah wa Da’a>h fi > al-‘As}ri al-Hadi>s.

Kairo: Mat}ba‘ah al-Husain al-Islamiyyah, tt.

Page 149: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

129

Ismail, A. Ilyas Paradigma Dakwah Sayyid Quthub Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah. Jakarta: Penamadani, 2006.

Karim, Zaid Abdul Dakwah Bil-Hikmah, terj. Kathur Suhardi, Jakarta:

Pustaka Al-Kautsar, 1993.

Kaelan. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat. Yogyakarta:

Paradigma, 2005.

Kartanegara, Mulyadhi ‚Etika‛ dalam Mulyadhi Kartanegara dkk., Pengantar Studi Islam. Jakarta: Ushul Press, 2011.

Kibil, Ali Syu’aibi Gill. Meluruskan Radikalisme Islam, Ciputat: Pustaka

Azhary, 2004.

Kohar, Wakidul. ‚Strategi Dakwah untuk Masyarakat Multi Etnis‛ dalam

Islam dan Ralitas Sosial: Di Mata Intelektual Muslim Indonesia,

Jakarta: Edu Indonesia Sinergi, 2005.

Kuntowijoyo. Identitas Politik Umat Islam. Bandung: Mizan, 1997.

--------------------. Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan,

1991.

Latif, Mahmud Abdul. Pengemban Dakwah: Kewajiban dan Sifat-sifatnya.

Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003.

Lari, Mujtaba Musawi Islam Spirit Sepanjang Zaman. Jakarta: al-Huda,

2010.

Luthfi, Atabik Tafsir Da’awi Tadabbur Ayat-ayat Dakwah untuk Para Da’i, Jakarta: al-I’tishom, 2011.

al-Ma‘a>firi>, Abi> Muhammad ‘Abd al-Malik ibn Hisham. al-Si>rah al-Nabawiyyah li ibn Hisham, Tahqiq, al-Shaikh Ahmad Jad, Juz 1,

Kairo: Da>r al-Ghad al-Jadi>d al-Mans}u>rah, 2007.

Mahmud, Abdul Halim Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi Muslim, Trj. As’ad Yasin. Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Masduqi, Irwan. Berislam Secara Toleran Teologi Kerukunan Umat Beragama. Bandung: Mizan, 2011.

Page 150: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

130

M. Romli, dan Asep Syamsul. Jurnalistik Dakwah, Visi dan Misi Dakwah Bilqolam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003.

M.S, Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi, Bandung: Citra Aditya Bakti,

1997.

Misrawi, Zuhairi. Al-Qur’an Kitab Toleransi, Inklusivisme, Pluralisme dan Multikulturalisme. Jakarta: Fitrah, 2007.

Mudzhar, M. Atho. Pendekatan Studi Islam dalam Teori & Praktek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Muba>rak, Muhammad Sa‘i>d. al-Da’wah wa al-Ira>dah. Riyadh: Huqu>qu al-

T{ab‘ Mahfu>z{ah lil Mu‘alif: 2005.

al-Muba>rakfuri>, Safi> al-Rahman. al-Rah}i>q al-Makhtu>m: Bah}th fi> al-Si>rah al-Nabawiyyah ‘Ala> S{a>hibiha> Afd}al al-S{ala>h wa al-Sala>m. Mesir: Da>r

al-Wafa’, 2010.

Munir, M. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Media, 2006.

Munawwir, Warson. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap.

Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.

Murodi, Dakwah Islam dan Tantangan Masyarakat Quraisy: Kajian Sejarah Dakwah pada Masa Rasulullah saw. Jakarta: Kencana, 2013.

Muriah, Siti Metodologi Dakwah kontemporer, Yokyakarta: Mitra Pustaka,

2000.

Musfah, Jejen. Indeks al-Qur’an Praktis: Dilengkapi Teks Ayat Lengkap dengan Terjemahannya. Jakarta: Hikmah, 2007.

Omar, Toha Yahya. Ilmu Dakwah. Jakarta: Pertjetakan Negara, 1971.

al-Qurt}ubi>, Abi> ‘Abdillah Muhammad ibn Ahmad ibn Abi> Bakr. al-Ja>mi‘I li al-Ah}ka>m al-Qur’an wa al-Mubayyin lima> Tad}ammanah min al-Sunnah wa a>y al-Furqa>n, Juz 12. Beirut: Muassasah al-Risa>lah, 2006

al-Qaradhawi, Yusuf Retorika Islam Bagaimana Seharusnya Menampilkan Wajah Islam, terj. H.M. Abdilah Noor Ridlo, Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2007.

