2
Konsep Arsitektur Tradisional Bali Konsep arsitektur tradisional Bali dibangun dari tiga aspek: 1. Aspek Berbudaya: Dilandasi filosofi Catur purusartha : - Dharma: menggunakan nilai-nilai agama Hindu. - Artha: memiliki ciri kemegahan, keindahan, dan kesehatan; bangunan seperti ini mampu melahirkan produktivitas. - Kama: memiliki ciri kemasyarakatan; bangunan ditata berpijak pada sikap sosial yang akomodatif. - Moksa: bangunan memberikan kesejahteraan lahir dan batin berlanjut, tidak sesaat, bagi penghuninya. 2. Aspek Wawasan Lingkungan: Dilandasi tiga filosofi/konsep, yaitu: Tribuwana , terbagi atas tiga: Bhuh: bagian bawah; dalam membangun, harus memperhatikan yang ada di bawah letak tanah bangunan tersebut. Bwah: pemilihan bahan (harus alami yang disesuaikan fungsinya) dan penataan lahan. Swah: bangunan rumah memberi ‘pemandangan’ melihat ke langit. Tri Hita Karana : di areal bangunan Bali umumnya ada bagian bangunan yang berfungsi sebagai areal parahyangan (tempat suci), pawongan (tempat penghuni beraktifitas lebih banyak sehari-harinya), dan palemahan (teba). Tri Mandala : pembagian ruang menjadi Utama Mandala (tempat parahyangan), Madya Mandala (tempat bangunan rumah), dan Nista Mandala (tempat dapur dan kamar mandi). Tri Angga : penuangan konsep Tri Mandala secara tata nilai, di mana bangunan dibagi tiga secara vertikal: kepala/bagian atas – pelangkiran sebagai kawasan suci, badan/bagian tengah – bale-bale, dan kaki/bagian bawah – pondasi. 3. Aspek Agama Hindu: Dilandasi filosofi Pancasraddha : » Orang Bali percaya pada Brahman, Tuhan, sehingga selalu menyediakan media untuk berhubungan antara penghuni dengan Tuhan. » Orang Bali percaya ada atman, sehingga mempercayai kalau bangunan itu memiliki ‘roh’. » Orang Bali percaya samsara atau reinkarnasi; setiap bangunan mengeluarkan prana.

Konsep Arsitektur Tradisional Bali

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Konsep Arsitektur Tradisional Bali

Konsep Arsitektur Tradisional Bali

Konsep arsitektur tradisional Bali dibangun dari tiga aspek:1. Aspek Berbudaya:

Dilandasi filosofi Catur purusartha:- Dharma: menggunakan nilai-nilai agama Hindu.- Artha: memiliki ciri kemegahan, keindahan, dan kesehatan; bangunan

seperti ini mampu melahirkan produktivitas.- Kama: memiliki ciri kemasyarakatan; bangunan ditata berpijak pada

sikap sosial yang akomodatif.- Moksa: bangunan memberikan kesejahteraan lahir dan batin berlanjut,

tidak sesaat, bagi penghuninya.2. Aspek Wawasan Lingkungan:

Dilandasi tiga filosofi/konsep, yaitu: Tribuwana , terbagi atas tiga:

Bhuh: bagian bawah; dalam membangun, harus memperhatikan yang ada di bawah letak tanah bangunan tersebut.

Bwah: pemilihan bahan (harus alami yang disesuaikan fungsinya) dan penataan lahan.

Swah: bangunan rumah memberi ‘pemandangan’ melihat ke langit. Tri Hita Karana : di areal bangunan Bali umumnya ada bagian bangunan yang

berfungsi sebagai areal parahyangan (tempat suci), pawongan (tempat penghuni beraktifitas lebih banyak sehari-harinya), dan palemahan (teba).

Tri Mandala : pembagian ruang menjadi Utama Mandala (tempat parahyangan), Madya Mandala (tempat bangunan rumah), dan Nista Mandala (tempat dapur dan kamar mandi).

Tri Angga : penuangan konsep Tri Mandala secara tata nilai, di mana bangunan dibagi tiga secara vertikal: kepala/bagian atas – pelangkiran sebagai kawasan suci, badan/bagian tengah – bale-bale, dan kaki/bagian bawah – pondasi.

3. Aspek Agama Hindu:Dilandasi filosofi Pancasraddha:» Orang Bali percaya pada Brahman, Tuhan, sehingga selalu menyediakan

media untuk berhubungan antara penghuni dengan Tuhan.» Orang Bali percaya ada atman, sehingga mempercayai kalau bangunan itu

memiliki ‘roh’.» Orang Bali percaya samsara atau reinkarnasi; setiap bangunan

mengeluarkan prana.» Orang Bali percaya karmapala di mana dalam bangunan akan terwujud

karmapala, sehingga alternatif pemilihan dimensi diambil dari profil penghuni.» Orang Bali percaya adanya moksa (kesejahteraan berlanjut), sehingga

bangunan dibangun sesuai kemampuan yang ada.