Page 151: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

131

--------------------. Kita dan Barat; Menjawab Berbagai Pertanyaan Menyudutkan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.

Rakhmat, Jalaluddin. Rekayasa Sosial; Reformasi atau Revolusi. Bandung:

Remaja Rosdakarya, 1999.

Ramadhan, Tariq, Teologi Dialog: Islam Barat Pergumulan Muslim Eropa. Bandung: Mizan, 2002.

Roucek, Joseph S. dan Roland L. Warrin. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Bina

Aksara, tt.

Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal: Menentramkan Jiwa, Mencerahkan Pikiran Jakarta: Paramadina, 2004.

Roudhonah, Ilmu Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007.

ash-Shadr, Muhammad Baqir, Risalatuna Pesan Kebangkitan Umat; Konsep Dakwah, pemikiran, dan Reformasi Sosial, terj. Muahammad Abdul

Qadir Alcaf. Yogyakarta: RausyanFikr, 2011.

Shah}a>tah, Abbdullah al-Da‘wah al-Isla>m wa al-I‘la>m al-Di>ni>. Mesir: al-

Hai’ah al-Mis}ri>yah al-‘A<mmah li al-Kita>b, 1978.

Sari, Kartika. ‚Problematika Dakwah di Indonesia dan Upaya Menjawab

Tantangan‛ dalam Imam Malik dkk. Antologi Pemikiran Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: Idea Press, 2011.

Shihab, Alwi. Islam Inklusif. Bandung: Mizan, 1998.

Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Qur’an al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2004.

--------------------.Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan. 2000.

Singarimbun, Masri. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES, 1989.

Siddiqi, Shamim A. Methodology of Dawah Ilallah in American Perspective.

New York: The Forum for Islamic Work, 1989.

al-S}a>bu>ni, Shaykh Muhammad ‘Ali. S{afwat al-Tafa>sir. Beirut: Dar al-Fikr,

2001.

Page 152: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

132

asy-Syuwaikh, Adil Abdullah al-Laili Bersama Kereta Dakwah Sukses Berdakwah di Era Keterbukaan, trj. Asfuri Bahri, Jakarta: Robbani

Press, 2006.

Saqar, Abd al-Badi Kaifa Nad’u al-Na>s, Beirut: al-Maktab al-Isla>mi>, 1979.

al-Sya>fi>‘i, Sulaiman ibn ‘Umar al-‘A<ji>li. Tafsir al-Jamal ‘Ala al-Jalalain. Singapura: Maktabah wa Matba‘ah Sulaiman Mar‘i, t.t.

al-S{iba>gh, Sibba>m. al-Da’wah wa al-Da‘a>h baina al-Wa>qi‘ wa al-Hadaf wa Mujtama‘a>t ‘Arabiyyah Mu‘a>s}irah. Damaskus: Da>r al-Ima>n, 2000.

Siroj, Said Aqil, Tasawuf sebagai Kritik Sosial Mengedepankan Islam sebagai Inspirasi bukan Aspirasi. Bandung: Mizan, 2006.

Suhandang, Kustadi. Ilmu Dakwah Perspektif Komunikasi. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2013.

Sudaryoso, Satera. Etika Keseimbangan Kosmik: Hubungan Alam dan Manusia. Jakarta: Impressa, 2013.

al-Sulami>, Muhammad ibn ‘Isa Abu> ‘Isa al-Tarmidhi>, Sunan al- Tarmidhi>, Beirut: Da>r Ih}ya> al-Tura>th al-‘Arabi>, tt.

Sumarta, Th. Pluralisme, Konflik dan Dialog: Refleksi tentang Hubungan Antar-Agama di Indonesia dalam Th. Sumarta dkk. Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakarta: Interfidei,

2001.

al-Tayya>r, ‘Ali ibn Abd al-Rahman ibn ‘Ali. al-Da‘wah wa al-Jiha>d fi> al-‘Ahd al-Nabawi>: A<da>b wa H{ikam. Riyadh: Huqu>qu al-T{ab‘ Mahfu>z{ah li al-

Mu’allif, 2003.

Tahqiq, Nanang ‚Islam‛ dalam dalam Mulyadhi Kartanegara dkk., Pengantar Studi Islam, Jakarta: Ushul Press, 2011.

Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.

Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, versi ofline dengan mengacu

pada data dari KBBI daring (edisi III) dari

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/ diakses tanggal 27 Desember

2012.

Page 153: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

133

Uwaidah, Muhammad Abdul Latif Pengemban Dakwah Kewajiban dan Sifat-sifatnya, trj. Arief B. Iskandar, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, 2003.

al-‘Ulya>ni>, Ali ibn Nafyu’. Ahammiyah al-Jihad> fi> Nas}ri al-Da‘wa al-Isla>miyyah wa al-Radd ‘Ala> al-T{awa>ifi al-D{a>llah Fi>hi. Riyadh: Da>ru

T{ayybah, 1985\.

al-Wa‘iy, Taufik Yusuf. Fiqih Dakwah Ilallah, terj. Sofwan Abbas dkk.

Jakarta: Al-I‘tishom, 2011.

al-Wakil, Muhammad Sayyid. Prinsip dan Kode Etik Dakwah. Jakarta:

Akademika Presindo, 2002.

Yaqub, Ali Mustafa. Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: PT. Pustaka

Firdaus, 2000.

al-Zamakhshari>>, Abu al-Qa>sim Mahmu>d ibn ‘Umar. al-Kassha>f ‘an H{aqa>iq Ghawa>mid} al-Tanzil> wa ‘Uyu>n al-Aqa>wil fi> Wuju>h al-Ta’wi>l, Juz 3,

Riya>d}: Maktabah al-‘Abi>ka>n, 1998.

Zainuri, Lalu Ahmad ‚Etika Da’i dalam al-Qur’an: Studi Analisis Pada Surat

al-Muddtstsir‛ Tesis, Konsentrasi Dakwah dan Komunikasi Program

studi Pengkajian Islam SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2005.

Zaidallah, Alwisral Imam. Strategi Dakwah Dalam Membentuk Da’i dan Khotib Profesional. Jakarta: Kalam Mulia, 2005.

Zaprulkhan, ‚Eksistensi Tuhan Menurut Said Nursi dan Kritiknya Terhadap

Paham Materialisme Barat‛ Tesis, Fakultas Aqidah dan Filsafat UIN

Sunan Kalijaga, 2007.

Zed, Mustika. Metodologi Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2004.

Zulfahmi. ‚Gerakan Damai Fethullah Gulen di Turki Perspektif Komunikasi

Islam‛ Tesis, Konsentrasi Agama dan Perdamaian Program studi

Pengkajian Islam SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Page 154: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

134

Jurnal dan artikel:

Awang, Abdul Ghafar HJ. Don Jaffary. ‚Knowledge management and its

Impact on Islamic Da’wah: A Historical Perspective‛, dalam Journal of Islamic and Arabic Education. 1 (2), 2009. 61-68.

http://journalarticle.ukm.my/770/1/10_1.pdf. (diakses: 21 Desember,

2013).

Borelli, John. ‚Interreligious Dialogue as a Spritual Practice‛ dalam

Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington

DC 14-15 November 2008. Washington D.C: Rumi Forum, 2008.

144-163.

Bruckmayr, Philipp. ‚Fethullah Gulen and Islamic Literary Tradition‛ dalam

Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington

DC 14-15 November 2008. Washington D.C: Rumi Forum, 2008.

164-203.

Chang, Byung-Ock. ‚Islamic Fundamentalism, Jihad, and Terrorism‛ dalam

Journal of International Development and Cooperation, Vol.11,No.1,2005.57-67.http://ir.lib.hiroshima-u.ac.jp/ metadb/up/

74007022/JIDC_11_01_04_Chang.pdf (diakses pada 1 Mei, 2013).

Daud, Wan Mohd Nor Wan. ‚Containing Muslim Extremism and

Radicalism‛ dalam Sari - International Journal of the Malay World and Civilisation 28 (1) (2010). 241-252. http://

journalarticle.ukm.my/2416/1/Sari_28(1)_2010_12_Wan_Mohd_Nor

_(Final).pdf (diakses pada 1 Mei, 2013).

Fry, Ian. ‚A Winder Role For The Gulen Movement Consistent With The

Place of The Qur’an and Islam in The Evolution of Religious

Understanding: A Fundamental Theological Reasseement‛ artikel

dalam Conference Peaceful Coexistence Fethullah Gulen’s Initiatives in the Contemporary World, Eramus University Rotterdam 22-23

November 2007. New Jersey: Tughra Books, 2009. 95-124.

Fotopoulos, Takis. ‚The Myth of The Clash of fundamentalism‛ dalam The International Journal of Inclusive Democracy, Vol. 1, No. 4. July,

2005. 1-3. http://www.inclusivedemocracy.org/journal/ pdf%

Page 155: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

135

20files/pdf%20vol1/The%20myth%20of%20the%20clash%20of%20f

undamentalisms.pdf. (diakses pada 22 Maret, 2013)

Hussin, Zulkarnain Haron Nordin. ‚A Study on Salafi Jihadist Doctrine and

the Interpretation of Jihad by Al Jama'ah Al Islamiyah‛ dalam

Kemanusiaan Vol. 20, No. 2, (2013), 15-37.http://web.usm.my/

kajh/vol20_2_2013/Art%202%20(15-37).pdf (diakses pada: 8 Januari,

2014).

Kim, Heon. ‚Gulen’s Dialogic Sufism: A Constructional and Constructive

Faktor of Dialogue‛ dalam Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown

University Washington DC 14-15 November 2008. Washington D.C:

Rumi Forum, 2008.374-406

Masaeli, Mahmoud. ‚The Importance of Dialogue in a Rooted Conception of

Cosmopolitanism Fethullah Gulen and Mohammad Mojtahed

Shabestary‛ Artikel dalam Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen, Movement Georgetown

University Washington DC 14-15 November 2008. Washington D.C:

Rumi Forum, 2008. 491-522.

Mitchell, Lynn E. ‚M. Fethullah Gulen: A Preacher of Piety and Integrity of

Action: A Study in Analogy Between the Gulen Movement and the

Clapham Circle‛ dalam Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown

University Washington DC 14-15 November 2008. Washington D.C:

Rumi Forum, 2008. 531-560.

Michel, Thomas. ‚Fethullah Gulen: Following in The Footsteps of Rumi‛

dalam Conference Peaceful Coexistence Fethullah Gulen’s Initiatives in the Contemporary World, Eramus University Rotterdam 22-

23November 2007. New Jersey: Tughra Books, 2009. 155-163.

Mulky, M. Asrori. ‚Tak Ada Kerukunan Beragama Tanpa Kebebasan

Beragama‛, Ulumul Qur’an Nomor 01/XXI/2012.

Saritoprak, Zeki, ‚Fethullah Gulen andthe ‘People of the Book’:A Voice

from Turkey for Interfaith Dialogue‛ dalam The Muslim World,

Volume, 95 Juli 2005, 329-340. http://www.interfaithdialog.org/

newsletter/documents/ZSaritoprak1.pdf (diakses pada 3 juni, 2013).

Page 156: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

136

Tahir, Ali Raza. ‚Islam and Philosophy (Meaning and Relationship)‛ dalam

Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business vol. 4

no: 9 (January, 2013) 1287-1293. http://journal-

archieves27.webs.com/1287-1293. pdf (diakses pada: 23 Desember,

2013).

Tyler, Aaron. ‚Tolerance as a Source of Peace: Gulen and the Islamic

Conceptualization of Tolerance‛ Artikel dalam Conference Islam in The Age of Global Challenges Alternative Perspektives Gulen Movement, Georgetown University Washington DC 14-15 November

2008. Washington D.C: Rumi Forum, 2008.730-753.

Weldon, Steven A. ‚The Institutional Context of Tolerance for Ethnic

Minorities: A Comparative, Multilevel Analysis of Western Europe‛

dalam American Journal of Political Science, Vol. 50, No. 2, April

2006. 331-349. http:// bama.ua.edu/~ sborrell/ psc521/tolerance.pdf

(diakses pada: 1 Mei, 2013).

Weller, Paul. ‚Dialogical and Transformatif Resources: Perspectives From

Fethullah Gulen on Religion and Public Life‛ dalam Conference Peaceful Coexistence Fethullah Gulen’s Initiatives in the Contemporary World, Eramus University Rotterdam 22-23

November 2007. New Jersey: Tughra Books, 2009. 219-239.

Yucel, Salih. ‚Fethullah Gülen Spiritual Leader in a Global Islamic Context‛

dalam Journal of Religion & Society, The Kripke Center, Vol. 12.

2010. 1-19. http://moses.creighton.edu/jrs/ 2010/2010-4.pdf (diakses

pada: 1 Mei, 2013)

--------------------.‚Spiritual Role Models in Fethullah Gülen’s Educational

Philosophy‛ dalam Tawarikh: International Journal for Historical Studies, 3(1) 2011. 65-76. http://www. tawarikh-journal.com/

files/File/04. yucel.mu. octo. 2011.pdf (diakses pada: 1 Mei, 2013).

Page 157: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

137

GLOSARIUM

Lisa>n al-Maqa>l : Bentuk dakwah yang dalam praktiknya

hanya terbatas dalam tataran teoretis-

instruktif .

Lisa>n al-Hal : Bentuk dakwah yang dalam praktiknya

dengan tindakan empiris.

al-Hikmah : Mencegah, melarang dengan penuh

kebijaksanaan. merupakan upaya

seorang da’i mentransformasikan

pesan-pesan keagamaan dengan penuh

kebijaksanaan, akal budi yang mulia,

hati yang bersih, lapang dada, dan

menarik perhatian orang kepada agama

atau Tuhan.

al-H{a>kim : Yaitu orang yang memiliki

pengetahuan yang paling utama dari

segala sesuatu.

Al-Mau’iz}ah al-H{asanah : Nasihat, peringatan serta bimbingan

kepada ketaatan seperti yang

diperintahkan dalam al-Qur’an

merupakan perkataan dan perbuatan

yang baik dan bermanfaat, disifatkan

dengan al-H{asana dikarenakan di

dalamnya terdapat nilai-nilai kebaikan

dan jauh daripada sifat-sifat kejelekan.

Al-Muja>dalah bi allati hiya Ah}san : Berdebat dengan Cara Baik.

Tabsyir wa tandzir : Kabar gembira dan peringatan.

as-Ilah wa ajwibah : Tanya jawab.

al-Inzar : Adalah penyampaian dakwah dimana

isinya berupa peringatan terhadap

manusia tentang adanya kehidupan

akhirat dengan segala konsekuensinya.

Page 158: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

138

al-Tabsyir : Adalah penyampaian dakwah yang

berisi kabar-kabar yang

menggembirakan bagi orang-orang

yang mengikuti dakwah.

al-Rifq wa al-Lin : Dalam menjalankan dakwah bersikap

kasih sayang dan lemah lembut.

al-Taisir : Didakwahkan nabi Muhammad saw

sarat dengan kemudahan-kemudahan.

Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar : Sebuah perintah untuk mengajak atau

menganjurkan hal-hal yang baik dan

mencegah hal-hal yang buruk bagi

masyarakat.

Dialogue : Bahasa Inggris, dialog, komunikasi

dua arah.

Jihad : Berjuang dengan sungguh-sungguh

menurut syariat Islam.

Kekerasan : Sebuah ekspresi baik yang dilakukan

secara fisik ataupun secara verbal yang

mencerminkan pada tindakan agresi

dan penyerangan pada kebebasan atau

martabat seseorang yang dapat

dilakukan oleh perorangan atau

sekelompok orang.

Tabligh : Bahasa Arab, penyampaian.

Tauhid : Bahasa Arab, konsep dalam aqidah

Islam yang menyatakan keesaan Allah.

Tolerance : Bahasa Inggris, toleran.

Taghyir : Bahasa Arab, perubahan.

al-Syiddah : Menunjukkan sikap yang tegas dan

keras.

Page 159: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

139

al-Tahaddiyat : Sarat dengan tantangan dan ujian.

Hujumi wa fa’ali : Ofensif dan aktif.

Informational messege : Pesan yang mengandung informasi.

Instructional message : Pesan yang mengandung perintah.

Motivational message : Pesan yang berusaha mendorong.

al-Ma>ddah : Materi dakwah (pesan).

Ethics : Dalam bahasa Ingris berasal dari

bahasa Yunani ‚ethos‛ yang bearti

watak. Ethics (etika) adalah studi

sistematik tentang sifat konsep nilai

baik dan buruk, benar dan salah, dalam

kaitannya dengan tingkah laku

manusia.

Philosophical moralitity : Moralitas filosofis.

Theological moralitity : Moralitas teologi.

Religious moralitity : Moralitas religius.

Forgiveness : Pengampunan.

Inner peace : Kedamaian batin.

Social harmony : Keharmonisan sosial.

Honesty : Kejujuran.

Da’i : Orang yang melakukan seruan dan

ajakan (dakwah)selain itu, biasa

dikenal dengan istilah (muballigh)

yakni orang yang berfungsi sebagai

komunikator.

Da’wah fardiyah : Dakwah yang dilakukan oleh da’i

secara personal.

Page 160: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

140

Da’wah jama’i : Dakwah yang dilakukan oleh

sekelompok da’i, secara kolektif.

Ta’awun : Kerjasama antar semua pihak.

Ghuluw : Yaitu bentuk ekspresi manusia yang

berlebihan dalam merespon persoalan

hingga terwujud dalam sikap-sikap di

liuar batas kewajaran manusia.

Tat}arruf : Yaitu sikap berlebihan karena

dorongan emosiaonal yang

berimplikasi pada empati berlebihan

dan sinisme keterlaluan dari

masyaraka.

Irhab : Yakni sikap dan tindakan berlebihan

karena dorongan agama dan ideologi.

Sikap ini biasanya jadi legitimasi

membenarkan kekerasan atas nama

agama atau ideologi tertentu.

Agent of sosial change : Agen perubahan sosial.

Mash}lahah ‘Ammah : Kemaslahatan universal.

Interfaith dialogue : Dimengerti sebagai dialog antar umat

berbeda iman yang dijalankan secara

personal maupun secara komunal.

Page 161: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

141

INDEKS

‘Abd al-Badi’ Saqar, 48

A

Aaron Tyler, 11, 81, 104

Abd. Hamid al-Bilali, 24

Abdul Basit, 7

Abdul Ghafar, 40, 134

Abdul Halim Mahmud, 42, 48

Abdurrahman ibn ‘Auf al-

Zuhri, 36

Abdus Salam Faraj, 3

Abu al-Fad}l Shiha>buddin al-

Saidi> Mahmu>d al-A<lu>si> al-

Bagda>di, 20, 24, 27

Abu al-Qa>sim Mahmu>d ibn

‘Umar al-Zamakhshari>, 24,

27

Abu Bakar, 36, 72

Abu Lahab, 37

Ahmad ibn Taymiyyah, 3

Ahmad Warson Munawwir, 1,

26

ahsanu qaula, 19

akhlak, 7, 10, 17, 32, 41, 42, 44,

45, 49, 64, 76, 90, 114

al-‘Ubu>di>yah, 34

al-Baya>n, 17

al-Furqa>n, 17, 24, 70, 130

al-H{a>kim, 19, 137

al-H{ujjah, 20

al-h}ikmah, 19, 21

al-Haq, 20

Ali ibn Abd al-Rahman ibn ‘Ali

al-Tayya>r, 5, 10

Ali ibn Abi Thalib, 37

Ali ibn Nafyu’ al-‘Ulya>ni>, 4

Ali Mustafa Yaqub, 28, 37, 38,

39, 40, 44, 45

Ali Raza Tahir, 17

Ali Syu’aibi Gill Kibil, 6, 117,

118

al-Jadlu, 27

al-Khauf, 2

al-Ma>ddah, 40, 41, 139

al-Mau’iz}a al-H{asana, 23, 24,

25

al-Nida, 18

al-Raja, 2

al-Salaf al-S{alih, 21

al-Sunnah, 2, 22, 24, 48, 56, 61,

68, 98, 122, 130

al-Tasa>muh, 26, 101

al-Tibya>n, 17

Alwi Shihab, 5

amar ma’ruf, 62, 64, 72, 84, 85,

86, 87, 88, 89, 90, 91

Assabiquna al-Awwalun, 36

Atabik Luthfi, 62, 63, 64, 85,

88

B

bid'ah, 21

D

da’i, 1, 2, 8, 9, 15, 17, 20, 21,

22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30,

32, 33, 34, 41, 42, 44, 45, 46,

47, 48, 49, 55, 56, 57, 58, 59,

60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67,

68, 69, 71, 72, 73, 74, 76, 77,

78, 79, 80, 81, 82, 83, 86, 87,

Page 162: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

142

106, 114, 116, 118, 121, 122,

137,139, 140

Dakwah, 1, 3, 5, 7, 9, 10, 15,

17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,

25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32,

33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40,

41, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49,

50, 54, 56, 59, 61, 62, 63, 64,

74, 75, 76, 77, 78, 80, 82, 84,

85, 86, 87, 88, 93, 94, 101,

102, 103, 107, 108, 111, 112,

113, 114, 115, 116, 118, 125,

126, 128, 129, 130, 131, 132,

133, 139, 140

Daud, 7, 35, 134

dialog, 2, 10, 11, 15, 30, 47, 81,

93, 100, 103, 104, 107, 108,

109, 110, 111, 117, 119, 121,

122, 138, 140

E

Ethics, 42, 139

Etika, 1, 2, 3, 10, 18, 42, 43, 44,

45, 46, 47, 48, 61, 74, 75, 76,

77, 78, 103, 125, 127, 128,

129, 132, 133

F

Fath al-Makkah, 3

fatwa, 5

forgiveness, 9, 15, 47, 122

Fuad Abd al-Ba>qi, 1

fundamentalis, 4, 6, 8, 10, 12,

117, 121

G

Gulen, 2, 3, 6, 7, 8, 9, 10, 11,

12, 13, 14, 15, 47, 49, 50, 51,

52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 60,

61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 69,

71, 73, 78, 81, 83, 86, 87, 88,

89, 90, 91, 96, 97, 98, 99,

100, 103, 104, 105, 106, 108,

110, 111, 116, 117, 118, 122,

123, 127, 133, 134, 135, 136

H

Hassan Hanafi, 4

Heon Kim, 11

Heraklius, 18

holistik, 7

Hud, 24, 28, 35, 68, 88

human oriented, 34, 47

I

Ian Fry, 10

Ibn Manzu>r, 18

Ibrahim, 1, 5, 18, 35, 94

ilat, 19

inklusif, 2, 5, 7, 9, 10, 15, 26,

27, 93, 104, 122

inner peace, 9, 15, 47, 122

interfaith, 11, 108

Irwan Masduqi, 2, 5, 6, 103,

104

Islam, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 10,

11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 20,

21, 22, 29, 33, 34, 36, 37, 38,

40, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48,

49, 53, 54, 55, 57, 60, 61, 62,

64, 70, 71, 72, 74, 75, 76, 81,

82, 83, 84, 85, 86, 87, 93, 94,

95, 96, 97, 98, 99, 100, 102,

103,104, 105, 107, 108, 110,

111, 112, 114, 115, 116, 117,

118, 119, 121, 122, 125, 126,

127, 128, 129, 130, 131, 132,

133, 134, 135, 136, 138, 142

Page 163: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

143

J

John Borelli, 11

Jum‘ah Ami>n, 21, 46, 125

K

Ka’bah, 89

kearifan, 2, 8, 9, 12, 14, 15, 16,

17, 21, 47, 59, 93, 121, 123

khairu ummah, 18

Khaled Abou El Fadl, 4

Kuntowijoyo, 7, 129

L

layyin, 25

lisa>n al-Hal, 18

lisa>n al-Maqa>l, 18

Luth, 35

Lynn E. Mitchell, 11, 12

M

M. Abduh, 19

M. Munir, 1, 9, 29, 30, 112

mad’u, 8, 9, 21, 23, 24, 25, 26,

27, 28, 30, 32, 41, 49, 80, 82

Madinah, 17, 56, 75

Mahmoud Masaeli, 11

Makkah, 3, 36, 39, 56, 81, 94

monoteistik, 21

muha>darah, 31

Muhammad ‘Abd al-Malik ibn

Hisham al-Ma‘a>firi, 36, 59

Muhammad ‘Ali al-S}a>bu>ni, 1

Muhammad Abu> al-Fatah al-

Baya>nu>ni, 19, 20, 22, 23, 26,

27, 28, 35, 36, 37

Muhammad Alwi Al-Maliki Al-

Hasani, 17

Muhammad Husain Fadlullah,

19, 20, 21, 24, 25, 27, 28,

101, 102

Muhammad Ibra>hi>m al-Juyu>shi,

20, 24, 26, 28

Muhammad Imarah, 22

Muhammad Ka>mil D{a>hir, 4

Muhammad Sayyid al-Wakil,

45

Mulyadhi Kartanegara, 42, 43,

93, 129, 132

Murad W. Hofman, 4

Murodi, 36, 37, 130

Murtadha Husaini, 1

Musa, 26, 35, 78

N

nahi munkar, 1, 56, 62, 64, 72,

84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91

Nawa>wi al-Ja>wi, 1

Nuh, 24, 34, 35, 88

P

Paul Weller, 10

Philipp Bruckmayr, 12 philosophical moralitity, 44 profetik, 8, 9, 12, 15, 17, 121,

122

Q

Qadi>m al-Isla>m, 37 Quraish Shihab, 1, 30, 31, 33 Quraisy, 3, 36, 37, 75, 81, 130 Quthub, 23, 48, 49, 75, 76, 80,

82, 85, 86, 129

R

reformis, 7 reinterpretasi, 7

Page 164: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

144

religius sufistik, 12 Romawi, 72 Rosyidi, 10, 21, 40, 131

S

Sa’ad bin Abi Waqqash al-

Zuhri, 36 Sa’id bin Ali bin Waqif al-

Qahtani, 20 Safi> al-Rahman al-Muba>rakfuri,

37, 59 Safrodin Halimi, 1, 3, 10, 18,

42, 45, 47, 48, 61, 74, 75, 76, 77, 78, 103

salaf saleh, 21 Saleh, 35 Salih Yucel, 2, 3 Shafa, 37 Shamim A Siddiqi, 20 Sibba>m al-S{iba>gh, 35, 45 social harmony, 9, 15, 47, 122 Steven A. Weldon, 6 streotype, 118 sual, 18 Sulaiman, 1, 29, 35, 132 Sulaiman ibn Umar al-‘A>ji>li al-

Sya>fi>‘i, 2, 29 Suraqah, 3 syaha>dat al-Isla>m, 18

T

tabligh, 1, 18, 47, 84, 115 Takis Fotopoulos, 4

targhib, 24 tasawuf, 10, 21, 94 Taufik Yusuf al-Wa‘iy, 18, 84,

87 Thaif, 79 Thalhah bin Ubaidillah al-

Taimi, 36 theological moralitity, 43 Thomas Michel, 12 Toha Yahya, 19, 44, 45, 130

U

Utsman bin Affan al-Umawi, 36

W

wa‘yu al-diniyyah, 24 wara’, 20 wisdom, 19

Y

Yastrib, 3 Yohanan Friedmann, 3 Yusuf, 18, 28, 35, 59, 60, 81,

84, 87, 96, 97, 99, 116, 117, 130, 133

Z

Zaid Abdul Karim, 30, 33 Zulfahmi, 11, 133 Zulkarnain Haron Nordin

Hussin, 21, 25

Page 165: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

145

LAMPIRAN

Notulasi Ujian Work In Progress (WIP) Tesis

Rabu, 10 September 2014

Pukul 14.40 s.d. 15.00 WIB

Nama : Ichsan Habibi

NIM : 11.2.00.0.07.01.0096

Konsentrasi : Dakwah dan Komunikasi

Judul : Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen dalam

Kitab T}uru>q al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H}aya>h

Penguji : Dr. Yusuf Rahman, MA

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA

Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D

Sekretaris : Arief Mahmudi, S.Pd.I

Dr. Yusuf Rahman, MA

1. Bagaimana pembuktian kesimpulan Anda?

2. Masih terlalu banyak berkutat pada deskripsi.

3. Di mana letak perdebatan akademik dalam tesis Anda?

4. Adakah kitab lain dari Fethullah Gulen yang Anda gunakan selain

T}uru>q al-Irsha>d fi> al-Fikr wa al-H}aya>h?

5. Penulisan indeks masih belum konsisten.

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA

1. Kesimpulan jangan disamakan dengan abstrak.

Muhammad Zuhdi, M.Ed, Ph.D

1. Saya tidak melihat basis filosofis dalam penjelasan tesis Anda.

2. Akan lebih menarik jika Anda bisa merumuskan kata kunci dari

konsep dakwah Fethullah Gulen. Sebaiknya kata kunci inilah yang

Anda jadikan judul dan Anda explore

3. Anda masih mengalami kesulitan menghubungkan judul dengan isi.

4. Paradigma dakwah dalam tesis ini belum terlihat.

5. Judul kitab Gulen dalam judul tesis Anda tidak perlu lagi

disebutkan jika nantinya Anda sudah menggunakan kata kunci

konsep dakwah Gulen (love and tolerance).

Page 166: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

146

Page 167: KONSEP DAKWAH MUHAMMAD FETHULLAH GULENrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41498/1/ICHSAN... · berjudul ‚Konsep Dakwah Muhammad Fethullah Gulen ‛ adalah benar hasil

147

BIODATA

Ichsan Habibi, lahir di Pangkalpinang pada 4 Februari 1987 M,

tepatnya di Bangka-Belitung merupakan propinsi kepulauan Babel yang

terkenal dengan penghasil Timah terbesar dan Lada putih. Anak kedua dari

lima bersaudara dari pasangan H. M. Efendi dan Hj. Soroya ini mengawali

pendidikannya di SDN 33 Baturusa Bangka dan tamat pada tahun 1999.

Selanjutnya nyantri di PON-PES Nurul Ihsan Bangka setingkat M.T.s selesai

tahun 2002. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di pondok

pesantren Modern Darussalam Gontor dan selesai pada tahun 2006. Pada

tahun 2007 melanjutkan jenjang pendidikan sarjana pada fakultas dakwah

STAIN Syekh Abdurrahman Sidik Bangka-Belitung tamat pada tahun 2011.

Pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan S2 di sekolah pascasarjana

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.